PENGARUH TERAPI MUSIK RELAKSASI TERHADAP TINGKAT SPASTISITAS ANAK CEREBRAL PALSY DIPLEGI DI YAYASAN SAYAP IBU PANTI 2 YOGYAKARTA
NASKAH PUBLIKASI DISUSUN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN DALAM MENDAPAT GELAR SARJANA SAINS TERAPAN FISIOTERAPI
Disusun Oleh : Nama : Candra Hardiansyah Harahap NIM
: J110100011
PROGRAM STUDI D IV FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014
ii
iii
PENGARUH TERAPI MUSIK RILEKSASI TERHADAP TINGKATSPASTISITAS ANAK CEREBRAL PALSY DIPLEGI DI YAYASAN SAYAP IBU PANTI 2 YOGYAKARTA. Candra Hardiansyah Harahap Program Studi Diploma IV Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Kartasura Surakarta E-mail:
[email protected] ABSTRAK Latar Belakang: Spastisitas merupakan permasalahan yang umum dijumpai pada kasus Cerebral Palsy. Salah satu bentuk dari spastisitas yang paling banyak ditemui ialah spastik diplegia, dimana terdapat peningkatan tonus otot ektremitas bawah yang berpengaruh terhadap kontrol gerak, postur tubuh, keseimbangan dan koordinasi gerak. Fisioterapi memiliki peranan penting dalam membantu perbaikan postur, mobilisasi sendi, kontrol gerak sehingga anak dapat secara mandiri melakukan aktifitas fungsionalnya. Terapi musik yang mempunyai efek relaksasi diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap penurunan spastisitas, sehingga terapi latihan yang diberikan pada anak cerebral palsy akan mendapatkan hasil yang lebih optimal. Tujuan Penelitian: Mengetahui pengaruh terapi musik relaksasi terhadap spastisitas pada anak cerebral palsy spastik diplegi. Metode Penelitian: penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus bentuk desain A-B-A-B. A adalah fase pengukuran dan B adalah fase tindakan terapi. Subyek penelitian selama hari ke-1 dan ke-2 akan diukur spastisitasnya dengan skala asworth modifikasi. Harik ke-3 dan ke-4 akan diberikan perlakuan terapi musi relaksasi dan diukur spastisitasnya. Hari ke-5 dan ke-6 spastisitas diukur kembali tanpa tindakan terapi. Hari ke-7 dan ke-8 akan diukur spastisitasnya denga skala asworth setelah diberi tindakan terapi musik relaksasi. Hasil Penelitian: Diperoleh hasil penurunan tingkat spastisitas yang diukur dengan skala asworth pada anak cerebral palsy spastik diplegi dengan pemberian terapi musik relaksasi. Kesimpulan: terapi musik relaksasi yang memberikan efek relaksasi dapat digunakan pada anak cerebral palsy spastik diplegi dengan tujuan untuk penurunan spastisitas. Kata kunci: terapi musik relaksasi, cerebral palsy spastik diplegi, spastisitas, modified asworth.
iv
1
PENDAHULUAN Cerebral palsy merupakan suatu masalah yang menjadi penyebab utama terjadinya kecacatan pada masa kanak-kanak. Kerusakan tersebut bersifat nonprogresif merupakan hasil dari gangguan pada Sistem Saraf Pusat (SSP), dengan tanda-tanda seperti gangguan gerak, kelemahan otot, kekakuan, serta spastisitas (Koman et al, 2004). Salah satu terapi suportive yang dapat membantu proses fisioterapi dalam mengatasi spastisitas adalah terapi musik. Dikatakan oleh Guy el al (2005), bahwa terapi musik dapat dikolaborasikan dengan fisioterapi dan/ atau okupasi terapi guna meningkatkan proses terapi yang diberikan. Terapi musik adalah suatu cara dalam penggunaan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, bentuk dan gaya yang telah terorganisir dengan baik sehingga tercipta musik yang dapat meningkatkan kualitas fisik dan mental seseorang (Eka, 2011). Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Staum dan Brotons (2000) bahwa musik lembut (60-70 dB) dapat memberikan efek relaksasi secara general dibandingkan dengan musik yang diperdengarkan pada tingkat kebisingan lebih keras. TUJUAN Mengetahui pengaruh terapi musik relaksasi terhadap tingkat spastisitas anak cerebral palsy diplegi. METODE Penelitian dilaksanakan selama satu minggu pada bulan Mei 2014 di Yayasan Sayap Ibu Panti 2 Yogyakarta terhadap 2 responden dengan diagnosa
2
cerebral palsy spastik diplegi. Penelitian ini menggunakan studi kasus dengan bentuk desain A-B-A-B. A adalah fase pemeriksaan tanpa tindakan terapi dan B adalah fase pemeriksaan dengan tindakan terapi. Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu kedua responden diperiksa tingkat spastisitasnya menggunakan alat ukur berupa modified ashworth scale, lalu mengukur intensitas kebisingan dari musik yang diperdengarkan. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan suara adalah sound level meter. Kedua responden akan diperdengarkan musik relaksasi selama 27 menit dengan tingkat kebisingan berkisar antara 60-70 db. Kedua responden berhasil menyelesaikan program penelitian sampai selesai selama 1 minggu. HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut ini peneliti menampilkan grafik hasil penelitian selama 1 minggu dengan perlakuan terapi musik relaksasi yang bertempat di Yayasan Sayap Ibu Panti 2 Yogyakarta. Subyek penelitian adalah anak dengan diagnosa cerebral palsy spastik diplegi.
Grafik 4.1 Hasil pengukuran spastisitas
3
Dari subyek 1 pada A1 dan A2 nilai spastisitas berada diangka 2, kemudian setelah diberikan perlakuan pada B1 dan B2 didapat hasil yang signifikan, nilai spastisitas turun menjadi nilai 1, dan terapi musik relaksasi ini membuktikan hasil yang konsisten pada B3 dan B4 dengan nilai spastisitas berada tetap berada diangka 1. Sedangkan pada subyek 2, hasil pengukuran pada A1 dan A2 didapati nilai spastisitas berada diangka 3, setelah diberikan perlakuan pada B1 dan B2 nilai spastisitasnya turun satu tingkat berada diangka 2, dan pada perlakuan akhir di B3 dan B4 hasil yang konsisten spastisitas berada diangka 2. Terdapat juga perbedaan lama bertahannya spastisitas setelah menurun dari nilai awal. Pada subyek 1 spastisitas yang menurun dari nilai 2 menjadi nilai 1 dapat bertahan selama 15 menit setelah berada di luar ruang terapi. Sedangkan pada subyek 2 spastisitas menurun dari nilai 3 menjadi nilai 2 hanya dapat bertahan selama kurang dari 5 menit setelah berada diluar ruang terapi musik. 3,5 3 2,5 2
subyek 1
1,5
subyek 2
1 0,5 0 5 menit
10 menit
15 menit
30 menit
Grafik 4.2 Lama Pengaruh Terapi Musik
4
Dari kedua subyek penelitian, didapati hasil bahwa spastisitas menurun setelah diberikan terapi musik. Penurunan spastisitas ini tidak bertahan lama sehingga setelah anak berada diluar ruang terapi, spastisitasnya akan kembali ke nilai awal dalam kurun waktu kurang dari 30 menit. Dalam artian bahwa pengaruh yang diberikan oleh terapi musik bersifat sementara. Subyek 1 setelah diberikan terapi musik, spastisitas menurun dari nilai 2 menjadi nilai 1 dan dapat bertahan selama 15 menit setelah berada di luar ruang terapi. Sedangkan subyek 2 yang setelah diberikan terapi musik nilai spastisitas dari 3 menjadi 2 hanya mampu bertahan kurang dari 5 menit setelah berada di luar ruangan terapi. Tipe klinis cerebral palsy, derajat kelambatan saat penegakan diagnosis, adanya patologi pada refleks, dan yang paling terpenting adalah derajat defisit intelegensi, sensoris, dan emosional merupakan faktor penentu prognosis dari cerebral palsy (Suharso, 2006). Perbedaan lama pengaruh terapi musik terhadap spastisitas tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor diatas, ialah : 1. Usia Usia kedua subyek sangan terpaut jauh, subyek 1 berumur 10 tahun sedangkan subyek 2 berumur
18 tahun. Perbedaan umur tersebut
menyimpulkan bahwa subyek 2 telah lebih lama menderita spastisitas dibandingkan dengan subyek 2.
5
2. Emosional Pada subyek 1 memiliki emosional yang baik, selalu ceria dan mudah bergaul dengan teman sebaya, sedangkan subyek 2 memiliki emosional yang datar, kurang mampu bersosialisasi, dan tidak memperdulikan lingkungan sekitarnya. Hal ini juga dapat menentukan toleransi waktu bertahannya pengaruh terapi musik relaksasi terhadap spastisitas. 3. Intelegensi Terdapat perbedaan intelegensi dari kedua subyek yang mempengaruhi respon dari terapi musik. Perbedaan kedua subyek dari sisi intelegensi adalah, subyek 1 mampu untuk bersekolah secara normal sedangkan subyek 2 tidak bersekolah karena defisit intelegensi yang ia miliki. Menurut Steven (2008), Ketidak-seimbangan antara fasilitasi dan inhibisi yang menyebabkan kenaikan tonus otot pada grup otot tertentu sehingga menimbulkan luapan fasilitasi ke medula spinalis yang dijalarkan melalui lintasan retikulospinal, vestibulospinal dan lainnya. Keadaan ini-lah yang membedakan lamanya kenaikan spastisitas pada kedua subyek. Terapi musik dapat memberikan pengaruh baik terhadap spastisitas, karena saat anak menjadi rileks, tonus otot akan menurun. Dengan demikian spastisitas akan menurun, meskipun penurunan tingkat spastisitas yang terjadi tidak berlangsung secara permanen. Korteks cerebri lobus frontalis area 4 merupakan daerah primary motor. Area 6 lobus frontalis adalah bagian sirkuit traktus ekstrapiramidalis. Adanya kerusakan pada lobus frontalis di area 4 akan mengakibatkan paresa atau paralisa flaccid kontralateral pada kelompok otot yang
6
dipersarafi. Sedangkan kerusakan pada area 6 pada lobus frontalis akan lebih sering terjadi spastisitas, dan timbulnya spastisitas tersebut menunjukkan gangguan pada lintasan ekstrapiramidal (Chusid, 1991). Melodi, nada dan pitch yang dihasilkan oleh suara dan diperdengarkan dengan tingkat kebisingan 60 -70 db (decibel) mampu memberikan efek releksasi secara general yang mana musik tersebut diproses di otak tepatnya di brainteam. Energi bunyi yang dihasilkan oleh suara musik ditangkap oleh daun telinga dan dibawa masuk melalui external auditory canal dan menggetarkan membran timpani, kemudian energi bunyi tersebut diamplifikasi oleh tulang pendengaran menggetarkan perilimfa pada skala vesibule. Getaran kemudian diteruskan melalui membrane Reissner dan mendorong endolimfa untuk menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan tektoria (Guyton, 2007). Proses yang terjadi diatas merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan defleksi stereosilia sel-sel rambut, kemudian terjadi pembukan kanal ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, dan seterusnya dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Apriliana, 2012). KETERBATASAN PENELITIAN Penelitian ini masih sangat jauh dari sempurna karena terdapat beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini, diantaranya ialah : 1. Peneliti tidak dapat mengendalikan aktifitas sehari-hari subyek
7
2. Keterbatasan waktu dalam pelaksanaan penelitian 3. Peneliti tidak memperhitungkan luas ruangan serta pencahayaan yang digunakan dalam penelitian 4. Jumlah subyek yang diteliti sangat terbatas KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data, kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ada pengaruh terapi musik terhadap penurunan tingkat spastisitas pada anak cerebral palsy spastik diplegi. DAFTAR PUSTAKA Abdel-Hamid HZ, Kao A, Zeldin AS, et al. Cerebral Palsy. Diakses dari http://emedicine.medscape.com pada tanggal 10 Februari 2014. Angraini, M (2012). Pengaruh Musik yang Disukai dan Musik Relaksasi Terhadap Persepsi Nyeri. Program Sarjana Kedokteran. Universitas Kristen Maranatha. Bandung. Apriliana, S (2012). Pengaruh Terapi Musik Klasik Mozart Terhadap Frekunsi Pernapasan Bayi Prematur di Ruang Perinatologi RSUD Banyumas. Program Sarjana. Universitas Jendral Sudirman. Purwokerto. Cambell, D (2001). Efek Mozart. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Chusid, J. G., (1993). Neuro Anatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. Edisi Empat. Yogjakarta: Gajah Mada University Press.
8
Guyton, A.C., Hall J.E. (2007). Indra Pendengaran Dalam: Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Indonesia: Saunders Elsevier: 681-690 (EGC, Jakarta). Guy Julie, MT-BC, Neve Angela (2005). Music Therapy & Cerebral Palsy Fact Sheet. The Music Therapy Centre Of California. Koman, L Andrew. Beth Paterson Smith. Shilt, Jeffrey S (2004). Cerebral Palsy. The Lancet. 363. 2-27. Masgutova, S (2008). Masgutova Method of Reflex Integration For Children With Cerebral Palsy. Editing edition. USA. p. 1. Miller, F (2007). Physical Therapy of Cerebral Palsy. Wilmington: Spinger. Myers, Jane E., Young, J Scott (2012). Brain Wave Biofeedback: Benefits of Integrating Neurofeedback in Counseling. Journal of Counseling and Development. 90. (1). 3-4. Sancar, F (2002). Music and the Brain: Processing and Responding (A General Overview). Diakses dari http://serendip.brynmawr.edu pada tanggal 13 Februari 2014. Sari, Y.K., (2013). Efektifitas Terapi Musik Klasik Mozart Terhadap Suhu Tubuh Bayi Premature Di Ruang Perinatologi Di RSUD Banyumas. Program Sarjana Jurusan Keperawatan. Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto. Staum, M.J., Brotons, M (2000). The Effect of Music Amplitude on The Relaxation Response. Journal of Music Therapy, XXXVII (1), 22-39. Steven (2008). Hubungan Derajat Spastisitas Maksimal Berdasarkan Modified Ashworth Scale Dengan Gangguan Fungsi Berjalan Pada Penderita Stroke Iskemik. Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang.
9
Suharso, Darto (2006),”Cerebral Palsy Diagnosa dan Tatalaksana”. Surabaya : Universitas Airlangga Surabaya Open Creative Multimedia and Presentation Division.