PENGEMBANGAN SKALA PSIKOLOGI KARIR Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan dan Konseling Dosen Pengampu: Prof. Dr. Edi Purwanta dan Dr. Ali Muhtadi
Oleh: Yocta Nur Rahman
15713251003
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA MARET 2016
1
BAB I PENDAHULUAN Menyusun instrumen merupakan langkah penting yang dilakukan konselor untuk memahami kondisi siswa. Instrumen berfungsi sebagai alat bantu dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan. Bentuk instrumen berkaitan dengan metode pengumpulan data, misal metode wawancara yang instrumennya pedoman wawancara. Metode angket atau kuesioner, instrumennya berupa angket atau kuesioner. Metode tes, instrumennya adalah soal tes, tetapi metode observasi, instrumennya bernama chek-list. Penyusunan instrumen pada dasarnya merupakan upaya menyusun alat evaluasi, karena mengevaluasi adalah memperoleh data tentang sesuatu yang diteliti, dan hasil yang diperoleh dapat diukur dengan menggunakan standar yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti. Dalam hal ini terdapat dua macam alat evaluasi yang dapat dikembangkan menjadi instrumen penelitian, yaitu tes dan non-tes. Dalam melakukan pengukuran terdapat dua jenis instrumen yang biasa digunakan. Yakni instrument tes dan instrument non tes. Instrumen tes adalah salah satu jenis alat ukur yaitu instrumen yang digunakan untuk menghasilkan informasi guna pengambilan keputusan. Sedangkan instrument non-tes adalah intrumen yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar, aspek psikomotorik atau keterampilan, sikap atau nilai, yaitu untuk menggali informasi atau mengumpulkan data yang berkaitan dengan penilaian, pendapat atau opini terhadap sesuatu yang berkaitan dengan keterampilan, perilaku, sikap atau nilai. Alat yang dapat digunakan adalah lembar pengamatan atau observasi dan istrumen tes sikap, minat, skala dan sebagainya. Dalam peranannya, konselor tidak bisa lepas dari penggunaan instrumen. Penggunaan instrumen secara tepat diharapkan dapat membantuk mengungkap kondisi siswa yang sebenarnya sehingga pemberian layanan dapat dijalankan secara optimal. Dalam pembahasan kali ini, makalah yang disajikan akan
2
mengkaji mengenai pengembangan skala psikologis karir. Instrumen ini merupakan salah satu instrumen non tes. Harapannya, konselor kedepan dapan lebih memahami prosedur penyusunan instrumen non tes berupa skala khususnya bidang kakrir. Sehingga nantinya dapat dikembangkan secara mandiri sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi. Rumusan masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan skala psikologis 2. Apakah karakteristik skala psikologis 3. Bagaimana prosedur penyusunan skala psikologis 4. Apakah yang dimaksud dengan bimbingan dan konseling bidang karir 5. Apakah tujuan dari bimbingan dan konseling bidang karir 6. Bagaimana pengembangan skala psikologis karir Tujuan penulisan 1. Mengetahui pengertian skala psikologi. 2. Mengetahui karakteristik skala psikologi. 3. Mengetahui langkah-langkah penyusunan skala psikologi. 4. Mengetahui pengertian bimbingan pribadi-sosial. 5. Mengetahui aspek-aspek bimbingan pribadi-sosial. 6. Mengetahui tujuan bimbingan pribadi-sosial. 7. Mengetahui pengembangan skala psikologi pribadi-sosial.
3
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Skala Psikologis Saifuddin Azwar (2013: 17) menyebut skala merupakan seperangkat pertanyaan yang disusun dalam mengungkapkan atribut tertentu melalui respons terhadap pertanyaan tersebut. Sementara Wahyu Widhiarso mendefiniskan skala psikologis adalah instrumen pengukuran untuk mengidentifikasi konstrak psikologis. Seringkali dinamakan dengan tes, namun dalam hal ini skala psikologis digunakan sebagai istilah untuk atribut afektif, sedangkan kata tes digunakan untuk atribut kognitif.
Lebih lanjut wahyu menjelaskan penskalaan merupakan prosedur untuk menempatkan karakteristik objek pada titik-titik sepanjang sebuah kontinum. Penskalaan dalam psikologis adalah upaya untuk mengembangkan instrumen pengukuran terhadap penilaian individu. Tujuan dari penskalaan yakni untuk mengukur akurasi estimasi penilaian individu yang bersifat subjekif. B. Jenis penskalaan Terdapat beberapa jenis penskalaan yang dilakukan : Penskalaan subjek, pengukuran ini memiliki tujuan untuk meletakkan individu dalam sebuah kontinum. Misal dengan membandingkan individu berdasarkan intelegensinya Penskalaan stimulus, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk meletakkan stimulus dalam sebuah kontinum. Misal, penskalaan pada sejumlah kata emosi berdasarkan pada intensitas emosinya. Skala yang dipakai misalnya skala thurstone Penskalaan respon, penskalaan ini bertujuan untuk meletakkan respons dalam sebuh kontinum. Penskalaan ini dilakukan untuk mengukur respons kesesuian karakteristik individu pada pernyataan. Instrumen yang dipakai diantaranya berupa skal likert 4
Metode
Deskripsi
merangking
Subjek
mengurutkan
stimulus
berdasarkan
keseuainnya dengan kondisi dirinya Menilai
Subjek menilai stimulus berdasarkan kesesuaian dngan kondisi dirinya
mengkategorikan
Subjek meletakkan stimulus pada kategori yang sesui dengan kondisi dirinya
Mengstimasi
Subjek mengestimasi dengan memberikan penilaian pada atribut yang sesuai dengan kondisi dirinya
Memtakan
Subjek meletakkan kesamaan antar stimulus pada
kemiripan
sebuah peta dimensi stimulus
Contoh : 1. mengkategorikan 1.
Jurusan yang anda sukai di SMA (Lingkari salah satu IPA IPS Bahasa
2. membandingkan Profesi yang anda sukai wirausaha
Vs
Pegawai
wirausaha
Vs
Guru
Pegawai
vs
guru
3. merangking Urutkan aktifitas yang anda sukai dengan memberi angka 1 sampai 5
5
Membaca Berdiskusi Praktek mengamati
4. menilai 1
Saya menyukai pekerjaan yang melibatkan aktivitas fisik SS
S
N
TS
STS
C. Karakteristik skala psikologi Sebagai alat ukur, skala psikologi memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari berbagai bentuk instrumen pengumpulan data yang lain seperti angket (questionnaire), daftar isian, inventori, dan lain-lainnya. Meskipun dalam percakapan sehari-hari biasanya istilah skala disamakan saja dengan istilah tes namun (dalam pengemabangan instrumen alat ukur) umumnya istilah tes digunakan untuk penyebutan alat ukur kemampuan kognitif sedangkan istilah skala lebih banyak dipakai untuk menamakan alat ukur atribut non-kognitif. Dengan pengertian tersebut, maka dapat diuraikan beberapa di antara karakteristik skala menurut Saifuddin Azwar (2013: 5-7) sebagai alat ukur psikologi, yaitu: 1. Stimulus atau aitem dalam skala psikologi berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan. Meskipun subjek dapat dengan mudah memahami isi aitemnya namun tidak mengetahui arah jawaban yang dikehendaki oleh aitem yang diajukan sehingga jawaban yang diberikan subjek akan banyak tergantung pada interpretasinya terhadap isi aitem. Karena itu jawaban yang diberikan
6
atau dipilih oleh subjek lebih bersifat proyeksi diri dan perasaannya dan merupakan gambaran tipikal reaksinya. 2. Dikarenakan atribut psikologi diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator perilaku sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem, maka skala psikologi selalu berisi banyak aitem. Jawaban subjek terhadap satu aitem baru merupakan sebagian dari banyak indikasi mengenai atribut yang diukur, sedangkan kesimpulan akhir sebagai suatu diagnosis diperoleh berdasarkan respon terhadap semua aitem. 3. Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau “salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh. Skor yang diberikan hanyalah kuantitas yang mewakili indikasi adanya atribut yang diukur. Karakteristik tersebut menjadi ciri pengukuran terhadap performansi tipikal, yaitu atribut yang manifestasinya menjadi karakter tipikal seseorang dan cenderung dimuncul-kan secara sadar atau tidak sadar dalam bentuk respon terhadap situasi-situasi tertentu yang dihadapi. Dalam penggunaannya sebagai alat psikodiagnosis dan penelitian psikologi, skala-skala performansi tipikal digunakan untuk pengungkapan aspek-aspek afektif seperti minat, sikap, dan berbagai variabel kepribadian lain semisal agresivitas, self-esteem, locus of control, motivasi, resiliensi, kecemasan, kepemimpinan, dan lain sebagainya D. Langkah penyusunan skala psikologi Saifuddin Azwar menggambarkan tahapan dalam penyusunan skala psikologi dalam beberapa langkah dasar. Meski pun begitu tahapan tersebut tidak selalu diikuti secara ketat dalam aplikasi penyusunan skala. Pengembang juga dituntut untuk luwes dalam penyusunan isntrumen skala psikologi. 1. Identifikasi Tujuan Ukur
7
Awal kerja penyusunan suatu skala psikologi dimulai dari melakukan identifikasi tujuan ukur, yaitu memilih suatu definisi, mengenali dan memahami dengan seksama teori yang mendasari konstrak psikologi atribut yang hendak diukur. 2. Pembatasan Domain Ukur Pembatasan kawasan (domain) ukur berdasarkan pada konstrak yang didefinisikan oleh teori yang dipilih. Pembatasan domain dilakukan dengan cara menguraikan konstrak teoretik atribut yang diukur menjadi beberapa rumusan dimensi atau aspek keperilakuan yang konsep keperilakuannya lebih jelas. 3. Operasionalisasi Aspek Sekalipun
dimensi
keperilakuan,
sudah
lebih
jelas
konsep
keperilakuannya, biasanya masih konseptual dan belum terukur sehingga perlu dioperasionalkan ke dalam bentuk keperilakuan yang lebih konkret sehingga penulis aitem akan memahami benar arah respon yang harus diungkap dari subjek. Operasionalisasi ini dirumuskan ke dalam bentuk indikator keperilakuan (behavioral indocators). 4. Kisi-kisi (Blue-print) dan Spesifikasi Skala Himpunan indikator-indikator keperilakuan beserta dimensi yang diwakilinya kemudian dituangkan dalam kisi-kisi atau blue-print yang setelah dilengkapi dengan spesifikasi skala, akan dijadikan acuan bagi para penulis aitem. 5. Penskalaan Berbeda dari prosedur penyusunan tes kemampuan kognitif yang dalam penentuan pilihan format aitemnya memerlukan beberapa pertimbangan menyangkut keadaan subjek, materi uji, dan tujuan pengukuran, pada perancangan skala psikologi penentuan format aitemnya tidak terlalu mempertim-bangkan keadaan subjek maupun tujuan penggunaan skala. Biasanya pemilihan format skala lebih tergantung pada keunggulan
teoretik
dan
sisi
praktis
penggunaan
format
yang
bersangkutan.
8
6. Penulisan Aitem Penulisan
aitem
harus
selalu
memperhatikan
kaidah-kaidah
penulisan yang sudah ditentukan. Pada tahapan awal penulisan aitem, umumnya dibuat aitem yang jumlahnya jauh lebih banyak daripada jumlah yang direncanakan dalam spesifikasi skala, yaitu sampai tiga kali lipat dari jumlah aitem yang nanti akan digunakan dalam skala bentuk final. Hal ini dimaksudkan agar nanti penyusunan skala tidak kehabisan aitem akibat gugurnya aitem-aitem yang tidak memenuhi persyaratan. Reviu (review) pertama harus dilakukan oleh penulis aitem sendiri, yaitu dengan selalu memeriksa ulang setiap aitem yang baru saja ditulis apakah telah sesuai dengan indikator perilaku yang hendak diungkap dan apakah juga tidak keluar dari pedoman penulisan aitem. Apabila semua aitem telah selesai ditulis, reviu dilakukan oleh beberapa orang yang berkompeten (sebagai panel). Kompetensi yang diperlukan dalam hal ini meliputi penguasaan masalah konstruksi skala dan masalah atribut yang diukur. Selain itu penguasaan bahasa tulis standar sangat diperlukan. Semua aitem yang diperkirakan tidak sesuai dengan spesifikasi blue-print atau yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan harus diperbaiki atau ditulis ulang. 7. Uji Coba Bahasa Ketentuan meloloskan aitem dalam tahap evaluasi kualitatif oleh panel para ahli tersebut adalah kesepakatan expert judgment bahwa isi aitem yang bersangkutan adalah logis untuk mengungkap indikatornya (logical validity). Sampai pada tahap ini, kerja sistematik yang dilakukan merupakan dukungan terhadap validitas isi (content validity) dan validitas konstruk (construct validity) skala. Kumpulan aitem yang telah berhasil melewati proses reviu kemudian harud dievaluasi secara kualitatif lebih jauh, yaitu dengan diujicobakan pada sekelompok kecil responden guna mengetahui apakah kalimat yang digunakan dalam aitem mudah dan dapat dipahami dengan benar oleh responden. Reaksi-reaksi responden berupa pertanyaan mengenai kata-kata
9
atau kalimat yang digunakan dalam aitem merupakan pertanda kurang komunikatifnya kalimat yang ditulis dan itu memerlukan perbaikan.
8. Field Test Setelah perbaikan bahasa dan kalimat selesai dilakukan, pada tahap berikut adalah langkah evaluasi terhadap fungsi aitem secara kuantitatif, yaitu berdasar skor jawaban responden. Data skor aitem dari responden diperoleh dari hasil field-test. Evaluasi terhadap fungsi aitem yang biasa dikenal dengan istilah analisis aitem merupakan proses pengujian aitem secara kuantitatif guna mengetahui apakah aitem memenuhi persyaratan psikometrik untuk disertakan sebagai bagian dari skala. 9. Seleksi Aitem Hasil analisis aitem menjadi dasar dalam seleksi aitem. Aitem-aitem yang tidak memenuhi persyaratan psikometrik akan disingkirkan atau diperbaiki lebih dahulu sebelum dapat menjadi bagian dari skala. Di samping memperhatikan parameter aitem, kompilasi skala harus dilakukan dengan
mempertimbangkan
proporsionalitas
aspek
keperilakuan
sebagaimana dides-kripsikan oleh blue-printnya. Komputasi koefisien reliabilitas sebagai estimasi terhadap reliabilitas skala dilakukan bagi kumpulan aitem-aitem yang telah terpilih yang banyaknya disesuaikan dengan jumlah yang telah dispesifikasi oleh blueprint. Apabila koefisien reliabilitas skala ternyata belum memuaskan, maka penyusunan skala dapat kembali ke langkah kompilasi dan merakit ulang skala dengan lebih mengutamakan aitem-aitem yang memiliki daya beda tinggi sekalipun perlu sedikit mengubah proporsi aitem dalam setiap komponen atau bagian skala. 10. Validasi Konstrak Validasi
skala
pada
hakikatnya
merupakan
suatu
proses
berkelanjutan. Pada skala-skala yang hanya akan digunakan secara terbatas memang pada umumnya dicukupkan dengan validasi isi yang dilakukan
10
melalui proses reviu aitem oleh panel ahli (expert judgement) namun sebenarnya semua skala psikologi harus teruji konstraknya. Skala yang secara isi sudah sesuai dengan kisi-kisi indicator perilaku tetap perlu ditunjukkan secara empiric apakah konstrak yang dibangun dari teori semula memang didukung oleh data. 11. Kompilasi Final Format final skala dirakit dalam tampilan yang menarik namun tetap memudahkan bagi responden untuk membaca dan menjawabnya. Dalam bentuk final, berkas skala dilengkapi dengan petunjuk pengerjaan dan mungkin pula lembar jawaban yang terpisah. Ukuran kertas yang digunakan perlu juga mempertimbangkan usia responden jangan sampai memakai huruf berukuran terlalu kecil sehingga responden yang agak lanjut usia kesulitan membacanya. E. Bimbingan dan konseling karir Pengertian BK Karir Ditinjau dari sisi sejarah, istilah bimbingan dan konseling karir berakar pada istilah vocational guidance yang pertama kali dipopulerkan oleh Frank Parson dalam buku Choosing a Vocation (1909) dan dikutip oleh Wikipedia (2012). Pada awalnya penggunaan istilah ini lebih merujuk pada usaha membantu individu dalam memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan, termasuk didalamnya berupaya mempersiapkan kemampuan yang diperlukan untuk memasuki suatu pekerjaan. Namun selanjutnya terjadi perubahan pendekatan dari model okupasional (occupational) ke model karir (career). Kedua model ini memiliki perbedaan, dimana pada model okupasional lebih menekankan pada kesesuaian antara bakat dengan tuntutan dan persyaratan pekerjaan, sedang pada model karir, tidak hanya sekedar memberikan penekanan tentang pilihan pekerjaan, namun mencoba pula menghubungkannya dengan konsep perkembangan dan tujuan-tujuan yang lebih jauh sehingga nilai-nilai pribadi, konsep diri, rencana-rencana pribadi dan semacamnya mulai turut dipertimbangkan.
11
Bimbingan dan konseling karir berhubungan erat dengan pendidikan karir (career education), seperti dikemukakan Calhoun dan Finch (1976) bahwa program pendidikan karir di memiliki tahapan berupa kesadaran karir, eksplorasi karir, dan persiapan karir. Karir adalah pekerjaan, profesi (Hornby, 1957). Seseorang akan bekerja dengan senang hati dan penuh kegembiraan apabila apa yang dikerjakan itu memang sesuai dengan keadaan dirinya, kemampuannya dan minatnya. Sebaliknya, apabila seseorang bekerja tidak sesuai dengan apa yang ada dalam dirinya maka dapat dipastikan ia akan kurang bergairah dalam bekerja, kurang senang dan kurang tekun. Dengan demikian diperlukannya bimbingan karir itu untuk mengarahkan seseorang kearah tersebut. Bimbingan karir merupakan salah satu aspek dari bimbingan dan konseling. Pada saat ini, bimbingan karir mendapatkan tekanan untuk pelaksanaannya, khususnya di sekolah-sekolah SMA dan SMP. Pada kenyataannya, masih ada para siswa tamatan SMA atau SMP yang tidak melanjutkan pendidikannya karena suatu sebab yang tidak dapat dihindarkan. Oleh karena itu, para siswa membutuhkan bimbingan yang baik khususnya berkaitan dengan pekerjaan atau dengan kata lain mendapatkan bimbingan karir secara bijaksana. Dengan demikian para siswa akan mengetahui apa yang akan dipilihnya, melanjutkan studi atau akan langsung terjun di dunia pekerjaan. Donald D. Super (1975) mengartikan bimbingan karir sebagai suatu proses membantu pribadi untuk mengembangkan penerimaan kesatuan dan gambaran diri serta peranannya dalam duria kerja. Menurut batasan ini, ada dua hal penting, pertama proses membantu individu untuk memahami dan menerima diri sendiri, dan kedua memahami dan menyesuaikan diri dalam dunia kerja. Widiadmojo (2000:3) mengemukakan definisi bimbingan karier adalah kegiatan birnbingan yang bertujuan ultuk mengenal, memahami, dan
12
mengembangkan potensi diri dalam mempersiapkan masa depan bagi dirinya. Lebih lanjut dijelaskan pelayanan bimbingan karier diberikan agar siswa mengenal
konsep
diri
yang
berkaitan
dengan
minat,
bakat,
dan
kemampuannya serta mengenal jabatan karier yang ada. Berdasarkan beberapa definisi yang telah diuraikan di atas maka dapat
diperoleh pengertian
bahwa bimbingan karier adalah kegiatan
birnbingan yang diberikan kepada siswa untuk memilih, menyiapkan diri, mencari, dan menyesuaikan diri terhadap karier yang sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya sehingga dapat mengernbangkan dirinya secara optimal sehingga dapat menemukan karier dan melaksanakan karier yang efektif dan memberi kepuasan dan kelayakan. Tujuan BK Karir Menurut Dewa Ketut Sukardi (1989), tujuan pelaksanaan Bimbingan Karir di Sekolah adalah agar siswa dapat: 1. meningkatkan pengetahuannya tentang dirinya sendiri (self concept), 2. meningkatkan pengetahuannya tentang dunia kerja, 3. mengembangkan sikap dan nilai diri sendiri dalam menghadapi pilihan lapangan kerja dalam persiapan memasukinya, 4. meningkatkan ketrampilan berpikir agar mampu mengambil keputusan tenntang jabatan yang sesuai dengan dirinya dan tersedia dalam dunia kerja, 5. menguasai ketrampilan dasar yang penting dalam pekerjaan terutama kemampuan
berkomunikasi,
bekerja
sama,
berprakarsa
dan
lain
sebagainya.
International Labour Office (2010) merumuskan bahwa kegiatan layanan bimbingan dan konseling karir terkait erat dengan empat kompetensi utama bagi para siswa agar dapat menghadapi masa depan karir mereka yaitu:
13
1. kesadaran diri atau pengenalan diri sendiri, 2. kesadaran akan kesempatan bekerja, 3. pembuatan keputusan pendidikan dan karir, 4. pembelajaran transisional dan pengetahuan akan persyaratan kerja. Sedangkan menurut Bimo Walgito (2010), tujuan bimbingan karir tersebut membantu para siswa agar: 1. Dapat memahami dan menilai dirinya sendiri terutama yang berkaitan dengan potensi yang ada dalam dirinya. 2. Memahami dan menyadari nilai-nilai yang ada pada dirinya dan dalam masyarakat. 3. Mengetahui jenis pendidikan dan atau pekerjaan yang cocok dengan potensi yang ada pada dirinya. 4. Menemukan hambatan yang mungkin timbul dan mencari jalan keluar untuk mengatasi hambatan tersebut. 5. Para siswa dapat merencanakan masa depannya, dan menemukan karir dan kehidupan yang sesuai atau serasi. Bimbingan karir merupakan usaha untuk mengetahui dan memahami diri, memahami apa yang ada dalam diri sendiri dengan baik, serta untuk mengetahui dengan baik pekerjaan apa saja yang ada dan persyaratan apa yang dituntut untuk pekerjaan itu. Selanjutnya siswa dapat memadukan apa yang dituntut oleh suatu pekerjaan atau karir dengan kemampuan atau potensi yang ada dalam dirinya.. dan apabila muncul hambatan-hambatan siswa diharapkan dapat mengatasi hambatan itu. Prinsip Bimbingan karir Prinsip-prinsip bimbingan karir meliputi : 1. Pemilihan karir lebih merupakan suatu proses dari suatu peristiwa. 2. Pemilihan dan penyesuaian karir dimulai dengan pengetahuan tentang diri. Individu harus memahami potensi ,bakat, minat dan kemampuanya. 14
3. Bimbingan karir haruslah merupakan suatu pemahaman diri. 4. Bimbingan karir membantu pemahaman dunia kerja dan pekerjaan dalam masyarakat. 5. Dalam bimbingan karir termasuk pula pemberian informasi, keterangan mengenai latihan atau pendidikan yang diperlukan untuk memperoleh pengetahuan, berbagai keterampilan dan pola tingkah laku yang diperlukan untuk suatu pekerjaan. 6. Bimbingan karir merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh para konselor dalam memberikan rangsangan dan bantuan perencanaan karir, membuat keputusan dan penyesuaian karir. Agar Bimbingan Karier di Sekolah dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka beberapa pandangan tentang prinsip-prinsip Bimbingan Karier perlu diperhatikan para pembimbing khususnya dan administrator Sekolah pada umumnya terutama dalam penyusunan program Bimbingan Karier di Sekolah. Prinsip bimbingan karir di sekolah : 1. Seluruh siswa hendaknya mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengembangkan dirinya dalam pencapaian kariernya secara tepat. 2. Siswa hendaknya dibantu dalam mengembangkan pemahaman yang cukup memadai terhadap dirinya sendiri dan kaitannya dengan perkembangan sosial dan perencanaan karier. 3. Siswa secara keseluruhan dibantu untuk memperoleh pemahaman tentang hubungan antara pendidikan dengan kariernya. 4. Siswa pada setiap tahap program pendidikannya hendaknya memiliki pengalaman yang berorientasi pada karier secara berarti dan realistik. 5. Program Bimbingan Karier hendaknya memiliki tujuan untuk merangsang pendidikan siswa. 6. Program Bimbingan Karier di Sekolah hendaknya berpusat di kelas, dengan dikoordinasi oleh pembimbing disertai partisipasi orang tua dan kontribusi masyarakat.
15
F. Pengembangan skala psikologi karir Berikut contoh pengembangan skala psikologi bidang karir : Minat wirausaha Minat wirausaha adalah keinginan, ketertarikan serta kesediaan untuk bekerja keras atau berkemauan keras dengan adanya pemusatan perhatian untuk berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa merasa takut akan resiko yang akan dihadapi, dialami,
senantiasa
belajar
dari
kegagalan
yang
serta mengembangkan usaha yang diciptakannya. Minat wirausaha
tersebut tidak hanya keinginan dari dalam diri saja tetapi harus melihat ke depan dalam potensi mendirikan usaha. Kisi-Kisi Minat Wirausaha
variable
aspek
indikator
Sikap umum Perasaan terhadap
setuju tidak
aktivitas
setuju
No item + 1,9, 32
Total
17, 33, 6 40
dengan wirausaha Minat wirausaha
Sikap positif 2, 10, 31
18, 34, 6
negatif
41
terhadap wirausaha Kesadaran
Memutuskan 3, 11, 30
19,35,
spesifik
menyukai
42
6
16
untuk
tidak
menyukai
menyukai
aktifitas
terhadap sebuah wirausaha
Merasa
Perasaan
senang
senang atau
dengan
tidak senang
aktivitas
terhadap
4, 12, 29
20, 36, 6 43
sebuah kegiatan wirausaha Aktivitas
Menjalankan 5, 13, 28
21, 36, 6
tersebut
kegiatan
44
mempunyai
yang
arti
atau mempunyai
penting bagi nilai individu Adanya
Ketertarikan
minat
terhadap
instristik
bidang
dalam isi
usaha Keinginan
6, 14, 27
22, 37, 6 45
7, 15, 26
untuk
23, 38, 6 46
menjalankan sebuah usaha Berpartisipasi Mengikuti dalam
kegiatan
aktivitas
yang
8, 16, 25
24, 39, 6 47
17
berkaitan dengan wirausaha
Petunjuk Pengisian Skala Para siswa diminta untuk menjawab semua penyataan yang diberikan. Setelah membaca setiap kalimat, berilah tanda (√) pada pilihan jawaban yang saudara anggap paling sesuai dengan keadaan diri anda. Ada 4 alternatif jawaban yang dapat saudara pilih, yaitu: SS
Sangat sesuai
S
Sesuai
TS
Tidak sesuai
STS
Sangat tidak sesuai
Apabila saudara ingin mengganti jawaban, tetapi sudah terlanjur memberi tanda cek maka tanda cek pada jawaban lama berilah tanda sama dengan (=), setelah itu berikan tanda cek (√) pada jawaban yang anda inginkan. Tidak ada jawaban benar atau salah. Contoh: Apabila pernyataan di bawah ini sangat sesuai dengan keadaan anda maka berilah tanda cek (√) pada pilihan pernyataan Sangat Sesuai (SS).
No
Pernyataan
Jawaban SS S TS
1.
Masalah membuat saya menjadi seorang yang dewasa
√
No
Pernyataan
Jawaban SS S TS
STS
STS
18
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pendapat orang lain dapat membantu mengembangkan bidang wirausaha yang dijalankan Bekerjasama dengan pihak lain dapat mengembangkan usaha Wirausahawan mempunyai kreatifitas tinggi untuk menghasilkan produk Penghasilan sebagai seorang wirausaha dibawah dari penghasilan PNS Sebuah usaha akan mencemari lingkungan sekitar Wirausahawan mudah terpengaruh oleh ajakan orang lain Pekerjan wirausahawan dapat mengatasi kemiskinan Pekerjaan wirausahawan dapat mencukupi kebutuhan setiap hari Pekerjaan wirausahawan dapat mengurangi tingkat pengangguran Pekerjaan menjadi wirausahawan merupakan pekerjaan yang kurang layak
19
BAB III KESIMPULAN Skala psikologi adalah suatu instrument yang berupa pertanyaan atau pernyataan dan digunakan untuk mengukur serta mengidentifikasi atribut psikologis responden. Skala adalah salah satu instrument non tes yang digunakan konselor untuk mengidentifkasi kebutuhan peserta didik. Bidang layanan bimbingan dan konseling salah satunya adalah bimbingan dan konseling pribadi sosial. Bimbingan karir merupakan upaya layanan yang diberikan kepada siswa agar mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang dialaminya. Tujuan pengetahuannya
dari
pemberian
tentang
dirinya
bimbingan sendiri
karir (self
berupa
meningkatkan
concept),
meningkatkan
pengetahuannya tentang dunia kerja, mengembangkan sikap dan nilai diri sendiri dalam menghadapi pilihan lapangan kerja dalam persiapan memasukinya, meningkatkan ketrampilan berpikir agar mampu mengambil keputusan tenntang jabatan yang sesuai dengan dirinya dan tersedia dalam dunia kerja, menguasai ketrampilan dasar yang penting dalam pekerjaan terutama kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, berprakarsa dan lain sebagainya. Dari tujuan tersebut di atas diharapkan dapat menjadi acuan bagi seorang konselor dalam mengembangkan skala psikologis pribadi sosial yang dapat membatu mengidentifikasi kebutuhan peserta didik, khususnya kebutuhan karir. Skala psikologis pada khususnya membantu seorang konselor untuk dapat memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Sedangkan secara umumnya pengembangan skala psikologi ini akan membantu pengembangan keilmuan bimbingan dan konseling dalam sumber dan literatur instrument non tes Diharapkan dengan adanya pengembangan skala psikologi ini, akan membantu menambah sumber dan literatur untuk mengembangkan instrument non tes berupa skala psikologi yang lain atau digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya.
20
21
DAFTAR PUSTAKA Azwar, Saifuddin. (2013). Penyusunan Skala Psikologi (Edisi Dua). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Damayanti, Nidya. (2012). Buku Pintar Panduan Bimbingan Konseling. Yogyakarta: Araska. Prayitno. (1987). Profesional Konseling dan Pendidikan Konselor. Padang: FIP IKIP. Sukardi, Dewa Ketut & Nila Kusmawati. (2008). Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Sutirna. (2013). Bimbingan dan Konseling Pendidikan Formal, Non Formal dan Informal. Yogyakarta: Andi Offset. widhiarso.staff.ugm.ac.id/files/2_-_skala_psikologi.pdf diakses pada tanggal 15 Maret 2016 pukul 15.00 WIB Winkel, W. S. (2013). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia. Yusuf, S. (2007). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Yusuf, Syamsu & A. Juntika Nurihsan. (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya
22