Topik Utama TEKNOLOGI PEMROSESAN BAUKSIT Muchtar Aziz dan Husaini Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara "tekMIRA"
[email protected]
SARI Bijih bauksit merupakan sumber mineral untuk menghasilkan logam aluminium. Diperlukan pengolahan dan pemrosesan yang cukup panjang untuk menghasilkan logam alumunium: peningkatan kadar-pengecilan ukuran-pemrosesan (digesting)-presipitasi alumina hidrat-pencucian alumina hidrat-pengeringan dan kalsinasi alumina hidrat menghasilkan alumina kalsin-peleburan alumina kalsin dalam sel elektrolisis garam lebur untuk menghasilkan logam alumunium-pencetakan menjadi alumunium ingot (berupa balok-balok). Masih ada mata rantai terputus dalam industri bauksit-alumunium di Indonesia, yaitu belum adanya industri alumina, sehingga nilai perdagangan bauksit, alumina dan alumunium bagi Indonesia masih minus. Kondisi tersebut harus diperbaiki sehingga perdagangannya memberikan nilai surplus bagi negara. Melalui kajian teknologi pemrosesan bauksit ini diharapkan calon investor dapat memperoleh gambaran tahapan teknologi pemrosesan bauksit sampai menjadi aluminium ingot, besar kebutuhan energi. Di samping itu pada tulisan ini disajikan juga data besaran peningkatan nilai tambahnya. Kata kunci : bauksit, teknologi pengolahan dan pemrosesan, mata rantai terputus, peningkatan nilai tambah.
1. LATAR BELAKANG Kajian teknologi pemrosesan bauksit ini disusun sebagai upaya untuk memberikan gambaran pengolahan dan pemrosesan bijih bauksit sampai diperoleh logam aluminium, juga kebutuhan energi pemrosesannya, dalam rangka mendukung peningkatan nilai tambah, sebagai amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Melalui Pengolahan dan Pemurnian.
4
Indonesia memiliki sumber daya bauksit yang potensial terutama di Kalimantan Barat dan P. Bintan, jumlahnya sekitar 1,3 Milyar ton [Anonim, 2011]. Bauksit merupakan senyawa alumina hidrat yang mengandung beberapa pengotor di antaranya silika, besi, dan titan. Ada tiga jenis bauksit yang umum dikenal yaitu gibbsite, bohmite, dan diaspore. Endapan bauksit Tayan di Kalimantan Barat termasuk jenis gibbsite dengan rumus kimia Al2O3.3H2O [Aziz M., 2011]. Bauksit dari tambang umumnya masih mengandung pengotor yang menyebabkan kandungan aluminanya relatif rendah, sehingga perlu ditingkatkan kadarnya sebelum diproses
M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
Topik Utama untuk menghasilkan alumina (Al(OH)3) melalui proses Bayer. Peningkatan kadar bauksit bertujuan untuk menghasilkan alumina yang memenuhi persyaratan kualitas serta pemrosesannya ekonomis. Ada beberapa cara untuk meningkatkan kadar alumina dalam bauksit antara lain cara pengayakan (screening), pencucian (washing), dan kombinasinya (scrubbing). Cara pengayakan dan cara pencucian secara sendirisendiri sudah tidak efektif lagi untuk bauksit berkadar rendah yang umumnya banyak ditemukan di lapangan, khususnya di Kalimantan Barat. Yang dikembangkan saat ini adalah cara kombinasi pengayakan dan pencucian, bahkan dikombinasikan lagi dengan pengadukan kasar (scrubbing). Cara scrubbing dilakukan dengan menggunakan alat berbentuk silinder yang dilengkapi dengan ayakan (screen) dan alat bawa (screw) yang disebut rotary drum scrubber (RDS) telah diuji coba pada skala pilot kapasitas 1600 kg/jam oleh Puslitbang tekMIRA dengan hasil yang sangat baik. Bauksit yang telah ditingkatkan kadar aluminanya (upgraded bauxite) kemudian digiling, dan selanjutnya diproses dengan proses Bayer untuk menghasilkan alumina hidroksida. Ada dua jenis alumina yang dihasilkan melalui proses Bayer, yaitu jenis alumina untuk peleburan (smelter grade alumina, SGA), sebagai bahan baku untuk membuat logam alumunium; dan jenis untuk bahan kimia (chemical grade alumina, CGA) sebagai bahan baku untuk pembuatan berbagai bahan kimia dan bahan lainnya berbasis aluminium. Proses Bayer sampai saat ini masih menjadi andalan di dunia untuk pemrosesan bauksit menjadi alumina, karena teknologinya paling menguntungkan. Proses Bayer menghasilkan alumina hidroksida (Al(OH) 3). Untuk membuat SGA, alumina hidroksida dikeringkan melalui Fluidized-bed Dryer pada suhu 200OC untuk menghilangkan semua air hidrasi, selanjutnya dikalsinasi melalui Fluidized-bed Furnace suhu 1200OC, pada suhu ini semua air kristal alumina hidroksida sudah terurai menjadi alumina kalsin (calcine alumina, Al2O3) dalam fasa padat dan air (H2O) yang
keluar dalam fasa gas. Alumina kalsin yang dihasilkan selanjutnya didinginkan dalam Fluidized-bed Cooler. Karakteristik SGA dikontrol terutama oleh waktu dan suhu kalsinasi. Kontrol yang penting adalah hubungan diantara laju pengumpanan alumina hidroksida dan aliran bahan bakar. Bahan bakar harus bebas pengotor yang dapat mengkontaminasi alumina. Jika menggunakan bahan bakar minyak (fuel oil), kandungan sulfur dan vanadium harus diperhatikan dan diusahakan sekecil mungkin karena akan berpengaruh pada kemurnian alumina. Di samping itu jumlah udara pembakaran harus cukup agar terjadi pembakaran sempurna, sehingga tidak terjadi residu karbon padat yang akan mengotori produk. Juga dijaga agar udara tidak berlebih yang akan mengurangi efisiensi panas. Alumina (SGA) yang dihasilkan pabrik alumina merupakan bahan baku untuk membuat logam alumunium di pabrik peleburan aluminium (Hall-Heroult Process). Di pabrik peleburan aluminium, alumina direduksi secara elektrolitik di dalam sel reduksi HallHeroult yang disebut Sel atau Pot. Biasanya suatu pabrik peleburan alumunium memiliki beberapa ratus Pot. Sebagai elektrolit Sel digunakan larutan kreolit (cryolite, Na3AlF6) dan AlF3. Sebagai reaktan adalah alumina (Al2O3) dan anoda karbon (C) yang akan mereduksi alumina pada suhu sekitar 960OC. Pembangkitan energi panas dalam Sel untuk mencapai suhu reduksi memerlukan arus listrik (I) antara 2004 V [Anonim, 2010]. 400 kA, tegangan (E) Pemasukan alumina ke dalam Sel berlangsung secara otomatis, setiap periode waktu tertentu (sekitar 32 jam) dilakukan taping alumunium cair melalui alat penyedot (siphon) dari Pot. Alumunium cair dikumpulkan dalam dapur penampung (Collecting Furnace) untuk disesuaikan kemurniannya sesuai dengan permintaan pasar, kemudian dialirkan ke mesin pencetak (Casting Machine) untuk dicetak menjadi batangan (aluminum ingot). Setiap periode waktu tertentu ada penggantian anoda karbon Sel yang sudah habis dengan anoda karbon yang baru. Untuk memproduksi 1 ton
Teknologi Pemrosesan Batubara ; Muchtar Aziz dan Husaini
5
Topik Utama alumunium dibutuhkan 0,5 ton anoda karbon dan 2 ton alumina. Kebutuhan anoda karbon yang cukup besar di pabrik peleburan alumunium, maka biasanya di sampingnya didirikan pabrik pembuatan anoda karbon. 2. METODOLOGI Data dan informasi yang dimuat dalam kajian teknologi pemrosesan bauksit untuk peningkatan nilai tambah ini bersumber dari : kepustakaan terkait bauksit baik berupa buku maupun artikel dari internet; hasil penelitian penulis terkait dengan pemrosesan bauksit baik skala laboratorium maupun pilot plant yang merupakan bagian kegiatan di Kelompok Litbang Teknologi Pengolahan Mineral, Puslitbang tekMIRA, di mana penulis bekerja; Pertemuanpertemuan terkait peningkatan nilai tambah mineral sehubungan dengan penerapan Undang-Undang nomor 4 tentang Mineral dan Batubara, serta Peraturan Menteri ESDM nomor 07 tahun 2012 terkait dengan keharusan mengolah mineral dan batubara di dalam negeri, yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Minerba KESDM [Anonim, 2010-2012]; hasil kajian sumber daya bauksit, produksi-konsumsiekspor-impor terkait bauksit, alumina dan alumunium; hasil peninjauan ke P. Bangka dan Tayan, Kalimantan Barat terkait dengan lokasi sumber daya bauksit; hasil peninjauan ke Industri Peleburan Alumunium PT. Inalum, di Kuala Tanjung, Sumatera Utara; serta hasil diskusi dengan para peneliti di Puslitbang tekMIRA dalam rangka penyiapan tulisan termasuk menentukan kerangka tulisan. 3. KONSUMSI ENERGI Konsumsi energi didahulukan untuk dikemukakan di sini karena kebutuhan energi pada industri aluminium cukup besar terutama pada proses peleburan aluminanya. Harga energi yang semakin mahal pada saat ini akan sangat berpengaruh pada pengambilan keputusan pembangunan industri aluminium. Gambaran kebutuhan energi per satuan berat aluminium (kilogram) yang diproduksi
6
ditunjukkan pada Tabel 1. Total energi yang dibutuhkan adalah 283,9 MJ/kg Al [Burkin A.R., 1987] atau 78,9 kWh/kg Al; terdiri dari kebutuhan energi pada operasi penambangan 7,1 MJ/kg Al, operasi proses pembuatan alumina (proses Bayer) 58,8 MJ/kg Al, operasi proses peleburan alumina menjadi aluminium (Hall-Heroult Process) sebesar 218,0 MJ/kg Al. Sebanyak 76,7 % kebutuhan energi dalam industri alumunium dikonsumsi untuk proses peleburan alumina menjadi aluminium; 20,7 % untuk proses pembuatan alumina; dan sisanya 2,6 % untuk operasi penambangan. Saat ini proses pada Sel Hall-Heroult yang paling efisien memerlukan energi sedikit di bawah 80 % dari nilai tersebut. Tabel 1. Energi untuk memproduksi aluminium Operation Mining Bayer process Lime and caustic Process energy Calcination Smelting process (Hall-Heroult) Electric power Carbon electrodes Fluorides Total
MJ/kg Al 7,1 58,8 7,4 40,6 10,8 218,0 182,0 27,2 8,8 283,9
Hubungan besarnya kebutuhan pembangkit energi (listrik) terhadap kapasitas produksi alumunium, dapat ditunjukkan sebagai contoh yaitu pabrik peleburan aluminium PT. Inalum di Kuala Tanjung, Sumatera Utara yang beroperasi dengan pembangkit listrik tenaga air (PLTA, Air terjun Sigura-gura), berkapasitas 426 MW. Produksi logam alumunium ingot per tahun 250.000 ton. Ada 510 buah sel elektrolisis garam lebur (510 Pot) tempat berlangsungnya proses peleburan. Pot tersebut bertipe Prebaked Anode Furnace (PAF) dengan disain 175 KA, dan sudah ditingkatkan menjadi 194 KA, beroperasi pada suhu 960 O C. Setiap pot rata-rata dapat menghasilkan alumunium sekitar 1,3 ton aluminium cair per hari.
M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
Topik Utama 4. KARAKTERISTIK BIJIH BAUKSIT Komposisi kimia bauksit secara umum adalah Al2O3 = 45-60% dan H2O = 12-30%. Mineral pengotor yang biasa ditemui antara lain: magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), gutit (FeO(OH)), siderit (FeCO3), kaolinit (H4Al2Si2O9), ilmenit (FeTiO3), anatas (TiO2), rutil (TiO2), dan brookit (TiO2) seperti terlihat pada Tabel 2.
Adanya mineral ikutan seperti besi, silika, titan, kalsium dan sejumlah kecil phosphorous, sulfur, seng, magnesium dan berbagai jenis mineral karbonat dan silika, selain menurunkan mutu bijih bauksit, juga meningkatkan biaya produksi dan menimbulkan pencemaran lingkungan. Karena itu, maka mineral-mineral pengotor yang ada dalam bauksit harus dipisahkan, di antaranya melalui proses peningkatan kadar.
Tabel 2. Mineral yang umum ditemui dalam bijih bauksit
5. PENINGKATAN KADAR BAUKSIT
Gibbsite (hydrargillite)
α-Al2O3.3H2O
Boehmite
α-Al2O3.H2O
Diaspore
β-Al2O3.H2O
Hematite
α-Fe2O3
Goethite
α-FeOOH
Magnetite
Fe3O4
Siderite
FeCO3
Ilmenite
FeTiO3
Anatase
TiO2
Rutile
TiO2
Brookite
TiO2
Halloysite
Al2O3. 2SiO2.3H2O
Kaolinite
Al2O3. 2SiO2.2H2O
Quartz
SiO2
Sifat fisik dari ke tiga jenis bauksit yang berbeda antara lain: kekerasan, sistem kristal, berat jenis, suhu dehidrasi, dan refraktif indeknya. Sebagai contoh: bauksit jenis gibbsite, boehmite, dan diaspore memiliki kekerasan masing-masing 2,5-3,5; 3,5-4; dan 6,5-7 pada skala Mohs, berat jenisnya masing-masing 2,42; 3,01; dan 3,44; sedangkan suhu dehidrasinya masing-masing 150 oC, 350 o C dan 450 o C. Warna bauksit bervariasi mulai dari merah tua, coklat, pink, dan putih, tergantung jumlah pengotor besi yang ada. Bila berwarna putih menunjukkan kandungan aluminium hidroksida tinggi, dan coklat tua berarti kandungan besi tinggi.
Pemrosesan bauksit menjadi logam alumunium umumnya diawali dengan peningkatan kadar, karena bijih bauksit di alam masih bercampur dengan sejumlah pengotor yang bervariasi. Tujuan peningkatan kadar adalah untuk mencapai nilai ekonomis pada pemrosesan bauksit menjadi alumina, karena dengan kadar bauksit yang tinggi pemrosesan lebih efisien dan efektif, serta menghasilkan alumina yang memenuhi spesifikasi untuk pemrosesan selanjutnya. Di samping cara yang telah disebutkan, peningkatan kadar bauksit dapat juga dilakukan pula dengan pemisahan berdasarkan perbedaan gaya berat (gravity separation), pengapungan atau flotasi (flotation) [Hong Zhong dkk., 2008, Liuyin Xia, dkk.,2009, Massola, dkk.,2008, Zhenghe Xu, dkk., 2004], dan pemisahan berdasarkan sifat magnetik (magnetic separation) [Jamieson, dkk., 2006]. PT. Aneka Tambang menggunakan alat trommel screen dan vibrating screen pada skala komersial yang telah dioperasikan di lokasi tambang bauksit Bintan (Kepulauan Riau). Alat trommel screen ini juga diterapkan di Provinsi Kalimantan Barat oleh PT. Aneka Tambang, PT. Harita, serta beberapa perusahaan bauksit yang ada di wilayah ini. Pemilihan cara peningkatan kadar bauksit yang paling cocok bergantung pada karakteristik bijih bauksitnya. Untuk memisahkan kandungan besi dalam bijih bauksit digunakan pemisah magnetik, untuk pengotor berukuran butir lebih halus dari bijih bauksit digunakan pengayakan, pengotor yang berat jenisnya cukup berbeda jauh dengan bijih bauksit digunakan pemisahan berdasarkan perbedaan gaya berat (gravity separation). Bila dengan menggunakan berbagai
Teknologi Pemrosesan Batubara ; Muchtar Aziz dan Husaini
7
Topik Utama cara tersebut tidak sesuai, cara lain yang mungkin dapat diterapkan adalah flotasi. Flotasi merupakan salah satu cara pemisahan mineral dengan menggunakan bahan kimia (kolektor) untuk mengubah sifat permukaan yang semula hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat diapungkan bersama gelembung udara. Secara umum tahapan peningkatan kadar bauksit secara fisika adalah : kominusi, pembersihan/ pelepasan dari pengotor dan pemisahan dari pengotor (pengayakan). 5. 1. Kominusi (Peremukan) Kominusi merupakan operasi pengecilan ukuran bijih, yang dalam hal ini merupakan operasi awal untuk peningkatan kadar bauksit. Alat yang umum digunakan adalah peremuk (jaw crusher) dan penggerus (ball mill) [Peter, H.W., 1984, Perry, Robert H. 1984]. Dalam kominusi bijih bauksit, dilakukan dua tahapan pengecilan ukuran, yaitu tahapan primer (dari ukuran sekitar 20 cm menjadi 5-7 cm) dan tahapan sekunder (dari ukuran 5-7 cm menjadi ukuran sekitar 1 cm). Alat peremuk yang biasanya digunakan adalah jaw crusher (Gambar 1). Produk kominusi selanjutnya dipisahkan pengotornya melalui beberapa cara pemisahan, atau kombinasi cara pemisahan, sehingga diperoleh bauksit berkadar tinggi.
Gambar 1. Alat peremuk (jaw crusher)
8
5. 2. Peningkatan Kadar Untuk mencapai tingkat ekonomis pada pemrosesan bauksit menjadi alumina, serta menghasilkan alumina yang memenuhi spesifikasi proses selanjutnya, maka sebelum diproses bijih bauksit harus ditingkatkan kadarnya terutama kandungan Al2O3 sampai mencapai minimum 47 %, dan kandungan SiO2 diturunkan sampai maksimum 3 % (Al 2O 3 >47% dan SiO2<3%). Ada beberapa cara peningkatan kadar bauksit, bergantung kondisi bijih bauksitnya, seperti sebaran fraksi ukuran butiran, jenis mineral-mineral pengotornya, ikatan bauksit dengan mineral pengotornya dan sebagainya. Berikut ini cara peningkatan kadar bauksit yang umum sudah diterapkan di berbagai tempat.
• Pencucian dan Pengadukan Kasar (scrubbing)
Peningkatan kadar bauksit umumnya dilakukan melalui mekanisme kombinasi pencucian dengan semprotan air (washing), pengadukan kasar dan pengayakan. Melalui mekanisme tersebut terjadi pelepasan mineral-mineral pengotor yang terikat secara fisik dengan bauksit. Pengadukan kasar biasanya dilakukan pada persen padatan tinggi (sekitar 50% padatan), sehingga pelepasan pengotor lebih efektif. Pada persen padatan yang relatif tinggi, gesekan antar partikel lebih besar, sehingga mempermudah lepasnya partikel halus yang melekat pada butiran kasar. Alat pengadukan kasar ini bisa berupa tangki berputar (mollen), trommel screen yang dilengkapi dengan alat penyemprot, serta rotary drum scrubber. Rotary drum scrubber adalah sejenis alat trommel screen yang dilengkapi dengan bak penampung air untuk merendam padatan yang mengalami penyaringan serta screw untuk membawa produk kasar yang terpisah dari butiran halus yang selalu tersuspensi di dalam air. Adanya mekanisme perputaran/pengadukan material yang selalu terendam dalam air serta dibantu dengan penyemprotan air akan memper-
M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
Topik Utama mudah terlepasnya partikel halus yang menempel pada permukaan padatan kasar. Dengan terlepasnya pengotor (umumnya berukuran relatif halus) yang menempel tersebut akan mempermudah operasi pengayakan. Ukuran butiran bauksit yang relatif kasar (>2 mm) memiliki kadar alumina yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi ukuran butiran yang lebih halus (<2 mm) [Husaini dkk, 2008]. Oleh karena itu, pencucian bauksit di sini terutama dimaksudkan untuk mendapatkan butiran bauksit relatif kasar (>2 mm), dan membuang mineral-mineral pengotor seperti lempung, kuarsa dll. yang berukuran relatif lebih halus, sehingga diperoleh bauksit yang memenuhi syarat untuk diproses di pabrik alumina. Pengadukan kasar yang dikombinasikan semprotan air dan pengayakan merupakan cara efektif yang sudah diterapkan secara komersial untuk memisahkan mineral silika yang relatif halus [Parker, 2008]. Di Brazil, peningkatan kadar bauksit dilakukan menggunakan cara pengadukan kasar dan desliming yang diikuti pemisahan dengan spiral concentrators, serta dilewatkan pada magnetic separator intensitas tinggi.
• Pengayakan Peningkatan kadar bauksit melalui penga-
Gambar 2. Ayakan Putar (Trommel Screen)
yakan dilakukan terhadap bijih bauksit yang memiliki berbagai ukuran butiran. Bauksit dapat dipisahkan menjadi beberapa fraksi ukuran sesuai dengan jumlah ayakan (dengan lubang bukaan berbeda-beda) yang digunakan. Umumnya semakin kecil ukuran butiran cenderung semakin rendah kadar bauksitnya, dengan kata lain pengotor cenderung terakumulasi dalam fraksi ukuran terkecil. Efisiensi pengayakan ditentukan oleh tingkat kesempurnaan pemisahan material ke dalam fraksi-fraksi ukuran baik partikel yang berukuran di atas maupun di bawah ukuran lubang ayakan yang digunakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pengayakan meliputi: jumlah material yang diayak, intensitas goyangan dan pukulan ataupun vibrasi, distribusi ukuran partikel dalam material, persentase partikel halus dalam material, jumlah material yang berukuran dekat dengan ukuran lubang, dan kandungan air dalam material. Mekanisme pengayakan ada beberapa macam di antaranya adalah melalui getar (vibrating screen), goyangan (shaking screen) dan putar (trommel screen). Jenis ayakan yang umum digunakan untuk peningkatan kadar bauksit adalah trommel screen (Gambar 2) dan ayakan getar (Gambar 3) seperti yang diterapkan di Kijang oleh PT. Aneka Tambang.
Gambar 3. Ayakan Getar (Vibrating Screen)
Teknologi Pemrosesan Batubara ; Muchtar Aziz dan Husaini
9
Topik Utama • Kombinasi Pengadukan Kasar dan Pengayakan Kombinasi pengadukan kasar dan pengayakan bisa dilakukan untuk meningkatkan kadar alumina, mengingat bauksit dari tambang memiliki ukuran butir yang bervariasi dan tiap fraksi ukuran memiliki komposisi kimia yang berbeda-beda. Berdasarkan data hasil karakterisasi, bijih bauksit Indonesia yang berukuran makin halus umumnya kualitas rendah, oleh karena itu produk hasil pengadukan kasar dan pengayakan yang diambil adalah fraksi ukuran di atas 2 mm. Dari percobaan yang pernah dilakukan, diperoleh data bahwa bijih bauksit asal Kijang yang semula memiliki kandungan Al2O3 antara 40,50 - 48,36%, setelah melalui pengadukan kasar dan pengayakan yang didahului peremukan diperoleh produk dengan kadar Al2O3 antara 50,53-53,67% (persyaratan bahan baku untuk proses Bayer adalah minimum 47% Al2O3, maksimum 3% silika reaktif dan 7% Fe2O3). Perolehan alumina yang didapat dari pengadukan kasar dan pengayakan berkisar 82,78-89,66% dan rasio konsentrasi 78,4284,8% [Husaini dkk., 2007 2008]. Di India peningkatan kadar alumina dalam bauksit dilakukan dengan cara peremukan yang dilanjutkan dengan pengayakan cara kering untuk menurunkan kandungan silikanya [Nandi, 2004]. Gambar 4 di bawah ini
memperlihatkan jenis alat pengadukan kasar yang dikombinasikan dengan pengayak yang disebut pengayak putar (rotary drum scrubber). Peningkatan kadar bauksit melalui mekanisme semprotan air dan pengadukan kasar yang dikombinasikan dengan pengayakan merupakan cara efektif yang sudah diterapkan secara komersial untuk memisahkan mineral pengotor silika yang terkonsentrasi pada fraksi ukuran halus [Parker, 2008].
• Pemisahan Secara Magnetik Mineral bersifat magnetik seperti mineralmineral besi oksida yang terkandung dalam bijih bauksit dapat dipisahkan dengan pemisah magnetik atau Magnetic Separator (Gambar 5). Intensitas medan magnit yang digunakan dapat diatur, tergantung pada jenis mineral besi yang terkandung dalam bijih. Untuk mineral besi yang memiliki sifat magnet yang tinggi seperti magnetit cukup menggunakan medan magnet yang relatif rendah, sedangkan mineral besi yang sifat kemagnetannya rendah seperti limonit dan goethit, maka diperlukan medan magnit yang relatif tinggi. Untuk meningkatkan sifat kemagnetan mineral besi dapat dilakukan melalui pemanasan pada suhu sekitar 400700 OC. Berikut hasil uji coba pemisahan dengan pemisah magnetik [Husaini and Wijayanti, 2002] :
– Bijih bauksit (Al2O3 48,98% dan Fe2O3
11,49%) yang dipanaskan pada suhu 450oC menghasilkan perolehan magnetik sebesar 70% dengan kadar Al2O3 53,8% dan Fe2O3 9,14% (terjadi peningkatan kadar Al2O3 sebesar 4,82% dan penurunan kadar Fe2O3 sebesar 2,35%
– Bijih bauksit (Al 2 O 3 42,25% dan
Gambar 4. Alat pengadukan kasar dan pengayakan
10
Fe2O315%), dengan kondisi yang sama menghasilkan perolehan magnetik sebesar 58 % dengan kadar Al2O3 57,7%. dan Fe2O3 9,41%.
M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
Topik Utama 6. PROSES BAYER : EKSTRAKSI ALUMINA DARI BAUKSIT Proses Bayer ditemukan oleh Karl Josef Bayer, ahli kimia Austria (1847 - 1904) yang dipatenkan pada tahun 1888. Ekstraksi bauksit dengan soda kostik secara komersial pertama kali dilakukan oleh Sainte-Claire Deville di Perancis tahun 1865, tetapi cara ini tidak digunakan lagi setelah ditemukan proses baru (Bayer) oleh ahli kimia Austria tersebut pada tahun 1887.
Gambar 5. Magnetic Separator
• Pencampuran (Blending) Untuk mendapatkan kadar bauksit yang memenuhi syarat dapat juga dilakukan melalui pencampuran (blending), yaitu antara bauksit kadar rendah yang sudah ditingkatkan kadarnya dengan bauksit yang kadarnya jauh lebih tinggi. Pencampuran bauksit kadar rendah dengan bauksit kadar tinggi ini akan diterapkan oleh PT. Antam, Tbk di Mempawah, Kalimantan Barat dengan perbandingan tertentu. Misalnya bauksit kadar rendah misalnya kadar Al2O3-nya 40% dengan kadar tinggi Al2O3-nya 50%. Untuk mendapatkan kadar Al2O3 48% diperlukan perbandingan antara kadar rendah dan kadar tinggi sebesar 1 : 4.
• Cara Lainnya Pemisahan melalui media berberat jenis tinggi (heavy media separation) telah dicoba digunakan untuk meningkatkan kadar bauksit, hasilnya menunjukkan kadar bauksit bisa ditingkatkan dari asalnya 48% menjadi 55,18% Al2O3 dan kadar besinya turun dari semula sebesar 15% menjadi 7,97% Fe2O3 [Husaini dan Soenara, 2003]. Pemisahan melalui teknik optical sorting dan konsentrasi gaya berat menggunakan Jig juga dilaporkan pernah dilakukan pula untuk memisahkan silika [Chaves, et al. 2009].
Dalam proses Bayer, bauksit yang dihasilkan dari proses peningkatan kadar (upgraded bauxite) diekstraksi melalui larutan soda kostik dalam reaktor bejana bertekanan (autoclave) pada suhu antara 140-175oC dan tekanan 4-5 atmosfir. Hasilnya berupa larutan sodium aluminat (NaAlO 2) yang apabila dihidrolisis membentuk endapan aluminium hidroksida (Al(OH) 3). Puslitbang TekMIRA juga telah melakukan penelitian ekstraksi bijih bauksit pada suhu sekitar 140oC dan tekanan 4-4,5 atmosfir dengan persentase tingkat ekstraksi Al 2O 3 sebesar >80% [Amalia D., Aziz M., 2011]. Aluminium hidroksida yang dihasilkan ini langsung dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai macam produk kimia. Sedangkan bila ingin dijadikan logam aluminium, maka aluminium hidroksida harus dikalsinasi terlebih dahulu menjadi alumina sebelum dilebur menjadi logam aluminium.
• Reaksi kimia yang terjadi pada proses Bayer Pemasakan (Digesting) Al2O3.3H2Osol + 2NaOHaq → 2 NaAlO2 aq + 4H2O ..............................................(1) Al2O3.H2Osol + 2NaOHaq → 2 NaAlO2 aq + 2H2O ..............................................(2) 3(Al2O3.2SiO2.2H2O)sol + 18 NaOHaq → 6Na2SiO3 aq + 6NaAlO2 aq + 15H2O..........(3)
→ 3(Na 2 O. (....3) + Na 2 CO 3aq Al2O3.2SiO2.2H2O)Na2CO3sol+ 12 NaOHaq + 3 H2 O .............................................(4)
Teknologi Pemrosesan Batubara ; Muchtar Aziz dan Husaini
11
Topik Utama Presipitasi: 2 (NaAlO2) 2NaOHaq
aq
+ 4H2O
• Tahapan Proses
→ Al2O3.3H2Osol +
Kalsinasi: Al2O3.3H2Osol → Al2O3sol + 3H2O
Secara garis besar pemrosesan bauksit di pabrik alumina ditunjukkan pada Gambar 6. Bauksit hasil peningkatan kadar (Al2O3 ± 47% dan SiO2 3%) digerus dalam mesin penggerusan (Ball Mill) sampai ukuran lolos saringan 35 mesh (- 35 mesh) kemudian diproses (digesting) dalam bejana tekan (autoclave) dengan pelarut yaitu larutan sodium hidroksida.
uap
Reaksi pelarutan terkait jenis bauksit : Gibbsite Al 2 O 3 .3H 2 O + 2NaOH → 2 NaAlO2 + 4 H2O (135-150 °C) Boehmiite Al 2O 3.H 2 O + 2NaOH → 2 NaAlO2 + 2 H2O (205-245 °C) Diaspore Al2O3.H2O + 2NaOH → 2 NaAlO2 + 2 H2O (high T and P)
Pemrosesan tersebut menghasilkan larutan sodium aluminat dan residu. Larutan sodium aluminat disaring dari residu, selanjutnya dihidrolisis dan dipresipitasi menghasilkan presipitat alumunium trihidrat (Al(OH) 3). Presipitat (Al(OH)3), kemudian dicuci, dan Al(OH) 3 dikeringkan dalam Fluidized-bed Dryer [Habashi, 1997]. Presipitat selanjutnya dikalsinasi dalam Rotary Kiln (alat yang lebih baru adalah Fluidized-bed Furnace).
Pengontrolan silika umumnya dilakukan selama atau sebelum proses pemasakan (digestion) dan melibatkan pelarutan kaolin : Al2O3.2SiO2 + NaOH → Na2SiO3. Penghilangan silikat lewat presipitasi: Na2SiO3 + NaAlO2 → Na2O. Al2O3.2SiO2
Bauksit kadar tinggi (Washed bauxite)
PENGGERUSAN - 35 mesh Sodium hidroksida (Soda kostik) Energi (Uap bertekanan )
Energi (Panas)
Residu (Red mud) PEMASAKAN (DIGESTING)
Larutan sodium aluminat HIDROLISIS DAN PRESIPITASI
PENGERINGAN DAN KALSINASI Presipitat (Al(OH)3) Alumina Kalsin (Al2O3)
Gambar 6. Bagan alir (yang disederhanakan) proses Bayer
12
M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
Topik Utama Kalsinasi menghasilkan alumina kalsin sebagai bahan baku pembuatan logam alumunium. Alumina kalsin didinginkan dan diangkut ke pabrik peleburan alumunium (reduction plant). Soda kostik encer di pabrik alumina yang sudah dipisahkan dari Al(OH)3 dipekatkan untuk dipergunakan kembali. Kontrol kondisi proses dalam proses Bayer sangat berperan penting dilakukan agar diperoleh sifat fisik dan kimia produk sesuai dengan yang dikehendaki dan luas permukaan alumina pengendap (bayerit) yang disebut seed terjaga. Penambahan memberikan kontrol terhadap distribusi ukuran partikel dari produk dan ini merupakan dasar dari paten proses Bayer. Distribusi ukuran partikel dan kemurnian bayerit yang dihasilkan tergantung pada suhu kristalisasi (presipitasi), tingkat pengadukan, dan jumlah seed yang ditambahkan. Pabrik pembuatan alumina kalsin untuk bahan baku pabrik peleburan aluminium (PT. Inalum) yang ada di Kuala Tanjung, Sumatera Utara, sampai saat ini belum ada di Indonesia. PT. Antam melalui anak perusahaannya yaitu Indonesia Chemical Alumina (ICA) saat ini sedang membangun pabrik chemical grade alumina (CGA) di daerah Tayan, Kalimantan Barat dengan kapasitas 300.000 ton/tahun [Aziz M., dkk., 2010]. Sedangkan untuk pabrik smelter grade alumina (SGA) baru dirintis oleh PT. Antam di Mempawah, Kalimantan Barat.
• Pemasakan (Digesting) Pemasakan bijih bauksit kadar tinggi yang sudah dihaluskan (-35 mesh) berlangsung dalam autoclave dengan pelarut soda kostik pada konsentrasi 100-300 g/liter, dalam kondisi bertekanan pada rentang suhu 140150OC. Jika bauksit mengandung silikat yang tinggi biasanya ditambahkan kapur untuk mengikat silikat terlarut menjadi endapan dikalsium silikat (Ca2SiO4) [Aziz M., dkk.,
2009]. Pemasakan menghasilkan larutan sodium aluminat (Na2O.Al2O3) dan residu (red mud) berupa lumpur berwarna coklat kemerahan [Aziz M., 2012]. Larutan sodium aluminat selanjutnya dihidrolisis dan dipresipitasi.
• Hidrolisis dan Presipitasi Larutan sodium aluminat hasil dari pemasakan dihidrolisis, menghasilkan endapan alumina hidroksida (trihidroksida), berupa endapan kristal berbutir halus berwarna putih, bersifat seperti kapas (fluffy) mudah disaring dan dicuci [Anonim, 2011]. Dalam proses presipitasi ditambahkan seed crystals untuk memulai presipitasi dari partikel alumina murni sebagai liquor dingin. Kristal alumina mulai tumbuh di sekitar seed, kemudian mengendap di dasar tangki. Aluminium trihidroksida (Al (OH)3) atau alumina hidrat adalah senyawa tidak berbau, tidak beracun dan digunakan secara luas di industri seperti extender dan filler di dalam sistem polimer dan sebagai ingredient utama dalam berbagai macam bahan keramik. Bentuk kristal yang paling umum dari alumina hidrat adalah gibbsite, bayerite dan nordstrandite. Partikel alumina hidrat yang digunakan harus dibuat dengan kemurnian tinggi, dan menunjukkan sifat-sifat yang diperlukan industri [Das dkk, 2002]. Tangki hidrolisis yang umum digunakan berbentuk silinder tegak dengan kapasitas komersial mencapai volume antara 4.0006.000 m3 (Gambar 7). Kinetika reaksi proses hidrolisis sangat lambat, dengan waktu tinggal (residence time) 48 jam. Untuk terjadinya proses presipitasi diperlukan penambahan seed alumina hidrat segar. Fenomena yang terjadi pada proses hidrolisis tersebut adalah pembentukan inti (nucleation), pembesaran inti kristal (agglomeration), pertumbuhan kristal (growth), dan atrisi (attrition).
Teknologi Pemrosesan Batubara ; Muchtar Aziz dan Husaini
13
Topik Utama • Pengeringan dan Kalsinasi
Gambar 7. Tangki hidrolisis komersial Reaksi kimia yang terjadi pada hidrolisis sebagai berikut : Na+ + AlO2- + 2 H2O+ → NaOH
2 Al(OH)3
→
Al2O3 + 3 H2O
0,5 Al2O33H2O +
Kalsinasi menghasilkan bubuk halus berwarna putih.
Proses hidrolisis adalah kebalikan dari proses ekstraksi, hanya di sini produk alami harus dikontrol secara hati-hati, termasuk seeding atau pembentuk inti yang terpilih, suhu presipitasi dan rentang pendinginan. Kristal hidrat ini dikelompokkan menjadi beberapa fraksi ukuran yang dapat dikalsinasi dalam tungku putar atau kiln fluidsed bed, sedangkan partikel berukuran lebih halus (undersize) digunakan sebagai umpan pada tahapan presipitasi (di recycle).
Proses kalsinasi harus terkontrol untuk mendapatkan alumina sesuai dengan spesifikasi SGA. Tabel 3 menunjukkan tipikal komposisi kimia alumina hasil kalsinasi. Tabel 4 menunjukkan komposisi kimia alumina impor (ex-Australia) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan logam aluminium di pabrik peleburan alumunium PT.Inalum.
Alumina di dalam larutan sodium aluminat memiliki rumus kimia NaAlO 2 . Bentuk endapan (presipitat) dari larutan ini berdasarkan hasil penelitian dan analisis X-ray difraction adalah bayerit atau gibbsit Al 2 O 3 3H 2 O, hasil ini sesuai dengan penemuan Elmore [Elmore dkk, 1945]. Produksi Al(OH)3 di dunia saat ini sekitar 55 juta ton per tahun. Sebesar 90% dari jumlah Al(OH)3 tersebut dikalsinasi menjadi Al2O3 dan digunakan dalam sel elektrolisis untuk memproduksi logam aluminium. Kira-kira 3,6 juta ton per tahun digunakan untuk keperluan lainnya di luar logam Al.
14
Kalsinasi adalah proses pemanasan untuk membuang air kristal dari alumina hidroksida menjadi oksidanya (unhydrous alumina). Sebelum kalsinasi dilakukan tahapan proses pengeringan untuk menghilangkan air hidrasi di dalam Fluidized-bed Dryer yang beroperasi pada suhu 200 O C. Selanjutnya hasil pengeringan dikalsinasi dalam rotary kiln (alat yang lebih baru menggunakan Fluidized-bed Furnace) pada suhu 1.200OC. Bahan bakar yang digunakan harus bersih agar tidak mengontaminasi produk, biasanya saat ini digunakan bahan bakar gas. Reaksi yang terjadi pada kalsinasi :
Tabel 3. Tipikal komposisi kimia alumina hasil kalsinasi
Komponen Al2O3 (by diff.)
% Berat (sebagai oksida) 99.3 – 99.7
Na2O
0.30 – 0.50
SiO2 CaO
0.005 – 0.025 <0.005 - 0.040
Fe2O3
0.005 -0.020
TiO2
0.001 - 0.008
ZnO
<0.001 - 0.010
P2O5
<0.0001 - 0.0015
Ga2O3
<0.005 - 0.015
V2O5
<0.001 - 0.003
SO3
< 0.05 - 0.20
M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
Topik Utama Tabel 4. Tipikal komposisi kimia alumina kalsin (SGA) di PT.Inalum
Al2O3
% Berat (sebagai oksida) 98,4 – 98,6
SiO2
0,02 maks.
Fe2O3
0,02 maks.
TiO2
0,007 maks.
Na2O
0,55 maks.
CaO
0,055 maks.
LOI
1,0 maks.
Komponen
+ 100 mesh
14 % maks.
- 325 mesh
89 % min.
7. PELEBURAN ALUMINIUM Ekstraksi alumunium berlangsung pada suhu tinggi (9600 C) dalam sel elektrolisis garam lebur fluoride (molten fluoride solvent). Dalam Sel berlangsung proses elektrokimia, mereduksi alumina menjadi alumunium, alumina dilarutkan dalam pelarut garam lebur fluorida yang disebut kreolit (cryolite), reaksi kimia yang terjadi sebagai berikut : 2 Al2O3(kreolit) + 3 C(anoda) → 4 Al(cair) + 3 CO2(gas) 12 eKomposisi kimia elektrolit (Cryolite bath) :
menunjukkan penampang sel elektrolisis prebaked anode Hall-Heroult yang disebut Pot. Gambar 9 menunjukkan sel-sel elektrolisis di PT. Inalum, posisi elektroda sel ditunjukkan pada Gambar 10. Suhu di dalam sel 960oC. Energi listrik yang diperlukan untuk membangkitkan suhu tersebut dialirkan melalui arus listrik (I) sebesar 200-400 kA, pada tegangan (E) ≈ 4 V. Komposisi kimia elektrolit (Cryolite bath) : Na3AlF6 + (AlF3)ekses + CaF2 + Al2O3 [Anonim, 2010]. Pada proses elektrokimia di dalam sel, oksigen yang terikat dalam alumina bereaksi dengan elektroda karbon membentuk gas karbon dioksida dan logam aluminium. Setiap ton logam aluminium membutuhkan 0,4-0,5 ton anoda karbon. Berdasarkan data rata-rata di dunia, sekitar 4-5 ton bauksit dibutuhkan untuk memproduksi 2 ton alumina atau 1 ton sebagai logam aluminium. Di Eropa konsumsi bauksit rata-rata 4,1 ton untuk menghasilkan 1 ton logam aluminium. Sekitar 95% bauksit dunia diolah menjadi alumina atau logam aluminium, sisanya dimanfaatkan untuk pembuatan bahan kimia, seperti koagulan (alum, PAC, dan AlCl3). Bagan alir (yang disederhanakan) proses peleburan sampai pencetakan alumunium ingot dapat dilihat pada Gambar 11. Reaksi-reaksi yang terjadi dalam sel elektrolisis: 2 AlF3 Al3+ + AlF63NaF Al2O3
Na3AlF6 + (AlF3) ekses + CaF2 + Al2O3 Ada 2 jenis tungku (Sel Elektrolisis) pada peleburan alumunium, yaitu Prebaked Anode Furnace (PAF) dan Soederberg Anode Furnace (SAF). Jenis Prebaked Anode harus diganti secara rutin, biasanya setiap 22 sampai 26 hari. Soederberg Anode adalah sistem anoda yang kontinu karena berlangsung pemanggangan dengan sendirinya (self baking), sehingga tidak perlu ada penggantian anoda. Gambar 8
Na+ + FAl3+ + AlO33-
Reaksi pada katoda: Al3+ 3e Al Reaksi pada anoda: 4AlO33- 3 O2 + 2 Al2O3 + 12e Reaksi keseluruhan: 2 /3 Al2O3 4/3 Al + O2
Teknologi Pemrosesan Batubara ; Muchtar Aziz dan Husaini
15
Topik Utama
Gambar 8. Penampang sel elektrolisis (jenis prebaked anode) garam lebur fluoride untuk mereduksi alumina menjadi alumunium [Sumber : Fact Sage, Hall-Heroult Process-2, CRCT, Montreal, 2010].
Gambar 9. Sel-sel elektrolisis di peleburan Alumina, PT.Inalum, Kuala Tanjung, Sumatera Utara.
16
Gambar 10.Posisi anoda-anoda karbon pada sel elektrolisis alumina di PT. Inalum, Kuala Tanjung, Sumatera Utara.
M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
Topik Utama Alumina Kalsin (Al2O3)
Arus Listrik Anoda karbon AlF3
SEL PELEBURAN ALUMUNIUM (POT)
Kreolit (Na3AlF6) atau “Bath”
Aluminium Ingot
Aluminium Cair
SIPHON
CASTING MACHINE
COLLECTING TANK
Gambar 11. Bagan alir (yang disederhanakan) proses peleburan alumina menjadi aluminium ingot.
• Penyiapan Anoda (Anode Baking) Anoda karbon prebake dipersiapkan diluar tungku (sel elektrolisis). Anoda karbon dibentuk, kemudian dipanggang dalam oven berbahan bakar gas. Anoda hasil pemanggangan (baked anode) kemudian dipasang dalam sel yang direparasi. Anoda carbon Soederberg diekstrusi dalam kondisi pasta kedalam tungku (sel elektrolisis) secara kontinu dan mengalami pemanggangan dalam tungku sebelum tercelup ke dalam lelehan aluminium dalam sel peleburan untuk mereduksi alumina menjadi aluminium.
• Penanganan Logam Aluminium Cair (Molten Aluminum Handling)
Logam aluminium cair disedot (siphoned) dari Pot peleburan dan dikumpulkan dalam dapur
penampung collecting furnace (Gambar 12) untuk disesuaikan kemurniannya sesuai dengan permintaan pasar, kemudian dialirkan ke mesin pencetak (casting machine) untuk dicetak menjadi batangan (aluminum ingot). Gambar 13 menunjukkan mesin cetak logam aluminium menjadi batangan yang ada di PT. Inalum, Kuala Tanjung. Produk akhir berupa batangan aluminium (aluminium ingot) hasil pencetakan ditunjukkan pada Gambar 14. 8. MATA RANTAI TERPUTUS Bahan baku (alumina, Al2O3) Industri aluminium di Indonesia (PT.Inalum) sejak puluhan tahun yang lalu (sejak 1976) dipasok melalui impor, padahal di P. Bintan dan Kalimantan Barat terdapat deposit bauksit yang potensial. Ironisnya, deposit bauksit di P. Bintan
Teknologi Pemrosesan Batubara ; Muchtar Aziz dan Husaini
17
Topik Utama
Gambar 14. Batangan aluminium hasil pencetakan
Gambar 12.Alat penuang aluminium cair ke dalam dapur penampung sebelum dicetak.
sejak puluhan tahun yang lalu telah dieksploitasi dan produknya berupa bijih bauksit kadar tinggi seluruhnya diekspor. Kenapa sampai terjadi kondisi inefisiensi demikian dalam kurun waktu yang begitu lama? Ada mata rantai terputus dalam industri aluminium di Indonesia yang sudah berlangsung puluhan tahun! (lihat Gambar 15). Kondisi inefisiensi harus diakhiri dengan jalan membangun pabrik alumina SGA yang tentunya didukung regulasi yang kondusif. PT. Antam saat ini sedang merintis untuk membangun pabrik smelter grade alumina (SGA) di Mempawah, Kalimantan Barat. Pabrik chemical grade alumina (CGA) sudah lebih dahulu dibangun oleh anak perusahaannya yaitu PT. Indonesia Chemical Alumina (ICA), di daerah Tayan Kalimantan Barat, yang saat ini sudah memasuki tahap penyelesaian dengan kapasitas 300.000 ton/tahun. Pemerintah harus bersikap tegas dengan tidak memperpanjang kontrak kerjasama dengan pihak Jepang pemegang saham terbesar PT. Inalum, yang sudah habis waktunya pada 2013 (kontrak kerjasama sejak 1976).
Gambar 13. Mesin pencetakan logam aluminium
18
PT. Inalum saat ini memproduksi aluminium sekitar 300.000 ton per tahun dan dari jumlah tersebut sebanyak 180.000 ton (60 %) diekspor, sisanya 120.000 ton untuk memasok di dalam negeri, yang sebenarnya jauh dari angka kebutuhan dalam negeri yang berjumlah
M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
Topik Utama
Gambar 15. Terputusnya mata rantai bahan baku dengan produk industri peleburan aluminium di Indonesia 350.000 ton per tahun dengan rata-rata pertumbuhan 15% per tahun, dan kekurangan pasokannya sebesar 230.000 ton dipasok dari aluminium Australia [Anonim, 2012].
(raw bauxite). Jika harga bauksit yang diekspor US$ 29 per ton atau Rp 282.402 per ton, maka nilai ekspor bauksit adalah US$ 29.000.000 atau Rp 282.402.000.000 atau Rp 282,4 Milyar.
9. PENINGKATAN NILAI TAMBAH
Dibandingkan dengan nilai impor alumina terdapat selisih sebesar US$ 94.500.000 per tahun atau Rp 920,2 milyar per tahun, nampak nilai impor alumina 3,3 kali lipat nilai ekspor bauksit. Dengan alokasi pemasokan ingot aluminium 120 ribu ton per tahun untuk Indonesia dari PT. Inalum, Indonesia saat ini harus mengimpor kekurangan pasokan ingot aluminium untuk kebutuhan industri didalam negeri sebesar 230 ribu ton per tahun dengan harga US$ 2,079 per ton. Total nilai impor aluminium dengan total nilai US$ 478,170,000 atau Rp. 4.656.419.460.000 atau Rp 4,7 Triliun. Terlihat betapa masih minus nya nilai perdagangan bauksit, alumina dan aluminium bagi Indonesia. Kondisi ini harus diperbaiki sehingga dari sisi perdagangan akan memberikan nilai surplus bagi negara.
• Kondisi Perdagangan Yang Minus Kebutuhan alumina pabrik aluminium PT. Inalum saat ini sekitar 500.000 ton per tahun dan seluruhnya di impor. Negara pemasok utama alumina adalah Jepang dan Australia. Harga alumina di pasar dunia saat ini adalah sekitar US$ 247 atau Rp 2.405.286 per ton (kurs $ per 26 Maret 2013, 1US$ = Rp. 9.738), dalam satu tahun nilai impor alumina di Indonesia adalah sebesar US$ 123.500.000 atau Rp 1.202.643.000.000 atau Rp 1,2 Triliun. Untuk memasok 500.000 ton kebutuhan pabrik alumina PT. Inalum per tahun dibutuhkan bauksit (upgraded bauxite) sekitar satu juta ton atau sekitar 2 juta ton bijih bauksit
Teknologi Pemrosesan Batubara ; Muchtar Aziz dan Husaini
19
Topik Utama • Peningkatan Nilai Tambah Bauksit (upgraded bauxite)
Alumina
Harga bauksit yang kadarnya telah ditingkatkan (upgraded bauxite) adalah US$ 29 per ton atau Rp 282.402 per ton. Harga alumina (kalsin ) US$ 247 atau Rp 2.405.286 per ton. Jika dibutuhkan 2 ton bauksit untuk menghasilkan 1 ton alumina, maka terdapat pertambahan nilai sebesar US$ 189 per ton atau Rp 1.840.482 per ton alumina, atau nilai tambah meningkat menjadi 4,3 kali.
Alumina
Aluminium Ingot
Harga aluminium ingot US$ 2,079 per ton atau Rp 20.245.302 per ton. Jika untuk memproduksi 1 ton aluminium ingot diperlukan 2 ton alumina, maka pertambahan nilai dari alumina menjadi aluminium ingot sebesar US$ 1,585 per ton aluminium ingot atau Rp 15.434.730 per ton aluminium ingot, atau nilai tambahnya meningkat menjadi 4,2 kali. Peningkatan nilai tambah bauksit menjadi aluminium ingot ditunjukkan pada Gambar 16. Berdasarkan data harga yang diperoleh, peningkatan nilai tambah dari bauksit menjadi alumina adalah sebesar 4,3 kali. Peningkatan nilai tambah dari alumina menjadi aluminium ingot adalah sebesar 4,2 kali. Peningkatan nilai tambah dari bauksit menjadi aluminium
4 Ton Bauksit (upgraded bauxite) US$ 116 Rp 1.129.608
4,3 kali
ingot adalah sebesar 18 kali. Negara kita selama ini telah kehilangan peluang mendapatkan nilai tambah dari bauksit yang amat besar. 10. PENUTUP Melalui kajian teknologi pemrosesan bauksit untuk peningkatan nilai tambah ini diharapkan pihak terkait terutama investor, diharapkan dapat memperoleh gambaran yang utuh tentang tahapan teknologi pemrosesan bauksit sampai menjadi aluminium ingot, termasuk ‘value’ juga memperoleh data peningkatan nilai tambahnya. Apabila hal ini dilakukan di dalam negeri, peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian merupakan hal amat penting dilakukan mengingat mineral merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Sekali mengeksploitasi sumber daya mineral, hasilnya harus dapat menumbuhkan kegiatan ekonomi sektor-sektor lainnya, sehingga kehilangan sumber daya mineral akibat ekploitasi dapat tergantikan dengan terwujudnya kegiatan ekonomi yang lebih besar di berbagai sektor, terutama tumbuhnya berbagai industri pengolahan sumber daya yang dapat diperbaharui seperti hasil pertanian, kehutanan, perikanan, peternakan dan sebagainya. Disamping itu juga sebagian hasil eksploitasi mineral harus dapat dialokasikan untuk ongkos pemulihan lingkungan hidup (reklamasi), sehingga keseimbangan ekosistem tetap terjaga.
Proses Bayer
2 Ton Alumina US$ 494 Rp 4.810.572
Proses Hall-Heroult
1 Ton Aluminium Ingot US$ 2,079 Rp 20.245.302
4,2 kali 18 kali
Gambar 16. Proses peningkatan nilai tambah bauksit menjadi aluminium ingot
20
M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
Topik Utama Jamieson, E. A. Jones, Cooling, D. and Stockton, N. 2006, Magnetic Separation of Red Sand to Produce Value, Alcoa World Alumina, Technology Delivery Group, P.O. Box 161, Kwinana, WA 6966, Australia, Curtin University of Technology, Perth, WA, Australia. Nandi, A. K., 2004, Present Status Of BauxiteAlumina Industry Of India, Minerals and Metals Division, MFC Commodities India 104-B, Suraksha Apartments, 16, Hindustan Colony, Amravati Road Nagpur-440033; INDIA.
22
Peter. H.W.. 1984. The Industrial Minerals Handy Book, Edisi Kedua. Division Metal Buletin PLC. London. UK. page 16-19. Parker. P., S., 2008. High Silica Bauxite Processing-Economic Processing of High Silica Bauxites - Existing and Potential Processes. Peter Smith Parker Centre. CSIRO Light Metals Flagship. page 10-11.
M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013