PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BAHASA SASAK BERBASIS HIGH ORDER THINGKING SKILLS Taufiqqurrahman1, Mohammad Efendi2, Sulton3 Abstrak Tujuan penelitian adalah untuk menghasilkan dan menguji kelayakan buku bahan ajar bahasa sasak berbasis high order thingking skills untuk siswa SMP. Model pengembangan yang digunakan adalah model Dick, Carey & Carey sampai pada tahapan yang kesembilan. Pengembangan produk ini divalidasi oleh ahli materi dengan tingkat kevalidan 73%, ahli media dengan tingkat kevalidan 84%, ahli desain pembelajaran dengan tingkat kevalidan 90.4%, uji coba perorangan dengan tingkat kevalidan 68%, uji coba kelompok kecil dengan tingkat kevalidan 82% dan uji coba lapangan dengan tingkat kevalidan 89% dengan kualifikasi sangat layak tidak perlu revisi. Kata Kunci: Pengembangan Bahan Ajar, Bahasa Sasak, High Order Thingking Skills.
Abstract The research objective is to produce and test the feasibility of textbooks based Sasak language thingking high order skills for junior high school students. The model used is a model development Dick, Carey & Carey until the ninth stage. The product development is validated by subject matter experts with the level of validity 73%, media expert with a degree of validity of 84%, a learning design with a level of validity 90.4%, individual testing with a level of validity to 68%, small group trial with a level of validity 82% and test field trials with a validity rate of 89% with a very worthy qualification does not need revision. Keywords: Development of Learning Material, Language Sasak, High Order Thingking Skills.
1
Program Studi Teknologi Pembelajaran Pascasarjana Universitas Negeri Malang
[email protected] 2 Universitas Negeri Malang 3 Universitas Negeri Malang Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 15
Vol.2 No.1 April 2017 P ISSN 2503 – 1201, E ISSN 2503 – 5347
1. PENDAHULUAN Fenomena akulturasi budaya terus menjadi kejadian yang sangat menghawatirkan. Sebagian masyarakat mengharapkan perkembangan di sisi lain ingin bertahan di tengah-tengah arus kemajuan. Dalam hal konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara memberi pandangan bahwa pengaruh baru diperoleh oleh bercampur gaulnya bangsa yang satu dengan bangsa yang lain, di mana percampuran ini mudah sekali terjadi, disebabkan oleh adanya hubungan modern. Di bagian yang lain dijelaskan maksud kebudayaan (culture, colere, cultivare) ialah memilihara serta memajukan hidup manusia kearah keadaban, pemeliharaan kebudayaan harus bermaksud memajukan dan menyesuaikan kebudayaan dengan tiap-tiap pergantian alam dan jaman (Dewantara, 1977:343). Berdasrkan data UNESCO (2009) menyatakan bahwa ahli bahasa percaya sebagian besar bahasa didunia akan punah dalam abad ini, setengah dari bahasa yang ada sekarang (diperkirakan antara 6.000 sampai 8.000 bahasa) dituturkan oleh kurang dari 10.000 orang, dan satu dari bahasa yang semacam ini dikatakan punah setiap dua minggu. Lebih lanjut Tondo (2009:293) membagi faktor penyebab kepunahan bahasa sasak menjadi 2 macam yakni faktor alamiah berupa bencana alam, pengaruh bahasa mayoritas, komunitas bahasa yang multilingual dan bilingual, pengaruh globalisasi, migrasi, perkawinan antaretnik, dan kurangnya penghargaan terhadap bahasa daerah, kurangnya intensitas pemakaian bahasa daerah, pengaruh ekonomi, pengaruh bahasa Indonesia merupakan faktor non alamiah. Di samping itu dinamika pergesaran nilai kebudayaan juga disumbang tingginya jumlah kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang terus meningkat dan persentasenya pun sangat signifikan dari tahun ke tahun. Tidak heran kemudian pemerintah daerah dan para orang tua menghendaki pelestarian penggunaan bahasa lokal dengan memasukkannya kedalam mata pelajaran muatan lokal berupa buku bahan ajar Bahasa Sasak (Wilian 2010:36), langkah ini juga dirasakan sangat efektif, sejauh ini buku Bahasa Sasak untuk SMP yang digunakan di sekolah merupakan buku dari Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2002 dan menggunakan model pendekatan konstruktivis, buku tersebut belum dikatagorikan sempurna. Menyangkut isi Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 16
bahan ajar tersebut masih menggunakan pola pendekatan konvensional, penyajian gambar dan layout dari bahan ajar belum selaras dengan learning style dari masing siswa, contohnya penggunaan gambar yang suram dll, artinya penyesuaian kebutuhan belajar siswa dengan perkembangan yang terus terjadi mutlak harus dipenuhi sehingga dapat menumbuhkembangkan minat belajar siswa sehingga hasil belajarnya meningkat baik dari segi kognitif maupun afektif. Pengembangan bahan ajar Bahasa Sasak merupakan cara untuk memelihara eksistensi dari Bahasa Sasak kemudian memberikan nuansa baru dalam belajar dan pembelajarannya dan yang tidak kalah pentingnya menjadi media dalam menumbuhkan kesedaran akan pentingnya pelastarian bahasa lokal tersebut sebagai warisan kebudayaan kepada genarasi selanjutnya sehingga tidak muncul perumpamaan yang mengatakan bahasa luntur budaya juga mengikuti, karena dapat dipahami bahwa bahasa adalah bagian warisan dari budaya. Selanjutnya pengembangan bahan ajar muatan lokal Bahasa Sasak ini menggunakan model Dick and Carey (2009). Alasannya pemilihan model ini karena pendekatannya sistematis dan prosedural sehingga dapat digunakan untuk memandu dalam merancang, menguji-coba dan memproduksi bahan ajar untuk mata pelajaran muatan lokal sehingga bisa digunakan untuk menunjang proses pembelajaran pada mata pelajaran muatan lokal bahasa sasak. Degeng (2013) juga menjelaskan bahwa buku-buku teks yang diterbitkan untuk dipakai dilembaga-lembaga pendidikan sekarang ini, disusun tanpa mepertimbangkan struktur isi bidang studi untuk keperluan pembelajaran. Isi buku teks tersebut lebih banyak menggunakan pendekatan disiplin, bukan pendekatan metodologi pembelajaran, sehingga seolah-olah tidak ada kaitan antara bab satu dengan bab yang lainya. Selain itu juga kondisi ideal yang seharusnya ada dalam buku setidaknya harus ada evaluasi yang menyeluruh tentang isi dan muatannya, namun fakta yang ada dilapangan yang mengacu pada kondisi sesungguhnya bahwa buku muatan lokal Bahasa Sasak sekarang ini instrumen evaluasinya hanya menggunakan esay saja, beda dengan hasil pengambangan bahan ajar yang akan dihasilkan nantinya memuat intrumen baik evaluasi tes
Vol.2 No.1 April 2017 P ISSN 2503 – 1201, E ISSN 2503 – 5347
objektif dan esay untuk mengetahui kemampuan berfikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skills) siswa dalam mengukur tingkat pengetahun dan pemahamannya. Brookhart (2010) menyatakan bahwa High Order Thinking Skills (HOTS) kemampuan berfikir tingkat tinggi adalah (1) kemampuan berfikir yang berada pada bagian atas dari taksonomi kognitif Bloom; (2) tujuan pengajaran dibalik taksonomi kognitif yang dapat membekali peserta didik untuk melakukan transfer pengetahuan; (3) mampu berfikir artinya peserta didik mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka kembangkan selama belajar pada konteks yang baru (Istiyono dkk, 2014:3). Jadi kemampuan berfikir tingkat tinggi merupakan kemampuan yang meliputi kemampuan dalam menganalisis, mengevaluasi, mengevaluasi dan menkreasi pengetahuan baru, di mana baru yang dimaksud dalam penjelasan ini berupa konsep yang belum dipikirkan oleh siswa namun konsep tersebut sudah diajarkan sehingga siswa bisa menghubungkan pengetahuan yang sudah didapat sebelumnya dengan pengetahuan yang belum pernah diajarkan. Sehingga untuk memantau proses tersebut apakah sudah berjalan dengan baik dibutuhkan penilaian dengan menggunakan item-item penilaian yang berbentuk pilihan ganda dan esay yang berbasis HOTS pada bahan ajar yang akan dikembangkan nantinya. 2. METODE Penelitian dan pengembangan bahan ajar muatan lokal Bahasa Sasak yang akan dilakukan di SMP Negeri 3 Lingsar menggunakan model yang dikembangkan oleh Dick et al. (2009). Alasan mengapa memilih model ini dikarenakan
1) memiliki langkah-langkah yang sistematis berdasarkan teori dalam desain pembelajaran; 2) bersifat rinci dan komprehensif pada langkah analisis dan juga langkah evaluasi; 3) dapat digunakan untuk mengembangkan bahan ajar pada ranah informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan psikomotor dan sikap, sehingga model ini sangat cocok digunakan dalam pengembangan bahan ajar (Husnawati, 2015:39). Adapun langkah-langkah dari model desain Dick, Carey & Carey (2001) yaitu: (1) Megidentifikasi kebutuhan untuk menentukan tujuan umum pembelajaran; (2) Melakukan analisis pembelajaran; (3) Mengidentifikasi karakteristik peserta didik; (4) Merumuskan tujuan pembelajaran; (5) Mengembangkan instrumen penelitian; (6) Mengembangkan strategi pembelajaran; (7) Mengembangkan dan memilih bahan pembelajaran; (8) Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif; (9) Merevisi produk pembelajaran. Adapun data yang dikumpulkan melalui kegiatan evaluasi formatif dikelompokan menjadi tiga jenis data, yaitu: (1) data dari evaluasi tahap pertama berupa validasi ahli materi, media, dan desain pembelajaran, (2) data dari hasil evaluasi dan tanggapan uji coba perorangan, (3) data dari hasil evaluasi uji coba kelompok kecil, (4) data dari hasil penilaian dan tanggapan dari peserta didik SMP Negeri 3 Lingsar Kabupaten Lombok Barat. Jenis data yang diperoleh dari uji coba produk modul ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa tanggapan, saran perbaikan yang di peroleh dari hasil komentar, saran, dan masukan. Untuk memperoleh data yang diharapkan, digunakan instrumen pengumpulan data.
Tabel 1. Intrumen Pengumpulan Data Tujuan Kelayakan produk buku bahan ajar muatan lokal bahasa sasak
Aspek Yang Dinilai
Instrument
Validitas produk
Lembar validasi
Kemenarikan Kepraktisan
Angket Angket
Adapun analisi data yang digunakan dalam pengembangan bahan ajar ini adalah analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk meng-
Data Yang Diamati Kevalidan panduan guru dan panduan siswa Respon siswa Respon guru
Respon • • •
Ahli Isi/Materi Ahli Media Ahli Desain Siswa Guru
analisa data berupa catatan, saran, atau komentar berdasarkan lembar penilaian yang terdapat pada lembar validasi dan angket yang didapat dari uji Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 17
Vol.2 No.1 April 2017 P ISSN 2503 – 1201, E ISSN 2503 – 5347
ahli, uji kelompok kecil, dan uji kelompok besar. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan dengan mengelompokkan informasi dari data kualitatif berupa tanggapan, saran, dan masukan untuk perbaikan kemudian hasilnya digunakan untuk merevisi produk bahan ajar yang dikembangkan. Analisis deskriptif kuatitatif digunakan untuk menganalisa data berupa skor dari hasil lembar validasi berupa angket. Untuk menganalisis skor yang sudah didapatkan dari lembar validasi, maka digunakan statistik. Selanjutnya data tersebut dianalisis untuk mendapatkan gambaran tentang bahan ajar yang telah dikembangkan dan dihitung persentasi dari tiap-tiap butir pertanyaan pada lembar validasi. 3. PEMBAHASAN Berikut ini adalah paparan hasil pengembangan, penyajian data hasil uji coba produk, analisis data, dan revisi produk. Selanjutnya pengembangan ini menghasilkan produk berupa bahan ajar muatan lokal bahasa
sasak untuk siswa SMP Negeri 3 Lingsar Kabupaten Lombok Barat, kemudian hasil dari produk pengembangan ini diserahkan kepada ahli isi, ahli media dan ahli desain, uji coba perorangan, uji coba kelompok kecil, dan uji coba lapangan. Data dari hasil penilaian kemudian diolah untuk mencari kevaliditan, kemenarikan dan kepraktisan dari bahan ajar muatan lokal bahasa sasak yang sudah ada, dari data tersebut kemudian digunakan sebagai bahan merevisi produk. Validasi ahli isi materi divalidasi oleh Kurniati, S.Pd beliau guru mata pelajaran bidang studi muatan lokal bahasa sasak di SMP Negeri 3 Lingsar kabupaten Lombok barat.Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka diperoleh hasil 73 %, hasil tersebut mengacu pada kriteria validitas yang telah ditentukan. Hasil pengacuan data krieria validitas menunjukka bahwa bahan ajar memiliki kualifikasi layak dan tidak perlu direvisi.
Tabel 2. Revisi produk ahli materi No 1
Item Yang Direvisi Reverensi
2
Evaluasi formatif
Masukan Reverensi ditambah sehingga wawasan guru dan siwa lebih luas Dipertahankan bentuk dan susunan dari evaluasi
Validasi ahli media dilakukan oleh bapak Dr. Anselmus J.E. Toenlio, M.Pd beliau adalah dosen di Universitas Negeri Malang. Berdasarkan perhitungan dari data diatas, diperoleh hasil 84%, hasil tersebut mengacu pada kriteria validitas yang telah ditentukan. Hasil pengacuan
Revisi Sudah direvisi -
data dengan kriteria validitas menunjukkan bahwa bahan ajar memiliki kualifikasi sangat layak dan tidak perlu direvisi. Adapun beberapa perbaikan yang dilakukan terhadap bahan ajar yang dikembangkan dapat dipaparkan dalam tabel 3.
Tablel 3. Revisi produk uji ahli media No 1 2
Item Yang Direvisi Tampilan cover sebagai identitas bahan ajar menarik dan jelas Urutan/sekuensi tampilan dan gambar jelas dan sesuai
Masukan Gambar terlalu kecil, kurang fokus, kurang kontras Gambar terlalu kecil, kurang fokus, kurang kontras
Validasi ahli desain divalidasi oleh bapak Dr. Hadi Gunawan Sakti, M.Pd beliau adalah dosen pada jurusan Teknologi Pendidikan di Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Mataram. Berdasarkan perhitungan data di atas, maka diperoleh hasi 90.4%. Hasil tersebut mengacu pada kriteria validitas yang telah ditentukan pada
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 18
Revisi Sudah di revisi Sudah di revisi
tabel di atas. Hasil pengacuan data kriteria validitas menunjukkan bahwa bahan ajar memiliki kualifikasi sangat layak dan tidak perlu direvisi. Adapun beberapa perbaikan yang dilakukan terhadap bahan ajar yang disajikan dalam tabel 4.
Vol.2 No.1 April 2017 P ISSN 2503 – 1201, E ISSN 2503 – 5347
Tabel 4. Data hasil revisi uji coba ahli desain terhadap bahan ajar No 1 2 3
Masukan Perlu lagi perbaiki kesalahan penulisan dan tanda baca Perhatikan lagi pengetikan layout-nya Perlu ditambahkan lagi epitome
Kemudian dievaluasi lagi oleh kelompok kecil yang diambil dari tiga kelas yaitu siswa kelas VIIIA, kelas VIIIB, dan kelas VIIIC di SMP Negeri 3 Lingsar Kaupaten Lombok Barat. Selanjutnya pengembang bekerjasama dengan guru mata pelajaran muatan lokal Bahasa Sasak untuk memilih 3 peserta didik untuk dijadikan subjek uji coba. Ke 3 peserta didik tersebut diambil random/acak, dimana 1 orang peserta didik dari kelas VIIIA yang memiliki nilai/hasil belajar mutan lokal tinggi, 1 orang peserta didik dari kelas VIIIB yang memiliki nilai/hasil belajar
Revisi Sudah direvisi Sudah direvisi Sudah direvisi
mutan lokal sedang dan 1 orang peserta didik dari kelas VIIIC yang memiliki nilai/hasil belajar mutan lokal rendah. Dari hasil data tersebut, diperoleh hasil 68.5%. Hasil pengacuan data dengan kriteria validitas menunjukkan bahwa bahan ajar memiliki kualifikasi layak dan tidak perlu direvisi. Terdapat saran dan masukan dari peserta didik agar produk bahan ajar yang telah dikembangkan lebih sempurna. Revisi buku bahan ajar mautan lokal Bahasa Sasak akan disajikan pada tabel 5.
Tabel 5. Revisi produk uji coba perorangan No 1
Item yang direvisi Cover pada halaman buku
2
Evaluasi
Masukan Kalau bisa dibuat lebih cerah lagi warnanya dan diperbesar gambarnya Soal pada evaluasi sangat bervariasi sehingga kami perlu lebih teliti dalam menjawabnya
Setelah melalui proses perancanaan produk pengembangan bahan ajar tersebut dievaluasi lagi dengan menggunakan kelompok kecil yang diambil dari tiga kelas yaitu kelas VIIIA, kelas VIIIB dan kelas VIIIC di SMP Negeri 3 Lingsar Kabupaten Lombok Barat. Prosedurnya adalah pengembang bekerjasama dengan guru mata pelajaran bahasa sasak, untuk memilih 9 peserta didik untuk dijadikan subjek uji coba. Ke 9 peserta didik tersebut diambil secara random/acak dari jumlah keseluruhan kelas khususnya kelas VIII saja dan tidak termasuk 3 orang yang telah digunakan sebelumnya sebagai subjek uji coba perorangan. Penilaian ini dirasa sangat pas karena mewakili keseluruhan populasi sasaran, kemudian pengembang membagikan buku
Revisi Sudah Direvisi -
bahan ajar dan dilengkapi angket kepada peserta didik tersebut untuk diisi. Tanggapan tersebut kemudian dijadikan sebagai bahan masukan demi perbaikan produk bahan ajar sehingga bisa sesuai dengan kebutuhan pengguna. maka diperoleh hasil 82 %. Hasil ini kemudian menjadi patokan pada kriterian validasi sehingga patokan data dengan kriteria validitas dapat disimpulkan bahan ajar ini memiliki kualifikasi sangat layak tidak perlu untuk direvisi. Terdapat saran dan masukan dari peserta didik agar bahan ajar yang dikembangkan ini lebih sempurna. Pengembangpun melakukan revisi berdasarkan saran dan masukan dari kegiatan ini jika dirasa perlu untuk direvisi sesuai pada penyajian tabel 6.
Tabel 6. Revisi produk uji coba kelompok kecil No 1
Item yang direvisi Apakah tampilan fisik bahan ajar ini menarik?
Masukan Penyajian covernya sesuai dengan budaya sasak
Revisi -
2
Apakah kata-kata motivasi belajar dalam bahan ajar ini membantu anda lebih giat untuk belajar?
Kata-kata motivasi kami sangat semangat untuk lebih rajin lagi untuk belajar
-
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 19
Vol.2 No.1 April 2017 P ISSN 2503 – 1201, E ISSN 2503 – 5347
Validasi uji coba lapangan dilakukan oleh peserta didik kelas VIIIA di SMP Negeri 3 Lingsar Kabupaten Lombok Barat yang berjumlah 28 orang. Maka diperoleh hasil 89%. Hasil ini dijadikan acuan pada kriteria validitas, Sehingga hasil acuan data tersebut disimpulkan
bahan ajar ini memiliki kualifikasi layak tidak perlu direvisi. Terdapat beberapa saran dan masukan dari peserta didik agar produk yang dikembangkan lebih sempurna. Revisi bahan ajar disajikan dalam tabel 7.
Tabel 7. Revisi produk setelah uji coba skala kecil No 1 2 3 4
Item yang direvisi Apakah tampilan fisik modul ini menarik? Apakah ukuran font dan gambar menarik? Apakah rangkuman membantu anda memahami isi materi yang telah dipelajari? Apakah kunci jawaban test formatif membantu anda untuk belajar?
Masukan Sangat menarik, karena kemenarikan dari modul ini bisa membuat kita jadi tertarik untuk membacanya. Cukup menarik karena ukuran font sedang dan gambar-gambarnya bagus Dengan adanya rangkuman saya bisa mengingat inti dari pembelajaran yang saya pelajari. Rangkuman mempermudah saya belajar. Dengan adanya kunci jawaban, saya bisa mengevaluasi tingkat pemahaman saya dalam belajar.
Meskipun secara keseluruhan bahan ajar yang dikembangkan ini memiliki kualifikasi sangat layak, namun ada beberapa bagian yang perlu direvisi. Saran dan masukan dari peserta didik agar produk yang dikembangkan untuk lebih sempurna. Untuk itu revisi perlu diakukan berdasarkan saran-saran oleh subjek uji coba yakni ahli materi, ahli media, ahli desain pembelajaran, dan tanggapan peserta didik. 4. PENUTUP a. Kesimpulan Produk pengembangan ini dilengkapi dengan panduan guru dan panduan siswa, adapun produk bahan ajar ini mempunyai keunikan sendiri antara lain: 1) bahan ajar ini didesain dengan menggunakan model Dick Carey and Carey yang telah dibakukan dan terbukti dapat meningkatkan efektifitas dan efsiensi pembelajaran; 2) bahan ajar ini dirancang dengan karakteristik siswa ; 3) bahan ajar ini disertai dengan petunjuk penggunaan sehingga memudahkan guru dan siswa dalam memanfaatkannya; 4) bahan ajar ini dilengkapi dengan buku panduan guru dan panduan siswa untuk memberikan arahan dalam menggunakan bahan ajar; dan 5); bahan ajar menekankan pada evaluasi formatifnya yang berbasis high order thingking skills meliputi kemampuan logika, penalaran, dan analisis. Dari hasil akhir uji coba pengembangan bahan ajar ini telah menunjukan hasil kelayakan dan keefektifitasanya dalam proses pembelajaran Bahasa Sasak. Hal ini dapat dilihat dari respon Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 20
Revisi -
tanggapan para ahli dan siswa menunjukkan bahwa bahan ajar yang dikembangkan dianggap sudah mampu memenuhi kebutuhan siswa. Namun demikian pengembang menyadari bahwa disamping terpenuhinya kelayakan dan keefektifitasannya tersebut juga terdapat hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses penggunaannya. 1) Substansi a) Isi/Materi Produk bahan ajar “Wibowo memberikan gambaran bahwa aspek isi materi pelajaran, merupakan bahan pelajaran yang disajikan dalam buku pelajaran. Buku pelajaran yang baik memperhatikan halhal sebagai berikut: (1) relevansi, yaitu buku pelajaran yang baik memuat materi yang relevan dengan tuntutan kurikulum yang berlaku, relevan dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan tingkat pendidikan tertentu, serta relevan dengan tingkat perkembangan dan karakteristik siswa yang akan menggunakan buku pelajaran tersebut; (2) Adekasi/kecukupan, yaitu buku tersebut memuat materi yang memadai dalam rangka mencapai kompetensi yang diharapkan; (3) Keakuratan, yaitu isi materi yang disajikan dalam buku benar-benar secara keilmuan, mutakhir, bermanfaat bagi kehidupan, dan pengemasan materi sesuai dengan hakikat pengetahuan; (4) Proporsionalitas, yaitu uraian materi buku memenuhi keseimbangan kelengkapan, kedalaman, dan keseimbangan antara materi pokok dengan materi pendukung”. (Susanti 2013:209-210).
Vol.2 No.1 April 2017 P ISSN 2503 – 1201, E ISSN 2503 – 5347
Lebih lanjut materi merupakan kerangka atau isi pembelajaran mulai dari bentuk paling sederhana sampai pada bentuk yang kompleks sebagai suatu kegiatan atau aktivitas pembelajaran. Materi ditampilkan pada tingkat sederhana, konkrit, dan bermakna dengan menggunakan dialog dan gambar, “penataan materi ajaran dalam bahan ajar akan memberikan pemahaman pada setiap peristiwa belajar” (Tillena, 1983). “Penataan urutan materi akan membantu mengembangkan kompetensi, hierarki belajar, dan alih belajar yang lebih baik sehingga akan memberikan kemudahan belajar bagi siswa” (Kazlow, 1980). Sehubungan dengan itu, Kemp (1985) “mengemukakan bahwa proses dan hasil pembelajaran dapat meningkat jika isi (materi) diorganisasi menjadi urutan-urutan yang bermakna”. Adapun isi/materi pada bahan ajar Bahasa Sasak berdasarkan beberapa aspek tanggapan yang diberikan siswa didapati bahwa isi materi pelajaran bahasa sasak sudah layak untuk digunakan oleh siswa namun harus memperhatikan beberapa kriteria penyusunan isi seperti yang telah diungkapakan di atas. b) Evaluasi Rovita dalam penelitiannya yang berjudul evaluasi bahan ajar cetak memberikan rekomendasi sebagai berikut, “Kriteria pengevaluasian buku bahan ajar cetak yang dapat dikelompokan dalam beberapa aspek”, yaitu: (1) Aspek media; misalnya dalam penggunaan kata istilah dan kalimat yang konsisten, bentuk dan ukuran huruf serasi, format halaman vertikal/horizontal mudah digunakan oleh pembaca, pewarnaan gambar, tata letak, dan ilustrasi menarik perhatian pengguna. (2) Aspek penyampaian: pengorganisasian materi sistematis, pengorganisasaian antar bab dan sub bab logis dan sistematis, pengorganisasian latian dan tugas sistematis. (3) Aspek pengajaran: termaktub rumusan tujuan kompetensi yang jelas, panduan belajar mudah digunakan, memuat pengetahuan, keterampilan, sikap, yang sesuai dengan unit kompetensi, bahasa mudah dimengerti, tugas dan laithan cukup untuk mencapai kompetensi. (4) Aspek penggunaan: materi pembelajaran sesuai dengan tingkat peserta didik, sesuai dengan perkembangan zaman (up to date)”.
(http://www.academia.edu/24295196/Evalua si_Bahan_Ajar_Cetak). Secara umum evaluasi pada buku bahan ajar Bahasa Sasak ini sudah dikatagorikan layak, sesuai dengan hasil renspon dan tanggapan berupa angket yang diberikan kepada siswa, namun perlu memperhatikan beberapa saran yang telah dikemukakan diatas tersebut untuk dijadikan acuan bagi pengembangan selanjutnya. c) Pengorganisasian isi “Kriteria buku teks yang baik menurut Green dan Petty Tarigan (1986) diantaranya adalah: 1). Buku teks harus menarik minat siswa yang menggunakannya; 2). Buku teks harus mampu memberi motivasi kepada siswa yang menggunakannya; 3). Buku teks harus memuat ilustrasi yang menarik hati siswa yang menggunakannya; 4). Buku teks harus mempertimbangkan aspek-aspek linguistik sehingga sesuai dengan kemampuan bahasa siswa yang menggunakannya; 5). Isinya harus berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran lainnya; 6). Harus dapat menstimulasi, merangsang aktivitas-aktivitas pribadi para siswa yang menggunakannya; 7). Harus dengan sadar dan tegas menghindari konsep-konsep yang samar dan tidak bias agar tidak membingungkan pemakai; 8). Harus mempunyai sudut pandang (point of view) yang jelas dan tegas sehingga pada akhirnya menjadi sudut pandang pemakainya yang setia; 9). Harus mempu memberi pemantapan, penekanan pada nilai-nilai anak dan orang dewasa; 10). Harus dapat menghargai perbedaan-perbedaan pribadi, sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual para siswa pemakainya; 11). Harus relevan dengan kurikulum, artinya buku teks ditulis untuk digunakan di sekolah oleh karena itu, buku teks harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku”. (http://www.academia.edu/24295196/Evaluasi_ Bahan_Ajar_CetaK). Dari beberapa kriteria yang sudah dipaparkan diatas, maka buku bahan ajar bahasa sasak sudah sesuai dengan kriteria yang sudah dipaparkan tersebut sebagai dasar pijakan. d) Bahasa Penggunaan Bahasa Sasak dan Indonesia dalam penyusunan bahan ajar ini tidak 100% menggunakan bahasa baku, tapi lebih difokuskan Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 21
Vol.2 No.1 April 2017 P ISSN 2503 – 1201, E ISSN 2503 – 5347
pada penyusunan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik. Untuk mecapai hal tersebut, bahasa yang digunakan efektif, namun langsung menjelaskan ke permasalahan. Selain efektifitas dalam penyusunan materi, tidak kalah pentingnya adalah penggunaan bentuk tulisan, tanda baca dan penggunaan kata-kata dalam penulisannya. Bentuk tulisan dapat mempengaruhui kejelasan peserta didik dalam mengenal huruf dan membaca dengan lancar. Begitu pula dengan kesalahan yang sering dijumpai mengenai kesalahan dalam penulisan kata dan meletakkan tanda baca. Putrayasa (2009) yang menyatakan, bahwa suatu kalimat harus mengandung dua bagian yang saling mengisi. Bagian yang saling mengisi itu harus dapat memberikan pengertian yang dapat diterima atau logis. Bagian yang disebutkan tersebut adalah subjek dan predikat. (Wedayanthi. Suandi. Artawan. 2014:4). Dan Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 ayat satu yang menyatakan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional. 2) Teknis a) Lay out Format layout maksudnya ialah suatu usaha dalam menata dan memadukan unsur-unsur komunikasi grafis seperti gambar/ilustrasi, teks, grafik, tabel, angka halaman, dan elemen lainnya menjadi suatu media komunikasi visual yang komunikasi visual yang komunikatif dan estetik. Format layout yang digunakan dalam bahan ajar ini, format dua-halaman. Artinya setiap kompetensi dasar disajikan dalam uraian dua halaman yang terdiri dari teks penjelasan teori pada sisi halaman bawah dan contoh gambar bagian atas, agar memudahkan untuk menghubungkan antara teori dan gambar serta akan mudah mengingat halaman bahan ajar. Penulisan bahan ajar menggunakan rata kiri kanan (Justify). Heinich, Molenda & Rusel (1985) memberikan alasan tentang hal tersebut yaitu untuk menghemat waktu dengan mempunyai efek terhadap pemahaman bahan bacaan. Dari pendangan tersebut pengembang kemudian menjadikannya rujukan dalam dalam mendesain layout dari bahan ajar Bahasa Sasak. b) Jenis Huruf Jenis huruf sebagai unsur utaman disamping ilustrasi, dapat berdiri sendiri serta mampu untuk Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 22
menyampaikan pesan lengkap secara efektif tanpa alat bantu. Smaldin, Lowther, dan Russel, (2012) mengatakan gaya teks seharusnya konsisten dengan unsur-unsur visual yang ada dalam bahan-bahan cetakan. Faiola (2000) menyarankan untuk menggunkan ketika model Sans Serif sehingga tampilan gaya yang terus terang, dan gaya teks yang polos. Fungsi utama bahan bacaan cetak adalah menyajikan tulisan kepada peserta didik agar dapat dibaca dengan mudah. Oleh karena itu, agar bahan bacaan cetak dapat benar-benar bermanfaat, perlu diperhatikan keadaan hurufnya. Untuk mengahsilkan kenyamanan membaca, maka bahan bacaan dicetak dengan huruf yang jelas untuk dibaca serta berukuran tapat. Hal ini didukung oleh penyataan Hasibuan & Suwardjono (2006) dalam jurnal Aspek Tipografi mengatakan bahwa pemilihan tipe atau jenis huruf dapat membuahkan hasil yang berbeda. Menurut Abdullah, ukuran huruf untuk anak SMP-SMA lebih diperkecil (misalnya menjadi 10 point), ukuran modul antara A4 karena kemampuan membacanya lebih banyak dari masa-masanya sebelumnya. Berdasarkan paparannya tersebut diatas maka pengembang menggunakan jenis huruf times new roman 14 point untuk judul, 12 point untuk materi yang dalam materi bahan ajar Bahasa Sasak. c) Gambar Dalam penulisan bahan ajar faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah penggunaan gambar. Dalam bahan ajar ini, pesan yang ditampilkan melalui gambar dapat mendorong aktivitas belajar peserta didik. Dengan kata lain, alat bantu tersebut hendaknya menjadi media yang dapat memberikan motivasi dan mempermudah penyampain pesan kepada peserta didik. Mayer (2001) menyatakan bahwa penyajian penjelasan dengan kata-kata dan gambar bisa menghasilkan pembelajaran lebih baik dari pada menyajikan kata-kata saja gambar dapat meningkatkan minat dan motivasi untuk membaca, merangkum pesan-pesan utama, serta menyederhanakan pesan pembelajaran yang terlampau kompleks. Dari penjalasan di atas kemudian pengembang menggunakan saran dari ahli tersebut diimplementasikan kedalam pengembangan bahan ajar Bahasa Sasak.
Vol.2 No.1 April 2017 P ISSN 2503 – 1201, E ISSN 2503 – 5347
d) Pewarnaan Pemilihan warna merupakan satu hal yang sangat penting dalam menentukan respon dari seseorang. Warna mempunyai fungsi untuk memperkuat aspek identitas. Menurut Smaldino, Lotther, dan Russel, (2008) warna teks harus kontras dengan warna latar agar bisa terbaca dan terfokus dengan jelas pada pesan yang ingin disampaikan. Sedangkan Smal & Wolotter, dan Russel, (2012) mengemukakan beberapa alasan penggunaan warna dalam materi pembelajaran, yaitu sebagai berikut: (1) menambah atau mendeteksi kenyataan; (2) membedakan antara elemen yang lain; (3) dapat memusatkan perhatian; (4) dapat menghubungkan antara elemen yang satu dengan yang lainnya; (5) dapat menarik perhatian dan menimbulkan respon emosional. Berdasarkan paparan tersebut di atas, pengembang mendesain bahan ajar dengan warna sampul semenarik mungkin dengan menjadikan ikon budaya sasak pada cover depan dan pada bagian awal bahan ajar ditambahkan warna dengan maksud untuk memberikan kesan indah dengan tujuan menarik perhatian peserta didik untuk belajar. Selain itu pada penulisan judul bab pengembangan juga menggunakan warna hitam pada tulisan judul dan sub judul pada masing-masing bab, dengan maksud memberikan penekanan dengan tujuan untuk memusatkan perhatian peserta didik.
a. Pengembang berikutnya untuk mengembangkan bahan ajar ini kendala media tidak hanya berbentuk cetak saja tetapi bentuk multimedia e-book yang terintergarasi dengan audio dan lain-lain sehingga memudahkan bagi siapa saja yang ingin mempelajari bahasa sasak. b. Pengembang berikutnya juga perlu memberikan kontribusi berupa strategi pembalajaran yang lebih relevan dan bervariatif yang mengarahkan ke proses siswa dalam menemukan sendiri informasi ataupun pengetahuan yang mereka butuhkan. 5.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Degeng, Nyoman S. 2013. Ilmu Pembelajarn Klasifikasi Variabel Untuk Pengembangaan Teori Dan Terapan. Bandung. Aras Media [2] Dewantara, K. Hajar. 1977. Bagian pertama: pendidikan. Yogyakarta. Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. [3] Dick, W. Carey, L., dan Carey, J.O 2009. The Systematic Design of Instruction. New Jersey: Pearson. [4] Faiola, A. 2000. Typography Primer. Pittsburgh, PA: GATE. [5] Hasibuan, J.J & Moedjiono. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. [6] Heinich, R., Molenda, M., & Russel, James. D. 1985. Instructional Media and The New Technologies of Intructional. New York: Wiley & Sons, Inc. [7] Heinich, R., Molenda, M., & Russel, James. D. 1993. Instructional Media. New York: Macmillan Publishing Company. b. Saran pemanfaatan [8] Hariyanto, Auna S.. 2015. Pengembangan Bahan 1. Substansi Ajar Muatan Lokal Bahasa Boul Untuk Sekolah Secara umum teori yang digunakan dalam Dasar Kelas 1 Semester 1 Di Kabupaten Buol. mengembangkan bahan ajar bahasa sasak sudah Malang: PPs UM. bagus. Tapi, perlu memperhatikan beberapa [9] Wilian Sudirman. 2010. Pemertahanan bahasa dan kesetabilan kediwibawaan pada penutur kriteria sehingga ketika akan digunakan tidak bahasa sasak di Lombok (hlm 36). Masyarakat menimbulkan pemahaman yang keliru. Atas lenguistik Indonesia. Lenguistik Indonesia dasar kekurangan tersebut, untuk pengguna [10] Tillena, H. 1983. Web Teaching: “Sequencing of mampu menyempurnakan materi yang sudah ada, Subject matter in Relation to Prior Knowledge of dengan menambahkan bahan-bahan yang lebih Pupil”. Instruction Science, Vol. 12, hal. 321-332 bervariatif lagi terutama yang masih belum [11] Tondo F. Henry. 2009. Kepunahan bahasasempat dijadikan bagian-bagian dalam mengbahasa daerah: faktor penyebab dan implikasi kaji lebih luas tentang topik bahasan etnolenguisti.11(no.2). Masyarakat dan budaya. [12] Kazlow, 1990. “Advance Organizer Research”. Evaluation in Education, Vol. 4. (1): hlm. 47-48. 2. Teknis Secara teknis pengembangan bahan ajar [13] Kemp, J.E. 1980. “Instructional Desing A Plan For Unit and Course Development (2nd). Bahasa Sasak ini sudah bagus akan tetapi Belmond, California. Dames, S Lake Publication. didalam penggunaannya perlu diperhatikan hal[14] Smaldino, Sharon E; Lowther, Russel. 2008. hal sebagai berikut: Instructional Technology and Media for
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 23
Vol.2 No.1 April 2017 P ISSN 2503 – 1201, E ISSN 2503 – 5347 Learning. Upper Sadle River, New Jersey: Pearson Education, Inc.
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 24
[15] Smaldino, S.E., Lowter, D.L. Russel, J.D. 2012. Instructional Teknology & Media for Learning. Jakarta: Kencana.