PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI (Kasus: Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat)
OLEH:
RIYAN HASKAR RAYKA APRIYANTO A 14102565
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
Dia-lah yang menjadikan beberapa bidang kebun. Ada yang berjunjungan dan ada pula yang tidak. Dan (dia menumbuhkan) pohon kurma dan (beberapa jenis) tanaman pohon zaitun dan delima dan yang tidak, berbeda-beda rasa, warna, dan baunya. Makanlah buahnya bila telah berbuah dan tunaikanlah zakatnya dihari memetik hasilnya. Dan janganlah kamu berlebih-lebihan (waktu memakannya) karena Tuhan tidak menyenangi orang yang keterlaluan (Q.S. Al-An’aam, 6:141)
Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan para cendikiawan diantaramu beberapa derajat (Q.S. Al- Mujadilah, 58:11)
Karya ini kupersembahkan untuk Ayahanda, Ibunda dan Adik-adikku yang tercinta
RINGKASAN RIYAN HASKAR RAYKA APRIYANTO. Pengaruh Status dan Luas Lahan Usahatani Kentang (Solanum tuberosum L.) Terhadap Produksi dan Pendapatan Petani (Kasus: Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat). (dibawah bimbingan SRI HARTOYO). Mayoritas petani Indonesia merupakan petani gurem dengan kepemilikan lahan garapan kurang dari 0,5 hektar. Jumlah rumah tangga petani gurem ratarata selama sepuluh tahun terakhir meningkat 2,39 persen per tahun (BPS, 2003). Lahan di lokasi penelitian mengalami perubahan penguasaan dari milik menjadi sewa ataupun gadai. Perubahan penguasaan tanah menyebabkan lahan terpecah ke dalam persil yang lebih kecil, oleh karena itu perlu adanya suatu penelitian tentang pengaruh status dan luas lahan terhadap produksi dan pendapatan petani kentang di lokasi penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh status kepemilikan dan luas lahan garapan terhadap produksi serta menganalisis pendapatan petani menurut status dan luas lahan garapan di lokasi penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat. Lokasi Penelitian dipilih secara sengaja (purposive). Waktu pengambilan data ditentukan pada pertengahan bulan Maret sampai pertengahan bulan April 2005. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara responden. Data sekunder diperoleh instansi pemerintah, Internet dan literatur lain yang relevan. Populasi berjumlah 72 orang dan contoh berjumlah 30 orang diambil dari populasi secara acak bertingkat (stratified random sampling). Contoh tambahan diambil sebesar 12 orang, maka jumlah contoh keseluruhan adalah sebanyak 42 orang. 5 orang merupakan pencilan. Produksi kentang diduga dengan fungsi produksi CobbDouglas. Analisis pendapatan yang digunakan adalah analisis pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya total, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio). Petani kentang di lokasi penelitian menguasai lahan dengan cara memiliki sendiri, menyewa ataupun menggadai. Lahan sewa diperoleh dengan memberikan uang untuk periode waktu tertentu kepada pemilik lahan, biasanya satu musim tanam. Sistem gadai dilakukan dengan cara memberikan pinjaman uang kepada
pemilik lahan dengan lahan garapan sebagai jaminan. Lahan garapan dimanfaatkan oleh pemberi pinjaman untuk beberapa periode tertentu (di lokasi penelitian biasanya maksimal tiga tahun). Lahan garapan dikembalikan kembali setelah petani pemilik melunasi pinjaman. Rata-rata produksi per hektar (yield) kentang granola sebesar 9,3 ton berada dibawah standar produksi kentang granola yaitu sebesar 20 ton (Rukmana, 1997). Bibit kentang diperoleh dengan menangkarkan bibit dari hasil panen sebelumnya. Jumlah bibit kentang yang digunakan rata-rata sebesar 791,94 kilogram per hektar, jumlah tersebut lebih kecil dari jumlah bibit standar yaitu 1200 kilogram per hektar (Rukmana, 1996). Bibit kentang umumnya berukuran kecil (Ares) dan jarak tanam di lokasi penelitian sebesar 75 sentimeter x 35 sentimeter. Lahan gadai menggunakan bibit dalam jumlah yang paling besar, sehingga menghasilkan produksi per hektar yang paling besar, hal ini menunjukan bibit berhubungan linier dengan produksi. Pupuk kandang diberikan rata-rata sebesar 14.580,64 kilogram per hektar. Pemberian pupuk kandang kurang dari dosis yang ditetapkan yaitu sebesar 20.000 kilogram per hektar (Rukmana, 1996). Kebutuhan unsur nitrogen, fosfor dan kalium dalam usahatani kentang, sudah terpenuhi jika diberikan pupuk NPK Phonska dan ZA. Petani memberikan pupuk tambahan seperti Urea, sehingga melebihi kebutuhan unsur hara tanaman. Penggunaan rata-rata pupuk NPK Phonska (269,03 kilogram per hektar) kurang dari dosis yang ditetapkan yaitu sebesar 1000-1200 kilogram per hektar. Pemberian pupuk NPK Phonska yang lebih kecil dari standar disebabkan harga pupuk ini lebih mahal dibandingkan jenis pupuk yang lain. Untuk mengatasi kekurangan dosis unsur hara maka petani biasanya menambahkan jenis pupuk tunggal seperti Urea. Hal inilah yang menyebabkan dosis pupuk berlebih, seperti rata-rata penggunaan pupuk ZA (361,53 kilogram per hektar) yang melebihi dosis yang ditetapkan yaitu sebesar 200 kilogram per hektar. Pestisida yang umum digunakan adalah Daconil dan Dithane. Daconil digunakan rata-rata petani sebesar 9,3 kilogram per hektar melebihi aturan pemakaiannya yaitu sebesar 1 sampai 1,6 kilogram per hektar. Dosis yang ditetapkan perusahaan obat untuk Dithane sebesar 1,2 sampai 2,4 kilogram per
hektar, tetapi petani memberikan Dithane melebihi dosis yang telah ditetapkan (rata-rata penggunaan Dithane sebesar 11,2 kilogram per hektar). Standar kebutuhan tenaga kerja untuk usahatani kentang menurut Rukmana (1996) sebesar 300 HKP per hektar, sedangkan rata-rata pemakaian tenaga kerja aktual di lokasi penelitian sebesar 345,9 HKP per hektar. Usahatani kentang di lokasi penelitian berada pada kondisi Constant Return to Scale. Bibit kentang mempunyai nilai koefisien regresi sebesar 0,4, artinya setiap satu persen perubahan dalam bibit kentang akan menyebabkan perubahan dengan arah yang sama terhadap hasil sebesar 0,4 persen dan berpengaruh nyata pada a = 10%. Faktor produksi lain seperti pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida dan tenaga kerja tidak menunjukan pengaruh ya ng nyata pada a = 5% maupun a = 10%, hal ini sesuai dengan hasil analisis input produksi bahwa penggunaan faktor-faktor produksi tersebut tidak sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan. Nilai koefisien peubah boneka satu (D1 ) yaitu 0,2833 lebih besar dari koefisien peubah boneka dua (D2 ), yaitu sebesar -0,1294, hal ini menunjukan penguasaan lahan sewa mempunyai intercept yang lebih besar milik, artinya produksi kentang yang diperoleh dari lahan sewa lebih besar dari lahan milik. Hasil uji- t untuk peubah boneka kategori status lahan menunjukan bahwa antara ketiga jenis status lahan tidak menunjukan perbedaan yang nyata pada a = 5%. Hasil uji-t peubah boneka luas lahan (D) menunjukan bahwa luas lahan tidak menunjukan pengaruh yang nyata terhadap produksi per hektar pada a = 5%. Lahan sewa mempunyai nilai pendapatan atas biaya total maupun pendapatan atas biaya tuna i yang positif, hal ini disebabkan komponen biaya total maupun biaya tunainya lebih kecil dari penerimaannya. Komponen biaya status sewa merupakan yang paling kecil diantara penguasaan lahan- lahan lainnya. Nilai R/C ratio lahan sewa bernilai positif yaitu sebesar 1,07 dan 1,30, artinya setiap 1 rupiah yang dikeluarkan untuk penggunaan faktor produksi mendapat penerimaan sebesar 1,07 rupiah atas biaya total dan 1,3 rupiah atas biaya tunai. R/C ratio penguasaan lahan lain bernilai negatif kecuali R/C ratio atas biaya tunai lahan kurang dari satu hektar, keadaan ini menunjukan bahwa sebagian besar petani menderita kerugian.
PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI (Kasus: Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat)
OLEH: RIYAN HASKAR RAYKA APRIYANTO A 14102565
SKRIPSI
Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama
: Riyan Haskar Rayka Apriyanto
NRP
: A 14102565
Program Studi : Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Judul
: Pengaruh Status dan Luas Lahan Usahatani Kentang (Solanum tuberosum L.) Terhadap Produksi dan Pendapatan Petani (Kasus: Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat)
Dapat diterima sebagai salah satu syarat kelulusan untuk pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS NIP : 131 124 021
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiadi Sabiham, M. Agr NIP : 131 422 698
Tanggal Kelulusan: 17 Oktober 2005
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI (Kasus: Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK MEMPEROLEH
GELAR
AKADEMIK
TERTENTU.
SAYA
JUGA
MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Oktober 2005
Riyan Haskar Rayka Apriyanto A 14102565
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 8 April 1982. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Yanto Suranto SR dan Sri Komalawaty S. Pada tahun 1993 penulis lulus dari SDN Pakutandang II, lalu melanjutkan ke SLTPN I Ciparay dan lulus pada tahun 1996. Setelah lulus dari SMUN I Baleendah pada tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan ke Program Diploma III Agribisnis Peternakan Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Pertanian dan akhirnya memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada bulan Oktober 2005.
KATA PENGANTAR
Seluruh Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, tiada Tuhan Selain Allah. Atas Rahmat, Karunia dan Ridho-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penulis berusaha menyusun skripsi dengan judul Pengaruh Status dan Luas Lahan Usahatani Kentang (Solanum tuberosum L.) Terhadap Produksi dan Pendapatan Petani (Kasus: Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat). Skripsi ini merupakan
sumbangsih penulis sebagai anak daerah Kabupaten
Majalengka selama mengenyam pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi yang disusun ini mempunyai banyak kekurangan dari berbagai sudut pemikiran. Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi penelitian selanjutnya.
Bogor, November 2005 Riyan
Haskar
Rayka
Apriyanto
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor membutuhkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibunda, Ayahanda dan Adik-adik tercinta, yang senantiasa memberikan semangat, do’a dan dorongan moril. 2. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan
waktunya
dalam
membimbing,
mengarahkan
dan
mengevaluasi penulis selama penelitian di Institut Pertanian Bogor. 3. Dr. Ir. Eka Intan Kumalaputri, MSi sebagai dosen penguji utama dan Ir. Murdianto, MS sebagai dosen komisi pendidikan. 4. Bapak Kuwu Sugim dan keluarga, Pamong Desa dan petani kentang Desa Argalingga yang telah bersedia memberikan informasi dan fasilitas selama penulis berada di lokasi penelitian. 5. Keluarga besar Alm. Solihin, BA di Majalengka yang telah memberikan bantuan moril maupun materil selama penelitian. 6. Bapak Engkos sebagai Kasi Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Majalengka yang telah bersedia memberikan bimbingan dan informasi mengenai lokasi penelitian. 7. Ir. Yayah Wagiono, MSc sebagai Ketua Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor.
8. Bapak/Ibu Dosen seluruh mata perkuliahan yang telah memberikan ilmu dan mendidik penulis selama mengenyam pendidikan di Institut Pertanian Bogor. 9. Rekan-rekan Mahasiswa Ekstensi seluruh angkatan dan Extension Basketball Team yang tidak dapat penulis disebutkan satu persatu. 10. Sahabat-sahabat terdekat penulis: Deden W., Wawan, Yandri, Edwin, Dede, Kiki, Farid dan Aep sebagai rekan seperjuangan di Ekstensi. 11. Seseorang yang selalu menjadi semangat, inspirasi dan memberikan motivasi kepada penulis untuk maju dan menjadi manusia yang lebih baik di masa yang akan datang. Semoga amal baik Bapak/Ibu dan rekan-rekan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT, amin
Bogor, November 2005 Riyan Haskar Rayka Apriyanto
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR ISI..................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii I. PENDAHULUAN .........................................................................................
1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ........................................................................... 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian......................................................
1 4 7
II. TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................
8
2.1. Tanah Pe rtanian.................................................................................. 8 2.2. Kentang ............................................................................................... 11 2.4. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 13 III. KERANGKA PEMIKIRAN..................................................................... 17 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................ 3.1.1. Pengaruh Status Lahan Garapan Terhadap Produksi dan Pendapatan....................................................... 3.1.2. Pengaruh Luas Lahan Garapan Terhadap Produksi dan Pendapatan....................................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional.....................................................
17 17 23 24
IV. METODE PENELITIAN ......................................................................... 27 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................. 4.2. Jenis dan Sumber Data....................................................................... 4.3. Populasi, Contoh dan Metode Pengambilan Contoh....................... 4.4. Analisis Data........................................................................................ 4.4.1. Analisis Fungsi Produksi........................................................ 4.4.2. Analisis Pendapatan................................................................ 4.5. Konsep Pengukuran Variabel............................................................
27 27 27 28 28 30 31
V. GAMBARAN UMUM ................................................................................ 33 5.1. Karakteristik Wilayah dan Sosial Ekonomi Kemasyarakatan ...... 5.1.1. Letak dan Kondisi Geografis ................................................. 5.1.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat .................................... 5.2. Karakteristik Petani Lokasi Penelitian.............................................
33 33 34 36
5.3. Karakteristik Petani Responden ....................................................... 5.4. Keragaan Usahatani Kentang ............................................................ 5.4.1. Persiapan Lahan ..................................................................... 5.4.2. Penanaman .............................................................................. 5.4.3. Penyiangan dan Pembumbunan............................................ 5.4.4. Penyemprotan.......................................................................... 5.4.5. Panen dan Pasca Panen.......................................................... 5.5. Penggunaan Faktor-faktor Produksi ................................................ 5.5.1. Lahan Garapan....................................................................... 5.5.2. Bibit Kentang .......................................................................... 5.5.3. Pupuk Organik ........................................................................ 5.5.4. Perekat dan Pupuk Kimia ...................................................... 5.5.5. Pestisida.................................................................................... 5.5.6. Tenaga Kerja ...........................................................................
38 40 40 40 41 41 42 44 44 44 45 45 46 47
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 48 6.1. Analisis Usahatani............................................................................... 6.1.1. Pengaruh Status Kepemilikan dan Penguasaan Lahan Garapan..................................................................... 6.1.2. Pengaruh Luas Lahan Garapan ............................................ 6.2. Analisis Pendugaan Fungsi Produksi................................................
48 48 56 61
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 66 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 68 LAMPIRAN ...................................................................................................... 71
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Urutan Preferensi Dalam Memilih Kontrak.......................................... 20 2. Sebaran Jumlah Responden Petani Kentang Di Desa Argalingga Musim Tanam Bulan Oktober 2004 - Februari 2005............................ 28 3. Sebaran Penduduk Angkatan Kerja Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan Di Desa Argalingga Tahun 2004 ............................. 35 4. Sebaran Penduduk Menurut Status Kepemilikan Tanah Desa Argalingga Tahun 2004 ............................................................... 36 5. Sebaran Penduduk Menurut Luas Kepemilikan Tanah Desa Argalingga Tahun 2004 ............................................................... 37 6. Distribusi Petani Responden Menurut Pengalaman Bertani Di Desa Argalingga Tahun 2005. ......................................................... 38 7. Distribusi Petani Responden Menurut Pengalaman Dan Pelatihan Di Desa Argalingga Tahun 2005 .......................................................... 39 8. Jenis Mutu Kentang .............................................................................. 43 9. Rata-rata Penggunaan Input Produksi Usahatani Kentang per hektar per musim tanam di Desa Argalingga Menurut Status Lahan Garapan untuk Musim Tanam Bulan Oktober 2004 - Februari 2005 ................. 50 10. Komponen Biaya Tunai Terbesar Usahatani Kentang per hektar Menurut Status Lahan Garapan Di Desa Argalingga untuk Musim Tanam Bulan Oktober 2004-Feruari 2005(%).......................... 53 11. Analisis Pendapatan Usaha tani Kentang per hektar Menurut Status Lahan Garapan Di Desa Argalingga untuk Musim Tanam Bulan Oktober 2004-Februari 2005(Rp/ha) ................. 54 12. Rata-rata Penggunaan Input Produksi Usahatani Kentang per hektar per musim Di Desa Argalingga Menurut Luas Lahan Garapan untuk Musim Tanam Bulan Oktober 2004 - Februari 2005............................ 57 13. Komponen Biaya Tunai Terbesar Usahatani Kentang per hektar Menurut Luas Lahan Di Desa Argalingga untuk Musim Tanam Bulan Oktober 2004 - Februari 2005 (%) ............................................. 58 14. Analisis Pendapatan Usahatani Kentang per hektar Menurut Luas Lahan Di Desa Argalingga untuk Musim Tanam Bulan Oktober 2004-Februari 2005 (Rp/ha) ......................................... 59
Lanjutan. Nomor
Halaman
15. Koefisien Regresi Peubah Bebas Usahatani Kentang Di Desa Argalingga Tanpa Per Satuan Luas......................................... 61 16. Koefisien Regresi Peubah Bebas Usahatani Kentang Di Desa Argalingga Dalam Per Satuan Luas........................................ 62
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Model Pilihan Kontrak.............................................................................
18
2. Bagan Alur Pemikiran Operasional .........................................................
26
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (LN Tahun 1960 No.104) ..................
72
2. Tabel Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Pertanian, Rumah Tangga Pengguna Lahan Dan Ruma h Tangga Petani Gurem Antara ST 93 Dan ST 03 (000).................................
73
3. Tabel Luas Panen Dan Hasil Produksi Per Hektar Tanaman Pangan, 1999-2003 Di Indonesia (Harvested Area, Production And Yield Rate Of Food Crops, 1999-2003 In Indonesia) ....................................................................................
74
4. Luas Areal Tanam Kentang Tahun 1999-2003 Menurut Kabupaten dan Kota Di Jawa Barat (Hektar)...................................
75
5. Luas Panen Kentang Kentang Tahun 1999-2003 Menurut Kabupaten dan Kota Di Jawa Barat (Hektar)...................................
76
6. Produksi Kentang Kentang Tahun 1999-2003 Menurut Kabupaten dan Kota Di Jawa Barat (Ton) .......................................
77
7. Tabel Perkembangan Produksi Komoditas Kentang di Kabupaten Majalengka Selama 5 Tahun (Ton). ..........................
77
8. Metode Pengambilan Contoh (Sampling) ........................................
78
9. Daftar Harga Mingguan Kentang Di Berbagai Pasar Induk Kabupaten Majalengka Bulan Juni 2001- Juni 2003 (Rp/Kg). .......
79
10. Standar Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Kentang...............
80
11. Kombinasi Pengunaan Pupuk Kandang Domba dan Produksi yang Dicapai .....................................................................
80
12. Pendugaan Fungsi Produksi Cobb-Douglas Tanpa Satuan Per Luas.....................................................................
81
13. Pendugaan Fungsi Produksi Cobb-Douglas Dalam Satuan Per Luas....................................................................
82
Lanjutan. Nomor
Halaman
14. Pengujian Return to Scale ................................................................
83
15. Analisis Korelasi Antar Peubah Bebas ............................................
84
16. Tabel Daftar Jenis dan Harga Pupuk yang digunakan Petani Kentang di Desa Argalingga. ................................................
85
17. Tabel Jenis dan Harga Pestisida yang digunakan Petani Kentang di Desa Argalingga .................................................
87
18. Tabel Penggunaan Pupuk Kimia Pada Lahan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Milik ...............................................
88
19. Tabel Penggunaan Pupuk Kimia Pada Lahan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Sewa ...............................................
89
20. Tabel Penggunaan Pupuk Kimia Pada Lahan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Gadai ..............................................
89
21. Tabel Penggunaan Pupuk Kimia Pada Luas Lahan Usahatani Kentang = 1 Ha ...............................................................
90
22. Tabel Penggunaan Pupuk Kimia Pada Luas Lahan Usahatani Kentang <1 Ha ...............................................................
91
23. Tabel Penggunaan Perekat Pada Usahatani Kentang dengan Status Lahan Milik ..............................................................
92
24. Tabel Penggunaan Perekat Pada Usahatani Kentang dengan Status Lahan Sewa...............................................................
92
25. Tabel Penggunaan Perekat Pada Usahatani Kentang dengan Status Lahan Gadai..............................................................
93
26. Tabel Penggunaan Perekat Pada Luas Lahan Usahatani Kentang = 1 Ha ...............................................................
93
27. Tabel Penggunaan Perekat Pada Luas Lahan Usahatani Kentang < 1 Ha ...............................................................
94
28. Tabel. Penggunaan Pestisida Pada Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Milik .............................................................
95
Lanjutan. Nomor
Halaman
29. Tabel. Penggunaan Pestisida Pada Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Sewa..............................................................
96
30. Tabel Penggunaan Pestisida Pada Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Gadai.............................................................
96
31. Tabel Penggunaan Pestisida Usahatani Kentang Pada Luas Lahan = 1 Ha .................................................................
97
32. Tabel Penggunaan Pestisida Usahatani Kentang Pada Luas Lahan < 1 Ha .................................................................
98
33. Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Milik ..............................
99
34. Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Sewa ..............................
99
35. Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Gadai .............................
99
36. Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Kentang Pada Luas Lahan = 1 Ha..................................
100
37. Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Kentang Pada Luas Lahan < 1 Ha..................................
100
38. Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Dengan Status Lahan Milik .............................................................
100
39. Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Dengan Status Lahan Sewa..............................................................
101
40. Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Dengan Status Lahan Gadai.............................................................
101
41. Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Usahatani Kentang Pada Luas Lahan = 1 Ha..................................
101
42. Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Luas Lahan Usahatani Kentang < 1 Ha..................................
102
Lanjutan Nomor
Halaman
43. Tabel Penyusutan Peralatan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Milik .............................................................
102
44. Tabel Penyusutan Peralatan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Sewa..............................................................
103
45. Tabel Penyusutan Peralatan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Gadai.............................................................
103
46. Tabel Penyusutan Peralatan Usahatani Kentang Pada Luas Lahan = 1 Ha ..................................................................
104
47. Tabel Penyusutan Peralatan Usahatani Kentang Pada Luas Lahan < 1 Ha ..................................................................
104
48. Analisis Pendapatan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Milik .............................................................
105
49. Analisis Pendapatan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Sewa..............................................................
106
50. Analisis Pendapatan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Gadai ..........................................................................
107
51. Analisis Pendapatan Lahan Usahatani Kentang = 1Ha....................
108
52. Analisis Pendapatan Lahan Usahatani Kentang < 1Ha....................
109
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Lahan garapan merupakan salah satu faktor produksi yang digunakan dalam usahatani yang mempunyai sifat terbatas. Lahan yang digunakan dalam usahatani harus memenuhi beberapa persyaratan agar tanaman tumbuh dan menghasilkan produksi yang maksimal seperti keadaan ekologi. Keadaan ekologi yang dikehendaki tanaman bervariasi tergantung pada jenis tanaman, meskipun faktor yang mempengaruhi kehidupan tanaman selama pertumbuhan sama. Faktor-faktor ekologi yang dimaksud adalah letak geografi tanah, topografi tanah, sifat tanah (sifat fisika, kimia dan biologis), suhu atau kelembapan, penyinaran cahaya matahari, curah hujan, dan angin (Samadi, 1997). Luas lahan garapan dianggap sebagai salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi hasil pertanian apabila diasumsikan teknologi yang digunakan tidak berubah. Semakin luas lahan yang digunakan, maka jumlah yang dihasilkan dari suatu usahatani semakin banyak. Dewasa ini luas lahan garapan untuk petanian semakin berkurang karena telah berubah fungsi menjadi sarana infrastruktur seperti perumahan, perkantoran, jalan raya dan lain- lain. Pemerintah Republik Indonesia membuat peraturan mengenai pemilikan, penguasaan dan penggunaan atas lahan ini dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (LN Tahun 1960 No.104). Undang-undang ini dibuat agar tidak merugikan kepentingan rakyat banyak atau umum (pasal 7), menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan ekonomis lemah (pasal 11 (2)), mencegah penguasaan secara monopoli (pasal 13
(2)), menetapkan batas maksimum penguasaan lahan dan pembagian lahan kepada rakyat yang membutuhkan (pasal 17 (1), (2) dan (3)). Pelaksanaan
Undang- undang
tersebut
pada
kenyataannya
tidak
memberikan manfaat untuk rakyat banyak dan sebesar-besar kemakmuran rakyat seperti yang tercantum dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (LN Tahun 1960 No.104), Berpendapat, (d). Undang- undang No. 5 Tahun 1960 cenderung digunakan untuk kepentingan beberapa pihak swasta untuk memperkaya diri sendiri, yaitu dalam masalah sistem alokasi sumber daya alam. Kecenderungan utama dalam tatanan ekonomi, politik, sosial dan budaya yang menguatkan proses pemiskinan rakyat adalah yang pertama luasnya ekspansi modal dan permintaannya terhadap ketersediaan tanah murah dalam skala besar. Gejala ini sudah dimulai sejak jaman kolonial, ketika pemerintah Belanda mengundang pemodal swasta Eropa untuk membuka lahan perkebunan di Jawa dan Sumatera, dan terus berlanjut sampai kini. Fakta yang mendasari hal tersebut adalah berkurangnya secara drastis lahan pertanian di Jawa dan digantikan dengan kawasan industrial, juga semakin meluasnya lahan perkebunan dan HPH(TI) di luar Jawa. Ekspansi modal yang meluas tersebut telah menyumbang masalah ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah di Indonesia ya ng kemudian berujung pada semakin banyaknya petani miskin. Kecenderungan penguat proses pemiskinan rakyat yang kedua adalah politik hukum agraria yang tidak adil. Politik hukum agraria yang terjadi tidaklah peka terhadap realitas ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah, tetapi sebaliknya justru memfasilitasi pemilik modal. Hal ini sangat tampak pada politik
hukum Hak Guna Usaha (HGU) sebagai alas hak untuk perluasan dan (perpanjangan) penguasaan tanah perkebunan dalam skala besar
1
Selanjutnya dikemukakan pula oleh Soekartawi et al.(1986), gambaran distribusi luas menunjukan bahwa sebagian besar petani menggarap lahan kecil yang luas totalnya hanya merupakan sebagian kecil dari luas total usahatani. Di Indonesia keadaannya adalah sebagai berikut: 70 persen dari usahatani Indonesia mempunyai luas kurang dari 1,0 hektar tetapi hanya merupakan 27 persen dari luas total usahatani. Petani umumnya mempunyai dua atau lebih persil lahan, kadangkala dekat dengan rumah mereka tapi kadangkala setengah jam perjalanan jauhnya. Rata-rata ukuran lahan dari contoh lahan adalah 0,52 hektar. Sekitar 67 persen lahan dikelola sendiri. Perubahan ukuran lahan sudah biasa terjadi seperti menyewa lahan baru dan mengembalikannya kepada pemilik setelah sewa masa habis. Lahan dalam kategori 0,25 sampai 0,5 hektar terkonsentrasi sangat jelas. Jumlah lahan dengan ukuran lebih dari 1 ha sangat terbatas walaupun lahan tersebut meliputi sekitar 26 persen dari total lahan (Harmsworth L. J. et al., 1983). Selain menyewa, petani mendapatkan lahan garapan dengan cara menggadai. Petani penggadai menyerahkan sejumlah uang kepada pemilik lahan, dan
peminjaman
lahan
garapan
akan
berakhir
ketika
pemilik
lahan
mengembalikan uang gadai tersebut. Menurut Rukmana (1997), prospek pengembangan agribisnis kentang amat cerah. Arti penting komoditas kentang sangat dirasakan oleh berbagai Negara di dunia. Dibentuknya organisasi yang menangani penelitian dan 1
http//www.kikis.or.id. 17 Januari 2005. Meneguhkan Agenda Gerakan Sosial Anti Kemiskinan Struktural. Program Kerja KIKIS Oktober 2002-Oktober 2004.
pengembangan kentang di beberapa kawasan juga menunjukan cerahnya prospek kentang. Di kawasan Asia dibentuk organisasi Internasional South Asian Potato Program For Research And Development (SAPPRAD) dengan program utama mendayagunakan kentang sebagai sumber pangan. Di Indonesia, kebutuhan konsumsi kentang diperkirakan dua kali lipat pada 5 sampai 10 tahun ya ng akan datang. Meningkatnya permintaan kentang disebabkan, antara lain, oleh makin meluasnya pendayagunaan produksi kentang untuk berbagai bahan makanan, baik sebagai bahan sayuran maupun makanan ringan. Di samping itu, kentang merupakan komoditas ekspor dan impor antar negara di dunia. Kabupaten Majelengka merupakan salah satu sentra penghasil sayuran khususnya komoditi kentang terbesar ketiga setelah Bandung dan Garut di Jawa Barat. Rata-rata produksi
kentang (ton) dari daerah Bandung, Garut dan
Majalengka masing- masing sebesar 283.814, 97.734 dan 23.070 (Lampiran 6) (Dinas Pertanian Jawa Barat, 2004). Sektor agribisnis mendapat perhatian penuh dari pemerintah daerah, hal ini sesuai dengan visi Kabupaten Majalengka yaitu “Majalengka Kabupaten Agribisnis Termaju di Jawa Barat Tahun 2010 Berbasis Masyarakat Agamis dan Partisipatif”, sedangkan visi Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka yaitu “ Terwujudnya Ketahanan Pangan Berbasis Agribisnis Sebagai Andalan dan Penggerak Pembangunan Ekonomi Kabupaten Majalengka Tahun 2010” (Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka, 2003).
1.2. Perumusan Masalah Rumah tangga petani gurem adalah rumah tangga pertanian pengguna lahan yang menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar. Lahan yang dikuasai bisa berasal dari milik sendiri atau menyewa dari pihak lain. Selama sepuluh tahun
terakhir, jumlah rumah tangga petani gurem secara rata-rata meningkat 2,39 persen per tahun, yaitu dari 10,8 juta rumah tangga pada tahun 1993 menjadi 13,7 juta rumah tangga pada tahun 2003 (BPS, 2003) (Lampiran 2). Persentase rumah tangga petani gurem terhadap rumah tangga pertanian pengguna lahan juga meningkat dari 52,7 persen menjadi 56,2 persen, mengindikasikan semakin sempitnya rata-rata lahan yang dikuasai oleh rumah tangga pertanian. Perlu dicatat, menurut ST 93 (Sensus Pertanian 1993), persentase rumah tangga petani gurem terhadap rumah tangga pengguna lahan di Jawa adalah 69,76 persen, sementara menurut ST 03 (Sensus Pertanian 2003), adalah 74,68 persen. Di luar Jawa, menurut ST 93 persentasenya sebesar 30,57 persen, sedangkan hasil ST 03 sebesar 33,68 persen (Lampiran 2). Hal ini menunjukan bahwa kenaikan persentase rumah tangga petani gurem terhadap rumah tangga pertanian pengguna lahan di Jawa lebih cepat daripada di luar Jawa (BPS, 2003). Kentang secara agroklimat cocok ditanam dan merupakan komoditas hortikultura unggulan di Kabupaten Majalengka. Produksi kentang untuk Jawa Barat di sentra produksi ini menempati urutan ketiga setelah Bandung dan Garut. Harga sewa lahan usahatani di Bandung dan Garut pada awal tahun 2000 cenderung meningkat, hal ini menimbulkan dampak pemindahan lokasi produksi ke daerah ini yang mempunyai harga sewa relatif lebih murah. Luas lahan garapan di lokasi penelitian terbatas karena selain dipakai untuk usahatani kentang, pemerintah Kabupaten Majalengka sudah memproyeksikan penggunaan lahan untuk komoditi yang lain seperti kubis dan cabai merah.
Pada tahun 2003 Perum Perhutani membuat kebijakan pembatasan peminjaman lahan garapan di lokasi penelitian. Lahan garapan yang dipinjam dari Perhutani di kaki Gunung Ciremai kini dilarang untuk ditanami komoditas sayuran padahal lahan tersebut adalah yang paling subur di daerah tersebut, di sisi lain pembangunan rumah peristirahatan (villa) semakin menyebar di daerah ini. Pengurangan lahan garapan untuk komoditi sayuran, khususnya kentang menyebabkan produksi dan pendapatan kentang para petani menurun. Desa Argalingga merupakan salah satu daerah penghasil komoditi kentang di Majalengka. Produksi dan pendapatan petani kentang di Desa ini dalam dua tahun terakhir mengalami penurunan bahkan beberapa petani mengalami kerugian, sedangkan desa tetangga lain seperti Desa Argamukti tetap mendapatkan
keuntungan.
Fenomena
di
Desa
Argalingga
tersebut
mengindikasikan desa ini layak untuk diteliti. Kedatangan petani dari luar daerah menyebabkan status baru bagi pengelola lahan usahatani selain pemilik, yaitu sebagai penyewa ataupun penggadai. Status kepemilikan lahan garapan mempengaruhi pendapatan petani. Permasalahan yang dapat diangkat dari keadaan di atas adalah berapa pendapatan dari masing- masing status kepemilikan lahan tersebut? dan apakah ada perbedaan antara ketiga status lahan tersebut dalam pendapatan? Perubahan penguasaan lahan usahatani kentang menimbulkan permasalahan baru yaitu terpecahnya lahan menjadi persil-persil dengan skala usaha yang lebih kecil, yang menjadi permasalahan adalah berapa hasil dan pendapatan dari masing- masing luas lahan tersebut?
1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh status kepemilikan dan luas lahan garapan usahatani kentang terhadap produksi serta menganalisis pendapatan petani menurut status dan luas lahan garapan di lokasi penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan gambaran tingkat produksi dan pendapatan usahatani kentang dengan luas dan status kepemilikan lahan yang berbeda. Bagi pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk pengembangan komoditi kentang di daerah penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan rujukan dan data dasar bagi penelitian selanjutnya dan berbagai pihak yang berkepentingan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanah Pertanian Tanah Pertanian merupakan faktor produksi yang langka di pedesaan Jawa, disamping itu tanah juga dapat dipakai untuk memperoleh segala sumber strategis seperti kesempatan ekonomi, kekayaan, kekuasaan dan pendapatan. Ketimpangan dalam pemilikan tanah akan menimbulkan ketimpangan kekuasaan di kalangan anggota masyarakat. Hal tersebut akan membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat pedesaan terutama dalam kaitannya dengan pemerataan pendapatan, kesempatan kerja dan jangkauan pelayanan pemerintah dan lain sebagainya (Hidayat, 1985). Tanah pertanian sebagai tanah usaha dapat dikuasai menurut beberapa cara: dimiliki, dipinjam, dibagi hasil, disewa dengan jangka pendek, dan disewa dengan jangka panjang (Adiwilaga, 1982). Menurut Maulana (2003), lahan usahatani dapat berupa lahan pekarangan, tegalan sawah dan sebagainya. Lahan tersebut dapat diperoleh dengan membeli, menyewa dan bagi hasil atau menyakap. Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah (Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (LN Tahun 1960 No.104) pasal 20). Hak-hak milik secara hukum mengukuhkan pemilik suatu sumberdaya dan menjelaskan caracara bagaimana sumberdaya tersebut dapat digunakan. Ada dua tipe hak milik ini, yaitu (1) hak milik bersama (common property) dan (2) hak milik pribadi (private property). Harta bersama, menurut definisi, dimiliki oleh masyarakat
luas untuk kegunaan bersama. Dalam hal ini tidak ada orang perorangan yang dapat membatasi penggunaan sumberdaya tersebut hanya untuk dirinya sendiri saja. Hanya perorangan, di lain pihak, dimiliki langsung oleh orang yang mempunyainya, dan boleh memanfaatkan sumberdaya tersebut di dalam batasbatas yang diperbolehkan oleh hukum (Nicholson, 2001). Bagi rumah tangga dengan luas pemilikan sawah luas dan menengah, tanah milik merupakan modal bagi pengembangan luas usahatani melalui persewaan, dalam arti dari usahatani di sawah milik diperoleh surplus usahatani. Surplus ini bagi rumah tangga golongan pemilikan luas dan menengah merupakan: (1) modal yang dapat digunakan untuk menyewa sawah orang lain; (2) modal untuk usaha di luar sektor pertanian. Selain itu tanah milik rumah tangga kedua golongan tersebut merupakan modal untuk usaha di sektor pertanian dengan jalan menyewakan sebagian dari tanah tersebut. Jarang sekali rumah tangga golongan kepemilikan sawah luas dan menengah yang menyakapkan tanah, karena semakin komersial pengelolaan usahataninya, seiring dengan adopsi teknologi pertanian baru usahatani. Bagi rumah tangga dengan luas pemilikan sawah sempit, hasil usahatani di tanah milik tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sering mereka terpaksa melepaskan hak garapan tanahnya kepada orang lain melalui sistem sewa. Sedangkan peluang untuk memperoleh tanah sakapan kecil sekali pada rumah tangga dengan pemilikan tanah sempit dan rumah tangga tak bertanah, karena jarang pemilik tanah luas dan menengah yang bersedia menyakapkan tanahnya (Hidayat, 1985). Persewaan atau sewa ialah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan atau menyerahkan barangnya untuk
dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan pihak yang lainnya itu berkewajiban untuk membayar harga sewa yang telah ditentukan (Marbaie, 1984). Tanah Negara dapat disewa dengan jangka panjang dalam undang-undang ”hak guna usaha”, jangka waktunya adalah maksimal 30 tahun. Sewa tanah pada umumnya hanya berjangka satu musim dan berakhir setelah tanaman dipanen. Sewa tanah yang paling baik untuk perkembangan pertanian adalah sewa tanah jangka panjang, diantara petani belum lazim. Dengan cara menyewa inilah seorang pengusaha dapat menguasai tanah usaha secara murah. Dengan penduduk kian meningkat sehingga sudah tidak terbayar oleh petani-petani, hal ini telah merupakan kenyataan di banyak negara, antara lain di Nederland dan Jerman (Adiwilaga, 1982). Penguasaan lahan garapan dengan sistem gadai menurut Kasryno (1983), ialah menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai dengan ketentuan: si penjual tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebusnya kembali. Selama pemilik tanah belum dapat menebus, maka hak penguasaan atas tanahnya ada pada pemegang gadai. Pengembalian tanah itu dilakukan setelah tanamannya selesai dipanen. Kebiasaan gadaimenggadai tanah dianggap oleh pemerintah merugikan pemilik tanah, oleh karenanya, pemerintah mengeluarkan undang-undang yang melarang penyerahan hak penguasaan tanah dengan cara gadai (UU No. 56 tahun 1960, tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, pasal 7). Kasryno (1983), selanjutnya mengemukakan bahwa ada dua motivasi penggadaian tanah. Petani luas menggadaikan tanah untuk keperluan produktif dan petani sempit menggadaikan tanah untuk kepentingan yang bersifat
konsumtif. Dalam situasi gadai, pelepas uang tidak akan menderita rugi, karena uang yang dilepaskan itu pasti akan kembali lagi tanpa menanggung resiko merugi. Secara teoritis perbedaan status penguasaan tanah garapan dapat dimengerti akan berpengaruh pada pengelolaan usahatani. Sebagai petani pemilik penggarap, petani akan mempunyai kebebasan untuk mengelola, bebas merencanakan dan menentukan jenis tanaman, bebas menentukan teknologi dan cara budidaya, serta tanggung jawab yang lebih besar. Sebaliknya petani penyewa atau petani bagi hasil
kebebasan mengelola itu akan dibatasi oleh
waktu lamanya menyewa atau membagi hasil tanah yang digarapnya. Pengaruh terhadap pegelolaan usahatani inilah yang penting artinya pada usaha peningkatan produksi (Mustadjab, 1986).
2.2. Kentang Menurut Damayant i (1998), berdasarkan pemakaiannya, kentang dapat digolongkan menjadi kentang sayur (table atau vegetable potatoes) dan kentang olahan (processing potatoes). Sebagaimana rasanya, kentang sayur adalah kentang yang bisanya dipakai oleh konsumen umum, untuk memasak, membuat perkedel dan lainnya. Sedangkan kentang olahan adalah kentang yang biasa digunakan oleh industri. Kentang olahan ini dapat dikategorikan menjadi kentang chip (chipping potatoes) kentang untuk french fries, dan kentang untuk tepung. Perbedaan kentang sayur dengan kentang chip adalah kandungan gula dan kadar airnya, dimana kadar air dan kandungan gula kentang chip rendah sedangkan kentang sayur tinggi. Jenis kentang sayur yang banyak beredar di Indonesia
adalah kentang granola, sedangkan untuk kentang chip adalah jenis atlantik, panda, kolombus, dan herta. Komoditas kentang (Solanum tuberosum L) adalah bahan pangan pokok penghasil karbohidrat dari jenis hortikultura. Sebagai komoditas unggulan, usahatani kentang memberikan keuntungan yang cukup besar. Dari modal usaha Rp 20.895.000,00 diperoleh pendapatan Rp 40.000.000,00, sehingga laba yang diraih Rp 19.105.000,00. Pengembangan komoditasi kentang di Kabupaten Majalengka tersebar di sentra-sentra produksi di dataran tinggi dengan varietas yang digunakan pada umumnya adalah granola dan atlantik dengan produksi yang dicapai 20 ton per hektar (Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka, 2003). Menurut Damayanti (1998), kendala produksi kentang di Indonesia adalah sebagai berikut: a. Topografi yang berbukit-bukit di pusat daerah produksi (terutama di Pulau Jawa) sehingga produksi harus dilakukan secara manual. b. Analisis tanah sebelum dan selama penggunaan lahan yang jarang dilakukan. c. Bibit
yang
varietasnya
sesuai,
yang
akan
berpengaruh
kepada
produktivitas per hektar dan berat jenis. Selain itu juga toleransi varietas terhadap serangan hama penyakit (daya tahan varietas). d. Manajemen penggunaan bahan-bahan kimia pertanian baik pestisida maupun pupuk yang perlu terkendali. e. Sistem rotasi yang belum teratur, terutama di daerah pengembangan. f. Hambatan harga dalam mengimpor bibit.
Varietas Granola diintroduksi dari Jerman, dengan karakteristik, antara lain, sebagai berikut: potensi hasil tinggi 20 ton per hektar sampai 40 ton per hektar, umur panen 100 hari setelah tana m sampai 115 hari setelah tanam, daging umbi berwarna kuning, mata umbi dangkal dan sedikit, serta bentuk umbi bulat. Varietas ini cocok dibuat sup dan keripik. Varietas Granola tahan terhadap penyakit layu bakteri dan busuk daun (Rukmana, 1997). Menurut Damayanti (1998), bibit granola yang cukup bagus mempunyai produktivitas 15 sampai 17 ton per hektar, atau dapat mencapai 10 kali berat bibit (misalkan, bibit yang ditanam 2 ton per hektar, maka panen yang cukup baik dapat mencapai 20 ton per hektar). Produktivitas ini selain dipengaruhi bibit dan kesesuaian lahan, juga dipengaruhi oleh musim.
2.4. Penelitian Terdahulu Mustadjab (1986), mengemukakan bahwa rata-rata produksi kentang yang dicapai antar status penguasaan lahan tidak jauh berbeda. Namun secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa petani dengan status sewa ternyata mempunyai tingkat produksi rata-rata per hektar yang paling tinggi. Biaya total untuk tanaman kentang di Tulungrejo tampaknya tidak jauh berbeda antar ketiga status penguasaan tanah. Pendapatan usahatani sistem milik ternyata paling kecil dibanding kedua status yang lain. Hal ini diduga karena motivasi ekonomisnya berbeda dibandingkan petani dengan kedua status lainnya. Petani pemilik cenderung bekerja santai karena tidak dibebani kewajiban membayar sewa ataupun bagi hasil. Hasil penelitian lain dilakukan oleh Andriani (2004), menunjukan bahwa koefisien peubah dummy pada penelitian sebesar -0,3077, dan nilai koefisien
berpengaruh nyata terhadap produksi. Ini berarti terdapat perbedaan yang nyata antara petani dengan lahan luas dan lahan sempit, dimana produksi yang dihasilkan oleh lahan sempit lebih banyak jika dibandingkan lahan luas, meskipun bibit yang digunakan oleh lahan sempit lebih sedikit daripada lahan luas. Hal ini diduga karena teknik budidaya dan penggunaan faktor- faktor produksi antar keduanya berbeda. Peubah bebas yang digunakan sebagai prediktor dalam penelitian Mustadjab dan Andriani digunakan sebagai rujukan pendugaan model produksi di lokasi penelitian. Penelitian terdahulu mengenai pendugaan fungsi produksi hanya memakai satu macam peubah kategorik yang dimasukan sebagai peubah dummy yaitu luas lahan (lahan sempit dan lahan luas) atau status lahan saja (milik, sewa dan bagi hasil), sedangkan peneliti memasukan dua macam peubah kategorik dalam peubah boneka (dummy variable) yaitu status (lahan milik, sewa dan gadai) dan luas lahan (lahan lebih besar atau sama dengan satu hektar dan lahan kurang dari satu hektar). Dua macam peubah tersebut diharapkan dapat menduga fungsi produksi lebih baik. Penelitian terdahulu oleh Mustadjab dan Andriani dilakukan di daerah Pengalengan, Kabupaten Bandung. Struktur tanah, penggunaan faktor produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan) dan teknik budidaya antara Pangalengan dengan Desa Argalingga berbeda, sehingga hasil pengamatan dan pengolahan data antara kedua daerah ini akan berbeda. Hasil penelitian Ferdiansyah (2004), di Desa Argamukti menunjukan bahwa petani responden dibedakan atas petani pengguna bibit impor, petani pengguna bibit lokal bersertifikat dan petani penguna bibit lokal tidak bersertifikat dengan hasil panen Februari dan Maret 2003. Hasil Produksi
kentang per hektar untuk petani responden pengguna bibit Impor adalah 21.681,25 kilogram per hektar, petani responden pengguna bibit lokal bersertifikat 19.389,55 kilogram per hektar dan produksi petani responden pengguna bibit lokal tidak bersertifikat adalah 18.870,01 kilogram per hektar. Pendapatan petani terbesar baik atas biaya tunai maupun atas biaya total yaitu oleh petani pengguna
bibit impor sebesar Rp 22.541.343,14 dan Rp
20.502.824,39. Sementara itu pendapatan terkecil diperoleh petani pengguna bibit lokal tidak bersertifikat yaitu sebesar Rp 15.755.221,58 pendapatan atas biaya tunainya dan Rp 13.551.114,58 pendapatan atas biaya total. Besarnya nilai rasio R/C atas biaya total dan atas biaya tunai yaitu untuk petani pengguna bibit impor adalah 1,90 dan 1,76, petani pengguna bibit lokal bersertifikat adalah sebesar 1,89 dan 2,07 dan petani pengguna bibit lokal tidak bersertifikat adalah 1,69 dan 1,90. Hasil rasio R/C menunjukan bahwa petani pengguna bibit lokal bersertifikat lebih tinggi artinya penggunaan bibit lokal bersertifikat lebih menguntungkan. Berdasarkan hasil analisis pendapatan Adriani (2004), untuk petani lahan sempit (kurang dari satu hektar), lahan luas (lebih besar atau sama dengan satu hektar) dan petani keseluruhan menunjukan usahatani kentang di desa penelitian relatif menguntungkan. Hal ini ditunjukan oleh nilai R/C atas biaya total dan atas biaya tunai lebih dari satu. Nilai R/C atas biaya tunai untuk kedua kategori usahatani nilainya lebih besar dari nilai R/C atas biaya total. Jika dibandingkan antara usahatani lahan sempit dan lahan luas, baik dari segi pendapatan yang diterima maupun rasio R/C-nya, maka usahatani lahan sempit relatif lebih
menguntungkan. Hal ini disebabkan penerimaan untuk lahan sempit juga lebih besar daripada penerimaan lahan luas. Analisis pendapatan usahatani menunjukan bahwa produksi rata-rata kentang per hektarnya adalah sebesar 19.458,52 kilogram. Benih merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan oleh petani, biaya terbesar kedua dan ketiga adalah pada tenaga kerja yaitu 14 persen dan pupuk organik yaitu 11 persen dari biaya total yang bernilai Rp 35.946.408,7. Usahatani kentang di tempat penelitian dapat dikatakan menguntungkan, hal ini dilihat dari rasio R/C yang lebih besar dari satu. Rasio R/C atas biaya tunai bernilai 1,13 dan rasio R/C atas biaya total bernilai 1,06 (Astuti, 2003) Lokasi penelitian yang ditetapkan oleh Ferdiansyah yaitu Desa Argamukti letaknya tidak begitu jauh dari Desa Argalingga. Peneliti tetap memilih Desa Argalingga sebagai lokasi penelitian dengan alasan antara kedua desa ini produksi dan pendapatan petani berbeda. Petani kentang Desa Argamukti mempunyai pendapatan yang lebih tinggi daripada Desa Argalingga, bahkan petani kentang di Desa Argalingga mayoritas menderita kerugian dalam dua tahun terakhir ini walaupun faktor produksi yang digunakan sama. Penelitian terdahulu menunjukan bahwa pendapatan dianalisis hanya berdasarkan jenis bibit atau luasan lahan. Analisis pendapatan yang peneliti lakukan didasari oleh perbedaan status dan luas lahan garapan, dengan demikian hasil analisis diharapkan akan lebih lengkap dan merepresentasikan pendapatan petani sebenarnya.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengaruh Status Lahan Garapan Terhadap Produksi dan Pendapatan Seorang tuan tanah dapat memperoleh pendapatan dari tanahnya dengan satu dari tiga cara dasar: 1) mengusahakan tanah itu di bawah pimpinannya dengan mempekerjakan tenaga kerja dengan tingkat upah yang telah ditetapkan; 2) menyuruh orang mengerjakan tanah itu dan membagi hasilnya; atau 3) menyewakan tanah dengan sewa yang sudah ditetapkan (Hayami and Kikuchi, 1987). Pada Gambar 1., kurva DK menunjukan suatu produksi marjinal (mp = ?q/?l) dari buruh yang dipakai pada areal tanah tertentu. Jika angka upah di pasar ditentukan oleh OW, baik petani-pemilik maupun penyakap akan memakai buruh dengan OL2 , dimana mp dan tingkat upah (dihitung menurut hasil) disamakan, dan sisa untuk operator atau keuntungan menjadi maksimum. Namun, bagi penyakap keuntungan marjinal untuk tenaga kerja lebih rendah dari mp pada tingkat sewa tanah (r) yang dibayarnya kepada pemilik tanah; dengan demikian rencana keuntungan marjinal ditunjukan oleh EK. Penyakap akan memakai tenaganya hanya sampai OL1 , dimana (l-r)mp sama dengan tingkat upah (Hayami and Kikuchi, 1987). Teori tradisional tentang tidak efisiennya sistem bagi hasil telah dipertanyakan, karena data empiris tidak berhasil menemukan perbedaan-
perbedaan penting dalam hasil per hektar diantara jenis-jenis penguasaan tanah yang diramalkan oleh teori itu (Berry and Cline, 1979). Suatu bukti formal telah dikembangkan oleh Cheung (1969), bahwa dengan kondisi pasar yang sempurna tanpa adanya resiko, dengan biaya transaksi sama dengan nol, sistem bagi hasil tidaklah kurang efisiennya daripada pengusahaan oleh pemilik sendiri dan sistem sewa tetap. Alasan-alasan Cheung dirumuskan kembali dalam Hayami and Kikuchi (1987) dan dapat diringkas pada Gambar 1. Apabila informasinya sempurna dan biaya transaksinya sama dengan nol, pemilik tanah akan menetapkan di dalam kontrak, bahwa penyakap harus memakai tenaga sampai OL2 . Ketentuan seperti ini akan diterima oleh penyakap melalui penawaran, apabila area b, pengurangan pendapatan penyakap dengan peningkatan tenaga dari OL1 ke OL2 , lebih kecil dari area a, karena jumlah pendapatannya sebagai penyakap (area OWBL2 ). Selanjutnya, apabila pasarnya sempurna, pemilik tanah akan dapat menaikkan bagiannya (r) sampai ke tingkat dimana a sama dengan b, yaitu dimana pendapatan petani bagi hasil sama dengan pendapatannya yang mungkin diperoleh sebagai buruh upahan.
Hasil (q) mp D (l-r)mp
E W
a B A
bb C
0
L2 L1 Gambar 1. Model Pilihan Kontrak
K Kerja (l)
Sumber: Hayami and Kikuchi (1987)
Begitu pula, apabila pasarnya sempurna, pemilik tanah akan sanggup meminta kenaikan sewa yang sudah ditetapkan ke tingkat yang sama dengan pendapatannya yang mungkin ia terima sebagai petani pemilik. Jadi, pada pasar yang sempurna dengan biaya transaksi sama dengan nol, alokasi sumberdaya dan distribusi pendapatan akan benar-benar sama diantara ketiga jenis kontrak: keuntungan tenaga kerja tidak dapat tidak akan sepadan dengan area OWBL2 , dan keuntungan untuk tanah sepadan dengan area WBD. Baik pemilik tanah maupun penyakap harus tidak berpihak dalam memilih kontrak di dalam pasar yang sempurna. Di dunia nyata pemilihannya tergantung pada besarnya resiko yang relatif dan biaya transaksi, terutama biaya untuk melaksanakan kontrak. Dari pihak pemilik tanah, resiko itu adalah yang terendah dalam hal kontrak menyewa dengan sewa tetap, dan yang tertinggi dalam hal melakukan usaha sendiri dengan tenaga kerja berupah tetap.
Biaya transaksinya juga akan
mencapai titik tertinggi bila memakai tenaga kerja dengan upah tetap, karena sukarnya mencegah mereka dari kelalaian bekerja. Biaya untuk menjalankan
suatu kontrak sewa tetap atau untuk mengumpulkan sewa tetap, hendaknya lebih rendah dari biaya menjalankan kontrak bagi hasil, terutama karena yang disebut terakhir itu mencakup kesukaran dalam menentukan berapa banyak tenaga kerja yang dipakai dan berapa banyak hasil yang diproduksi. Jadi, urutan preferensi tiga ikatan kontrak untuk pemilik tanah dipandang dari sudut resiko dan biaya transaksi, akan menjadi seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Urutan Preferensi Dalam Memilih Kontrak Pihak pemilik tanah Resiko
L>S>O
Biaya Transaksi
L>S>O
Pihak penyakap: Resiko
L<S=O
Kesempatan enterprenir
L>S>O
L = sistem sewa tetap dengan sewa tertentu S = sistem bagi hasil O = pengusaan oleh pemilik dengan tenaga kerja tetap Sumber: Hayami and Kikuchi (1987)
Bagi penyakap, urutan preferansi dipandang dari segi resiko justru sebaliknya dari urutan preferensi bagi pemilik tanah seandainya tidak ada ketentuan di pasar buruh. Namun, seperti telah dijelaskan secara terperinci pada bagian sebelumnya, permintaan akan tenaga kerja untuk produksi hasil pertanian sangat tidak menentu, yang disebabkan oleh keadaan cuaca yang berubah-ubah
dan kondisi ekologis lainnya. Akan sama saja sukarnya meramalkan adanya kesempatan kerja dan tingkatan upah untuk musim berikutnya dengan meramalkan hasil panen pada musim berikutnya. Sejumlah kecil penduduk desa telah siap untuk memasuki pasar tenaga kerja perkotaan yang sudah mantap. Jadi, bagi mereka, ketidakpastian pendapatan masa depan yang berasal dari kerja yang dibayar dengan upah akan sama dengan atau malah akan lebih besar daripada ketidakpastian pendapatan dari sistem bagi hasil (Hayami and Kikuchi, 1987). Kriteria lain dalam pilihan kontrak untuk penggarap adalah kesempatan bagi penggarap untuk mengerahkan kemampuannya berusaha atau “kemampuan penggarap untuk menghadapi ketidakseimbangan”, Dengan kriteria ini, penggarap itu akan memilih sewa tetap dibandingkan dengan sewa bagi hasil, dan lebih memilih bagi hasil daripada kerja dengan upah tetap (Hayami and Kikuchi, 1987). Pilihan kontrak yang sebenarnya akan ditentukan pada titik tanggung jawab dari urutan preferensi yang bertentangan antara pemilik tanah dan penggarap yang ditunjukan pada Tabel 1. Ekonomi yang mendekati pemenuhan keperluan makan sendiri dengan pertanian tradisional seperti diuraikan oleh Schultz (1964), dengan produktivitas rendah, sedang sumber-sumber daya dialokasikan pada keseimbangan jangka panjang karena tidak terdapatnya unsur yang dinamis. Pada keadaan ekonomi seperti itu, keengganan terhadap resiko akan mendominasi pilihan penggarap, karena pendapatannya begitu rendah sehingga ia harus memikirkan kemungkinan krisis dalam kebutuhan pokoknya, dan juga ruang lingkup baginya terlalu sempit untuk dapat mengerahkan kemampuan berusaha.
Sebaliknya, bagi pemilik tanah yang kaya, resiko dapat dikatakan hanya merupakan masalah yang relatif kecil. Karena teknologi mantap, tidaklah sukar untuk melihat tingkat tertinggi masukan seorang penyakap dan tingkat produksi yang berkaitan dengannya. Maka adalah mudah untuk memperinci masukan pekerja dalam kontrak bagi hasil; juga mudah untuk menjalankan kontrak tersebut, karena hubungan antara masukan dan produksi telah diketahui, dan pemilik tanah dapat dengan mudah mengetahui apabila penyakap melalaikan kerjanya hanya dengan memeriksa parohan sewa yang diserahkan dalam jangka waktu yang cukup lama guna menyeimbangkan perubahan-perubahan cuaca (Hayami and Kikuchi, 1987). Jadi turunnya biaya transaksi karena peralihan dari kontrak bagi hasil menjadi kontrak sewa-tetap tidaklah besar. Namun, naiknya biaya karena perubahan dari bagi hasil menjadi tenaga kerja up ahan tampaknya akan besar. Biaya mengawasi tenaga kerja pertanian biasanya sangat tinggi, karena seringkali pekerjaan itu tidak ada standarnya dan memerlukan penilaian pribadi atas variasi tanaman-tanaman, hewan, air dan tanah yang tidak ada akhirnya. Adalah sukar untuk mengharapkan pekerja upahan yang diasingkan dari hasil tenaganya dapat melakukan tugas dengan memadai (Hayami and Kikuchi, 1987). Jadi, tampaknya masuk akal untuk membuat hipotesa, bahwa cara bagi hasil yang sudah meluas dalam masyarakat pertanian tradisional, menjadi titik tanggung jawab antara penolakan resiko yang keras dari penyakap dengan perhitungan biaya transaksi oleh pemilik tanah. Namun, titik tanggung jawab ini tetap berubah dalam menghadapi perubahan-perubahan teknologi dan pasar yang dinamis. Perubahan-perubahan seperti itu meningkatkan baik biaya transaksi
kontrak bagi hasil untuk para pemilik tanah maupun kesempatan berusaha bagi penyakap dan merangsang peralihan kepada sistem sewa tetap (Hayami and Kikuchi, 1987) Seperti ditekankan pada bagian sebelumnya, salah satu faktor yang paling menentukan dalam memilih kontrak, dapat disebutkan interaksi sosial. Jika hubungan antara pemilik tanah dan penyakap merupakan hubungan antara bapakanak buah yang terbelit dalam ikatan yang banyak jalurnya, yang melibatkan pertukaran jasa dan kewajiban, akan agak sukar bagi penyakap untuk menipu pemilik tanah dalam kontrak bagi hasil. Sifat altruistik seorang pemilik tanah mungkin akan efektif dalam memperkecil biaya pelaksanaannya. Di dalam komunitas yang bercirikan interaksi sosial yang tinggi derajatnya dan dimana cara “pemerataan” dianggap sebagai suatu norma sosial, bagi hasil mungkin akan dipertahankan, walaupun terjadi perubahan-perubahan yang dinamis dalam teknologi dan pasar (Hayami and Kikuchi, 1987). Di pedesaan cenderung pada pemakaian buruh (tenaga kerja) per hektar berlebihan, sehingga pemakaian tenaga kerja relatif menjadi lebih mahal. Produktivitas yang rendah dan pemakaian tenaga kerja yang berlebihan akan menyebabkan nilai produksi marjinal dari buruh menjadi lebih kecil dibanding dengan upah buruh (Musa et.al.,1984).
3.1.2. Pengaruh Luas Lahan Garapan Terhadap Produksi dan Pendapatan Menurut Nicholson (2001), penambahan tanah atau lahan marjinal akan memberikan hasil yang semakin berkurang (law of diminishing return). Jika sebuah faktor produksi variabel terus ditambah pemakaiannya sedang faktor
produksi lain tetap jumlahnya, maka tambahan produk (produk marjinal) akan semakin menurun (Musa et.al.,1984). Petani luas dapat me mperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada petani sempit, karena dengan skala usaha yang lebih luas, petani luas dapat menggunakan faktor-faktor produksi yang lebih besar jumlahnya daripada yang diperoleh petani sempit. Petani luas lebih mampu menahan hasil produksinya untuk menunggu harga yang lebih tinggi dari harga yang diterima petani kecil. Petani kecil dalam menjual hasil produksinya pada umumnya dilakukan pada musim panen dimana harga pada musim panen relatif rendah (Musa et. al.,1984). Studi pertanian tradisional di Asia dan Amerika Latin telah menunjukan kebalikan hubungan antara output per hektar dan ukuran lahan dalam hektar (Berry and Cline, 1979). Selanjutnya diuraikan oleh Upton (1996), bahwa bukti yang dikemukakan oleh Berry and Cline tersebut mungkin dapat ditafsirkan sebagai decreasing return to scale. Tentu saja pengarang menemukan bahwa biaya rata-rata per unit dari output lebih rendah secara umum pada lahan pertanian yang lebih kecil, terutama ketika harga tenaga kerja diasumsikan sama dengan nol. Lahan kecil ditanami lebih intensif dengan input tenaga kerja yang lebih tinggi per hektar bertanggung jawab atas output yang lebih besar. Biaya rata-rata per unit dari output tergantung pada nilai relatif lahan dan tenaga kerja. Biaya rata-rata hanya lebih rendah pada kepemilikan lahan kecil ketika tenaga kerja relatif murah terhadap nilai lahan.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Faktor-faktor produksi yang dipakai dalam usahatani kentang antara lain: lahan garapan, bibit kentang, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida (insektisida
dan fungisida) dan tenaga kerja. Lahan garapan di lokasi penelitian menurut statusnya merupakan lahan milik sendiri, sewa dan gadai. Pembagian lahan garapan menurut status kepemilikan ini diperlukan karena akan mempengaruhi hasil perhitungan analisis pendapatan usahatani kentang varietas granola dan digunakan sebagai peubah boneka (dummy variable) dalam pendugaaan fungsi produksi. Menurut luas lahan garapan usahatani kentang, maka lahan dibagi menjadi lahan dengan luas lebih besar dari atau sama dengan satu hektar dan lahan dengan luas kurang dari satu hektar. Pembagian luas lahan ini diperlukan untuk mengetahui skala usaha yang memberikan hasil dan pendapatan yang paling besar bagi petani kentang dan peubah kategorik ini digunakan juga sebagai peubah boneka dalam pendugaan fungsi produksi. Analisis fungsi produksi Cobb-Douglas dipilih sebagai alat analisis pada penelitian ini karena selain dapat melihat dugaan produksi kentang, terbebas dari masalah heteroskedastisitas, juga dapat melihat nilai elastisitas masing- masing faktor produksi. Analisis pendapatan yang digunakan meliputi analisis pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya total dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio). Bagan alur pemik iran operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Usahatani Kentang
Faktor Produksi
Bibit Kentang Lahan
Pupuk Kandang Status Lahan: 1. Milik Sendiri 2. Sewa 3. Gadai
Luas Lahan: 1. = 1 Hektar 2. < 1 Hektar
Pupuk Kimia
Pestisida Tenaga Kerja
Analisis Fungsi Produksi
Analisis Pendapatan: 1. Analisis Pendapatan Atas Biaya Tunai Dan Atas Biaya Total 2. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)
Hasil/Yield
Gambar 2. Bagan Alur Pemikiran Operasional
Pendapatan
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat. Lokasi Penelitian dipilih secara sengaja (purposive), karena Kabupaten Majalengka merupakan sentra produksi kentang terbesar ketiga di Jawa Barat. Waktu pengambilan data penelitian ditentukan pada pertenga han bulan Maret sampai pertengahan bulan April 2005 dengan maksud dapat memperoleh data produksi baru untuk musim tanam bulan Oktober 2004 sampai bulan Februari 2005.
4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara responden di lokasi penelitian berupa data status kepemilikan dan luas lahan usahatani, data pemakaian faktor- faktor produksi, biaya penggunaan faktor- faktor produksi, output yang dihasilkan dan harga jual. Data sekunder diperoleh dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Agro Jawa Barat, Dinas Pertanian Jawa Barat, Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka, Kecamatan Argapura, Desa Argalingga, Internet dan literatur lain yang relevan dengan penelitian ini.
4.3. Populasi, Co ntoh dan Metode Pengambilan Contoh Populasi berjumlah 72 orang, yaitu seluruh petani di lokasi penelitian yang menanam kentang varietas granola pada bulan Oktober 2004 sampai bulan
Februari 2005. Contoh diambil dari populasi secara acak bertingkat (stratified random sampling) dengan perbandingan yang proporsional dari setiap blok pemukiman. Jumlah sampel adalah 30 (Lampiran 8) dan contoh tambahan diambil sebesar 12 orang, maka jumlah contoh keseluruhan adalah sebanyak 42 orang. Sampel yang digunakan dalam analisis fungsi produksi berjumlah 37 orang, sisanya sebanyak 5 orang merupakan pencilan.
Tabel 2. Sebaran Jumlah Responden Petani Kentang Di Desa Argalingga Musim Tanam Bulan Oktober 2004 - Februari 2005. Luas Lahan = 1 Ha Luas Lahan < 1 Ha Total Status Lahan (Orang) (Orang) (Orang) Milik
7
22
29
Sewa
1
4
5
Gadai
-
8
8
Total (Orang)
8
34
42
4.4. Analisis Data 4.4.1. Analisis Fungsi Produksi Penetapan peubah-peubah yang relevan untuk model fungsi produksi Cobb-Douglas yang akan diduga, akan mendasarkan pada pertimbanganpertimbangan mengenai: (a) pendugaan fungsi produksi ditujukan untuk menjelaskan hubungan input output yang memungkinkan penilaian keefisienan produksi dihubungkan dengan skala usaha; (b) pemilihan peubah model berpedoman
pada
teori
produksi
yang
kemudian
disesuaikan
dengan
kemungkinan-kemungkinan memperoleh data yang bersumber dari wawancara (Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi-Institut Pertanian Bogor, 1981-1982).
Fungsi produksi Cobb-Douglas mempunyai beberapa keuntungan, yaitu: (1) perhitungan sederhana karena dapat dilihat dalam bentuk linear, (2) pada model ini koefisien pangkatnya sekaligus menunjukan besarnya elastisitas produksi dari masing- masing faktor produksi yang digunakan dalam produksi, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat produksi yang optimum dari pemakaian faktor- faktor produkasi, (3) hasil penjumlahan koefisien elastisitas masing- masing faktor produksi pada fungsi ini juga dapat menunjukan fase pergerakan skala usaha atau (return to scale) atas perubahan faktor- faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi yang berlangsung. Model umum fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut:
Y = b 0 x 1 1 x 2 2 x 3 3 x 4 4 x 5 5 e b6 D1 +b 7 D2 +b8 D+ u
dimana:
Y x1 x2 x3 x4 x5 bi b0 Di D e u
b
b
b
b
b
= Produksi (kilogram). = Bibit kentang (kilogram). = Pupuk kandang (kilogram). = Pupuk kimia (rupiah). = Pestisida (rupiah). = Tenaga kerja (HKP). = Besaran parameter (elastisitas masing- masing faktor produksi) = Konstanta, intersep, besaran parameter = Peubah boneka (dummy variable) status lahan = Peubah boneka (dummy variable) luas lahan = Bilangan natural (2,7182) = Sisa (residual)
Peubah boneka yang digunakan untuk membedakan tiga kategori status lahan (milik, sewa dan gadai) adalah: D1 = 1, Jika status lahan adalah sewa. D1 = 0, Jika status lahan lainnya. D2 = 1, Jika status lahan adalah milik. D2 = 0, Jika status lahan lainnya.
Peubah boneka yang digunakan untuk membedakan dua kategori luas lahan adalah: D = 1 untuk luas lahan garapan = 1 hektar D = 0 untuk luas lahan garapan < 1 hektar
4.4.2. Analisis Pendapatan Analisis pendapatan yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya total, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio). Pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut: Pd tunai = TR – TC Pd total = TR – (TC + CC) Dimana: Pd TR TC CC
= Pendapatan = Nilai Produksi (harga dikali jumlah produksi) = Biaya tunai = Biaya diperhitungkan/tidak tunai
Secara matematis, perbandingan antara penerimaan dengan total biaya dirumuskan sebagai berikut: R/C Ratio = Jumlah Penerimaan / Jumlah Pengeluaran Total Nilai rasio R/C menentukan kelayakan usahatani. Apabila nilai R/C > 1, maka usahatani yang dilakukan menguntungkan, sebaliknya apabila nilai R/C < 1, maka usahatani akan mengalami kerugian.
4.5. Konsep Pengukuran Variabel Dalam menganalisis pendapatan usahatani kentang, maka variabelvariabel yang diukur adalah sebagai berikut: 1. Produksi total merupakan hasil produksi kentang yang dihasilkan dari total lahan yang digarap, diukur dalam satuan kilogram. 2. Bibit adalah jumlah bibit tanaman kentang varietas Granola untuk satu musim tanam, diukur dalam satuan kilogram. 3.
Pupuk kandang adalah jumlah pupuk kandang (kotoran domba) yang digunakan untuk satu musim tanam usahatani kentang, diukur dalam satuan kilogram.
4. Pupuk kimia adalah nilai pupuk kimia, baik pupuk kimia padat (Urea, KCl, ZA, NPK Phonska dan lain- lain) maupun pupuk kimia cair/pupuk pelengkap cair (Green Asri, Biotonik, Nutrinik dan lain- lain) yang digunakan untuk satu musim tanam usahatani kentang, diukur dalam satuan rupiah. 5. Pestisida adalah nilai insektisida dan fungisida yang digunakan untuk satu musim tanam usahatani kentang, diukur dalam satuan rupiah. 6. Tenaga kerja adalah tenaga kerja manusia yang digunakan dalam proses produksi baik untuk pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan. Tenaga kerja ini dibedakan atas tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja dari luar keluarga. Satuan hitung tenaga kerja yaitu HKP (Hari Kerja Pria) dengan waktu kerja 5-6 jam per hari. Tenaga kerja pria
bernilai 1 HKP, sedangkan wanita dan anak-anak masing- masing bernilai 0,8 dan 0,5 HKP. 7. Biaya tunai adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan petani untuk membeli keperluan usahatani kentang, seperti bibit kentang granola, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida dan upah tenaga kerja luar keluarga. Satuan yang dipakai adalah rupiah. 8. Biaya yang diperhitungkan adalah pengeluaran untuk pemakaian input milik petani sendiri, seperti upah tenaga kerja keluarga (disesuaikan dengan tingkat upah yang berlaku) dan penyusutan alat. Satuan yang dipergunakan adalah rupiah. 9. Biaya total merupakan penjumlahan biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. 10. Harga produk adalah harga kentang di tingkat petani dalam satu musim panen. Satuan hitung yang dipergunakan adalah rupiah per kilogram. 11. Penerimaan usahatani adalah nilai produksi kentang yaitu jumlah produk total dikalikan dengan harga jual kentang di tingkat petani. Satuan hitung yang dipergunakan adalah rupiah. 12. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan biaya usahatani. Pendapatan diperhitungkan atas biaya tunai dan atas biaya total. Satuan hitung yang dipergunakan adalah rupiah
V. GAMBARAN UMUM
5.1 Karakteristik Wilayah dan Sosial Ekonomi Kemasyarakatan 5.1.1 Letak dan Kondisi Geografis Lokasi Penelitian Data monografi Desa Argalingga menunjukan bahwa luas wilayah keseluruhan Desa adalah sebesar 240,4 hektar yang terdiri atas daratan seluas 104,4 hektar dan perbukitan seluas 136 hektar, dengan batas wilayah sebagai berikut: sebelah Utara adalah Sungai Cipada (Desa Gunungwangi), sebelah Selatan adalah Sungai Cilongkrang (Desa Argamukti), sebelah Barat adalah Desa Sukadana dan sebelah Timur adalah tanah Perhutani (Gunung Ciremai). Topografi lahan garapan yang berbukit-bukit merupakan salah satu kendala produksi kentang, sehingga produksi harus dilakukan secara manual (Damayanti, 1998). Lokasi penelitian dapat dicapai dari pusat pemerintahan Kecamatan Argapura sejauh 13 km, pusat pemerintahan Kota Administratif sejauh 60 km, Ibukota Kabupaten DT II Majalengka sejauh 21 km, Ibukota Propinsi Jawa Barat sejauh 105 km dan Ibukota Negara sejauh 216 km. Lokasi penelitian yang jauh tersebut menyebabkan biaya transportasi dan harga input produksi
(bibit
kentang, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida dan obat-obatan) akan relatif lebih tinggi daripada lokasi yang lebih dekat dengan pusat pemerintahan, sedangkan harga kentang yang dijual di tingkat petani rendah. Desa Argalingga termasuk dataran tinggi dengan ketinggian tempat 1200 meter dari permukaan laut. Suhu udara rata-rata di daerah ini mencapai 170 C, dengan curah hujan mencapai 217,92 mm/tahun. Curah hujan tertinggi dicapai
pada bulan Februari yaitu 522 mm, hal ini menyebabkan pada bulan ini tanaman kentang mudah terserang penyakit busuk akar dan busuk daun akibat udara ayng sangat lembab. Kondisi geografis di lokasi penelitian ini sangat menunjang untuk budidaya tanaman hortikultura khususnya sayuran.
5.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Argalingga terdiri dari lima blok pemukiman yang dikepalai oleh seorang Lurah, antara lain: Taman, Sukamukti, Sukamanah, Cipanas dan Argalingga. Desa ini merupakan desa baru hasil pemekaran Desa Sukadana dan Desa Arga mukti pada tanggal 11 November 1984. Kuwu (Kepala Desa) yang pernah dan sedang menjabat sampai saat ini baru tiga orang, antara lain: Sastra (1986-1994), Endi (1996-2003) dan Sugim (2004-2010). Pemilihan Kuwu dilakukan secara langsung oleh warga Desa denga n sistem pemilihan musyawarah untuk mufakat. Pemilihan berlangsung secara aman dan tertib karena
masyarakat
masih
menjunjung
semangat
gotong
royong
dan
kekeluargaaan yang sangat tinggi. Penduduk Desa Argalingga berjumlah 3074 orang dengan jumlah lakilaki sebanyak 1515 orang dan wanita sebanyak 1559, dengan begitu dapat diketahui sex ratio penduduk di lokasi penelitian adalah sebesar 0,97. Jumlah kepala keluarga di desa ini yaitu sebanyak 958 (Data Monografi Desa Argalingga, 2004). Sarana infrastruktur Desa Argalingga dinilai cukup baik, hal ini dilihat dari kondisi jalan raya yang sudah diaspal, tersedianya sarana ibadah (Mesjid dan Mushola) di setiap blok, sarana olahraga (lapangan bulutangkis, sepak bola dan bola voli). Sarana desa tersebut digunakan ole h masyarakat untuk berinteraksi
setelah bekerja di ladang, sehingga suasana kekeluargaan terjalin dengan baik. Kondisi sosial di lokasi penelitian masih menjunjung semangat kekeluargaan dan gotong royong antar sesama warga, hal ini ditunjukan dengan partis ipasi seluruh warga dalam pembangunan sarana infrastruktur seperti: pembuatan jalan raya, pembangunan sarana ibadah (Mesjid) maupun upacara-upacara adat setempat. Pada bulan April 2005 pemerintah Desa Argalingga membuka lokasi wisata air terjun yang dikenal dengan sebutan Curug Sawer, dengan dibangunnya tempat wisata tersebut diharapkan pendapatan Desa akan meningkat, karena selama ini pendapatan desa dari sewa lahan milik desa sangat kecil. Pembukaan dan pembangunan lokasi wisata tersebut dilakukan secara gotong royong oleh sebagian besar warga Desa Argalingga sendiri.
Tabel 3. Sebaran Penduduk Angkatan Kerja Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan Di Desa Argalingga Tahun 2004 No. Pendidikan Jumlah (Orang) (%) 1
Buta Aksara
10
1,1
2
Tidak Tamat SD
119
13,2
3
Tamat SD
531
58,9
4
Tamat SLTP
222
24,6
5
Tamat SMA
15
1,7
6
Tamat Akademi (D1-D3)
1
0,1
7
Sarjana
4
0,4
902
100,0
Jumlah Sumber: Profil Desa Argalingga (2004)
Tabel 3 menunjukan bahwa sebagian penduduk Desa Argalingga mengenyam pendidikan sampai Sekolah Dasar (58,9%), sedangkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama sebesar 24,6%
dan Tidak Tamat Sekolah Dasar
sebesar 13,2%, hal ini perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah
karena secara keseluruhan dapat diketahui bahwa kualitas pendidikan penduduk di lokasi penelitian sangat rendah. Pemerintah perlu mengadakan sosialisasi dan penyuluhan mengenai pentingnya pendidikan bagi masyarakat. Sekolah yang tersedia di Desa Argalingga hanya Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama sedangkan Sekolah Menengah Atas belum tersedia. Dengan kondisi kualitas pendidikan seperti itu maka sebagian besar mata penduduk memilih bermatapencaharian sebagai petani mengikuti jejak orang tua mereka. Pemerintah Daerah Tingkat II Majalengka berupaya meningkatkan skala usaha pertanian dengan memberikan dua kali bantuan usaha berupa KUT (Kredit Usaha Tani), tetapi pada pada kenyataannya kredit tersebut tidak dimanfaatkan secara baik sehingga tidak mampu mengembalikan modal yang diberikan. Petani di lokasi penelitian dilihat dari segi ekonomi merupakan petani yang menyandang status petani berhutang. Perekonomian petani memburuk dengan semakin berkurangnya pendapatan karena penerimaan hasil usahatani tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan akibat kenaikan harga faktor- faktor produksi, sedangkan harga jual kentang turun selama dua tahun terakhir.
5.2 Karakteristik Petani Lokasi Penelitian Berikut ini disajikan data sebaran penduduk menurut status kepemilikan tanah di Desa Argalingga: Tabel 4. Sebaran Penduduk Menurut Status Kepemilikan Tanah Desa Argalingga Tahun 2004 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Status Tanah Tanah hak milik yang telah disertifikatkan Tanah hak sewa Tanah hak guna usaha (HGU) Tanah hak guna bangunan (HGB) Tanah hak pakai Tanah kas desa
Jumlah (orang) 360 28 -
Luas (Ha) 25 7 -
a. Tanah bengkok b. Tanah titisara c. Tanah desa lainnya
11 33
3,5 15
Sumber: Profil Desa Argalingga (2004 )
Status tanah di lokasi penelitian sebagian besar adalah lahan milik yang telah disertifikatkan (360 orang), sedangkan status tanah sewa hanya sebanyak 28 orang. Desa Argalingga mempunyai tanah bengkok (11 orang) dan tanah desa lainnya (33 orang). Lahan milik yang sudah bersertifikat hanya sebesar 10,4 persen dari total lahan di lokasi penelitian, sedangkan tanah hak sewa dan tanah kas desa masing- masing sebesar 2,9 persen dan 7,7 persen.
Tabel 5. Sebaran Penduduk Menurut Luas Kepemilikan Tanah Desa Argalingga Tahun 2004. No. Luas Kepemilikan Tanah (Ha) Jumlah (Orang) (%) 1. < 0,1 753 76,99 2. 0,1 – 0,5 147 15,03 3. 0,6 - 1,0 61 6,24 4. 1,1 – 1,5 15 1,53 5. 1,6 – 2,0 1 0,10 6. 3,0 - 9,0 1 0,10 Jumlah 978 100,00 Sumber: Profil Desa Argalingga (2004)
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa sebanyak 76,99% petani di Desa Argalingga memiliki lahan kurang dari 0,1 hektar, 15,03% memiliki lahan antara 0,1-0,5 hektar, 6,24% memiliki lahan antara 0,6-1,0 hektar dan hanya 1,73% yang memiliki lahan lebih dari 1,1 hektar. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa mayoritas petani di lokasi penelitian merupakan petani kecil karena memp unyai lahan tegalan yang kurang dari 0,5 hektar untuk lahan garapan di Pulau Jawa (Soekartawi et al., 1986).
Struktur luas kepemilikan lahan di Desa Argalingga merupakan miniatur struktur luas kepemilikan lahan di Indonesia. Soekartawi et al. (1986), menyatakan bahwa 70 persen usahatani di Indonesia mempunyai luas kurang dari 0,1 hektar, hal ini sesuai dengan kondisi petani Desa Argalingga yang memiliki lahan kurang dari satu hektar sebesar 76,99 persen.
5.3 Karakteristik Petani Responden Hasil wawancara menunjukan bahwa petani responden usahatani kentang yang menguasai lahan usahatani dengan cara menyewa sebesar 11,9 persen, sistem gadai sebesar 19,1 persen dan memiliki sendiri sebesar 69 persen. Petani responden mayoritas memiliki lahan garapan sendiri tetapi hanya 18,92 persen yang memiliki lahan dengan luas lebih besar atau sama dengan satu hektar, sedangkan 81,08 persen memiliki lahan dengan luas kurang dari satu hektar. Berikut ini disajikan tabel distribusi petani responden menurut pengalaman bertani di lokasi penelitian tahun 2005:
Tabel 6. Distribusi Petani Responden Menurut Pengalaman Bertani Di Desa Argalingga Tahun 2005. Pengalaman Bertani Jumlah No. (%) (tahun) (Orang) 1
< 10
6
14,3
2
10-20
25
59,5
3
21-30
6
14,3
4
> 30
5
11,9
42
100,0
Total
Berikut ini disajikan distribusi petani responden menurut pengalaman pelatihan di Desa Argalingga tahun 2005:
Tabel 7. Distribusi Petani Responden menurut Pengalaman dan Pelatihan Di Desa Argalingga Tahun 2005. No. Uraian Jumlah (Orang) (%) 1
Pelatihan
16
38,1
2
Tidak Pelatihan
26
61,9
Total
42
100,0
Tabel 6 menunjukan bahwa sebagian besar petani reponden (59,5 persen) mempunyai pengalaman bertani antara 10-20 tahun. Tabel 7 menunjukan bahwa, petani sebagian besar tidak mendapatkan pelatihan (61,9 persen), hal ini sesuai dengan pernyataan Soekartawi et al.(1986), bahwa petani kecil memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamik. Petani mempunyai sumber modal produksi yang terbatas sehingga kesulitan untuk meningkatkan teknologi yang akan diterapkan untuk pertanian. Petani yang mendapatkan pelatihan sebesar 38,1 persen, mendapatkan pelatihan berupa pendidikan penanganan HPT (hama dan penyakit tumbuhan), penanganan bibit kentang dan penanamannya di Lembang, Garut dan Pangalengan
dari
perusahaan
obat-obatan,
BPPT
(badan
pengkajian
pengembangan teknologi) dan PPL (penyuluh petanian lapangan) Kabupaten Majalengka. Tempat pelatihan usahatani kentang letaknya jauh dari lokasi produksi sehingga petani yang mendapatkan pelatihan hanya perwakilan dari setiap kelompok tani atau gabungan kelompok tani (gapoktan) di Desa
Argalingga, hal inilah yang menyebabkan jumlah petani yang mendapat pelatihan sedikit.
5.4. Keragaan Usahatani Kentang 5.4.1. Persiapan Lahan Langkah pertama dari persiapan lahan adalah pembersihan lahan dari gulma dengan menggunakan kored dan pacul, kemudian dilakukan pengolahan tanah pertama dengan kedalaman ± 30 cm hingga gembur dan dikeringkan selama ± 2 minggu. Pengolahan tanah di lokasi penelitian tidak membutuhkan waktu yang lama dan tenaga kerja yang besar karena sifat fisik tanah yang pasir berlempung sehingga mudah untuk digemburkan. Lahan garapan kentang umumnya disiapkan dengan sistem guludan atau bedengan dengan lebar 60 cm 80 cm dan tinggi 30 cm, ada juga yang berukuran lebar 100 cm dengan jarak antar bedengan 40 cm.
5.4.2. Penanaman Penanaman kentang di lokasi penelitian menggunakan bibit yang berasal dari panen sebelumnya. Jenis bibit yang dipakai umumya disebut bibit DN (berdiameter 45 mm - 55 mm dengan berat 45 gr - 60 gr) dan bibit Ares (berdiameter 35 mm - 45 mm dengan berat 30 gr - 45 gr). Bibit kentang disimpan selama 4 bulan sebelum penanaman, kemudian ditanam dengan jarak tanam 75 x 35 cm. Insektisida seperti rugby diberikan bersamaan dengan penanaman bibit untuk mencegah serangan ulat hitam pada awal tanam. Pada penanaman, pupuk organik, pupuk majemuk (NPK Ponska) diberikan sekaligus, sedangkan pupuk
tunggal (Urea, SP-36 dan KCl) diberikan dua kali yaitu pada saat penanaman dan penyiangan.
5.4.3. Penyiangan dan Pembumbunan Gulma atau rumput liar yang tumbuh di sekitar tanaman kentang akan menjadi pesaing dalam kebutuhan air, sinar matahari, unsur hara dan lain- lain bagi tanaman pokok (Rukmana, 1997), oleh karena itu gulma perlu dibersihkan (disiangi)
untuk
memaksimalkan
produksi
kentang.
Penyiangan
dapat
menggunakan peralatan kored, cangkul atau gacok sedangkan pembumbunan menggunakan cangkul. Bersamaan dengan penyiangan dilakukan pula pembumbunan. Tujuan pembumbunan, antara lain, ialah memberikan kesempatan agar stolon dan umbi berkembang dengan baik, memperbaiki drainase tanah, mencegah umbi kentang yang terbentuk terkena sinar matahari, dan mencegah serangan hama penggerek umbi (Phithorimaea opercuella). Umbi kentang yang terkena sinar matahari akan berwarna hijau dan beracun (Rukmana, 1997). Lokasi penelitian berada di dataran tinggi dengan ketinggian tempat di atas 1200 meter dari permukaan laut, hal ini menyebabkan suhu udara rendah dan pada musim hujan kelembaban udara tinggi. Udara lembab dapat meningkatkan serangan penyakit dan jamur pada tanaman. Untuk mengatasi hal tersebut maka tanaman kentang diberi ajir agar tanaman tumbuh tegak dan daerah dibawah naungan daun dapat tersinari cahaya matahari. Penancapan ajir dan pengikatan tanaman dilakukan bersamaan dengan kegiatan penyiangan dan pembumbunan.
5.4.4. Penyemprotan Petani lahan kurang dari satu hektar umumnya menggunakan alat semprot manual dengan kapasitas tangki 14 dan 17 liter, sedangkan petani yang mempunyai lahan lebih dari atau sama dengan satu hektar menggunakan alat semprot manual dan kadangkala menggunakan mesin semprot berbahan bakar bensin. Frekuensi penyemprotan pada musim hujan adalah 3 - 4 hari sekali, bahkan 2 hari sekali, sedangkan normalnya adalah 7-9 hari sekali. Penyemprotan pada musim hujan lebih sering dilakukan untuk mencegah serangan busuk daun akibat serangan jamur Phytopthora infestans Mont de Barry, layu Fusarium oleh jamur Fusarium oxysporum Schl. Snyd., layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum E.F. Smith maupun penyakit lainnya. Alasan lainnya adalah tanah di lokasi penelitian mempunyai struktur tanah pasir berlempung, sehingga pada musim hujan baik pupuk maupun pestisida yang diberikan mudah tercuci (leaching) dari tanah oleh air hujan.
5.4.5. Panen dan Pascapanen Panen di lokasi penelitian umumnya dilaksanakan setelah kentang berumur 90 sampai 120 hari setelah tanam. Hasil panen pada musim hujan relatif lebih banyak daripada musim kemarau. Hasil produksi yang melimpah terjadi sekitar bulan Februari yang dikenal dengan panen raya, sedangkan panen kecil terjadi sekitar bulan Agustus. Harga jual pada saat panen raya cenderung lebih rendah daripada saat panen kecil, hal ini diakibatkan terlalu banyaknya penawaran kentang dari petani, sehingga tengkulak yang beroperasi di sekitar pasar Maja dan Desa-desa di Kecamatan Argapura mempunyai posisi tawar
(bargaining position) yang lebih tinggi sehingga dapat menekan harga beli kentang dari petani. Kentang yang dipanen selanjutnya diklasifikasi berdasarkan uk uran umbi, antara lain: ABC (berdiameter > 55 mm dengan berat > 60 gr), DN (berdiameter 45 mm - 55 mm dengan berat 45 gr - 60 gr) dan Ares (berdiameter < 35 mm - 45 mm dengan berat 30 gr - 45 gr). Setelah grading, kentang dikemas menggunakan karung berjaring yang dikenal dengan sebutan karamba. Pengkelasan kentang yang dilakukan oleh petani di lokasi penelitian tidak mengikuti standar yang ditetapkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Agro Pemerintah Propinsi Jawa Barat. Pada Tabel 9 disajikan jenis mutu kentang dari Deperindag Agro Jawa Barat:
Tabel 8. Jenis Mutu Kentang Kriteria Mutu A
Mutu B
Mutu C
Mutu D
Ukuran (gr)
> 301
100-300
50-100
< 50
Tingkat Kesegaran (%)
95-100
90-95
85-90
80-85
Tidak
Tidak
seragam
seragam
Keseragaman
Kadar kotoran Residu Pestisida
seragam
seragam
bebas
bebas
rendah
Rendah
0
0
0
0
Sumber: Pemerintah Propinsi Jawa Barat Dinas Perindustrian dan Perdagangan Agro (2003).
Hasil panen kentang dipasarkan melalui beberapa saluran tataniaga, ada yang langsung memasarkan sendiri ke pasar kecamatan Maja, Jakarta dan kotakota lainnya ataupun melalui pedagang pengumpul di lokasi panen. Petani yang
memasarkan sendiri hasil panennya ke kota-kota besar mempunyai marjin yang lebih besar dari pada yang dipasarkan melalui tengkulak di daerah Maja.
5.5 Penggunaan Faktor-faktor Produksi Usahatani Kentang Penggunaan faktor produksi dan hasil produksi untuk musim hujan dan kemarau di lokasi penelitian sangat berbeda. Penggunaan faktor produksi musim hujan relatif lebih besar daripada musim kemarau, contohnya adalah penggunaan faktor produksi pupuk, perekat, pestisida dan tenaga kerja. Berikut ini disajikan penggunaan faktor-faktor produksi usahatani kentang di lokasi penelitian: 5.5.1. Lahan Garapan Usahatani kentang di lokasi penelitian dilakukan dua kali dalam satu tahun, yaitu pada musim hujan (cur hujan) dan musim kemarau (halodo). Penanaman cur hujan umumnya dilakukan pada bulan Mei sampai bulan Agustus di tanah tegalan yang dikenal dengan sebutan tanah durukan, sedangkan penanaman halodo dilakukan pada bulan Oktober sampai bulan Februari di tanah yang mengandalkan air sungai yang dikenal dengan sebutan tanah boyoran.
5.5.2. Bibit Kentang Para petani di lokasi penelitian menggunakan bibit kentang lokal yang diperoleh dengan cara menangkarkan bibit sendiri dari hasil panen musim yang lalu atau membeli dari petani lain. Hasil yang diperoleh dari penggunaan bibit kentang lokal ini lebih rendah daripada menggunakan bibit lokal yang bersertifikat ataupun bibit impor, hal ini disebabkan bibit kentang yang
ditangkarkan sendiri oleh petani sudah melewati beberapa generasi sehingga tidak murni lagi. Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Majalengka melalui PPl (Penyuluh Pertanian Lapangan) pada bulan Maret 2005 menguji coba bibit kentang baru yang berasal dari biji yang dikenal dengan sebutan true potato seed. Bibit kentang baru ini
diharapkan dapat meningkatkan produksi kentang di
Majalengka khususnya Kecamataan Argapura sebagai kecamatan utama pengasil kentang. Produksi kentang yang berasal dari biji mempunyai nilai produktivitas yang lebih tinggi karena terjamin keturunannya dan terbebas dari penyakit.
5.5.3. Pupuk Organik Petani kentang menggunakan dua macam pupuk organik, yaitu pupuk kandang dan pupuk kompos. Pupuk kandang dapat berasal dari pupuk kotoran ayam maupun kotoran kambing yang didatangkan dari daerah Banjaran dan Talaga, sedangkan pupuk kompos dapat dibeli dari beberapa toko sarana pertanian di Maja. Pupuk kompos dikenal oleh para petani sebagai Buto Ijo yang merupakan merek dagang pupuk tersebut. Penggunaan pupuk kompos di lokasi penelitian kurang populer dipergunakan, hal ini terlihat hanya beberapa petani yang menggunakan pupuk ini.
5.5.4. Perekat dan Pupuk Kimia Perekat diberikan dalam penyemprotan untuk mempercepat larut nya pupuk daun dan obat. Jenis/merek perekat yang umumnya digunakan oleh petani kentang di lokasi penelitian antara lain: Apsa, Tripel, Polibon, Latron, Primaton, Agristik, Bermor, Sanvit, Bicostic, Kalistic dan Tritone. Pada musim hujan,
perekat juga berguna untuk mencegah tercucinya obat/pupuk yang telah diberikan oleh air hujan, sehingga tetap melekat pada bagian tanaman. Pupuk kimia yang digunakan dibedakan kedalam pupuk kimia dalam bentuk padat dan dalam bentuk cair. Jenis pupuk kimia berbentuk padat antara lain: Urea, TSP, KCl, SP-36, NPK, Progib dan NPK Ponska, sedangkan jenis pupuk kimia berbentuk cair yang dikenal dengan pupuk pelengkap cair (PPC) antara lain: Green Asri, Marshal, Spontan, Biotonik, Vitamax, Vitagrow, Superking dan Mutiara. Petani di lokasi penelitian kurang mematuhi aturan pemberian pupuk bagi tanaman, contohnya pada pemberian pupuk ZA dan NPK Ponska seharusnya tidak ditambahkan jenis pupuk lain karena kebutuhan unsur hara seperti nitrogen, fosfor dan kalium sudah terpenuhi dari kedua jenis pupuk tersebut.
5.5.5. Pestisida Insektisida yang umumnya digunakan oleh petani di lokasi penelitian antara lain: Ripcord, Curacron, Rugby, Dursban, Kaptan, Detacron, Propile, Melodi Duo dan Rampage, sedangkan jenis fungisida yang digunakan antara lain: Daconil, Dithane, Tanzeb, Polycom, Octanil, Saromil, Cursi, Polyram, Polaram, Pilaram dan Prepikure. Penggunaan pestisida di lokasi penelitian pada musim hujan relatif lebih banyak dibandingkan pada musim kemarau. Insektisida dan pestisida ini dapat dengan mudah diperoleh petani di toko sarana pertanian yang berada di Kecamatan Maja. Perihal yang menjadi permasalahan dan perlu mendapatan perhatian serius dari pemerintah daerah adalah adanya penjualan pestisida palsu di lokasi penelitian. Pestisida palsu tidak dapat mengatasi serangan hama/penyakit pada tanaman bahkan menyebabkan kerontokan daun,
kasus seperti ini sudah beberapa kali terjadi dan hampir menyebabkan gagal panen pada beberapa petani.
5.5.6. Tenaga Kerja Tenaga kerja usahatani kentang ini dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja luas keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga. Tenaga kerja luar keluarga diperoleh dari penduduk Desa Argalingga atau dari Desa tetangga yang saling berdekatan. Upah tenaga kerja pria untuk satu hari (HKP) dengan waktu bekerja 5-6 jam/hari adalah sebesar Rp15.000, sedangkan untuk wanita (HKW) sebesar Rp 10.000. Tenaga kerja anak (HKA) hanya digunakan pada saat panen, dan diberi upah sebesar Rp 5000. Tenaga kerja luar keluarga termasuk ke dalam komponen biaya tunai, sedangkan tenaga kerja dalam keluarga termasuk ke dalam komponen biaya yang diperhitungkan dan jumlah upahnya sama dengan tenaga kerja luar keluarga.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6. 1. Analisis Usahatani 6. 1. 1. Pengaruh Status Kepemilikan dan Penguasaan Lahan Garapan Petani di lokasi penelitian dapat menguasai lahan garapan dengan cara memiliki sendiri, menyewa ataupun menggadai. Sebagian besar petani memiliki lahan sendiri. Lahan tersebut dapat diperoleh dengan cara membeli dari petani lain tetapi sebagian besar merupakan warisan dari orangtua sehingga akibat sistem pewarisan ini lahan usahatani terfragmentasi ke dalam persil-persil yang lebih kecil. Luas lahan garapan yang dimiliki sendiri di lokasi penelitian kini mayoritas kurang dari satu hektar. Petani lahan kurang dari satu hektar tetapi mempunyai kecukupan modal usaha biasanya menyewa lahan garapan dari petani lain. Lahan dengan status kepemilikan sewa diperoleh dengan memberikan uang sewa untuk periode waktu tertentu kepada pemilik lahan, biasanya satu musim tanam. Sewa yang paling baik untuk perkembangan pertanian adalah sewa tanah jangka panjang, karena dengan cara inilah seorang pengusaha dapat menguasai tanah usaha secara murah (Adiwilaga, 1982), tetapi cara sewa seperti ini tidak lazim di kalangan petani kentang di lokasi penelitian. Tarif sewa lahan
garapan di lokasi penelitian relatif lebih murah dibandingkan daerah penghasil hortikultura lain di Jawa Barat seperti Bandung dan Garut, hal inilah yang menyebabkan berdatangannya para pengusaha pertanian ke daerah ini.
Lokasi penelitian berada dekat dengan tanah Perum Perhutani Gunung Ciremai. Lahan garapan di kaki Gunung Ciremai yang berdekatan biasanya dipinjam oleh para petani tanpa membayar uang pinjaman kepada Perum Perhutani. Tahun 2003 pihak Perhutani membuat kebijakan sekaligus larangan penggunaan lahan untuk usahatani sayuran dengan alasan dapat merusak kesuburan tanah di sekitar kaki Gunung dan dikhawatirkan akan terjadi penggundulan hutan. Larangan tersebut hanya berlaku untuk usahatani sayuran sedangkan peminjaman lahan untuk tanaman buah-buahan pohon seperti mangga masih diizinkan. Kasus ini merupakan salah penyebab penurunan hasil usahatani di lokasi penelitian, karena tanah di kaki Gunung Ciremai merupakan tanah yang paling subur di daerah tersebut. Petani dapat juga menguasai lahan garapan dengan cara menggadai. Sistem gadai dilakukan dengan cara memberikan pinjaman uang kepada pemilik lahan dengan lahan garapan sebagai jaminan. Lahan garapan dapat dimanfaatkan oleh pemberi pinjaman untuk beberapa periode tertentu (di lokasi penelitian biasanya maksimal tiga tahun), kemudian setelah petani pemilik dapat melunasi pinjaman maka lahan garapan dikembalikan kembali kepada pemilik semula. Biaya yang dikeluarkan dalam sistem gadai merupakan opportunity cost uang pinjaman, yaitu nilai bunga yang hilang jika uang ditabung atau digunakan dalam usaha sendiri.
Berikut ini disajikan penggunaan dan standar (Rukmana, PT. Petrokimia Gresik dan PPL Majalengka) penggunaan input produksi
usahatani kentang
varietas Granola menurut status lahan garapan untuk musim tanam bulan Oktober 2004 sampai bulan Februari 2005: Tabel 9. Rata-rata Penggunaan Input Produksi Usahatani Kentang per hektar per musim tanam di Desa Argalingga Menurut Status Lahan Garapan untuk Musim Tanam Oktober 2004-Februari 2005. Milik
Sewa
Gadai
9.301,5
9.739,5
11.329,4
10.123,5
Dosis Anjuran 20.000*
793,6
572,9
1.012,0
792,8
1.200*
14.936,6
11.979,2
16.644,5
14.520,1
20.000*
Urea (kg/ha)
98,8
218,8
506,0
274,6
0**
ZA (kg/ha)
386,6
322,9
362,2
357,2
200**
NPK Phonska (kg/ha)
292,8
166,7
335,6
265,0
1000-1200**
Daconil (kg/ha)
11,0
7,3
8,5
8,9
1-1,6*
Dithane (kg/ha)
11,7
9,4
12,3
11,1
1,2-2,4*
346,4
313,5
385,3
348,4
300*
Uraian Produksi (kg/ha) Bibit (kg/ha) P.Kandang (kg/ha)
Tenaga kerja (HKP/ha)
Rata-rata
Sumber: *) Rukmana (1997) **) PT. Petrokimia Gresik (2004) Tabel 9 menunjukan bahwa rata-rata produksi per hektar kentang granola di lokasi penelitian sebesar 10,1 ton berada dibawah standar produksi kentang granola yaitu sebesar 20 ton (Rukmana, 1997). Hal ini disebabkan oleh perbedaan lokasi produksi, tehnik budidaya dan penggunaan faktor produksi yang tidak sesuai dengan standar. Bibit kentang diperoleh dengan menangkarkan sendiri bibit dari hasil panen sebelumnya. Jumlah bibit kentang yang digunakan rata-rata sebesar 792,8 kg/ha, jumlah tersebut lebih kecil dari jumlah bibit standar yaitu 1200 kg/ha
(Rukmana, 1996). Bibit yang digunakan umumnya berukuran kecil (Ares) dan jarak tanam di lokasi penelitian lebih besar dari standar (70 sentimeter x 30 sentimeter), yaitu sebesar 75 sentimeter x 35 sentimeter. Kelembaban udara di lokasi penelitian relatif sangat tinggi, sehingga tanaman mudah terserang jamur. Jamur (Phytopthora infestans dan Fusarium oxysporum ) dapat dikurangi dengan cara memperlebar jarak tanam. Jarak tanam yang lebar bertujuan agar memudahkan sinar matahari masuk diantara tanaman tanpa terhalangi oleh tajuk tanaman, dengan demikian udara yang lembab dapat dikurangi. Lahan dengan status kepemilikan lahan gadai menggunakan bibit dalam jumlah yang paling besar, sehingga menghasilkan produksi per hektar (Yield) yang paling besar pula, hal ini menunjukan bibit kentang berhubungan linier dengan produksi. Pupuk kandang yang digunakan rata-rata sebesar 14.520 kilogram per hektar. Pemberian pupuk kandang kurang dari dosis yang ditetapkan yaitu sebesar 20.000 kilogram per hektar (Rukmana, 1996). Penggunaan pupuk kimia di lokasi penelitian melebihi aturan tanam usahatani kentang. Menurut PT. Petrokimia Gresik, dalam usahatani kentang, jika telah diberikan pupuk NPK Phonska dan ZA, maka kebutuhan unsur nitrogen, fosfor dan kalium sudah cukup terpenuhi. Petani pada kenyataannya memberikan pupuk tambahan lain seperti Urea, sehingga melebihi kebutuhan unsur hara bagi tanaman. Pupuk NPK Phonska digunakan (rata-rata sebesar 265,0 kilogram per hektar), kurang dari dosis yang ditetapkan yaitu sebesar 1000 sampai 1200 kilogram per hektar. Pemberian pupuk NPK Phonska yang lebih kecil dari standar disebabkan harga pupuk ini relatif lebih mahal dibandingkan jenis pupuk yang lain. Petani biasanya menambahkan jenis pupuk tunggal seperti Urea untuk
mengatasi kekurangan dosis unsur hara. Hal inilah yang menyebabkan dosis pupuk berlebih, seperti rata-rata penggunaan pupuk ZA (357,2 kilogram per hektar) yang melebihi dosis yang ditetapkan yaitu sebesar 200 kilogram per hektar. Pestisida yang umum digunakan oleh petani kentang di lokasi penelitian adalah Daconil dan Dithane M-45 80 WP. Daconil mempunyai aturan pemakaian 1 sampai 1,6 kilogram per hektar dengan interval penyemprotan 5 sampai 15 hari. Tabel 9 menunjukan penggunaan Daconil rata-rata petani dilokasi penelitian melebihi dosis, yaitu sebesar 8,9 kilogram per hektar. Dosis yang ditetapkan oleh perusahaan obat untuk Dithane sebesar 1,2 sampai 2,4 kilogram per hektar. Penggunaan Dithane yang direkomendasikan perusahaan dimulai tiga minggu setelah tanam, apabila terlihat gejala atau serangan atau bila ditemukan satu bercak aktif per sepuluh tanaman pada cuaca dan diulangi setiap tujuh hari sesuai tingkat serangan. Tabel 9 menunjukan petani memberikan Dithane melebihi dosis yang telah ditetapkan (rata-rata penggunaan Dithane sebesar 11,1 kilogram per hektar). Hal ini disebabkan oleh frekuensi penyemprotan lebih dari tujuh hari sekali bahkan setiap tiga hari sekali pada musim hujan. Standar kebutuhan tenaga kerja untuk usahatani kentang menurut Rukmana (1996) sebesar 300 HKP per hektar, sedangkan rata-rata pemakaian tenaga kerja aktual di lokasi penelitian sebesar 348,4 HKP per hektar. Nilai pemakaian tenaga kerja yang besar tersebut disebabkan oleh frekuensi penyemprotan meningkat pada musim hujan dan melonjaknya jumlah tenaga kerja pada saat panen. Penyemprotan umumnya dilakukan secara manual menggunakan alat semprot (sprayer) dengan kapasitas tangki 14 liter dan 17 liter.
Mesin semprot berbahan bakar bensin hanya dilakukan oleh beberapa petani yang mengusai lahan garapan luas. Panen kentang dilakukan secara manual dengan bantuan alat pertanian yang sederhana seperti cangkul dan kored, hal ini menyebabkan tenaga kerja yang dibutuhkan pada saat panen besar. Tenaga kerja panen di lokasi penelitian tidak bisa ditetapkan secara pasti karena banyak tenaga kerja yang tidak diundang ikut membantu dan tetap harus diberi upah kerja untuk panen. Berikut ini disajikan persentase tiga komponen biaya terbesar usahatani kentang varietas granola menurut status lahan di Desa Argalingga untuk satu kali musim tanam:
Tabel 10. Komponen Biaya Tunai Terbesar Usahatani Kentang per hektar Menurut Status Lahan Di Desa Argalingga untuk Musim Tanam Oktober 2004-Februari 2005 (%) Uraian Milik Sewa Gadai Bibit Kentang
29,8
29,6
31,1
Tenaga Kerja Luar Keluarga
24,5
16,9
20,6
Pestisida
14,8
16,6
14,3
Berdasarkan Tabel 10, bibit kentang, tenaga kerja luar keluarga dan pestisida merupakan komponen biaya tunai usahatani kentang yang terbesar di lokasi penelitian. Petani berusaha untuk menekan biaya terbesar (bibit kentang), yaitu dengan cara menggunakan bibit kentang lokal tidak bersertifikat yang diperole h dengan menangkarkan bibit dari hasil panen sebelumnya. Produksi kentang yang diperoleh dari bibit lokal ini lebih kecil dari bibit lokal bersertifikat maupun bibit impor bersertifikat. Lahan dengan status sewa mempunyai nilai persentase biaya pestisida yang terbesar. Petani dengan status sewa memiliki kecukupan modal yang lebih baik daripada petani lainnya sehingga pemakaian pestisida seringkali melebihi aturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan obat. Pestisida merupakan komponen biaya ketiga terbesar karena
pada
musim
hujan
frekuensi
penyemprotan fungisida tinggi, hal ini bertujuan untuk menghindari serangan penyakit jamur akibat udara yang lembab. Berikut ini disajikan tabel analisis pendapatan usahatani kentang per hektar menurut status lahan garapan (milik, sewa, gadai) untuk satu kali musim tanam:
Tabel 11. Analisis Pendapatan Usahatani Kentang per hektar Menurut Status Lahan Di Desa Argalingga untuk Musim Tanam Oktober 2004-Februari 2005 (Rp/ha). Uraian Milik Sewa Gadai Penerimaan
15.906.202
16.211.969
18.019.199
Biaya Tunai
17.174.868
12.457.475
20.980.037
Biaya Total
18.081.346
15.088.368
22.368.837
Pendapatan Atas Biaya Total
-2.175.144
1.123.601
-4.349.639
Pendapatan Atas Biaya Tunai
-1.268.666
3.754.494
-2.960.839
R/C Ratio Atas Biaya Total
0,88
1,07
0,81
R/C Ratio Atas Biaya Tunai
0,93
1,30
0,86
Analisis pendapatan menurut status lahan menunjukan bahwa lahan dengan status lahan gadai mempunyai nilai penerimaan yang terbesar, tetapi karena komponen biaya tunai (bibit kentang, pupuk kandang, pupuk kimia, perekat, pestisida, tenaga kerja luar keluarga dan biaya lain- lain) maupun biaya totalnya yang besar maka pendapatan atas biaya total maupun biaya tunainya bernilai negatif. Kerugian petani dengan status lahan gadai merupakan yang terbesar diantara penguasaan lahan yang lain. Diantara ketiga penguasaan lahan, maka lahan dengan status sewa mempunyai nilai pendapatan atas biaya total maupun pendapatan atas biaya tunai yang positif, hal ini disebabkan komponen biaya total maupun biaya tunainya lebih kecil dari penerimaannya. Komponen biaya status sewa merupakan yang paling kecil diantara penguasaan lahan- lahan lainnya. Tabel 11 menunjukan bahwa lahan garapan dengan status sewa mempunyai nilai R/C ratio atas biaya total dan atas biaya tunai yang positif yaitu masing- masing sebesar 1,07 dan 1,30, artinya setiap 1 rupiah yang dikeluarkan untuk penggunaan faktor produksi akan mendapatkan penerimaan sebesar 1,07 rupiah atas biaya total dan 1,3 rupiah atas biaya tunai. Lahan garapan status lainnya bernilai negatif, hal ini menunjukan bahwa rata-rata petani menderita
kerugian dalam usahatani kentang di lokasi penelitian. Hal ini disebabkan harga jual kentang ditingkat petani sangat rendah. Petani kentang tidak dapat menetapkan harga secara sepihak karena ditentukan oleh keseimbangan permintaan dan penawaran. Panen kentang yang serentak dari Desa Argalinga dan desa lain seperti Desa Argamukti, menyebabkan stok melimpah sehingga penawaran melebihi permintaan. Hasil wawancara terhadap beberapa petani menunjukan bahwa keadaan penurunan harga jual kentang di tingkat petani ini sudah berlangsung selama dua tahun terakhir terutama pada saat panen raya yaitu pada bulan Februari dan Maret (Lampiran 9). Petani kentang di lokasi penelitian tetap mengusahakan kentang walaupun mengalami kerugian karena mereka masih mempunyai pendapatan dari melakukan rotasi penanaman. Dalam satu tahun para petani hanya menanam komoditi kentang varietas granola satu kali, sedangkan musim selanjutnya mengusahakan komoditi kubis. Komoditi kubis mempunyai harga yang relatif stabil tetapi harganya lebih kecil daripada komoditi kentang. Penanaman kentang di lokasi penelitian dilakukan karena unsur spekulasi dengan harapan mendapatkan keuntungan lebih besar dari kubis, walaupun harga jual kentang tidak stabil.
6. 1. 2. Pengaruh Luas Lahan Garapan Lahan garapan di lokasi penelitian dibedakan kedalam dua kategorik, yaitu lahan dengan luas lebih atau sama dengan satu hektar dan lahan dengan luas kurang dari satu hektar. Lahan garapan kentang ya ng lebih luas dapat menggunakan faktor produksi dalam jumlah yang lebih besar daripada lahan
sempit. Luas lahan garapan secara teoritis berpengaruh terhadap tingkat produksi, semakin luas lahan garapan maka hasil panen yang diperoleh akan semakin besar. Pertambahan luas lahan garapan yang pada kenyataannya tidak memberikan penambahan hasil (marginal product) yang cukup besar dari keadaan sebelumnya, bahkan semakin menurun. Keadaan tersebut dikenal dengan penambahan hasil yang semakin berkurang (the law of diminishing return). Penggunaan input produksi usahatani kentang menurut luas lahan garapan (lebih besar atau sama dengan satu hektar dan kurang dari satu hektar) untuk satu kali musim tanam disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Rata-rata Penggunaan Input Produksi Usahatani Kentang per hektar per musim di Desa Argalingga Menurut Luas Lahan Garapan untuk Musim Tanam Oktober 2004-Februari 2005. Dosis Uraian = 1 Ha < 1 Ha Rata-rata Anjuran Produksi (kg/ha) 10.313,1 8.423,8 9.368,5 20.000* Bibit (kg/ha)
869,6
711,6
790,6
1.200*
16.391,3
12.951,6
14.671,5
20.000*
Urea (kg/ha)
113,04
185,63
149,3
0**
ZA (kg/ha)
447,8
288,2
368
200**
NPK Phonska (kg/ha)
308,7
241,4
Daconil (kg/ha)
13,7
6,0
9,9
1-1,6*
Dithane (kg/ha)
12,8
8,9
10,9
1,2-2,4*
381,0
303,3
342,2
300*
P.Kandang (kg/ha)
Tenaga kerja (HKP/ha) Sumber:
*) Rukmana (1997)
275,1 1.000-1.200**
**) PT. Petrokimia Gresik (2004)
Menurut Tabel 12, hasil produksi kentang per hektar (yield) lahan lebih besar atau sama dengan satu hektar lebih besar dari lahan kurang dari satu hektar. Hal ini disebabkan penggunaan faktor produksi (bibit, pupuk kandang, ZA, NPK Phonska, Daconil dan Dithane) lahan garapan lebih besar atau sama dengan satu hektar lebih besar. Penggunaan input produksi menurut luas lahan sama dengan penggunaan input produksi menurut status lahan. Faktor- faktor produksi tidak digunakan menurut standar budidaya tanaman kentang kecuali untuk bibit kentang. Bibit kentang dianggap telah memenuhi standar karena jarak tanam di lokasi penelitian (75 sentimeter x 35 sentimeter) lebih besar dari standar (70 sentimeter x 30 sentimeter). Tenaga kerja merupakan salah satu input produksi yang digunakan berlebihan, hal ini sesuai dengan pernyataan Musa et. al. (1984), bahwa di pedesaan cenderung pada pemakaian (tenaga kerja) per hektar berlebihan, sehingga pemakaian tenaga kerja relatif menjadi lebih mahal.
Tabel 13. Komponen Biaya Tunai Terbesar Usahatani Kentang per hektar Menurut Luas Lahan Di Desa Argalingga untuk Musim Tanam Oktober 2004-Februari 2005 (%) Uraian = 1 Ha < 1 Ha Bibit Kentang
28,8
33,2
Tenaga Kerja Luar Keluarga
26,2
19,9
Pestisida
13,7
14,2
Biaya bibit merupakan komponen biaya terbesar pada lahan dengan luas kurang dari satu hektar. Petani lahan kurang dari satu hektar rata-rata menggunakan bibit ukuran sedang (DN) yang mempunyai harga yang lebih tinggi dibandingkan bibit yang kecil (Ares). Hal ini disebabkan petani ingin mendapatkan hasil kentang dengan jumlah yang lebih banyak dari luas lahan sempit dengan memperbesar ukuran bibit kentang yang ditanam. Persentase biaya tenaga kerja luar keluarga pada lahan dengan luas lebih dari atau sama dengan satu hektar lebih besar dari persentase biaya tenaga kerja luar keluarga pada lahan kurang dari satu hektar. Hal ini disebabkan penggunaan tenaga kerja berhubungan linier dengan luas lahan yang digarap. Persentase biaya pestisida pada lahan kurang dari satu hektar lebih besar dari lahan lebih dari atau sama dengan satu hektar, hal ini disebabkan oleh perbedaan skala usaha sehingga lahan yang lebih luas akan lebih efisien dalam penggunaan biaya pestisida. Uraian diatas sesuai dengan pernyataan Upton (1996), bahwa pada lahan garapan dengan skala usaha yang luas, mekanisasi pertanian dapat mengurangi pemakaian tenaga kerja sehingga usahatani lebih efisien. Mekanisasi pertanian dengan mesin pertanian seperti traktor hanya bisa diterapkan untuk persiapan lahan, tetapi untuk penyiangan dan panen permintaan tenaga kerja seringkali meningkat. Mekanisasi pertanian dilakukan juga oleh petani kentang dengan kepemilikan lahan luas di lokasi penelitian. Petani lahan luas menggunakan mesin semprot untuk memberikan pupuk pelengkap cair (pupuk daun) ataupun pestisida sehingga petani bisa menghemat penggunaan tenaga kerja, tetapi untuk kegiatan usahatani lainnya seperti: penanaman, penyiangan, pembumbunan dan pemanenan
kentang tetap dilakukan secara manual sehingga jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan meningkat. Berikut ini disajikan analisis pendapatan usahatani kentang dalam satuan hitung per hektar menurut luas lahan garapan untuk satu kali musim tanam:
Tabel 14. Analisis Pendapatan Usahatani Kentang per hektar Menurut Luas Lahan Di Desa Argalingga untuk Musim Tanam Oktober 2004Februari 2005 (Rp/ha) Uraian = 1 Ha < 1 Ha Penerimaan
17.592.419
14.070.714
Biaya Tunai
19.472.054
13.803.057
Biaya Total
19.944.769
15.625.459
Pendapatan Atas Biaya Total
-2.352.350
-1.554.746
Pendapatan Atas Biaya Tunai
-1.879.635
267.657
R/C Ratio Atas Biaya Total
0,88
0,90
R/C Ratio Atas Biaya Tunai
0,90
1,02
Analisis pendapatan usahatani menurut luas lahan garapan menunjukan bahwa, lahan kurang dari satu hektar memiliki nilai R/C ratio yang lebih besar dari lahan lebih dari atau sama dengan satu hektar. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Musa et. al. (1984), yaitu bahwa petani luas dapat memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada petani sempit, karena dengan skala usaha yang lebih luas, petani luas dapat menggunakan faktor- faktor produksi yang lebih besar jumlahnya daripada yang diperoleh petani sempit. Petani lahan sempit dalam penggunaan beberapa input produksi dibatasi oleh kondisi keuangan yang besar seperti tenaga kerja.
Petani luas di lokasi penelitian cenderung menggunakan input produksi (pupuk kimia, pestisida dan tenaga kerja) melebihi standar sehingga biaya tunai dan biaya totalnya menjadi lebih besar dari penerimaan. Nilai pendapatan yang negatif tersebut disebabkan juga oleh penerimaan yang kecil akibat harga jual kentang di tingkat petani rendah pada musim panen bulan Februari 2005. Harga jual petani pada saat panen raya relatif rendah, bahkan tidak sesuai dengan biaya produksi yang telah dikeluarkan. Para petani biasanya mensiasati keadaan penurunan harga ini dengan memanen dan menjualnya sebelum musim panen raya. Ukuran kentang yang dipanen sebelum panen raya seringkali belum mencapai ukuran standar konsumsi, sehingga penerimaan yang diperoleh tidak terlalu besar. Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Majalengka berupaya mengatasi permasalahan ini dengan me ndirikan TA (Terminal Agribisnis), namun tetap tidak berhasil karena saluran pemasaran masih dikuasai oleh pada pedagang tengkulak. Kebijakan baru yang sedang dirancang oleh pemerintah daerah yaitu menetapkan sistem pemasaran dengan sistem kontrak (future market), sehingga diharapkan petani dapat terlindungi karena harga jual di tingkat petani sudah ditetapkan dimuka.
6.2. Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Berikut ini disajikan hasil analisis regresi untuk menduga fungsi produksi Cobb-Douglas tanpa per satuan luas:
Tabel 15. Koefisien Regresi Peubah Bebas Usahatani Kentang Di Desa Argalingga. P untuk Peubah Bebas Koefisien VIF pengujian satu sisi
Konstanta
2,7720
0,149
-
Ln Luas Lahan
0,0175
0,476
12,9
Ln Bibit Kentang
0,4890
0,037
15,7
Ln Pupuk Kandang
0,0041
0,476
7,2
Ln Pupuk Kimia
0,1032
0,345
13,6
Ln Pestisida
0,0077
0,478
5,0
Ln Tenaga Kerja
0,1795
0,287
20,1
Dummy 1
0,2479
0,209
1,8
Dummy 2
-0,1531
0,252
2,2
Dummy
0,5657
0,051
3,6
R2
87,9%
F
21,82
Analisis regresi tanpa per satuan luas pada Tabel 15 menunjukan beberapa peubah bebas saling berhubungan secara linear satu dengan
yang lainnya
(multikolinier), hal ini dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factor) yang mempunyai nilai lebih dari 10. Permasalahan multikolinier juga terlihat dari nilai R-Square yang besar (87,9%) tetapi hanya satu peubah bebas yang berpengaruh secara nyata terhadap model pada a=5%. Analisis korelasi pearson juga digunakan untuk membuktikan bahwa permasalahan multikolinier terjadi dalam model. Hasil analisis korelasi pearson menunjukan bahwa antar peubah bebas mempunyai korelasi positif yang nyata pada a = 5% (Lampiran 16). Untuk mengatasi multikolinier dilakukan dengan analisis fungsi produksi per satuan luas, yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 16:
Tabel 16. Koefisien Regresi Peubah Bebas Usahatani Kentang Di Desa Argalingga Per Satuan Luas P untuk Peubah Bebas Koefisien VIF Pengujian Satu Sisi Konstanta
2,505
0,189
-
Ln Bibit Kentang
0,4022
0,0695
2,7
Ln Pupuk Kandang
0,0447
0,408
2,2
Ln Pupuk Kimia
0,1568
0,2675
3,2
Ln Pestisida
0,0219
0,4415
1,6
Ln Tenaga Kerja
0,1617
0,306
2,3
Dummy 1
0,2833
0,18
1,8
Dummy 2
-0,1294
0,29
2,3
Dummy
0,2217
0,1575
1,5
R2
46,3%
F
3,02 Berdasarkan Tabel 16, permasalahan multikolinier sudah teratasi, hal ini
terlihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factor) yang kurang dari 10. Transformasi model dalam natural logaritma (Ln) secara otomatis dapat mengatasi
permasalahan
heteroskedastisitas,
hal
ini
disebabkan
karena
transformasi yang memampatkan skala untuk pengukuran peubah dapat mengurangi perbedaaan nilai dari sepuluh kali lipat menjadi perbedaan dua kali lipat (Gujarati, 1991). Model regresi menunjukan R2 sebesar 46,3 %, artinya keragaman hasil (yield) dapat diterangkan sebesar 46,3% oleh seluruh peubah bebas dalam model, sedangkan 53,7% diterangkan oleh peubah bebas lain diluar model dan komponen
error. Nilai R2 yang kecil ini disebabkan faktor produksi yang berkorelasi secara linear dengan faktor produksi yang lain dihilangkan dari model yaitu luas lahan garapan. ANOVA (Analysis of Variance) menunjukan nilai statistik F kecil (3,02), hal ini disebabkan hanya satu peubah bebas yang berpengaruh secara nyata terhadap hasil yaitu bibit kentang pada a = 10%. Model secara keseluruhan dapat diterima karena signifikan pada a = 5%. Analisis
regresi
per
satuan
luas
secara
tidak
langsung
sudah
mengasumsikan fungsi produksi dalam kondisi constant return to scale. Hasil uji F menunjukan bahwa tidak ada perbedaan antara regresi I dan II (Lampiran 15). Pengujian tingkat pengembalian ini sesuai dengan pernyataan Berry and Cline (1979), bahwa studi empiris tentang return to scale di negara pertanian yang sedang berkembang ditemukan umumnya diperkirakan berada dalam kondisi constant returns. Pada survei fungsi produksi pertanian yang tidak terlalu lama di beberapa negara berkembang dan negara industri secara konsisten mengemukakan hasil constant return to scale, bahkan di banyak negara berkembang. Cline menduga tipe fungsi produksi Cobb-Douglas untuk delapan belas pusat produksi di Brazil secara sistematis menemukan return to scale tidak berbeda secara nyata dari constant return. Untuk India, beberapa studi fungsi produksi terbaru telah menunjukan constant atau decreasing return to scale. Bibit kentang mempunyai nilai koefisien regresi sebesar 0,4, artinya setiap satu persen perubahan dalam bibit kentang akan menyebabkan perubahan dengan arah yang sama terhadap hasil sebesar 0,4 persen dan berpengaruh nyata pada a = 10%. Hal ini sesuai dengan analisis input produksi, bahwa jumlah bibit kentang
yang digunakan berhubungan linier dengan hasil produksi artinya penambahan bibit kentang akan meningkatkan produksi kentang per hektar secara nyata. Faktor produksi lain seperti pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida dan tenaga kerja tidak menunjukan pengaruh yang nyata pada a = 5% maupun a = 10%, hal ini sesuai dengan hasil analisis input produksi bahwa penggunaan faktorfaktor produksi tersebut tidak sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan. Menurut tabel penggunaan faktor-faktor produksi, pupuk kandang yang digunakan kurang dari standar sedangkan pupuk kimia, pestisida dan tenaga kerja melebihi standar. Nilai koefisien peubah boneka satu (D1 ) sebesar 0,2883 lebih besar dari koefisien peubah boneka dua (D2 ), yaitu sebesar -0,1294, hal ini menunjukan pengusahaan lahan dengan status sewa mempunyai intercept yang lebih besar dari status milik, artinya produksi kentang yang diperoleh dari lahan status sewa lebih besar dari lahan status milik. Dalam model ini status lahan gadai dijadikan sebagai kategori dasar. Hal ini sesuai dengan nilai R/C ratio berdasarkan status lahan dari yang paling besar sampai yang paling kecil adalah sewa (1,07 ; 1,30), milik (0,88 ; 0,93) kemudian gadai (0,81 ; 0,86). Hasil uji-t untuk peubah boneka kategori status lahan menunjukan bahwa antara ketiga jenis status lahan tidak menunjukan perbedaan yang nyata pada a = 5%, artinya produksi per hektar dan pendapatan antara ketiga status lahan tersebut tidak berbeda nyata. Hasil uji-t untuk peubah boneka (dummy variable) kategori luas lahan menunjukan bahwa lahan dengan luas lebih besar atau sama dengan satu hektar dan lahan kurang dari satu hektar tidak menunjukan perbedaan yang nyata pada a = 5%, artinya produksi yang dihasilkan antara dua luasan lahan tersebut tidak
berbeda secara nyata. Hal ini sesuai dengan teori kenaikan produksi yang semakin berkurang. Nilai R/C ratio berdasarkan luas lahan garapan tidak menunjukan perbedaan yang besar, hal ini sesuai dengan uji signifikansi peubah boneka yang tidak signifikan pada a = 5%.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
Lahan garapan di lokasi penelitian dapat diperoleh dengan cara memiliki sendiri, menyewa dan menggadai. Lahan sewa diperoleh dengan memberikan sejumlah uang sewa untuk beberapa periode tertentu. Sistem gadai dilakukan dengan cara memberikan pinjaman uang kepada pemilik lahan dengan lahan garapan sebagai jaminan. Lahan garapan dapat dimanfaatkan oleh pemberi pinjaman untuk beberapa periode tertentu (di lokasi penelitian biasanya maksimal tiga tahun), kemudian setelah petani pemilik dapat melunasi pinjaman maka lahan garapan dikembalikan kembali kepada pemilik semula Usahatani kentang di lokasi penelitian berada pada kondisi Constant Return to Scale. Nilai koefisien regresi faktor produksi seperti pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida dan tenaga kerja tidak menunjukan pengaruh yang nyata pada a = 5% kecuali bibit kentang berpengaruh yang nyata pada a = 10%, hal ini sesuai dengan hasil analisis input produksi bahwa penggunaan faktor- faktor produksi tersebut tidak sesuai dengan anjuran. Analisis biaya dan penerimaan menunjukan lahan sewa memberikan nilai positif terhadap pendapatan dari ketiga status lahan. Lahan garapan berdasarkan luas lahan mempunyai nilai R/C ratio kurang dari satu kecuali lahan kurang dari satu hektar pada R/C ratio atas biaya tunai. Hal ini menandakan mayoritas petani kentang di lokasi penelitian menderita kerugian karena penerimaannya lebih kecil dari biaya produksi yang dikeluarkan. Uji - t lahan garapan menurut status kepemilikan (sewa, milik dan gadai) tidak menunjukan perbedaan yang nyata dalam produksi kentang per hektar
(yield). Uji-t luas lahan menunjukan bahwa luas lahan garapan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi per hektar. Saran yang dapat diberikan antara lain, adalah: (1) Petani sebaiknya menggunakan bibit yang baik dan lebih berkualitas. Bibit yang baik berupa bibit lokal bersertifikat ataupun bibit impor bersertifikat, dan (2) Petani hendaknya memperhatikan penggunaan input produksi seperti dosis pemberian pupuk dan pestisida sehingga tidak melebihi dosis yang telah ditetapkan.
Lampiran 1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria (LN Ta hun 1960 No.104). Berpendapat (d). ……Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960 mewajibkan
Negara
untuk
mengatur
pemilikan
tanah
dan
memimpin
penggunaannya, hingga semua tanah di seluruh wilayah kedaulatan Bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong royong…… Pasal 7 Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. Pasal 11 (2) Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat dimana
perlu
dan
tidak
bertentangan
dengan
kepentingan
nasional
diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah. Pasal 13 (2) Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta. Pasal 17 (1) Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yng dimaksud dalam pasal 2 dan 3 diatur luas maksimum dan /atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.
(2) Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat (1) Pasal ini dilakukan dengan peraturan perundangan di dalam waktu yang singkat. (3) Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum termaksud dalam ayat 2 pasal ini diambil oleh pemerintah dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut ketentuan dalam peraturan pemerintah. Pasal 20 (1) Hal milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6. Pasal 21 (1) Hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
Bab Ketujuh tentang sewa menyewa, Bagian Kesatu, Ketentuan Umum.1548. Sewa- menyewa ialah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuaatu harga yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya.
Lampiran 2. Tabel Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Pertanian, Rumah Tangga Pengguna Lahan Dan Rumah Tangga Petani Gurem Antara ST 93 Dan ST 03 (000). Uraian Jawa Luar Jawa Indonesia 1. Sensus Pertanian 1993 a. Rumah Tangga Pertanian 11671 9116 20787 b. Rumah Tangga Pertanian 11564 8954 20518 Pengguna Lahan c. Rumah Tangga Pertanian 8067 2737 10804 Gurem d. Persentase RT Pertanian 99,08 98,22 98,71 Pengguna Lahan terhadap RT Pertanian e. Persentase RT Pertanian Gurem 69,76 30,57 52,66 terhadap RT Pertanian Pengguna Lahan 2. Sensus Pertanian 2003 a. Rumah Tangga Pertanian b. Rumah Tangga Pertanian Pengguna Lahan c. Rumah Tangga Pertanian Gurem d. Persentase RT Pertanian Pengguna Lahan terhadap RT Pertanian e. Persentase RT Pertanian Gurem terhadap RT Pertanian Pengguna Lahan 3. Rata-rata Pertumbuhan Per tahun (%) a. Rumah Tangga Pertanian b. Rumah Tangga Pertanian Pengguna Lahan c. Rumah Tangga Pertanian Gurem Sumber: BPS (2003)
13965 13377
11614 10979
25579 24355
9990
3698
13687
95,79
94,53
95,22
74,68
33,68
56,20
1,81 1,47
2,45 2,06
2,10 1,73
2,16
3,05
2,39
Lampiran 3. Tabel Luas Panen Dan Hasil Produksi Per Hektar Tanaman Pangan, 1999-2003 Di Indonesia (Harvested Area, Production And Yield Rate Of Food Crops, 1999-2003 In Indonesia) Jenis Tanaman/ Crops Padi /Paddy Luas Panen/ Harvested area Produksi/ Production Rata-rata/ Yield rate Padi Sawah / Wetland Paddy Luas Panen/ Harvested area Produksi/ Production Rata-rata/ Yield rate Padi Ladang/ Dryland Paddy Luas Panen/ Harvested area Produksi/ Production Rata-rata/ Yield rate Jagung/ Maize Luas Panen/ Harvested area Produksi/ Production Rata-rata/ Yield rate Ubi Kayu/ Cassava Luas Panen/ Harvested area Produksi/ Production Rata-rata/ Yield rate Ubi Jalar/ Sweet Potatoes Luas Panen/ Harvested area Produksi/ Production Rata-rata/ Yield rate Kacang Tanah/ Peanuts Luas Panen/ Harvested area Produksi/ Production Rata-rata/ Yield rate Kacang Kedelai/ Soybeans Luas Panen/ Harvested area Produksi/ Production Rata-rata/ Yield rate Sumber : BPS (2003)
Satuan/ unit
1999
2000
2001
2002
(000 ha) (000 ton) (kw/ha)
11963,2 50866,4 42,5
11793,5 51898,9 44,0
11500,0 50460,8 43,9
11521,1 51489,7 44,7
11477,4 52078,8 45,4
(000 ha) (000 ton) (kw/ha)
10794,2 48201,1 44,7
10617,5 49207,2 46,3
10419,4 47895,5 46,0
10457,0 48899,1 46,8
10384,7 49323,5 47,5
(000 ha) (000 ton) (kw/ha)
1169,0 2665,3 22,8
1175,9 2691,7 22,9
1080,6 2565,3 23,7
1064,2 2590,6 24,3
1092,7 2755,3 25,2
(000 ha) (000 ton) (kw/ha)
3456,4 9204,0 26,6
3500,3 9676,9 27,7
3285,9 9347,2 28,5
3126,8 9654,1 30,9
3354,7 10910,1 32,5
(000 ha) (000 ton) (kw/ha)
1350,0 16458,5 122,0
1284,0 16089,0 125,0
1317,9 17054,6 129,0
1276,5 16913,1 132,0
1239,7 18474,0 149,0
(000 ha) (000 ton) (kw/ha)
172,0 1665,5 97,0
194,3 1827,7 94,0
181,0 1749,0 97,0
177,3 1771,6 100,0
198,2 1997,8 101,0
(000 ha) (000 ton) (kw/ha)
625,0 659,6 10,6
683,6 736,5 10,8
654,8 709,8 10,8
647,0 718,1 11,1
682,9 784,8 11,5
(000 ha) (000 ton) (kw/ha)
1151,0 1382,8 12,0
824,5 1017,6 12,3
678,8 826,9 12,2
544,5 673,1 12,4
526,7 672,4 12,8
2003
Keterangan : (Diolah Dari Hasil Survei Pertanian Tanaman Pangan Dan Ubinan /Based On Food Crops Agriculture And Crop Cutting Survey)
Lampiran 4. Luas Areal Tanam Kentang Tahun 1999-2003 Menurut Kabupaten dan Kota Di Jawa Barat (Hektar) No.
Tahun
Kabupaten/Kota 1999
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Bekasi Karawang Purwakarta Subang Bogor Sukabumi Cianjur Bandung Sumedang Garut Tasikmalaya Ciamis Cirebon Kuningan Majalengka Indramayu Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Kota Tasikmalaya Kota Banjar Kota Cimahi Jumlah
0 0 2 104 51 134 202 15283 536 4562 42 0 0 250 1518 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 22684
2000 12 0 0 387 89 130 295 17913 402 4824 21 0 0 140 1050 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25263
Sumber: Dinas Pertanian Jawa Barat (2004)
2001
2002
0 0 0 61 47 77 156 17566 364 5155 14 0 0 111 941 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 24492
0 0 0 26 7 76 192 16171 250 4614 11 0 0 29 1372 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 22748
2003 0 0 0 15 16 46 73 11117 124 5053 4 78 0 426 867 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17819
Ratarata 2.4 0 0.4 118.6 42 92.6 183.6 15610 335.2 4841.6 18.4 15.6 0 191.2 1149.6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 22601.2
Lampiran 5. Luas Panen Kentang Kentang Tahun 1999-2003 Menurut Kabupaten dan Kota Di Jawa Barat (Hektar) No.
Tahun
Kabupaten/Kota 1999
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Bekasi Karawang Purwakarta Subang Bogor Sukabumi Cianjur Bandung Sumedang Garut Tasikmalaya Ciamis Cirebon Kuningan Majalengka Indramayu Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Kota Tasikmalaya Kota Banjar Kota Cimahi Jumlah
0 0 1 100 50 114 207 15686 536 4331 14 0 18 264 1492 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 22813
2000 0 0 2 234 64 117 235 21368 448 4868 20 0 0 113 1226 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 28695
Sumber: Dinas Pertanian Jawa Barat (2004)
Ratarata
2001
2002
2003
0 0 1 66 57 83 146 16493 363 5204 13 0 0 113 875 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 23414
0 0 0 21 6 95 191 13184 250 4946 4 0 0 34 1165 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 19896
0 0 0 0 0 0.8 18 87.8 43 44 53 92.4 81 172 12435 15833.2 193 358 6427 5155.2 10 12.2 0 0 0 3.6 37 112.2 1194 1190.4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20491 23061.8
Lampiran 6. Produksi Kentang Kentang Tahun 1999-2003 Menurut Kabupaten dan Kota Di Jawa Barat (Ton). No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Tahun
Kabupaten/Kota Bekasi Karawang Purwakarta Subang Bogor Sukabumi Cianjur Bandung Sumedang Garut Tasikmalaya Ciamis Cirebon Kuningan Majalengka Indramayu Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Kota Tasikmalaya Kota Banjar Kota Cimahi Jumlah
1999
2000
2001
2002
0 0 2 1539 653 2442 5362 308990 9153 70397 144 0 140 2665 25377 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 426864
0 0 11 5982 1277 1841 6492 366714 8740 88169 194 0 0 1567 28985 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 509972
0 0 6 1380 681 1340 4374 292389 3922 95366 141 0 0 1790 13042 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 414431
0 0 0 250 163 1427 5784 227841 3799 97392 52 0 0 448 26171 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 363327
2003
Ratarata
0 0 0 0 0 3.8 176 1865.4 552 665.2 748 1559.6 2427 4887.8 223134 283814 3281 5779 137344 97733.6 95 125.2 0 0 0 28 533 1400.6 21775 23070 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 390065 420932
Sumber: Dinas Pertanian Jawa Barat (2004)
Lampiran 7. Tabel Perkembangan Produksi Komoditas Kentang di Kabupaten Majalengka Tahun 1999-2003 (Ton). 1999 2000 2001 2002 2003 Rata-rata 34.784,8
33.453
19.023
29.617
21.780
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka (2003)
27.731,56
Lampiran 8. Metode Pengambilan Contoh (Sampling)
Populasi (N) petani kentang varietas granola yang menanam pada bulan Oktober 2004 sampai bulan Februari 2005 adalah sebesar 72 orang. Berdasarkan survei pendahuluan terhadap 30 orang petani diperoleh S2 = 0,59 dari perhitungan:
S2 =
∑ Xi
(∑ X ) −
2
2
i
n −1
n
=
(16,33) 2 30 = 0,5893872 ≈ 0,59 29
25,977 -
Dan bound of error estimasi sebesar 0,21 dan D = 0,0115 dari perhitungan: 2 V(x) = 2
D=
S2 (N − n) 0,59 (72 − 30) x = 22 x = 0,2142 ≈ 0,21 n N 30 72
B2 = 0,0115 4
Maka besar contoh (n) yaitu sebanyak 30 orang dari perhitungan n =
N.S 2 (72)(0,59) = = 30,2 ≈ 30 orang 2 (N - 1) D + S (71) 0,0115 + 0,59
Dimana: S2 = Ragam contoh survei pendahuluan N = Ukuran sampel penelitian B = Bound of error estimasi xi = Luas lahan garapan kentang (Hektar)
Contoh tambahan ditetapkan sebanyak 12 orang. Sampel total sebanyak 42 orang.
Lampiran 9. Daftar Harga Mingguan Kentang Di Berbagai Pasar Induk Kabupaten Majalengka Bulan Juni 2001- Juni 2003 (Rp/Kg). Harga Pasar Harga Pasar Harga Pasar Tahun Bulan Maja Patrol Majalengka 2001
2002
2003
Juni
2465
2353
3280
Juli
2450
2710
3400
Agustus
2268
2380
3200
September
2270
2155
3280
Oktober
2252
2331
3300
Novermber
2908
2868
3380
Desember
2360
2924
3550
Januari
1894
2447
3270
Februari
1848
2196
3250
Maret
1991
2042
3280
April
1700
1992
3290
Mei
1929
1950
3080
Juni
2447
2172
3500
Juli
2586
2684
3400
Agustus
2379
2721
3290
September
2222
1055
3270
Oktober
2371
2532
3580
Novermber
3187
3045
3300
Desember
3761
3273
3000
Januari
3003
3065
3620
Februari
1532
1714
3270
Maret
1496
2032
3240
April
1752
1623
3280
Mei
2190
2033
3420
Juni
2311
2191
3500
Sumber: Ferdiansyah (2004)
Lampiran 10. Metode Perhitungan Pendapatan Usahatani Kentang
Komponen
A. Jumlah Total Penerimaan
Jumlah Fisik
Harga Fisik (Rp)
Nilai (Rp)
I
i
Ixi=M
A
a
A x a = Xi
2. Tenaga Kerja Keluarga
B
b
B x b = Xii
3. Sewa /Bagi hasil Lahan
C
c
C x c = Xiii
B. Biaya Tunai: 1. Sarana Produksi (pupuk urea, TSP, KCl, Pestisida, Bibit)
Jumlah Total Biaya Tunai
Xn
C. Biaya yang diperhitungkan (Tidak Tunai): 1. Tenaga Kerja Dalam
D
d
D x d = Yi
2. Penyusutan Alat Pertanian
E
e
E x e = Yii
3. Pajak
F
f
F x f = Yiii
Keluarga
Jumlah D. Jumlah Total Biaya
Yn Xn + Yn = N
E. Pendapatan atas Biaya Total
M–N=S
F. Pendapatan atas Biaya Tunai
M – Xn = P
G. R/C Ratio R/C atas Biaya Total
M/N
R/C atas Biaya Tunai
M/Xn
(%)
Lampiran 11. Standar Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Kentang Kebutuhan No.
Faktor Produksi (kg/ ha)
1.
Bibit (Umbi) kentang kelas I (30-45 gr) dengan jarak tanam 70 x 30 cm
1200-1500
2.
Urea
330-450
3.
TSP
260-390
4.
KCl
100-200
5.
NPK
1000-1500
6.
Phonska*
1000-1200
7.
ZA*
6.
Pupuk Kandang (Domba)
7.
Pestisida
8.
Tenaga Kerja
200 30.000 14 300 HKP
Sumber: Rukmana (1996) *) PT. Petrokimia Gresik
Lampiran 12. Kombinasi Pengunaan Pupuk Kandang Domba dan Produksi yang Dicapai. Dosis Pemakaian Produksi (ton/ha)
(ton/ha)
20
7,8
25
10,3
30
11,6
Sumber: Rukmana (1996)
Lampiran 13. Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Couglas Tanpa Satuan Per Luas
The regression equation is Ln Produksi = 0,90 + 0,090 Ln Luas Lahan + 0,432 Ln Bibit + 0,007 Ln Pupuk Kandang + 0,137 Ln Pupuk Kimia + 0,063 Ln Pestisida + 0,263 Ln Tenaga Kerja + 0,301 Dummy 1 - 0,022 Dummy 2
Predictor
Coef
SE Coef
T
P
VIF
Constant
0,902
2,552
0,35
0,727
Ln Luas
0,0899
0,2992
0,30
0,766
12,8
Ln Bibit
0,4322
0,2738
1,58
0,126
16,2
Ln Pupuk
0,0066
0,1965
0,03
0,973
7,2
Ln Pupuk
0,1370
0,2566
0,53
0,598
12,8
Ln Pesti
0,0631
0,1476
0,43
0,672
5,4
Ln Tenag
0,2634
0,3172
0,83
0,413
19,1
Dummy 1
0,3014
0,3093
0,97
0,338
1,8
Dummy 2
-0,0223
0,2235
-0,10
0,921
2,0
S = 0,4346
R-Sq = 86,6%
R-Sq(adj) = 82,8%
PRESS = 8,49662
R-Sq(pred) = 78,53%
Analysis of Variance
Source
DF
SS
MS
F
P
8
34,2952
4,2869
22,70
0,000
Residual Error
28
5,2874
0,1888
Total
36
39,5826
Regression
Durbin-Watson statistic = 1,54
Lampiran 14. Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Couglas Dalam Satuan Per Luas
The regression equation is Ln Yield = 1,76 + 0,428 Ln Bibit + 0,010 Ln Pupuk Kandang + 0,140 Ln Pupuk Kimia + 0,061 Ln Pestisida + 0,257 Ln Tenaga Kerja + 0,302 Dummy 1 - 0,028 Dummy 2
Predictor
Coef
SE Coef
T
P
Constant
1,764
2,700
0,65
0,519
Ln Bibit
0,4276
0,2631
1,63
0,115
2,7
Ln Pupuk
0,0104
0,1874
0,06
0,956
2,1
Ln Pupuk
0,1400
0,2494
0,56
0,579
3,2
Ln Pesti
0,0608
0,1420
0,43
0,672
1,5
Ln Tenag
0,2569
0,3010
0,85
0,400
2,1
Dummy 1
0,3015
0,3040
0,99
0,329
1,8
Dummy 2
-0,0278
0,2088
-0,13
0,895
1,8
S = 0,4270
R-Sq = 44,3%
PRESS = 8,00264
R-Sq(pred) = 15,78%
VIF
R-Sq(adj) = 30,9%
Analysis of Variance
Source Regression
DF
SS
MS
F
P
3,30
0,010
7
4,2132
0,6019
Residual Error
29
5,2886
0,1824
Total
36
9,5017
Durbin-Watson statistic = 1,55
Lampiran 15. Pengujian Return to Scale
Hipotesa: H0 : S bi =1 (Constant Return to Scale) H1 : S bi ? 1 Jika F hitung > F
0,05
(1 ; 28), maka tolak H0 , artinya Tidak Constant
Return to Scale Jika F hitung < F 0,05 (1 ; 28), maka terima H0 , artinya Constant Return to Scale.
F=
(Sum Square Error Regresi I - Sum Square Error Regresi II )/ 1
Sum Square Error Regresi II / (n - k - 1) (5,2886 - 5,2874)/ 1 = 0,006355 F= 5,2874 / 28
Karena F hitung = 0,006355 < F
0,05
(1 ; 28) = 4,20, maka terima H0 ,
artinya Constant Return to Scale..
Catatan :
Regresi I = Regresi Faktor Produksi dalam satuan per luas Regresi II = Regresi Faktor Produksi Tanpa satuan per luas
Lampiran 16. Analisis Korelasi Antar Peubah Bebas
Ln Luas Ln Produ Ln Bibit Ln Pupuk Ln Pupuk Ln Pesti Ln Tenag Ln Produ
Dummy 1
0,873 0,000
Ln Bibit
Ln Pupuk
Ln Pupuk
Ln Pesti
Ln Tenag
Dummy 1
Dummy 2
0,913
0,914
0,000
0,000
0,829
0,841
0,911
0,000
0,000
0,000
0,864
0,875
0,929
0,899
0,000
0,000
0,000
0,000
0,848
0,843
0,881
0,816
0,846
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,941
0,908
0,939
0,856
0,922
0,858
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
-0,143
-0,055
-0,167
-0,159
-0,250
-0,081
-0,109
0,398
0,746
0,322
0,346
0,135
0,634
0,521
0,237
0,070
0,159
0,177
0,120
0,019
0,093
-0,535
0,159
0,679
0,348
0,294
0,478
0,910
0,585
0,001
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Lampiran 17. Tabel Daftar Jenis dan Harga Pupuk yang digunakan Petani Kentang di Desa Argalingga. No. Uraian Jenis Pupuk Ukuran Harga (Rp) 1.
Pupuk Kandang
Organik
50 kg
5000
2.
Buto Ijo
Organik
1 kg
1500
3.
Urea
Kimia padat
1 kg
1250
4.
ZA
Kimia padat
1 kg
1200
5.
SP-36
Kimia padat
1 kg
1600
6.
Ponska
Kimia padat
20 kg
33.000
7.
KCl
Kimia padat
1 kg
1600
8.
NPK
Kimia padat
1 kg
1600
9.
Green Asri
PPC
0,5 liter
15.000
10.
Marshal
PPC
ml
36.000
11.
Spontan
PPC
0,5 liter
36.000
12.
Progib cair
PPC
1 liter
20.000
13.
Biotonik
PPC
50 ml
12.500
14.
Vitamax
PPC
50 ml
25.000
15.
Vitagrow
PPC
400 gr
9500
16.
Superking
PPC
0,5 liter
18.000
17.
Mutiara
PPC
1 liter
12.000
18.
ZPT
Zat Pengatur
100 ml
21.000
Tumbuh Sumber
: Toko Sahabat Tani Kecamatan Maja (Maret 2005)
Keterangan
: PPC = Pupuk Pelengkap Cair
Lampiran 18. Tabel Jenis dan Harga Pestisida yang digunakan Petani Kentang di Desa Argalingga. No. Nama Jenis Ukuran Harga (Rp) 1.
2.
Ripcord
Curacron
Insektisida
Insektisida
100 ml
10.000
300 ml
25.000
100 ml
18.500
250 ml
41.000
500 ml
80.000
3.
Rugby
Insektisida
1 kg
32.000
4.
Drusband
Insektisida
100 ml
10.000
300 ml
21.000
500 ml
29.000
40 kg
7000
10 kg
5000
100 ml
15.000
250 ml
35.000
500 ml
60.000
100 ml
12.000
300 ml
32.000
500 ml
52.000
5.
6.
7.
Kaptan
Detacron
Propile
Insektisida
Insektisida
Insektisida
8.
Melodi Duo
Insektisida
100 gr
15.000
9.
Rampage
Insektisida
100 ml
47.000
250 ml
105.000
100 gr
15.000
0,5 kg
57.000
10.
Daconil
Fungisida
11.
12.
13.
Dithane
Tanzeb
Polycom
Fungisida
Fungisida
Fungisida
200 gr
12.000
0,5 kg
26.000
1 kg
46.000
200 gr
11.000
0,5 kg
20.000
1 kg
36.000
0,25 kg
17.500
1 kg
55.000 52.000
14.
Octanil
Fungisida
0,5 kg
15.
Saromil
Fungisida
5 gr
3500
25 gr
15.000
16.
Cursi
Fungisida
400 gr
29.000
17.
Polyram
Fungisida
1 kg
30.000
18.
Polaram
Fungisida
1 kg
30.000
19.
Pilaram
Fungisida
1 kg
31.000
20.
Prepikure
Fungisida
100 ml
20.000
Sumber: Toko Sahabat Tani Kecamatan Maja (Maret 2005)
Pupuk Kimia Lampiran 19. Tabel Penggunaan Pupuk Kimia Pada Lahan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Milik No.
Jenis Pupuk
Harga
Satuan
Nilai
1
Za (1kg)
6535
(Rp/satuan) 1200
2
Urea (1 kg)
1670
1250
2.087.500
3
KCl (1 kg)
780
1600
1.248.000
4
NPK Phonska (1 kg)
4950
1650
8.167.500
5
KNO3 (1 kg)
25
9500
237.500
6
NPK(1 kg)
615
1600
984.000
7
SP-36 (1 kg)
100
1600
160.000
8
Biotonik (1 ltr)
22
12.500
275.000
9
Progib (100 ml)
20
20.000
400.000
10
Green Asri (0,5 ltr)
16
15.000
240.000
11
TSP (1 kg)
1465
1500
2.197.500
12
Vitagrow (bngks)
7
9500
66.500
13
Mutiara (1ltr)
4
12.000
48.000
14
ZPT (200 ml)
1
21.000
21.000
15
Nutrinik (1 ltr)
80
25.000
2.000.000
16
Furadan (50 kg)
1
95.000
95.000
17
Agro (1 kg)
50
1500
75.000
Total Pupuk Kimia Lahan Milik Total Pupuk Kimia Lahan Milik Per Hektar
(Rp) 7.842.000
26.144.500 1.546.577,145
Lampiran 20. Tabel Penggunaan Pupuk Kimia Pada Lahan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Sewa Harga Nilai No. Jenis Pupuk Satuan (Rp/satuan) (Rp) 1
Za (1kg)
310
1200
372.000
2
Urea (1 kg)
210
1250
262.500
3
KCl (1 kg)
70
1600
112.000
4
NPK Phonska (1 kg)
160
1650
264.000
5
Progib (100 ml)
4
20.000
80.000
6
Green Asri (0,5 ltr)
1
15.000
15.000
Total Pupuk Kimia Lahan Sewa
1.105.500
Total Pupuk Kimia Lahan Sewa Per Hektar
1.151.562,5
Lampiran 21. Tabel Penggunaan Pupuk Kimia Pada Lahan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Gadai Satuan Harga Nilai No. Jenis Pupuk (Rp/satuan) (Rp) 1
Za (1kg)
680
1200
816.000
2
Urea (1 kg)
950
1250
1.187.500
3
KCl (1 kg)
50
1600
80.000
4
NPK Phonska (1 kg)
630
1650
1.039.500
5
Progib (100 ml)
6
20.000
120.000
6
Green Asri (0,5 ltr)
2
15.000
30.000
7
TSP (1 kg)
250
1500
375.000
8
Vitagrow (bngks)
20
9500
190.000
9
Vitamax (bngks)
8
25.000
200.000
10
Nutrinik (1 ltr)
2
25.000
50.000
11
Zigro (1 kg)
125
600
75.000
Total Pupuk Kimia Lahan Gadai Total Pupuk Kimia Lahan Gadai Per Hektar
4.163.000 2.217.310,253
Lampiran 22. Tabel Penggunaan Pupuk Kimia Pada Luas Lahan Usahatani Kentang = 1 Ha Satuan Harga Nilai No. Jenis Pupuk (Rp/satuan) (Rp) 1 Za (1kg) 5150 1200 6.180.000 2
Urea (1 kg)
1300
1250
1.625.000
3
KCl (1 kg)
550
1600
880.000
4
NPK Phonska (1 kg)
3550
1650
5.857.500
5
KNO3 (1 kg)
200
9500
1.900.000
6
NPK(1 kg)
550
1600
880.000
7
SP-36 (1 kg)
50
1600
80.000
8
Biotonik (1 ltr)
5
12.500
62.500
9
Progib (100 ml)
9
20.000
180.000
10
Green Asri (0,5 ltr)
15
15.000
225.000
11
TSP (1 kg)
1000
1500
1.500.000
16
Nutrinik (1 ltr)
80
25.000
2.000.000
18
Furadan (50 kg)
1
95.000
95.000
Total Pupuk Kimia Lahan =1 ha Total Pupuk Kimia Lahan =1 ha Per Hektar
21.465.000 1.866.521,739
Lampiran 23. Tabel Penggunaan Pupuk Kimia Pada Luas Lahan Usahatani Kentang <1 Ha Satuan Harga Nilai No. Jenis Pupuk (Rp/satuan) (Rp) 1 Za (1kg) 2375 1200 2.850.000 2
Urea (1 kg)
1530
1250
1.912.500
3
KCl (1 kg)
350
1600
560.000
4
NPK Phonska (1 kg)
1990
1650
3.283.500
5
KNO3 (1 kg)
25
9500
237.500
6
NPK(1 kg)
65
1600
104.000
7
SP-36 (1 kg)
50
1600
80.000
8
Biotonik (1 ltr)
16
12.500
200.000
9
Progib (100 ml)
21
20.000
420.000
10
Green Asri (0,5 ltr)
4
15.000
60.000
11
TSP (1 kg)
765
1500
1.147.500
12
Vitagrow (bngks)
12
9500
114.000
13
Vitamax (bngks)
8
25.000
200.000
14
Mutiara (1ltr)
4
12.000
48.000
15
ZPT (200 ml)
1
21.000
21.000
16
Nutrinik (1 ltr)
2
25.000
50.000
17
Zigro (1 kg)
125
600
75.000
18
Agro (1 kg)
50
1500
75.000
Total Pupuk Kimia Lahan < 1 ha Total Pupuk Kimia Lahan < 1 ha Per Hektar
Perekat
11.438.000 1.387.727,866
Lampiran 24. Tabel Penggunaan Perekat Pada Usahatani Kentang denga n Status Lahan Milik Satuan Harga Nilai No. Jenis Perekat (Rp/satuan) (Rp) 1 Polibon (1ltr) 2 20.000 40.000 2
Polibon (0,5ltr)
32
10.000
320.000
3
Polibon (0,25 ltr)
7
6000
42.000
4
Tripel (1 ltr)
77
18.000
1.386.000
5
Tripel (0,5 ltr)
95
9500
902.500
6
Agristic (1 ltr)
2
20.000
40.000
7
Primaton (0,5 ltr)
17.5
15.000
262.500
8
Bicostic (0,5 ltr)
5
9000
45.000
9
Tritone (0,5 ltr)
2
40.000
80.000
Total Perekat Lahan Milik
3.118.000
Total Perekat Lahan Milik Per Hektar
184.445,2003
Lampiran 25. Tabel Penggunaan Perekat Pada Usahatani Kentang dengan Status Lahan Sewa Satuan Harga Nilai No. Jenis Perekat (Rp/satuan) (Rp) 1 Polibon (0,5ltr) 1.5 10.000 15.000 2
Tripel (1 ltr)
3
Latron (0,5 ltr)
5.5
18.000
99.000
1
50.000
50.000
Total Perekat Lahan Sewa Total Perekat Lahan Sewa Per Hektar
164.000 170.833,333
Lampiran 26. Tabel Penggunaan Perekat Pada Usahatani Kentang dengan Status Lahan Gadai Satuan Harga Nilai No. Jenis Perekat (Rp/satuan) (Rp) 1 Polibon (1ltr) 7 20.000 140.000 2
Tripel (1 ltr)
6
18.000
108.000
3
Latron (0,5 ltr)
2
50.000
100.000
4
Agristic (1 ltr)
5
20.000
100.000
5
Sanvit (1 ltr)
2
20.000
40.000
6
Primaton (0,5 ltr)
4
15.000
60.000
Total Perekat Lahan Gadai
548.000
Total Perekat Lahan Gadai Per Hektar
291.877,4967
Lampiran 27. Tabel Penggunaan Perekat Pada Luas Lahan Usahatani Kentang = 1 Ha Satuan Harga Nilai No. Jenis Perekat (Rp/Satuan) (Rp) 1 Polibon (0,5ltr) 25 10.000 250.000 2
Tripel (1 ltr)
60
18.000
1.080.000
3
Tripel (0,5 ltr)
82
9500
779.000
4
Primaton (0,5 ltr)
5
15.000
75.000
Total Perekat Lahan =1 ha Total Perekat Lahan =1 ha Per Hektar
2.184.000 189.913,0435
Lampiran 28. Tabel Penggunaan Perekat Pada Luas Lahan Usahatani Kentang < 1 Ha Satuan Harga Nilai No. Jenis Perekat (Rp/satuan) (Rp) 1 Polibon (1ltr) 9 20.000 180.000 2
Polibon (0,5ltr)
8.5
10.000
85.000
3
Polibon (0,25 ltr)
7
6000
42.000
4
Tripel (1 ltr)
29.5
18.000
531.000
5
Tripel (0,5 ltr)
18
9500
171.000
6
Latron (0,5 ltr)
1
50.000
50.000
7
Latron (100 ml)
2
18.500
37.000
8
Agristic (1 ltr)
7
20.000
140.000
9
Sanvit (1 ltr)
2
20.000
40.000
10
Primaton (0,5 ltr)
16.5
15.000
247.500
11
Bicostic (0,5 ltr)
5
9000
45.000
12
Tritone (0,5 ltr)
2
40.000
80.000
Total Perekat Lahan < 1 ha Total Perekat Lahan < 1 ha Per Hektar
1.648.500 200.006,0663
Pestisida Lampiran 29. Tabel. Penggunaan Pestisida Pada Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Milik 1
Propile (500 ml)
7
Harga (Rp/satuan) 52.000
2
Propile (300 ml)
2
32.000
64.000
3
Tanzeb (1 kg)
3
36.000
108.000
4
Daconil (1 kg)
183.5
110.000
20.185.000
5
Daconil (0,5 kg)
5
57.000
285.000
6
Saromil (5 gr)
2
3500
7000
7
Curacron (1 ltr)
31
175.000
5.425.000
8
Curacron (0,5 ltr)
9
80.000
720.000
9
Curacron (250 ml)
2
41.000
82.000
10
Curacron (100 ml)
5
18.500
92.500
11
Dithane (1 kg)
198.5
46.000
9.131.000
12
Ripcord (500 ml)
9
40.000
360.000
13
Ripcord (300 ml)
14
25.000
350.000
14
Ripcord (100 ml)
4
10.000
40.000
15
Rampage (250 ml)
20
105.000
2.100.000
16
Octanil (1 kg)
17
104.000
1.768.000
17
Octanil ( 0,5 kg)
4.5
52.000
234.000
18
Prepikure
8
20.000
160.000
19
Rugby (1 kg)
25
32.000
800.000
20
Dursban (0,5 ltr)
8
29.000
232.000
21
Detacron (500 ml)
7
60.000
420.000
22
Detacron (250 ml)
1
35.000
35.000
23
Detacron (100 ml)
2
15.000
30.000
24
Pegasus (200 ml)
2
33.000
66.000
25
Gramokson (500 ml)
1
20.000
20.000
No.
Jenis Pestisida
Satuan
Total Pestisida Lahan Milik Total Pestisida Lahan Milik Per Hektar
Nilai (Rp) 364.000
43.078.500 2.548.307,428
Lampiran 30. Tabel Penggunaan Pestisida Pada Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Sewa
1
Propile (300 ml)
3
Harga (Rp/satuan) 32.000
2
Tanzeb (1 kg)
8
36.000
288.000
3
Daconil (1 kg)
7
110.000
770.000
4
Saromil (5 gr)
3
3500
10.500
5
Curacron (0,5 ltr)
0.5
80.000
40.000
6
Dithane (1 kg)
9
46.000
414.000
7
Ripcord (100 ml)
2
10.000
20.000
8
Rampage (100 ml)
1
47.000
47.000
9
Octanil (1 kg)
1
104.000
104.000
10
Prepikure
10
20.000
200.000
No.
Jenis Pestisida
Satuan
Total Pestisida Lahan Sewa
Nilai (Rp) 96.000
1.989.500
Total Pestisida Lahan Sewa Per Hektar
2.072.395,833
Lampiran 31. Tabel Penggunaan Pestisida Pada Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Gadai 1
Propile (100 ml)
1
Harga (Rp/satuan) 12.000
2
Tanzeb (1 kg)
4
36.000
144.000
3
Daconil (1 kg)
16
110.000
1.760.000
4
Curacron (1 ltr)
1
175.000
175.000
5
Curacron (100 ml)
7
18.500
129.500
6
Dithane (1 kg)
23
46.000
1.058.000
7
Ripcord (300 ml)
4
25.000
100.000
8
Ripcord (100 ml)
6
10.000
60.000
9
Octanil (1 kg)
7.5
104.000
780.000
10
Octanil ( 0,5 kg)
1.5
52.000
78.000
11
Rugby (1 kg)
6
32.000
192.000
12
Detacron (250 ml)
1
35.000
35.000
13
Polyram (1 kg)
35
30.000
1.050.000
14
Kaptan
10
7.000
70.000
No.
Jenis Pestisida
Satuan
Total Pestisida Lahan Gadai Total Pestisida Lahan Gadai Per Hektar
Nilai (Rp) 12.000
5.643.500 3.005.858,855
Lampiran 32. Tabel Penggunaan Pestisida Usahatani Kentang Pada Luas Lahan = 1 Ha No.
Jenis Pestisida
Satuan
Harga
Nilai
1
Daconil (1 kg)
158
(Rp/satuan) 110.000
2
Curacron (1 ltr)
10
175.000
1.750.000
3
Curacron (0,5 ltr)
9
80.000
720.000
4
Curacron (100 ml)
4
18.500
74.000
5
Dithane (1 kg)
147
46.000
6.762.000
6
Ripcord (500 ml)
8
40.000
320.000
7
Ripcord (300 ml)
11
25.000
275.000
8
Rampage (250 ml)
20
105.000
2.100.000
9
Octanil (1 kg)
5
104.000
520.000
10
Rugby (1 kg)
20
32.000
640.000
11
Detacron (500 ml)
3
60.000
180.000
Total Pestisida Lahan = 1 ha Total Pestisida Lahan = 1 ha Per Hektar
(Rp) 17.380.000
30.721.000 2.671.391,304
Lampiran 33. Tabel Penggunaan Pestisida Usahatani Kentang Pada Luas Lahan < 1 Ha
1
Propile (500 ml)
7
Harga (Rp/satuan) 52.000
2
Propile (300 ml)
5
32.000
160.000
3
Propile (100 ml)
1
12.000
12.000
4
Tanzeb (1 kg)
18
36.000
648.000
5
Daconil (1 kg)
47
110.000
5.170.000
6
Daconil (0,5 kg)
5
57.000
285.000
7
Saromil (5 gr)
5
3500
17.500
8
Curacron (1 ltr)
3
175.000
525.000
9
Curacron (0,5 ltr)
0.5
80.000
40.000
10
Curacron (250 ml)
2
41.000
82.000
11
Curacron (100 ml)
8
18.500
148.000
12
Dithane (1 kg)
73.5
46.000
3.381.000
13
Ripcord (500 ml)
1
40.000
40.000
14
Ripcord (300 ml)
7
25.000
175.000
15
Ripcord (100 ml)
12
10.000
120.000
16
Rampage (100 ml)
1
47.000
47.000
17
Octanil (1 kg)
20.5
104.000
2.132.000
18
Octanil ( 0,5 kg)
6
52.000
312.000
19
Prepikure
16
20.000
320.000
20
Rugby (1 kg)
11
32.000
352.000
21
Dursban (0,5 ltr)
8
29.000
232.000
22
Detacron (500 ml)
4
60.000
240.000
23
Detacron (250 ml)
2
35.000
70.000
24
Detacron (100 ml)
2
15.000
30.000
25
Pegasus (200 ml)
2
33.000
66.000
26
Gramokson (500 ml)
1
20.000
20.000
27
Polyram (1 kg)
35
30.000
1.050.000
28
Kaptan
10
7.000
70.000
No.
Jenis Pestisida
Satuan
Total Perstisida Lahan < 1 ha Total Perstisida Lahan < 1 ha Per Hektar
Nilai (Rp) 364.000
16.108.500 1.954.381,389
Tenaga Kerja Luar Keluarga Lampiran 34. Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Milik No.
Jenis Tenaga Kerja
Jumlah (Orang)
Nilai (Rp/Orang)
Total Nilai (Rp)
1
Pria
3689
15.000
55.335.000
2
Wanita
1548
10.000
15.480.000
3
Anak-anak
84
5000
420.000
Total TK Luar Keluarga Lahan Milik
71.235.000
Total TK Luar Keluarga Lahan Milik Per Hektar
4.213.904,376
Lampiran 35. Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Sewa No.
Jenis Tenaga Kerja
1
Pria
2
Wanita
3
Anak-anak
Jumlah (Orang)
Nilai (Rp/Orang)
Total Nilai (Rp)
116
15.000
1.740.000
28
10.000
280.000
1
5.000
5.000
Total TK Luar Keluarga Lahan Sewa
2.025.000
Total TK Luar Keluarga Lahan Sewa Per Hektar
2.109.375
Lampiran 36.Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Gadai No.
Jenis Tenaga Kerja
Jumlah (Orang)
Nilai (Rp/Orang)
Total Nilai (Rp)
1
Pria
397
15.000
5.955.000
2
Wanita
216
10.000
2.160.000
3
Anak-anak
0
5.000
0
Total TK Luar Keluarga Lahan Gadai Total TK Luar Keluarga Lahan Gadai Per Hektar
8.115.000 4.322.237,017
Lampiran 37. Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Kentang Pada Luas Lahan = 1 Ha No.
Jenis Tenaga Kerja
Jumlah (Orang)
Nilai (Rp/Orang)
Total Nilai (Rp)
1
Pria
3021
15.000
45.315.000
2
Wanita
1302
10.000
13.020.000
3
Anak-anak
84
5.000
420.000
Total TK Luar Keluarga Lahan = 1 Hektar
58.755.000
Total TK Luar Keluarga Lahan = 1 Hektar Per Hektar
5.109.130,435
Lampiran 38. Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Kentang Pada Luas Lahan < 1 Ha No.
Jenis Tenaga Kerja
1
Pria
2
Wanita
3
Anak-anak
Jumlah (Orang)
Nilai (Rp/Orang)
Total Nilai (Rp)
1181
15.000
17.715.000
490
10.000
4.900.000
1
5.000
5.000
Total TK Luar Keluarga Lahan < 1 Hektar
22.620.000
Total TK Luar Keluarga Lahan < 1 Hektar Per Hektar
2.744.396,251
Tenaga Kerja Dalam Keluarga Lampiran 39. Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Dengan Status Lahan Milik Nilai No.
Jenis Tenaga Kerja
Jumlah (Orang)
Total Nilai (Rp) (Rp/Orang)
1
Pria
727
15.000
10.905.000
2
Wanita
200
10.000
2.000.000
3
Anak-anak
0
5.000
0
Total TK Dalam Keluarga Lahan Milik Total TK Dalam Keluarga Lahan Milik Per Hektar
12.905.000 763.394,9038
Lampiran 40. Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Dengan Status Lahan Sewa No.
Jenis Tenaga Kerja
1
Pria
2
Wanita
3
Anak-anak
Jumlah (Orang)
Nilai (Rp/Orang)
Total Nilai (Rp)
131
15.000
1.965.000
37
10.000
370.000
3
5.000
15.000
Total TK Dalam Keluarga Lahan Sewa
2.350.000
Total TK Dalam Keluarga Lahan Sewa Per Hektar
2.447.916,667
Lampiran 41. Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Dengan Status Lahan Gadai No.
Jenis Tenaga Kerja
1
Pria
2
Wanita
3
Anak-anak
Jumlah (Orang)
Nilai (Rp/Orang)
Total Nilai (Rp)
129
15.000
1.935.000
27
10.000
270.000
6
5.000
30.000
Total TK Dalam Keluarga Lahan Gadai
2.235.000
Total TK Dalam Keluarga Lahan Gadai Per Hektar
1.190.412,783
Lampiran 42.Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Usahatani Kentang Pada Luas Lahan = 1 Ha No.
Jenis Tenaga Kerja
1
Pria
2
Wanita
3
Anak-anak
Jumlah (Orang)
Nilai (Rp/Orang)
Total Nilai (Rp)
202
15.000
3.030.000
93
10.000
930.000
0
5.000
0
Total TK Dalam Keluarga Lahan = 1 Hektar
3.960.000
Total TK Dalam Keluarga Lahan = 1 Hektar
344.347,8261
Lampiran 43. Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Luas Lahan Usahatani Kentang < 1 Ha No.
Jenis Tenaga Kerja
Jumlah (Orang)
Nilai (Rp/Orang)
Total Nilai (Rp)
1
Pria
785
15.000
11.775.000
2
Wanita
171
10.000
1.710.000
3
Anak-anak
9
5.000
45.000
Total TK Dalam Keluarga Lahan < 1 Hektar
13.530.000
Total TK Dalam Keluarga Lahan < 1 Hektar Per Hektar
1.641.542,055
Penyusutan Lampiran 44. Tabel Penyusutan Peralatan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Milik No.
Jumlah
Nilai
Penyusutan
Umur
peny/msm
(unit)
(Rp)
(Rp/unit/bln)
(bln)
(Rp)
Peralatan
1
Mesin Semprot
5 2.500.000
20.833
120
104.167
2
Sprayer 17 ltr
50
300.000
8.333
36
416.667
3
Sprayer 14 ltr
4
200.000
5.556
36
22.222
4
Kored
3
10.000
833
12
2.500
5
Sabit
22
10.000
833
12
18.333
6
Golok
27
25.000
2.083
12
56.250
7
Cangkul
44
25.000
2.083
12
91.667
8
Drum
33
30.000
500
60
16.500
Total Penyusutan Peralatan Lahan Milik Total Penyusutan Peralatan Lahan Milik Per Hektar
728.306 43.082,92048
Lampiran 45. Tabel Penyusutan Peralatan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Sewa No.
Jml.
Nilai
Penyusutan
Umur
peny/msm
(unit)
(Rp)
(Rp/unit/bln)
(bln)
(Rp)
Peralatan
1
Sprayer 17 ltr
6
300.000
8.333
36
50.000
2
Kored
1
10.000
833
12
833
3
Sabit
4
10.000
833
12
3.333
4
Golok
4
25.000
2.083
12
8.333
5
Cangkul
8
25.000
2.083
12
16.667
6
Drum
1
30.000
500
60
500
Total Penyusutan Peralatan Lahan Sewa
79.667
Total Penyusutan Peralatan Lahan Sewa Per Hektar
82.986,45833
Lampiran 46. Tabel Penyusutan Peralatan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Gadai Jml.
Nilai
Penyusutan
Umur
peny/msm
(Rp)
(Rp/unit/bln)
(bln)
(Rp)
No Peralatan
(unit
. ) 1
Sprayer 17 ltr
13
300000
8333
36
108.333
2
Sprayer 14 ltr
1
200000
5556
36
5.556
3
Sabit
12
10000
833
12
10.000
4
Golok
9
25000
2083
12
18.750
5
Cangkul
19
25000
2083
12
39.583
6
Drum
5
30000
500
60
2.500
Total Penyusutan Peralatan Lahan Gadai Total Penyusutan Peralatan Lahan Gadai Per Hektar
184.722 98.387,2170
4
Lampiran 47. Tabel Penyusutan Peralatan Usahatani Kentang Pada Luas Lahan = 1 Ha Jml. (unit) 4
Nilai (Rp) 2.500.000
Penyusutan (Rp/unit/bln) 20.833
Umur (bln) 120
peny/msm (Rp) 83.333
Sprayer 17 ltr
23
300.000
8.333
36
191.667
3
Sprayer 14 ltr
4
200.000
5.556
36
22.222
4
Kored
1
10.000
833
12
833
5
Sabit
3
10.000
833
12
2.500
6
Golok
3
25.000
2.083
12
6.250
7
Cangkul
5
25.000
2.083
12
10.417
8
Drum
18
30.000
500
60
9.000
No.
Peralatan
1
Mesin Semprot
2
Total Penyusutan Peralatan Lahan = 1 Hektar
326.222
Total Penyusutan Peralatan Lahan = 1 Hektar Per Hektar
28.367,13043
Lampiran 48. Tabel Penyusutan Peralatan Usahatani Kentang Pada Luas Lahan < 1 Ha Jml. (unit ) 1
2.500.000
20.833
120
20.833
Sprayer 17 ltr
46
300.000
8.333
36
383.333
3
Sprayer 14 ltr
1
200.000
5.556
36
5.556
4
Kored
3
10.000
833
12
2.500
5
Sabit
35
10.000
833
12
29.167
6
Golok
37
25.000
2083
12
77.083
7
Cangkul
66
25.000
2083
12
137.500
No .
Peralatan
1
Mesin Semprot
2
Nilai
Penyusutan
Umur
peny/msm
(Rp)
(Rp/unit/bln)
(bln)
(Rp)
8
Drum
21
30.000
500
60
10.500
Total Penyusutan Peralatan Lahan < 1 Hektar
666.472 80.860,4446
Total Penyusutan Peralatan Lahan < 1 Hektar Per Hektar
6
Lampiran 49. Analisis Pendapatan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Milik Uraian Penerimaan Grade I (ABC) Grade II (DN ) Grade III ( Ares) Total Penerimaan (TR) Biaya Tunai (TC) Bibit Pupuk Organik: Pupuk Kandang Pupuk Kompos Total Pupuk Organik Pupuk Kimia Perekat Pestisida T.K. Luar Keluarga Lain-lain: Karamba Transportasi Bensin (msn. Semprot) Sewa Lahan Biaya Gadai Ajir Total Biaya Lain-lain Total Biaya Tunai (TC) Biaya Tidak Tunai (CC) T.K. Dalam Keluarga Penyusutan Peralatan Pajak Tanah Total Biaya Tidak Tunai (CC) Total Biaya (TC+CC) Pendapatan Atas Biaya Total Pendapatan Atas Biaya Tunai R/C Rasio R/C Rasio Atas Biaya Total R/C rasio Atas Biaya Tunai
Jumlah Fisik (kg/ha) 7.119,3 1.943,8 248,4
Nilai (Rp/kg) 1.878 1.225 624
Sub Total (Rp/ha)
Total (Rp/ha)
13.370.045,4 2.381.155 155.001,6 15.906.202
793,6
6.442
14.936,6 11,2
100 1.500
5.112.371,2 1.493.660 16.800 1.510.460 1.546.577,2 184.445,2 2.548.307,4 4.213.904,4 211.464,2 558.296,4 39.042,3 0 0 1.250.000 2.058.802,9 17.174.868 763.394,9 43.083 100.000 906.478 18.081.346 -2.175.144 -1.268.666 0,88 0,93
Lampiran 50. Analisis Pendapatan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Sewa Uraian Penerimaan Grade I (ABC) Grade II (DN ) Grade III ( Ares) Total Penerimaan (TR) Biaya Tunai (TC) Bibit Pupuk Organik: Pupuk Kandang Pupuk Kompos Total Pupuk Organik Pupuk Kimia Perekat Pestisida T.K. Luar Keluarga Lain-lain: Karamba Transportasi Bensin (msn. Semprot) Sewa Lahan Biaya Gadai Ajir Total Biaya Lain-lain Total Biaya Tunai (TC) Biaya Tidak Tunai (CC) T.K. Dalam Keluarga Penyusutan Peralatan Pajak Tanah Total Biaya Tidak Tunai (CC) Total Biaya (TC+CC) Pendapatan Atas Biaya Total Pendapatan Atas Biaya Tunai R/C Rasio R/C Rasio Atas Biaya Total R/C rasio Atas Biaya Tunai
Jumlah Fisik (kg/ha) 7.083,3 2.083,3 572,9
Nilai (Rp/kg) 1.878 1.225 624
Sub Total (Rp/ha)
Total (Rp/ha)
13.302.437,4 2.552.042,5 357.489,6 16.211.969,5
572,9
6.442
11.979,2 10,4
100 1.500
3.690.621,8 1.197.920 15.600 1.213.520 1.151.562,5 170.833,3 2.072.395,8 2.109.375 200.208,3 98.958,3 0 500.000 0 1.250.000 2.049.166,6 12.457.475 2.447.906,7 82.987 100.000 2.630.893 15.088.368 1.123.601 3.754.494,5 1,07 1,30
Lampiran 51. Analisis Pendapatan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Gadai Uraian Penerimaan Grade I (ABC) Grade II (DN ) Grade III ( Ares) Total Penerimaan (TR) Biaya Tunai (TC) Bibit Pupuk Organik: Pupuk Kandang Pupuk Kompos Total Pupuk Organik Pupuk Kimia Perekat Pestisida T.K. Luar Keluarga Lain-lain: Karamba Transportasi Bensin (msn. Semprot) Sewa Lahan Biaya Gadai Ajir Total Biaya Lain-lain Total Biaya Tunai (TC) Biaya Tidak Tunai (CC) T.K. Dalam Keluarga Penyusutan Peralatan Pajak Tanah Total Biaya Tidak Tunai (CC) Total Biaya (TC+CC) Pendapatan Atas Biaya Total Pendapatan Atas Biaya Tunai R/C Rasio R/C Rasio Atas Biaya Total R/C rasio Atas Biaya Tunai
Jumlah Fisik (kg/ha) 6.921,4 3.777,4 630,6
Nilai (Rp/kg) 1.878 1.225 624
Sub Total (Rp/ha)
Total (Rp/ha)
12.998.389,2 4.627.315 393.494,4 18.019.198,6
1.012
6.442
16.644,5 10,7
100 1.500
6.519.304 1.664.450 16.050 1.680.500 2.217.310,3 291.877,5 3.005.858,9 4.322.237 1.250.000 348.841,5 0 0 94.108 1.250.000 2.942.950 20.980.037 1.190.412,8 98.387 100.000 1.388.800 22.368.837 -4.349.639 -2.960.839 0,81 0,86
Lampiran 52. Analisis Pendapatan Lahan Usahatani Kentang = 1Ha Uraian Penerimaan Grade I (ABC) Grade II (DN ) Grade III ( Ares) Total Penerimaan (TR) Biaya Tunai (TC) Bibit Pupuk Organik: Pupuk Kandang Pupuk Kompos Total Pupuk Organik Pupuk Kimia Perekat Pestisida T.K. Luar Keluarga Lain-lain: Karamba Transportasi Bensin (msn. Semprot) Sewa Lahan Biaya Gadai Ajir Total Biaya Lain-lain Total Biaya Tunai (TC) Biaya Tidak Tunai (CC) T.K. Dalam Keluarga Penyusutan Peralatan Pajak Tanah Total Biaya Tidak Tunai (CC) Total Biaya (TC+CC) Pendapatan Atas Biaya Total Pendapatan Atas Biaya Tunai R/C Rasio R/C Rasio Atas Biaya Total R/C rasio Atas Biaya Tunai
Jumlah Fisik (kg/ha) 7.826,1 2.234,8 252,2
Nilai (Rp/kg) 1.878 1.225 624
Sub Total (Rp/ha)
Total (Rp/ha)
14.697.415,8 2.737.630 157.372,8 17.592.418,6
869,6
6.442
16.391,3 13
100 1500
5.601.963,2 1.639.130 19.500 1.658.630 1.866.521,7 189.913 2.671.391,3 5.109.130,4 261.808,7 810.869,6 51.826,1 0 0 1.250.000 2.374.504,4 19.472.054 344.347,8 28.367 100.000 472.715 19.944.769 -2.352.350 -1.879.635,4 0,88 0,90
Lampiran 53. Analisis Pendapatan Lahan Usahatani Kentang < 1Ha Uraian Penerimaan Grade I (ABC) Grade II (DN ) Grade III ( Ares) Total Penerimaan (TR) Biaya Tunai (TC) Bibit Pupuk Organik: Pupuk Kandang Pupuk Kompos Total Pupuk Organik Pupuk Kimia Perekat Pestisida T.K. Luar Keluarga Lain-lain: Karamba Transportasi Bensin (msn. Semprot) Sewa Lahan Biaya Gadai Ajir Total Biaya Lain-lain Total Biaya Tunai (TC) Biaya Tidak Tunai (CC) T.K. Dalam Keluarga Penyusutan Peralatan Pajak Tanah Total Biaya Tidak Tunai (CC) Total Biaya (TC+CC) Pendapatan Atas Biaya Total Pendapatan Atas Biaya Tunai R/C Rasio R/C Rasio Atas Biaya Total R/C rasio Atas Biaya Tunai
Jumlah Fisik (kg/ha) 6.083,9 1.971,8 368,1
Nilai (Rp/kg) 1.878 1.225 624
Sub Total (Rp/ha)
Total (Rp/ha)
11.425.564,2 2.415.455 229.694,4 14.070.713,6
711,6
6.442
12.951,6 8,5
100 1.500
4.584.127,2 1.295.160 12.750 1.307.910 1.387.727,9 200.006,1 1.954.381,4 2.744.396,3 120.858,9 166.210,7 7.764,9 58.236,5 21.437 1.250.000 1.624.507,9 13.803.056,8 1.641.542,1 80.860 100.000 1.822.403 15.625.459 -1.554.746 267.656,8 0,90 1,02