1
MODEL PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SEKOLAH HIJAU (FOR THE GREENING SCHOOLS) DI SEKOLAH DASAR H. Muhammad Zaini, Siti Wahidah Arsyad, Hj. Noor Fajriah ∗∗ ABSTRAK Penelitian ini bertujuan 1) membuat perangkat pembelajaran berdasarkan model pembelajaran sekolah hijau yang akan dikembangkan pada bidang sains maupun matematika. 2) melakukan ujicoba perangkat pembelajaran berdasarkan model pembelajaran sekolah hijau. Subyek penelitian dalam membuat perangkat pembelajaran adalah guru SD kelas V bidang sains dan matematika. Subyek penelitian dalam ujicoba produk adalah siswa SD kelas V. Penelitian dilaksanakan bulan Juni-Desember 2009 bertempat di lingkungan UPT Pendidikan Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar. Data hasil pembuatan perangkat pembelajaran dikumpulkan dari workshop. Data ujicoba perangkat pembelajaran dikumpulkan dari hasil kegiatan pembelajaran. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian disimpulkan 1) Penelitian ini telah menghasilkan perangkat pembelajaran berdasarkan model pembelajaran sekolah hijau dalam bidang sains dan matematika sekolah dasar. Perangkat pembelajaran dalam bidang sains mengangkat topik ekosistem, sedangkan perangkat pembelajaran dalam bidang matematika mengangkat topik operasi bilangan bulat. 2) Hasil ujicoba perangkat pembelajaran sebagai berikut: a) Guru masih dominan dalam mengelola pembelajaran, baik sains maupun matematika. Aktivitas guru yang paling menonjol dalam pembelajaran sains adalah membimbing siswa melakukan pengamatan, sedangkan pada pembelajaran matematika semua aktivitas guru justru meningkat kecuali membimbing siswa memahami LKS. b) Siswa belum menunjukkan keaktivan dalam proses pembelajaran. Pada pembelajaran sains hanya 3 parameter yang memperlihatkan keaktifannya dari 9 parameter pengamatan. Ketiga parameter ini adalah 1) memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain, 2) melakukan pengamatan, dan 3) menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. Pada pembelajaran matematika hanya 2 parameter yang menunjukkan keaktivan yakni dari 9 parameter pengamatan. Kedua parameter ini adalah 1) memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain 2) berdiskusi antara siswa atau siswa dengan guru. c) Hasil belajar termasuk kategori kurang baik ∗
∗∗
Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor Kontrak: 088/H8/KU/2009, tanggal 4 Mei 2009. Dosen Jurusan PMIPA FKIP Unlam Banjarmasin.
2
pada bidang sains dan termasuk kategori sedang pada bidang matematika. Pada pembelajaran sains, rata-rata skor pre test pada pembelajaran 1 diperoleh 40,9 (kategori kurang baik) dan rata-rata skor post test diperoleh 47 (kategori kurang baik). Pada pembelajaran matematika, rata-rata skor pre test pada pembelajaran 1 diperoleh 46,89 (kategori kurang baik) dan rata-rata skor post test diperoleh 58,6 (kategori sedang). d) Proses belajar termasuk kategori sedang. Skor rata-rata proses belajar sains pada pembelajaran 1 diperoleh 60,13, rata-rata pada pembelajaran 2 diperoleh 70,11. Skor rata-rata proses belajar matematika pada pembelajaran 1 diperoleh 73,00, rata-rata pada pembelajaran 2 diperoleh 79. Berdasarkan hasil penelitian disarankan 1) Kelancaran dan keberhasilan pembelajaran IPA SD yang berorientasi pada model pembelajaran sekolah hijau dalam bidang sains dan matematika terletak pada kesiapan guru itu sendiri. Oleh karena itu guru harus mempersiapkan diri secara matang dan teliti. Selain itu guru hendaknya menambah wawasan mengenai beberapa teori belajar yang dapat mendukung pelaksanan pembelajaran berdasarkan masalah. 2) Pembelajaran yang berorientasi pada model pembelajaran sekolah hijau menekankan pada keaktivan siswa, salah satunya dalam hal penyelidikan. Agar kegiatan penyelidikan berhasil dengan baik sedapat mungkin guru menganjurkan kepada siswa untuk mempelajari dengan seksama LKS masing-masing dan sekaligus mempersiapkan alat dan bahan yang mereka perlukan saat pelaksanaan pembelajaran. 3) Produk hasil pengembangan perangkat pembelajaran berdasarkan model sekolah hijau baru diujicobakan sebanyak dua kali pada kelas yang terbatas. Oleh karena itu produk pengembangan ini masih perlu diujicobakan pada skala yang lebih luas lagi. Hal ini dimaksudkan untuk lebih meyakinkan apakah produk hasil pengembangan ini telah betulbetul sudah efektif. Selain itu pelaksanaan ujicoba pada skala yang lebih luas juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk menggali di mana letak kelebihan dan kelemahan dari produk tersebut secara mendalam. 4) Produk ini masih perlu dikembangkan lebih lanjut karena berdasarkan hasil ujicoba belum memuaskan terutama hasil belajar, aktivitas guru dan aktivitas siswa. Ketidakberhasilan ini disebabkan banyak kelemahan-kelemahan seperti konstruksi soal yang belum dipahami siswa dan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran. Selain itu model pembelajaran sekolah hijau diperlukan waktu yang relatif banyak terutama untuk kegiatan penyelidikan dan diskusi, sehingga masih perlu dikembangkan lagi agar penerapannya dapat diterapkan sesuai situasi dan kondisi lingkungan yang ada saat pembelajaran berlangsung. Kata Kunci: bahan ajar matematika dan sains, model pembelajaran sekolah hijau, pendekatan lingkungan.
3
Berdasarkan informasi dan observasi awal yang dilakukan peneliti saat ini, pembelajaran sains dan matematika selalu menekankan pada segi kognitif saja atau pada penguasaan konsep, sementara segi psikomotor dan afektif serta penekanan pada proses pembelajaran belum dilaksanakan. Hal ini menyebabkan siswa masih sulit menerapkan konsep sains dan matematika yang diperoleh di kelas untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Prestasi siswa pada mata pelajaran sains dan matematika belum memuaskan, hal ini menunjukkan bahwa cara pembelajaran di sekolah belum mengarah pada pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan hakikat sains. Meskipun secara tegas dinyatakan dalam KTSP agar pembelajaran sains dan matematika lebih banyak menggunakan metode pengamatan dan percobaan guna melatih keterampilan proses kepada siswa, tetapi kenyataan di lapangan sering berbeda (Rustaman dan Widodo, 1996). Hal lain yang menyebabkan rendahnya prestasi mata pelajaran sains dan matematika adalah karena para guru beranggapan bahwa pengetahuan itu dapat ditransfer langsung dari pikiran guru ke pikiran siswa. Padahal siswa datang ke sekolah sudah membawa berbagai pengetahuan awal yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya. Apabila seorang guru mengajar di sekolah tidak mengindahkan pengetahuan awal siswa, maka akan membuat kesulitan siswa semakin kompleks (Ausubel dalam Dahar dan Liliasari, 1989). Umumnya guru yang mengajar dengan cara seperti ini cenderung menggunakan metode mengajar yang monoton, yaitu metode ceramah dan tanya jawab serta pembelajarannya akan didominasi oleh guru, sehingga pengajarannya bersifat teacher centered, karena guru memegang peranan utama. Bila ini terjadi maka siswa akan menjadi pasif. Selain itu, pengajaran semacam ini cenderung menyebabkan kebosanan kepada siswa (Tek, 1998). Pengembangan model sekolah hijau dilakukan dengan menggali konteks lokal berdasarkan lingkungan di mana sekolah tersebut berada, sebagai dasar awal menjelaskan ide dan konsep sains. Dengan mengembangkan konteks lokal diharapkan lebih mudah dan bermakna bagi siswa, dapat mendorong proses belajar mengajar yang interaktif, dan membantu pemahaman sains dan matematika yang lebih baik, tahan lama, dapat digunakan untuk meningkatkan daya nalar, dan dapat digunakan untuk membantu mengatasi masalah sehari-hari.
4
Menurut Iskandar (1997) siswa yang berada di usia SD memiliki kecenderungan-kecenderungan, yakni (1) berangkat dari sesuatu yang konkrit, (2) memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, (3) terpadu serta melalui proses yang manipulatif sambil membangun skemata yang bermakna dalam khasanah pengetahuannya. Sejalan dengan pendapat tadi menurut teori Piaget dalam Slavin (1997) siswa usia 7-11 tahun berada pada tahapan operasional konkrit yang berarti siswa SD kelas V tergolong di dalamnya. Jadi dalam kondisi seperti ini, siswa mulai dapat berpikir logis, namun masih terbatas pada realita yang ada di sekitarnya. Kegagalan pendidikan yang dirasakan saat ini dapat disebabkan karena model pembelajaran yang cenderung bersifat otoriter selama ini. Oleh karenanya sudah saatnya bagaimana memikirkan cara pembelajaran dalam lingkungan yang lebih demokratis. Lingkungan belajar yang demokratis memberikan kebebasan pada siswa untuk melakukan pilihan-pilihan tindakan belajar yang akan mendorong siswa untuk terlibat secara fisik, emosional, dan mental dalam proses belajar, sehingga dapat memancarkan kegiatan yang kreatif-produktif (Degeng, 2000). Sebagai perwujudan konkrit dari pendidikan yang demokratis adalah sikap guru harus mampu menerima perbedaan, menghargai pendapat siswa, tidak menang sendiri, dan tidak merasa paling tahu (Sadiman, 2000). Sekarang permasalahannya adalah bagaimana model pembelajaran yang demokratis itu? Model pembelajaran demokratis berarti harus mengubah paradigma lama, yaitu pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher centered) dan menggantikannya dengan paradigma baru, yaitu pembelajaran yang terpusat pada siswa (student centered learning). Melalui paradigma baru, para pengajar dituntut selalu mengadakan inovasiinovasi dalam melaksanakan pembelajaran secara terus menerus berkesinambungan. Hal ini berarti mereka juga harus merancang sebuah model pembelajaran yang menuntut siswa lebih aktif. Jadi dengan paradigma baru, pelaksanaan kegiatan pembelajaran tidak lagi didominasi oleh guru, akan tetapi lebih terpusat pada siswa. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas belajar mengajar (Suhardjono, 2000). Salah satu model pembelajaran yang berkembang
5
adalah konstruktivisme. Dalam pembelajaran konstruktivis pengetahuan akan dibangun sendiri oleh siswa secara aktif melalui perkembangan proses mentalnya (Leinhart, 1992). Konstruktivisme juga berisi pengajaran yang menekankan pada penemuan, pemecahan masalah, dan mengutamakan pada proses (Sushkin, 2001). Menurut Arends (1997:7) model pembelajaran memiliki empat ciri pokok yaitu: (1) rasional teoritik yang dibangun oleh para pencipta atau pengembangnya, (2) tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, (3) tingkah laku mengajar yang dibutuhkan agar model tersebut bisa dilaksanakan, (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selanjutnya model pengajaran itu sendiri dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajaran, sintaks, dan lingkungan belajarnya. Jadi penggunaan sebuah model pembelajaran tertentu memungkinkan seorang guru mampu mencapai tujuan pembelajaran tertentu pula. Salah satu model pembelajaran yang mengarah pada keterampilan berpikir siswa adalah model sekolah hijau. Model pembelajaran ini bernaung di bawah teori konstruktivistik yang menghimpun sejumlah pendekatan pembelajaran seperti inkuiri, kooperatif, lingkungan, dan pembelajaran berdasarkan masalah. Di atas telah dijelaskan model pengajaran dapat berdasarkan tujuan pembelajaran, sintaks, dan lingkungan belajarnya. Di dalam proses pembelajaran, pendekatan-pendekatan konstruktivis berorientasi pada tujuan dan sintaks pembelajaran. Jika pendekatan ini disejajarkan dengan pendekatan lingkungan, maka akan menghasilkan model pembelajaran yang dapat menghantarkan siswa pada kemampuan keterampilan berpikir yang berbasis kontekstual di mana mereka tinggal. Pendekatan-pendekatan konstruktivis akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan self-directed dan efektif bagi siswa yang beragam karena mereka akan memilih sendiri permasalahan dan metode pemecahannya berdasarkan tingkatan masalah yang diminatinya serta memiliki tujuan pendidikan yang sangat luas (Greenwald, 2000). Pembelajaran berdasarkan masalah sebagai salah satu ragam pendekatan konstruktivis akan memberikan motivasi siswa untuk melakukan investigasi dan pemecahan masalah pada masalah-masalah nyata dalam kehidupan yang mereka hadapi serta merangsang siswa untuk menghasilkan produk/karya
6
(Singletary, 2000). Masalah-masalah ini dapat dijumpai siswa di lingkungan sekolah maupun lingkungan tempat tinggal mereka. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa setiap siswa harus menemukan dan mentransfer informasi-informasi kompleks jika mereka ingin memiliki informasi tersebut (Leinhart, 1992). Jadi dalam pengajaran konstruktivis diarahkan agar siswa aktif, dikatakan pula pembelajaran berpusat pada siswa atau student-centered instruction (Nur, 1998). Dalam pembelajaran berpusat pada siswa, peran guru membantu siswa menemukan fakta, konsep, dan prinsip bagi mereka. Selama ini pendidikan lingkungan nampak marginal dalam suatu program sekolah, dan hanya sebagai tambahan kurikulum inti. Menurut Gough (1992) pendidikan lingkungan idealnya harus tercantum dalam kurikulum sekolah, yang memuat topik terkini sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Materi sains dan matematika yang berkaitan dengan topik lingkungan sangat banyak dijumpai, bahkan pada hampir semua tingkatan. Hal ini merupakan bagian penting dari pendidikan lingkungan yang memberikan kesempatan lebih besar pada sains dan matematika. Pendidikan lingkungan tidak menambah program pendidikan sebagai disiplin ilmu atau mata pelajaran yang terpisah untuk kajian khusus, tetapi suatu dimensi yang terintegrasikan ke mata pelajaran lain. Pendidikan lingkungan menghasilkan suatu reorientasi dan reartikulasi dari berbagai disiplin dan berbagai pengalaman pendidikan (sains, matematika, IPS, seni, dan sebagainya) yang memberikan persepsi integral terhadap lingkungan. Pendidikan lingkungan merupakan bidang kajian yang bersifat multidisiplin dan interdisiplin, dapat bermakna konsep dalam ekologi, pendidikan di luar rumah, ilmu pengetahuan lingkungan, atau pengajaran tentang isu-isu (Volk, 1992 dalam (Trisler, 1993). Pendidikan lingkungan adalah pengembangan perilaku lingkungan yang bertanggung jawab bagi setiap warga negara, baik secara individu maupun sebagai kelompok masyarakat (Ramsey, Hungerford, 1989 dalam Trisler, 1993). Menurut Gough (1992) ada 8 prinsip pendidikan lingkungan yaitu; 1. Berpikir global; mengembangkan pemahaman saling ketergantungan dan keprihatinan mengenai kualitas lingkungan global kepada generasi muda. 2. Bertindak lokal; melibatkan generasi muda dalam kajian lingkungan lokal dan bertindak untuk melestarikan dan memperbaiki kualitas lingkungan mereka.
7
3. Berkaitan dengan pengalaman pribadi; membangun pengalaman, persepsi, perasaan, dan keberadaan pengetahuan generasi muda dan membantu mereka dalam menggali pertanyaan, isu, dan masalah yang timbul dari pemahaman mereka tentang tanggung jawab dan hak terhadap lingkungan mereka. 4. Pengembangan nilai; membantu generasi muda menilai sumber data alam dan budaya mereka serta saling ketergantungan dengan lingkungan sebagai bagian lain dari dunia mereka. 5. Pengembangan kewarganegaraan; mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan tanggung jawab bersama yang mendorong partisipasi efektif pada perilaku sosial generasi muda untuk perbaikan dan proteksi lingkungan. 6. Peka
terhadap
lingkungan;
membantu
generasi
muda
mengembangkan
pemahaman terhadap lingkungan dan identitas dari pengalaman mereka dan memahami lingkungan bangsanya. 7. Peka terhadap waktu; mengembangkan pemahaman saling ketergantungan sesama manusia dan perubahan lingkungan oleh pengaruh budaya, politik, dan ekonomi. 8. Menerapkan contoh; menunjukkan contoh pendekatan terhadap kurikulum, mengajar, dan belajar secara konsisten dengan memahamkan konsep saling ketergantungan manusia dengan lingkungannya, melalui penerapan contoh praktis dan etika pada keserasian mahluk hidup dengan lingkungannya. Pembelajaran sains dan matematika yang materinya berkaitan dengan topik lingkungan banyak ditemukan, bahkan pada hampir semua tingkatan. Hal ini merupakan bagian penting dari pendidikan lingkungan yang memberikan kesempatan lebih besar pada sains dan matematika. Pada pembelajaran matematika, penyelesaian masalah dari isu-isu lingkungan sekitar tergantung dari hasil pengumpulan dan analisis data, dan melaporkan hasil tersebut melalui grafik atau charta. Dengan cara tersebut, matematika berperan penting sebagai alat untuk memecahkan masalah lingkungan. Beberapa konsep matematika dapat dipahami dengan lebih baik jika contoh-contoh dan pengalaman yang diperoleh berdasarkan lingkungan sekitar, baik lingkungan alami maupun buatan dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Sebagai contoh, bangun geometri dan pola seperti lingkaran, elips, bujur sangkar, bola, silinder, kubus dan spiral, semuanya dapat dijumpai di lingkungan alami maupun buatan. Beberapa
8
konsep Matematika berbasis lingkungan, antara lain: (1) mempelajari masalahmasalah dengan menggunakan data yang telah ada sebelumnya, menghitung, mengukur, memetakan, membuat grafik, menyelidiki contoh dan keteraturan dalam lingkungan, (2) mengumpulkan data di taman nasional untuk mengembangkan keterampilan statistic dan bilangan, (3) meneliti isu-isu populasi, beberapa kritik terhadap spesies untuk kelestarian, gambaran terjadinya perubahan lingkungan, dan (4) keterangan skala waktu, dan proyeksi masa depan. Dua komponen utama dalam pendidikan sains dengan pendidikan lingkungan adalah keduanya menekankan kepada pengembangan keterampilan pemecahan masalah dan mempelajari hubungan antara sains, teknologi, dan masyarakat. sains dan teknologi mempelajari: (1) kajian sejarah alam dengan meneliti efek dan penyebab munculnya variasi dalam populasi tumbuhan dan hewan, (2) mempelajari pewarisan keturunan sebagai dampak manusia berada dalam system alam, (3) meneliti isu-isu rehabilitasi lingkungan dari pengetahuan dan keterampilan tradisional berbagai suku, (4) menggunakan komputer dalam meramalkan lingkungan: melalui analisis dan interaksi data pewarisan keturunan, dan (5) mempertimbangkan semua pertanyaan yang berkaitan dengan etika dan konservasi pewarisan, seperti konservasi spesies asing yang sekarang merupakan bagian dalam membangun warisan lingkungan, seperti kebun botani. Kelancaran proses pembelajaran di sekolah memerlukan perangkat penunjang. Perangkat penunjang yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa buku panduan siswa, buku panduan guru, LKS, dan RPP. Kenyataan menunjukkan tidak semua sekolah dapat terpenuhi. Selain itu keberadaan perangkat yang tersedia saat ini, umumnya tidak dapat memenuhi kebutuhan guru dan siswa di sekolah sesuai lingkungan di mana proses belajar mengajar berlangsung. Oleh karena itu perlu diupayakan cara lain untuk mengatasi hal ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pengembangan perangkat pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian tahun pertama, kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran sains dan matematika sebelum inovasi dilaksanakan belum memuaskan, khususnya di Kota Banjarmasin dan Kabupaten Tanah Laut (Zaini, dkk. 2008). Ini menjadi
bahan
pertimbangan
untuk
melaksanakan
pengembangan
model
pembelajaran dengan mengoptimalkan peran guru dalam setiap kegiatan, khususnya
9
workshop pengembangan bahan ajar. Oleh karena itu perlu adanya upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran materi sains dan matematika khususnya. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas guru dan hasil belajar siswa tersebut adalah pengembangan perangkat pembelajaran yang berorientasi pada model sekolah hijau. Tim peneliti Unlam Banjarmasin (2008) telah melaksanakan penelitian studi pendahuluan pendidikan lingkungan di sekolah dasar. Penelitian yang menghasilkan model
perangkat
pembelajaran
berbasis
lingkungan
memberikan
bebarapa
rekomendasi 1) ujicoba perangkat pembelajaran skala luas perlu dilaksanakan agar dapat lebih meyakinkan apakah produk hasil pengembangan ini telah betul-betul sudah efektif, 2) model perangkat pembelajaran ini masih perlu dikembangkan lebih lanjut karena beberapa alasan a) waktu pengembangan terbatas dan b) keterampilan guru dalam pembelajaran masih perlu diperbaiki, 3) implementasi perangkat pembelajaran masih diperlukan, karena banyak topik-topik pembelajaran yang bernuansa lingkungan diajarkan secara konseptual saja, dan 4) model perangkat pembelajaran masih asing bagi guru-guru sains dan matematika SD di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Oleh karena itu dinas pendidikan kabupaten/kota dapat memprioritaskan penyelenggaraan pendidikan dan latihan bagi guru-guru sains dan matematika SD untuk mempelajari lebih mendalam serta mengembangkan model perangkat pembelajaran sebagai prototype pembelajaran sains dan matematika di SD. Supramono (2005) melaporkan hasil penelitian pengembangan perangkat pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah di sekolah dasar. Hasil analisis deskriptif menunjukkan: 1) aktivitas guru dan siswa telah mencerminkan suatu kegiatan model pembelajaran berdasarkan masalah, 2) kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran berdasarkan masalah tampak sudah mengikuti dengan baik tahapan-tahapan sintaks pembelajaran berdasarkan masalah, 3) kemampuan siswa melakukan penyelidikan melalui pengamatan sudah tergolong baik dan kemampuan siswa melakukan penyelidikan melalui percobaan tergolong cukup baik, 4) ketuntasan tujuan pembelajaran khusus (TPK) untuk tes hasil belajar (THB) produk adalah 21 TPK dari 23 TPK, THB proses keterampilan berpikir 5 TPK dari 7 TPK, dan THB kinerja keterampilan berpikir 5 TPK dari 7 TPK, 5) penerapan model perangkat pembelajaran dengan model pembelajaran berdasarkan masalah dapat meningkatkan hasil belajar produk siswa, 6) penerapan model perangkat
10
pembelajaran dengan model pembelajaran berdasarkan masalah dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa, 7) respon guru dan respon siswa dalam menanggapi model perangkat pembelajaran yang diterapkan dengan model pembelajaran berdasarkan masalah cukup baik dan menarik. Sutini (2000) melaporkan hasil penelitian pengembangan perangkat pembelajaran sains dan matematika berorientasi model pengajaran berdasarkan masalah bahan kajian air di sekolah dasar. Hasil penelitian menyimpulkan 1) aktivitas guru dan siswa pada model pembelajaran meningkat, 2) kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran berdasarkan masalah diperoleh informasi sudah mampu mengoperasikan
perangkat
pembelajaran, 3)
kemampuan siswa
melakukan
penyelidikan melalui pengamatan yang paling menonjol adalah keterampilan menggunakan alat ukur yang sesuai untuk melakukan pengamatan kuantitatitf, 4) ketuntasan TPK untuk THB produk adalah 9 TPK dari 11 TPK produk, sedangkan TPK proses dan psikomot semuanya tuntas. Marlina (2008) melaporkan hasil penelitian menggunakan pendekatan lingkungan. Hasil penelitian menyimpulkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan lingkungan dapat meningkatkan hasil selama proses pembelajaran. Hasil belajar juga meningkat dan melampaui batas ketuntasan yakni dari 50% pada siklus 1 menjadi 93,75% pada siklus 2. Pembelajaran sudah cenderung berpusat pada siswa dan guru tidak mendominasi dalam proses pembelajaran. Muliani (2007) melaporkan hasil
penelitian
menggunakan
pendekatan
lingkungan.
Hasil
penelitian
menyimpulkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan SETS dapat mengoptimalkan pemahaman siswa tentang sub konsep faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan ekosistem. Hasil selama proses pembelajaran berupa tes keterampilan proses melalui LKS mengalami peningkatan dari kategori cukup baik pada siklus 1 menjadi kategori baik pada siklus 2. Pembelajaran telah berpusat kepada siswa, dan guru sudah mengurangi aktivitasnya dalam proses pembelajaran. Yulinda
(2006)
melaporkan
penggunaan
pendekatan
pembelajaran
berdasarkan masalah dan problem posing dapat mengefektifkan pembelajaran pada sub konsep cara penghematan air. Aslamna (2006) melakukan penelitian tentang peningkatan proses dan hasil belajar pada konsep perubahan lingkungan melalui
11
pembelajaran berdasarkan masalah. Hasil penelitian menunjukkan ketuntasan hasil belajar siswa untuk post test siklus 1 dari 97,14% menjadi 100% pada siklus 2. Sedangkan hasil selama proses pembelajaran siklus 1 dari kategori kurang baik menjadi baik pada siklus 2. Artimya pembelajaran berdasarkan masalah dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada konsep perubahan lingkungan. Erdawati (2008) melaporkan penggunaan pendekatan guide inquiry dapat meningkatkan pemahaman siswa pada sub konsep kepadatan penduduk dan permasalahannya. Ini ditunjukkan dengan tercapainya batas ketuntasan klasikal yang telah ditetapkan yaitu ≥ 85%. Murtiani (2008) melaporkan penggunaan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar dan aktifitas siswa. Ketuntasan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dan mencapai batas ketuntasan klasikal yang ditetapkan ≥ 85%. Pada siklus 1 dari hasil pretest sebesar 31,03% menjadi 96,55% pada post test, dan pada siklus 2 dari 58,62% pada pre test menjadi 86,20% pada post test. Hasil selama proses pembelajaran yang termasuk pengetahuan berubah dari kategori baik menjadi cukup baik, sedangkan keterampilan tergolong kategori baik. Belawati (2009) melaporkan hasil penelitian eksperimen di SMP Negeri 1 Anjir Muara tentang pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terhadap pemahaman konsep biologi melalui aktifitas outbond di kawasan hutan mangrove. Ia melaporkan ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri melalui aktivitas out bond terhadap hasil belajar siswa pada konsep kelangsungan hidup organisme, proses pembelajaran dan etika lingkungan terhadap hutan mangrove. Saviteri (2009) melaporkan hasil penelitian eksperimen tentang penerapan bahan ajar berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep penyesuaian diri tumbuhan dengan lingkungan di SD Kecamatan Beruntung Baru. Hasil penelitian menunjukkan penerapan bahan ajar berbasis inkuiri tidak berpengaruh terhadap pemahaman konsep penyesuaian diri tumbuhan dengan lingkungan di sekolah dasar Kecamatan Beruntung Baru. Ia menemukan hasil analisis kovarian pada pembelajaran 1 menunjukkan Ho ditolak sebesar 0,17 dan hasil analisis kovarian pada pembelajaran 2 kemungkinan Ho ditolak sebesar 0,4020, Rosmalina (2009) melaporkan hasil penelitian tentang penerapan bahan ajar berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep saling ketergantungan di Sekolah Dasar Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar. Hasil penelitian melalui analisis kovarian menunjukkan perbedaan yang signifikan (nilai P = 0,0001) yang berarti ada
12
pengaruh penerapan bahan ajar berbasis inkuiri terhadap peningkatan pemahaman konsep saling ketergantungan di SD Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar. Ishthifaiyah (2009). Melaporkan hasil penelitian meningkatkan pemahaman siswa SDN Lawahan pada konsep adaptasi hewan melalui pendekatan lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan 1) Hasil belajar siswa pada proses pembelajaran konsep adaptasi hewan dapat ditingkatkan dengan menggunakan pendekatan lingkungan. Ketuntasan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dan mencapai batas ketuntasan klasikal yang ditetapkan ≥ 85%. Pada siklus 1 dari hasil pre tes sebesar 78,57% menjadi 100% pada post tes, dan pada siklus 2 dari 76,92% pada pre tes menjadi 92,31% pada post tes. Hasil selama proses pembelajaran pada siklus 1 dan 2 tergolong baik. 2) Aktivitas siswa pada pembelajaran dengan menggunakan pendekatan lingkungan ini belum mencapai kategori baik Ada 5 parameter yang menunjukkan ketidakaktifan siswa yaitu parameter 2, 4, 5, 6, dan 7 secara berturutturut yaitu membaca LKS dan buku-buku yang relevan, menulis hal-hal yang relevan dengan KBM, berdiskusi antarsiswa, melakukan analisis dan mengevaluasi hasil penyelidikan, mempresentasikan hasil penyelidikan. Penelitian tentang penggunaan model pembelajaran sekolah hijau pada mata pelajaran matematika di SD belum banyak dilaporkan. Sekalipun demikian ada beberapa penelitian yang diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan dalam penelitian ini. Norliyana (2009) telah melakukan penelitian penggunaan pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah dengan setting lingkungan di SD. Hasil penelitian menyimpulkan 1) ada peningkatan hasil belajar siswa kelas V SDN Lawahan Kecamatan Beruntung Baru, 2) aspek-aspek yang berkaitan dengan aktivitas siswa selama proses pembelajaran mengalami peningkatan, begitu juga aspek-aspek yang berkaitan dengan aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran, 3) pembelajaran ini menyenangkan dan membantu mereka dalam belajar, serta siswa berminat untuk melaksanakan kembali kegiatan pembelajaran semacam ini. Anwar (2009) melaporkan hasil penelitian pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kooperatif tipe belajar bersama dengan setting lingkungan. Hasil penelitian menyimpulkan 1) hasil belajar siswa untuk post tes siklus 1 dan siklus 2 sudah mencapai ketuntasan individual dan klasikal, hasil selama proses pembelajaran meningkat dari kategori cukup baik menjadi kategori baik 2) ada
13
perbaikan proses pembelajaran, di mana guru tidak mendominasi aktivitas pembelajaran sebaliknya siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung lebih aktif dan mendominasi aktivitas pembelajaran dari pada siklus 1. Respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran 100% menyenangkan siswa, begitu juga tanggapan guru. Idawati (2009) melaporkan hasil penelitian pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kooperatif tipe STAD dengan setting lingkungan. Hasil penelitian menyimpulkan Hasil penelitian menunjukkan ketuntasan klasikal yang diperoleh dari hasil pre test pada siklus 1 belum mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan karena nilai ketuntasan klasikalnya hanya sebesar 73,53% dan pada post test telah mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan karena ketuntasannya sebesar 82,35%. Pada siklus 2, ketuntasan klasikal yang diperoleh dari hasil pre test dan post test pada sudah mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan (> 80%) karena ketuntasannya sebesar 85,29% dan 94,12%. Hasil selama proses pembelajaran pada siklus 1 maupun siklus 2 tergolong kategori baik. Norkhaerani (2009) melaporkan hasil penelitian pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kooperatif tipe belajar bersama dengan setting lingkungan. Hasil penelitian menyimpulkan pemahaman siswa pada konsep Jarak dan Kecepatan dilihat dari ketuntasan belajar siswa telah tercapai sejak siklus 1 yakni 96%. Hasil test selama proses pembelajaran meningkat dari kategori cukup baik menjadi kategori baik. Aktivitas guru sudah mengurangi dominansinya dalam proses pembelajaran, aktivitas siswa telah mengalami peningkatan, dalam hal ini berarti pembelajaran telah berpusat kepada siswa dan respon siswa terhadap proses pembelajaran 100%, menyatakan menyenangkan dalam mengikuti pembelajaran. Bertolak pada latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dirumuskan sebuah pertanyaan penelitian: Bagaimana pengembangan model sekolah hijau pada bidang sains dan matematika melalui penggunaan model pembelajaran yang bersifat kontekstual untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa sekolah dasar? Tujuan utama penelitian adalah 1) Membuat perangkat pembelajaran berdasarkan model sekolah hijau yang akan dikembangkan pada bidang sains dan matematika maupun matematika. 2) Melakukan ujicoba perangkat pembelajaran berdasarkan penggunaan model pembelajaran yang diperoleh dari kegiatan pengembangan.
14
METODE Metode penelitian mengacu pada tujuan penelitian yakni 1) membuat model sekolah hijau dalam bidang sains dan matematika, dan 2) melakukan ujicoba penggunaan model pembelajaran yang telah dikembangkan. Penelitian ini tergolong deskriptif eksploratif, yang bertujuan untuk memaparkan kondisi kekinian terhadap fenomena-fenomena yang teramati. Kegiatan penelitian meliputi 1) membuat perangka pembelajaran berdasarkan model sekolah hijau, dan 2) ujicoba perangkat pembelajaran. Langkah-langkah yang ditempuh dalam membuat perangkat pembelajaran berdasarkan model sekolah hijau sebagai berikut: 1. Menetapkan KD hasil pengembangan KTSP yang bernuansa lingkungan. Hasil ini diperoleh dari penelitian tahun pertama. Salah satu KD akan dijadikan fokus utama dalam kegiatan pengembangan perangkat pembelajaran. KD ini dan beberapa KD lainnya akan digunakan oleh mahasiswa dalam membuat skripsi. 2. Pendokumentasian lingkungan belajar siswa, hasil dokumentasi berupa foto-foto akan digunakan dalam kegiatan workshop pengembangan perangkat pembelajaran. 3. Melaksanakan workshop penyusunan perangkat pembelajaran. Peserta workshop terdiri atas 28 orang guru kelas V SD, 3 orang kepala sekolah. 2 orang pengawas TK/SD, 3 orang mahasiswa S1 Pendidikan Biologi FKIP Unlam Banjarmasin, dan 1 orang mahasiswa S1 Pendidikan Biologi STKIP Banjarmasin. Mahasiswa yang berperan aktif dalam kegiatan ini sedang mempersiapkan tugas menyusun skripsi. 4. Melakukan finalisasi hasil workshop, ini dimaksudkan untuk menanggulangi keterbatasan kemampuan peserta workshop. Kegiatan ini dilakukan oleh peneliti berserta tim pengembang dan mahasiswa yang akan menyelesaikan tugas skripsi. Produk yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah perangkat pembelajaran sains dan matematika meliputi buku siswa, buku guru, RPP, dan LKS. Langkah-langkah ujicoba perangkat pembelajaran berdasarkan model sekolah hijau yang diperoleh dari kegiatan workshop sebagai berikut: 1. Menetapkan sekolah yang dijadikan ujicoba pengembangan produk. 2. Melaksanakan kegiatan pembelajaran untuk memperoleh data kualitatif dan data kuantitatif. 3. Melakukan analisis data hasil pembelajaran berupa data kualitatif dan kuantitatif.
15
Subyek penelitian ada 2 yakni 1) subyek dalam membuat model sekolah hijau yang akan dikembangkan di SD, dan 2) subyek dalam pelaksanaan ujicoba penggunaan model pembelajaran yang diperoleh dari kegiatan workshop. Subyek penelitian dalam membuat perangkat pembelajaran berdasarkan model sekolah hijau adalah guru kelas V SD bidang sains dan matematika di lingkungan UPT Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar. Subyek penelitian dalam pelaksanaan ujicoba penggunaan model pembelajaran yang diperoleh dari kegiatan workshop adalah semua siswa kelas V SD Kampung Baru tahun pelajaran 2009/2010. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan (Juli-Desember 2009) di lingkungan UPT Pendidikan Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar. Teknik pengumpulan data dilakukan secara deskriptif. Analisis data berupa akurasi model pembelajaran sains dan matematika yang dihasilkan dilakukan melalui seminar dan lokakarya. Teknik pengumpulan data berkaitan dengan ujicoba penggunaan model pembelajaran sains dan matematika dibedakan berdasarkan data kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian berupa data kualitatif diperoleh dari hasil observasi terhadap aktivitas siswa selama dalam proses pembelajaran, dan dari hasil observasi aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran. Data kuantitatif diperoleh dari test hasil belajar dan test selama proses belajar. Analisis data kualitatif (aktivitas siswa dan guru) dilakukan secara deskriptif. Analisis data kuantitatif juga dilakukan secara deskriptif, yakni dengan menghitung skor rata-rata, kemudian ditafsirkan ke dalam kalimat kualitatif yakni baik (76-100%), sedang (56-75%), kurang (40-55%), dan buruk (< 40%) (Arikunto, 1998). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian tentang pengembangan model perangkat pembelajaran sekolah hijau dalam bidang sains dan matematika telah menghasil 2 hal yakni 1) perangkat pembelajaran berdasarkan model sekolah hijau dalam bidang sains dan matematika di SD, 2) hasil ujicoba perangkat pembelajaran berdasarkan model sekolah hijau. Penelitian dalam bidang sains mengangkat topik ekosistem, sedangkan dalam bidang matematika mengangkat topik operasi bilangan bulat. Topik-topik ini diajarkan di kelas V semester ganjil tahun pelajaran 2009/2010.
16
Data kualitatif yang diperoleh pelaksanaan pembelajaran sains meliputi 1) hasil observasi pengelolaan pembelajaran, 2) hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran, 3) hasil observasi aktivitas guru dalam pembelajaran, 4) hasil observasi keterampilan siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui pengamatan, dan 5) respon siswa dan guru terhadap kegiatan pembelajaran. Hasil observasi pengelolaan pembelajaran 1 (kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir) diperoleh skor 45 dari 15 parameter (kategori baik), sedangkan pembelajaran 2 diperoleh skor 50 dari 15 parameter (kategori baik). Hasil observasi keterampilan siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui pengamatan pada pembelajaran 1 diperoleh skor 16 dari 5 parameter pengamatan(kategori baik), pada pembelajaran 2 diperoleh skor 19 dari 5 parameter (kategori baik). Persentasi rata-rata hasil observasi aktivitas guru dalam pembelajaran 1 seperti Tabel 1. Pada Tabel 1 ada 4 parameter yang menunjukkan guru masih aktif Tabel 1. Rata-rata Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Sains 1 Parameter Aktivitas Guru % (P1) % (P2) Ratarata
1 7 7,5 7,25
2 28 18,8 23,4
3 21 11,3 16,2
4 17,5 11,3 14,4
Keterangan: 1 Membimbing siswa memahami LKS. 2 Membimbing siswa melakukan pengamatan. 3 Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 4 Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. ≤ 10% rendah (baik), > 10% tinggi (buruk).
5 0 11,3 5,7
∑% 6 17,5 0 8,7
7 0 26,3 13,2
8 7 11,3 9,2
100 100 100
5 Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. 6 Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 7 Membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. 8 Membimbing siswa membuat/menulis kesimpulan pelajaran. (P1) pertemuan I, (P2) pertemuan II
dalam proses pembelajaran dari 8 parameter teramati. Dikatakan posisi guru masih mendominasi dalam pembelajaran. Aktivitas guru dalam pembelajaran 2 seperti Tabel 2. Pada Tabel 2 juga ada 4 Tabel 2. Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Sains 2
F %
1 2
2 8
8,3
33,2
Parameter Aktivitas Guru 3 4 5 6 2 1 3 2 8,3
4,15
12,45
8,3
N 7 3
8 3
24
2,45
12,45
100
17
Keterangan: 1. Membimbing siswa memahami LKS. 2. Membimbing siswa melakukan pengamatan. 3. Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 4. Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. ≤ 10% rendah (baik), > 10% tinggi (buruk).
5 Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. 6 Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 7 Membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. 8 Membimbing siswa membuat/menulis kesimpulan pelajaran.
parameter yang menunjukkan guru masih aktif. Bilamana dibandingkan dengan pembelajaran 1 dapat dilihat seperti Gambar 1. Pada Gambar 1 ada 1 parameter aktivitas guru yang dominan yakni membimbing siswa melakukan pengamatan. Hal 35 30 25 20
Pembj. 1
15
Pembj. 2
10 5 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Parameter Aktivitas Guru
Keterangan: 1 Membimbing siswa memahami LKS. 2 Membimbing siswa melakukan pengamatan. 3 Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 4 Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru.
5
Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. 6 Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 7 Membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. 8 Membimbing siswa membuat/menulis kesimpulan pelajaran. Gambar 1. Grafik Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Sains
ini disebabkan model sekolah hijau dirasa asing bagi para siswa dan juga disebabkan penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing. Sekalipun demikian peran guru dalam pengelolaan pembelajaran sudah dapat ditekan pada semua parameter. Jadi pembelajaran semacam ini masih memberi peluang keberhasilan. Persentasi aktivitas siswa dalam pembelajaran 1 seperti Tabel 3. Pada 3 Tabel 3. Rata-rata Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Sains 1
% (P1) A % (P2) Rata-rata % (P1) B % (P2) Rata-rata % (P1)
1 28,5 24 26,3 33,2 22,5 27,3 25
2 23,8 4 13,9 14,3 4,5 9,4 12,5
3 23,8 8 16 28,5 9 18,7 20,8
Parameter Aktivitas Siswa 4 5 6 0 9,5 0 12 12 12 6 11,8 6 0 14,3 0 0 31,5 9 0 23 4,5 25 8,3 0
∑% 7 14,3 16 15,2 9,5 9 9,3 8,3
8 0 8 4 0 13,5 6,8 0
9 0 4 2 0 0 0 0
100 100 100 100 100 100 100
18
C
% (P2) 4 0 8 0 Rata-rata 32,5 6,3 14,4 12,5 Keterangan: 1 Memperhatikan penjelasan guru/siswa lain. 2 Membaca LKS atau buku-buku yang relevan. 3 Melakukan pengamatan. 4 Menuliskan hal-hal relevan dengan KBM. 5 Berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. ≤ 10% rendah (buruk), > 10% tinggi (baik)
32 8 12 0 0 100 20,2 4 10.2 0 0 100 6 Melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. 7 Bertanya kepada siswa lain/guru. 8 Menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. 9 Membuat/menulis kesimpulan pelajaran. (P1) pertemuan I, (P2) pertemuan II
aktivitas siswa dalam pembelajaran masih rendah, karena sebagian besar parameter yang teramati menunjukkan persentasi di bawah 10%, kecuali parameter 1, 3, dan 5. Ketiga
parameter
ini
adalah
melakukan
pengamatan,
berdiskusi
antar
siswa/kelompok/guru, dan melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. Sekalipun hanya 3 parameter yang menonjol, namun ini merupakan kemajuan yang berarti dalam menanamkan proses sains kepada siswa. Ringkasan hasil observasi aktivitas siswa pembelajaran 2 seperti Tabel 4. Tabel 4. Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Sains 2
A B C
f % f % f %
1 6 25,2 9 36 6 22,8
2 1 4,2 1 4 2 7,6
3 8 33,6 3 12 8 30,4
Parameter Aktivitas Siswa 4 5 6 3 2 0 12,6 8,4 0 3 5 0 12 20 0 3 1 0 11,4 3,8 0
Keterangan: 1 Memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. 2 Membaca LKS atau buku-buku yang relevan. 3 Melakukan pengamatan. 4 Menuliskan hal-hal yang relevan dengan KBM. 5 Berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. ≤ 10% rendah (buruk), > 10% tinggi (baik)
6 7 8 9
N 7 0 0 0 0 2 7,6
8 2 8,4 2 8 2 7,6
9 2 8,4 2 8 2 7,6
24 100 25 100 26 100
Melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. Bertanya kepada siswa lain atau guru. Menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. Membuat/menulis kesimpulan pelajaran.
Pada Tabel 4 hanya 3 parameter aktivtas siswa yang menunjukkan keaktivan yakni parameter 1, 3, dan 4. Jika dibandingkan dengan pembelajaran 1 seperti Gambar 2.
19
40 35 30 25 20 15 10 5 0
Pembj. 1 Pembj. 2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Parameter Aktivitas Siswa
Keterangan: 1 Memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. 2 Membaca LKS atau buku-buku yang relevan. 3 Melakukan pengamatan. 4 Menuliskan hal-hal yang relevan dengan KBM. 5 Berdiskusi antar siswa/kelompok/guru.
6 7 8 9
Melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. Bertanya kepada siswa lain atau guru. Menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. Membuat/menulis kesimpulan pelajaran.
Gambar 2 Grafik Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Sains
Pada Gambar 2 hanya 3 parameter aktivitas siswa yang memperlihatkan keaktivannya dari 9 parameter pengamatan. Jadi dikatakan siswa belum menunjukkan keaktivan dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian yang dikumpulkan melalui observasi selama proses pembelajaran dapat disimpulkan sementara bahwa guru masih dominan dalam mengelola pembelajaran, dan siswa belum banyak menunjukkan keaktivannya dalam proses pembelajaran sains. Data kuantitatif meliputi hasil pre test dan post test, dan data hasil selama proses pembelajaran yang didapat dari LKS. Data hasil belajar sains yang didapat dari pre test dan post seperti Tabel 5. Pada Tabel 5 rata-rata skor pre test pembelajaran 1 Tabel 5. Hasil Belajar Sains yang Diperoleh dari Pre Test dan Post Test
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Nama M. Arin Andre Jannatun lailasari Ganda Putra Nor Maradinah Subari Aminah M. Saufi Raudatul Jannah Sahriani Ahmad Badawi Skor rata-rata
Pembelajaran 1 Pre Test Post Test 26 33 33 26 53 46 33 40 26 40 26,6 33,3 46 73 53 60 53 40 40 46 60 80 40,9 47
Pembelajaran 2 Pre Test Post Test 13,33 20 53,33 46.66 0 0 33,33 26,66 33,33 40 53,33 26,66 20 26 13,33 33,33 40 60 33,33 32,5
33,33 29,5
20
Keterangan: Data kuantitatif berasal dari tes hasil belajar menggunakan kategori baik (76-100%), sedang (56-75%), kurang (40-55%), dan buruk (< 40%) (Arikunto,1998).
diperoleh 40,9 (kategori kurang baik), rata-rata skor post test diperoleh 47 (kategori kurang baik). Rata-rata skor pre test pembelajaran 2 diperoleh 32,5 (kategori buruk) dan rata-rata skor post test diperoleh 29,5 (kategori buruk). Hasil selama proses pembelajaran seperti Tabel 6. Pada Tabel 6 Skor rata-rata Tabel 6. Hasil Selama Proses Pembelajaran Sains No.
Nama
Pembelajaran 1 Pembelajaran 2 Nilai Nilai 1 M. Arin 50,28 87 2 Andre 60,69 79 3 Jannatun lailasari 66,98 4 Ganda Putra 60,69 79 5 Nor Maradinah 66,98 71 6 Subari 60,69 79 7 Aminah 66,98 71 8 M. Saufi 50,28 87 9 Raudatul Jannah 66,98 71 10 Sahriani 60,69 11 Ahmad Badawi 50,28 87 Skor Rata-rata 60,13 70,11 Keterangan: Data kuantitatif berasal dari LKS menggunakan kategori baik (76-100%), sedang (5675%), kurang (40-55%), dan buruk (< 40%) (Arikunto,1998).
pembelajaran 1 diperoleh 60,13 (kategori sedang), dan skor rata-rata pembelajaran 2 diperoleh 70,11(kategori sedang). Berdasarkan hasil penelitian aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran, dan tes hasil belajar serta tes selama proses pembelajaran sains dapat disimpulkan 1) aktivitas guru masih dominan dalam mengelola pembelajaran, siswa belum menunjukkan keaktivannya, 2) hasil belajar tergolong kategori buruk, proses belajar termasuk kategori sedang. Data kualitatif yang diperoleh pelaksanaan pembelajaran matematika meliputi 1) hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran, dan 3) hasil observasi aktivitas guru dalam pembelajaran. Hasil observasi pengelolaan pembelajaran 1 diperoleh skor 41 dari 14 parameter (kategori cukup baik), sedangkan pembelajaran 2 diperoleh skor 47 dari 14 parameter (kategori baik). Hasil observasi keterampilan siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui pengamatan pada pembelajaran 1 diperoleh skor 6 dari 3 parameter pengamatan (kategori cukup baik), sedangkan pada pembelajaran 2 diperoleh skor 11 dari 3 parameter (kategori baik). Ringkasan hasil observasi aktivitas guru dalam pembelajaran 1 seperti pada Tabel 7. Pada Tabel 7, ada 4 parameter aktivitas guru masih dominan,
21
Tabel 7. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Matematika1 Parameter Aktivitas Guru 4 5 6
1
2
3
F
5
6
3
5
4
%
16,66
20
10
16,66
13,33
Keterangan: 1 Membimbing siswa memahami LKS. 2 Membimbing siswa melakukan pengamatan. 3 Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 4 Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. ≤ 10% rendah (baik), > 10% tinggi (buruk)
5
N
7
8
3
1
3
30
10
3,33
10
100
Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. Membimbing siswa menyusun/ melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. Membimbing siswa membuat/menulis kesimpulan pelajaran.
6 7 8
Aktivitas guru dalam pembelajaran 2 seperti pada Tabel 8. Pada Tabel 8 hampir semua aktivitas guru masih dominan, kecuali parameter 7. Bilamana dibandingkan dengan pembelajaran 1 ditunjukan seperti Gambar 3. Pada Gambar 3 aktivitas guru justru makin meningkat, kecuali parameter 1.
Tabel 8. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Matematika 2 Parameter Aktivitas Guru 4 5 6
1
2
3
F
4
6
3
5
4
%
13,79
20,69
10,34
17,24
13,79
Keterangan: 1 Membimbing siswa memahami LKS. 2 Membimbing siswa melakukan pengamatan. 3 Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 4 Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. ≤ 10% rendah (baik), > 10% tinggi (buruk)
5 6 7 8
N
7
8
3
1
3
29
10,34
3,45
10,34
100
Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. Membimbing siswa menyusun/ melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. Membimbing siswa membuat/menulis kesimpulan pelajaran.
22
Parameter Aktivitas Guru
Keterangan: 1 Membimbing siswa memahami LKS. 2 Membimbing siswa melakukan pengamatan. 3 Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 4 Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru.
5 6 7 8
Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. Membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. Membimbing siswa membuat/menulis kesimpulan pelajaran.
Gambar 3. Grafik Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Matematika
Hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika 1 seperti Tabel 9. Pada Tabel 9 dari 9 parameter yang teramati terdapat 4 parameter yang menunjukkan keaktifan siswa masih kurang yaitu parameter 4, 6, 8 dan 9. Pada kegiatan pembelajaran 1 siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran, karena masih ada beberapa parameter yang kurang aktif, bahkan belum dilakukan oleh siswa sama sekali.
Tabel 9. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika 1
1 A
f %
B
f % f
2
3
Parameter Aktivitas Siswa 4 5 6 7 2 6 1 3
N 8
9
4
4
1
29,03 10
12,90 1
12,90 4
6,45 4
19,35 6
3,22 2
9,67 2
-
33,33 10
3,33 3
13,33 4
13,33 2
20 6
6,67 1
6,67 2
1
33,33 10
10,0 3
13,33 4
6,67 3
5
3,33 1
6,67 2
-
33,33 9
10,0 5
13,33 4
10,0 4
16,67 5
3,33 1
6,67 2
1
9 1
31
3,22
3,22 1
100 30
-
3,33 1
100 30
3,33
3,33 1
100 29
-
3,33 1
100 32
C % D
f %
E
f
20
23
%
30
16,67
13,33
13,33
16,67
Keterangan: Parameter Aktivitas Siswa 1. Memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. 2. Membaca LKS atau buku-buku yang relevan. 3. Melakukan pengamatan. 4. Menuliskan hal-hal yang relevan dengan KBM. 5. Berdiskusi antar siswa/kelompok/guru.
3,33
6,67
3,33
3,33
100
6.
Melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. 7. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 8. Menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. 9. Membuat/menulis kesimpulan pelajaran. ≤ 10% rendah (buruk), > 10% tinggi (baik)
Aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika 2 seperti Tabel 10. Pada Tabel 10. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika 2
A B
Parameter Aktivitas Siswa 4 5 6 2 6 2
F
1 4
2 3
3 4
% F
16 4
12 5
16 4
8 2
24 5
% F
15,38 10
19,23 3
15,38 4
7,69 3
% F
33,33 8
10,0 5
13,33 4
% f
26,67 8
16,67 5
%
26,67
16,67
N 7 2
8 1
9 1
25
8 2
8 3
4 -
4 1
100 26
19,23 6
7,69 1
11,53 2
-
3,85 1
100 30
10,0 2
20 6
3,33 1
6,67 3
-
3,33 1
100 30
13,33 4
6,67 3
20 6
3,33 1
10,0 2
-
3,33 1
100 30
13,33
10,0
20
3,33
6,67
-
3,33
100
C D E
Keterangan: 1 Memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. 2 Membaca LKS atau buku-buku yang relevan. 3 Melakukan pengamatan. 4 Menuliskan hal-hal yang relevan dengan KBM. 5 Berdiskusi antar siswa/kelompok/guru.
6 7 8 9
≤ 10% rendah (buruk), > 10% tinggi (baik)
Melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. Menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. Membuat/menulis kesimpulan pelajaran.
Tabel 10, dari 9 parameter yang teramati semuanya sudah dilaksanakan oleh siswa, meskipun tidak semua siswa dalam kelompok tersebut melakukan semua parameter pengamatan. Pada pembelajaran 2 ini aktivitas siswa lebih merata pada semua parameter pengamatan, kecuali parameter 8. Bilamana dibandingkan dengan pembelajaran 1 dapat dilihat seperti Gambar 4.. Pada Gambar 4. hanya 2 parameter
24
35 30 25 20
Pembj. 1
15
Pembj. 2
10 5 0 1
2
5
6
8
Parameter Aktivitas Siswa
Keterangan: 1 Memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. 2 Membaca LKS atau buku-buku yang relevan. 3 Melakukan pengamatan. 4 Menuliskan hal-hal yang relevan dengan KBM. 5 Berdiskusi antar siswa/kelompok/guru.
6 7 8 9
Melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. Bertanya kepada siswa lain atau guru. Menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. Membuat/menulis kesimpulan pelajaran.
Gambar 4. Grafik Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika
aktivitas siswa yang memperlihatkan keaktifannya dari 9 parameter pengamatan, yakni parameter 1 dan 5. Jadi dapat dikatakan siswa belum menunjukkan keaktifan dalam pembelajaran matematika. Data kuantitatif meliputi hasil pre test dan post test, dan data hasil selama proses pembelajaran yang diperoleh dari LKS. Data hasil belajar matematika yang diperoleh dari pre test dan post test pada pembelajaran 1 seperti Tabel 11. Pada Tabel 11 rata-rata skor pre test pada pembelajaran 1 diperoleh 46,89 (kategori kurang baik) dan rata-rata skor post test diperoleh 58,6 (kategori sedang). rata-rata skor pre test pada pembelajaran 2 diperoleh 57,7 (kategori sedang) dan rata-rata skor post test diperoleh 70 (kategori sedang).
Tabel 11. Hasil Pre tes dan Post tes Pembelajaran Matematika
No. 1. 2. 3.
Nama Siswa Aprilia Habibah Dela Ayu Nafsiah
Pembelajaan 1 Pre Test Post Test 70 80 60 90 70 70
Pembelajaran 2 Pre Test Post Test 80 90 70 80 60 80
25
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
M. Faisal Madani 50 60 70 90 Aldi Khairi 50 50 60 70 Sudrajat Suef 40 50 60 80 Laila Febryani 30 40 70 80 Putri Liani 40 70 80 90 Rolia Eva S. 50 50 60 80 Dian Maruah Holfah 70 80 50 50 Virga Aprilianica L. 40 50 40 40 M. Kahfi Madani 20 60 60 60 Rayhan 50 50 50 60 Firhan 30 80 60 70 M. Ridho F. 50 50 30 40 Reka 40 40 70 90 Reza H. 60 80 40 60 Wita L. 40 50 80 90 Melati 50 60 30 50 Kodrat 50 40 40 60 Ajaini R. 40 40 50 60 M. Faisal 30 50 60 70 Rata-rata 46,8 58,6 57,7 70 Keterangan: Data kuantitatif berasal dari tes hasil belajar menggunakan kategori baik (76-100%), sedang (56-75%), kurang (40-55%), dan buruk (< 40%) (Arikunto,1998).
Hasil selama proses pembelajaran matematika seperti Tabel 12. Pada Tabel 12 Tabel 12. Ringkasan Hasil Selama Proses Pembelajaran Matematika Nama Kelompok
Pembelajaran 1
Pembelajaran 2
Nilai
Nilai
I
70
70
II
75
75
III
70
70
IV
75
75
V
75
75
Rata-rata
73,00
73,00
Keterangan: Data kuantitatif berasal dari LKS menggunakan kategori baik (76-100%), sedang (5675%), kurang (40-55%), dan buruk (< 40%) (Arikunto,1998).
skor rata-rata pada pembelajaran 1 diperoleh 73,00, skor ini sudah termasuk kategori sedang. Rata-rata pembelajaran 2 diperoleh 79 (kategori sedang). Berdasarkan hasil penelitian pembelajaran sain dan matematika yang dikumpulkan melalui aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran, dan tes hasil belajar serta tes selama proses pembelajaran dapat disimpulkan seperti Tabel 13.
26
Tabel 13 Ringkasan Data Kualitatif dan Data Kuantitaif Pembelajaran Sains dan Matematika Mata pelajaran Sains
Matematika
Data Kualitatif Aktivitas Guru Aktivitas Siswa Dominan dalam Belum mengelola menunjukkan pembelajaran keaktifannya Dominan dalam Belum mengelola menunjukkan pembelajaran keaktifannya
Data Kuantitaif Hasil Belajar Proses belajar Tergolong Termasuk kategori buruk kategori sedang Tergolong kategori sedang
Termasuk kategori sedang
Pada Tabel 13 hasil uji validasi empiris baik sains maupun matematika menunjukkan belum nampak keberhasilan. Atas temuan ini maka sebelum didesiminasikan perlu dipertimbangkan hal-hal berikut: 1) Guru masih dominan dalam mengelola pembelajaran, baik sains maupun matematika, oleh karena itu perlu diberikan pelatihan pelaksanaan pembelajaran agar terampil dalam mengelola kelas. 2) Siswa belum menunjukkan keaktivan dalam proses pembelajaran, hal ini perlu diatasi dengan memberikan peran yang lebih besar dalam proses belajar untuk memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan. 3) Hasil belajar tergolong buruk pada bidang sains dan tergolong kategori sedang pada bidang matematika. Sekalipun demikian proses belajar sudah tergolong sedang, ini merupakan modal untuk memperbaiki hasil belajar. Peningkatan proses belajar diharapkan dapat memperbaiki hasil belajar. Pembahasan Perangkat pembelajaran sains dan matematika berdasarkan model sekolah hijau diperoleh melalui tahapan-tahapan kegiatan 1) Menetapkan KD hasil pengembangan KTSP sains dan matematika SD yang bernuansa lingkungan diperoleh dari penelitian tahun pertama, 2) melakukan pendokumentasian berupa foto-foto lingkungan belajar siswa, 3) melaksanakan workshop penyusunan perangkat pembelajaran, dan 4) melakukan finalisasi hasil workshop, ini dimaksudkan untuk menanggulangi keterbatasan kemampuan peserta workshop. Di dalam pelaksanaannya, tahapan 1 sampai 3 tidak menemui kendala yang berarti, akan tetapi pada tahapan 4 yakni finalisasi hasil workshop memerlukan waktu yang lama. Hal ini disebabkan bahan ajar yang dibuat melalui workshop jauh dari yang diharapkan. Ini disebabkan keterbatasan kemampuan peserta workshop. Penelitian telah menghasilkan perangkat pembelajaran sains dan matemaika. Sekalipun ada 4 KD yang difasilitasi melalui kegiatan workshop, namun yang
27
ditindaklanjuti untuk menghasilkan perangkat pembelajaran hanya 1 KD saja. Ada 3 alasan yang dapat dikemukakan di sini 1) perangkat pembelajaran yang akan diujicobakan pada tahun ketiga perlu diuji validasi isi maupun empiris, 2) pengembangan perangkat pembelajaran menyita waktu yang cukup banyak, dan 3) guru di lingkungan kancah penelitian belum terbiasa membelajaran melalui model sekolah hijau. Perangkat
pembelajaran
sains
berkenaan
dengan
kompetensi
dasar
mendeskripsikan ketergantungan manusia dan hewan pada tumbuhan hijau sebagai sumber makanan. Ada 2 indikator yang dijabarkan dari kompetensi dasar ini yakni 1) Menjelaskan perubahan komponen dalam ekosistem yang mengakibatkan terjadinya dalam perubahan ekosistem, dan 2) Menjelaskan populasi, komunitas, dan habitat dalam kaitannya terhadap saling ketergantungan hewan dan tumbuhan. Perangkat pembelajaran matematika berkenaan dengan kompetensi dasar melakukan operasi hitung bilangan bulat termasuk penggunaan sifat-sifatnya, pembulatan dan penafsiran. indikator yang dijabarkan dari kompetensi dasar adalah menyelesaikan operasi hitung bilangan bulat dengan menggunakan sifat-sifat operasi hitung. Hasil penelitian pada ujicoba perangkat pembelajaran berdasarkan model pembelajaran sekolah hijau bidang sains dan matematika menunjukkan guru masih dominan dalam mengelola pembelajaran, baik sains maupun matematika. Temuan hasil penelitian ini selaras dengan penelitian sebelumnya (Zaini dkk., 2008). Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran sains dan matematika sebelum inovasi dilaksanakan belum memuaskan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa guru mitra belum mampu membelajarkan siswa berdasarkan prinsip-prinsip konstruktivistik. Kinerja guru yang dominan dalam proses pembelajaran bertentangan dengan penelitian-penelitian lainnya yang telah dilaporkan (Sutini, 2000; Supramono, 2005). Mereka menemukan guru sudah mampu dalam mengelola pembelajaran berdasarkan masalah tampak sudah mengikuti dengan baik tahapan-tahapan sintaks pembelajaran berdasarkan masalah dan mampu mengoperasikan perangkat pembelajaran. Berasakan hasil penelitian ini menyiratkan agar dilakukan pembinaan guru dalam menggunakan perang pembelajaran, oleh karena itu perlu dilaksanakan workshop
28
pelaksanaan pembelajaran agar terampil dalam mengelola kelas. sebelum perangkat pembelajaran didesiminasikan dalam konteks yang lebih luas. Hasil penelitian juga bertentangan dengan penelitian-penelitian sebelumnya (Muliani, 2007; Norliyana, 2009; Anwar, 2009; Norkhaerani,(2009). Penelitian mereka menemukan bahwa guru sudah dapat melepaskan dominasinya dalam pembelajaran. Mereka dapat mengendalikan sebagian besar parameter aktivitas guru yang meliputi
1) membimbing siswa memahami LKS, 2) membimbing siswa
melakukan pengamatan, 3) membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM, 4) membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru, 5) membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan, 6)mendorong siswa bertanya
kepada
siswa
lain
atau
kepada
guru,
7)
membimbing
siswa
menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan, 8) membimbing siswa membuat/menulis kesimpulan pelajaran. Kinerja guru yang dominan dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor, salah faktor yang menonjol adalah guru mitra belum mampu mengubah paradigma mengajar (positivisme) menjadi membelajarkan siswa (konstruktivisme).
Kemampuan
guru
dalam
mengelola
pembelajaran
juga
dipengaruhi oleh pengalaman mengajar di SD-SD dalam lingkungan Kecamatan Beruntung Baru yang masih menekankan pada tranfer pengetahuan kepada siswa. Apalagi penggunaan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran, sama sekali merupakan hal baru. Hasil penelitian menunjukkan siswa belum memperlihatkan keaktifan dalam proses pembelajaran. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya (Ishthifaiyah, 2009). Penelitian yang dilakukan pada kancah sama memperlihatkan aktivitas siswa pada pembelajaran dengan menggunakan pendekatan lingkungan ini belum mencapai kategori baik. Sekalipun demikian banyak hasil-hasil penelitian yang membuktikan bahwa pembelajaran semacam ini dapat meningkatkan keaktifan siswa, jadi temuan ini terkesan bertentangan dengan penelitian-penelitian sebelumnya (Supramono, 2005; Norliyana, 2009; Anwar, 2009; Norkhaerani, 2009). Beberapa penelitian ini menyimpulkan
bahwa
kemampuan
siswa
melakukan
penyelidikan
melalui
pengamatan sudah tergolong baik dan kemampuan siswa melakukan penyelidikan melalui percobaan tergolong cukup baik. Ketidakmampuan meningkatkan aktivitas
29
siswa berdasarkan penelitian ini perlu diatasi dengan memberikan peran yang lebih besar dalam proses belajar untuk memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan. Sejalan dengan hasil temuan aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran. Ketika guru cenderung mengajar melalui tranfer pengetahuan, maka siswa dikondisikan menjadi pasif dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu guru yang akan membelajarkan perangkat pembelajaran pada tahun ketiga, hendaknya dilatih lebih dahulu agar mereka terampil di depan kelas. Hasil belajar siswa diperoleh dari tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah pembelajaran diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa tergolong buruk pada bidang sains dan tergolong kategori sedang pada bidang matematika. Hasil belajar siswa ’belum dapat dikatakan berhasil, sesuai dengan batas keberhasilan belajar siswa. Hasil belajar siswa dalam mata pelajaran sains belum berhasil, ini bertentangan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Baik hasil penelitian sains yang dirancang melalui eksperimen (Supramono, 2005; Sutini, 2000; Belawati, 2009; Rosmalina, 2009), maupun hasil penelitian yang dirancang melalui PTK (Yulinda, 2006; Aslamna, 2006; Muliani, 2007; Marlina, 2008; Erdawati, 2008; Murtiani, 2008; Ishthifaiyah, 2009). Hasil penelitian melalui eksperimen diperlihatkan dengan penolakan Ho, sedangkan penelitian melalui PTK dengan menggunakan ketuntasan klasikal. Ada beberapa hasil penelitian yang sejalan dengan temuan ini terutama dalam mata plajaran sains. Hasil belajar siswa dalam mata pelajaran sains belum berhasil sesuai dengan penelitian sebelumnya (Safiteri, 2009). Hasil penelitian melalui eksperimen menunjukkan pada pembelajaran 1 kemungkinan Ho ditolak sebesar 0,1727 dan hasil analisis kovarian pada pembelajaran 2 menunjukkan kemungkinan Ho ditolak sebesar 0,4020. Hasil belajar siswa dalam mata pelajaran matematika juga belum berhasil, ini bertentangan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang dirancang melalui PTK (Norliyana, 2009; Anwar, 2009; Idawati, 2009; Norkhaerani, 2009). Jadi berdasarkan data hasil belajar, ujicoba produk pengembangan perangkat pembelajaran belum berhasil. Proses belajar atau keterampilan proses sains diperoleh dari kemampuan siswa menyelesaikan tugas-tugas dalam LKS. Hasil selama proses belajar tergolong sedang,
30
sekalipun hasil ini belum maksimal, namun menjadi modal utama untuk memperbaiki kualitas belajar di sekolah. Artinya melalui peningkatan proses belajar diharapkan dapat memperbaiki hasil belajar. Hasil selama proses belajar tergolong sedang, ini berbeda dengan penelitianpenelitian sebelumnya (Supramono, 2005; Sutini, 2000). Ketercapaian THB proses keterampilan berpikir 5 TPK dari 7 TPK, dan THB kinerja keterampilan berpikir 5 TPK dari 7 TPK (Supramono, 2005). 3) Kemampuan siswa melakukan penyelidikan melalui pengamatan yang paling menonjol adalah keterampilan menggunakan alat ukur yang sesuai untuk melakukan pengamatan kuantitatif (Sutini, 2000). Hasil selama proses belajar tergolong sedang, jika dibandingkan dengan hasilhasil penelitian melalui PTK, maka hasil ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya (Marlina, 2008; Muliani, 2007; Aslamna, 2006; Murtiani 2008). Secara bersamaan hasil penelitian mereka menunjukkan ada peningkatan hasil selama proses pembelajaran yang diperoleh dari tes keterampilan proses melalui LKS. Peningkatan ini berupa perubahan dari siklus 1 dengan kategori cukup baik menjadi kategori baik. Hasil selama proses belajar tergolong sedang, jika dibandingkan dengan hasilhasil penelitian melalui PTK, maka hasil ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya (Ishthifaiyah, 2009). Sekalipun pada kancah penelitian yang sama, penelitian ini menunjukkan hasil selama proses pembelajaran pada siklus 1 dan 2 tergolong baik. Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya, penelitian ini belum didukung oleh banyak penelitian. Meskipun demikian hasil selama proses pembelajaran tergolong baik merupakan salah satu parameter yang dianggap berhasl dibandingkan dengan parameter-parameter lainnya. Proses belajar sudah tergolong sedang pada bidang matematika, jika dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian melalui PTK, maka hasil ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya (Anwar, 2009; Idawati, 2009; Norkhaerani, 2009). Hasil selama proses pembelajaran mereka peroleh terjadi peningkatan dari kategori cukup baik menjadi kategori baik. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan:
31
1. Penelitian ini telah menghasilkan perangkat pembelajaran berdasarkan model pembelajaran sekolah hijau dalam bidang sains dan matematika sekolah dasar. 2. Ujicoba perangkat pembelajaran dapat disimpulkan a) Guru masih dominan dalam mengelola pembelajaran, b) Siswa belum menunjukkan keaktivan dalam pembelajaran, c) Hasil belajar termasuk kurang baik pada bidang sains dan kategori sedang pada bidang matematika, proses belajar termasuk sedang. Berkaitan dengan kesimpulan di atas, maka dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Guru harus mempersiapkan diri secara matang dan teliti serta menambah wawasan mengenai beberapa teori belajar yang mendukung pembelajaran. 2. Produk hasil pengembangan perangkat pembelajaran berdasarkan model sekolah hijau baru diujicobakan sebanyak dua kali pada kelas yang terbatas. Oleh karena itu produk pengembangan ini masih perlu diujicobakan pada skala yang lebih luas 3. Produk ini masih perlu dikembangkan lebih lanjut karena berdasarkan hasil ujicoba belum memuaskan terutama hasil belajar, aktivitas guru dan aktivitas siswa. Ketidakberhasilan ini disebabkan banyak kelemahan-kelemahan seperti konstruksi soal yang belum dipahami siswa dan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN Anwar, Hairil. 2009. Meningkatkan Pemahaman Konsep Bilangan Bulat pada Siswa Kelas V SDN Banjarbaru Kota 2 melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Belajar Bersama dengan Setting Lingkungan. Laporan Pemantapan Kemampuan Profesional UPBJJ-UT Banjarmasin. Tidak Diterbitkan. Aslamna. 2006. Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Konsep “Perubahan Lingkungan” pada Siswa Kelas Xd SMA Negeri 1 Gambut Tahun Pelajaran 2005/2006 melalui Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Banjarmasin: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat, Skripsi tidak diterbitkan. Arends, R.I., 1997. Classroom Instructional and Management. New York: McGrawHill Book Companies, Inc. Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.
32
Belawati, Octa. 2009. Penggunaan Pendekatan Inkuiri terhadap Pemahaman Konsep Kelangsungan Hidup Organisme di SMP Negeri 1 Anjir Muara Batola. Banjarmasin: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat, Skripsi tidak diterbitkan. Dahar, Ratna Wilis dan Liliasari. 1986. Interaksi Belajar Mengajar IPA. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka. Degeng, I Nyoman S., (2000). Paradigma Baru Pendidikan Memasuki Era Demokrasi Belajar, Makalah Disajikan dalam Seminar dan Diskusi Panel Nasional Teknology Pembelajaran V, Malang: Kerjasama UM dan IPTPI Cabang Malang. Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Timgkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran sains dan matematika SD. Jakarta. Dick, W. dan Carey, L., (1990). The Systematic Design of Instructional, Second Edition, London: Scott, L. Foresman and Company. Erdawati, Gusti Marlina. 2008. Peningkatan Pemahaman Siswa Kelas VIIB SMP Negeri 16 Banjarmasin pada Sub Konsep Kepadatan Penduduk dan Permasalahannya dengan Menggunakan Pendekatan Guide Inquiry. Banjarmasin: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat, Skripsi tidak diterbitkan. Gough, Noel. 1992. Blueprints for the Greening Schools. Gould League. Victoria: Greenwald, N.L., (2000). Learning from Problem, The Science Teacher, 67(4): 28-32. Idawati. 2009. Penggunaan Pendekatan Kooperatif Tipe STAD dengan Setting Lingkungan untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas V SDN Loktabat 2 pada Konsep Pengukuran Sudut. Laporan Pemantapan Kemampuan Profesional UPBJJ-UT Banjarmasin. Tidak Diterbitkan. Iskandar, S.M., 1997. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Depdikbud Dirjend. Dikti Bagian P3G SD. Ishthifaiyah, Nurul. 2009. Meningkatkan Pemahaman Siswa SDN Lawahan pada Konsep Adaptasi Hewan melalui Pendekatan Lingkungan. Banjarmasin: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat, Skripsi tidak diterbitkan. Leinhart, G., (1993). What research on learning, tells us about teaching, In K.M.Cauley, F.Linder, J.H. McMillan (eds), Annual Editions: Education Psichology of Human Thought (pp.188-213). New York: Cambridge University Press. Marlina. 2008. Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Negeri Bangkal 1 Kota Banjarbaru Tahun Pelajaran 2007/2008 tentang Materi “Penyesuaian Makhluk Hidup dengan Lingkungannya” dengan Menggunakan Pendekatan Lingkungan. Banjarmasin: STKIP-PGRI, Skripsi tidak diterbitkan.
33
Muliani, Sri. 2007. Upaya Mengoptimalkan Pemahaman Siswa Kelas VI SD Negeri Landasan Ulin Timur 3 tentang Sub Konsep Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Ekosistem Melalui Pendekatan SETS. . Banjarmasin: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat, Skripsi tidak diterbitkan. Murtiani. 2008. Penggunaan Pendekatan Inkuiri dengan Pendekatan Kooperatif untuk Meningkatkan Pemahaman Difusi dan Osmosis pada Siswa SMP Negeri Batu Ampar. Banjarmasin: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat, Skripsi tidak diterbitkan. Norkhaerani. 2009. Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas V SDN Banjarbaru Kota 6 pada Konsep Jarak dan Kecepatan Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Belajar Bersama dengan Setting Lingkungan. Laporan Pemantapan Kemampuan Profesional UPBJJ-UT Banjarmasin. Tidak Diterbitkan. Norliyana. 2009. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa melalui Pendekatan Problem Based Instruction (PBI) dengan Setting Lingkungan pada Siswa Kelas V SDN Lawahan Tahun Pelajaran 2008/2009 Banjarmasin: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat, Skripsi tidak diterbitkan Nur, M., (1988). Pendekatan-pendekatan Konstruktivis dalam Pembelajaran, Surabaya: IKIP Surabaya. Rosmalina, Indah. 2009. Penerapan Bahan Ajar Berbasis Inkuiri terhadap Pemahaman Konsep Saling Ketergantungan di Sekolah Dasar Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar. Banjarmasin: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat, Skripsi tidak diterbitkan. Rustaman, N.Y., dan Widodo, A., 1996. Keterpaduan Kurikulum dan Pembelajaran dalam Menyiapkan Guru IPA SD, Bandung: IPA MIPA IKIP BANDUNG. Sadiman, A.S., 2000. Paradigma Baru Pengemasan Pendidikan yang Demokratis Ditinjau dari Aspek Kebijakan, Makalah Disajikan dalam Seminar dan Diskusi Panel Nasional Teknology Pembelajaran V, Malang: Kerjasama UM dan IPTPI Cabang Malang. Saviteri, Fahrina. 2009. Penerapan Bahan Ajar Berbasis Inkuiri terhadap Pemahaman Konsep Penyesuaian Diri Tumbuhan dengan Lingkungan di Sekolah Dasar Kecamatan Beruntung Baru. Banjarmasin: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat, Skripsi tidak diterbitkan. Singletary, J.R., (2000). Sound Ecology “Strudent aplly problem based learning to environmental question”, The Science Teacher, 67 (4): 41-47. Slavin, Charles Robert, R. 1997. Educational Psychology Theori and Practice. Diterjemahkan oleh: Mohamad Nur (1998). Surabaya: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Suhardjono, (2000). Haruskah Demokratisasi Belajar Menggunakan Konstruktivistrik?, Makalah Disajikan dalam Seminar dan Diskusi Panel Nasional Teknology Pembelajaran V, Malang: Kerjasama UM dan IPTPI Cabang Malang.
34
Supramono. 2005. Pengembangan Model Perangkat Pembelajaran dan Penerapannya dalam Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Siswa SD. PPS UM Malang, Disertasi Tidak diterbitkan. Sushkin, N. 2001. What is Constructivism?., . (http://www.wpi.edu/~isq_501) Sutini, 2000. Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Berorientasi Model Pengajaran Berdasarkan Masalah Bahan Kajian Air di Sekolah Dasar, Surabaya: Program Pascasarjana UNESA, Tesis tidak diterbitkan. Tek, O.E., (1998). Problem Solving in Science and Technology.Clasroom Teacher, Vol.3 No.1 p. 16-24. Tim Peneliti Unlam Banjarmasin, 2008. Studi Pendahuluan Pendidikan Lingkungan di Sekolah Dasar. Banjarmasin: Lembaga Penelitian Unlam Banjarmasin. Trisler, Carmen E. 1993. Global Issues and Environmental Education. ERIC, (Online), (http: //www.ericse.org/eric/digests/digest-e05.html, diakses 5 Januari 1997). Yulinda, Ratna. 2008. Upaya Mengefektifkan Pembelajaran Sub Konsep ”Cara Penghematan Air” Siswa Kelas V SDN Sungai Tabuk Keramat 2 Kecamatan Sungai Tabuk melalui Interaksi Pendekatan Pembelajaran Berdasarkan Masalah dan Pendekatan Problem Posing. Banjarmasin: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat, Skripsi tidak diterbitkan. Zaini, Muhammad; Noor Fajriah; Wahidah Arsyad. 2008. Pengembangan Model Perangkat Pembelajaran sains dan matematika dan Penerapannya Dalam Pembelajaran dengan Model Sekolah hijau (For The Greening School) untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar Banjarmasin: Lembaga Penelitian Unlam Banjarmasin.