SKRIPSI
EFEKTIVITAS PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) DALAM MENINGKATKAN PEMBANGUNAN FISIK DESA LAKAPODO KECAMATAN WATOPUTE KABUPATEN MUNA
OLEH : NOVA SULASTRI B1A1 12 158
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
SKRIPSI
EFEKTIVITAS PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) DALAM MENINGKATKAN PEMBANGUNAN FISIK DESA LAKAPODO KECAMATAN WATOPUTE KABUPATEN MUNA
OLEH : NOVA SULASTRI B1A1 12 158
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
EFEKTIVIITAS PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) DALAM MENINGKATKAN PEMBANGUNAN DESA LAKAPODO KECAMATAN WATOPUTE KABUPATEN MUNA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Gelar Sarjana Pada Jurusan Ilmu Ekonomi
Oleh NOVA SULASTRI Stb. B1A1 12 158
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji dan Syukur hanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang berkompeten dalam proses penyelesaian hasil penelitian yang berjudul “Efektivitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Meningkatkan Pembangunan Fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna” sebagaimana diharapkan. Penulisan skripsi ini dilakukan di bawah arahan/bimbingan yang terhormat Bapak Dr. Manat Rahim, SE., M.Si. selaku pembimbing I dan Bapak La Tondi, SE., M.Si. selaku pembimbing II. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada beliau berdua atas bantuan dan dedikasinya sehingga penyusunan hasil penelitian ini dapat terselesaikan sesuai jadwal waktu yang telah ditentukan. Pada kesempatan ini pula, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Ayahanda Laode Safiuddin dan Ibunda Waode Rahmah yang telah mengasuh dan membesarkan penulis dengan kasih sayang dan do’a serta tak henti-hentinya mendorong dan mendoakan kesuksesan penyelesaian penelitian ini, semoga Tuhan memberikan kasih dan sayang-Nya untuk beliau berdua. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Rianse, M.Si selaku Rektor Univeritas Halu Oleo
vi
3. Ibu Dr. Hj. Rostin, SE., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo Kendari. 4. Ibu Dr. Rosnawintang, SE., M.Si selaku Ketua Jurusan pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo. 5. Ibu Dr. Irmawati P. Tamburaka, SE., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo. 6. Bapak Tajuddin, SE., M.Si, Bapak Dr. La Ode Suriadi, SE., M.Si dan Ibu Dr. Irmawati P. Tamburaka, SE., M.Si selaku Tim Penguji. 7. Para Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo. 8. Seluruh informan penelitian yang telah banyak membantu dan mendukung pelaksanaan kegiatan penelitian penulis di lapangan. 9. Sanak keluarga penulis, Laode Yunus, Andi Mantang,Waode Anafiu, Sitti Ani, Nurlin, Muh. Marifat, Nur Afri Lani, Abab Rahman, Khyiar Naban Alkhuts, Ilma Aurelia, Laode Imbara, Waode Agista Sriariani yang telah memberikan semangat dan perhatian kepada penulis dalam menyelesaikan studi. Terima kasih yang tulus dan ikhlas penulis sampaikan untuk doa dan bimbingan kalian. 10. Para sahabat, Siti Salmi Bandingi, S.KM, Sarfiah, S.KM, Riska Astuti, Stefanny Ramadhani, Sri Ratna Sari, Laode Jusman, SE, Ahmad Ali, SE, Suparman, Ketut Sudiana, Mirnawati Husein, Nurmiati, Sitti Ramadhan, La Halufi, La Muhammad, Laode Efendi, Laode Ali Jos, Laode Ali Sabri, Nani Munarni, Hasrawati Wua, Ida Yanti Jumran, Waode Enceng, Dian Sultra Pratiwi, beserta vii
rekan-rekan mahasiswa(i) angkatan 2012 yang telah memberikan persahabatan, perhatian, bantuan dan dukungan kepada penulis dalam menjalani perkuliahan, terima kasih yang tulus dan ikhlas penulis sampaikan untuk semuanya. Akhirnya penulis menyampaikan maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini, kritik dan saran sangat diharapkan dalam melengkapi kekurangannya. Hanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa jugalah berpulang segala sesuatunya, semoga semua amalan baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal di sisi-Nya, Aamiin. Wasalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Kendari,
Juli 2016
PENULIS
viii
ABSTRAK NOVA SULASTRI, 2016: Efektivitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Meningkatkan Pembangunan Fisik di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna. Skripsi S1 . Program Studi Keuangan Daerah, Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Halu Oleo. Dibimbing oleh: 1) Manat Rahim 2) La Tondi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Efektifitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam Pembangunan Fisik Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna. Serta untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam Pembangunan Fisik di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan studi lapangan. Selanjutnya hasil penelitian dianalisis melalui metode analisis deskriptif dimana menggambarkan bagaiman tingkat efektifitas pengelolaan alokasi dana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik dan faktor-faktor penghambat dalam proses pengelolaan alokasi dana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik desa. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder dengan subjek penelitian yang terdiri dari Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa dan masyarakat Desa Lakapodo. Hasil penelitian menunjukan bahwa Efektifitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna, dimana ada tiga tahap yakni perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban. Berdasarkan hasil penelitian, tahapan perencanaan, dilihat dari musrembang yang diadakan tim pelaksanaan Alokasi Dana Desa masih kurang efektif, dimana dalam kegiatan musrembang partisipasi masyarakat masih sangat rendah, dikarenakan kurangnya transparansi informasi yang disampaikan oleh perangkat Desa Lakapodo kepada masyarakat. Tahapan pelaksanaan berdasarkan hasil penelitian kurang efektif, dimana penggunaan anggaran Alokasi Dana Desa dapat terselesaikan dengan baik namun dikarenakan kurangnya transparansi informasi terkait pelaksanaan perencanaan kegiatan oleh pemeintah desa kepada masyarakat, sehingga pencapaian tujuan pengelolaan Alokasi Dana Desa yang dilakukan di Desa Lakapodo masih kurang efektif. Pada tahapan pertanggungjawaban dalam proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa masih kurang efektif, dimana penyusunan laporan pertanggungjawaban tidak disususn oleh pemerintah Desa Lakapodo serta tidak adanya evaluasi kegiatan yang seharusnya dilakukan bersama masyakat Desa Lakapodo. Hal ini karena proses yang tercipta dalam setiap tahapan Pengelolaan Alokasi Dana Desa tersebut belum sesuai dengan prinsip pengelolaan dan tujuan Alokasi Dana Desa yang mengutamakan transparansi informasi kepada masyarakat sebagai tim evaluasi dari setiap kegiatan pembangunan yang dilakukan.Sedangkan faktor-faktor penghambat adalah sumber daya manusia yang kurang dari tim pelaksana pengelolaan,informasi, serta kurangnya partisipasi masyarkat. Kata Kunci: Efektivitas, Pengelolaan, Alokasi Dana Desa, Pembangunan Fisik.
ix
ABSTRACT Nova Sulastri, 2016: Village Allocation Funds Management Effectiveness In Improving Physical Development in Rural Lakapodo Watopute District of Muna. Thesis S1. Regions Financial Studies Program, Department of Economics, Faculty of Economics and Business, Halu Oleo University. Supervised by: 1) Manat Rahim 2) La Tondi. This study aims to determine the Village Fund Allocation Management Effectiveness (ADD) in the Development of Rural Physical Lakapodo Watopute District of Muna. And to determine the factors that hinder the management of the Village Fund Allocation (ADD) in Physical Development in Rural Lakapodo Watopute District of Muna. Data collection methods used in this research is the study of literature and field studies. Further results of the study were analyzed through descriptive analysis method which depicts how the effectiveness of the management of village fund allocation to improve the physical development and inhibiting factors in the process of managing the allocation of village funds in improving the physical development of the village. The data used in this study are primary data and secondary data with research subjects consisting of village government, Village Consultative Body Institute for Rural Community Empowerment and Lakapodo Village community. The results showed that the Village Fund Allocation Management Effectiveness in improving the physical development of the District Lakapodo Watopute In the village of Muna, where there are three stages of planning, implementation and accountability. Based on this research, the stages of planning, musrembang held views of the Village Fund Allocation implementation teams are less effective, which in activities musrembang community participation is still very low, due to the lack of transparency of information submitted by the village Lakapodo to the public. Stages of implementation less effective based on research results, where the use of budgetary Village Allocation Fund can be resolved properly, but due to the lack of transparency of information related to the implementation of the planning of activities by government village to the public, so that the achievement of management goals Village Allocation Fund which was conducted at the Lakapodo still less effective. At the stage of accountability in the management of the Village Fund Allocation process are less effective, which statements are not arranged government accountability Lakapodo village and the absence of evaluation activities that should be done together with village communities Lakapodo. This is because the process is created in each phase of the Village Fund Allocation Management is not in accordance with the principles and objectives of the management of the Village Fund Allocation prioritizing transparency of information to the public as a team evaluation of development activities that do. While limiting factors is the human resources less than the executive management team, information, and lack of community participation. Keywords: Effectiveness, Management, Village Fund Allocation, Physical Development.
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA .............................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................... v KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi ABSTRAK ............................................................................................................ ix ABSTRACT .......................................................................................................... x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv BAB 1
BAB 2
BAB 3
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1.2. Rumusan Masalah ....................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...........................................................
1 6 6 6 7
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis ......................................................................... 2.1.1. Konsep Efektivitas........................................................... 2.1.2. Ukuran Efektivitas ........................................................... 2.1.3. Pengertian Pengelolaan.................................................... 2.1.4 Pengertian Desa ............................................................... 2.1.5 Pengertian Pembangunan Desa ........................................ 2.1.6 Pemerintah Desa Dan Otonomi Desa .............................. 2.1.7 Alokasi Dana Desa ........................................................... 2.1.8 Efektivitas Pengalokasian Dana Desa .............................. 2.1.9 Pengertian Pembangunan Fisik ....................................... 2.1.10 Hambatan Pembangunan Desa ......................................... 2.1.11 Pengertian Anggaran ........................................................ 2.2 Kajian Empirik ............................................................................ 2.3 Kerangka Pemikiran ....................................................................
8 8 9 11 12 14 27 38 42 44 46 47 50 52
METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 55 3.2. Rancangan Penelitian .................................................................. 55
xii
3.3. Populasi dan Sampel .................................................................. 3.4 Jenis dan Sumber Data ............................................................... 3.4.1 Data Primer .................................................................... 3.4.2 Data Sekunder .................................................................... 3.5 Metode Pengumpilan Data ........................................................... 3.6 Metode Pengolahan Data ............................................................. 3.7 Teknis Analisis Data .................................................................... 3.4. Variabel Dan Definsi Operasional ............................................... BAB 4
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum ....................................................................... 4.1.1. Kondisi Geografis ........................................................... 4.1.2. Struktur Organisasi ......................................................... 4.1.3. Deskripsi Responden ...................................................... 4.2. Hasil Penelitian ........................................................................... 4.2.1. Efektivitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Meningkatkan Pembangunan Fisik Di desa Lakapodo .... 4.2.2 Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Meningkatkan Pembangunan Fisik Di Desa Lakapodo ........................... 4.2.3 Faktor-faktor Yang Menghambat Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Meningkatkan Pembangunan Fisik di Desa lakapodo .................................................................. 4.3. Pembahasan ............................................................................... 4.3.1. Efektivitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Meningkatkan Pembangunan Fisik Di desa Lakapodo ... 4.3.2. Faktor-faktor Yang Menghambat Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Meningkatkan Pembangunan Fisik di Desa lakapodo .................................................................
55 56 56 57 57 58 58 59
61 61 63 66 68 68 68
84 90 90
94
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ................................................................................ 98 5.2. Saran .......................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL No.
Halaman
4.1
Jumlah Penduduk Sesuai Dengan Dusun/Lingkungan ............................. 62
4. 2
Tingakat Pendidikan.................................................................................. 62
4. 3
Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ................................................... 67
4.4
Responden Berdasakan Tingkat Usia
4.5
Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan............................................ 68
4.6
Tahapan Perencanaan Pengelolaan Alokasi Dana Desa ........................... 70
4.7
Tahapan Pengelolaan Alokasi Dana Desa................................................. 76
4.8
Tahapan Pertanggungjawaban Pengelolaan Alokasi Dana Desa .............. 80
xiv
.................................................... 67
DAFTAR GAMBAR No. 2.3 KerangkaPenelitian
Halaman ................................................................................... 54
4.1. Struktur Organisasi Pemerintah Desa Lakapodo ............................................ 67
xv
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemberian otonomi daerah seluas luasnya berarti pemberian kewenangan dan keleluasaan (diskreksi) kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya daerah secara optimal. Agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan, pemberian wewenang dan keleluasaan yang luas tersebut harus diikuti dengan pengawasan yang kuat. Meskipun titik berat otonomi diletakkan pada tingkat Kabupaten/Kota, namun secara esensi sebenarnya kemandirian tersebut harus dimulai dari level pemerintahan ditingkat paling bawah, yaitu Desa. Selama ini, pembangunan desa masih banyak bergantung dari pendapatan asli desa dan swadaya masyarakat yang jumlah maupun sifatnya tidak dapat diprediksi. Adanya PP No.72 tahun 2005 dan di revisi UU No.6 tahun 2014 tentang Desa sangat jelas mengatur
tentang
pemerintahan Desa, yang
menyatakan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang meniliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintahan desa berdasarkan UU No. 6 Tahun 1
2
2014 adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Merupakan suatu kegiatan pemerintah desa, lebih jelasnya pemikiran ini didasarkan bahwa penyelenggaraan tata kelola desa (disingkat penyelenggaraan desa), atau yang dikenal selama ini sebagai “Pemerintahan Desa”. Kepala Desa adalah pelaksana kebijakan sedangkan Badan Permusyawaratan Desa dan lembaga pembuat dan pengawas kebijakan (Peraturan Desa). Pengelolaan keuangan desa menjadi wewenang desa yang dijabarkan dalam Peraturan Desa (Perdes) tentang anggaran dan pendapatan belanja desa (APB Desa). Dengan sumber pendapatan yang berasal dari pendapatan asli desa seperti hasil usaha desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah. Dengan bergulirnya dana-dana perimbangan melalui Alokasi Dana Desa (ADD) harus menjadikan desa benar-benar sejahterah. Untuk persoalan Alokasi Dana Desa (ADD) saja, meski telah diwajibkan untuk dianggarkan di pos APBD, namun lebih banyak daerah yang belum melakukannya. Untuk itu, seharusnya proses transformasi kearah pemberdayaan desa terus dilaksanakan dan didorong semua elemen untuk menuju Otonomi Desa. Apabila melihat jumlah anggaran yang diberikan kepada desa melalui Alokasi Dana
3
Desa mencapai Rp.283.984.000.00 per Desa untuk
Kabupaten Muna, maka
muncul pertanyaan apakah desa beserta elemen yang ada sudah mampu melaksanakan pengelolaan anggaran tersebut secara baik. Hal ini mengingat bahwa desa melaksanakan pembangunan hanya mendapat bantuan keuangan yang terbatas dan pengelolaannya masih sangat sentralistis oleh satuan instansi pemerintahan, dan Desa mendapatkana lokasi anggaran yang cukup besar dan pengelolaannya dilakukan secara mandiri, sehingga keraguan terhadap kemampuan Desa secara internal untuk mengelola alokasi dana tersebut masih dipertanyakan. Menurut Doller & Wallis (2001), Alokasi Dana Desa berperan penting dan menjadi kunci utama keberhasilan otonomi desa. Efektifitas dan Efisiensi penyaluran Alokasi Dana Desa (ADD) dari Pemerintah Kabupaten/Kota ke Pemerintah Desa serta bagaimana pemanfaatan dana tersebut menjadi sangat penting, karena keduanya merupakan parameter paling sederhana bagi keberhasilan desentralisasi (Ahmad Erany Yustika, 2008). Selain itu desa juga masih banyak memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu khususnya pada organisasi pemerintahannya, sehinggahal tersebut juga akan mempengaruhi dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa. Adapun mengenai keterbatasan yang dimaksud tersebut, Wasistiono dan Tahir (2006) menyatakan bahwa, unsur kelemahan yang dimiliki oleh pemerintahan desa pada umumnya yaitu:
4
1. Kualitas sumberdaya aparatur yang dimiliki desa pada umumnya masih rendah. 2. Belum sempurnanya kebijakan pengaturan tentang organisasi pemerintah desa 3. Rendahnya kemampuan perencanaan ditingkat desa, sering berakibat pada kurangnya sinkronisasi antara output (hasil/keluaran) implementasi kebijakan dengan kebutuhan dari masyarakat yang merupakan input dari kebijakan. 4. Sarana dan prasarana penunjang operasional administrasi pemerintah masih sangat terbatas, selain mengganggu efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pekerjaan, juga berpotensi menurunkan motivasi aparat pelaksana, sehingga pada akhirnya menghambat pencapaian tujuan, tugas dan pekerjaan. Hal sama juga yang dialami oleh pemerintah Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna dengan keterbatasan kemampuan sumber daya manusia yang memiliki peran dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa. Penyaluran Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Lakapodo, yang tampak dari kegiatan Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) yaitu pengadaan barang untuk pembersihan lingkungan fasilitas umum seperti mesin rumput dan pengadaan pupuk tanam
untuk setiap rukun tetangga
(RT). Dari
Pengalokasian Alokasi Dana Desa yang ada di Desa Lakapodo tidak nampak adanya pembangunan fisik yang di lakukan seperti pembangunan pasar dan pembuatan sumur gali. Pengelolaan Alokasi Dana Desa tersebut masih belum maksimal sesuai dengan tujuan Alokasi Dana Desa (ADD). Tujuan dari Alokasi Dana Desa
5
(ADD) adalah untuk membiayai program Pemerintah Desa dalam melaksanakan kegiatan pemerintah dan pemberdayaan masyarakat, sehingga pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat desa dapat ditingkatkan. Hal ini dikarenakan kurangnya pemberdayaan yang dilakukan kepada masyarakat dan tidak adanya pengembangan sosial budaya yang dilakukan karena yang tampak dari pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD) hanyalah pengadaan barang dan pengadaan pupuk tanam. Berdasarkan pertimbangan dan kenyataan di atas, diharapkan keseluruhan Pemerintah desa dapat mengoptimalkan anggaran Alokasi Dana Desa (ADD) yang dimiliki sehingga penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) ini dapat menggerakkan roda perekonomian desa, maka pembangunan desa akan semakin meningkat. Pembangunan yang meningkat ini diharapkan akan mengurangi disparitas pertumbuhan antar desa. Berdasarkan latar belakang diatas, maka judul penelitian ini yaitu: “Efektifitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam Upaya Meningkatkan Pembangunan Fisik di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna”.
6
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang judul di atas, maka permasalahan yangdi kaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana Efektifitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam Pembangunan Fisik Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna?
2.
Faktor-faktor apa yang menghambat dalam Efektifitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam Pembangunan Fisik Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna.
1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui Efektifitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam Pembangunan Fisik Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna.
2.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam Pembangunan Fisik di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang di harapkan dalam penelitian ini adalah: 1.
Sebagai bahan informasi bagi Pemerintah Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna dalam mengelola anggaran Alokasi Dana Desa (ADD).
2.
Sebagai bahan penelitian selanjutnya, dengan objek yang relevan.
7
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam penelitian ini, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban serta Pembangunan Fisik di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna Tahun 2016.
8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1 Konsep Efektivitas Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang (view point) dan dapat dinilai dengan berbagai cara dan mempunyai kaitan yang erat dengan efisiensi. Menurut Gie (2000), efektivitas adalah keadaan atau kemampuan suatu kerja yang dilaksanakan oleh manusia untuk memberikan hasil guna yang diharapkan. Sedangkan Gibson (1984) mengemukakan bahwa efektivitas adalah konteks perilaku organisasi yang merupakan hubungan antar produksi, kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan, sifat keunggulan dan pengembangan (Haris, 2015). Menurut Mardiasmo (2004), Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Efektivitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan target penerimaan pajak itu sendiri.
8
9
Suatu hal dapat dikatakan efektif apabila hal tersebut sesuai dengan yang dikehendaki. Artinya, pencapaian hal yang dimaksud merupakan pencapaian tujuan penerimaan Alokasi Dana Desa di Desa Lakapodo Kabupaten Muna dilakukannya tindakan untuk mencapai hal tersebut. Sehingga efektivitas dapat diartikan sebagai suatu proses pencapaian suatu tujuan penerimaan Dana Desa yang telah ditetapkan sebelumnya. Suatu usaha atau kegiatan dapat dikatakan efektif apabila usaha atau kegiatan tersebut telah mencapai tujuannya. 2.1.2 Ukuran Efektivitas Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif. Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau tidak, sebagaimana dikemukakan oleh S.P. Siagian (1978), yaitu: 1.
Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksdukan supaya karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan organisasi dapat tercapai.
2.
Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah “pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak
10
tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi. 3.
Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional.
4.
Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.
5.
Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja.
6.
Tersedianya
sarana
dan
prasarana
kerja,
salah
satu
indikator
efektivitas organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi. 7.
Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi semakin didekatkan pada tujuannya.
11
2.1.3 Pengertian Pengelolaan Kata “Pengelolaan” dapat disamakan dengan manajemen, yang berarti pula pengaturan atau pengurusan (Suharsimi Arikunto, 1993). Pengelolaan diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam mencapai tujan tertentu. Dikatakan manajemen adalah suatu proses perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, memimpin dan pengendalian organisasi manusia, keuangan, fisik dan informasi sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi secara efisiensi dan efektif. Nanang Fattah (2004) berpendapat bahwa dalam proses manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang manajer atau pimpinan, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organising), pemimpin (leading), dan pengawasan (controlling). Oleh karena itu, manajemen
diartikan
sebagai
proses
merencanakan,
mengorganising,
memimpin, dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien. Manajemen
merupakan
proses
perencanan,
pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan, usaha-usaha para anggota organisasi dan pengguna sumber daya organisasi lainya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Stoner menekanan bahwa manajemen dititik beratkan pada proses dan sistem. Oleh karena itu, apabila dalam sistem dan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, penganggaran, dan sistem
12
pengawasan tidak baik, proses manajemen secara keseluruhan tidak lancar sehingga proses pencapaian tujuan akan terganggu atau mengalami kegagalan (Shyhabuddin Qalyubi, 2007). Berdasarkan definisi manajemen diatas secara garis besar tahap-tahap dalam
melakukan
manajemen
meliputi
melakukan
perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Perencanaan merupakan proses dasar dari suatu kegiatan pengelolaan dan merupakan syarat mutlak dalam suatu kegiatan pengelolaan. Kemudian pengorganisasian berkaitan dengan pelaksanaan perencanaan yang telah ditetapkan. Sementara itu pengarahan diperlukan agar menghasilkan sesuatu yang diharapkan dan pengawasan yang dekat. Dengan evaluasi, dapat menjadi proses monitoring aktivitas untuk menentukan apakah individu atau kelompok memperolah dan mempergunakan sumber-sumbernya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan. 2.1.4 Pengertian Desa Menurut Ndraha (1984) pengertian resmi tentang Desa menurut Undang undang adalah: UU Nomor 5 Tahun 1979 Desa ialah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat, termaksud di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah
13
camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. UU Nomor 22 Tahun 1999 Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Ini berarti desa merupakan suatu pemerintahan yang mandiri yang berada di dalam sub sistem Pemerintahan Nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Bintarto (1983), Desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultur yang terdapat di suatu daerah, dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. UU Nomor 32 Tahun 2004 Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan desa menurut Widjaja (2003) dalam bukunya “Otonomi Desa”menyatakan bahwa “Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa, landasan pemikiran dalam mengenai Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
14
Menurut Winardi (1988) Desa dapat dipahami sebagai suatu daerah kesatuan hukum dimana bertempat tinggal di suatu masyarakat yang berkuasa (memiliki wewenang) mengadakan pemerintahan sendiri. Pengertian ini menekankan adanya otonomi untuk membangun tata kehidupan Desa bagi kepentingan penduduk. Dalam pengertian ini terdapat kesan yang kuat, bahwa kepentingan dan kebutuhan masyarakat Desa hanya dapat diketahui dan disediakan oleh masyarakat Desa dan bukan pihak luar. Selanjutnya dalam PP Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, bahwa Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian desa sebagai suatu bagian dari sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui otonominya dan Kepala Desa melalui pemerintah desa dapat
diberikan
penugasan
pendelegasian
dari
pemerintahan
ataupun
pemerintahan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. 2.1.5 Pengertian Pembangunan Desa Pembangunan merupakan konsep normatif yang mengisyaratkan pilihan-pilihan tujuan untuk mencapai apa yang disebut sebagai realisasi potensi manusia. Pembangunan tidak sama maknanya dengan modernisasi, jika
15
kita memahami secara jelas mengenai makna sesungguhnya dari hakikat pembangunan itu sendiri. Menurut Todaro (1998) pembangunan bukan hanya fenomena semata, namun pada akhirnya pembangunan tersebut harus melampaui sisi materi dan keuangan dari kehidupan manusia bahwa pembangunan ekonomi telah digariskan kembali dengan dasar mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, ketimpangan dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi atau ekonomi negara yang sedang berkembang. Pembangunan Desa merupakan bagian dari pembangunan nasional dan pembangunan Desa ini memiliki arti dan peranan yang penting dalam mencapai tujuan nasional, karena Desa beserta masyarakatnya merupakan basis dan ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Adapun definisi pembangunan desa menurut para ahli adalah sebagai berikut: Menurut
Kartasasmita
(2001)
mengatakan
bahwa
hakekat
pembangunan nasional adalah manusia itu sendiri yang merupakan titik pusat dari segala upaya pembangunan dan yang akan dibangun adalah kemampuan dan kekuatannya sebagai pelaksana dan yang akan dibangun adalah kemampuan
dan
pembangunan. masyarakat
Pada
kekuatannya hakekatnya
bersama-sama
sebagai
pelaksana
pembangunan
pemerintah
terutama
desa
dan
penggerak
dilakukan
dalam
oleh
memberikan
bimbingan, pengarahan, bantuan pembinaan, dan pengawasan agar dapat
16
ditingkatkan kemampuan masyarakat dalam usaha menaikan taraf hidup dan kesejahteraannya. Suparno (2001) menegaskan bahwa pembangunan desa dilakukan dalam rangka imbang yang sewajarnya antara pemerintah dengan masyarakat. Kewajiban pemerintah adalah menyediakan prasarana-prasarana, selebihnya disandarkan kepada kemampuan masyarakat itu sendiri. Proses pembangunan desa merupakan mekanisme dari keinginan masyarakat yang dipadukan dengan
masyarakat.
Perpaduan
tersebut
menentukan
keberhasilan
pembangunan seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi (2001) mekanisme pembangunan desa adalah merupakan perpaduan yang serasi antara kegiatan partisipasi masyarakat dalam pihak dan kegiatan pemerintah di satu pihak. Bahwa pada hakekatnya pembangunan desa dilakukan oleh masyarakat sendiri. Sedangkan pemerintah memberikan bimbingan, bantuan, pembinaan, dan pengawasan. Pembangunan desa dapat dilihat dari berbagai segi yaitu sebagai suatu proses, dengan suatu metode sebagai suatu program dan suatu gerakan, sebagaimana pendapat pakar berikut ini: 1. Sebagai suatu proses adalah memperhatikan jalannya proses perubahan yang berlangsung dari cara hidup yang lebih maju/modern. Sebagai suatu proses, maka pembangunan desa lebih menekankan pada aspek perubahan, baik yang menyangkut segi sosial, maupun dari segi psikologis. Hal ini akan terlihat pada perkembangan masyarakat dari suatu tingkat kehidupan tertentu ketingkat kehidupan yang lebih tinggi, dengan memperhatikan di
17
dalamnya masalah perubahan sikap, serta perubahan lainnya yang apabila diprogramkan secara sistematis akan usaha penelitian dan pendidikan yang sangat baik. 2. Sebagai suatu metode, yaitu suatu metode yang mengusahakan agar rakyat mempunyai kemampuan yang mereka miliki. Pembangunan desa juga merupakan metode untuk mencapai pemerataan pembangunan desa dan hasil-hasilnya dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 3. Sebagai suatu program adalah berusaha meningkatkan taraf hidup dan kesejahteran masyarakat pedesaan baik lahir maupun bathin dengan perhatian ditujukan pada kegaiatan pada bidang-bidang tertentu seperti pendidikan, kesehatan, pertanian, industri rumah tangga, koperasi, perbaikan kampung halaman dan lain-lain. 4. Sebagai suatu gerakan karena pada hakekatnya semua gerakan atau usaha kegiatan pembangunan diarahkan ke desa-desa. Sebagai suatu gerakan dimana pembangunan desa mengusahakan mewujudkan masyarakat sesuai dengan cita-cita Nasional Bangsa Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 5. Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa pembangunan desa meliputi beberapa faktor dan berbagai program yang dilaksanakan oleh aparat departemen, pemerintah daerah dan seluruh masyarakat.
18
Oleh karena itu, pelaksanaannya perlu ada koordinasi dari pemerintah baik pusat maupun daerah serta desa sebagai tempat pelaksanaan pembangunan agar seluruh program kegiatan tersebut saling menunjang dan terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna. Permasalahan di dalam pembangunan perdesaan adalah rendahnya aset yang dikuasai masyarakat perdesaan ditambah lagi dengan masih rendahnya akses masyarakat perdesaan ke sumber daya ekonomi seperti lahan/tanah, permodalan, input produksi, keterampilan dan teknologi, informasi, serta jaringan kerjasama. Disisi lain, masih rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana perdesaan dan rendahnya kualitas SDM di perdesaan yang sebagian besar berketerampilan rendah (low skilled), lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat, lemahnya koordinasi lintas bidang dalam pengembangan kawasan perdesaan. Oleh karena itu dapat dilihat beberapa sasaran yang dapat dilakukan dalam pembangunan desa sebagai berikut: 1) Meningkatkan pelayanan dalam hal pertanahan serta memproses masalahmasalah pertanahan dalam batas-batas kewenangan Kabupaten. 2) Pemantapan
pengelolaan
pemanfaatan
ruang
dan
pengendalian
pemanfaatan ruang untuk menciptakan lingkungan kehidupan yang efisien, efektif dan berkelanjutan. 3) Peningkatan kualitas pemukiman yang aman, nyaman dan sehat .
19
4) Meningkatnya prasarana wilayah pada daerah tertinggal, terpencil dan daerah perbatasan. 5)
Meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan di daerah dan wilayah.
6) Meningkatkan ekonomi wilayah untuk kesejahteraan masyarakat serta menanggulangi kesenjangan antar wilayah. Dalam pelaksanaan pembangunan desa, desa harus melaksanakan prinsipprinsip transparansi serta pelibatan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan,pelaksanaan maupun dalam pengawasan dan pemantauan. Dalam kerangka UU Desa, siklus pembangunan desa mencakup 3 (tiga) tahap penting yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban. 1. Perencanaan Perencanaan pembangunan desa mengacu pada konsep membangun desa dan desa membangun. Konsep membangun desa dalam konteks perencanaan adalah bahwa dalam merencanakan pembangunan, desa perlu mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota. Hal tersebut diatur dalam UU Desa terutama pada pasal 79 dan pasal 80. Dalam pasal 79 UU Desa disebutkan bahwa: 1) Pemerintah Desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai dengan
kewenangannya
dengan
pembangunan Kabupaten/Kota.
mengacu
pada
perencanaan
20
2) Perencanaan Rembangunan Desa sebagaiman dimaksud pada ayat (1) disusun secara berjangka meliputi: a. Rencana pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6(enam) tahun. b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 1 tahun. 3).Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa sebagaiman dimaksud pada ayat (2) ditetapkan Peraturan Desa. 4). Peraturan Desa tentang Rencana Pembangunan Jangaka Menengah Desa dan rencana Kerja Pemerintah Desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di Desa. 5). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana kerja Pemerintah Desa merupakan pedoman dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja desa yang diatur dalam peraturan pemerintah. 6). Program pemerintah yang berskala lokal Desa dikordinasikan dan/atau didelegasikan pelaksanaannya kepada desa. 7). Perencanaan pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
salah
satu
sumber
pembangunan Kabupaten/Kota.
masukan
dalam
perencanaan
21
Pada UU Desa, untuk mengakomodir asas demokrasi, kemandirian, partisipasi, kesetaraan dan pemberdayaan, perencanaan pembangunan desa tidak semata-mata bersifat top down, namun juga menyusun konsep desa membangun. Konsep desa membangun ini mengedepankan musyawarah desa untuk memenuhi
kebutuhan riil masyarakat. Hal
tersebut dijelaskan dalam pasal 80 UU Desa yang menyebutkan bahwa: 1) Perencanaan pembangunan desa sebagai mana dimaksud dalam pasal 79 diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat desa. 2) Dalam menyusun perencanaan pembanguna desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah desa wajib menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan desa. 3) Musyawara perencanaan pembangunan desa menetapkan prioritas, program, kegiatan dan kebutuhan pembangunan desa yang didanai oleh anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat desa,
dan/atau
anggaran
Pendapatan
dan
Belanja
Daerah
Kabupaten/Kota. 4) Prioritas, program, kegiatan dan kebutuhan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dirumuskan berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat desa yang meliputi:
22
a. Peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar. b. Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan kemampuan teknis dan sumberdaya lokal yang tersedia. c. Pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif. d. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan ekonomi. e. Peningkatan
kualitas
ketertiban
dan ketentraman
masyarakat
desa
berdasarkan kebtuhan masyarakat desa. 2. Pelaksanaan Berdasarkan peraturan pemerintah No. 60 tahun 2014 tentang dana desa yang bersumber dari APBN dan Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa telah diatur beberapa pokok penggunaan keuangan desa. Pada pasal 100 PP No. 43 tahun 2014 disebutkan bahwa belanja desa yang ditetapkan dalam APBDesa digunakan dengan ketentuan: a. Paling sedikit 70% dari jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. b. Paling banyak 30% dari jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk penghasilan tetap dan tunjangan Kepala Desa dan Perangkat Desa,
23
Operasional Pemerintah Desa , Tunjangan dan Operasinal Badan Permusyawaratan Desa dan Insentif Rukun Tetanggan dan Rukun Warga. Dari pasal tersebut terlihar bahwa keuangan desa hanya dibatasi untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, pemberdayaan masyarakat desa dan membayar penghasilan maupun tunjangan intensif bagi
perangkat
desa
badan
permusyawaratan
desa
dan
rukun
tetangga/rukun warga. Dalam merealisasikan APBDesa, Kepala Desa bertindak sebagai kordinator kegiatan yang dilaksanakan oleh perengakat desa atau unsur masyarakat
desa.
Pelaksanaan
kegiatan
harus
mengutamakan
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumberdaya alam yang ada di desa serta mendayagunakan swadaya dan gotong royong masyarakat. Semua ketentuan tersebut tercantum dalam pasal 121 PP No. 43 Tahun 2014. Selain itu, APBDesa dapat digunakan untuk pembangunan antar desa atau biasa disebut pembangunan kawasan perdesaan. Pembangunan kawasan perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antar desa yang dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa melalui pendekatan
pembangunan
partisipatif,
inisiatif
untuk
melakukan
pembangunan kawasan perdesaan dapat dilakukan secara botton up
24
dengan pengusulan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota dan dapat juga secara top down sebagai program Gubernur atau Bupati/Walikota. Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, masyarakat dan pemerintah desa dapat memperoleh bantuan pendamping secara berjenjang. Secara teknis, pendampingan dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah Kabupaten/Kota dan dapat dibantu oleh tenaga pendamping professional, kader pemberdayaan masyarakat desa, atau pihak ketiga yang dikordinasikan oleh Camat di Wilayah Desa tersebut. Ketentuan tentang pendamping bagi masyarakat dan pemerintah desa telah diatur pada pasal 128-131 PP No. 43 tahun 2014 dan Peraturan Mentri Desa No.3 tahun 2015 tentang pendamping desa. 3.
Pertanggungjawaban Kepala Desa adalah penanggungjawab dari pengelolaan keuangan desa secara keseluruhan. Dalam PP No. 43 tahun 2014 pasal 103-104 mengatur tata cara pelaporan yang wajib dilakukan oleh Kepala Desa. Kepala Desa wajib melaporkan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota setiap semester tahun berjalan (laporan semesteran). Selain itu, Kepala Desa wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran (laporan tahunan). Laporan yang dibuat Kepala Desa ditukan kepada Bupati/Walikota yang dismpaikan melalui Camat.
25
Pengaturan pelaporan dan pertanggungjawaban penggunaan APBDesa tercantum dalam Permendagri No. 113 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa. Dalam Permendagri tersebut, diatur pula standar dan format pelaporan pertanggungjawaban yang harus disusun oleh Kepala Desa. Seperti ketentuan lampiran yang perlu dipenuhi dalam laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa, yaitu: a. Format laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa tahun anggaran berkenaan. b. Format laporan kekayaan milik desa per 31 Desember tahun anggaran berkenaan. c. Format laporan program pemerintah dan Pemerintah Daerah yang masuk ke desa. Dari PP no. 43 tahun 2014 dan Permendagri No. 113 tahun 2014 terlihat
bahwa laporan pertanggungjawaban yang harus dibuat oleh
Kepala Desa harus terintegrasi secara utuh, tidak melihat sumber dana yang diperoleh desa. Hal ini berbeda dengan aturan sebelumnya yang mewajibkan
desa
untuk
menyusun
laporan
pertanggungjawaban
penggunaan dana berdasarkan sumber dananya. UU Desa meletakan prinsip dasar untuk penyelenggaraan pengawasan pembangunan desa yang meliputi pengawsan oleh sipra-desa (downroad accountability),
pengawasan oleh lembaga desa dan
26
pengawasan dari masyarakat (upward accountability). Terdapat beberapa mekanisme pengawasan dan pemantauan sebagai berikut: 1. Pengawasan oleh supra desa secara berjenjang oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan oleh pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Desa dan Kementrian Keuangan (pasal 26 PP No. 60 Tahun 2014). Dalam operasioanlnya, pengawasan oleh pemerintah Kabupaten/Kota menjadi tanggungjawab Bupati/Walikota. Funngsi pengawasan tersebut didelegasikan oleh Bupati/Kota kepada Camat
dan
Inspektorat
Kabupaten/Kota.
Hasil
pengawasan
Pemerintah Kabpaten/Kota disampaikan kepada Pemerintah Pusat terkait dengan unsur pengawasannya. Pengawasan pembangunan desa disampaikan kepada Kementrian Desa dan pengawasan pemerintahan disampaikan kepada Kementrian Dalam Negeri. 2. Pengawasan supra desa lainnya adalah pengawasan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hal ini didasari oleh UU No. 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dimana keuangan desa yang berasal dari Pemerintah Puast dan Pemerintah Daerah termasuk kategori Keuangan Negara karena sumbernya APBN dan APBD, PP No. 60 tahun 2008 tentang system pengendalian intern pemerintah juga memberikan kewenangan bagi
27
BPKP
untuk
mengawasi
pengelolaan
keuangan
desa
karena
sumbernya yang berasal dari APBN maupun APBD. 3. Pengawan oleh lembaga BPD sebagai bagian dari fungsi pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa antara lain melalui tanggapan atas pertanggungjawaban Kepala Desa dan pengaduan masyarakat yang disampaikan melalui BPD (pasal 55 dan 82 UU Desa). 2.1.6
Pemerintah Desa dan Otonomi Desa Dalam sejarah perkembangan manusia, desa dipandang sebagai suatu bentuk organisasi kekuasaan yang pertama sebelum lahirnya organisasi kekuasaan yang lebih besar seperti kerajaan, kekaisaran dan negara-negara modern sebagaimana yang dikenal dewasa ini. Ditinjau dari sudut pandang bidang ekonomi, desa berfungsi sebagai lumbung bahan mentah (raw material) dan tenaga kerja (man power) yang tidak kecil artinya. Desa-desa di Jawa banyak berfungsi sebagai desa agraris yang menunjukkan perkembangan baru, yaitu timbulnya industriindustri kecil di daerah pedesaan yang merupakan “rural industries” (Wasistiono, 2007). Menurut Bintarto (1983), salah satu peranan pokok desa terletak pada bidang ekonomi. Daerah pedesaan merupakan tempat produksi pangan dan produksi komoditi ekspor. Peranan pentingnya menyangkut produksi pangan yang akan menentukan tingkat kerawanan dalam rangka pembinaan ketahanan nasional. Oleh karena itu, peranan
28
masyarakat pedesaan dalam mencapai sasaran swasembada pangan adalah penting sekali. Masyarakat desa perkebunan adalah produsen komoditi untuk ekspor (Wasistiono, 2007). Secara sosiologis, masyarakat Desa memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan kelompok masyarakat lainnya. Boeke memberikan gambaran bahwa yang dimaksud dengan Desa adalah persekutuan hukum pribumi yang terkecil dengan kekuasaan sendiri dan kekayaan atau pendapatan sendiri. Persekutuan hukum pribumi terkecil dapat diartikan sebagai persekutuan hukum adat yang tumbuh dengan sendirinya di dalam masyarakat pribumi dan mempunyai dasar tradisional, dan juga persekutuan hukum, dimana hanya penduduk pribumi atau setidak-tidaknya sebagian besar dari pada penduduk pribumi menjadi anggotanya (Wasistiono, 2007). Kesatuan masyarakat hukum tersebut mengurus kehidupan mereka secara mandiri (otonom), dan wewenang untuk mengurus dirinya sendiri itu dimiliki semenjak kesatuan masyarakat hukum itu terbentuk tanpa diberikan oleh orang atau pihak lain. Dari sinilah asalnya mengapa „Desa‟ disebut memiliki otonomi asli, yang berbeda dengan „daerah otonom‟ lainya seperti Daerah Kabupaten atau Daerah Provinsi yang memperoleh otonominya dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Nasional.
29
Pada tahun 1979 dilahirkan sebuah undang-undang nasional tentang Pemerintahan Desa yang efektif yaitu Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 yang ditetapkan pada tanggal 1 Desember 1979. Kedudukan pemerintahan desa dapat diketahui dari bunyi pasal 1 huruf a UU No.5 Tahun 1979 yang menyebutkan: “Desa adalah suatu wilayah yang di tempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintah
terendah
langsung
di
bawah
Camat
dan
berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” UU No. 5 Tahun 1979 sama sekali tidak memberikan hak kepada pemerintahan desa atau kepala desa untuk menyelenggarakan pemerintahan desa, yang peraturan-peraturannya bersumber dari otonomi desa. Akan tetapi pemerintahan desa menurut UU ini hanya berhak menyelenggarakan pemerintahan umum yang bersumber dari pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang otonom di atasnya. Kedudukan desa tidak lebih dari wilayah administratif seperti wilayah administratif kelurahan dalam kawasan kota. UU No. 5 Tahun 1979 merupakan produk hukum Pemerintahan Orde Baru yang dipandang sangat condong menopang Orde Baru dengan politik stabilitas dan sentralisasinya, sehingga menghambat demokratisasi desa.
30
Kebijakan pengaturan tentang Desa pada masa Orde Baru, sejauh mungkin diatur secara seragam dan sentralistis, dengan tujuan untuk kepentingan politik pemerintah. Hal ini secara jelas disebutkan dalam konsideran menimbang dalam UU No.5 Tahun 1979, bahwa: “sesuai dengan sifat Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka kedudukan Desa sejauh mungkin diseragamkan, dengan mengindahkan keragaman keadaan Desa dan ketentuan adat istiadat yang masih berlaku”.Namun upaya penyeragaman ini menghambat tumbuhnya kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam memenuhi kehidupan dan penghidupannya secara mandiri, sehingga akhirnya hanya membuatnya tertinggal
disbanding
pemerintahan
masyarakat
lainnya.
desa
yang
kurang
masyarakatnya,hanya
akan
menimbulkan
Pengaturan
berdasar
pada
terhadap
karakteristik
ketidakberdayaan
dan
ketergantungan. Dengan bergulirnya reformasi maka dilakukan pembenahan mendasar dari sentralisasi menuju desentralisasi. Dalam kaitannya dengan adanya reformasi pemerintahan Desa, UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, segera diganti dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa. Dalam pasal 1 huruf (o) UU No.5 Tahun 1979 disebutkan bahwa : Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hokum
31
yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam system Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten”. UU No. 22 Tahun 1999 menegaskan bahwa desa tidak lagi merupakan wilayah administratif. Kedudukan pemerintahan desa adalah subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, sehingga desa memiliki kewenangan, tugas dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri. Artinya desa tidak dapat berdiri sendiri, dan harus senantiasa melihat dinamika di atasnya. Walaupun Desa tidak lagi menjadi bawahan atau unsur pelaksanaan daerah, melainkan menjadi daerah yang istimewa dan bersifat mandiri yang berada dalam wilayah kabupaten, dimana setiap warga desanya berhak berbicara atas kepentingan sendiri sesuai kondisi sosial budaya yang hidup di lingkungan masyarakatnya, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mengkoordinasikan keanekaragaman tersebut dalam pemerintahan nasional. Perkembangan Desa di Indonesia selanjutnya adalah pada saat diterbitkannya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Desa memang tidak diatur dalam suatu undang-undang tersendiri, karena sesuai amanat UUD 1945 secara eksplisit tidak disebutkan
32
kedudukan pemerintahan desa dalam susunan sistem pemerintahan Negara Indonesia. Dengan demikian agar urusan yang diserahkan kepada desa dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan pemberdayaan pemerintah dan masyarakat desa perlu dilakukan suatu upaya yang sistemastis dalam menentukan urusan dan kewenangan yang diserahkan. Upaya sistematis dimaksud tentu saja harus berdasarkan prinsip-prinsip pengaturan tentang desa dan mempertimbangkan faktorfaktor
lainnya,
misalnya
dukungan
supradesa
(Pemerintah
Kabupaten/Kota), sarana dan prasarana, pembiayaan, personil (kualitas dan kuantitas SDM), serta aspek sosial budaya masyarakat desa. Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, dinyatakan bahwa Desa (atau dengan sebutan lain) adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempatyang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan RI. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa tersebut adalah keanekaragaman,
partisipasi,
otonomi
asli,
demokrasi
dan
pemberdayaan masyarakat. Landasan pemikiran tersebut merupakan wujud pemberian dukungan dandorongan kepada desa dalam rangka meningkatkan peran
33
sertanya dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah di Indonesia dan
juga
mencerminkan
Pemerintah
Desa
sebagai
kesatuan
pemerintahan terkecil dan terdekat dengan masyarakat yang dipandang memiliki kedudukan yang sangat strategis serta sekaligus diharapkan dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat secara langsung dan cepat. Untuk meningkatkan peran serta Pemerintah Desa yang dapat dibentuk di wilayah Kabupaten sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Maka kepada desa diberikan urusan pemerintah yang
menjadi
kewenangannya
dalam
menjalankan
roda
pemerintahannya. UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 200 mengatur bahwa “Pemerintahan desa terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa‟. Berdasarkan Pasal 206 diatas, khususnya pada butir b, maka sebagai upayauntuk lebih memberdayakan pemerintah desa dalam melaksanakan pembangunan dan meningkatkan pelayanan masyarakat di desa, pemerintah kabupaten/kota dapat menyerahkan pengaturan sebagai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kepala desa. Oleh karena itu, penyerahan sebagai urusan tersebut harus dilakukan dengan semangat
pemberdayaan, dan urusan/kewenangan
yang
diserahkan adalah yang dapat mendorong peningkatan pembangunan
34
dan layanan publik di desa, bukan urusan dan kewenangan yang akan menjadi beban bagi Pemerintah Desa. Selain dari pada itu pada pasal 215 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 secara tegas menyebutkan bahwa pembangunan kawasan pedesaan yang dilakukan olehkabupaten/kota dan atau pihak ketiga, harus mengikutsertakan pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa. Pembiayaan atau keuangan merupakan faktor essensial dalam mendukung penyelenggaraan otonomi desa, sebagaimana juga pada penyelenggaraan otonomi daerah. Untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, Desa membutuhkan dana atau biaya yang memadai sebagai dukungan pelaksanaan kewenangan yang dimilikinya. Fungsi desa telah didudukkan sebagai komponen pelaksana pembangunan yang sangat penting. Pada pasal 215 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 secara tegas menyebutkan bahwa pembangunan kawasan pedesaan yang dilakukan oleh kabupaten/kota dan atau pihak ketiga, harus mengikutsertakan pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa. Dengan dikeluarkannya PP No. 72 tahun 2005 tentang Desa, maka semakin jelas kedudukan desa dalam pemerintahan NKRI, termasuk didalamnya tentang kewajiban yang tak bisa ditawar-tawar oleh Pemerintah Kabupaten untuk merumuskan dan membuat peraturan daerah tentang Alokasi Dana Desa (ADD) sebagai bagian dari kewenangan fiskal desa untuk mengatur dan mengelola keuangannya.
35
Pengelolaan keuangan desa pun menjadi wewenang desa yang mesti terjabarkan dalam peraturan desa (Perdes) tentang anggaran pendapatan dan belanja desa(APBDes).Dengan sumber pendapatan yang berasal dari pendapatan asli desa sepertidari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotongroyong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah. Selanjutnya bagi hasil pajakdaerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dariretribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa, dan bagian dari danaperimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10%, yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan Alokasi Dana Desa (ADD). Kemudian pendapatan itu bisa bersumberlagi dari bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan, serta hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat. Selanjutnya regulasi juga membolehkan desa untuk mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa.Artinya desa sesungguhnya telah didorong,di upayakan
dan
diharapkan menjadi mandiri dan berdikari. Apalagi bergulirnya danadana perimbangan tersebut melalui Alokasi Dana Desa (ADD) harusnya menjadikan desa benar-benar sejahtera. PP No. 72 Tahun 2005 tentang
36
Desa, Pasal 68 ayat (1) dan penjelasannyamenyebutkan Sumber pendapatan Desa terdiri atas: 1. Pendapatan Asli Desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah. 2. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan Alokasi Dana Desa. Penjelasan Yang dimaksud dengan “bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah” adalah terdiri dari dana bagi hasil pajak dan sumberdaya alam ditambah dana alokasi umum setelah dikurangi belanja pegawai.Dana dari Kabupaten/Kota diberikan langsung kepada Desa untuk dikelola oleh Pemerintah Desa, dengan ketentuan 30% (tiga puluh per seratus) digunakan untuk biaya operasional pemerintah desa dan BPD, sedangkan 70% (tujuh puluh per seratus) digunakan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat. 3. Bantuan keuangan dari Pemerintah
Kabupaten/Kota
pemerintahan. Penjelasan
Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan dalam
rangka
pelaksanaan
urusan
37
Bantuan dari Pemerintah diutamakan untuk tunjangan penghasilan Kepala Desa dan Perangkat Desa. Bantuan dari Propinsi dan Kabupaten/Kota
digunakan
untuk
percepatan
atau
akselerasi
pembangunan Desa. 4. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat. Yang dimaksud dengan “sumbangan dari pihak ketiga” dapat berbentuk hadiah, donasi, wakaf, dan atau lain-lain sumbangan, serta pemberian sumbangan dimaksud tidak mengurangi kewajiban pihak penyumbang. Yang dimaksud dengan “wakaf” dalam ketentuan ini adalah perbuatan hukum wakaf untuk dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Berdasarkan hal tersebut di atas, khususnya tentang pendapatan asli desa sangat terbatas, kas desa yang bersumber dari pendapatan asli desa sangat minim,bahkantidak ada. Padahal desa menjalankan fungsi pemerintahan yang tidak jauh berbedadengan sub system pemerintahan lainnya. Dari aspek kebijakan, Desa pada dasarnya memiliki hak untuk memperoleh bagian dari bagian daerah Kabupaten. Skema anggaran yang dikembangkan di tingkat Kabupaten secara umum, masih belum terlihat adanya realisasi kongkrit dari pembagian
38
tersebut. Serapan dana untuk kegiatan rutin hanya menyisakan 20-25% untuk dana pembangunan, menunjukkan bahwa masih diperlukan usaha untuk mewujudkan suatu dana perimbangan daerah dengan desa. Realisasi dana perimbangan Desa akan sangat ditentukan oleh sejauhmana kabupaten dan desa bisa memperjelas apa yang akan dilayani di masing-masing level. Dana perimbangan desa dari setiap desa ditetapkan dengan mempertimbangkan porsi dari desa yang bersangkutan, tidak ditetapkan melalui pembagian sama rata,melainkan bagian desa dihitung dengan porsi
kebutuhan
dan
potensi
desa
tersebut.Kebutuhan
desa
diperhitungkan dari variabel: jumlah penduduk, luas wilayah, kondisi geografis, potensi alam, tingkat pendapatan masyarakat, dan jumlah mereka yang berada di bawah garis kemiskinan. Sedangkan potensi desa adalah gambaran mengenai peluang penerimaan desa, baik dari sektor pertanian maupun dari sektor lainnya. Perhitungan ini sendiri diharapkan merupakan perhitungan yang melibatkan atau bahkan dilakukan sendiri oleh masyarakat desa. 2.1.7
Alokasi DanaDesa(ADD) Alokasi dana desa(ADD) diderivasi dari formulasi DAU dengan beberapa proposisi tambahan.Dalam beberapa hal tujuan keadilan dalam transfer dana, mendorong semangat desentralisasi, tidak diskriminatif, transparan, sederhana dan mendorong kemajuan desa
39
penerima menarik untuk diterima sebagai landasan. Maksud Alokasi Dana Desa (ADD) adalah untuk membiayai program Pemerintah Desa dalam
melaksanakan
kegiatan
pemerintah
dan
pemberdayaan
masyarakat, dengan tujuan: 1. Meningkatkan melaksanakan
penyelenggaraan pelayanan
pemerintahan
pemerintahan,
desa
pembangunan
dalam dan
kemasyarakatan sesuai kewenangannya 2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara partisipatif sesuai denganpotensi desa 3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatanberusaha bagi masyarakat desa 4. Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat. Sumber Pendapatan Desa yang telah dimiliki dan dikelola oleh Desa tidak dibenarkan diambil alih oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Bagian dari dana perimbangan keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten diterjemahkan sebagai ADD. Tujuan ADD semata-mata bukan hanya pemerataan, tetapi haruslah keadilan (berdasarkan karakter kebutuhan desa). Sehingga besarnya dana yang diterima setiap desa akan sangat bervariasi sesuai dengan karakter kebutuhan desanya. Terdapat tiga kata kunci yaitu pemerataan,
40
keadilan dan karakter kebutuhan desa yang terdiri dari tujuh faktor yaitu: 1) kemiskinan (jumlah penduduk miskin), 2) Pendidikan dasar, 3) Kesehatan, 4) Keterjangkauan desa (diproksikan ke jarak desa ke ibukota Kabupaten/Kota dan Kecamatan), 5) Jumlah penduduk, 6) Luas wilayah, dan 7) Potensi desa (diproksikan terhadap target penerimaan PBB Desa per hektar). Lebih lanjut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 140/640/SJ, tanggal 22 Maret 2007 perihal “Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa” memberikan formulasi sebagai acuan bagi daerah dalammenghitung Alokasi Dana Desa.Rumus yang dipergunakan berdasarkan asas merata dan adil. Asas merata adalah besarnya bagian ADD yang sama untuk setiap desa, atau Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM), sedangkan asas adil untuk setiap desa berdasarkan nilai bobot desa yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu (misalnya Variabel Kemiskinan, Keterjangkauan, Pendidikan, Kesehatan, dan lainlain) atau disebut sebagai Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP).
41
Penetapan besarnya Alokasi Dana Desa (ADD) dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa didasarkan atas beberapa ketentuan sebagai berikut: 1. Dari bagi hasil pajak daerah kabupaten/Kota paling sedikit 10% untuk
desa
diwilayah
Kabupaten/Kota
yang
bersangkutan
sebagaimana UU No. 34 Tahun 2000 tentang perubahan Atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Dari retribusi Kabupaten/Kota yakni hasil penerimaan jenis retribusi tertentu daerah Kabupaten/Kota sebagian diperuntukan bagi desa, sebagaimanadiamanatkan dalam UU No. 34 tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 3. Bantuan keuangan kepada desa yang merupakan bagian dari Dana Pemerintah Keuangan pusat dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten/kota antara 5% sampai dengan 10%. Persentase yang dimaksud tersebut diatas tidak termasuk Dana Alokasi Khusus. Dasar pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) adalah amanat Pasal 212 ayat (3) UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa, yang ditindak lanjuti dengan PP No.72 Tahun 2005 tentang Desa, khususnya pasal 68 ayat (1). Sedangkan perhitungan besaran ADD didasarkan pada Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 22 Maret
42
2003 No. 140/640/SJ perihal Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa. 2.1.8
Efektivitas Pengalokasian Dana Desa (ADD) Menurut Osborne dan Gaebler (1997), efisiensi adalah ukuran berapa banyak biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing unit output, sedangkan efektivitas adalah ukuran kualitas output itu.Ketika mengukur efisiensi, harus diketahui berapa banyak biaya yang harus ditanggung untuk mencapai suatu output tertentu. Ketika mengukur efektivitas harus diketahui apakah investasi tersebut dapat berguna.Efisiensi dan efektivitas merupakan hal penting, tetapi ketika organisasi publik mulai mengukur kinerja, seringkali hanya mengukur tingkat efisiensi saja. Devas et al. (1989) mengemukakan bahwa efisiensi adalah hasil terbaik dari perbandingan antara hasil yang telah dicapai oleh suatu kerja dengan usaha yang dikeluarkan untuk mencapai hasil tersebut. Pendapatan ini menyatakan bahwa semakin tinggi hasil perbandingan antara output dan input-nya berarti tingkat efisiensi semakin tinggi Atau disebut juga daya guna, yaitu mengukut bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk menutup biaya pemungutan pajak bersangkutan. Selain mencakup biaya langsung, daya guna juga memperhitungkan biaya tidak langsung bagi kantor atau instansi lain dalam pemungutan pajak.
43
Menurut Nick Devas (1989), prinsip-prinsip dasar pengelolaan keuangan daerah yang mengalami perubahan paradigma seiring dengan pencanangan konsep “goodgovernance” dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah: 1. Transparansi Adanya keterbukaan pemerintah (birokrasi) di dalam proses pembuatan kebijakan tentang keuangan daerah, sehingga publik dan DPRD dapat mengetahui, mengkaji, dan memberikan masukan serta mengawasi pelaksanaan kebijakan publik yang berkaitan dengan keuangan daerah atau APBD. 2. Efisien Pengelolaan keuangan daerah harus didasarkan suatu pemikiran bahwa setiap pengeluaran anggaran daerah harus diupayakan seefisien mungkin, guna menghasilkan output yang memadai. Penghematan anggaran sangat diperlukan dalam rangka mencapai efisiensi. Dengan kata lain, standar pelayanan minimal merupakan target yang harus dicapai sesuai proporsi biaya yang ditetapkan. 3. Efektif Dalam proses pelaksanaan kebijakan keuangan daerah (APBD), pengelolaan anggaran haruslah tepat sasaran. Selama ini Pemda sering tidak mempedulikan apakah sasaran yang hendak dicapai dari anggaran belanja tepat atau tidak, yang penting realisasi anggaran sesuai rencana dan habis
44
terpakai. Pemikiran seperti ini bertentangan dengan pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi hasil atau output. 4. Akuntabilitas Dalam pengelolaan keuangan daerah dituntut adanya pertanggungjawaban kepada public yang dapat dilakukan secara institusional kepada DPRD. DPRD yang akan menilai apakah kinerja pemda dalam mengelola keuangan daerah atau APBD baik atau buruk dengan menggunakan kriteria atau tolok ukur sesuai apa yang direncanakan semula. 5. Partisipatif Peran serta publik secara langsung maupun tidak langsung dalam pengelolaan keuangan daerah harus dijamin. Kebijakan pembangunan dalam anggaran daerah (APBD) juga harus mengakomodasikan aspirasi publik dan mengikutsertakan masyarakat secara langsung. 2.1.9 Pengertian Pembangunan Fisik Pembangunan fisik merupakan perwujudan nyata dari pembangunan segi non fisik yang meliputi sosial budaya, sosial ekonomi dan sebagainya. Aspek pembangunan fisik merupakan perwujudan nyata suatu tuntutan kebutuhan yang disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan kegiatan sosial serta budaya masyarakatnya”. Dengan kata lain bahwa perubahan itu identik dengan adanya wujud atau bentuk dari pembangunan seperti adanya gedung-gedung, sarana perumahan, tempat beribadah, sarana pembuatan jalan, sarana pendidikan, dan sarana umum lainnya.
45
Pelaksanaan pembangunan fisik ditunjukkan dengan adanya proyekproyek pembangunan fisik berupa sarana dan prasarana fisik. Sehubungan dengan hal tersebut, Sujarto (1985) mengemukakan beberapa contoh proyek pembangunan fisik yang merupakan perwujudan nyata dari pembangunan segi non fisik, yaitu: 1. Proyek pembangunan fisik bidang sosial antara lain: a.
Bangunan perumahan
b.
Bangunan kesehatan
c.
Sarana pemerintahan
d.
Jaringan fasilitas umum dan lain-lain
2. Pembangunan social budaya antara lain: a. Bangunan sarana pendidikan b. Tempat ibadah c. Seni budaya d. Bangunan museum sejarah dan lain-lain 3. Proyek fisik social ekonomi antara lain: a. Pasar dan pusat perkotaan b. Pusat perkantoran dan perdagangan c. Bangunan pergudangan d. Terminal dan stasiun kereta api e. Jalan raya dan sebagainya
46
Kondisi fisik juga dapat berupa letak geografis, dan sumber-sumber daya alam. Letak geografis sebuah desa sangat menentukan sekali percepatan didalam sebuah pembangunan. Letaknya strategis, dalam arti tidak sulit untuk dijangkau akibat relif geografisnya. Kecepatan proses pembangunan dan perkembangan suatu kelurahan juga sangat ditentukan oleh itensitas hubungannya dengan dunia luar, mobilitas manusia dan budaya akan mempercepat perkembangan desa itu sendiri. Menurut B.S Muljana (2001) pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah umumnya yang bersifat infrastruktur atau prasarana, yaitu bangunan fisik ataupun lembaga yang mempunyai kegiatan lain dibidang ekonomi, sosial budaya, politik daan pertahanan keamanan. Sumber daya alam yang terdapat dimasing-masing desa. Dimana sebuah desa yang mempunyai kekayaan sumber daya alam yang banyak dari pada desa-desa lainnya, sehingga untuk mengembangkan atau dalam proses pembangunan desa akan jauh lebih baik dari pada desa yang sedikit mempunyai sumber daya alam, atau tidak ada sama sekali. 2.1.10 Hambatan Pembangunan Desa Pembangunan pada prinsipnya adalah suatu proses dan usaha yang dilakukan oleh suatu masyarakat secara sistematis untuk mencapai situasi atau kondisi yang lebih baik dari saat ini. Dilaksanakannya proses pembangunan ini tidak lain karena masyarakat merasa tidak puas dengan keadaan saat ini yang dirasa kurang ideal. Namun demikian perlu disadari bahwa
47
pembangunan adalah sebuah proses evolusi, sehingga masyarakat yang perlu melakukan secara bertahap sesuai dengan sumber daya yang dimiliki dan masalah utama yang sedang dihadapi. Berkaitan dengan pembangunan desa maka ada beberapa masalah yang seringkali ditemui diberbagai desa, perlu mendapat perhatian dan segera diantipasi, diantaranya: 1.
Terbatasnya ketersediaan sumberdaya manusia yang baik dan profesional;
2.
Terbatasnya ketersediaan sumber-sumber pembiayaan yang memadai, baik yang berasal dari kemampuan desa itu sendiri (internal) maupun sumber dana dari luar (eksternal);
3.
Belum tersusunnya kelembagaan sosial-ekonomi yang mampu berperan secara efektif;
4.
Belum terbangunnya sistem dan regulasi yang jelas dan tegas;
5.
Kurangnya kreativitas dan partisipasi masyarakat secara lebih kritis dan rasional.
2.1.11
Pengertian Anggaran Anggaran Menurut Munandar (2001) anggaran adalah ”suatu rencana yang
disusun
secara
sistematis
yang
meliputi
seluruh
kegiatan
perusahaan,yang dinyatakan dalam unit atau kesatuan moneter yang berlaku untuk jangka waktu yang akan datang.” Anggaran juga dapat diartikan sebagai istilah perencanaan untuk pengendalian laba menyeluruh dapat didefenisikan secara luas sebagai suatu
48
anggaran sistematis dan formal untuk perencanaan, pengkoordinasian dan pengendalian tanggung jawab manajemen (Welsch, 2000). Menurut Nafarin (2000), “anggaran merupakan rencana tertulis mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif untuk jangka waktu tertentu dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang, tetapi dapat juga dinyatakan dalam satuan barang maupun jasa”. Menurut Sofyan (1996) “anggaran merupakan suatu pendekatan yang sistematis dan formal untuk tercapainya pelaksanaan fungsi perencanaan sebagai alat membantu pelaksanaan tanggung jawab manajemen”. Tidak setiap rencana kerja organisasi dapat disebut sebagai anggaran. Oleh karena itu anggaran memiliki beberapa ciri khusus yang memebedakan dengan sekedar rencana (Rusdianto, 2006). 1. Dinyatakan dalam satuan moneter Penulisan dalam satuan moneter tersebut dapat juga didukung oleh satuan kwantitatif lain, misalnya unit. Penyusunan rencana kerja dalam satuan 10 moneter tersebut, bertujuan untuk mempermudah membaca dan usaha untuk mengerti rencana tersebut. Rencana kerja yang diwujudkan di dalam suatu cerita panjang akan menyulitkan anggota organisasi untuk membaca atau mengerti. Karena itu, sebaiknya anggaran disusun dalam bentuk kwantitatif moneter yang ringkas. 2. Umumnya mencakup kurun waktu satu tahun. Bukan berarti anggaran tidak dapat disusun untuk kurun waktu lebih pendek, tiga bulanan
49
misalnya atau untuk kurun waktu lebih panjang, seperti lima tahunan. Batasan waktu di dalam penyusunan anggaran akan berfungsi untuk memberikan batasan rencana kerja tersebut. 3. Mengandung komitmen manajemen Anggaran harus disertai dengan upaya pihak manajemen dan seluruh anggota organisasi untuk mencapai apa yang telah ditetapkan. Tanpa upaya serius dari pihak manajemen untuk mencapainya maka penyusunan anggaran tidak akan banyak manfaatnya bagi perusahaan. Karena itu, di dalam menyusun anggaran perusahaan harus mempertimbangkan dengan teliti sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk menjamin bahwa anggaran yang disusun adalah realistis. 4. Usulan anggaran disetujui oleh pejabat yang lebih tinggi dari pelaksana anggaran. Anggaran tidak dapat disusun sendiri-sendiri oleh setiap bagian organisasi tanpa persetujuan dari atasan pihak penyusun. 5. Setelah disetujui anggaran hanya diubah jika ada keadaan khusus. Jadi, tidak setiap saat dan dalam segala keadaan anggaran boleh diubah oleh manajemen. Anggaran boleh diubah jika situasi internal dan eksternal organisasi memaksa untuk mengubah anggaran tersebut. Perubahan asumsi internal dan eksternal memaksa untuk mengubah anggaran karena jika dipertahankan malah membuat anggaran tidak relevan lagi dengan situasi yang ada.
50
6. Jika terjadi penyimpangan/varians didalam pelaksanaannya, harus dianalisis sebab terjadinya penyimpangan tersebut. Karena, tanpa ada analisis yang lebih mendalam tentang penyimpangan tersebut maka potensi untuk terulang lagi di masa mendatang menjadi besar. Tujuan analisis penyimpangan tersebut adalah untuk mencari penyebab penyimpangan, supaya tidak terulang lagi di masa mendatang dan agar penyususnan anggaran dikemudian hari menjadi lebih relevan dengan situasi yang ada. 2.2 Kajian Empirik Mahfud (2009) menyatakan sebagian besar penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) lebih banyak diarahkan pada kegiatan fisik (pembangunan sarana dan prasarana fisik) dan penambahan kesejahteraan perangkat desa dalam bentuk dana purna bakti, tunjangan dan sejenisnya serta sebagian lagi untuk kegiatan rutin. Sementara itu, dari aspek realisasi masih ditemui realisasi ADD di bawah 60%. . Kemudian, penelitian Hargono (2011) di Kabupaten Karang Asem Bali menemukan besarnya Alokasi Dana Desa yang diberikan ke setiap desa tidak menggunakan formula yang ditentukan dengan pembobotan tujuh variabel penting desa, tetapi menggunakan pembagian total jumlah desa di Kabupaten untuk penentuan ADDM (ADD Merata) dan pembagian total jumlah banjar dinas untuk penentuan ADDP (ADD proporsional).
51
Dengan demikian, cara tersebut dinilai tidak adil bagi Desa, sehingga menimbulkan ketidak efektifan penyaluran ADD. Penelitian tentang Dampak Alokasi Dana Desa terhadap Perekonomian telah dilakukan oleh Prasetyanto (2012), hasil kajiannya menunjukkan ADDmampu meningkatkan kinerja fiskal dan perekonomian daerah, mampu mengurangi jumlahpenduduk miskin dan meningkatkan produk domestik regional bruto sektor pertanian. Dilihat dari
aspk yuridis dan alokasi dana desa (ADD) terhadap
pembangunan desa, seperti yang dikemukakan oleh Aldi (2012), hasil penelitiannya menyimpulkan Pelaksanaan alokasi dana desa di desa Aliantan Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu belum efektif, beberapa kendala yang ditemui seperti kurangnya partrisipasi masyarakat, belum berlakunya pembagian alokasi dana desa sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah, dan masih adanya ”lobi-lobi” yang dilakukan pemerintah desa kepada pemerintah daerah. Hal ini terkait dengan relatif rendahnya sumber daya manusia di desa. Senada dengan penelitian sebelumnya, Thomas (2013) meneliti Pengelolaan
Alokasi
Dana
Desa
(ADD)
dalam
upaya
meningkatkan
pembangunan di Desa Sebawang Kecamatan Sesayap Kabupaten Tana Tidung. Hasil kajiannya menunjukkan 30% dari dana desa bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan sisanya kurang optimal. Rendahnya sumber daya manusia aparat desa dan kurangnya koordinasi tentang pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) disinyalir menjadi hambatan dalam proses pengelolaan Alokasi Dana Desa.
52
2.3 Kerangka Pemikiran Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna didasarkan pada peraturan Bupati Nomor 15 tahun 2012 tentang pengelolaan alokasi dana desa. Melalui Alokasi dana Desa, diharapkan desa akan mampu menyelenggarakan otonominya agar dapat tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri. Dimana tujuan UU Desa adalah menciptakan masyarakat aktif yang mampu menjadi elemen utama dalam
merencanakan,melaksanakan
dan
mengawasi
setiap
kegiatan
pembangunan yang terjadi di desa. Untuk itu,dalam proses pengelolaan alokasi dana desa harusnya pemerintah desa tidak hanya berfokus pada penyelesaian seluruh tahapan pengelolaan alokasi dana desa dan hasil akhir berupa terciptanya pembangunan di desa. Namun pemerintah desa harusnya lebih berfous pada menciptakan sebuah proses pembangunan yang diciptakan oleh masyarakat desa setempat, sehingga pembangunan yang dihasilkan adalah pembangunan yang berkualitas, yakni sebuah hasil pembangunan yang menggambarkan tujuan, kebutuhan dan hasil kerja bersama seluruh elemen masyarakat desa setempat. Akan tetapi, dalam proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa yang ada Di Desa Lakapodo belum sesuai dengan prinsip pengelolaan alokasi dana desa sehingga berdampak belum efektifnya pencapaian tujuan Alokasi Dana Desa itu sendiri. Hal tersebut utamanya pada aspek perencanaan,pelaksanaan dan pertanggungjawaban. Kondisi inilah yang akan diteliti Di Desa Lakapodo
53
Kecamatan Watopute Kabupaten Muna, terkait dengan bagaimana efektifitas pengelolaan alokasi dana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik di Desa lakapodo dan Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pengelolaan alokasi dana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan watopute kabupaten Muna tahun 2016. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka kerangka pikir penelitian dapat di gambarkan pada skema di bawah ini :
54
Pemerintah Desa
Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)
1.Perencanaan: Faktor-Faktor yang menghambat pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD):
-Musrebang 2. Pelaksanaan: -Evaluasi Masyarakat 3.Pertanggungjawaban:
1. Sumber Daya Manusia 2. Partisipasi Masyarakat 3. Informasi
- Penyusunan LPJ -Evaluasi Masyarakat
Efektivitas
Analisis Deskriptif
Kesimpulan / Saran Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
55
BAB 3 METODE PENELITIAN
1.1
Lokasi dan waktu Penelitian Sesuai dengan judul penelitian ini, maka Lokasi penelitian ini akan di laksanakan di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna yang melaksanakan program Pengalokasian Alokasi Dana Desa (ADD), Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan sebagai keterwakilan wilayah. Waktu penelitian ini dilaksanakan selama bulan April-Juni 2016.
3.2
Rancangan penelitian Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah jenis penelitian Deskriptif yaitu bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat efektifitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna dan bagaimana meningkatkan pembangunan fisik Desa Lakapodo dalam menjalankan program Alokasi Dana Desa (ADD).
3.3
Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang ada di Desa Lakapodo yang berjumlah 1,176 orang, yang terdiri dari laki-laki berjumlah 567 orang dan perempuan berjumlah 609 orang. Dimana 293 orang kepala keluarga (KK), PNS 26 orang, Pensiun PNS 6 orang, TNI ABRI 1 orang, Petani dan pedagang 260 kepala keluarga (KK), buruh 89 orang.
55
56
Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling yaitu cara mengambil sampel dengan secara sengaja yang telah sesuai dan memenuhi segala persyaratan yang dibutuhkan yang meliputi: sifat, karakteristik, cirri dan criteria sampel tertentu. Teknik pengambilan purposive sampling pertama yaitu perangkat desa yang berjumlah 4 orang terdiri dari: 1 orang Kepala Desa, 1 orang Bendahara, Sekretaris Desa, dan Ketua LPM. Purposive sampling pengukur kedua yaitu Tokoh Masyarakat yang berjumlah 5 orang terdiri dari 1 orang Tokoh Agama, 1 orang Tokoh Adat, dan 1 orang Tokoh Pemuda, serta Kepala Dusun yang berjumlah 2 orang. Purposive sampling pengukur ketiga yaitu masyarakat, yang terdiri dari 21 orang. Dengan demikian jumlah purposive sampling secara keseluruhan sebanyak 30 orang responden. 3.4
Jenis Dan Sumber Data
3.4.1
Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari responden yang diinginkan oleh peneliti, baik melalui wawancara dengan narasumber, dan pengumpulan data lapangan lainnya. Data primer yang dibutuhkan adalah tanggapan pemerintah desa dan masyarakat tentang penyelenggaraan otonomi desa selama ini.
57
3.4.2
Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek yang diteliti yang antara lain dilakukan melalui studi literatur, kepustakaan dan arsip/laporan seperti: 1. Data-data tentang rincian kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten kepada Desa dan kewenangan lainnya yang telah ada pada Desa; 2. Data-data tentang keadaan umum lokasi penelitian mencakup keadaan geografis, demografis. 3. Data-data lainnya yang diperoleh dari, BPS, Kecamatan, Desa dan instansi lain yang terkait
3.5
Metode Pengumpulan Data 1. Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data melalui bahan-bahan yang tertulis yang relevan dengan penelitian ini, seperti literatur dan berbagai dokumen serta laporan-laporan yang diterbitkan oleh instansi terkait. 2. Studi lapangan yaitu pengumpulan data dimana penulis secara langsung ke obyek penelitian dengan menggunakan teknik penelitian sebagai berikut: 1) Observasi yaitu salah satu metode dalam pengumpulan data secara sengaja, terarah, sistematis, dan terencana sesuai tujuan yang akan dicapai dengan mengamati & mencatat seluruh kejadian dan fenomena yang terjadi dan mengacu pada syarat dan aturan dalam penelitian.
58
2) Wawancara yaitu suatu metode dalam mengumpulkan data dengan cara sistematis untuk memperoleh keterangan mengenai masalah yang diteliti berdasarkan tujuan penelitian. 3.6
Metode Pengolahan Data 1. Reduksi Data Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan (Miles dan Huberman (1992). 2. Penyajian Data Penyajian data merupakan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. (Miles dan Huberman, 1992) 3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi Tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua data yang telah diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah usaha untuk mencari atau memahami makna/arti, keteraturan, polapola, penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi.
3.7 Teknis Analisis data Efektivitas menggambarkan kemampuan Pemerintah Desa dalam merealisasi keuangan Alokasi Dana Desa untuk melaksanakan program yang direncanakan dibandingakan dengan target yang telah detetapkan berdasarkan potensi nilai rill (Abbdul Halim,2004).
59
Untuk menjawab permasalahan pertama dan kedua digunakan analisis deskriptif kualitatif.Dimana analisis deskriptif kualitatif ini yaitu suatu proses penelitian yang menggunakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati. 3.8 Variabel Dan Defenisi Operasional Variabel Untuk menjelaskan konsep operasional dalam penelitian ini, maka variabel-variabel yang digunakan dapat di operasionalkan sebagai berikut: 1. Pembangunan fisik adalah segala bentuk perbaikan atau bentuk pembangunan infrastruktur yang dilakukan di desa berupa pembuatan sumur gali dan pembangunan pasar. 2. Efektifitas dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa adalah dana penerimaan Alokasi Dana Desa melalui APBDes Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna yang di ukur dalam juta rupiahselama tahun 2015. 3. Perencanaan yang di maksud adalah musrembang desa untuk membahas rencana kegiatan penggunaan anggaran Alokasi Dana Desa, diukur dengan jumlah dengan pihak yang berpartisipasi (hadir,dan memberi saran), pokok bahasan dan hasil musrembang serta transparasi rencana kepada masyarakat. Pelaksanaan yang dimaksud adalah penyelesaian kegiatan yang telah direncanakan, diukur dengan jumlah pihak yang berpartisipasi (tenaga atau materi), transparansi informasi kegiatan kepada masyarakat dan penyelesaian serta capaian tujuan kegiatan. Dan Pertanggungjawaban yang dimaksud
60
adalah penyusunan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) oleh pemerintah Desa Lakapodo, diukur dengan pihak penyusunan LPJ, kualitas LPJ, dan evaluasi bersama masyarakat. 4. Sumber daya manusia (SDM) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang atau penduduk desa yang produktif dalam pengelolaan dana desa. Informasi yang dimaksud adalah informasi yang disampaikan pelaksana pengelolaan Alokasi Dana Desa, diukur dengan jumlah/masyarakat yang paham. Dan Partisipasi masyarakat yang dimaksud adalah keterlibatan masyarakat di Pemerintah Desa Lakapodo melalui musrembang desa dalam pengelolaan anggaran Dana Desa yang diukur dalam juta rupiah pada tahun 2015.
61
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Desa Lakapodo 4.1.1 Kondisi Geografis Desa Lakapodo Penelitian ini dilakukan di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna. Lakapodo adalah sebuah desa kecil yang terletak di Propinsi Sulawesi Tenggara. Desa Lakapodo terletak +/- 12 Km dari Ibu Kota Kabupaten Muna,dan +/- 5 Km dari Ibu Kota Kecamatan Watopute denagn luas wilayah 12,23 km,dengan batasan-batasan sebagai berikut: 1.
Sebelah Utara berbatasan dengan Sawerigadi
2.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Wakadia
3.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Dana
4.
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Matarawa Iklim di Desa Lakapodo, sebagaimana di
Desa-Desa lain di Indonesia beriklim tropis, pancaroba dan penghujan, hal tersebut sangat mempengaruhi kegiatan masyarakat yang ada di Desa Lakapodo. Desa Lakapodo terdiri dari 2 (Dua) Dusun yaitu Dusun Lakapodo dan Dusun Wasikondu yang memiliki penduduk 1078 jiwa, dengan jumlah KK=282, RTM = 233 KK, RTSM= 96 KK. Mata pencaharian warga Desa Lakapodo adalah petani, selain itu warga Desa Lakapodo berprofesi sebagai pedagang, tukang, peternak, Pegawai Negeri Sipil(PNS). Sebanyak 65 % Desa
61
62
Lakapodo tergolong sebagai KK miskin dengan penghasilan rata-rata Rp 20.000 per hari. Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Sesuai Dengan Dusun/Lingkungan No. Dusun
Jumlah Jiwa L P 1 Lakapodo 303 204 2 Wasikondu 350 221 Jumlah Total 653 425 Sumber:Kantor Desa Lakapodo Tahun 2015
Total 507 571 1078
Kepala Keluarga 127 155 282
Dari tabel jumlah penduduk diatas menunjukan bahwa, Desa Lakapodo terdiri dari 2(Dua) dusun, yaitu Dusun Lakapodo dan Dusun Wasikondu, memiliki jumlah penduduk sebanyak 1078 jiwa, dimana laki-laki berjumlah 507, dan perempuan berjumlah 571, dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 282 jiwa. Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Lakapodo No 1 2 3 4 5 6
Tingkat Pendidikan TT SD SD SMP SMA DIPLOMA SARJANA
Orang (Jiwa) 140 206 133 105 24 44
Sumber : Kantor Desa Lakapodo Tahun 2015 Dari tabel tingkat pendidikan diatas menunjukan bahwa, pendidikan masyarakat Desa Lakapodo masih sangat rendah dimana masyarakat yang Tidak Tamat SD sebanyak 140 orang, dan yang tamat SD sebanyak 206, SMP sebanyak 133 orang, SMA sebanyak 105 orang dan masyarakat yang jenjang
63
pendidikan Diploma sebanyak 24 orang, serta masyarakat yang jenjang pendidikann Sarjana mencapai 44 orang. 4.1.2
Struktur Organisasi Untuk mendukung dan mengoptimalkan pelaksanaan Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Desa Lakapodo, maka perangkat kerja organisasi masalah Pengelolaan Alokasi Dana Desa dan peningkatan pembangunan fisik menjadi tugas dan tanggung jawab penuh Kepala Desa, dan Bendahara Desa yang ditunjuk langsung oleh Kepala Desa Lakapodo. Struktur organisasi Desa Lakapodo dalam bidang Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik dilengkapi pula dengan tim pengawasan oleh BPD serta pelaksana perencanaan yaitu kaur pembangunan, sehingga peningkatan pembangunan fisik di Desa Lakapodo dapat mencapai target yang optimal. Pembentukan organisasi dalam lingkup pemerintah Desa Lakapodo Kecamatan Watopute agar terjadi sinkronisasi dan etos kerja yang sinergis serta saling menunjang antara satu bidang dengan bidang lainnya dan antara satu seksi dengan seksi lainnya, terutama dalam mengoptimalkan efektivitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik di Desa Lakapodo Kecamata Watopute. Selain dari bidang teknis dan pengelolaan alokasi dana desa yang merupakan teknisi Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik di Desa Lakapodo
64
Kecamatan Watopute Kabupaten Muna, juga terdapat bidang lain yang menunjang termaksud Sekretaris Desa yang mendukung pelaksanaan tugastugas organisasi yang bekerja langsung di lapangan. Adapun struktur organisasi Desa Lakapodo Kecamatan Watopute, sebagaimana di kemukakan pada gambar berikut:
65
STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAH DESA LAKOPADO
BPD
KEPALA DESA
LD. SAFIUDDIN
LA REKA desaDESA
SEKRETARIS DESA LD.YUNUS,S.HUT KAUR PEMBANGUNAN LA MIRU KAUR PEMERINTAH LA SALI KAUR UMUM LD ROI
KADUS I LA SUHI
Gambar: 4.2.1 Sumber:Kantor Desa Lakapodo Tahun 2015
KADUS II LA INTA
66
4.1.3 Deskripsi Responden Adapun responden dalam penelitian ini adalah pemerintah Desa Lakapodo Kecamatan Watopute dan masyarakat Desa Lakapodo yang berjumlah sebanyak 30 orang. Data penelitian ini dikumpulkan dengan cara wawancara langsung dengan responden, dimana peneliti melakukan wawancara langsung disetiap rumah responden, sehingga data yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 30 orang responden. Deskripsi responden pada penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan. Ringkasan dari deskripsi responden dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin 1 Laki-Laki 2 Perempuan Total
Jumlah (Orang) 25 5 30
Presentase (%) 83,33 16,67 100
Sumber: Data Diolah, 2016
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang paling banyak ikut berpartisipasi dalam penelitian ini adalah responden laki-laki yaitu sebanyak 25 orang atau sebesar 83,33% sedangkan sisanya sebanyak 5 orang adalah responden perempuan dengan presentase 16,67%. Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Tingkat Usia No Tingkat Usia Jumlah (Orang) 1 <30 Tahun 2 30-40 Tahun 4 3 41-50 Tahun 8 4 >50 Tahun 18 Total 30 Sumber: Data Diolah, 2016
Presentase (%) 13,33 26,67 60 100
67
Berdasarkan Usia, di Desa Penelitian antara lain berusia diatas 50 tahun sebanyak 18 orang (60%), kemudian responden dengan usia 41 - 50 tahun sebanyak 8 orang (26,67%) sedangkan sisanya usia 30 – 40 tahun sebanyak 4 orang (13,33%). Tabel 4.5 Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) 1 Tidak Sekolah 1 2 SD 1 3 SMP 5 4 SMA/SMK 13 5 Diploma 3 6 S1 7 Total 30
Presentase (%) 3,33 3,33 16,67 43,33 10 23,33 100
Sumber: Data Diolah, 2016
Berdasarkan
tingkat
pendidikannya,
yang
paling
banyak
ikut
berpartisipasi dalam penelitian ini adalah mereka yang memiliki tingkat pendidikan SMA/SMK dengan presentase 43,33% atau sebanyak 13 orang, kemudian yang memiliki tingkat pendidikan S1 sebanyak 7 orang dengan presentase 23,33% kemudian sebanyak 5 orang dengan presentase 16,67% adalah responden dengan tingkat pendidikan SMP, kemudian yang memiliki tingkan pendidikan Diploma sebanyak 3 orang dengan presentase 10% dan masing-masing sebanyak 3 orang responden memiliki tingkat pendidikan SD dan tidak sekolah.
68
4.2. Hasil Penelitian 4.2.1Efektivitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam
Meningkatkan
Pembangunan Fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna Pengelolaan Alokasi Dana Desa mulai di implementasikan di Indonesia pada tahun 2005 dengan dasar Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005 tentang desa yang kini telah di pertegas dengan lahirnya UU No. 6 tahun 2014 tentang desa. Aturan ini mewajibkan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota untuk mengalokasikan dana transfer dari pusat dan di teruskan ke rekening desa yang dikenal dengan Alokasi Dana Desa (ADD). Alokasi Dana Desa (ADD) adalah
dana yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar desa untuk mendanai kebutuhan desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan serta pelayanan masyarakat. Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan perolehan bagian keuangan
desa
dari
Kabupaten yang
penyalurannya melalui kas desa. 4.2.2 Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Meningkatkan Pembangunan Fisik di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam Pembangunan Fisik di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute merupakan proses pengendalian, pengaturan, mengurus,
menyelenggarakan
anggaran
dana
desa
untuk
keperluan
pembangunan fisik dan non fisik dimulai dari perencanaan sampai evaluasi
69
hal ini diperuntukkan untuk kesejahteraan masyarakat Di Desa Lakapodo agar dapat tumbuh dan berkembang secara merata dan terarah sesuai dengan perencanaan program-program pemerintah berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. 1. Tahap Perencanaan Pengelolaan Alokasi Dana Desa Tahap perencanaan Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute, telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dimana telah diawali dengan pembentukan tim pelaksana dan proses perencanaan dilakukan dengan model partisipatif dalam kegiatan musrembang. Tim pelaksana Alokasi Dana Desa yang dimaksud dalam perencanaan tersebut terdiri dari Kepala Desa selaku Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK), sekretaris desa selaku Penanggung Jawab Administrasi (PJAK), bendahara desa selaku Kepala Urusan Keuangan (KUK) dan di bantu oleh lembaga kemasyarakatan di desa. Perencanaan dengan model partisipatif dilakukan melalui musrembang desa dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat mulai dari
lembaga
masyarakat, tokoh masyarakat dan seluruh masyarakat desa. Musrembang desa
tersebut bertujuan untuk mendorong masyarakat agar turut serta
berpartisipasi
dalam
menyusun
dan
menentukan
rencana
kegiatan
pembangunan di desa. Sehingga rencana kegiatan yang tertuang dalam Daftar Usulan Rencana Kegiatan (DURK) yang di hasilkan adalah gambaran dari harapan dan kebutuhan seluruh masyarakat setempat.
70
Akan tetapi, hasi pengamatan dan informasi yang diperoleh menunjukan bahwa kegiatan musrembang dalam tahapan perencanaan di Desa Lakapodo Kecamatan watopute masih sebatas kepada memenuhi ketentuan dan belum menyentuh kepada esensi yang terkandug dari maksud kegiatan musrembang desa, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.6 Tahapan Perencanaan Pengelolaan ADD Desa Lakapodo Dalam Kegiatan Musrembang. Variabel
Indikator
Ukuran
Partisipasi Persen (%) (orang) 20 66.66 -
Hadir Hadir dan berpendapat Tak hadir 10 Total 30 Jumlah 20 anggaran Perencanaan Pokok Penyusunan 3 bahasan rencana Tidak tahu 7 Total 30 Tersusunya DURK Hasil Belum 23 Musrembang tersusunya DURK Tidak tahu 7 Total 30 Sosialisasi Ada 3 DURK Tidak ada 21 kepada Tidak tahu 6 masyarakat Total 30 Sumber: Data diolah dari kantor Desa Lakapodo Tahun 2016 Keterangan: DURK (Daftar Usulan Rencana Kerja) Kegiatan musrembang
33,33 100 66,67 10 23,33 100 76,67
23,33 100 10 70 20 100
71
Dari tabel diatas, terlihat bahwa tingkat partisipasi masyarakat masih sangat rendah, kondisi tersebut ditunjukan dengan sedikitnya jumlah masyarakat yang hadir maupun yang menyampaikan aspirasi/pendapat dalam musrembang dengan
kegiatan yang akan dilakukan. Dari 30 responden
kalangan masyarakat, sebanyak 20 orang atau 66,66 % yang menghadiri kegiatan musrembang desa tersebut, tetapi mereka tidak menyampaikan aspirasi/usulan rencana kegiatan. Sedangkan 10 orang atau 33,33 % lainya tidak hadir. Berikut hasil wawancara peneliti kepada Kepala Desa Lakapodo yaitu Bapak La Reka mengenai tahapan Perencanaan
pengelolaan ADD dan
bagaimana partisipasi masyarakat desa dalam kegiatan musrembang, yaitu sebagai berikut: “Dalam proses musrembang yang dilakukan ,partisipasi lembaga desa dan masyarakat masih tergolong rendah.Masyarakat yang hadir hanya sedikit sekitar 15% dari total masyarakat usia produktif, ditambah lagi tidaka ada aspirasi yang mereka sampaikan pada saat musrembang desa sedang berjalan.Hal ini selain masyarakat mempunyai kesibukan sendiri,juga kepedulian terhadap desa itu sangat rendah.”(wawancara 13 mei 2016). Selanjutnya Tabel 4.6 diatas juga menunjukan bahwa dalam proses musrembang desa pemerintah kurang transparan
dalam memberikan
informasi kepada masyarakat. dari 30 responden, hanya 3 orang atau 10 % yang mengatakan bahwa dalam musrembang yang dibahas terkait rencana
72
kegiatan yang boleh dilakukan,sebanyak 20 orang atau 66,67 % lainya mengatakan bahwa dalam musrembang pemerintah desa hanya sekedar memberikan informasi terkait jumlah anggaran yang diterima oleh desa,dan sisanya sebanyak 7 orang atau 25,93 % mengatakan tidak tahu. Informasi ini seperti pernyataan salah satu anggota masyarakat yaitu bapak Asdar yang mengatakan bahwa: “Kami masyarakat desa ini masih kurang paham dengan apa itu perencanaan untuk membangun desa, di tambah lagi pemerintah desa juga tidak pernah menjelaskan kepada kami. Jadi wajar kalau saya pribadi dan sejumlah masyrakat lainnya
hanya datang untuk sekedar hadir ,karena
memang kami tidak tahu harus bicara apa”(Wawancara 15 mei 2016). Kondisi tersebut menyebabkan kegiatan musrembang desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Desa Lakapodo tidak berjalan dengan baik, terbukti tidaka adanya rencana kegiatan yang tersusun . Dalam tabel 4.6 Terlihat bahwa 30 orang responden ,seluruh responden yang hadir yaitu sebanyak 23 atau 76,67 % sependapat bahwa tidak ada Daftar
Usulan
Rencana Kegiatan (DURK) yang di hasilkan.Sedangkan 7 orang responden lainnya atau 23,33 % mengatakan tidak tahu sebap mereka tidak menghadiri kegiatan musrembang yang bertujuan untuk mengadakan sosialisasi dalam meningkatkan pembangunan fisik Desa Lakapodo. Oleh karena itu, secara keseluruhan proses perencanaan kegiatan pengelolaan alokasi dana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Di
73
Desa Lakapodo yang tertuang dalam DURK tersebut ditentukan secara pribadi oleh pemerintah desa selaku tim pelaksana penegelolaan alokasi dana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Desa Lakapodo. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan ketua BPD Lakapodo,yaitu bapak Laode Safiuddin yang menyatakan bahwa: “Kegiatan musrembang desa yang harusnya mampu menghasilkan berbagai rencana kegiatan dalam penggunaan anggaran alokasi dana desa tidak berjalan sebagai mana mestinya. Dalam kegiatan tersebut selain masyarakat yang hadir hanya sedikit, namun masyarakat yang hadir tidak pengusulkan rencana apapun. Sehingga rencana kegiatan yang ada, semuanya ditentukan oleh pemerintah desa secara sepihak, baik perencanaan pembuatan pasar dan pembuatan sumur gali yang kemudian nantinya akan disalurkan kepada masyarakay dengan menggunakan mesin penarik air”(Wawancara tanggal 18 mei 2016). Penyusunan rencana kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah desa seperti hasil wawancara diatas tidaklah menjadi masalah, apabila rencana yang tertuang dalam DURK kembali di informasikan dan disosialisasikan kepada seluruh masyarakat guna meminta tanggapan masyarakat. Akan tetapi, dari tabel 4.2.1 diatas terlihat bahwa dari 30 oarng total responden hanya 3 orang atau 10 % mengatakan bahwa DURK di informasikan kepada masyarakat, sebanyak 21 oarng atau 70% mengatkan bahwa tidak ada
74
informasi terkait DURK dan sisanya sebanyak 6 orang atau 20% mengatakan tidak tahu. Berikut hasil wawancara dengan ketua LPM Desa Lakapodo yaitu bapak La Rifat yang mengatakan bahwa: “Rencana pembangunan yang akan dilaksanakan di Desa Lakapodo ini memamng
tidak
pernah
disampaikan
oleh
pemerintah
desa
kepada
masyarakat.masyarakat hanya dijadikan penonton yang menyaksikan setiap kegiatan yang terjadi di desa”(wawancara 18 mei 2016). Dari beberapa hasil wawancara peneliti dengan beberapa informan pada tahap perencanaan yaitu bapak La Reka selaku Kepala Desa, Laode Safiuddin selaku ketua BPD, La Rifat selaku ketua LPM dan Ardin Masyarakat Desa Lakapodo. Peneliti menemukan bahwa kurangnya kepedulian masyakat dan kurangnya transparasi dari pihak pemerintah desa dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa, serta kurangnya pemahaman masyarakat mengenai tahapan perencanaan pembangunan dalam Pengeloaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Desa Lakapodo. Dari penjelasan diatas menunjukan bahwa walaupun pada akhirnya penyusunan rencana kegiatan Alokasi Dana Desa yang tertuang dalam DURK dapat terselesaikan dengan baik.Namun karena rencana yang dihasilkan tidak berdasarkan aspirasi masyarakat serta kurangmya transparasi informasi dari pemerintah desa,maka dapat dikatakan bahwa tahap pelrencanaan pengelolaan alokasi dana desa dalam
75
meningkatkan pembangunan fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute masih kurang baik. 2. Tahapan Pelaksanaan Pengelolaan Alokasi Dana Desa Pelakasanaan kegiatan Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik, dengan anggaran Alokasi Dana Desa di Desa Lakapodo didasarkan pada peraturan Bupati Kabupaten Muna No. 15 tahun 2012 tentang pengelolaan alokasi dana desa. Alokasi Dana Desa di peruntukan untuk pelaksanaan fisik berupa infrastruktur fasilitas penunjang masyarakat dan pemberdayaan masyarakat dengan ketentuan 30% (tiga puluh persen) digunakan untuk kegiatan operasional pemerintah desa dan BPD,serta 70% digunakan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat. Selanjutnya berdasarkan ketentuan Peraturan Bupati No. 2 Tahun 2015 tentang penetapan besaran Alokasi Dana Desa minimum dan Alokasi Dana Desa propersional di lingkungan pemerintah Kabupaten Muna Tahun anggaran 2015, besaran Alokasi Dana Desa yang diperoleh Desa Lakapodo adalah sebesar Rp.283.984.000.00(dua ratus delapan puluh tiga juta Sembilan ratus delapan puluh empat ribu rupiah). Adapun terkait efektifitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik di Desa Lakapodo dapat dilihat pada tebel 4.2 berikut:
76
Tabel 4.7 Alokasi Penggunaan Anggaran ADD Tahun 2015 Bidang
Jenis Kegiatan
Anggaran (Rp)
Persen (%)
Pembangunan
Pembangunan
175.152.000
61,67
Desa
Pasar Pembuatan Sumur
12.152.000
4,27
Bibit Pala
96.680.000
34,04
Kegiatan
Total 283.984.000
100
Sumber :Diolah dari laporan pertanggung Jawaban Desa Lakapodo Tahun 2015 Tabel 4.7 menunjukan bahwa jumlah Alokasi Dana Desa yang diterima oleh Desa Lakapodo adalah sebesar Rp 283.984.000, dimana pengalokasian anggaran Alokasi Dana Desa oleh pemerintah Desa Lakapodo diperuntuhkan untuk pembangunan desa dengan jenis kegiatan yakni, pembangunan pasar Lakapodo dengan anggaran sebesar Rp 175.152.000 atau sekitar 61,67 %, pembuatan sumur gali dengan anggaran sebesar Rp 12.152.000 atau sekitar 4,27 %, dan pengadaan bibit pala dengan anggaran sebesar Rp 96.680.000 atau sekitar 34,04 %. Informasi yang diperoleh dari 30 responden terkait tahapan pelaksanaan dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Desa Lakapodo bahwa tingkat partisipasi dari setiap tahapan Pengelolaan Alokasi Dana Desa masih sangat rendah, baik dalam bentuk tenaga ataupun materi dalam mendukung kegiatan pembangunan di Desa. Hal ini terlihat dalam proses kegiatan pembangunan yang ada di Desa Lakapodo yaitu
77
pembangunan pasar dan pembuatan sumur gali, serta pengadaan bibit pala. Informasi yang diperoleh dari 30 responden bahwa dalam kegiatan tersebut tidak ada sama sekali partisipasi dari masyarakat untuk mendukung kegiatan tersebut. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Kepala Desa Lakapodo yaitu Bapak Lareka yang menyatakan bahwa: “Tingkat kepedulian masyarakat terhadap kegiatan pembangunan sangat rendah, jangankan dipanggil untuk bekerja, dipanggil pada saat musrembang saja untuk sosialisasi sangat susah” (wawancara 16 Mei 2016). Hasil penelitian juga menunjukan bahwa dalam pelaksanaan rencana kegiatan pemerintah desa masih kurang transparan dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Kurangnya transparansi informasi yang dimaksud adalah bahwa dalam pelaksanaan rencana kegiatan, pemerintah desa tidak terlebih dahulu memberikan informasi atau meminta partisipasi masyarakat. Kondisi inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam mendukung kegiatan pembangunan di desa. Hal ini seperti pernyataan salah satu anggota masyarakat , yaitu Bapak Iwaluddin yang menyatakan bahwa: “Banyak masyarakat yang tidak berpartisipasi dalam setiap kegiatan desa karena sebagian masyarakat kecewa dan tidak suka dengan kinerja Kepala Desa sekarang selain kurangnya peduli dengan kondisi social masyarakat , juga pilih kasih dan tidak adil dalam memberikan bantuan yang bersumber dari desa”(wawancara 1 Juni 2016).
78
Pendapat lain yang dikemukakan oleh tokoh masyarakat Desa Lakapodo yaitu Bapak Laode Ndoke yang menyatakan bahwa: “Kondisi desa saat ini sudah sangat jauh dengan slogan-slogan yang melekat pada desa, seperti kehidupan desa yang harmonis, rasa persaudaraan yang baik dan semangat gotong royong masyarakat desa yang tinggi. Terlibatnya masyrakat dalam politik sangat merusak hubungan silaturahmi antar masyarakat”(wawancara 1 juni 2016). Dalam tahapan pelaksanaan pengelolaan alokasi dana desa Di Desa Lakapodo ini, dari setiap pembangunan desa yang dilakukan yakni pembangunan pasar dengan anggaran 175.152.000 dan pembuatan sumur gali dengan anggaran sebesar 12.152.000, serta pengadaan bibit pala dengan anggaran sebesar 96.680.000 dapat terselesaikan dengan baik namun dikarenakan kurangnya transparansi informasi terkait pelaksanaan perencanaan kegiatan oleh pemerintah desa kepada masyarakat, sehingga pencapaian tujuan pengelolaan alokasi dana desa yang dilakukan di Desa Lakapodo
belum
efektif.
Berikut
pernyataan
masyarakat
terkait
kualitas
penyelenggaraan pemerintah desa, salah satunya Ketua LPM Desa Lakapodo, Bapak La Rifat yang menyatakan bahwa: “Banyaknya anggaran yang digunakan untuk operasional pemerintah mulai dari tunjangn dan belanja alat-alat kantor tidak memberikan dampak terhadap peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintah, bahkan kantor desa tidak pernah terbuka”(wawancara 1 Juni 2016).
79
Pendapat lain terkait belum efektifnya pencapaian tujuan pengelolaan alokasi dana desa, disampaikan oleh ketua BPD yakni Bapak Laode Safiuddin menyatakan bahwa: “kegiatan pembangunan desa yakni salah satunya pembangunan pasar Lakapodo sebenarnya sudah cukup baik karena akan mempermudah masyarakat dalam menjual hasil tani mereka tanpa harus pergi di desa tetangga. Namun hal ini tidak efektif karena tidak ada pengawasan yang dilakukan oleh desa masyarakat dan itu dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai tanggungjawab mereka sebagai tim evaluasi langsung dari setia kegiatan pembangunan yang terjadi di desa”(wawancara 30 Mei 2016). Melihat berbagai masalah diatas, walaupun semua rencana yang telah disusun dapat terselesaikan dengan cukup baik. Namun, tahap pelaksaan pengelolaan alokasi dana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik di Desa Lakapodo dapat dikatakan kuarng efektif. 3.
Tahapan Pertanggung Jawaban Pengelolaan Alokasi Dana Desa Tahapan penyelesaian penyusunan pertanggungjawaban Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute, dalam tahapan pertanggungjawaban ini tidak efektif, dimana penyusunan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) tidk di susun oleh pemerintah desa, namun penyusunan laporan pertanggung Jawaban ini disusun dan diselesaikan oleh pihak ketiga yang bukan berasal dari pihak
80
pemerintah atau lembaga Desa Lakapodo serta tidak ada transparansi kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak mengetahui tanggungjawab mereka sebagai tim evaluasi dari setiap kegiatan yang dilakukan dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa. Tabel 4.8 Penilaian Tahapan Pertanggungjawaban Pengelolaan ADD Variable
Indikator
Pertanggung Jawaban
Pihak penyusunan LPJ
Ukuran
Partisipasi (orang) 5
Pemerintah desa bersama BPD Pihak lainya 7 Tidak tahu 18 Total 30 Kualitas LPJ Baik 19 Tidak tahu 11 Total 30 Evaluasi Ada 2 kegiatan Tidak ada 24 bersama Tidak tahu 4 masyarakat Total 30 Sumber :Diolah dari Kantor Desa Lakapodo Tahun 2016
Persen (%) 16,67
23,33 60 100 63,33 36,67 100 6,67 80 13,33 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari total responden sebanyak 5 orang atu 16,67% mengatakan bahwa Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) disusun oleh pemerintah desa bersama BPD, sedangkan 7 orang lainya atau 23,33%
mengatakan bahwa Laporan Pertanggung Jawaban disusun oleh
pihak lainya yaitu pihak ketiga yang bukan berasal dari unsur pemerintah atau lembaga Desa Lakapodo. Sedangkan sisanya sebanyak 18 orang atu 60% tidak mengetahui siapa pihak yang menyusun laporan pertanggungjawaban Desa Lakapodo tersebut. Dan hasil penelitian menunjukan bahwa, laporan
81
pertanggungjawaban Desa Lakapodo memang tidak disusun oleh pemerintah desa selaku penanggung jawab pelaksana kegiatan, melainkan disusun oleh pihak lainnya. Hal ini berdasarakan hasil wawancara dengan Bendahara Desa Lakapodo yaitu Bapak Andi antang yang menyatakan bahwa: “Kualitas SDM pemerintah Desa Lakapodo ini memang masih tergolong sangat rendah, selain memang karena rata-rata hanya tamatan SMA , pemerintah desa juga masih belum mempunyai pengalaman dalam mengelola atau mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran alokasi dana desa sebanyak ini dan yang menjadi penghamabt kami sebagai pemerintah desa juga data yang kami miliki tidak tersimpan sehingga kami kesulitan dalam mengelola anggaran tersebut dan juga kami sangat tidak memahami dalam pengoperasian computer.”(Wawancara 13 mei 2016) Pernyataan diatas didukung pula oleh hasil wawancara dengan Bapak Laode Yunus,S.Hut selaku Sekretaris Desa Lakapodo,yang menyatakan bahwa: “Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Desa Lakapodo memang belum disusun oleh pemerintah desa selaku penanggungjawab kegiatan yang ada didesa,dikarenakan kualitas sumberdaya aparatur desa sangat rendah atau belum memadai untuk menyusun LPJ,tetapi hal ini harus dimaklumi karena ini merupakan hal yang baru bagi pemerintah desa,khususnya diDesa Lakapodo ini.”(Wawancara 13 mei 2016).
82
Selanjutnya pada tabel 4.8 diatas menunjukan bahwa Laporan Pertanggungjawaban Desa Lakapodo sudah baik, dimana dari 30 responden sebanyak
19
orang
atau
63,33%
mengatakan
bahwa
Laporan
Pertanggungjawaban yang dibuat dapat diterima dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa Laporan Pertanggung jawaban (LPJ) yang dibuat oleh Pemerintah Desa Lakapodo dijadikan percontohan untuk semua desa di kecamatan Watopute. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Kepala Desa Lakapodo yaitu Bapaka La Reka, yang mengemukakan bahwa: “Desa Lakapodo ini merupakan desa yang cukup baik dalam penyusunan Laporan pertanggungjawaban, selain selalu tepat waktu, LPJ Desa Lakapodo telah dijadikan sebagai LPJ percontohan untuk seluruh desa yang ada di kecamatan Watopute.”(Wawancara 13 Mei 2016). Hasil wawancara diatas juga didukung dengan hasil wawancara dengan ketua BPD Desa Lakapodo yaitu bapak Laode Safiuddin,yang menyatakan bahwa: “Pemerintah Desa Lakapodo sangat baik dalam menyusun laporan pertanggungjawabab atas penggunaan anggaran Alokasi dana Desa ini. Dalam LPJ yang dihasilkan tidak pernah ada masalah dan juga selalu tepat waktu, bahkan LPJ Desa Lakapodosering dijadikan sebagai contoh untuk desa-desa lainya”(Wawancara 14 Mei 2016).
83
Salah satu prinsip pengelolaan anggaran Alokasi Dana Desa ini bahwa seluruh kegiatan harus di evaluasi bersama dengan masyarakat. Hal ini mengidentifikasi bahwa dalam tahapan pertanggungjawaban hendaknya pemerintah tidak hanya melakukan pertanggungjawaban kepada pemerintah pusat atau pemerintah kabupaten, melainkan juga pada masyarakat guna memberikan informasi dan mengevaluasi kegiatan pembangunan fisik yang terjadi di Desa. Akan tetapi hasil penelitian menunjukan bahwa pemerintah Desa Lakapodo tidak melakukan evaluasi kegiatan pembangunan yang berjalan di desa dengan masyarakat Desa Lakapodo. Dari 30 responden hanya ada 2 orang responden atau 6,67% yang mengatakan bahwa ada evaluasi kegiatan bersama masyarakat Desa Lakapodo dan sebanyak 24 orang responden atau 80% mengatakan bahwa pemerintah desa tidak melakukan evaluasi kegiatan bersama masyarakat, adapun 6 orang lainya mengatakan tidak tahu apakah pemerintah desa sudah melakukan evaluasi atas kegiatan yang sudah berjalan atau tidak. Berikut pernyataan yang disampaikan oleh anggota masyarakat, yaitu Bapak Arwan yang menyatakan bahwa: “Pemerintah Desa Lakapodo tidak pernah mengadakan evaluasi kegiatan pembangunan bersama masyarakat yang ada di Desa Lakapodo ini, sehingga masyarakat sama sekali tidak tahu apakah ada permasalahan di desa atau tidak”(Wawancara 19 Mei 2016)
84
Hasil wawancara diatas senada dengan pernyataan yang disampaikan oleh anggota masyarakat lainnya, yaitu Ibu Sukma S.pd yang menyatakan bahwa: “Yang
saya
ketahui
pemerintah
desa
tidak
pernah
melakukan
pertanggungjawaban di hadapan masyarakat Desa Lakapodo ataupun sosialisasi untuk membahas kendala atau masalah dalam kegiatan pembangunan di Desa Lakapodo ini”(Wawancara 20 Mei 2016) Berdasarkan informasi yang diperoleh seperti penjelasan di atas, maka walaupun secara Administrasi tahapan pertanggungjawaban oleh pemerintah Desa Lakapodo dapat diselesaikan dengan baik. Namun karena LPJ yang dihasilkan adalah hasil karya pihak ketiga dan tidak adanya evaluasi kegiatan yang seharusnya dilakukan bersama masyarakat Desa Lakapodo namun pemerintah desa tidak melakukan evaluasi kegiatan bersama masyarakat desa. Maka tahapan peertanggungjawaban yang dilakukan oleh pemerintah Desa Lakapod dapat dikatakan kuarang efektif.
4.2.3 Faktor-Faktor Yang Menghambat Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Meningkatkan Pembangunan Fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna Faktor-faktor yang menghamabat pemerintah Desa Lakapodo dalam pengelolaan alokasi dana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik dapat diidentifikasi melalui hasil wawancara langsung dengan pemerintah Desa Lakapodo sebagai instansi yang bertugas sebagai pelaksana pengelolaan
85
alokasi dana desa, sampai pada tahap evaluasi dan pelaporan pengelolaan alokasi dana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute. Baik
Pemerintah
Desa
Lakapodo
maupun
masyarakat
desa
mengemukakan berbagai faktor yang menjadi penghambat yang dihadapi pemerintah desa dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik di Desa Lakapodo adalah sebagai berikut: 1. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang dimaksud disini baik berkaitan dengan jumlah maupun kemampua pemerintah desa dalam mengelola Alokasi Dana Desa, secara lebih khusus kemampuan Kepala Desa dan Bendahara Desa dalam mengelola alokasi dana desa yang di peroleh dari APBdesa. Hasil wawancara dengan bapak La Reka sebagai Kepala Desa Lakapodo. Kualitas Sumber Daya Manusia yang masih rendah di pemerintah desa Lakapodo sangat berpengaruh dengan perencanaan yang akan dilaksanakan sehingga diperlukan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia di aparatur pemerintah desa agar aparatur pemerintah desa dapat meningkatkan keahlian dibidang masing-masing sesuai dengan ilmu pengetahuan yang aparatur desa miliki khususnya dibidang Pembangunan Fisik.
86
Hasil wawancara diatas senada dengan bapak Laode Yunus,S.Hut sebagai Sekretaris Desa Lakapodo menyatakan bahwa: Kualitas sumber daya manusia di Desa Lakapodo sebagai faktor internal pada umumnya tergolong sangat rendah, yang disebapakan oleh pendidikan dari aparatur pemerintah desa yang masih kurang, tetapi sebenarnya masalah ini dapat diatasi dengan memberikan bimbingan dan kesempatan untuk mendapatkan pelatihan (wawancara, 5 Mei 2015). Begitu pula hasil wawancara dengan bapak Andi Mantang, selaku Bendahara Desa Lakaopdo menyatakan bahwa: Kami kesulitan dalam menyusun surat pertanggung jawaban untuk pencairan dana selanjutnya, karena lemahnya sumber daya manusia oleh aparat desa sebagian besar tidak memahami cara mengoperasikan komputer dengan baik sehingga lambat menyelesaikan surat pertanggung jawaban tersebut. Selain itu
sebagian dari data kadang-kadang tidak tersimpan
(Wawancara, 5 Mei 2016). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, bahwa faktor penghambat dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pemabnguna fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute ini yaitu Sumber daya manusia yang masih sangat terbatas, dimana kondisi Sumber Daya Manusia Pelaksana Pengelolaan Alokasi Dana Desa yang ada di Desa Lakapodo masih sangat terbatas dan belum sesuai dengan standar kompetensi,
87
baik dari
kualitas pendidikan ataupun pengalaman kerja yang dimiliki
perangkat Desa Lakapodo. Hal ini terbukti dengan ketidak mampuan pelaksana kegiatan pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam membuat Laporan Pertanggung jawaban (LPJ) sehingga harus menggunakan bantuan pihak ketiga yang bukan dari Tim pelakasana pengelolaan Alokasi Dana Desa dan juga bukan merupakan bagian dari Perangkat Desa Lakapodo. 2. Informasi Informasi yang disampaikan oleh pemerintah desa tarkait Pengelolaan Alokasi Dana Desa masih kurang jelas. Selain tidak pernah melakukan sosialisasi sebelumnya, dalam tahapan musrembang desa pemerintah desa juga hanya sekedar menyebutkan nominal Alokasi Dana Desa yang diperoleh. Namun tidak ada penjelasan lebih lanjut terkait dengan tujuan Pengelolaan Alokasi Dana Desa, bagaimana penggunaan anggaran tersebut, atau bagaimana peran masyarakat dalam setiap tahapan Pengelolaan Alokasi Dana Desa tersebut. Selain itu, Pengelolaan Alokasi Dana Desa dilakukan melalui proses sosialisasi. Informasi yang di peroleh melalui sosialisai yang di adakan pemerintah Desa Lakapodo dalam proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa belum cukup baik. Dimana dari 30 responden, semuanya sependapat bahwa sosialisasi Pengelolaan Alokasi Dana Desa dari pemerintah Kabupaten dan
88
Kecamatan hanya sampai pada pemerintah desa selaku pelaksana Pengelolaan Alokasi Dana Desa. Sedangkan kepada masyarakat tidak ada pelaksanaan sosialisasi dari Pemerintah Kabupaten dan Kecamatan. Berikut pernyataan yang di sampaikan oleh salah satu anggota masyarakat, yaitu Bapak Arman yang mengemukakan bahwa: “Tidak pernah ada sosialisasi kepada kami terkait Pengelolaan alokasi dana desa sebelumnya, jika memang ada pasti hanya bersifat perorangan karena saya pribadi tidak pernah mendapat informasi. Pada saat musrembang di adakan oleh pemerintah desa itu hanya jumlah anggaran yang disebutkan, terkait penggunaan anggaran itu tidak di jelaskan” (Wawancara 14 Mei 2016). Pendapat lain juga dikemukakan oleh salah satu masyarakat terkait kurangnya informasi dari pihak pemerintah desa yakni Bapak Amrin yang menyatakan bahwa: “Kami sebagai masyarakat tidak tahu mengenai tugas dan tanggungjawab kami dalam setiap ada pembangunan yang akan dilaksanakan di desa, karena kami tidak perna mendapatkan sosialisasi dari pemerintah Kabupaten/Kota bahkan
dari
pemerintah
desa
kami
tidak
pernah
mendapatkan informasi mengenai setiap penggunaan anggaran ataupun kegiatan yang akan dilakukan di desa”(wawancara 27 Mei 2016).
89
Dari hasil penelitian bahwa kurangnya informasi yang diperoleh masyarakat dari Pemerintah Kabupaten/Kota sehingga masyrakat tidak mengetahui sama sekali fungsi mereka sebagai tim pengawas langsung dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa, melainkan masyarakat hanya mengetahui bahwa ada dan sudah telaksananya pembangunan yang ada di desa. 3. Partisipasi Masyarakat Peran partisipasi masyarakat terhadap Pengelolaan Alokasi Dana Desa tidak terlepas dari keterlibatan masyarakat, karena masyarakat merupakan bagian dari anggota Pemerintahan Desa. Oleh karena itu, sebagai Pemerintah Desa dalam hal ini Kepala Desa beserta aparatur desa perlu menyadari bahwa dalam pengelolaan alokasi dana desa dibutuhkan partisipasi masyarakat agar penglolaan keuangan Alokasi Dana Desa dapat dialokasikan sesuai yang di rencanakan seperti, pembangunan pasar Lakapodo, pembuatan sumur gali dan pengadaan bibit pala. Namun yang terjadi Di Desa Lakapodo tidak terjadi partisipasi masyarakat dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa, hal ini ditunjukan dengan sediktnya jumlah masyarakat yang hadir maupun yang menyampaikan aspirasi/pendapat terkait dengan kegiatan yang akan dilakukan. Berikut informasi yang diperoleh dari pernyataan Kepala Desa Lakapodo, Bapak La Reka yang menyatakan bahwa: “Dalam setiap tahapan Pengelolaan Alokasi Dana Desa yang di lakukan, partisipasi masyarakat masih sangat rendah dimana masyarakat yang hadir
90
hanya sedikit, ditambah lagi tidak ada aspirasi yang mereka sampaikan. Hal ini selain masyarakat punya kesibukan sendiri, juga kepedulian terhadap kegiatan desa sangat rendah”(wawancara 13 Mei 2016). Hasil penelitian diatas senada dengan yang disampaikan bapak Laode Yunus,S.Hut sebagai Sekretaris Desa Lakapodo menyatakan bahwa: “Proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa dilakukan dengan tiga tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pertnggungjawaban. Namun setiap tahapan di laksanakan partisipasi masyarakat itu masih kurang”(wawancara 16 Mei 2016). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, bahwa faktor penghambat dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pemabnguna fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute ini yaitu partisipasi masyarakat dalam proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa yang ada Di Desa Lakapodo masih tergolong sangat rendah, terbukti dari setiap tahapan Pengelolaan Alokasi Dana Desa hampir tidak ada keterlibatan masyarakat.
4.3
Pembahasan
4.3.1 Efektifitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam Meningkatkan Pembangunan Fisik Di Desa Lakapodo Terkait proses Pengelolaan Alokasi Dana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik di Desa Lakapado kecamatan Watopute Kabupaten Muna, Pemerintah Desa Lakapodo terlebih dahulu menyusun tim pelakasana Alokasi
91
Dana Desa yang terdiri dari Kepala Desa selaku Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK), Sekretaris Desa Selaku Penanggung Jawab Administrasi Kegiatan (PJAK), Kepala Urusan Keuangan Selaku Bendahara Desa dan di bantu oleh Lembaga Kemasyarakatan di Desa.Selanjutnya, proses pengelolaan alokasi dana desa terdiri dari tahapan perencanaan,pelaksanaan dan pertanggungjawaban. Hasil penelitian menunjukan bahwa tahapan perencanaan Pengelolaan Alokasi Dana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Di Desa Lakapodo kurang efektif dimana dilakukan dengan melihat proses musrembang desa untuk membahas rencana kegiatan penggunaan anggaran ADD serta bagaimana proses pengelolaan ADD, dimana dalam tahapan perencanaan ini di ukur dengan jumlah pihak yang berpartisipasi dalam proses musrembang desa. Selain itu, dalam tahapan perencanaan Pengelolaan Alokasi Dana Desa menunjukan bahwa masih kurangnya partisipasi masyarakat dalam mengikuti setiap tahapan proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa, serta dalam proses musrembang pada tahapan perencanaan ini kurangnya transparansi informasi dari pemerintah desa yang berdampak pada rendahnya tingkat partisipasi dan pengawasan dari masyarakat desa baik secara lembaga maupun individu dalam setiap proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa. Pendapat diatas senada dengan hasil penelitian Sumiati (2014) yang berjudul Pengelolaan Alokasi Dana Desa pada Desa Ngatabaru Kecamatan
92
Sigi Biromaru Kabupaten Sigi. Dimana penelitian ini menggambarkan bahwa skala prioritas dalam pelaksanaan program lebih diutamakan. Hal tersebut dikarenakan begitu banyaknya aspirasi yang dikemukakan oleh masyarakat yang berdampak terhadap tidak terlaksananyan program lainnya. Selain
begitu
banyaknya
aspirasi,
kegagalan
dalam
tahapan
perencanaan terlihat dari menggelembungnya dana pelaksanaan program desa lainnya yang kemudian menghapus program kerja lainnya yang telah direncanakan seperti yang terjadi pada program kerja pemilihan kepala desa dengan program kerja perjalanan dinas luar daerah sekretaris desa. Pada tahapan pelaksanaan pengelolaan ADD di Desa Lakapodo, hasil penelitian menunjukan bahwa dalam tahapan pelaksanaan Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Desa Lakapodo ini, dari setiap pembangunan desa yang dilakukan yakni pembangunan pasar dengan anggaran Rp 175.152.000 dan pembuatan sumur gali dengan anggaran sebesar
Rp 12.152.000, serta
pengadaan bibit pala dengan anggaran sebesar
Rp 96.680.000 dapat
terselesaikan dengan baik namun dikarenakan kurangnya transparansi informasi terkait pelaksanaan perencanaan kegiatan oleh pemerintah desa kepada masyarakat, sehingga pencapaian tujuan Pengelolaan Alokasi Dana Desa yang dilakukan di Desa Lakapodo belum efektif. Dengan demikian tahapan pelaksanaan Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik di Desa Lakapodo berjalan dengan baik, akan tetapi walaupun proses pembagunan berjalan dengan baik
93
namun tahapan pelaksaan ini harus melibatkan masyarakat sebagai tim evaluasi atau tim pengawas dari setiap kegiatan yang di adakan oleh pemerintah desa. Selanjutnya, tahapan pertanggungjawaban Pengelolaan Alokasi dana Desa di Desa Lakapodo, hasil penelitian menunjukan bahwa tahapan pertanggungjawaban
kurang
efektif,
dimana
penyusunan
Laporan
Pertanggungjawaban (LPJ) tidak disusun oleh Pemeintah Desa Lakapodo dan tidak adanya evaluasi kegiatan yang seharusnya dilakukan bersama masyarakat Desa Lakapodo. Maka tahapan petanggungjawaban yang dilakukan oleh pemerintah Desa Lakapodo dapat dikatakan kurang efektif. Hasil penelitian diatas senada dengan penelitian Abu Raum (2014), bahwa belum terjadi pertanggungjawaban secara langsung kepada masyarakat . hal tersebut terjadi karenabelum ada transparansi atau keterbukaa oleh Pemerintah Desa sebagai Pengelolaa Alokasi Dana Desa kepada masyarakat dalam bentuk informasi penggunaan dana Alokasi Dana Desa. Analisis tersebut didukung oleh kenyataan bahwa pelaksanaan kegiatan fisik yang didanai Alokasi Dana Desa diserahkan kepada Kepala Dusun atau Perangkat Desa, sedangkan sebagian besartidak menginformasikan kepada masyarakat tentang dana yang diterima dari pemeintah Kabupaten/Kota.
94
4.3.2 Faktor-Faktor Yang Menghambat Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Meningkatkan Pembangunan Fisik DiDesa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna Faktor-faktor penghambat yang dihadapi pemerintah Desa Lakapodo dalam proses Pengelolaan Alokasi Dana desa dalam meningkatkan pembagunan fisik di Desa Lakapodo yaitu sebagai berikut: 1. Sumber Daya Manusia Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti, bahwa faktor penghambat dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pemabnguna fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute ini yaitu Sumber daya manusia yang masih sangat terbatas, dimana kondisi Sumber Daya Manusia Pelaksana Pengelolaan Alokasi Dana Desa yang ada di Desa Lakapodo masih sangat terbatas dan belum sesuai dengan standar kompetensi, baik dari
kualitas pendidikan ataupun pengalaman kerja yang dimiliki
perangkat Desa Lakapodo khususnya bendahara Desa Lakapodo hanya tamatan SMA.. Hal ini terbukti dengan ketidakmampuan pelaksana kegiatan Pengelolaan
Alokasi
Dana
Desa
dalam
membuat
Laporan
Pertanggungjawaban (LPJ) sehingga harus menggunakan bantuan pihak ketiga yang bukan dari Tim pelakasana Pengelolaan Alokasi Dana Desa dan juga bukan merupakan bagian dari Perangkat Desa Lakapodo.
95
2. Informasi Dari hasil penelitian salah satu faktor penghambat Pengelolaan Alokasi Dana Desa adalah kurangnya informasi yang diperoleh masyarakat dari Pemerintah Kabupaten/Kota sehingga masyrakat tidak mengetaui sama sekali fungsi mereka sebagai tim pengawas langsung dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa, melainkan masyarakat hanya mengetahui bahwa ada dan sudah telaksananya pembangunan yang ada di Desa. Informasi yang disampaikan oleh pemerintah desa tarkait Pengelolaan Alokasi Dana Desa masih kurang jelas. Selain tidak pernah melakukan sosialisasi sebelumnya, dalam tahapan musrembang desa pemerintah desa juga hanya sekedar menyebutkan nominal Alokasi dana Desa yang diperoleh. Namun tidak ada penjelasan lebih lanjut terkait dengan tujuan Pengelolaan Alokasi Dana Desa, bagaimana penggunaan anggaran tersebut, atau bagaimana peran masyarakat dalam setiap tahapan Pengelolaan Alokasi Dana Desa tersebut. 3. Partisipasi Masyarakat Berdasarkan hasil penelitian setiap tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Di Desa Lakapodo masih kurang baik. Hal ini dari setiap proses tahapan Pengelolaan Alokasi Dana Desa belum sesuai dengan prinsip pengelolaan dan tujuan Alokasi Dana Desa.
96
Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Di Desa Lakapodo, dilakukan dengan tiga proses tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban masih kurang baik, dimana terkait dengan masih kurangnya sosialisasi dalam setiap musrembang desa sehingga mengakibatkan kurangnya partisipasi masyarakat dikarenakan kurangnya informasi yang diperoleh masyarakat desa, sehingga berdampak pada rendahnya partisipasi dan pengawasan dari masyarakat desa baik secara lembaga ataupun individudalam setiap tahapan Pengelolaan Alokasi Dana Desa. Kondisi tersebut berdampak pula belum efektifnya pencapaian tujuan Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna. Hasil penelitian terkait rendahnya partisipasi masyarakat dan pengawasan oleh masyarakat seperti tersebut diatas, juga sesuai dengan hasil penelitian
yang
dilakukan
oleh
Aldi
(2012).
Hasil
penelitiannya
menyimpulkan bahwa Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Desa Aliantan Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu belum efektif, beberapa kendala ditemui seperti kurangnya partisipasi masyarakat, serta tidak adanya pengawasan dari lembaga masyarakat utamanya BPD Aliantan sebagai lembaga desa yang bertugas untuk mengawasi kinerja pemerintah desa. Selanjutnya, kurangnya partisipasi masyrakat baik secara lembaga maupun individu dalam Pengelolaan Alokasi Dana desa tentu sangat disayangkan. Sebab tujuan Pengelolaan Alokasi Dana Desa yang sekaligus
97
menjadi semangat UU Desa adalah menciptakan masyarakat yang aktif dan mampu menjadi elemen utama dalam merencanakan, melaksanakan dan mengawasi setiap kegiatan pembangunan yang terjadi di desa. Faktor–faktor penghambat diatas sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Thomas (2013) dengan judul penelitian Penegelolaan Alokasi Dana desa dalam upaya meningkatkan pemabngunan di Desa Sebawang Kecamatan Sesayap Kabupaten Tana Tidung. Kualitas Sumber Daya Manusia yang ada di Desa Sebawang Kecamatan Sesayap Kabupaten Tana Tidung sebagai faktor internal yang pada umumnya tergolong rendah, kurangnya koordinasi dari Kecamatan, Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) dan Sekretariat Daerah Kabupaten Tana Tidung Bagian Keuangan masalah surat pertanggung jawaban (SPJ), sebenarnya aturan tentang pembuatan surat pertanggung jawaban (SPJ) tersebut sudah jelas.
98
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai efektifitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna, maka dapat ditarik kesimpulan antara lain: 1.
Efektifitas
Pengelolaan
Alokasi
Dana
Desa
dalam
meningkatkan
pembangunan fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna, dimana dalam proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa ada tiga tahap yakni perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban. Berdasarkan hasil penelitian, tahapan perencanaan, dilihat dari musrembang yang diadakan tim pelaksanaan Alokasi Dana Desa masih kurang efektif, dimana dalam kegiatan musrembang partisipasi masyarakat masih sangat rendah, dikarenakan kurangnya
transparansi informasi yang disampaikan oleh perangkat Desa
Lakapodo kepada masyarakat Desa Lakapodo. Tahapan pelaksanaan berdasarkan hasil penelitian kurang efektif, dimana penggunaan anggaran Alokasi Dana Desa dapat terselesaikan dengan baik namun dikarenakan kurangnya transparansi informasi terkait pelaksanaan perencanaan kegiatan oleh pemeintah desa kepada masyarakat, sehingga pencapaian tujuan pengelolaan Alokasi Dana Desa yang dilakukan di Desa Lakapodo masih 98
99
kurang efektif. Pada tahapan pertanggungjawaban dalam proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik di Desa Lakapodo
masih
kurang
efektif,
dimana
penyusunan
laporan
pertanggungjawaban tidak disususn oleh pemerintah Desa Lakapodo serta tidak adanya evaluasi kegiatan yang seharusnya dilakukan bersama masyakat Desa Lakapodo. Hal ini karena proses yang tercipta dalam setiap tahapan Pengelolaan Alokasi Dana Desa tersebut belum sesuai dengan prinsip pengelolaan dan tujuan Alokasi Dana Desa yang mengutamakan transparansi informasi kepada masyarakat sebagai tim evaluasi dari setiap kegiatan pembangunan yang dilakukan. 2.
Faktor-faktor penghambat efektifitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik di Desa Lakapodo yaitu: 1) Sumber Daya Manusia (SDM) 2) Informasi. 3) Partisipasi Masyarakat.
5.2 SARAN Berdasarkan uraian kesimpulan maka saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai Pemerintah Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna, dalam proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa yang dimulai dari tahap perencanaan dalam melakukan kegiatan musrembang, seharusnya melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan transparansi informasi yang
100
disampaikan oleh perangkat Desa Lakapodo kepada masyarakat Desa Lakapodo. Kemudian pada tahap pelaksanaan perlunya aparat Pemerintah Desa Lakapodo melakukan
transparansi penggunaan
anggaran Alokasi Dana Desa agar seluruh masyarakat mengetahui pengalokasian Alokasi Dana Desa sesuai yang di harapkan. Selanjutnya proses pertanggungjawaban harus dilakukan oleh aparat pemerintah Desa Lakpodo sendiri dan perlunya evaluasi masyarakat dalam setiap proses pengelolaan Alokasi Dana Desa. 2. Sebagai Pemerintah Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna perlunya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) untuk setiap tim pengelola Alokasi Dana Desa. Kemudian perlunya transparansi informasi yang disampaikan kepada masyarakat dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa sehingga dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dapat mencapai tujuan dari Alokasi Dana Desa.
DAFTAR PUSTAKA Aldy, Riko. 2012.
Tinjauan Yuridis Efektifitas Alokasi Dana Desa Dalam
Menunjang Pembangunan Desa di Desa Aliantan Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2011 Agustin Amelyana,dkk.Efektivitas Dana Pembangunan Fisik Desa Pucangro Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang.jurnal Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya,Ma. Arikunto, Suharsimi. (1993). Manjemen. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Bintarto, R. Dr.1983. Interaksi Desa-Kota.Yogyakarta: Ghalia Indonesia. Devas, Nick, Brian, Biden, Anne Both, Kenneth Dovey,Roy Kelly, 1989, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, (terjemahan, Masri Maris) penerbit UI, Jakarta Danu Wisakti, Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa Di Wilayah Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan, Magister Ilmu Administrasi Negara, UNDIP, 2008. Fattah, Nanang.(2013). Landasan Manajemen Pendidikan.Bandung : Remaja Rosda Karya Halim, Abdul.2004:93.Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah-Edisi revisi.Yogyakarta:Upp AMP YKPN. Haris, Dian Rasdiyanah, 2015. Efektivitas Pengelolaan Zakat,Infaq dan Sedekah pada Badan Amil Zakat Nasional Kota Kendari. Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas Halu Oleo. Hargono, DS. 2010.Efektifitas Penyaluran Alokasi Dana Desa Pada Empat Desa di Kabupaten Karangasem Propinsi Bali. Hernowo, Basah. 2010 Kajian Pembangunan Ekonomi Desa Untuk Mengatasi Kemiskinan.Dalam www. Bappenas.go.id. Http://www.Landasanteori.com/2015/07.Pengertian
Anggaran
Menurut
Definisi.html.Diakses pada maret 2016.. Kartasasmita,Ginandjar, 2001. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan Dan Pemerataan,Jakarta : Pustaka CIDESINDO. Mardiasmo (2002) Otonomi Dan Manajemen Daerah.Yogyakarta.
Mardiasmo, 2004.Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta, Andi Miles, Matthew B, A Michael Huberman. ( 1992 ). “Qualitative Data Analysis”. Alih Bahasa: Tjejep Rohendi Rohindi. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Muljana, B.S. Perencanaan Pembangunan Nasional, Proses Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional dengan Fokus Repelita V. Jakarta: UIPress. 2001 Munandar, M. 2001. Budgeting.Perencanaan Kerja, Pengkoordinasian Kerja, Pengawasan Kerja. Edisi 1.Cetakan 14. BPFE: Yogyakarta. Muntah anah,Siti.Efektifitas Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa Di Kecamatan Somagede Kabupaten Banyumas.jurnal ekonomi. Ndraha, Taliziduhu, 1984, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, Jakarta : PT. Bina Aksara. Peraturan Bupati Kabupaten Muna No. 12 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pengelolaan Alokasi Dana Desa Kabupatem Muna Peraturan Bupati Kabupaten Muna No 2 Tahun 2015 Tentang Penetapan Besaran Alokasi Dana Desa Minimal dan Alokasi Dana Desa Propresional di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Muna, Peraturan Pemerintah 6 Tahun 2014 Tentang Desa (c.72) Jakarta, Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa (c.72) Jakarta, Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prasetyanto PP , Eko. 2012. Desentralisasi
Fiskal
Dampak Alokasi Dana Desa Pada Era Terhadap
Perekonomian
Daerah
di
Indonesia.Disertasi. IPB, Bogor. Raum
Abu,
Pengelolaan
Alokasi
Dana
Desa
(ADD)
dalam
Pembangunan Fisk Desa Krayan Makmur. ejournal ilmu pemerintahan 2015 : 3 (4) 1623-1636,di akses pada 1 mei 2016. Saputra I Wayan .2014.Efektivitas Pengelolaan alokasi dana Desa Pada Desa Lambean Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli.Jurnal Pendidikan Ekonomi
Sujarto, Djoko. 1986. Perencanaan Kota. Bandung, Penerbit ITB. Sukanto,Azwardi.2014.EfektifitasAlokasi Dana Desa (ADD) dan Kemiskinan di Provinsi Sumatera Selatan.Journal Economic Development. Suksesi.2007.Efektifitas Program Alokasi Perekonomian
Desa
di
Dana Desa (ADD)
KabupatenPacitan.Dikutip
Terhadap dalam
http://journalfe.unitomo.ac.id./wp. Sumiati. 2014. Pengelolaan Alokasi Dana desa Pada Desa Ngatabaru Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi.Di akses Pada 13 mei 2016 Suparno, A.Suhaenah. 2001.Pembangunan Desa.Jakarta Erlangga. Suwandi, Ari Warokka. 2013. Fiscal Decentralization And Special Local Autonomy: Evidence From An Emerging Market.Journal of Southeast Asian Research.Vol.2013 (2013).IBIMA Publishing. Todaro.Michael p. 1979.Pembangunan ekonomi di dunia ketiga, terjemahan Haris Munandar.Jakarta:Erlangga.Edisi ke enam. Thomas. 2013. Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Upaya Meningkatkan Pembangunan di Desa Sebawang Kecamatan Sesayap Kabupaten Tana Tidung.Ejournal pemerintahan integrative,1(1):51-64. Undang-Undang Republik Indonesia 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (c.1) Jakarta, Direktorat Jendral Otonomi Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia No 5 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia No 22 Tahun1999 Tentang Pemerintahan Desa Welsch, Hilton, Gordon. 2000. Anggaran Perencanaan dan Pengendalian Laba.Diterjemahkan oleh Purwatiningsih dan Maudy Warouw. Buku Satu. Salemba Empat. Jakarta. Widjaja, HAW.(2001). Pemerintahan Desa Berdasarkan UU No 22 Tahun 1999 Tentang pemerintah daerah. Widjaja,HAW.2004. Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli Bulat dan Utuh.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.
LAMPIRAN
Pertanyaan dibawah ibi nerkaitan dengan efektifitas pengelolaan alokasi dana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik di Desa Lakapodo. IDENTITAS RESPONDEN Nama Responden
:
Jenis Kelamin
:1. Perempuan 2. Laki-Laki
Umur
:
Masa Kerja
:
Tingkat Pendidikan
: 1. SLTA 2. DIPLOMA 3. S1 4. S2 5.S3
Jabatan Dalam Pelaksanaan
:
1. Berapa besar anggaran yang di terima pada tahun 2015 dan apakah sudah cukup untuk mencapai tingkat efektifitas pengelolaan alokasi dana desa dalam meningkatkan pembngunan fisik desa? 2. Apa dasar hukum pelaksanaan pengelolaan alokasi dana desa? 3. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengelolaan alokasi dana desa berlangsung? 4. Bagaiman kualtas anggota tim pelaksana peneglolaan alokasi dana desa? 5. Bagaimanaproses tahapan pengelolaan alokasi dana desa? 6. Pihak -pihak manakah yang dilibatkan dalam setiap tahapan tersebut? 7. Bagaimana kordinasi yang terjalin dari setiap anggota pelaksana? 8. Apakah fasilitas pendukung pengelolaan alokasi dana desa sudah cukup tersedia? 9. Apasaja program kerja terkait pembangunan fisik dan pemberdayaan masyrakat? 10. Apakah seluruh tahapan pengelolaan alokasi dana desa dapat terselesaikan dengan baik? 11. Apakah tujan dari setiap kegiatan yang dilakukan dapat tercapi dengan baik? 12. Factor –faktor apa saja yang menjadi penghamabt dalam pengeloaan alokasi dana desa?
DOKUMENTASI WAWANCARA