21
PENGEMBANGAN MODEL PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SEKOLAH HIJAU (FOR GREENING SCHOOLS) DI SEKOLAH DASAR H. Muhammad Zaini, Siti Wahidah Arsyad, Hj Noor Fajriah ∗∗ Abstrak Penelitian ini bermaksud mengembangkan model pembelajaran sekolah hijau pada mata pelajaran sains dan matematika di SD, yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan berpikir, dan keterampilan siswa, sehingga lebih bermakna. Pengembangan model pembelajaran sekolah hijau dilakukan dengan menggali konteks lokal berdasarkan lingkungan di mana sekolah tersebut berada, sebagai dasar awal menjelaskan ide dan konsep sains dan matematika. Dengan mengembangkan konteks lokal yang dekat dan telah dikenal oleh siswa pembelajaran sains dan matematika diharapkan lebih mudah dan bermakna bagi siswa, dapat mendorong proses belajar mengajar yang interaktif, dan membantu pemahaman sains dan matematika yang lebih baik, yaitu dapat lebih tahan lama, dapat digunakan untuk meningkatkan daya nalar, dan dapat digunakan untuk membantu mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian pengembangan ini bertujuan untuk mengetahui pengembangan model perangkat pembelajaran sains dan matematika dan penerapannya dalam kegiatan belajar mengajar dengan model pembelajaran sekolah hijau (for greening schools) untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa sekolah dasar. Model pembelajaran dalam penelitian ini mengadaptasi model Dick & Carey (1990). Subyek penelitian adalah guru SD kelas V semester 2 yang tergabung dalam gugus sekolah pada 5 daerah yakni Kota Banjarmasin, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Tanah Laut. Kabupaten Banjar, dan Kabupaten Tapin. Penentuan gugus dilakukan secara bertujuan. Penelitian tahun pertama dilaksanakan pada tahun pelajaran 2007/2008. Pengumpulan data dijelaskan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Menggali konteks lokal Provinsi Kalimantan Selatan sebagai dasar pengembangan model pembelajaran dilakukan melalui survei. Kajian telaah kurikulum sains dan matematika SD dilakukan melalui seminar dan lokakarya. Kondisi awal proses pembelajaran sains dan matematika SD dilakukan melalui pengamatan pembelajaran. Deskripsi model pembelajaran sains dan matematika yang akan digunakan hingga dihasilkan draf model dilakukan melalui ∗
Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor: Kontrak: 024/SP2H/PP/DP2M/ III/2008, tanggal 6 Maret 2008.
∗∗
Dosen pada Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Unlam Banjarmasin
22
seminar dan lokakarya. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan sumber data. menggali konteks lokal Provinsi Kalimantan Selatan sebagai dasar pengembangan model pembelajaran dianalisis secara naratif. Kajian telaah kurikulum sains dan matematika SD dianalisis secara deskriptif. Kondisi awal proses pembelajaran sains dan matematika SD dianalisis secara kategorikal, kemudian ditafsirkan ke dalam kalimat kualitatif yakni baik (76100%), sedang (56-75%), kurang (40-55%), dan buruk (<40%) (Arikunto, 1998:246). Deskripsi model pembelajaran sains dan matematika yang akan digunakan hingga dihasilkan draf model dianalisis secara naratif. Hasil penelitian diperoleh 1) Aktivitas siswa dalam pembelajaran di lingkungan peralihan rawa dan perbukitan sudah cukup tinggi. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran di lingkungan perairan juga sudah cukup tinggi. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran di lingkungan perbukitan/pegunungan masih rendah. 2) Aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran di lingkungan peralihan rawa dan perbukitan belum bisa melepaskan dominasinya secara penuh. Aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran di lingkungan perairan sudah mulai mengurangi dominasinya. Aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran di lingkungan perbukitan/pegunungan masih belum baik. 3) Hasil belajar siswa dalam beragam lingkungan pembelajaran yang dianalisis dengan anacova menunjukkan signifikan, artinya penggunaan pendekatan PBM dan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. 4) Hasil selama proses pembelajaran dalam beragam lingkungan pembelajaran yang dianalisis secara deskriptif sudah tergolong cukup baik. Hasil penelitian produk berupa prototype awal model pembelajaran sekolah hijau yang mencakup 3 daerah geografis, yakni daerah rawa (perairan), daerah pegunungan (perbukitan), dan daerah peralihan, sudah dapat digunakan oleh pada ketiga lingkungan penelitian.
Kata Kunci: IPA SD, model pembelajaran, pendekatan PBM, pendekatan lingkungan, sekolah hijau Upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam menghadapi era globalisasi merupakan tantangan yang harus dijawab dengan karya nyata oleh dunia pendidikan. Hal ini karena mata pelajaran sains khususnya, akan memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya menyiapkan sumberdaya manusia di era globalisasi dan industrialisasi. Potensi ini akan terwujud jika mata pelajaran sains dan matematika mampu melahirkan siswa handal dan berhasil menumbuhkan kemampuan berpikir logis, bersifat kritis, berinisiatif dan adaptif terhadap perubahan
23
dan perkembangan yang terus terjadi. Kualitas sumber daya manusia sebagaimana telah diungkapkan menjamin keberhasilan upaya penguasaan teknologi untuk pembangunan (Rustaman dan Widodo, 1996). Berdasarkan informasi dan observasi awal yang dilakukan peneliti saat ini, pembelajaran sains dan matematika selalu menekankan pada segi kognitif saja atau pada penguasaan konsep, sementara segi psikomotor dan afektif serta penekanan pada proses pembelajaran belum dilakukan. Hal ini mengakibatkan siswa masih sulit menerapkan konsep sains dan matematika yang diperoleh di kelas untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Contoh yang ditemukan di lapangan terlihat bahwa guru dalam membelajarkan sains dan matematika selalu mengambil contoh pada buku-buku yang beredar, misalnya dalam pembahasan tentang mahluk hidup, guru menampilkan gambar tentang kijang, jerapah, gajah, dan sebagainya. Contoh hewan tersebut tidak dapat dijumpai atau dilihat secara langsung oleh siswa SD, mereka mungkin hanya dikenal siswa melalui media massa, tanpa pernah melihat langsung. Padahal masih banyak hewan yang terdapat di lingkungan sekitar siswa seperti bekantan (Nasalis larvatus) merupakan hewan maskot Kalimantan Selatan, yang sekarang sudah mulai punah. Banyak siswa lebih mengenal monyet dibandingkan bekantan. Prestasi siswa pada mata pelajaran sains belum memuaskan, hal ini menunjukkan bahwa cara pembelajaran di sekolah belum mengarah pada pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan hakikat sains. Meskipun secara tegas dinyatakan dalam KTSP agar pembelajaran sains lebih banyak menggunakan metode pengamatan dan percobaan guna melatih keterampilan proses kepada siswa, tetapi kenyataan di lapangan sering berbeda (Rustaman dan Widodo, 1996). Hal lain yang menyebabkan rendahnya prestasi mata pelajaran sains adalah karena para guru beranggapan bahwa pengetahuan itu dapat ditransfer langsung dari pikiran guru ke pikiran siswa. Padahal siswa datang ke sekolah sudah membawa berbagai pengetahuan awal yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya. Kegagalan pendidikan yang dirasakan saat ini dapat disebabkan karena model pembelajaran yang cenderung bersifat otoriter selama ini. Oleh karena itu sudah saatnya memikirkan cara pembelajaran dalam lingkungan yang lebih demokratis. Lingkungan belajar yang demokratis memberikan kebebasan pada siswa untuk
24
melakukan pilihan-pilihan tindakan belajar yang akan mendorong siswa untuk terlibat secara fisik, emosional, dan mental dalam proses belajar, sehingga dapat memancarkan kegiatan yang kreatif-produktif (Degeng, 2000). Sebagai perwujudan pendidikan yang demokratis adalah sikap guru harus mampu menerima perbedaan, menghargai pendapat siswa, tidak menang sendiri, dan tidak merasa paling tahu (Sadiman, 2000). Sekarang permasalahannya adalah bagaimana model pembelajaran yang demokratis itu? Model pembelajaran demokratis berarti harus mengubah paradigma lama, yaitu pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher centered) dan menggantikannya dengan paradigma baru, yaitu pembelajaran yang terpusat pada siswa (student centered learning). Salah satu model pembelajaran yang mengarah pada keterampilan berpikir siswa adalah model PBM (Problem Based Instruction) atau disebut juga dengan PBL (Problem Based Learning), pembelajaran berdasarkan masalah. Di atas telah dijelaskan model pengajaran dapat berdasarkan tujuan pembelajaran, sintaks, dan lingkungan belajarnya. Di dalam proses pembelajaran, pendekatan PBM berorientasi pada tujuan dan sintaks pembelajaran. Jika pendekatan ini disejajarkan dengan pendekatan lingkungan, maka akan menghasilkan model pembelajaran yang dapat menghantarkan siswa pada kemampuan keterampilan berpikir yang berbasis kontekstual di mana mereka tinggal. Pembelajaran berdasarkan masalah akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan self-directed dan sangat efektif bagi siswa yang beragam karena mereka akan memilih sendiri permasalahan dan metode pemecahannya berdasarkan tingkatan masalah yang diminatinya serta memiliki tujuan pendidikan yang sangat luas (Greenwald, 2000). Pembelajaran berdasarkan masalah juga akan sangat memberikan motivasi siswa untuk melakukan investigasi dan pemecahan masalah pada masalah-masalah nyata dalam kehidupan yang mereka hadapi serta merangsang siswa untuk menghasilkan sebuah produk/karya (Singletary, 2000). Kelancaran proses pembelajaran di sekolah memerlukan perangkat penunjang. Perangkat penunjang tersebut dapat berupa buku panduan siswa, buku panduan guru, LKS, APRP, dan RPP. Kenyataan menunjukkan tidak semua sekolah dapat terpenuhi. Selain itu keberadaan perangkat yang tersedia saat ini, umumnya tidak dapat memenuhi kebutuhan guru dan siswa di sekolah sesuai lingkungan di mana proses
25
belajar mengajar berlangsung. Oleh karena itu perlu diupayakan cara lain untuk mengatasi hal ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pengembangan perangkat pembelajaran. Berdasarkan hasil ujicoba ujian nasional 2008, persentasi kelulusan jurusan IPA SMA dari 13 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan kurang dari 50%. Jika kondisi ini menjadi cermin hasil belajar sains di daerah ini, tentu sungguh menyedihkan (Harian Banjarmasin Post, 11 Maret 2008). Rendahnya prestasi belajar sains, diduga terkait dengan pelaksanaan pembelajaran yang telah dilakukan guru selama ini dan kurangnya perangkat penunjang pembelajaran untuk sains SD. Oleh karena itu perlu adanya upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran materi sains khususnya. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas guru dan hasil belajar siswa tersebut adalah pengembangan perangkat pembelajaran yang berorientasi pada model pembelajaran berdasarkan masalah sesuai konteks lingkungan di mana siswa berada untuk menunjang proses pembelajaran. Bertolak pada latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dirumuskan sebuah
pertanyaan
penelitian:
Bagaimana
pengembangan
model
perangkat
pembelajaran sains dan matematika dan penerapannya dalam kegiatan belajar mengajar dengan model pembelajaran sekolah hijau (for greening schools) untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa sekolah dasar? Secara khusus pertanyaan penelitian ini dapat dirinci lagi yaitu bagaimana konteks lokal Provinsi Kalimantan Selatan sebagai dasar pengembangan model pembelajaran sekolah hijau di SD?, bagaimana telaah kurikulum sains dan matematika SD?, bagaimana kondisi awal proses pembelajaran sains dan matematika SD?, bagaimana deskripsi model pembelajaran sains dan matematika yang akan digunakan di SD?, bagaimana deskripsi kesesuaian jenis materi pembelajaran sains dan matematika dengan model pembelajaran sekolah hijau?, bagaimana prototype model pembelajaran sekolah hijau yang akan dikembangkan?, bagaimana hasil uji coba penggunaan model pembelajaran yang akan dikembangkan dan bagaimana keefektifan model pembelajaran yang akan dihasilkan? Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengembangan model perangkat pembelajaran sains dan matematika dan penerapannya dalam kegiatan belajar mengajar dengan model pembelajaran sekolah
26
hijau (for greening schools) untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa sekolah dasar. Operasional tujuan penelitian ini yaitu mengetahui konteks lokal Provinsi Kalimantan Selatan sebagai dasar pengembangan model pembelajaran sekolah hijau di SD, mengetahui hasil telaah kurikulum sains dan matematika SD, mengetahui kondisi awal proses pembelajaran sains dan matematika SD, mengetahui deskripsi model pembelajaran sains dan matematika yang akan digunakan di SD, mengetahui deskripsi kesesuaian jenis materi pembelajaran sains dan matematika dengan model pembelajaran sekolah hijau, mengetahui prototype model pembelajaran sekolah hijau yang akan dikembangkan, mengetahui hasil uji coba penggunaan model pembelajaran yang akan dikembangkan dan mengetahui keefektivan model pembelajaran yang akan dihasilkan. Selama ini pendidikan lingkungan nampak marginal dalam suatu program sekolah sebagai tambahan kurikulum inti. Menurut Gough (1992) pendidikan lingkungan idealnya harus dicantumkan dalam kurikulum sekolah, dengan menyajikan topik terkini sesuai dengan lingkungan sekitarnya dalam berbagai cara. Beberapa pokok bahasan yang sangat mendasar, mempunyai kesempatan lebih besar untuk membahas materi yang berkaitan dengan pendidikan lingkungan dengan cara tertentu. Pokok bahasan tersebut yaitu matematika dan sains. Pendidikan lingkungan tidak menambah program pendidikan sebagai disiplin ilmu atau mata pelajaran yang terpisah untuk kajian khusus, tetapi suatu dimensi yang terintegrasikan ke mata pelajaran lain. Pendidikan lingkungan menghasilkan suatu reorientasi dan reartikulasi dari berbagai disiplin dan berbagai pengalaman pendidikan (sains, matematika, IPS, seni, dan sebagainya) yang memberikan persepsi integral terhadap lingkungan. Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Kurikulum disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat, kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan kinestetik peserta didik secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. KTSP dikembangkan atas dasar prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. KTSP dikembangkan oleh setiap kelompok/satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.
Menurut
Soehendro
(2006)
satuan
pendidikan
perlu
27
memperhatikan kepentingan dan kekhasan daerah, sekolah, dan peserta didik dalam mengembangkan KTSP. Daerah memiliki keragaman potensi, keperluan, tantangan, dan keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah. Pendekatan PBM dikembangkan dari model pembelajaran berdasarkan masalah yang merupakan salah satu bentuk pengajaran yang memberikan penekanan untuk membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri dan otonom. Melalui pembelajaran ini peran guru adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog, selain itu guru melakukan scaffolding, yaitu suatu kerangka dukungan yang memperkaya inkuiri dan pertumbuhan intelektual (Ibrahim dan Nur, 2000). METODE Metode penelitian yang digunakan mengacu pada batasan masalah yakni 1) Bagaimana konteks lokal Provinsi Kalimantan Selatan sebagai dasar pengembangan model pembelajaran sekolah hijau di SD? 2) Bagaimana hasil telaah kurikulum sains dan matematika SD? 3) Bagaimana kondisi awal proses pembelajaran sains dan matematika SD? dan 4) Bagaimana deskripsi model pembelajaran sains dan matematika yang akan digunakan di SD?. Penelitian ini tergolong deskriptif eksploratif, yang bertujuan untuk memaparkan kondisi kekinian terhadap fenomena-fenomena yang teramati. Subyek penelitian adalah guru SD kelas V semester 2 yang tergabung dalam gugus sekolah pada 5 daerah yakni Kota Banjarmasin, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Tanah Laut. Kabupaten Banjar, dan Kabupaten Tapin. Penentuan gugus seperti Tabel 1 dilakukan secara bertujuan. Penelitian dilaksanakan pada tahun pelajaran 2007/2008. Tabel 1. Sekolah-sekolah yang Dijadikan Pusat Kegiatan Penelitian Sentra Kegiatan SDN Surgi Mufti 1
Lokasi sekolah Kecamatan Banjarmasin Utara Kecamatan Mandasatana
SDN Tabing Rimbah 1 SDN Tirta Jaya 1 Kecamatan Pelaihari SDN Hatungun 1 Kecamatan Binuang SDN Beruntung Kecamatan Beruntung Baru Baru Sumber: survey lapangan
Kabupaten/kota Banjarmasin Barito Kuala Tanah Laut Tapin Banjar
Tipe daerah Rawa/pasang surut, kawasan perkotaan Rawa/pasang surut, kawasan pedesaan Perbukitan/perkebunan Pegunungan Persawahan
28
Teknik pengumpulan data dilakukan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Menggali konteks lokal Provinsi Kalimantan Selatan sebagai dasar pengembangan model pembelajaran dilakukan melalui survei. Kajian telaah kurikulum sains dan matematika SD dilakukan melalui seminar dan lokakarya. Kondisi awal proses pembelajaran sains dan matematika SD dilakukan melalui pengamatan pembelajaran. Deskripsi model pembelajaran sains dan matematika hingga dihasilkan draf model dilakukan melalui seminar dan lokakarya. Teknik analisis data dalam penelitian ini disesuaikan dengan sumber data. Konteks lokal Provinsi Kalimantan Selatan sebagai dasar pengembangan model pembelajaran dianalisis secara naratif. Kajian telaah kurikulum sains dan matematika SD dianalisis secara deskriptif. Kondisi awal proses pembelajaran sains dan matematika SD dianalisis secara kategorikal, dan ditafsirkan ke dalam kalimat kualitatif yakni baik (76-100%), sedang (56-75%), kurang (40-55%), dan buruk (<40%) (Arikunto, 1998:246). Deskripsi model pembelajaran sains dan matematika yang akan digunakan hingga dihasilkan draf model dianalisis secara naratif. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tahun pertama telah dilaksanakan meliputi 1) menggali konteks lokal Kalimantan Selatan 2) mengembangkan silabus sebagai bahan pengembangan model pembelajaran sekolah hijau di SD, 3) mengeksplorasi (menganalisis) proses pembelajaran sains dan matematika
SD, dan 4) melakukan refleksi kegiatan
workshop pemetaan kurikulum/pengembangan silabus berbasis sekolah hijau. Kegiatan menggali konteks lokal Kalimantan Selatan sebagai dasar pengembangan model pembelajaran sekolah hijau di SD seperti Tabel 2. Tabel 2. Hasil Penetapan Lokasi Penelitian Pusat Kegiatan
Kecamatan
SDN Surgi Mufti 1
Banjarmasin Utara Mandasatana
SDN Tabing Rimbah 1 SDN Tirta Jaya 1 Pelaihari SDN Hatungun 1 Binuang SDN Beruntung Beruntung Baru Baru Sumber: Survei lapangan
Kabupaten/ kota Banjarmasin Barito Kuala Tanah Laut Tapin Banjar
Jarak dari ibuTipe daerah kota provinsi (km) 4 Daerah perkotaan yang dikelilingi sungai 20 Dataran rendah/rawa 67 110 30
Daerah perkebunan Daerah pegunungan Daerah Persawahan, dan pedesaan
29
Berdasarkan hasil survei ini, maka diharapkan desiminasi hasil-hasil penelitian akan lebih merata. Hasil kajian telah digunakan untuk menganalisis kurikulum sains seperti Tabel 3, sedangkan .hasil analisis kurikulum matematika SD seperti Tabel 4. Tabel 3. Hasil Analisis KTSP Sains SD dan Buku-buku yang Memuat Nuansa Lingkungan dalam Pembelajaran kelas
∑ Kompetensi Dasar (KD) 35
4
∑ KD Biologi 13
∑ KD Sains bernuansa lingkungan 9
% 69,0
5
23
16
14
87,5
6
23
11
5
45,5
Sumber:
Sumber Buku (Penerbit) 1. Balai Pustaka 2. Mediatama 3. Titian Ilmu 4. Tropica 5. Intan Pariwara 6. Sahabat 7. Regina 8. Armandelta
Seminar dan Lokakarya Pemetaan Kurikulum dan Pengembangan Silabus Sains dan Matematika Sekolah Dasar Berbasis Sekolah Hijau (Greening Schools) Dilaksanakan pada Tanggal 21-24 Juli 2008 di Kabupaten Banjar.
Tabel 4. Hasil Analisis KTSP Matematika SD dan Buku-buku yang Memuat Nuansa Lingkungan dalam Pembelajaran Kelas
∑ Kompetensi Dasar (KD)
∑ KD Matematika Bernuansa Lingkungan
%
Sumber Buku (Penerbit) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
4
31
26
83,8
5
23
10
43,5
6
23
14
60,8
Sumber:
Balai Pustaka Citra Cempaka Putih Aneka Ilmu Erlangga Regina
Seminar dan Lokakarya Pemetaan Kurikulum dan Pengembangan Silabus Sains dan Matematika Sekolah Dasar Berbasis Sekolah Hijau (Greening Schoolss) Dilaksanakan pada Tanggal 21-24 Juli 2008 di Kabupaten Banjar
Hasil eksplorasi (menganalisis) proses pembelajaran sains dan matematika SD seperti Tabel 5. Pada Tabel 5, kemampuan guru yang perlu ditingkatkan adalah di Kota Banjarmasin dan Kabupaten Tanah Laut. Refleksi kegiatan seminar dan lokakarya meliputi pengembangan kurikulum, pemetaan kurikulum berbasis lingkungan, dan validasi silabus SD/MI berbasis lingkungan. Hasil refleksi ini yang dianggap mendukung maupun bertentangan dengan kaidah pengembangan kurikulum berbasis sekolah hijau sebagai berikut: Silabus yang sebenarnya dibuat oleh sekolah
30
Tabel 5. Data Kinerja Guru pada Pelaksanaan Pembelajaran Sains dan Matematika Kabupaten/ Kota
∑ Res. (org.)
RPP
Rt2
Kat.
Pelaksanaan Pembelajaran Pendhl.
Eksplor.
Elaborasi
Konform
Penutup
Rt2
Rt2
Rt2
Rt2
Kat.
Rt2
Kat.
2,8 3.1 2,89 3,17 3,23
KB B KB B B
2,9 2,9 2,86 3,37 3,22
KB KB KB B B
Kat.
Kat.
Kat.
Banjarmasin 12 2,82 KB 3,2 B 2,9 KB 2,75 KB Barito Kuala 17 3,45 B 3,3 B 3,3 B 3,04 B Tanah laut 9 3,24 B 2,94 KB 2,57 KB 2,64 KB Tapin 6 3,43 B 3,54 B 3,89 B 3,37 B Banjar 16 2,7 KB 3,39 B 3,21 B 3,16 B Jumlah 60 Keterangan: Rt2 = rata-rata Kat. = kategori (sangat baik =4, baik = 3, kurang baik = 2, tidak baik = 1) Sumber: Hasil observasi kinerja guru dalam pembelajaran sains dan matematika
atau beberapa sekolah tidak perlu dilakukan karena sudah ada silabus yang diterbitkan orang lain. Ada 80% responden menyatakan tidak setuju, hal ini menjadi penghalang besar dalam pengembangan silabus, karena meseka salah kaprah terhadap KTSP, buku pelajaran yang digunakan di sekolah tidak mencerminkan lingkungan setempat. Ada 50% responden tidak setuju Butir pertanyaan ini menjadi pendorong untuk mengembangkan silabus dan buku-buku yang digunakan di sekolah tidak mengajak guru maupun siswa untuk berpikir kritis. Ada 60% responden menyatakan tidak setuju, hal ini merupakan faktor positif untuk melaksanakan pembelajaran berbasis sekolah hijau. Berdasarkan hasil penelitian pada tahun kesatu, dapat disimpulkan sementara yaitu Ada 5 kabupaten/kota yang akan dijadikan model pengembangan sekolah hijau. Kelima kabupaten/kota ini memiliki tipe daerah cukup beragam, dan menjadi cermin tipe-tipe daerah di provinsi Kalimantan Selatan. Berdasarkan hasil survei ini, maka diharapkan
desiminasi
hasil-hasil
penelitian
akan
lebih
merata.
Kelima
kabupaten/kota ini adalah Kota Banjarmasin, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tapin dan Kabupaten Banjar, Hasil analisis KTSP sains dan matematika SD dan buku-buku yang telah memuat nuansa lingkungan cukup besar. Jadi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan lingkungan melalui model pengembangan sekolah hijau menjadi lebih beralasan, kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran sains dan matematika belum memuaskan, khususnya di Kota Banjarmasin dan Kabupaten Tanah Laut. Ini menjadi bahan pertimbangan untuk melaksanakan pengembangan model pembelajaran dengan mengoptimalkan peran
31
guru dalam setiap kegiatan, khususnya workshop pengembangan bahan ajar, dan berdasarkan hasil refleksi kegiatan tahun kesatu, maka pengembangan pembelajaran berbasis sekolah hijau menjadi lebih terbuka, dengan berbagai pertimbangan, khususnya memperbaiki salah tafsir dari sebagian besar responden tentang pengembangan silabus Provinsi Kalimantan Selatan terdiri atas 13 kabupaten/kota. Berdasarkan survei yang telah dilakukan, ada 5 kabupaten/kota yang akan dijadikan model pengembangan sekolah hijau. Kelima kabupaten/kota ini memiliki tipe daerah cukup beragam, dan menjadi cermin tipe-tipe daerah di provinsi Kalimantan Selatan. Berdasarkan hasil survei ini, maka diharapkan desiminasi hasil-hasil penelitian akan lebih merata. Kelima kabupaten/kota ini adalah Kota Banjarmasin, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tapin dan Kabupaten Banjar. Hasil analisis KTSP sains dan matematika SD dan buku-buku yang telah memuat nuansa lingkungan cukup besar. Jadi peluang pembelajaran dengan menggunakan pendekatan lingkungan melalui model pengembangan sekolah hijau menjadi lebih beralasan. Masalahnya adalah inovasi pembelajaran semacam ini belum pernah dilaksanakan secara melembaga, sehingga perlu waktu untuk melakukan sosialisasi model pembelajaran yang akan dikembangkan. Hal yang dianggap positif adalah respon guru dalam menerima inovasi ini cukup besar. Jadi dengan modal ini diharapkan pembelajaran sekolah hijau akan berhasil dengan baik. Model pembelajaran yang akan dikembangkan adalah model perangkat pembelajaran pada penelitian ini mengadopsi model Dick and Carey (1990). Berdasarkan hasil refleksi kegiatan tahun kesatu, maka pengembangan pembelajaran berbasis sekolah hijau menjadi lebih terbuka, dengan berbagai pertimbangan, khususnya memperbaiki salah tafsir dari sebagian besar responden tentang pengembangan silabus. Model perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa bahan ajar siswa berbasis lingkungan, LKS, dan RPP. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran di lingkungan peralihan rawa dan perbukitan dan di lingkungan perairan sudah cukup tinggi. Banyak hasil-hasil penelitian yang mendukung temuan ini, baik dipandang dari pembelajaran melalui PBM, maupun dengan menggunakan pendekatan lingkungan. Peningkatan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran melalui pendekatan PBM telah dilaporkan oleh
32
penelitian sebelumnya (Silaban, 1999; Sutini, 2000, Supramono (2005). Ada kesamaan yang diperoleh dari penelitian terakhir ini, yakni ada peningkatan aktivitas siswa. Peran aktivitas siswa dalam kegiatan penyelidikan cukup baik, dan keterampilan siswa dalam kegiatan eksperimen secara keseluruhan dapat dikatakan cukup baik (Silaban, 1999). Aktivitas siswa dominan dalam melakukan penyelidikan dan memperhatikan penjelasan guru/siswa lain waktu diskusi (Supramono, 2005). Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran di lingkungan perbukitan/ pegunungan masih rendah. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya (Silaban, 1999; Sutini, 2000, Supramono (2005). Penelitian pembelajaran di lingkungan perbukitan/pegunungan dilaksanakan di Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut. Sekolah tempat penelitian di lingkungan ini tergolong jarang tersentuh inovesi pembelajaran, khususnya bila dibanding dengan pembelajaran di lingkungan perairan (Kota Banjarmasin), dan lingkungan peralihan rawa dan perbukitan (Kota Banjarbaru). Oleh karena itu pembaharuan pendidikan agar dapat dipusatkan di daerah ini, sehingga sejajar dengan daerah penelitian lainnya. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan-pendekatan konstruktivis sangat memungkinkan dilaksanakan, karena lingkungan belajar siswa kaya akan sumber belajar yang beragam. Aktivitas siswa yang belum berkembang (masih rendah) pada ketiga lingkungan pembelajaran terletak pada 1) Melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan, dan 2) Membuat atau menulis rangkuman pelajaran. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya (Supramono, 2005). Temuan ini bisa dipahami, karena kemampuan melakukan analisis dan sintesis merupakan keterampilan proses tingkat tinggi. Ini akan berkembang dengan baik bilamana siswa akrab dengan pembelajaran berorientasi proses, bukan semata-mata mengejar hasil pembelajaran. Aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran di lingkungan peralihan rawa dan perbukitan belum bisa melepaskan dominasinya secara penuh. Aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran di lingkungan perairan
sudah mulai mengurangi
dominasinya. Dari 2 temuan ini dapat dibuat kesimpulan sederhana yakni sudah ada tanda-tanda pengurangan aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran.
Hasil
penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya (Sutini, 2000) di mana aktivitas guru dan siswa meningkat selama kegiatan pembelajaran secara bersamaan. Menurut
33
Sutini (2000) sebagian besar waktu digunakan oleh guru mitra untuk membimbing penyelidikan dan diskusi, membimbing analisis dan evaluasi pemecahan masalah, ini merupakan kaidah kontradiksi dengan hasil penelitian ini. Sebaliknya hasil penelitian ini sejalan dengan Supramono (2005) di mana guru memberikan kesempatan seluasluasnya untuk mengembangkan aktivitas mereka. Aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran di lingkungan perbukitan/ pegunungan masih belum baik. Aktivitas guru yang cenderung dominan sehingga menghambat proses pembelajaran terletak pada 1) Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru, dan 2) Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru, 3) Membimbing siswa memahami LKS, 4) Membimbing siswa melakukan pengamatan/percobaan, dan 5) Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan pembelajaran. Jika hal ini dibenarkan tentu sejalan dengan penelitian sebelumnya (Sutini, 2000). Makin baik guru dalam mengelola pembelajaran, dikatakan makin baik proses pembelajarannya. Ada peningkatan hasil belajar siswa yang signifikan dari pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PBM dan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan sebelumnya dalam menggunakan pendekatan PBM dalam pembelajaran (Timurrini, 2000; Sutini, 2000; Supramono, 2005). Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PBM bukan saja meningkatkan tes hasil belajar produk siswa, akan tetapi juga meningkatkan proses berpikir dan keterampilan berpikir siswa (Supramono, 2005). Hasil tes belajar siswa yang meliputi tes produk dan tes proses setelah melaksanakan kegiatan belajar dengan model PBM secara keseluruhan dikatakan dapat meningkat (Timurrini, 2000). Peningkatan hasil belajar juga dijumpai dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan lingkungan seperti dilaporkan sebelumnya (Naparin dkk., 2004; Nayatilah, 2005; Nissa, 2003; Afriani, 2005; Wulandari, 2005). Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan lingkungan dapat meningkatkan produk, proses, dan keterampilan (Naparin dkk. 2004). Secara umum pemahaman siswa dapat ditingkatkan melalui pembelajaran dengan menggunakan pendekatan lingkungan (Nayatilah, 2005; Nissa, 2003; Afriani, 2005; Wulandari, 2005).
34
Hasil selama proses pembelajaran dalam beragam lingkungan pembelajaran yang dianalisis secara deskriptif sudah tergolong cukup baik. Banyak penelitianpenelitian yang mendukung temuan ini. Bukan saja dilihat dari penggunaan pendekatan PBM dalam pembelajaran (Silaban, 1999; Timurrini, 2000; Sutini, 2000; Supramono, 2005), akan tetapi juga dilihat dari penggunaan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran (Naparin dkk., 2004; Nayatilah, 2005; Nissa, 2003; Afriani, 2005; Wulandari, 2005). Berdasarkan
hasil
pembahasan
maka
isu
pendidikan
lingkungan
termarjinalkan dalam kurikulum inti seperti dijelaskan pada Bab I tidak selalu benar. Alasan lain penggunaan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran perlu mendapat perhatian adalah sebagian besar bahan kajian biologi di SD diarahkan akrab dengan lingkungan.
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengembangan model perangkat pembelajaran sains dan matematika dan penerapannya dalam kegiatan belajar mengajar dengan model pembelajaran sekolah hijau (for greening schools) untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa sekolah dasar dapat disimpulkan 1) peneliti telah menetapkan 5 kabupaten/kota yang akan dijadikan model pengembangan sekolah hijau yakni Kota Banjarmasin, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tapin dan Kabupaten Banjar. 2) berdasarkan hasil analisis KTSP sains dan matematika SD dan buku-buku yang telah memuat nuansa lingkungan cukup besar. 3) kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran sains dan matematika sebelum inovasi dilaksanakan belum memuaskan, khususnya di Kota Banjarmasin dan Kabupaten Tanah Laut. 4) berdasarkan hasil refleksi kegiatan tahun kesatu, maka pengembangan pembelajaran berbasis sekolah hijau menjadi lebih terbuka, dengan berbagai pertimbangan, khususnya memperbaiki salah tafsir dari sebagian besar responden tentang pengembangan silabus. Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka disarankan pemerintah kabupaten/kota, ikut berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan model perangkat pembelajaran sekolah hijau. Hal ini dimaksudkan untuk lebih meyakinkan setiap inovasi akan berhasil bilamana semua komponen yang terkait juga turut membantu
35
pelaksanaan di lapangan, sekalipun pengembangan model perangkat pembelajaran bukan hal yang mudah, maka diharapkan kesediaan para guru untuk mengikuti dengan tekun tahap demi tahap pelaksanaan kegiatan ini. DAFTAR RUJUKAN Afriyani, Erma. 2005. Upaya Mengoptimalkan Pemahaman Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Aluh-Aluh Kabupaten Banjar Tahun Pelajaran 2004/2005 tentang Konsep Ekosistem dengan Menggunakan Pendekatan Lingkungan Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unlam Banjarmasin. Tidak Diterbitkan. Degeng, I Nyoman S., (2000). Paradigma Baru Pendidikan Memasuki Era Demokrasi Belajar, Makalah disajikan Dalam Seminar dan Diskusi Panel Nasional Teknology Pembelajaran V, Malang: Kerjasama UM dan IPTPI Cabang Malang. Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Timgkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Sains SD. Jakarta. Dick, W. dan Carey, L., (1990). The Systematic Design of Instructional, Second Edition, London: Scott, L. Foresman and Company. Gough, Noel. 1992. Blueprints for greening Schoolss. Gould League. Victoria: Greenwald, N.L., (2000). Learning from Problem, The Science Teacher, 67(4): 28-32. Naparin, A; Zaini, Muhammad; Nurjiwan; Arbayah. 2004. Upaya Memaksimalkan Pemahaman Konsep Makhluk Hidup Murid Kelas VI SD Negeri Sungai Miai 7 Banjarmasin dengan Menggunakan Pendekatan Lingkungan. Banjarmasin, Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat. Nayatilah, Siti. 2005. Optimalisasi Pemahaman Siswa Kelas X MAN Kelua Kabupaten Tabalong Tahun Pelajaran 2005/2006 tentang Konsep Kerja Ilmiah dengan Menggunakan Pendekatan Lingkungan Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi. FKIP Unlam. Banjarmasin. Tidak Diterbitkan Nissa, Khairun. 2003. Hasil Belajar Konsep Makhluk Hidup pada Siswa Kelas 1 SLTP Negeri 6 Tanjung Tabalong dengan Menggunakan Pendekatan Lingkungan Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi. FKIP Unlam. Banjarmasin. Tidak Diterbitkan
36
Nur, M., (1988). Pendekatan-pendekatan Konstruktivis dalam Pembelajaran, IKIP Surabaya. Rustaman, N.Y., dan Widodo, A., 1996. Keterpaduan Kurikulum dan Pembelajaran Dalam Menyiapkan Guru IPA SD, Bandung: IPAMIPA IKIP BANDUNG. Sadiman, A.S., 2000. Paradigma Baru Pengemasan Pendidikan Yang Demokratis Ditinjau Dari Aspek Kebijakan, Makalah disajikan Dalam Seminar dan Diskusi Panel Nasional Teknology Pembelajaran V, Malang: Kerjasama UM dan IPTPI Cabang Malang. Silaban, B., 1999. Penerapan Model Pengajaran Berdasarkan Masalah pada Pengajaran Fisika di SMU, “Makalah Komprehensif, Prograsm Pascasarjana UNESA”. Singletary, J.R., (2000). Sound Ecology “Student aplly problem based learning to environmental question”, The Science Teacher, 67 (4): 41-47. Supramono. 2005. Pengembangan Model Perangkat Pembelajaran dan Penerapannya dalam Kegiatan Belajar Mengajar dengan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Siswa SD. Disertasi PPS UM Malang. Malang. Tidak diterbitkan. Sutini, 2000. Pengembangan Perangkat Pembelajaran sains dan matematika Berprientasi Model Pengjaran Berdasarkan Masalah Bahan Kajian Air di Sekolah Dasar, Tesis, Program Pascasarjana UNESA. Timurrini, E., 2000. Penembangan Perangkat Pembelajaran Kimia SMU Ysng Berorientasi Pada Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah, “Makalah Komprehensif, Program Pascasarjana UNESA”. Wulandari, Ratna. 2005 Upaya Meningkatkan Pemahaman dan Respon Siswa Kelas I SMP Negeri 1 Aluh-Aluh Kabupaten Banjar Tahun Pelajaran 2004/2005 tentang Materi Pencemaran Lingkungan Melalui Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Pendekatan Lingkungan. Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi. FKIP Unlam Banjarmasin. Tidak Diterbitkan.