PENGARUH PRIVASI ,KEPERCAYAAN dan PENGALAMAN TERHADAP NIAT BELI KONSUMEN MELALUI INTERNET Lana Sularto Program Doktor Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya 100 Pondok Cina Depok 16423
[email protected]
Abstrak Dengan menggunakan teori perilaku terrencana sebagai dasar teoritis, dilakukan penelitian kepada pemakai situs untuk mengetahui apakah faktor privasi dan kepercayaan pada internet mempengaruhi niat beli konsumen untuk melakukan pembelian melalui internet. Niat beli, pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku pembelian yang sebenarnya. Dengan memperhatikan juga faktor pengalaman, ditemukan suatu model umum tentang hal tersebut. Kata Kunci: Internet, Niat Beli, Pemasaran melalui internet, Privasi, Kepercayaan, Pengalaman
PENDAHULUAN Potensi internet sebagai media pemasaran dan perdagangan telah banyak dibicarakan akhir-akhir ini, khususnya bagi para pemain dalam pemasaran. Pembicaraan tersebut menghasilkan suatu pandangan mengenai perdagangan elektronik, khususnya perdagangan elektronik melalui internet, yang umumnya dikenal sebagai perdagangan elektronik, sebagai suatu bisnis dengan berbagai kemungkinan (Raghav Rao dkk, 1998). Menurut pandangan ini, perdagangan elektronik menawarkan sejumlah karakteristik nilai tambah baru, misalnya disebutkan bahwa suatu saat perdagangan elektronik akan menggantikan cara melakukan bisnis konvensional secara keseSULARTO, PENGARUH PRIVASI………
luruhan (Porter, 2001). Ramalan menunjukkan bahwa 20% dari seluruh pembelanjaan di supermarket selama dekade berikutnya akan dilakukan melalui saluran elektronik (Burke, 1997). Harga yang lebih murah juga dihasilkan melalui perdagangan elektronik, salah satu alasannya adalah misalnya penggunaan tempat yang lebih murah, yang dimungkinkan karena cara ini tidak memerlukan lokasi yang tersentralisasi. Selain itu penggunaan sejumlah perantara juga dapat dikurangi (Peterson, 1997). Menurut pandangan ini, Internet adalah suatu kawasan dengan hambatan masuk yang rendah, relatif sederhana dan murah untuk diimplementasikan (Porter, 2001; Peterson
138
dkk, 1997). Hal ini ditujukan agar menjadikan Internet sebagai “a more level playing field” (Gerdes and Rolland, 2000), dimana seluruh perusahaan memiliki kesempatan yang sama untuk meraih konsumen. Pandangan ini juga mensyaratkan perilaku rasional dari konsumen, dimana saat ini Internet telah mampu secara sistematis memproses seluruh informasi produk yang tersedia melalui internet. Banyak peneliti menyatakan bahwa kemampuan internet mengolah informasi yang berhubungan dengan perdagangan elektronik, merupakan kekuatan utamanya (Misalnya Porter, 2001; Peterson dkk, 1997; Burke, 1997). Akses atas informasi, yang ditawarkan melalui internet atau dipertukarkan diantara para konsumen internet, mengakibatkan perubahan proses pembelian dari mendorong menjadi menarik, misalnya inisyatif dari perusahaan perdagangan elektronik menjadi inisiatif dari konsumen (Hagel and Armstrong, 1997). Proses pertukaran informasi melalui pasar elektronik juga diasumsikan memberi kontribusi pada biaya logistik yang lebih murah (Bakos, 1998). Pada saat yang bersamaan, juga sudah banyak dipahami bahwa terdapat penolakan oleh pengguna internet untuk melakukan transaksi business-to-consumer melalui Situs, terutama karena masalah privasi dan kepercayaan pada Internet (Aldridge dkk, 1997; Wang dkk, 1998). Implikasinya adalah bahwa seharusnya terdapat lebih banyak aktivitas B2C pada Internet jika ketakutan konsumen tentang privasi dan kepercayaan
139
dapat diatasi dengan baik. Hubungan antara keyakinan tentang privasi dan kepercayaan dalam mendorong pembelian melalui internet merupakan subyek dalam tulisan ini. Khususnya, bagaimana pandangan individu tentang privasi dan kepercayaan pada internet, dan sikap dalam pembelian melalui internet, akan mempengaruhi niat individu untuk melakukan pembelian secara online serta perilaku pembelian yang sebenarnya? Peranan pengalaman masa lalu dengan internet dalam mempengaruhi sikap dan perilaku pembelian juga diteliti lebih lanjut. Rencana dari tulisan ini adalah sebagai berikut: pertama ide tentang privasi dan kepercayaan akan dipaparkan, diikuti dengan diskusi pada dasar teoritis dari tulisan ini, yaitu theory of planned behavior (TPB) (Azjen, 1985, 1991) serta diskusi peranan pengalaman pada internet. Pada bagian berikutnya, model penelitian hasil dari peneliti terdahulu dipaparkan dan akhirnya model penelitian dan hipotesis baru akan diusulkan berdasarkan model penelitian tersebut. Teori dan Penelitian Terdahulu Privasi Perhatian terhadap Privasi sering dinyatakan sebagai alasan utama mengapa konsumen tidak mau melakukan pembelian melalui internet. Polling di bulan maret tahun 2000 menyatakan bahwa pengguna internet yang belum membeli apapun melalui internet sebesar 94% dari responden, karena mereka takut jika informasi tentang diri mereka akan
JURNAL EKONOMI & BISNIS NO. 3, Jilid 9, Tahun 2004
berakibat mereka akan terus dikirim email tentang informasi yang tidak berguna bagi mereka (Business Week, 2000). Pada survey bulan September 2000 ditemukan bahwa sekitar 8% bekas pengguna internet telah meninggalkan dunia online karena alasan privasi, sedangkan sebesar 54% dari mereka yang belum pernah online percaya bahwa Internet termasuk "berbahaya" (Lenhart, 2000). Pada survei bulan Oktober 2001 ditemukan bahwa 72% responden "sangat hati-hati" sebelum mereka memberikan informasi pribadi sebelum membeli sesuatu secara online (Better Business Bureau, 2001). Pada survei yang sama, 56% responden menyatakan bahwa mereka akan mau membeli secara online jika mempunyai akses pada proses pemesanan yang aman. Privasi pada Internet dapat dikelompokkan menjadi empat bidang utama: (1) pemilikan informasi oleh pihak yang tidak berhak. (2) penggunaan informasi yang tidak tepat. (3) Penjajahan privasi. (4) Penyimpanan informasi yang tidak pada tempatnya (Wang dkk., 1998). Perhatian pada privasi telah mendorong para peneliti untuk membangun sebuah model privasi di Internet. Contohnya seperti Byford's (1998) memperlakukan secara khusus tentang privasi di internet, dimana difokuskan pada dua konsep teoritis yang berbeda tentang privasi. Konsep pertama adalah pandangan
SULARTO, PENGARUH PRIVASI………
hubungan sosial, dimana privasi dipahami bertindak sebagai penyeimbang pertumbuhan hubungan sosial. Privasi tidak dibenarkan berdiri sendiri, seperti didefinisikan oleh US jurisprudence, sebagai mekanisme penting dalam proses sosial. Konsep privasi pada Internet ini akan diwujudkan dalam interaksi anonim dan identifikasi yang disamarkan, seperti pada ruang diskusi dan MUDs, dimana diterapkan pada hubungan sosial antar anggota berbagai komunitas internet. Konsep kedua tentang privasi lebih baik lagi, disebut sebagai pandangan kepemilikan (Byford, 1998), dimana individu melihat privasi sebagai pengembangan dimana mereka mengendalikan informasi mereka sendiri dalam semua jenis transaksi pertukaran internet. Pandangan kepemilikan diwujudkan sendiri dengan kemauan untuk saling menukar informasi pribadi dengan layanan seperti surat elektronik gratis atau diskon khusus dari penjual. Kedua konsep privasi tersebut dapat mempengaruhi perilaku individu terhadap internet, tapi perkembangan dimana masing-masing pandangan benar-benar mempengaruhi perilaku masih merupakan pertanyaan sampai saat ini. Hanya sedikit studi empiris yang meneliti privasi dan hubungannya dengan pembelian secara on-line yang dipublikasikan saat ini. Satu pengecualian adalah Swaminathan dkk (1999) yang melaporkan bahwa ada hubungan positif antara kepercayaan tentang pentingnya hukum untuk mengatur privasi pada internet dan juga jumlah uang
140
pembelian internet yang dikeluarkan oleh individu. Namun, pada studi yang sama ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas pembelian dengan kepercayaan tentang aspek lain privasi, seperti penyalahgunaan informasi, anonymity, direct marketing dan pengendalian pada informasi. Kepercayaan pada Internet Pentingnya masalah privasi bukanlah satu-satunya hal yang penting dalam perilaku pembelian di internet. Pada kenyataannya, kebanyakan individu membeli melalui internet dikarenakan masalah kepercayaan. Sekitar 86% pengguna internet merasa takut dengan kenyataan bahwa orang lain atau perusahaan yang mereka tidak ketahui akan mendapat informasi tentang mereka melalui internet, 70% merasa takut dengan banyaknya hackers yang bisa mengakses nomor kartu kredit mereka, 60% takut jika orang lain akan membuka informasi pribadi tentang mereka disebabkan karena sesuatu yang dilakukan oleh mereka secara online (Fox, 2000). Walaupun kepercayaan telah didefinisikan, satu definisi yang dianggap paling tepat adalah "bahwa seseorang percaya, dan mau bergantung pada pihak lain" (McKnight dkk., 1998, p. 474). Kepercayaan muncul hanya ketika mereka yang terlibat “dipastikan oleh pihak lainnya, mau dan bisa memberikan kewajibannya" (Ratnasingham, 1998, p. 314). Banyak konsumen tidak cukup mempercayai pihak situs, untuk memberikan informasi pribadi mereka, dalam rangka melakukan
141
transaksi pertukaran dengan mereka (Hoffman dkk., 1999). Selain mempercayai layanan situs dengan penggunaan informasi pribadi, juga muncul masalah kepercayaan akan keamanan internet dan transaksi internet (Ratnasingham, 1998). Keamanan Internet berhubungan dengan masalah keamanan umum seperti jaringan, aplikasi, dan komponen sistem Internet. Keamanan sering dianggap sebagai hambatan utama dalam merealisasikan potensi komersil situs. (Aldridge dkk., 1997). Ancaman tertentu sering ditemukan seperti pencurian data, pencurian layanan, korupsi data, dan virus komputer. Dalam pandangan perhatian konsumen tentang kepercayaan di Internet, seharusnya tidak mengejukan bahwa eksperimen laboratorium terbaru menemukan bahwa orang menganggap belanja di internet lebih beresiko dibanding belanja melalui katalog cetak (Jones and Vijayasarathy, 1998). Apa sebenarnya yang disebut kepercayaan? Apakah terdapat lebih dari satu bentuk kepercayaan? Para penulis saling tidak setuju tentang termasuk jenis apa kepercayaan itu. Kepercayaan dianggap sebagai suatu aksi, perilaku atau orientasi, suatu bentuk karakter, suatu hubungan (Alpern, 1997). Sementara yang lain tetap menganggap bahwa kepercayaan adalah perasaan alami atau keyakinan, suatu kepercayaan dimana seseorang bersedia bertindak (Dasgupta, 1988), atau suatu pilihan (Alpern, 1997). Kepercayaan telah digambarkan sebagai suatu tindakan kognitif (misalnya, bentuk pendapat
JURNAL EKONOMI & BISNIS NO. 3, Jilid 9, Tahun 2004
atau prediksi bahwa sesuatu akan terjadi atau orang akan berperilaku dalam cara tertentu), afektif (misalnya masalah perasaan) atau konatif (misalnya masalah pilihan atau keinginan). Mereka yang setuju bahwa termasuk kognifit, tidak setuju jika kepercayaan adalah perhitungan rasional berbasis bukti yang tersedia, atau praktek/perilaku di luar alasan bersama-sama (Alpern, 1997). Banyak definisi yang ternyata tidak akurat. Kepercayaan jelas tidak hanya kepercayaan dimana suatu pihak memiliki keyakinan (walaupun setiap kepercayaan mungkin memiliki elemen kepercayaan seperti halnya kecenderungan orang untuk menempatkan tingkat keyakinan yang tinggi pada kepercayaannya). Jika saya percaya bahwa anda akan melakukan hal yang salah dan menolak bekerja sama dengan anda, maka kepercayaan saya akan terlihat seperti ketidakpercayaan. Bahkan kepercayaan bukan merupakan harapan internal manusia “dimana secara alamiah baik fisik dan biologis serta landasan moral akan tetap ada dan lebih atau kurang terealisir” (Barber, 1983). Saya dapat memperkirakan bahwa matahari akan terbit besok pagi atau pintu akan terbuka ketika saya memasukkan kunci tapi untuk menyatakan "trusting"/meyakini matahari atau pintu terlihat seperti dipaksakan (Flores and Solomon, 1997; Baier, 1994). Kita bisa juga meramalkan bahwa sekelompok penjahat akan melakukan kejahatan dalam tahun depan tapi kita tidak percaya pada kelompok itu. Ramalan kita bahkan bertindak sebagai dasar
SULARTO, PENGARUH PRIVASI………
untuk ketidakpercayaan. Maka kepercayaan bukanlah merupakan "kepercayaan pada harapan seseorang" (Luhmann, 1979). Lebih tepa menganggap kepercayaan sebagai keyakinan dalam suatu harapan dari kemauan baik yang terpercaya (Baier, 1994; Gambetta, 1988). Terdapat beberapa bentuk kepercayaan: (1) berbasis tujuan, (2) perhitungan, (3) berbasis pengetahuan, dan (4) berbasis penghargaan (Koehn, 2003). (1) Kepercayaan berbasis tujuan Kepercayaan berbasis tujuan muncul ketika dua orang yang mengira mereka memiliki tujuan yang sama. Tujuannya mungkin bisa baik atau buruk. Para teroris mungkin saling mempercayai selama masingmasing mempercayai yang lain agar konsisten dalam mencapai tujuan. Dalam hubungan berbasis tujuan, trustors memiliki sedikit minat dalam mempelajari tentang karakter atau keinginan dari mitra mereka. Mereka bahkan bisa sama mengidentifikasi mitranya. Dengan memfokuskan pada tujuannya, mereka hanya ingin mengetahui apakah mitra mereka sama tujuannya. Setiap mitra mungkin mengharapkan dan bahkan meminta bahwa yang lain mengorbankan nyawanya demi tercapainya tujuan. Kedua pihak mengira bahwa tujuan atau hasil akhir menghalalkan segala cara. Trustees berbasis tujuan sering tergantung pada propaganda atau retorika yang dihembuskan untuk menginspirasi trustors agar bersedia menanggung resiko besar. Penggunaan propaganda dan manipulasi sering mengartikan keperca-
142
yaan ini memiliki komponen afektif yang besar (2) Kepercayaan perhitungan Kepercayaan perhitungan mencoba meramalkan apa yang dilakukan mitra terpercaya dengan mencari bukti untuk hal-hal yang bisa dipercaya lainnya – misalnya, apakah pihak lainnya memiliki sejarah menepati janjinya? Reputasi yang bagus? Pihak yang akan menjadi trustor memperhitungkan keuntungan dan keandalan untuk kepercayaan. Jika keuntungannya melebihi biayanya, maka individu akan mempertanyakan pihak tersebut. Kepercayaan perhitungan umumnya bersifat kognitif dan konatif. Biasanya dalam hubungan komersil dimana pihak–pihak mungkin saling tidak mengenal satu sama lain, mereka mungkin memiliki ketertarikan yang sama, maka pertemanan seperti itu sering bersandar pada kontrak. Kontrak tidak sepenuhnya merupakan lawan dari kepercayaan (Foorman, 1997). Menjaga kepercayaan sering melibatkan proses negoisasi dan artikulasi oleh semua pihak dengan mempercayai hubungan mereka. Lebih jauh lagi, pihak yang bergantung pada kontrak mungkin disebut mempercayai sistem legal untuk memaksa mereka dan pada pengacara yang memfasilitasi perjanjian. Ada kenyataan bahwa tindakan untuk menggunakan dan memaksa kontrak menjadikan kelemahan kepercayaan. Setiap pihak yang terlibat kontrak tidak mau tergantung pada yang lainnya untuk menggunakan pertimbangannya membantu pihak lain. Dalam hubungan utilitas, obyek keperca-
143
yaan sering kurang untuk pihak lainnya dan lebih pada kontrak aturan main. Ketika pihak yang terlibat bergantung pada sistem verifikasi reputasi untuk membangun tingkat kepercayaan masing-masing pihak dan untuk meminimalkan resiko bertransaksi dengan orang asing, maka fungsi sistem reputasi adalah sebagai obyek kognitif dari kepercayaan. Dalam kasus ini, kepercayaan kurang rasional dan mungkin dianggap sebagai pengurangan kepercayaan. Kepercayaan akan tepat digunakan dan memiliki nilai tertinggi ketika setiap aturan tidak bisa ditentukan dan dikendalikan sebelumnya. (3) Kepercayaan berbasis pengetahuan Kepercayaan berbasis pengetahuan muncul ketika orang saling mengenal satu sama lain dan atau sering berinteraksi. Hubungan kepercayaan berbasis pengetahuan mungkin berubah ketika kedua pihak saling mencurigai perusahaan lawannya, Dalam kasus ini, baik pihak yang dipercaya dan yang mempercayai mungkin lebih memperhatikan tentang bagaimana memperoleh keuntungan. Hubungan itu bisa afektif bisa juga kognitif. Berbasis pengetahuan dan kepercayaan perhitungan tidak selalu berbeda. Perusahaan lelang online seperti ebay dan perusahaan saudaranya bernama half.com telah mencoba untuk membangun kalkulasi hybrid dan kepercayaan berbasis pengetahuan. Pada situs lelang ini, pembeli ebay dan penjualnya saling memberi peringkat tentang kinerja
JURNAL EKONOMI & BISNIS NO. 3, Jilid 9, Tahun 2004
mereka secara online. Sistem peringkat telah banyak berhasil, terutama karena banyak konsumen menginginkan membentuk relasi utilitas yang dibangun berdasarkan kepercayaan berbasis pengetahuan. (4) Penghargaan berbasis kepercayaan Penghargaan berbasis kepercayaan muncul dan dipaksakan ketika kedua pihak yang terikat pada suatu hubungan memiliki love of virtue yang sama, excellence, dan kebijaksanaan serta bersedia melakukan dialog dengan tujuan agar lebih baik dalam saling memahami satu sama lain. Bentuk kepercayaan ini merupakan persahabatan diantara orang baik. Saling menghormati satu sama lain, dan tidak ingin saling mengeksploatasi lainnya. Teori Perilaku Terrencana Teori Perilaku Terrencana (TPT) (Azjen, 1985, 1991) merupakan pengembangan dari teori aksi beralasan (TAB) (Azjen and Fishbein, 1980), Inti dari TPT dan TAB, adalah niat individu untuk melakukan perilaku tertentu (lihat Gambar 1). Bagi TAB dan TPT, sikap terhadap perilaku dan norma subyektif pada perilaku dinyatakan mempengaruhi niat beli, tapi TPT memasukkan unsur kontrol perilaku yang dirasakan dalam mempengaruhi perilaku sebagai faktor tambahan yang mempengaruhi niat beli konsumen. Menurut TPT, tindakan individu pada perilaku tertentu ditentukan oleh niat individu tersebut untuk melakukan perilaku. Niat itu sendiri dipengaruhi sikap terhadap perilaku, norma subyektif
SULARTO, PENGARUH PRIVASI………
yang mempengaruhi perilaku, dan kontrol keperilakuan yang dirasakan (Dharmmesta, 1998). Menurut Azjen (1985), sikap terhadap perilaku merupakan evaluasi positif atau negatif dalam melakukan perilaku. Sikap terhadap perilaku menunjukkan tingkatan dimana seseorang mempunyai evaluasi yang baik atau yang kurang baik tentang perilaku tertentu. Norma subyektif menunjukkan tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan/perilaku, sedangkan kontrol keperilakuan yang dirasakan menunjukkan mudahnya atau sulitnya seseorang melakukan tindakan dan dianggap sebagai cerminan pengalaman masa lalu disamping halangan atau hambatan yang terantisipasi (Dharmmesta, 1998). TPT telah banyak digunakan pada literatur sistem informasi (cf Mathieson, 1991; Taylor and Todd, 1995a,b; Harrison dkk, 1997). TAB juga telah digunakan pada banyak penelitian tentang sistem informasi, kebanyakan digunakan sebagai dasar dalam penelitian mengenai penerimaan pengguna dan model penerimaan teknologi (MPT) (cf. Davis, 1989). TAB terus menjadi dasar bagi riset sistem informasi (e.g. Venkatesh, 2000). Suatu premis dalam penelitian terbaru menyatakan bahwa privasi dan kepercayaan pada internet mempengaruhi perilaku pembelian melalui internet (George,2002). TPT menyediakan dasar teoritis kasar untuk menguji premis tersebut., disamping juga kerangka pikir untuk pengujian apakah sikap memang
144
berhubungan dengan niat untuk melakukan perilaku tertentu, dimana hal ini seharusnya berhubungan dengan perilaku yang sebenarnya. Berdasarkan teori, kepercayaan mengenai seberapa penting mereferensikan orang lain tentang pembelian melalui internet, dan motivasi untuk menyamakan pandangan
dengan orang lain, seharusnya juga mempengaruhi niat untuk membeli melalui internet. Akhirnya kepercayaan tentang pentingnya memiliki kesempatan dan sumber yang penting untuk mendorong pembelian melalui Internet seharusnya mempengaruhi niat untuk membeli.
SIKAP TERHADAP PERILAKU
NORMA SUBYEKTIF
NIAT
PERILAKU
KONTROL KEPERILAKUAN YANG DIRASAKAN Gambar 1. Perbandingan antara Theory of Reasoned Action dan Theory of Planned Behavior (Azjen, 1991, Dharmmesta, 1998)
Pengalaman Faktor penting lainnya adalah pengalaman dengan Internet. Pengalaman dengan Internet merupakan pertimbangan penting dalam melakukan pembelian secara online (Hoffman dkk, 1999). Hoffman menemukan bahwa perhatian konsumen terhadap pengendalian informasi pribadi ternyata meningkatkan pengalaman akan internet, sebaliknya perhatian pada hambatan fungsional untuk belanja secara online menurun. Pengguna internet yang belum berpengalaman, biasanya
145
jarang membeli secara online: 27% pengguna dengan pengalaman kurang dari 6 bulan pernah membeli sesuatu melalui internet, dibanding dengan 60% mereka yang berpengalaman 3 tahun lebih dalam dunia internet. (Fox, 2000). Sebagai tambahan, pendatang baru lebih takut dengan masalah pencurian kartu kredit (70%) daripada pengguna internet berpengalaman. (46%) (Fox, 2000). Jika Pengalaman akan internet dimasukkan dalam analisis, pertanyaannya menjadi apakah pengalaman
JURNAL EKONOMI & BISNIS NO. 3, Jilid 9, Tahun 2004
sesuai dengan model umum TPT?. Ajzen (1991) menyatakan masalah pengalaman dalam tulisannya tentang TPT. Dia menyatakan bahwa telah disarankan oleh beberapa orang bahwa perilaku masa lalu seharusnya dimasukkan dalam teori aksi beralasan sebagai variabel independen yang sama dengan sikap dan norma subyektif. Dia menyatakan pengujian empiris tentang TAB yang memasukkan hubungan langsung dari perilaku masa lalu dengan perilaku selanjutnya menjelaskan lebih banyak variansi dalam perilaku selanjutnya dari pada model tanpa hubungan langsung tersebut. Ajzen beralasan bahwa satu alasan untuk penemuan tentang perilaku masa lalu adalah TAB tidak memasukkan variabel perceived behavioral control (PBC), dan bahwa PBC memiliki peranan penting dalam menghubungkan pengaruh masa lalu dengan perilaku selanjutnya. Dengan mereferensi pada karya Bandura, Azjen (1991. p 204) menyatakan bahwa "Pengalaman masa lalu dengan perilaku adalah sumber paling penting dari informasi kontrol perilaku". Fungsi pengalaman masa lalu, telah diuji dalam beberapa bidang penelitian sistem informasi manajemen, seperti penelitian tentang selfefficacy dan pelatihan keahlian komputer. Compeau dan Higgins (1995) menemukan bahwa pengalaman masa lalu sangat berhubungan dengan self efficacy untuk hampir sebagian besar paket perangkat lunak dan pada tampilan saat ini untuk dua paket perangkat lunak
SULARTO, PENGARUH PRIVASI………
yang berbeda. Pengalaman masa lalu dioperasionalkan sebagai nilai kinerja dalam pelatihan hari sebelumnya. Peranan pengalaman juga telah diteliti dalam literatur SIM dalam bidang penerimaan pengguna, dimana TAB dan TPT telah diterapkan dalam pengembangan Model karya Davis (1989) yaitu model penerimaan teknologi (MPT). Szanja (1996, p. 91) menyarankan bahwa bidang penelitian penting di masa datang tentang MPT adalah "menentukan nilai dan status komponen pengalaman". Dalam model MPT aslinya, kemudahan penggunaan disadari dan kegunaan yang disadari dipercaya bahwa sikap yang diberitahukan pada akhirnya menjadi niat perilaku yang diberitahuan. Versi lanjut dari MPT telah menghilangkan elemen sikap, sehingga keyakinan tentang kemudahaan penggunaan dan kegunaan langsung membentuk niat (Venkatesh and Davis, 1996). Venkatesh dan Davis (1996), dalam pengembangan MPT yang memfokuskan pada variabel awal dari kemudahan penggunaan disadari, secara teoritis menyatakan bahwa pengalaman langsung dengan perangkat lunak menjadi perantara dalam hubungan langsung antara tujuan penggunaan dan kemudahan penggunaan disadari. Tujuan penggunaan dari suatu sistem adalah ukuran tentang bagaimana mudahnya sistem tersebut digunakan, diturunkan dengan membandingkan apa yang diperlukan agar seorang ahli menyelesaikan suatu tugas dengan menggunakan sistem dengan
146
apa yang diperlukan oleh orang awam untuk menyelesaikan tugas yang sama dengan menggunakan sistem yang sama, Venkatesh dan Davis (1996) memperkirakan bahwa tujuan penggunaan akan menjadi peramal dari kemudahan penggunaan disadari hanya jika seorang individu telah memiliki pengalaman langsung dengan perangkat lunak. Mereka menemukan dukungan bagi ramalan mereka. Pengalaman langsung dioperasionalkan dalam percobaan mereka dalam pelatihan untuk suatu paket perangkat lunak. Dalam penelitian terbaru, pendahulu dari kemudahan penggunaan disadari dalam MPT, Venkatesh (2000) menemukan bahwa pengalaman tidak memerankan peranan sebanyak peranannya seperti yang diharapkan dalam menjelaskan varian dalam kemudahan penggunaan disadari. Kepercayaan pada General sistemindependent tentang komputer lebih menjadi peramal yang lebih kuat dari kemudahan penggunaan disadari dari pada pengalaman, selama tiga kali periode. Dengan menggunakan TPT disamping MPT, Taylor dan Todd (1995b) menyelidiki perbedaan antara mahasiswa yang berpengalaman dan tidak berpengalaman dari sebuah pusat komputer. Mereka menemukan hubungan yang lebih kuat antara perilaku niat dan perilaku aktual bagi pemakai yang berpengalaman, dibanding pemakai yang tidak berpengalaman. Mereka juga menemukan bahwa niat dari pemakai yang tidak berpengalaman lebih mudah diramalkan oleh variabel awal
147
dari pada kasus untuk pemakai yang berpengalaman. Kemudahaan penggunaan merupakan peramal yang lebih baik atas sikap dan kegunaan yang disadari merupakan peramal yang lebih baik untuk niat. Dari pada memperkenalkan pengalaman sebagai suatu variabel dalam model TPT, Taylor dan Todd menguji model TPT dua kali, satu kali dengan data dari pemakai berpengalaman dan satu lagi dengan data dari pemakai yang tidak berpengalaman. Walaupun TPT hanya merupakan landasan teori dalam tulisan ini, terdapat teori lainnya untuk menjelaskan dan meramalkan perilaku. Salah satunya yang paling terkenal adalah yang disarankan oleh Triandis (1980). Dibangun berdasarkan teori perilaku Triandis, Thompson dkk (1994), menguji pengaruh pengalaman dalam penggunaan PC. Mereka meramalkan bahwa pengalaman akan memiliki pengaruh langsung pada penggunaan PC selain juga memberikan pengaruh tidak langsung dalam kepercayaan tentang penggunaan PC, khususnya kompleksitas penggunaan PC, pekerjaan yang sesuai dengan penggunaan PC, dan konsekuensi jangka panjang dari penggunaan PC. Mereka juga meramalkan bahwa pengalaman akan memiliki pengaruh tidak langsung pada penggunaan PC melalui norma sosial (berhubungan dengan norma subyektif pada model TPT) dan memfasilitasi kondisi untuk penggunaan PC (salah satu komponen dari kontrol perilaku disadari dalam TPT). Mereka menemukan bahwa pengalaman memiliki pengaruh
JURNAL EKONOMI & BISNIS NO. 3, Jilid 9, Tahun 2004
langsung kuat pada utilisasi, dan semua hubungan lainnya kecuali satu, kesesuaian pekerjaan, dimana dipengaruhi secara kuat oleh pengalaman. Pengalaman diukur berdasarkan lama penggunaan PC dan tingkat keahlian pribadi. Dengan memperhatikan catatan Azjen tentang pengalaman dalam komponen kontrol perilaku disadari, kelihatannya tempat paling logis untuk memperkenalkan pengalaman dalam TPT adalah sebagai satu awal dari PBC. Namun, dengan memperhatikan karya Thompson dkk. (1994), Venkatesh dan Davis (1996), dan Venkatesh (2000), satu kasus seharusnya juga dapat dibuat bagi pengalaman agar dimasukkan sebagai satu pendahulu bagi keyakinan. Pengaruh Privasi, Kepercayaan dan Pengalaman terhadap Niat Beli Konsumen melalui Internet Dengan mendasarkan pada TPT, maka dihasilkan sebuah model tentang pengaruh privasi, kepercayaan dan pengalaman terhadap niat beli konsumen melalui internet yang hanya mengambil satu elemen dalam TPT, yaitu “sikap terhadap pembelian melalui internet” (George, 2002). Model tersebut seperti terlihat pada Gambar 2, tidak memasukkan elemen norma subyektif dan kontrol keperilakuan yang dirasakan, hal ini dikarenakan keterbatasan data yang digunakan dalam penelitian tersebut. Perilaku yang diteliti dalam penelitian tersebut adalah pembelian melalui internet. Konsep awalnya adalah niat untuk melakukan pembelian melalui internet dan pengalaman internet.
SULARTO, PENGARUH PRIVASI………
Niat didahului oleh sikap terhadap pembelian melalui internet. Tiga bentuk keyakinan diposisikan untuk membantu sikap terhadap pembelian melalui internet adalah : (1) keyakinan tentang Internet trustworthiness. (2) keyakinan tentang privasi dari sudut pandang kepemilikan. (3) keyakinan tentang privasi dari sudut pandang hubungan sosial. Pengalaman diposisikan memiliki hubungan langsung pada semua bentuk keyakinan. Karena kontrol keperilakuan yang dirasakan tidak dimasukkan dalam penelitian tersebut, model ini membuat hubungan langsung dari pengalaman dengan perilaku pembelian melalui internet. Azjen (1991) mencatat bahwa, dengan ketiadaan ukuran kontrol keperilakuan yang dirasakan, hubungan langsung dari perilaku masa lalu dengan perilaku selanjutnya akan meningkatkan proporsi perbedaan yang dijelaskan oleh TAB, dibanding pengujian tanpa hubungan langsung tersebut. Thompson dkk (1994) juga memasukkan hubungan langsung dari pengalaman dengan perilaku dalam pengujian teori perilaku Triandi. Berdasarkan model yang dihasilkan, untuk memperoleh gambaran model yang utuh tentang pengaruh privasi, kepercayaan dan pengalaman terhadap niat beli konsumen melalui internet sesuai model TPT, maka dibutuhkan suatu model baru yang masih berupa hipotesis seperti terlihat pada Gambar 3. Model baru ini sudah memasukkan elemen
148
norma subyektif dan kontrol keperilakuan yang dirasakan. Elemen faktor sosial mewakili elemen norma subyektif, dimana faktor sosial didefinisikan sebagai persepsi seseorang bahwa sebagian besar orang lain yang dianggap penting menyarankan agar orang tersebut sebaiknya melakukan suatu perilaku (Brown dkk, 2004). Dalam hal ini, pendapat dari teman dan kerabat tentang pentingnya membeli melalui internet dianggap mempengaruhi seseorang dalam menentukan niat untuk membeli melalui internet. Sedangkan elemen pengalaman masa lalu dengan internet merupakan elemen dalam kontrol keperilakuan yang dirasakan yang akan mempengaruhi niat. Elemen pengalaman tidak mempunyai hubungan langsung dengan perilaku.
Pengguna internet yang berpengalaman, karena waktu yang mereka habiskan untuk on-line dan karena keahlian yang mereka peroleh melalui pengalaman, seharusnya yakin bahwa internet lebih bisa dipercaya dari pada mereka yang kurang berpengalaman. Pengguna berpengalaman seharusnya telah belajar bagaimana menghindari perilaku yang tidak dapat dipercaya dan bagaimana menggunakan situs dengan lebih aman, seperti halnya warga kota yang mengetahui bagianbagian kota dan tempat yang tidak aman yang harus dihindari. Intinya adalah bahwa kepercayaan muncul dengan tingkat pengetahuan tertentu, dimana pengetahuan diperoleh dari pengalaman.
Internet Purchasing
Social Relation Beliefs
Interent Experien t
Property Beliefs
Attituides Toward Internet Purchasing
Intent To Purchase
Internet Trustworthtiness Beliefs
Gambar 2 Model pengaruh privasi, kepercayaan dan pengalaman terhadap niat beli konsumen melalui internet (George,2002)
149
JURNAL EKONOMI & BISNIS NO. 3, Jilid 9, Tahun 2004
Tujuh hipotesis yang digambarkan dalam model terlihat pada Gambar 3. Setiap hipotesis diturunkan dari diskusi sebelumnya tentang privasi, kepercayaan, pengalaman, sikap dan perilaku. Tiga hipotesis
Keyakinan Hubungan Sosial
Keyakinan Kepemilikan
H1
H2
pertama seluruhnya berhubungan dengan keyakinan individu tentang privasi dan keamanan dan pengaruh dari keyakinan ini pada sikap individu terhadap pembelian melalui internet.
Perilaku Terhadap Pembalian di Internet
H3 Keyakinan Kepercayaan Internet
H6
H7 H4
Pengalaman Dengan Internet
Niat untuk Membeli
Pembelian di Internet
H5 Faktor Sosial
Gambar 3 Model pengaruh privasi, kepercayaan dan pengalaman terhadap niat beli konsumen melalui internet (hipotesis)
H1. Semakin percaya seseorang dengan internet, semakin positif sikap mereka tentang pembelian melalui Internet. H2. Semakin percaya seorang harus menjaga data pribadinya (pandangan kepemilikan dari privasi), semakin negatif sikap mereka terhadap pembelian melalui internet, H3. Semakin percaya seseorang tentang interaksi tanpa nama (anonim) melalui internet adalah SULARTO, PENGARUH PRIVASI………
penting (pandangan hubungan sosial dari privasi), semakin negatif sikap orang tersebut terhadap pembelian melalui internet. H4. Semakin positif faktor sosial yang mendorong seseorang untuk melakukan pembelian melalui internet, semakin positif orang tersebut mempunyai niat untuk membeli melalui internet. H5. Semakin berpengalaman seseorang dengan internet, semakin positif orang tersebut mempunyai 150
niat untuk membeli melalui internet. Hipotesis berikutnya berhubungan dengan pengaruh keyakinan pada sikap. Secara umum, semakin percaya seseorang dengan internet, semakin positif sikap mereka tentang pembelian melalui Internet. Sikap positif terhadap pembelian melalui internet seharusnya memiliki pengaruh positif pada niat individu untuk melakukan pembelian melalui internet: H6. Semakin positif sikap individu terhadap pembelian melalui internet, semakin kuat niat individu untuk melakukan pembelian melalui internet. Akhirnya, diharapkan bahwa niat diterjemahkan menjadi tindakan. Oleh karena itu: diharapkan bahwa individu dengan niat kuat untuk membeli melalui internet untuk segera melakukannya: H7. Semakin kuat niat seseorang membeli melalui internet, semakin sering individu melakukan pembelian melalui internet.
PENUTUP Sampai saat ini, banyak penulis telah memaparkan berbagai model yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian secara online (melalui internet), salah satunya seperti yang diuraikan oleh Joey F George menggunakan teori perilaku terrencana (Azjen, 1985, 1991) sebagai dasar teoritis. Dari hasil penelitiannya, disimpulkan bahwa faktor privasi, kepercayaan dan pengalaman terbukti telah menjadi
151
faktor utama yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian melalui internet. Menurut hasil penelitian tersebut, jika konsumen telah mulai memiliki pengalaman (experiences) dengan internet, maka mereka cenderung akan melakukan pembelian pertamanya melalui internet, dan mereka semakin berpengalaman, maka mereka akan semakin sering membeli melalui internet. Semakin konsumen berpengalaman dengan pembelian melalui internet, maka konsumen akan mulai mempercayai metode pembelian melalui internet. Akan tetapi konsumen yang terlalu membatasi penggunaan data pribadinya untuk keperluan internet, ternyata memiliki sikap negatif terhadap pembelian melalui internet. Hal ini bisa diatasi dengan meyakinkan konsumen bahwa informasi pribadi mereka tidak akan disebarluaskan tanpa seijin orang yang bersangkutan. Kelemahan dari hasil penelitian Joey F George tersebut adalah pengaruh privasi, kepercayaan dan pengalaman terhadap niat beli konsumen melalui internet diteliti dengan hanya mengambil satu elemen dalam TPT, yaitu “sikap terhadap pembelian melalui internet”. Model tersebut tidak memasukkan elemen norma subyektif dan kontrol keperilakuan yang dirasakan (PCB) seperti yang disyaratkan oleh TPT, oleh karena itu perlu dibuat suatu model hipotesis baru yang memasukkan semua elemen dalam TPT, yaitu elemen “faktor sosial” yang mewakili elemen “norma subyektif”.
JURNAL EKONOMI & BISNIS NO. 3, Jilid 9, Tahun 2004
Dalam hal ini, pendapat dari teman dan kerabat tentang pentingnya membeli melalui internet dianggap mempengaruhi seseorang dalam menentukan niat untuk membeli melalui internet. Sedangkan elemen “pengalaman masa lalu” dengan internet merupakan elemen dalam “kontrol keperilakuan yang dirasakan” yang akan mempengaruhi niat konsumen untuk membeli melalui internet. Setelah model hipotesis tersebut diuji dengan menggunakan data primer, maka diharapkan akan diperoleh model baru dalam penelitian tentang perilaku konsumen dalam pembelian melalui internet. DAFTAR PUSTAKA Aldridge, A., White, M. and Forcht, K. 1997. Security considerations of doing business via the Internet: cautions to be considered, Internet Research, Vol. 7 No. 1, h. 9-15. Alpern, K. D. 1997. What Do We Want Trust to Be? Some Distinctions of Trust, Business and Professional Ethics Journal 16 (1-3). h.29-46. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. www.apjii.or.id Azjen, I. 1985. From intentions to actions: a theory of planned behavior, in Kuhl, J.and Beckman, J. (Eds), Action-Control: From Cognition to Behavior, Springer, Heidelberg, h. 11-39. Azjen, I. 1991. The theory of planned behavior, Organizational Behavior and Human Decision Processes. Vol. 50. h. 179-211.
SULARTO, PENGARUH PRIVASI………
Azjen, I. and Fishbein, M. 1980. Understanding Attitudes and Predicting Sosial Behavior. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ. Baier, A.1994. Trust and Anti Trust. in A. Baier (ed.). Moral Prejudices (Harvard University Press, Cambridge, MA). h. 95-129. Bakos, Y.1998. The emerging role of electronic marketplaces on the Internet. Communication of the acm. Vol 41 No 8. h. 35-42. Better Business Bureau. 2001. Thirdparty assurance boosts online purchasing. available at: www.bbbonline.org/about/press/2 001/101701.asp Business Week. 2000. A growing threat. BusinessWeek. 20 March. p. 96. Byford, K.S. 1998. Privacy in cyberspace: constructing a model of privacy for the electronic communications environment. Rutgers Computer and Technology Law Journal. Vol. 24. h. 1-74. Burke R.R. 1997. Do You See What I See? The Future of Virtual Shopping. Journal of the Academy of Marketing Science. 25 (4). h. 352-360. Compeau, D. and Higgins, C.A. 1995. Application of sosial cognitive theory to training for computer skills. Information Sistems Research. Vol. 6 No. 2. h. 118-43. Compeau, D., Higgins, C.A. and Huff, S. 1999. Sosial cognitive theory and individual reactions to computing technology: a longitudinal study. MIS Quarterly. Vol. 23 No. 2. h. 145-58.
152
Davis, F.D. 1989. Perceived usefulness, perceived ease of use, and user acceptance of information technology. MIS Quarterly. Vol. 13 No. 3. h. 319-40. Daryl Koehn. 2003. The nature of and conditions for online Trust. Journal of Business Ethics. Dordrecht:Vol.43. Iss. 1/2; h. 3 Dasgupta, P. 1988. Trust as a Commodity. in D. G. Gambetta (ed.). Trust (Blackwell,Oxford). h.49-72. Dharmmesta, B. S. 1998. Theory of Planned Behaviour dalam Penelitian Sikap. Niat dan Perilaku Konsumen. KELOLA Gadjah Mada University Business Review. Th. VII. No. 18. h. 90. Fox, S. 2000. Trust and privacy online: why Americans want to rewrite the rules, Pew Internet and American Life Project. available at: www.pewinternet.org Flores, F. and R. Solomon 1997. Rethinking Trust. Business and Professional Ethics Journal 16 (13). h. 47-76. Foorman, J. L. 1997. Trust and Contracts: Are They Mutually Exclusive? Business and Professional Ethics Journal 16 (1-3). 195-204. Gambetta, D. 1998. Can We Trust in Trust? in D. Gambetta (ed.). Trust: Making and Breaking Cooperative Relations (Blackwell, Oxford). h. 213-237. George, Joey F. 2002. Influences on the intent to make Internet purchases. Internet Research. Bradford: Vol. 12. Iss. 2; h.165
153
Gerdes, J., Rolland, E. 2000. What Went Wrong. Gary Anderson Graduate School of Management. Working paper. University of California Riverside. California. GVU. 2000. GVU's WWW User Survey. tersedia pada: www.gvu.gatech.edu/user_surve ys. Hagel III. J.. Armstrong, A.G.1997. Net Gain. expanding markets through virtual communities. Harvard Business School Press. Harrison, D.A., Mykytyn, P.P. and Riemenschneider, C.K. 1997. Executive decisions about adoption of information technology in small business: theory and empirical tests. Information Sistems Research. Vol. 8 No. 2. h. 171-95. Hoffman, D.L., Novak, T.P. and Peralta, M. 1999. Building consumer Trust online. Communications of the ACM. Vol. 42 No. 4. h. 80-5. Irwin Brown, Rudi Hoppe, Pauline Mugera, Paul Newman, and Adrie Stander, 2004.The Impact of National Environment on the Adoption of Internet Banking: Comparing Singapore and South Africa. Journal of Global Information Management. Hershey..Vol.12. Is s. 2; h. 1. Jones, J.M. and Vijayasarathy, L.R. 1998. Internet consumer catalog shopping: findings from an exploratory study and directions for future research. Internet Research. Vol. 8 No. 4. h. 322-30.
JURNAL EKONOMI & BISNIS NO. 3, Jilid 9, Tahun 2004
Lenhart, A. 2000. Who's not online: 57 per cent of those without Internet access say they do not plan to log on. Pew Internet and American Life Project. available at:www.pewinternet.org. Luhman, N. 1979. in T. Burns and G. Poggi (eds.). Trust and Power (John Wiley and Sons, New York). h. 4 dan 39. McKnight, D.H., Cummings, L.L. and Chervany, N.L. 1998. Initial Trust formation in new organizational relationships. Academy of Management Review. Vol. 23 No.3. h. 473-90. Mathieson, K. 1991. Predicting user intentions: comparing the technology acceptance model with the theory of planned behavior. Information Sistems Research. Vol. 2 No. 3. h. 17391. Porter, M.E.2001. Strategy and the Intemet. Harvard Business Review. h. 63-78. Peterson, R.A, Balasubramanian, S., Bronnenberg, B.J.1997. Exploring the Implications of the Internet for Consumer Marketing. Journal of the Academy of Marketing Science. Vol. 25 No. 4. h. 329-346. Raghav Rao, H., Salam, A.F., & DosSantos, B.1998. Marketing and the Internet. Communications of the acm. Volume 41(3) h. 34-43. Ratnasingham, P. 1998. The importance of Trust in electronic commerce. Internet Research. Vol. 8 No. 4. h. 31321.
SULARTO, PENGARUH PRIVASI………
Saeed, Khawaja A , Hwang, Yujong, Yi, Mun Y. 2003. Toward an integrative framework for online consumer behavior research: A meta-analysis approach. Journal of End User Computing. Hershey.Vol.15. Iss. 4; h. 1. Swaminathan, V., Lepkowska-White, E. and Rao, B.P. 1999. Browsers or buyers in cyberspace? An investigation of electronic factors influencing electronic exchange. Journal of ComputerMediated. Szanja, B. 1996. Empirical evaluation of the revised technology acceptance model. Management Science. Vol. 42 No. 1. h. 85-92. Taylor, S. and Todd, P.A. 1995a. Understanding information technology usage: a test of competing models. Information Sistems Research. Vol. 6 No. 2. h. 14476. Taylor, S. and Todd, P.A. 1995b. Assessing IT usage: the role of prior experience. MIS Quarterly. Vol. 19 No. 4. h. 561-70. Thompson, R.L., Higgins, C.H. and Howell, J.M. 1994. Toward a conceptual model of utilization. MIS Quarterly. Vol. 15 No. 1. h. 125-43. Triandis, H.C. 1980. Values, attitudes and interpersonal behavior, in Howe, H.E. (Ed.). Nebraska Symposium on Motivation. 1979: Beliefs, Attitudes, and Values. Venkatesh, V. 2000. Determinants of perceived ease of use: inte-
154
grating control, intrinsic motivation, and emotion into the technology acceptance model. Information Sistems Research. Vol. 11 No. 4. h. 342-65. Venkatesh, V. and Davis, F.D. 1996. A model of the antecedents of perceived ease of use: deve-
155
lopment and test. Decision Sciences. Vol. 27 No. 3. h. 45182. Wang, H., Lee, M.K.O. and Wang, C. 1998. Consumer privacy concerns about Internet marketing. Communications of the ACM. Vol. 41 No. 3. h. 63-7.
JURNAL EKONOMI & BISNIS NO. 3, Jilid 9, Tahun 2004