Pengendalian Hayati Penyakit Busuk Pangkal Batang (Ganoderma sp.) Pada Kelapa Sawit Oleh : Ardiyanti Purwaningsih,SP.
Pendahuluan Indonesia saat ini merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia dengan luas areal diperkirakan mencapai lebih dari 8 juta Ha, dengan produksi mencapai lebih dari 20 juta ton CPO/tahun. Semenjak kelapa sawit dibudidayakan secara intensif hingga saat ini, Ganoderma telah menjadi penyakit endemik untuk daerah-daerah tertentu, kejadian penyakit sangat tinggi, distribusi luas dan adanya beberapa inang alternatif, serta sangat merugikan (Anonymous a, 2011) Kerugian yang ditimbulkan oleh serangan Ganoderma boninense pada tanaman kelapa sawit sangat besar. Secara nasional, dengan luasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini, jika tingkat serangan Ganoderma sebesar 1%, maka kerugiannya bisa mencapai lebih dari Rp 2 trilyun tiap tahun. Padahal, tingkat serangan dapat mencapai lebih dari 20%, terutama pada kebun yang telah mengalami replanting beberapa kali. Ganoderma adalah jamur poliporus yang banyak dijumpai tumbuh di dalam vegetasi berkayu, yaitu pada tonggak-tonggak berbagai jenis kayu dan sebagian pada batang-batang kayu pohon hidup. Turner (1981) melaporkan bahwa paling sedikit terdapat 15 species Ganoderma di berbagai tempat di dunia yang menyebabkan penyakit busuk pangkal batang. Sampai saat ini telah ditemukan lebih dari 250 jenis dan marga Ganoderma di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut masih ada yang tumpang tindih (hanya sinonimnya), sehingga jumlah sebenarnya kurang dari 250 (Susanto, 1998). Selama ini pertumbuhan Ganoderma sulit dikendalikan. Jamur ini menginfeksi dan menggerogoti pohon dan memakan unsur karbon hingga pohon lapuk dan roboh. Disamping hidup sebagai parasit, Ganoderma sp. mampu hidup sebagai saprofit dengan memanfaatkan sisa-sisa tanaman, seperti sisa-sisa akar dalam tanah, rantingranting, dan batang pohon di hutan (Semangun, 2000).
Gejala Serangan Gejala kejangkitan jamur berupa pertumbuhan tanaman terhambat, daun menguning, tajuk mati, akar dan pangkal batang rusak. Akhirnya munculnya badan buah pada pangkal batang yang bewarna coklat kemerahan hingga akhirnya tanaman roboh. Kejangkitan jamur pada tanaman sulit terdeteksi dini. Setelah dua hingga tiga tahun bibit jamur masuk ke dalam tanaman, baru muncul bunga jamur. Kondisi ini sudah lanjut sehingga mustahil diatasi. Tubuh buah jamur mula-mula tampak sebagai suatu bongkol kecil berwarna putih, kemudian berkembang menjadi berbentuk kipas tebal dengan bentuk yang sangat bervariasi. Bagian bawah tubuh berpori dan kadang-kadang tubuh buah seperti mempunyai tangkai. Seringkali banyak tubuh buah terbentuk berdekatan, saling menutupi atau sa1ing bersambungan. sehingga menjadi suatu susunan yang besar (Sumardi dan Widiastuti, 2001). Infeksi patogen lebih mudah terjadi melalui luka dan lentisel, pada tanaman sering ditemukan bagian leher akar pecah, dan ini merupakan tempat yang baik bagi infeksi fungi. Patogen kemudian ke bagian yang lebih dalam dari akar. Infeksi atau penularan penyakit ini terjadi melalui kontak akar tanaman sehat dengan sumber infeksi didalam tanah seperti potongan akar padat dan batang yang mengandung koloni patogen. Selain itu lewat cabang dan ranting, spora jamur terbang tertiup angin dan menginfeksi tumbuhan lain (Haryono dan Widyastuti, 2001).
a Ket : a. Ganoderma sp. secara mikroskopis b. Badan buah Ganoderma sp. c. Kelapa sawit yang terserang Ganoderma sp.
b
c
Faktor-faktor yang berperan dalam penyebaran penyakit a. Umur Kelapa sawit Secara umum, gejala penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB) mulai muncul pada tahun keenam setelah penanaman, dan kemudian meningkat pesat pada tahun ke sebelas dan demikian seterusnya. b. Tanaman sebelumnya Hubungan antara penyakit Busuk Pangkal Batang dan tanaman sebelumnya ternyata sangat nyata. Penyakit ini yang berat terjadi di perkebunan kelapa sawit dimana sebelumnya ditanami kelapa atau di areal yang meninggalkan tunggul yang telah dihuni oleh Ganoderma dalam tanah. Pada lahan bekas tanaman kelapa, infeksi Ganoderma sudah mulai nampak pada kelapa sawit usia 12-24 bulan, dan tingkat serangan akan tinggi pada usia kelapa sawit mencapai 4-5 tahun (Singh, 1991). Pada usia 15 tahun penyakit ini mampu memusnahkan populasi kelapa sawit sampai mencapai 40-50% dari total populasi. Situasi serupa juga terjadi pada kebun kelapa sawit yang sebelumnya ditanami kelapa sawit terutama pada usia mencapai 15 tahun. c. Tipe tanah Umumnya tingkat serangan penyakit ini, yang tinggi sering terjadi dan ditemukan di lahan perkebunan kelapa sawit tanah pesisir. Tipe tanah seperti tanah clay, silty clay, clay loam dengan drainase air yang buruk serta kapasitas menahan air yang tinggi rentan terhadap serangan penyakit. Ariffin et al, (1989); Rao (1990) dan Benjamin dan Chee (1995) juga melaporkan bahwa serangan BPB pun telah menyerang perkebunan kelapa sawit di lahan gambut dan tanah laterit. d. Nutrisi dalam tanah Pengaruh pemberian pupuk kimia terhadap tingkat serangan BPB pada tanaman kelapa sawit di lahan dengan tipe tanah campuran antara tanah liat debu dengan aluvium laut telah dilakukan oleh Singh (1991). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian phosphat dan KCl secara nyata meningkatkan serangan penyakit BPB yang diakibatkan oleh Ganoderma, namun sebaliknya pemberian urea justru menurunkan tingkat serangan penyakit BPB.
e. Teknik penanaman kembali
Hasil penelitian Turner (1965) yang dilakukan di kebun Golden Hope Plantation Berhad tentang hubungan teknik penanaman kembali dan tingkat serangan BPB memperlihatkan bahwa teknik dengan cara under planting (penanaman ulang dengan cara satu barisan ditumbangkan dan barisan yang lain dibiarkan) sangat rentan terhadap penyakit BPB dengan tingkat serangan yang tinggi (dari 27% tingkat serangan pada penanaman sebelumnya menjadi 33% serangan setelah dilakukan replanting pada usia tanaman kelapa sawit 15 tahun)
Pengendalian Hayati Penyakit Ganoderma Pengendalian hayati yang disarankan merupakan pengendalian terpadu seperti sanitasi lahan dengan memusnahkan sumber infeksi yang berupa tunggul sawit sakit, spora, miselium, badan buah Ganoderma dan inangnya, serta pemberian bahan organik/kompos dan manipulasi rhizosfer dengan inokulasi mikroba antagonis dan mutualisme untuk meningkatkan aktivitas biologi tanah. Purwantisari dan Hastuti (2009) menyatakan bahwa Trichoderma sp. merupakan jenis jamur antagonis yang potensial untuk pengendalian penyakit Ganoderma secara hayati. Hasil penelitian yang dilakukan mendukung pendapat tersebut, dimana Trichoderma sp. T38 dan T39 mampu menghambat pertumbuhan koloni patogen berdasarkan hasil uji in-vitro pada PDA. Hasil pengamatan visual uji antagonisme Trichoderma sp. Dengan Ganoderma sp. memperlihatkan bahwa pertumbuhan jari-jari koloni Ganoderma sp. ke arah titik tengah cawan konfrontasi lebih lambat terjadi dari pertumbuhan Trichoderma sp. Menurut Smith dan Moss (1985), beberapa anggota genus Trichoderma sp. menghasilkan toksin (mycotoxin) yaitu trichodermin. Toksin ini dihasilkan oleh cendawan, bila berada atau hidup pada tanaman hidup, bahan yang mengurai. Selain itu, adanya aktifitas metabolik hifa yang tinggi pada bahan organik dapat juga menyerang dan menghancurkan propagul patogen yang ada disekitarnya (Lewis dan Papavizas 1984). Trichoderma sp. adalah suatu jenis yang baik sebagai pengendali hayati karena terdapat di mana-mana, mudah diisolasi dan dibiakkan, tumbuh dengan cepat pada beberapa macam substrat, mempengaruhi patogen tanaman, jarang bersifat patogenik pada tanaman tingkat tinggi, bereaksi sebagai mikroparasit, bersaing dengan baik dalam hal makanan, tempat dan menghasilkan 24 antibiotik (Wells,1998).
Selain itu menggunakan Teknik Big Hole paling efektif saat ini, metode Big Hole (lubang tanam besar) dinilai lebih efisien untuk mengurangi tingkat infeksi dari ganoderma. Pola lubang tanam besar berukuran 3×3 0,8m dan lubang standar 0,6×0,6×0,6 m bagi TBM. Kemudian dikombinasikan dengan pemberian tandang buah kosong kelapa sawit 400kg/lubang/tahun plus jamur Trichoderma spp. sebanyak 400 kg/lubang/tahun. Pemberian tandan buah kosong dan kmpos ditujukan untuk menembah bahan organik di dalam tanah tersebut (Anonymous b, 2011) Sedangkan untuk tanaman yang sudah menghasilkan dan belum terserang berat bisa dilakukan pembumbunan pada pangkal batang dan kemudian ditaburkan jamur Trichoderma spp di sekeliling akar tanaman. Cara seperti ini bisa untuk memperpanjang umur tanaman kelapa sawit yang terserang Ganoderma.
Daftar Pustaka Anonymous a, 2011. Ganoderma Sebagai Patogen Penyakit Tanaman & Bahan Baku Obat Tradisional. http://www.simposium.ganoderma-center.com/ Anonymous b, 2011. Pengendalian Ganoderma dengan pembedahan dan Pembumbunan. http://iopri.org/proteksi3. Singh, G. 1991. Ganoderma Diseases of Perennial Crops. CABI Publishing : 49-52. Haryono, Widyastuti SM. 2001. Potensi Antagonistik Tiga Trichoderma spp terhadap Penyakit Akar Tanaman Kehutanan. Buletin Kehutanan (41). Kehutanan UGM. Yogyakarta. Lewis JA, Papavizas GC. 1983. Production of Clamidospores and Conidia by Trichoderma sp. In Liquid and Solid Growth Media. J. Soil Biology and Biochemistry, 15 (4): 351-357. Purwantisari S, Hastuti RB. 2009. Uji Antagonisme Fungi Patogen Phytophthora infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman Kentang dengan Menggunakan Trichoderma sp. Isolat Lokal. J. BIOMA 11(1): 2432. Semangun H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan Indonesia.: Gajah Mada Univ Press. Yogyakarta . 808p Smith JE, Moss MO. 1985. Mycotoxin, Formation Analysis and Significance. John Willey and Sons, inc. New York. 148p. Sumardi, Widiastuti SM. 2001. Pemanfaatan Sabut Kelapa untuk Pengembangan Budidaya Fungi Ganoderma sebagai Bahan Obat Tradisional di Daerah Sekitar Hutan. J. ASPI 2(5): 12-52. Susanto, A. 1998. "Sifat-sifat Biokimiawi dan Fabrikasi Ganoderma, Fungi Patogen Pohonan". Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 4 (2): 8391. Turner PD. 1981. Diseases and Disorders of the Oil Palm in Malaysia. Oxford University Press. New York. Wells HD. 1998. Trichoderma as A Biocontrol Agent. dalam Biocontrol of Plant Disease , Vol 1. Mukerji KG, Garg KL (ed.). CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida. 72-79.