Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS
2003
PENGENDALIAN KONFLIK DALAM ORGANISASI PTS D Gandana MK dipublikasikan pada Jurnal Wacana Seni Rupa Vol.3 No.6 2003
Abstrak Perselisihan atau konflik sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam suatu organisasi, dan dapat berdampak terhadap efektivitas organisasi. Perguruan Tinggi Swasta (PTS) merupakan organisasi penyelenggara pendidikan tinggi yang dikelola oleh masyarakat. Sehingga konflik dapat terjadi dalam organisasi Perguruan Tinggi Swasta (PTS), dengan tinjauan secara konstruktif, destruktif serta konflik substantif dan konflik emosional. Kata Kunci: konflik dalam organsiasi, efektivitas organisasi I. PENDAHULUAN Dalam suatu organisasi, perselisihan atau konflik sesuatu yang tidak dapat dihindari konflik dapat berdampak positif maupun negatif. Hani Handoko (1995:346) mengemukakan bahwa: "Konflik organisasi adalah ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggotaanggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber dayasumber daya yang terbatas atau kegiatankegiatan kerja dan/atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan,
1
nilai atau persepsi". Memperhatikan definisi tersebut, akan terkait dengan tugas salah satu bagian penting dalam organisasi yaitu bagaimana mengharmoniskan suatu kelompok orangorang berbeda, mempertemukan macammacam kepentingan dan memanfaatkan kemampuan-kerna_mpuan kesemuanya ke suatu arah tujuan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Stephen P. Robbin (1990: 4), yaitu:
"An organization is a consciously coordinated social entity, with a
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS relatively identifiable boundary, that function on a relatively continuous basis to achieve a command goal or set of goals. Organisasi adalah kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi yang bekerja atas dasar relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan". Dari definisi tersebut, perkataan dikoordinasikan secara sadar mengandung pengertian manajemen. Kesatuan sosial berarti bahwa unit itu terdiri dari orang atau kelompok orang yang berinteraksi satu sama lain. Pola interaksi yang diikuti orang di dalam sebuah organisasi tidak begitu saja timbul,
melainkan telah dipikirkan lebih dahulu. Oleh karena itu, karena organisasi merupakan kesatuan sosial, maka pola interaksi para anggotanya harus diseimbangkan dan diselaraskan untuk meminimalkan keterlebihan (redundancy) namun juga memastikan bahwa tugastugas yang kritis telah diselesaikan. Sebuah organisasi mempunyai batasan yang relatif dapat diidentifikasi. Batasan dapat berubah dalam kurun waktu tertentu 2
2003
dan tidak selalu jelas, namun sebuah batasan yang nyata harus ada agar dapat membedakan antara anggota dan bukan anggota. Batasan cenderung dicapai melalui komitmen yang eksplisit maupun implisit antara para anggota dan organisasinya dalam peraturan organisasi yang disepakatinya. Organisasi itu ada untuk mencapai sesuatu. "Sesuatu" ini adalah tujuan, dan tujuan tersebut tidak dapat dicapai oleh individuindividu yang bekerja sendiri, dan memungkinkan hal tersebut dicapai secara lebih efisien melalui usaha kelompok. Memperhatikan uraian tersebut, penulis menganggap cukup menarik jika dalam penulisan makalah ini, mengemukakan tentang konflik dalam organisasi dengan membahas konflik dalam organisasi PTS, dimana pada umumnya pada pencapaian tujuan organisasi PTS penuh dengan berbagai macam interaksi, pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak dalam proses pencapaiannya. Pendidikan tinggi sebagai bagian dan Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan dalam UndangUndang No.2 tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS Nasional pada pasal 16, ayat (1) dan (2) dikemukakan: Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut atau Universitas. Pada Bab XIII, pasal 47 dalam UndangUndang Nomor 2 tersebut, disebutkan juga peran serta masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang seluasluasnya untuk berperan serta dalam menyelenggarakan pendidikan nasional. Kemudian Bab XV, pasal 51 disebutkan pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh Badan/ Perorangan yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan. Berdasarkan keputusan mendikbud Nomor: 0339/U/ 1994 tentang Penentuan Pokok Penyelenggaraan Perguruan 3
2003
Tinggi Swasta (PTS), ditegaskan pada Bab I pasal 1 bahwa Perguruan Tinggi Swasta (PTS) adalah satuan kegiatan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat dalam hal ini Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta (BP-PTS), dan dapat berbentuk yayasan, atau perkumpulan sosial atau badan wakaf. Saat ini PTS di Indonesia banyak didirikan dengan BP-PTS-nya berbentuk yayasan. Memperhatikan susunan perguruan tinggi secara umum diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi. Hal ini seperti yang dikemukakan pada Bab VIII susunan Perguruan Tinggi, pada bagian kesatu, pasal 27, bahwa perguruan tinggi terdiri atas unsur-unsur: (a) dewan penyantun; (b) unsur pimpinan; (c) unsur tenaga pengajar/dosen; (d) senat perguruan tinggi; (e) unsur pelaksana akademik (pendidikan, penelitian, pengabdian pada masyarakat); (1) unsur pelaksana administratif; (g) unsur penunjarig (perpustakaan, laboratorium). Selanjutnya pada pasal 29, pimpinan perguruan tinggi tersebut dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh: (a) Pembantu Rektor (Untuk Universitas/ Institut); (b) Pembantu Ketua (untuk
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS Sekolah Tinggi); dan (c) Pembantu Direktur (untuk Politeknik/Akademi) Untuk dapat berhasil menyelenggarakan fungsinya secara terencana dan teratur
setiap perguruan tinggi harus menyusun perangkat serta membuat kerangka pengaturan, yaitu struktur dan organisasi kelembagaan. Jadi titik tolak pengembangan struktur dan organisasi ialah: menciptakan suatu kerangka pengaturan agar perangkat pelaksanaan dapat berfungsi dengan baik untuk mencapai tujuan perguruan tinggi. Acuan utama bagi perguruan tinggi dalam mengembangkan struktur dan organisasinya ialah bagaimana program fungsional dapat diselenggarakan dengan baik. Karena dalam menyelenggarakan fungsinya perguruan tinggi tidak mungkin terisolasi dari lingkungannya (pemerintah dan masyarakat pada umumnya), maka pengaturan atas interaksi antara perguruan tinggi dengan lembagalembaga lain juga menjadi acuan yang penting. Meskipun asas otonomi diakui dalam pengelolaan perguruan tinggi, namun menurut penulis bahwa penerapan otonomi tidak 4
2003
terlepas dari: (1) pengaturan yang terbawa oleh faktor-faktor yang mempunyai hierarki yang lebih tinggi (supra sistem) dari sistem perguruan tinggi; (2) harapan dan pendapat masyarakat, yang pada dasarnya merupakan induk dan sumber perguruan tinggi; (3) aspirasi sivitas akademika, yang merupakan pelakupelaku utama dalam menyelenggarakan fungsi perguruan tinggi. Pengelolaan perguruan tinggi swasta seperti juga pengelolaan lembaga lain menyangkut: (1) penetapan tujuan/sasaran; (2) perencanaan program; (3) penganggaran, alokasi sumber daya; (4) pemantauan (monitoring) dan pengawasan pelaksanaan; dan (5) evaluasi. Kalau siklus pengelolaan diawali dengan penetapan tujuan sasaran, pertarnatatna harus diperhatikan kelaikan (feasibility) tujuan tersebut. Selanjutnya berdasarkan sumberdaya yang dapat disediakan dan tujuan yang ditetapkan, direncanakanlah program untuk mencapai tujuan. Jadi merencanakan program pada dasarnya merupakan upaya mengalokasi sumber daya dalam jumlah dan proporsi yang sesuai untuk dipadukan dengan prosedur tertentu guna menghasilkan tujuan. Hal ini dapat digambarkan seperti pada
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS gambar 1. Struktur dan organisasi berfungsi untuk memungkinkan pendayagunaan unsurunsur pengelolaan tersebut secara teratur dan baik. Karena pendayagunaan ini selalu
2003
menyangkut pengambilan keputusan, maka pengambilan keputusan hams dilakukan sedemikian rupa sehingga semua pelaku kegiatan ikut bertanggung jawab.
Gambar 1 Siklus Pengelolaan PerguruanTinggi Sumber: Pedoman Otonomi Pengelolaan Perguruan Tinggi, (1991:27)
Perguruan tinggi merupakan suatu masyarakat sivitas akademika yang perilakunya sangat dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan serta pengembangannya dalam kegiatan-kegiatan akademikanya. Masingmasing pribadi anggota sivitas akademika secara fungsional menyandang kewibawaan akademik tertentu. Di pihak lain perguruan tinggi memerlukan sejumlah pribadi yang berfungsi untuk
5
menyelenggarakan pengelolaan dengan mengusahakan keteraturan dalam kegiatan fungsional. Hal tersebut menyebabkan terjadinya sejenis dikotomi dalam penyelenggaraan dan pengelolaan perguruan tinggi, yaitu kewibawaan struktural birokrasi administrasi disatu pihak dan kewibawaan fungsional masyarakat akademik dilain
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS pihak.
bahwa: Konflik organisatoris
Dengan adanya hal tersebut, maka pengambilan keputusan menjadi lebih rumit bila tidak terjadi rekonsialisasi antara kedua jenis kewibawaan tersebut. Kewibawaan struktural biasanya bersifat "rasionar, dalam arti pola pengambilan keputusan dilandasi oleh prosedur dan format yang jelas dan balm, yaitu mengembangkan pilihan-pilihan dan alternatif-alternatif untuk kemudian memilih yang optimal. Sedangkan kewibawaan fungsional di perguruan tinggi swasta biasanya terpecah-pecah karena mewakili berbagai disiplin ilmu. Kewibawaan fungsional juga sering bersifat ad hoc karena pengaruh kebutuhan berbagai disiplin ilmu yang berubah dengan waktu. Oleh karena itu pengambilan keputusan juga sering bersifat ad hoc, dalam arti berlaku untuk waktu dan kebutuhan tertentu, serta sangat
dipengaruhi oleh kepentingan pribadi yang mewakiii disiplin bersangkutan. Dengan demikian konflik dalam organisasi PTS merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari.
Menurut Jones A. F. Stoner dan Charles Wankel (1980: 216) 6
2003
merupakan suatu ketidaksesuaian paham antara dua orang anggota organisasi atau lebih, yang timbul karena fakta bahwa mereka harus berbagi dalam hal mendapatkan sumbersumber daya yang langka, atau aktivitas-aktivitas pekerjaan, dan atau karena fakta bahwa mereka memiliki statusstatus, tujuan-tujuan, nilai-
nilai atau persepsi-persepsi yang berbedabeda. Berdasarkan definisi tersebut,
dalam organisasi PTS pengambilan keputusan kerapkali harus didekati dengan tenggang rasa dan toleransi yang menyertai kewibawaan fungsional untuk menghasilkan pengambilan keputusan yang bersifat kompromi, bukan mufakat berdasarkan musyawarah, sehingga tanggung jawab pelaksana menjadi lemah. Tetapi kewibawaan fungsional seperti ini, yang menjadi landasan operasional otonomi keilmuan dan kebebasan akademik, masih merupakan sarana yang dianggap terbaik untuk mengembangkan ilmu, teknologi dan send, sepanjang tidak terlalu diwarnai oleh kepentingan pribadi. Dari permasalahan tersebut, dapat penulis kemukakan
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS dalam pembahasan makalah ini, yaitu bagaimana konflik dalam organisasi Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan penyelesaiannya. H. KONFLIK DALAM ORGANISASI 2.1. SITUASI KONFLIK DALAM ORGANISASI Organisasi mengakui adanya kebutuhan untuk mengkoordinasikan pola interaksi para anggota organisasi secara formal. Struktur organisasi menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa, dan mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti. Robbins (1990: 6) mengemukakan bahwa sebuah struktur organisasi mempunyai tiga komponen : (1) kompleksitas; (2) formalisasi dan (3) sentralisasi. Kompleksitas, mempertimbangkan tingkat diferensiasi yang ada dalam organisasi. Termasuk didalamnya tingkat spesialisasi atau tingkat pembagian kerja, hierarki organisasi serta sejauh mana unit-unit organisasi tersebar. Formalisasi, melihat sejauh mana sebuah organisasi menyandarkan dirinya kepada peraturan dan 7
2003
prosedur untuk mengatur perilaku dari para anggota organisasinya. Umumnya, organisasi beroperasi dengan pedoman yang telah distandarisasi secara minimum. Sentralisasi, mempertimbangkan dimana letak pengambilan keputusan. Umumnya organisasi, pengambilan keputusan. Umumnya organisasi, pengambilan keputusan sangat sentralisasi. Masalahmasalah dialirkan ke top manajemen clan dipilih tindakan yang tepat, atau kekuasaan tersebar ke bawah di dalam hierarki tetapi keputusan tetap pada top manajemen. Jika memperhatikan komponen struktur organisasi tersebut, tampak salah satu tugas penting dalam organisasi adalah mengharmoniskan suatu kelompok orangorang berbeda, mempertemukan macammacam kepentingan dan memanfaatkan memampuan-kemampuan kesemuanya Ice suatu arah tujuan. Sesuatu yang tidak dapat dihindari dari proses pengorganisasian dari pelaksanana struktur organisasi adalah konflik dalam organisasi. Hal ini seperti yang disebutkan Robbin (1990: 450) bahwa: "konflik adalah bagian dari kehidupan berorganisasi yang tidak dapat dihindari". Hal ini
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS dimungkinkan karena konflik berakar dan karakteristik struktural maupun kepribadian yang tidak cocok. Dalam organisasi, sumber daya organisasi umumnya tidak melimpah, pegawai sebagai anggota organisasi mempunyai kepentingan serta pandangan yang beraneka ragam sehingga konflik merupakan realitas yang tidak pernah berhenti dalam organisasi. Selanjutnya Anthony Ober Schall (1973: 30) mengatakan "Konflik itu terjadi setiap hari, berlangsung secara normal, merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam proses institusional secara alami sebagai realitas sosiaF. Konflik dalam organisasi timbul sebagai hasil adanya masalah-masalah komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi. Hani Handoko (1995: 345) menyatakan bahwa penyebabpenyebabnya yaitu: (1) Komunikasi: salah pengertian berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten; (2) strukutur: pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingankepentingan atau sistem penilaian 8
2003
yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya-sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompokkelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka; (3) Pribadi: ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi. Sementara itu berdasarkan pendapat Shaun Tyson & Tony Jackson (2001: 61) yang mengutip dan Blake & Mouton menyatakan bahwa : "Konflik merupakan fungsi penting terhadap produksi/hasil". Oleh karena itu, konflik merupakan bagian terpenting dalam upaya meningkatkan hasil kerja dan hasil produksi sehingga untuk kepentingan tersebut harus mengupayakan "bagaimana membiarkan konflik muncul dalam cara yang tidak merusak". Memperhatikan uraian tersebut, memperlihatka bahwa konflik dalam organisasi, perlu dikendalikan supaya
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS organisasi tidak statis, apatis dan harus tanggap terhadap perubahan diperhatikan dan berbagai unsur yang mempengaruhinya baik penyebab, tempat maupun dampaknya terhadap efektivitas organisasi. 2.2. BENTUK KONFLIK DALAM ORGANISASI Walton E. Richard (1969: 2) mengemukakan, terdapat dua macam bentuk konflik dalam organisasi yang tidak dapat dihindari (1) Substantive conflict, yaitu konflik secara substantif yang meliputi ketidaksesuaian paham tentang hal-hal seperti tujuan-tujuan, alokasi sumber-sumber daya, distribusi imbalan, kebijaksanaan dan prosedurprosedur serta penugasan pegawai; (2) Emotional conflict, yaitu timbul karena perasaan-perasaan marah, ketidak percayaan, ketidaksenangan, takut dan sikap menentang, maupun bentrokan-bentrokan kepribadian. Kedua bentuk konflik tersebut dapat memiliki sisi konstruktif dan destruktif. 1. KONFLIK DESTRUKTIF Konflik destruktif menimbulkan kerugian bagi individu atau individuindividu dan atau organisasi atau organisasi-organisasi 9
2003
yang terlibat didalamnya. Konflik demikian misalnya terjadi, apabila dua orang karyawan tidak dapat bekerja sama karena terjadi sikap permusuhan antar perorangan antara mereka (konflik emosional destruktif) atau apabila anggotaanggota sebuah komite tidak dapat mencapai persesuaian paham tentang tujuantujuan kelompok (konflik emosional destruktif) atau apabila anggota-anggota sebuah komite tidak dapat bertindak, karena mereka tidak dapat mencapai persesuaian paham tentang tujuan-tujuan kelompok (konflik substantif destruktif). Ada banyak keadaan, dimana konflik dapat menyebabkan orang yang mengalaminya mengalami goncangan (jiwa), bagi mereka yang melihat kejadiannya, dan bagi organisasi atau subunit-subunit di mana situasi konflik terjadi, hal tersebut akan menghambat operasi-operasinya. Sangat tidak menyenangkan misalnya, untuk berada dalam bidang kerjasama, dimana dua orang rekan sekerja terus menerus menunjukkan sikap permusuhan mereka satu sarna lain. Ada macam-macam kerugian yang ditimbulkan karena konflik destruktif, misalnya beberapa diantara kerugian yang dapat dialami orang-orang yang terlibat di
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS dalamnya, menurut Winardi (1994:6) adalah: (a) perasaan cemas/tegang (stress) yang tidak perlu, atau yang mencekam; (b) komunikasi yang menyusut; (c) persaingan yang semakin menghebat; (d) perhatian yang makin menyusut terhadap tujuan bersama. Konflik-konflik destruktif yang timbul secara menyeluruh dapat menyebabkan kurangnya efektivitas individuindividu, kelompokkelompok dan organisasiorganisasi, karena terjadi gejala menyusutnya produktivitas dan kepuasan. 2. KONFLIK KONSTRUKTIF Konflik konstruktif menyebabkan timbulnya keuntungan-keuntungan dan bukan kerugiankerugian bagi individu atau organisasi yang terlibat di dalamnya. Adapun keuntungan yang dapat dicapai dari konflik demikian menurut winardi (1994:6) adalah: (a) Kreativitas dan inovasi yang meningkat. Akibat adanya konflik, orang-orang berupaya agar mereka melaksanakan 10
2003
pekerjaan mereka atau mereka berprilaku dengan cara-cara baru yang lebih baik. (b) Upaya yang meningkat (intensitasnya). Konflik dapat menyebabkan diatasinva perasaan apatis dan is dapat menyebabkan orangorang yang terlibat dengannya bekerja lebih keras. (c) Ikatan (kohesi) yang makin kuat. Konflik yang terjadi dengan pihak "luar", dapat menyebabkan diperkuatnya identitas kelompok, diperkuatnya ikatan (kohesi) dan komitmen untuk mencapai tujuan bersama. (d) Ketegangan yang menyusut. Konflik dapat membantu menyusutnya ketegangan-ketegangan antar pribadi, yang apabila tidak demikian, di"tabung" hingga hal tersebut menyebabkan timbulnya stress. Memperhatikan hal tersebut apakah konflik itu akan menguntungkan atau tidak bagi sesuatu organisasi tergantung pada dua buah faktor yaitu: (a) Int ensit as konf lik t er sebut ; (b) Bagaimana baiknya konflik tersebut dimanaje. Jika dilihat dari kedua
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS bentuk konflik tersebut, para pimpinan banyak mencurahkan waktu dalam hal menghadapi situasisituasi konflik yang timbul dalam organisasi berdasarkan topiknya. Situasisituasi konflik tipikal menurut Winardi (1994:8) terdiri dari (1) konflik di dalam individu; (2) konflik antar pribadi, atau individu dengan individu; dan (3) konflik antar kelompok atau antar organisasi.
1. KONFLIK DI DALAM INDIVIDU SENDIRI. Setiap konflik dapat bersifat meresahkan bagi orang atau orang-orang yang berhubungan denganya. Diantara konflikkonflik yang lebih mencemaskan secara potensial dapat disebut konflik-konflik yang dapat melibatkan sang individu sendiri. Konflik-konflik dapat muncul karena kelebihan beban peranan (Role Overloads) dan ketidakmampuan peranan orang yang bersangkutan (Person-Role Incompatibilities). Konilik dapat terjadi apabila orang mendapatkan "beban berlebihan" atau apabila menerima terlampau banyak tanggung jawab. Ini juga mungkin berkembang sebagai konflik nilai-nilai antara aktivitasaktivitas kerja dan tangung 11
2003
jawab keluarga. Salah satu perspektif tentang konflik di dalam individu sendiri mencakup empat macam situasi alternatif sebagai berikut: (a) Konflik pendekatanpendekatan (ApproachApproach Conflict). Seseorang harus memilih antara dua buah alternatif behavioral yang sama atraktif. (b) Konflik menghindarimenghindari (Avoidance-Avoidance Conflict). Orang dipaksa untuk melakukan pilihan antara tujuan-tujuan yang sama tidak aktraktif dan tidak diinginkan. (c) Konflik pendekatanmenghindari (ApproachAvoidance Conflict). Orang didorong ke arah suatu tujuan tunggal, karena adanya keinginan untuk mencapainya, tetapi secara simultan orang didesak untuk menghindarinya, karena adanya aspek-aspek yang tidak dinginkan yang berkaitan dengannya. (d) Konflik pendekatanmenghindari multiple. Orang mengalami kombinasikombinasi multiple dan konflik pendekatanmenghindari. 2. KONFLIK ANTAR
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS PRIBADI Konflik antar pribadi terjadi antara seorang individu atau lebih. Sifatnya kadangkadang adalah substantif atau emosional. Setiap orang pernah mempunyai pengalaman dengan konflik antar pribadi; ini merupakan bentuk utama konflik yang dihadapi oleh para manajer. Disebabkan oleh karena konfrontasi dengan satu orang atau lebih, maka ini juga merupakan hal yang ingin dihindari. 3. K O N F L IK A N TA R K E L O M PO K Situasi konflik lain muncul di dalam organisasi, sebagai suatu jaringan kerja kelompokkelompok yang saling kait mengkait. Konflik antar kelompok merupakan hal yang lazim terjadi pada organisasi-organisasi. Ini dapat menyebabkan upaya koordinasi dan integrasi menjadi sulit dilaksanakan. Dalam setiap kasus, hubungan-hubungan antar kelompok perlu dimanaje dengan tepat, guna memelihara kerjasama dan untuk mencapai hasil-hasil konstruktif, dan mencegah timbulnya hasil-hasil destruktif, yang dapat timbul karena adanya konflik-
12
2003
konflik. 4. K O NFLIK A NTA R O R GA NISA TO RIS Konflik dapat pula terjadi antara organisasiorganisasi. Pada umumnya konflik demikian dipandang dan sudut persaingan yang mencirikan lembaga-lembaga swasta. Tetapi, konflik antar organizatoris (antara organisasi-organisasi) merupakan persoalan yang lebih luas. Perhatikan misalnya, ketidaksesuaian paham antara yayasan dan organisasiorganisasi PTS-nya. 3. PENYELESAIAN KONFLIK DALAM ORGANISASI Penyelesaian Konflik (Conflict Resolution) pada umumnya dapat dihadapi dengan cara: (1) bersikap tidak peduli terhadapnya ; (2) menekaruiya ; atau (3) menyelesaikannya. Sikap tidak peduli berarti, tidak ada upaya langsung untuk menghadapi sebuah konflik yang telah termanivestasi. Jika konflik dibiarkan berkembang dapat menjadi kekuatan konstruktif atau sebuah kekuatan destruktif. Menekan sebuah konflik yang terjadi (Suppression), menyebabkan menyusutnya dampak konflik yang negatif, tetapi tidak mengatasi, ataupun meniadakan pokok-
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS pokok penyebab timbulnya konflik tersebut. Suppression, hanya sebuah pemecahan semu yang menyebabkan kondisikondisi anteseden, yang merupakan penyebab orisinal terjadinya konflik tetap ada. Ruchyat (2001:3-4) mengemukakan empat strategi untuk menyelesaikan konflik, yaitu: 1. Teknik konfrontasi digunakan jika menginginkan
2003
penyelesaian yang sama menguntungkan (winwin). Pendapat/konsep yang menyebabkan konflik didiskusikan untuk dibiarkan sehingga terjadi mendapatkan solusinya. 2. Gaya penyelesaian tertentu diterapkan jika dinginkan penyelesaian secara alamiah. Pada pokoknya konflik
Gambar 2. Konflik Subtansi dan Emosional pada konflik dalam organisasi praktik organisasi yang kurang tepat. Untuk itu perlu dilakukan langkahlangkah, antara lain: 3. Perbaikan praktik perbaikan tujuan/sub organisasi diterapkan tujuan, jika dari evaluasi lclasifikasi ditemukan bahwa tugas/wewenang konflik terjadi akibat 13
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS setiap personel, penyempurnaan kebijakan, rotasi personil dan pelatihan personil jika diperlukan. 4. Perubahan struktur organisasi diterapkan jika konflik diakibatkan oleh struktur organisasi yang kurang baik (bukan sekedar praktiknya yang salah). Akhir dari konflik akan tergantung pada cara yang dipakai dalam pemecahan konflik tersebut. Apabila dengan cara pemecahan tertentu, kedua belah pihak merasa puas maka tidak ada masalah. Tetapi bila salah satu pihak atau kedua belah pihak merasa dikecewakan, maka keadaan ini akan berakibat lain. Pihak yang dikecewakan akan menyimpan ketegangan tertentu dalam dirinya dan hal ini akan menjadi kekuatan tersembunyi untuk munculnya latent conflict yang mudah tersudut akibat insiden tertentu. Menurut T. Hani Handoko (1995:353), pada dasarnya terdapat tiga metode dalam penyelesaian konflik, yaitu: 1. Konsensus, dimana pihak-pihak yang sedang bertentangan bertemu bersama untuk mencari penyelesaian terbaik masalah mereka, dan bukan mencari kemenangan sesuatu pihak; 2. Konfrontasi, dimana 14
2003
pihak-pihak yang saling berhadapan menyatakan pendapatnya secara langsung satu sama lain, dan dengan
kepemimpinan
yang terampil dan kesediaan untuk menerima penyelesaian, suatu penyelesaian konflik yang rasioal sering dapat diketemukan; dan 3. Penggunaan tujuantujuan yang lebih tinggi (superordinate goals) dapat juga menjadi metode penyelesaian konflik bila tujuan tersebut disetujui bersama. Lebih lanjut, T. Hani Handoko (1995:353354) menyatakan dalam organisasi ldasik terdapat empat daerah struktural dimana konflik sering timbul, yaitu: 1. Konflik hirarki, yaitu konflik antara berbagai tingkatan organisasi. Manajemen menengah mungkin konflik dengan personalia penyelia, dewan direktur mungkin konflik dengan manajemen puncak, atau secara umum terjadi konflik antara manajemen dan para karyawan. 2. Konflik fungsional, yaitu konflik antara berbagai departemen fungsional organisasi. Sebagai
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS contoh klasik, konflik antara departemen produksi dan pemasaran dalam suatu organisasi perusahaan. 3. Konflik lini-staf, yaitu konflik antara lini dan staf. Hal ini sering merupakan hasil adanya perbedaan-perbedaan yang melekat pada personalia lini dan staf. 4. Konflik formal-informal, yaitu konflik antara organisasi formal dan informal. Suatu organisais yang bebas sama sekali dari konflik kemungkinan merupakan organisasi yang statis, apatis dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan. Hal ini dapat digambarkan pada gambar 3. Suatu perubahan tidak timbul begitu saja,
2003
melainkan membutuhkan stimulus, dan stimulus tersebut adalah konflik. Seperti yang ditunjukkan gambar 3 tidak semua konflik itu fungsional, karena terdapat juga konflik yang berpengaruh negatif terhadap efektivitas organisasi, untuk itulah konflik perlu dikelola secara baik.
Penanganan situasi-situasi konflik secara berhasil, memerlukan kemampuan untuk memahami proses-proses serta elemenelemen yang melandasinya. Konflik yang timbul mungkin bersifat konstruktif dalam hal pengambilan keputusan terbaik untuk kepentingan organisasi, atau is dapat destruktif karena terjadi sikap "permusuhan" dengan seorang karyawan utama.
Gambar 3 Konflik dan Keefektifan Organisasi Tinggi
15
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS
Situasi
Tingkat Konflik
Jenis Konflik
2003
Karakteristik Internal Organisasi Apatis Stagnan Tidak Tanggap terhadap perubahan Kurang gagasan baru
Hasil Keefektifan Organisasi
A
Rendah atau Tidak ada
Tak-fungsional
B
Oftimal
Fungsional
Bergairah Kritis terhadap diri sendiri Inovatif
Tinggi
C
Tinggi
Tak-fungsional
Kacau Semrawut Tak-kooperatif
Rendah
Rendah
Tabel 1. Tingkat Situasi Konflik Sumber: Stephen P. Robbins (1990:454) III. KONFLIK DALAM ORGANISASI PTS 3.1. SITUASI DAN BENTUK KONFLIK DALAM ORGANISASI PTS Di tingkat perguruan tinggi unsur-unsur yang terlibat dalam pengambilan keputusan disebutkan dalam Pedoman Otonomi Pengelolaan Perguruan Tinggi, (1991:28) ialah: (1) penyelenggaraan perguruan tinggi, yang mewakili kepentingan masyarakat (politik, ekonomi, sosial, budaya); (2) pimpinan perguruan tinggi, yang merupakan penyandang wibawa struktural dan memegang tanggung jawab pelaksanaan; (3) senat perguruan tinggi, yang mewakili wibawa fungsional masyarakat akademik (masingmasing tenaga kependidikan selalu berperan rangkap yaitu sebagai pelaksana dan pengelola kegiatan); (4) senat mahasiswa, yang mewakili kepentingan mahasiswa (yang berperan sebagai obyek program, juga sebagai sumberdaya dan hasil pelaksanaan program); (5) dewan penyantun, yang diebntuk oleh pimpinan 16
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS
2003
perguruan tinggi
Untuk memperoleh masukan dan keterkaitan dengan masyarakat. Pada tingkat pelaksanaan kegiatan akademik seperti (jurusan dan laboratorium/ studio) pola pengambilan keputusan tersebut sejauh mungkin
Konflik Dalam Organisasi, dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) bentuk konflik yaitu konflik substantifdan konflik emosional. Dalam. organisasi PTS, dilihat dari tipikalnya konflik dapat terjadi:
17
dilakukan juga, walaupun dalam bentuk yang sangat disederhanakan. Sebagai gambaran umum struktur organisasi perguruan tinggi dapat dilihat pada gambar 4.
1. KONFLIK DI DALAM INDIVIDU
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS
Gambar : Konflik dalam diri seorang individu Hal ini terjadi, apabila seorang individu dalam organisasi PTS tidak pasti tentang pekerjaan apa yang dihadapkan akan dilakukan olehnya. Seperti tuntutan dan pekerjaan yang ada, berbenturan dengan tuntutan lain, atau tuntutan pekerjaan melebihi ke mampuannya. Sehingga timbul perasaan perasaan: (1) marah; (2) ketidak percayaan; (3) ketidak senangan; (4) takut dan sikap menentang atau; (5) bentrokan-bentrokan kepribadian. Konflik seperti ini disebut sebagai konflik emosional.
1. KONFLIK ANTARA INDIVIDU INDIVIDU -
Gambar:
18
2003
Konflik antara individu-individu tekanan yang berkaitan dengan peranan. Seperti terjadinya sejenis dikotomi dalam penyelenggaraan dan pengelolaan perguruan tinggi swasta, yaitu kewibawaan struktur birokrasi administrasi di satu pihak dan kewibawaan fungsional masyarakat akademik di lain pihak, dimana hal ini diperankan oleh dalam melaksanakan kegiatannya seharihari. Contoh: Pembantu Rektor/ Ketua/ Direktur Bidang Administrasi Umum dan Keuangan memegang kewibawaan struktur biasanya bersifat "rasional" dalam arti pola pengambilan keputusan dilandasi oleh prosedur dan format yang jelas dan baku, yaitu mengembangkan pilihanpilihan dan alternatifalternatif untuk kemudian memilih yang optimal. Pembantu Rektor/Ketua/Direktur Bidang Akademik memegang kewibawaan fungsional yang biasanya di perguruan tinggi terpecahpecah karena mewakili berbagai disiplin ilmu Tenggang rasa dan toleransi yang menyertai kewibawaan fungsional sering menghasilkan pengambilan keputusan yang bersifat kompromi, bukan mufakat berdasarkan musyawarah, sehingga tanggung jawab pelaksana menjadi lemah. Kewibawaan fungsional seperti ini, yang menjadi landasan
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS operasional otonomi keilmuan dan kebebasan akademik, masih merupakan sarana yang dianggap terbaik untuk pengembangan IPTEKS sepanjang tidak terlalu diwarnai oleh kepentingan pribadi. Pada konflik antar individuindividu bentuk konflik substantif akan mewarnai konflik ini disamping konflik emosional konflik substantif yaitu terjadinya ketidak sesuaian-ketidak sesuaian yang menyangkut: (1) tujuan-tujuan organisasi; (2) alokasi sumber daya; (3) distribusi imbalan; (4) prosedur kerja; (5) pendelegasian wewenang dan; (6) kebijakan.
Hal ini sering kali dianggap sebagai hal yang terjadi karena adanya perbedaanperbedaan dalam kerpibadian. Dalam organisasi PTS, minimal karena tekanan-
3. KONFLIK ANTARA INDIVIDU-INDIVIDU DAN KELOMPOK-KELOMPOK Hal ini, sering kali berhubungan dengan cara para individu menghadapi tekanantekanan untuk mencapai konfomiitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompokkelompok kerja mereka dalam organisasi PTS. Sebagai 19
2003
contoh: dihukumnya seorang dosen tetap oleh kelompok Senat Perguruan Tinggi karena dianggap is tidak dapat memenuhi normanorma akademik yang sudah ditetapkan Senat Perguruan Tinggi. Pada konflik ini umumnya terjadi dalam bentuk konflik substantif, yaitu terjadinya ketidak sesuaian-ketidak sesuaian yang menyangkut: (1) tujuantujuan organisasi; (2) alokasi sumber daya; (3) distribusi imbalan; (4) prosedur kerja; (5) pendelegasian dan; (6) kebijakan dalam penyelenggaraan PTS.
4. KONFLIK ANTARA KELOMPOKKELOMPOK DALAM ORGANISASI Hal ini, merupakan konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi. Dilihat dari daerah struktural dimana konflik dalam organisasi PTS dapat terjadi pada: (1) konflik hirarki; (2) konflik fungsional; (3) konflik lini dan staf. Konflik hirarki pada organisasi PTS dapat ditemukan pada kelompok unsur pimpinan PTS Dengan unsur pelaksana akademik atau antara dosen dengan manajemen PTS itu
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS sendi i. Seperti adanya tuntutan akademik yang dibebankan pada dosen untuk suatu mutu pendidikan, yang selalu dibatasi penggunaan sumber dayanya karena efisiensi sebagai amanat yayasan (Badan Hukum Penyelenggara PTS). Secara fungsional, juga terdapat pada unsur pelaksana administrasi yaitu antara Bidang Administrasi Umum dan Keuangan yang berpegang pada efisiensi tetapi Bidang Administrasi Akademik berpegang pada efektifitas pencapaian mutu akademik dari penyelenggaraan PTS. Hal ini dilengkapi biasanya oleh konflik lini dan staf dalam pelaksanaan dari suatu pendelegasian wewenang, dimana kekuasaan unsur pimpinan PTS mengalir dalam suatu garis lurus kebawah sampai pada dosen (unsur pelaksana akademik). -
Adakalanya pegawaipegawai staf melakukan kekuasaan eksekutif karena merasa dekat dengan unsur pimpinan dalam BP-PTS yang akhirnya menimbulkan konflik dengan pegawai lini, akan mulai adanya ketidakjelasan pelimpahan wewenang dan mekanisme kerja dari yang sudah ditetapkan atau di standarisasi baik melalui peraturan atau prosedur yang dibakukan. Dan semua konflik ini, umumnya adalah konflik substantif karena 20
2003
menyangkut: (1) Tujuantujuan organisasi; (2) Prosedur kerja; (3) Pendelegasian dan; (4) Kebijakan dari penyelenggaran PTS. Dan 4 (empat) tipikal konflik yang terjadi seperti yang disampaikan pada Bab II, penyebabnya karena (1) Komunikasi ; (2) Struktur organisasi dan (3) Hubungan pribadi. Konflik substantif dan konflik emosional dalam tipikalnya masing-masing dalam
Gambar: Konflik antara individu-individu dan kelompok-kelompok
organisasi PTS dapat bersifat
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS destruktif da konstruktif. Destruktif jika kedua bentuk konflik tersebut dapat menimbulkan (1) Perasaan cemas/tegang (stress atau mencekam) ; (2) Komunkasi yang menyusut ; (3) Perasaan yang makin menghebat dan (4) Menurunnya perhatian terhadap tujuan bersama. Konstruktif jika dapat (1) Meningkatkan Kreativitas dan Inovasi ; (2) Upaya meningkat ; (3) Ikatan yang makin kuat dan berkurangnya ketegangan (stress). 3.2. PENGENDALIAN KONFLIK DALAM ORGANISASI PTS. Pengendalian konflik dalam organisasi PTS seperti yang dikemukakan Ruchyat (2001 : 3-4) dapat dilakukan dengan penyelesaian konflik yang pada umumnya dapat dihadapi dengan cara: (1) Teknik konfrontasi melalui diskusi untuk mendapatkan solusinya; (2) Perbaikan praktek organisasi, Yaitu adanya langkah-langkah perbaikan dalam organisasi PTS dan; (3) Perubahan struktur jika terjadi karena akibat struktur organisasi PTS yang tidak tepat. Sedangkan metodanya dapat dilakukan seperti yang dikemukakan T. Hani Handoko (1995 : 353) yaitu melalui: (1) Konsensus; (2) Konfrontasi dan; (3) Penggunaan tujuantujuan 21
2003
yang lebih tinggi (super ordinate goals). G.R. Terry (1982:205) dalam bukunya yang berjudul Principle of Management menyatakan bahwa : Konflik biasanya mengikuti suatu pola teratur yang terdiri dari 4 (empat) tahapan, yaitu: (1) timbul suatu krisis tertentu; (2) gejala eskalasi ketidaksesuaian paham terjadi; (3) konfrontasi menjadi pusat perhatian dan; (4) krisis selanjutnya dialihkan untuk diselesaikan. 1. KONFRONTASI KONFLIK Dalam menyelenggaraan PTS, dimana adanya kewibawaan struktural birokrasi administrasi di satu pihak dan kewibawaan fungsional masyarakat akademik dilain pihak akan membawa kedalam bentukbentuk konflik substantif yang pada akhirnya bermuara pada bentuk konflik emosional. Untuk itu perlu dilakukan rekonsialisasi dalam bentuk diskusi yang akan lebih membawa pada isu-isu konflik sesungguhnya sehingga mengubah konflik destruktif menjadi konflik konstruktif. 2. PENINGKATAN KONFLIK (ESKALASI)
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS Dan konflik adanya kewibawaan struktural birokrasi administrasi dengan kewibawaan fungsional masyarakat akademik, akan terjadi spiral kecil dalam kelompok organisasi PT'S, yang akan menghancurkan kesatuan kelompok. Untuk itu perlu dilakukan langkahlangkah perbaikkan tujuan/sub tujuan organisasi PTS, klasifikasi tugas/wewenang setiap personel, penyempurnaan kebijakan, rotasi personel dan pelatihan personel dalam penyelenggaraan PTS. 3. PENURUNAN KONFLIK (DE ESKALASI) -
Penurunan konflik cenderung terjadi, jika orang dalam organisasi PTS disadarkan bahwa debat yang berkepanjangan terlalu membuang waktu dan energi. 4. RE SO LUSI Konflik tidak dapat dihilangkan sama sekali, karena konflik dapat menjadi stimulus organisasi PTS untuk tetap dinamis dan tanggap terhadap perubahan. Hanya saja, yang hares dipahami oleh anggota organisasi PTS bahwa konflik dapat berimplikasi terhadap keefektifan organisasi PTS itu sendiri. Untuk itu konflik, perlu dikendalikan dalam organisasi PTS untuk menjadi konflik yang
22
2003
konstruktif (fungsional) yang memacu organisasi PTS, (1) bergairah , (2) kritis terhadap diri sendiri dan (3) inovatif. Memperhatikan uraian di atas, pada dasarnya terdapat tiga kegiatan dalam pengelolaan konflik dalam organisasi PTS, yaitu :
1. PERENCANAAN ANALISIS KONFLIK Pada tahap ini dilakukan identifikasi konflik yang terjadi untuk menentukan sumber penyebab dan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut. Jika konflik sudah dalam tahap terbuka akan dapat mudah dikenali, tetapi jika masih dalam tahap potensi (tersembunyi) perlu diberi stimulus sehingga akan menjadi terbuka dan dapat dikenali.
2. EVALUASI KONFLIK Pada tahap ini dilakukan evaluasi apakah konflik tersebut sudah mendekati titik patah, sehingga perlu diredam agar tidak menimbulkan dampak negatif. Atau konflik tersebut masih berada pada sekitar krisis yang justru menimbulkan dampak positif. Atau justru dalam tahap tersembunyi, sehingga perlu diberi stimulus agar mendekati titik kritis dan memberikan dampak positif.
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS
3. MEMECAHKAN KONFLIK Pada tahap ini pemimpin mengambil tindakan untuk mengatasi konflikyang terjadi , termasuk memberi stimulus jika memang konflik masih dalam tahap tersembunyi dan perlu dibuka. Dalam memecahkan konflik ini, pimpinan hendaldah tidak berjalan sendiri, tetapi melibatkan semua unsur yang terlibat dalam pelaksanaan.
PENUTUP 1. KESIMPULAN Konflik dalam organisasi PTS dapat berbentuk konflik substantif (substantive conflict) yang meliputi ketidaksesuaian paham tentang hal-hal seperti (1) tujuan ; (2) alokasi sumberdaya, distribusi imbalanimbalan , kebijaksanaan-kebijaksanaan dan prosedur-prosedur serta penugasan kerja dan konflik emosional (Emotional Complicts) seperti (1) perasaan marsh ; (2) ketidak percayaan ; (3) ketidak senangan ; (4) takut dan sikap menentang dan (5) bentrokanbentrokan kepribadian. Kedua bentuk dalam konflik dalam organisasi tersebut dapat bersifat
23
2003
konstruktif ataupun destruktif dan akan selalu ada dalam organisasi selama organisasi tersebut berfungsi sebagai satu kesatuan sosial yang berkeinginan untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.
2. IMPLIKASI Konflik dalam organisasi PTS dapat berimplikasi terhadap efektivitas organisasi PTS itu sendiri. Untuk tingkat konflik yang rendah atau tidak ada efektivitas organisasi rendah, tingkat konflik optimal, efektivitas organisasi tinggi dan tingkat konflik tinggi efektivitas organisasi rendah.
3. REKOMENDASI Untuk mengoptimalkan konflik dalam organisasi PTS yang dapat menghasilkan efektivitas organisasi tinggi, maka konflik sebaiknya sudah dapat diidentifikasi dari semenjak desain organisasi PTS dibuat. Karena desain organisasi PTS mempertimbangkan konstruksi dan mengubah struktur organisasi PTS untuk mencapai tujuantujuan organisasi PTS, maka pada proses mengkonstruksi dan mengubah sebuah organisasi PTS dalam desain organisasi PTS sudah dapat dirancang bagaimana konflik tersebut dapat diarahkan pada konflik konstruktif. Hal ini dapat dilakukan melalui
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS pertimbanganpertimbangan manajerial yang melaksanakan fungsi-fungsi manajemen ataupun dan
2003
proses departementalisasi pada saat struktur organisasi PTS dibuat.
DAFTAR PUSTAKA Blake, Robert R., Jane S. Moulton (1981), The Versa File Manager, A Gnd Profile, Richard dan D. Irwin, Homewood Illinois.Hunsaker, Philip L. (2001), Training in Manajement Skills, Prentice Hall, New Jersey. Bodine, Richard J., (1998), The Handbook of 60 Tahun Conflict Resolution Education: a Guide to Building Quality Programs in Schools, Josses Bass, USA. Fred N. Kerlinger, (2000), Asas-asas Penelitian Behavioral, Gadjah Mada University Press. Gibson, Ivancevich, Donnelly (1974), Organization, Structure, Processes Behavior, Dallas, Business Publications Inc. Hunsaker, Philip L., (2001), Training in Management Skills, Prentice Hall, New Jersey. Miftah Thoha, (2001), Kepemimpinan Dalam Manajemen:Suatu Pendekatan Perilalcu, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta. Robbins, Stephen P., (1990) Organization Theory: Structure, Design and Applications Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs, New Jersey USA. Robbins, Stephen P., (1993) Organizational Behavior, Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey USA. Sedarmayanti (2000), Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi untuk Menghadapi Dinamika Perubahart Lingkungan Ditinjau dari Beberapa Aspek Esensial dan Alctual, CV. Mardar Maju, Bandung. Stoner, James A.F., Charles Wankel, (1986), Management, 3-d, edition, Prentice Hall International Inc., London. T. Hani Handoko (1995), Manajemen, Edisi 2 BPFE, Yogyakarta. Walton E. Richard (1969), Interpersonal
24
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003
Pengendalian Konflik Dalam Organisasi PTS
2003
Peacemaking, Confrontations and Third-Party Consultation, AdvisionWesley, Reading, Mass. Winardi (1994), Manajemen Konflik, (Konflik Perubahan dan Pengembangan), Mardar Maju, Bandung.
-------------------, Buku I, (1991), Pedoman Otonomi Pengelolaan Perguruan Tinggi Puskom UI, Jakarta.
-----------------------, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0339/u/Tahun 1994 Tentang Penentuan Pokok Penyelenggaran PTS.
-----------------------, Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1999, Tentang Pendidikan Tinggi.
----------------------, Undang-Undang No.2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
25
Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.3, 6, 2003