PENGARUH SUBTITUSI TEPUNG KEDELAI DENGAN TEPUNG KULIT ARI KEDELAI TERFERMENTASI TERHADAP KUALITAS KIMIA PELET LELE (SUBSTITUTIONEFFECT OF SOYBEAN FLOUR WITH FERMENTED SOYBEAN HUSK FLOUR TO CHEMICAL QUALITY CATFISH PELLETS) Eko Sunardiyanto1*, Sri Kumalaningsih2, Arie Febrianto Mulyadi2 1)Alumnijurusan TIP 2) staff pengajar jurusan TIP JurusanTeknologiIndustriPertanian - FakultasTeknologiPertanian – UniversitasBrawijaya Jl. Veteran – Malang 65145 *email :
[email protected]
ABSTRAK Kulit ari kedelai merupakan bahan inkonvesional yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pellet lele. Selama ini belum diketahui dengan jelas formulasi pakan lele dengan penambahan kulit ari kedelai terfermentasi oleh sebab itu perlu adanya penelitian pada faktor formulasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan kombinasi perlakuan antara tepung kedelai dengan tepung kulit ari kedelai terfermentasi yang tepat untuk menghasilkan pelet lele terbaik ditinjau dari protein kasar, serat kasar dan kadar air pelet lele. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktor formulasi. Penyusunan formulasi dengan menggunakan segi empat Pearson didapakan bahan tepung ikan sebanyak 0.56 kg, tepung jagung sebesar 0.11 kg, dedak halus sebesar 0.11 kg, dan tepung kedelai sebesar 0.22 kg. Dari tepung kedelai sebesar 0.22 kg disubtitusi dengan tepung kulit ari kedelai terfermentasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%. Pengolahan dataparameter dengan menggunakan analisis ragam (ANNOVA) 95% dilanjutkan uji DMRT α=5%. Hasil rerata analisis ragam kadar protein kasar dan serat kasar (P<0.05) menunjukkan bahwa antar perlakuan memberikan pengaruh yang nyata sedangkan kadar air memberikan pengaruh yang tidak nyata. Pemilihan perlakuan terbaik dengan menggunakan metode MultipleAtribute yang meliputi analisis protein kasar, serat kasar, dan kadar air. Hasil penelitian didapatkan proporsi tepung kedelai dengan tepung kulit ari kedelai terfermentasi terbaik ditinjau dari protein kasar, serat kasar dan kadar air pellet lele yaitu dengan ransum 80% tepung kedelai dan 20% tepung kedelai terfermentasi dengan kadar protein kasar 30.88%, serat kasar 10.35%, dan kadar air 10.93%. Kata Kunci: Formulasi, Kadar Air, Protein Kasar, Serat Kasar
ABSTRACT Soybean husk is unconventional feed ingredient that used to be as catfish pellets. So far, it is not yet clearthe formulation of the catfish feed with the addition of fermented soybean husk, hence need for further research on the formulation factors. The purpose of this research was to obtain the combination treatment of soy flour with soybean husk proper fermented to produce the best catfish pellets are reviewed from a crude protein, crudefiber, and moisture content of the pellets catfish. This research using Randomized Block Design (RAK) with factor of formulations. Preparation of the formulations by using Pearson’s Square Method obtained fish feed ingredient of 0.56 kg, 0.11 kg of cornflour,0.11 kg offine bran, and 0.22 kg of soybean flour.Out of 0.22 kg of soybean flour substituted with fermented soybean husk flour of 20%, 40%, 60%, 80%, and 100%. Data processing parameters usinganalysis of variance (ANNOVA) 95% followed by DMRT test α=5%. The results mean the analysis of crudeprotein and crude fibers (P<0.05) indicate that between a real influence treatment whereas the moisture content influence which is not real.Selection of the best treatment by using Multiple Attribute method which includes crude protein analysis, crude fiber, and moisture content.The research results showed the best proportion of soybean flour with fermented soybean husk flour review from crude protein, crude fiber, and moisture content of the catfish pellets with rations 80% of the soybean flour and 20% of fermented soybean flour with crude protein of 30.88%, crude fiber of 10.35%, and moisture content of 10.93%. Keywords: Crude Fiber, Crude Protein, Formulation, moisture Content
1
PENDAHULUAN
sebagai bahan tambahan pembuatan pakan. Produsen tempe di kelurahan Sanan, Kabupaten Malang berjumlah 272 UKM dengan rata-rata kapasitas produksi 458,5 kg/bulan (Rahayu, 2011). Untuk dapat digunakan sebagai pakan ikan, kulit ari kedelai harus difermentasi, dengan proses fermentasi dapat memecah komponen yang kompleks menjadi zat-zat yang sederhana, sehingga pakan mudah dicerna dan meningkatkan protein. Proses fermentasi dapat dilakukan dengan cara pemberian mikroorganisme Aspergillus oryzae, Effective Microorganism 4 (EM4), dan Aspergillus Niger (Elizabeth, 2005). Fermentasi dengan menggunakan EM4 lebih sederhana dan dapat dilakukan tanpa keahlian khusus. Selain itu EM4 banyak dipasarkan dengan harga relatif murah (Suhartati, 2008). Fermentasi kulit ari kedelai menggunakan EM4 dapat meningkatkan kadar protein dari 9,23% menjadi 18,75% (Adhiansyah, 2013). Pelet lele yang baik adalah pelet lele dengan kadar air 12%, kadar abu 13%, kadar protein 25%, kadar lemak 5% dan kadar serat kasar 8% (BSN, 2006). Untuk memenuhi karakteristik pelet yang baik, terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan yaitu formulasi, lama penggilingan, ukuran pelet, lama pengeringan, dan pengemasan (Khairuman, 2005). Formulasi merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam pembuatan pelet karena formulasi merupakan langkah awal penentuan berapa jumlah bahan yang digunakan untuk menghasilkan protein yang dikehendaki. Dengan subtitusi jumlah pada formulasi dapat berpotensi merubah kandungan nutrisi pelet dan mengurangi biaya untuk pakan. Selama ini belum diketahui dengan jelas formulasi pakan lele dengan penambahan kulit ari kedelai terfermentasi oleh sebab itu perlu adanya penelitian pada faktor formulasi. Penelitian dengan memperhatikan faktor formulasi diharapkan dapat mengetahui berapa persen (%) subtitusi tepung kulit ari kedelai terfermentasi terbaik ditinjau protein kasar, serat kasar dan kadar air pelet lele. Tujuan Penelitian untuk mendapatkan kombinasi perlakuan antara tepung kedelai dengan tepung kulit ari kedelait erfermentasi yang tepat untuk menghasilkan pellet lele terbaik ditinjau dari protein kasar, serat kasar dan kadar air pellet lele.
Latar Belakang Lele (Clarias sp) merupakan jenis ikan air tawar yang sering dibudidayakan selain ikan gurami dan nila. Saat ini usaha budidaya lele terus dikembangkan dengan kenaikan produksi ratarata sebesar 50.358 ton/tahun atau 33,33% pada tahun 2007-2010. Produksi lele nasional dari tahun 2010 hingga tahun 2014 ditargetkan mengalami peningkatan sebesar 35%/tahun yakni menjadi 900.000 ton pada tahun 2014 (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010). Dalam budidaya lele terdapat empat periode pemeliharan yaitu periode pembibitan, pendederan, pembesaran dan finisher. Umur lele yang sudah mencapai lebih dari 3 bulan masuk dalam periode finisher, pada periode ini pakan yang dibutuhkan lebih banyak dibandingkan dengan periode lain. Pada periode finisher protein pakan yang dibutuhkan sebesar 25% (Khairuman, 2005). Budidaya lele dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya benih lele, pakan, metode, dan luas lahan budidaya. Pakan merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan kualitas hasil budidaya karena mempunyai kontribusi sebesar 70-80% terhadap keseluruhan biaya produksi (Emma, 2006). Salah satu pakan yang digunakan dalam budidaya lele yaitu pakan buatan (pelet). Bahan pakan yang biasa digunakan dalam penyusunan pelet adalah tepung kedelai, tepung jagung, tepung ikan, tepung tulang dan tepung darah. Bahan-bahan tersebut mempunyai harga yang relatif mahal karena masih impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Harga bahan pakan yang relatif mahal dapat meningkatkan biaya pakan. Sebagai contoh adalah tepung kedelai. Harga kedelai ekspor mencapai Rp 8500/kg, (Disperidag, 2013). Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pada tahun 2012, pemerintah melakukan impor sebesar 2.087.986 ton (BPS, 2011). Hal ini menyebabkan harga kedelai semakin tinggi. Oleh karena itu perlu dicari bahan pakan inkonvensional yang mengandung nutrisi yang cukup dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia dan industri. Salah satu bahan yang berpotensi untuk campuran pakan ikan adalah kulit ari kedelai, ampas tahu, dan tepung azolla (Nelwida, 2011). Kulit ari kedelai mempunyai potensi pemanfaatan yang lebih tinggi karena belum termanfaatkan secara optimal bila dibandingkan dengan ampas tahu dan relatif mudah didapatkan daripada tepung azola. Kulit ari kedelai merupakan limbah yang berpotensi untuk bahan campuran ransum ternak unggas dan pakan ikan (Yefri, 2006). Kulit ari kedelai yang mudah didapatkan belum termanfaatkan dengan baik sehingga berpotensi
BAHAN DAN METODE Alat dan bahan Alat Alat yang digunakan dalam pembuatan pelet yaitu timbangan digital untuk menimbang bahan, wadah tertutup untuk tempat fermentasi, autoklaf untuk sterilisasi bahan, inkubator untuk inkubasi 2
bahan, oven untuk pengeringan, penggiling daging untuk mencetak pelet dan mencampur bahan baku, bak untuk pencampuran bahan, penyemprot digunakan untuk menyemprotkan larutan premix ke pelet. Alat untuk menguji kandungan pelet yaitu labu kjeldahl, lemari asam, erlenmeyer, labu lemak, desikator, sokhlet, kertas saring, dan destilator kjeldahlmerekCham Fast.
Tabel 1. Formulasi Perlakuan Nama bahan Tepung kedelai Tepung kulit ari kedelai Tepung ikan
Bahan Bahan yang digunakan dalam pembuatan pelet adalah kulit ari kedelai dari Sanan Malang sebagai bahan pembuat tepung kulit ari kedelai. Tepung kedelai, dedak halus, tepung jagung dan tepung ikan dari Splindit Malang. Effective Microorganism 4 (EM4) yang digunakan sebagai inokulum dalam pembuatan pakan terfermentasi serta bahan tambahan yaitu susu skim hewan, tepung tapioka dan promix didapat dari Makmur Sejati Malang. Bahan yang digunakan dalam pengujian pelet adalah asam sulfat pekat padat dan katalis (campuran K2SO4 dan CuSO4), aquades, NaOH, HCl, H2SO4, dan alkohol.
Ransum R3 R4
R1
R2
R5
0.18
0.13
0.09
0.04
0
0.04
0.09
0.13
0.18
0.22
0.56
0.56
0.56
0.56
0.56
Tepung jagung
0.11
0.11
0.11
0.11
0.11
Dedak halus
0.11
0.11
0.11
0.11
0.11
Tapioka
0.1 1,10
0.1 1,10
0.1 1,10
0.1 1,10
0.1 1,10
Premix Total
Sumber: Data Primer 2013 Proses PembuatanPelet Tahapanawaldalampenelitianiniadalahmembuat starter fermentasikulitarikedelaidengan EM4 1% selama 48 jam. Pembuatan starter bertahapbertujuanunutkmemperlambatfase log (kematian) mikroorganisme. Dilanjutkandenganproses pembuatan starter 100 gram. Tahapanterakhiryaitupembuatanpeletleledengans ubtitusitepungkedelaidengantepungkulitarikedelai terfermentasisesuaidenganperlakuan. prosespembuatanpeletyaitu: 1. Penepungan Semua bahan digiling atau dihancurkan kecuali promix. 2. Penimbangan Semuabahanbaku yang telahsiap ditimbang sesuaidengan komposisibahanbaku. 3. Pencampuran Semuabahandicampurdanditambahtepung tapioca 100 gr. 4. Pencetakan Bahan yang telahdicampur d imasukkan kedalamalat pencetak untuk dicetakmenjadipeletdengan diameter 4 mm danpanjangpelet ±5 mm. 5. Pengeringan 1 Pengeringanpertamadengandianginanginkanselama 15 menit. 6. Pelapisan Pelapisandenganmenyemprotlarutanpromix. 8. Pengeringan 2 Pengeringan dilakukan dengan oven untukmenurunkankadar air <12% basis basahsuhu 75oC selama 4 jam.
RancanganPercobaan Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 kali ulangan dengan faktor yang digunakan adalah formulasi. Bahan yang digunakan untuk penyusun formulasi pelet awal yaitu dedak halus, tepung ikan, tepung jagung, dan tepung kedelai. Penyusunan formulasi pakan lele dengan menggunakan metode segi empat pearson. Dari perhitungan penyusunan formulasi pelet dengan kadar protein 36%/kg dibutuhkan tepung ikan sebanyak 0,56 kg, tepung jagung sebesar 0,11 kg, dedak halus sebesar 0,11 kg, dan tepung kedelai sebesar 0,22 kg. Standart mutu yang digunakan sebagai parameter pakan lele buatan adalah SNI 01-4087-2006 yaitu dengan kadar protein 25%, kadar air 12%, dan serat kasar 8%. Dari tepung kedelai sebasar 0,22 kg disubtitusi dengan tepung kulit ari kedelai terfermantasi sesuai dengan formulasi berikut: Faktor: Formulasi pelet lele R1: Ransum dengan 20% tepung kulit ari kedelai + 80% tepung kedelai R2: Ransum dengan 40% tepung kulit ari kedelai + 60% tepung kedelai R3: Ransum dengan 60% tepung kulit ari kedelai + 40% tepung kedelai R4: Ransum dengan 80% tepung kulit ari kedelai + 20% tepung kedelai R5: Ransum dengan 100% tepung kulit ari kedelai + 0% tepung kedelai
ProsedurUji ProsedurAnalisa Kadar Protein Kasar Pengukuran kadar protein kasardengan metodeKjeldahl (Hernawati, 2006). 1. Sampel yang dihaluskanditimbang 200 – 500 mg laludimasukkankedalamlabuKjeldahl. 2. Ditambahkan 10 ml asamsulfatpekatpadatdan 5 gr katalis (campuran K2SO4dan CuSO4 = 8:1)
Berdasarkan faktor diatas, maka diperoleh 5 formulasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1: 2
laludilakukandestruksi (dalamlemariasam) hinggacairanberwarnahijaujernih. 3. Setelah dingin, larutant ersebut diencerkan dengan aquadest 100 ml dan dimasukkankedalamalatdistilasiKjeldahllaludita mbahkan 10 ml NaOH 30% yang telahdilakukanolehasamoksalat. 4. Distilasi dijalankan selama kira-kira 20 menitdandistilatnyaditampungdalamdalamerlen meyer yang berisi 25 ml larutanHCl 0,1 N yang telahdibakukanolehboraks (ujung kondensor harustercelupdalamlarutanHCl). 5. LalukelebihanHCldititrasidenganlarutanNaOH 0,1 N dengan indicator campuran bromkresol hijaudan metilmerah. Perhitungan kadar protein total dilakukan dengan perhitungan : %N=
dalambotoltimbang yang telahdiketahuiberatnya. Keringkandalam oven sampaimencapaiberat yang konstan. Pengeringandalam oven dapatdilakukandenganbeberapacarayaitu (1) padasuhu 135oC dibutuhkanwaktu 2 jam, hasil yang diperolehberupabahankeringudara (2) padasuhu 100oC untukperiode yang panjangdibutuhkanwaktu 8-24 jam (3) padasuhukurangdari 100oC dalam oven vakumselama 3-5 jam atau 20-25 di atastitikdidih air padatekanantekananudara +25 mm. Sampelditimbangsetelahkering. Perhitunganpersentase air ataukelembabanadaduacarayaitu (Hernawati, 2006): Cara I : Hilangnyaberatselamapengeringan x 100 = % air Beratsampelsebelumdikeringkan Cara II : Beratsampelsetelahpengeringan x 100 = % bahankering (BK) Beratsampelsebelumpengeringan 100 - % BK = % air
x 100%
Keterangan : S = Volume titransampel (ml) B = Volume titran blanko (ml) W = bobot sampel kering (mg) ProsedurAnalisaKandunganSeratKasar Pengukuranseratkasardenganmetodepelarutansam peldalamasamdanbasakuat serta pemanasan. ProsedurdimulaidenganLabulemakdikeringkandal am oven, didiamkandalamdesikatordanditimbang. Sampel yang telahdikeringkanditimbangsebanyak 2.5-5.0 gram dandibungkusdengankertassaring, kemudian dilakukan esktraksi dengan dietileter selama 6 jam pada sokhlet. Sampeldipindahkankedalamerlenmeyer 600 ml, ditambahkan 200 ml larutan H2SO4mendididihdandididihkanselama 30 menit. Suspensikemudiandisaringdengankertassaring. Residutertinggaldalamerlenmeyerdankertassaring dicucidengan air mendidih. Kemudianresidudicucikembalidengan 200 ml larutanNaOHdenganperlakuansamadenganpenam bahan H2SO4. Residudisaringkembalidengankertassaring yang telahdiketahuiberatnyasampildicucidenganlarutan K2SO4 10% , air mendidih, dankemudiandenganalkohol 95%. Kertassaringkemudiandikeringkandalam oven 110oC. Setelahdidinginkandalamdesikator (1-2 jam), kemudianditimbang. Beratresidu yang diperolehmerupakanberatseratkasar (Hernawati, 2006). x 100% = % serat kasar
MetodePemilihanAlternatifTerbaikdengan Multiple Attribute Penelitianalternatifterbaikdenganmenggunakanme tode Multiple Attribute (Zeleny, 1982) adalahsebagaiberikut : Menentukannilia ideal padamasing-masing parameter. Nilai ideal adalahnilai yang diharapkan. Asumsinilai ideal untukmasingmasing parameter adalah : Protein : tinggi SeratKasar : rendah Kadar Air : rendah Bila nilai ideal (dk) min, maka : Bilanilai ideal (dk) maks, maka :
MenghitungJarakKerapatandenganasumsisemua parameter penting, jarakkerapatandihitungberdasarkanjumlahatribut = 1 / jumlahatribut
Perlakuan terbaik dipilih dari alternatif yang mempunyai nilai L1, L2 dan L∞ terkecil.
HASIL DAN PEMBAHASAN
ProsedurAnalisa Kadar Air Pengukuranseratkasardenganmetodepemanasan oven denganprinsiphidrolisis. Prosedurdimulaidenganditimbangsejumlahsampel yang telahdihaluskan (minimal 10g)
AnalisaBahan Baku Bahanbaku yang digunakandalampembuatan pelet pakan leleadalahtepung kulit ari kedelai, tepung kedelai, tepung ikan, tepung jagung, dan 3
dedak. Hasil analisa kandungan bahan pada penelitian ini dapatdilihatpadaTabel2.
dengan ransum 80% tepung kedelai dan 20% tepung kulit ari kedelai terfermentasi.
Tabel2.Data HasilAnalisa KandunganBahan Bahan Protein Kasar (%) Dedak 10.8 Tepung Jagung 8.22 Tepung Kedelai 30.7 Tepung Kulit Ari Kedelai 20.6 Tepung Ikan 39.5 Sumber: Data Primer 2013
Kadar Serat Kasar Hasil rerata analisis kadar serat kasar pelet lele dapat dilihat pada Tabel 4. Pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa rerata kadar serat kasar pelet yang tertinggi pada ransum 0% tepung kedelai dan 100% tepung kulit ari kedelai terfermentasi (R5) yaitu sebesar 22.30%. Hasil rerata analisis ragam kadar serat kasar (P<0.05)menunjukkan bahwa antar pelakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai dari parameter kadar serat kasar yang dihasilkan. Perhitungan analisis ragam kadar serat kasar (P<0.05) dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa formulasi yang berbeda memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadungan serat kasar yang dihasilkan. Menurut Puspowardoyo (2011), kadar serat kasar yang diperlukan oleh ikan 8-20%. Kadar serat kasar yang tinggi berengaruh terhadap struktur pakan ikan dalam bentuk pelet dan dapat mempercepat penurunan kualitas air (Ghufran, 2010). Dari 5 perlakuan, diperoleh R1, R2, dan R3 masih dalam rentang serat kasar yang diperlukan oleh ikan yaitu dengan kadar serat kasar berturutturut 10.32%, 13.38% dan 16.15% sedangkan R4 dan R5 kadar serat kasar melebihi kebutuhan serat kasar ikan.semakin tinggi jumlah tepung kulit ari kedelai dalam formulasi semakin tinggi kadar serat kasar pelet sedangkan semakin sedikit jumlah tepung kulit ari kedelai dalam formulasi semakin rendah kadar serat kasar yang dihasilkan. Kenaikan rerata kadar serat kasar dari R1 hingga R5 disebabkan kenaikan jumlah tepung kulit ari kedelai terfermentasi dalam masing-masing ransum. Tabel 4. RerataKadarSerat Kasar Pelet Lele
Kadar Protein Kasar Hasil rerata analisa kadar protein kasar pelet lele dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa rerata kadar protein kasar pelet yang tertinggi pada ransum 80%tepung kedelai dan 20% tepung kulit ari kedelai terfermentasi (R1) yaitu sebesar 30.88% Tabel 3.RerataKadar Protein Kasar Pelet Lele Perlakuan Serat Tepung Tepung Kulit Ari Kedelai Kasar (%) Kedelai (%) Terfermentasi (%)
Notasi *)
80 20 10.35 a 60 40 13.38 b 40 60 16.15 c 20 80 20.38 d 0 100 22.30 e Sumber: Data Primer 2013 Ket *): Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata pada P<0.05 Untuk rerata kadar protein kasar pelet yang rendah pada ransum 100% tepung kulit ari kedelai terfermentasi (R5) yaitu sebesar 26.02%. Hasil rerata analisis ragam kadar protein kasar (P<0,05), menunjukkan bahwa antar pelakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai dari parameter kadar protein kasar yang dihasilkan. Pada perlakuan R2 (rasum 60% tepung kedelai dan 40% tepung kulit ari kedelai terfermentasi) dan R3 (ransum 40% tepung kedelai dan 60% tepung kulit ari kedelai terfermentasi), kedua perlakuan tersebut menghasilkan protein kasar dengan jarak nilai protein kasar sebesar 0.77% sehingga pada kedua perlakuan tersebut dianggap berpengaruh tidak nyata dalam memberikan nilai protein kasar. semakin tinggi tepung kulit ari kedelai dalam formulasi semakin rendah kadar protein kasar pelet sedangkan semakin sedikit jumlah tepung kulit ari kedelai dalam formulasi semakin tinggi kadar protein kasar yang dihasilkan. Penurunan protein ini disebabkan karena kadar protein kasar tepung kulit ari kedelai terfermentasi (20.6%) lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein tepung kedelai (30.7%). Rerata kadar protein kasar R1 tinggi, hal ini dikarenakan formulasi pelet
Perlakuan Tepung Tepung Kulit Ari Kedelai Kedelai (%) Terfermentasi (%)
Protein Notasi *) Kasar (%)
80 20 30.88 a 60 40 29.47 b 40 60 28.70 b 20 80 26.90 c 0 100 26.02 d Sumber: Data Primer 2013 Ket*) : Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata pada P<0.05 Kadar Air Hasil rerata analisa kadar air pelet lele dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil rerata analisis ragam kadar air (P<0.05), menujukkan bahwa tidak ada interaksi antar perlakuan dikarenakan Fhitung perlakuan kurang dari Ftabel (0.53<3.26). Perhitungan rerata analisis keragaman kadar air 4
dapat dilihat pada Lampiran 8. Pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa kadar air pelet lele tertinggi pada R4 yaitu dengan ransum 80% tepung kult ari kedelai terfermentasi dan 20% tepung kedelai dengan rerata kadar air sebesar 11.03% sedangkan rerata kadar air terendah pada R1 dengan kadar air 10.93%. Tabel 5.RerataKadar AirPelet Lele Perlakuan Tepung Kedelai (%)
Tepung Kulit Ari Kedelai Terfermentasi (%)
80 60 40 20 0 Sumber: Data Primer 2013
20 40 60 80 100
dapat mempengaruhi berat lele sedangkan jika protein kasar melebihi 36% biaya pakan yang dikeluarkan tinggi. Kadar serat kasar pelet lele menurut Standart Nasional Indonesia sebesar maksimal 8% (BSN, 2006). Serat kasar pelet terbaik yaitu R1, tidak memenuhi SNI karena serat kasar pelet ini sebesar 10.32% sedangkan serat kasar pelet lele terbaik ini masih masih dibutuhkan oleh lele dengan batas serat kasar 8-20% (Puswardoyo, 2011). Serat kasar membantu mempercepat ekskresi sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan. Dalam keadaan tanpa serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus yang dapat menyebabkan gangguan pada gerakan peristaltik pada usus besar sehingga ekskresi feses menjadi lebih lamban. Sebaliknya, pakan dengan serat kasar tinggi dapat mengurangi berat badan karena serat makanan akan tinggal dalam saluran pencernaan dalam waktu relatif singkat sehingga absorpsi zat makanan berkurang. Selain itu, serat kasar tinggi akan memberikan rasa kenyang karena komposisi karbohidrat kompleks yang menghentikan nafsu makan sehingga mengakibatkan turunnya konsumsi makanan (Piliang 2006). Kadar air pelet terbaik pada penelitian sebesar 10.93% sesuai dengan SNI yaitu maksimal 12% (BSN, 2006). Kadar air pelet lele yang baik berkisar 10-12% (Amrullah, 2004). Kadar air mempengaruhi tekstur dan ketahanan pelet. Kadar air kurang dari 10% mempengaruhi kualitas fisik bahan dan kandungan nutrisi sedangkan kadar air lebih dari 12% mempengaruhi daya simpan pelet karena mudah ditumbuhi jamur. Menurut Bakti (2006) pelet dengan tekstur yang padat, agak keras, tidak mudah hancur dan tidak mudah ditumbuhi jamur merupakan pelet dengan kadar air <15%. Mudahnya jamur tumbuh pada pelet disebabkan kadar air dalam pelet yang tinggi yaitu >15%.
Kadar Air (%)
10.93 10.99 10.99 11.03 11.02
Analisis Hasil Perlakuan Terbaik Pemilihan perlakuan terbaik pada penelitian inidenganmenggunakanmetodeMultiple Attribute yang dilakukan pada masing-masing parameter yang akan diuji meliputi protein kasar, seratkasar, dankadar air. Selanjutnya ditentukan nilai ideal dari masing-masing parameter tersebut, kemudian dicari jarak kerapatan alternatif dari masingmasing alternatif terhadap parameter tersebut. Jarak kerapatan paling minimum yang dipilih menjadi alternatif terbaik. Perlakuan terbaik pembutan pelet lele pada penelitian ini yaitu R1 (Ransum 80% tepung kedelai dan 20% tepung kedelai terfermentasi) dengan kandungan nutrisi sebagai berikut: 1. Protein Kasar : 30.88% 2. Serat Kasar : 10.35% 3. Kadar Air : 10.93% Gambar pelet terbaik dapat dilihat pada Gambar 1.
PENUTUP Kesimpulan Proporsi tepung kedelai dengan tepung kulit ari kedelai terfermentasi terbaik ditinjau dari protein kasar, seratkasar dan kadar air peletlele yaitu dengan ransum 80% tepung kedelai dan 20% tepungkulitari kedelai terfermentasi dengan kadar protein kasar sebesar30.88%, serat kasar sebesar 10.35%, dan kadar air sebesar 10.93%.
Gambar1. Pelet terbaik Kadar protein kasar yang dibutuhkan lele pada periode finesher sebesar 25-36% (Khairuman, 2005). Protein kasar menurut Standar nasional Indonesia untuk pelet lele sebesar 25% (BSN, 2006). R1 memiliki kadar protein kasar sebesar 30,88% sesuai dengan protein kasar yang dikehendaki. Jika pada periode finisher protein kasar kurang dari 25%
Saran Dalam penelitian pembuatan pelet lele dengan subtitusi tepung kedelai dengan tepung kulit ari kedelai terfermentasi memiliki kelemahan serat kasar yang tinggi, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan 5
bahan dan formulasi pelet dengan serat kasar yang rendah.
Ghufran, N dan Kordi. 2010. Budidaya Ikan Lele Dikolam Terpal. Lily Publisher. Yogyakarta
DAFTAR PUSTAKA
Hartati. 1999. Kajian Tekno-Ekonomi Usaha Produksi Tahu Berbahan Baku Kedelai Lokal Dan Impor Di Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Adhiansyah, Rizal. 2013. Studi Pembuatan Pakan Ternak Berbasis Kulit Ari Kedelai Terfermentasi(Kajian Jenis Mikroorganisme dan Waktu Fermentasi). Fakultas Teknologi Pertanian.Universitas Brawijaya. Malang
Khairuman, A dan Khairul Amri. 2005. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Agromedia pustaka. Jakarta
Amrullah, I. 2004. Nutrisi Ayam Boiler. Ctakan Ketiga. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor
Nelwida, 2011. Pengaruh Pemberian Kulit Ari Biji Kedelai Hasil Fermentasi dengan Aspergillus niger dalam Ransum terhadap Bobot Karkas Ayam Pedaging. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. Vol. 14. Hal 23 - 29 Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi
Badan Pusat Statistik. 2011. Statistika Ekspor Impor Bahan Pokok. Badan Statistik Jakarta. www.bps.co.id. Diakses pada tanggal 26 Februari 2013 Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI 01-40872006. Nutrisi dan Karakteristik Pelet Lele. BSN. Jakarta
Piliang. 2006. Fisiologi Nutrisi. Vol. ke-2. Bogor: Penerbit IPB Press
Bakti, A, S. 2006. Pengeringan Pakan Pelet dengan Alat Pengering Buatan. Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Bogor
Puspowardoyo, H. dan Djarijah, A. 2011. Membudidayakan Gurami Secara Intensif. Kanisius. Yogyakarta
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur. 2013. Harga Pokok.www.disperindag.jatimprov.go.id. Diakses pada tanggal 26 Februari 2013
Rahayu, S, Y. 2011. Analisis Produksi Bersaing Untuk Menentukan Strategi Pemasaran UMKM Di Kota Malang. Jurusan Menejemen UIN Maulana Malik Ibrahim. Malang
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. 2010. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Di Indonesia.www.djpb.go.id. Diakses pada tanggal 26 Februari 2013
Suhartati. 2008. Aplikasi Inokulum EM-4 dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen). Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol. 5. Hal: 55-65
Elizabeth, W. 2005. Teknologi Pemanfaatan Mikroorganisme Dalam Pakan Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak Ruminansia Di Indonesia.Jurnal Wartazoa Vol. l5 No. 4
Yefri, W. 2006. Penggemukan Domba Ekor Tipis Dengan Pemberian Pakan Kulit Ari Kacang Kedelai (Ampas Tempe) Dan Rumput Lapang. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor
Emma, Z. 2006. Studi Pembuatan Pakan Ikan dari Campuran Ampas Tahu, Ampas Ikan, Darah Sapi Potong, dan Daun Keladi yang Disesuaikan dengan Standar Mutu Pakan Ikan. Jurnal sains kimia. Vol 10. Hal:40-45
Zeleny, M. 1982. Multiple Criteria Decision Making. Mc Graw Hill Book Company. New York
6