Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
SEKITAR PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR DAN KESALAHANNYA Askury Dosen Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Malang Abstrak: Tulisan ini merupakan pengalaman yang sering muncul pada saat pendampingan TEQIP memberikan pendalaman materi matematika untuk guru-guru SD, dan juga pengalaman menjadi tutor UT POKJAR Malang Kebanyakan teman guru matematika dalam membelajarkan matematika di sekolah masih kurang memahami kebermaknaan dari materi yang diajarkan kesiswa sehingga siswanya menerima dengan terpaksa akibatnya matematika yang diajarkan tidak menyenangkan, padahal kurikulum menuntut dalam menyampaikan materi kesiswa harus menyenangkan, bukan membosankan , menakutkan dll. Kata Kunci: Pembelajaran, Matematika, Bermakna dan Kesalahan.
Matematika yang diajarkan di Sekolah Dasar kadang-kadang masih membingungkan murid, dan muridpun tidak mau bertanya takut kalau dimarahi. Sebagai contoh waktu mendampingi diseminasi di MARA/Maluku Tenggrara sempat diskusi dengan salah seorang pengikut/guru SD tentang penjumlahan bilangan pecahan. Pertanyaan yang muncul adalah ― berapa 2
2 3 3 ? Jawabannya adalah kedua pecahan tersebut disamakan penyebutnya yaitu 3 5
15, mengapa harus 15, ???? Jawaban yang ditulis guru adalah 3 x 5 = 15. Setelah ditampilkan
8 18 13 21 , 13 diperoleh dari 8+5 dan 21 diperoleh dari 18 + 3 Sehingga 3 5 15 15 8 18 13 21 34 hasilnya adalah = . Ibu mengajar kelas berapa, jawabnya mengajar di 3 5 15 15 15 yang ditulis
klas V. Pecahan dan operasinya diberikan mulai klas IV , pertanyaan berikutnya adalah ― apakah ibu memahami arti pecahan senilai, pecahan sederhana dan pecahan campuran? Jawaban sementara adalah tidak faham. Dari kasus ini saya bawa ke forum klas khusus guru kelompok matematika, ada yang memahami tetapi hampir 70% guru di tempat diseminasi tidak faham. Dari contoh tersebut diberikan jawaban bahwa
2
2 8 , 3 3
3 18 3 , Jadi 5 5
2 3 8 18 8.5 18.3 40 54 94 4 2 3 6 , 3 5 3 5 3.5 5.3 15 15 15 15 34 4 Jadi jawaban di atas adalah salah. Kasus berikutnya tentang perkalian pecahan 2 15 15 1 1 1 misalnya x = . Jawaban diperoleh dari pembilang dikalikan pembilang dan penyebut 2 3 6 1 dikalikan penyebut diperoleh angka , pertanyaan dimunculkan mengapa hal ini bisa terjadi 6 (pembilang dikalikan pembilang dan penyebut dikalikan penyebut), dan hampir semua peserta menjawab sudah dari sananya, ada yang menjawab pokoknya begitu guru saya mengerjakannya dulu. Apakah ada anak yang bertanya mengapa pembilang dikalikan pembilang dan penyebut dikalikan penyebut, jawaban untuk sementara tidak ada yang bertanya, dan andaikan ada yang bertanya bapak/ibu mempunyai jawaban ? Jawabanya adalah pokoknya begitu sesuai dengan buku. Dari perkalian bilangan pecahan dengan menggunakan media gambar akhirnya guruguru dengan mengangguk-angguk dan bilang OOOO begitu tah PAK cara menerangkan nya, Saya bilang sudah sejak dulu ya seperti itu bpk/ibu.
1
ISBN :978-602-17187-2-8
Bagaimana operasi pembagian pecahan , misalnya 1 :
1 . Jawabanya adalah 2, darimana 2
bpk/ibu mendapatkan 2, ya dibalik, artinya 1 : ½ = 1 x 2/1 =2. Mengapa bapak ibu membalik ½ menjadi dikalikan 2/1? Secara spontan jawabanya adalah sama seperti yang tadi , pokoknya begitu, atau bukunya begitu pak. Dengan menggunakan ilustrasi gambar, misalnya ½
½
Jika keseluruhan adalah 1 dan bagian adalah ½ , pertanyaan dimunculkan 1 dibagi ½ dapat diartikan 1 ada berapa ½ an. Jawaban adalah ada 2. Apa arinya 2, adalah 1 : ½ = 2 , jadi 1 ada 2 ½ an. Ternyata komentar guru-guru adalah OOOO. Jadi kalau sudah bilang OOO artinya OKE. Hal-hal seperti ini guru SD dilapangan masih banyak yang perlu dibenahi, tidak hanya yang ikut program TEQIP, tetapi juga guru-guru SD disekitar kita dan juga guru-guru SD yang ikut kuliah di UT masih banyak yang mengajarkan dengan menggunakan pola ―POKOKNYA‖ Kasus berikutnya adalah materi segiempat dengan contoh sederhana adalah bangun datar persegipanjang. Saya beri contoh ‗PAPERLINE‘ yag dibagikan panitia kepada peserta . Paperline saya tunjukkan berbentuk apa permukaanya? Jawabnya persegipanjang, kemudian saya miringkan penampilanya dan saya tanyakan lagi, jawabanya adalah berbentuk jajargenjang, ada yang jawab segiempat, layang-layang, belahketupat dll. Dari kasus ini saya awalnya sudah memperkenalkan diri bahwa saya bernama ASKURY, kalau saya membelakangi , atau duduk, atau tidur apakah nama saya berubah? Dari kasus ini kemudian saya berikan skema tentang segiempat. Didalam segiempat ada trapezium, ada jajargenjang, ada layang-layang, ada belahketupat ada persegipanjang dan ada persegi. Didalam jajargenjang ada persegipanjang dan dalam persegipanjang ada persegi. Didalam layang-layang ada belah ketupat dan dalam belah ketupat ada persegi. Berikutnya dengan menggunakan media segempat samasisi, dengan sudutnya tidak siku-siku, pertanyaan yang dimunculkan adalah berbentuk apakah bangun tersebut, banyak ynag menjawab persegi, dengan alasan sisinya sama. Kemudian dimunculkan segiempat sama sisi dengan satu sudutnya siku-siku, kebanyakan guru menjawab bangun persegipanjang. Dari beberapa kasus tersebut kami berikan skema segiempat sebagai berikut.
SEGIEMPAT
TRAPESIUM
JAJAR GENJANG
PERSEGI PANJANG
LAYANG-LAYANG
BELAH KETUPAT
PERSEGI Dari bagan tersebut dapat dikatakan adalah bahwa persegi juga merupakan persegipanjang, persegipanjang merupakan jajargenjang dan jajargenjang merupakan segiempat. 2
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Persegi juga merupakan belahketupat dan belahketupat merupakan layang-layang yang juga merupakan segiempat. Dengan menggunakan gambar dapat dikatakan bahwa persegi merupakan persegipanjang samasisi, dan persegipanjang merupakan jajargenjang yang mempunyai satu sudut siku-siku. Persegipanjang juga dikatakan sebagai belahketupat sikusiku, belahketupat merupakan layang-layang samasisi. Dengan menggambar dan bagan anak akan dengan mudah memahaminya. Kasus yang tidak kalah menariknya adalah operasi bilangan bulat yang sering kesulitan guru-guru dilapangan, sebagai contoh 5 – 7 ada yang jawab tidak bisa dioperasikan, yang bisa adalah 7 – 5. Ada yang menjawab 5 – 7 dengan – 7 diartikan hutang 7. Bagaimana kalau nanti - (-7) dapat diartikan hutang, dan hutang lagi? Kalau diartikan hutang dan hutang lagi berarti hutangnya tambah. Selanjutnya dengan menggunakan pola dari perkalian bilangan mulai dari 2 x 2 = 4, 2 x 1 = 2, 2 x 0 = 0, 2 x (-1) = -2, 2 x (-2) = -4 1 x (-2) = -2, 0 x (-2) = 0, (-1)x (-2) = 2 , (-2)x(-2) = 4. Ilustrasi yang lain adalah 2 + (-2) = 0, 2 ditambah berapakah yang menghasilkan 0? 2 + (-2) = 0 , artinya 2 lawanya operasi jumlah adalah -2, sedangkan lawan dari -2 adalah -(-2). Dri kalimat tersebut dapat diartikan bahwa -2 + 2 = -2 + -(-2), dapat disimpulkan bahwa -(-2) = 2, lawan adalah tunggal. Hal ini agak sulit diterima oleh siswa tetapi gurunya harus bisa memahami hal tersebut. Mudah-mudahan dari beberapa contoh kasus diatas dapat mengurangi kesalahan guru dalam mengajarkan matematika khususnya di Sekolah Dasar. DAFTAR RUJUKAN Askury, 2013, Sekitar pembelajaran matematika SD dan kesalahanya, Journal TEQIP 2013 Askury dkk, 2007, Pengembangan Kompetensi Mahasiswa Materi Matematika Melalui Pembelajaran CRL. Laporan penelitianImhere Askury,dkk 2009 Pengembangan perangkat pembelajaran inquiry untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa dalam belajar Kajian Matematika Sekolah Lesson Study. Laporan Penelitian Imhere Askury,1998, Persamaan Garis dan Luas Daerah segitiga, Jurnal matematika dan Pembelajarannya, Formath IKIP Malang Muchtar A Karim dkk, 2013,, Pendalaman Materi Matematika, UM Press Raharjo, Swasono dkk 2007, Sukses Menuju Olimpiade Matematika Propensi Jawa Timur, Malang, UM Press. Subanji,dkk, 2012, Modul penggembangan Materi Umum Matematika dan IPA, UM Press, Wirodikromo, Sartono, 2006, Matematika SMA klas X, Penerbit Erlangga, Jakarta Yuwono , Ipung dkk,2012, Pengembangan Bidang studi Matematika SMP, UM Press
PENGEMBANGAN ALAT UKUR BERPIKIR KRITIS MATEMATIS BAGI CALON GURU SMP (Suatu Ide Teoritis) Askury, M. Shohibul Kahfi, A.R. As’ari, Tri Hapsari U Dosen Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Malang Abstrak: Salah satu tujuan penting dalam pembelajaran Matematika adalah kemampuan berpikir kritis sebagai salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi. Oleh karena itu, guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran juga harus mampu memodelkan kemampuan berpikir kritis. Untuk itu perlu dikembangkan alat ukur berpikir kritis matematis bagi guru matematika atau calon guru matematika. Alat ukur yang akan dikembangkan menitikberatkan kepada kemampuan berpikir kritis dalam konteks matematika SMP. Kemampuan berpikir kritis matematis yang akan diukur adalah sebagai berikut; jika diberikan klaim (pernyataan atau argumen), ketika memutuskan percaya atau melakukan, seseorang harus mempunyai kemampuan Support: mengumpulkan konsep, contoh, teorema, dan lain lain, untuk mendukung keputusannya; Inference: mengambil kesimpulan secara induktif maupun deduktif; dan Clarify: mengidentifikasi kelemahan dari klaim
3
ISBN :978-602-17187-2-8
beserta alasan logisnya atau mengidentifikasi kekuatan dari alasan yang mendukung keputusannya. Kata kunci: Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Saat ini, masih banyak ditemui pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar menggunakan algoritma atau prosedur tertentu untuk menyelesaikan soal matematika, sehingga siswa hanya menirukan prosedur yang ada, dan tidak perlu mengkritisi alasan penggunaan prosedur tersebut. Akibatnya ketika siswa dihadapkan dengan situasi baru, dimungkinkan siswa akan mengalami hambatan dalam memahaminya. Pemberian pengalaman berpikir kritis, diharapkan dapat membantu siswa untuk memahami dan menyelesaikan masalah atau situasi baru tersebut. Kemampuan berpikir kreatif, kemampuan menata diri, dan kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu komponen dari Habits of Mind, yaitu dimensi belajar tingkat tertinggi (Marzano, 1992). Oleh karena itu, beberapa pakar menempatkan kemampuan berpikir kritis sebagai tujuan penting pembelajaran (Asari, 2014; Bowell & Kemp, 2002; Cottrell, 2005). Sejalan dengan pendapat pakar, Pemerintah Indonesia juga menempatkan kemampuan berpikir kritis sebagai salah satu tujuan dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia (Depdiknas, 2003). Jadi salah satu tugas utama guru adalah mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa . Oleh karena itu, agar kemampuan berpikir kritis siswa dapat berkembang dengan baik, guru perlu memiliki dan memodelkan kemampuan berpikir kritisnya dalam setiap pembelajaran yang diampunya. Dengan demikian, agar bisa memodelkan kemampuan berpikir kritis, guru matematika harus memiliki kemampuan berpikir kritis dengan muatan materi matematika. Selama ini instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa adalah tes yang menggunakan informasi verbal sebagai alat untuk mengukur kemampuan berpikir kritis. Tentunya alat tersebut kurang akurat jika digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematis guru matematika. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu alat ukur kemampuan berpikir kritis dengan muatan materi matematika. Berikut ini akan dibahas teori atau kerangka berpikir sebagai dasar pengembangannya. PEMBAHASAN Berpikir kritis diperlukan seseorang saat bertemu dengan situasi yang baru, karena dimungkinkan seseorang tidak segera dapat memahami konsep atau tidak tahu bagaimana menyelesaikan suatu masalah. Pada situasi ini seseorang harus mempertanyakan, menyelidiki, dan tidak bisa langsung menerima prosedur tertentu untuk menyelesaikan masalah. Seseorang terlebih dahulu harus memahami masalah, mengatur ide-ide terkait untuk menetapkan suatu dugaan, untuk kemudian menguji dugaan tersebut. Menurut Glazer (2001) Critical thinking in mathematics is the ability and disposition to incorporate prior knowledge, mathematical reasoning, and cognitive strategies to generalize, prove, or evaluate unfamiliar mathematical situations in a reflective manner. Selanjutnya (Glazer: 2001) menyatakan kemampuan berpikir kritis mengacu pada keterampilan untuk menunjukkan sesuatu, yang meliputi (1). Support meliputi memeriksa, mengamati, menilai tingkat validitas suatu sumber;(2) Inference melibatkan proses menyimpulkan dan inducing information, misal logika atau membentuk sebuah generalisasi; (3). Clarification berkaitan dengan bertanya, menganalisis, mengklasifikasi, dan menyusun argumen untuk suatu alasan; (4) Strategies adalah keputusan yang digunakan dengan tindakan dan taktik, misal saat menemukan data, kemudian membuat model untuk memprediksi. Adapun Ennis (2011) menyatakan Critical thinking is reasonable and reflective thinking focused on deciding what to believe or do. Sejalan dengan Glazer (2001), Ennis juga membedakan berpikir kritis menjadi 2 bagian yaitu critical thinking dispositions (disposisi) and abilities (kemampuan). Selanjutnya Ennis membagi kemampuan berpikir kritis menjadi kemampuan (1) Basic Clarification: a. Fokus pada pertanyaan, b. Menganalisis argumen, c. Bertanya dan menjawab klarifikasi/pertanyaan tantangan, (2) Decision: a. Memutuskan kredibilitas suatu sumber, b. Mengamati, dan memutuskan laporan observasi; (3) Inference: a. Menyimpulkan, dan memutuskan secara deduksi: b. Membuat kesimpulan secara induksi: c. Membuat dan mempertimbangkan keputusan.; (4) Advance Clarification:a. Mendefinisikan istilah dan memutuskan definisi-definisi, b. Atribut asumsi yang tidak ditetapkan; (5) 4
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Supposition and Intregation: a. Mempertimbangkan dan menalar premis, alasan, asumsi, dan proposisi yang lain; b. Mengintegrasikan disposisi dan kemampuan lain dalam membuat dan membela keputusan; (6) Auxiliary abilities: a. Melanjutkan dengan tertib dan sesuai situasi: b. peka terhadap dugaan, tingkat pengetahuan, dan tingkat kecanggihan yang lain; c. melakukan sesuai strategi dalam diskusi dan presentasi. Dengan memperhatikan kedua pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Support, Inference, dan Clarification menurut Glazer, sejalan dengan Basic Clarification, Decision, dan Inference menurut Ennis, yang dapat dikategorikan sebagai kemampuan berpikir kritis (ability). Adapun Strategies –nya Glazer dan Advance Clarification, Supposition and Intregation dan Auxiliary Abilities menurut Ennis dapat dikategorikan sebagai disposisi berpikir kritis (disposition), meskipun Ennis menetapkan secara tersendiri kriteria disposisi berpikir kritisnya. Melengkapi dua pendapat sebelumnya Beyer (1987) dalam Applebaum (2015) menyatakan keterampilan berpikir kritis meliputi: (1) Membedakan fakta fakta terverifikasi dari beberapa klaim, (2) Membedakan informasi, klaim, dan alasan yang relevan dan yang tidak, (3) Menentukan akurasi faktual dari sebuah pernyataan, (4) Menentukan kredibilitas sumber, (5) Mengidentifikasi klaim atau argumen yang ambigu, (6) Mengidentifikasi asumsi yang tidak tertulis, (7) Mendeteksi bias, (8) Mengidentifikasi kesalahan logika, (9) Mengakui inkonsistensi logis dalam suatu penalaran, dan (10) Menentukan kekuatan argumen atau klaim. Peruntukkan alat ukur kemampuan berpikir kritis (KBK) matematis yang akan dikembangkan adalah guru atau calon guru matematika SMP. Oleh karena itu, buku teks yang digunakan sebagai sumber penyusunan alat ukur ini adalah buku teks untuk siswa SMP atau buku teks penunjang lainnya. Objek-objek matematika yang mungkin menjadi materi dalam buku teks tersebut dapat berupa fakta, aksioma, definisi, contoh soal, teorema dan buktinya, dan konjektur. Dengan mempertimbangkan materi buku teks dan pendapat ahli tentang kemampuan berpikir kritis, direncanakan bentuk soal dalam alat ukur KBK matematisnya adalah sebagai berikut. Diberikan suatu klaim yang dapat berupa pernyataan atau argumen (teorema dan buktinya, konjektur, atau contoh soal/kasus) kemudian ketika seseorang memutuskan percaya atau melakukan sesuatu, yang bersangkutan diharapkan dapat menunjukkan kemampuankemampuan berikut ini, (1) Support: mengumpulkan konsep, contoh, teorema, dll untuk mendukung keputusannya, (2) Inference: mengambil kesimpulan secara induktif maupun deduktif, (3) Clarify: mengidentifikasi kelemahan dari klaim beserta alasan logisnya atau mengidentifikasi kekuatan dari alasan yang mendukung keputusannya. Berikut ini adalah contoh soal yang akan dikembangkan terkait dengan KBK Matematis, kemungkinan jawaban, dan analisisnya. Soal: Dari dua pernyataan berikut, manakah yang benar? Berikan alasannya! 1. Persamaan garis selalu dapat ditulis dalam bentuk dengan
2.
Grafik persamaan
dengan
selalu berupa garis
Kemungkinan jawaban: Pernyataan 1. Benar; karena grafik himpunan selesaiannya berupa garis lurus ketika tidak keduanya nol . Disertai contoh-contohnya x=0; y=-3;2x+y=0 Pernyataan 2. Salah; karena
grafiknya berupa bidang;
grafiknya tidak ada. Analisis: Subjek sudah mempunyai kemampuan Clarify karena mampu mengidentifikasi kelemahan klaim beserta alasannya atau mengidentifikasi kekuatan alasan yang mendukung keputusannya. Subjek sudah mempunyai kemampuan Inference dan Support karena dapat mengambil kesimpulan melalui contoh-contoh yang disusunnya (induktif) 5
ISBN :978-602-17187-2-8
PENUTUP Pembahasan tersebut di atas mendeskripsikan tentang perolehan definisi operasional kemampuan berpikir kritis matematis berdasarkan pendapat beberapa ahli dan objek kajian matematika yang terdapat dalam buku teks matematika. Terkait dengan peruntukkan alat ukur yang akan dikembangkan untuk guru atau calon guru matematika, masih diperlukan penyusunan indikator ketercapaian kemampuan Support, Inference, dan Clarify dengan konteks materi matematika SMP. Direncanakan akan dilakukan pemetaan Kompetensi Dasar yang terdapat pada Kompetensi Inti 3 dan 4, untuk memetakan konsep-konsep matematika yang terkait, yang selanjutnya digunakan untuk mengembangkan indikator KBK matematis. DAFTAR RUJUKAN Applebaum, Mark . 2015, Activating pre-service mathematics teachers' critical thinking, Eropean Journal of Science and Mathematics EducationVol. 3, No. 1, 2015, Asari, A.R. 2014. Ideas for Developing Critical Thinking at Primary School Level: Paper Presented at an International Seminar Addressing High Order Thinking at Universitas Islam Muhammadiyah Makasar., Makasar: April 12 – 13, 2014. Bowell, T. & Kemp, G. 2002.Critical Thinking: A Concise Guide. London: Routledge Cottrell, S. 2005. Critical Thinking Skills: Developing Effective Analysis and Argument. New York, N.Y: Palgrave Macmillan Ennis, Robert H, 2011. The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical Thinking Dispositions and Abilities. diakses tgl 1 September 2015 Gardner, H. 2011. Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligence. New Yor: Basic Books Glazer, Evan (2001), Using Internet Primary Source Teach Critical Thinking Skills in Mathematics, Greenwood Professional Guides in School Librarianship Harriet Selverstone,SeriesAdviser GREENWOODPRESS Westport,Connecticut London Marzano, J. Robert (1992), Teaching with Dimensions of Learning, Association for Supervision and Curriculum Development, 1250 N. Pitt St., Alexandria, VA 22314.
KESALAHAN PROSES BERPIKIR MAHASISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PERMUTASI BERDASARKAN OBJEK DASAR MATEMATIKA Sukoriyanto Dosen Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang
[email protected] atau
[email protected] Abstrak: Kajian ini bertujuan untuk menggambarkan kesalahan proses berpikir mahasiswa dalam menyelesaikan masalah permutasi pada matakuliah Matematika Diskrit. Kesalahan proses berpikir mahasiswa dicermati berdasarkan kesalahan fakta, kesalahan konsep, kesalahan operasi dan kesalahan prinsip. Hasil pengkajian menunjukkan bahawa pada proses berpikirnya mahasiswa masih mengalami kesalahan secara keseluruhan mulai dari kesalahan fakta, kesalahan konsep, kesalahan operasi dan kesalahan prinsip. Selain mengalami kesalahan tersebut mahasiswa juga mengalamu kesalahan berpikir saat membahas permutasi terinterferensi dengan konsep kombinasi. Kata kunci: Kesalahan, proses berpikir, permutasi
PENDAHULUAN Kesulitan yang dialami siswa pada saat belajar dapat diketahui melalui kesalahankesalahan yang dilakukannya (Kumalasari& Putri. 2013).Siswa untuk mencapai hasil belajarnya mungkin menyadari kesulitan yang dihadapi atau tidak menyadari kesulitan yang dihadapi. Jika siswa tidak menyadari kesulitan yang dihadapi maka dapat menyebabkan prestasi belajaranya menjadi rendah. 6
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Untuk mengetahui kesalahan berpikir yang terjadi pada siswa diperlukan peran dari pendidik untuk membantu siswa mengungkapkan bagaimana proses yang berjalan dalam pikirannya ketika memecahkan masalah, misalnya dengan cara meminta siswa menceritakan langkah yang ada dalam pikirannya (Santoso. 2011). Soejadi (2000) mengidentifikasi kesalahan yang dihubungkan dengan objek dasar matematika teridiri dari 4 kesalahan yaitu kesalahan fakta, kesalahan konsep, kesalahan operasi dan kesalahan prinsip. Lebih lanjut Soejadi (2000) menjabarkan masing-masing kesalahan tersebut sebagai berikut; 1) kesalahan fakta adalah kekeliruan dalam menuliskan konvensikonvensi yang dinyatakan dengan simbol-simbol matematika. Contoh: kesalahan dalam mengubah permasalahan ke dalam bentuk model matematika, kesalahan dalam menginterpretasikan hasil yang didapatkan dan kesalahan dalam menuliskan simbol-simbol matematika, 2) kesalahan konsep adalah kekeliruan dalam menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek. Konsep yang dimaksud dalam matematika dapat berupa definisi. Contoh: kesalahan dalam menggolongkan suatu relasi, apakah merupakan suatu fungsi atau tidak, 3) kesalahan operasi adalah kekeliruan dalam pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar, dan pe ngerjaan matematika yang lain. Contoh: kesalahan dalam menjumlahkan, mengurangkan, dan kesalahan dalam operasi matematika lainnya,4) kesalahan prinsip adalah kekeliruan dalam mengaitkan beberapa fakta atau beberapa konsep. Contoh: kesalahan dalam menggunakan rumus ataupun teorema serta kesalahan dalam menggunakan prinsip-prinsip sebelumnya. Mahasiswa Jurusan Matematika FMIPA UM pada semester 3 harus mengambil matakuliah Matematika Diskrit yang salah satu topiknya terkait dengan materi permutasi dan kombinasi (Katalog Jurusan Matematika. 2015). Namun kenyataannya mahasiswa masih kesulitan untuk menyelesaikan masalah terkait permutasi. Sebagai contoh pada saat mahasiswa diberi permasalahan terkait permutasi sebagai berikut‖ Suatu ruang belajar terdapat 4 judul buku yang berbeda yaitu buku A, B, C dan D. Terdapat empat buku untuk masing-masing judul. Dalam berapa banyak cara yang berbeda buku-buku tersebut dapat disusun berjajar di rak?‖ salah satu mahasiswa justru menjawab dengan menggunakan konsep kombinasi seperti pada Gambar 1 berikut
Gambar 1. Hasil Pekerjaan Mahasiswa yang Melakukan Kesalahan dalam Menyelesaikan Masalah Permutasi dengan Menggunakan Konsep Kombinasi
Jika kesalahan proses berpikir yang dilakukan oleh mahasiswa dalam menyelesaikan masalah permutasi tidak mendapat perhatian dari dosen maka ada kemungkinan menimbulkan kesalahan proses berpikir berikutnya, karena topik permutasi adalah topik yang melandasi topik-topik lain dalam matakuliah Matematika Diskrit. Oleh karena itu pengungkapan kesalahan proses berpikir mahasiswa dalam memecahkan masalah permutasi perlu segera dilakukan untuk membenahi struktur berpikir mahasiswa. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan dalam kajian ini adalah bagaimana kesalahan proses berpikir mahasiswa Jurusan Matematika dalam memecahkan masalah permutasi pada matakuliah Matematika Diskrit?. METODE PENELITIAN SUBJEK PENELITIAN Subjek penelitian ini adalah mahasiswa semester 3 Jurusan Matematika FMIPA UM yang sedang menempuh matakuliah Matematika Diskrit yang usianya berkisar antara 19 sampai 21 tahun.Selanjutnya subjek diminta untuk mengerjakan permasalahan yang terkait permutasi. Hasil tes dinilai dengan menggunakan skor dari 0 sampai 100. Kemampuan mahasiswa dikelompokkan menjadi tiga katagori berdasarkan hasil skor tes yaitu katagori berkemampuan 7
ISBN :978-602-17187-2-8
rendah apabila skor tes berkisar antara 0 sampai 50, kemampuan mahasiswa berkatagori sedang apabila skor tes berkisar antara 56 sampai 79, dan kemampuan mahasiswa berkatagori tinggi apabila skor tes berkisar antara 80 sampai dengan 100. Selanjutnya dipilih satu mahasiswa yang memiliki kemampuan berkatagori rendah untuk dijadikan subjek penelitian. Pemilihan subjek penelitian yang memiliki kemampuan berkatagori rendah dilakukan dengan alasan bahwa akan mudah mendapatkan data tentang kesalahan proses berpikir yang dilakukan. Instrumen Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti yang dilengkapi dengan soal yang terkait dengan permutasi beserta alat perekam video dan lembar wawancara. Adapun soal permasalahan yang terkait dengan permutasi yang diselesaikan mahasiswa adalah sebagai berikut‖ Suatu ruang belajar terdapat 4 judul buku yang berbeda yaitu buku A, B, C dan D. Terdapat empat buku untuk masing-masing judul. Dalam berapa banyak cara yang berbeda buku-buku tersebut dapat disusun berjajar di rak?‖. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengkoreksian pekerjaaan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah permutasi diperoleh hasil seperti pada Tabel 1 Tabel 1. Katagori Kemampuan Mahasiswa dalam Menyelesaikan Masalah Permutasi
No
Katagori kemampuan mahasiswa
Rentang Nilai (x)
Banyak mahasiswa
Prosentase(%)
1
Rendah
0
14
42
2
Sedang
55
10
30
3
Tinggi
80
9
28
x < 54 x < 80 100
Dari hasil Tabel 1 menunjukkan bahwa mahasiswa masih kesulitan dalam menyelelesaikan permasalahan tentang permutasi, hal ini sesuai dengan pendapat Aisyah, dkk. (2014) yang mengatakan bahwa mahasiswa masih kesulitan belajar tentang permutasi hal ini disebabkan karena proses pembelajaran yang dilakukan guru hanya melalui penjelasan yang abstrak dan formal. Selain itu mahasiswa juga terinterferensi konsep kombinasi pada saat mengerjakan masalah permutasi berulang , seperti pada pekerjaan Salsa(bukan nama sebenarnya) pada Gambar 2 berikut
Gambar 2. Hasil Pekerjan Mahasiswa Bernama Salsa (Bukan Nama Sebenarnya)
Dari pekerjaan mahasiswa di atas Nampak bahwa mahasiswa masih mengalami kesalahan dalam memahami masalah yang diberikan, karena permasalahan permutasi dianggap sebagai masalah kombinasi . Mahasiswa tersebut juga belum mampu menuangkan proses berpikirnya dalam bentuk tulisan yang runtut, hal ini tercermin dari hasil menjumlahakan bilangan sebanyak 4 kali namun hasilnya adalah 16 x 4 = 64. Setelah dilakukan wawancara 8
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
mahasiswa mengungkapkan bahwa penjumlahan 4 bilangan diibaratkan judul buka dan hasil perkalian 16 x 4 adalah melambangkan tiap judul buku ada 4 buku. Berdasarkan hasil mencermati pekerjaaan mahasiswa yang terpilih menjadi subjek penelitian seperti pada Gambar 3 dan berdasarkan wawancara yang dilakukan berikut diuraikan kesalahan proses berpikir mahasiswa dalam menyelesaikan masalah permutasi seperti pada Tabel 2.
Gambar 3. Hasil Pekerjaan Mahasiswa yang Menjadi Subjek Penelitian Tabel 2. Jenis kesalahan proses berpikir subjek penelitian dalam menyelesaikan masalah permutasi
Jenis Kesalahan
Deskripsi Kesalahan Subjek
Kesalahan Konsep
Subjek menganggap permasalahan yang diberikan terkait dengan kombinasi, padahal permasalahan yang diberikan adalah permasalahan permutasi, hal ini terjadi karena subjek terganggu dengan istilah masing-masing judul terdiri dari 4 buku, sehingga untuk menata buku tidak perlu memperhatikan urutan. Subjek menganggap bahwa buku yang ditata di rak terdiri dari 4 judul dan masing-masing judul terdiri dari 4 buku tidak perlu diperhitungkan sehingga yang dikerjakan adalah menganggap di rak buku ada 4 judul buku saja. Subjek melakukan kesalahan operasi perhitungan pada saat menentukan = 4!, padahal seharusnya =
Kesalahan fakta
Kesalahan Operasi
Kesalahan Prinsip
Subjek mengalami kesalahan dalam mengkaitkan konsep permutasi yang ada pada masalah dengan menganggap konsep tersebut adalah konsep kombinasi. Sujek juga melakukan kesalahan dalam menuliskan rumus yaitu menganggap = 4! Padahal 4! Merupakan konsep permutasi.
Proses kesalahan berpikir subjek penelitian pada saat menyelesaikan masalah permutasi apabila digambarkan daalam diagram alur berpikir dapat dilihat pada gambar 4 berikut
9
ISBN :978-602-17187-2-8
Masalah menata 4 judul buku dengan masing-masing judul terdiri dari 4 buku di rak ruang belajar
Tiap Judul ada 4 buku
Menata buku di rak ruang belajar
4 judul buku
Kesalahan Kesalahan
Tidak memperhatikan urutan
prinsip
fakta Kesalahan konsep Dianggap satu buku
Masalah kombinasi
Kesalahan Menggunakan rumus 4C1
prinsip
Kesalahan operasi Melakukan perhitungan 4C1 = 4! Kesalahan operasi Hasil akhir 24 cara Gambar 4. Diagram alur kesalahan proses berpikir subjek penelitian dalam menyelesaikan masalah permutasi
KESIMPULAN Pada masalah permutasi subjek penelitian pada proses berpikirnya masih mengalami kesalahan fakta, kesalahan konsep, kesalahan operasi dan kesalahan prinsip. Kesalahan fakta terjadi pada saat subjek memikirkan bahwa ada 4 judul buku dan tiap judul terdiri dari 4 buku sehingga untuk menata buku tidak perlu memperhatikan banyak buku tiap judul dan cukup memperhatikan banyaknya judul buku saja. Kesalahan konsep terjadi saat subjek memikirkan masalah yang diberikan adalah terkait masalah kombinasi padahal masalah yang diberikan adalah masalah permutasi. Kesalahan operasi terjadi saat subjek memikirkan proses perhitungan = 4!, padahal seharusnya = . Kesalahan prinsip terjadi saat subjek penelitian 10
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
memikirkan keterkaitan antara konsep yang diberikan dengan konsep kombinasi dan pada saat subjek penelitian mengkaitkan rumus kombinasi dengan 4!. Jika dilihat 4! adalah konsep permutasi. DAFTAR RUJUKAN Aisyah, M. N., Sumintono, B., & Ismail, Z. 2014. Pemahaman Siswa pada Pokok Bahasan Peluang: Studi Kasus di Satu Sekolah Menengah di Johor Bahru, Malaysia. Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 19, Nomor 1, April 2014, hlm. 19-28. Soejadi R. 2000. Kiat pendidikan Matematika di Indonesia (Konstanta Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan). Jakarta: Depdiknas. Katalog Jurusan Matematika FMIPA UM. 2015. Malang. UM Press. Kumalasar, A., & Putri, R.O.P.E. 2013. Kesulitan Belajar Matematika Siswa Ditinjau dari Segi Kemampuan Koneksi Matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. Hal 7 – 14. Santoso, F. G. I. 2011. Analisis Kecerdasan Emosi dan Gaya Belajar Siswa terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada Siswa SMAK Bonaventura Madiun. Prosiding Semnastika – Unesa. Hal 119 – 126.
KONEKSI MATEMATIKA KAITANNYA DENGAN FOLDING BACK MAHASISWA DALAM MENYELESAIAN MASALAH KESAMAAN DUA FUNGSI Susiswo Dosen Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Malang
[email protected] Abstrak: Penelitian bertujuan mendeskripsikankoneksi matematika kaitannya dengan folding backmahasiswa dalam menyelesaikan masalah kesamaan dua fungsi.Metode penelitian menggunakan metode perbandingan tetap.Subjek adalah mahasiswa yang mengalami folding back ketika menyelesaikan masalah kesamaan dua.Data penelitian berupa penyelesaian masalah kesamaan dua fungsi dan hasil wawancara berkaitan dengan penyelesaian tersebut.Berdasarkan hasil analisis data disimpulkan: pertama,mahasiswa folding back dari level pemahaman formalising tentang kesamaan dua fungsi ke level pemahaman image makingdan mengoneksinnya dengan fungsi rasional dan fungsi linear. Mahasiswa mengenali koneksi antara kesamaan dua fungsi dengan fungsi rasional dan fungsi linear tetapi tidak memahami interkoneksi ide matematika dan membangun satu sama lain untukmenghasilkan kesatuan yang utuh. Kedua, mahasiswa tetap di level pemahaman image making, mengenali kesamaan kedua fungsi hanya berdasarkan bentuk fungsi tetapi tidak berdasarkan definisi kesamaan dua fungsi. Ketiga, mahasiswa dapat bergerak dari level pemahaman image making ke level pemahaman observing untuk dapat membedakan dua fungsi dan karena adanya intervensi invokatif. Mahasiswa berhasil membuat koneksi antara kesamaan dua fungsi dengan dengan nilai fungsi dan memahami konsep kesamaan dua fungsi untuk dapat membedakan kedua fungsi dan .
Kata kunci: koneksi matematika, folding back, masalah kesamaan dua fungsi
PENDAHULUAN Penekanan kurikulum baru menitikberatkan diantrannya pada pentingnya pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, koneksi, dan representasi (NCTM, 2000).Koneksi matematika merupakan salah satu standar penting dalam penyusunan kurikulum baru.NCTM (2000) telah merumuskan standar koneksi matematika yang terdiri dari: mengenali dan menggunakan koneksiantara idematematika (AI), memahami interkoneksi ide matematika dan membangun 11
ISBN :978-602-17187-2-8
satu sama lain untukmenghasilkan kesatuan yang utuh (KU), dan mengenali dan menerapkan matematikadalam konteks di luarmatematika (LM). Ketika mahasiswa dapat mengoneksikan ide-ide matematika, pemahaman merekalebih dalam dan lebih kekal. Mereka dapat melihat koneksi matematika diinteraksi yang kaya antara topik matematika, dalam konteks yang berhubungandengan matematika untuk mata pelajaran lain, dan dalam kepentingan dan pengalaman mereka sendiri. Koneksi matematika terjadi pada saat mahasiswa berhadapan dengan suatu permasalahan.Mahasiswaharus dapat melakukan koneksi antara topik tertentu dengan topik lainnya yang terkait.Koneksitersebut akan menghasilkan pengetahuan matematika yang baru. Hal ini berkibat pada pertumbuhan pemahaman matematikamahasiswa. Pirie & Kieren (1994) mengemukakan teori pertumbuhan pemahaman matematika berupa delapan lapisan pemahaman, yaitu: primitive knowing (PK), image making (IM), image having (IH), property noticing (PN), formalizing (F), observing (O), structuring (S), dan inventising (Iv) (Gambar 1). Mereka menyatakan bahwa pertumbuhan pemahaman merupakan proses yang kontinu tetapi tidak linear. Ketika menemukan suatu masalah pada level tertentu, siswa atau mahasiswa perlu kembali ke level pemahaman yang lebih dalam. Proses ini disebut sebagai folding back. Mahasiswa mengonstruksi ulang pengetahuannya agar dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya sehingga mampu bergerak ke level pemahaman yang lebih luar.
Gambar 1. Level Pertumbuhan Pemahaman Matematis Model Pirie-Kieren Folding back terjadi ketika mahasiswa dihadapkan pada sebuah masalah pada lapisan yang lebih luar manapun tetapi tidak dengan cepat dapat memecahkannya sehingga kembali pada sebuah lapisan yang lebih dalam.Mahasiswa perlu mengambil pengetahuan pada lapisan yang lebih dalam untuk dapat bergerak kelapisan yang lebih luar. Akibat dari folding back adalah lapisan pemahaman mahasiswa pada lapisan yang lebih dalam akan mengalami ―penebalan‖.Folding backterjadi juga pada saat mahasiswa menyelesaikan masalah kesamaan dua fungsi (Susiswo, 2014). Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini akan mengkaji koneksi matematika kaitannya dengan folding back dalam menyelesaikan masalah kesamaan dua fungsi. Hal ini perlu dilakukan karena materi kesamaan dua fungsi merupakan materi yang penting yang merupakan materi prasyarat dari konsep limit. Penelitian tentang koneksi matematika telah dilakukan banyak dilakukan diantaranya oleh: 1) Wilburne & Napoli (2008) meneliti tentang koneksi matematika dan literaturnya, 2) Dixon (2012) menelititentang koneksi konsep selama pemecahan masalah, dan 3) Salout, dkk (2013) menelititentang konsepsi siswa tentang koneksi matematika dengan dunia nyata.Penelitian tentang folding back telah banyak dilakukan diantaranya: 1) Martin (2008)menelititentang kerangka kerja folding back, 2) Pirie & Martin (2000)menelititentang peran collecting folding back dalam pertumbuhan pemahaman matematika, 3) Walter & Gibbons (2010)menelititentang perilaku folding back pada pemecahan masalah, 4) Susiswo (2014) menelititentang folding back mahasiswa dalam menyelesaikan masalah limit, dan 5) Susiswo (2015) menelititentang folding back tidak efektif mahasiswa dalam menyelesaikan masalah limit. Dari penelitian-penelitian tersebut penelitian tentang kaitan koneksimatematika dengan folding back dalam menyelesaikan masalah kesamaan dua fungsi belum dilakukan.
12
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
METODE Penelitian ini dilakukan di jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang.Pengumpulan data dilaksanakan melalui pemberian tugas, wawancara berbasis tugas, dan perekaman video.Wawancara berbasis tugas digunakan untuk memperoleh data secara mendalam terkait dengan folding back.Perekaman video dimaksudkan untuk menelaah secara terperinci dan pengamatan berulang-ulang data penelitian agar terjamin kevalidannya. Langkah-langkah pelaksanaan penelitian adalah: (1) mengambil satu mahasiswa secara acak sebagai calon subjek penelitian, (2) memberikan tugas menyelesaikan masalah kesamaan dua fungsi kepada mahasiswa, (3) melakukan wawancara, (4) jika mahasiswa mengalami folding back tidak efektif, maka dia dijadikan subjek penelitian dan dilanjutkan dengan indept interview dan jika mahasiswa tidak mengalami folding back efektif, maka dia tidak dijadikan subjek penelitian, dan (5) kembali ke langkah 1 sampai mendapatkan beberapa subjek sehingga mempunyai pola yang sama. Metode penelitian mengggunakan perbandingan tetap (Craswell, 2012; Dye dkk, 2000; and Kolb, 2012). PEMBAHASAN Mahasiswa yang mengalami folding back (subjek penelitian) sebanyak 6 orang dan sudah menghasilkan pola yang sama diperoleh dua subjek, yaitu Subjek 1 dan Subjek 2. Subjek penelitian sudah mempelajari tentang kesamaan dua fungsi dan sudah mengetahui bahwa kedua dan sama jika untuk setiap . Subjek 1 berada pada level pemahaman F. Mula-mula subjek menyelesaikan tugas berikut ini. Selidiki apakah kedua fungsi
dan berikut
sama! , . Akan dipaparkan terlebih dahulu folding back Subjek 1.Lintasan lengkap folding back Subjek 1 ada pada Lampiran 1.Subjek 1 menyatakan bahwa kedua fungsi nilainya sama.Subjek 1 menyatakan sama karena pada pembilang dibagi dengan pada penyebut hasilnya 1 dan menyimpulkan bahwa kedua fungsi tersebut merupakan dua fungsi yang sama.Subjek 1 mengaitkan kesamaan dua fungsi dengan fungsi rasional (AI).Subjek 1 tidak dapat mengaitkan masalah tersebut dengan konsep kesamaan dua fungsi. Subjek 1 tidak memahami bahwa fungsi tidak terdefinisi pada sedangkan fungsi terdefinisi pada .Subjek 1 folding back dari level pemahaman F ke level pemahaman IM tentang fungsi rasional tetapi salah dalam menentukan domainnya.Berikut ini petikan wawancara Peneliti dengan Subjek 1. Peneliti:
Apakah kedua fungsi tersebut sama (menunjuk pada
Subjek 1:
Inikan x dikurangi dua, x ditambah dua per x ditambah x dikurangi dua(menunjuk pada ). Jika x dikurangi dua dengan x dikurangi
dan )?
dua di coret menghasilkan x di tambah dua. Jadi kedua fungsi tersebut sama. Subjek 1 diminta memeriksa kembali jawabannya.Subjek 1 menyatakan bahwa kedua fungsi tidak sama karena merupakan fungsi polinomial sedangkan merupakan fungsi linear.Subjek 1 tidak dapat mengaitkan masalah tersebut dengan kesamaan dua fungsi.Subjek 1 mengaitkan kesamaan dua fungsi dengan fungsi polinomialdan fungsi linear (AI). Subjek 1 13
ISBN :978-602-17187-2-8
tetap di level pemahaman IM berpindah dari fungsi rasional ke fungsi polynomial dan fungsi linear (AI). Meskipun demikian, Subjek 1 belum memahami konsep fungsi polinomial dan linear sehingga tidak dapat pindah dari koneksi AI ke koneksi KU.Berikut ini petikan wawancara Peneliti dengan Subjek 1. Peneliti:
Coba periksa lagi jawaban Anda.
Subjek 1:
Ber…beda, ini (menunjuk ke ) polinomial, itu (menunjuk ke ) linear.
Subjek 1 meralat jawabannya dan menyatakan bahwa kedua fungsi tidak sama karena nilainya tidak sama. Subjek 1 memahami bahwa kedua fungsi sama kalau nilainya sama. Subjek 1 membuat koneksi antara kesamaan dua fungsi dengan nilai fungsi (AI).Subjek 1 bergerak dari level pemahaman PK ke level pemahaman IM tentang kesamaan dua fungsi tetapi masih tidak dapat menjelaskan maksud dari nilainya tidak sama. Peneliti melakukan intervensi invokatif (Piere & Kieren 1994) ketika menanyakan syarat bentuk pembagian . Subjek 1 menyatakan bahwa syaratnya adalah . Kemudian Subjek 1 kembali ke kedua fungsi dan menyatakan bahwa sedangkan
terdefinisi pada
tidak terdefinisi
pada
. Subjek menyatakan bahwa kedua fungsi tidak sama.Subjek
1 dapat menerapkan pemahamannya tentang kesamaan dua fungsi untuk membedakan dua fungsi yang diberikan. Oleh karena itu, Subjek 1 bergerak dari level pemahaman IM ke level pemahaman O. Subjek 1 memahami koneksi antara fungsi rasional dan fungsi rasional sehingga dapat membedakan kedua fungsi (KU). Peneliti melakukan intervensi provokatif (IP) (Piere & Kieren, 1994) ketika menanyakan bentuk pembagian . Berikut petikan wawancara Peneliti dengan Subjek 1. Peneliti:
“Ya. Diingat-ingat yang membedakan apa? Itukan ada bentuk pembagian yang f(x) ya, yang g(x) kan tidak ada bentuk pembagiannya. Kalau bentuk A per B.”
Mahasiswa
Jika x nya nol maka ini (menunjuk ke fungsi
) kan tidak
terdefinisi. Hemm. Eh..jika x nya dua, dia tidak akan terdefinisi. Dan ini kalau g(x) jika x nya dua dia akan mempunyai nilai. Kedua fungsi ini berbeda, karena domainnya berbeda. Selanjutnya akan dipaparkan folding back Subjek 2. Lintasan lengkap folding back Subjek 2 ada pada Lampiran 2.Subjek 2 menyatakan bahwa kedua fungsi tidak sama karena persamaannya tidak sama.Subjek 2 dapat membedakan kedua fungsi hanya berdasarkan persamaannya tetapi tidak dapat mengaitkan masalah tersebut dengan konsep kesamaan dua fungsi.Subjek 2 membuat koneksi kesamaan dua fungsi dengan persamaan, yaitu fungsi rasional dan fungsi linear (AI). Subjek 2 folding back dari level pemahaman F ke level pemahaman IM tentang fungsi rasional dan fungsi linear. Berikut ini petikan wawancara Peneliti dengan Subjek 2. Peneliti:
Apakah kedua fungsi tersebut sama?
Mahasiswa:
Tidak sama pak karena persamaannya seperti tidak sama
14
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Subjek 2 meralat pekerjaannya dan menyatakan bahwa kedua fungsi sama karena jika ―dicoret‖ dengan daerah hasilnya akan sama. Subjek 2 tidak memahami bahwa fungsi
tidak terdefinisi pada
sedangkan fungsi
terdefinisi pada
. Subjek 2
mengaitkan kesamaan dua fungsi dengan fungsi rasional (AI). Subjek 2 tetap di level pemahaman IM tentang fungsi rasional tetapi salah dalam menentukan domainnya. Subjek 2 kembali menyatakan bahwa kedua fungsi tidak sama karena persamaanya berbeda. Subjek 2 kembali membedakan kedua fungsi hanya berdasarkan persamaannya tetapi tidak dapat mengaitkan masalah tersebut dengan konsep kesamaan dua fungsi.Subjek 2 membuat koneksi kesamaan dua fungsi dengan persamaan, yaitu fungsi rasional dan fungsi linear (AI).Subjek 2 tetap di level pemahaman IM. Subjek 2 mengambil nilai satu juga memiliki hasil yang sama. Subjek 2 menyatakan bahwa persamaannya beda tetapi jika disubstitusikan menghasilkan hasil yang sama sehingga merupakan fungsi yang sama.Subjek 2 membuat koneksi antara kesamaan dua fungsi dengan konsep fungsi ketika memasukkan nilai ke fungsi dan (AI). Subjek 2 tetap di level pemahaman IM tentang kesamaan dua fungsi. Peneliti melakukan intervensi invokatif (Piere & Kieren, 1994) dengan menanyakan kepada Subjek 2 tentang daerah asal kedua fungsi.Subjek 2 menyatakan bahwa daerah asal kedua fungsi adalah bilangan real.Subjek 2 membuat koneksi antara kesamaan dua fungsi dengan domain suatu fungsi (AI) tetapi masih salah dalam menentukan domainnya. Subjek 2 folding back dari level pemahaman IM ke level pemahaman PK. Berikut ini petikan wawancara Peneliti dengan Subjek 2. Peneliti:
Bagaimana dengan daerah asal fungsi ini.
Mahasiswa: Ini daerah asalnya bilangan real. Subjek 2 kembali memasukkan nilai
, kemudian menyatakan bahwa kedua fungsi
sama.Subjek membuat koneksi antara kesamaan dua fungsi dengan dengan nilai fungsi tetapi belum dapat memahami konsep kesamaan dua fungsi (AI).Subjek 2 bergerak ke level pemahaman IM. Peneliti melakukan intervensi provokatif (Piere & Kieren, 1994) ketika meminta Subjek 2 untuk memasukkan nilai . Subjek 2 mendapatkan nilai yang tidak sama. Subjek 2 menyimpulkan bahwa kedua fungsi tidak sama. Subjek membuat koneksi antara kesamaan dua fungsi dengan dengan nilai fungsi dan memahami konsep kesamaan dua fungsi (KU).Subjek 2 bergerak ke level pemahaman O. Berikut petikan wawancara Peneliti dengan Subjek 2. Peneliti:
Jika dua bagaimana?
Mahasiswa: Akan menghasilkan empat (sambil menunjuk fungsi ), maka ini (sambil menunjuk fungsi ), nol per nol Pak, tidak sama ya Pak. Jadi kedua fungsi tidak sama. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uraian di atas diperoleh tiga persamaan gejala yang muncul dari kedua subjek.Pertama, kedua subjek sama-sama folding back dari level pemahaman F ke level pemahaman IM tentang fungsi rasional dan fungsi linear. Kedua subjek mengenali koneksi antara kesamaan dua fungsi dengan fungsi rasional dan fungsi linear (AI) tetapi memahami 15
ISBN :978-602-17187-2-8
interkoneksi ide matematika dan membangun satu sama lain untukmenghasilkan kesatuan yang utuh (KU). Mahasiswa tidak mempunyai kemampuan untuk menstransfer konsep yang dimiliki dengan masalah yang sedang dihadapinya (Dixon, 2012).Kedua, kedua subjek sama-sama tetap di level pemahaman IM dengan mengenali kesamaan kedua fungsi hanya berdasarkan bentuk fungsi tetapi tidak berdasarkan definisi kesamaan dua fungsi.Ketiga, kedua subjek sama-sama dapat bergerak dari level pemahaman IM ke level pemahaman O untuk dapat membedakan dua fungsi dan karena adanya intervensi invokatif.Kedua subjek berhasil membuat koneksi antara kesamaan dua fungsi dengan dengan nilai fungsi dan memahami konsep kesamaan dua fungsi (KU). Penelitian memperoleh temuan bahwa kedua subjek tidak memahami tentang konsep domain suatu fungsi rasional.Saran pada pembelajaran adalah agar pada saat pembahasan tentang konsep fungsi pengetahuan tentang domain suatu fungsi lebih dipertajam, terutama untuk fungsi rasional. Temuan lain adalah subjek tidak menerapkan matematikadalam konteks di luarmatematika, hal ini disebabkan masalah kesamaan dua fungsi yang dihadapinya tidak memungkinkan subjek untuk hal tersebut. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah memunculkan masalah kesamaan dua fungsi yang memungkinkan subjek untuk menerapkannya dengan konteks di luar matematika. DAFTAR RUJUKAN Craswell, W. J. (2012).Educational Research. Boston: Pearson. Dixon, A. R. (2012). Transfer of Learning: Connecting Concepts During Problem Solving. Journal of Technology Education.Vol. 24 No. 1, Fall 2012. Dye, F. J., Schatz, M. I., Rosenberg A. B., & Coleman, T. S. (2000). Constant Comparison Method: A Kaleidoscope of Data. The Qualitative Report, Volume 4, Numbers 1/2. Kolb, M. S. (2012). Grounded Theory and the Constant Comparative Method:Valid Research Strategies for Educators. Journal of Emerging Trends in Educational Research and Policy Studies (JETERAPS) 3 (1): 83-86. Martin, C. (2008). Folding back and the Dynamical Growth of Mathematical Understanding: Elaborating the Pirie–Kieren Theory. Journal of Mathematical Behavior Vol. 27: 64– 85. http://dx.doi.org/10.1016/j.jmathb.2008.04.001 NCTM.(2000). Principles and Standards for School Mathematics.The National Council of Teachers of Mathematics, Inc. Pirie, S. & Kieren, T. (1994). Growth in Mathematical Understanding: How We Can Characterize it and How We can Represent it. Educational Studies in Mathematics, Vol. 9: 160–190. http://dx.doi.org/10.1007/978-94-017-2057-1_3 Pirie, S. & Martin, C. (2000).The Role of Collecting in the Growth of Mathematical Understanding.Mathematics Education Research Journal 2000, Vol.12, Nomor 2: 127146. Salout, S. S., Behzadi, H. M., Shahvarani, A., &Manuchehri, (2013).Students' Conception about the Relation of Mathematics to Real-Life.Mathematics Education Trends and Research 1-7. Susiswo (2014).Folding BackMahasiswa dalam Menyelesaikan Masalah Limit.Disertasi Dockor Philosofy. Pendidikan Matematik, Universitas Negeri Malang. Susiswo (2015).Folding BackTidak Efektif Mahasiswa ketika Menyelesaikan Masalah Limit.ProsedingSeminar Nasional.Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Malang. Wilburne, M. J. & Napoli, M. (2008). Connecting Mathematics and Literature: An Analysis of Pre-service Elementary School Teachers‘ Changing Beliefs and Knowledge. IUMPST: The Journal. Vol 2 (Pedagogy).
16
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
DISTRIBUSI BERNOULLI DAN TURUNANNYA Swasono Rahardjo Jurusan Matematika FMIPA UM
[email protected],
[email protected] Abstrak: Jacob Bernoulli seorang saintis dari Swiis melakukan suatu percobaan yang sangat sederhana sampai menemukan perilaku peluang atas percobaan tersebut yang disebut dengan distribusi (sekarang distribusi Bernoulli). Tetapi dari kesederhanaan ini berkembanglah distribusi-distribusi lain yang memegang peranan penting dalam perkembangan teori peluang dan statistik. Kemunculan distribusi Bernoulli didasarkan atas percobaan atau eksperimen klasik, seperti melantunkan mata uang, melantunkan dadu, ataupun pengambilan kartu dari setumpuk kartu dengan syarat atau ketentuan yang logis. Perkembangan teori peluang mengantarkan distribusi Bernoulli menjadi induk dari beberapa distribusi diskrit, dantaranya distribusi Binomial, distribusi Geometrik, dan distribusi Binomial Negatif. Dari sisi perkembangan sain, distribusi Bernoulli banyak kita jumpai dalam bidang fisika, seperti konsep fluida dinamic dan Hukum Newton 2. Melihat pentingnya distribusi Bernoulli dan turunanya maka pemahaman atas distribusi tersebut sangatlah diperlukan. Untuk itu, tulisan ini membahas dan menyajikan satu jenis percobaan atau eksperimen dengan berbagai macam fokus pengamatan yang mampu menjelaskan berbagai distribusi diskret sebagai turunan dari distribusi Bernoulli. Bahasan ini dilakukan sebagai upaya memudahkan memahami distribusi Bernoulli dan turunannya. Kata kunci : Distribusi Bernoulli, Proses Bernoulli, Peluang.
Istilah distribusi biasa disebut dengan sebaran nilai peluang atas semua unsur pada ruang sampel. Dalam teori peluang untuk ruang sampel diskret, distribusi seragam (uniform) merupakan distribusi paling sederhana. Kesederhanaan dari distribusi seragam ditampakkan dari perilaku semua anggota ruang sampel yang memiliki peluang sama untuk muncul sebagai keluaran (autcome). Misalnya pada lantunan uang logam homogen dengan alas bidang datar dan pengamatan difokuskan pada permukaan yang muncul, maka peluang muncul gambar sama dengan peluang muncul angka, yakni . Hal yang sama juga terjadi pada lantunan dadu homogen. Peluang muncul mata satu sama dengan peluang muncul mata yang lain, peluang muncul mata dua sama dengan peluang muncul mata yang lain demikian seterusnya, sehingga diperoleh . Demikian juga pada pengambilan 1 kartu dari satu set kartu bridge , maka peluang muncul dari masingmasing kartu adalah . Eksperimen (percobaan) lantunan uang logam homogen, lantunan dadu homogen, dan pengambilan satu kartu dari satu set kartu bridge merupakan percobaan klasik yang sering menjadi contoh dalam berbagai buku yang membahas tentang peluang baik di sekolah menengah maupun di perguruan tinggi. Tampaknya dengan munculnya distribusi seragam ini membawa angin segar dalam perkembangan teori peluang. Distribusi seragam mampu memberikan keadilan bagi setiap anggota ruang sampelnya. Penerapan distribusi seragam pada masalah sehari-hari dapat dilihat dari situasi melamar pekerjaan dengan jenjang atau strata pendidikan pelamar yang sama tanpa memperhatikan bidang keahlian, maka masing-masing pelamar memiliki peluang yang sama untuk diterima. Akan tetapi bila bidang keahlian ikut menjadi pertimbangan dalam penerimaan pelamar, maka jelaslah distribusi seragam tidak akan mampu memecahkan persoalan ini. Hal ini dikarenakan karakteristik dasar dari distribusi seragam tidak dipenuhi, yaitu peluang masing-masing pelamar menjadi tidak sama. Oleh karena itu, pada bagian berikut dikembangkan berbagai distribusi dengan fokus pengamatan yang berbeda-beda.
17
ISBN :978-602-17187-2-8
DITRIBUSI BERNOULLI Fokus pengamatan memegang peranan penting dalam menentukan banyaknya anggota ruang sampel dari suatu percobaan. Bila fokus pengamatan dari suatu percobaan adalah permukaan yang muncul, maka ruang sampel dari percobaan: (1) melantunkan satu uang logam homgen memiliki hanya 2 kemungkinan, yakni , (2) percobaan melantunkan satu dadu homogen hanya memiliki 6 kemungkinan yang muncul, yakni
, dan (3)
percobaan pengambilan 1 kartu dari satu set kartu bridge memiliki 52 kemungkinan yang terambil. Akan tetapi jika fokus pengamatan diubah maka akan berubah pula ruang sampel dan anggotanya. Misalnya pada percobaan melantunkan satu dadu homogen, (1) jika fokus pengamatan adalah banyak mata yang muncul berupa bilangan ganjil atau bilangan genap, maka ruang sampel , (2) jika fokus pengamatan adalah banyak mata yang muncul berupa
bilangan
prima atau bilangan tak prima maka ruang sampelnya berupa , dan (3) jika fokus pengamatan hanya pada sukses atau gagal saja,
misalnya sukses bila muncul mata 1 dan gagal bila muncul mata selain satu, maka ruang sampelnya adalah . Oleh karena itu, meskipun hanya satu percobaan ruang sampel yang dimiliki bisa lebih dari satu macam tergantung dari fokus yang diamati. Satu percobaan dengan berbeda fokus pengamatan inilah yang tampaknya menjadi inspirasi Jacob Bernoulli, seorang siantis Swiss, untuk mendalami lebih jauh dilihat dari sudut pandang teori peluang. Bernoulli tertarik untuk mengembangkan teori peluang yang diakibatkan dari suatu percobaan yang ruang sampelnya memiliki hanya 2 (dua) saja yaitu sukses atau gagal, ditulis , sebagaimana telah dikenalkan pada bagian akhir paragraf di atas. Selanjutnya, peluang pada ruang sampel dan
didefinisikan
. Dikarenakan peluang ruang sampel
ruang sampel
dan fungsi peluang
, dengan , maka
. Pasangan
yang bekerja pada ruang sampel , ditulis
, disebut
ruang peluang. Tinjauan secara matematis peluang pada ruang sampel perlu simbolisasi yang disesuaikan dengan area kajian matematika berupa bilangan real, maka ruang sampel harus ditransformasi terlebih dahulu ke himpunan bilangan real, untuk selanjutnya transformasi ini disebut dengan variabel acak dan ditulis: dan . Jadi variabel acak dapat dipandang sebagai fungsi dari ruang sampel yang ditimbulkan dengan adanya variabel acak bekerja di
. Karenanya, peluang pada
ke himpunan bilangan real
adalah perlu mendefinisikan peluang yang
didefinisikan sebagai nilai peluang pada ruang sampel
, biasa disebut peluang yang terinduksi oleh , disimbulkan
, yaitu
dan Pasangan bilangan real , ditulis
sebagai ruang dari variabel acak , dan peluang
(1) yang bekerja pada
disebut juga ruang peluang.
Fungsi peluang pada
ke inteval
. Dampak
disimbulkan dengan 18
dengan
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
dan Selanjutnya, fungsi peluang
dari variabel acak
(2) , selanjutnya disebut fungsi masa peluang,
secara umum dituliskan sebagai (3) Sebagai bentuk penghormatan atas penemuan ini, maka variabel acak
yang memiliki fungsi
masa peluang (3) disebut variabel acak Bernoulli dan sebaran nilai peluang yang memiliki karateristik seperti (3) dinamakan distribusi Bernoulli. Distribusi Bernoulli juga tergolong distribusi sederhana, dimana kesederhanaan ini ditampakkan atas dasar ruang sampelnya yang hanya memiliki dua keluaran yakni sukses atau gagal. Distribusi Bernoulli dikembangkan atas sekali percobaan, pertanyaan yang menarik adalah bagaimana bila percobaan dilakukan berulang kali ?. Oleh karena itu, pada bagian berikut dibahas distribusi-distribusi yang dikembangkan dari distribusi Bernoulli dengan melakukan pengulangan percobaan. DISTRIBUSI BINOMIAL Bagian ini akan menjawab pertanyaan bagaimana bila percobaan Bernoulli dilakukan sebanyak kali dan fokus pengamatan adalah banyak sukses dari kali percobaan tersebut. Sebelumnya, perlu adanya batasan-batasan atas percobaan tersebut agar memudahkan dalam merumuskan distribusi yang diperoleh. Pengetahuan awal yang perlu dikenal sebelum bahsan selanjutnya adalah proses Bernoulli. Proses Bernoulli adalah percobaan Bernoulli yang diulang sebanyak kali dan memenuhi sifat berikut: 1. Setiap percobaan hanya memiliki dua keluaran, yakni sukses atau gagal. 2. Peluang sukses selalu tetap dalam setiap percobaan, yakni . 3. Masing-masing percobaan bebas satu sama lain. Misalnya variabel acak menyatakan banyak sukses dari memenuhi proses Bernoulli. Maka nilai-nilai
Untuk
akan tersebar dari
, memberikan pengertian bahwa dalam
1 kali sukses dengan peluang , dan
kali percobaan Bernoulli yang dan dituliskan
percobaan Bernoulli hanya terjadi
gagal dengan peluang
. Tentunya, tidak ada
yang mengetahui pada percobaan ke berapa terjadi sukses, demikian pula sebaliknya. Sehingga kemungkinan sukses bisa terjadi pada percobaan pertama, atau kedua, atau ketiga, .... , atau terakhir. Oleh karena itu, ada sebanyak kemungkinan yang bisa tejadi 1 kali sukses dari percobaan. Karena masing-masing percobaan adalah bebas, maka peluang 1 kali sukses dari percobaan adalah merupakan perkalian dari sebanyak
kemungkinan, peluang 1 sukses, dan
gagal, ditulis (4)
19
ISBN :978-602-17187-2-8
Untuk
, memberikan pengertian bahwa dalam
2 kali sukses dengan peluang terjadinya 2 sukses dari 2 dari
, dan
percobaan Bernoulli hanya terjadi
gagal dengan peluang
. Banyak kemungkinan
percobaan persis sama dengan menentukan banyaknya cara memilih
obyek. Oleh karena itu, ada sebanyak
kemungkinan yang bisa tejadi 2 kali sukses
dari
percobaan. Karena masing-masing percobaan adalah bebas, maka peluang 2 kali sukses
dari
percobaan adalah merupakan perkalian dari sebanyak
dan
kemungkian, peluang 2 sukses,
gagal, ditulis (5)
Demikian seterusnya, untuk sembarang nilai
diperoleh nilai peluangnya
adalah (6) Perhatikan bahwa (6) adalah fungsi masa peluang, karena (7)
Persamaan (7) merupakan formula Binomial. Oleh karena itu, variabel acak
yang
memiliki fungsi masa peluang seperti perasamaan (6) disebut variabel acak Binomial dan sebaran peluang (6) disebut distribusi Binomial, dan disimbulkan , dimana dan sebagai parameternya.
DISTRIBUSI GEOMETRI Berbeda dengan distribusi Binomial yang diperoleh dari pengamatan banyak sukses dari percobaan Bernoulli, maka distribusi Geometrik ini diperoleh dari pengulangan percobaan Bernoulli sampai memperoleh sukses. Lebih jelasnya bahwa percobaan berhenti bila percobaan memperoleh sukses untuk pertama kalinya. Misalkan variabel acak menyatakan banyaknya percobaan Bernoulli yang dilakukan sampai diperoleh sukses untuk pertama kalinya, maka nilai-nilai bisa tak terbatas karena tidak ada kepastian percobaan menghasilkan sukses, sehingga nilai variabel acaknya tersebar dari
dan dituliskan
Penentuan nilai peluang untuk masing-masing nilai variabel adalah:
20
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
1. Untuk
, diartikan bahwa percobaan pertama memperoleh sukses dan nilai peluangnya
adalah 2. Untuk
, diartikan bahwa percobaan pertama gagal dan percobaan kedua sukses.
Karena itu, dan nilai peluangnya adalah 3. Untuk
, diartikan bahwa percobaan pertama dan kedua gagal dan percobaan ketiga
sukses. Karena itu, dan nilai peluangnya adalah 4. Untuk
, diartikan bahwa percobaan pertama, kedua, dan ketiga gagal dan percobaan
keempat sukses. Karena itu, dan nilai peluangnya adalah Demikian seterusnya, diperoleh nilai peluang untuk sembarang
adalah (8)
Perhatikan bahwa (8) adalah fungsi masa peluang, karena (9)
Persamaan (9) merupakan deret Geometri. Oleh karena itu, variabel acak
yang memiliki
fungsi masa peluang seperti perasamaan (8) disebut variabel acak Geometrik dan sebaran peluang (8) disebut distribusi Geometrik atau sekali waktu disebut juga distribusi Pascal, dan disimbulkan , dimana sebagai parameternya. Sifat terpenting bahkan bisa dikatakan terkenal dari distribusi Geometri adalah tak memiliki memory (No Memory Property), perhatikan bahwa
=
Ini memberikan makna bahwa peluang terjadinya sukses setelah
hanya tergantung pada jarak
dengan j saja, dan tak bergantung pada awalnya. DISTRIBUSI BINOMIAL NEGATIF Distribusi Geometrik digambarkan sebagai banyak percobaan sampai diperoleh sukses pertama kali. Bagaimana bila percobaan dilanjutkan sampai diproleh kali sukses. Atau dengan kata lain percobaan berhenti setelah memperoleh
sukses. Misalkan variabel acak
menyatakan banyaknya percobaan Bernoulli yang dilakukan sampai diperoleh
21
sukses, maka
ISBN :978-602-17187-2-8
nilai-nilai
minimal
dan bisa tak terbatas karena tidak ada kepastian percobaan menghasilkan
sukses yang ke , sehingga nilai variabel acaknya tersebar dari
dan
dituliskan
Penentuan nilai peluang untuk masing-masing nilai variabel adalah: 1. Untuk , diartikan bahwa sebanyak percobaan semuanya menghasilkan sukses dan nilai peluangnya adalah 2. Untuk
, diartikan bahwa sebanyak
gagal sedangkan percobaan ke-
pertama menhasilkan
sukses dan 1
menghasilkan sukses. Tentunya, letak kesuksesan bisa
pada percobaan ke-1, atau ke-2, atau ke-3, ... , ke- . Dengan demikian nilai peluangnya adalah 3. Untuk
. , diartikan bahwa sebanyak
2 gagal sedangkan percobaan keterjadinya cara memilih
sukses dari dari
pertama menhasilkan
sukses dan
menghasilkan sukses. Banyak kemungkinan
percobaan persis sama dengan menentukan banyaknya obyek. Oleh karena itu, ada sebanyak
demikian nilai peluangnya adalah
Dengan
.
Demikian seterusnya, diperoleh nilai peluang untuk sembarang nilai dari variabel acak
,
adalah (10) Perhatikan bahwa (10) adalah fungsi masa peluang, karena
(11)
Persamaan (11) merupakan formula Binomial Negatif . Oleh karena itu, variabel acak
yang
memiliki fungsi masa peluang seperti perasamaan (10) disebut variabel acak Binomial Negatif, dan disimbulkan , dimana dan sebagai parameternya.
22
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
KESIMPULAN Tulisan ini memberikan gambaran yang utuh bahwa beberapa distribusi dapat diturunkan dari satu percobaan yang diulang-ulang dengan fokus pengamatan yang berbeda. Banyak sukses dari kali percobaan Bernoulli akan berdistribusi Binomial, banyang percobaan sampai diperoleh sukses pertama berdistribusi Geometri, dan banyak percobaan sampai memperoleh sukses (perluasan distribusi Geometri) memiliki distribusi Binomial Negatif. Perkembangan lain juga dapat dilakukan dengan menambah banyak partisi sampel, misalnya: tiga partisi menjadi trinomial, banyak partisi menjadi multinomial. DAFTAR RUJUKAN Bain, L.J. and Engelhardt, B., 1991, Introduction to Probability and Mathematical Statistics, (Second Edition), California: Duxbury Press. Chow, Y.S., 1980, Probability Theory: Independence, Interchangeability, Martingales, (Second Edition), New York Berlin Heidelberg: Springer-Verlag. Hogg, R.V. and Craig A.L., 1978, Introduction to Mathematical Statistics, (Fourth Edition), New York: Macmillan Publishing. Loeve, M., 1963, Probability Theory, New York: Van Nostrand Company. Wackerly, D.D., et all, 2008, Mathematical Statistics with applications, Canada: Nelson Education, Ltd.
ANALISIS MULTIDIMENSIONAL SCALING UNTUK MELIHAT PEMETAAN MAHASISWA PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA UM (Ditinjau dari Jalur Masuk Universitas, Asal SMA, dan Indeks Prestasi) Trianingsih Eni L, Nur Atikah, Imam Supeno, Toto Nusantara Dosen Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Malang
[email protected] Abstrak: Era global saat ini sarat dengan berbagai persaingan yang begitu ketat dari berbagai bidang terutama dalam dunia kerja. Tantangan ini harus siap dihadapi dengan meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas, memiliki keterampilan, dan berdaya saing tinggi. Matematika berkaitan dalam kehidupan manusia, sehingga banyak bidang pekerjaan yang di dalamnya memerlukan kemampuan matematika. Hal ini menyebabkan banyak siswa yang berminat mendalamimatematika dengan kuliah di jurusan Matematika. Universitas Negeri Malang (UM) sebagai salah satu LPTK memiliki harapan yang tinggi untuk memiliki mahasiswa dengan prestasi yang bagus, yang pada akhirnya mencapai indeks prestasi kumulatif (IPK) yang tinggi. Terkait dengan pemetaan mahasiswa maka digunakan faktor-faktor yang berkaitan dengan prestasi antara lain jalur masuk, indeks prestasi, dan asal SMA. Pemetaan ini akan menggunakan analisis MDS dengan menentukan dimensi secara minimum dari sekelompok ―antities‖ (scale value) dari masing-masing dimensi yang terlibat di dalamnya. Hasil pemetaan menggunakan Multidimensional Scaling didapatkan nilai Stress sebesar 0,29081 dimana nilai stress ini cukup kecil mendekati nol sehingga hasil pemetaan mendekati keadaan yang sebenarnya sedangkan R-Square yang diperoleh yaitu 0.619 atau 61,9%. Pemetaan menunjukkan bahwa mahasiswa angkatan 2014 didominasi oleh rata-rata indeks prestasi tinggi dan asal SMA yang sudah ada track record alumninya. Sedangkan mahasiswa angkatan 2013 didominasi oleh jalur masuk SNMPTN jalur undangan termasuk Bidik Misi Jalur Undangan dan jalur Prestasi. Hasil lainnya adalah mahasiswa dengan jalur masuk lainlainmencakup Masukan Non SLTA Lulusan Non-UM, Masukan Non SLTA Lulusan UM, Institusi BM, Pembatalan Bidik Misi dan Jalur masuk Kerjasama memiliki kecenderungan Indeks Prestasi rendah untuk asal SMA yang belum ada track record alumninya di prodi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang Kata kunci: MDS, pemetaan, jalur masuk, indeks prestasi, asal SMA
23
ISBN :978-602-17187-2-8
PENDAHULUAN Era global saat ini sarat dengan berbagai persaingan yang begitu ketat dari berbagai bidang terutama dalam dunia kerja. Tantangan ini harus siap dihadapi dengan meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas, memiliki keterampilan, dan berdaya saing tinggi. Perguruan tinggi menjadi jembatan yang mempersiapkan lulusannya menjadi personel yang siap pakai dan siap diberdayakan. Setiap perguruan tinggi mengharapkan lulusannya memiliki prestasi yang mumpuni dan mampu bersaing di dunia kerja. Salah satu prestasi yang menjadi fokus perhatiannya adalah prestasi akademik atau prestasi belajar mahasiswa. Matematika merupakan ilmu yang tertua dan mendasar. Hakikat keterkaitan matematika dalam kehidupan manusia tentu penguasaan akan matematika merupakan sebuah keahlian dasar hidup yang penting. Banyak bidang pekerjaan yang di dalamnya ternyata kemampuan matematika diperlukan sehingga saat ini banyak siswa yang mulai berminat untuk mendalami matematika dengan kuliah di jurusan Matematika. Universitas Negeri Malang (UM) sebagai lembaga pendidikan tinggi dan keguruan (LPTK) memiliki harapan yang tinggi untuk memiliki mahasiswa dengan prestasi yang bagus, yang pada akhirnya mencapai indeks prestasi kumulatif (IPK) yang tinggi. Dengan memiliki indeks prestasi kumulatif yang tinggi, maka mahasiswa akan memiliki daya saing yang bagus dalam dunia kerja. Terdapat faktor-faktor yang berkaitan dengan prestasi antara lain faktor jalur masuk mahasiswa, juga perlu dilihat asal SMA dari mahasiswa yang bersangkutan, dan alat ukur prestasi mahasiswa berdasarkan indeks prestasi mahasiswa yang diperoleh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh deskriptif statistik dan pemetaan dari faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa prodi pendidikan matematika. KAJIAN PUSTAKA Pada penelitian ini teknik analisis yang dilakukan adalah melihat statistik deskriptif dari data dan pemetaan dengan menggunakan metode Multidimensional Scalling (MDS). Pada statistik deskriptif akan dibuat pemerian distribusinya dimana Abadyo dan Permadi (2005) menyebutkan bahwa pemerian distribusi pada seperangkat datayang berupa populasi atau sampel, langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan ukuran pemusatan data itu. Ukuran pemusatan data meliputi mean, median, modus. Ukuran penyebaran data meliputi range, standar deviasi, variansi, dan ukuran letak antara lain data maksimum dan minimum. Menurut Santoso (2015) MDS berhubungan dengan pembuatan map untuk menggambarkan posisi sebuah objek dengan objek yang lain berdasarkan kemiripan objekobjek tersebut. Cara kerja MDS adalah mengelompokkan objek yang saling berdekatan atributnya. MDS dapat menggambarkan struktur dari sekelompok objek yang diperoleh dari data yang saling berdekatan jaraknya. Perhitungan kedekatan jarak ini dapat dilakukan berdasarkan kesamaan dan ketidaksamaan. Biasanya pengklasifikasian MDS dibuat berdasarkan apakah data kesamaan tersebut bersifat kualitatif (disebut dengan nonmetric MDS) atau kuantitatif (metric MDS). MODEL MATEMATIS DAN ALGORITMA POKOK ANALISIS Berikut ini tahapan yang biasanya dilakukan setelah penentuan dimensi konfigurasi yang diinginkan (Santoso, 2015), misal k : 1. Tentukanlah konfigurasi awal dari n objek dalam ruang berdimensi k , yaitu koordinat ( x1 , x2 ,..., xk ) bagi setia objek. 2. Hitung jarak Euclid antar objek dari konfigurasi tersebut, katakanlan ij sebagai jarak Euclid antara objek ke-i dengan objek ke-j. 3. Lakukan regresi monotonik d ij terhadap ij
misalnya regresi linier sederhana
ij a bdij e . Regresi monotonik dalam masalah ini memberi kendala jika d ij naik maka ij juga akan naik atau tetap. Hasil dugaan yang diperoleh adalah ij . 4. Hitung nilai STRESS yang merupakan ukuran kesesuaian antara konfigurasi yang ada dengan ukuran kemiripan yang diinginkan. 5. Untuk mengurangi nilai STRESS (bila masih mungkin) dengan menyesuaikan konfigurasi obyek dan kembali ke langkah 2. 24
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Nilai STRESS diperoleh menggunakan rumus 1/ 2
n n 2 ( ij ij ) j 1 i 1 STRESS n n 2 ij j 1 i 1
Output yang diperoleh berupa perceptual map yang terbagi menjadi beberapa dimensi. Minimal terbentuk dua dimensi ruang yang dapat dijadikan bahan analisis. Menganalisis tiap dimensi dengan menlihat posisi kedekatan antar obyek yang menunjukkan kemiripan antar objek tersebut. Dari kedekatan antar obyek dapat dikembangkan beberapa alternatif lain, seperti apakah antar obyek tersebut dapat saling bersaing atau tidak. Nilai STRESS digunakan untuk melihat apakah hasil output mendekati keadaan yang sebenarnya atau tidak. Semakin mendekati nol, maka output yang dihasilkan semakin mirip dengan keadaan yang sebenarnya. Nilai RSQ (Squared Correlation) digunakan untuk mengetahui kedekatan antara data dengan perceptual map. Melalui RSQ kita dapat menyimpulkan apakah data yang kita miliki dapat terpetakan dengan baik atau tidak. Nilai RSQ semakin mendekati 1 berarti data yang ada semakin terpetakan dengan sempurna. METODE PENELITIAN Alat analisis yang digunakanpeneliti adalah analisis deskriptif untuk melihat kuantitatif dari Indeks Prestasi mahasiswa angkatan 2012 (Y1),angkatan 2013 (Y2), dan mahasiswa angkatan 2014 (Y3) prodi pendidikan matematika. Data pada penelitian ini merupakan data primer yang terdiri dari data yang diperoleh dari data kemahasiswaan UM prodi Pendidikan Matematika yang meliputi 3 variabelinterdependen yaitu Jalur Masuk, Indeks Prestasi, dan Asal SMA. Berikut penjelasan tentang variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. 1. Jalur masuk kuliah (X1) merupakan jalur yang ditempuh calon mahasiswa untuk menjadi mahasiswa Universitas negeri Malang jurusan Matematika prodi Pendidikan Matematika. X1 terdiri dari 5 jalur masuk dengan pengkodingan sebagai berikut: Koding 1 2 3 4 5 2.
3.
Keterangan Jalur Masuk Jalur SBMPTN tes tulis termasuk Bidik Misi Tes Tulis SNMPTN jalur undangan termasuk Bidik Misi Jalur Undangan dan jalur Prestasi Jalur SMPDS (Mandiri) Jalur Kerjasama lain-lainmencakup Masukan Non SLTA Lulusan Non-UM, Masukan Non SLTA Lulusan UM, Institusi BM, Pembatalan Bidik Misi
IP (X2) merupakan Indeks Prestasi mahasiswa berdasarkan Kartu Hasil Studi (KHS) semester yang telah ditempuh oleh mahasiswa. IP mahasiswa terbagi menjadi 3 kategori yaitu kategori rendah untuk 0 ≤ IP <2,5 dikodingkan dengan (X21), Kategori sedang dengan 2,5 ≤ IP <3,00 dengan koding X22, dan kategori IP tinggi dengan rentangan 3,00 ≤ IP < 4 dikodingkan X23 Asal SMA (X3) yaitu asal SMA dari mahasiswa yang bersangkutan dimana sudah ada track record alumni siswa SMA tersebut pernah menjadi mahasiswa Jurusan matematika FMIPA UM atau tidak. Pembagian variabel X3 menjadi 2 yaitu mahasiswa dengan asal SMA yang sudah ada track record alumninya dengan koding 1 dan mahasiswa dengan asal SMA yang belum ada track record alumninya dengan koding 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil deskripsi data penelitian Prodi Pendidikan Matematika terbagi berdasarkan tahun angkatan 2012, 2013, dan 2014. Variabel Jalur Masuk (X1) dan Asal SMA (X3) berupa data kategori sedangkan variabel IP mahasiswa (X2) merupakan data rasio sehingga hasil deskriptif statistik terbagi menjadi dua tergantung skala pengukurannya. Untuk data dengan tipe kategori hanya akan dilihat sebaran mahasiswa berdasarkan tahun angkatan sedangkan data IP mahasiswa akan dijabarkan sebaran, rata-rata, standard deviasi, minimum, maksimum dan 25
ISBN :978-602-17187-2-8
rangenya berdasarkan tahun angkatan. Berikut hasil deskriptif statistik untuk data Prodi Pendidikan Matematika: Tabel 1.Deskriptif Statistik Variabel Indeks Prestasi (X2) Prodi Pend. Matematika
Variable
Count Mean StDev Variance Minimum Maximum Range
rata-rata IP 2012 114 rata-rata IP 2013 119 rata-rata IP 2014 119
3,1060 0,5002 0,2502 2,8274 0,6399 0,4095 3,1440 0,6328 0,4004
0,4050 3,8592 3,4542 0,0000 3,8712 3,8712 0,3500 4,0000 3,6500
Pada Prodi Pendidikan Matematika hasil diskriptif statistik untuk variabel Indeks Prestasi (IP) Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa rata-rata Indeks Prestasi tertinggi pada angkatan 2014 yaitu 3,1134 dengan standard deviasi 0,6328. Hal ini dikarenakan data yang diperoleh untuk mahasiswa angkatan 2014 hanya 1 semester yaitu di semester 1 dimana masih ada beberapa mata kuliah MKU sehingga biasanya IP mahasiswa masih cenderung bagus. Minimum IP dari mahasiswa dari ketiga angkatan adalah nol, hal ini dimungkinkan adanya mahasiswa yang tidak aktif perkuliahan atau tidak pernah masuk kuliah. Range terbesar IP ada pada mahasiswa angkatan 2013 yaitu 3,8712.Selanjutnya hasil sebaran variabel jalur masuk dan asal SMA pada prodi Pendidikan Matematika dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Sebaran Variabel X1 dan Variabel X3 Prodi Pendidikan Matematika
Tahun angkatan 2012 2013 2014 Jumlah
1 49 44 32 125
2 20 50 46 116
Jalur Masuk 3 32 23 35 90
4 4 2 5 11
Asal SLTA 1 2 101 13 111 8 114 5 326 26
5 9 0 1 10
Hasil perbandingan pada variabel jalur masuk tiap angkatan menunjukkan mahasiswa dengan jalur masuk SNMPTN jalur undangan termasuk Bidik Misi Jalur Undangan dan jalur Prestasimenempati urutan pertama pada mahasiswa angkatan 2013 dan 2014 sedangkan pada mahasiswa angkatan 2012 jalur masuk SBMPTN ujian tulis termasuk bidik misi ujian tulis sebanyak 49 mahasiswa jika dibandingkan dengan jalur masuk perguruan tinggi yang lainnya seperti terlihat hasilperbandingan variabel jalur masuk pada Gambar 1. Perbandingan variabel jalur masuk (X1) Pendidikan Matematika Jumlah 50 49 46 44 35 32 23 20 9 5 4 2 1 0
50
Count
40
30
20
10
0 Jalur masuk TH
1
2
3 4 2012
5
1
2
3 4 2013
5
1
2
3 4 2014
5
Gambar 1. Perbandingan Variabel Jalur Masuk (X1) Pendidikan Matematika
Hasil perbandingan variabel untuk Asal SMA yang dapat dilihat berdasarkan Gambar 2. Dimana perbandingan asal SMA menunjukkan mayoritas asal SMA yang sudah ada track 26
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
record alumni siswa SMA tersebut pernah menjadi mahasiswa Jurusan matematika FMIPA UM mendominasi dari ketiga angkatan yaitu 2012, 2013, dan 2014. Perbandingan variabel Asal SMA (X3) Pendidikan Matematika 120
Jumlah 114 111 101 13 8 5
100
Count
80 60 40 20 0 Asal SMA tahun
1
2
1
2012
2 2013
1
2 2014
Gambar.4. Perbandingan Variabel Asal SMA (X3) Pendidikan Matematika
Hasil pemetaan menggunakan Multidimensional Scaling didapatkan nilai Stress sebesar 0,29081 dimana nilai stress ini cukup kecil mendekati nol sehingga hasil pemetaan mendekati keadaan yang sebenarnyasedangkan R-Square yang diperoleh yaitu 0.619 atau 61,9%. Penggambaran hasil pemetaan dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
Gambar 3. Hasil pemetaan dengan MDS
Pemetaan menunjukkan bahwa mahasiswa angkatan 2014 didominasi oleh rata-rata indeks prestasi tinggi (X23) dan asal SMA yang sudah ada track record alumninya (X31). Hal ini senada dengan hasil statistic deskriptifpada Tabel 1. Hasil lain adalah adanya pengelompokan dari faktor jalur masuk SNMPDS atau Mandiri (X13) dan jalur masuk lainlainmencakup Masukan Non SLTA Lulusan Non-UM, Masukan Non SLTA Lulusan UM, Institusi BM, Pembatalan Bidik Misi (X15) dengan asal SMA yang belum ada track record alumninya pada mahasiswa tahun angkatan 2012. Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa mahasiswa angkatan 2013 didominasi oleh jalur masuk SNMPTN jalur undangan termasuk Bidik Misi Jalur Undangan dan jalur Prestasi (X12). Ada kedekatan juga antara faktor X15,X14, X21, X32 yaitu mahasiswa dengan jalur masuklain-lainmencakup Masukan Non SLTA Lulusan Non-UM, Masukan Non SLTA Lulusan UM, Institusi BM, Pembatalan Bidik Misi dan Jalur masuk Kerjasamamemiliki kecenderungan Indeks Prestasi rendah untuk asal 27
ISBN :978-602-17187-2-8
SMA yang belum ada track record alumninya di prodi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang. KESIMPULAN Hasil Deskripsi statistik menunjukkan rata-rata Indeks Prestasi tertinggi pada angkatan 2014. Hasil lainnya adalah minimum IP dari mahasiswa dari ketiga angkatan adalah nol, hal ini dimungkinkan adanya mahasiswa yang tidak aktif perkuliahan atau tidak pernah masuk kuliah. Hasil perbandingan pada variabel jalur masuk tiap angkatan menunjukkan mahasiswa dengan jalur masuk SNMPTN jalur undangan termasuk Bidik Misi Jalur Undangan dan jalur Prestasi menempati urutan pertama pada mahasiswa angkatan 2013 dan 2014 sedangkan pada mahasiswa angkatan 2012 jalur masuk SBMPTN ujian tulis termasuk bidik misi ujian tulis Hasil pemetaan menggunakan Multidimensional Scaling didapatkan nilai Stress sebesar 0,29081 dimana nilai stress ini cukup kecil mendekati nol sehingga hasil pemetaan mendekati keadaan yang sebenarnya sedangkan R-Square yang diperoleh yaitu 0.619 atau 61,9%. Pemetaan menunjukkan bahwa mahasiswa angkatan 2014 didominasi oleh rata-rata indeks prestasi tinggi dan asal SMA yang sudah ada track record alumninya. Sedangkan mahasiswa angkatan 2013 didominasi oleh jalur masuk SNMPTN jalur undangan termasuk Bidik Misi Jalur Undangan dan jalur Prestasi. Hasil lainnya adalah mahasiswa dengan jalur masuk lainlainmencakup Masukan Non SLTA Lulusan Non-UM, Masukan Non SLTA Lulusan UM, Institusi BM, Pembatalan Bidik Misi dan Jalur masuk Kerjasama memiliki kecenderungan Indeks Prestasi rendah untuk asal SMA yang belum ada track record alumninya di prodi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang DAFTAR RUJUKAN Abadyo dan Permadi. 2005. Metode Statistika Praktis.Malang: UM Press. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi IV. Jakarta: Rineka Cipta. Departemen Pendidikan Nasional. 2010. Peraturan Menteri pendidikan nasional RI nomor: 34 tahun 2010 tentang pola penerimaan mahasiswa baru program sarjana pada perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah. Santoso, Singgih. 2015. Menguasai Statistik Multivariat. Jakarta:PT. Elexmedia Computindo Walpole, RE.1995.Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Jakarta: Gramedia.
LESSON STUDY UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS GURU DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA (Hasil Pembelajaran) Dwiyana Dosen Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Malang
[email protected] Abstrak : Di dalam kegiatan pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran matematika, guru memegang peranan yang sangat penting untuk keberhasilan pembelajaran bagi siswasiswanya, karena di dalam pembelajaran guru yang membuat segala kebijakan di kelas, seperti merencanakan kegiatan pembelajaran, bagaimana guru mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas, mengevaluasi hasil belajar, dan yang lainnya. Atas dasar itu, perlu adanya seorang guru yang berkualitas dan profesional didalam mengelola kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga bila tuntutan itu dipenuhi, maka keberhasilan belajar siswa akan menjadi optimal sesuai dengan yang diharapkan. Berbagai cara dilakukan untuk mengembangkan kualitas dan keprofesionalan guru, satu di antaranya adalah dengan melakukan kegiatan Lesson Study (Kaji Pembelajaran). Lesson Study ini telah diterapkan di SMP, baik di SMP Negeri maupun di SMP Swasta di wilayah kabupaten Pasuruan Jawa Timur sejak tahun 2008. Berbagai topik matematika dirasakan oleh para guru sebagai topik yang sulit untuk diajarkan, kadang juga sulit untuk dimengerti atau dipahami secara konsep, sehingga dengan belajar secara kolaboratif permasalahan guru itu akan dapat diselesaikan. Melalui lesson study ini wawasan guru pengajar menjadi berkembang, karena berbagai
28
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
saran dan kritik yang membangun disampaikan kepada guru pengajar untuk memperbaiki pembelajarannya. SMP Negeri 1 Bangil, salah satu SMP Negeri di kabupaten Pasuruan telah melaksanakan kegiatan Lesson Study pada Desember 2014 bagi para fasilitator bidang studi matematika se wilayah MGMP Pasuruan dengan materi pemfaktoran. Kegiatan Lesson Study ini dilakukan di samping untuk meningkatkan ketrampilan guru dalam pembelajaran, juga untuk meningkatkan kemampuan dan kejelian fasilitator dalam mengamati kegiatan selama proses pembelajaran. Dengan melaksanakan lesson study ini diharapkan guru akan dapat membenahi, memperbaiki, dan mengevaluasi dirinya tentang kegiatan yang telah dilakukan di kelas sehingga ke depan guru akan menjadi lebih baik dibanding dengan sebelumnya. Kata-Kata kunci :Lesson Study, Meningkatkan Kualitas Guru, Pembelajaran Matematika
PENDAHULUAN Di dalam kegiatan pembelajaran, guru memegang peranan yang sangat penting untuk keberhasilan pembelajaran, karena di dalam pembelajaran guru yang membuat segala kebijakan di kelas, seperti merencanakan bagaimana guru mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. Atas dasar itu, perlu adanya seorang guru yang berkualitas dan professional didalam mengelola kegiatan pembelajaran di kelas sehingga bila tuntutan itu dipenuhi, maka keberhasilan belajar siswa akan menjadi optimal sesuai dengan yang diharapkan. Berbagai cara untuk mengembangkan kualitas dan keprofesionalan guru,satu di antaranya adalah dengan Lesson Study (Studi Pembelajaran). Dalam rangka meningkatkan kualitas guru (khususnya para fasilitator LS) dalam pembelajaran, di Bangil Pasuruan, tepatnya di SMP Negeri 1 Bangi, telah diadakan kegiatan open class dan workshop lesson study yang diikuti oleh para fasilitator matematika dan beberapa kepala sekolah di wilayah Kabupaten Pasuruan. Jumlah fasilitator matematika peserta LS sebanyak 16 orang yang merupakan wakil dari berbagai wilayah di kabupaten Pasuruan. Dengan kegiatan ini diharapkan para perserta dapat memahami dan mengerti konsep lesson study, untuk selanjutnya nanti disebar luaskan kepada teman-teman guru MGMP di wilayah masing-masing, sehingga ke depan diharapkan hampir semua guru di wilayah Pasuruan akan memahami lesson study, dengan begitu harapannya kualitas guru dapat diperbaiki. Kurikulum baru Berbasis Kompetensi (KBK) telah diimplementasikan di sekolahsekolah sejak tahun pelajaran 2004/2005. Kurikulum ini mencerminkan visi baru tentang isi, lingkungan kelas, pendekatan atau metode mengajar dan dukungan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan MIPA (secara khusus Matematika). Selain itu, kurikulum 2004 juga memberikan arahan untuk reformasi pendidikan MIPA, yaitu bagaimana upaya yang perlu dilakukan untuk mewujudkan reformasi pendidikan MIPA di seluruh wilayah nusantara ini. Di dalam proses pendidikan, guru merupakan komponen yang sangat penting. Hal ini dikarenakan guru yang membuat segala kebijakan di dalam kelas termasuk perencanaan bagaimana cara mengimplementasikan kurikulum. Dalam kaitan ini Anderson & Mitchener (Rahayu,2005) mengatakan bahwa pengetahuan, pengalaman dan paradigma guru tentang pembelajaran akan sangat mempengaruhi apa yang terjadi di dalam kelas. Dengan demikian cara siswa belajar tergantung pada kemampuan guru mengajar. Peran guru adalah membantu siswa dalam mengkonstruksi konsep secara tepat, mampu menggunakan ketrampilan proses, dapat mengembangkan sikap positif terhadap pembelajaran dan dapat merespon ide-ide siswa yang kurang akurat. Selanjutnya guru mengajak siswa untuk berfikir, mengalokasikan waktu, menciptakan setting belajar, menyediakan peralatan, mengidentifikasi sumber belajar, menilai kemajuan siswa dan membantu siswa dalam menilai diri sendiri. Menurut Glenn (2000:14) kemampuan mengajar yang berkualitas bukanlah bakat yang dibawa sejak lahir, tetapi kemampuan itu dapat dipelajari dan disempurnakan secara terus menerus. Ketrampilan mengajar khusus, misalnya kemampuan untuk membedakan antara apa yang paling penting dipelajari oleh siswa atau apa yang paling sulit dipahami siswa, hanya dapat diperoleh melalui pelatihan, konsultasi, kolaborasi dan praktek langsung. Selain itu, kualitas mengajar yang baik juga menuntut guru untuk menguasai materi bidang studi dengan baik pula. Hal ini berarti bahwa guru dituntut untuk selalu belajar dan berupaya terus menerus meningkatkan pemahaman bidang studi serta kualitas mengajarnya agar dapat membimbing belajar siswa dengan baik. Bahkan Anderson & Helms (2001) mengatakan bahwa proses belajar 29
ISBN :978-602-17187-2-8
yang dilakukan guru merupakan unsur kunci dalam reformasi pendidikan. Agar mengajar berkualitas dapat tercapai, maka pihak-pihak yang terkait seperti stakeholder haruslah mendukung dan mengkondisikannya secara berkelanjutan. Misalnya melalui pengembangan profesi, memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi, menggunakan teknologi secara efektif, memberi pengakuan dan penghargaan bagi guru yang berprestasi. Ada berbagai cara untuk membantu guru dalam pengembangan profesi seperti disebutkan di atas, salah satunya adalah dengan lesson study. Dengan Lesson study ini diharapkan kemampuan dan kualitas guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dapat diperbaiki dan sekaligus dapat ditingkatkan, sehingga pada muaranya hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. PERLUNYA LESSON STUDY Seperti yang kita ketahui bahwa beban guru mengajar sehari-hari sangatlah banyak, di samping mengajar, mereka juga masih dibebani masalah-masalah lain yang terkait dengan kegiatan-kegiatan di sekolah. Melihat kenyataan itu, dengan beban yang sudah begitu banyak, masih juga harus dibebani dengan satu lagi yaitu ―lesson study‖. Yang menjadi pertanyaan ialah apakah benar lesson study memang memiliki keunggulan sehingga dengan melaksanakan lesson study, pembelajaran akan lebih berkualitas. Lewis (2002) menyatakan bahwa lesson study memiliki peran yang cukup besar dalam melakukan perubahan secara sistemik. Menurut Lewis (2002), lesson study yang telah dilakukan di Jepang tidak hanya memberikan sumbangan terhadap pengetahuan keprofesionalan guru, tetapi juga terhadap peningkatan sistem pendidikan yang lebih luas. Melalui Lesson Study guru secara kolaboratif berupaya menterjemahkan tujuan dan standar pendidikan ke alam nyata di dalam kelas. Mereka berupaya merancang pembelajaran sedemikian sehingga siswa dapat dibantu menemukan tujuan pembelajaran yang dituliskan untuk suatu materi pokok (yang di dalam kurikulum kita sekarang berarti siswa dibantu untuk menguasai kompetensi dasar yang diharapkan). Selain itu, guru di Jepang juga memperhatikan aspek lain standar pendidikan nasional mereka yaitu belajar memiliki kebiasaan berpikir ilmiah. Mereka berupaya merancang suatu skenario pembelajaran yang memperhatikan kompetensi dasar dan pengembangan kebiasan berpikir ilmiah itu dengan membantu siswa agar mengalami sendiri, misalnya pentingnya mengendalikan variabel dan juga memperoleh pengetahuan tertentu yang terkait materi pokok yang dibelajarkan. Setelah itu, rancangan pembelajaran itu dilaksanakan, diamati, didiskusikan, dan direvisi, dan kalau perlu dilaksanakan lagi. Lesson Study juga menciptakan tuntutan mendasar perlunya peningkatan pembelajaran. Seorang guru yang mengamati pelaksanaan pembelajaran yang diteliti (research lesson) akan mengadopsi pembelajaran sejenis setelah mengamati respon siswa yang tertarik dan termotivasi untuk belajar dengan cara seperti yang dilaksanakan. Melalui pengamatan langsung terhadap pembelajaran yang diteliti (research lesson) maupun laporan tertulis, video, ataupun berbagi pengalaman dengan kolega, telah tersebar luas berbagai rancangan pembelajaran yang telah dikembangkan melalui Lesson Study yang meliputi berbagai topik. Semuanya itu dimulai di tingkat lokal, dikelola secara lokal, dan menyebar menjadi reformasi tingkat sistem pendidikan ke seluruh negeri. Misalnya dalam bidang Matematika, berkat inspirasi dari sekelompok guru Matematika yang aktif menyelenggarakan Lesson Study pada tahun 1970-an, seluruh guru di Jepang dalam 30 tahun terakhir ini mulai menekankan pemecahan masalah dalam Matematika, dan perlahan-lahan beralih ke mengajar untuk memahamkan (teaching for understanding) untuk tingkat Matematika Sekolah Dasar. Lebih lanjut lagi Lewis (2002) menguraikan bagaimana Lesson Study dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan keprofesionalan guru yaitu dengan menguraikan delapan pengalaman yang diberikan Lesson Study kepada guru sebagai berikut. Lesson Study memungkinkan guru untuk 1) memikirkan dengan cermat mengenai tujuan dari pembelajaran, materi pokok, dan bidang studi, 2) mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang terbaik yang dapat dikembangkan, 3) memperdalam pengetahuan mengenai materi pokok yang diajarkan, 4) memikirkan secara mendalam tujuan jangka panjang yang akan dicapai yang berkaitan dengan siswa, 5) merancang pembelajaran secara kolaboratif, 6) mengkaji secara cermat cara dan proses belajar serta tingkah laku siswa, 7) mengembangkan pengetahuan pedagogis yang kuat/penuh daya, dan 8) melihat hasil pembelajaran sendiri melalui mata siswa dan kolega. Dari uraian di atas nampaknya Lesson Study perlu untuk dilakukan oleh guru pengajar, sehingga dengan lesson study kualitas guru menjadi lebih baik. 30
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
PELAKSANAAN OPEN LESSON Studi pembelajaran untuk bidang matematika telah dilakukan sejak tahun pelajaran 2005/2006 ke sekolah-sekolah, baik Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun Sekolah Menengah Atas (SMA) di Malang. Lesson Study ini dilakukan atas kerja sama FMIPA UM dengan Jica yang telah dirintis sejak tahun 2000. Seiring dengan diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dikembangkan pula berbagai metode pembelajaran untuk matematika di sekolah, baik di SMP maupun SMA. Pendekatan pembelajaran yang telah dilakukan untuk bidang studi matematika meliputi cooperative learning (pembelajaran kooperatif) dan Realistic Mathematics Education (RME). Kegiatan lesson study di SMP Negeri 1 Bangil ini dilakukan pada hari Jum‘at, tanggal 19 Desember 2014, sejak jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 dengan materi pemfaktoran untuk kelas 8A semester 1 (satu). Untuk mengimplementasikan lesson study ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap refleksi. Tahap persiapan yang dimaksudkan adalah penentuan tujuan dan rancangan yang dilakukan oleh guru-guru, yang meliputi mengidentifikasi tujuan belajar siswa, merancang pembelajaran (dalam LS kali ini dilakukan oleh guru model saja, tetapi menjelang pembelajaran didiskusikan dengan pendamping) untuk mewujudkan pencapaian tujuan, termasuk research lesson yang akan diamati. Pada tahap kedua, berupa pelaksanaan, yaitu mengimplementasikan open class di kelas. Pada tahap ini ada bagian yang perlu diperhatikan, yaitu meneliti pembelajaran (research lesson); guru model (M. Darsono) membelajarkan siswa, dan guru-guru yang lain (termasuk dosen pendamping) mengamati pembelajaran (mengumpulkan data tentang kegiatan siswa selama pembelajaran, seperti siswa benar-benar belajar atau tidak, berpartisipasi atau tidak, bagaimana perilaku siswa selama pembelajaran). Hal ini perlu dilakukan karena data yang diperoleh nantinya akan digunakan sebagai bahan refleksi, untuk perbaikan pembelajaran oleh guru model (guru model sebenarnya adalah guru kelas 3 di SMP Negeri 1 Bangil ). Tahap berikutnya adalah refleksi tentang pembelajaran, yang dimaksudkan adalah diskusi mengenai pembelajaran yang telah berlangsung dan diamati oleh observer (guru-guru, dosen pendamping). Pada tahap ini didiskusikan tentang data-data pengamatan yang telah dikumpulkan selama pembelajaran berlangsung, sekaligus perbaikan apa saja yang perlu dilakukan dalam pembelajaran. Pada tahap ini dilakukan revisi terhadap rancangan dan dilakukan pembelajaran ulang di kelas lain karena di samping untuk melihat kemajuan dalam melaksanakan LS, juga untuk menerapkan rancangan hasil revisi saat kegiatan refleksi. Secara singkat proses pembelajaran sampai dengan kegiatan lesson study dijabarkan sebagai berikut. TAHAP PENDAHULUAN Model pembelajaran yang digunakan adalah model belajar kooperatif, tipe Think Pair Share (TPS) yang urut-urutannya meliputi penjelasan secara singkat oleh guru tentang pembelajaran yang akan dilakukan, membentuk kelompok diskusi yang masing-masing kelompok terdiri dari 2-3 siswa, presentasi kelas yang dilakukan oleh wakil dari kelompok, dan yang terakhir melakukan kesimpulan hasil belajar secara bersama-sama. Penjelasan singkat yang dilakukan oleh guru berupa materi pelajaran yang akan disajikan saat itu, yaitu tentang pemfaktoran (termasuk prasarat untuk belajar materi tersebut), tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, tatacara melaksanakan diskusi kelompok, termasuk mengatur pelaksanaan presentasi kelas, serta diakhiri dengan pembagian LKS. PROSES PEMBELAJARAN Selama siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran, termasuk mengerjakan tugas yang ada pada Lembar Kerja Siswa, guru pengajar berkeliling kelas memonitor kegiatan siswa, memfasilitasi belajar siswa, membantu kesulitan belajar siswa bila diperlukan, memberi motivasi agar siswa menjadi antusias dan bersemangat dalam belajarnya. Pada saat proses pembelajaran ini para pengamat (observer) melakukan tugas mengamati kegiatan (kinerja) siswa. Dari pengamatan inilah para pengamat mengumpulkan data-data pengamatan yang nantinya digunakan untuk kegiatan refleksi di akhir pembelajaran. Perlu ditegaskan di sini bahwa tugas observer adalah mengamati kinerja siswa, bukan kinerja guru. Bila pengamat menemukan kejanggalan/kekeliruan yang dilakukan oleh siswa, maka pengamat segera melaporkan kepada guru pengajar, dan guru pengajar ini yang akan mendatangi siswa yang bermasalah tersebut, bukan pengamat yang membenarkan kekeliruan yang dilakukan oleh siswa. Jadi, tidak 31
ISBN :978-602-17187-2-8
dibenarkan seorang pengamat melakukan diskusi, tanya jawab, menegur siswa secara langsung dalam kegiatan pembelajaran. TAHAP REFLEKSI Tahap berikutnya adalah kegiatan refleksi yang dilaksanakan segera setelah kegiatan pembelajaran selesai dilakukan. Agar dalam kegiatan ini diskusi yang dilakukan bisa berjalan dengan baik dan terarah, perlu dibentuk moderator dan penulis. Seorang moderator (dalam kegiatan ini salah satu pengamat, guru SMP Negeri Gempol) memimpin jalannya diskusi dari awal sampai selesai, dibantu seorang penulis yang merekam segala aktivitas, tanya jawab, saran yang berguna untuk pengajar. Kegiatan ini dibagi dalam tiga sesi; sesi pertama berupa hasil refleksi diri oleh guru pengajar (Guru Model), yaitu meliputi apa saja yang telah dilakukan, dirasakan, dan ditemukan oleh pengajar selama kegiatan pembelajaran. Sesi kedua berupa kegiatan diskusi atau tukar pendapat mengenai hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh para observer selama kegiatan pembelajaran yang langsung ditanggapi oleh guru pengajar, dan sesi ketiga berupa paparan, saran (masukan) dari pendamping, dan expert dari JICA. PEMBAHASAN HASIL OPEN CLASS Dalam kegiatan refleksi dilakukan diskusi sekitar hasil open class yang telah dilaksanakan. Urut-urutan diskusi dilakukan mulai dari uraian singkat tentang pengalaman, perasaan, kesan dan pesan dari guru model (pak Darsono), pemaparan dari pengamat disertai tanggapan guru model, dan yang terakhir dilanjutkan pemaparan atau saran dan masukan dari pendamping dan expert Jica, dan terakhir kegiatan revisi hasil refleksi untuk pembelajaran ulang di hari kedua untuk kelas yang berbeda. Selengkapnya dijabarkan berikut ini. Sesi Pertama Guru model menyampaikan kekurangan yang dirasakan selama pembelajaran meliputi pengelolaan kelas kurang optimal mengingat jumlah siswa dalam satu kelas sebanyak 34 siswa, waktu yang dibutuhkan dalam pembelajaran melebihi dari yang ditargetkan, sehingga guru merasa dalam mengajar seperti tergesa-gesa karena target materi, juga guru melihat beberapa siswa kurang aktif dalam belajarnya, guru mengaku mempersiapkan kegiatan ini secara mendadak karena di samping tugas mengajar sehari-hari, guru yang bersangkutan sebenarnya tidak mengajar di kelas 8, sehingga kegiatan monitor yang dirasakan guru juga kurang optimal. Namun, guru juga merasa senang karena bisa melihat siswa-siswanya memiliki pengalaman baru dalam belajar, dan begitu bersemangat dalam melaksanakan pembelajaran dengan model belajar kooperatif. Sesi Kedua Sesi kedua ini diisi dengan pemaparan hasil research lesson dari observer (pengamat) dan tanggapan guru pengajar. - Kelompok Pengamat pertama mengungkapkan bahwa kelompok yang diamati bekerja kurang optimal, karena terdapat anggota kelompok yang tidak aktif, tidak ikut belajar dalam menyelesaikan masalah, karenanya kelompok pengamat pertama ini menyarankan agar guru lebih mengoptimalkan dalam memandu belajar siswa. - Kelompok Pengamat kedua menyampaikan guru sudah bersuara keras, tetapi guru jangan terlalu mendominasi pembicaraan selama pembelajaran. Pengamat ini juga menyampaikan tentang model pembelajaran yang digunakan oleh guru, tertulis di RPP adalah model TPS tetapi dalam pelaksanaannya berbeda dengan TPS.Namun, pengamat kedua ini juga memuji guru dalam hal menyampaikan wawasan kepada siswa baik. - Kelompok Pengamat ketiga menyampaikan masukan kepada guru tentang belajar kooperatif. Pengamat ini mengatakan bahwa belajar kooperatif tidak sama dengan belajar kelompok yang selama ini dilakukan. Yang ditemukan pengamat ketiga ketika mengamati kelompok adalah dalam kelompok yang bekerja satu orang (mungkin ditunjuk sebagai ketua kelompok), sedangkan lainnya hanya melihat kerja ketua kelompok saja. Sehingga pengamat ini memberikan saran agar fungsi guru sebagai fasilitator, motivator, dan pemandu belajar lebih dioptimalkan. Kelompok pengamat ini juga menanyakan model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Namun, pengamat ketiga ini juga memberikan pujian kepada guru, karena berbagai pertanyaan atau permasalahan yang dilontarkan siswa dapat dijawab dengan baik dan benar. - Kelompok Pengamat keempat menyampaikan hasil temuannya berupa kurangnya pemahaman kelompok (yang diamati) terhadap konsep pemfaktoran yang disampaikan oleh guru model; 32
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
apakah tidak ada cara lain dalam menanamkan konsep pemfaktoran yang menggunakan pendekatan kontekstual. - Kelompok Pengamat kelima juga menyampaikan keluhan tentang pengamatan yang dilakukan terkait dengan satu modul untuk satu kelompok, sehingga menurut pengamat ini pembelajaran menjadi kurang efektif, karena siswa secara bergantian untuk membaca modulnya. Pengamat ini menyadari bahwa observer tidak diperkenankan untuk menjawab pertanyaan dari siswa, sehingga begitu ada pertanyaan dari kelompok yang diamati segera observer menemui guru pengajar dan menyampaikan hal-hal yang dialami kelompok siswa yang diamati. Pengamat merasa hal seperti ini akan bisa menggangu kerja siswa yang lain. - Pengamat kelompok keenam menyampaikan diskusi kelompok siswa yang diamati berjalan dengan baik, mereka bersama-sama berkerja, saling tanya jawab, memberi masukan kepada teman sekelompok, menjelaskan kepada teman kelompoknya yang belum memahami, walaupun kelompok ini terlepas dari pantauan guru. Saat anggota kelompok ini presentasi di depan kelas juga diperhatikan oleh pengamat, pengamat memuji guru model karena dapat menyajikan pembelajaran dengan baik dan benar. Tanggapan guru model (pengajar) Berbagai komentar oleh pengamat yang dipaparkan telah disampaikan, selanjutnya ditanggapi oleh guru (pengajar), seperti materi pembelajaran yang mengacu kontekstual, model pembelajaran yang belum baik, dan peran guru sebagai fasilitator yang belum optimal. Berbagai saran dicatat, diperhatikan, ditampung untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan perbaikan untuk pembelajaran hari berikutnya. Hal ini dilakukan oleh guru karena demi perbaikan kualitas pembelajaran yang akan datang. Sesi Ketiga Pada sesi ini kegiatan diisi dengan berbagai komentar, saran dari pakar (ahli) yang uraian selengkapnya sebagai berikut. - Ahli pertama, Pendamping, menyampaikan ucapan selamat dan terima kasih kepada guru pengajar yang telah berani mengajar dengan diamati oleh banyak guru selama 90 menit lebih, dan salut atas keberaniannya menerima kritik dari para pengamat. Pendamping ini juga menyampaikan bahwa guru telah menyiapkan perangkat pembelajaran dengan baik, termasuk membuat skenario tempat duduk, sehingga memudahkan siswa belajar kelompok, walaupun masih ditemukan kelompok yang belum aktif dalam pembelajaran. Pendamping juga menyampaikan walaupun waktu diskusi kelas cukup lama, tetapi siswa umumnya tetap antusias dan tetap konsentrasi dalam diskusi. Secara umum, pendamping pertama mengatakan bahwa pembelajaran berlangsung dengan sukses. Namun, di samping menyampaikan hal-hal yang baik yang telah dilakukan oleh guru, pendamping juga menyampaikan berbagai masukan untuk perbaikan hari kedua. Saran yang dimaksudkan meliputi rancangan pembelajaran, khususnya materi pembelajaran dan modelnya, lembar kerja siswa, pelaksanaan pembelajaran, dan bagaimana peraan pengamat dalam pembelajaran. (1) Rancangan pembelajaran Rancangan pembelajaran merupakan pedoman (pakem) dari seorang guru manakala guru melaksanakan pembelajaran. Oleh karena itu, di dalam membuat rancangan pembelajaran seharusnya dibuat seoperasonal mungkin sehingga memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran, terutama dalam menjabarkan langkah-langkah pembelajaran seharusnya mengikuti pada model pembelajaran yang digunakan. Demikian juga, dalam menuliskan tujuan pembelajaran hendaknya dituliskan dengan jelas dan operasional. Misalnya dalam rancangan tertulis siswa dapat memfaktorkan selisih dari dua bentuk kuadrat, disarankan menjadi siswa dapat memfaktorkan selisih dari dua bentuk kuadrat dengan cara individu atau secara kelompok. (2) Materi pembelajaran Sebaiknya ditulis yang lengkap, mengingat sekarang telah menggunakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), sehingga materi yang dituliskan di rancangan pembelajaran juga mengarak ke kontekstual. Yang tertulis di rancangan seperti berikut ini -Memfaktorkan bentuk aljabar, memfaktorkan bentuk aljabar artinya mengubah bentuk penjumlahan suku-suku menjadi bentuk perkalian faktor-faktor. -Pemfaktoran bentuk aljabar terdiri dari bentuk-bentuk berikut ini,........ dan sebagainya.Jadi memang tidak terlihat kontekstualnya dalam menyampaikan konsep pemfaktoran. Untuk itu, pendamping menyarankan dalam menuliskan materi pembelajaran sebaiknya dimulai dari semacam narasi yang isinya tentang permasalahan kontekstual, seperti berikut ini. 33
ISBN :978-602-17187-2-8
Pak Agus mempunyai taman yang ukuran panjang setiap sisinya x meter. Pak Agus bermaksud untuk memperluas tamannya dengan panjangnya menja di dua kali ukuran semula dan lebarnya ditambah 3 meter. Bagaimana luas dari taman yang baru itu. Ini adalah masalah kontekstual yang terkain dengan pemfaktoran, dan dalam menuliskan materi pembelajaran cukup dituliskan secara singkat tetapi detail. (3) Model pembelajaran Pendamping menyarankan kepada guru model hendaknya bisa membedakan metode, model dan pendekatan. Model kooperatif tipe TPS ini belum dipahami betul oleh guru pendamping,mengingat saat kegiatan pembelajaran dilakukan, guru model menerapkan pembelajaran kooperatif tetapi bukan tipe TPS yang digunakan melainkan tipe STAD. Sehingga pada sesi ini pendamiping menjelaskan tentang model-model pembelajaran kepada semua peserta.
(4) Lembar Kerja Siswa (LKS) Disarankan kepada guru model, dan kepada semua peserta bahwa bagaimana membuat LKS yang benar, karena ditemukan oleh pendamping hampir semua guru peserta dalam memahami LKS adalah lembar untuk soal-soal saja. Sebaiknya dalam menyusun LKS didahului dengan uraian singkat tentang konsep materi yang akan dipelajari, baru yang di akhir diberikan soal-soal untuk latihan. (5) Pelaksanaan Pembelajaran Terkait dengan pelaksanaan, dalam membagi kelas ke dalam kelompok-kelompok akan lebih baik jikalau kelompok ditentukan hari sebelumnya, atau saat istirahat kelas, sehingga dengan begitu proses pembelajaran tidak akan terganggu. Guru telah menggunakan model kooperatif, berarti tidak dibenarkan guru memdominasi pembicaraan di kelas, akan lebih baik bila memberi penjelasan atau membimbing dilakukan terhadap masing-masing kelompok; di sini peran guru sebagai fasilitator akan lebih nampak. (6) Peran pengamat Hasil pemantauan pendamping, pengamat sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, dalam arti pengamat tidak lagi ngobrol dengan sesama pengamat saat mengamati, sehingga dengan begitu konsentrasi bisa fokus kepada yang diamati. Hanya saja, di mana pengamat memposisikan diri, ini yang perlu diperbaiki. Pantauan pendamping, banyak pengamat yang dalam mengamati masih berjalan kesana kemari di tengah-tengah siswa belajar; ini tidak dibenarkan karena akan menggangu konsentrasi siswa dalam belajar. Sebaiknya pengamat memposisikan di tepi tempat siswa belajar, sehingga walaupun berjalan ke sana kemari tidak terlalu menggangu siswa belajar. - Ahli kedua, menyampaikan komentarnya tentang mengajar guru sudah baik. Ahli kedua ini juga menyampaikan hal yang penting, yaitu bahwa sebaiknya observer dalam mengamati selalu jauh dari siswa, sehingga tidak mengganggu proses belajar siswa. Ahli kedua ini juga menyampaikan agar pembelajaran membuat siswa untuk menemukan sendiri permasalahan yang disampaikan guru, termasuk bagaimana men setting materi pelajaran yang menantang siswa untuk berfikir dan mencari jawabannya. - Ahli Ketiga (orang yang telah mendalami lesson study) menyampaikan komentarnya meliputi (a) memberi kesan secara umum kegiatan lesson study hari sudah baik, namun perlu ditingkatkan lagi mengingat perserta dari open class ini adalah para fasilitator yang di wilayah MGMP masing-masing menjadi tempat bertanya teman-teman guru di MGMP, (b) komentar para pengamat sudah berdasarkan pengamatannya kepada siswa, (c) para pengamat sangat antusias dalam melakukan pengamatan dari awal sampai akhir, (d) ahli ini juga menyampaikan untuk open class berikutnya, guru model memperhatikan semua saran dan masukan yang telah disampaikan, baik oleh observer maupun pendamping. Berbagai saran dan tanggapan dari para ahli ini dicatat oleh notulen dan juga guru pengajar materi pemfaktoran untuk selanjutnya didokumentasikan sebagai bahan pertimbangan untuk melaksanakan open class berikutnya. PENUTUP 34
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Di atas telah dipaparkan tentang bagaimana memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran guru, yang salah satunya dengan melaksanakan lesson study. Lesson study ini perlu dilakukan oleh guru karena seperti diuraikan di atas berbagai kelebihan lesson study telah diutarakan, bila guru melaksanakan kegiatan lesson study. Pada makalah ini disebutkan bahwa lesson study dilaksanakan di kelas 8A SMP Negeri 1 Bangil yang diikuti para fasilitator, sebagian kepala sekolah, dan dosen pendamping. Berbagai saran, tanggapan, dan kritik, semuanya telah direkam guru pengajar, dicatat yang selanjutnya digunakan sebagai bahan pertimbangan, dan modal dalam memperbaiki diri untuk melakukan pembelajaran berikutnya. Kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah perlunya guru dalam kegiatan pembelajaran diakhiri dengan lesson study walaupun tidak pada setiap akhir pembelajaran. Dengan melakukan lesson study seorang pengajar akan lebih terbuka (bersedia dikritik dan diberi saran) kepada sesama profesi, sehingga dengan keterbukaan ini wawasan guru akan menjadi bertambah, dan pada ujung-ujungnya kualitas pembelajarannya akan menjadi lebih baik. Lesson study ini telah dilakukan berkali-kali di Pasuruan, karenanya diharapkan kegiatan yang baik ini dapat diteruskan pelaksanannya ke sekolah-sekolah lain, sehingga dengan melaksanakan ini pemerataan pengembangan pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Selama ini pengembangan pembelajaran yang ada barulah dinikmati oleh sebagian kecil guru yang ada di kota saja, yang harapannya guru-guru yang dipelosok daerah juga bisa mengembangkan sesuai yang diharapkan. Dengan begitu kurikulum berbasis kompetensi (KBK) sekarang ini benar-benar dapat dilaksanakan secara optimal oleh guru. DAFTAR RUJUKAN As‘ari, Abdurrahman (2003). Cooperative Learning untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran matematika. Makalah disampaikan dalam Workshop Piloting Pembelajaran jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang. Depdiknas (2001). Kurikulum Berbasis Kompetensi, bidang matematika, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Kurikulum. Glenn, John. 2000. Before It‟s Too Late. A Report to the Nation from the National Commision of Mathematics and Science Teaching for the 21st Century. Washington: US Department of Education. Khairiree (2002). Cooperative Learning. Penang, Malaysia, SEAMEO RECSAM. Lewis, Catherine C. 2002. Lesson Study: A Handbook of Teacher-Led Instructional Change. Philadelphia, PA: Research for Better Schools, Inc. Rahayu, 2005. Meningkatkan Kualitas Pembelaran MIPA di Kelas Dengan Lesson Study. Makalah Disampaikan dalam Seminar Lesson Study di FMIPA UM. Saito, E, (2006). Development of School Based in Service Teacher Training UnderThe Indonesian Mathematics and Science Teacher Education Project, Improving Schools, vol.32 (2): 171 – 184. Slavin, R. (1995). Cooperative Learning. Theory, Research, and Practice. Second Edition . Boston. Allyn and Bacon. Susilo, Herawati. 2005. Lesson Study: Apa dan Mengapa. Makalah Disampaikan dalam Seminar Tentang Lesson Study di FMIPA UM. Syamsuri, dkk. (2008). Lesson Study, Studi Pembelajaran. Malang:FMIPA UM.
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN PENALARAN SPASIAL SISWA MELALUI MEDIA KOMPUTER Lathiful Anwar Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang Abstrak: Kemampuan spasial merupakan kemampuan siswa dalam membayangkan, merepresentasikan, memanipulasi, dan mentransformasi informasi visual dalam konteks keruangan, serta memperkirakan posisi dan representasi suatu objek secara akurat berdasarkan perubahan orientasinya. Kemampuan ini perlu dikembangkan karena selain tuntutan kurikulum, kemampuan ini sangat berguna dalam memahami relasi dan sifat-
35
ISBN :978-602-17187-2-8
sifat dalam geometri untuk memecahkan masalah matematika dan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Penyajian materi secara visual melalui media komputer merupakan suatu cara yang dapat digunakan dalam rangka meningkatkan kemampuan spasial siswa. Media pembelajaran komputer dapat berupa perangkat lunak (software) pembelajaran. Secara khusus, Software pembelajaran yang dimaksud adalah Software Pembelajaran Mandiri (SPM) yang memuat materi, latihan soal, LKS yang dilengkapi animasi/visualisasi geometris. Kata kunci: kemampuan spasial, visualisasi spasial, orientasi spasial, software pembelajaran mandiri (spm).
PENDAHULUAN Konsep tentang berpikir spasial cukup menarik untuk dibahas mengingat banyak penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa anak menemukan banyak kesulitan untuk memahami objek atau gambar bangun geometri. Berpikir spasial merupakan kumpulan dari keterampilan-keterampilan kognitif, yang terdiri dari gabungan tiga unsur yaitu konsep keruangan, alat representasi, dan proses penalaran (National Academy of Science, 2006:12) Kemampuan penalaran spasial siswa merupakan kemampuan siswa yang terkait dengan proses kognitifnya dalam merepesentasikan, memanipulasi bangun ruang, serta hubungan dan transformasi bentuknya. Terdapat dua aspek yang terkait dengan kemampuan ini, yakni aspek visualisasi spasial dan aspek orientasi spasial. Kemampuan ini merupakan salah satu kemampuan yang dijadikan salah satu kompetensi dasar bagi siswa dalam mempelajari konsep pengukuran di sekolah menengah (NCTM, 2000). Kemampuan spasial dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu: (1) persepsi spasial, (2) rotasi mental, dan (3) visualisasi spasial. Dipandang dari konteks matematika dalam kaitannya dengan materi geometri, kemampuan spasial sangat penting untuk ditingkatkan. Dalam National Academy of Science (2006:45) dikemukakan bahwa setiap siswa harus berusaha mengembangkan kemampuan dan penginderaan spasialnya yang sangat berguna dalam memahami relasi dan sifat-sifat dalam geometri untuk memecahkan masalah matematika dan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks kurikulum, NCTM (2000: 29) telah menentukan 5 standar isi dalam standar matematika, yaitu bilangan dan operasinya, pemecahan masalah, geometri, pengukuran, dan peluang dan analisis data. Dalam geometri terdapat unsur penggunaan visualisasi, penalaran spasial dan pemodelan. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan spasial merupakan tuntutan kurikulum yang harus diakomodasi dalam pembelajaran di kelas. Dalam kurikulum nasional di Indonesia, dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi siswa/ mahasiswa dituntut untuk dapat menguasai materi geometri bidang dan geometri ruang yang notabene juga membutuhkan kemampuan spasial. Demikian pentingnya kemampuan spasial ini sehingga kita semua terutama para guru dituntut untuk memberikan perhatian yang lebih dari cukup agar kemampuan spasial diajarkan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan amanat kurikulum. Salahsatu wujud perhatian lebih tersebut adalah menyiapkan perangkat/media pembelajaran yang tepat dan mendukung kemampuan spasial siswa. Menurut Armstrong (2013), penyajian materi secara visual melalui media komputer dalam pembelajaran matematika merupakan suatu cara yang dapat digunakan dalam rangka meningkatkan kemampuan spasial siswa. Penggunaan komputer sebagai media dalam pembelajaran memiliki kelebihan tersendiri yang tidak dimiliki oleh media lain, misalnya komputer dapat memberikan pelayanan secara repetitif, menampilkan sajian datam format dan desain yang menarik, animasi gambar dan suara yang baik, dan melayani perbedaan individual. Hal ini menunjukkan bahwa melalui media pembelajaran yang dinamis seperti komputer, siswa diberdayakan untuk menghasilkan gambar-gambar dan konstruksi geometri yang akurat, memanipulasi figur-figur, mengamati pala-pala (dengan visualisasi), serta mengembangkan dugaan-dugaan dan bukti-bukti informal. Dengan demikian, pembelajaran geometri yang menekankan pada kemampuan spasial siswa dapat diajarkan dengan pembelajaran berbantuan kamputer yang dapat disesuaikan dengan kemampuan dan pilihan masing-masing siswa dan dapat meningkatkan kemandirian siswa dalam belajar. BAHASAN UTAMA 36
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Penalaran Spasial Kemampuan penalaran spasial adalah salah satu kemampuan yang perlu dikuasai oleh siswa dalam mempelajari konsep geometri (Clement dan Battista, 1992:420). Kemampuan ini meliputi kemampuan orientasi spasial dan kemampuan visualisasi spasial (NCTM, 2000). Orientasi spasial berkenaan dengan kemampuan memahami posisi suatu objek berdasarkan orientasi atau posisi pandang, sedangkan visualisasi spasial erat kaitannya dengan mengidentifikasi dan menggambar bangun datar maupun bangun ruang (Clement dan Battista, 1992:444; Unal dkk, 2009:100). Dengan demikian, penalaran spasial adalah kemampuan siswa dalam membayangkan, merepresentasikan, memanipulasi, dan mentransformasi informasi visual datam konteks keruangan, serta memper kirakan posisi dan representasi suatu objek secara akurat berdasarkan perubahan orientasinya. Kemampuan visualisasi spasial (spatial visualization) geometri merupakan kemampuan menginterpretasikan informasi yang melibatkan gambar yang relevan, dan kemampuan untuk memproses visual, melibatkan perhitungan transformasi visual yang relevan (Bishop, dalam Saragih, 2000). Beberapa pakar menyatakan tentang pengertian kemampuan visualisasi ruang diantaranya Tartre, Linn, dan Petersen (dalam Pitalis, Mousoulides, dan Christou, 2006), mendefinisikan, 1). Visualisasi spasial sebagai keterampilan mental/berpikir berkait dengan memahamai, memanipulasi, mengorganisasi ulang, dan menafsirkan hubungan visual; 2). Visualisasi spasial sebagai proses menyajikan, mengorganisasi ulang, menyimpulkan, mengingat kembali simbol, informasi non-linguistik. Kemampuan visualisasi merupakan proses dan kegiatan berpikir yang terlihat baik melalui deskripsi verbal, analitik maupun sajian visual dalam rangka penyelesaian masalah. Selanjutnya Gree‘s (Saragih,2000) menyatakan bahwa kemampuan spasial ruang mencakup: 1). Visualisasi spasial (Vz), yang melibatkan ―kemampuan to memanipulasi, merotasi, memutar atau membalik penyajian benda dalam bentuk gambar secara mental; 2). Orientasi spasial (SRO) yang merupakan ― pemahaman dalam penyusunan unsur dalam pola visual dan kemampuan untuk tidak bingung akibat perubahan orientasi dari suatu konfigurasi spasial yang disajikan‖. Beberapa pendapat (McGee; Burnett & Lane, Elliot & Smith, Pellegrino et al.; Clements & Battista, dalam Olkun, 2003) menyatakan bahwa, dua komponen utama dari visualisasi spasial sudah di identifikasi, yakni hubungan spasial dan visualisasi spasial. Dalam tes standarisasi kemampuan spasial, pertanyaan hubungan spasial melibatkan rotasi gambar 2D dan 3D dan membandingkan kubus. Visualisasi spasial di jelaskan sebagai kemampuan untuk membayangkan rotasi objek atau bagian-bagiannya dalam ruang 3D. Media Pembelajaran dan Peranannya dalam Pembelajaran. Media, bentuk jamak dari perantara (medium), merupakan sarana komunikasi. Media berasal dari bahasa latin medium (yang berarti antara). Istilah ini merujuk pada apa saja yang membawa informasi antara sumber dan penerima. Tujuan dari media adalah untuk memudahkan komunikasi dan belajar (Smaldino, Lowther & Russel, 2011:7). Miarso(2004) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Media pembelajaran berperan sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar. Ditinjau dari kesiapan untuk digunakan, media pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yakni media yang sudah tersedia dan siap dimanfaatkan (media by utilization) dan media yang diperlukan namun belum tersedia sehingga perlu dirancang dan dikembangkan secara khusus untuk tujuan pembelajaran tertentu. Media pembelajaran dalam kelompok pertama dapat berupa media komersial atau non komersial yang dikembangkan oleh industri media atau pengembang dan dapat langsung dimanfaatkan. Dalam proses belajar mengajar, kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan materi yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara (Djamarah & Zain, 2010:120). Kerumitan materi yang akan disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan materi dapat dikonkretkan dengan kehadiran media. Dengan demikian anak didik lebih muda mencerna bahan daripada tanpa bantuan media. 37
ISBN :978-602-17187-2-8
Sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran, media mempunyai beberapa fungsi. Sudjana (2011:99) merumuskan fungsi media pembelajaran menjadi enam kategori, sebagai berikut: a. Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif. b. Penggunaan media pembelajaran merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi belajar. Hal ini berarti bahwa media pembelajaran merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh guru. c. Media pembelajaran dalam pembelajaran, penggunaannya integral dengan tujuan dari isi pelajaran. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa penggunaan(pemanfaatan) media harus melihaat kepada tujuan dan bahan ajar. d. Penggunaan media dalam pengajaran bukan semata-sata sebagai alat hiburan, dalam arti digunakan hanya sekedar melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian siswa. e. Penggunaan media dalam pembelajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru. f. Penggunaan media dalam pembelajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar. Dengan kata lain, menggunakan media, hasil belajar yang dicapai siswa akan tahan lama diingat oleh siswa sehingga mempunyai nilai tinggi. Untuk mengembangkan media sebagai alat bantu pembelajaran, Djamarah (2010) mengemukakan pertanyaan yang digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan media sebagai berikut: a. Apakah materi yang akan disampaikan itu untuk tujuan pembelajaran atau hanya informasi tambahan atau hiburan? b. Apakah media yang dirancang itu untuk keperluan pembelajaran atau alat bantu pengajaran? c. Apakah dalam pengajarannya menggunakan aspek kognitif, afektif atau psikomotorik? d. Apakah materi pelajaran yang akan disampaikan itu masih sangat asing bagi siswa? e. Apakah perlu rangsangan gerak seperti untuk pengajaran bahasa? f. Apakah perlu rangsangan seperti pengajaran seni atau olahraga? g. Apakah perlu rangsangan warna? Perangkat Lunak (Software) Pembelajaran Media pembelajaran dapat berupa perangkat lunak (software) pembelajaran. Software pembelajaran memiliki 2 kategori, yaitu Software Pembelajaran Mandiri (SPM) dan Media Presentasi Pembelajaran (MPP), keduanya bukan buku teks. Buku teks hanya dijadikan sebagai acuan. SPM adalah media pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan siswa dapat mempelajarinya secara mandiri dengan bantuan yang minimal dari guru atau orang lain. Bahkan tanpa bantuan sama sekali atau belajar sendiri. Karena itu, dalam membahas atau menguraikan materi pembuat software bersikap seolah-olah sedang berkomunikasi dengan siswa. SPM merupakan software pembelajaran yang dapat dimanfaatkan oleh siswa secara mandiri atau tanpa bantuan guru. Dalam software pembelajaran mandiri terjadi paduan explicit knowledge (pengetahuan tertulis yang ada di buku, artikel, dan lainnya) dan tacit knowledge (know how, rule of thumb, pengalaman guru). Dalam pembelajaran matematika, beberapa topik yang sulit disampaikan secara konvensional atau sangat membutuhkan akurasi tinggi, dapat disampaikan dengan bantuan software pembelajaran melalui elemen-elemen yang ada. Selain itu, perbedaan individual siswa, sesuai dengan kecepatan dan kemampuan belajarnya, dapat dibantu dengan layanan program komputer yang disesuaikan dengan bahan ajar dan komunikasi yang berlangsung antara siswa dan komputer di bawah fasilitator guru yang diwujudkan dalam bentuk stimulus-respon (Kusumah, 2003). Saat ini bagi guru, termasuk guru matematika, software pembelajaran bukan merupakan hal yang asing lagi. Dengan perkembangan TIK sekarang ini guru sangat dipermudah dalam membuat media pembelajaran berbasiskan TIK. Alat bantu ini diharapkan mampu menarik minat siswa dalam mempelajari suatu materi atau mampu menstimulus siswa, mampu mengikuti kemajuan TIK, membantu pemahaman siswa mempelajari suatu materi dengan 38
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
ilustrasi, gambar, video atau animasi, mempermudah guru melakukan pembelajaran di kelas paralel dan menumbuhkan tradisi pembelajaran yang inovatif dan kreatif. Perancangan sebuah SPM harus memenuhi beberapa persyaratan pokok sebagiamana Pedoman Membuat SPM yang dikembangkan oleh Depdiknas yaitu: (1) Syarat Isi Software Pembelajaran Mandiri, yang terdiri a. Identitas program pembelajaran mencakup: sasaran, kelas dan semester; standart kompetensi; kompetensi dasar; indikator; petunjuk belajar; sajian materi dan topik/pokok Bahasan, b. Materi Pembelajaran, berisi uraian materi pokok, dalam menysusun materi harus memperhatikan aspek: kesesuaian topik/pokok bahasan dengan isi materi; kebenaran teori dan konsep materi; ketepatan penggunaan istilah sesuai bidang keilmuan; kedalaman materi dan aktualitas, c. Evaluasi/Penilaian, mencakup: latihan soal dan pembahasan; evaluasi akhir kunci jawaban dan pembahasan, d. Referensi, meliputi: sumber bahan cuplikan (jika ada) dan daftar pustaka, e. Identitas Pembuat Media Pembelajaran. (2) Syarat Desain Pembelajaran Untuk desain pembelajaran harus memperhatikan: kejelasan tujuan pembelajaran (realistis dan terukur); relevansi tujuan pembelajaran dengan kurikulum/SK/KD; kesesuaian materi, pemilihan media dan evaluasi (latihan, test, kunci jawaban) dengan tujuan pembelajaran; ketepatan penggunaan media yang sesuai dengan tujuan dan materi pembelajaran sistematika yang runut, logis, dan jelas; interaktivitas; penumbuhan motivasi belajar; kontekstualitas; kelengkapan dan kualitas bahan bantuan belajar; kejelasan uraian materi, pembahasan, contoh, simulasi, latihan; kelevansi dan konsistensi alat evaluasi; konsistensi evaluasi dengan tujuan pembelajaran; pemberian umpan balik terhadap latihan dan hasil evaluasi. (3) Syarat Rekayasa Perangkat Lunak (Software) a. Efektif dan efisien dalam pengembangan maupun penggunaan b. Reliabilitas (kehandalan) c. Maintainabilitas (dapat dipeli-hara/dikelola dengan mudah) d. Usabilitas (mudah digunakan dan sederhana dalam pengoperasian) e. Ketepatan pemilihan jenis aplikasi/multimedia/tool untuk pengembangan f. Kompatibilitas (dapat diinstalasi dan dijalankan diberbagai hardware dan software yang ada) g. Pemaketan software pembelajaran secara terpadu dan mudah dalam eksekusi h. Dokumentasi software pembelajaran yang lengkap meliputi: petunjuk instalasi (jelas, singkat, lengkap), penggunaan, trouble shooting (jelas, terstruktur, dan antisipatif), desain program (jelas dan menggambarkan alur kerja program) i. Reusabilitas (sebagian atau seluruh software pembelajaran dapat dimanfaatkan kembali untuk mengembangkan multimedia pembelajaran lain) (4) Syarat Komunikasi Visual a. Komunikatif: unsur visual dan audio mendukung materi ajar, agar mudah dicerna oleh siswa b. Kreatif: visualisasi diharapkan disajikan secara unik dan tidak klise (sering digunakan), agar menarik perhatian c. Sederhana: visualisasi tidak rumit, agar tidak mengurangi kejelasan isi materi ajar dan mudah diingat d. Unity: menggunakan bahasa visual dan audio yang harmonis, utuh, dan senada, agar materi ajar dipersepsi secara utuh (komprehensif) e. Penggambaran objek dalam bentuk image (citra) baik realistik maupun simbolik f. Pemilihan warna yang sesuai, agar mendukung kesesuaian antara konsep kreatif dan topik yang dipilih g. Tipografi (font dan susunan huruf), untuk memvisualisasikan bahasa verbal agar mendukung isi pesan, baik secara fungsi keterbacaan maupun fungsi psikologisnya h. Tata letak (lay-out): peletakan dan susunan unsur-unsur visual terkendali dengan baik agar jelas peran dan hirarki masing-masing unsur tersebut 39
ISBN :978-602-17187-2-8
i. Unsur visual bergerak (animasi dan/atau movie), animasi dapat dimanfaatkan untuk mensimulasikan materi ajar dan movie untuk mengilustrasikan materi secara nyata j. Navigasi yang familiar dan konsisten agar efektif dalam penggunaan unsur audio (dialog, monolog, narasi, ilustrasi musik, dan sound/ special effect) sesuai dengan karakter topik dan untuk memperkaya imajinasi. KESIMPULAN DAN SARAN Penalaran spasial adalah kemampuan siswa dalam membayangkan, merepresentasikan, memanipulasi, dan mentransformasi informasi visual datam konteks keruangan, serta memper kirakan posisi dan representasi suatu objek secara akurat berdasarkan perubahan orientasinya. Selain karena tuntutan kurikulum, kemampuan spasial siswa perlu dikembangkan karena sangat berguna dalam memahami relasi dan sifat-sifat dalam geometri untuk memecahkan masalah matematika dan masalah dalam kehidupan seharihari. Oleh karena itu, seorang guru dituntut untuk memberikan perhatian yang lebih dari cukup agar kemampuan spasial diajarkan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan amanat kurikulum dengan menyiapkan perangkat/media pembelajaran yang tepat dan mendukung kemampuan tersebut. Penyajian materi secara visual melalui media komputer dalam pembelajaran matematika merupakan suatu cara yang dapat digunakan dalam rangka meningkatkan kemampuan spasial siswa. Media pembelajaran dapat berupa perangkat lunak (software) pembelajaran, salahsatunya Software Pembelajaran Mandiri (SPM). Dalam pengembangan software pembelajaran mandiri perlu memperhatikan 4 hal yakni (1) Isi Software Pembelajaran Mandiri, (2) Desain Pembelajaran, (3) Rekayasa Perangkat Lunak (Software), (4) Komunikasi Visual. hal tersebut menjadi patokan dari kualitas dan ketepatan software yang di kembangkan untuk menunjang pembalajaran yang diharapkan. Kaitannya dengan konten yang termuat dalam software tersebut, SPM berisi uraian materi, latihan soal, Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dilengkapi animasi/visualisasi geometris yang biasa dijalankan secara interaktif sehingga membantu siswa mengembangkan kemampuan spasialnya, seperti merotasi, merubah orientasi, memanipulasi, dan mentranformasi objek keruangan (3 Dimensi). DAFTAR RUJUKAN Amstrong. 2013. Multiple Intelligence In The Classroom Edisi ke-2terjemahan D. W. Prabaningrum. Jakarta: Indexs. Clements, Douglas H., dan Michael Batista. 1992. Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning: Geometri and Spatial Reasoning. New York: MacMillan Publishing Company. Djamarah, S. dan Zain, A. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Miarso, Yusufhadi. 2009. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. National Academy of Science. 2006. Learning to Think Spatially, Washington DC: The National Academics Press. National Council of Teachers of Mathematics.(2000). Principles and standards for school mathematics. Reston, VA: NCTM. Olkun, S. (2003). Making Connections: Improving Spatial Abilities with Engineering Drawing Activities. International Journal of Mathematics Teaching and Learning. April 2003. Pitalis, Mousoulides, dan Christou. (2006) Developing the 3D Math Dinamic Geometry Software: Theoretical Perspectives on Design, In International Journal for Technology in Mathematics Education. Volume. 13 No.4 Saragih, S. (2000). Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Menggunakan Laboratorium Mini untuk Meningkatkan Kemampuan Keruangan. Tesis Universitas Negeri Surabaya. Tidak dipublikasikan Smaldino, L dan Deborah, L. 2008. Instructional Technology & Media for Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media. Sudjana, N. 2011. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo
40
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Unal, Hasan, dkk. 2009. ―Difference in Learning Geometry among High and Low Spasial Ability Pre-service Mathematics Teachers‖, International Journal of Mathematical Education in Science and Tecnology, vol 40, No.8.
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGHITUNG LUAS PERMUKAAN BANGUN RUANG MELALUI BENDA KONKRET DI SEKITAR SISWA KELAS VI SDN 2 TIJUE PERCONTOHAN Yulia Ekawati Guru SDN 2 Tijue Percontohan Pidie-Aceh
[email protected] Abstrak:Penelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan menghitung luas permukaan bangun ruang melalui benda konkret yang ada di sekitar siswa agar dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi matematika dan melatih cara berfikir siswa. Penelitian dilaksanakan dalam 2 siklus, diawali Perencanaan, Tindakan, Pengamatan, Refleksi.Dalam pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktivis melalui benda konkret dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) secara berkelompok. Data dalam penelitian ini diperoleh dari observasi dan nilai tes. Hasil penelitian menunjukkan (1) Dengan benda-benda konkret siswa dapat berinteraksi dalam belajar, sehingga suasana kelas hidup. (2) Kegiatan pembelajaran yang di lakukan dapat meningkatkan kemampuan mengukur panjang dan menghitung luas permukaan bangun ruang, serta anak lebih akti dan kreatif. Kata Kunci :Menghitung Luas, Bangun Ruang, Benda Konkret
Pembelajaran matematika di sekolah dasar seperti tertuang dalam GBPP Sekolah Dasar tahun 2004 bertujuan ―Melatih cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten‖(Depdikbud, 2004:75). Oleh karena itu konsep-konsep matematika haruslah dipahami oleh siswa sekolah dasar secara dini, hingga akhirnya terampil dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya alat peraga matematika diiringioleh tuntutan kurikulum yang harus dipenuhi guru agar target pencapain kurikulum sesuai, maka pembelajaran matematika yang ada di sekolah dasar cenderung monoton tanpa melihat proses sehingga materi pembelajaran sulit di pahami, begitu juga dengan materi luaspermukaan bangun ruang. Dalam proses pembelajaran materi luas permukaan bangun ruang sangat di butuhkan alat peraga untuk memudahkan siswa memahami pembelajaran. Matematika bagi anak SD berguna untuk kepentingan hidup dalam lingkungannya, untuk mengembangkan pola pikirnya dan banyak benda-benda atau pengalaman-pengalaman yang dijumpai di lingkungan siswa sebagai sumber belajar, sebagai contoh ―bentuk-bentuk dan ukuran bangun ruang bekas bungkus barang yang berupa berbagai macam kotak pembungkus makanan obat-obatan atau barang lainnya yang terbuang tidak digunakan lagi, namun dapat di gunakan sebagai media, alat dan sumber belajar bagi siswa. Hal ini sesuai prinsip pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan siswa sebagai sumber belajar. Dengan menggunakan benda konkret di sekitar lingkungan siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep-konsep matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Bruner (dalam Resniek, 1981 : 110) bahwa perkembangan kognitif anak dimulai dari belajar melalui bendabenda konkret, dilanjutkan pada belajar melalui gambar-gambar dan diagram-diagram (semi konkret dan semi abstrak) kemudian belajar melalui simbol-simbol atau tanda. Berdasarkan latar belakang di atas, agar pembelajaran tidak merugikan siswa dan memungkinkan siswa lebih berkembang kemampuannya, maka perlu diberi cara pemecahannya dengan menciptakan suasana belajar yang kondusif serta menyesuaikan karakter siswa sekolah dasar yang masih suka dengan benda-benda konkret. Penerapan pembelajaran tersebut juga berdasarkan pada perkembangan anak. Oleh karena itu dilakukan penelitian tindakan kelas dengan judul : Meningkatkan Kemampuan Menghitung Luas permukaan Bangun Ruang Melalui Benda Konkret Sekitar Siswa Kelas VI SDN 2 Tijue Percontohantujuan yang ingin 41
ISBN :978-602-17187-2-8
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan menghitung luas bangun ruang melalui benda konkret di sekitar siswa kelas VI SDN 2 Tijue Percontohan. Diharapkan setelah proses pembelajaran berlangsung bsiswa akan mampu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan materi luas permukaan bangun ruang, sekaligus siswa akan lebih aktif dan termotivasi dalam belajar matematika. Matematika sebagai suatu ilmu memiliki objek dasar yang berupa fakta, konsep operasi dan prinsip. Menurut Sudjadi (1994:1), pendapat tentang matematika tampak adanya kelainan antara satu dengan lainnya, namun tetap dapat ditarik ciri-ciri atau karakteristik yang sama, antara lain: Memiliki obyek kajian abstrak ,Bertumpuh pada kesepakatan, dan Berpola pikir deduktif. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam memodelkan pembelajaran matematika di sekolah dasar hendaknya dimulai dengan hal-hal yang Konkret. Dalam Depdikbud (1993) disebutkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah dasar berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman pemahaman yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan dalam Gipayana, Muhana dkk (2005 : 141) karakterisrik diantaranya meliputi menggunakan dunia nyata. Konstruksi pengetahuan dapat terjadi karena dalam struktur masalah yang sedang dipelajari ‖ada sebagian‖ yang sama dengan skema yang sudah dimiliki oleh siswa, sehingga dapat membentuk jaringan skema berpikir yang terkait secara kuat. (Subanji, 2012).Pembelajaran matematika haruslah bermakna bagi siswa agar segala yang di pelajari dapat tertanam dan tersimpan lama dalam memori siswa, karenanya dalam pembelajaran guru harus bisa sedekat mungkin mengkongkritkan pembelajaran tersebut dengan hal yang tidak asing bagi siswaKonstruksi pengetahuan dapat terjadi karena dalam struktur masalah yang sedang dipelajari ‖ada sebagian‖ yang sama dengan skema yang sudah dimiliki oleh siswa, sehingga dapat membentuk jaringan skema berpikir yang terkait secara kuat. (Subanji, 2012). Di samping itu pembelajaran matematika adalah berjenjang atau bertahap, dalam pembelajaran dimulai dari konsep yang sederhana menuju ke konsep yang lebih sukar. Pembelajaran matematika harus di mulai dari yang konkret, ke semi konkret, dan berakhir pada yang abstrak.(Karso, 2005:2-16) Dalam setiap memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya.(Karso, 2005:2-16) Anak usia SD sedang mengalami perkembangan dalam tingkat berpikirnya. Dan tahap berpikirnya belum formal masih relatif Konkret, sehingga apa yang dianggap logis dan jelas oleh para ahli serta apa yang dapat diterima orang yang berlatih mempelajarinya merupakan hal yang tidak masuk akal dan membingungkan bagi anak-anak. (Karso, 2005:1-5) Dari kenyataan di atas maka peneliti berpendapat bahwa jika dalam melaksanakan model pembelajaran hendaknya menggunakan benda-benda Konkret sekitar siswa.Tiap anak didik memiliki kemampuan indera yang berbeda atau tidak sama. Maka peranan media dalam model pembelajaran sangat diperlukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Oemar Hamalik (1986 : 15) dinyatakan bahwa media sebagai alat komunikasi berguna lebih mengefektifkan kegiatan belajar mengajar. Dari uraian di atas penulis berpendapat bahwa dengan adanya media dalam proses pembelajaran siswa lebih aktif, mandiri dan terlibat kegiatan langsung, bebas menyusun dan memanipulasi benda tersebut sehingga berperan untuk membantu mengefektifkan komunikasi dan menciptakan interaksi dalam kegiatan. Sehingga guru memilih media konkret atau nyata untuk di bawa kehadapan siswa dalam materi menghitung luas permukaan bangun ruang. Guru memilih benda konkret berupa kotak-kotak bekas yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal siswa. Penelitian tindakan kelas ini menggunakan rancangan penelitian tindakan yang dilaksanakan di kelas, sehingga disebut Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini terdiri dari 2 siklus masing-masing siklus meliputi : perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Hal ini sesuai pendapat Suharsimi A, Suhardjono, Supardi (halaman 73) PTK dilaksanakan dalam bentuk siklus berulang yang di dalamnya terdapat empat bahasan utama kegiatan yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi yang dapat digambarkan sebagai berikut :
42
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Permasalahan
Perencanaan tindakan I
Pelaksanaan tindakan I
Siklus I Refleksi I
Permasalahan baru hasil refleksi
Perencanaan tindakan II Refleksi II
Siklus II Apabila permasalahan belum terselesaikan refleksi
Pengamatan/ pengumpulan data I Pelaksanaan tindakan II Pengamatan/ pengumpulan data II
Dilanjutkan ke siklus berikutnya Gambar. Diagram Alur Penelitian Tindakan Kelas
METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan ini digunakan untuk menelusuri dan mendapatkan gambaran secara jelas tentang fenomena yang tampak selama proses pembelajaran berlangsung. Fenomena tersebut adalah: situasi kelas dan tingkah laku siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas (PTK), karena ingin menerapkan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan menghitung luas bangun ruang di kelas VI SDN 2 Tijue Percontohan.Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di kelas VI SDN 2 Tijue Percontohan yang berada di Kecamatan Kota Sigli Kabupaten Pidie Provinsi Aceh. Sumber data dalam penelitian ini adalah guru kelas VI, yaitu peneliti sendiri, siswa kelas VI yang terdiri dari 14 siswa perempuan dan 15 siswa laki-laki, serta Kepala Sekolah dan beberapa dewan guru yang terlibat dalam kegiatan observasi Jenis data yang dihimpun adalah data kualitatif berupa hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi.Observasi dilakukan terhadap kegiatan pembelajaran matematika pada tahap pra tindakan dan setiap pelaksanaan tindakan.Wawancara dilakukan untuk mengungkap kesulitan yang dialami oleh guru dan siswa dalam menerapkan pembelajaran matematika.Sedangkan data dokumentasi dihimpun dari arsip sekolah dan berfungsi untuk mendukung kelengkapan laporan penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Tes Hasil Belajar;Tes hasil belajar diberikan bentuk tes uraian. Pemberian tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu tes hasil belajar I diakhir Siklus I.Teknik ini untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran cooperative ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa.Dan tes hasil belajar II diakhir siklus II. Wawancara;Wawancara dilakukan sebelum penelitian dan setelah tes diberikan. Wawancara yang diberikan lebih di fokuskan pada hasil tes yang dikerjakan siswa. Pertanyaanpertanyaan diberikan melalui wawancara diarahkan untuk mengetahui kesulitan siswa dalam memahami mata pelajaran matematika sebagai tindakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa, sehingga guru dapat mengetahui tindakan apa yang tepat untuk menaggulangi kesulitan siswa. Observasi;Observasi yang dilakukan merupakan pengamatan terhadap keseluruhan kegiatan dan perubahan yang terjadi pada saat diberikan tindakan. Observasi dilakukan oleh beberapa guru dalam kelompok kerja guru.Observasi dilakukan melalui lembaran observasi yang disediakan.Yaitu observasi pelaksanaan pembelajaran oleh peneliti dan observasi kegiatan siswa dalam kelompok. 43
ISBN :978-602-17187-2-8
Kegiatan analisis data meliputi ketuntasan hasil belajar siswa dan observasi.Untuk mengetahui persentasi hasil belajar siswa, dapat digunakan rumus:
Keterangan: PHB = Penilaian Hasil Belajar A = Skor yang diperoleh siswa B = Skor maksimal Dengan kreteria : 0% < PHB < 70% Belum tuntas belajar PHB 70% Telah tuntas belajar Secara individu seorang siswa dikatakan tuntas dalam belajar jika PHB siswa tersebut telah mencapai 70%. Selanjutnya persentase siswa yang telah tuntas dalam belajar secara klasikal dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan :
PKK = Persentase Ketuntasan Klasikal X = Jumlah siswa yang telah tuntas belajar N = Jumlah Siswa Kriteria ketuntasan belajar secara klasikal akan diperoleh jika didalam kelas tersebut terdapat 80% siswa yang telah mencapai nilai ≥ 70% Observasi dilakukan untuk mengamati seluruh kegiatan dan perubahan yang terjadi saat dilakukan tindakan.Observasi yang dianalisis hanya observasi pelaksanaan pembelajaran oleh peneliti. Penelitian ini terdiri dari 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 2 pertemuan . Setiap siklus melaluitahapan sebagai berikut : Permasalahan; Berdasarkan tes awal, permasalahan yang di hadapi adalah siswa kurang memahami materi pengerjaan hitung luas permukaan bangun ruang Alternatif Pemecahan I ( Rencana Tindakan ); Dari permasalahan yang di alami dalam mengajar, dan kesulitan – kesulitan dalam penyelesaian soal – soal materi pengerjaan hitung luas permukaan bangun ruang, Maka peneliti membuat alternatif pemecahan terhadap materi tersebut dengan proses pembelajaran menggunakan media benda-benda konkret yang ada di lingkungan siswa, dimana peneliti bertindak sebagai guru.Adapun langkah – langkah dalam pemecahan tindakan ini adalah : Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran ( RPP-1 ) yang berisikan upaya-upaya guru dalam rangka pelaksanaan tindakan Menyediakan benda-benda berbentuk bangun kubus dan balok dari kotak-kotak bekas yang ada di lingkungan sekolah. Mempersiapkan instrument untuk kuis 1 ( tes hasil belajar ) Pelaksanaan Tindakan; Pada siklus ini peneliti membagi pertemuan belajar menjadi 2 kali pertemuan.Pemberian tindakan ini dilakukan dengan kegiatan pembelajaran menggunakan media benda konkret dan LKS sebagai alat Bantu pengajaran, dimana peneliti bertindak sebagai guru. Kegiatan pembelajaran yang di lakukan merupakan pengembangan dari rencana pelaksanaan pembelajaran ( RPP ) yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Observasi; Observasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan guru untuk mendapatkan informasi tentang keterlaksanaan pembelajaran dengan cara mengamati proses pembelajaran selama kegiatan berlangsung. Observasi dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan yang dilakukan pada proses pembelajaran untuk melihat ada tidaknya peningkatan pembelajaran setelah menggunakan media benda konkret dengan menggunakan LKS. Pengamatan dilakukan pada setiap pertemuan selama pembelajran berlangsung oleh peneliti dan di bantu oleh anggota kolaborasi ( observer ) dengan menggunakan lembar observasi. Refleksi; Pada siklus I ini refleksi dilaksanakan dengan mengadakan evaluasi pelaksanaan pembelajaran, merumuskan dan mengidentifikasi masalah pada pelaksanaan dan respon siswa pada tindakan yang dilaksanakan serta memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk siklus berikutnya. Hasil refleksi bertujuan untuk mengetahui apakah masih terdapat 44
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
kesulitan yang dialami siswa yang data digunakan sebagai dasar untuk tahap perencanaan siklus ke II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Siklus I Perencanaan tindakan dalam siklus I dapat diuraikan sebagai berikut: a. Pemilihan materi dan penyusunan rencana pelasaksanaan pembelajaran materi menghitung luas permukaan bangun ruang dengan dengan menggunakan media benda konkret kemudian disusun ke dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). b. Masing-masing RPP diberikan alokasi waktu sebanyak 2 x 40 menit, artinya setiap RPP disampaikan dalam 2 kali tatap muka. Dengan demikian, siklus I terjadi 2 kali tatap muka. Pelaksanaan tindakan Pelaksanaan pada siklus I dapat dideskripsikan sebagai berikut: Pertemuan I pada siklus I dengan materi menghitung luas permukaan bangun ruang akan diajarkan dengan menggunakan media benda konkret Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut : 1. Guru secara klasikal menjelaskan strategi pembelajaran yang harus dilaksanakan siswa. 2. Guru memberitahukan materi yang harus dikerjakan oleh siswa yang tertera pada buku cetak. 3. Guru membagi siswa terdiri dari enam kelompak dengan masing masing kelompok terdiri dari 5 siswa kecuali 1 kelompok yang beranggotakan 4 siswa. 4. Siswa diminta berdiskusi dan menyelesaikan LKS. 5. Memberikan evaluasi 6. Memberikan tindak lanjut dari hasil pembelajaran pada siklus I Proses pembelajaran pada siklus I guru tidak lagi mentransfer materi pada siswa, tetapi siswa ditugaskan bekerja sama dengan kelompoknya untuk mencari dan mengerjakan tugas yang diberikan guru mengenai materi menghitung lias permukaan bangun ruang dengan pengawasan guru. Pada siklus I siswa masih terlihat belum terlalu aktif dalam belajar, Hal ini dikarenakan masih agak canggung dengan langkah-langkah yang ada dalam LKS
Hasil pengamatan (Observasi) Observasi dilakukan oleh observer yaitu guru kelas (teman sejawat) pada SD Negeri 2 Tijue Percontohan. Observasi dilakukan untuk mengetahui keaktifan siswa, kerja sama, kecepatan, dan ketepatan siswa dalam memahami materi menghitung luas permukaanbangun ruang. Hasil observasi digunakan sebagai bahan refleksi dan untuk merencanakan rencana tindakan pada siklus II. . Hasil pengamatan pada siklus I tatap I diperoleh nilai tertinggi 62 dan terendah yaitu 34 dengan hasil rata-rata siswa yaitu 48.9 dan pada siklus I tatap II nilai siswa meningkat dengan nilai tertinggi 75 dan terendah 45 dengan rata-rata siswa 62.5.
45
ISBN :978-602-17187-2-8
Refleksi Berdasarkan hasil test kemampuan siswa siklus I dapat dilihat adanya siswa yang masih dibawah kreteria ketuntasan minimal sebanyak 24 siswa (83,%). Jumlah siswa yang telah mencapai kriteria ketuntasan minimal sebanyak 5 siswa (17%). Maka dapat dikatakan nilai rata-rata belum cukup dan belum optimal. Hasil ini dapat dilihat dari observasi bahwa dalam kegiatan pembelajaran masih terdapat siswa yang kurang aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran, dan siswa juga kurang memahami materi yang di sampai guru. Oleh karena itu perlu upaya perbaikan pada siklus II. Deskripsi Hasil Siklus II Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I maka pelaksanaan tindakan pada siklus II dapat didefenisikan sebagai berikut : Perencanaan Tindakan Perencanaan tindakan pada siklus II dapat didefenisikan sebagai berikut: a) Pemilihan materi dan penyusunan RPP dalam siklus II. Pada hakekatnya merupakan perbaikan atas kondisi siklus I. Materi pembelajaran pada siklus II masih menghitung luas permukaan bangun ruang . b) Pada siklus II kegiatan siswa dibedakan pemilihan kelompok secara heterogen, siswa diminta untuk bekerja sama mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. c) Siswa di sediakan LKS dan media benda konkret yang lebih banyak untuk memancing keaktifan. Pelaksanaan Tindakan Siklus II Pelaksanaan tindakan pada siklus II dapat dideskripsikan sebagai berikut: Kegiatan siklus kedua dengan RPP tentang penjelasan materi menghitung luas bangun runag . Adapun langkah-langkah sebagai berikut: Peneliti menjelaskan terlebih dahulu sub judul materi yang nantinya akan dikerjakan di oleh tiap kelompok. a) Siswa diminta membuat enam kelompok namun pembagian kelompok dipilih secara heterogen. b) Tiap kelompok terdiri dari 5 orang siswa yang diberikan kode-kode berupa angka ataupun huruf. c) Guru meminta setiap ketua kelompok untuk mengambil kotak yang telah di sediakan sebanyak 2 buah per kelompok. d) Siswa diminta untuk saling berbagi informasi dan bekerja sama membahas LKS. e) Peneliti memberi umpan balik hasil pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dengan mengadakan evaluasi berupa tes. f) Guru menilai hasil evaluasi. g) Guru memberikan tindak lanjut.
46
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Proses pembelajaran pada siklus II guru menugaskan siswa untuk bekerjasama dan aktif dalam melakukan diskusi. Dalam hal ini terlihat secara langsung situasi belajar yang aktif, kreatif, antusias siswa dalam belajar dan memperhatikan serta menyampaikan hasil kerjanya sangat baik. Hasil Pengamatan (Observasi) Pelaksanaan observasi pada kegiatan siklus II sama dengan kegiatan pada siklus I. Dalam hal ini observasi dilakukan oleh teman sejawat yaitu guru sebagai observer. Observasi dilakukan untuk mengetahui keaktifan siswa, kerjasama, kecepatan dan ketepatan siswa dalam memahami materi. Hasil pengamatan pada siklus II tatap I diperoleh mengalami peningkatan dari pada siklus I tatap II yaitu nilai tertinggi 85 dan terendah yaitu 68 dengan hasil rata-rata siswa yaitu 75,8 dan pada siklus II tatap II nilai siswa meningkat dengan nilai tertinggi 100 dan terendah 78 dengan rata-rata siswa 89,7 . Refleksi Berdasarkan hasil test kemampuan siswa siklus II dapat dilihat tidak ada siswa yang mendapat nilai dibawah kreteria ketuntasan minimal (KKM) 70. Dengan kata lain jumlah siswa yang telah mencapai kriteria ketuntasan minimal sebanyak 29siswa (100 %) . Berdasarkan hasil siklus I, dan siklus II dapat dilihat bahwa pembelajaran dengan menggunakan media konkret dapat meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi menghitung luas permukaan bangun ruang. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan ada peningkatan hasil belajar siswa pada materi menghitung luas permukaan bangun ruang dengan menggunakan media bangun konkret yang ada di lingkungan siswa di SD Negeri 2 Tijue Percontohan.Peningkatan hasil belajar terjadi karena guru menggunakan media konkret dalam menyajikan materi operasi hitung campuran dan menyesuaikan langkah-langkah kerja dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran. Selain itu siswa terlihat sangat aktif saat bekerjasama. Hal tersebut terbukti dengan diperolehnya nilai rata-rata pada siklus I yaitu sebesar 62,5 naik pada siklus II menjadi 89,7 maka diperoleh selisih nilai rata-rata sebesar 27,2 DAFTAR RUJUKAN Depdiknas, 2004.Standar Kompetensi Mata Pelajaran kelas I s/d VI.Jakarta : Depdiknas. Depdiknas, 2004. Kurikulum 2004 Pedoman Pengembangan silabus, model pembelajaran tematis SD. Jakarta : Depdiknas Depdikbud, 1993.Kurikulum Pendidikan Dasar GBPP Matematika.Jakarta : Depdikbud. Hamalik Oemar, 1980. Media Pendidikan.Bandung : Alumni Karso, 2005.Pendidikan Matematika I.Jakarta : Pusat Pendidikan UT Soedjadi, 1994.Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta : Dikti Subanji. 2012.Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif, TEQIP.Malang: Kerjasama PT.Pertamina (Persero) dengan Universitas Negeri Malang (UM).
GAME KOIN SIBILBUL PADA PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT DI KELAS VIID SMP NEGERI 1 SANGGAU Anita Windarini Guru Matematika SMP Negeri 1 Sanggau
[email protected] Abstrak: Game Koin Sibilbul telah diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di SMP Negeri 1 Sanggau pada materi Penjumlahan Dan Pengurangan Bilangan Bulat. Kegiatan
47
ISBN :978-602-17187-2-8
pembelajaran ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) guru membentuk kelompok yang beranggotakan 5 - 6 orang, 2) Setiap perwakilan kelompok mengambil soal-soal yang sudah disiapkan oleh guru, 3) guru menyajikan materi yaitu menjelaskan cara menyelesaikan soal-soal dengan menggunakan koin sibilbul, 4) Setiap kelompok menyelesaikan soal-soal yang sudah diberikan, 5) Setiap kelompok menempelkan hasil kerjanya di dinding, 6) selanjutnya pada tahap ini setiap peserta didik duduk dalam kelompok masing-masing, dan untuk mempresentasikan hasil kerjanya diawali dengan game, 7) Pada tahap selanjutnya setiap peserta didik duduk dikursinya masing-masing tidak dalam kelompok, untuk mengecek pemahaman peserta didik diadakan game, 8) Pada tahap penutup peserta didik diarahkan untuk membuat rangkuman melalui game refleksi (langkahnya seperti poin 8 tetapi hukuman diganti membuat kesimpulan), 9) Tahapan pembelajaran tersebut diulangi tetapi materi diganti dengan pengurangan bilangan bulat. Pembelajaran dilaksanakan oleh guru mata pelajaran dengan menggunakan media pembelajaran berupa koin bilangan bulat yang dilengkapi dengan game dan menerapkan PAKEM, cukup menarik perhatian peserta didik, sehingga membuat peserta didik menjadi aktif menyelasaikan tugas-tugas yang diberikan guru dan senang jika diberikan soal untuk depecahkan. Maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil prestasi belajar peserta didik. Kata Kunci: Game Koin Sibilbul, media pembelajaran Koin Sibilbul, PAKEM, Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat.
Konsep bilangan merupakan konsep dasar Matematika yang harus dikuasai peserta didik sejak di SD. Dari pengalaman mengajar di kelas VII pada SMP Negeri 1 Sanggau selama duabelas tahun pada awal tahun pelajaran masih ada peserta didik yang belum bisa operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Pada awal tahun pelajaran kali ini setelah diberikan pretest, ditemui kelas yang nilai rata-ratanya adalah 51,56%, jadi dapat dikatakan bahwa masih banyak peserta didik yang belum bisa mengoperasikan bilangan bulat pada operasi penjumlahan dan pengurangan, dimana materi ini seharusnya sudah dikuasai siswa pada tingkat dasar kelas 5 SD. Permasalahan klasik seorang guru adalah bagaimana guru bisa menyampaikan materi supaya bisa dipahami dan dipraktikkan langsung oleh peserta didik melalui latihan-latihan soal yang diberikan maupun pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dari diskusi dengan beberapa orang guru SD dan SMP kebanyakan guru masih menggunakan pembelajaran konvensional dan tidak menggunakan media pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik. Sehingga pembelajaran di kelas kurang bermakna, membosankan, dan peserta didik lemah dalam konsep-konsep dasar Matematika dan akibatnya prestasi belajar matematika rendah. Sementara selama ini ketika penulis menyampaikan materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat menggunakan media pembelajaran penggaris bilangan bulat, tetapi hasilnya juga belum optimal. Untuk mengatasi masalah diatas, maka penulis ingin menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik. Salah satu cara yang lebih memungkinkan adalah dengan menyediakan berbagai media pembelajaran yang bisa diakses oleh peserta didik. Dan yang paling efektif adalah dengan menggunakan Media Pembelajaran yang bisa dibeli dipasaran atau dibuat sendiri oleh guru. Dan media pembelajaran tersebut akan semakin menarik peserta didik jika di kombinasikan dengan unsur permainan. Dalam kesempatan ini penulis menggunakan game koin sibilbul pada pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di kelas VIID SMP Negeri 1 Sanggau. Dalam proses pembelajaran sangat diperlukan strategi pembelajaran yang sangat baik dan cocok untuk situasi dan kondisi peserta didik. Strategi yang sangat cocok dan menarik peserta didik dalam pembelajaran sekarang ini diantaranya dikenal dengan nama PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan). Dalam PP N0 19 tahun 2005 pasal 19 (1) disebutkan bahwa ―Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik‖. PAKEM adalah sebuah model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengerjakan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman dengan penekanan kepada belajar sambil bekerja, sementara guru menggunakan berbagai 48
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
sumber dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif. Pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang dapat dinikmati peserta didik, sehingga peserta didik merasa nyaman, aman dan asyik. Perasaan yang mengasyikkan mengandung unsur inner motivation, yaitu dorongan keingintahuan yang disertai upaya mencari tahu sesuatu. Dalam pembelajaran yang menyenangkan guru tidak membuat peserta didik : a) Takut salah dan dihukum; b) Takut ditertawakan teman-teman; c) Takut dianggap sepele oleh guru atau teman.Selain itu pembelajaran perlu memberikan tantangan kepada peserta didik untuk berpikir, mencoba dan belajar lebih lanjut, penuh dengan percaya diri dan mandiri untuk mengembangkan potensi diri secara optimal. Dengan demikian, diharapkan kelak siswa menjadi manusia yang berkarakter penuh percaya diri, menjadi dirinya sendiri dan mempunyai kemampuan yang kompetitif (berdaya saing). ‖Media Pembelajaran‖ adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi yang digunakan dalam proses belajar mengajar dengan tujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Kemp dan Dayton dalam bukunya Azhar Arsyad (2002: 21) manfaat Media Pembelajaran adalah: 1. Dengan menggunakan media, penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar 2. Pembelajaran dapat lebih menarik 3. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar 4. Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek 5. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan 6. Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan 7. Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan 8. Peran guru berubah ke arah yang positif Pemilihan media untuk menunjang proses pembelajaran sangat penting peranannya, karena, penggunaan media yang tepat akan melipat gandakan hasil belajar dan membuat proses belajar menjadi aktif, inovatif, efektif, menarik, dan menyenangkan. Berbekal dari hasil pelatihan Lesson Study dan TOT TEQIP yang pernah penulis ikuti bahwa menyajikan pembelajaran bermakna merupakan sesuatu hal yang wajib dilaksanakan oleh seorang guru. ―Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses sistematis yang terencana yang dirancang oleh pembelajar (guru) untuk membelajarkan siswa sehingga siswa mampu (1) mengonstruksi pengetahuan (materi) melalui pengaitan dengan materi lama, (2) memahami materi dari sekedar tau, (3) mampu menjawab apa, mengapa, dan bagaimana; (4) menginternalisasi pengetahuan ke dalam diri sedemikian sehingga membentuk perilaku, dan (5) mengolah perilaku menjadi karakter diri‖. (Subanji: 99). Dalam penelitian ini untuk menciptakan pembelajaran bermakna, dalam menyampaikan materi operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, alat peraga yang penulis gunakan adalah ―Koin Sibilbul‖ yang terdiri dari ―Koin Positif‖ dan ―Koin Negatif‖ sebagai media pembelajaran untuk peserta didik dan dikombinasi dengan ―Game Koin Sibilbul‖. Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI ( dalam majalah GATRA) mengatakan: ―Game yang tepat dapat memberikan dampak positif pada anak, bahkan dapat dirancang khusus sebagai media pembelajaran yang efektif bagi perkembangan kognitif, motorik maupun sosial-emosional‖. Bukik Setiawan, Penulis Buku “Anak Bukan Kertas Kosong” mengatakan: ―Anak bukan belajar sambil bermain, tapi anak belajar dengan bermain. Karena itu penting bagi praktisi pendidikan untuk merancang proses belajar yang memancing rasa ingin tahu anak, memberi kesempatan anak untuk keliru tanpa dihakimi, membuat anak merasakan pengalaman seru dan merasa bermakna/penting dengan beragam apresiasi.‖ Berdasarkan uraian tersebut, kita dapat memahami bahwa menciptakan pembelajaran yang menyenangkan sangatlah penting yaitu satu diantaranya dengan menyelipkan game dalam proses pembelajaran dan menggunakan media dalam pembelajaran sangat bermanfaat bagi guru maupun kepada peserta didik. Namun perlu diingat, bahwa setiap guru harus memperhatikan karakteristik dan kemampuan masing-masing media agar mereka dapat memilih media mana yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
49
ISBN :978-602-17187-2-8
DESKRIPSI PEMBELAJARAN: Penelitian ini dilakukan pada peserta didik kelas VIID SMP Negeri 1 Sanggau yang berjumlah 32 orang, yang terdiri dari 16 orang putra dan 16 orang putri. Adapun latar belakang kelas ini dipilih sebagai subjek pembelajaran adalah: 1. Peneliti adalah guru matematika kelas VIID SMP Negeri 1 Sanggau, sehingga mudah untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. 2. Berdasarkan teori, bahwa menerapkan pembelajaran yang menyenangkan dan penggunaan media pembelajaran dalam hal ini digunakan media ―KOIN SIBILBUL‖ dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat di kelas VIID di SMP Negeri 1 Sanggau. 3. Menurut Mulyasa (2008) hasil belajar merupakan prestasi belajar siswa secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dan derajat perubahan prilaku yang bersangkutan. Kompetensi yang harus dikuasai siswa perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai sebagai wujud hasil belajar siswa yang mengacu pada pengalaman langsung. Dan menurut Dimyati dan Mudjiono (2006) hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran. Nilai yang diperoleh siswa menjadi acuan untuk melihat penguasaan siswa dalam menerima materi pelajaran. Mengacu dari pendapat tersebut dalam hal ini, untuk melihat keberhasilan pembelajaran yang sudah dilaksanakan peneliti menggunakan skor pretest, tes 1, dan tes 2. Jika setelah proses pembelajaran diberikan tes yaitu tes 1 dan tes dua nilainya naik maka proses pembelajarannya berhasil. Langkah-langkah pembelajaran dengan Game Koin Sibilbul Pada Pembelajaran Penjumlahan Dan Pengurangan Bilangan Bulat Di Kelas VIID SMP Negeri 1 Sanggau adalah sebagai berikut: 1. Guru membentuk kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 – 6 orang, dan setiap kelompok mendapatkan seperangkat kertas manila, koin sibilbul, sepidol, lem kertas. 2. Setiap perwakilan kelompok mengambil soal-soal yang sudah disiapkan oleh guru, setiap kelompok mendapat soal yang berbeda-beda 3. Guru menyajikan materi yaitu menjelaskan cara menyelesaikan soal-soal dengan menggunakan koin sibilbul, dengan menampilkan power point. 4. Setiap kelompok menyelesaikan soal-soal yang sudah diberikan (soal setiap kelompok berbeda-beda). 5. Setiap kelompok menempelkan hasil kerjanya di dinding. 6. Pada tahap ini setiap peserta didik duduk dalam kelompok masing-masing, dan untuk mempresentasikan hasil kerjanya diawali dengan game, yaitu peserta didik berhitung secara urut dalam kelompok dengan ketentuan pada saat kelipatan bilangan tertentu peserta didik menyebut ―boom‖, jika salah tidak menyebut ―boom‖ peserta didik mendapat hukuman mempresentasikan hasil kerjanya, dan peserta didik tersebut mewakili setiap kelompok mempresentasikan hasil kerjanya masing-masing. 7. Pada tahap selanjutnya setiap peserta didik duduk dikursinya masing-masing tetapi tidak dalam kelompok, dan untuk mengecek pemahaman peserta didik diadakan game, yaitu peserta didik berhitung secara urut dengan ketentuan pada saat kelipatan bilangan tertentu peserta didik menyebut ―boom‖, jika salah tidak menyebut ―boom‖ peserta didik mendapat hukuman yaitu mengambil satu soal dalam kotak soal yang sudah disediakan oleh guru dan mengerjakannya dipapan tulis. 8. Pada tahap penutup peserta didik diarahkan untuk membuat rangkuman melalui game refleksi (game seperti langkah 8) tetapi hukumannya membuat kesimpulan. 9. Tahapan pembelajaran tersebut diulangi tetapi materi diganti dengan pengurangan bilangan bulat. Pada pembelajaran Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Di Kelas VIID SMP Negeri 1 Sanggau, diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran ―dengan game koin sibilbul peserta didik dapat melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat‖. Game Koin Sibilbul adalah sebuah permainan dalam pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan koin bilangan bulat (koin positip dan Koin negatip). Langkah-langkah pembelajarannya seperti berikut: 50
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
1. 2.
Guru bertanya kepada peserta didik mengenai pengertian bilangan bulat dan memotivasi peserta didik dengan menjelaskan apa yang dimaksud dengan game koin sibilbul. Dengan menggunakan power point guru menjelaskan mengenai konsep koin sibilbul
KOIN POSITIF-NEGATIF ( KOTIF )
2. Koin Positif-Negatif Tepat Berpasangan
3.
4. 5.
2. Arti Operasi sil
+ ; - ; ha
Guru membentuk kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 – 6 orang, dan setiap kelompok mendapatkan seperangkat bahan yang terdiri dari kertas manila, koin sibilbul, sepidol, lem kertas. Setiap perwakilan kelompok mengambil soal-soal yang sudah disiapkan oleh guru, setiap kelompok mendapat soal yang berbeda-beda Dengan bantuan power point guru menjelaskan konsep penjumlahan bilangan bulat dengan koin sibilbul, yakni seperti berikut:
5 + 3 = ....
3 + (-5) = ....
Semuanya positif, mak a5+3=8
Yang tidak ber pasangan 2 koi n negatif, mak a : 3 + (-5) = 2
51
ISBN :978-602-17187-2-8
- 6 + 2 = ....
Karena 4 koin neg atif tidak mempun yai pasangan, ma ka hasilnya -4
-4 + (-3) = ....
-6 + 2 = -4
Semua koin ne gatif tidak berp asangan, maka - 4 + (- 3) = 7
6.
Setiap kelompok berdiskusi menyelesaikan soal-soal yang telah diberikan.
7.
Setiap kelompok menempelkan hasil kerjanya di dinding kelas atau papan tulis.
8.
Selanjutnya pada tahap ini setiap peserta didik duduk dalam kelompok masing-masing, dan untuk mempresentasikan hasil kerjanya diawali dengan games, yaitu peserta didik berhitung secara urut dalam kelompok dengan ketentuan pada saat kelipatan bilangan tertentu peserta didik menyebut ―boom‖, jika salah tidak menyebut ―boom‖ peserta didik mendapat hukuman mempresentasikan hasil kerjanya, dan setiap kelompok mempresentasikan hasil kerjanya masing-masing.
52
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
9.
Pada tahap selanjutnya setiap peserta didik duduk dikursinya masing-masing, dan untuk mengecek pemahaman peserta didik diadakan games, yaitu peserta didik berhitung secara urut dengan ketentuan pada saat kelipatan bilangan tertentu peserta didik menyebut ―boom‖, jika salah tidak menyebut ―boom‖ peserta didik mendapat hukuman yaitu mengambil satu soal dalam kotak soal yang sudah disediakan oleh guru dan mengerjakannya dipapan tulis. 10. Game refleksi, setiap peserta didik duduk dikursinya masing-masing, dan untuk mengecek pemahaman peserta didik diadakan games, yaitu peserta didik berhitung secara urut dengan ketentuan pada saat kelipatan bilangan tertentu peserta didik menyebut ―boom‖, jika salah tidak menyebut ―boom‖ peserta didik mendapat hukuman yaitu membuat kesimpulan. Tahap 1 – 10 diulangi lagi dengan materi pengurangan bilangan bulat 1.
6.
Guru bertanya kepada peserta didik mengenai pengertian bilangan bulat dan memotivasi peserta didik dengan menjelaskan apa yang dimaksud dengan game koin sibilbul. Dengan menggunakan power point guru menjelaskan mengenai konsep koin sibilbul. Guru membentuk kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 – 6 orang, dan setiap kelompok mendapatkan seperangkat bahan yang terdiri dari kertas manila, koin sibilbul, sepidol, lem kertas. Setiap perwakilan kelompok mengambil soal-soal yang sudah disiapkan oleh guru, setiap kelompok mendapat soal yang berbeda-beda Dengan bantuan power point guru menjelaskan konsep pengurangan bilangan bulat dengan koin sibilbul. Setiap kelompok berdiskusi menyelesaikan soal-soal yang telah diberikan.
7.
Setiap kelompok menempelkan hasil kerjanya di dinding kelas atau papan tulis.
2. 3.
4. 5.
53
ISBN :978-602-17187-2-8
8.
Selanjutnya pada tahap ini setiap peserta didik duduk dalam kelompok masing-masing, dan untuk mempresentasikan hasil kerjanya diawali dengan games, yaitu peserta didik berhitung secara urut dalam kelompok dengan ketentuan pada saat kelipatan bilangan tertentu peserta didik menyebut ―boom‖, jika salah tidak menyebut ―boom‖ peserta didik mendapat hukuman mempresentasikan hasil kerjanya, dan setiap kelompok mempresentasikan hasil kerjanya masing-masing.
9.
Pada tahap selanjutnya setiap peserta didik duduk dikursinya masing-masing, dan untuk mengecek pemahaman peserta didik diadakan games, yaitu peserta didik berhitung secara urut dengan ketentuan pada saat kelipatan bilangan tertentu peserta didik menyebut ―boom‖, jika salah tidak menyebut ―boom‖ peserta didik mendapat hukuman yaitu mengambil satu soal dalam kotak soal yang sudah disediakan oleh guru dan mengerjakannya dipapan tulis.
10. Game refleksi, setiap peserta didik duduk dikursinya masing-masing, dan untuk mengecek pemahaman peserta didik diadakan games, yaitu peserta didik berhitung secara urut dengan ketentuan pada saat kelipatan bilangan tertentu peserta didik menyebut ―boom‖, jika salah tidak menyebut ―boom‖ peserta didik mendapat hukuman yaitu membuat kesimpulan. HASIL Sudjana, dkk. (2002:2) menyatakan manfa‘at media adalah: pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menimbulkan motivasi, bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami, metode mengajar akan lebih bervariasi, dan siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar Menurut Oemar Hamalik dalam bukunya menyatakan bahwa hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan (Hamalik, 2008: 155). Berdasarkan hasil pengamatan saat pembelajaran di kelas pada saat dilaksanakan pembelajaran dengan Game Koin Sibilbul Pada Pembelajaran Penjumlahan Dan Pengurangan Bilangan Bulat Di Kelas VIID SMP Negeri 1 Sanggau, peserta didik sangat antusias mengikuti proses pembelajaran dan senang dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Setiap peserta didik terlibat dalam setiap kegiatan proses pembelajaran, sehingga pada saat peserta didik mendapat hukuman mempresentasikan hasil kerjanya dan menyelesaikan soal-soal latihan, peserta didik berani tampil dihadapan teman-temannya dan tidak takut salah. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes setelah melaksanakan proses pembelajaran, dan dari hasil 1. 2. 3. 4.
54
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
tes dapat dilihat bahwa diperoleh peningkatan hasil belajar peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi peserta didik yang diperoleh peserta didik seperti pada tabel berikut: Tabel Nilai tes 1 - 3 Pre tes Tes 1 Tes 2 Rata-rata Nilai yang diperoleh 51,56 79,68 84,76 Siswa yang mencapai Ketuntasan 25% 75% 81,25% Catatan: KKM Mata Pelajaran Matematika = 68. Keaktifan siswa selama proses pembelajaran merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti: sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan dan senang diberi tugas. KESIMPULAN Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Game Koin Sibilbul Pada Pembelajaran Penjumlahan Dan Pengurangan Bilangan Bulat Di Kelas VIID SMP Negeri 1 Sanggau dapat disimpulkan bahwa melaksanakan pembelajaran PAKEM dan menggunakan media pembelajaran harus menjadi agenda bagi setiap guru, karena hal tersebut dapat menarik perhatian peserta didik sehingga membuat peserta didik menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran yakni siswa sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, dan senang diberi tugas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil prestasi belajar peserta didik. SARAN Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil prestasi belajar peserta didik khususnya pada materi Penjumlahan Dan Pengurangan Bilangan Bulat Di Kelas VII diharapkan guru dapat menerapkan pembelajaran PAKEM yang satu diantaranya dengan Game Koin Sibilbul. Karena hal tersebut dapat menciptakan pembelajaran bermakna dan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi generasi yang berkualitas. DAFTAR RUJUKAN Arsyad, Azhar, 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Depdiknas, 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Buku 2. Jakarta: Depdiknas Hamalik, Oemar, 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Hudoyo, Herman, 1988. Strategi Belajar mengajar Matematika. Malang : IKIP Malang. Miyanto, dkk, 2015. PR Matematika kelas VII. Klaten: Intan Pariwara. Mudjiono dan Dimyati, 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta Muhibbin Syah dan Rahayu Kariadinata, Bahan Pelatian PAIKEM, ( Bandung : UIN Sunan Gunung Djati Pres, 2009 ) Mulyasa. E, 2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rini, Nurhakiki dkk, 2013. Media Pembelajaran Matematika SMP. Malang : Universitas Negeri Malang (UM PREES). Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang : Universitas Negeri Malang (UM PREES). Sudjana, Nana, dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, Bandung: Sinar Baru, 1991. Sudjana, Nana, 2010. Penilaian Hasil proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Wahyuni. T dan Nurharini. D, 2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya Untuk Kelas VII SMP/MTs. Klaten: Cempaka Putih.
55
ISBN :978-602-17187-2-8
BEST PRACTICE PROBLEM BASED LEARNING BELAJAR AKTIF, KREATIF, MENYENANGKAN DENGAN PERMAINAN LURAH – LURAHAN PADA MATERI OPERASI PENJUMLAHAN BILANGAN BULAT KELAS VII.1 SMP N 1 BUNGURAN TENGAH KABUPATEN NATUNA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Fitri Mulyani, S.Pd Guru SMP N 1 Bunguran Tengah
[email protected] Abstrak : Pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit dan membosankan bagi siswa. Hasil pengamatan belajar sehari – hari 70% siswa belajar tidak semangat, tidak kreatif dan kurang senang. Salah satu upaya untuk meningkatkan keaktifan , kekreatifan dan kesenangan siswa dalam belajar yaitu dengan menerapkan model belajar sambil bermain lurah – lurahan . Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan , kekreatifan dan kesenangan dalam belajar matematika khususnya pada materi operasi penjumlahan bilangan bulat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus tahun pelajaran 2014/2015 di kelas VII.1 SMPN 1 Bunguran Tengah dengan jumlah siswa 25. Hasil dari penelitian ini dengan menerapkan model belajar sambil bermain lurah – lurahan terbukti mampu meningkatkan keaktifan, kekreatifan dan kesenangan siswa dalam belajar matematika khususnya operasi penjumlahan bilangan bulat. Kata Kunci : problem base learning, lurah - lurahan, aktif, kreatif, senang
Dalam kegiatan belajar sehari – hari di kelas VII.1 SMPN 1 Bunguran Tengah saya sering menerapkan bebagi model pembelajaran seperti kooperatif tipe Jigaw, Stad, tutor sebaya, dan juga menerapkan berbagai metode seperti memberikan contoh langsung, menggunakan media LCD, mengulang – ulang soal yang mirip dan sebagainya.Tetapi tetapsaja lebih dari 70 % siswa masih belum aktif dan kreatif apalagi bergembira. Siswa lebih gembira jika penulis ada dinas luar kemudian pelajaran matematika cumadi beri tugas dan kebanyakan pada saat belajar dalam kelas hari tersebut sebagian besar siswa masih mengerti bahkan jika diberi latihan soal individu lebih dari 70 % siswa tuntas. Tetapi ketika ulangan harian yang diadakan akhir materi kurang dari 30% yang tuntas, yang berarti proses belajar yang dilaksanakan belum merupakan belajar aktif, kretif , dan menyenangkan. Hal ini menimbulkan pertanyaan apalagi yang harus penulis lakukan supaya dalam belajar siswa penuh kreativitas, aktif dan dengan perasaan senang. Suatu hari pada saat istirahat sekolah saya melihat anak – anak kelas VII bermain lurah –lurahan atau dalam bahasa Natuna Piaran atau ada juga yang menyebut permainan cangkul. Hal ini memberikan ide kepada penulis untuk menjawab permasalahan yang penulis hadapi dalam memahamkan matematika secara lebih PAKEM sehingga pelajaran yang sudah dimengerti waktu belajar, daya tahan mengertinya sampai akhir hayat. Ide itu adalah menggunakan Metode ― Study With A Playing‖ atau belajar sambil bermain. Dengan metode permainan yang biasa mereka mainkan sehari – hari ini saya mengharapkan siswa lebih memahami pelajaran yang sedang berlangsung, dan dengan paham diharapkan ilmunya akan kekal atau bermakna.Menurut Yulianty(2007:7) bermain merupakan suatu proses alamiah yang dengan sendirinya dilakukan oleh anak – anak. Melalui permainan ini diharapkan siswa mau belajar dengan keinginnannya sendiri tanpa paksaan sehingga didapat proses belajar yang bermakna.
PROBLEM BASED LEARNING ―Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)‖ atau ―Problem Based Learning (PBL)”. Pendekatan pembelajaran ini dipusatkan kepada masalah-masalah yang disajikan oleh guru dan siswa menyelesaikan masalah tersebut dengan seluruh pengetahuan dan keterampilan mereka dari berbagai sumber yang dapat diperoleh. Problem Based Learning (PBL) didasarkan pada hasil penelitian Barrow and Tamblyn (1980, Barret, 2005) dan pertama kali diimplementasikan pada sekolah kedokteran di McMaster University Kanda pada tahun 60-an. PBM sebagai sebuah 56
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
pendekatan pembelajaran diterapkan dengan alasan bahwa PBM sangat efektif untuk sekolah kedokteran dimana mahasiswa dihadapkan pada permasalahan kemudian dituntut untuk memecahkannya. PBM lebih tepat dilaksanakan dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran tradisional. Hal ini dapat dimengerti bahwa para dokter yang nanti bertugas pada kenyataannya selalu dihadapkan pada masalah pasiennya sehingga harus mampu menyelesaikannya. Walaupun pertama dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah kedokteran tetapi pada perkembangan selanjutnya diterapkan dalam pembelajaran secara umum. Barrow (1980, Barret, 2005) mendefinisikan PBM sebagai “The learning that results from the process of working towards the understanding of a resolution of a problem. The problem is encountered first in the learning process.” Sementara Cunningham et.al.(2000, Chasman er.al., 2003) mendefiniskan PBM sebagai ―…Problem-based learning (PBL) has been defined as a teaching strategy that “simultaneously develops problem-solving strategies, disciplinary knowledge, and skills by placing students in the active role as problem-solvers confronted with a structured problem which mirrors real-world problems". Jadi, PBM atau PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang mengguanakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kriris dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi kuliah atau materi pelajaran. Pelaksanaan PBM memiliki ciri tersendiri berkaitan dengan langkah pembelajarannya. Barret (2005) menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan PBM sebagai berikut : 1. Siswa diberi permasalahan oleh guru (atau permasalahan diungkap dari pengalaman siswa) 2. Siswa melakukan diskusi dalam kelompok kecil dan melakukan hal-hal berikut. 3. Siswa melakukan kajian secara independen berkaitan dengan masalah yang harus diselesaikan. Mereka dapat melakukannya dengan cara mencari sumber di perpustakaan, database, internet, sumber personal atau melakukan observasi 4. Siswa kembali kepada kelompok PBM semula untuk melakukan tukar informasi, pembelajaran teman sejawat, dan bekerjasaman dalam menyelesaikan masalah. 5. Siswa menyajikan solusi yang mereka temukan 6. Siswa dibantu oleh guru melakukan evaluasi berkaitan dengan seluruh kegiatan pembelajaran. Hal ini meliputi sejauhmana pengetahuan yang sudah diperoleh oleh siswa serta bagaiman peran masing-masing siswa dalam kelompok. LURAH - LURAHAN Study With A Playing ( Belajar Sambil Bermain)‖ Lurah – Lurahan ― Permainan yang diambil dalam pembelajaran ini yaitu permainan rakyat yang hampir disemua daerah Indonesia ada.. Secara nasional permainan ini disebut lurah – lurahan sedangkan di daerah Natuna sering disebut permainan piaran atau cangkul. Permainan ini bisa dilakukan minimal 2 orang. Alat yang digunakan lidi yang sudah dipotong sama panjang kira kira 10 cm dan ada satu sebagai lurahnya yang dipotong lebih panjang kemudian di patahkan ujungnya membentuk kait. Jumlah lidi yang dipakai disesuai dengan jumlah pemain dalam kelompok tersebut. Adapun cara bermainya lidi ditebar kedalam sebuah area yang dibatasi dengan garis berbentuk persegi bisa dilantai maupun di meja. Kemudian pemain menentukan urutan bemain dengan hompimpa. Pemain pertama mengambil lidi – lidi dengan ketentuan lidi – lidi tersebut jangan sampai bergerak alam istilah permainnannya Nil. Jika terjadi Nil maka dilanjutkan pemain selanjutnya. Dalam permainan ini ada lidi yang lebih pnjang dan dilipat di sebut lurah, pemain yang mendapatkan lurah mendapatkan keuntungan nilai yang tertinggi dan mempunyai alat bantu untuk mengambil lidi yang lainnya.
57
ISBN :978-602-17187-2-8
Adapun dalam pembelajaran kali ini permainan lurah – lurahannya dimodifikasikan sesuai kebutuhan antara lain : 1). Lidi diganti dengan quiling pepper ( kertas Gulung) dengan alasan mudah dalam pewarnaan dan pemberian keterangan angka. 2) Terdapat kesepakatan yaitu quiling pepper warna putih untuk bilangan bulat positif, quiling pepper warna pink untuk bilangan bulat negatif.
AKTIF, KREATIF, MENYENANGKAN Dalam kamus besar bahasa Indonesia Aktif( zul fajri, 36.2008 kamus lengkap bahasa Indonesia) berarti giat bekerja: giat berusaha. Dalam belajar matematika diharapkan siswa giat dalam berusaha menguasai ilmu yang sedang dipelajari dan tidak mudah putus asa. Kreatif Kreatifitas (zul fajri, 489.2008 kamus lengkap bahasa Indonesia) mempunyai arti kemampuan untuk mencipta. Dalam belajar matematika diharapkan siswa mampu untuk mencipta tidak hanya bertindak sesuai apa yang dicontohkan gurunya, siswa berani mengemukakan ide – ide yang ada dipikirannya sehingga diharapkan dalam menyelesaikan tugas dari guru akan menghasilkan berbagai inovasi – inovasi yang bermanfaat dalam kehidupannya. Menyenangkan berasal dari kata senang yang mempunyai arti riang : gembira. Dalam belajar matematika diharapkan siswa mempunyai suasana hati yang senang ditandakan dengan keriangan dan kegembiraan. Melihat dari permasalahan – permasalahan yang sudah saya utarakan diatas rumusan masalah nya yaitu:1. Apakah Problem Based Learning ―Bermain Lurah - Lurahan‖ mampu meningkatkankeaktifan siswa? 2.Apakah Problem Based Learning ―Bermain Lurah - Lurahan‖ mampu meningkatkan.meningkatkan kekreatifan siswa? 3.Apakah Problem Based Learning ―Bermain Lurah - Lurahan‖ mampu meningkatkan.meningkatkan kesenangan siswa terhadap pelajaran matematika? Penyusunan best practice ini dilakukan dengan pengamatan dan menganalisis sistem Lesson Study yaitu Plan – Do – See BEST PRACTICE DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan proses pembelajaran penulis membuat RPP. Proses pembelajaran mengambil materi operasi bilangan bulat khususnya operasi penjumlahan pada kelas VII semester 1. Sebelum mulai bermain siswa di beri permasalahan yang juga berisi peraturan permainan lurah – lurahan yang akan di praktikkan sebagai berikut : ―Mahardika, Peni, Tri, dan Siti bermain lurah – lurahan terbuat dari quiling pepper berjumlah 11, dengan 10 ukuran 10 cm sebagai rakyat sedang satu berukuran 12 cm yang dilipat ujungnya 2 cm yang disebut lurah/Cangkul. Terdiri dari 5 quiling pepper warna putih dengan nilai 1 sampai 5 dan 5 quiling pepper warna pink bernilai – 1 sampai – 5sedangkan lurah bernilai 10.Warna Putih melambangkan bilangan bulat positif sedangkan warna pink melambangkan bilangan bulat negatif . Dengan aturan permainan sebagai berikut :anggota permainan hompimpa untuk menentukan giliran permainan kemudian pemain pertama melempar Quiling pepper ke meja dan berusaha mengambil sebanyak - banyaknya sampai terjadi pergeseran atau istilahnya NIL. Jika terjadi nil maka dilanjutkan dengan pemain selanjutnya. Begitu seterusnya sampai semua quiling habis. Dalam permainan ini ada yang disebut lurah, lurah ini jika seorang pemain mendapatkaanya bisa untuk alat bantu mengambil quiling lainnya dengan cara mencungkilnya. Dan lurah ini mempunyai nilai yang besar. Bagaimana teknik mahardika supaya memenangkan permainan tersebut ? Untuk menjawab permasalahan diatas siswa/i kelas VII.1 yang berjumlah 25 dibagi menjadi 6 kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa dan diberi tugas untuk bermain lurah – lurahan yang biasa mereka mainkan sehari – hari ketika istirahat sekolah tetapi dengan peraturan yang sedikit 58
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
berbeda. Untuk pertemuan dengan materi operasi penjumlahan bilangan bulat siswa bermain lurah – lurahan dengan menggunakan 2 warna yaitu putih yang melambangkan bilangan bulat positif dan pink yang melambangkan bilangan bulat negatif dan setiap anggota kelompok membuat lembar penghitungan nilai.
Hasil putaran pertama kendala yang terjadi antara lain; 1. Kesalahan menghitung nilai akhir, 2. Seorang siswa mengambil quiling terlalu banyak sehingga ada anggota kelompok tidak dapat giliran, 3. Siswa mengambil quiling tidak memperhatikan warna sehingga biarpun mengambil banyak tetapi nilainya sedikit karena negatifnya lebih banyak. Tabel. Hasil Putaran 1 Permainan Lurah -Lurahan
K I II III IV V VI Ket.
J 4 4 4 4 4 5
B 3 3 0 2 4 3
S 1 1 4 2 0 2
KETERANGAN Paham Paham Tidak Paham Kurang Paham Paham Kurang Paham
K = Kelompok J = Jumlah Anggota Kelompok B = Betul S = Salah Paham jika 70% Betul Kurang paham Tidak paham
betul
Untuk mengatasi permasalahan tersebut dibuka tanya jawab untuk mencarikan solusinya.Untuk kesalahan menghitung siswa berusaha menyelesaikan secara kelompok dan bila ragu mereka berkonsultasi ke guru,khusus untuk kelompok tiga, empat, dan lima karena penghitungan skornya salah semua dan banyak yang masih salah, pada putaran kedua diberikan quiling pepper dengan nilai satu semua sehingga penghitunganlebih mudah. Hal ini bertujuan untuk lebih memahamkan konsep penjumlahan bilangan bulat. Permasalahan ke dua ada kelompok yang mengusulkan membatasi pengambilam quiling tidak berdasarkan nil, hal ini dikembalikan kepada kelompok masing – masing untuk pergantian pemain berdasarkan nil atau mengambil bergantian masing – masing 2 kali karena masing – masing kelompok mempunyai perbedaan pendapat sedangkan kesalahan ketiga untuk dijadikan pengalaman bagi mereka bahwa mengambil quiling harus berdasarkan perhitungan yang tepat supaya nilai negatifnya atau quiling pink nya diambil nilai yang terkecil sedangkan quiling putih bernilai besar itu adalah target utama untuk bisa memenangkan permainan. Dengan penyelesaian kendala tersebut dengan diadakan tanya jawab seusai putaran pertama dapat menjadi solusi dari permasalahan yang diutarakan guru sebelum melakukan permainan. 59
ISBN :978-602-17187-2-8
Dari pembahasan diatas bisa diambil kesimpulan bahwa siswa bertambah aktif dikarenakan pada saat bermain lurah – lurahan siswa tidak ada yang tidak melakukan dengan semangat semua siswa aktif bermain biarpun masih ada kesalahan menghitung, mereka mencoba – mencoba dan mencoba lagi tidak menunggu interuksi guru untuk mengulang putaran permainan karena rasa penasaran ada anggota yang belum pernah menang atuu ketagihan bermain terus karena dia menang terus. Disebut meningkat kekreatifitasannya karena dalam berdiskusi mereka mengemukakan usul tentang perbaikan cara bermain dengan berbagai ragam usulan dan juga mereka mampu menjawab dengan tepat problem yang di kemukakan pada awal pembelajaran. Dikatakan bertambah senang karena pengamat mengamatidalam belajar matematika menggunakan permainan lurah – lurahan ini tidak ada siswa yang kelihatan merenung semuanya bermain dengan semangat dan ceriakarena memenangkan permainan dan kadang cemberut dan kecewa karena kalah dalam permainan tetapi tidak menimbulkan perasaan patah semangat dalam belajar. Dikarenakan pembelajaran dengan menggunakan Problem Based Learning ― bermain Lurah - lurahan ― sukses untuk membuat anak aktif, kreatif dan senang maka ke depannya penulis akan lebih mengembangkan permainan Lurah – lurahan ini untuk materi lain seperti pengurangan , perkalian , pembagian maupun operasi campuran bilangan bulat dan menemukan permainan – permainan lain yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika yang relevan. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil penulis yaitu :1. Problem Based Learning ― Bermain Lurah - Lurahan‖ mampu menimbulkan semangat belajar siswa dibuktikan dengan aktifnya atau semangatnya siswa bermain lurah - lurahan.2. Problem Based Learning ― Bermain Lurah Lurahan‖ mampu meningkatkan kreatifitas siswa dibuktikan dengan berhasilnya semua kelompok menyelesaikan masalah dan ada beberapa siswa yang mengusulkan untuk ditambah warna lain untu perkalian dan pembagianProblem Based Learning ― 3. Bermain Lurah Lurahan‖ mampu menimbulkan Rasa senang terhadap pelajaran matematika dibuktikan dengan mereka mengubah permainan lurah – lurahan yang biasa mereka mainkan 1 warna menjadi dua warna sesuai yang di kerjakan pada waktu pelajaran matematika. DAFTAR RUJUKAN Aksin,Nur dan Ngapiningsih.2010. Matematika kelas VII untuk SMP dan MMTs. Klaten: Intan Pariwara Barret, Terry (2005). Understanding Problem Based Learning. [online].Tersedia : http:// [22 – 03 -2007] Fajri & Ratu, 2008. Kamus LengkapBahasa Indonesia. Difa Publisher.Indonesia. Kemendikbud, 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Modul PLPG. Liu, Min,2005. Motivating Students Through Problem-based Learning. University of Texas : Austin. [online]. Tersedia : http:// [22-03-2007] Sudarman, 2007. Problem Based Learning : Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan masalah.Jurnal Pendidikan Inovatif [online], Vol 2 (2), 6 halaman. Tersedia : http:// [14-12-2007 Tazudin, Delima, dan Arsyad, 2005. Matematika Kontekstual kelas VII untuk SMP/Mts. Jakarta.Literatur Media Sukses.
60
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
PENERAPAN PEMBELAJARAN BERMAKNA MATERI STATISTIKA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA MISTAR CINCIN DI KELAS IX SMP N 10 SANGGAU Nining Wijiyanti Guru Matematika SMP N 10&SMP N 1 Sanggau – Kalbar
[email protected] &
[email protected] Abstrak: Hasil belajar siswa kelas IX SMP N 10 Sanggau untuk mata pelajaran matematika selama ini kurang memuaskan. Walaupun guru sudah menggunakan metode yang sesuai tapi prestasi belajar siswa materi statistika masih dibawah kkm matematika yaitu ≤ 65. Dalam pembelajaran kali ini dilakukan dengan menerapkan pembelajaran bermakna menggunakan media mistar cincin. Adapun tujuan pembelajaran adalah menentukan nilai median melalui media miscin dan untuk memperagakan suatu ketrampilan yang akan dipelajari siswa. Hasil penerapan pembelajaran berhasil meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IX, dimana 30 siswa mendapat nilai diatas KKM dan 1 orang siswa mendapat nilai kurang dari KKM. Kata Kunci: Pembelajaran Bermakna, Media mistar cincin, Median
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku berupa pengetahuan, sikap dan ketrampilanyang diperoleh siswa melalui hasil latihan atau pengalaman yang bersifat individual dan kontekstual. Hal itu berati belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungan sekitarnya.Pembelajaranpada hakekatnyamerupakan proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan baik antar peserta didik, dengan sumber belajar maupun dengan guru. Proses pembelajaran akan mempengaruhi hasil belajar dan prestasi belajar siswa.Untuk itu pembelajaran dilaksanakan agar menjadi bermakna dan menyenangkan. Pembelajaran matematika harus senantiasa diperbarui seiring dengan tuntutan perkembangan dunia global. Guru perlu memfasilitasi dan menjadi pembangkit belajar bagi siswanya. Banyak faktor yang mempengaruhi belajar siswa. Faktor - faktor itu antara lain proses pembelajaran yang disampaikan oleh guru yaitu berupa metode pembelajaran, media pembelajaran atau alat peraga yang membantu mempermudah proses pembelajaran. Peningkatan kualitas pembelajaran dapat dimulai dengan memecahkan masalah pembelajaran yang dirasakan guru dan siswa di kelas dan memperbaikinya dengan memilih suatu pembelajaran yang diterapkan dalam suatu tindakan,dikutip dari (Nining Wijiyanti ;Prosiding Teqip 2013:180). Dalam Pembelajaran matematika sangat penting untuk menekankan media (peraga) untuk mengembangkan pemahaman fisik. Lebih rinci masalah rendahnya prestasi belajar siswa kelas IX SMP N 10 Sanggau pada kompetensi dasar " Menentukan Median Data Tunggal serta Penafsirannya" disebabkan oleh: (1) Siswa tidak begitu paham dengan materi statistika, (2) Siswa tidak aktif dalam kegiatan pembelajaran, dan (3) Siswa tidak termotivasi dalam belajar. Masalah tersebut setelah dianalisis penyebabnya adalah: (1) Guru tidak menggunakan metode yang tepat, (2) Guru tidak menggunakan alat peraga atau media dalam menjelaskan materi, (3) Guru tidak mendemonstrasikan materi pembelajaran, dan (4) Guru kurang memotivasi siswa. Dalam hal ini, tindakan yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar adalah menerapkan Pembelajaran Bermakna dengan media mistar cincin. Pembelajaran Bermakna merupakan upaya menciptakan terjadinya belajar bermakna dan melanjutkan proses internalisasi pengetahuan perilaku dan karakter diri. Belajar Bermakna (meaningful learning) pada awalnya dikembangkan oleh Ausubel.Pada dasarnya Ausubel menjelaskan bahwa seorang siswa dikatakan belajar secara bermakna apabila siswa tersebut dapat mengaitkan antara apa yang dipelajari (pengetahuan baru). Pembelajaran kali ini tindakan yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar adalah memanfaatkan alat peraga miscin ( mistar cincin untuk menghitung median) dengan harapan memotivasi siswa untuk belajar sehingga prestasi belajar siswa meningkat. Hamalik (1996) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh – pengaruh 61
ISBN :978-602-17187-2-8
psikologis terhadap siswa. Sealain itu media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data dan memadatkan informasi. Menurut Van Hiele ( Guru matematika kebangsaan Belanda ) ada tiga unsur utama dalam pengajaran Statistika, yaitu : (1) Waktu , (2) Materi Pengajaran, dan (3) Metode pengajaran yang diterapkan. Jika ketiga unsur tersebut dilaksanakan secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa kepada tahapan berfikir yang lebih tinggi. METODE Metode pembelajaran merupakan salah satu komponen yang harus ada dalam kegiatan pembelajaran. Pada dasarnya metode pembelajaran ini merupakan cara atau teknik yang digunakan guru dalam melakukan interaksi dengan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Metode pembelajaran dapat diartikan juga sebagai cara – cara menyeluruh ( dari awal sampai akhir )dengan urutan yang sistematis berdasarkan pendekatan tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran ( Zubaidah, 2010 ). Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode pembelajaran ini, prinsip tersebut terutama berkaitan dengan factor perkembangan kemampuan siswa, diantaranya : 1. Metode pembelajaran harus memungkinkan dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa lebih jauh terhadap materi pelajaran (curiosity). 2. Metode pembelajaran harus memungkinkan dapat memberikan peluang untuk berekspresi yang kreatif dalam aspek seni. 3. Metode pembelajaran harus memungkinkan siswa belajar melalui pemecahan masalah. 4. Metode pembelajaran harus memungkinkan siswa untuk selalu ingin menguji kebenaran sesuatu (sikap skeptis) 5. Metode pembelajaran harus memungkinkan siswa untuk melakukan penemuan (inkuiri) terhadap topic suatu permasalahan. 6. Metode pembelajaran harus memungkinkan siswa mampu menyimak 7. Metode pembelajaran harus memungkinkan siswa mampu untuk belajar secara mandiri (Independent study) 8. Metode pembelajaran harus memungkinkan siswa mampu untuk belajar secara bekerja sama(cooperative learning) 9. Metode belajar harus memungkinkan siswa harus lebih termotivasi dalam belajar. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan strategi pembelajaran Bermakna yang bertujuan lebih memahami tentang konsep statistika terutama pada materi median. Penelitian ini dilakukan di kelas IX SMP N 10 yang Sanggau pada Semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015.Jumlah siswa Kelas IX adalah 33 siswa. PEMBELAJARAN BERMAKNA
KONDISI AWAL
TINDAKAN
GURU : Belum menggunakan metode/ strategi & media yg sesuai
MENGGUNAKAN Pembelajaran Bermakna Alat Peraga miscin
PRESTASI BELAJAR MENINGKAT
KONDISI AKHIR 62
SISWA: Prestasi belajar matematika rendah
PROSES SIKLUS PEMBELAJARAN
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses sistematis dan terencana yang dirancang oleh pembelajar ( guru )untuk membelajarkan siswa sehingga siswa mampu : 1. Mengontruksi pengetahuan (materi) baru melalui pengaitan dengan pengetahuan lama 2. Memahami materi lebih dari sekedar tahu 3. Mampu menjawab, apa, mengapa dan bagaimana 4. Menginternalisasi pengetahuan kedalam diri sedemikian hingga membentuk perilaku, dan 5. Mengolah perilaku menjadi karakter diri. Dalam hal ini peranan guru adalah : 1. Mengaitkan materi yang diajarkan dengan pengetahuan lama yang dimiliki oleh siswa 2. Menjadi pembangkit belajar 3. Memberikan scaffolding ketika dibutuhkan oleh siswa 4. Menjadi pemicu berfikir bagi siswa Pembelajaran Bermakna yang dikembangkan di TEQIP sebagai perluasan dari meaningfull learning yang dicetuskan oleh AUSEBEL. Selain bisa mengaitkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru, juga sangat penting bahwa dalam belajar siswa harus paham lebih dari sekedar tahu sehingga bisa menjawab apa– mengapa –bagaimana. Sebagai akhir dari tahapan proses belajar adalah pengetahuan yang sedang dipelajari oleh siswa harus bisa terinternalisasi menjadi perilaku dan akhirnya terbentuk karakter diri yang baik. Langkah – Langkah Pembelajaran Bermakna: 1. Perencanaan Pada langkah ini membuat perencanaan yang meliputi : a. Membuat scenario pembelajaran b. Menyiapkan alat dan bahan c. Membuat lembar penilaian 2. Pelaksanaan Pembelajaran Bermakna a. Kegiatan Awal Doa Absensi siswa Apersepsi ; mengingatkan kembali tentang operasi hitung bilangan bulat Menyampaikan tujuan pembelajaran Membentuk kelompok diskusi secara acak ( karena sesuai dengan karakter siswayang mempunyai kemampuan yang rata-rata. Membagikan LKS Pada kelompok diskusi b. Kegiatan Inti Siswa mengamati tata cara penggunaan alat peraga miscin untuk mencari nilai median yg diperagakan oleh guru Siswa bisa menanyakan kepada guru hal – hal yang tidak dimengerti Siswa berdiskusi dengan kelompoknya tentang hasil pengamatan Siswa berdiskusi membahas soal- soal median di LKS dengan menggunakan alat peraga miscin Setiap kelompok presentasi hasil diskusinya c. Kegiatan Penutup Siswa menyimpulkan hasil pembelajaran dengan bimbingan guru 3. Refleksi Refleksi dilaksanakan pada setiap akhir pelajaran dengan tujuan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan yang terjadi pada pada pertemuan, sehingga bisa diperbaiki pada pertemuan berikutnnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Materi statistika adalah materi yang mempelajari tentang data. Materi Statistika dipelajari di kelas IX semester I. Disini penulis akan mengambil materi statistika yang berhubungan dengan ukuran pemusatan data. Ukuran Pemusatan Data Mean (Rataan) Mean adalah nilai rata-rata dari data yang dihitung dengan cara menjumlahkan semua data dibagi banyaknya data. 63
ISBN :978-602-17187-2-8
Rumus Mean =
Median Adalah nilai tengah suatu data setelah data tersebut diurutkan. Median terletak tepat ditengah – tengah jika banyak data ganjil. Median adalah nilai rata – rata dari dua data tengah jika banyak data genap. Rumus Median : Data Ganjil :
Data Genap :
Modus adalah nilai yang sering muncul
ALAT PERAGA MISCIN ‗Alat peraga matematika adalah alat untuk menerangkan atau mewujudkan konsep matematika.‘(Russefendi, 1994 : 141 ). Alat peraga matematika sangat penting penggunaannya dalam pembelajaran karena dapat meningkatkan keaktivan belajar siswa sehingga tercapai hasil belajar yang diharapkan. Dengan penggunaan alat peraga harus mampu menghasilkan generalisasi atau kesimpulan abstrak dari representasi konkret. Maksudnya dengan bantuan alat peraga yang sifatnya konkret, siswa diharapkan mampu menarik kesimpulan. Penggunaan alat peraga harus dilaksanakan secara cermat, jangan konsep menjadi lebih rumit akibat diuraikan dengan bantuan alat peraga. Alat peraga memiliki manfaat antara lain membantu pengajar dalam memberikan penjelasan konsep, merumuskan atau membentuk konsep , melatih siswa dalam ketrampilan, memberi penguatan konsep kepada siswa, melatih siswa dalam pemecahan masalah, mendorong siswa untuk berfikir kritis dan analitik, mendorong siswa untuk melakukan pengamatan terhadap suatu objek secara sendiri, melatih siswa untuk belajar menemukan suatu ide-ide baru dan relasinya dengan konsep – konsep yang telah diketahui serta melatih siswa dalam melakukan pengukuran. Penggunaan media pembelajaran dengan alat peraga mistar cincin adalah sebagai berikut : Kesepakatan : cincin mewakili jumlah data tiap baris
Gambar. Cincin Median
64
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Gambar. Mistar Cincin
Menentukan Median atau nilai tengah Syarat : Data harus urut a. Masukkan cincin pada mistar cincin, sesuaikan dengan jumlah tiap barisnya b. Tentukan jumlah barisnya kemudian carilah baris tengahnya dengan melihat keseimbangan baris kanan dan kirinya lalu ambillah cincinnya c. Banyak cincin pada baris tengah itulah mediannya Median terletak tepat di tengah-tengah jika banyak data ganjil Median adalah nilai rata-rata dari dua data tengah jika banyak data genap PEMASANGAN CINCIN PADA MISTAR CINCIN UNTUK MENENTUKAN MEDIAN PADA MATERI STATISTIKA
Data : 3, 2, 2 Baris 1 : 3 cincin Baris 2 : 2 cincin Baris 3 : 3 cincin Pembelajaran Matematika materi median dengan media mistar cincin ternyata sangat menyenangkan, baik bagi siswa maupun bagi guru. Pada saat pendahuluan dilakukan apersepsi materi median dengan Tanya jawab untuk meningkatkan hal-hal yang telah dipahami siswa dengan hal – hal yang akan dipelajari hari itu. Siswa terlihat sangat antusias dan sangat aktif. Pada saat pembelajaran sebagian siswa aktif dan antusias mengikuti semua kegiatan pembelajaran bermakna, kecuali beberapa siswa yang sejak awal Nampak agak malas, Cuma ikut-ikutan.Anak tersebut menurut guru merupakan siswa yang memiliki motivasi belajar rendahdan sering kehilangan konsentrasi belajar. Selain peran guru dalam menangani siswa tersebut, nampaknya memang perlu penangananlain yang khusus. Alat peraga miscin dibuat dari pita/kertas lipat yang dipotong kecil dan dibuat seperti cincin, dan dipasangkan dengan alat mistar yang dibuat dari kertas kwarto dan pipa kecil. Inovasi guru dalam pembuatan media pembelajaran ini dikarenakan siswa kurang memahami materi statistika. Setelah mencoba menggunakan alat peraga mistar cincin ternyata proses
65
ISBN :978-602-17187-2-8
belajar menjadi asyik siswa menjadi antusias sehingga hasilnya sebagian besar siswa bisa memahami konsep dasar dari statistika. Secara umum hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas pembelajaran di kelas. Secara khusus,hasil penelitian ini dapat mempunyai kontribusi terhadap siswa ,guru dan sekolah. Sehingga diharapkan Inovasi guru ini dapat mendukung proses pembelajaran yang bermutu menuju Indonesia pintar. Setelah melaksanakan pembelajaran mata pelajaran matematika materi pokok STATISTIKA diperoleh peningkatan prestasi belajar siswa.Hal ini dapat terlihat dari hasil evaluasi siswa yang nilainya berada diatas KKM 65. Tabel 1. Nilai Hasil Evaluasi Kelas IX
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
NAMA
NILAI 85 70 100 70 50 90 75 70 100 70 75 75 70 70 95 80 80 70 70 70 80 70 75 75 70 70 75 80 100 90 85
Anastasius Antonius Reki Atrinomoliadi Alosius Andri Agnes Ulan R.S Andreas Dandi U Deli Desi Ratnasari Deka Vega P Deomedes Reki N Dominika Kiti Domikus Loren Elisabet Emilia Eni Feronika Pepiani Florensius Moses Fondeska K.R。M Katarina Ririn Laurensius Lian Lusia Natalia Lorensius Along Marsianus Yonat Markus Bobi Markus Yogi Margarita Rita Susiana Yetni Teresia Eka Undo Nardo Victoria Yogio Yohanes Bello Yohanes Rodes Albertinus Rendi
KETERANGAN Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas
Berdasarkan hasil nilai evaluasi dikutip dari (Nining Wijiyanti ;Prosiding Teqip 2013:182),maka dapat diartikan mengajar yang baik adalah : 1. Memotivasi siswa untuk belajar matematika dapat ditingkatkan dengan menggunakan media mistar cincin dan menerapkan pembelajaran bermakna. 2. Penguasaan materi pelajaran dapat lebih ditingkatkan melalui media yang mudah dipahami oleh siswa 3. Perhatian siswa terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung dapat diciptakan dengan meningkatkan komunikasi yang baik antara guru dengan siswa ataupun antara siswa dengan siswa melaui diskusi kelompok.
66
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Menarik pula untuk mencermati yang disampaikan Suyatno (2008b) berikut, guru kreatif dan inovatif tidaklah akan cepat puas dengan salah satu tindakan yang dilakukannya. Mereka akan selalu tidak puas dengan apa yang telah dijalani sebelum mendapatkan hasil yang memuaskan bagi dirinya, siswa dan kepentingan akademis. PENUTUP Seorang guru yang professional adalah seorang yang selalu berusaha untuk memacu diri dalam mengembangkan kemampuan serta selalu mengikuti perkembangan teknologi yang berkembang pesat.Selain itu guru yang professional juga selalu berusaha untuk mencari caracara baru dalam melaksanakan proses pembelajaran di dalam kelas, agar siswa tidak merasa bosan dalam mengikuti pelajaran. Berusaha unuk selalu mengadakan fariasi dalam pembelajaran di kelas serta selalu mencari cara- cara lain yang dapat mengantarkan siswa kepada tujuan yang telah direncanakan. Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran dapat ditarik kesimpulan bahwa Penerapan pembelajaran bermakna dan penggunaan media mistar cincin dapat meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya materi statistika. SARAN Untuk meningkatkan hasil prestasi belajar siswa materi statistika khususnya medianguru dapat menggunakan pembelajaran bermakna dengan media mistar cincin. DAFTAR RUJUKAN Subanji. 2013. Pembelajaran matematika Kreatif dan Inovatif .Malang : Universitas Negeri Malang (UM PREES). Subanji, dkk.2013. Prosiding Seminar Nasional Exchange of Experiences Teqip 2013.Malang : Universitas Negeri Malang disponsori oleh PT PERTAMINA (PERSERO) Mulyani Sumantri dkk.Media Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Rini, Nurhakiki dkk. 2013. Media Pembelajaran Matematika SMP. Malang : Universitas Negeri Malang (UM PREES).
UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI SISWA MELALUI MEDIA STADION KOORDINAT KARTESIUS DALAM BELAJAR MATEMATIKA Rahmad Guru SMP Negeri 1 Bonti
[email protected] Abstrak: Secara umum penetlitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar matematika. Melalui media stadion koordinat kartesius, siswa aktif berdiskusi, mempresentasikan hasil kerja, banyak bertanya, dan termotivasi. Prosedur penelitian Classroom Action Reesearch dilakukan secara bertahap dan sebanyak dua siklus. Kegiatan dimulai dari perencanaan, palaksanaan, observasi dan refleksi. Dengan media ini dapat meningkatkan motivasi siswa memahami konsep materi Koorinat Cartesius. Ide baru merupakan hasil motivasi, keaktivitasan dan keberhasilan belajar. Perbedaan hasil belajar ada sesudah diadakan tindakan yang telihat dari Authentik Assessment. Keberhasilan siswa meningkatkan, berkualitas khususnya pelajaran matematika. Untuk mewujudkan semua itu harus diimbangi dengan No day without learn
Kata kunci : Motivasi, media pembelajaran,stadion koordinat kartesius. PENDAHULUAN Matematika merupakan mata pelajaran yang wajib diajarkan disetiap jenjang pendidikan. Akan tetapi mata pelajaran ini sulit dipahami siswa sehingga kurang menyukainya. Konsep-konsep dasar sering terabaik dan karena kurang memberikan motivasi intrinsic maupun 67
ISBN :978-602-17187-2-8
ekstrinsik. Akibatnya keterlibat siswa kurang diperhatikan, kurang berminat pada materi yang diajarkan, malu bertanya, tidak member tanggapan ketika diberi pertanyaan, tidak memanfaatkan buku perpustakaan,minat baca kurang. Metode yang digunakan kurang tepat dan menjadi penyebab rendahnya motivasi siswa. Guru selalu mendominasi dalam proses pembelajaran dan siswa hanya sebagai pendengar saja. Belajar mengajar yang baik jika terjadi komunikasi tiga arah serta didukung oleh media pelajaran. Melalui media stadion koordinat kartesius dapat meningkatkan motivasi Untuk membantu siswa menemukanmetode baru pada materi lain. Pengetahuan Dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi dari hasil menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan apapun materi yang diajarkan.(Riyanto,2010 ) Keterlibatan siswadalam menggunakan media, diskusi kelompok, saling koreksi, mempresentasikan hasil diskusi, memberikan kesempatan bertanya sangatlah penting. Penelitian tindakan kelas melalui media koordinat kartesius dirancang untuk meningkatkan motivasi siswa dalam balajar matematika. Motivasi yang dimaksud yaitu timbulnya kesadaran siswa baik secara intrinsic maupun ektrinsik yang membawa perubahan cara belajar dan minat terhadap pelajaran matematika. Donal mengatakanbahwa, motivation is a energy change Within the Person characterized by affective arousal and anticitipartory goal reactioans.Bahwa motivasi adalah suatu perubahan energy di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif ( perasaan ) dan reaksi untuk mencapai tujuan( Hamalik, 1992: 173 ) Menurut Usman ( 1995 : 29 ) motivasi intrinsic adalah motivasi yang timbul sebagai akibat dari dalam diri individu sendiri tanpa paksaan dorongan dari orang lain tetapi atas kemauan sendiri sedangkan motivasi ektrinsik adalah jenis motivasi timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar. Motivasi yang akan diukur selama proses pembelajaran melalui kontek ini menggunakan lembar pengamatan motivasi siswa adalah : a. Kerjasama, yaitu rasa sosial dan tenggang rasa terhadap teman ketika melakukan diskusi kelompok yang tidak dapat dipisahkan dari komunitasnya. b. Inisiatif, yaitu mengembangkan dan memberdayakan kreatifitasnya untuk merencanakan ide atau buah fikiran menjadi konsep yang baru dan di harapkan dapat berdaya guna serta bermanfaat. c. Keterampilan berkomunikasi, yakni kemampuan menyampaikan ide atau pendapat secara langsung (bertatap muka) atau menggunakan media d. Kreatif,yaitu kemampuan dalam menemukan solusi baru dan bermanfaat e. Keberanian, yakni kemampuan menghadapi rasa takut, ketidakpastian, kesulitan dan berani menyampaikan pendapat jika dimintai keterangan. Media stadion koordinat kartesius akan memberikan pengaruh terhadap motivasi belajar siswa selama pembelajaran berlangsung dan terlihat dari hasilevaluasi (Authentik Assessment)yang dilakukan guru. Menurut Bloom, 1956 perkembangan dan kemajuan belajar dibagi menjadi ranah kognitif yang behubungan dengan pengetahuan dan kemampuan berfikir, ranah afektif yang langsung dengan nilai, pengembangan sikap dan ranah psikomotor yang berkenaan keterampilan, kecakapan ( skill ). Berdasarkan pengaruh tersebut, pelajaran yang diberikanmerupakan pengetahuan yang digunakan siswa sebagai kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk mencapai keberhasilan belajar secara maksimal, guru mempersiapkanrencanadan menumbuh kembangkan keterampilan menggunakankonsep dasar matematika sebagai bekal siswa pada pendidikan selanjutnya, bersikaplogis, kritis, cermat, kreatif, disiplin agar mempengaruhi akademik siswa. Adapun tujuan penelitian melalui media stadion koordinat kartesius adalah mendiskripsikan : 1. Motivasi, keaktifitasan, keberhasilan belajar siswa SMP Negeri 1 Bonti 2. Untuk mengetahui faktor perbedaan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah diadakan tindakan dalam belajar matematika. Sedangkan manfaat penelitian melalui media stadion koordinat kartesius yakni 1. Agar dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. 2. Guru menjadi Profesional dalam melaksanakan tugasnya. 68
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
3. Menghasilkan tingkat kelulusan yang tinggi dan berkualitas. METODE PENELITIAN Metode penelitian yaitu penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dua siklus, setiap siklus dua kali pertemuan. Lokasi dan subyek penelitian yaitu siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bonti tempat penulis bekerja. Penelitian dilaksanakan disemester ganjil 2015 yang terdiri dari siklus I dan siklus II. Pelaksanaan secara berkalaborasi dengan teman sejawat yang bertindak sebagai pengajar, perencana pengamat, penganalisir data sekaligus melaporkan hasil penelitian. Intrumen penelitianmenggunakan lembarobservasi,catatan lapangan.Lembar observasiguruyang digunakan untuk mengamati apakah langkah-langkah mengajar sudah sesuai rencana pengajaran. Sedangkan lembar observasi siswa untukmengetahui kegiatansiswa. Catatan lapangan memuat deskripsi sebagai refleksitindakan yangdilakukan padasiklus berikutnya. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil penilaian yang sebenarnya lebih dikenal dengan Authentik assessment,data dikumpulkan berdasarkan kegiatan nyata yang dikerjakan siswadisaat proses pembelajaran.Sedangkan hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya ( Sujana, 2004 : 22 ) sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sujana, membagi tiga macam hasil belajar mengajar, keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengarahan, sikap dan cita-cita. Perencanaan di siklus I berupa bahan ajar, lembar observasi siswa dan guru. Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah, siswa dapat : 1) Mendeskripsikan koordinat kartesius dari masalah sehari - hari. 2) Membedakan pengertian koordinat kartesius dengan stadion koordinat kartesius. 3) Menyatakan gradien garis, panjang garis terkait dengan kejadian sehari - hari menggunakan koordinat kartesius. Stadion Koordinat Kartesius merupakan miniatur lapangan bola pada kertas berpetak berukuran 12 petak sebagai ukuran panjang lapangan dan 10 petak sebagai ukuran lebarnya. Media tersebut dilengkapi kartu koordinat ( x, y ) sebanyak 28 buah, masing-masing kelompok memegang 14 kartu. Cara menggunakan media yaitu kondisikansiswaberkelompok 4 orang yang duduknya saling berhadapan. Garishorizontal padastadion merupakan sumbu X, dan garis vertikal yang membagi stadion kiri dan kanan merupakan sumbuY dan berpotongan di titik ( 0,0) sehingga stadion tersebut merupakan Koordinat Cartesius. Ketentuan yang perlu di pahami bersama, yaitu ; a. Pasangan titik yang terletak disebelah kanan atas kelompok A merupakan pasangan titik ( x, y ) akan tetapi pasangan titik tersebut terletak disebelah kiri bawah kelompok B yaitu ( -x, -y ) dan sebaliknya. b. Pasangan titik yang terletak disebelah kiri atas kelompok A merupakan pasangan titik ( - x, y ) akan tetapi pasangan titik tersebut terletak disebelah kanan bawah kelompok B yaitu ( x, -y ) dan sebaliknya. c. Pasangan titik yang terletak disebelah kiri bawah kelompok A merupakan pasangan titik (- x, - y ) akan tetapi pasangan titik tersebut terletak disebelah kanan atas kelompok B yaitu ( -x, -y ) dan sebaliknya.. d. Pasangan titik yang terletak disebelah kanan bawah kelompok A merupakan pasangan titik ( x, - y ) akan tetapi pasangan titik tersebut terletak disebelah kanan bawah kelompok B yaitu( -x, -y ) dan sebaliknya. Diawal kegiatan, miniatur bola diletakkan didalam lingkaran tengah. Bagikan kartu yang sudah dikocok terlebih dahulu. Yang menang tos akan memulainya dengan mengeluarkan kartu apa yang diinginkan, kemudian menggeser bola sesuai pasangan titik yang tertera pada kartu tersebut.Siswa yang lainnya mencatat kartu apa saja yang dikeluarkan. Dari pasangan titik mana bola itu digeser. Hasil temuan ini akan didiskusikan dalam kelompok mengenai kecondongan garis, panjang garis, persamaan garis. Siklus Idan II masing-masing 2 kali pertemuan.Skenario tindakan menggunakan media stadion koordinat kartesius.Tercapai atau tidak motivasi dilihat dari aspek;kerjasama, inisiatif, keterampilan berkomunikasi, kreatif, keberanian.Setiapaspek rentangnya antara 12–20 69
ISBN :978-602-17187-2-8
dan jumlah skor 5 aspektersebut minimal 60dan maksimal100, dikelompokkan menjadi 3 kelompok nilai, yaitu: 60 – 75 = C ; 76 – 85 = B ; 86-100 = A. Ketiga kelompok nilai diatas dikatakan berhasildan dikatakan gagal jika setiap aspek rentangnya antara 1– 11 dengan jumlah nilai ≤ 59 = D. Pada siklus I pertemuan 1, siswa terlihat bingung karena media stadion koordinat kartesius sangat asing baginya.Siklus I pertemuan 2 terlihat ada perubahan,siswa mulai mengenai pasangan titik koordinat kartesius. Tabel 1. Motivasi siswa pada siklus I
Aspek 1 sampai 5 Persentase
Siklus I Pertemuan 1 Nilai A B C 3 9 10% 30%
D 18 60%
Pertemuan 2 Nilai A B 2 4 6,7% 13,3%
C 19 63,3%
D 5 16,7%
Berdasarkanobservasisiklus I pertemuan 1motivasisiswa dalam belajar melalui media stadion koorsinat kartesius, pada aspek 1 sampai 5 yang mendapat nilai A(amat baik) belum ada, B(baik)3orang (10%), C(cukup)9 orang (30%) dan D (kurang)18 orang(60 %). Sedangkan pertemua 2 nilai A ada 2 orang (6,7%), nilai B (baik ) ada 4 orang(13,3%), nilai C(cukup) ada 19 orang (63,3%), dan nilai D( kurang ) mencapai 16,7%. Tabel 2. Rekapitulasi Aktivitas siswa siklus I Kelompok No
Aktivitas
1
2
Pertemuan
Pertemuan
3
4
5
Pertemuan
Pertemuan
Pertemuan
1 2
2 3
1 3
2 3
1 4
2 3
1 3
2 3
1 3
2 3
Mengajukan pertanyaan
2
3
1
3
-
2
2
3
2
3
3
Pendapat
1
2
2
3
3
3
3
2
1
2
4
Menrangkum
2
2
4
4
2
3
2
4
2
4
Jumlah Presentase dari 30 siswa
7 23,3
10 33,3
10 33,3
13 43,3
9 30
11 36,7
10 33,3
12 40
8 26,7
12 40
1
Menjawab pertanyaan
2
P
Jumlah Siswa yang Aktif Setiap Kelompok Semua Aspek Jumlah Siswa
100 %
Termotivasinya siswa akan berdampak terhadap keaktifan dan hasil belajar. Aktifitas kelompok 1 menjawab pertanyaan sampai merangkuman meningkat dari 23,3% menjadi 33,3 % , kelompok 2 dari 33,3% menjadi 43,3%, kelompok 3 dari 30% menjadi 36,7%, kelompok 4dari 33,3 % menjadi 40 % , kelompok 5 dari 26,7 % menjadi 40 %.
70
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Tabel 3. Tabel Frekuensi hasil tes awal ( Authentic Assessmet )
Nilai
Siklus I Nilai tengah
Banyak siswa
f1. x 1
17,5 33 48 63 78 93
6 8 6 3 4 3
105 264 288 189 312 279
30
1437
10 - 25 26 - 40 41 - 55 56 – 70 71 – 85 86 - 100
(Analisis data statistik, Mahdi Radjiin 2010) Keterangan Jangkauan = X maksimum – X minimum, (X = nilai) Rentang, K = 1 + 3,3 log n ; ( n = banyak data ) aturan Sturges/ gunakan saintific calculator. Panjang kelas = Jangkauan / Banyak Kelas Rumus: Nilai ratarata ∑ f1 .x1 x = -----------∑ f1 Hasil belajar30 siswa siklus I nilai terendah 10tertinggi 99,5 dan nilai rata - rata tes 47,9 tuntas 10 siswa sedangkan yang tidak tuntas 20 siswa. Dengan keterampilan serta pengetahuan yang dimilkinya, siswa menggunakan media stadion koordinat kartesius untuk menentukan pasangantitik ( x, y )secara berurutan,diagram Cartesius, gradien garis, panjang garis. Autentik assessment disiklus I pertemuan 2 hasilnya belum maksimal. Refleksi, pada pembelajarandisiklus I, masih banyak aspek pada penilaian motivasi, keaktifan , hasil belajar siswa rendah. Hal itu disebabkandua aspek antaralain(1). Siswa yang masih belum terbiasa menggunakan media yang selamaini belum pernah mereka alami. (2). Aspek peneliti yangbelum sepenuhnya melaksanakan langkah - langkahpembelajaran, memotivasi siswa diskusi, memberikanpengarahan jalannya presentasi, memberi tugas maupun evaluasi. Upaya yang ditempuhadalah merencanakan pembelajaran sesuai RPP dan lembar kerja siswa. Menyampaikan cara efisien agar tidakmendominasi saat diskusi, menjelaskan konsep yang tepat agarindikator tercapai. Untuk meningkatkanmotivasi siswa, perlu memberikan contoh koordinat kartesius yang terkait dalam kehidupansehari – hari.Akhir dari kegiatan, siswa membuat rangkuman materi,kemudian guru memberikan lembarkerja siswa untuk dikerjakan. Siklus II dilaksanakan2 kalipertemuan. Tujuan pembelajaran yang akandicapai antara lain, siswa dapat ; 1. Menentukan tittik koordinat dalam koordinat Cartesius 2. Mencermati cara menentukan gradien / kecondongan garis 3. Menghitung panjang garis bila diketahui titik koordinatnya Skrenario pembelajarandirencana dan dilaksanakan melalui media stadion koorinat kartesiussecarabertahapan.Siklus II pertemuan1telah banyak kemajuan.Aktivitas semakinmeningkatmeskipun hasil pekerjaan siswatersebut belummaksimal.Pertemuan 2 melalui media stadion koordinat kartesius tidak asing lagi.Siswa tampaknyabekerjasama dengan baik.Rasakebersamaandan rasa kekeluargaan membuat siswa asyik untuk belajar, hingga siswa begitu aktif ketika diadakan presentasi, terjadi tanya jawab antara siswa. 8 Tabel 4. Motivasi siswapadasiklus II
Siklus II Aspek 1 sampai 5 Persentase
A 4 13,3%
Pertemuan 1 Predikat B C 5 21 16,7% 70% 71
D -
Pertemuan 2 Predikat A B C 4 6 20 13,3% 20% 66,7%
D -
ISBN :978-602-17187-2-8
Hasil observasi di siklus II pertemuan 1 motivasi belajar melalui media pada aspek 1 sampai 5 yang mencapai nilai amat baik ada 4 siswa ( 13,3%), nilai baik ada 5 siswa (16,7%), nilai cukup mencapai 21 siswa (70%) dan nilai kurang sudah tidak kelihatan lagi. Pada pertemuan 2 motivasi yang nilai amat baik ada 4 siswa (13,3%) nilai baik mencapai 6 siswa (20%) dan nilai cukup ada 20 siswa (60%), sedangkan yang mencapai kurang tidak ada lagi. Tabel 5 Rekapitulasi Aktivitas siswa siklus II
No
Aktivitas
1
Menjawab pertanyaan Mengajukan pertanyaan Pendapat Menrangkum Jumlah Presentase
2 3 4
Kelompok 3 Pertemuan 1 2
1 Pertemuan 1 2
2 Pertemuan 1 2
3
2
3
-
4
2 1 5 11 36,7
3 3 6 14 46,7
4 2 5 14 46,7
4 3 6 13 43,3
1 1 6 12 40
4 Pertemuan 1 2
5 Pertemuan 1 2
3
2
5
-
4
4 3 6 16 53,3
4 1 5 12 40
2 4 6 17 56,7
1 2 5 8 26,7
2 3 6 15 50
Di siklus II pertemuan 1dan 2, aktifitas siswa dari 1- 5pada kelompok 1 dari 36,7% menjadi 46,7%, kelompok 2 dari 46,7 menjadi 43,3 %, kelompok 3 dari 40% menjadi 53,3%, kelompok 4 dari 40% menjadi 56,7% dan kelompok 5dari 26,7% menjadi 50%. Hal ini berarti aktivitas siswa ada peningkatan. Tabel6.Tabel Frekuensi Authentic Assessmet hasil tes akhir
Nilai
Siklus II Banyaksiswa(f1) 3 3 18 2 4 30
Nilaitengah(x1) 17,5 33 48 63 78 93
10 - 25 26 - 40 41 - 55 56 – 70 71 – 85 86 - 100
f1. x 1 0 99 144 1134 156 292 1825
( Analisis data statistik, Mahdi Radjiin 2010) Berdasarkan hasil tes, nilai rata-rata hasil belajar siswa disiklus II 60,33 sedangkan siklus I rata-ratanya hanya47,9 ini berarti terjadi peningkatanyang sangat signifikan 12,93 dan siswa yang tuntas 24 dari 30 siswa ( 80% ).Ketuntasan meningkat 46,7 % dibandingkan ketuntasan disiklus I. Dari data diatas semua aspek sesuai indikator terpenuhi,karena siswa sudah terbiasa menggunakan media dalam belajar matematika. PEMBAHASAN Dari hasil analisis data di siklus I dan II,dapat dilihat pada tabel sebagai berikut. A s p e k
Siklus I
Tabel 7. Rekapitulasi setiap pertemuan motivasi siswa Siklus II
Pertemuan 1 Nilai A B C D
Pertemuan 2 Nilai B C
A
1- 5
-
3
9
18
2
4
Persentase
0 10
30
60
6,7
13,3
D
Pertemuan 1 Nilai A B C
19
5
4
5
63,3
16,7
13,3
16,7
72
D
Pertemuan 2 Nilai A B C
D
21
-
4
70
0 13,3
6
20
-
20
66,7
-
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Berdasarkan tabel rekapitulasi bahwa hasil observasi mengenaimotivasi, disiklus I pertemuan 1 pada 5 aspek yang diamati; bekerja sama, inisiatif, keterampilan berkomunikasi, kreatif, dan keberanian yangmencapai nilai A(amat baik) sementara belum ada, nilai B ( baik )ada 3 orang ( 10% ), nilai C (cukup) ada 9 siswa (30%) dan nilai D (kurang) ada 18 siswa (60%). Sedangkan pertemuan2, nilainyaA ada 2 siswa (6,7%), nilai B( baik ) 4 siswa (13,3%), nilai C( cukup) 19 siswa (63,3%), dan nilai D( kurang ) 5 siswa (16,7% ). Dan disiklus II pertemuan 1 yang mencapai nilai A 4 siswa (13,3%), niai B 5 siswa (16,7%) nilai C 21siswa (70%) dan nilai D sudah tidak kelihatan lagi.Disiklus II pertemuan 2 yang nilai A menjadi 6 siswa, nilai B ada 6 siswa (20%) dan nilai C ada 18 siswa(60%), sedangkan yang mencapai nilai D tidak ada lagi. Dengan termotivasinya kegiatan siswa yang berarti akan berdampak terhadap keaktifan dan hasil belajar siswa. Keaktifan siswa disiklus I pertemuan 1mencapai 31,33% meningkat menjadi 42%. Dan disiklus II pertemuan 1 meningkat lagi menjadi 54% selanjutnya menjadi 68 %. Grafik
Motivasi siklus I pertemuan 1
60%
20 15
30%
10 10% 0%
5 0
A
Grafik Motivasi
B
C
D
siklus I pertemuan 2
63,30%
20 15 10 6,70%
16,70%
13,30%
5 0 A
B
C
73
D
ISBN :978-602-17187-2-8
Grafik Motivasi siklus II pertemuan 2
66,70%
20 15
20%
10
13,30% 0%
5 0 A
B
C
D
Nilai
Grafik perbandingan motivasi pada siklus I 60%
63,70%
20 15
30%
10
16,70% 13,30%
5
6,70%
10%
0%
0
A
B
C
D
Nilai
PENUTUP KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, di dapatkan hasilnya sebagai berikut: 1. Pembelajaran melalui media stadion koordinat kartesius meningkatkan motivasi yang ditunjukkan melalui perubahan aktivitas siswa SMP Negeri 1 Bonti, ini terbukti disiklus I pertemuan 1 aktivitas siswa adalah 31,33% , 2. Pertemuan ke-2 meningkat menjadi 42%. Siklus II pertemuan 1 aktivitas siswa yaitu 54% pada pertemuan ke-2 meningkat menjadi 68 %. 3. Pembelajaran melalui media stadion koordinat kartesius dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas, ini terbukti dari hasil tes siklus I rata-rata ketuntasannya 33,3% dan tes siswa pada siklus II ketuntasannya adalah 80%. DAFTAR RUJUKAN Disemilasi Malang. 92013) . Jurnal Peningkatan Kualitas Guru. Bistari BsY. (2010). Panduan proposal. Riyanto, H. Yatim., (2010). Paradigma baru pembelajaran : Sebagai referensi bagi guru / Pendidik dalam implementasi pembelajaran yang efektif dan berkualitas. Bandung. Kencana Prenada media group. Elaine Johnson B ,. ( 2009 ). Contextual Teaching and Learning ” Menjadikan kegiatanbelajar mengajar mengasyikkan dan bermakna ”. MLC.Bandung. Usman,M Uzer.(1995).Menjadi guru profisional. Bandung.PT Remaja Rosdakarya. Hanafiah, Nanang, Cucu Suhana.(2003).Konsep Strategi Pembelajaran. Jakarta Aditama Nurhadi. (2002). Pendekatan Kontektual (Contextual Teaching and Lrarning. Jakarta : Departemen Pendisikan Nasional Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat PLP. Donald, Frederick, (1959). Educational Pssyhology, Wadsworth Publishing Company,Inc., San Francisko - Overseas Publicaltion, Ltd.,( Kaigai Shuppan Boeki KK),Tokyo. Hamalik, Oemar. (1992). Pskilogi Belajar.Bandung PT Remaja Rosdakarya Oma , Kristianus . , 2009. Remedial Menggunakan Lembar Kerja. Mahdi Radjiin.,2010.Bahan ajar dan praktikum :Analisis Data Statistik : UNTAN. Sugiyono, ( 2001 ). Statistik Non Parametris. Bandung ; Alfabet
74
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Wiriaatmadja, Rochiati. (2008). Metode penelitian tindakan kelas. ” Untuk meningkatkan kinerja guru dan dosen ”. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. Umi Salamah.,2006. Berlogika dengan Matematika2.P.T. Tiga SerangkaiPustaka Mandiri.
PENERAPAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BENTUK ALJABAR DENGAN MEDIA KARTUBAR PADA SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 5 SANGGAU Ramuni A SMPN 5 Sanggau, Kalimantan Barat
[email protected] Abstrak : Matematika yang masih dianggap sulit bagi siswa memerlukan metode yang lebih bersifat student oriented. Sementara itu, pembelajaran seharusnya diarahkan pada pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara utuh melalui pendekatan saintifik dan diperkuat dengan menerapkan model pembelajaran berbasis penelitian (discovery learning). Penggunaan Discovery learning dalam pembelajaran, akan merubah kondisi belajar siswa yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Hasil tes siklus 1 dan siklus 2 menunjukkan peningkatan yakni dari 80% menjadi 85 %. Upaya Kreatif Guru menggunakan media ―Kartubar‖ dapat menimbulkan rasa ingin tahu, tampak siswa lebih aktif, dan dapat merancang sendiri kartu yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan tentang operasi penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar. Kata Kunci
:Discovery learning, Bentuk Aljabar, dan Media Kartubar
Hasil tes awal menunjukkan prestasi belajar siswa kelas VIIIA SMP N 5 Sanggau untuk mata pelajaran matematika selama ini kurang memuaskan, dimana hasil belajar siswa untuk materi Operasi Hitung Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar masih rendah hanya mencapai 20% siswa yang tuntas. Hal ini bisa dilihat dari nilai yang diperoleh siswa masih banyak di bawah KKM yaitu 70 . Kemungkinan dikarenakan pembelajaran yang diterapkan belum sepenuhnya bersifat student oriented. Maka upaya untuk meningkatkan hasil belajar, guru mencoba menerapkan model pembelajaran Discovery Learning. Lebih rinci masalah rendahnya prestasi belajar siswa kelas VIIIA SMP N 5 Sanggau pada kompetensi dasar "menentukan operasi penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar‖ disebabkan oleh: (1) Siswa tidak begitu paham dengan konsep pendukung sebelumnya, yaitu unsur-unsur aljabar; (2) Siswa tidak aktif dalam kegiatan pembelajaran, dikarenakan materi ini dianggap kurang bermakna; (3) Siswa tidak termotivasi dalam belajar, karena belum tepat proses penyampaian yang belum sepenuhnya melibatkan para siswa. Masalah di atas setelah dianalisis penyebabnya adalah: (1) Guru tidak menggunakan proses pembelajaran yang tepat / cenderung teacher oriented; (2) Guru tidak menggunakan alat peraga atau media dalam proses pembelajaran siswa pasif. Berdasarkan latar belakang tersebut dilakukan penelitian dengan judul ―Penerapan Discovery Learning dalam Pembelajaran Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar dengan Media Kartubar pada Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 5 Sanggau‖ Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana penerapan model Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar ? 2. Bagaimana penggunaan Kartubar dapat membuat belajar Operasi Hitung Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar menjadi bermakna? 3. Apakah pembelajaran dengan media Kartubar dapat membuat siswa aktif ? Dalam hal ini, tindakan yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar adalah menerapkan Discovery learning. Pembelajaran yang dilakukan memanfaatkan alat peraga Kartubar (Kartu Aljabar) dengan harapan memotivasi siswa untuk belajar sehingga siswa mengalami kebermaknaan proses belajar dan prestasi belajar siswa meningkat. 75
ISBN :978-602-17187-2-8
Kemdikbud, (2014: 49-52) mengatakan bahwa Discovery Learning adalah proses pembelajaran yang melibatkan anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiri) dan problem solving. Pada discovery learning lebih menekankan ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan pada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Prinsip belajar pada discovery learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk (konstrukstif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Penggunaan Discovery learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented menjadi student oriented. Pusat Pengembangan Profesi Pendidik Kemendikbud, (2014) mengatakan bahwa proses belajar siswa akan berjalan dengan baik dan kreatif, jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, saturan atau pemahaman melaui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Secara umum, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan atau memperbaiki kualitas pembelajaran di kelas. Secara khusus, hasil penelitian ini dapat mempunyai kontribusi terhadap siswa, guru dan sekolah. Bagi Siswa 1. Siswa akan lebih mudah memahami materi Operasi Hitung Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar dengan penerapan Discovery Learning. 2. Prestasi belajar siswa meningkat 3. Siswa akan termotivasi belajarnya dengan penggunaan media menarik seperti alat peraga Kartubar. 4. Siswa akan lebih aktif, kreatif & inovatif dalam belajarnya 5. Siswa lebih terlibat dalam merancang, mengukur besar kartu yang dibuatnya, menuliskan bentuk-bentuk aljabar yang telah diklasifikasi sesuai banyak suku yang diketahui. Bagi Guru 1. Guru lebih professional dalam menjalankan tugas mengajar untuk merangsang minat siswa dan melibatkannya secara utuh dalam pembelajaran, serta dapat lebih memberdayakan kemampuan berfikir siswa 2. Guru menjadi lebih kreatif dan terampil dalam pembuatan dan penggunaan alat peraga 3. Dengan alat peraga membantu guru untuk bisa menyampaikan suatu konsep pembelajaran yang abstrak menjadi situasi yang nyata Bagi Sekolah 1. Proses pembelajaran berjalalan tertib dan inovatif. 2. Prestasi sekolah meningkat ditandai dengan kemampuan guru dan siswa meningkat. METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Syah (2000) Metode pembelajaran adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan suatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran. Karena penelitian ini bermaksud untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas VIIIA Materi Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar maka didalam proses pembelajaran diterapkan model Discovery learning. Jadi metode penelitian ini adalah deskriptif analisis. Adapun jadwal penelitian Siklus 1 dilaksanakan dari tanggal 23 Juli 2015 sampai tanggal 30 Juli 2015 tentang materi operasi penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar. Sedangkan siklus ke 2 dilaksanakan dari tanggal 3 Agustus 2015 sampai dengan 15 Agustus 2015 Subjek Penelitian Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIIIA SMP N 5 Sanggau yang berjumlah 27 siswa, terdiri dari 17 putra dan 10 putri. Adapun latar belakang kelas ini dipilih sebagai subjek pembelajaran adalah:
76
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
a. Peneliti adalah guru matematika kelas VIIIA SMP N 5 Sanggau, sehingga mudah untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. b. Berdasarkan teori, bahwa melalui penerapan Discovery learning dan penggunaan alat peraga Kartubar dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dengan materi pokok ―Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar". Penelitian tindakan kelas, telah dilakukan dalam 2 siklus, tiap siklus terdiri dari: (1) Planning (rencana) dibuat untuk melakukan perbaikan atau pemecahan masalah; (2) Action (tindakan), penerapan dari perencanaan yang telah dibuat bertujuan memperbaiki dan menyempurnakan model yang sedang dijalankan; (3) Observation (Pengamatan), yaitu melakukan pengamatan terhadap dampak dari tindakan yang sudah dilakukan; (4) Reflektion (Refleksi), yaitu merefleksikan dampak dari tindakan berdasarkan hasil; (5) Observasi yang digunakan sebagai dasar untuk perencanaan siklus berikutnya; (6) Teknik Pengumpulan Data. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: (1) Observasi (pengamatan) untuk mengetahui penerapan dengan Media Kartubar yang digunakan dalam pembelajaran, (2) Tes digunakan untuk menilai hasil belajar siswa dengan LKS dan Kartubar; (3) Teknik analisa data. Data yang diperoleh dianalisis dengan teknik analisis deskriptif. Sebelum dianalisis data ditabulasikan kemudian diinterpretasikan. HASIL PENELITIAN Tiap Siklus dilaksanakan sebanyak 6 kali pertemuan, dengan tahapan sebagai berikut: 1. Menyusun rencana pembelajaran Discovery Learning dengan alat peraga Kartubar. 2. Menyiapkan Karton, kertas manila, gunting, penggaris, dan LKS 3. Menyiapkan instrument penelitian dan lembar observasi. Langkah – langkah pembelajaran Discovery learning pada siklus 1 dan 2 Perencanaan a. Menentukan tujuan pembelajaran .b Melakukan identifikasi karakteristik siswa ( kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya) c. Memilih materi pelajaran disini adalah Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar. d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh generalisasi) Penelitian tindakan kelas, telah dilakukan dalam 2 siklus, tiap siklus terdiri dari: a. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa b. Mengatur topik-topik pelajaran dari sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak c. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa Pelaksanaan a. Stimulation ( Stimulasi / pemberian rangsangan ) b. Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. c. Problem Statement ( pernyataan / Identifikasi masalah) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkinagenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan (Syah 2004:244) a. Data collection (Pengumpulan Data) b. Ketika eksplorasi berlangsung guru memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis ( Syah, 2004 : 244) c. Data Processing(Pengolahan Data) d. Menurut Syah (2004 :244 ) Data processingmerupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melaui wawancara, observasi dan sebagainya, semuanya diolah, diklasifikasikan , ditabulasi 77
ISBN :978-602-17187-2-8
e. Verification ( Pembuktian) f. Siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternative, dihubungkan dengan data processing (Syah, 2004 :244) g. d.Generalization (Menarik Kesimpulan) h. Proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004 :244) Materi Operasi Hitung Penjumlahan Aljabar adalah materi yang digunakan untuk menyederhanakan bentuk aljabar rumit ke bentuk lebih sederhana. Materi Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk aljabar dipelajari di kelas VIII semester I. Disini penulis akan mengambil materi Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar yang berhubungan dengan proses menyederhanakan bentuk-bentuk aljabar rumit menjadi bentuk aljabar lebih sederhana. Operasi Hitung Bentuk Aljabar 1.Penjumlahan dan Pengurangan Suku-suku sejenis adalah suku yang memiliki variabel dan pangkat dari masingmasing variabel yang sama. Operasi penjumlahan dan pengurangan pada bentuk aljabar dapat diselesaikan dengan memanfaatkan sifat komutatif, asosiatif, dan distributif dengan memerhatikan suku-suku yang sejenis. 1. Koefisien adalah faktor konstan dari suatu suku dapat juga disebut bilangan yang menyertai variabel. 2. Kontanta adalah suku pada bentuk aljabar yang berupa bilangan atau nilai tertentu. 3. Suku adalah unsur aljabar berupa sebuah konstanta atau sebuah variabel, dapat berupa hasil kali atau hasil pangkat atau hasil penarikan akar konstanta. Dalam pembelajaran matematika materi Operasi Hitung Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar ini, alat peraga Kartubar diciptakan dengan tujuan ingin menciptakan pembelajaran bermakna, kreatif, inovatif dan berkarakter dengan tujuan siswa lebih mudah memahami materi. Kartubar dibuat dari karton yang dipotong kecil berukuran lebar 23 cm dengan panjang 2 kali ukuran lebarnya boleh lebih tergantung berapa suku aljabar yang akan dinyatakan, dan dibuat seperti bentuk persegipanjang. Bagian tepi Kartubar dibentuk garis persegi empat dengan warna yang kontras, di bagian tengah secara simetris dibuat tulisan atau pernyataan kalimat terbuka yang menggambarkan bentuk-bentuk dari suku-suku aljabar. Selanjutnya Siswa dapat menentukan unsur-unsur dari masing-masing pernyataan kalimat terbuka yang ditulis pada bagian tengah Kartu Aljabar sebagai bentuk-bentuk aljabar dan ditentukan suku sejenis atau suku yang tidak sejenis sehingga siswa dapat mengklasifikasi bentuk-bentuk dan suku-suku aljabar. Dimana hanya dengan menggunakan Kartubar siswa dapat melakukan operasi hitung penjumlahan antar suku aljabar yang sejenis. Penggunaan Kartubar adalah sebagai berikut : Kesepakatan : Ukuran Kartu dengan panjang 22 cm sampai 23 cm, ukuran Panjang Kartu minimal 2 kali lipat lebarnya , boleh lebih Sesuai dengan pernyataan bentuk-bentuk aljabar yang mau dioperasikan. Bentuk Alat : Persegipanjang. Simbol-simbol variabel didasari materi sebelumnya tentang unsur-unsur Aljabar. Alat dan Bahan untuk merancang Kartubar : Gunting, Karton, Kertas manila, dan Spidol atau Pensil berwarna ( tergantung kreatifitas siswa). Langkah – langkah pembelajaran dengan Kartubar pada Siklus 1 dan 2 1. Guru membentuk kelompok belajar 4-5 orang siswa, dan menunjukkan Kartubar yang telah dibuat Guru sebagai pemancing rasa ingin tahu siswa.
2
+ 6
Model Kartubar yang terdiri dari dua suku. Koefisien adalah … Koefisien
78
adalah …
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
2. Guru membagikan kertas manila, gunting, dan spidol siswa, selanjutnya siswa menggunting warna kepada masing-masing kelompok untuk membuat kartubar. 3. Siswa beraktivitas tiap kelompok menuangkan gagasan-gagasan tentang bentuk aljabar suku berapa yang akan dikonstruksi untuk ditulis pada kartu aljabar, selanjutnya mampu mendeskripsi unsur-unsur dari bentuk aljabar sesuai gagasannya.
4. Siswa mempresentasi kartubar hasil kontruksinya sesuai gagasan-gagasannya.
5. Guru memberikan permasalahan sehari-hari siswa membuat simbol-simbol yang berupa bentuk aljabar tertentu pada kartubar yang dibuatnya sendiri. Selanjutnya dapat menyederhanakan bentuk aljabar secara tepat.
6. Siswa mengumpulkan kartubar kepada guru berupa pembahasan hasil operasi penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar. Selanjutnya Guru mengevaluasi hasil operasi yang dilakukan oleh siswa.
79
ISBN :978-602-17187-2-8
7. Guru melakukan Penilaian melalui hasil karya yang telah dibuat oleh siswa. 8. Guru memberikan tanggapan tentang hasil karya siswa. 9. Guru mengukur pengetahuan siswa tentang kemahiran menggunakan operasi penjumlahan dan pengurangan sehingga terampil dalam menyederhanakan bentuk aljabar dengan memberikan tes akhir. Langkah – langkah Pembelajaran Siklus 2 Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti , dan kegiatan akhir. Media yang digunakan adalah Kartubar, dan LKS Kegiatan awal Dalam kegiatan awal apersepsi dilakukan dengan cara mengecek kehadiran siswa , penyampaian tujuan pembelajaran, mengingatkan siswa tentang materi prasyarat untuk melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar dan memberi motivasi siswa. Contoh motivasi , guru : Jika siswa menguasai materi tentang Operasi penjumlahan Bentuk aljabar maka dapat menghitung operasi perkalian dan operasi perpangkatan suku banyak dan mampu menyerderhanakan bentuk lebih sederhana dari hasil antar suku. Kemahiran melakukan operasi hitung yang lain didasari kemampuan melakukan operasi penjumlahan antar suku aljabar. Kegiatan Inti 1. Guru membentuk kelompok yang terdiri dari 4 – 5 siswa yang heterogen. Kemudian membagikan Lembar Kerja yang telah dibuat oleh guru.Siswa membaca pedoman lembar kerja untuk persiapan pemecahan masalah. 2. Sesuai dengan materi dan indikator guru menerapkan Discovery learning dan penggunaan alat peraga Kartubar dalam menentukan unsure-unsur aljabar Disini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi dan menganalis yang kemudian dirumuskan dalam bentuk statement atau pernyataan kalimat terbuka. 3. Siswa mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, mengamati objek dan melakukan uji coba sendiri. Disini setiap kelompok melakukan penjumlahan berbagai bentuk aljabar dengan menggunakan kartubar.. 4. Menggunakan panduan LKS terlampir dan media kartubar, setiap kelompok presentasi untuk menentukan hasil operasi penjumlahan yang sudah disederhanakan. 5. Guru memberikan umpan balik positif dan penguatan terhadap keberhasilan siswa. 6. Bentuk –bentuk Kartubar yang diklasifikasi dan dianalisis oleh siswa adalah sebagai berikut:
Koefisien dari
-4
+
8k–9
6
+( -
adalah -4 dan Banyak
suku aljabar adalah 3 dengan variabel k dan memiliki konstanta -9
)-2
Koefisien
adalah 6 , koefisien
adalah -1, dengan Konstanta - 2
-3
-8
+ 5n - 8
-9a
Jumlahkan dengan bentuk
Jumlahkan dua bentuk aljabar berikut
6
-8n +10
10
+ 12
80
a
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Dalam menggunakan media kartubar siswa mencermati benar-benar tanda yang dilakukan untuk operasi penjumlahan operasi antar suku supaya tidak mudah menyesatkan hasil yang diharapkan. Selanjutnya siswa diminta membuat sendiri bentuk-bentuk aljabar dan melakukan operasi hitung penjumlahan secara individu yang hasil kartu aljabar dikumpul sebagai data penilaian yang dicermati Guru apa ada faktor menyesatkan hasil atau tidak modifikasi kartu yang dibuat. Kegiatan akhir 1. Guru dan siswa bersama-sama membuat rangkuman 2. Siswa diberikan soal evaluasi yang dikerjakan secara individu yang bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa. Dari hasil analisis data terhadap seluruh kegiatan pada siklus 1, dan 2 diperoleh hasil observasi belajar siswa seperti terlihat pada tabel 1, tentang aktivitas dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Penilaian Hasil Proses Belajar pada aspek aktivitas siswa Tabel 1: Prosentase aktivitas belajar siswa VIII A SMP N 5 Sanggau
Pertemuan ke 1 2 3 4 5 6
Aktivitas Siswa
Siklus 1 siswa siswa pasif aktif
Siklus 2 siswa siswa pasif aktif
Menggunting dan mengukur kartubar Kerjasama dalam kegiatan kelompok Mempresentasikan hasil depan kelas Ketepatan mengumpulkan LKS Ketelitian mengamati unsur-unsur aljabar Ketepatan mencipta hasil karya (kartubar)
25 % 30 % 25 % 30 % 25 % 30 %
15 % 15 % 20 % 15 % 10 % 25 %
75 % 70 % 75 % 70 % 75 % 70 %
85 % 85 % 80 % 85 % 90 % 85 %
Setiap Siklus , dilakukan tahapan perencanaan, tindakan, observasi, refleksi, dan evaluasi. Hasil evaluasi 27 siswa yang mengikuti tes awal dan tes akhir pembelajaran 23 siswa mendapat nilai diatas KKM 70 hanya 4 siswa yang belum berhasil karena dalam kelompok terlihat agak pasif. Berikut hasil tes akhir dari siklus 1 dan 2 dapat dilihat pada tabel 2. Penilaian hasil Belajar Siswa pada aspek kemampuan memahami materi Tabel 2: Hasil Tes melakukan Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar pada Siswa Kelas VIII A Tahun Pelajaran 2015/2016
No 1 2
Jenis Tes Siklus 1 Siklus 2 Bentuk-bentuk aljabar 4 siswa 23 siswa 3 siswa 24 siswa berkoefisien positif (TT) ( T ) (TT) ( T ) Bentuk-bantuk aljabar 5 siswa 22 siswa 2 siswa 25 siswa berkoefisien negatif (TT) ( T ) (TT) (T) Rata-rata peningkatan Hasil belajar 85 %
Keterangan Siswa lebih kompetitif,be rsaing, dan aktif
Temuan pada siklus 1 terdapat 4 orang siswa yang kurang aktif dan tidak respek dalam kegiatan kelompok. Cara mengatasinya melibatkan siswa tersebut dalam menggunting, mengukur jenis kartubar yang menjadi tugas kelompoknya. Guru memberikan kembali penguatan tentang unsur-unsur aljabar supaya siswa tersebut dapat merancang bentuk-bentuk aljabar miliknya. Pada siklus 2 masih terdapat 3 siswa yang sulit berkonsentrasi dalam kelompok, disebabkan kemampuan anak tersebut memang rendah, terkadang tidak nyambung kalau diajak berkomunikasi, disebabkan pendengaran siswa tersebut kurang normal. Guru selalu memahami keadaan siswa tersebut, dan selalu mengaktifkan dengan cara melibatkan kegiatan belajar. PEMBAHASAN Setiap siklus dengan tahapan perencanaan, tindakan, observasi, refleksi, dan evaluasi. Hasil evaluasi 27 siswa yang mengikuti tes akhir pembelajaran 23 siswa mendapat nilai diatas KKM 70 hanya 4 siswa yang belum berhasil karena dalam kelompok terlihat agak pasif, dan memiliki hambatan kemampuan mendengar. 81
ISBN :978-602-17187-2-8
Berdasarkan hasil nilai evaluasi maka dapat diartikan pembelajaran yang baik adalah : Merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif Merubah pembelajaran yang teacher oriented menjadi student oriented dengan berupaya penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar , dengan bantuan media Kartubar, dapat dilihat dari antusias siswa yang aktif dan kreatif, suasana belajar menjadi asyik dan menyenangkan, sebagian besar siswa meyukai matematika, tampak hasil tes akhir sebagian besar tuntas memuaskan.menemukan media yang cocok untuk penyampaian materi dengan mencari relevansi metode mengajar tepat sasaran. 3. Penerapan Discovery Learning berdampak positif pada materi operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar. Dalam discovery learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, dan menorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam discovery learning menurut Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika. Dalam Model Pembelajaran Discovery, penilaian dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes. Sedangkan penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap atau penilaian hasil kerja siswa. Disini penilaian yang dilakukan adalah penilaian hasil kerja siswa. Dimana setelah melaksanakan pembelajaran mata pelajaran materi Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar, data diperoleh peningkatan belajar siswa. Hal ini dapat terlihat dari hasil evaluasi siswa yang nilainya 85 % berada di atas nilai kriteria ketuntansan sekolah , yaitu 70. 1. 2.
PENUTUP Kesimpulan Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran Discovery learning dapat membuat siswa menjadi aktif dan kreatif. Sehingga pembelajaran ini dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Kartubar ( Kartu Aljabar ) berdampak besar untuk meningkatkan minat, daya tarik siswa melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar. SARAN Untuk meningkatkan hasil prestasi belajar siswa materi Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar diharapkan guru dapat menerapkan Pengajarannya dengan menggunakan Pembelajaran Discovery learning, dengan bantuan alat peraga DAFTAR RUJUKAN Agung, Iskandar. 2012. Panduan Penelitian Tindakan Kelas Bagi Guru. Jakarta: Bestari Buana Murni. Dasna, I Wayan. 2013. Penelitian Tindakan Kelas PTK. Malang :Universitas Negeri Malang (UM PRESS) . Subanji, dkk. 2013. Jurnal Peningkatan Kualitas Guru. Malang: Universitas Negeri Malang (UM PRESS). Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang (UM PRESS). Uno, Hamzah B, dkk. 2011. Menjadi Peneliti PTK yang Profesional. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Managing Basic Education. 2006. Asyik Belajar dengan Pakem Matematika. USAID Pusat Pengembangan Profesi Pendidik Kemendikbud. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Kemendikbud. Syamsudini. 2012. Aplikasi Metode Discovery Learning dalam meningkatkan Kemampuan Memecahkan masalah, Motivasi Belajar dan Daya Ingat siswa. Jakarta http://darussholahjember.blogspot.com/2011/05/aplikasi-metode-discovery learning.html (23 Mei 2013).
82
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MENENTUKAN KPK DAN FPB MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN BANTUAN MEDIA MISCIN PADA SISWA KELAS VII RUSLAH SMP Negeri 2 Kembayan Abstrak: Kegiatan penelitian tindakan kelas dilakukan pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Kembayan. Berdasarkan dari observasi dan pengalaman mengajar, aktivitas dan hasil belajar siswa belum begitu maksimal.Untuk itu peneliti berupaya melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif dengan bantuan media mistar cincin (miscin). Penelitian ini dilaksanakan dua skilus yang mencakup empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian dianalisis dengan teknis analisis data sebagai berikut : reduksi, penyajian, dan verifikasi data serta penarikan kesimpulan. Penggunaan media dan pendekatan yang tepat dapat membantu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar. Kata Kunci: aktivitas, hasil belajar, KPK, FPB, Pembelajaran Kooperatif dan Mistar Cincin.
PENDAHULUAN Dugaan sementara mengapa siswa selalu fasif dalam belajar matematika, karena siswa kurang memahami konsep-konsep dalam pembelajaran matematika dan juga dikarenakan guru kurang terampil dalam menyampaikan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, guru selalu dituntut untuk bisa menciptakan suasana belajar variatif sehingga siswa selalu termotivasi dan semangat untuk belajar. Atau dengan kata lain guru harus mampu menumbuhkan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Melalui penelitian ini, peneliti melakukan upaya perbaikan pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif.Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam kelompoknya untuk mencapai tujuan pembelajaran (Johnson & Johson, 1987 dalam Model-Model Pembelajaran Depdiknas, 2002).Tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif diantara anggota kelompok melalui diskusi.Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi untuk memecahkan masalah.Dengan interaksi yang efektif dimungkinkan semua anggota kelompok dapat menguasai materi pada tingkat yang relatif sejajar. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah : 1) saling ketergantungan yang positif, 2) dapat dipertanggungjawabkan secara individu, 3) heterogen, 4) berbagi kepemimpinan, 5) berbagi tanggung jawab, 6) ditekankan pada tugas kebersamaan, 7) mempunyai keterampilan dalam berhubungan sosial, 8) guru mengamati dan 9) efektivitas tergantung pada kelompok (Johson, 1984dalam Model-Model Pembelajaran Depdiknas, 2002). Sedangkan menurut Stakl (1994 dalam Model-Model Pembelajaran Depdiknas, 2002), belajar dengan kooperatif mempunyai ciri-ciri : 1) belajar dengan teman, 2) tatap muka antar teman, 3) mendengarkan diantara anggota, 4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok, 5) belajar dalam kelompok kecil, 6) produktif berbicara atau mengemukakan pendapat, 7) siswa membuat keputusan, dan 8) siswa aktif. Dengan demikian dapat diringkas bahwa pembelajaran kooperatif memiliki ciriciri sebagai berikut : 1. Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan pendapat, dan membuat keputusan secara bersama-sama. 2. Kelompok siswa terdiri dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. 3. Diupayakan agar dalam kelompok terdiri dari ras, suku, budaya dan jenis kelamin yang berbeda. 4. Penghargaan lebih diutamakan pada kelompok daripada perorangan.
83
ISBN :978-602-17187-2-8
Dengan model pembelajaran kooperatif diharapkan siswa dapat mengembangkan semua prestasi secara optimal dengan cara berpikir aktif selama proses belajar berlangsung sehingga aktivitas dan hasil belajar siswa meningkat. Menurut Deporter (2005) belajar aktif meliputi : 1. Belajar apa saja dari setiap situasi 2. Menggunakan apa yang anda pelajari untuk keuntungan anda. 3. Mengupayakan agar segalanya terlaksana 4. Berstandar pada kehidupan. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2004), pembelajaran yang menciptakan lingkungan belajar yang aktif diartikan dimana siswa mampu berinteraksi untuk menunjang pembelajarannya.Guru harus menciptakan suasana sehingga siswa aktif bertanya, memberikan tanggapan, mengungkapkan ide dan mendemonstrasikan gagasannya. Dengan memberikan kesempatan siswa aktif akan mendorong kreativitas siswa dalam belajar mampu memecahkan masalah. Disamping model pembelajaran kooperatif, media juga berperan berperan penting untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar. Oleh sebab itu, agar materi dapat tersampaikan dengan baik harus digunakan media pembelajaran.Media yang digunakan pada penelitian ini adalah Mistar Cincin (Miscin). Media Mistar Cincin (Miscin) merupakan hasil pengalaman pada desiminasi II yaitu pada tanggal 23-28 September 2013 dengan materi pelatihan tentang pembuatan dan penggunaan media.Media ini sangatlah membantu peneliti dalam meningkatkan kegiatan pembelajaran. Media adalah semua bentuk perantara yang dipakai orang penyebar idea, sehingga gagasannya sampai pada penerima (prof. Dr. Santoso S. Hamidjoyo dalam Darhim, 1986).Adapunmenurut Mc. Luhan( Darhim, 1986) media adalah sarana yang disebut pula chanel, karena pada hakikatnya media telah memperluas atau memperpanjang kemampuan manusia untuk merasakan, mendengar dan melihat dalam batas, jarak, ruang dan waktu tertentu. METODE PENELITIAN PTK ini dilakukanuntuk memperbaiki pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif dengan tujuan meningkatkan aktivitas belajar siswa sehingga hasil belajar pun juga meningkat.Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Kembayan Kelas VII Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2015/2016.Dalam penelitian ini guru sebagai peneliti berkolaborasi dengan teman sejawat selaku pengamat serta stap TU sebagai dokumenter. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Kembayan yang berjumlah 29 siswa terdiri dari 14 siswa lakilaki dan 15 siswa perempuan, seorang guru sebagai peneliti , seorang guru sebagai pengamat,dan stap tata usaha sebagai dokumenter. Dalam penelitian ini diharapkan siswa selalu aktif dan selalu ingin tahu tentang matematika dan terjadi interaksi dalam belajar matematika.Penelitian direncanakan dua siklus, masing-masing setiap siklus mencakup empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan / tindakan, observasi / pengamatan dan refleksi. 1. Siklus pertama. a. Perencanaan Pada tahap ini dilakukan : 1) Menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan SK dan KD pada mata pelajaran matematika kelas VII dan pengembangan scenario pembelajaran. 2) Menentukan pokok bahasan yang akan diajarkan. 3) Menyusun lembar kerja siswa. 4) Menyiapkan media atau alat pembelajaran. 5) Menyusun format observasi guru dan siswa. 6) Menentukan kelompok. 7) Menyiapkan observasi. 8) Menyusun lembar aktivitas siswa. b. Pelaksanaan / tindakan Melaksanakan tindakan sesuai dengan skenario yang telah direncanakan yaitu : 84
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
1) Guru memberikan format observasi guru dan siswa pada pengamat untuk diamati selama proses pembelajaran berlangsung. 2) Guru membuka pelajaran dengan berdoa dan mengecek kehadiran serta kesiapan siswa. 3) Guru menginformasikan pendekatan pembelajaran yang akan dilakukan dan meminta setiap anggota kelompok untuk bekerja sama. 4) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. 5) Guru membagikan LKS dan media kepada setiap kelompok (yang telah dibentuk sebelumnya) untuk diselesaikan dengan melakukan diskusi kelompok. 6) Guru memantau kerja masing-masing kelompok dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan. 7) Setelah dilakukan diskusi kelompok, secara acak salah satu kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas, kelompok yang lain menanggapi. 8) Kelompok yang sudah mempresentasikan dan kelompok yang menanggapi diberi penghargaan. 9) Guru menganalisis hasil kerja siswa. 10) Guru membimbing siswa untuk menarik kesimpulan. c. Pengamatan / Observasi Pada tahap ini peneliti dibantu observer untuk mengamati langsung proses kegiatan pembelajaran, baik kegiatan guru maaupun aktivitas siswa akan didata melalui format observasi guru dan siswa. d. Refleksi Pada tahap refleksi dilakukan untuk mengamati seluruh tindakan yang akan dilakukan kemudian dianalisis dengan cara mengukur, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. 1) Apakah materi yang disampaikan oleh guru dapat dicerna dengan jelas oleh setiap siswa melalui kerja kelompok? 2) Apakah terjadi peningkatan hasil belajar? 3) Apakah pembelajaran kooperatif bermanfaat untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar matematika? 4) Apakah dari hasil instrumen penilaian sudah mencapai target yang diinginkan yaitu 50% dari KKM yang diharapkan (KKM 65)? Jika belum berhasil akan dilanjutkan dengan perbaikan pada siklus kedua dengan materi yang berbeda. 5) Sudahhkan guru menerapkan pola sajian sesuai dengan rencana pembelajaran? 6) Menyusun rencana perbaikan sesuai dengan kelemahan-kelemahan yang terjadi berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada siklus pertama. 2. Siklus kedua Siklus kedua ini akan dilaksanakan seperti siklus pertama dengan memperhatikan hasil refleksi siklus pertama. Prosedur pengumpulan data penelitian ini diambil tes melalui LKS dan soal evaluasi. Data tentang proses belajar mengajar diambil tindakan melalui lembar observasi untuk siswa. Alat pengumpulan data berupa lembar observasi guru dan lembar observasi siswa.Sedangkan tes berupa LKS dan lembar observasi teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan metode observasi dimana yang diamati adalah guru dan siswa.Untuk mengetahui hasil belajar siswa digunakan metode tes. Rentang nilai untuk observasi guru, nilai 1 hasilnya kurang baik, nilai 2 hasilnya cukup baik, nilai 3 hasilnya baik, dan nilai 4 sangat baik. Sedangkan rentang nilai untuk aktivitas siswa jika yang beraktivitas hanya satu kelompok, maka diberi skor 1 dengan mutu rendah.Jika terjadi aktivitas 2-3 kelompok maka diberi skor 2 dengan mutu cukup. Sedangkan jika terjadi aktivitas 4-5 kelompok, maka diberi skor 3 dengan mutu tinggi dan jika terjadi aktivitas 6-7 kelompok, maka diberi skor 4 dengan mutu yang sangat tinggi. Indikator keberhasilan untuk aktivitas siswa dengan skor ≥ 2, kemampuan guru dalam pembelajaran kooperatif ≥ 2,5 dan 4 dari kelompok yang ada sudah mencapai tuntas 60% dengan nilai 60 ke atas. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2015 selama 2 minggu.
85
ISBN :978-602-17187-2-8
HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus Pertama Pada tahap perencanaan tidak ditemukan masalah karena jauh sebelumnya sudah disiapkan sebelumnya. Sedangkan pada tahap tindakan, kendala yang ditemukan masih banyak siswa yang belum memahami penggunaan media apalagi dalam menarik kesimpulan dari apa yang dilakukan sesuai dari petunjuk LKS. Setelah dilakukan refleksi,ternyata materi yang disampaikan belum dapat diceerna dengan baik sehingga hasil belajar belum maksimal.
Gambar. Dokumentasi kegiatan pembelajaran kooperatif pada siklus pertama (Guru melakukan bimbingan pada Siklus I)
Siklus kedua Dengan memperhatikan kekurangan pada siklus pertama,guru harus lebih maksimal mengarahkan dan membimbing siswa dalam berdiskusi dan menggunakan media agar mencapai hasil yang maksimal pula.
Gambar. Peserta didik mengerjakan LKS
A.
Gambar. Guru melakukan bimbingan pada Siklus II dengan menggunakan media Miscin
Deskripsi Hasil Penelitian 1. Deskripsi hasil observasi guru Penyajian data observasi guru Skor Bagian
Pengamatan
Persiapan
1. Skenario pembelajaran/ perencanaan pembelajaran. 2. Penyiapan alat/media pembelajaran 3. Penampilan penyaji.
86
Siklus I
Siklus II
4
4
4
4
4
4
Ratarata
4,00
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Pendahuluan 4. Berdoa dan pemeriksaan kehadiran siswa 5. Pelaksanaan apersepsi 6. Pengungkapan tujuan pembelajaran 7. Pemberian motivasi 8. Penjelasan dan pelaksanaan pembelajaran
Penyajian
Pokok 9. Eksplorasi a. Mengarahkan siswa dalam menggunakan media b. Menggunakan pendekatan pembelajaran, media dan sumber belajar c. Melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran. 10. Elaborasi a. Pemberian tugas melalui LKS b. Memfasilitasi siswa dalam pembelajaran melalui kerja kelompok. c. Memberikan bimbingan kepada siswa dalam kerja kelompok. d. Memfasilitasi siswa dalam membuat laporan tertulis secara kelompok. e. Memfasilitasi siswa dalam menyajikan hasil kerja kelompok. 11. Konfirmasi a. Guru memberikan umpan balik positif dalam bentuk lisan, tulisan atau hadiah terhadap keberhasilan siswa b. Melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan. c. Membantu siswa dalam menyelesaikan masalah. d. Memberikan motivasi kepada siswa Penutup 1. Penggunaan sistem penilaian (tertulis / lisan). 2. Pemberian tindak lanjut (perbaikan / pengayaan) 3. Pemberian tugas siswa
Jumlah Skor Rata-Rata 2. Deskripsi hasil observasi siswa Penyajian data aktivitas siswa Ciri Perilaku Siswa dalam melaksanakan kegiatan No belajar 1. Menyimak penjelasan guru 2. Menjawab pertanyaan guru 87
3
4
4 3
4 4
4 4
3 4
3
3
3
4
3
4
4 3
4 4
3
4
4
4
3
4
3
3
3
3
3
4
4
4
3
4
3
3
3,17
3 78 3,39
3 86 3,74
14,37 3,59
3,70
3,50
Skor Siklus I Siklus II 3 3 3 3
ISBN :978-602-17187-2-8
Mengajukan pendapat atau komentar kepada guru atau kepada siswa 4. Diskusi atau memecahkan masalah 5. Mengerjakan tugas yang diberikan guru 6. Memanfaatkan sumber belajar yang ada 7. Menilai dan memperbaiki pekerjaannya Membuat simpulan sendiri tentang pembelajaran yang 8. diterimanya Jumlah Skor Rata-Rata 3.
2
2
3 3 2 2
3 3 4 3
2
3
20 2,50
24 3,00
3.
Deskripsi hasil belajar siswa Penyajian data hasil belajar siswa Hasil No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kelompok
Siklus I
Siklus II
62,5 50 75 87,5 50 62,5 50 62,5
75 60 75 87,5 75 75 60 72,5
Satu Dua Tiga Empat Lima Enam Tujuh Nilai Rata-Rata
4.
Deskripsi hasil observasi aktivitas siswa dan hasil evaluasi siswa secara individual AKTIVITAS NILAI EVALUASI KEL 1
2
3
4
5
NAMA SISWA
SIKLUS I
1. Franius Puriadi 2. Gus Duardi 3. Nggrenia Yona 4. Ernadetha Yani 1. Arjuna 2. Baharudin 3. Emia Br. Ginting 4. Fransiska Y. Lia 1. Firdaus Bottas S. 2. Hendra Anan 3. Jurvita Emiliana 4. Lidwina Aryati 1. Iskandar 2. Januarius Cesar 3. Mariana Syela 4. Nike Ongeng 1. M. Doni Kamaludin 2. Noviana Bela 3. Oktapia Desyta 4. Oktobertus Ariman
-
88
SIKLUS II -
SIKLUS I
SIKLUS II
80 60 40 70 20 40 60 50 60 40 80 60 100 60 60 40 40 80 70 40
78 89 60 78 56 67 78 78 67 67 89 78 89 78 67 60 56 78 58 56
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
6
7
1. Insius Tinus 2. Ichi Emanuel 3. Ade Titianti 4. Iti Nurjanah
1. Ocky Faisal 2. Ata Rusadi 3. Ia Mardiah P. 4. Iti Nurjanah 5. Ulianus Soja Rata-rata (dalam persen)
68,96
89,65
70 85 75 70
78 78 78 78
40 60 80 50 60 60
75 67 78 78 78 73,62
PEMBAHASAN Dari hasil pengamatan guru pada siklus pertama ditemukan antara lain guru masih belum maksimal dalam mengarahkan atau membimbing siswa dalam proses pembelajaran. Walaupun indikator observasi terhadap kemampuan guru sudah melebihi indikator ketercapaian, namun harus selalu ditingkatkan.Dilihat dari hasil observasi siswa pada siklus pertama, pada awal pembelajaran, siswa masih malu, kaku serta ragu dalam melakukan diskusi kelompok.Begitu juga dalam menyelesaikan soal yang berhubungan dengan kehidupan seharihari masih sangatlah sulit. Pada kegiatan akhir pembelajaran siswa sudah mulai terbuka dan berani berbuat walaupun nilai skornya sudah mencapai 2,50 (lebih dari skor minimum). Namun peneliti merasa belum puas dengan hasil yang telah dicapai baik dilihat dari observasi guru dan siswa serta hasil tes siswa yang belum merata, maka perlu mengkorelasikan hasil observasi siswa pada proses pembelajarandengan upaya antara lain: 1. Guru mengarahkan siswa dalam menggunakan alat peraga secara maksimal. 2. Dalam apersepsi guru harus mengoptimalkan materi prasyarat yang terkait dengan materi yang dibahas. 3. Guru harus bisa menggali kemampuan siswa dalam berpikir kritis untuk mengaitkan konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dilihat dari data observasi guru pada siklus dua, ada aspek-aspek yang nilainya sudah optimal dan masih ada yang perlu ditingkatkan.Pada aspek ketiga dari hasil observasi aktivitas siswa, masih belum terlihat karena siswa masih terbawa suasana di sekolah sebelumnya dengan model pembelajaran yang searah atau dua arah saja. Untuk hasil aktivitas siswa pada aspek ke 5 yaitu mengerjakan tugas yang diberikan guru, pada aspek ke 7 yaitu menilai dan memperbaiki pekerjaannya dan pada aspek ke 8 yaitu membuat kesimpulan sendiri, sudah meningkat walaupun belum mencapai nilai optimal namun siswa sudah mulai bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan guru dan sudah mengetahui apa yang harus dilakukan selanjutnya. Pada sikluas I, hasil kerja kelompok siswa sudah melebihi indikator keberhasilan dengan rata-rata 62,5. Dan pada siklus ke II terjadi peningkatan nilai dengan rata-rata 72,5.Dengan demikian, pembelajaran kooperatif sangatlah membantu dalam belajar matematika. Dari hasil observasi aktivitas siswa dan hasil tes siswa secara individu sangatlah jelas bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari kualitas proses pembelajaran yang ditunjukkan dari masingmasing grafik di bawah ini 1. Penyajian guru pada siklus I dan siklus II yang dinyatakan dalam persen.
89
ISBN :978-602-17187-2-8
Grafik I Pada penyajian guru, terjadi peningkatan dari 83,75% menjadi 93,50%. Dan Jika diakumulasikan dari siklus I ke siklus II meningkat menjadi 9,75%. 2. Aktivitas siswa pada siklus I dan siklus II yang dinyatakan oleh persen.
Grafik II Aktivitas siswa pada siklus I adalah 62,5% sedangkan pada siklus II adalah 75%. Jika diakumulasikan siklus I dan siklus II terjadi peningkatan 12,5%. 3. Hasil tes siswa pada siklus I dan siklus II Dari grafik hasil tes siswa setiap kelompok pun nilainya sudah mengalami kenaikan.Dengan demikian pembelajaran kooperatif sangat membantu siswa dalam meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajarnya. Dengan demikian guru semakin dituntut untuk lebih kreatif dalam menyampaikan pembelajaran agar siswa selalu aktif selama proses pembelajaran.
Grafik III
90
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Hasil tes siswa pada siklus I adalah 62,5% sedangkan pada siklus II adalah 72,5%. Jika diakumulasikan siklus I dan siklus II terjadi peningkatan 10%. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kualitas pembelajaran meningkat. Peningkatan tersebut adalah hasil tes siswa pada siklus I adalah 62,5% sedangkan pada siklus II adalah 72,5%. Jika diakumulasikan siklus I dan siklus II terjadi peningkatan 10%. Juga dapat dilihat dari hasil observasi guru, observasi siswa dan hasil tes siswa pada siklus I dan siklus II.Pembelajaran kooperatif dan penggunaan media pembelajaran sangatlah membantu dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. DAFTAR RUJUKAN Deporter, Bobbi et al. 2005.Quantum Learning : Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan.Bandung : Kaifa. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.2004.Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika I. Depdiknas. Darhim. 1986. Media dan Sumber Belajar Matematika. Jakarta : Karunika Universitas Terbuka. Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Modul – Modul Pembelajaran Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran Matematika. H. Sanjaya, Wina, M. Pd. Prof, Dr. 2005. PenelitianTindakan Kelas. Bandung : Kencana. Kurnia, Adie, dkk. 2001. Pelajaran Matematika Berbasis Kompetensi Penemuan. Bandung : PT Sarana Panca Karya Nusa. Sukino dan SimangunsongWilson. 2004. Matematika untuk SMP Kelas VII. Jakarta : Erlangga.
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MELALUI METODE DEMONTRASI MENGGUNAKAN MEDIA REALITA PADA MATERI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT DI KELAS VII SMP NEGERI 2 SANGGAU Utin Emma Dafiana Erta Guru Matematika SMP Negeri 2 Sanggau
[email protected] Abstrak: Berdasarkan hasil tes awalyang dilaksanakan di kelas VII E SMP Negeri 2 Sanggau pada tanggal 31 Juli 2015 untuk materi penjumlahan bilangan bulat diperoleh hasil sebagian besar siswa kurang paham mengenai penjumlahan bilangan bulat yang terlihat dari hasil tes yang diperoleh dan beberapa fakta yang muncul berdasarkan jawaban yang diberikan oleh siswa. Untuk mengatasi kesulitan siswa dalam penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dilakukan Penelitian Tindakan Kelas untuk meningkatkan hasil belajar dengan metode demontrasi menggunakan media realita. Hasil belajar yang diperoleh siswa disetiap yaitu, untuk prasiklus ketuntasan hanya mencapai 43,75% pada siklus I ketuntasan mencapai 68,75% dan untuk siklus II mencapai 90,63%. Dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode demonstrasi menggunakan media realita dapat meningkatkan hasil belajar siswa dikelas VIIE untuk materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Kata Kunci : Pembelajaran, metode belajar, dan media realita.
Penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat merupakan salah satu kompetensi dasar dari materi bilangan di semester ganjil kelas 1 SMP. Sebagai kompetensi dasar sudah seharusnya siswa menguasai konsep dari penjumlahan dan pengurangan bilang bulat. Tetapi pada kenyataannya berdasarkan hasil tes awal yang diaksanakan diperoleh data seperti yang tergambarkan pada diagram berikut ini: 91
ISBN :978-602-17187-2-8
Diagram 1. Tes Awal Siswa
Berdasarkan diagram 1 dapat diuraikan hanya 14 siswa yang mencapai tuntas, dan 18 siswa tidak tuntas dengan persentase tingkat ketuntasan dan ketidak tuntasan mencapai 44% dan 56% untuk kategori tuntas pada mata pelajaran matematika dengan batas ambang 65. Diantara siswa yang telah mencapai kategori tuntas, masih terdapat kesalahan dalam menyelesaikan penjumlahan pada bilangan bulat. Guru sebagai fasilitator harus bisa menciptakan pembelajaran yang memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami materi yang sedang dipelajari. Pembelajaran menurut Gagne (dalam Benny A Pribadi, 2011:9) sebagai rangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar.. Untuk melakukan pembelajaran yangdapat memberikan pemahaman konsep kepada siswa maka di pilih metode demontrasi dengan menggunakan media realita. Metode menurut Pupuh & Sobry ( 2011:15) merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Adapun metode yang dipilih pada penelitian ini adalah metode demonstrasi dengan menngunakan media realita. Menurut Rowntree (dalam Hanafiah & Suhana, 2012:61) media realita merupakan perangsang nyata, seperti orang, binatang, benda, atau peristiwa yang diamati peserta didik. Sedangkan menurut Ahmad (dalam Pupuh & Sobry, 2011:15) dalam pembelajaran maka alat berfungsi sebagai pelengkap untuk mencapai tujuan. Pada penelitian ini siswa dijadikan alat yang digunakan sebagai media realita untuk menyampaikanmateri pembelajaran Dengan menggunakan siswa sebagai alat untuk mendemonstrasikan materi pelajaran diharapkan siswa akan lebih mudah untuk memahami konsep yang diajarkan sehingga pembelajaran yang dilakukan akan lebih bermakna. Menurut pendapat kaum kostruktivisme (dalam Sharon, 2011:13) keterlibatan para siswa dalam pengalaman belajar yang bermakna sebagai inti sari dari pembelajaran empiris , ia beralih dari transfer pasif informasi ke penyelesaian masalah dan penemuan aktif. Supaya pada pelaksanaan lebih terarah maka penelitian fokuskan pada metode demontrasi dengan menggunakan siswa sebagai alat untuk meningkatkan pemahaman konsep serta hasil belajar siswa. METODE Jenis pendekatan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dengan metode penelitian yang dipilih adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan menurut Fitri (2012:40) termasuk penelitian jenis baru yang ditujukan untuk mengatasi ―masalah yang ada di kelas‖. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SMP Negeri 2 Sanggau pada kelas VII E dengan siswa berjumlah 32 orang. Kelas VII E dipilih karena di lihat dari hasil pre-test terdapat kesalahan konsep yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan soal yang diberikan mengenai penjumlahan bilangan bulat. Guru memilih metode demostrasi dengan menggunakan sisw sebagai alat untuk untuk memperbaiki konsep awal yang dimiliki siswa. Tahap-tahap Penelitian Tindakan Kelas 1. Perencanaan Pada tahap perencanaan ini dipilih kelas yang akan dijadikan objek penelitian berdasakan hasil pre-test yang telah dilakukan. Selanjutnya memilih metode yang sesuai untuk menyampaikan materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. 92
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
2.
3.
4.
Persiapan Pada tahap ini guru mempersiapkan perangkat demi terlaksananya pembelajaran, diantaranya: (1) Rencana pelaksanaan pembelajaran; (2) Skenario pembelajaran; (3) Soal tes yang akan diberikan. Pengamatan Pada tahap ini akan diamati sejauh mana keberhasilan dari metode yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran. Refleksi Pada tahap ini akan diidentifikasi hal- hal yang dapat dilakukan sebagai perbaikan untuk tindak lanjut pada siklus ke – II.
HASIL DANPEMBAHASAN A. Deskripsi hasil penelitian Sebelum dilakukan tidakan penelitian kelas (PTK) siswa yang mencapai nilai tuntas hanya 43,75%, setelah dilakukan tindakan dengan metode demonstrasi menggunakan media realita untuk siklus I ketuntasan siswa mencapai 68,75% dan untuk siklus II mencapai 90,63%. B. Pembahasan Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) sehingga didalam melaksanakan penelitian, peneliti melaksanakan langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Berdasarkan hasil penelitian terjadi peningkatan hasil belajar untuk siklus I dan siklus II. Pada siklus I setelah dilakukan tindakan siswa diberikan tes dan hasil tes menunjukkan 20 siswa tuntas atau sekitar 43,75% dengan rata-rata nilai 81, terjadi peningkatan hasil belajar sebelum diberikan tindakan dimana hanya 14 siswa yang tuntas dengan nilai rata-rata 80. Hasil pelaksanaan pada siklus I belum mencapai hasil seperti yang diharapkan, hal tersebut dikarenakan siswa masih belum terbiasa dengan metode demonstrasi yang dilakukan oleh guru. Masih ada siswa belum fokus dengan demonstrasi yang dilakukan oleh guru untuk menjelaskan mengenai materi penjumlahan bilangan bulat. Metode demonstrasi dengan menggunakan siswa sebagai alat pada materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dilaksanakan seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut: Demonstrasi untuk menggambarkan soal dengan bentuk 5 + (-2).
Gambar 1. Pelaksanaan metode demonstrasi saat menggambarkan soal dengan bentuk 5 + (-2)
Dari barisan utama 5 putri dan 2 putra dibuat barisan baru yang beranggotakan 2 putri dan 2 putra sehingga pada barisan utama tersisa 3 putri. Banyaknya siswa pada barisan utama tersebut menunjukkan hasil dari operasi penjumlahan. Artinya 5 + ( -2 ) = 3. Catatan siswa putri mewakili bilangan positif dan siswa putra mewakili bilangan negatif. Setelah dilakukan demonstrasi siswa kembali keruangan.kelas, dan melaporkan hasil kerja kelompok berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada saat demonstrasi. Selanjutnya diberikan tes untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi penjumlahan bilangan. Tindakan Pada siklus I belum mencapai hasil seperti yang diharapkan untuk itu dilakukanlah sedikit perubahan pada siklus ke II dengan metodeyang sama.
93
ISBN :978-602-17187-2-8
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada siklus pertama pada siklus ke menggunakan metode demontrasi yang dapat ditampilkan sebagai berikut: Demonstrasi untuk menggambarkan soal dengan bentuk 1- 4.
II tetap
Gambar 2. Pelaksanaan metode demonstrasi saat menggambarkan soal dengan bentuk 1-4
Dari barisan utama 1 putri dan 4 putra dibuat barisan baru yang beranggotakan 1 putri dan 1 putra sehingga pada barisan utama tersisa 3 putra. Banyaknya siswa pada barisan utama tersebut menunjukkan hasil dari operasi pengurangan. Artinya 1 - 4 = ( -3 ). Setelah siswa melakukan kegiatan pengamatan pada siklus ke II ini diberikan penguatan dengan kegiatan unjuk kerja dengan menghasilkan produk yang selanjutnya dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Adapun produk yang dihasilkan dibuat dalam bentuk berikut ini:
Gambar 3. Hasil Kerja Kelompok Siswa
Dengan diberikannya penguatan pada siklus ke II terjadi interaksi antara siswa pada kelompok belajarnya, siswa yang sudah paham terlihat berusaha menjelaskan kepada siswa yang kurang paham bagaimana cara memperoleh hasil penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan gambar-gambar yang digunakan sebagai symbol untuk bilangan bulat positif maupun negatif. Setelah diberikan tes secara individu diperoleh hasil belajar pada siklus ke II terdapat 29 siswa yang mencapai tuntas dengan persentase 90,63% untuk nilai rata-rata 90,34. Berdasarkan hasil belajar yang diperoleh pada siklus ke - II maka dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran menggunakan metode demonstrasi mengguakan media realita dengan penguatan unjuk kerja oleh siswa dapat meningkatkan pemahaman siswa karena siswa terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran, sehingga menciptakan pembelajaran yang bermakna karena memberi pengalaman langsung kepada siswa.
94
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
KESIMPULAN Pembelajaran dengan metode demonstrasi mengunakan media realita pada materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dapat meningkatkan pemahaman siswa yang dapat dilihat dari tes hasil belajar, yang pada tes awal ketuntasan hanya mencapai 44 % dengan niali rata-rata 80 tetapi pada tahap akhir di siklus ke II ketuntasan belajar mencapai 91 % dengan nilai rata-rata 90,34. SARAN Matematika sampai saat ini masih menjadi pelajaran yang dianggap sulit dan tidak disukai oleh sebagian besar siswa. Sebagai guru matematika kita wajib menggunakan metode yang tepat untuk menyampaikan materi pelajaran agar pelajaran matematika menjadi mudah, menyenangkan, serta bermakna bagi siswa. DAFTAR RUJUKAN Fathurrohman, P dan Sutikno, S. 2011. Strategi Belajar Mengajar: Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum & Islami. Bandung: PT. Refika Aditama. Hanafiah, N dan Suhana, C. 2012. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT. Refika Aditama. Pribadi,B A. 2011. Model Desain Sistem Pembelajaran.Jakarta: Penerbit Dian Rakyat. Smaldino, S E dkk. 2011.Instrusional Technologi and Media for Learning: Teknologi Pembelajaran dan Media untuk Belajar. Jakarta: Kencana. Yuliawati, F dkk. 2012. Penelitian Tindakan Kelas untuk Tenaga Pendidik Profesional. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.
“UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE KONTEKSTUAL BERBASIS MASALAH PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 5 SATU ATAP MANGANITU TAHUN PELAJARAN 2015/2016 ” Viktorino Teddy Loong Guru SMPN 5 Satu Atap Manganitu, Kabupaten Kepulauan Sangihe
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran dengan metode kontekstual berbasis masalahyang membuat siswa tidak melupakan materi pelajaran yang telah diterimanya sehingga siswa nantinya siap menghadapi ujian kenaikan kelas.Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan revisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 5 Satu Atap Manganitu.Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan penelitian tindakan yang dilakukan dari siklus ke siklus, dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode kontekstual berbasis masalah terjadi peningkatan yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa kelas VII di SMP Negeri 5Satu Atap Manganitu. Kata kunci: matematika , konstekstual, berbasis masalah.
Akhir dari rangkaian proses belajar mengajar adalah tes akhir suatu mata pelajaran yang dilakukan melalui tes formatif, tes akhir semester atau tes ujian kenaikan kelas. Di dalam menghadapi tes ujian kenaikan kelas bagi siswa Kelas VII di SMP Negeri 5Satu Atap Manganitu perlu adanya refreshing terhadap materi ajar yang telah diterima oleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran.Bagaimanakah caranya agar siswa tidak melupakan materi pelajaran yang telah diterimanya agar siswa nantinya siap menghadapi ujian kenaikan kelas 95
ISBN :978-602-17187-2-8
yang siap atau tidak siap harus mereka hadapi.Bagaimanakah membuat suatu materi ajar agar tidak terlupakan oleh anak didik.Dalam hal ini guru harus mencari metode untuk mengingatkan segala memori di benak siswa yang telah mereka terima. Guru harus bisa membangkitkan kembali memori itu. Salah satu metode pengajaran yang bisa membuat anak bisa dan harus mengingat kembali materi pelajaran yang telah mereka terima adalah cara belajar aktif model pembelajaran untuk meninjau ulang kesulitan pada materi pelajaran.Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang hanyalah kegiatan belajar aktif. Agar belajar menjadi aktif, siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka haru menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah.Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras. PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) adalah suatu pandekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (200: 2)), ―Pengajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti Project-Based Teaching (Pembelajaran Proyek), Experienced-Based Education (Pendidikan berdasarkan pengalaman), Authentic Learning (Pembelajaran Autentik), dan Achoered Instruction (Pembelajaran berakar pada kehidupan nyata)‖. Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah Pembelajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Tahapan Tahap 1 Orientasi siswa kepada masalah
Tahap 2 Mengorganisasi siswa untuk belajar
Tahap 3 Membimbing penyelidikan individual dan kelompok
Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Tahap 5 Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan maslah
Tingkah Laku Guru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktifitas pemecahan masalah yang dipilihnya Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya. Guru membantu siwa merencanakan dan menyiapkan karyayang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk menyelesaikan berbagai tugas dengan temannya. Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Lingkungan Belajar dan Sistem Manajemen 96
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Tidak seperti lingkungan belajar yang terstruktur secara ketat yang dibutuhkan dalam pembelajaran langsung atau penggunaan yang hati-hati kelompok kecil dalam pembelajaran kooperatif, lingkungan belajar dan sistem manajemen dalam pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh sifatnya yang terbuka, ada proses demokrasi, dan peranan siswa yang aktif. Meskipun guru dan siswa melakukan tahapan pembelajaran yang terstruktur dan dapat diprediksi dalam pengajaran berbasis masalah, norma di sekitar pelajaran adalah norma inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan pendapat. Lingkungan belajar menekankan peranan sentral siswa, bukan pada guru. METODE Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas.Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian tindakan adalah praktisi (guru).Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan.Penelitian ini bertempat di SMP Negeri 5 Satu Atap Manganitu.Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2015.Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas VII Tahun Pelajaran 2014/2015.Menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan. Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya.Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi).Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi.Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut. Putaran 1 Refleksi
Rencana awal/rancangan Putaran 2
Tindakan/ Refleksi Observasi Tindakan/ Observasi Refleksi Tindakan/ Observasi
Rencana yang direvisi Putaran 3 Rencana yang direvisi
Gambar 1. Alur PTK
97
ISBN :978-602-17187-2-8
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Silabus 2. Rencana Pelaksanaan Pelajaran (RPP) 3. Lembar Kegiatan Siswa 4. Tes formatif - Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep Matematika pada yang telah dipelajari selama ini. Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan ganda (objektif). Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan metode pembelajaran aktif model meninjau kesulitan pada materi pelajaran, dan tes formatif. Untuk mengetahui keefektifan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktifitas siswa selama proses pembelajaran. Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistic sederhana yaitu: 1. Untuk menilai tes formatif Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
X
X N
Dengan : X = Nilai rata-rata Σ X = Jumlah semua nilai siswa ΣN = Jumlah siswa 2. Untuk ketuntasan belajar Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunju pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
P
Siswa. yang.tuntas.belajar x100% Siswa
3. Untuk lembar observasi a. Lembar observasi pengelola metode pembelajarn koooperatif model Kontekstual. Untuk menghitung lembar observasi pengelolaan metode pembelajaran kooperatif model Kontekstual digunakan rumus sebagai berikut : X=
P1 P 2 2
Dimana P1 = Pengamat 1 dan P2 = Pengamat 2 b. Lembar observasi aktifitas guru dan siswa Untuk menghitung lembar observasi aktifitas guru dan siswa digunakan rumus sebagai berikut : %=
x x 100 % dengan x
98
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
X=
Jumah.hasil. pengama tan P1 P 2 = 2 Jumlah. pengama tan
Dimana :
% X ∑x P1 P2
= Presentase pengamatan = Rata-rata = Jumlah rata-rata = Pengamat 1 = Pengamat 2
HASIL Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan pengelolaan metode kontekstual berbasis masalah pada materi pelajaran yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode kontekstual berbasis masalah pada materi pelajaran dalam meningkatkan prestasi belajar siswa dan data pengamatan aktifitas siswa dan guru. Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan metode kontekstual berbasis masalah pada materi pelajaran. Analisis Data Penelitian Persiklus 1. Siklus I a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan Siklus I dilaksanakan pada tanggal 4 Agustus 2015 di Kelas VII dengan jumlah siswa 35 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan pembelajaran. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut: Tabel 1 Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus I
No
Aspek yang diamati Pengamatan KBM A. Pendahuluan 1. Memotivasi siswa 2. Menyampaikan tujuan pembelajaran 3. Menghubungkan dengan pelajaran sebelumnya 4. Mengatur siswa dalam kelompok-kelompok belajar
I
II III
B. Kegiatan inti 1. Mempresentasikan langkah-langkah metode pembelajaran kooperatif 2. Membimbing siswa melakukan kegiatan 3. Melatih keterampilan kooperatif 4. Mengawasi setiap kelompok secara bergiliran 5. Memberikan bantuan kepada kelompok yang mengalami kesulitan C. Penutup 1. Membimbing siswa membuat rangkuman 2. Memberikan evaluasi Pengelolaan Waktu Antusiasme Kelas 1. Siswa antusias 2. Guru antisias Jumlah
99
Penilaian P1 P2
Rata-rata
2 2 2
2 2 2
2 2 2
2
2
2
3
3
3
3 3 2 3
3 3 2 3
3 3 2 3
3 3 2
3 3 2
3 3 2
2 3 35
2 3 35
2 3 35
ISBN :978-602-17187-2-8
Keterangan
: Nilai 1) 2) 3) 4)
: Kriteria : Tidak Baik : Kurang Baik : Cukup Baik : Baik
Hasil observasi berikutnya adalah aktifitas guru dan siswa seperti pada tabel berikut : Tabel 2. Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus I
No 1 2 3 4 5 6
Aktifitas Guru yang diamati Menyampaikan tujuan Memotivasi siswa Mengkaitkan dengan pelajaran sebelumnya Menyampaikan materi/ langkah-langkah/ strategi Menjelaskan materi yang sulit Membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep 7 Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan 8 Memberikan umpan balik 9 Membimbing siswa merangkum pelajaran No Aktifitas siswa yang diamati 1 Mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru 2 Membaca buku 3 Bekerja dengan sesama anggota kelompok 4 Diskusi antar siswa/ antara siswa dengan guru 5 Menyajikan hasil pembelajaran 6 Menyajikan/ menanggapi pertanyaan/ ide 7 Menulis yang relevan dengan KBM 8 Merangkum pembelajaran 9 Mengerjakan tes evaluasi
Presentase 5,0 8,3 8,3 6,7 13,3 21,7 10,0 18,3 8,3 Presentase 22,5 11,5 18,7 14,4 2,9 5,2 8,9 6,9 8,9
Berdasarkan tabel 2 tampak bahwa aktifitas guru yang paling dominan pada siklus I adalah membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep, yaitu 21,7 %. Aktifitas lain yang presentasinya cukup besar adalah memberi umpan balik/ evaluasi, tanya jawab dan menjelaskan materi yang sulit yaitu masing-masing sebesar 13,3 %. Sedangkan aktifitas siswa yang paling dominan adalah mengerjakan/ memperhatikan penjelasan guru yaitu 22,5 %. Aktifitas lain yang presentasinya cukup besar adalah bekerja dengan sesama anggota kelompok, diskusi antara siswa/ antara siswa dengan guru, dan membaca buku yaitu masing-masing 18,7 % 14,4 dan 11,5 %. Pada siklus I, secaraa garis besar kegiatan belajar mengajar dengan metode pembelajaran kooperatif model Kontekstual sudah dilaksanakan dengan baik, walaupun peran guru masih cukup dominanuntuk memberikan penjelasan dan arahan, karena model tersebut masih dirasakan baru oleh siswa. Tabel 3. Nilai Tes Formatif Pada Siklus I
No. Urut
Nilai
1 2 3 4 5 6 7 8
70 60 70 80 80 40 70 50
Keterangan T TT √ √ √ √ √ √ √ √
No. Urut
Nilai
19 20 21 22 23 24 25 26
80 70 40 80 60 50 80 60
100
Keterangan T TT √ √ √ √ √ √ √ √
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
9 80 √ 27 10 40 √ 28 11 70 √ 29 12 50 √ 30 13 70 √ 31 14 60 √ 32 15 70 √ 33 16 80 √ 34 17 80 √ 35 18 60 √ Jumlah Jumlah 1180 12 6 Jumlah Skor 2330 Jumlah Skor Maksimal Ideal 3500 % Skor Tercapai 66,85 Keterangan: T TT Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang belum tuntas Klasikal
80 70 80 80 80 70 40 80 60 1160
√ √ √ √ √ √ √ √ 11
√ 6
: Tuntas : Tidak Tuntas : 23 : 12 : Belum tuntas
Tabel 4. Distribusi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I
No 1 2 3
Uraian Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketuntasan belajar
Hasil Siklus I 66,85 23 65,71
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode kontekstual berbasis masalah pada materi pelajaran diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 66,80 dan ketuntasan belajar mencapai 64,00% atau ada 16 siswa dari 35 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 65,71% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa banyak yang lupa dengan materi pelajaran yang telah diajarkan selama hampir satu semester ini. 2. Siklus II a. Tahap perencanaan Pada tahap inipeneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif II dan alat-alat pengajaran yang mendukung. b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 11 Agustus 2015 di Kelas VII jumlah siswa 35 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.
101
ISBN :978-602-17187-2-8
Tabel 5. Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus II
No
Aspek yang diamati
Pengamatan KBM D. Pendahuluan 1. Memotivasi siswa 2. Menyampaikan tujuan pembelajaran 3. Menghubungkan dengan pelajaran sebelumnya 4. Mengatur siswa dalam kelompok-kelompok belajar E. Kegiatan inti 1. Mempresentasikan langkah-langkah metode I pembelajaran kooperatif 2. Membimbing siswa melakukan kegiatan 2. Melatih keterampilan kooperatif 3. Mengawasi setiap kelompok secara bergiliran 4. Memberikan bantuan kepada kelompok yang mengalami kesulitan A. Penutup 1. Membimbing siswa membuat rangkuman 2. Memberikan evaluasi Pengelolaan Waktu II Antusiasme Kelas III 1. Siswa antusias 2. Guru antisias Jumlah Keterangan Nilai : Kriteria 1 : Tidak Baik 2 : Kurang Baik 3 : Cukup Baik 4 : Baik
Penilaian P1 P2
Rata -rata
3 3 3
3 4 3
3 3,5 3
3
3
3
3
4
3,5
4 4 4 3
4 4 4 3
4 4 4 3
3 4 3
4 4 3
3,5 4 2
4 4 41
3 4 43
3,5 4 42
Dari tabel di atas, tanpak aspek-aspek yang diamati pada kegiatan belajar mengajar (siklus II) yang dilaksanakan oleh guru dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Kontekstual mendapatkan penilaian yang cukup baik dari pengamat. Maksudnya dari seluruh penilaian tidak terdapat nilai kurang. Namun demikian penilaian tesebut belum merupakan hasil yang optimal, untuk itu ada beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian untuk penyempurnaan penerapan pembelajaran selanjutnya. Aspek-aspek tersebut adalah memotivasi siswa, membimbing siswa merumuskan kesimpulan/ menemukan konsep, dan pengelolaan waktu. Dengan penyempurnaan aspek-aspek I atas alam penerapan metode pembelajarn kooperatif model Kontekstual diharapkan siswa dapat menyimpulkan apa yang telah mereka pelajari dan mengemukakan pendapatnya sehingga mereka akan lebih memahami tentang apa yang telah mereka lakukan. Berikut disajikan hasil observasi akivitas guru dan siswa : Tabel 6. Aktifitas Guru Dan Siswa Pada Siklus II
No 1 2 3 4 5 6 7
Aktifitas Guru yang diamati Menyampaikan tujuan Memotivasi siswa Mengkaitkan dengan pelajaran sebelumnya Menyampaikan materi/ langkah-langkah/ strategi Menjelaskan materi yang sulit Membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep 102
Presentase 6,7 6,7 6,7 11,7 11,7 25,0 8,2
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
8 9
Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan Memberikan umpan balik Membimbing siswa merangkum pelajaran No Aktifitas siswa yang diamati 1 Mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru 2 Membaca buku 3 Bekerja dengan sesama anggota kelompok 4 Diskusi antar siswa/ antara siswa dengan guru 5 Menyajikan hasil pembelajaran 6 Menyajikan/ menanggapi pertanyaan/ ide 7 Menulis yang relevan dengan KBM 8 Merangkum pembelajaran 9 Mengerjakan tes evaluasi
16,6 6,7
Presentase 17,9 12,1 21,0 13,8 4,6 5,4 7,7 6,7 10,8
Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa aktifitas guru yang paling dominan pada siklus II adalah membimbing dan mengamati siswa dalam menentukan konsep yaitu 25%. Jika dibandingkan dengan siklus I, aktifitas ini mengalami peningkatan. Aktifitas guru yang mengalami penurunan adalah memberi umpan balik/evaluasi/ Tanya jawab (16,6%), menjelaskan materi yang sulit (11,7). Meminta siswa mendiskusikan dan menyajikan hasil kegiatan (8,2%), dan membimbing siswa merangkum pelajaran (6,7%). Sedangkan untuk aktifitas siswa yang paling dominan pada siklus II adalah bekerja dengan sesama anggota kelompok yaitu (21%). Jika dibandingkan dengan siklus I, aktifitas ini mengalami peningkatan. Aktifitas siswa yang mengalami penurunan adalah mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru (17,9%). Diskusi antar siswa/ antara siswa dengan guru (13,8%), menulis yang relevan dengan KBM (7,7%) dan merangkum pembelajaran (6,7%). Adapun aktifitas siswa yang mengalami peningkatan adalah membaca buku (12,1%), menyajikan hasil pembelajaran (4,6%), menanggapi/mengajukan pertanyaan/ide (5,4%), dan mengerjakan tes evaluasi (10,8%). Tabel 7. Nilai Tes Formatif Pada Siklus II
No. Urut
Nilai
Keterangan T TT √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 13 5
No. Urut
Nilai
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 Jumlah
70 80 70 50 70 70 60 50 70 80 90 80 70 80 70 50 70 1180
80 2 70 3 60 4 70 5 60 6 70 7 70 8 80 9 70 10 70 11 50 12 50 13 70 14 80 15 70 16 60 17 70 18 70 Jumlah 1220 Jumlah Skor 2400 Jumlah Skor Maksimal Ideal 3500 % Skor Tercapai 68,57 Keterangan: T
: Tuntas 103
Keterangan T TT √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 14 3
ISBN :978-602-17187-2-8
TT Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang belum tuntas Klasikal
: Tidak Tuntas : 27 :8 : Belum tuntas
Tabel 8. Distribusi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II
No 1 2 3
Uraian Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketuntasan belajar
Hasil Siklus II 68,57 27 77,14
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 68,57% dan ketuntasan belajar mencapai 77,14% atau ada 27 siswa dari 35 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa-siswa telah mulai mengulang pelajaran yang sudah diterimanya selama ini sehingga para siswa sebagian sudah mengingat meteri yang telah diajarkan oleh guru. 3. Siklus III a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. b. Tahap kegiatan dan pengamatan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus 2014 di Kelas VII dengan jumlah siswa 35 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang laig pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut. Tabel 9. Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus III
No
Aspek yang diamati
I
Pengamatan KBM A. Pendahuluan 1. Memotivasi siswa 2. Menyampaikan tujuan pembelajaran 3. Menghubungkan dengan pelajaran sebelumnya 4. Mengatur siswa dalam kelompok-kelompok belajar B. Kegiatan inti 1. Mempresentasikan langkah-langkah metode pembelajaran kooperatif 2. Membimbing siswa melakukan kegiatan 3. Melatih keterampilan kooperatif 4. Mengawasi setiap kelompok secara bergiliran 5. Memberikan bantuan kepada kelompok yang mengalami kesulitan C. Penutup 1. Membimbing siswa membuat rangkuman 2. Memberikan evaluasi 104
Penilaian P1 P2
Rata -rata
3 4 4
3 4 4
3 4 4
4
4
4
4
4
4
4 4 4 3
4 4 3 3
4 4 3,5 3
4 4
4 4
4 4
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Pengelolaan Waktu Antusiasme Kelas III 1. Siswa antusias 2. Guru antisias Jumlah Keterangan : Nilai : Kriteria 1 : Tidak Baik 2 : Kurang Baik 3 : Cukup Baik 4 : Baik II
3
3
3
4 4 45
4 4 44
4 4 44,5
Dari tabel di atas, dapat dilihat aspek-aspek yang diamati pada kegiatan belajar mengajar (siklus III) yang dilaksanakan oleh guru dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Kontekstual mendapatkan penilaian cukup baik dari pengamat adalah memotivasi siswa, membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep, dan pengelolaan waktu. Penyempurnaan aspek-aspek diatas dalam menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Kontekstual diharapkan dapat berhasil semaksimal mungkin. Tabel 10Aktifitas Guru dan Siswa Pada Siklus III
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Aktifitas Guru yang diamati Menyampaikan tujuan Memotivasi siswa Mengkaitkan dengan pelajaran sebelumnya Menyampaikan materi/ langkah-langkah/ strategi Menjelaskan materi yang sulit Membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan Memberikan umpan balik Membimbing siswa merangkum pelajaran Aktifitas siswa yang diamati Mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru Membaca buku Bekerja dengan sesama anggota kelompok Diskusi antar siswa/ antara siswa dengan guru Menyajikan hasil pembelajaran Menyajikan/ menanggapi pertanyaan/ ide Menulis yang relevan dengan KBM Merangkum pembelajaran Mengerjakan tes evaluasi
Presentase 6,7 6,7 10,7 13,3 10,0 22,6 10,0 11,7 10,0 Presentase 20,8 13,1 22,1 15,0 2,9 4,2 6,1 7,3 8,5
Berdasarkan tabel diatas tampak bahwaaktifitas guru yang paling dominan pada siklus III adalah membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep yaitu 22,6%, sedangkan aktifitas menjelaskan materi yang sulit dan memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab menurun masing-masing sebesar (10%), dan (11,7%). Aktifitas lain yang mengalami peningkatan adalah mengkaitkan dengan pelajaran sebelumnya (10%), menyampaikan materi/strategi /langkah-langkah (13,3%), meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan (10%), dan membimbing siswa merangkum pelajaran (10%). Adapun aktifitas yang tidak mengalami perubahan adalah menyampaikan tujuan (6,7%) dan memotivasi siswa (6,7%). Sedangkan untuk aktifitas siswa yang paling dominan pada siklus III adalah bekerja dengan sesama anggota kelompok yaitu (22,1%) dan mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru (20,8%), aktifitas yang mengalami peningkatan adalah membaca buku siswa (13,1%) dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru (15,0%). 105
ISBN :978-602-17187-2-8
Tabel 11. Nilai Tes Formatif Pada Siklus III
Keterangan No. Nilai No. Urut Urut T TT 1 90 √ 19 2 70 √ 20 3 70 √ 21 4 70 √ 22 5 80 √ 23 6 70 √ 24 7 60 √ 25 8 80 √ 26 9 70 √ 27 10 90 √ 28 11 70 √ 29 12 70 √ 30 13 90 √ 31 14 90 √ 32 15 70 √ 33 16 70 √ 34 17 70 √ 35 18 80 √ Jumlah Jumlah 1360 17 1 Jumlah Skor 2620 Jumlah Skor Maksimal Ideal 3500 % Skor Tercapai 74,85 Keterangan: T TT Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang belum tuntas Klasikal
Nilai 50 80 80 70 80 80 70 80 60 80 80 90 50 80 80 70 80 1260
Keterangan T TT √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 14 3
: Tuntas : Tidak Tuntas : 31 :4 : Tuntas
Tabel 12. Distribusi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus III
No 1 2 3
Uraian Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketuntasan belajar
Hasil Siklus III 74,85 31 88,57
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 74,85 dan dari 35 siswa yang telah tuntas sebanyak 31 siswa dan 4 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 88,57% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya usaha siswa untuk mempelajari kembali materi ajar yang telah disampaikan oleh guru. c. Refleksi Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan metode kontekstual berbasis masalah pada materi pelajaran. Dari data-data yang telah diperoleh dapat duraikan sebagai berikut: 1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar. 2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung.
106
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
3)
Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik. 4) Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan. d. Revisi Pelaksanaan Pada siklus III guru telah menerapkan metode kontekstual berbasis masalah pada materi pelajaran dengan baik dan dilihat dari aktifitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan metode kontekstual berbasis masalah pada materi pelajaran dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode kontekstual berbasis masalah pada materi pelajaran memiliki: 1. Dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru untuk menghadapi ujian kenaikan kelas (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 65,71%, 71,14%, dan 88,57%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. 2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktifitas siswa dalam proses metode kontekstual berbasis masalah pada materi pelajaran dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan. 3. Aktifitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktifitas siswa dalam proses pembelajaran Matematika dengan metode kontekstual berbasis masalah pada materi pelajaran yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktifitassiswa dapat dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktifitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah metode kontekstual berbasis masalah pada materi pelajaran dengan baik. Hal ini terlihat dari aktifitas guru yang muncul di antaranya aktifitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan pembelajaran, menjelaskan materi yang sulit, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untukaktifitas di atas cukup besar. PENUTUP KESIMPULAN Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pembelajaran dengan metode kontekstual berbasis masalah pada materi pelajaran memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (65,71%), siklus II (77,14%), siklus III (88,57%). 2. Penerapan metode kontekstual berbasis masalah pada materi pelajaran mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan metode kontekstual berbasis masalah pada materi pelajaran sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar. 3. Penerapan metode kontekstual berbasis masalah pada materi pelajaran efektif untuk mengingatkan kembali materi ajar yang telah diterima siswa selama ini, sehingga mereka merasa siap untuk menghadapi ujian kenaikan kelas yang segera akan dilaksanakan.
107
ISBN :978-602-17187-2-8
SARAN Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar Matematika lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, makan disampaikan saran sebagai berikut: 1. Untuk melaksanakan metode kontekstual berbasis masalah pada materi pelajaran memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan metode kontekstual berbasis masalah pada materi pelajaran proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal. 2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagi metode, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. 3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di kelas VII SMP Negeri 5 Satu Atap Manganitu Pelajaran 2015/2016 DAFTAR RUJUKAN Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon. Melvin, L. Siberman. 2004. Aktif Learning, 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusamedia dan Nuansa. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars.. Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994. Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar, Jakarta. Balai Pustaka. Djamarah, Syaiful Bahri. 2100. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta Margono, S. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineksa Cipta. Nur, Muhammad. 1996. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya. Universitas Negeri Surabaya. Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka. Soetomo. 1993. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya Usaha Nasional. Sudjana, N dan Ibrahim. 1989. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Sukino Wilson Simangunsong. 2006. Matematika untuk SMP Kelas VII.
DESKRIPSI KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA SISWA KELAS 8.1 SMPN 21 MALANG 1)
Ratih Achdyarti Kusuma Dewi1) dan Tjang Daniel Chandra2) Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang 2) Dosen Matematika Universitas Negeri Malang 1)
[email protected]
Abstrak: Dalam pembelajaran matematika, sangat diperlukan kemampuan penalaran matematika, dan kemampuan penalaran matematika dapat diasah dengan belajar matematika. Pembelajaran matematika merupakan proses interaksi antara seseorang dengan sumber belajar matematika. Makalah ini merupakan hasil analisis deskriptif untuk menggambarkan kemampuan penalaran matematika siswa Kelas 8.1 di SMPN 21 Malang. Diperoleh hasil kemampuan penalaran mereka masih kurang. Kata Kunci : Penalaran matematika
108
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan-penerapan bidang ilmu lain maupun dalam pengembangan matematika itu sendiri. Hal ini membuat matematika dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur dan terpadu, ilmu tentang pola dan hubungan, dan ilmu tentang cara berpikir untuk memahami dunia sekitar (Husna, dkk : 2013). Selain itu, menurut Akinmola (2014), matematika bisa menjadi kunci untuk pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Berdasarkan pendapat Husna dan Akinmola di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sangat penting bagi siswa, baik di masa sekarang, maupun untuk masa depan. Septriani, dkk, (2014) menyatakan bahwa berdasarkan Permendiknas No 22 Tahun 2006, pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan memahami konsep, penalaran, pemecahan masalah, komunikasi dan menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, diperlukan kemampuan salah satunya adalah kemampuan penalaran. Penalaran dan matematika merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan, karena materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatih melalui belajar matematika. Dengan demikian, kemampuan penalaran sangat penting bagi siswa karena merupakan suatu cara berpikir yang abstrak, yang dibutuhkan dalam mengolah masalah matematika yang bersifat abstrak. Oleh karena itu penelitian tentang penalaran matematika penting untuk dilakukan. Berdasarkan pengamatan peneliti yang dilakukan di SMPN 21 Malang, sebagian besar siswa di kelas 8.1 mengalami kesulitan menyelesaikan soal matematika karena penerapan Kurukulum 2013 yang lebih banyak memberikan soal-soal tidak rutin, seperti soal cerita. Hal ini dapat disebabkan karena (1) Kurangnya kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram; (2) Kemampuan mengajukan dugaan; (3) Memeriksa kesahihan suatu argumen. Ketiga kemampuan tersebut termasuk ke dalam kemampuan dasar penalaran matematika siswa berdasarkan Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Nita, dkk : 2014). Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kemampuan penalaran siswa kelas 8.1 dalam pembelajaran matematika. PEMBAHASAN Berikut adalah pembahasan hasil ulangan harian siswa Kelas 8.1 pada materi Fungsi. Pengambilan data untuk ulangan harian dilakukan pada hari Jum‘at, 26 Sptember 2015, dengan peserta siswa-siswi Kelas 8.1 SMPN 21 Malang sebanyak 35 siswa. Salah satu soal penalaran yang diberikan, yaitu :
Jawaban salah satu siswa (Nanda Briyan), tidak bisa menentukan ―relasi‖ yang merupakan fungsi dari himpunan yang diketahui. 18 dari 35 siswa tidak bisa menjawab.
109
ISBN :978-602-17187-2-8
Jawaban salah satu siswa (Fitria Cholifatul Hafidhoh) yang bisa menentukan ―relasi‖ yang merupakan fungsi dari himpunan yang diketahui, namun masih kurang tepat menyebutkan relasinya. 11 dari 35 siswa kurang tepat.
Jawaban salah satu siswa (Siti Aisyah) yang bisa menentukan ―relasi‖ yang merupakan fungsi dari himpunan yang diketahui, dan sudah tepat menyebutkan relasinya. Hanya 6 dari 35 siswa menjawab benar.
Peneliti juga melakukan wawancara secara langsung dengan siswa-siswa yang bersangkutan, yaitu Nanda, Fitria, dan Siti, berkaitan dengan hasil ulangan yang mereka peroleh. Nanda mengatakan bahwa dia hanya bisa menjawab pertanyaan yang langsung menyajikan fungsi yang sudah diketahui relasinya. Fitria mengungkapkan bahwa dia masih belum bisa menentukan relasi yang tepat, dan itu disebabkan karena Fitria tidak memeriksa apakah relasi yang disebutkannya bisa membentuk fungsi dari A ke B. Selanjutnya, Siti mengatakan bahwa ia bisa mengetahui relasi yang merupakan fungsi setelah membuat diagram panah, lalu mendaftar relasi-relasi yang mungkin, kemudian memeriksa masing-masing relasi, dan menemukan relasi yang merupakan fungsi dari A ke B. Hasil pengamatan oleh peneliti ini dibenarkan oleh guru matematika kelas 8.1, Ibu Sad Diana Maretnawati S,Pd. yang mengatakan bahwa hampir seluruh siswa di kelas 8.1, yaitu sekitar 80% siswa, mengalami kesulitan dalam menjelaskan suatu pernyataan berdasarkan pendapat masing-masing siswa; memberikan alasan atau bukti dari suatu pernyataan; berpikir dan membayangkan suatu masalah yang diberikan; serta kurangnya kemauan untuk mengeksplor lebih jauh pengetahuan matematika yang dimilikinya. Namun sebaliknya, siswa sangat menyukai soal-soal rutin seperti berhitung. KESIMPULAN DAN SARAN Dari pembahasan di atas dapat dsimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematika siswa kelas 8.1 SMPN 21 Malang masih kurang. Penelitian selanjutnya yang akan dilakukan adalah menerapkan pembelajaran dengan pendekatan open-ended untuk meningkatkan kemampuan penelaran matematika. Pendekatan ini dipilih karena soal matematika yang bersifat open-ended memberikan memiliki jawaban terbuka, artinya bisa lebih dari 1 jawaban atau penyelesaian. DAFTAR RUJUKAN Akinmola, E. A. 2014. Developing Mathematical Problem Solving Ability: A Panacea For A Sustainable Development In The 21st Century. International Journal of Education and Research. Vol. 2 No. 2. Husna, Raudhatul, dkk. 2013. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Melalui Pendekatan Matematika Realistik Pada Siswa SMP Kelas VII Langsa. Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA. Vol 6 Nomor 2. Hal 175-186. Putri, Nita, dkk. 2014. Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas XI IPA SMAN 2 Painan Melalui Penerapan Pembelajaran Think Pair Square. Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 3 No.1 : Part 2 Hal 7-12
110
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Septriani, Nicke, dkk. 2014. Pengaruh Penerapan Pendekatan Scaffolding Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas VIII SMP Pertiwi 2 Padang. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol. 3 No. 3(2014).
PENERAPAN PEMBELAJARAN PROJECT-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH ANUITAS PADA PESERTA DIDIK KELAS XII MIPA SMAN 3 BATAM Fitriani Guru Matematika SMAN 3 Batam
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta dididk dalam pembelajaran mengenai anuitas melalui metode project based learning. Anuitas merupakan salah satu cabang matematika keuangan. Penelitian ini dilakukan dengan penelitian tindakan kelas dalam dua siklus. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi kegiatan dan tes tertulis. Instrument penelitian yang digunakan adalah butir soal tes, lembar observasi pembelajaran, diskusi observer dan dokumentasi. Data penelitian berupa hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran dianalisis secara kualitatif dan data penelitian berupa hasil tes dianalisis dengan perhitungan persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan project based learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Peningkatan ketuntasan mencapai 15,12% dari 70,59% pada siklus 1 menjadi 85,71% pada siklus 2. Rata-rata KKM meningkat 6,8 dari 85,88 pada siklus 1 menjadi 92,68 pada siklus 2. Kata kunci: project based learning, kemampuan pemecahan masalah, anuitas
Penerapan Kurikulum 2013, mata pelajaran matematika dikelompokkan menjadi dua, yaitu matematika wajib dan matematika peminatan. Matematika wajib diberikan kepada semua program, baik MIPA, IPS maupun Bahasa. Sedangkan matematika peminatan hanya diberikan kepada program MIPA. Salah satu materi baru yang muncul pada kurikulum 2013 adalah Anuitas, yang sebelumnya tidak ada di KTSP. Anuitas terkait dengan matematika keuangan. Dalam pembelajaran anuitas, peserta didik dituntut kemampuannya dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Selama ini, pembelajaran matematika di kelas lebih banyak dilakukan secara konvensional atau ceramah dan berpusat pada guru. Sehingga peserta didik sering terlihat malas, bosan, tidak ada motivasi dan sulit memahami pembelajaran. Pembelajaran diawali dengan penjelasan materi, pemberian contoh soal kemudian dilanjutkan dengan latihan soal yang dikerjakan oleh peserta didik berdasarkan contoh soal yang sudah diberikan. Dengan system ini, peserta didik tidak dilatih menyelesaikan soal yang berbeda yang dapat melatih kemampuannya dalam pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan masalah tidak dapat diajarkan dengan metode ceramah (Karina, 2014). Pembelajaran konvensional hanya berorientasi pada nilai akhir yang diperoleh peserta didik, sehingga pembelajaran menjadi tidak bermakna. Subanji (2013) menyatakan dalamproses belajar mengajar masih banyak pengajar matematika yang menekankan pembelajaran hanya pada prosedur, aturan, dan cara menyelesaikan soal. Siswa tinggal memilih prosedur yang sesuai dengan masalah yang akan diselesaikan, tanpa mengetahui mengapa tersebut sesuai.Johnson (dalam Nurohman, 2008) menyatakan bahwa ketika peserta didik mempelajari sesuatu dan dapat menemukan maknanya, maka makna tersebut akan memberi mereka alasan untuk belajar. National Council of Teachers of Mathematics (dalam Purnomo, 2014) merumuskan kemampuan pembelajaran matematika yang disebut mathematical power (daya matematika) meliputi: (a) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication), (b) belajar untuk
111
ISBN :978-602-17187-2-8
bernalar (mathematical reasoning), (c) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving), (d) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connection), dan (e) belajar untuk merepresentasikan. Branca (dalam Purnomo, 2014) menegaskan bahwa kemampuan memecahkan masalah adalah tujuan utama dalam pembelajaran matematika. Kemampuan problem solving dapat ditransfer untuk memecahkan masalah-masalah lain dalam kehidupan. Semakin besar kemampuan problem solving siswa, maka semakin besar pula peluangnya menghadapi tantangan kehidupan yang selalu berubah (Subanji, 2013). Oleh karena itu, kemampuan memecahkan masalah hendaknya diberikan, dilatih dan dibiasakan kepada peserta didik sedini mungkin. Salah satu metode pembelajaran yang berbasis pemecahan masalah adalah projectbased learning (PBL). Karina (2014) menyatakan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran berbasis proyek dan peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran langsung. Lavy dan Shriki (2008) menjelaskan bahwa the PBL approachallows students to pose problems, ask questions, make predictions and decisions, design investigations, collect and analyze data, use technology, share ideas, build their own knowledge by active learning, and so on. Pendekatan PjBL memungkinkan siswa untuk menumbuhkan masalah, mengajukan pertanyaan, membuat prediksi dan keputusan, investigasi desain, mengumpulkan dan menganalisis data, penggunaan teknologi, berbagi ide, membangun pengetahuan mereka sendiri dengan belajar aktif, dan sebagainya.Project-Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar konstektual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks. Melalui pembelajaran kerja proyek ini, kreativitas dan motivasi siswa akan meningkat (Lindawati, 2013). Richmond & Striley (dalam Purnomo, 2014) menyatakan bahwa PjBL merupakan bagian dari proses pembelajaran yang memberikan penekanan kuat pada pemecahan masalah sebagai suatu usaha kolaboratif. Gora (2015) menjelaskan bahwa project based learning memiliki 4 (empat) karakteristik, Pertama, pengorganisasian masalah/pertanyaan yang mengembangkan pengetahuan atau minat peserta didik. Kedua, memiliki hubungan dengan dunia nyata (pembelajaran yang bermakna dan otentik). Ketiga, menekankan pada tanggung jawab peserta didik, dimana peserta didik harus mengakses informasi sendiri dan mendesain proses untuk memperoleh solusi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Keempat, penilaian diarahkan pada produk finalnya bukan dalam bentuk tes, tetapi berbasis proyek, laporan dan kinerja peserta didik. Krajcik (dalam Lavy dan Shriki, 2008), menjelaskan bahwa pendekatan PjBL memiliki berbagai keunggulan antara lain: berkembang rasa kontribusi pribadi untuk proses pembelajaran, meningkatkan motivasi, menimbulkan kepuasan diri, membantu dalam mengembangkan keterampilan pembelajaran jangka panjang dan mendalam, terpadu dalam pemahaman isi dan proses, meningkatkan kemampuan untuk berbagi ide, mempromosikantanggung jawab dan belajar mandiri, memberikan jawaban atas kebutuhan belajar yang berbeda, mengembangkan kemampuan untuk mengumpulkan dan menyajikan data. METODE PENELITIAN Penelitian ini mendeskripsikan proses pembelajaran anuitas dengan metode projectbased learning. Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas dengan subjek penelitiannya adalah peserta didik kelas XII MIPA 2 SMAN 3 Batam yang terdiri dari 36 orang. Langkahlangkah penelitian tindakan kelas menggunakan rancangan Kemmis dan Taggart (dalam Sutarto, 2013) meliputi perencanaan (plan), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).
112
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Gambar 1. Siklus kegiatan penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus yang masing-masing terdiri dari empat tahapan pokok yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Siklus I dilaksanakan dalam 2 (dua) kali pertemuan sedangkan suklus II dilaksanakan dalam 3 (tiga) pertemuan dengan alokasi waktu pertemuan masing-masing 2 x 45 menit. Setiap akhir siklus diberi post-test. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2015. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi kegiatan dan tes tertulis. Instrument penelitian yang digunakan adalah butir soal tes, lembar observasi pembelajaran, diskusi observer dan dokumentasi. Data penelitian berupa hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran dianalisis secara kualitatif dan data penelitian berupa hasil tes dianalisis dengan perhitungan persentase. Indikator keberhasilan penelitian ini adalah jika nilai diakhir kegiatan penelitian rata-rata kelas sudah mencapai KKM 75 dan rata-rata peserta didik yang sudah mencapai KKM tersebut sebesar 85%. Materi Anuitas merupakan materi baru yang dimunculkan pada kurikulum 2013. Materi ini merupakan materi peminatan untuk program MIPA. Materi ini terkait dengan matematika keuangan alam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan permasalahan dan hasil temuan disusun rencana tindakan siklus I yang diwujudkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Selanjutnya rencana tindakan siklus I diaplikasikan dalam pelaksanaan tindakan pembelajaran yang nyata di kelas dengan melibatkan teman sejawat sebagai observer dan peneliti bertindak sebagai guru model. Proses pembelajaran pada tindakan siklus I diamati oleh seorang observer yang bertugas mencatat seandainya perlu tindakan selanjutnya. Hasil pengamatan observer dijadikan dasar penyusunan rencana tindakan siklus II. Siklus I materi yang disajikan adalah penerapan anuitas dalam kehidupan sehari-hari. Pelaksanaan siklus I ini berdasarkan RPP yang telah dibuat. Hasil pelaksanaan siklus I ini kemudian direfleksi bersama observer untuk menentukan tindakan perbaikan pada siklus selanjutnya jika masih perlu perbaikan. Pada siklus II materi yang disajikan masih mengenai anuitas, menggunakan pendekatan project based learning. Pelaksanaan siklus II ini berdasarkan RPP dan hasil refleksi pada siklus I. Hasil pelaksanaan siklus II ini kemudian direfleksi bersama observer untuk menentukan tindakan perbaikan selanjutnya jika masih perlu perbaikan. Apabila telah mencapai target yang diharapkan, maka tindakan perbaikan dalam penelitian ini dihentikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Tahap perencanaan meliputi beberapa kegiatan, yaitu menyusun jadwal dan teknik pelaksanaan tindakan, menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), merancang instrument lembar observasi peserta didik dan guru, perangkat tes, merancang lembar aktivitas peserta didik, serta membuat media pembelajaran berupa powerpoint mengenai anuitas. 113
ISBN :978-602-17187-2-8
Tahap pelaksanaan tindakan dilakukan dengan menerapkan pembelajaran menggunakan media powerpoint dan LAS sesuai dengan RPP yang telah disusun. Dalam kegiatan ini, peserta didik mengamati kegiatan sehari-hari yang berkaitan dengan anuitas dan melengkapi LAS yang telah disediakan oleh guru secara kelompok. Instrument dan pengumpulan data yang digunakan sebagai bahan penilaian terhadap tndakan adalah lembar observasi, LAS, dan tes tertulis yang diberikan pada akhir siklus. Pelaksanaan tindakan siklus 1 dilaksanakan pada tanggal 05 dan 06 Oktober 2015. Pembelajaran diawali dengan salam, doa dan pengecekan kehadiran peserta didik. Guru memfokuskan perhatian peserta didik melalui apersepsi agar peserta didik siap untuk belajar dengan memberikan tayangan gambar yang berkaitan dengan anuitas.
Gambar 2. Anuitas dalam keseharian
G : “Apakah Anak-anak pernah melihat brosur/selebaran seperti gambar?” PD : “Pernah, bu” G : “Di mana?” PD 1 : “Di Pasar, bu…” PD 2 : “Di Parkiran, bu…” G : “Iya, betul… bahkan di mall dan di tempel di dinding-dinding dekat perumahan dan sebagainya” Peserta didik ada yang berkomentar bahwa itu untuk kredit motor, teman-temannya yang lain menambahkan untuk kredit mobil, barang elektronik, rumah juga. Sehingga terjadi dialog antar peserta didik.Guru kembali bertanya kepada peserta didik. G : “Biaya yang dikeluarkan setiap bulan kalau seandainya kita membeli suatu barang secara kredit disebut apa? PD 1 : “Angsuran, bu…” PD 2 : “Cicilan, bu…” Kemudian guru meminta peserta didik mengamati kembali tabel anuitas. Pada tabel ada keterangan anuitas dan cara mendapatkan nilainya. Guru membimbing peserta didik untuk mendefinisikan anuitas berdasarkan tabel tersebut. Peserta didik dapat menyimpulkan bahwa anuitas itu jumlahnya tetap tiap bulan dan diperoleh dari penjumlahan angsuran pokok dan angsuran bunga, yang selama ini mereka tahu sebagai angsuran atau cicilan. Setelah peserta didik menyimpulkan definisi anuitas, peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4 – 5 anggota. Guru membagikan Lembar Aktivitas Siswa (LAS) kepada masing-masing kelompok. Peserta didik bekerjasama dalam kelompok menyelesaikan LAS. Beberapa peserta didik terlihat tidak aktif dalam kegiatan diskusi kelompoknya. Setelah di dekati, peserta didik tersebut mulai terlibat dalam diskusi. Selama peserta didik berdiskusi, guru memberi bimbingan kepada peserta didik atau kelompok yang menemukan kesulitan. Karena waktu berakhir maka siklus 1 dilanjutkan ke pertemuan kedua. Pada pertemuan kedua, guru meminta peserta didik untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Karena semua kelompok ingin mempresentasikan hasil pekerjaannya, guru mengambil keputusan untuk empat kelompok yang mempresentasikan hasilnya mengingat keterbatasan waktu. Kelompok yang tidak mempresentasikan hasilnya diminta untuk memberi tanggapan terhadap hasil kelompok penyaji. Hasil kerja kelompok hampir sama, hanya berbeda dipembulatan sehingga menghasilkan nilai akhir yang berbeda pula. Di akhir pertemuan kedua, peserta didik bersama guru menarik kesimpulan dari materi yang dipelajari dan dilajutkan dengan posttest.
114
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Gambar 3. Hasil diskusi kelompok
Pada saat pelaksanaan tindakan dilakukan observasi pembelajaran dengan dibantu oleh observer yang merupakan tim PKG/PKB sekolah. Pada tahap ini, pelaksanaan proses pembelajaran dan kejadian saat pembelajaran dicatat dengan menggunakan lembar observasi peserta didik dan guru yang telah dirancang pada tahap persiapan. Aspek aktivitas peserta didik yang diobservasi meliputi keaktifan, perhatian, kerjasama dan tanggung jawab peserta didik, sedangkan aspek aktivitas guru diobservasi untuk melihat ketercapaian antara persiapan, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kegiatan akhir siklus 1 adalah refleksi. Berdasarkan hasil refleksi ditemukan bahwa peserta didik kurang aktif bertanya kepada guru, meskipun guru telah memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya. Kemungkinan permasalahan ini peserta didik kurang memahami materi sehingga takut atau malu bertanya, atau peserta didik sudah memahami materi dan tidak ada yang perlu ditanyakan. Setelah posttest di koreksi, ternyata menunjukkan bahwa hasil posttest belum sesuai dengan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Ketuntasan mencapai 70, 59% dan rata-rata KKM 85,88. Untuk rata-rata KKM sudah mencapai indicator keberhasilan. Hasil refleksi diperbaiki untuk selanjutnya digunakan pada siklus II. Guru meminta peserta didik untuk membawa brosur atau selebaran tentang anuitas sebagai bahan pada pertemuan berikutnya. Siklus II Berdasarkan refleksi siklus I ditemukan adanya kekurangan dalam RPP dan pelaksaaan pembelajaran serta belum tercapainya indikator keberhasilan penelitian untuk ketuntasan belajar. Upaya perbaikan siklus I pada siklus II diperlukan untuk mengatasi kekurangan siklus I, yaitu pendekatan pembelajaran yang digunakan serta memotivasi peserta didik untuk lebih aktif dan bertanya. Perencanaan yang dilakukan pada siklus II, yaitu menyusun jadwal dan teknik pelaksanaan, menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan menyusun instrumen penilaian. Lembar observasi masih menggunakan lembar observasi yang telah disusun pada siklus I. Siklus II dilaksanakan pada tanggal 07, 08 dan 12 Oktober 2015. Materi yang dipelajari lanjutan anuitas mengenai tabel pelunasan. Kelompok yang digunakan tetap kelompok yang sudah dibentuk pada siklus I. Pembelajaran dimulai dengan salam dan dilanjutkan dengan mengajukan pertanyaan: G : ―Bagaimana perhitungan sisa utang jika seseorang ingin melunasi utangnya sebelum berakhir masa peminjaman?” PD : “Sisa utang itu didapat dari sisa pinjaman yang sudah dibayarkan, bu‖. Dari jawaban tersebut, Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Guru mengingatkan kembali mengenai anuitas yang sudah dibahas sebelumnya. Setelah tidak ada pertanyaan, peserta didik kembali ke kelompok masing-masing. Pembelajaran dilakukan dengan pendekatan project based learning. Fase 1 penentuan proyek (1) Membagi peserta didik dalam beberapa kelompok, (2) Setiap kelompok menentukan 115
ISBN :978-602-17187-2-8
proyek yang akan dikerjakan tentang anuitas pada lembaga keuangan (perhitungan dan aplikasi sederhananya dalam bentuk tabel pelunasan). Ada kelompok yang membuat tabel pelunasan untuk kredit motor, mobil, dan pinjaman tunai. Fase 2 perancangan langkah-langkah penyelesaian proyek, peserta didik dalam kelompok merancang langkah-langkah kegiatan penyelesain proyek dari awal sampai akhir beserta pengelolaannya. Fase 3 penyusunan jadwal pelaksanaan proyek, setiap kelompok menyusun jadwal kegiatan yang telah dirancang, tahap demi tahap.
Gambar 4. Jadwal pelaksanaan proyek
Fase 4 memonitor peserta didik dan kemajuan proyek, (1) peserta didik dalam kelompok menyelesaikan proyek yang telah dirancang dengan monitoring guru, (2) Guru memberikan scaffolding kepada kelompok jika terdapat kelompok membuat langkah yang tidak tepat dalam penyelesaian proyek.
Gambar 5. Guru memberi scaffolding
Fase 5 penyusunan laporan dan presentasi, (1) Peserta didik dalam kelompok menyelesaikan penyusunan laporan proyek yang telah dirancang dengan monitoring guru, (2) setiap kelompok membuat presentasi dan aplikasi sederhana anuitas di program ms. Excel, (3) masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja proyeknya di kelas dan kelompok yang lain menanggapi.Fase 6 evaluasi proses dan hasil proyek, (1)Guru dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil tugas proyek. (2) Proses refleksi pada tugas proyek dilakukan secara individu dan kelompok. (3) Pada tahap evaluasi, peserta didik diberi kesempatan mengemukakan pengalamannya selama menyelesaikan tugas proyek yang berkembang dengan diskusi untuk memperbaiki kinerja selama menyelesaikan tugas proyek, (4) Pada tahap ini juga dilakukan umpan balik terhadap proses dan produk yang telah dihasilkan peserta didik.
116
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Gambar 6. Hasil presentasi
Pada siklus II, ditemukan kesalahan dalam pemecahan masalah beberapa orang peserta didik.
Gambar 7. Kesalahan dalam pemecahan masalah (1)
Gambar 8. Kesalahan dalam pemecahan masalah (2)
Menurut Polya (dalam Subanji, 2013), pemecahan masalah terdiri dari empat langkah: (1) memahami masalah, (2) merencanakan penyelesaian, (3) melaksanakan rencana (penyelesaian), dan (4) mereview kembali. Pada peserta didik 1, kesalahan pemecahan masalah terjadi pada tahap memahami masalah. Peserta didik tersebut memahami anuitas sebagai angsuran sehingga Anuitas = 200.000 + 80.000. Pada peserta didik 2, sudah memahami masalah bahwa anuitas bukan angsuran. Kesalahan pemecahan masalahnya terletak pada tahap melaksanakan rencana (menyelesaikan), yaitu pada saat melakukan operasi pengurangan 200.000 – 80.000. Dari 35 peserta didik yang mengikuti posttest, 5 orang belum memenuhi indikator KKM. Kelima peserta didik tersebut diberikan remedial di luar jam pembelajaran. Hasil refleksi pembelajaran menunjukkan temuan penelitian, yaitu (1) Dalam melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan project based learning dapat meningkatkan keaktifan peserta didik, karena anggota kelompok memiliki tugas masingmasing, (2) Peserta didik juga sudah berani bertanya demi tercapainya tugas kelompok, (3) Berdasarkan analisis data terhadap aktivias peserta didik dan guru diperoleh: kemampuan guru dalam pembelajaran pada siklus I 70,16% meningkat pada siklus II menjadi 71,77%, aktivitas peserta didik pada siklus I 69,64% meningkat pada siklus II menjadi 76,79% 4) Dari hasil posttest, indikator keberhasilan sudah tercapai, ketuntasan mencapai 85,71% dengan rata-rata KKM 92, 68. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah anuitas peserta didik kelas XII IPA 2 SMAN 3 Batam tahun pelajaran 2015/2016. Kegiatan aktivitas guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan siswa di setiap pertemuan. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil observasi, pada siklus I aktivitas siswa secara keseluruhan dinilai 69,64%, pada siklus II aktivitas siswa naik menjadi 76,79%. Berdasarkan hasil pengolah data posttest, siklus I ketuntasan mencapai 70, 59% 117
ISBN :978-602-17187-2-8
dikategorikan belum mencapai indicator keberhasilan dan rata-rata KKM 85,88. Pada siklus II indikator keberhasilan sudah tercapai, ketuntasan mencapai 85,71% dengan rata-rata KKM 92, 68. Pada pembelajaran matematika hendaknyaseorang guru menggunakan berbagai pendekatan pembelajaran salah satunya adalah project based learning sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Pendekatan pembelajaran yang tepat dapat meningkatakan keaktifan dan kreativitas dalam pembelajaran. DAFTAR RUJUKAN Gora, Winastwan dan Sunarto. 2015. Pakematik: Strategi Pembelajar-an Inovatif Berbasis TIK. Jakarta: Elex Media Komputindo Karina, Sadia, dan Suastra. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kecerdasan Emosional Siswa SMP. E-jurnal Program Pasca sarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Study IPA, volume 4 tahun 2014. Lavy, Ilana and Atara Shriki. 2008. Investigating changes in prospective teachers‘ views of a ‗good teacher‘ while engaging in computerized project-based learning. J Math Teacher Educ (2008) 11:259–284 DOI 10.1007/s10857-008-9073-0 Lindawati, dkk. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning Untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Man I Kebumen. Jurnal Radiasi, Volume 3 No 1. Nurohman, Sabar. 2008. Pendekatan Project Based Learning sebagai Upaya Internalisasi Scientific Method bagi Mahasiswa Calon Guru Fisika. FMIPA UNY, diakses pada 20 September 2015http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132309687/project-basedlearning.pdf Purnomo dan Mawarsari. 2014. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Model Pembelajaran Ideal Problem Solving Berbasis Project Based Learning. JKPM, volume 1 nomor 1 januari 2014. Subanji. 2013. Proses Berpikir Pseudo Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Proporsi. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013, Volume 1 hal. 207-226. Universitas Negeri Malang. Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang (UM Press) Sutarto, dan Kadiyo. 2013. Bimbingan Praktis dalam Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: CV. Kemilau Ilmu Semesta.
PENERAPAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL FRAMEWORK UNTUK MEMAHAMKAN SISWA PADA MATERI VEKTOR KELAS XII MIPA Hisyam Hidayatullah SMAN 8 Batam, Bengkong Sadai-Bengkong; Kota Batam
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan penerapan pembelajaran Contextual framework yang dapat memahamkan siswa kelas XII MIPA SMAN 8 Batam pada materi vektor. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pengambilan datanya observatif partisipatoris. Pembelajaran Contextual framework dilakukan dengan langkah-langkah: (1) penyajian fenomena sehari-hari; (2) observasi dan mengamati; (3) merumuskan masalah; (5) menyusun prosedur penyelesaian; (5) mengumpulkan data; (6) menganalisis data dan membandingkan dengan hasil secara rumus/teori yang ada; dan (7) menyimpulkan dan mengomunikasikan di depan kelas. Penggunaan Contextual framework dapat memahamkan siswa pada materi vektor dan dapat memberikan keterampilan bekerja sama dalam kelompok. Kata Kunci— Contextual framework, kreatif, kontruksi, eksperimen, kritis
118
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
PENDAHULUAN Pemahaman siswa dalam mengingat suatu konsep cenderung rendah, apalagi pada konsep-kensep yang melibatkan banyak variabel. Hal ini disebabkan praktik pembelajaran selama ini masih berprinsip pada one way direction sehingga siswa terkesan menerima informasi tanpa mengolah terlebih dahulu informasi tersebut. Hal ini selaras dengan pernyataan, Lavy & Shriki (2008) yaitu: These ideas originate in their past experience as pupils, and will eventually shape and affect their practice as mathematics teachers in the future Ide-ide baru bisa dibangun dari pengalaman masa lalu mereka, dan pada akhirnya membentuk dan mempengaruhi praktik mereka sebagai guru matematika. Oleh karena itu, pembelajaran hendaknya dirancang berdasarkan pengalaman sehari-hari yang masuk akal dan sering terjadi pada diri siswa. Selain itu, beberapa ahli diantaranya Santos & Triago (2008) berpendapat bahwa: In particular, a task that involves the construction of a simple dynamic configuration is used to introduce an inquisitive approach to identify mathematical conjectures or relations and ways to explore and support them Tugas yang melibatkan konstruksi bisa digunakan untuk memberi rasa keingintahuan siswa dalam mengidentifikasi dugaan matematika atau hubungan dan cara untuk mengeksplorasi dan mendukung pembelajaran. Dalam pembelajaran Contextual framework ini menerapkan strategi scaffolding seperti diutarakan oleh Anghileri J (2006) yaitu: Strategic scaffolding – adult deliberately teaches strategies which will enable the child tosolve problems posed by a task (as related to lesson planning and theclassroom) Strategi scaffolding diproyeksikan berhasil dalam mengajarkan strategi yang akan memungkinkan anak untuk memecahkan masalah yang muncul berkaitan langsung dengan dunia sekitarnya. Oleh karena itu, kontruksi pengetahuan siswa untuk mencapai pengetahuan yang lebih tinggi sangat diperlukan pada pembelajaran Contextual framework. Kesalahan matematis siswa, antara lain terjadi dalam bentuk kesalahan mengonstruksi konsep, kesalahan dalam bentuk berpikir pseudo benar atau pseudo salah, kesalahan dalam proses analogi, kesalahan dalam bernalar logis, dan kesalahan dalam menetapkan prosedur (Subanji, 2013). Hal ini selaras dengan apa yang terjadi di kelas bahwa siswa hanya mengingat prosedur suatu konsep tanpa mengetahui makna dari konsep tersebut. Materi vektor merupakan perpaduan antara kelompok aljabar dan geometri sehingga memerlukan pembelajaran yang bermakna seperti yang diutarakan oleh Dindyal J (2002) yaitu: Algebraic thinking is generally accepted as having three related components: the use of symbols and algebraic relations, the use of different forms of representations, and the use of patterns and generalizations Pernyataan tersebut jelas bahwa berpikir Aljabar secara umum dapat dipahami sebagai tiga komponen yang saling terkait. Penggunaan simbol-simbol dan hubungan aljabar, penggunaan simbol sebagai representasi berbeda pada bilangan, dan penggunaan pola serta pengembangannya. Alternatif penyelesaian masalah di atas yaitu hendaknya guru mencoba pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk mencari soal-soal lain yang berbeda kemudian memecahkannya. Pembelajaran Contextual framework ini membimbing siswa dengan Lembar Aktivitas Siswa (LAS) yang bekerja secara kelompok melakukan aktivitas pembelajaran sehingga mendapatkan pemahaman yang baik tentang konsep vektor. Hal ini cukup beralasan bahwa sebagian besar siswa kurang dalam memahami materi vektor sehingga memerlukan suatu strategi kreatif dan demokratis. Strategi ini membalikkan persepsi bahwa biasanya soal dirumuskan oleh guru mempunyai jawaban benar atau salah dan jawaban tunggal, selanjutnya disebut closed problem. Pada kurikulum 2013 yang dicanangkan oleh pemerintah saat ini menekankan bahwa soal hendaknya dirumuskan agar menarik perhatian siswa sehingga pembelajaran Contextual framework pilihan yang tepat dalam pembelajaran matematika yang mengedepankan pemecahan masalah dan membandingkan dengan teori yang sudah ada. Contextual framework membantu meningkatkan keterampilan pemecahan masalah. Dalam hal ini guru mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa (Krismanto, 2003) 119
ISBN :978-602-17187-2-8
sehingga siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat bertahan lama sehingga dapat mendapat kesan yang mendalam yang tertinggal dalam jiwa siswa tersebut. Tujuan akhirnya akan dapat membangkitkan kegairahan belajar siswa yaitu pertama metode ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Kedua, metode ini mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat. Dan ketiga, metode ini membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses pemecahan masalah sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut guru untuk selalu meng‘upgrade‘ kemampuan mereka dalam rangka terus berinovasi di bidang perbaikan pembelajaran. Oleh karena itu, guru senantiasa merancang suatu pembelajaran yang mengharuskan peserta didik memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemampuan bekerja sama yang efektif. Dengan demikian, maka seorang guru harus terus mengikuti perkembangan matematika dan selalu berusaha agar kreatif dalam pembelajaran yang dilakukan sehingga dapat membawa siswa ke arah yang diinginkan (Suyanto, 2005). Hal ini mendukung pembelajaran Contextual framework dimana kreativitas siswa diutamakan tanpa mengesampingkan kecerdasan akademik. Gagne (dalam Pribadi, 2009) mendefinisikan istilah pembelajaran sebagai ‖a set of events embedded in purposeful activities that facilitate learning‖. Pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar. Oleh karena itu, penggunaan pembelajaran Contextual framework sangat membantu untuk mempermudah atau meringkas serangkaian aktivitas tanpa menghilangkan esensi dari isi materi sehingga pembelajaran bisa berjalan santai, terbuka dan bermakna yang tersimpan pada memori jangka panjang. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi kualitatif. Langkah-langkah pembelajaran Contextual framework dilakukan melalui mempunyai tujuh langkah logis terurut yaitu, (1) Penyajian fenomena sehari-hari: mengamati,(2) Observasi: mengamati, (3) Merumuskan masalah: menanya, (4) Menyusun prosedur penyelesaian: menjawab pertanyaan, (5) Mengumpulkan data: eksperimen/eksplorasi menggunakan alat ukur, (6) Menganalisis data: membandingkan dengan hasil secara rumus/teori yang ada, (7) Menyusun kesimpulan: menyimpulkan, mengomunikasikan di depan kelas. Siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok terdiri dari maksimal 5 orang dibagi secara heterogen dengan teknik berhitung mulai nomor 1 sampai dengan 5. Kemudian setiap kelompok diberikan LAS materi vektor yang menerapkan prinsip pembelajaran Contextual framework, di mana siswa diberikan suatu permasalahan yang tertulis pada Lembar Aktivitas Siswa (LAS). Alat yang digunakan adalah penggaris, LAS, media powerpoint, karton, spidol dan papan tulis sehingga mempermudah siswa melakukan pembelajarannya sendiri. Siswa bekerja tiap kelompok untuk menyelesaikan masalah setiap nomor per nomor secara berurutan dengan berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing. Dalam LAS menampilkan kisah nyata yang dapat disimak siswa secara antusias dan bersifat pertanyaan terbuka yang memiliki jawaban atau cara lebih dari satu, di mana siswa diminta melakukan perintah dari setiap pertanyaan yang diajukan.
120
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Gambar 1. LAS pembelajaran vector
Gambar di atas menunjukkan lembar aktivitas siswa yang dilakukan di kelas XII MIPA SMAN 8 Batam. Permasalahan terjadi secara nyata dan siswa menyimak dengan baik. Instrumen dalam LAS membiasakan siswa untuk melakukan pemecahan masalah, mengubah soal-soal yang menuntut hafalan menjadi soal yang menuntut berpikir (penalaran), serta jawaban soal bisa lebih dari satu jawaban benar. Hal inilah yang menyebabkan siswa kreatif seperti diharapkan dalam tujuan kurikulum 2013.
Gambar 2. Siswa bekerja dalam kelompok
Guru mengilustrasikan permasalahan kepada siswa melalui LAS sebagai berikut: “Pak Hidayat ingin melakukan perjalanan dinas ke Malang dari rumah ke Bandara Hang Nadim-Batam. Sebelum pergi, pada pagi itu ia membeli perlengkapan pelatihan seperti baju, celana, sabun, pasta gigi dan handuk di Nagoya Hill Mall, kemudian ia melanjutkan perjalanannya ke Dinas Pendidikan mengurus perizinan. Setelah itu, ia berangkat menuju Bandara. Ketika pertengahan perjalanan ia sholat dhuhur terlebih dahulu di masjid. Akhirnya ia bergegas menuju Bandara Hang Nadim Batam dan terbang menuju Kota Malang” Gambar pada LAS menunjukkan beberapa lokasi yang ditentukan. Sedangkan pertanyaan yang dimunculkan adalah sebagai berikut: ―1. Gambarlah empat buah ruas garis yang menunjukkan alur perjalanan pak Hidayat pada gambar di atas! 2. Berilah tanda panah pada ujung ruas garis tersebut ini! 3. Sebut titik pangkal ruas garis sebagai titik A (mewakili Rumah) dan titik ujungnya sebagai titik B (mewakili Mall), begitu seterusnya titik C (mewakili Dinas Pendidikan), titik D (mewakili Masjid), dan titik E (mewakili Bandara). 4. Ukurlah panjang ruas garis dengan menggunakan penggaris! 5. Jika skala pada peta 1 : 100.000, maka tentukan jarak sebenarnya perjalanan pak Hidayat? Diskusikan dengan teman sebangkumu! 6. Adakah cara lain menentukan jarak AB, BC, CD, dan DE? Coba buat segitiga siku-siku yang sisi miringnya AB, BC, CD, dan DE! 121
ISBN :978-602-17187-2-8
7. Apa yang dapat disimpulkan dari aktivitas ini? Kemukakan hasil kegiatan ini di depan kelas!‖ Langkah pembelajaran selanjutnya masing-masing kelompok menyajikan hasil kerja kelompoknya ke depan kelas. Kemudian guru bekerja sebagai moderator yang mengarahkan siswa menyimak dan mengomentari penyaji masing-masing kelompok.
Gambar 3. Setiap kelompok menampilkan hasil karyanya di depan kelas
Setelah selesai pembelajaran peneliti meminta perwakilan kelompok masing-masing satu orang untuk dilakukan wawancara keterbacaan perintah dalam LAS, kesan dan pesan pembelajaran Contextual framework ini serta kesulitan-kesulitan yang ditemui selama proses pengisian LAS. HASIL PEMBAHASAN Pada pertemuan pertama guru sekaligus peneliti membagi siswa dalam 8 kelompok yang diacak secara heterogen, kemudian guru mempersilakan peserta didik untuk memulai pembelajaran dengan berdoa. Guru mengecek kehadiran peserta didik yang seluruhnya berjumlah 40 orang. Pada kegiatan pendahuluan guru melakukan apersepsi melalui tanya jawab tentang Teorema Jarak antara dua titik dan titik ke garis sekaligus menyampaikan cakupan materi dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan pertama ini. Selain itu, pada bagian ini guru memberi motivasi kepada siswa tentang kegunaan mempelajari materi untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan atau ilmu lain melalui tayangan atau video melalui LCD seperti contoh hasil pengamatan satelit pada alamat http://www.flightradar24.com/. Guru mengingatkan kembali, bahwa pembelajaran akan dilaksanakan dengan menerapkan model pembelajaran Contextual framework. Pada kegiatan inti fase (1) Penyajian fenomena sehari-hari: mengamati. Siswa diminta memperhatikan (mengamati) tayangan yang diberikan guru tentang peta kota Batam.
Gambar 4. Peta Kota Batam dalam koordinat kartesius
Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya terkait tayangan yang diberikan. Kemudian guru meminta peserta didik untuk memikirkan/membayangkan bagaimana cara menghitung jarak antara rumah ke Bandara. Oleh karena itu, pertanyaan yang mungkin pada masalah adalah; (1)Bagaimana cara menghitung jaraknya? (2) Apa nama garis yang menghubungkan antara dua lokasi supaya dapat dihitung panjangnya? (3) Berapa cara yang dilakukan agar sampai ke Bandara? 122
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Pada fase (2) Observasi: mengamati, guru meminta peserta didik membentuk kelompok terdiri dari 4 – 5 orang yang heterogen kemampuan dan jenis kelaminnya, seluruhnya didapat 8 kelompok. Kemudian setiap kelompok diberikan Lembar Aktivitas yang berisi masalah, peserta didik diminta untuk menelaah buku dan berdiskusi untuk mengumpulkan informasi tentang prosedur yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Pada fase (3) Merumuskan masalah: menanya, guru mencermati peserta didik bekerja dan meminta membaca buku siswa atau referensi lain yang relevan untuk mempelajari penerapan vektor sehingga siswa menyusun pertanyaan. Kemudian guru mencermati peserta didik bekerja, berkeliling kelas, dan memantau kegiatan diskusi. Di samping itu, guru memberi bantuan (scaffolding) terhadap kesulitan yang dialami peserta didik secara individu, kelompok atau klasikal. Pada fase (4) Menyusun prosedur penyelesaian: menjawab pertanyaan, seperti meminta peserta didik untuk menghimpun berbagai konsep dan aturan matematika yang sudah dipelajari serta memikirkan strategi pemecahan yang berguna untuk pemecahan masalah. Guru mendorong peserta didik agar bekerja sama dan disiplin dalam belajar. Berikut salah satu jawaban kelompok tentang LAS:
Gambar 5. Hasil pekerjaan salah satu kelompok tentang LAS vektor
Pada fase (4) Menyusun prosedur penyelesaian: menjawab pertanyaan, Guru meminta peserta didik menjawab pertanyaan dengan mengolah informasi hubungan-hubungan berdasarkan informasi/data terkait untuk membangun konsep atau mencoba menganalisa data dan melakukan langkah-langkah penyelesaian masalah dengan merujuk beberapa contoh penerapan vektor. Pada fase (5) Mengumpulkan data: eksperimen/eksplorasi menggunakan alat ukur, Guru mengarahkan peserta didik dalam kelompok untuk melakukan penyelidikan langkah-langkah penyelesaian untuk mengecek kesalahan dan/atau mencari langkah alternatif lain yang mungkin atau peserta didik menganalisa masukan, tanggapan dan koreksi dari guru terkait pembelajaran penerapan vektor tersebut.
Gambar 6. Siswa mengecek kesalahan dan atau mencari alternatif yang lain
Pada fase (6) Menganalisis data: membandingkan dengan hasil secara rumus/teori yang ada. Dalam hal ini, siswa mengukur hasil panjang vektor menggunakan penggaris, kemudian menggunakan teorema Pythagoras yang terjadi pada segitiga siku-siku.
123
ISBN :978-602-17187-2-8
Pada fase (7) Menyusun kesimpulan: menyimpulkan, mengomunikasikan di depan kelas. Guru meminta perwakilan kelompok mengkomunikasikan hasil diskusi dengan mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas dengan menuliskan kembali hasil koordinat kartesiusnya ke dalam karton bergabus dan meminta peserta didik dari kelompok lain untuk menanggapi, mengajukan pertanyaan, saran atau pendapat/argumen.
Gambar 7. Siswa mempresentasi menggunakan karton bergabus
Pada fase ini Peserta didik mengamati dan memperhatikan presentasi yang sedang dilakukan wakil kelompok yang ditunjuk. Selain itu, Peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan tanya jawab terkait presentasi wakil kelompok tetapi harus saling menghargai pendapat teman/kelompok lain. Siswa masih menganggap bahwa jarak selalu dibentuk oleh segitiga siku-siku, padahal kenyataannya jarak itu bisa menghitung selisih antara absisnya dengan catatan ordinatnya sama.Kemudian guru meminta perwakilan kelompok yang mempunyai cara atau hasil yang berbeda dengan kelompok sebelumnya. Guru mengarahkan peserta didik dalam kelompok untuk melakukan penyelidikan langkah-langkah penyelesaian untuk mengecek kesalahan dan/atau mencari langkah alternatif lain yang mungkin atau peserta didik menganalisa masukan, tanggapan dan koreksi dari guru terkait pembelajaran penerapan integral tentu. Guru mendorong peserta didik untuk menyampaikan (mengkomunikasikan) kepada teman dalam kelompok maupun teman antar kelompok tentang temuan-temuan dalam penyelidikan langkah-langkah penyelesaian masalah. Guru memberikan konfirmasi terhadap jawaban peserta didik dalam diskusi, dengan meluruskan jawaban yang kurang tepat dan memberikan penghargaan bila jawaban benar dengan pujian atau tepuk tangan bersama. Pada bagian penutup, Guru meminta tiap kelompok untuk mengumpulkan hasil pekerjaannya. Guru bersama peserta didik menyimpulkan secara singkat tentang penerapan vektor. Berikut hasil salah satu kesimpulan yang dibuat oleh salah satu kelompok yaitu ― Dalam mengukur peta menggunakan vektor bisa menghitung jarak peta dengan mudah. Jadi menghitung pada jarak peta bisa menggunakan dua cara yaitu mengukur dengan penggaris dan menggunakan rumus-rumus teorema Pythagoras dengan membuat segitiga siku-siku‖ Selanjutnya guru memotivasi peserta didik untuk mengembangkan pemahaman dan pemecahan masalah dengan cara meminta peserta didik mengerjakan latihan di buku matematika siswa. Guru mengadakan tes 1 soal untuk mengecek pemahaman peserta didik. Guru mengakhiri kegiatan belajar dengan memberikan pesan untuk tetap belajar dan berdoa.Berdasarkan hasil analisis wawancara terhadap perwakilan masing-masing kelompok didapat hasil berikut ini: Guru menanyakan bahwa apakah siswa mengalami kesulitan dalam memahami maksud soal. Jawaban siswa didapat sebanyak 100 % dari perwakilan siswa tidak mengalami kesulitan. Hal ini mengindentifikasikan bahwa soal terbaca dengan baik oleh siswa. Guru menanyakan bahwa bagaimana kendala yang dialami selama mengerjakan LAS. Jawaban siswa didapat kendala ketika menggambar menggunakan spidol yang titiknya harus tepat, mengukur garisnya harus tepat. Secara umum kesulitan hanya sebatas teknis saja bukan kemampuan akademik mereka. Guru menanyakan apakah semua anggota kelompok bekerja. Jawaban siswa didapat sebanyak 100 % dari perwakilan kelompok semuanya bekerja, walaupun prosentase kinerjanya 124
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
tidak merata. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran ini membuat siswa bekerja dalam kelompoknya. Guru menyakan berapa lama durasi pengerjaan LAS pada karton gabus. Jawaban siswa rata-rata antara 1-2 jam waktu bersih. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembuatan membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Guru menanyakan bagaimana kesan pekerjaan membuat presentasi. Jawaban siswa sebanyak 100% perwakilannya mengatakan menyenangkan, karena melibatkan siswa dalam belajar sambil bermain. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran Contextual framework membuat siswa belajar dengan dimensi yang berbeda dengan biasanya. Guru menanyakan bagaimana hasil ukuran antara mengukur langsung dan berdasarkan teori yang ada. Jawaban siswa hasil pengukurannya sama dengan teori atau rumus hanya berbeda 1 milimeter saja sehingga rumus dan kenyataan sama sehingga lebih meyakinkan lagi konsep vektor. Guru menanyakan apakah semua soal bisa terjawab semua. Jawaban siswa hanya 1 perwakilan kelompok yang belum bisa atau agak sedikit bingung penggunaan teorema Pythagoras, namun dengan mencari informasi dari temannya baru dapat memahaminya. Guru menanyakan apakah anda sudah mengerti tentang pengertian vektor dan menentukan panjangnya. Jawaban siswa lebih memahami vektor, karena dapat menemukan sendiri konsepnya. Hal ini menegaskan bahwa pembelajaran Contextual framework membuat siswa mengkontruksi pengetahuan mereka. Guru menanyakan apakah anda lebih suka pembelajaran menggunakan pembelajaran ini. Jawaban siswa hanya 1 perwakilan kelompok yang menyatakan bahwa materi lebih suka disampaikan langsung rumusnya. Secara umum, peneliti mendapatkan bahwa siswa lebih memahami materi vektor menggunakan pembelajaran Contextual framework yang berbasis pada kehidupan nyata dan mengecek dengan teori yang sudah ada. Di samping itu, siswa merasa enjoy menerima pelajaran yang disampaikan secara santai dan penuh keterampilan kerjasama serta gambar artistic sehingga memungkinkan siswa menyimpan informasi dari guru ke dalam memori jangka panjang. KESIMPULAN Tulisan ini hanya sebatas untuk mengetahui bagaimana pembelajaran Contextual framework pada materi vektor secara umum menyebabkan kreativitas siswa bertambah dan memungkinkan siswa menyimpan informasi pada otak kanan (long term memory). Pada penelitian lebih lanjut, peneliti akan mengembangkan materi vektor di R3 menggunakan aplikasi geogebra dan wingeom sehingga siswa dapat lebih tervisualisasi secara kontekstual. Selain itu, pembelajaran ini sebagai bentuk pengajakan berfikir matematika kearah tingkat tinggi. Pembelajaran Contextual framework ini selaras dengan misi dari kurikulum 2013 yang mengedepankan pembelajaran dengan pendekatan saintifik pada prosesnya. Hal ini berdasarkan dengan langkah-langkah pembelajaran 5 M, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengkomunikasikan. Sebaiknya siswa dilatih terlebih dahulu tentang koordinat kartesius suatu bilangan agar proses pembelajaran vektor lebih efektif. Pada tahapan-tahapan dalam pembelajaran ini agar mendapat hasil yang optimal, diperlukan pengaturan seperti bolehnya berdiskusi dengan teman pada tahap awalnya. Sedangkan bagi guru, yaitu diharapkan mempunyai cara bagaimana membuat karya tulis ilmiah yang bermanfaat bagi PKG dan PKB untuk kenaikan pangkat dan peningkatan mutu guru. Akhirnya, penulis meminta kritik dan saran yang membangun untuk sempurnanya karya ilmiah ini dan semoga bermanfaat bagi peneliti-peneliti yang akan datang. Selamat mencoba dan berusaha agar bermanfaat bagi masyarakat luas khusunya di dunia pendidikan.
DAFTAR RUJUKAN Anghileri J, (2006). Scaffolding Practices That Enhance Mathematics Learning. Journal of Mathematics Teacher Education (2006) 9: 33–52
125
ISBN :978-602-17187-2-8
Dindyal J (2003). Algebraic Thinking in Geometry at High School Level: Students‘ Use of Variables and Unknowns. Journal National Council of Teachers of Mathematics MME, vol4, no.1, p.73 Ernest, P. (1989). The impact of beliefs on the teaching of mathematics. In P. Ernest (Ed.),Mathematics teaching the state of the art (pp. 249–254). London: The Falmer Press. Krismanto, A. (2003). Beberapa Teknik, Model, dan Strategi Dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika. Lavy I & Shriki A (2008). Investigating changes in prospective teachers‘ views of a ‗good teacher‘ while engaging in computerized project-based learning. J Math Teacher Educ (2008) 11:259–284 Published online: 6 February 2008. Malinen, A. (2000).Towards the essence of adult experiential learning. A reading of the theories of Knowles, Kolb, Mezirow, Revans and Scho¨n. SoPhi: University of Jyva ¨skyla ¨. Pelfrey R, (2014). Open Ended Question For Mathematics. Lexington: ARSI Gold Pribadi, B. A. (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat. Santos M& Triago (2008). An Inquiry Approach to Construct Instructional Trajectories Based on The Use of Digital Technologies. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education,2008, 4(4), 347-357 Published : 07August 2008 Skott, J. (2001). The emerging practices of novice teachers: The roles of his school mathematics images. Journal of Mathematics Teacher Education, 4(1), 3–28. Subanji, (2013). Revitalisasi Pembelajaran Bermakna Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran Matematika Sekolah. Prosiding Seminar Nasional Teqip2013Volume I hal. 685-944. Subanji (2013). Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: UM Press Suyanto, M. (2005). Multimedia Alat Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing. Yogyakarta: Andi Offset. Tran V, (2014). Open ended Learning Mathematics. International Conference On Research, Implementation And Education Of Mathematics And Sciences 2014, UNY 18-20 May 2014, invited paper.
PENERAPAN PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING STAD BERBANTUAN CARD SHORT DALAM PERMAINAN SANDI PADA MATERI MATRIKS KELAS XI MIPA SMA NEGERI 11 BATAM Naila Izzati Guru SMA Negeri 11 Batam
[email protected] Abstrak : Penelitian ini mendeskripsikan penerapan pembelajaran dengan metode cooperative learning STAD menggunakan model card short dalam permainan sandi pada materi matriks siswa kelas XI SMA Negeri 11 Batam. Jenis penelitian ini deskriptif kualitatif. Penelitian dilaksanakan dalam 2 pertemuan dengan materi yang sama dengan menambahan hasil refleksi pada pertemuan kedua. Penelitian menunjukkan adanya peningkatan rata-rata nilai dari 38,7 menjadi 78,1 persentase ketuntasan meningkat dari 11,1% menjadi 63,1 %. Hasil penelitian menunjukkan metode permainan sandi dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa pada materi invers matriks, mengaktifkan siswa, serta membentuk suasana belajar menyenangkan. Kata kunci : cooperative learning, STAD, card short, permainan sandi
PENDAHULUAN Matematika merupakan mata pelajaran yang sebagian besar masyarakat beranggapan mata pelajaran yang sangat sulit dimengerti, membosankan dan bahkan menakutkan. Hal ini 126
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
disebabkan metode pembelajaran yang kurang tepat atau masih bersifat kontekstual sehingga siswa sulit memahami materi yang diajarkan. Metode pembelajaran di sekolah masih banyak yang menggunakan metode kontekstual dimana guru menjelaskan, memberi contoh dan penyelesaian, pemberian tugas dan penilaian. Siswa hanya mendapatkan materi secara teori saja, siswa tidak dilibatkan dalam menemukan konsep dasar materi. Hal ini dapat menyebabkan siswa menjadi pasif, siswa malas untuk belajar dan siswa tergantung kepada guru, apabila guru mengubah soal sedikit saja siswa kesulitan menyelesaikannya karena konsep dasar belum mereka pahami hanya sebatas teori. Motode pembelajaran sangatlah mendukung dalam penyampaian materi matematika sehingga menarik bagi siswa, dan mempermudahkan siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematika, oleh karena itu diperlukan peranan guru matematika bagaimana mengubah mata pelajaran matematika menjadi mata pelajaran yang menyenangkan, penuh tantang dan tidak perlu ditakuti. Salah satu pembelajaran yang digunakan untuk mengaktifkan siswa dalam belajar adalah kooperatif learning. Kajian terhadap penerapan pembelajaran kooperatif learning sudah banyak dilakukan (Abdullah & Shariff, 2008; Kairani, 2013; Subanji, 2013; Sunaryatin, 2013). Abdullah & Shariff (2008) meneliti penerapan inquiry berbasis komputer seting kooperatif. Kairani (2013) menemukan bahwa pembelajaran koperatif STAD dapat membantu siswa dalam Menemukan Rumus Luas Trapesium Subanji (2013) menjelaskan tentang peran kooperatif dalam meningkatkan kemampuan siswa untuk bekerjasama memecahkan masalah. Sunaryatin (2013) menemukan bahwa penerapan Kooperatif membantu siswa menemukan rumus Keliling Persegi Panjang . Salah satu jenis kooperatif yang sering dilakukan adalah STAD. Dalam penelitian ini dilakukan pembelajaran STAD dengan permainan. Pembelajaran dengan permainan perlu dilakukan untuk meningkatkan motivasi siswa. Beberapa penelitian terkait pembelajaran berbantuan media sudah banyak dilakukan (Gunawati, 2013; Rubittin,2013 dan Marlina, 2013). Gunawati (2013) memanfaatkan ubin untuk penerapan pembelajaran aljabar ditemukan bahwa pemanfaatan ubin dalam meningkatkan pemahaman siswa dalam mempelajari aljabar. Marlina (2013) menemukan bahwa penggunaan pita bilangan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar. Rubittin (2013) menemukan penggunaan kartu smart dapat meningkatkan hasil belajar. Salah satu jenis pembelajaran kooperatif adalah Students Team Achievement Division (STAD). Menurut Slavin (dalam Subanji,2013) langkah-langkah pada pembelajaran kooperatif jenis STAD yaitu sebagai berikut; a) membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku dan sebagainya). b) Guru menyajikan materi pembelajaran. c) Guru memberikan tugas kepada kelompok. Anggota yang sudah mengerti diminta untuk menjelaskan kepada anggota yang lain sampai semua anggota mengerti. d) Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa secara individu. e) guru mengkoreksi hasil kuis. f) Guru mengumumkan hasil kuis dan pemenangnya. g) kesimpulan. Pembelajaran dilakukan dalam bentuk permainan merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman siswa, meningkatkan keaktifan belajar siswa serta membentuk suasana yang menyenangkan. Menurut Jannes (2013) menemukan bahwa guru harus memiliki inovatif baru untuk membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran. Sandi rahasia dalam kehidupan sehari-hari sangat diperlukan oleh manusia, terutama di bidang teknologi dan komputer untuk melindungi informasi atau proses lain yang membutuhkan tingkat keamanan yang tinggi. Sebagai contoh PIN ATM, password pada operasi komputer guna melindungi file penting atau tidak ingin dibaca orang lain dan lain sebagainya. Pada penelitian ini, penulis menggunakan sistem sandi rahasia dalam pembelajaran matematika dengan bantuan card short atau kartu kecil yang bertuliskan kode rahasia, tugas siswa untuk memecahkan kode sandi tersebut dimana proses pemecahan menerapkan materi yang diajarkan. Peneliti berharap akan meningkatkan motivasi dan pemahaman siswa.
127
ISBN :978-602-17187-2-8
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan pada kegiatan lesson study di SMA Negeri 11 Batam terdiri dari 27 siswa. Penelitian ini dilakukan dalam 2 pertemuan dengan materi yang sama, pada pertemuan pertama dilaksanakan pada Senin 4 Oktober 2015 dan pertemuan 2 dilaksanakan pada Jum‘at 9 Oktober 2015. Alur penelitian sebagai berikut; Pelaksanaan (Do)
Perencanaan (plan)
Permasalahan
Refleksi (see)
Observasi
Pertemuan 1
Pelaksanaan (Do)
Perencanaan (plan)
Refleksi (see)
Observasi
Pertemuan 2
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dalam kegiatan lesson study dengan 3 tahap yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan (do) dan refleksi (see) pada setiap pertemuan; Pertemuan pertama Tahap Perencanaan (Plan) Pada tahap perencanaan peneliti merencanakan pelaksanaan pembelajaran yaitu dengan (1) menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan alokasi waktu 4 x 45 menit. (2) membuat prosedur permainan sandi (3) membuat kode sandi pada card short dan dimasukkan dalam amplop yang diberi nomor (4) penentuan encoder yang berfungsi sebagai kunci dalam pemecahan kata sandi. (5) Alat perekam video untuk merekam selama pembelajaran berlangsung. (6) lembar kuis Dalam mempersiapkan alat yang dibutuhkan dalam permaian, proses pembuatan kata sandi sebagai berikut; 1) Guru menentukan Encoder, berfungsi sebagai kode untuk memecahkan sandi. encoder telah disepakati bersama antara pengirim dan penerima sandi 2) Membuat tabel abjad yaitu tabel mengubah huruf menjadi angka atau sebaliknya yang hanya diketahui oleh pengirim dan penerima sandi. Tabel abjad sebagai berikut; Tabel 1. Tabel abjad
A 1 K 11 U 21
B 2 L 12 V 22
C 3 M 13 W 23
D 4 N 14 X 24
E 5 O 15 Y 25
F 6 P 16 Z 26
G 7 Q 17
H 8 R 18
I 9 S 19
J 10 T 20
3) Guru menentukan kata yang akan dikirim dan diubah dalam bentuk sandi. Misalkan pesan yang akan dikirim adalah kata SATU, pesan tersebut diterjemahkan dalam bentuk angka sesuai tabel abjad di atas yaitu S = 19, A = 1, T = 20, U = 21 selanjutnyakode ditulis dalam bentuk: 19 1 20 21 Dalam bentuk matriks ditulis yaitu Proses menentukan pesan yang akan dikirim yaitu dengan mengalikan encoder dengan pesan dalam bentuk matriks yaitu
128
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Encoder
pesan
Pesan terkirim
Kode sandi dikirim dalam bentuk matriks
diubah dalam bentuk sandi yaitu 59 43
39 22. Tulis kode sandi pada sebuah card short, kode inilah yang akan dikirim dan dipecahkan oleh si penerima kode. Lakukan kegiatan yang sama sebanyak 4 kata sandi dan dapat dibentuk menjadi sebuah kalimat yang bermakna masukkan dalam sebuah amplop bersama card sort kosong dan encoder. Lakukan sampai diperoleh beberapa amplop sesuai jumlah kelompok siswa yang dibentuk dalam kelas. Pelaksanaan (Do) Tahapan Do pada pertemuan 1 dilaksanakan dalam pembelajaran di kelas oleh guru model di kelas XI MIPA SMA Negeri 11 Batam yang terdiri dari 27 siswa Pada tahap Do, kegiatan yang dilakukan adalah menerapkan rancangan pembelajaran yang dibuat pada tahap perencanaan. Kegiatan awal pembelajaran Pada awal pembelajaran guru memberikan apersepsi melalui tanya jawab dengan siswa. G: Anak-anak, sebelum kita masuk pada materi invers matriks, kalian harus paham materi sebelumnya salah satunya determinan. Siapa yang masih ingat rumus determinan untuk matriks 2 x 2? S: ingat bu.. (beberapa siswa menjawab pertanyaan guru sedangkan yang lain diam) G: Anak-anak, misalkan suatu matriks A =
diantara kalian siapa yang masih ingat
apa rumus determinan matriks A? (Guru menuliskan matriks di papan tulis) S: saya bu… (beberapa siswa mengacungkan tangan) G: ya sawati, apa rumus determinan matriks A?. (Guru menunjuk salah satu siswa) S: ad – bc bu! (Guru menuliskan rumus di papan tulis) G: ya benar, Anak-anak, sekarang ibu punya matriks A =
diantara kalian siapa
yang masih ingat menentukan determinan matriks A? (Guru menuliskan matriks di papan tulis menunjuk siswa) S: saya bu… (beberapa siswa mencoba menyelesaikan soal yang diberi guru ke depan kelas) G: Silahkan maju kedepan. (Guru menunjuk salah satu siswa dan menuliskan jawabannya di papan tulis) Dari dialog di atas, guru mengambil kesimpulan bahwa sebagian besar siswa sudah paham menentukan determinan suatu matriks, hanya sebagian kecil siswa yang tidak mengacungkan tangan bertanda kurang paham. Sebelum memulai pembelajaran, guru harus memastikan bahwa siswa sudah memahami materi sebelumnya sebagai syarat untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya salah satunya siswa dapat menentukan determinan matriks. Hasil yang diperoleh siswa dalam menentukan determinan matriks dari gambar berikut ini;
129
ISBN :978-602-17187-2-8
Hasil di atas menunjukkan bahwa siswa sudah mampu menentukan determinan suatu matriks ordo 2 x 2 dengan benar, namun masih terdapat kesalahan dalam penulisan secara matematika. Siswa menuliskan ―A = tentukan det‖, penulisan tersebut salah, siswa ingin menunjukkan bahwa siswa diminta untuk menentukan determinan matriks A,namun guru paham apa yang dimaksud siswa tersebut. Guru memberi tahu tidak perlu dibuat seperti itu, tetapi dibuat pertanya ―tentukan det A‖ bukan ―A = tentukan det‖. Kegiatan selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu siswa mampu menentukan invers matriks ordo 2 x 2. Kegiatan Inti, Guru memberikan penjelasan singkat tentang definisi, rumus invers matriks dan memberikan contoh soal dan penyelesaian serta sifat-sifat matriks. Guru menjelaskan kepada siswa bahwa langkah-langkah menentukan invers matriks yaitu 1) tentukan determinan matriks 2) tukarkan bilangan yang ada di diagonal utama sedangkan bilangan yang lain dikalikan dengan -1. 3) Kalikan satu per determinan matriks dengan matriks yang sudah diubah pada langkah 2. Kegiatan selanjutnya Guru memberikan beberapa contoh soal dan menunjuk siswa secara acak menyelesaikan soal ke depan, serta memberikan kesempatan Tanya jawab kepada siswa apabila ada yang belum dimengerti siswa secara singkat dan jelas. Hasil yang diperoleh siswa dalam menentukan invers matriks sebagai berikut;
Hasil yang diperoleh siswa sudah tepat dan benar. Guru memberikan contoh soal matriks kepada siswa ordo 2 x 2 dengan nilai determinannya nol. G: Anak-anak coba kalian perhatikan soal berikut ini? (guru menuliskan satu contoh soal dengan nilai deteminan nol) Siswa mencoba menjawab pertanyaan guru, Nampak siswa sedikit kesulitan. Ada siswa yang mengacungkan tangan untuk bertanya) S: Bu.. kalau nilai determinannya nol gimana bu? G: menurutmu bagaimana invers matriksnya jika nilai determinannya nol? S: Menurut saya invers matriksnya nol juga bu. G: nolnya dalam bentuk angka atau matriks? (jawaban siswa atas pertanyaan guru berbeda-beda ada yang menyebutkan angka dan ada yang menyebutkan matriks) Dari dialog di atas, menunjukkan bahwa siswa mulai menunjukkan ketertarikannya pada pertanyaan guru dan rasa ingin tahu. Kegiatan selanjutnya guru menjelaskan definisi matriks singular dan matriks nonsingular, serta memberikan contoh soal dan pembahasan. Selanjutnya guru menjelaskan matriks invers dari matriks singular dan non singular. Guru menerangkan bahwa Matriks non singular memiliki invers sedangkan matriks singular tidak memiliki invers. Guru memberikan contoh dan pembahasan bagaimana cara menyelesaikan soal menentukan invers matriks yang nilai determinannya nol yaitu, 1) tentukan det matriks 2) jika nilai determinan nol maka matriks tidak memiliki invers.
130
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Selanjutnya guru menerangkan tentang sifat-sifat invers matriks. Setelah menjelaskan dan Tanya jawab, guru memberikan contoh soal dan pembahasan yang berkaitan dengan sifatsifat invers matriks. Untuk lebih memahamkan siswa tentang sifat-sifat matriks guru memberikan beberapa contoh soal, siswa menjawab ke depan kelas. Guru membagikan lembar prosedur bagaimana cara pemecahan sandi kepada setiap kelompok, dan siswa diminta untuk membaca dan mencoba untuk memahami prosedur permainan sandi. Untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi, pembelajaran dilakukan dengan permainan memecahkan kode sandi guru menjelaskan langkah-langkah cara pemecahan sandi sebagai berikut 1) mengubah encoder dan pesan yang diterima dalam bentuk matriks, 2) siswa menentukan invers dari matriks encoder. 3) Kalikan invers dari encoder dengan pesan yang diterima dalam bentuk matriks 4) hasil perkalian diubah dari bentuk matriks ke dalam bentuk kode sandi. 5) terjemahkan kode sandi ke dalam bentuk kata dengan menggunakan tabel abjad. Sebagai contoh: Misalkan encoder yang telah disepakati adalah 1 2 1 1 dalam bentuk matriks matriks
dan misalkan pesan yang diterima siswa
:
59 43 39 22 dalam bentuk
. Kemudian tentukan invers dari matriks encoder yaitu sebagai berikut; =
Setelah mendapatkan invers dari matriks encoder kemudian kalikan invers encoder dengan pesan yang diterima dalam bentuk matriks yaitu sebagai berikut;
Hasil perkalian diubah dalam bentuk kode yaitu: 19 1 20 21 . Terjemahkan kode sandi dalam bentuk huruf membentuk sebuah kata dengan menggunakan tabel abjad yaitu 19 = S, 1 = A, 20 = T dan 21 = U. Jadi pesan yang diterima adalah kata: SATU. Guru meminta salah satu perwakilan kelompok untuk setiap kelompok memilih dan mengambil amplop yang telah berisi 4 card short yang telah ditulis dengan kode sandinya dan 4 card short kosong serta 1 kartu berisi encoder yang sudah diberi perekat double slotip. Gambar amplop yang berisi card short pada pertemuan pertama;
Kegiatan selanjutnya, siswa memecahkan kode sandi, dan menuliskan hasilnya pada card short kosong sehingga membentuk sebuah kalimat dan menempelkan di papan tulis.
Dari hasil presentasi siswa, pada kelompok 5 dapat memecahkan sandi lebih cepat dibandingkan kelompok lainnya, selanjutnya kelompok 4 dan kelompok 1. Sedangkan kelompok 2 dan 3 belum bisa memecahkan sandi dalam waktu yang ditentukan. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang sudah menyelesaikan tugasnya dalam memecahkan kode sandi sedangkan pada kelompok yang belum dilakukan tanya jawab mengenai kesulitan yang dihadapi siswa.
131
ISBN :978-602-17187-2-8
Pada pertemuan pertama, terlihat sebagian besar siswa masih bingung, hal ini terlihat dari 1) hanya beberapa siswa saja yang aktif terutama pada kegiatan pemecahan sandi, 2) sebagian besar siswa hanya berdiam diri saja, melihat temannya yang sedang mencoba memecahkan kode 3) beberapa siswa yang mencoba memecahkan tetapi terdapat kekeliruan hitungan sehingga ketika diterjemahkan ke dalam abjad kata yang dibentuk salah atau tidak beraturan. Kegiatan pada pertemuan pertama, siswa terlihat masih belum memahami materi yang diajarkan, siswa belum menguasai media yang digunakan, serta siswa masih bingung menghubungkan materi yang diajarkan dengan media yang digunakan. Selain itu rendahnya keinginan siswa untuk mencoba sendiri menyelesaikan tugas dan tidak berani bertanya kepada guru kesulitan yang dihadapinya baik materi yang diajarkan maupun penggunaan media. Kegiatan selanjutnya guru memberikan kuis untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa. Penulis menemukan kesalahan dari hasil kuis dari salah satu siswa yaitu sebagai berikut; Soal kuis terdiri dari 5 soal, setiap soal memiliki indicator sebagai berikut; 1) siswa menentukan invers matriks jika determinan matriksnya tidak bernilai nol. 2) siswa diminta menentukan invers matriks jika determinan matriksnya samadengan nol, 3) siswa menentukan apakan dua matriks A dan B saling invers jika diketahui matriks A dan B. 4) siswa menentukan invers dari matriks invers A atau . 5) Menentukan invers dari matriks AB jika diketahui matriks invers dari A dan matriks invers dari B Dari hasil kuis pada pertemuan pertama diperoleh bahwa rata-rata nilai kuis 38,7, nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 0. Jika batas ketuntasan 75, hasil siswa menunjukkan 11,1% tuntas dan 88,9 % belum tuntas. Dari hasil kuis, kesalahan siswa masih banyak terletak pada : 1) menentukan dan mamasukkan nilai ke rumus determinan sudah benar tetapi proses perhitungannya masih salah. 2) siswa masih keliru menukarkan bilangan pada diagonal matriks tetapi bilangan lain tidak dikalikan dengan -1.
3) siswa masing menggunakan rumus invers matriks padahal matriks tersebut mempunyai nilai determinan nol seharusnya langsung dijawab tidak memiliki invers.
4) siswa belum memahami syarat dua matriks saling invers bahwa perkalian dua matriks menghasilkan identitas maka kedua matriks tersebut saling invers. Siswa hanya mengalikan matriks saja tetapi belum bisa mengambil kesimpulan.
5) siswa belum mahir dalam perkalian matriks 132
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
6) siswa masih bingung dan tidak paham menentukan invers dari matriks invers suatu matriks akan menghasilkan matriks itu sendiri serta cara penulisan yang salah.
Refleksi (See) Pada pertemuan pertama ditemukan kelemahan-kelemahan yang mengakibatkan hasil tidak sesuai yang diharapkan untuk itu perlu dilakukan perbaikan pada pertemuan selanjutnya yaitu sebagai berikut : 1. Pembagian siswa dalam kelompok belum heterogen berdasarkan tingkat kemampuan sehingga ada dua kelompok yang tidak bisa menyesaikan tugas dengan benar. Pada pertemuan selanjutnya perlu adanya perubahan siswa dalam kelompok. 2. Keterlambatan siswa dalam menyelesaikan tugas adalah kurang mahirnya siswa dalam mengalikan dua matriks sebagai syarat dalam pembelajaran. Pada pertemuan selanjutnya guru memberikan penjelasan tambahan. 3. Masih terdapat siswa yang belum mahir menghitung bilangan sehingga mengakibatkan kesalahan dalam mencari hasil sehingga perlu diberikan tugas meningkatkan kemahiran dalam berhitung. 4. Selama kegiatan pembelajaran beberapa siswa saja yang terlihat aktif mencoba memecahkan game sandi sebagian siswa hanya menunggu dan melihat saja teman kelompoknya bekerja karena masih belum mengerti apa yang akan dia kerjakan meskipun guru sudah menerangkan, pada pertemuan selanjutnya dalam kegiatan diskusi kelompok, siswa yang pandai dalam setiap kelompok diberikan tugas untuk melaksanakan tutor sebaya kepada teman kelompoknya yang mengalami kesulitan belajar. Pertemuan kedua Tahap Perencanaan (Plan) Pada pertemuan kedua tahap perencanaan peneliti merencanakan pelaksanaan pembelajaran yaitu dengan (1) menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan alokasi waktu 4 x 45 menit. (2) mempersiapkan prosedur permainan sandi (3) membuat kode sandi pada card short yang berbeda dari pertemuan pertama dan dimasukkan dalam amplop yang diberi nomor (4) penentuan encoder yang berfungsi sebagai kunci dalam pemecahan kata sandi. (5) Alat perekam video untuk merekam selama pembelajaran berlangsung. (6) lembar kuis Kegiatan awal pembelajaran Pada kegiatan awal pembelajaran pada pertemuan kedua guru melakukan juga apersepsi sebagai syarat materi yang diajarkan. Guru menanyakan tentang perkalian matriks. Kegiatan inti kegiatan inti pada pertemuan kedua sama dengan kegiatan inti pada pertemuan pertama. Pada pertemuan kedua guru menambahkan hasil refleksi dari pertemuan pertama, yaitu 1) guru memberikan penjelasan tambahan tentang materi yang menjadi syarat yaitu perkalian matriks. Hal ini disebabkan dari hasil kuis sebelumnya, siswa banyak mendapat nilai dibawah tuntas dikarenakan belum mahirnya mengalikan dua matriks ordo 2 x 2 dan melakukan Tanya jawab. 2) Guru melakukan perubahan pada kelompok, pada pertemuan sebelumnya ada dua kelompok yang masih homogen sehingga tidak bisa mampu menyelesaikan tugas, dengan memasukkan siswa yang memiliki kemampuan ke dalam kelompok tersebut. 2) guru menjelaskan materi, pemberian contoh dan pembahasan serta melakukan Tanya jawab nagi siswa yang mengalami kesulitan. 3) Guru memberikan lembar prosedur permainan sandi 4) Guru membagikan amplop yang berisi kode sandi yang berbeda dari pertemuan sebelumnya, siswa memecahkan sandi 133
ISBN :978-602-17187-2-8
secara berkelompok. 5) siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok dengan menempelkan pemecahan kode sandi dan menyusun kata menjadi sebuah kalimat pada tempat yang telah disiapkan guru.
Dari hasil presentasi siswa diperoleh, pada kelompok 1 kesalahan terjadi hanya satu huruf saja yang seharusnya SENI tetapi diterjemahkan siswa SEMI. Hal ini terjadi karena kekeliruan dalam perhitungan.
Kesalahan yang lain terjadi pada kelompok 3 dan 4, tetapi kesalahan tersebut tidaklah fatal, kesalahan hanya terjadi pada penyusunan kata menjadi sebuah kalimat bermakna saja. tetapi tujuan pembelajaran sudah tuntas. penyusunan kata menjadi sebuah kalimat hanya sebagai tambahan saja, yang paling penting adalah proses menterjemahkan sandi menjadi kata-kata menggunakan rumus invers matriks. Sedangkan kelompok 2 Dan 5 sudah benar menterjemahkan kode menjadi kata dan menyusunnya menjadi sebuah kalimat bermakna. Kegiatan selanjutnya guru meminta perwakilan kelompok untuk memperbaiki hasil tugasnya ke papan tulis setelah didiskusikan jawaban yang benar. Pada pertemuan kedua terdapat perbedaan dibandingkan pertemuan pertama, hal ini terlihat dari sebagian besar siswa sudah memahami materi dan dapat menentukan invers matriks dengan cepat, sehingga permainan sandi dapat selesai lebih cepat dari waktu yang ditentukan guru. Selain meningkatkan pemahaman siswa, siswa terlihat antusias belajar terutama pada saat memecahkan sandi, semua siswa terlibat, tidak terlihat siswa yang berdiam diri, suasana pembelajaran manyenangkan. Kegiatan selanjutnya guru memberikan lembar aktivitas siswa untuk meningkatkan lagi pemahaman siswa tentang invers matriks, setelah selesai dikumpulkan per kelompok. Selanjutnya guru memberikan kuis individu untuk menilai tingkat pemahan siswa terhadap materi yang diajarkan. Hasil kuis yang diperoleh siswa pada pertemuan kedua memperoleh hasil dengan ratarata kelas 78,1 nilai tertinggi 100 dan terendah 32,9 Jika kriteria tuntas siswa memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan 75, maka persentasi siswa tuntas 63,1% dan siswa yang belum tuntas 36,9% Dari hasil kuis pada pertemuan kedua, masih ada kesalahan siswa namun jumlah siswa mendapat nilai tidak tuntas menurun drastis ini artinya terjadi peningkatan tingkat pemahaman siswa pada materi, adapun kesalahan-kesalahan tersebut adalah : 1) menentukan dan mamasukkan nilai ke rumus determinan sudah benar tetapi proses perhitungannya masih salah. 2) siswa masih keliru menukarkan bilangan pada diagonal matriks tetapi bilangan lain tidak dikalikan dengan -1. 3) siswa masing menggunakan rumus invers matriks padahal matriks tersebut mempunyai nilai determinan nol seharusnya langsung dijawab tidak memiliki invers. Peningkatan hasil kuis terjadi pada siswa sebagian besar sudah mahir menentukan invers matriks. Siswa juga sudah mahir melakukan operasi matriks dan siswa sudah mulai teliti dalam perhitungan sehingga menghasilkan jawaban yang benar. Dari hasil nilai siswa pada pertemuan 1 dan pertemuan 2, terjadi peningkatan ketuntasan siswa yaitu 11,1% menjadi 63,1%, Nilai rata-rata 38,7 menjadi 78,1. Nilai terendah meningkat dari 0 menjadi 32,9. Nilai tertinggi juga meningkat dari 80 menjadi 100. Grafik dibawah ini merupakan grafik Hasil kuis siswa pada pertemuan 1 dan 2.
Diagram 1. Nilai siswa pada pertemuan 1 dan 2
134
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Pada grafik diatas diagram batang yang berwarna biru merupakan nilai siswa pada pertemuan 1 dan diagram batang merah merupakan hasil siswa pada pertemuan kedua terlihat bahwa rata-rata semua siswa mengalami peningkatan nilai pada pertemuan 1 dan pertemuan 2 kecuali siswa dengan no urut 8 mengalami penurunan, namun penurunan nilai tidak terlalu drastis hal ini disebabkan karena kekeliruan dalam berhitung saja. Grafik di atas menunjukkan pembelajaran yang disampaikan dengan permainan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan serta dapat memotivasi siswa, meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran mampu menciptakan suasana pembelajaran lebih menyenangkan dan meningkatkan hasil belajar siswa. Kegiatan Penutup, setelah semua siswa melakukan presentasi, guru mengajak siswa untuk menyimpulkan pembelajaran pada hari itu. Guru memberikan apresiasi kepada semua siswa dapat dengan mudah memahami cara menentukan invers matriks dalam suatu permainan sandi serta mengetahui sifat-sifat dari invers matriks dengan bantuan lembar aktivitas siswa. Refleksi (See) Refleksi pada pertemuan kedua tidak banyak perbaikan, namum ada beberapa hal yang perlu diperbaiki yaitu sebagai berikut : 1. Pembelajaran melalui permainan sandi sudah menunjukkan adanya peningkatan nilai yang tinggi, artinya pemahaman siswa terhadap pembelajaran meningkat 2. Dalam proses pembelajaran siswa sudah menunjukkan keaktifan, antusias sehingga tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan 3. Tingkatkan kemahiran siswa dalam melakukan perhitungan, hal ini terlihat masih ada siswa yang salah dalam mengoperasikan bilangan, Guru sebaiknya memberikan pemantapan kepada siswa yang memiliki kelemahan dan berhitung. 4. Lemahnya siswa dalam perhitungan akan berdampak pada hasil yang diperoleh siswa, sebenarnya siswa sudah paham materi yang diajarkan tetapi karena kekeliruan hitungan mengakibatkan hasil yang diperoleh salah padahal rumus yang mereka gunakan sudah benar tetapi proses mendapatkan hasil salah. 5. Perlunya guru memahami siswa berdasarkan kemampuan siswa dalam menyerap materi, hal ini diperlukan untuk menentukan kelompok belajar siswa sehingga guru dapat membentuk kelompok yang heterogen sehingga siswa yang mengalami kesulitan dapat diatasi dengan menggunakan pembelajaran tutor sebaya pada setiap kelompok. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Permainan sandi dapat meningkatkan cara berfikir siswa lebih tinggi, siswa mampu mengubah kode sandi menjadi sebuah matriks, menentukan invers matriks, menentukan perkalian matriks serta mengubah hasil menjadi sebuah kata, beberapa kata yang telah diterjemahkan dirangkai menjadi sebuah kalimat. 2. Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran yang menyenangkan dapat peningkatan nilai hasil belajar siswa.
135
ISBN :978-602-17187-2-8
3. Pembelajaran menggunakan model permainan dapat memotivasi, mengaktifkan siswa, meningkatkan pemahaman dan nilai siswa, serta dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. DAFTAR RUJUKAN Abdullah S & Shariff A., 2008. The Effects of Inquiry-Based Computer Simulation with Cooperative Learning on Scientific Thinking and Conceptual Understanding of Gas Laws. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2008, 4(4), 387-398. Jannes, Sindra, 2013. Penerapan Model Pembelajaran Lansung (Direct Intruction) dan Pembelajaran Bermakna dengan Menggunakan Enam Bidang Sisi Kubus dalam Pembelajaran Menemukan Jaring-Jaring Kubus. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 201, Volume 1 hal. 751-756. Universitas Negeri Malang. Kairani, 2013. Penerapan Kooperatif STAD dalam Menemukan Rumus Luas Trapesium Siswa Kelas V SD 071 Tanjung Mompang. Prosiding JTEQIP 2013 Ributtati, 2013. peningkatan hasil belajar Matematika materi operasi hitung campuran pada siswa kelas VI SDN 024 Tanah Grogot melalui penggunaan media. Prosiding JTEQIP 2013 Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. UM Press, Malang Sunaryatin, 2013. Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Penemuan pada Materi Keliling Persegi Panjang di Kelas III A SD Negeri Inpres Kartika. Prosiding JTEQIP 2013
PENERAPAN PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY BERBASIS LESSON STUDYPADA MATERISIFAT OPERASI BILANGAN BULAT SISWAKELAS V Albertus Avloubun SD Naskat Abean – Kec. Kei Kecil Timur Kab. Maluku Tenggara
[email protected] Abstrak: Kegiatan belajar mengajar matematika kelas Vdi SDN Selayar umumnya menggunakan metode ceramah. Hal ini berdampak pada hasil belajar yang rendah, belum tercapainya ketuntasan belajar dan aktivitas siswa kurang. Siswa cenderung pasif dan diam yang mengakibatkan pembelajaran matematika masih monoton, dan pada akhirnya matematika menjadi pelajaran yang membosankan. Untuk mengatasi hal tersebut guru perlu menciptakan suasana belajar yang membantu siswa agar sukses belajar. Salah satu upaya yang dapat diterapkan guru adalah penerapan model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS).Tulisanini bertujuanmendeskripsikan pembelajaran Two Stay Two Straypada materi operasi bilangan bulat pada siswa kelas V SDN Selayar Kabupaten Maluku Tenggara berjumlah 20 siswa.Hasil penerapan pembelajaran menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif TSTS pada materi operasi bilangan bulat dapat memberikan ketuntasan belajar dengan nilai rata – rata kelas sebesar 80 dari KKM sebesar 65. Respon siswa terhadap model pembelajaran TSTS sangat positif, umumnya menyenangi dan tertarik pada model pembelajaran kooperatif TSTS.Dengan demikian disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif TSTS efektif digunakan yaitu dapat mencapai ketuntasan belajar, meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar. (belum terungkap pada isi tulisan) Kata kunci: Penerapan pembelajaran, TSTS, Lesson Study
Pembelajaran di SD disesuaikan dengan karakteristik siswa dan kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil pengamatan bahwa cakupan materi pembelajaran matematika kelas V berjumlah cukup banyak sehingga menuntut siswa harus menguasai keseluruhan materi yang selama ini dilakukan dengan cara konvensional yaitu mencatat dan menghafal. Pembelajaran matematika di kelas masih berfokus kepada guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Dengan model pembelajaran konvensional masih 136
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
menjadi pilihan utama model belajar. Menurut Kusnandar (2007:328), sifat pembelajaran konvensional lebih berpusat pada guru sehingga pelaksanaannya kurang memperhatikan situasi belajar. Kekurangan dari model pembelajaran ini adalah guru dominan dalam pembelajarannya sedangkan peserta didik resisten, guru masih menjadi pemain sedangkan peserta didik sebagai penonton, dan guru aktif sedangkan peserta didik pasif. Fenomena ini juga merupakan gambaran di SD Negeri Selayar Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara sebagai hasil perbincangan dengan guru kelas V SD Negeri Selayar saat diadakan studi awal pada hari Sabtu tanggal 31 Juli 2015.Selain itu, guru kelasnya sendiri melihat mata pelajaran matematika sebagai momok yang membebaninya. Guru sendiri merasa bingung mau memulai pembelajaran dari mana, cara apa yang digunakan dan berakhir dimana. Inilah yang mengakibatkan pembelajaran matematika masih dilakukan dengan cara: guru menjelaskan materi, memberi contoh soal sesuai buku teks dan penyelesaiannya, memberikan latihan soal di berdasarkan buku teks, dan pekerjaan rumah yang soalnya diambil juga dari buku teks. Hal ini berjalan terus menerus dalam pembelajaran, sehingga siswa merasakan matematika sebagai pelajaran yang monoton, menuntut banyak hafalan prosedur atau rumus, dan pada akhirnya matematika menjadi pelajaran yang membosankan. Disisi lain, siswa kurang terlibat karena takut salah, takut ditertawakan, atau takut dimarahi oleh guru. Hal ini dapat menyebabkan siswa menjadi minder maupun emosional. Pertanyaan dari siswa, gagasan, ataupun pendapat jarang muncul. Kalaupun ada pendapat yang muncul, jarang diikuti oleh gagasan lain sebagai respon. Rendahnya partisipasi siswa ini dipengaruhi oleh banyak sebab. Pengaruh tersebut dapat datang dari luar individu maupun dari dalam individu sendiri. Salah satu faktor dari luar individu adalah faktor sosial seperti lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sedangkan faktor dari dalam individu di antaranya adalah semangat dan motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar (Djamarah, 1994). Sudjana (1991) mengemukakan bahwa proses belajar mengajar yang dialami oleh siswa selalu menghasilkan perubahan-perubahan, baik pengetahuan, pemahaman, nilai, kebiasaan, kecakapan, sikap, dan keterampilan. Perubahan tersebut akan tampak pada hasil belajar yang diraih oleh siswa terhadap persoalan atau tes yang diberikan oleh guru kepadanya.Dengan demikian proses belajar mengajar yang berkembang di kelas ditentukan oleh peran guru dan siswa serta penggunaan media belajar yang tepat dalam proses tersebut. Prestasi belajar siswa itu sendiri sedikit banyak tergantung pada cara guru menyampaikan pelajaran pada anak didiknya. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara prestasi belajar siswa dengan peran guru didalam kelas dalam proses pembelajaran.Guru bertanggungjawab penuh untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang terjadi di kelasnya. Hal tersebut Perancangan dan pelaksanaan model pembelajaran belajar kooperatif didasari oleh pemikiran filosofis ―Getting Better Together‖, yang berarti untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dalam belajar hendaknya dilakukan secara bersama-sama. Dalam hal ini guru harus merancang program pembelajarannya dengan mempertimbangkan aspek kebersamaan siswa, sehingga mampu mengkondisikan dan memformulasikan kegiatan belajar siswa dalam interaksi yang aktif interaktif dalam suasana kebersamaan (Ismail, 2003).Dalam hubungan ini, Joyce (dalam Trianto, 2007: 5) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran didalam kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-parangkat pembelajaran. Lesson Study merupakan salah satu strategi pengembangan profesi guru. Kelompok guru mengembangkan pembelajaran secara bersama-sama, Salah seorang guru ditugasi melaksanakan pembelajaran, guru lainnya mengamati belajar siswa. Proses ini dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung. Pada akhir kegiatan guru-guru berkumpul dan melakukan tanya jawab tentang pembelajaran yang dilakukan. Merevisi dan menyusun pembelajaran berikutnya berdasarkan hasil diskusi. Disamping melibatkan guru sebagai kolaborator dalam LS juga melibatkan dosen LPTK dan pihak lain yang relevan dalam mengembangkan program dan pelaksanaan pembelajaran yang efektif (Santyasa, 2009) Lessson study yang dilaksanakan di SD Negeri Selayar ini menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray. Model ini dipilih bertujuan agar siswa lebih termotivasi, senang belajar matematika dan mempunyai sikap positif terhadap matematika sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan dan menarik bagi siswa.Teknik belajar dua tinggal dua tamu (two stay two stray) menurut Anita (2010:61) mengatakan bahwa: Model pembelajaran ini 137
ISBN :978-602-17187-2-8
dikembangkan oleh Spencer kagan pada tahun 1992, teknik ini bisa digunakan pada semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik. Struktur two stay two stray memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Banyak kegiatan belajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa lain. Padahal dalam kenyataan hidup diluar sekolah, kehidupan dan kerja manusia bergantung satu dengan yang lainnya. Menurut Gordon pada buku Lie berpendapat bahwa: Pada dasarnya manusia senang berkumpul dengan sepadan dan membentuk jarak dengan yang berbeda, namun pengelompokan dengan orang lain yang sepadan dan serupa ini dapat menghilangkan kesempatan anggota kelompoknya untuk memperluas wawasan dan memperkaya diri, karena dalam kelompok yang heterogen tidak banyak perbedaan yang dapat mengakses proses berfikir, beragumentasi dan berkembang (Lie, 2002 : 40). Struktur model Two Stay Two Stray (TSTS) memberi kesempatan kepada kelompok untuk memberikan informasi kepada kelompok yang lain. Kegiatan belajar mengajar seringkali diwarnai dengan kegiatan yang bersifat individu, antara lain siswa diharapkan bekerja sendiri dan tidak boleh melihat pekerjaan teman yang lain. Padahal dalam kenyataanya (hidup diluar sekolah) kehidupan dan kerja manusia saling bergantung dengan yang lainya. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) bisa memberikan sedikit gambaran pada siswa mengenai kenyataan kehidupan dimasyarakat, yaitu dalam hidup bermasyarakat diperlukan hubungan ketergantungan dan interaksi sosial antara individu dengan individu lain dan antar individu dengan kelompok. Penggunaan model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak 11 materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) ini karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar. Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) memiliki kelebihan maupun kekurangannya. Adapun kelebihan dari model Two Stay Two Stray (TSTS) adalah sebagai berikut: a) Memberikan kesempatan terhadap siswa untuk menentukan konsep sendiri dengan cara memecahkan masalah Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan. b) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan kreatifitas dalam melakukan komunikasi dengan tema sekelompoknya. c) Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna. d) Lebih berorientasi pada keaktifan. e) Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya f) Siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Sedangkan kekurangan dari model Two Stay Two Stray (TSTS): a) Membutuhkan waktu yang lama. b) Siswa yang tidak terbiasa belajar kelompok merasa asing dan sulit untuk bekerja sama sehingga siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok. c) Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga). d) Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas. (Lie, 2002: 61) Langkah-langkah model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) adalah a) Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok. b) Masing-masing kelompok diberi tugas untuk berdiskusi tentang suatu materi tertentu, guru membantu menjelaskan pada masing-masing 12 kelompok jika ada yang kurang mengerti dapat dipertanyakan langsung sebelum memulai diskusi. c) Setelah dirasa cukup masing-masing kelompok menunjuk dua anggotanya untuk diam ditempatnya sedangkan sisanya berjalan-jalan sebagai tamu dalam kelompok lain. d) Tugas tuan rumah adalah menjelaskan hasil diskusinya kepada setiap tamu yang datang, sedangkan tugas tamu yang datang adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya materi yang didiskusikan oleh kelompok tersebut. e) Setelah dirasa cukup mendapatkan informasi, anggota kelompok yang jadi tamu bertugas untuk menyebarkan informasi yang diterimanya dari kelompok ke anggota dari kelompoknya sendiri. f) Begitu seterusnya bergantian hingga masing-masing anggota kelompok pernah merasakan peran sebagai tuan rumah maupun tamu. g) Setelah merasa cukup, perwakilan kelompok maju kedepan untuk memaparkan hasil temuannya. h) Guru dan siswa bersama-sama membahas hasil diskusi, setelah itu kesimpulan dan penutup. Two Stay Two Stray (TSTS) memungkinkan siswa untuk berinteraksi dengan anggota kelompok lain. ―Membentuk kelompok berempat memiliki kelebihan yaitu kelompok mudah dipecah menjadi berpasangan, lebih banyak ide muncul, lebih banyak tugas yang bisa dilakukan dan guru mudah memonitor. Kekurangan kelompok berempat adalah membutuhkan lebih banyak waktu, membutuhkan sosialisasi yang lebih baik, jumlah genap menyulitkan proses pengambilan suara, kurang 138
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
kesempatan untuk kontribusi individu dan mudah melepaskan diri dari keterlibatan‖ ( Lie, 2002:39). Berdasarkan langkah – langkah dan pengertian modelTwo Stay Two Stray (TSTS) yang telah dikemukakan, peneliti menyimpulkan modelTwo Stay Two Stray (TSTS) merupakan model pembelajaran kerjasama anggota kelompok untuk menyelesaikan suatu konsep atau informasi dengan pembagian tugas untuk bertukar informasi antar kelompok dimana ada anggota kelompok mencari informasi di kelompok lain dan ada yang memberikan informasi kepada kelompok lain kemudian hasil informasi tersebut didiskusikan dalam kelompok untuk memperoleh hasil diskusi kelompok. Hasil penelitian Jupri (2010) menunjukkan bahwa metode TSTS terbukti dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik pada materi pokok segi empat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti membuktikan bahwa ada peningkatan motivasi belajar dan hasil belajar peserta didik dalam mengikuti pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS), dengan ketuntasan klasikal dalam tiga siklus adalah 49,5%, 51.21% dan 85.36%. Hasil penelitian Nita Listiyani (2014) menunjukan bahwa model pembelajaran TSTS berpengaruh positif terhadap Efektivitas keaktifan dan hasil belajar siswa kelas X MA Ali Maksum Tahun ajaran 2013/2014. Hasil penelitian menunjukan terdapat pengaruh positif terhadap keaktifan belajar dan hasil belajar biologi dengan Uji Mann Whitney U nilai p 0,000< taraf signifikansi 0,05. Ida Pramuwasti (2010) meneliti Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay To Stray Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Ketrampilan Berdiskusi Siswa Kelas IXA SMP Negeri I Getasan Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2009/2010. Hasil penelitian menunjukan terdapat peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran yang ditandai dengan meningkatnya a) jumlah siswa yang aktif dalam apresepsi, b) jumlah siswa yang aktif dalam diskusi, c) perhatian dan konsentrasi, dan d) kerjasama dalam diskusi. Yanti Damayanti (2008) meneliti Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) Menggunakan CD Pembelajaran (tesis). Berdasarkan pada hasil penelitian disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif TSTS menggunakan CD pembelajaran pada materi stoikimetri larutan efektif digunakan yaitu dapat mencapai ketuntasan belajar, meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar penerapan model TSTS lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar konvensional. Dian Mayasari (2013) meneliti Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray untuk Meningkatkan Komunikasi Matematis Tertulis Siswa Kelas XI IPA 5 SMAN 1 Purwosari Pasuruan. Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus pertama, rata-rata nilai siswa 69,79 dan hanya 50% siswa mendapat nilai minimal 75. Pada siklus kedua, rata-rata nilai siswa 79,625 dan 77,8% siswa mendapat nilai minimal 75 sehingga penelitian dikatakan berhasil. Untuk penerapan pembelajaran ini, penulis sebagai guru model mendeskripsikan pembelajaran Two Stay Two Stray pada materi operasi bilangan bulat pada siswa kelas V SDN Selayar Kabupaten Maluku Tenggara. Penerapan pembelajaran dilakukan dalam aktivitas lesson study dengan tahapan Plan, Do, dan See. Dengan model pembelajaran Two Stay Two Stray diharapkan siswa lebih memahami materi pembelajaran sehingga dapat berhasil dan bermakna. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN Kegiatan Lesson Study yang dilaksanakan di SD Negeri Selayar Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara melaui beberapa langkah kegiatan bersama tim yaitu tahap plan, dilanjutkan dengan tahapan do dan see. PLAN (Perencanaan) Pada tahap ini guru tim Lesson Study yang telah terbentuk melakukan tahapan plan yang meliputi : Menentukan guru model, observer, moderator serta notulen yang akan melaksanakan open class.Disepakati bahwa guru model yang akan melaksanakan open-class adalah Albertus Avloubun, S.Pd (SD Naskat Abean Kec. Kei Kecil Timur). Observer masing – masing Siti Munipah, S.Pd (SD Inpres Ohoijang Kec. Kei Kecil), Ny. Ipa Almohdar (Guru Kelas V SDN Selayar), Ny Mawina Lahangatubun, S.Pd (kepala sekolah SD N Selayar) dan Dr. H. Subanji, M.Si (ekspert UM sekaligus bertindak sebagai moderator). 139
ISBN :978-602-17187-2-8
Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (Plan) dilakukan bersama dengan mengadakan diskusi dalam satu tim guru matematika. Memilih mata pelajaran Matematika kelas V (lima) dengan alokasi waktu 2 x 35 menit.Standar kompetensi yang disepakati : 1. Melakukan operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah.Kompetensi Dasar : 1.1. Melakukan operasi hitung bilangan bulat termasuk penggunaan sifat – sifatnya, pembulatan dan penaksiran.Indikator : Menggunakan sifat komutatif dan asosiatif penjumlahan dan perkalian bilangan bulat.Hasil belajar yang diharapkan : siswa dapat menyelesaikan pengerjaan operasi hitung bilangan bulat dengan menggunakan sifat komutatif dan asosiatif penjumlahan dan perkalian.Model pembelajaran : Model kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS).Metode pembelajaran : Ceramah, Tanya jawab, Diskusi dan Drill/Latihan. Media yang digunakan batu, daun mangga dan lembar kerja kelompok (LKK). Langkah – langkah pembelajaran terdiri dari : a) kegiatan awal, b) kegiatan inti, c) kegiatan akhir. Kegiatan awal dimulai dengan membuka pembelajaran menanyakan kabar, memotivasi siswa, bertanya jawab tentang materi prasyarat dan menguji kemampuan awal siswa dalam bentuk soal dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Kegiatan inti dibagi atas 2 tahap, yaitu : 1) Tahapan penanaman dan pemahaman konsep, menjelaskan dan memberi contoh pengerjaan. 2) Tahapan Pembinaan Ketrampilan, melakukan diskusi kelompok berdasarkan langkah pembelajaran model TSTS. Kegiatan penutup berupa presentasi hasil diskusi kelompok dan penguatan. DO (Pelaksanaan) Dalam proses pembelajaran guru mengelompokan dalam tiga langkah kegiatan yaitu: kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Ketika pembelajaran dimulai kesiapan belajar siswa terlihat sedikit tegang,namun saat guru memberikan respon kepada siswa tentang materi pembelajaran yang akan diajarkan maka semua konsentrasi siswa mulai tertuju pada guru. 1. Kegiatan awal - Menyampaikan apresepsi dengan cara : a. Guru menanyakan kepada siswa ―Apakah 8 + 12 = 12 + 8 ?‖ secara serempak siswa menjawab ―sama‖. Kemudian pengerjaan ini dikongkritkan dengan meminta 4 orang siswa (mina, adrian, fahri dan jumadi) ke depan kelas, dengan bimbingan guru, memperagakan secara kongkrit sifat operasi hitung komutatif dan melambangkanya dalam bentuk operasi hitung bilangan di papan tulis. b. Guru dengan menulis di papan tulis ―6 + 5 + 5 = 6 + (5 + 5)‖ dan bertanya ―Apakah hasil penjumlahan bilik kiri dan dan bilik kanan hasilnya sama ?‖ Selanjutnya ― mana yang lebih mudah, pengerjaan bilik kiri atau bilik kanan ?‖ Siswa menjawab dengan benar dan selanjutnya dengan menggunakan batu kerikil dan daun guru mengkongkritkan sifat operasi asosiatif (pengelompokan) dan menuliskan dalam bentuk operasi hitung bilangan di papan tulis - Guru mengaitkan apresepsi dengan materi prasyarat operasi hitung campuran bilangan bulat. Kemudian menyampaikan tujuan pembelajaran 2. Tahap kegiatan inti. Pada kegiatan inti siswa berdiskusi dalam kelompok masing-masing untuk menyelesaikan tugas sesuai instruksi yang disampaikan guru model. a. Tahapan Penanaman dan PemahamanKonsep. Guru menjelaskan kepada siswa pokok – pokok dan contoh pengerjaan operasi penjumlahan dan perkalian dengan sifat komutatif dan asosiatif. Siswa diberi kesempatan latihan mengerjakan soal di papan tulis. - Siti mengerjakan soal ―8+5 = .........+........=..........‖. Jawaban Siti ―benar‖ - Abdulah mengerjakan soal ― 3x(5+6) = (........x......) + (......x.....) = ................... + .............. = ............. (Jawaban Abdulah benar). Pada saat Siti dan Abdulah menyelesaikan pengerjaan di papan tulis, ada beberapa temannya turut serta menjawab pertanyaan dari tempat duduknya. Dengan demikian ditarik kesimpulan sementara bahwa sebagian siswa telah memahami konsep yang diberikan. 140
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
b. Tahapan Pembinaan Ketrampilan. - Siswa dibagi atas 5 kelompok dengan masing – masing anggota kelompok 4 orang. - Masing masing kelompok menyelesaikan tugas kelompoknya dalam bentuk diskusi. Lembar kerja kelompok sebagai berikut : LEMBAR KERJA KELOMPOK NamaKelompok : ……………………………… Petunjuk :Selesaikanlah pengerjaan sioaldibawahini !
No 1
Soal
5 x 4 = …… 15 + 9 = ….... 9 + 15 = …… 8 x 6 = ….... 6 x 8 = ……… 4 x 5 = …… 2 Jika a = 5, b = 4 dan c = 6, maka
Penyelesaian - Perhatikanhasil yang diperoleh. Adakahhasil yang sama ? …………………….…….. - Kalauadayaitu : ……………………………………... ………………………………………………………..
1. (a + b) + c = a + (b + c)
2. a x (b x c) = b x (a x c) 3 c. Jika a = 5, b = 6 dan c = 7, maka a x (b + c) = (a x b) + (a x c) d. Hitunglah ! 13 x (-2) + 4 : 2 =.....
-
Perhatikansoal di sebelahkiri !kerjakanlahdengancaramenggantilambanghurufdenganangk anya ! 1. (……+ …….) + ……. = …… + ( ….. + …..) ………. + …… = …… + ……… ….…… = ………. 2. ……. x (……x ……) = …… x (….. x ……) ……. x …….. = …… x ……… ……….. = ………. -
Perhatikansoal di sebelahkiri !kerjakanlahdengan caramenggantilambanghurufdenganangkanya ! …… x (……… +…….) = (…… x ……) + (…...x ……) ……. x ……… = ..…… + ……… ….…… = ………. - .....................
Pada tahap ini aktifitas siswa sangat beragam, pada masing-masing kelompok ada saja kejadian yang menarik. Dalam kegiatan diskusi semua siswa pada setiap kelompok terlihat aktif dalam mengisi lembar diskusi. Guru berkeliling dan mengamati setiap kelompok serta mengarahkan kelompokyang mengalami kesulitan dalam mengisi LKK. Ada seorang siswa pada kelompok 3 yang bernama Nina hanya duduk diam. Setelah didekati ternyata anak tersebut belum sarapan pagi sehingga dia lapar. Setelah diberi bimbingan kemudian mulai mengerjakan tugas walaupun tidak sepenuhnya. Kelompok 4 siswa yang bernama Irawan sering mengganggu teman lain akan tetapi siswa tersebut didekati dan di beri nasihat oleh guru akhirnya siswa tersebut mulai aktif dalam diskusi kelompok. Di kelompok 1, siswa saling berebutan lembar kerja untuk mengerjakannya dan mereka membagi masing – masing orang mengerjakan satu nomor soal dari tugas yang diberikan. Anak yang bernama Ganikarena tidak mendapat lembar pengerjaan maka ia tidak aktif dalam diskusi kelompok. Kondisi ini kemudian menyebabkan ketiga temannya telah menyelesaikan bagian tugasnya, sementara Gani belum dapat menyelesaikan bagian tugasnya. Setelah didekati ternyata Gani belum memahami dengan baik penjelasan guru dan bagian soal yang dikerjakannya. Solusi yang diambil oleh guru, guru
141
ISBN :978-602-17187-2-8
meminta kepada temannya yang bernama Nuraida membantu menjelaskan kepada temannya cara dan langkah penyelesaian soal. Kemudian Gani meyelesaikan pengerjaan dengan baik. Setelah batas waktu yang ditentukan selesai, guru memberi penomoran kepada anggota kelompok dengan nomor 1, 2, 1,2. dan menjelaskan langkah selanjutnya bahwa dua siswa dengan nomor urut 1 bertamu ke 2 kelompok lainnya untuk mendapat penjelasan pengerjaan tugas kelompok dari kelompok yang didatangi. Sementara 2 siswa yang tinggal dikelompoknya bertugas membagikan dan menjelaskan pengerjaan kelompoknya kepada tamu. Proses kegiatan bertamu dan menerima tamu berjalan lancar, baik saat bertamu maupun kembali ke kelompok asal untuk mencocokan hasil kerja kelompok lain dengan hasil kerja kelompoknya. Hal ini terlihat dari anggota kelompok mencocokan hasil kerja serta dapat menyatakan pengerjaan soal tertentu salah atau benar. 3. Tahap kegiatan penutup Setiap kelompok mewakilkan seorang anggota kelompoknya untuk mempresentasikan hasil diskusi dengan menuliskan hasil diskusi di depan kelas. Beragam kejadian yang ditemukan antara lain : - Kelompok 1, secara serempak menunjuk salah satu temannya untuk mewakili kelompok mempresentasikan tugas kelompoknya. Dan siswa yang ditunjuk oleh kelompoknya menerima tugas yang diberikan. - Kelompok 3, anggota kelompok saling berebutan untuk maju mewakili kelompoknya. Akhirnya siswa yang agak besar badannya dalam kelompok yang bernama Hugo mewakili kelompoknya. - Di kelompok 2, anggota kelompok saling menolak untuk mewakili kelompoknya ke depan untuk menulis hasil diskusinya didepan kelas. Namun demikian siswa yang bernama Indah tampil mewakili kelompoknya. - Di kelompok 4, siswa yang bernama Dahlan mewakili kelompoknya. Meskipun terlihat agak merasa deg-degan, dalam menulis hasil kelompok di papan tulis, tetapi dapat diselesaikan dengan baik. Pada kegiatan akhir kesimpulan materi pelajaran dilakukan bersama-sama dengan siswa, guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan pelajaran. Bentuk kesimpulan dengan membahas secara bersama hasil diskusi yag ditulis dipapan tulis, memeriksa dan menuntun membetulkan hasil diskusi yang belum benar. Sebagai tindak lanjut guru memberikan arahan kepada siswa untuk tetap belajar dan siswa, menyalin kembali hasil pengerjaan yang sudah diperbaiki kedalam catatan masing – masing. Hasil kerja yang diperoleh dalam pembelajaran ini ...... Tahap Refleksi (See) Setelah kegiatan pembelajaran selesai maka diadakan refleksi yang dihadiri olek guru model, observer (rekan sejawat, kepala sekolah dan exspert dari UM). Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi ditemukan hal – hal sebagai berikut : 1. Tahap kegiatan pendahuluan Setelah kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru model di kelas, maka di lanjutkan dengan kegiatan refleksi yang dihadiri oleh guru model, observer (rekan sejawat, guru kelas V, kepala sekolah dan expert dari UM ). Tujuan dari refleksi tersebut adalah untuk mengevaluasi pembelajaran yang di lakukan oleh guru model dan keaktifan siswa dalam belajar. Dari catatan beberapa observer ditemukan hasil abservasi antara lain : 1) Refleksi dipimpin oleh moderator, diawali dengan memperkenalkan kelompok Lesson Study yang dilanjutkan dengan memberi kesempatan kepada guru model untuk menyampaikan pengalamannya dalam open class yang dilaksanakan. Guru model merasa sebenarnya dalam Rencana Pelaksaanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun bersama ada langkah kegiatan yang terlewatkan, hal ini disebabkan karena waktu penyusunan Plan yang hanya berjarak satu hari dengan pelaksanaan (Do). Hal yang cukup penting menurut guru model adalah kemampuan awal siswa dalam pemahaman matematika belum optimal dikarenakan di kelas sebelumnya (kelas IV) siswa mendapat pelajaran matematika yang masih kurang memadai. Guru merasa kurang akrab dikarenakan siswa yang di-open class-kan bukan siswanya sendiri dan baru mengenal saat pelaksanaan Lesson Study. 142
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
2)
3)
4)
Pada kegiatan awal sebagian besar siswa telah siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang akan disampaikan oleh guru model. Begitu pula respon siswa cukup baik ketiga guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan melakukan apersepsi dan memberi motivasi, namun demikian masih ada saja beberapa siswa yang kurang siap, asyik dengan kegiatannya masing-masing. Pada kegiatan inti, interaksi siswa dengan siswa terjadi ketika guru membagikan LKK tiap kelompok, maka siswa mulai berdiskusi untuk menyelesaikan LKK tersebut. LKK yang dibagikan ke tiap kelompok hanya satu lembar sehingga memicu anggota kelompok saling berebutan untuk mengisinya, sehinggga yang terjadi di kelompok 1, siswa yang tidak mendapat LKK tidak terlibat aktif dalam diskusi. Kejadian ini kemudian diatasi dengan guru model memberi bimbingan dan arahan sehingga dapat diterima oleh anak tersebut. Di kelompok 1, siswa saling berebutan LKK untuk mengerjakannya dan mereka membagi masing – masing orang mengerjakan satu nomor soal dari tugas yang diberikan. Ternyata seorang anak dari angota kelompok 1karena tidak mendapat lembar pengerjaan maka ia tidak aktif dalam diskusi kelompok. Kondisi ini kemudian menyebabkan ketiga temannya telah menyelesaikan bagian tugasnya. Setelah didekati ternyata ia belum memahami dengan baik penjelasan guru dan bagian soal yang dikerjakannya. Solusi yang diambil oleh guru, guru meminta kepada temannya untuk membantu menjelaskan kepada temannya cara dan langkah penyelesaian soal. Hal itu sangat membantu sehingga pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu dengn baik.Guru mendatangi siswa maupun kelompok yang mengalami permasalahan dalam menyelesaikan LKK dan memberikan motivasi serta mengarahkan siswa dan kelompok tersebut untuk bekerja bersama. Interaksi guru dengansiswa terjadi dari awal hingga akhir pembelajaran berlangsung. Guru mendatangi tiap-tiap kelompok saat siswa berdiskusi.Hal yang tak kalah menarik dari kegiatan ini adalah anak yang telah menyelesaikan pekerjaannya secara spontan membantu teman yang belum selesai walaupun berbeda kelompok, bahkan ada 2 orang siswa yang meminta kepada guru untuk memberikan soal baru untuk dikerjakan. Pada kegiatan akhir, siswa di libatkan saat mempresentasikan hasil diskusi. Suasana ini sangat menyenangkan bagi siswa karena terjadi perdebatan perbedaan pendapatketika hasil kelompok ditulis kembali di papan tulis dan diamati oleh kelompok lainnya. Siswa dapat merespon dan aktif dalam pembelajaran karena walaupun menjawab salah siswa tersebut tetap diberikan apresiasi. Siswa tetap aktif dalam menyimpulkan pembelajaran bersama guru.
PENUTUP Berdasarkan hasil penerapan dengan pendekatan model TSTS diketahui bahwa pembelajaran matematika khususnya materi menggunakan sifat operasi bilangan bulat berbasis Lesson Study ini sangat menarik bagi siswa menjadikan pembelajaran lebih bermakna bagi siswa yang bisa berakibat lebih kuatnya konsep yang diterima siswa.Hal ini diperkuat dengan hasil diskusi kelompok dalam pembelajaran dengan pencapaian nilai kelompok adalah Kelompok I dengan nilai 70, kelompok II dengan nilai 100, kelompok III dengan nilai 80, kelompok IV dengan nilai 80 dan kelompok V dengan nilai 70. Rata – rata pencapaian nilai akhir kegiatan pembelajaran adalah 80 dari nilai KKM yang ditetapkan yaitu 65. Dengan keberhasilan nilai rata – rata mencapai 80,hal itu menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar peserta didik setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Dengan demikian disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif TSTS efektif digunakan yaitu dapat mencapai ketuntasan belajar, meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar. Model TSTS ini dapat dijadikan salah satu alternatif model pembelajaran tidak hanya pada materi operasi hitung bilangan bulat tetapi juga pada pelajaran lainnyaagar kualitas pembelajaran menjadi lebih baik dan bermakna. DAFTAR RUJUKAN Lie, Anita. 2002. Cooperatif Learning. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Anitah, Sri. 2008. Strategi Pembelajaran Di SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Mayasari Dian. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray untuk Meningkatkan Komunikasi Matematis Tertulis Siswa Kelas XI IPA 5 SMAN 1 143
ISBN :978-602-17187-2-8
Purwosari Pasuruan (artikel ilmiah tidak diterbitkan). Malang : Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang Djamarah, S.B. 1994. Prestasi dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional Pramuwasti, Ida. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay To Stray Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Ketrampilan Berdiskusi Siswa Kelas IXA SMP Negeri I Getasan Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2009/2010. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta : FKIP Universitas Sebelas Maret. Ismail. 2003. Media Pembelajaran (Model-Model Pembelajaran). Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Jupri. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay – Two Stray (Ts-Ts) untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Peserta Didik Materi Pokok Segi Empat Kelas VII C MTs Taqwal Ilah Tembalang Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Kusnandar. 2007. Guru Profesional Edisi Revisi. Jakarta: Rajagrafindo Persada Listiani, Nita. 2014. Efektifitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Terhadap Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Kelas X MA Ali Maksum Tahun Ajaran 2013/2014. Skripsi tidak diterbitkan. Yogjakarta : Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunankalijaga. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovasi Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Santyasa, I. Wayan. 2009 "Implementasi Lesson study dalam pembelajaran."Universitas Pendidikan Ganesha. Sudjana, N. 1991. Teori-teori Untuk Pengajaran. Yogjakarta : Fakultas Ekonomi. Universitas Yogyakarta. Damayanti, Yanti. 2008. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) Menggunakan CD Pembelajaran. Tesis tidak diterbitkan. Semarang : Program Pasca Sarjana Program Studi Pendidikan IPA Universitas Negeri Semarang.
PENERAPAN METODE JIGSAW BERBANTUAN MEDIA DAKON UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI FPB DAN KPK Iran SDN 13 Baruga Kota Kendari
[email protected] Abstrak: Pembelajaran ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan metode JIGSAW dengan menggunakan media dakon pada materi FPB dan KPK kelas V SDN 01 Poasia. Data dikumpulkan dengan cara pemberian test kepada seluruh siswa yang dijadikan subyek dalam pembelajaran. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah soal test untuk mengukur ketuntasan belajar dan hasil belajar. Secara keseluruhan hasil pembelajaran dinilai cukup efektif. Di mana siswa sudah dapat memahami tentang FPB dan KPK yang diberikan, ini didasarkan pada hasil dari kegiatan kerja siswa secara berkelompok dengan menggunakan metode kooperatif dengan persentase 89% sehingga pengguaan media yang dipakai sangat efektif. Kata Kunci : Media Dakon, Kooperatif, Jigsaw, Hasil Belajar
PENDAHULUAN Era globalisasi yang penuh dengan kompetitif merupakan tantangan bagi dunia pendidikan. Teknologi pembelajaran inovatif seyogyanya dikembangkan dengan cara mengadaptasi atau mengadopsi teknologi pembelajaran inovatif yang memenuhi standar internasional. Hal ini tidak lain merupakan salah satu upaya untuk memenuhi amanat salah satu kebijakan inovatif, yaitu mutu lulusan tidak cukup bila diukur dengan standar lokal atau nasional saja.
144
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YangMaha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan ini dituangkan dalam tujuan pembelajaran matematika yaitu melatih cara berfikir dan bernalar, mengembangkan aktifitas kreatif, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, mengembangkan kemampuan menyampaikan infomasi atau mengkomunikasikan gagasan. Sehingga matematika merupakan bidang ilmu yang strategis untuk membentuk generasi yang siap menghadapi era global yang penuh dengan kompetitif tersebut. Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Robert M. Gagne dalam Hasibuan (2006: 5) mengemukakan bahwa ada lima bentuk hasil belajar, yaitu (1) Keterampilan intelektual (yang merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingkungan skolastik), (2) Kemampuan strategis kognitif, kemampuan mengatur "cara belajar" dan berfikir seseorang dalam arti seluasluasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah, (3) Kemampuan verbal informasi, kemampuan menangkap makna data dan fakta, (4) Keterampilan motorik, antara lain keterampilan menulis, mengetik, dan menggunakan jangka, dan (5) Sikap dan nilai, kecenderungan tingkah laku yang berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang terhadap orang lain dalam setiap kejadian. Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran di sekolah dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini tampak pada rerata hasil belajar peserta yang senantiasa masih sangat memprihatinkan (Trianto, 2007). Masalah kesulitan belajar berhitung matematika hendaknya dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan bagi anak dalam mempelajari berbagai mata pelajaran lain di sekolah. (Yusuf dkk., 2003). Pembelajaran terbentuk ketika siswa memproses informasi atau pengetahuan. Melalui lingkungan belajar yang tepat, siswa dapat menemukan hubungan yang bermakna antara permasalahan kontekstual dengan ide abstrak yang mendorong proses internalisasi konsep. Namun, untuk mencapai hal tersebut siswa membutuhkan situasi / permasalahan kontekstual yang atraktif sebagai titik awal proses pembelajaran. Permainan dapat menjadi situasi / permasalahan kontekstual yang atraktif karena permainan lebih banyak menggunakan tindakan daripada penjelasan kata-kata (Garris dkk., 2002). Bentuk permainan yang dimainkan secara berkelompok merupakan karakteristik lain dari permainan yang dapat bermanfaat dan mendukung proses pembelajaran (Kaptelin and Cole, 2002). Berdasarakan masalah di atas, solusi yang dapat menjadi salah satu solusi adalah media Permainan Dakon. Permainan Dakon merupakan permainan tradisional yang dapat meningkatkan kemampuan berhitung, karena Permainan Dakon dapat membantu dan mempermudah siswa dalam memahami konsep berhitung matematika sekaligus dapat menyenangkan siswa karena mengandung unsur permainan (Legowo, 2006) Salah satu pembelajaran yang bentuk pembelajaran yang dapat meningkatkan aktifitas dan kreatifitas siswa adalah kooperatif. Kajian terkait dengan pembelajaran kooperatif sudah banyak dilakukan oleh peneliti diantaranya; (penggunaan model pembelajaran kooperatif Tipe NHT (numbered heads - together) yang dapat Meningkatkan hasil belajar materi Menghitung luas permukaan bangun ruang sisi Datar (kubus dan balok) pada siswa kelas 6 SDN No.005 Tanjung Pinang Timur, 2013) , (Pembelajaran Kooperatif think-pair-share Untuk meningkatkan hasil belajar IPA Kelas VI SD. 2013). (Penggunaan media LCD dan Model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar matematika mengenai konsep luas laying-layang pada siswa kelas V SD Negeri 007 Ranai. 2013), (penerapan cooperative stad dalam Pembelajaran IPA di kelas V SDN 012 Tanjungpinang Barat: pengalaman lesson study Pada kegiatan ongoing teqip 2012), (meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Opeasi hitung campuran melalui model Pembelajaran koopeatif tipe jigsaw pada siswa Kelas IV SDN Blang Iboih Kabupaten Pidie, 2014), (penerapan cooperative learning model STAD dengan memanipulatif tutup botol pada pembelajaran KPK kelas IV SD Negeri 006 Bukit Liman Kabupaten Natuna Kepulauan Riau, 2014) 145
ISBN :978-602-17187-2-8
Selain penelitian di atas berikut pula beberapa penelitian yang dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif (Penerapan model jigsaw pada materi sifat-sifat operasi bilangan bulat untuk meningkatkan hasil belajar matematika. 2013), Setiap model pembelajaran dicirikan oleh: struktur tugas, tujuan, dan penghargaan (Muslimin, dkk, 2000). Struktur tugas meliputi cara pembelajaran diorganisasikan dan jenis kegiatan yang dilakukan oleh siswa di kelas. Dalam proses pembelajaran, guru menjelaskan materi dengan menuliskan di papan tulis dan memberikan soal latihan kemudian siswa menuliskan apa yang di papan tulis. Dalam hal ini interaksi yang terjadi sangat kecil, terbatas antara siswa dengan guru. Pembelajaran kooperatif dilakukan pengubahan sistem pengorganisasian kelas, dengan membentuk beberapa kelompok kecil dengan tujuan untuk saling membagi, mengembangkan rasa percaya diri serta saling bertanggungjawab antar anggota kelompok, secara umum agar meningkatkan pengembangan keterampilan sosial anak. Salah satu pengorganisasian pembelajaran kooperatif adalah JIGSAW. Pengorganisasian pembelajaran model JIGSAW dapat dilihat seperti diagram berikut.
Keterangan : Baris I dan III : Kelompok Asal Baris II : Kelompok Ahli Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang penguasaan materi bagi siswa kelas V SDN 01 Poasia pada materi faktor persekutuan terbesar (FPB) dan kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dengan menggunakan media dakon. Untuk mendukung penelitian tersebut maka penulis menggunakan metode pembelajaraan kooperatif tipe jigsaw akan tetapi penulis berfokus pada metode yang dipakai untuk mengukur keberhasilan peserta didik dalam penguasaan materi pelajaran yang diberikan oleh guru sehingga peserta didik kelas V tersebut dapat memahami dengan baik materi FPB dan KPK Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan suatu strategi pembelajaran. Guru sekarang ini masih banyak menggunakan metode yang didominasi metode ceramah yang menjadikan guru sebagai pusat kegiatan belajar mengajar atau teacher centered. Hal ini menyebabkan siswa menjadi kurang aktif selama kegiatan belajar berlangsung. Siswa pada umumnya hanya mendengarkan, membaca dan menghafal informasi yang diperoleh, sehingga konsep yang tertanam tidak kuat. Di dalam pembelajaranpun siswa belum banyak yang berani bertanya atau berpendapat. Selain itu hanya beberapa anak saja yang berani mengemukakan pendapatnya sehingga terjadi pendominasian bagi anak-anak yang lainnya yang cenderung pasif. Dengan kata lain bahwa keterampilan proses siswa belum berkembang atau belum dimaksimalkan dengan sepenuhnya. DESKRIPSI PEMBELAJARAN Pembelajaran ini merupakan penerapan metode JIGSAW dengan berbantuan media dakon pada materi FPB dan KPK kelas Va yang dilaksanakan di SDN 01 Poasia Kota Kendari pada tanggal 7 September 2015 pada pukul 08.00 Wita. Pembelajaran ini menggunakan tahapan lesson study yang meliputi: (a) Plan (perencanaan), (b) Do (tindakan), (c) See (refleksi). Pengumpulan data diambil melalui perekaman serta mengambil gambar dalam bentuk foto serta dilakukan secara kolaborasi oleh teman sejawat untuk melakukan observasi terintegrasi dengan
146
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
lesson study sehingga observer melaksanakan tugasnya sesuai dengan apa yang diharapkan. Siswa kelas Va pada SDN 01 Poasia berjumlah 35 orang. TAHAPAN-TAHAPAN DALAM PEMBELAJARAN Perencanaan (plan) Rancangan penelitian dimulai dari perencanaan yang dilakukan bersama oleh teman sejawat dalam kegiatan TOT TEQIP 2015 yakni saudari Siti Halisan, S.Pd.,M.Pd, secara bersama-sama mulai merencanakan kegiatan yang akan dilakukan. Penentuan kelas serta materi yang akan disampaikan ditentukan secara bersama-sama sehingga dengan demikian kami sepakat mengambil materi kelas 5 dengan materi FPB dan KPK dengan Standar Kompetensi Melakukan operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah, dan kompetensi dasar Menggunakan faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB. Pada tahapan perencanaan ini penulis dan teman sejawat mulai menyusun rencana dan skenario kegiatan pembelajaran sampai dengan pemilihan media yang tepat serta metode yang akan dipakai sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang akan disampaikan nantinya. Pelaksanaan (Do) Pelaksanaan pembelajaran dimulai dengan kegiatan pendahuluan yakni adanya apersepsi yang dilakukan oleh penulis yang lansung diamati oleh observer untuk melihat kegiatan pembelajaran serta merekam semua proses pembelajaran. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada pembelajaran tersebut. Kegiatan dilanjutkan dengan membentuk beberapa kelompok sehingga terbentuk delapan kelompok, dari setiap kelompok tersebut anggota sudah mengetahui nomor anggota kelompok serta nama kelompoknya sudah diketahui dari bentuk kertas nomor anggota kelompok.
Setelah mengetahui nama dan anggota kelompok kemudian dilanjutkan pemberian masalah kepada siswa berdasarkan metode yang dipakai yakni model kooperatif JIGSAW sehingga siswa berkumpul menjadi satu kelompok berdasarkan angka seperti telah digambarkan tentang cara pelaksanaan model JIGSAW di atas. Dikelompok bernomor 1 guru memberikan masalah tentang kelipatan dilanjutkan kelompok bernomor 2 guru memberikan masalah yang berkaitan dengan faktor bilangan dikelompok berikutnya dibagikan beberapa media yang berupa dakon-dakon. Kegiatannya siswa menggunakan permen kemudian memainkan permainan seperti pada permainan congklak. Setelah selesai kegiatan dikelompok ahli maka seluruh anggota yang berada di kelompok ahli kembali dikelompok asal untuk mengkonstruksi pengetahuannya dibawa oleh setiap anggota untuk dirangkai sehingga siswa dapat menarik sebuah kesimpulan dengan sendirinya.
147
ISBN :978-602-17187-2-8
Sebelum siswa menarik sebuah kesimpulan maka siswa diberikan lembar kerja (LKS) untuk mengerjakan LKS yang diberikan tersebut maka seluruh anggota asal harus turut serta dalam mengerjakan LKS sehingga dengan demikian akan dapat menarik sebuah kesimpulan.
Setelah selesai kegiatan pembelajaran dalam kelas maka setiap kelompok tampil ke depan untuk mempresentasikan hasil pekerjaan kelompoknya. Dari delapan kelompok yang ada hampir seluruh kelompok memjawab LKS yang diberikan dengan benar hanya terdapat satu kelompok yang salah, dan itupun dikarenakan karena tidak memilih salah satu bilangan. Namun secara umum pembelajaran tersebut dikatakan berhasil karena prosentasenya mencapai 89%, berikut adalah LKS siswa disajikan dalam bentuk gambar hasil pekerjaan siswa/kelompok.
148
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Dari data di atas maka hampir seluruh siswa sudah dapat memahami materi yang diajarkan pada kegiatan pembelajaran tersebut, akan tetapi masih ada satu kelompok yang belum dapat memahami tentang KPK yakni kelompok belah ketupat, .
Setelah selesai kegiatan diskusi kelompok maka guru melanjutkan kegiatan dengan pemberian tugas lanjutan yang berupa LKS yang berkaitan dengan FPB dan KPK tetapi sudah menggunakan bilangan prima untuk mencari FPB dan KPK.
149
ISBN :978-602-17187-2-8
Refleksi (See) Pada tahapan ini penulis serta observer melakukan kegiatan refleksi untuk melihat proses pembelajaran yang berlangsung mengingat keberhasilan pemebalajaran berikut tergantung pula pada kegiatan ini dengan cara melihat/mendengar apa yang disampaikan oleh observer sebagai bahan perbandingan tingkat keberhasilan pemebalajaran. Berdasarkan tampilan data yang diperoleh penulis, baik dari hasil observasi selama kerja kelompok dalam bentuk keterampilan proses, maupun data hasil nilai posttes, sehingga pada akhirnya penulis mendapat kesimpulan sebagai berikut: a) Unsur siswa Seiama kegiatan pembelajaran berlangsung siswa dianggap sudah cukup baik hanya ada beberapa siswa yang kurang, justru tidak mendapat perhatian yang cukup. b) Unsur Guru sebagai penyaji Secara garis besarnya kelemahan penulis dalam menyajikan materi masih belum bisa menyentuh keseluruh siswa yang ada, dan cenderung membiarkan siswa yang lemah yang justru seharusnya mendapat perhatian yang penuh. c) Unsur kedalaman materi Secara umum bobot materi sudah cukup baik. hampir siswa mampu mengerjakan, sementara untuk yang lambat belajar masih mendapat kesutitan dalam memahami materi pokok bahasan, apalagi harus menemukan sendiri. d) Unsur ketertiban siswa dalam diskusi Selama diskusi berlangsung, penulis menilai sudah sesuai yang diharapkan, dikarenakan hampir seluruh siswa terlibat dalam kegiatan permainan congklak apalagi media yang dipakai salah satunya adalah menggunakan permen sehingga mendorong siswa untuk terlibat terlebih guru memberikan pernyataan bahwa nantinya permen tersebut akan diberikan kepada siswa sebagai hadiah. Akan tetapi memang masih ada beberapa siswa yang belum turut ikut dalam kelompok dikarenakan faktor lain seperti kurangnya media yang disediakan tidak sesuai dengan jumlah kelompok yang ada. e) Unsur metode/Model Pembelajaran Dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan tersebut maka model yang dipakai tidak sepenuhnya efektif dikarenakan kelas yang ada termasuk kelas besar sehingga dalam mengorganisasikan kelompok kurang efektif. f) Unsur Media Seluruh kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan tersebut dapat berhasil dengan baik tergantung salah satu unsur yang sangat berperan yakni media yang digunakan, jadi media yang tepat akan dapat mengantarkan anak berpikir secara sistematis sehingga dapat atau mampu memyelesaikan masalah yang ada. Dalam kegiatan ini penulis menggunakan media dakon untuk
150