PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) DALAM MENUNJANG PEMBANGUNAN PEDESAAN (Studi Kasus : Desa Segodorejo dan Desa Ploso Kerep, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang)
JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Okta Rosalinda LPD 105020101111023
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul :
PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) DALAM MENUNJANG PEMBANGUNAN PEDESAAN (Studi Kasus :Desa Segodorejo dan Desa Ploso Kerep, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang)
Yang disusun oleh : Nama : Okta Rosalinda LPD NIM
: 105020101111023
Fakultas: Ekonomi dan Bisnis Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 25 Juni 2014.
Malang, 25 Juni 2014 Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Maryunani,SE.,MS NIP. 19550322 1981031 1 002
Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Menunjang Pembangunan Pedesaan (Studi Kasus : Desa Segodorejo dan Desa Ploso Kerep, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang)
Okta Rosalinda LPD Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email :
[email protected] Dosen Pembimbing Prof. Dr. Maryunani, SE.,MS Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menggambarkan tentang bagaimana pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) yang dilaksanakan di Desa Segodorejo dan Desa Ploso Kerep, yaitu Dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawabannya apakah sudah didasarkan pada prosedur dan aturan yang berlaku, apakah prinsip-prinsip pengelolaannya sudah mampu diwujudkan. Dan faktor-faktor penunjang dan penghambat yang mempengaruhi pelaksanaan pemanfaatan ADD.Secara umum pengelolaan ADD di Desa Segodorejo dan Ploso Kerep masih kurang Efektif, hal ini di buktikan dengan masih adanya kegiatan proses pengelolaan yang masih kurang peran masyarakat dalam berpartisipasi. Dan adanya keputusan Bupati dalam keseragaman perolehan besaran ADD yang setiap tahun sama besarnya. Dalam pemanfaatan dana ADD juga diatur Peraturan Bupati Kabupaten Jombang dimana ada pos-pos anggaran dalam pengalokasiaannya. Sehingga pemanfaatan dana ADD menimbulkan kepatenan penerapan besaran nominal penganggaran di setiap pos-pos anggaran. Padahal pelaksanaan ADD sesungguhnya merupakan proses yang didasarkan atas keadaan masyarakat dan desa. Kata kunci : Pengelolaaan, Alokasi Dana Desa A. PENDAHULUAN Otonomi daerah sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maupun Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah sejak wacana itu ada memperoleh sambutan positif dari semua pihak, dengan segenap harapan bahwa melaui otonomi daerah akan dapat merangsang terhadap adanya upaya untuk menghilangkan praktek-praktek sentralistik yang pada satu sisi dianggap kurang menguntungkan bagi daerah dan penduduk lokal. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Proses desentralisasi yang
telah berlangsung telah memberikan penyadaran tentang pentingnya kemandirian daerah yang bertumpu pada pemberdayaan potensi lokal. Meskipun pada saat ini kebijakan yang ada masih menitik-beratkan otonomi pada tingkat Kabupaten/Kota, namun secara esensi sebenarnya kemandirian tersebut harus dimulai dari level pemerintahan ditingkat paling bawah, yaitu desa. Pemerintah desa diyakini lebih mampu melihat prioritas kebutuhan masyarakat dibandingkan Pemerintah Kabupaten yang secara nyata memiliki ruang lingkup permasalahan lebih luas dan rumit. Untuk itu, pembangunan pedesaan yang dilaksanakan harus sesuai dengan masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki, aspirasi masyarakat dan prioritads pembangunan pedesaan yang telah ditetapkan. Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan daerahnya. Salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap pengembangan wilayah pedesaaan adalah adanya anggaran pembangunan secara khusus yang dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pembangunan wilayah pedesaan, yakni dalam bentuk Alokasi Dana Desa (ADD). Inilah yang kemudian melahirkan suatu proses baru tentang desentralisasi desa diawali dengan digulirkannya Alokasi Dana Desa (ADD). Maksud pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) adalah sebagai bantuan stimulan atau dana perangsang untuk mendorong dalam membiayai program Pemerintah Desa yang ditunjang dengan partisipasi swadaya gotong royong masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat. Di dalam pelaksanaan bantuan Alokasi Dana Desa di Desa Segodorejo dan Ploso Kerep masih terdapat beberapa permasalahan. Sebagai contoh adalah masih rendahnya Pendapatan Asli Desa yang diperoleh oleh Desa. Permasalahan dalam pelaksanaan alokasi dana desa dijumpai juga pada Kemampuan pengelola alokasi dana desa baik dari unsur pemerintah desa maupun lembaga kemasyarakat di desa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian kegiatan yang belum baik. Permasalahan lainnya adalah masih kurang maksimal partisipasi swadaya gotong royong masyarakat Desa di wilayah Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang. Kurang maksimalnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan desa yang dibiayai dari ADD juga menunjukkan kurangnya komunikasi dari organisasi pengelola ADD dengan masyarakat. Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Rangka Menunjang Pembangunan Pedesaan oleh pemerintah Desa Segodorejo dan Ploso Kerep. B. KAJIAN PUSTAKA Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pemerintah Daerah di Era Otonomi Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dan dalam UU No.32 Tahun 2004 prinsip pelaksanaan otonomi daerah adalah otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintahan yang ditetapkan dalam undang-undang. Sebagaimana diketahui bahwa pemunculan “ Pemerintah Daerah” di Indonesia tidak terjadi begitu saja. Indonesia dengan nama awal “ Negara Kesatuan Republik Indonesia” sangat identik dengan sentralistik, kekuasaan terpusat. Pergeseran sentralistik kearah desentralisasi, konsekuensinya ditandai dengan pelaksanaan local government, yang memiliki tiga esensi, yaitu : a. Pemerintah daerah sebagai organ yang melaksanakan urusan dan fungsi yang desentralisasi; b. Sebagai pemerintahan daerah yang mengacu pada fungsi yang dijalankan dalam kerangka desentraliasi; c. Sebagai daerah otonom lokasi dimana lokalitas berada dan membentuk kesatuan hukum sendiri yang meskipun tidak berdaulat tetapi memiliki hak untuk mengurus dirinya-sendiri (Muluk 2006:63).
Pelaksanaan local government memberikan manfaat bagi masyarakat setempat dalam akses mendapatkan pelayanan publik karena lebih dekat dan dianggap lebih mengetahui keadaan riil masyarakat setempat daripada pemerintah pusat. Peran Pemerintah daerah yang desentralistik Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, yaitu, UU No. 32 tahun 2004.Undangundang ini membawa pembaruan pada sistem pemerintahan, dari sentralistik-otoriter ke desentralistikdemokratik.Dengan berubahnya sistem pemerintahan menjadi bersifat desentralistik, daerah memiliki kewenangan yang luas mencakup semua kewenangan pemerintahan, kecuali beberapa kewenangan yang dinyatakan secara eksplisit sebagai kewenangan pemerintah pusat. Selain itu terdapat bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah yaitu pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal,lingkungan hidup, pertahanan, koperasi, dan tenaga kerja.Dari sisi demokratisasi, rakyat menjadi mudah menyalurkan aspirasinya, salah satunya karena dekatnya pemerintah dan wakil rakyat. Kedekatan yang dimaksud adalah dekatnya wewenang dan kekuasaan pemerintah dengan rakyat, dimana sekarang ini keduanya sudah berada ditangan pemerintahan daerah, yang merupakan hasil dari devolution of power(devolusi kekeuasaan) dan delegation of authority (pendelegasian wewenang) dari pemerintah pusat kepemerintah daerah. Konsep dan Definisi Desa Desa dan Pemerintahan Desa di era Otonomi Daerah Menurut Ndraha (1984, h.3) pengertian resmi tentang desa menurut Undang-undang adalah : UU Nomor 5 Tahun 1979 Desa ialah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat,termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. UU Nomor 22 Tahun 1999 Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Ini berarti desa merupakan suatu pemerintahan yang mandiri yang berada di dalam sub sistem Pemerintahan Nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
UU Nomor 32 Tahun 2004 Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya dalam PP Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, bahwa Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian desa sebagai suatu bagian dari sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui otonominya dan Kepala Desa melalui pemerintah desa dapat diberikan penugasan pendelegasian dari pemerintahan ataupun pemerintahan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu.Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintahan desa berdasarkan PP No. 72 Tahun 2005 adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Merupakan suatu kegiatan pemerintah desa, lebih jelasnya, pemikiran ini didasarkan bahwa penyelenggaraan tata kelola desa (disingkat penyelenggaraan desa), atau yang dikenal selama ini sebagai “pemerintahan desa”.Kepala Desa adalah pelaksana kebijakan sedangkan Badan Permusyawaratan Desa dan lembaga pembuat dan pengawas kebijakan (Peraturan Desa). Peran Pemerintah Desa dalam mengelola Pembangunan Desa Pembangunan masyarakat pedesaan diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat dimana mereka mengidentifikasikan kebutuhan dan masalahnya bersama. Pembangunan daerah perdesaan diarahkan 1) untuk pembangunan desa yang bersangkutan dengan memanfaatkan sumberdaya pembangunan yang dimiliki (SDA dan SDM), 2) untuk meningkatkan keterkaitan pembangunan antara sektor (Perdagangan, pertanian dan industri) antara desa, antar perdesaan dan perkotaan, dan 3) untuk memperkuat pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan di desa merupakan model pembangunan partisipatif yaitu suatu sistem pengelolaan pembangunan di desa bersama-sama secara musyawarah, mufakat, dan gotong royong yang merupakan cara hidup masyarakat yang telah lama berakar budaya wilayah Indonesia. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 Permendagri No 66 tahun 2007, karakteristik pembangunan partisipatif diantaranya direncanakan dengan pemberdayaan dan partisipatif. Pemberdayaan, yaitu upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sedangkan partisipatif, yaitu keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan. Pembangunan di desa menjadi tanggungjawab Kepala Desa.Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Kegiatan pembangunan direncanakan dalam forum Musrenbangdes, hasil musyawarah tersebut di ditetapkan dalam RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Desa) selanjutnya ditetapkan dalam APBDesa. Dalam pelaksanaan pembangunan Kepala Desa dibantu oleh perangkat desa dan dapat dibantu oleh lembaga kemasyarakatan di desa. Konsep dan Definisi Alokasi Dana Desa (ADD) Alokasi Dana Desa (ADD) dan Tujuan Pengelolaannya Pengelolaan keuangan Alokasi Dana Desa merupakan bagian penting yang tidak dipisahkan dari pengelolaan keuangan desa dalam APBDes.Seluruh kegiatan yang didanai oleh Alokasi Dana Desa direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat desa.Seluruh kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan secara administratif, teknis dan hukum. Lebih lanjut Alokasi Dana Desa dijelaskan dalam PP No. 72/2005, yang menyatakan bahwa salah satu sumber keuangan Desa adalah “bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk desa sekurang-kurangnya 10% (sepuluh per seratus), setelah dikurangi belanja pegawai, yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proposional yang
merupakan alokasi dana desa”. Berdasarkan Peraturan Bupati Jombang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Alokasi Dana Desa tujuan dari Alokasi Dana Desa sebagai berikut : a. Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan; b. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat; c. Meningkatkan pembangunan infrastruktur perdesaan; d. Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan kesalehan sosial; e. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat; f. Meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan social dan ekonomi masyarakat; g. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong-royong masyarakat; h. Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Intinya program Alokasi Dana Desa bertujuan mempercepat pembangunan desa dengan alokasi dana yang dikelola langsung oleh masyarakat. Pengelolaan ADD dalam Keuangan Desa (APBDes) Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 7 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Permendagri tersebut bertujuan untuk memudahkan dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa, sehingga tidak menimbulkan multitafsir dalam penerapannya. Dengan demikian desa dapat mewujudkan pengelolaan keuangan yang efektif dan efisien. Disamping itu diharapkan dapat diwujudkan tata kelola pemerintahan desa yang baik, yang memiliki tiga pilar utama yaitu transparansi, akuntabilitas dan partisipatif. Oleh karenanya, proses dan mekanisme penyusunan APBDesa yang diatur dalam Permendagri tersebut akan menjelaskan siapa yang, dan kepada siapa bertanggungjawab, dan bagaimana cara pertanggungjawabannya. Untuk itu perlu ditetapkan pedoman umum tata cara pelaporan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintah desa, yang dimuat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 35 Tahun 2007. Untuk memberikan pedoman bagi pemerintah desa dalam menyusun RPJM-Desa dan RKP-Desa perlu dilakukan pengaturan.Dengan itu maka dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri NO. 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Desa. Pengaturan pada aspek perencanaan diarahkan agar seluruh proses penyusunan APBDesa semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan alokasi, serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Peran Alokasi Dana Desa dalam Pembangunan Desa Dengan Alokasi Dana Desa yang dititikberatkan pada pembangunan masyarakat pedesaan, diharapkan mampu mendorong penanganan beberapa permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat desa secara mandiri tanpa harus lama menunggu datangnya program-program dari pemerintah kabupaten. Dengan adanya alokasi dana desa, perencanaan partisipatif akan lebih berkelanjutan karena masyarakat dapat langsung merealisasikan beberapa kebutuhan yang tertuang dalam dokumen perencanaan di desanya. Konsep Pembangunan Desa Pemahaman tentang Pembangunan Ditinjau dari tujuan-tujuannya, pembangunan adalah pengharapan akan kemajuan dalam social serta ekonomi dan untuk mana setiap negara mempunyai pandangan maupun nilai-nilai yang berlainan mengenai apa yang dimaksud dengan di “harapkan” itu.
Makna Pembangunan Desa Pembangunan masyarakat desa (pedesaan) adalah seluruh kegiatan pembangunan yang berlangsung di desa dan meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, serta dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong royong.Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa berdasarkan kemampuan dan potensi sumberdaya alam (SDA) melalui peningkatan kualitas hidup, ketrampilan dan prakarsa masyarakat. Pembangunan masyarakat pedesaan diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat dimana mereka mengidentifikasikan kebutuhan dan masalahanya secara bersama.Pembangunan masyarakat desa adalah kegiatan yang terencana untuk menciptakan kondisikondisi bagi kemajuan sosial ekonomi masyarakat dengan meningkatkan partisipasi masyarakat.Pakar lain memberikan batasan bahwa pembangunan masyarakat desa adalah perpaduan antara pembangunan sosial ekonomi dan pengorganisasian masyarakat. Pembangunan sektor sosial ekonomi masyarakat desa perlu diwujudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang didukung oleh organisasi dan partisipasi masyarakat yang memiliki kapasitas, kapabilitas dan kinerja yan secara terus menerus tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Strategi Pembangunan Desa Dua grand strategy diatas kemudian dijabarkan menjadi strategi-strategi khusus pembangunan, sebagai berikut : 1. Grand strategy yang pertama, yakni “Penataan kembali manajemen Pemerintah Desa” dijabarkan menjadi strategi-strategi khusus pembangunan sebagai berikut : a.
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia aparatur pemerintah, agar kinerjanya dapat profesional, jujur, mampu memimpin dan memecahkan permasalahan ekonomi, sosial dan memberikan perhatian serta pelayanan yang terbaik kepada masyarakat sehingga tercipta pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
b.
Meningkatkan peran serta masyarakat di dalam pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, untuk menjamin agar program pembangunan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan kebutuhan yang paling diperlukan masyarakat.
Konsep dan Tindakan Pemberdayaan Masyarakat Konsep Pemberdayaan dan Indikator Keberdayaan Kartasasmita (1995, h. 17) memberikan pengertian pemberdayaan masyarakat adalah unsur-unsur yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan (survive), dan dalam pengertian dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan.Jika pengertian tersebut di atas dikaitkan dengan judul penelitian ini, maka pengertian pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabt masyarakat yang selama ini hanya menjadi obyek pembangunan, diberi wewenang untuk merencanakan, melaksanakan dan menguasai dan pelaksanaan program. Tindakan Pemberdayaan Masyarakat Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang mene-kankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Kecenderungan pertama tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Sedangkan kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi
individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apayang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog”. C. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mendalam mengenai objek penelitian yaitu mengenai bagaimana seharusnya pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa dan faktorfaktor yang menjadi kendala pada pelaksanaan Alokasi Dana Desa di Kecamatan Sumobito khususnya di Desa Segodorejo dan Desa Ploso Kerep. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan pihak pemangku kepentingan (stakeholders) desa untuk mengetahui pendapat mereka mengenai pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dan faktor- faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD). Hasil wawancara dan studi kepustakaan dianalisis sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian. Oleh karena itu peneliti memilih pendekatan deskriptif analitis dalam penelitian ini. Unit penelitian adalah tempat dimana peneliti akan mendapat gambaran yang sebenarnya akan berbagai hal yang berkaitan dengan obyek penelitian. Yang menjadi unit penelitian dalam penelitian ini adalah Pemerintah Desa Segodorejo, Pemerintah Desa Ploso Kerep dan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD). Pemilihan lokasi dan unit penelitian ini didasari alasan karena Desa Segodorejo berada dekat dengan ibukota kecamatan dan menjadi desa percontohan dari desa lainnya di Kecamatan Sumobito sedangkan Desa Ploso Kerep karena berada jauh dari ibukota kecamatan. Untuk itu peneliti ingin membandingkan keefektivitasan besaran Alokasi Dana Desa (ADD) terhadap pembangunan desa. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu observasi, wawancara, dokumentasi serta triangulasi. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Pengecekan keabsahan temuan atau uji validasi data menggunakan triangulasi teknik dan sumber. D. PEMBAHASAN Gambaran Objek Penelitian Penelitian ini berlokasi di Desa Segodorejo, merupakan Desa yang terletak ± 1,5 km dari Ibukota Kecamatan Sumobito. Luas wilayah Desa Segodorejo adalah 235,447 Hayang terbagi dalam 7 dusun, 12 RW (Rukun Warga) dan 33 RT (Rukun Tetangga). Sumber daya manusia yang tersedia bisa dilihat dari data jumlah penduduk, baik menurut golongan umur, tingkat pendidikan maupun mata pencaharian.Jumlah penduduk di Desa Segodorejopada tahun 2013 adalah sebanyak 5.044 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 2.526 jiwa dan perempuan 2.518 jiwa. Sedangkan Desa Ploso Kerep dengan luas wilayah 235.477 Ha. Yang mana luas tanah pertanian sebesar 118.763 Ha. Jumlah Penduduk Desa Ploso Kerep Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang sampai dengan akhir Desember 2013. Penduduk laki-laki sebanyak 1.881 orang sedangkan penduduk perempuan sebanyak1.947 orang. Jadi jumlah penduduk Desa Ploso Kerep sebanyak 3.828 orang. Kondisi perekonomian di Desa Ploso Kerep Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang pada tahun 2013 adalah disominasi pada sektor pertanian sebesar 60% dan sektor lain diantaranya perdagangan, Wiraswasta, PNS/ABRI/POLRI dan Pensiunan sebesar 40%. Analisis dan Pembahasan ADD sebagai perwujudan desentralisasi bidang pengelolaan keuangan pada desa harus memberikan dampak yang lebih baik pada pembangunan desa. Untuk membuat kemandirian (otonomi) desa itu, dibutuhkan dua daya dukung.Pertama, desentralisasi dari negara yang membagi kekuasaan, kewenangan, keuangan, kepercayaan dan tanggungjawab kepada desa.Kedua, basis lokal yang tumbuh di dalam desa (swadaya, modal sosial, adat dan pranata lokal, kapasitas, dan sumberdaya ekonomi).
Adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan membuat kebijakan tentang desa dalam memberikan pelayanan, peningktan peran serta dan pemberdayaan masyarakat desa yang ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat. Sistem pengelolaan Alokasi Dana Desa yang dilakukan oleh Pemerintah Desa termasuk di dalamnya mekanisme penghimpunan dan pertanggung jawaban merujuk pada Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemeintah Daerah. Dalam hal ini pendanaan mengikuti fungsi pemerintah yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintah. Kemandirian desa merupakan cita-cita ideal jangka panjang desentralisasi dan otonomi desa. Untuk menuju cita-cita ideal itu, ada sejumlah tujuan antara yang hendak dibawa oleh desentralisasi desa: (a) mendekatkan perencanaan pembangunan ke masyarakat; (b) memperbaiki pelayanan publik dan pemerataan pembangunan; (c) menciptakan efisiensi pembiayaan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan lokal; (d) mendongkrak kesejahteraan perangkat desa; (e) menggairahkan ekonomi lokal dan penghidupan masyarakat desa; (f) memberikan kepercayaan, tanggungjawab dan tantangan bagi desa untuk membangkitkan prakarsa dan potensi desa; (g) menempa kapasitas desa dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan; (h) membuka arena pembelajaran yang sangat berharga bagi pemerintah desa, Badan Perwakilan Desa dan masyarakat; dan (i) merangsang tumbuhnya partisipasi masyarakat lokal. Alokasi Dana Desa merupakan kebijakan pemerintah seiring dengan bergulirnya otonomi daerah, yaitu dimulai berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Saat desa diserahi wewenang mengelola Alokasi Dana Desa yang bisa digunakan, desa untuk menyelesaikan masalah mereka, desa merasa diberi kepercayaan dan tantangan membangun desanya secara partisipatif. Alokasi Dana Desa bukan lagi merupakan bantuan namun merupakan dana bagi hasil atau perimbangan antara pemerintah kabupaten dengan desa, seperti bagi hasil retribusi dan pajak serta bagian dari dana perimbangan yang diperoleh pemerintah kabupaten kecuali Dana Alokasi Khusus. Sedangkan besarnya untuk masing-masing desa ditentukan dan diformulasikan oleh pemerintah kabupaten masing-masing.Seperti pemerintah kabupaten Jombang melalui Peraturan Bupati Jombang Nomor 3 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Jombang. Dalam Peraturan Bupati Jombang dijelaskan bahwa Alokasi Dana Desa berasal dari APBD Kabupaten Jombang yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten Jombang untuk Desa paling sedikit 10 % (sepuluh persen) setelah dikurangi belanja pegawai. Perolehan ADD masing-masing desa sudah sesuai dengan formulasi penerimaan. Penerimaan ADD bagis etiap desa diharapkan mampu memberikan dorongan terhadap pelaksanaan otonomi desa, sehingga akan berdampak positif pada kemandirian desa. Besarnya persentase perbandingan antara asas merata dan adil dalam pembagian ADD kepada Desa ditetapkan dengan ketentuan: a) Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM) sebesar 60% (enam puluh persen) dibagi untuk seluruh Desa secara merata; b) Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP) sebesar 40% (empat puluh persen) dibagi untuk seluruh Desa secara proporsional. Alokasi Dana Desa dimaksudkan untuk membiayai program Pemerintah Desa dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan sumberdaya manusia dan peningkatan perekonomian masyarakat di desa. Alokasi Dana Desa yang diterima Desa Segodorejo dan Desa Ploso Kerep digunakan untuk belanja aparatur dan operasional pemerintah desa sebesar 30% dan belanja untuk pemberdayaan masyarakat 70%. Berikut pengalokasian dana ADD di Desa Segodorejo dan Ploso Kerep Tahun 2012 :
Tabel 1 : Pengalokasian Dana ADD di Desa Segodorejo dan Ploso Kerep Tahun 2012 No
Uraian
Desa Segodorejo
Desa Ploso Kerep
1
Bantuan Aparatur dan Operasional Pemerintah Desa
Rp. 27.848.770,-
Rp. 27.120.374,-
2
Bantuan Operasional LPMD
Rp. 2.599.950,-
Rp. 1.898.300,-
3
Bantuan Operasional BPD
Rp. 9.282.900,-
Rp. 6.780.000,-
4
Bantuan Operasional RT/RW
Rp. 6.064.000,-
Rp. 4.429.550,-
5
Bantuan Operasional PKK
Rp. 4.322.000,-
Rp. 3.164.000,-
6
Bantuan Operasional GSI
Rp. 2.166.000,-
Rp. 1.582.000,-
7
Bantuan Taruna
Rp. 2.166.000,-
Rp. 1.582.000,-
8
Bantuan Pembangunan Fisik
Rp. 69.323.417,-
Rp. 51.839.412,-
9
Jumlah
Rp.123.771.865,-
Rp. 90.401.245,-
Operasional
Karang
Sumber : Kantor Desa Segodorejo dan Ploso Kerep, 2012
Berdasarkan tabel tersebut menjelaskan pengelolaan penggunaan dana ADD telah diatur dalam Peraturan Bupati setiap tahunnya yang dijadikan petunjuk teknis penggunaan angaran ADD. Dalam Peraturan Bupati tersebut berisikan pos-pos anggaran dari ADD bahkan dalam beberapa pos telah ditentukan besaran presentase. Dengan jumlah perolehan ADD Desa Segodorejo dan Ploso Kerep yang berikan pemerintah daerah mulai dari tahun 2009-2012 sama besarnya, menimbulkan kepatenan penerapan besaran nominal penganggaran di setiap pos-pos anggaran. Pelaksanaan ADD sesungguhnya merupakan proses yang didasarkan atas keadaan masyarakat dan desa. Karena DURK yang tersusun merupakan cerminan terhadap kebutuhan pengembangan dari masyarakat dan desa, Peraturan Bupati yang merupakan petunjuk teknis pelaksanaan ADD yang mengatur besaran pengalokasian dana sampai kepada besaran dana yang dikeluarkan desa mengindikasikan bahwa pelaksanaan ADD di Kabupaten Jombang merupakan kegiatan yang bersifat spesific grant bukan block grant. Model pendanaan yang bersifat spesific grant merupakan cerminan pelaksanaan pembangunan yang besifat top down bukan bottom up. Pelaksanaan ADD dengan model spesific grant mengakibatkan pola perencanaan pembangunan dengan memanfaatkan dana ADD menjadi bergeser, dimana seharusnya pemerintah desa merencanakan sesuai dengan tingkat kebutuhan desa menjadi hanya menjalankan ketetapan. Kebutuhan pembangunan di desa tentunya sangat beragam, dan antara desa satu dengan desa lainnya tentu tidak memiliki persamaan dalam kebutuhannya, sehingga pemanfaatan dana ADD memiliki keberagaman sesuai dengan kondisi di desa. Dengan penetapan dana bersifat spesific grant ini menimbulkan kkeseragaman dalam pemanfaatan dana, yang berimplikasi kepada ketidak sesuaian dengan kebutuhan desa. Dalam pelaksanaan ADD di desa, diawali dengan kegiatan musyawarah perencanaan. Seperti halnnya desa lain, pada desa Segodorejo dan desa Ploso Kerep, pelaksanaan ADD diawali dengan musyawarah desa sosialisasi dan perencanaan ADD dengan partisipasi dari warga desa, kelompok perempuan, lembaga desa dan pemerintah desa, tokoh masyarakat, tokoh agama dan Pembina ADD dari kecamatan. Perencanaan Alokasi Dana Desa di Desa Segodorejo dan Desa Ploso Kerep menggunakan perencanaan yang partisipatif. Dalam model perencanaan partisipatif, semua unsur-
unsur yang terlibat (stakeholders) dilibatkan menyusun kebutuhan untuk menetapkan tujuan dan menentukan langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam pengamatan di lapangan terlihat bahwa terdapat desa dengan partisipasi masyarakat yang kurang namun ada juga yang memiliki tingkat partisipasi yang tinggi.Desa Ploso Kerep dalam pelaksanaan ADD terlihat sebagai contoh desa memiliki tingkat partisipasi kurang. Masyarakat dalam proses pembangunan terlihat kurang terdapat inisiatif untuk membantu pelaksanaan seperti diungkap oleh Kepala Desa Ploso Kerep. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh pada Desa Segodorejo elemenelemen yang terlibat dalam proses perencanaan terlihat lebih berjalan dibandingkan dengan desa Ploso Kerep. Elemen masyarakat yang kurang aktif dalam pelaksanaan musyawarah desa menyebabkan pelaksanaan perencanaan masih sebatas kepada memenuhi ketentuan dan belum menyentuh kepada esensi yang terkandung dari maksud partisipasi masyarakat didalam proses perencanaan tersebut. Sebagai pihak yang ditunjuk oleh masyarakat, aparatur pemerintah desa hendaknya mampu mengorganisir usulan-usulan dari masyarakat sebab setidaknya usulan dari masyarakat tersebut mencerminkan tingkat kebutuhan masyarakat.Masyarakat hendaknya ditempatkan sebagai subyek pembangunan desa bukan sebagai obyek pembangunan sehingga masyarakat diberi ruang yang lebih luas dalam arah pembangunan desa lalu melimpahkan kepada pemerintah desa untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan arah pembangunan yang telah disepakati masyarakat desa. Penerapan kebijakan pengelolaan dana ADD dengan tidak menyerahkan kewenangan sepenuhnya tentu akan memberi efek yang berbeda dibandingkan dengan apabila dana tersebut dikelola secara penuh oleh pemerintah desa (block grant). Apabila dicermati dari pemanfaatan dana ADD di Desa Segodorejo dan Ploso Kerep selama tahun 2009-2012 masih menunjukkan pemanfaatan yang monoton dan belum terdapat pemanfaatan yang bervariasi. Pemanfaatan dana selama empat tahun ini masih berkutat kepada beberapa hal yaitu pembangunan fasilitas kantor, dan pembangunan dengan memanfaatkan dana untuk diluar Kantor desa dilakukan yaitu dengan melakukan pavingsasi jalan desa. Dan juga pelaksanaan ADD masih terlihat masih kurang efektif, beberapa hal yang terlihat dalam ketidakefektifan pelaksanaan adalah dari segi waktu kerap masih terjadi keterlambatan. Pertanggungjawaban Alokasi Dana Desa meliputi proses Monitoring Alokasi Dana Desa, Pengendalian agar sasaran dan tujuan Alokasi Dana Desa dapat tercapai dan Pelaporannya kepada Kabupaten serta Evaluasi atas pelaksanaannya. Monitoring terhadap pelaksanaan ADD di Desa Segodorejo dan Desa Ploso Kerep dilakukan secara fungsional oleh pejabat yang berwenang dan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Monitoring pelaksanaan ADD dilakukan melalui dua cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Pelaksanaan pertanggungjawaban Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Segodorejo dan Desa Ploso Kerep dapat dikatakan cukup baik. Meskipun kadangkali dalam pelaporan pertanggungjawaban realisasi desa kepada kabupaten mengalami keterlambatan pelaporanya.Dan ada beberapa fungsi monitoring pada elemen BPD kurang maksimal di Desa Ploso Kerep.Hal itu sangat disayangkan sebab pihak yang sangat mengetahui kondisi di lapangan adalah BPD dan masyarakat karena mereka bersentuhan langsung dengan situasi di desa. ADD berperan dalam program pembangunan di tingkat desa terutama pembangunan secara fisik sehingga tidak mengherankan kalau program-program pemberdayaan masyarakat yang ada di desa pembiayaannya sebagian berasal dari ADD. Namun pelaksaaan pembangunan masih belum maksimal, karena perolehan ADD masih belum bisa mencakup atau membiayai pembangunan yang ada di desa. Sebagai pelaksanaan ADD di desa pasti menemukan hambatan dan fakto pendukung keberhasilan ADD. Beberapa factor pendukung pelaksanaan ADD dapat dirinci sebagai berikut: a) Potensi penerimaan desa yang mendukung berdampak signifikan dalam menunjang keberhasilan atau efektivitas pembangunan masyarakat di desa Segodorejo dan desa Ploso Kerep baik pembangunan masyarakat di bidang sumberdaya manusia, lingkungan maupun ekonomi; dan b) Dukungan kebijakan pemerintah yang diterapkan di desa. Dukungan kebijakan pemerintah terhadap pelaksanaan ADD di desa menjadikan arah pelaksanaan ADD menjadi baik dan sesuai dengan aturan.
Sedangkan faktor yang menghambat pelaksanaan ADD di desa meliputi beberap hal yaitu: a). Kualitas sumber daya aparatur yang dimiliki desa pada umumnya masih rendah; b) Belum sempurnanya kebijakan pengaturan tentang organisasi pemerintah desa; c) rendahnya kemampuan perencanaan ditingkat desa, sering berakibat pada kurangnya sinkronisasi antara output (hasil/keluaran) implementasi kebijakan dengan kebutuhan dari masyarakat yang merupakan input dari kebijakan; d) Sarana dan prasarana penunjang operasional administrasi pemerintah masih sangat terbatas, selain mengganggu efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pekerjaan, juga berpotensi menurunkan motivasi aparat pelaksana, sehingga pada akhirnya menghambat pencapaian tujuan, tugas dan pekerjaan; dan e) kurang maksimal kemampuan sumber daya manusia yang memiliki peran dalam pengelolaan alokasi dana desa sehingga perlu ditingkatkan lagi, sarana prarasarana yang kurang menunjang karena terbatasnya dana ADD E. PENUTUP Kesimpulan Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Jombang dalam mendistribusikan ADD dengan asas merata dan adil. Pembagian Alokasi Dana Desa (ADD) dapat dengan rincian sebagai berikut: a) Asas Merata adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa (ADD) yang sama untuk di setiap Desa atau yang disebut dengan Alokasi Dana Desa (ADD) minimal; b) Asas Adil adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa (ADD) yang dibagi secara proporsional untuk di setiap Desa berdasarkan Nilai Bobot Desa yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu atau Alokasi Dana Desa (ADD) Proporsional (ADDP). Dalam Peraturan Bupati Jombang dijelaskan bahwa Alokasi Dana Desa berasal dari APBD Kabupaten Jombang yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten Jombang untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh persen) setelah dikurangi belanja pegawai. Besarnya persentase perbandingan antara asas merata dan adil dalam pembagian ADD kepada Desa ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut : a) Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM) sebesar 60% (enam puluh persen) dibagi untuk seluruh Desa secara merata; b) Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP) sebesar 40% (empat puluh persen) dibagi untuk seluruh Desa secara proporsional. Tata kelola dana ADD masih nampak belum efektif, hal ini terlihat pada mekanisme perencanaan yang belum memperlihatkan sebagai bentuk perencanaan yang efektif karena waktu perencanaan yang sempit, kurang berjalannya fungsi lembaga desa, partisipasi masyarakat rendah karena dominasi kepala desa dan adanya pos-pos anggaran dalam pemanfaatan ADD sehingga tidak ada kesesuaian dengan kebutuhan desa. Faktor yang mendukung pelaksanaan ADD meliputi: a) Potensi Penerimaan Desa yang mendukung; b) Adanya dukungan kebijakan pemerintah. Sedangkan factor penghambat meliputi: a) managemen organisasi pemerintah desa yang kurang baik; b) sumber daya manusia yang kurang; c) kurangnya sarana prasarana; dan d) kurangnya partispasi masyarakat dalam pelaksanan ADD. Saran Agar pelaksanaan ADD dapat berjalan sesuai dengan aturan sehingga menghasilkan pembangunan yang lebih baik, beberapa saran yang diperlukan: 1. Seluruh masyarakat hendaknya ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan pembangunan di desa serta turut memelihara hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan 2. Desa diberikan wewenang sepenuhnya dalam pengelolaan ADD 3. Penambahan dana ADD yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA Abimanyu, Anggito. 1995. Pembangunan EkonomidanPemberdayaanMasyarakat. Yogyakarta: BPFE UGM. Anynomeus.1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Edisike 2.Jakarta :GramediaPustakaUtama. Fauzi, Asni. Analisis Pengelolaan Alokasi Dana Desa Untuk Menunjang Kemandirian Ekonomi Desa di Kabupaten Siak.Disertasi : Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Kartasasmita, Ginandjar. 1995. Ekonomi Rakyat :Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta :Cides. Maryunani. 2002. Alokasi Dana Desa. Brawijaya University Press : PT DanarWijaya Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. RemajaRosdakarya. Muluk, Khoirul.2006. Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah.Malang:Bayumedia Publishing. Ndraha, Taliziduhu. 1984. Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa. Jakarta : PT. BinaAksara. Peraturan Bupati Jombang No. 3 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Alokasi Dana Desa Kabupaten Jombang. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2007 tentang Kader PemberdayaanMasyarakat. PeraturanMenteriDalam Negeri Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 tentangPedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. PeraturanPemerintah No. 72 Tahun 2005 tentangDesa. Rahardjo, A. 2006.Membangun Desa Partisipatif.Yogyakarta :GrahaIlmu. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :Alfabeta. Suharto,Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat. Bandung :RefikaAdimata. ThohaMifta. 1991. Beberapa Aspek Kebijakan Birokrasi. Yogyakarta :Widya Mandala. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa