PENGARUH SUPERVISORS DIFFICULT GOALS TERHADAP ABUSIVE SUPERVISION DENGAN HINDRANCE STRESS, ANGER, DAN ANXIETY SEBAGAI VARIABEL MEDIASI (Studi pada Pegawai Bank Mandiri Cabang Banda Aceh)
Dr. Saiful Bahri, M.S Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Syiah Kuala Fitria Dian Islami Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Syiah Kuala
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Difficult Goals terhadap Abusive Supervision dengan Hindrance Stress, Anger dan Anxiety sebagai variabel mediasi. Sampel penelitian ini terdiri dari 111 Karyawan Bank Mandiri Cabang Banda Aceh. Peralatan pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah kuisioner. Metode penelitian ini menggunakan kuesioer sebagai instrument penelitian. Teknik sampel yang digunakan adalah probability sampling. Teknik pengambilan jumlah sampel populasinya menggunakan prosedur simple random. Metode analisis Hierarchical Linear Modeling (HLM) digunakan sebagai metode analisis untuk mengetahui pengaruh dari variabelvariabel yang terlibat. SPSS 20 digunakan untuk menganalisis data. Korelasi dan analisis regresi digunakan untuk menguj pengaruh langsung dan mediasi antar variabel. Hasil menunjukkan bahwa pada tahap pertama difficult goals berpengaruh signifikan terhadap Anger dan Anxiety. Difficult goals berpengaruh signifikan terhadap Hindrance Stress. Hindrance Stress berpengaruh Signifikan terhadap Anger dan Anxiety. Difficult Goals berpengaruh terhadap Anger dan Anxiety dimediasi oleh hindrance stress. Tahap kedua hindrance stress berpengaruh signifikan terhadap Abusive Supervision. Hindrance stress berpengaruh signifikan terhadap Anger dan Anxiety. Anger dan Anxiety berpengaruh signifikan terhadap Abusive Supervision. Hindrance stress berpengaruh terhadap Abusive Supervision di mediasi oleh Anger dan Anxiety Pada Pegawai Bank Mandiri Cabang Banda Aceh. Kata Kunci: Difficult Goals (tujuan yang menantang), Hindrance Stress, Anger (kemarahan), Anxiety (kecemasan), Abusive Supervision.
ABSTRACT
This study aims to explore the impact of Supervisor Difficult goals on Abusive Supervision while considering Hindrance Stress, Anger, and Anxiety as a mediating variable. The sample for this research is consisted of 111 employess from banks Mandiri branch of Banda Aceh. This research used a questionnaire as the research instrument method. The probability sampling technique is used in this research. The technique of taking total sample population is simple random sampling. Hierarchical analysis methods Linear Modeling (HLM) was used as a method of analysis to determine the effect to the variables involved. SPSS 20 is used for analyzing the data. Correlation and regression analysis is used to test the direct and mediating relationship between key variable. Result indicate that both the first stage Difficult Goals effect on significant Anger and Anxiety. Difficult Goals effect on significant Hindrance stress. Hindrance stress effect on significant Anger and Anxiety. Difficult goals effect on significant Anger and Anxiety mediating the Hindrance Stress. The second stage, Hindrance stress effect on significant Abusive Supervision. Hindrance Stress effect on significant Anger and Anxiety. Anger and Anxiety effect on significant Abusive Supervision. Hindrance Stress effect on Abusive Supervision mediating the Anger and Anxiety from employee Bank Mandiri branch of Banda Aceh branch. Keywords: Difficult Goals, Hindrance Stress, Anger, Anxiety, Abusive Supervision.
1. LATAR BELAKANG Sumber Daya Manusia merupakan salah satu faktor produksi yang mempunyai peran yang cukup penting dalam meningkatkan efektifitas dan pencapaian tujuan perusahaan. Karyawan sebagai sumber daya manusia bertanggung jawab dalam tujuan dari organisasi. Sebuah organisasi dapat berjalan efektif bila didukung oleh karyawannya (Tepeci, 2001). Pernyataan tersebut menerangkan bahwa sebuah organisasi dapat mengalami pertumbuhan berkelanjutan tergantung pada bagaimana kinerja karyawan. Latham & Locke (1991) menyatakan bahwa apabila tujuan prestasi mudah diperoleh menyebabkan sedikit usaha harus dikeluarkan. Apabila difficult goals bertambah, karyawan bekerja lebih keras sehingga meningkatkan usaha. Disisi lain, saat tujuan organisasi sangat menantang untuk dicapai, pekerjapun merasa tidak berhasil dari usaha mereka. Akibatnya,pekerja menjadi frustasi terhadap tujuan organisasi tersebut. Pengaruh terbalik antara tujuan menantang dan perilaku pekerja ini disebabkan oleh efek kepatuhan yang mengacu pada sebuah fenomena bahwa setiap individu memililki sifat redirect atau mengubah niat
sebagai upaya untuk menyesuaikan kinerja kerja untuk menghadapi tuntutan dan menyesuaikan target kinerja kerja mereka sesuai dengan tujuan yang ditugaskan . Menurut Fang et al., (2005) tujuan pekerjaan yang dianggap menantang oleh supervisor atau karyawan membuat jelas bahwa ada standar yang sangat menantang dimana keberhasilan mereka akan dievaluasi. Oleh karena itu, potensi kegagalan untuk mencapai standar tersebut dapat dianggap sebagai sangat mungkin. Selain itu, tujuan yang dinilai menantang dapat menciptakan persepsi ketidakseimbangan tuntutan terhadap sumber daya. Pekerjaan difficult goals cenderung membuat persepsi bahwa seseorang tidak memiliki sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan suatu kegagalan untuk mencapai tujuantujuan tersebut dianggap sangat mungkin. Oleh karena itu, tujuan perkerjaan yang dianggap sebagai difficult goals untuk mencapai kemungkinan akan dilihat oleh penerima yang dianggap sebagai penghambat terhadap pertumbuhan atau keuntungan pribadi yang dinilai sebagai sumber dari stres. Stress kerja merupakan kondisi dinamis dimana seseorang individu dihadapkan dengan kesempatan, keterbatasan atau tuntutan sesuai dengan harapan dari hasil yang ingin dicapai dalam kondisi penting dan tidak menentu (Robbins , 2001). Stress yang dianggap sebagai penghalang yang membuat seseorang karyawan sukar dalam mencapai target yang telah ditentukan oleh perusahaan disebut dengan hindrance stress. Menurut Lazarus (1991); Lazarus & Folkman (1984), emosi negatif adalah emosi yang selalu identik dengan perasaan tidak menyenangkan dan dapat mengakibatkan perasaan negatif pada orang yang mengalaminya. Biasanya emosi negatif ini berada di luar batas kewajaran, seperti kemarahan yang tidak terkendali bahkan kecemasan yang berlebihan, umumnya emosi negatif akan menimbulkan permasalahan yang dapat mengganggu orang yang mengalaminya dan biasanya orang yang mengalami emosi negatif cenderung lebih memperhatikan emosi yang bernilai negatif seperti cemas, marah, tersinggung. Kondisi tersebut membuat seseorang tidak memiliki motivasi dalam bekerja dan dampaknya pada proses bekerja dalam mengawasi karyawannya, sehingga dapat bertindak sewenangwenang terhadap rekan kerja sehingga menimbulkan masalah–masalah yang dapat menyebabkan menurunnya prestasi kerja. Afek negative ataupun emosi negatif memainkan peran pada pekerjaan (dan diluar pekerjaan) dalam artian bahwa halhal ini memberi warna pada persepsi-persepsi kita, dan persepsi-persepsi ini dapat menjadi realita yang sesungguhnya. Emosi negative sangat mempengaruhi perasaan sejahtera seseorang sehingga sangat mempengaruhi kinerja dalam mengawasi kerja karyawan. Menurut Tepper (2000) Abusive Supervision didefinisikan sebagai persepsi bawahan dari sejauh mana supervisor terlibat dalam menunjukan perilaku bermusuhan baik verbal maupun non verbal tidak termasuk kontak fisik (meluapkan kemarahan, mengejek para karyawan dan lain-lain), luapan perasaan tersebut sering ditujukan untuk karyawan, hal tersebut wajar terjadi karena sebagai tindakan untuk melampiaskan dan mengekspresikan kegundahan dan berbagai emosi negatif yang terdapat dalam dirinya.
Fenomena yang terjadi pada Bank Mandiri Cabang Banda Aceh, dimana didalam sebuah perusahaan tersebut tujuan didefinisikan sebagai kerangka kerja yang terdiri dari perilaku khusus dan tindakan yang sesuai dengan harapan manajer perusahaan. Rencana dan tujuan yang spesifik membuat kebutuhan intrinsik individu sesuai dengan tujuan dan menjadikan kebutuhan intrinsik ini mendapatkan kekuatan motif untuk mencapai keinginan atau cita-cita. Namun tidak jarang terdapat tujuan yang dianggap menantang yang menjadi masalah dalam perusahaan. Tujuan yang menantang (difficult goals) dapat meningkatkan pengaruh perilaku pemimpin atau kebanyakan atasan terhadap karyawannya. Maka dengan tuntutan yang dialami membuat seorang supervisor atau karyawan mengalami suatu tujuan yang dirasakan sebagai tujuan yang menantang untuk dapat dicapai dan mereka akan cenderung mengalami stres. Dan apabila stres sudah dianggap sebagai tekanan yang sangat berat akan menyebabkan terjadinya emosi negative seperti kemarahan dan kecemasan. Seseorang yang sedang merasa marah dan cemas cenderung akan melampiaskan emosi dan perasaannya terhadap para karyawan. Tindakan pelampiasan tersebut dilakukan secara non fisik seperti mengejek para karyawan. Hal itu semata-mata dilakukan untuk melampiaskan stres yang dialami menghambat supervisor untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan. 2. 2.1
PEMBAHASAN Abusive Supervision
Abusive merupakan perilaku yang dirancang untuk mengendalikan dan menaklukkan manusia yang lain dengan menggunakan ketakutan, penghinaaan dan lisan atau fisik. Dengan demikian, Abusive Supervision didefinisikan sebagai persepsi bawahan dari sejauh mana supervisor terlibat dalam menunjukan perilaku bermusuhan baik verbal maupun non verbal tidak termasuk kontak fisik (Tepper 2000). Ashforth (1997) menjelaskan abusive supervisor adalah seseorang yang bertingkah laku sewenang-wenang dan tanpa perasaan serta seringkali menyalahgunakan kekuasaan dan otoritas untuk menganiaya karyawan (tidak termasuk kontak fisik). 2.2
Hindrance Stress
Menurut Robbins (2001) stres dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Stres sendiri dapat dipandang dalam dua cara, yakni sebagai stres baik dan stres buruk. Stres yang baik disebut stres positif yaitu situasi atau kondisi apapun yang dapat memotivasi atau memberikan inspirasi. Sedangkan stres negatif seperti hindrance
stress adalah stres yang dapat menyebabkan marah, tegang, bingung, cemas, merasa bersalah, atau kewalahan. Hindrance stress merupakan tuntutan pekerjaan yang dipandang sebagai penghambat atau menghambat untuk menghalangi seseorang mencapai tujuan agar dapat dihargai (Cavanaugh, 2000).Hindrance stress juga sering disebut sebagai distress atau dapat dikatakan sebagai stress yang negatif. Dalam studi, survei manajer stress kerja dengan pengukuran several Caplan (1975) dalam W. Lin (2015) mengemukakan bahwa Hindrance Stress menyebabkan hasil yang tidak diinginkan seperti turnover intention (Boswell, 2004). Menurut Lepine et al (2005) Hindrance stress adalah tuntutan-tuntutan yang dipersepsikan menghambat atau mengganggu kemajuan kearah pencapaian pribadi atau prestasi tertentu. 2.3
Anger (Kemarahan)
Anger (Kemarahan) dapat menimbulkan akibat negatif bagi individu maupun pihak lain, baik dari segi fisik, psikologis, sosial maupun ekonomi. Anger (kemarahan) juga sering menjadi pemicu timbulnya agresivitas yang mengarah pada tindak criminal ( Batson, 1992 ). Kemarahan dapat muncul dari sejumlah situasi, dan masing-masing orang akan bereaksi terhadap bentuk suasana hati ini secara berbeda-beda. Kemarahan-kemarahan yang tidak terarah secara jelas dapat menimbulkan konflik dengan orang lain, kesalahpahaman, dan hilangnya rasa hormat terhadap orang lain Hafen et.al (Sawyer, 2004). 2.4
Anxiety (Kecemasan)
Anxiety (Kecemasan) dapat didefenisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang diketahui atau di kenal (Stuart and Sundeens, 1998). Menurut Kaplan, Saddock, dan Grebb (2010) Anxiety (kecemasan) adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam dan merupakan hal normal yang terjadi yang disertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru, serta dalam menemukan identitas diri dan hidup. Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Sedangkan Nevid Jeffrey S, Rathus Spencer A,& Greene Beverly (2005:163) memberikan pengertian tentang kecemasan sebagai suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang dan tidak menyenangkan, dan kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.
2.5
Difficult Goals (Tujuan yang menantang)
Latham & Locke (1991) menyatakan bahwa adanya tingkat tantangan dalam mencapai sasaran atau target yang ditetapkan akan membuat tenaga kerja bekerja lebih keras dan bersungguh-sungguh daripada tidak ada tantangan. Penentuan sebuah tujuan pada tingkat yang lebih menantang (sulit) bukan merupakan hal yang selalu baik pada karyawan, apabila memiliki goal setting yang terlalu menantang sedangkan sasaran atau target tersebut tidak sesuai dengan kemampuannya maka hal ini akan membuatnya frustasi karena kegagalan yang dialaminya. Tetapi jika seorang karyawan hanya mempunyai sasaran kerja yang relatif mudah maka akan menjadi kecenderungan untuk menunda-nunda pekerjaan tersebut. Pada dasarnya sasaran dan target kerja yang seharusnya dimiliki oleh karyawan haruslah sesuai dengan kemampuannya, jika goal setting dibentuk terlalu sulit padahal belum menjangkau kemampuan dari karyawan yang mengerjakannya akan kecewa karena selalu merasa gagal, tetapi apabila karyawan telah sanggup untuk melakukan sasaran dan target yang sulit maka goals setting dengan level yang menantang perlu diberikan agar lebih memotivasi karyawan untuk meraih yang lebih baik dan lebih tinggi agar tidak menunda-nunda pekerjaan. 2.6 Pengaruh Difficult Goals terhadap Anger (Emosi negatif) dan Anxiety (Emosi negatif) Menurut Neale dan Bazerman (1985) menyatakan bahwa ketika seorang karyawan mendapatkan tujuan pekerjaan yang menantang maka akan berefek negative yang berpengaruh pada kemampuan karyawan tersebut dalam mencapai hasil yang menguntungkan. Selanjutnya penelitian ini juga didukung oleh Latham & Locke (2006) yang menyatakan bahwa tujuan pekerjaan yang ditugaskan terlalu sulit akan berdampak pada emosi karyawan tersebut sehingga akan menurunkan prestasi kerja H1a: Difficult Goals berpengaruh terhadap Anger. H1b: Difficult Goals berpengaruh terhadap Anxiety. 2.7 Pengaruh Difficult Goals terhadap Hindrance stress Menurut teori penetapan tujuan Locke & Latham 1990 memberikan tugas kepada karyawan untuk memenuhi difficult goal melebihi tingkat kemampuan dan sumber daya mereka akan menyebabkan prestasi kerja yang lebih tinggi dan bernilai, seperti usaha para karyawan untuk melakukan yang terbaik agar tujuan tersebut menjadi mudah. Namun teori ini akan menjadi rumit ketika karyawan menerima tugas tersebut sebagai difficult goal dan tidak mungkin untuk dicapai. Erez & Zidon 1984 mengemukakan bahwa kinerja akan menurun ketika tugas
tersebut dianggap sebagai difficult goals. Akhirnya Neale dan Bazerman 1985 menyimpulkan bahwa difficult goal memiliki efek negatif terhadap kemampuan karyawan. Teori penetapan tujuan menyimpulkan bahwa difficult goals dapat meningkatkan stres (Locke dan Latham, 1990) ; Latham & Locke (2006), karyawan yang ditugaskan untuk menyelesaikan difficult goals akan mengalami tekanan dan akan merasakan perasaan takut gagal sehingga dapat menyebabkan stress H2 : Supervisors difficult goals berpengaruh terhadap hindrance stress. 2.8 Pengaruh hindrance stress terhadap Anger (Emosi Negatif) dan Anxiety (Emosi Negatif) Hindrance Stress terjadi ketika stress tersebut dianggap sebagai halangan yang membuat seseorang sukar dalam mencapai apa yang ia inginkan, jenis stress seperti ini terkait dengan emosi negatif ( Lazarus,1991; Lazarus & Folkman 1984), emosi negatif adalah emosi yang selalu identik dengan perasaan tidak menyenangkan dan dapat mengakibatkan perasaan negatif pada orang yang mengalaminya. Biasanya emosi negatif ini berada di luar batas kewajaran, seperti marah-marah yang tidak terkendali bahkan kecemasan yang berlebihan. Anger (kemarahan) didefinisikan sebagai keadaan emosional yang terdiri dari perasaan jengkel, tersakiti dan amarah (Van Der Ploeg, 1988). Sedangkan kecemasan didefinisikan sebagai respon emosional yang termasuk ketegangan dan ketakutan (Speilberger, 1972). H3a : Hindrance Stress berpengaruh terhadap Anger H3b : Hindrance Stress berpengaruh terhadap Anxiety. 2.9 Pengaruh Difficult Goals terhadap Anger dan Anxiety dimediasi Oleh Hindrance Stress. Hindrance stress merupakan bagian dari emosi negatif yang didalam nya terdapat Anger (Kemarahan) dan Anxiety (Kecemasan), umumnya emosi negatif ini akan menimbulkan permasalahan yang dapat mengganggu orang yang mengalaminya dan biasanya orang yang mengalami emosi negatif cenderung lebih memperhatikan emosi – emosi yang bernilai negatif seperti seperti sedih, cemas, marah, terseinggung, benci, jijik, prasangka, takut, curiga dan lain sebagainya Emosi tersebut akan berdampak buruk bagi yang mengalaminya dan orang lain. Seseorang yang mengalami tekanan terhadap Difficult Goals cenderung akan meningkatkan stress, dan juga seseorang yang mengalami tekanan stress yang berlebihan akan menimbulkan kemarahan dan juga kecemasan. H4a : Difficult Goals berpengaruh terhadap Anger (kemarahan) dimediasi oleh Hindrance stress
H4b : Difficult Goals berpengaruh terhadap Anxiety (kecemasan) dimediasi oleh Hindrance stress.
2.10 Pengaruh Hindrance Stress terhadap Abusive Supervision Menurut Robinson dan Bennett (1997) menjelaskan bahwa ketika mengalami stress seseorang akan termotivasi untuk terlibat dalam tindakan yang menyimpang misalnya perilaku abusive supervision Hasil penelitian menemukan bahwa ketika seseorang menilai stress sebagai penghalang yang bertentangan dengan tantangan, mungkin akan lebih sedikit untuk dapat mengontrol suatu situasi (Colquitt et al., 2008). Dengan kata lain, ketika seseorang mengalami stress yang negatif atau hindrance stress yang dapat di anggap sebagai stress penghalang, maka mereka dapat mengekspresikannya dengan kemarahan, permusuhan, atau agresi sebagai cara mengatasi stres yang mereka rasakan. H5 : Hindrance stress berpengaruh terhadap Abusive Supervision 2.10 Pengaruh Anger (kemarahan) dan Anxiety (kecemasan) terhadap Abusive Supervision Penelitian menunjukkan bahwa Anger (Kemarahan) dan Anxiety (Kecemasan) terkait dengan perilaku kasar. Seseorang akan bertindak agresif ketika mereka mengalami perasaan – perasan yang tidak menyenangkan (Neuman & Baron, 1998). Sebagai contoh seorang atasan yang marah-marah ditempat kerja cenderung membutuhkan tempat pelampiasan untuk mengungkapkan perasaan nya. Luapan perasaan tersebut sering ditujukan untuk karyawan seperti melakukan tindakan kasar non fisik (meluapkan kemarahan, mengejek para karyawan dan lain-lain). H6a : Anger berpengaruh terhadap Abusive Supervision H6b : Anxiety berpengaruh terhadap Abusive Supervision 2.11 Pengaruh Hindrance Stress terhadap Abusive Supervision di mediasi oleh Anger (kemarahan) dan Anxiety (kecemasan) Stress yang merupakan hambatan akan menyebabkan seorang supervisor merasakan marah dan cemas. Seehingga individu yang merasa cemas dan marah cenderung akan terlibat dalam perilaku kasar. Hal tersebut wajar terjadi sebagai tindakan untuk melampiaskan dan mengekspresikan kegundahan dan berbagai emosi negatif yang terdapat dalam diri seseorang. Sehingga seorang supervisor sering dianggap melakukan tindakan kasar non-fisik (Abuse) terhadap karyawannya seperti mengejek dan berbagai ekspresi lainnya untuk meluapkan amarah yang ia rasakan. Dapat disimpulkan bahwa Anger (Kemarahan) dan Anxiety (Kecemasan) dapat memotivasi seorang supervisor untuk berprilaku kasar. Dengan demikian ketika supervisor marah dan cemas yang disebabkan oleh tekanan stress maka mereka akan melakukan tindakan kasar.
H7a: Hindrance stress berpengaruh terhadap Abusive Supervision dimediasi oleh Anger H7b: Hindrance stress berpengaruh terhadap Abusive Supervision dimediasi oleh Anxiety.
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi Populasi merupakan jumlah keseluruhan elemen yang akan diteliti (Cooper & Schindler, 2006). Populasi yang akan diteliti harus didefinisikan dengan jelas sebelum penelitian dilakukan. Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai Bank Mandiri Cabang Banda Aceh yang berjumlah 123 karyawan. 3.2 Sampel Menurut Sekaran (2006), sampel adalah sebuah proses menyeleksi kumpulankumpulan elemen dari sebuah populasi dari penelitian untuk menjadi wakil dari populasi tersebut. Sampel diambil Karena tidak memungkinkan bagi peneliti untuk meneliti seluruh angota populasi. Dikarenakan semua populasi dari penelitian ini terindetifikasi maka desain sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah probability sampling yaitu besarnya peluang atau probabilitas elemen populasi untuk terpilih sebagai subjek sampel diketahui (Sekaran, 2009). Jenis probability sampling yang dipilih adalah simple random sampling karena mengambil sampel tanpa memperhatikan strata atau golongan dari populasi, dimana semua anggota populasi diasumsikan homogen. Dalam menentukan jumlah penulis menggunakan rumus Slovin (Suliyanto, 2006). Dengan menggunakan tingkat kelonggaran pengambilan sampel sebesar 3%, maka jumlah karyawan yang menjadi sampel minimal yang diambil dapat dicari dengan jumlah populas dibagi hasil perkalian jumlah populasi dengan tingkat kelonggaran ditambah 1, sehingga sampel yang didapatkan adalah sebanyak 111 responden. 3.3 Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dan informasi yang sesuai dengan objek penelitian ini, penulis melakukan kegiatan metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner (angket). Kuesioner merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (sugiyono 2006).
3 PEMBAHASAN 4.1 Validitas Variabel dependen pada penelitian ini adalah Abusive Supervision, untuk mengukur konstruk dari variabel tersebut diukur dengan 14 item pertanyaan (Tepper 2000). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel dependen (Abusive Supervision) hanya 3 item pertanyaan yang menunjukkan korelasi yang baik, sedangkan 11 pertanyaan lagi tidak menunjukkan korelasi yang baik dengan nilai faktor (faktor loading) kurang dari 0,4. Hal ini dilihat dari nilai eigen (2.414) dengan muatan faktor (factor loading) yang memiliki interval 0,88 hingga 0,91. Varians yang dapat dielaskan (variance explained) pada faktor sebesar 80,46 %. Nilai Kaiser-Meiyer-Olkin Measure Of Samplig Adequacy pada variabel dependen tersebut sebesar 0,73 dan hasil uji Barlet’s Test Of Sphericity menunjukkan signifikan yaitu (p<0,01). Variabel independen dalam penelitian ini adalah Difficult Goals, untuk mengukur konstruk dari variabel tersebut telah diukur dengan 5 item pertanyaan (Latham & Locke 1991). Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel independen (Difficult Goals) memiliki 5 item pertanyaan yang semuanya menunjukkan korelasi yang baik. Hal ini dilihat dari nilai eigen (2,697) dengan muatan faktor (factor loading) yang memiliki interval 0,64 hingga 0,84. Varians yang dapat dijelaskan (variance explaained) pada faktor sebesar 53,94%. Nilai Kaiser-Meiyer-Olkin Measure Of Sampling Adequacy pada variabel independen tersebut sebesar 0,71 dan hasil uji Barlet’s Test Of Sphericity (p<0,01). Variabel mediasi pada penelitian ini adalah Hindrance Stress, dimana untuk mengukur kontruk variabel tersebut telah dikembangkan menjadi 11 pertanyaan (Lepine et al, 2005). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel mediasi (Hindrance stress) hanya 8 item pertanyaan yang menunjukkan korelasi yang baik, sedangkan 3 item pertanyaan lagi tidak menunjukkan korelasi yang baik dengan nilai muatan faktor (factor loading) kurang dari 0,4. Hal ini dilihat dari nilai eigen (4,51) dengan muatan faktor yang memiliki interval 0,60 hingga 0,83. Varians yang dapat dijelaskan (variance explained) pada faktor sebesar 56,38%. Nilai Kaiser-Meiyer-Olkin Measure Of Samplig Adequacy pada variabel mediasi sebesar 0,81 dan hasil uji Barlet’s Test Of Sphericity menunjukkan signifikan yaitu (p<0,01). Variabel mediasi pada penelitian ini adalah Anger, untuk mengukur konstruk dari variabel tersebut diukur dengan 3 item pertanyaan (Watson , Clark dan Tellegen 1998). Hasil uji menunjukkan bahwa ketiga item pertanyaan tersebut memiliki korelasi konstruk sehingga dapat menjadi suatu pengukuran yang tepat. Hal ini dilihat dari nilai eigen (1,841) dengan muatan faktor (factor loading) yang memiliki interval 0,75 hingga 0,80. Varians yang dapat dijelaskan (variance explained) pada faktor sebesar 61,37%. Nilai Kaiser-Meiyer-Olkin Measure Of Samplig Adequacy pada variabel mediasi tersebut sebesar 0,66 dan hasil uji Barlet's Test Of Sphericity menunjukkan signifikan yaitu (p<0,01). Variabel mediasi pada penelitian ini adalah Anxiety, untuk mengukur konstruk dari variabel tersebut diukur dengan 3 item pertanyaan (Watson , Clark dan Tellegen 1998). Hal ini dilihat dari nilai eigen (2,015) dengan muatan faktor
(factor loading) yang memiliki interval 0,72 hingga 0,87. Varians yang dapat dijelaskan (variance explained) pada faktor sebesar 61,17%. Nilai Kaiser-MeiyerOlkin Measure Of Samplig Adequacy pada variabel mediasi tersebut sebesar 0,64 dan hasil uji Barlet's Test Of Sphericity menunjukkan signifikan yaitu (p<0,01). 4.2
Reliabilitas Reliabilitas mengukur apakah instrument (kuesioner) dari penelitian ini dapat dipercaya/handal atau tidak sebagai hasil penelitian yang baik maka perlu dilakukan uji reliabilitas. Ukuran reliabilitas dianggap handal berdasarkan pada Cronbach alpha 0,60 (Malholtra, 2003). Berikut hasil pengujian reliabilitas. Tabel 4.1 Uji Realibilitas No 1 2 3 4 5
Jumlah Item Abusive Supervision 3 Difficult Goals 5 Hindrance Stress 8 Anger 3 Anxiety 3 Variabel
Cronbach’s Alpha
Hitung 0,873 0,783 0,880 0,676 0,737
Standar 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60
keterangan Handal Handal Handal Handal Handal
Sumber: Data Primer diolah,2016
Dari hasil uji reliabilitas yang ditunjukkan pada tabel 4.7, diperoleh nilai Cronbach’s alpha masing-masing sebesar 0,873, 0,783, 0,880, 0,676 dan 0,737. Dengan demikian seluruh item pertanyaan yang digunakan dalam variabel penelitian ini telah dapat terpercaya karena telah memenuhi kredibilitas standar Cronbach’s Alpha dengan nilai lebih dari 0,60. 4.3
Regresi Tabel 4.2 Analisis Pengaruh Difficult Goals terhadap Hindrance Stress Model
1
(Constant)
Difficult Goals
Unstandardized Coefficients
B 2,398 0,119
Std. Error 0,383 0,119
Standardized Coefficients
t
Sig
6,257 3,288
0,000 0,001
Beta 0,300
Sumber: Data Primer (diolah), 2016
Menurut Hair, et al (2006) jika dalam penskalaan digunakan skala likert, maka untuk koefisien regresi digunakan nilai standardized coefficients, dimana nilai konstantanya tidak perlu di interpretasikan. Dari hasil output SPSS tersebut dapat dibuat garis persamaan linear adalah sebagai berikut: Z1= β1X + e
Z1= 0,300X Maka dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa koefisien regresi Difficult Goals bernilai positif (0,300) artinya semakin tinggi Difficult Goals diterapkan maka akan semakin tinggi pula hindrance stress yang dirasakan Karyawan Bank Mandiri Cabang Kota Banda Aceh. Tabel 4.3 Hasil Analisis Pengaruh Difficult Goals terhadap Anger dengan Hindrance stress sebagai Variabel Mediasi Model 1
(Constant)
Difficult Goals Constant)
2
Unstandardized Coefficients
B 3,186 0,243 2,753 0,172 0,181
Difficult goals Hindrance Stress Sumber: Data Primer (diolah),2016
Std. Error 0,204 0,063 0,224 0,063 0,048
Standardized Coefficients
t
Sig
15,646 3,824 12,273 2,732 3,754
0,000 0,000 0,000 0,007 0,000
Beta 0,344 0,243 0,335
Dari tabel 4.3 Dapat dibuat garis persamaan linier adalah sebagai berikut: Y= β1X + e Y= 0,344X Maka dari persamaan tersebut menjelaskan bahwa berdasarkan hasil nilai standardized Coeficient tidak terdapat nilai konstanta hanya terdapat nilai koefisien regresi. Dari hasil output SPSS pada tabel diatas terlihat bahwa hubungan linier antara difficult goals dengan Anger adalah positif dengan nilai koefisien 0,344. Dengan demikian jika Difficult Goals meningkat maka akan berpengaruh pada perilaku anger yang disebabkan oleh stress pada karyawan Bank Mandiri Cabang Kota Banda Aceh. Sedangkan pada tabel selanjutnya model dua dapat di buat garis persamaan linier sebagai berikut: Y = β1X + β2Z1 + e Y = 0,243X+0,335Z1 Maka dari persamaan tersebut dapat menjelaskan bahwa koefisien regresi Hindrance stress bernilai positif (0,335) artinya semakin tinggi Hindrance Stress yang dirasakan karyawan maka karyawan semakin mudah memiliki emosi negative yaitu Anger.
Tabel 4.4 Hasil Analisis Pengaruh Anger terhadap Abusive Supervision Model 1
(Constant)
Anger Data diolah oleh penulis, 2016
Unstandardized Coefficients
B 0,580 0,728
Std. Error 0,732 0,184
Standardized Coefficients
t
Sig
0,793 3,954
0,429 0,000
Beta 0,354
Dari hasil output SPSS tersebut dapat dibuat garis persamaan linear adalah sebagai berikut: Y = β5Z2 + e Y = 0,354Z2 Maka dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa koefisien regresi Anger bernilai positif (0,354) artinya semakin tinggi Anger yang dirasakan maka akan meningkatkan Abusive Supervision yang dirasakan Karyawan Bank Mandiri Kota Banda Aceh. Tabel 4.5 Hasil Analisis Pengaruh Hindrance Stress terhadap Abusive Supervision dengan Anger sebagai Variabel Mediasi Model 1
(Constant)
Hindrance Stress Constant)
2
Hindrance Stress anger
Unstandardized Coefficients
B 2,204 0,345 0,437 0,221 0,561
Std. Error
Standardized Coefficients
Sig
5,853 3,414 0,602 2,064 3,825
0,000 0,001 0,548 0,041 0,006
Beta
0,377
0,101 0,725 0,107 0,199
t
0,311 0,200 0,273
Data diolah oleh penulis, 2016
Dari tabel 4.5 Dapat dibuat garis persamaan linier adalah sebagai berikut: Y = β6 X + e Y= 0,311X Maka dari persamaan tersebut menjelaskan bahwa berdasarkan hasil nilai standardized Coeficient tidak terdapat nilai konstanta hanya terdapat nilai koefisien regresi. Dari hasil output SPSS pada tabel diatas terlihat bahwa hubungan linier antara hindrance stress dengan Abusive Supervision adalah positif dengan nilai koefisien 0,311. Dengan demikian jika Hindrance stress meningkat maka akan berpengaruh pada perilaku Abusive Supervision pada karyawan Bank Mandiri Cabang Banda Aceh. Sedangkan pada tabel selanjutnya model dua dapat di buat garis persamaan linier sebagai berikut: Y = β6X + β7Z2 + e Y = 0,200X+0,273Z2
Maka dari persamaan tersebut dapat menjelaskan bahwa koefisien regresi Anger bernilai positif (0,273) artinya semakin tinggi Anger yang dirasakan karyawan maka akan semakin meningkatkan Abusive Supervision 5 5.1
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Difficult Goals merupakan predictor Hindrance stress pada Karyawan Bank Mandiri Cabang Kota Banda Aceh artinya karyawan yang memiliki difficult goals yang diindikasikan dengan adanya tugas yang di bebankan terhadap karyawan terlalu sulit untuk dicapai 2. Hindrance stress merupakan predictor dari Anger dan Anxiety (Emosi Negatif) pada karyawan Bank Mandiri Cabang Kota Banda Aceh artinya karyawan bank Mandiri mengalami Hindrance Stress yang diindikasikan dengan adanya ketidakpastiaan karyawan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, 3. Hindrance stress memediasi pengaruh Difficult Goals Terhadap Anger dan Anxiety pada Karyawan Bank Mandiri Cabang Kota Banda Aceh, 4. Hasil pengujian menunjukkan bahwa Anger dan Anxiety (Emosi Negatif) memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap Abusive supervision pada Bank Mandiri dengan koefisien regresi Anger sebesar 0,345 dan Anxiety sebesar 0,316. 5. Anger dan Anxiety memediasi pengaruh Hindrance stress terhadap Abusive supervision pada karyawan Bank Mandiri Cabang Banda Aceh
5.2
Saran 1. Untuk karyawan Bank Mandiri Cabang Banda Aceh sebaiknya menjadi bahan evaluasi dalam mengelola stress dan menjadi perhatian yang mendalam untuk dapat menyelesaikan tuntutan kerja yang dianggap menantang atau berat terhadap mereka. Atasan juga sebaiknya memberikan motivasi terhadap karyawannya dengan cara-cara yang bermanfaat misalnya untuk mengelola Stres yang sedang dialami ,sehingga mereka mampu mengendalikan diri dari perilaku yang membahayakan orang lain. 2. Untuk Bank Mandiri Cabang Banda Aceh sebaiknya memiliki karyawan yang selalu mampu untuk melakukan penyesuaian agar Bank Mandiri dapat bertahan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini berarti Bank Mandiri harus dapat mengendalikan Abusive Supervision yang terjadi di lingkungan kerja karyawan.
DAFTAR PUSTAKA
Ashforth, B. (1997). Petty tyranny in organizations: A preliminary examination of antecedents and consequences. Canadian Journal of Administrative Sciences, 14, 126–140. Arikunto, S., 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Baron, R.M. and Kenny, D.A. (1986). The moderator-mediator variable distinction in social psychological research: Conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology. 51(6): 1173-1182 Boswell, W. R., Olson-Buchanan, J. B., & LePine, M. A. (2004). Relations between stress and work outcomes: The role of felt challenge, job control, and psychological strain.Journal of Vocational Behavior,64, 165–181. Blanchard,A. L., C. A. (2008). Correlates of different forms of cyberloafing: The role of norms and external locus of control. Computers in Human Behavior, 24, 1067-1084 Caplan, R. D., Cobb, S., French, J. R. P., Harrison, R. V., & Pinneau, S. R. (1975).Job demands and worker health: Main effectsand occupational differences. Washington, DC: US Government Printing Of fice Cavanaugh, M. A., Boswell, W. R., Roehling, M. V., & Boudreau, J. W. (2000). An empirical examination of self-reported work stress among U.S. managers. Journal of Applied Psychology, 85, 65–74 Dubrin, A. J. (2005). Fundamentals of organizational behavior (3rd ed.). Mason, OH:Thomson South-Western. Daniels, K., Hartley, R., & Travers, C. J. (2006). Beliefs about stressors. Human Relations, 59, 1261–1285. Daniels, K., Wimalasiri, V., Beesley, N., & Cheyne, A. (2012). Affective wellbeing and within-day beliefs about job demands’ influence on work performance: An experience sampling study. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 85, 666–674. Drach-Zahavy, A., & Erez, M. (2002). Challenge versus threat effects on the goal–performance relationship. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 88, 667–682. Erez, M., & Zidon, I. (1984). Effect of goal acceptance on the relationship of goal difficulty and performance. Journal of Applied Psychology, 69, 69–78.
Fang, E., Evans, K. R., & Zou, S. (2005). The moderating effect of goal-setting characteristics on the sales control systems–job performance relationship. Journal of Business Research 58, 1214-1222. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: BP Universitas Diponegoro Hair, dkk. (2006). Multivariate Data Analysis. Sixth Edition. New Jersey : Pearson Education Hmieleski, K. M., & Ensley, M.D. (2007). The Effects of Entrepreneur Abusive Supervision. Paper presented at the Academy of Management (AoM) Conference in Philadelphia, PA. Kreitner, Robert and Angelo Kinicki, 2001. Organizational Behavior . Fifth Edition. Irwin McGraw-Hill. Latham, G.P. & Locke, E.A. (1991). Self-regulation through goal-setting. Organizational Behaviourand Human Decision Processes, 50(2), 212– 247. Lazarus, R. S. (1991). Psychological stress in the workplace. In P. L. Perrewe (Ed.), Journal of Social Behavior and Personality:Handbook on job stress (special issue) (Vol. 6, pp. 1–13). San Rafael, CA: Select Press. Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal, and coping. New York: Springer. Luthans. (2002). Performance and Motivation. New York: Prentice Hall. LePine, J. A., LePine, M. A., & Jackson, C. (2004). Challenge and hindrance stress: Relationships with exhaustion, motivation to learn, and learning performance.Journal of Applied Psychology, 89, 883–891. LePine, J. A., Podsakoff, N. P., & LePine, M. A. (2005). A meta-analytic test of the challenge stressor–hindrance stressor framework: An explanation for inconsistent relationships among stressors and performance.Academy of Management Journal,48, 764–775. Miller, Dale T. 2001. Disrespect and the Experience of Injustice. Annual Review Psychology. 52, pp. 528-545. Malhotra, N. K. 1996. Marketing Research: An Applied Orientation. 2nd Edition New Jersey: Prentice Hall Inc. Malhotra, N. K. 2003. Marketing Research: An Applied Orientation. 3nd Edition New Jersey: Pearson Education Inc. Neale, M. A., & Bazerman, M. H. (1985). The effect of externally set goals on reaching integrative agreements in competitive markets. Journal of Occupational Behaviour, 6, 19–32.
Northouse, P.G. 2003. Leadership: Theory and Practice, Third Edition. New Delhi:Response Book. Neuman, J. H., & Baron, R. A. (1998). Workplace violence and workplace aggression: Evidence concerning specific forms, potential causes, and preferred targets. Journal of Management, 24, 391–419. Podsakoff, N. P., LePine, J. A., & LePine, M. A. (2007). Differential challenge stressor–hindrance stressor relationships with job attitudes, turnover intentions, turnover, and withdrawal behavior: A meta-analysis. Journal of Applied Psychology, 92, 438–454. Rodell, J. B., & Judge, T. A. (2009). Can “good” stressors spark “bad” behaviors? The mediating role of emotions in links of challenge and hindrance stressors with citizenship and counterproductive behaviors. Journal of Applied Psychology, 94. 1438–1451. Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi Edisi ke12,Jakarta: Salemba Empat. Robinson, S. L., & Bennett, R. J. (1997). Workplace deviance: Its definition, its manifestations, and its causes. In R. J. Lewicki, Robbins, S.P. (2001). Organizational behavior. New Jersey: Prentice-Hall. Sekaran, 2006, Metodologi Penelitian untuk Bisnis, Edisi 4, Buku 1. Jakarta: Salemba Empat. Sugiyono, (2006). Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif , Kualitatif Dan R&D). Bandung : Alfabeta Sugiono. 2009. Metode Kuantitatif dan Kualitatif. CV. Alfabeta: Bandung Sugiyono, (2013). Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif , Kualitatif Dan R&D). Bandung : Alfabeta Speilberger, C. D. (1972). Anxiety as an emotional state. In C. D. Speilberger (Ed.), Anxiety: Current trends in theory and research (Vol. 1, pp. 24–49). New York, NY: Academic Press. Tepeci, Mustapha, 2001. The Effect of Personal Values, Organizational Culture, Person Organization Fit on Individual Outcome in Restaurant Industry. A Thesis in Man Environment Relation. The Pennsylvania State University. The Graduate School of Hotel, Restaurant and Recreation Management. Tepper, B. J. (2000). Consequences of abusive supervision. Academy of Management Journal, 43, 178. Tepper, B. J., Duffy, M. K., Henle, C. A., & Lambert, L. S. (2006). Procedural injustice, victim precipitation, and abusive supervision. Personnel Psychology, 59, 101–123. Van Der Ploeg, H. M. (1988). The factor structure of the state–trait anger scale. Psychological Reports, 63, 978–978.
Watkins, Peter. (1992). A Critical Review of Leadership Concpets and Research: The Implication for Educational Administration. Geelong: Deakin University Press. W Lin, J Ma, L Wang, M Wang. A double-edge sword: The moderating role of conscientiousness in the relationships between work stressors, psychological strain, and job performance.Journal of organizational behavior 2015.