PENGASUHAN ANAK USIA DINI DALAM SOROTAN AGAMA 1 Oleh : Faizah Ali Syibromalisi MA.
A. Pendahuluan Mengasuh dan membesarkan anak merupakan rutinitas tak terlepaskan dari biduk rumah tangga. Pada dasarnya yang paling pantas dan berhak untuk mengasuh anak ialah ibu. Kecuali dalam kondisi tertentu, maka ayah atau keluarga yang bersangkutan memperoleh hak asuh tersebut. Namun karena banyaknya perempuan yang berkarir keluar rumah atau diranah publik , peran ayahpun di ikut sertakan.. pengasuhan anakpun berpindah ketempat –tempat penitipan anak atau daycare. Tentu daycare yang diharapkan untuk menggantikan peran orangtua itu bukan hanya sebagai tempat penitipan anak semata tetapi harus memiliki fasilitas, sarana prasarana dan programprogram pendidikan yang dibutuhkan tumbuh kembang anak dari semua aspek, fisik psikologis, akhlak dan inteligensinya. Sehingga kurangnya waktu yang disediakan orang tua bagi anak untuk menanamkan aspek-apek tersebut bisa tercoper oleh keberadaan daycare di UIN sendiri. Makalah singkat ini mencoba memaparkan nilai-nilai agama dalam pengasuhan anak yang akan diterapkan dalam pengasuhan di daycare. Karena nilai-nilai agama merupakan kebutuhan yang tak bisa dilepaskan dari kehidupan seorang anak manusia. B. Pengasuhan dan Pembinaan Anak Pasca kelahirannya Berbeda dengan binatang yang masa kecilnya singkat, begitu lahir langsung dapat berdiri dan berjalan, manusia dilahirkan dalam keadaan lemah. Firman Allah swt.
وﺨﻠق اﻹﻨﺴﺎن ﻀﻌﯿﻔﺎ
Karena lemahnya manusia, masa kecilnya menjadi panjang sehingga anak perlu pemeliharaandan pengasuhan sejak dilahirkan sampai anak dewasa, kwalitas pemeliharaan dan pembinaan serta pengasuhan anak ketika kecil ini akan menjadi dasar kwalitas hidupnya kelak. Di masa-masa inilah peran orang tua dalam pendidikan pengasuhan anak dirasakan urgensinya. Rasulullah saw bersabda ﻛل ﻤوﻟود ﯿوﻟد ﻋﻠﻲ اﻟﻔطرة .ﻓﺄﺒواﻩ ﯿﻬوداﻨﻪ أو ﯿﻨﺼراﻨﻪ أو ﯿﻤﺠﺴﺎﻨﻪ
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah,
orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.
1
Makolah ini dipresentasikan dalam Workshop Pengelola Daycare UIN Syarif Hidayatullah Jkarta. Tgl 11 Oktober 2014 di Hotel T kebayoran lama.
Berikut ini beberapa kebutuhan vital yang harus dipenuhi bagi upaya pengasuhan dan pembinaan anak yang berkwalitas : 1. Pemenuhan kebutuhan akan ketahanan pisik. Untuk memperoleh tubuh yang sehat, anak membutuhkan gizi seimbang, rendahnya asupan gizi yang diperoleh selama masa balita akan menyebabkan anak kalah bersaing memperebutkan prestasi di sekolah. 2. Pemenuhan kebutuhan psykologis. Dalam proses tumbuh kembang menjadi anak yang sehat rokhani dan jasmani, anak membutuhkan kasih sayang dan perhatian. Sentuhan-sentuhan keluarga yang memancarkan kehangatan, ketulusan dan kedamaian yang dipancarkan orang tua atau pengasuhnya memiliki makna hakiki yang begitu mendalam bagi fungsi-fungsi jiwa seorang anak, seperti fungsi berfikir, merasa, mengindra dan mengintuisi. Ke empat fungsi dasar ini-melalui mekanisme yang kompleks- berperan membentuk individualisasi seorang anak yaitu proses untuk menjadi diri atau realisasi diri. Sentuhan-sentuhan ini nyaris tak tergantikan dalam menaungi perkembangan fungsi-fungsi jiwa anak sepanjang pergulatannya membangun jati diri. Anak yang terpenuhi kebutuhan psykologisnya akan tumbuh menjadi anak dengan emosi stabil, mudah berkomunikasi dan tidak penakut. Diantara bentuk-bentuk sentuhan psykhologis yang dibutuhkan anak adalah: a. Memeluk dan mencium anak. Ketika Nabi saw sedang memeluk dan mencium kedua cucunya Hasan dan Husein, seorang Arab dari kampung heran, sehingga ia bertanya mengapa Nabi seorang kepala negara dan pemimpin umat mencium anak kecil. Nabi kemudian balik bertanya apakah orang Arab itu tidak mencium anak-anaknya. orang Arab itu menjawab “tidak, bahkan ia mengatakan bahwa anaknya yang berjumlah sepuluh orang belum pernah satupun diciumnya. ”. Lalu Nabi bersabda yang artinya:” bukan dari golongan kami (orang Islam) orang yang tidak menyayangi anak kecil dan tidak menghormati orang yang sudah tua”. (HR Bukhari dan Muslim) b. Menghormati dan mengelus kepala anak. Sahabat Anas bin Malik menagtakan bahwa Nabi ketika mengunjungi sahabatsahabatnya di Madinah, beliau tidak hanya memberi salam kepada para sahabat tapi juga memberi salam kepada anak-anak yang sedang bersama mereka. Nabi juga mengelus-ngelus kepala anak-anak tersebut sebagai tanda kasih sayangnya. Mengelus kepala anak merupakan bentuk ekspresi kasih sayang kepada anak.
c. mengajak bermain dan bercanda Abu Hurairah mengatakan bahwa ia melihat Nabi dengan mata kepalanya sedang bermain dengan kedua cucunya. Keduanya bergantian menaiki punggung Nabi sampai puas. Dalam peristiwa lainnya, Nabi sedang sujud ketika cucunya menaiki punggungnya. Nabi tidak bangun dari sujudnya sampai cucunya puas menunggangi punggungnya. d. Selalu diajak berkomunikasi Komunikasi sangat penting antara orang tua atau pengasuh dengan anak, melalui komunikasi terjadi kedekatan dan saling pengertian.anak dengan mudah bisa diajak kerjasama. Sebaliknya kurangnya komunikasi antara orangtua atau pengasuh, anak sulit diajak kerjasama karena ia tidak begitu saja meyakini apa manfaat permintaan atau perintah orangtua atau pengasuhnya. Ia bahkan curiga orangtua atau pengasuhnya akan menyakitinya. Contoh komunikasi yang baik antara anak dan orang tua digambarkan al-Qur’an dalam kisah penyembelihan putranya Ismail, simbol pengorbana seorang hamba terhadap kholiknya. Artinya:”. Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang Termasuk orangorang yang saleh.. Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar.. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersamasama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".Qsas-Shoffat 37/100-102 .Saat-saat sekarang ini banyak banyak anak menjadi korban pencabulan, maka komunikasi menjadi penting untuk melindungi anak. Anak harus selalu dibiasakan untuk selalu menceritakan apa saja yang terjadi saat di sekolah, tempat bermain, tempat mengaji dan tempat lain yang tidak mendapat pengawasan orang tua atau pengasuh. 3. Pembinaan mental. pembinaan mental anak yang berumur 0-12 tahun membutuhkan perhatian khusus. Menurut tokoh perkembangan psykososial Erik Erikson, pembinaan anakl usia 0-12 tahun terbagi menjadi 4 stadium psykososial yang masing-masing melibatkan polaritas permasalahan sendiri. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pada usia 0-1 tahun perlu
terbentuk kepercayaan dasar pada bayi yang bersumber dari perhatian dan pengertian yang konsisten yang diberikan orang tua atau pengasuhnyai. Pada umur 1-3 tahun perlu terbentuk perasaan mampu otonom atau mandiri pada diri anak, maka dalam stadium ini, orang tua atau pengasuh tidak perlu terlalu melindungi anak agar perasaan mandiri pada anak berkesempatan tumbuh dan berkembang secara alamiah. Pada umur 3-6 tahun anak amat memerlukan identifikasi dengan tokoh kunci yang sama jenis kelaminnya, dalam hal ini ayah bagi seorang anak laki-laki dan ibu bagi seorang anak perempuan. Pada usia ini anak laki-laki dan anak perempuan sudah harus dipisahkan kamar tidurnya atau kamar istirahatnya sebagaimana diperintahkan oleh baginda Nabi. Sedangkan pada umur 6-12 tahun anak perlu diberi kesempatan untuk mencapai taraf keyakinan bahwa dalam berbagai hal dirinya benarbenar kompeten. Dalam persfektif ini harus kita sadari bahwa pengasuhan dan pembinaan fungsi-fungsi di atas benar-benar menjadi tanggung jawab orang tua atau pengasuhnya. 4. Pembinaan akhlak Menanamkan sopan santun, budi pekerti atau akhlakul karimah bagi anak adalah tugas utama orang tua atau pengasuhnya. Proses penanaman nilai-nilai akhlak ini akan dilanjutkan oleh para guru di sekolah dan masyarakat. Ketiga unsur ini harus saling peduli dan bekerjasama secara harmonis serta berkesinambungan. Penanaman nilai-nilai dalam rangka pembentukan watak anak adalah merupakan proses informal, maka anggapan yang mengatakan bahwa sekolah bertanggung jawab penuh atas penanaman budi pekerti anak, adalah anggapan yang keliru, karena sekolah merupakan lembaga pengajaran, titik beratnya adalah pembentukan intelektual. Penanaman nilai-nilai akhlakul karimah ini dilakukan sejak usia anak satu tahun. sudah tentu proses penanaman inilai-nilai ini tidak berbentuk materi pelajaran, tapi berupa tindakan langsung sebagai kasus sehari-hari, misalnya anak diajarkan hormat pada orang tua sebagaimana firman Allah QS luqman 31/14yang artinya; dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKulah kembalimu. Anak diajarkan mengucapkan salam ketika hendak memasuki rumah, harus mengetuk pintu kalau akan memasuki kamar orang lain, dirumah kalau ayah sedang tidur, anak dilarang ribut, kalau di daycare teman sedang tidur anak dilarang mengganggu atau ribut. kalau mengganggu teman hingga timbul keributan anak harus ditegur atau dihukum. Larangan-larangan ini harus disertai penjelasan yang logis sehingga anak mengerti kesalahannya.
Orang tua dan pengasuh harus mengajari kepada anak tentang “budaya malu” memperlihatkan anggota tubuh yang sama sekali tidak boleh diperlihatkan, dilihat, dijamah, bahkan disakiti orang lain meskipun sesama jenis kelamin. Sesuai dengan tahap pertumbuhan anak, daya tangkap dan daya serap mentalnya,. Penanaman nilai-nilai akhlakuk karimah harus secara pelahan dan bertahap. Dalam hal ini orang tua dirumah dan pengasuh di daycare harus bertindak sebagai contoh atau panutan, anak diajar selalu bersikap jujur, siap membantu orang lain berempati, toleran,mencintai sesama, anak diajar beringkah laku sopan, anak diajar peduli pada orang lain dsb. Semua aspek ini bisa dberikan melalui praktek langsung sehari-hari, bisa juga melalui cerita/kisah karena kisah-kisah yang bernilai edukatif konstruktif merupakan sarana pembinaan watak yang ampuh bagi anak. Selain berfungsi sebagai teladan, orang tua dan pengasuh harus intervensi mencegah perbuatan anak yang salah dan melestarikan sikap anak yang positip. Penanaman nilai-nilai budi pekerti ini amat penting dalam rangka pembentukan sikap sopan santun anak, karena sopan santun dan tata krama adalah perwujudan dari jiwa yang telah berisi nilai-nilai moral dan akhlak, untuk selanjutnya isian moral dan akhlak ini akan berkembang bersama isian lain dan akan dijadikan nilai yang dipedomani dalam peri laku keseharian anak. Dengan nilai-nilai moral yang tertanam di dalam jiwa anak sejak kecil, anak tidak akan mudah terombang ambing dalam arus pergaulan. Kalupun zaman berubah bersamaan dengan masuknya berbagai budaya luar dan perangkat teknologi di era globalisasi ini dimana tata krama dan sopan santun mengalami modifikasi tetapi nilai-nilai inti yang ditanamkan sejak dini akan tetap lestari. Nilai-nilai inilah yang akan membedakan hal-hal yang baik dari hal-hal yang kurang baik atau buruk. Nilai-nilai ini akan dijadikan sebagai landasan bagi anak dalam pengambilan keputusannya. 5. Pemenuhan kebutuhan spiritual. kebutuhan spiritual yaitu kebutuhan mengungkapkan relasi ketaatan dengan Tuhan. Penanaman ketaatan pada perintah agama atau ketakwaan hendaknya ditanamkan sejak dini sebagai bagian dari hidup bukan sebagai pengetahuan secara bertahap. Anak diajarkan dasar-dasr tauhid, rukun iman rukun islam, shalat, bersabar dalam melaksanakan tugas dan ketika harus mencegah hal-hal yang dianggap melanggar peraturan di daycare. Anak harus diajar rendah hati atau tidak sombong kepada temannya . Rujukan kita dalam hal ini adalah firman Allah
. Artinya:”. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. QS Luqman 31/ 16-17 Orangtua dan pengasuh membimbing anak melaksanakan ibadah dimana orangtua dan pengasuh menjadi panduan. Mulai bangun tidur anak diajarkan berdoa dan bersyukur, sebelum dan sesudah makn, ketika akan berpakaian, ketika bersendawa, doa sebelum tidur dan sebagainya. Diusahakan anak melaksanakan sholat tepat waktu dibimbing oleh orangtua atau pengasuhnya, m.eskipun itu baru praktek shalat sambil bermain, bukan shalat sesungguhnya. Berbagai pertanyaan anak yang menyangkut keberadaan dirinya atau yang terkait dengan soal-soal agama harus dijawab oleh orangtua dengan simpel logis dan bisa dicerna oleh anak. C. Perilaku Yang Harus Dihindari Dalam Pengasuhan Anak Proses pengasuhan dan pembinaan anak dalam keluarga adalah hasil interaksi antara anak dan orangtua pengasuh sebagai pengganti orangtua. Anak belajar atau meniru perbuatan dan tingkah laku orangtua dan pengasuhnya. Berikut ini beberapa tindakan yang harus dihindari oleh orangtua dan pengasuh, agar proses tumbuh kembang anak tak terhambat. 1.konsisitensi dalam pengasuhan dan pembinaan. Konsisten atau istiqomah dalam menerapkan nilai-nilai akhlak dan pendidikan semasa anak dalam pengasuhan dan pembinaan suatu hal yang tak bisa ditawar lagi. Tanpa sikap konsisten dari para pengasuh, penanaman nilai-nilai yang dimaksud tak bisa diharapkan, bahkan anak akan cenderung menyepelekan semua nilai-nilai yang seharusnya menjadi bagan dari jati dirinya. 2. Memanjakan anak secara berlebihan. Kasih sayang dan perhatian yang berlebihan serta proteksi yang ketat bisa menghambat kebebasan anak dan akan merusak kepribadian anak. Anak yang dimanja akan tumbuh
egois, selalu bergantung kepada orang tua, sulit melepaskan diri dari lingkungan keluarga dan kurang bertanggung jawab. Akibatnya anak sukar berinteraksi dengan orang lain. 3. Bertindak diktator pada anak. Sifat kediktatoran yang diperaktekkan orang tua terhadap anak-anaknya, akan menciptakan anak-anak yang tergantung, kurang mandiri, kurang mampu memikul tanggung jawab, kurang percaya diri bahkan kurang kecerdasannya. 3. Hukuman bagi anak. Dalam bidang pengasuhan dan pembinaan, memang reward dan punishement harus ada. Penggunaan reward sebenarnya lebih efektif dari pada hukuman. Penggunaan hukuman, apalagi hukuman badan yang dikenakan terus menerus pada anak, tanpa menjelaskan sebab-sebabnya, akan menimbulkan perasaan marah pada anak, kemarahan ini tentu tak bisa dilampiaskan anak kepada orangtua atau pengasuhnya karena takut, tetapi disalurkannya kepada anak-anak teman sebayanya atau gurunya di sekolah. Anak-anak yang sering menrima hukuman badan ini akan menjadi anak nakal dan cenderung menganiaya temannya bahkan ketika remaja anak akan mudah melanggar norma-norma hukum yang berlaku. Sebagai suami ia cenderung menjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangganya sendidri. PENUTUP Setelah paparan di atas, hendaknya para pengasuh lebih menyadari tugasnyayang berat dalam pengasuhandan proses ppembinaan anak. Walaupun sebenarnya tugas mendidik anak adalah tanggung jawab bersama bapak dan ibu. Sebagai ganti keduanya, pengasuh di daycare harus memegang peran strategis, mengingat sang ayah dan bunda harus keluar rumah untuk berkarir. Seorang pengasuh diharapkan partisipasinya untuk membina sumber daya manusia yang berkwalitas dan berkarakter. Kenyataan menunjukkan bahwa kemajuan suatu negara tergantung pada kemajuan ipteknya sedangkan kemajuan iptek tergantung pada manusiamanusia yang mengembangkannya. Yang dibutuhkan anak dari seorang pengasuh tidak lagi hanya sekedar kehadirannya yang terus-menerus bersama anak, tapi yang lebih utama adalah kemampuan seorang pengasuh dalam mengaktualkan potensi anak-anak yang berkwalitas. kemampuan ini harus dipelajari, karena kemampuan membina dan mengembangkan potensi anak mencakup berbagai dimensi. Kewajiban orang tua dan pengasuh tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik (sandang, pangan), tetapi juga kebutuhan keamanan, kebutuhan sosialisasi, kehormatan dan aktualisasi diri
.
Diharapkan dengan berbagai upaya sederhana tapi sungguh-sungguh di atas, anak sebagai sumber daya manusia dapat ditingkatkan kwalitasnya, sehingga mereka kelak dewasa mampu menerima tugas-tugas membangun masyarakat yang berkwalitas yaitu, masyarakat yang dilingkupi oleh keadilan dan kemakmuran sebagai mana tujuan inti pembangunan di Indonesia.