PENGEMBANGAN PEMANFAATAN RED MUD-LIMBAH INDUSTRI ALUMINA SKALA BENCH Tahun 2009
Muchtar Aziz Mutaalim Husaini Agus Wahyudi Sarjono
Kelompok Litbang Teknologi Pengolahan Mineral PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA 2009
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Endapan bauksit (Al2O3.3H2O, dengan nama mineral ‘gibsit’) merupakan salah satu sumber daya mineral potensial yang dimiliki Indonesia. Berkaitan dengan pengolahan bijih bauksit menjadi alumina (Al2O3), di antara hal penting untuk mendapat perhatian lembaga Litbang mineral khususnya pengolahan mineral, adalah limbah dari proses pengolahannya yang disebut red mud. Sebagaimana diketahui, proses Bayer hingga kini masih merupakan teknologi proses andalan di dunia untuk mengekstraksi alumina (Al2O3) dari bijih bauksit, karena belum ditemukannya alternatif proses. Proses Bayer menghasilkan limbah berupa lumpur halus berwarna merah-kecoklatan yang disebut red mud, yang jumlahnya cukup besar. Diperkirakan sekitar 45-50 % dari bauksit yang diolah akan menjadi red mud. Jika limbah lumpur ini tidak dikelola secara terencana dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan [Pontikes, 2006], karena kondisinya dalam bentuk lumpur yang bersifat basa kuat. Kandungan red mud rata-rata dari berbagai industri bauksit di dunia sebagai berikut : Al2O3 10-22%, Fe2O3 14-35%, SiO2 3-10%, TiO2 7-15%, Soda kostik 3-13%, Kapur (lime) 2-18%, Unsur-unsur minor diantaranya : Hg, Cd, U, dan Th [Sharif, 2005].
Berbagai upaya pemanfaatan red mud untuk dapat digunakan kembali (re-used) telah dilakukan orang di berbagai negara yang memiliki industri alumina, di antaranya di Australia [Sharif, 2005] namun hasilnya masih belum optimal. Di Australia tidak kurang dari 30 juta ton red mud terakumulasi setiap tahunnya (40 % dari produksi dunia), meskipun berbagai upaya pemanfaatan telah dilakukan. Dengan semakin tingginya kesadaran manusia akan dampak terhadap lingkungan hidup dari aktifitas suatu industri serta aspek ekonomi, saat ini strategi pengolahan red mud di berbagai belahan dunia lebih difokuskan pada upaya memproses seluruh mineral utama yang ada dalam red mud secara terintegrasi, sehingga dihasilkan beberapa produk seperti : alumina+soda, besi mentah (pig iron), rutil sintetis (titania), dan semen sebagai produk akhir melalui pengolahan red mud secara piro dan hidrometalurgi. Strategi ini dikenal dengan ”Pemrosesan
Red Mud Bebas Limbah (Zero Waste-Red Mud
Processing)”. Penelitiannya sampai saat ini masih terus berlangsung.
1
Dalam rangka menunjang pengembangan bijih bauksit menuju terwujudnya industri alumina, telah dilakukan serangkaian penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan red mud dari bauksit Tayan, Kalimantan Barat. Berdasarkan evaluasi dari hasil penelitian sebelumnya, dan dengan mempertimbangkan beberapa aspek terutama besarnya jumlah kebutuhan Tawas (alumunium sulfat) dan PAC (poly aluminum chloride) untuk penjernihan air maupun industri lainnya, maka pengembangan pada skala bench ditujukan untuk pembuatan Tawas dan PAC.
1.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Penyiapan peralatan
Preparasi bijih bauksit
Proses digesting bauksit
Pemanggangan red mud
Pelarutan hasil pemanggangan (menghasilkan Al(OH)3)
Sufatasi Al(OH)3, klorinasi Al(OH)3
Evaporasi dan kristalisasi
Pembuatan laporan pengembangan red mud skala bench
1.3. Maksud dan tujuan Pengembangan metode pengolahan dan pemanfaatan red mud ke skala bench untuk memperoleh Tawas, PAC, dan residunya sebagai konsentrat besi. 1.4. Sasaran Tawas dan PAC dari red mud untuk penjenihan air. Tawas mengandung Al2O3 17 %, PAC mengandung Al minimum 8 % dan Cl minimum 19 %.
1.5. Lokasi Kegiatan Penelitian terutama dilakukan di lab. pengolahan dan pemanfaatan mineral, Puslitbang tekMIRA. Peninjauan teknis lapangan jika diperlukan, dan konsultasi di Jakarta.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Red mud - limbah industri bauksit dan potensi nilai ekonominya Saat ini dan masa mendatang perhatian terhadap lingkungan hidup semakin besar sehingga semakin kecil kemungkinannya dapat mengeksploitasi sumberdaya alam khususnya mineral tanpa terintegrasi dengan penanggulangan limbahnya. Pengembangan potensi bijih bauksit menjadi alumina (Al2O3) melalui proses Bayer akan disertai dengan dihasilkannya residu bauksit yang disebut red mud. Red mud merupakan limbah industri alumina yang memiliki nilai ekonomi yang cukup potensial. Sebagai gambaran nilai red mud dapat dilihat melalui harga beberapa konsentrat (Chemeca,2005) yang mineral atau bahannya ada dalam red mud, yaitu Fe2O3
$350/t, Al2O3 $390/t, Soda kostik $215/t, dan TiO2 $570/t. Potensi nilai red
mud telah lama menjadi perhatian berbagai pihak yang terkait dengan industri alumina. Dengan peraturan terhadap kelestarian lingkungan hidup yang semakin ketat, potensi nilai yang dikandung red mud telah membangkitkan semangat dan inovasi baru untuk mengolah dan memanfaatkan red mud.
2.1.1. Konsep strategi Salah satu konsep strategi penelitian red mud di negara penghasil alumina yang cukup besar dalam kerangka menuju bebas limbah (Zero Waste) ditunjukkan pada Gambar 1 (Sharif, 2005). Dalam konsep ini tercakup tiga jenis penanganan/pemanfaatan red mud, yaitu :
Mengurangi dampak terhadap lingkungan; netralisasi, dewatering, reklamasi.
Penggunaan kembali (re-used) dan pemrosesan bebas limbah; pemisahan fraksi pasir, lumpur dan kapur, pemrosesan fraksi lumpur untuk memperoleh alumina+soda, besi, rutil sintetis, dan semen.
Mengurangi red mud; mencari alternatif proses Bayer, pelarutan in-situ.
3
MENGURANGI
PENGGUNAAN KEMBALI
DAMPAK
&
● Karbonasi (CO2)
LINGKUNGAN
• • •
Reklamasi
RESIDU ● Benefisiasi BAUKSIT
PEMROSESAN BEBAS LIMBAH
Netralisasi dgn. air laut Perbaikan pengurangan air
ELIMINASI
Lumpur
Pasir Pasir bersih:
• • •
Pasir merah Pengisi semen
tanah
logam minor Bahan bangunan
Kapur
•
Alternatif proses Bayer
Kapur
● Pembenah
• Geopolymers • Semen • Ekstraksi
bauksit
PELEBURAN
merah
•
Pelarutan in-situ
BEBAS ● Soda LIMBAH ● Alumina ● Besi ● Titania
• Manajemen Gambar 1. Konsep nutrisi strategi penanganan red mud ● Semen
a. Mengurangi dampak terhadap lingkungan Untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan, beberapa penelitian yang perlu dilakukan antara lain penelitian untuk menemukan teknologi netralisasi, misalnya menggunakan gas CO2 atau air laut; penelitian untuk memperbaiki teknologi pemisahan cairan dari padatan (dewatering); penelitian untuk memperbaiki teknologi reklamasi/rehabilitasi lahan bekas buangan limbah sehingga menjadi area pertanian.
b. Penggunaan kembali (re-use) dan pemrosesan bebas limbah Untuk pemanfaatan residu bauksit agar dapat digunakan kembali, penelitian yang dapat dilakukan adalah penelitian pemisahan fraksi pasir, lumpur, dan kapur (lime) dalam residu bauksit, sehingga diperoleh beberapa fraksi pasir-merah bersih, fraksi lumpur, dan kapur merah. Beberapa fraksi pasir-merah bersih dapat digunakan untuk
pengisi semen dan bahan
bangunan. Kapur merah dapat digunakan untuk bahan bangunan yang memerlukan warna merah permanen.
Fraksi lumpur mengandung partikel-partikel sangat halus (biasanya 35-40 % ≤ 3 mikron). Oleh karena itu padatannya sulit diendapkan. Pemisahan padatan fraksi lumpur dapat dilakukan dengan penyaring tekan (pressure filter) ataupun penyaring hampa (vacuum filter) 4
(Mullar, 2001). Setelah penyaringan, padatan fraksi lumpur dapat diteliti lebih lanjut untuk penggunaan sebagai pembenah tanah, geopolymer-untuk beton, semen, pigmen untuk bahan bangunan dan keramik, agregat ringan, dan bahan baku keramik. Di samping itu, penelitian untuk mengekstraksi logam-logam minornya seperti Hg, Cd, U, dan Th dapat dilakukan. Penelitian manajemen red mud juga bisa dilakukan melalui pemberian mikroorganisme dan nutrien tertentu untuk netralisasi, juga bahan organik dan pupuk agar menjadi media tanaman untuk lahan pertanian.
Fraksi lumpur dapat diteliti untuk menuju kepada industri bebas limbah melalui penelitian peleburan bebas limbah (zero waste smelting) dengan melibatkan pelarutan untuk menghasilkan alumina + soda. Alumina yang diperoleh adalah sebagai bahan baku untuk menghasilkan aneka bahan kimia, seperti alumunium sulfat (tawas), PAC (poly aluminum chloride), alumunium acetat, alums,dsb., dan produk, seperti katalis, bata alumina, pasta abrasif dsb. Selain itu juga melalui penelitian proses peleburan reduksi (reduction smelting) untuk menghasilkan besi, titania dan semen.
c. Mengurangi Red Mud Di masa mendatang limbah bauksit di dunia harus berkurang, oleh karena itu diperlukan penelitian benefisiasi bauksit, mencari alternatif proses Bayer, serta kemungkinan pelarutan in-situ.
2.2. Teknologi proses
2.2.1. Memperoleh alumina dari mineral aluminosilikat Beberapa peneliti terdahulu diantaranya Padilla (1985) dan Alp (2000) telah menggunakan metode proses sinter soda-kapur (lime-soda sinter process) untuk memperoleh alumina dari material aluminosilikat. Dalam proses sinter soda-kapur, aluminosilikat direaksikan dengan kapur (CaO) atau gamping (CaCO3) dan sodium karbonat (Na2CO3) pada suhu tinggi (8001200OC) untuk membentuk sodium aluminat (Na2O.Al2O3 atau 2NaAlO2) larut dalam larutan alkalin (Na2CO3 atau NaOH) dan dikalsium silikat (Ca2SiO4) tidak larut dalam larutan yang
5
sama. Pernyataan yang disederhanakan untuk reaksi pensinteran (sintering) yang dipakai para peneliti terdahulu untuk material lempung dapat ditulis sebagai berikut [Padilla, 1985] : Al2Si2O7 + Na2CO3 + 4CaCO3
2NaAlO2 + 2Ca2SiO4 + 5CO2 ......(1)
2.2.2. Memperoleh alumina dari bijih aluminaan dan red mud Untuk bijih aluminaan (aluminous ores) dan red mud, Al2O3 bereaksi dengan Na2CO3 pada suhu sekitar 1000OC membentuk sodium aluminat. Dalam bijih aluminaan yang mengandung SiO2, sodium karbonat juga bereaksi dengan SiO2 dalam sinter membentuk sodium silikat (Na2SiO3) larut. Pernyataan sederhana reaksi pensinterannya sebagai berikut [Habashi, 1997] : Al2O3 + Na2CO3 SiO2 + Na2CO3
2NaAlO2 + CO2 Na2SiO3 + CO2
...... (2) ...... (3)
Jika didalam umpan pensinteran ditambahkan CaO, sodium silikat bereaksi dengan CaO dan Al2O3 membentuk senyawa sodium aluminat larut dan dikalsium silikat tidak larut. Pernyataan sederhana reaksinya sebagai berikut [Padilla, 1985] : Na2SiO3 + 2CaO + Al2O3
2 NaAlO2 + Ca2SiO4
...... (4)
Variasi dalam sintering terjadi, kalsium menggantikan sodium sehingga terbentuk kalsium aluminat (3CaO.Al2O3). Pernyataan sederhana reaksinya sebagai berikut [Habashi, 1997] : 4Al2O3 + Na2CO3 + 3CaO
2NaAlO2 + 3CaO. Al2O3 + CO2 ......(5)
a. Pelarutan Sinter Dalam pelarutan sinter dengan larutan sodium karbonat, kalsium aluminat bereaksi dengan sodium karbonat membentuk sodium aluminat dan residu padat kalsium karbonat (CaCO 3). Pernyataan sederhana reaksinya sebagai berikut [Habashi, 1997] : 3CaO.Al2O3 + 3Na2CO3 + H2O
2NaAlO2 + 4NaOH + 3CaCO3 ....... (6)
Pengadukan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada pelarutan sinter disertai reaksi pembentukan larutan sodium aluminat. Pengadukan akan menyebabkan tebal lapisan difusi permukaan padatan sinter sehingga mempercepat reaksi pembentukan larutan sodium aluminat. Selain pengadukan, faktor yang mempengaruhi pelarutan sinter adalah persen padatan, persen padatan semakin rendah kecepatan pelarutan semakin tinggi. Selain itu pelarutan dipengaruhi oleh pH media pelarut. Suatu zat yang bersifat basa lemah akan 6
lebih mudah larut jika berada pada suasana asam sedangkan asam lemah akan lebih mudah larut jika berada pada suasana basa. Pelarutan sinter dikondisikan dalam suasana basa sehingga alumina yang bersifat amfoter menjadi asam dan mudah larut.
b. Presipitasi Presipitasi adalah proses pembentukan padatan dalam larutan selama terjadinya reaksi kimia. Presipitasi disebut juga proses pengendapan[10]. Proses pengendapan dapat dipakai untuk peningkatan kadar unsur dan juga untuk pemisahan unsur dengan unsur lain. Proses pengendapan merupakan proses pemisahan yang mudah, cepat, dan murah.
Gambar 2 . Proses Presipitasi[9] Pada prinsipnya pemisahan unsur-unsur dengan cara pengendapan didasarkan karena adanya perbedaan besarnya harga hasil kali kelarutan (solubility product constant/Ksp). Proses pengendapan adalah proses terjadinya padatan karena melewati besarnya Ksp, yang harganya tertentu dan dalam keadaan jenuh. Pernyataan sederhana proses pengendapan adalah sebagai berikut : AxBy(s)
xAy+ (aq) + yBx- (aq) Ksp = [Ay+]x [Bx-]y
Jika harga Ksp kecil, unsur atau senyawa mudah mengendap. Jika harga Ksp besar, unsur atau senyawa akan sulit mengendap. Geankoplis (1983) menunjukkan bahwa proses terbentuknya endapan melalui dua tahap yaitu :
1. Tahap pembentukan inti (nukleasi).
7
Ion-ion dari molekul yang akan diendapkan mulai membentuk inti, yaitu pasangan ion menjadi butir-butir sangat kecil yang berisi beberapa molekul. Inti ini masih terlalu mengecil untuk mengendap.
2. Tahap pertumbuhan inti. Pada tahap ini, inti tumbuh menjadi butiran yang lebih besar. Inti tersebut menarik molekulmolekul lain membentuk butiran yang lebih besar sehingga terbentuklah endapan.
c. Presipitasi larutan sodium aluminat Presipitasi larutan hasil pelarutan sinter dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan menggunakan HCl atau asam sulfat, menggunakan seed dari Al(OH)3, dan menggunakan gas CO2.
Presipitasi dengan HCl
Filtrat yang diperoleh dari hasil pelarutan sinter bersifat basa karena filtrat masih banyak mengandung sodium yang merupakan basa kuat yang berikatan dengan logam Al. Presipitasi dengan HCl adalah untuk menurunkan pH pada filtrat sehingga terjadi pengendapan alumina dan filtratnya berupa garam NaCl. Reaksinya yaitu NaAlO2 + HCl + H2O = Al(OH)3 + NaCl. Pengaruh pH pada kelarutan Al(OH)3 ditunjukkan dalam diagram pada Gambar 3 .
8
Gambar 3. Diagram kelarutan Al(OH)3 berdasarkan pH (Vogel, 1979)
Terdapat dua daerah yang berbeda pada Al(OH)3 bila dilihat dari tiap-tiap pH. Daerah berwarna putih menunjukkan Al(OH)3 yang larut bila dipresipitasi, sedangkan daerah yang diarsir merupakan Al(OH)3 yang akan mengalami pengendapan. Pada pengukuran awal, pH Al(OH)3 sebelum dipresipitasi menunjukkan pH 13. Artinya jika dilihat dari gambar di atas, Al(OH)3 sudah terdapat di dalam filtrat tersebut. Akan tetapi masih dalam keadaan larut. Untuk mengendapkannya maka ditambahkan HCl sesuai dengan parameter pH yang diinginkan. Dari gambar, bisa kita lihat bahwa mulai dari pH 12 sampai pH tujuh adalah daerah yang sesuai agar diperoleh pengendapan Al(OH)3. Sedangkan jika pH kurang dari tujuh maka Al(OH)3 mulai larut kembali.
Presipitasi dengan seed Al(OH)3
Proses presipitasi Al(OH)3 dengan menggunakan seed Al(OH)3. Tujuan penambahan seed adalah sebagai inti-inti pertumbuhan kristal-kristal Al(OH)3 untuk tumbuh lebih lanjut dengan dipasok ion-ion Al3+ dari larutan, dengan kata lain terjadi pengendapan pada permukaan partikel-partikel seed. Semakin banyak seed yang digunakan maka semakin banyak Al(OH)3 yang diperoleh. Kecepatan pengendapan melalui media seed dipengaruhi antara lain oleh jumlah seed dan konsentrasi larutan. 9
Pengendapan dengan gas CO2
Pengedapan dengan gas CO2 adalah prinsip penetralan larutan bersifat basa oleh gas gas CO2 bersifat asam, menghasilkan Al(OH)3 sebagai endapan dan sodium karbonat sebagai larutan . Reaksinya adalah : NaAlO2 + CO2+ H2O = Al(OH)3 + Na2CO3 Kecepatan pengendapan antara lain dipengaruhi debit dan distribusi gas CO2, konsentrasi larutan, dan waktu kontak yang berkaitan dengan tinggi kolom pengendapan.
2.2.3. Tawas dan PAC Tawas adalah garam rangkap kalium aluminium sulfat (KAl(SO4)2.12H2O) atau ammonium aluminium sulfat (NH4Al(SO4)2.12H2O) yaitu suatu senyawa berupa kristal bening (tanpa warna). PAC adalah singkatan dari senyawa poli alumunium chlorida (Al(OH)XClY). Senyawa PAC dapat dihasilkan dengan mereaksikan aluminium hidrat (Al(OH)3 dengan HCl dengan mengatur perbandingan mol OH:Al yakni antara 0,5-1,5 sehingga x dan y berturut-turut 1,2 dan 1,8. Tawas dan PAC merupakan senyawa penting, memiliki sifat koagulasi dan flokulasi terhadap suspensi padatan dalam media air, terutama padatan anorganik. Oleh karena itu tawas dan PAC banyak digunakan sebagai koagulan atau flokulan dalam pengolahan air (water treatment), juga dipakai untuk mengurangi air dalam lumpur (sludge dewatering), produksi kertas dan sebagainya.
a. Pembuatan tawas melalui sulfatasi endapan Al(OH)3 Tawas dapat dibuat dengan mereaksikan aluminium hidrat dengan asam sulfat. Reaksinya adalah : Al(OH)3 + H2SO4 + KOH
KAl(SO4)2.12H2O + H2O. Hasil reaksi dikristalisasi pada
suhu < 80OC menghasilkan kristal-kristal tawas. Proses pemanasan dilakukan hingga larutan jenuh, kemudian kristalisasi. Ukuran butir kristal dapat diatur dalam pemanasan, apabila pemanasan dilakukan hingga lewat jenuh maka akan terbentuk kristal yang kecil-kecil. Karena pada kondisi lewat jenuh inti-inti kristal akan mudah sekali terbentuk, sehingga kristal-kristal yang dihasilkan kecil-kecil.
10
b. Pembuatan PAC PAC dapat dibuat dengan mereaksikan alumunium hidrat dengan asam khlorida pada perbandingan mol OH : Al tertentu (Habashi, 1997). Reaksi umumnya adalah : Al(OH)3 + HCl Al(OH)xCly + H2O. Produk yang dihasilkan bernilai x = 1,2 dan nilai y = 1,8. PAC dihasilkan dalam dua bentuk, cair dan padat (kristal).
2.2.4. Konsentrat besi sebagai produk samping Besi dalam residu pelarutan sinter dapat dipisahkan dengan magnetic separator untuk menghasilkan konsentrat besi sebagai produk samping. Pemanasan pada sintering red mud dapat menyebabkan mineral-mineral besi lebih bersifat magnetik, sehingga mudah tertarik dengan intensitas magnit yang relatif rendah.
11
III. METODOLOGI Bauksit tercuci (washed bauxite) diekstraksi aluminanya melalui pemrosesan (digesting) dengan bejana tekan (autoclave). Red mud yang dihasilkan diambil percontohnya untuk analisis kimia, dan sebagian percontoh dikeringkan untuk pemrosesan. Pemrosesan red mud dilakukan melalui pemanggangan pada suhu tinggi dengan imbuh kapur tohor (CaO) dan sodium karbonat (Na2CO3) dalam jumlah stoikiometri berlebih 10 %, pada variasi suhu : 800 sampai 1100OC selama 2 jam, serta variasi waktu : 1/2 sampai 4 jam pada suhu 800 dan 1100OC; hasil pemanggangan dilarutkan dalam larutan sodium karbonat encer (1 % berat Na2CO3) pada suhu kamar dengan pengadukan selama 2 jam, untuk memperoleh larutan sodium aluminat (Na2O.Al2O3); larutan dipisahkan dari residunya melalui filtrasi dengan vakum [Mullar, 2001]. Residu dicuci dengan akuades sebanyak 2 kali. Filtrat dan residu dianalisis kimia untuk mengetahui komposisinya. Hasil analisis kimia red mud, filtrat, dan filtrat pencucian digunakan untuk menghitung perolehan alumina. Larutan sodium aluminat dipresipitasi dengan hidrolisa dan asam khlorida menghasilkan endapan aluminium hidroksida (Al (OH)3). Endapan aluminium hidroksida disulfatasi untuk menghasilkan Tawas dan dikhlorinasi untuk menghasilkan PAC. Residu filtrasi dikonsentrasi dengan magnetic separator untuk mendapatkan konsentrat besi. Bagan alir pengerjaan pemrosesan bijih bauksit dan red mud selengkapnya ditunjukkan pada Gambar 4.
12
Bijih bauksit asal (crude bauxite) Tailing pencucian
PENCUCIAN
PREPARASI Air, Soda kostik PEMROSESAN DGN BEJANA TEKAN (DIGESTING)
Red Mud
FILTRASI Larutan sodium aluminat
Na2CO3, CaO Kapur
PREPARASI
PENSINTERAN (sinter soda-kapur)
PELARUTAN PRESIPITASI (asam, seed, CO2)
Sodium aluminat
FILTRASI
Residu
MAGNETIC SEPARATOR
Tailing
Filtrat Kons. Besi SULFATASI
Aluminium hidrat (Al(OH)3)
Tawas Karakterisasi
KHLORINASI
PAC
Gambar 4. Bagan alir digesting bijih bauksit serta pemrosesan red mud untuk memperoleh tawas dan PAC. 13
IV. HASIL DAN DISKUSI 4.1. Tekstur red mud Pengamatan mikroskopik dilakukan terhadap sayatan tipis fraksi kasar red mud. Hasil pengamatan menunjukkan sebagian mineral besi masih terikat pada butiran gibsit 0,6 mm (sekitar 40 mesh) dan sebagian lagi sudah terliberasi seperti ditunjukkan pada Gambar 5 (Sutanto, 2008).
(a)
(b)
Gambar 5. Fotomikrograf red mud ; (a) : tampak satu butir gibsit (warna terang) ukuran 0,60 mm berikatan dengan butiran-butiran mineral logam /besi (warna hitam), (b): tampak satu butir gibsit (warna terang) dalam keadaan sudah terliberasi. Komposisi kimia bauksit Kalimantan Barat serta residunya ditunjukkan pada Tabel 1. Residu bauksit hasil ekstraksi alumina dari bijih bauksit dengan proes Bayer masih mengandung alumina sekitar 27 % dan kandungan besi (Fe2O3) yang meningkat yaitu sekitar 38 %.
14
Tabel 1. Komposisi kimia bauksit dan residu bauksit Tanda Sampel No.
Komponen
BT-01Tw
RM-01Tw
BT-02Tw
RM-02Tw
(%)
(%)
(%)
(%)
1.
SiO2
1,47
3,40
1,52
3,44
2.
Al2O3
51,79
26,77
51,81
26,79
3.
Fe2O3
16,09
37,58
16,12
37,61
4.
MnO
0,06
0,16
0,07
0,18
5.
MgO
ttd
0,14
ttd
0,15
6.
CaO
0,02
0,06
0,04
0,08
7.
Na2O
ttd
3,03
ttd
3,02
8.
K2O
ttd
ttd
ttd
ttd
1,40
3,43
1,45
3,45
9.
TiO2
10.
P2 O 5
0,09
0,09
0,08
0,11
11.
H2O
29,03
25,33
29,05
25,34
4.2. Pensinteran dan pelarutan sinter red mud Pensinteran red mud dengan campuran soda-kapur dilakukan dengan variasi suhu untuk menentukan suhu optimal yang menghasilkan ekstraksi Al2O3 tertinggi. Suhu optimal pensinteran kemudian diterapkan dengan variasi waktu untuk menentukan waktu optimal yang menghasilkan ekstraksi Al2O3 tertinggi. Alumina terekstraksi
pada pelarutan sinter
residu bauksit ditunjukkan pada Gambar 6. Pensinteran pada variasi suhu (800, 900, 1000, 1100OC) telah menunjukkan jumlah alumina terlarut atau terekstraksi terbanyak sebesar 75 %. Jumlah ini merupakan hasil tertinggi yang dicapai pada suhu 800 OC, dan pelarutan pada persen padatan 11,8 %. Pada suhu 900-1100OC ekstraksi nya menurun yaitu menjadi 50 % pada suhu 900OC dan 45 % pada suhu 1100OC.
15
100
Alumina terekstraksi, %
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 700
800
900
1000
1100
1200
Suhu pensinteran, OC
Gambar 6. Alumina terekstraksi dari pelarutan sinter hasil pensinteran dengan variasi waktu.
Gambar 7 . Sinter hasil proses pensinteran soda-kapur
16
Gambar 8 . Pelarutan sinter menghasilkan larutan sodium aluminat
Gambar 9. Filtrasi hasil pelarutan sinter menghasilkan larutan sodium aluminat
17
Gambar 10. Residu pelarutan mengandung besi relatif tinggi, sebagai bahan baku konsentrat besi.
Alumina terekstraksi sebagai fungsi waktu pensinteran ditunjukkan pada Gambar 11. Hasil ekstraksi menunjukkan, pensinteran pada
800OC alumina terektraksi tertinggi diperoleh
85,20 %, yaitu pada waktu ½ jam. Waktu yang lebih lama dalam interval 1-4 jam cenderung menurunkan ekstraksi, ekstraksi alumina turun menjadi 47 % pada waktu 1 jam dan menjadi 25 % pada waktu 4 jam. Konsentrasi unsur-unsur utama terlarut dalam larutan sodium aluminat ditunjukkan pada Tabel 2.
Gambar 11. Alumina terekstraksi pada pelarutan hasil 18
pensinteran 800OC dengan variasi waktu. Tabel 2. Konsentrasi unsur-unsur utama terlarut dalam larutan sodium aluminat Al (103 ppm)
Na 3 (10 ppm)
Tw.FDG
36,24
2.
Tw.F1W
3.
Si (ppm)
Fe (ppm)
Ca (ppm)
P (ppm)
32,39
66,28
1,95
1,74
tt
12,08
13,17
56,09
1,12
0,97
tt
Tw.F2W
2,09
3,07
10,21
0,88
1,24
tt
4.
Tw.FWSH1
3,43
2,87
12,14
1,72
2,31
tt
5.
Tw.FWSH2
1,94
2,94
9,12
0,65
0,95
tt
6.
Tw.FWSH3
1,74
2,81
8,98
0,59
0,89
tt
No.
Tanda
1.
Hasil pelarutan diatas menunjukkan bahwa proses sinter soda-kapur terhadap residu bauksit menghasilkan sinter mengandung senyawa sodium aluminat (NaAlO 2) mudah larut dalam larutan sodium karbonat encer, menghasilkan larutan sodium aluminat (Na2O.Al2O3), meninggalkan residu padat.
4.3. Presipitat aluminium hidrat 4.3.1. Prersipitasi dengan asam Presipitasi larutan sodium aluminat dilakukan dengan penambahan HCl pada pH akhir yang divariasi dari pH 11, 10, 9, 8, sampai 7, menghasilkan presipitat atau endapan putih aluminium hidrat (Al(OH)3). Presipitat yang dihasilkan dikeringkan pada suhu 100OC selama 3 jam dan ditimbang. Hasil presipitasi larutan sodium aluminat dengan HCl ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil presipitasi larutan sodium aluminat dengan HCl Sampel
Volume larutan (ml)
pH akhir
Jumlah HCl (ml)
1
1000
11
20
Aluminium hidrat (gr) 2,32 19
2
1000
10
35
3
1000
9
40
4
1000
8
41
5
1000
7
42
14,81 21,43 28,95 23,94
Jumlah tertinggi aluminium hidrat yang diperoleh adalah pada pH 8, sedangkan pada pH 7 aluminium hidrat yang diperoleh jauh berkurang, berarti sudah terjadi pelarutan kembali dari endapan. Jika dilihat dari keterlarutan (Gambar 3), pada pH 7 seharusnya endapan aluminium hidrat
masih belum terlarut kembali karena masih berada pada
daerah yang diarsir. Oleh karena itu dalam prakteknya pH 7 merupakan pH kritis yang harus dihindari dalam presipitasi sodium aluminat. Komposisi kimia aluminium hidrat (Al(OH)3) hasil presipitasi larutan sodium aluminat ditunjukkan pada Tabel 4. Kandungan alumina (Al2O3) aluminium hidrat rata-rata sudah diatas 98 % Al2O3.
Tabel 4. Komposisi kimia aluminium hidrat (Al(OH)3) hasil presipitasi larutan sodium aluminat dengan asam khlorida
No.
Tanda Sampel
Na2O
Al2O3
Fe2O3
TiO2
SiO2
P2 O 5
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
1.
PRS-1Tw
1,02
98,97
0,001
0,002
0,001
tt
2.
PRS-2Tw
0,60
98,39
0,002
0,003
0,002
tt
3.
PRS-3Tw
0,72
98,27
0,001
0,001
0,001
tt
4.
PRS-4Tw
0,61
98,38
0,002
0,004
0,001
tt
5.
PRS-5Tw
0,82
98,17
0,001
0,003
0,002
tt
6.
PRS-6Tw
1,03
98,96
0,001
0,005
0,002
tt
7.
PRS-7Tw
1,01
98,98
0,002
0,002
0,001
tt
8.
PRS-8Tw
1,02
98,97
0,001
0,001
0,003
tt
9.
PRS-9Tw
0,58
98,41
0,001
0,002
0,001
tt
10
PRS-10Tw
0,66
98,33
0,002
0,001
0,002
tt
20
Gambar 12 . Presipitat aluminium hidrat (Al(OH)3) hasil pengendapan Komposisi kimia alumina impor (dari Australia) ditunjukkan pada Tabel 5. Nampak kandungan Al2O3 hasil ekstraksi setara dengan kualitas impor. Tabel 5. Komposisi kimia alumina impor Na2O
CaO
Al2O3
Fe2O3
TiO2
SiO2
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
0,42
0,043
98,7
0,010
0,002
0,016
4.3.2. Presipitasi dengan seed Hasil presipitasi Al(OH)3 dari larutan sodium aluminat dengan menggunakan seed Al(OH)3 ditunjukkan pada Tabel 6 . Penambahan seed divariasi 1-5% berat larutan ke dalam 500 ml larutan sodium aluminat. Tabel 6. Presipitasi larutan sodium aluminat dengan penambahan seed Al(OH)3 No. 1 2 3 4 5
Volume larutan, ml 500 500 500 500 500
Pengadukan Ya Ya Ya Tanpa Tanpa
Jumlah Seed 1% 3% 5% 1% 3%
Berat endapan Al(OH)3, g 2,202 4,645 5,508 3,104 5,415 21
6
500
Tanpa
5%
17,635
Semakin banyak seed yang digunakan pada sampel maka semakin banyak endapan Al(OH)3 yang diperoleh. Pengadukan juga berpengaruh pada presipitasi dengan seed, nampak Al(OH)3 yang diperoleh lebih banyak bila dilakukan tanpa pengadukan. Karena dengan adanya pengadukan, permukaan kristal-kristal Al(OH)3 senantiasa terkena abrasi akibat putaran yang akan melarutkannya kembali sehingga endapan Al(OH)3 yang diperoleh lebih sedikit. 4.3.3. Presipitasi dengan gas CO2 Presipitasi larutan sodium aluminat dengan gas CO 2 dilakukan dalam suatu kolom karbonator yang dilengkapi gas distributor dibagian dasarnya. Karbonatasi dilakukan sampai pH larutan mencapai angka 8. Hasil karbonatasi larutan sodium aluminat pada konsentrasi yang divariasi ditunjukkan pada Tabel 7. Karbonatasi yang optimal adalah pada konsentrasi Al 4,8 g per liter dan Na 22,0 g per liter yang hanya memerlukan waktu 16 menit.
Tabel 7. Hasil presipitasi larutan sodium aluminat dengan gas CO 2
No.
Tanda sampel
Konsentrasi larutan g/L Al
g/L Na
pH
pH
awal
akhir
Waktu (menit)
Keterangan
Debit CO2 (4 L/menit)
1.
PRS-1
1,4
5,5
11
8
11
2.
PRS-2
2,4
11
11
8
13
3.
PRS-3
4,8
22
11
8
16
4.
PRS-4
7,2
33
11
8
35
5.
PRS-5
9,6
44
11
8
120
22
Gambar 13. Presipitasi larutan sodium aluminat dengan gas CO2 dalam kolom karbonator
4.4. Pembuatan tawas dan PAC 4.4.1.Pembuatan tawas Aluminium hidrat direaksikan dengan H2SO4 25 % dan KOH 10 % stokiometrik. Pengadukan dengan magnetic stirrer sampai pH 4. Larutan tawas dipanaskan 70OC sampai jenuh, kemudian dikristalisasi dengan menempatkan dalam wadah yang permukaannya luas pada suhu kamar, kristal-kristal tawas akan muncul semakin lama semakin banyak sampai larutannya habis. Kristal-kristal tawas dikarakterisasi kandungan kristalnya dengan XRD. Hasil reaksi aluminium hidrat dengan H2SO4 dan penambahan KOH serta jumlah tawas kalium (KAl(SO4)2.12H2O) yang dihasilkan ditunjukkan pada Tabel 8, dan dengan penambahan NH4OH serta jumlah tawas ammonium (NH4Al(SO4)2.12H2O) yang dihasilkan ditunjukkan pada Tabel 9. Gambar 17 dan Gambar 18 menunjukkan hasil XRD kristal yang terbentuk yang menunjukkan kristal-kristal tawas dengan kemurnian yang tinggi, baik tawas kalium maupun tawas ammonium.
23
Tabel 8. Hasil sulfatasi aluminium hidrat serta perolehan tawas kalium (KAl(SO4)2.12H2O) No.
Al(OH)3 g
Larutan H2SO4, 25% berat ml
Larutan KOH, 10 % berat ml
1.
50
441
323
2.
100
882
646
No.
Al(OH)3 g
Larutan H2SO4, 25% berat ml
Larutan NH4OH, 10 % berat ml
1.
50
441
330
2.
100
882
660
Hasil tawas g 305 595
Hasil tawas g 293 570
Tabel 9. Hasil sulfatasi aluminium hidrat serta perolehan tawas ammonium (NH 4Al(SO4)2.12H2O).
24
Gambar 14. Sulfatasi aluminium hidrat untuk menghasilkan tawas
Gambar 15. Kristalisasi larutan jenuh tawas menjadi kristalkristal tawas (KAl(SO4)2.12H2O).
25
1600
400
Visi ble
*
Counts K-T
10
Ref. Code Sc
0120 30
Compound Name
or e
60 Potassium
070-
Aluminum Sulfate
4921
Hydrate 40
Displa
ceme
0.000 50
Scale Factor 60
76.830 [°]; 1.23971 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 77.787 [°]; 1.22684 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 78.249 [°]; 1.22074 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 79.185 [°]; 1.20864 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate
69.131 [°]; 1.35772 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 69.635 [°]; 1.34911 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate Hydrate SulfateHydrate AluminumSulfate PotassiumAluminum [Å];Potassium 1.33279[Å]; [°];1.32506 70.615[°]; 71.089 Hydrate Sulfate Aluminum Potassium 1.31711 71.583 Hydrate Sulfate Aluminum Potassium [Å];[Å]; 1.31000 [°];[°]; 72.033 73.039 [°]; 1.29440 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate Hydrate Sulfate Aluminum Potassium [Å]; 1.28741 [°]; 73.501 Hydrate 73.973 [°]; 1.28035 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate
65.132 [°]; 1.43107 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 66.121 [°]; 1.41203 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 66.666 [°]; 1.40181 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 67.144 [°]; 1.39299 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 67.645 [°]; 1.38389 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate
59.943 [°]; 1.54193 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 61.099 [°]; 1.51550 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 62.067 [°]; 1.49415 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 62.573 [°]; 1.48329 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 63.073 [°]; 1.47272 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 63.602 [°]; 1.46175 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate
53.333 [°]; 1.71638 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 53.945 [°]; 1.69834 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 54.467 [°]; 1.68327 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 55.009 [°]; 1.66796 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 55.618 [°]; 1.65114 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 56.710 [°]; 1.62192 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 57.270 [°]; 1.60737 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 58.333 [°]; 1.58058 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate
40.014 [°]; 2.25142 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 40.736 [°]; 2.21321 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 42.121 [°]; 2.14356 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 42.790 [°]; 2.11157 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 43.467 [°]; 2.08024 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 44.128 [°]; 2.05063 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 44.793 [°]; 2.02170 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 45.444 [°]; 1.99426 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 46.103 [°]; 1.96725 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 47.350 [°]; 1.91832 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 47.979 [°]; 1.89461 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 48.611 [°]; 1.87147 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 49.207 [°]; 1.85020 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 49.819 [°]; 1.82890 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 50.416 [°]; 1.80863 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 1.78989 50.981 [Å] [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 1.77666 [°]; [°]; 51.388
37.806 [°]; 2.37769 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 38.550 [°]; 2.33352 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate
36.268 [°]; 2.47495 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate
29.467 [°]; 3.02883 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 30.404 [°]; 2.93762 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 31.294 [°]; 2.85606 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 32.181 [°]; 2.77932 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 33.045 [°]; 2.70859 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 33.873 [°]; 2.64426 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 34.694 [°]; 2.58349 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate
26.517 [°]; 3.35871 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 27.546 [°]; 3.23557 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate
24.394 [°]; 3.64592 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate
20.734 [°]; 4.28058 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate 22.033 [°]; 4.03102 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate
17.990 [°]; 4.92679 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate
16.411 [°]; 5.39718 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate
12.730 [°]; 6.94824 [Å]; Potassium Aluminum Sulfate Hydrate
Gambar 16. Kristal-kristal tawas hasil pengeringan
0
Position [°2Theta] 70
Chemical Formula
nt
[°2Th.
]
0.685 K Al ( S O4 )2 ( H2 O )12
Gambar 17. Hasil XRD Potasium Tawas (KAl(SO4)2.12H2O).
26
Amm-T
1600
Vis
ibl e
* Ref. Code
0110
Sc 20 30
or e
72 Ammonium
083Aluminum Sulfate
1933 Hydrate Compound Name 40
ent
0.000 50
Displ Scale
acem
Facto r 60
78.504 [°]; 1.21741 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
Hydrate Sulfate Aluminum Ammonium [Å]; 1.29657 72.898 Hydrate Sulfate Aluminum Ammonium [Å]; 1.28941 [°];[°]; 73.368 74.275 [°]; 1.27590 [Å] 75.264 [°]; 1.26157 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 76.594 [°]; 1.24294 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 77.109 [°]; 1.23592 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
70.988 [°]; 1.32669 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
69.031 [°]; 1.35944 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
64.617 [°]; 1.44123 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 65.588 [°]; 1.42220 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 66.097 [°]; 1.41248 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 67.105 [°]; 1.39370 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
61.557 [°]; 1.50531 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate Sulfate Hydrate Aluminum [Å]; Ammonium 62.123 [°]; 1.4929562.551 Aluminum Sulfate Hydrate [Å]; Ammonium [°]; 1.48376 63.081 [°]; 1.47255 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
59.458 [°]; 1.55333 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
52.897 [°]; 1.72949 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 53.446 [°]; 1.71300 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 54.088 [°]; 1.69419 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 54.611 [°]; 1.67918 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 55.138 [°]; 1.66436 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 56.240 [°]; 1.63433 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 56.786 [°]; 1.61992 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 57.870 [°]; 1.59212 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
42.447 [°]; 2.12785 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 43.094 [°]; 2.09742 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 43.774 [°]; 2.06636 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 44.444 [°]; 2.03678 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 45.700 [°]; 1.98367 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 46.988 [°]; 1.93226 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 48.170 [°]; 1.88758 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 48.791 [°]; 1.86497 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 49.405 [°]; 1.84323 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 49.988 [°]; 1.82311 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 50.596 [°]; 1.80262 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
39.676 [°]; 2.26985 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 40.382 [°]; 2.23178 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
37.446 [°]; 2.39972 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 38.249 [°]; 2.35121 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
35.976 [°]; 2.49435 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
29.225 [°]; 3.05337 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 30.135 [°]; 2.96316 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 31.022 [°]; 2.88043 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 31.894 [°]; 2.80362 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 32.745 [°]; 2.73270 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 33.583 [°]; 2.66643 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 34.401 [°]; 2.60488 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
26.296 [°]; 3.38646 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 27.299 [°]; 3.26428 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
400 24.147 [°]; 3.68271 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
20.561 [°]; 4.31620 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate 21.826 [°]; 4.06873 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
17.765 [°]; 4.98858 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
16.203 [°]; 5.46585 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
14.508 [°]; 6.10048 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
12.578 [°]; 7.03212 [Å]; Ammonium Aluminum Sulfate Hydrate
Counts
0
Position [°2Theta] 70
Chemical Formula
[°2Th. ]
0.387 ( N H4 ) Al ( S O4 )2 ( H2 O )12
Gambar 18. Hasil XRD Ammonium Tawas (NH4Al(SO4)2.12H2O).
4.4.2. Pembuatan PAC
Aluminium hidrat direaksikan dengan HCl pada variasi perbandingan mol OH:Al = 0,5 - 1,5.
Hasil khlorinasi aluminium hidrat dengan HCl pada variasi mol OH : Al ditunjukkan pada
Tabel 10.
27
Tabel 10. Hasil khlorinasi aluminium hidrat dengan HCl pada variasi mol OH : Al dalam pembentukan PAC No.
Al(OH)3 g
Larutan HCl 12% berat mL
mol OH : Al
1.
229
681
1,5
2.
241
782
0,5
Produk PAC (Al(OH)1,2Cl1,8) % Al % Cl 19,35 12,9 8,1
19,3
Khlorinasi terhadap aluminium hidrat dapat menghasilkan senyawa PAC (Al(OH)1,2Cl1,8) cair dengan kadar berturut-turut
12,9 % Al dan 19,35 % Cl; serta 8,1 % Al dan 19,3 % Cl.
Perbandingan mol nya (OH : Al) berturut-turut 1,5 dan 0,5 telah memenuhi syarat sebagai PAC.
Gambar 19. PAC cair hasil khlorinasi aluminium hidrat 4.5. Konsentrat besi sebagai produk samping Besi dalam residu pelarutan dipisahkan dengan magnetic separator intensitas 1000 gauss menghasilkan konsentrat besi berkadar sekitar 58-62 % Fe2O3. Tabel 11. menunjukkan komposisi kimia senyawa-senyawa utama konsentrat besi. Kandungan dan perolehan Fe2O3 konsentrat besi hasil pensinteran dengan variasi waktu ditunjukkan pada Gambar 19. Dalam interval waktu 1-4 jam kadar dan perolehan besi cenderung menurun dengan bertambahnya 28
waktu pensinteran. Perolehan tertinggi didapat pada waktu pensinteran ½ jam yaitu sekitar 40 %. Konsentrat besi ini masih memerlukan peningkatan kadar lebih lanjut.
Tabel 11. Komposisi kimia (major compound) konsentrat besi No.
Fe2O3 (%)
Al2O3 (%)
SiO2 (%)
TiO2 (%)
1.
61,91
17,79
3,53
9,70
2.
59,16
18,81
4,22
8,91
3.
58,23
21,04
4,14
9,33
Gambar 20. Konsentrat besi hasil pemisahan pada residu pelarutan sinter dengan magnetic separator 1000 gauss.
29
KESIMPULAN Sebanyak 75-85 % alumina dapat diperoleh kembali dari red mud melalui proses sinter soda-kapur pada suhu 800OC, dan pelarutan dengan sodium karbonat encer pada suhu kamar. Ekstraksi alumina tertinggi dari red mud diperoleh sebesar 85,20 % pada kondisi sebagai berikut : suhu pensinteran 800OC, waktu ½ jam, pelarutan pada suhu kamar, persen padatan dalam pelarutan 11,8 %, dan pengadukan selama 2 jam. Kadar alumina yang dihasilkan mencapai 98,67 % Al2O3, telah dapat menyamai alumina impor. Suhu dan waktu pensinteran sangat berpengaruh pada perolehan alumina dari red mud. Pensinteran pada suhu yang lebih tinggi dari 800 OC cenderung menurunkan ekstraksi alumina. Demikian pula waktu pensinteran yang lebih lama juga cenderung menurunkan ekstraksi alumina. Sulfatasi terhadap endapan alumina (aluminium hidrat) dengan penambahan KOH ataupun NH4OH secara stoikiometri dapat menghasilkan tawas kalium (KAl(SO4)2.12H2O) dan tawas ammonium (NH4Al(SO4)2.12H2O). Hasil XRD telah menunjukkan kristal yang terbentuk adalah kristal tawas kalium dan tawas ammonium dengan kemurnian yang tinggi (kandungan Al2O3 17 % terpenuhi). Khlorinasi terhadap aluminium hidrat dapat menghasilkan senyawa PAC (Al(OH)1,2Cl1,8) cair dengan kadar berturut-turut
12,9 % Al dan 19,35 % Cl; serta 8,1 % Al dan 19,3 % Cl.
Perbandingan mol nya (OH : Al) berturut-turut 1,5 dan 0,5 telah memenuhi syarat sebagai PAC. Melalui proses sinter soda-kapur ini dapat diperoleh pula konsentrat besi berkadar 58-62 % Fe2O3 dengan perolehan 40 % sebagai produk samping.
30
DAFTAR PUSTAKA 1. Alp A. and Aydin A.O., 2002, The Investigation of Efficient Conditions for Alumina Production from Diasporic Bauxites, Canadian Metallurgical Quarterly, Vol 41, No.1, pp 4146. 2. Geankoplis, C.J. 1983. Transport Processes And Operation Second Edition. Allyn and Bacon, Inc. 3. Habashi, 1997, Handbook of Extractive Metallurgy, vol.II, Wiley-VCH. 4. Mullar, Andrew, 2001, Element of mineral processing engineering, University of British Columbia Press. 5. Padilla R. and Sohn H.Y., 1985, Sintering Kinetics and Alumina Yield in Lime-Soda Sinter Process for Alumina from Coal Wastes, Metallurgical Transactions B, Vol 16B, June 1985 – 385. 6. Pontikes, et.al., 2006, Environmental aspects on the use of Bayer’s Process bauxite residue in the production of ceramics, CIMTEC 2006, Sicily 7. Sharif, 2005, Towards Zero Wastes,
[email protected], CSIRO Mineral. 8. Sutanto A., 2008, Hasil pengamatan mikroskopis sayatan tipis residu bauksit, laporan internal penelitian bauksit Kalbar. 9. Vogel. 1979. Textbook of Macro And Semimicro Qualitative Inorganic Analysis Fifth Edition. Longman Group UK Limited, London. 10. http://google_image.com/precipitation_chemistry
31
LAMPIRAN A. A.1. Komposisi kimia konsentrat besi (magnetik) pada preparasi bauksit untuk tawas.
No.
Tanda
Fe2O3 (%)
Al2O3 (%)
SiO2 (%)
TiO2 (%)
1.
M – 1Tw
61,91
17,79
3,53
9,70
2.
M – 2Tw
59,16
18,81
4,22
8,91
3.
M – 3Tw
56,23
21,04
4,14
4,33
4.
M – 4Tw
53,05
23,42
4,09
2,87
5.
M – 5Tw
50,03
25,37
3,42
3,54
A.2. Komposisi kimia non magnetik pada preparasi bauksit untuk tawas.
Tanda
Fe2O3 (%)
Al2O3 (%)
SiO2 (%)
1.
NM – 1Tw
32,11
35,73
7,17
2.
NM – 2Tw
30,97
36,51
7,19
5,28
3.
NM – 3Tw
30,06
37,05
5,41
2,77
4.
NM – 4Tw
28,55
37,81
4,95
1,98
5.
NM – 5Tw
25,82
39,07
4,43
2,06
No.
TiO2 (%) 5,09
32
LAMPIRAN B. B.1. Kandungan filtrat hasil pelarutan red mud untuk tawas No.
Tanda Sampel
Na g/l
Al g/l
Fe mg/l
Si mg/l
Keterangan
1.
FJ-1Tw
8,56
3,36
0,96
4,7
2.
FJ-2Tw
8,44
3,94
0,56
4,9
Sampel dalam bentuk larutan
3.
FJ-3Tw
8,89
3,94
0,66
7,0
4.
FJ-4Tw
9,36
4,10
0,83
nil
5.
FJ-5Tw
9,08
3,90
0,56
5,4
FJ = Filtrat pada jam ke-
B.2. Komposisi kimia bauksit tercuci dan red mud untuk PAC Tanda Sampel No.
Komponen
PacBT-01 (%)
PacRM-01
PacRM-02
(%)
PacBT-02 (%)
(%)
1.
SiO2
1,32
3,38
1,48
3,37
2.
Al2O3
51,48
26,86
51,76
26,82
3.
Fe2O3
16,22
37,74
16,21
37,72
4.
MnO
0,09
0,19
0,09
0,14
5.
MgO
ttd
0,17
ttd
0,18
6.
CaO
0,04
0,08
0,08
0,04
7.
Na2O
ttd
3,07
ttd
3,07
8.
K2O
ttd
ttd
ttd
ttd
1,45
3,39
1,38
3,46
9.
TiO2
10.
P2O5
0,08
0,05
0,06
0,11
11.
H2O
29,11
25,32
29,09
25,37
33
LAMPIRAN C. C.1. Komposisi kimia konsentrat besi (magnetik) pada preparasi bauksit untuk PAC. No.
Tanda
Fe2O3 (%)
Al2O3 (%)
SiO2 (%)
TiO2 (%)
1.
PacM1
61,87
17,81
3,61
9,82
2.
PacM2
59,21
18,77
4,21
8,97
3.
PacM3
56,19
21,15
4,18
4,38
4.
PacM4
53,11
23,47
4,14
2,91
5.
PacM5
50,14
25,39
3,38
3,62
C.2 . Komposisi kimia non magnetic pada preparasi bauksit untuk PAC. No.
Tanda
Fe2O3 (%)
Al2O3 (%)
SiO2 (%)
TiO2 (%)
1.
PacNM1
32,24
5,81
7,21
2.
PacNM2
30,82
36,35
7,25
5,25
3.
PacNM3
30,16
37,14
5,49
2,71
4.
PacNM4
28,48
37,77
4,88
1,84
5.
PacNM5
25,91
39,13
4,39
2,08
5,07
34
No.
Tanda Sampel
Na g/l
Al g/l
Fe mg/l
Si mg/l
Keterangan
1.
PacFJ1
8,63
3,82
0,97
4,1
2.
PacFJ2
8,55
3,97
0,62
4,7
Sampel dalam bentuk larutan FJ = Filtrat pada Jam
3.
PacFJ3
8,76
3,95
0,73
7,1
ke-
4.
PacFJ4
9,25
4,15
0,61
nil
5.
PacFJ5
9,17
3,95
0,45
6,2
LAMPIRAN D. D.2. Komposisi kimia presipitat alumunium hidrat untuk PAC No.
Tanda Sampel
Na2O (%)
Al2O3 (%)
Fe2O3 (%)
TiO2 (%)
SiO2 (%)
P2 O 5 (%)
1.
PacPRS1
1,06
98,87
0,003
0,001
0,002
tt
2.
PacPRS2
0,57
99,29
0,005
0,004
0,003
tt
3.
PacPRS3
0,81
99,28
0,001
0,002
0,001
tt
4.
PacPRS4
0,65
99,31
0,003
0,004
0,001
tt
5.
PacPRS5
0,87
99,18
0,001
0,002
0,003
tt
6.
PacPRS6
1,09
98,94
0,001
0,004
0,002
7.
PacPRS7
1,12
98,78
0,004
0,002
0,001
tt
8.
PacPRS8
1,04
98,95
0,001
0,003
0,004
tt
9.
PacPRS9
0,62
99,43
0,005
0,001
0,001
tt
10
PacPRS10
0,71
99,63
0,002
0,001
0,002
tt
tt
LAMPIRAN E. E.1. . Kandungan filtrat hasil pengujian lamanya pelarutan red mud
35
Na (g/L) Fj-2 8.56 Fj-3 8.44 Fj-4 8.89 Fj-5 9.36 Fj-6 9.08 Fj-24 9.31 Keterangan: Fj Kode
Na Al Al Fe Fe Si Si Ti Ti (%) (g/L) (%) (mg/L) (%) (mg/L) (%) (mg/L) (%) 17.12 3.36 6.72 0.96 1.92x10-3 4.7 9.4x10-4 0.35 7x10-4 16.88 3.94 7.88 0.56 1.12x10-3 4.9 9.8x10-4 0.22 4.4x10-4 17.78 3.94 7.88 0.66 1.32x10-3 7.0 14x10-3 0.06 1.2x10-4 18.72 4.10 8.2 0.83 1.66x10-3 ttd 0 0.17 3.4x10-4 18.16 3.90 7.8 0.56 1.12x10-3 5.4 1.08x10-3 0.17 3.4x10-4 18.62 3.82 7.64 0.51 1.02x10-3 ttd 0 0.19 3.8x10-4 : Filtrat pada jam ke ttd
:
tak
terdeteksi
36
E.2. . % ekstraksi Al hasil pengujian lamanya waktu pelarutan red mud
LAMPIRAN F. F.1. Hasil presipitasi filtrat dengan HCl pada pH 11, 10, 9, 8, dan 7 Sampel
Volume Filtrat (ml)
Jumlah HCl (tetes)
pH
Berat Alumina (gr)
1
200
80
11
0.4653
2
200
140
10
2.9628
3
200
160
9
4.286
4
200
165
8
5.7924
5
200
170
7
4.7879
F.2. Komposisi kimia Al(OH)3 hasil pengujian presipitasi
Jenis Sampel Al(OH)3
SiO2
Al2O3
Fe2O3
K2O
Na2O
CaO
MgO
MnO
2.44%
52.6%
0.44%
0.15%
8.42%
0.42%
0.17%
0.077%
H2O 36.4%
37
KATA PENGANTAR
Indonesia memiliki endapan bauksit yang cukup potensial di Kalimantan Barat. Dalam rangka mendukung terwujudnya industri alumina yang telah dicanangkan pemerintah, perlu sejak dini mengantisipasi limbah ’red mud’ yang akan dikeluarkan oleh industri tersebut. Langkah antisipasi yang dilakukan adalah melakukan penelitian pengolahan dan pemanfaatannya untuk mendapatkan metoda pendayagunaan red mud agar dapat bermanfaat, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Laporan ini memuat hasil penelitian pemrosesan red mud dalam rangka pemanfaatannya untuk menghasilkan tawas dan PAC. Sebagaimana diketahui tawas dan PAC merupakan bahan yang amat diperlukan untuk penjernihan air yang berfungsi sebagai koagulan, disamping itu juga keperluan industri lainnya. Kebutuhan tawas dan PAC saat ini sebagian besar masih dipenuhi melalui impor. Diharapkan hasil penelitian ini dapat diaplikasikan secara terintegrasi dengan
industri
alumina yang akan diwujudkan, sebagai bagian dari pemanfaatan limbahnya. Terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada semua pihak yang telah turut berpartisipasi sehingga dapat terlaksananya penelitian serta penyusunan laporannya. Akhirul kata semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.
Bandung, Nopember 2009 Penyusun
i
SARI Endapan bauksit (bijih alumunium) di Kalimantan Barat potensinya cukup besar. Rencana eksploitasi dan pemrosesan bauksit menjadi alumina (Al2O3) yang telah dicanangkan pemerintah berpotensi menghadapi kendala limbahnya yang disebut ’red mud’. Potensi limbah tersebut harus diantisipasi sejak dini melalui upaya penelitian pemanfaatannya. Limbah ’red mud’dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan karena kondisinya bersifat basa, dan dalam bentuk lumpur berbutiran halus, serta jumlahnya cukup besar. Sekitar 45-50 % dari bauksit yang diproses akan menjadi red mud. Berbagai upaya pemanfaatan red mud untuk dapat digunakan kembali (re-used) telah dilakukan orang di berbagai negara yang memiliki industri alumina, namun nampaknya masih belum optimal. Di Australia - sebagai salah satu negara produsen alumina yang besar yang menghasilkan tidak kurang dari 30 juta ton red mud per tahun ( 40 % dari produksi dunia) - red mud tetap terakumulasi terus menerus setiap tahunnya. Upaya pemanfaatan melalui berbagai penelitian hingga saat ini masih terus berlangsung. Dalam rangka menunjang pengembangan bijih bauksit menuju terwujudnya industri alumina, telah dilakukan serangkaian penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan red mud dari bauksit Tayan, Kalimantan Barat. Berdasarkan evaluasi dari hasil penelitian sebelumnya, dan dengan mempertimbangkan beberapa aspek terutama besarnya jumlah kebutuhan Tawas (alumunium sulfat) dan PAC (poly aluminum chloride) untuk penjernihan air maupun industri lainnya, maka pengembangan pada skala bench ditujukan untuk pembuatan Tawas dan PAC. Telah dilakukan dua langkah penelitian yaitu mengekstraksi secara maksimal alumina yang masih terkandung didalam red mud sehingga diperoleh endapan alumunium hidrat (Al(OH)3); dan mereaksikan alumunium hidrat dengan asam sulfat (sulfatasi) serta penambahan KOH atau NH4OH untuk menghasilkan tawas kalium (KAl(SO4)2.12H2O) ataupun tawas ammonium (NH4Al(SO4)2.12H2O), serta khlorinasi alumunium hidrat untuk menghasilkan PAC. Hasilnya menunjukkan sebanyak 75-85 % alumina dapat diperoleh kembali dari red mud melalui proses sinter soda-kapur pada suhu 800OC, dan pelarutan dengan sodium karbonat encer pada suhu kamar. Suhu dan waktu pensinteran sangat berpengaruh pada perolehan alumina dari red mud. Pensinteran pada suhu yang lebih tinggi dari 800OC cenderung menurunkan ekstraksi alumina. Demikian pula waktu pensinteran yang lebih lama juga cenderung menurunkan ekstraksi alumina. Sulfatasi terhadap endapan alumina (aluminium hidrat) dengan penambahan KOH ataupun NH4OH secara stoikiometri dapat menghasilkan tawas kalium (KAl(SO4)2.12H2O) dan tawas ammonium (NH4Al(SO4)2.12H2O). Hasil XRD telah menunjukkan kristal yang terbentuk adalah kristal tawas kalium dan tawas ammonium. Khlorinasi terhadap aluminium hidrat dapat menghasilkan senyawa PAC (Al(OH)1,2Cl1,8) cair dengan kadar berturut-turut 12,9 % Al dan 19,35 % Cl; serta 8,1 % Al dan 19,3 % Cl. Perbandingan mol nya (OH : Al) berturut-turut 1,5 dan 0,5 telah memenuhi syarat sebagai PAC. Melalui proses sinter soda-kapur ini dapat diperoleh pula konsentrat besi sebagai produk samping berkadar 58-62 % Fe2O3 dengan perolehan 40 %. ii
DAFTAR ISI halaman KATA PENGANTAR ………………………………………………................................
i
SARI …………………………………………………………........................................
ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL .....................................................................................................
v
I.
PENDAHULUAN ……………………………………………...................................
1
1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
1
Latar Belakang ………………………………………………......................... Ruang Lingkup Kegiatan …….…………………………............................... Maksud dan Tujuan …………………………………………........................ Sasaran …………………………………………………………..................... Lokasi Kegiatan ………………………………………..................................
1 2 2 2
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................
2
2.1. Red mud - limbah industri bauksit dan potensi nilai ekonominya................... 2.2. Teknologi proses ..................................................................................... 4 III. METODOLOGI ..............................................................................................
2
8
IV. HASIL DAN DISKUSI ........................................................................................
10
4.1. Tekstur Red Mud ......................................................................................
10
4.2. Pensinteran dan pelarutan sinter red mud..................................................
11
4.3. Presipitat aluminium hidrat........................................................................
14
4.4. Pembuatan tawas dan PAC.......................................................................
18
4.5. Konsentrat besi sebagai produk samping ................................................. KESIMPULAN .......................................................................................................
24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
24
LAMPIRAN ...........................................................................................................
26
23
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Konsep strategi penanganan red mud................................................... Gambar 2 . Proses Presipitasi……………………………………………………………. Gambar 3. Diagram kelarutan Al(OH)3 berdasarkan pH………………………………. Gambar 4. Bagan alir digesting bijih bauksit serta pemrosesan red mud untuk memperoleh tawas dan PAC...................................................... Gambar 5. Fotomikrograf red mud.......................................................................... Gambar 6. Alumina terekstraksi dari pelarutan sinter hasil pensinteran dengan variasi waktu........................................................................... Gambar 7. Sinter hasil proses pensinteran soda-kapur……………………………….... Gambar 8. Pelarutan sinter menghasilkan larutan sodium aluminat………….............. Gambar 9. Filtrasi hasil pelarutan sinter menghasilkan larutan sodium aluminat.................................................................................. Gambar 10. Residu pelarutan mengandung besi relatif tinggi sebagai bahan baku konsentrat besi................................................................ Gambar 11. Alumina terekstraksi pada pelarutan hasil pensinteran 800OC dengan variasi waktu ....................................................................... Gambar 12. Presipitat aluminium hidrat (Al(OH)3 hasil pengendapan........................ Gambar 13. Presipitasi larutan sodium aluminat dengan gas CO2 dalam kolom karbonator ............................................................................ Gambar 14. Sulfatasi aluminium hidrat untuk menghasilkan tawas.......................... Gambar 15. Kristalisasi larutan jenuh tawas menjadi kristalkristal tawas (KAl(SO4)2.12H2O)……………………………………......... Gambar 16. Kristal-kristal tawas hasil pengeringan.................................................. Gambar 17. Hasil XRD Potasium Tawas (KAl(SO4)2.12H2O)..................................... Gambar 18. Hasil XRD Ammonium Tawas (NH4Al(SO4)2.12H2O).............................. Gambar 19. PAC cair hasil khlorinasi aluminium hidrat ........................................... Gambar 20. Konsentrat besi hasil pemisahan pada residu pelarutan sinter dengan magnetic separator 1000 gauss..............................................
3 6 7 9 10 11 11 12 12 13 13 16 18 19 20 20 21 22 23 24
iv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Komposisi kimia bauksit dan residu bauksit.......................................... 10 Tabel 2. Konsentrasi unsur-unsur utama terlarut dalam larutan sodium aluminat...................................................................................
14
Tabel 3. Hasil presipitasi larutan sodium aluminat dengan HCl.......................... 14 Tabel 4. Komposisi kimia aluminium hidrat (Al(OH)3) hasil presipitasi larutan sodium aluminat dengan asam khlorida .............................................. 15 Tabel 5. Komposisi kimia alumina impor ........................................................... 16 Tabel 6. Presipitasi larutan sodium aluminat dengan penambahan seed Al(OH)3 ......................................................................................... 16 Tabel 7. Hasil presipitasi larutan sodium aluminat dengan gas CO2 .................
17
Tabel 8. Hasil sulfatasi aluminium hidrat serta perolehan tawas kalium (KAl(SO4)2.12H2O) .............................................................................. 18 Tabel 9. Hasil sulfatasi aluminium hidrat serta perolehan tawas ammonium (NH4Al(SO4)2.12H2O)........................................................................... 19 Tabel 10. Hasil khlorinasi aluminium hidrat dengan HCl pada variasi mol OH : Al dalam pembentukan PAC .............................................. 22 Tabel 11. Komposisi kimia (major compound) konsentrat besi..............................
23
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman LAMPIRAN A. A.1. Komposisi kimia konsentrat besi (magnetik) pada preparasi bauksit untuk tawas 26 A.2. Komposisi kimia non magnetik pada preparasi bauksit untuk tawas………………
26
LAMPIRAN B. B.1. Kandungan filtrat hasil pelarutan red mud untuk tawas……………………………. B.2. Komposisi kimia bauksit tercuci dan red mud untuk PAC………………………….
27 27
LAMPIRAN C. C.1. Komposisi kimia konsentrat besi (magnetik) pada preparasi bauksit untuk PAC… 28 C.2. Komposisi kimia non magnetic pada preparasi bauksit untuk PAC………………… 28 LAMPIRAN D. D.1. Kandungan filtrat hasil pelarutan red mud untuk PAC……………………………… D.2. Komposisi kimia presipitat alumunium hidrat untuk PAC……………………………
29 29
LAMPIRAN E. E.1. Kandungan filtrat hasil pengujian lamanya pelarutan red mud …………………….. 30 E.2. % ekstraksi Al hasil pengujian lamanya waktu pelarutan red mud………………….. 30 LAMPIRAN F. F.1. Hasil presipitasi filtrat dengan HCl pada pH 11, 10, 9, 8, dan 7…………………… F.2. Komposisi kimia Al(OH)3 hasil pengujian presipitasi………………………………….
31 31
vi