PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING DAN MODEL KONVENSIONAL UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU TANGGUNGJAWAB PADA PEMBELAJARAN PKN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG
(Tesis)
Oleh PURILEILA
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRACT
THE INFLUENCE USE OF MODEL DISCOVERY LEARNING IS CONVENTIONAL MODEL TO IMPROVE BEHAVIOR RESPONSIBILITY IN LEARNING CIVIC EDUCATION STUDENTS CLASS VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG
By PURILEILA
This research on a low such behavior responsible from the classroom VIII SMPN 19 Bandar Lampung.The purpose of this research which is to enhance behavior responsibility students at learning civic education use the model discovery learning .Methods used comparative approach experiment. The result showed that (1) the use of discovery learning model in learning to increase behavior is responsible for students and is better than the conventional learning model, and (2) the use of discovery learning model in learning to increase study results on the kids and better than conventional learning model.
Key words: discovery learning, conventional , learning outcome , responsible behavior.
ABSTRAK
PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING DAN MODEL KONVENSIONAL TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU TANGGUNG JAWAB PADA PEMBELAJARAN PKN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG Oleh PURILEILA
Penelitian ini di latar belakangi rendahnya perilaku bertanggung jawab siswa di Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung. Tujuan penelitian ini yaitu untuk meningkatkan perilaku tanggungjawab siswa pada pembelajaran PKn menggunakan model discovery learning. Metode yang digunakan komparatif pendekatan eksperimen. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa (1) penggunaan model discovery learning dalam pembelajaran dapat meningkatkan perilaku bertanggungjawab pada siswa dan lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional, dan (2) penggunaan model discovery learning dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar pada siswa dan lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.
Kata kunci: discovery learning,konvensional, hasil belajar, dan perilaku bertanggung jawab
PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING DAN MODEL KONVENSIONAL UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU TANGGUNGJAWAB PADA PEMBELAJARAN PKN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG
Oleh PURILEILA Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN Pada
Program Studi Magister Pendidikan IPS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Negara Batin, tanggal 30 Januari 1988. Anak keenam dari tujuh bersaudara. Pasangan bapak Sahri dengan Ibu Rohida. Penulis menyelesaikan pendidikan di sekolah dasar di SDN 1 Negara Batin, Waykanan berijazah tahun 2000. SMPN 1 Negara Batin, Waykanan tamat dan berijazah tahun 2003. Selanjutnya penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMAN 1 Negara Batin, Waykanan dan diselesaikan pada tahun 2006.
Tahun 2006, penulis terdaftar sebagai mahasiswa FKIP Universitas Lampung Jurusan Pendidikan IPS, Program Studi PPKN. Kemudian mendapatkan gelar S-1 Pendidikan PPKN pada tahun 2010. Selanjutnya penulis melanjutkan ke jenjang S-2 pada tahun 2014 di Program Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
MOTO “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (Qs. Al-Insyirah: 6) “Hidup adalah perjuangan, perjuangan adalah kehidupan”. (Penulis) “Guru yang berhasil adalah guru yang bisa mengubah sikap para siswanya menjadi baik, dan juga bisa menambah pengetahuan para siswanya”. (Penulis)
PERSEMBAHAN Puji Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya. Dengan penuh ucapan syukur dan cinta kupersembahkan lembaran-lembaran sederhana ini kepada: Kedua orang tuaku Ayah Sahri dan Ibu Rohida di surga yang kasih sayangnya, perhatiannya dan motivasi yang masih aku rasakan. Suamiku tercinta Slamet Harpen Susilo, S.Pd. yang dengan sabar membantu, memberikan semangat, perhatian serta motivasi. Anakku tercinta Alzhalea Asheeqa Mypela yang selalu menjadi penyemangat hidup dan pengobat dikala lelah. Almamaterku tercinta SMP Negeri 19 Bandar Lampung
SANWACANA
Dengan mengucapkan puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT karena hanya dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING DAN MODEL KONVENSIONAL UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU TANGGUNGJAWAB PADA PEMBELAJARAN PKN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2015/2016 “. Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan di Program Pascasarjana Pendidikan IPS Fakultas Kegurun dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa penyelesaian tesis ini berkat dukungan dari berbagai pihak yang secara langsung atau tidak langsung telah memberikan dukungan dan kontribusi dalam penyelesaian tesis ini. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada : 1.
Bapak
Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P, selaku Rektor Universitas
Lampung. 2.
Bapak Prof. Dr. Hi. Sudjarwo, M.S, selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung dan sekaligus Pembahas utama dalam tesis ini yang dengan sabar telah memberikan ide, saran dan masukan
3.
Bapak Dr. H Muhammmad Fuad, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
4.
Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS
5.
Ibu Dr. Trisnaningsih, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan IPS
6.
Bapak Dr. M.Thoha B.S. Jaya, M.S, selaku Pembimbing utama yang dengan sabar telah memberikan ide, saran dan masukan selama penyusunan Tesis ini.
7.
Bapak Dr. Darsono, M.Pd , selaku Pembimbing 2 yang dengan sabar telah memberikan ide, saran dan masukan selama penyusunan Tesis ini.
8.
Ibu Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. selaku pembahas 2 yang dengan sabar telah memberikan, ide, saran, dan masukan
9.
Bapak/Ibu Dosen Pascasarjana Pendidikan IPS Universitas Lampung yang senantiasa menambah dan membuka wawasan penulis.
10. Ibu Hj.Sri Chairattini EA, S.Pd. selaku Kepala SMP Negeri 19 Bandar Lampung. 11. Keluargaku khususnya,Tuti Ratna, Mahroni, Praka. Bazarsah, Ori Alatas dan Herman Effendi yang telah membantu, memberikan perhatian dan motivasinya. 12. Ponakan kesayanganku, Cinta Revalina Herman, Cantika Chika Stevani Herman, M. Chicco Ar-Ridho Herman, M. Rizki Firman Saputra, M. Rifki Farsad Firmansyah dan Vannesa Zarvia yang selalu menghibur saat lelah menghampiri dan menjadi penyemangat hidupku. 13. Teman-teman mahasiswa Pascasarjana PIPS angkatan 2014 khususnya Resmawati, M.Pd. Febby Rulya Rasyid, M.Pd. Herawati, M.Pd. Yulia Prasetyowati, M.Pd.
Emaret Silastuti, M.Pd. Dewi Kusumawati, M.Pd.
Bunda Ermaita, M.Pd. Dwi Rohmanita, M.Pd. Deni Sandra, M.Pd. Dwi Asmayanti, M.Pd.dan semua teman-teman mahasiswa pascasarjana angkatan 14 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan, dukungan dan persahabatan kita selama ini, kalian bukan sahabat bagiku tapi keluarga bagiku. 14. Teman-teman Staf Tata Usaha SMPN 19 Bandar Lampung, Bapak Supian Tarwanto, S.Pd.I. Ibu Pendawati, S.Sos. Ibu Sustini, S.Sos. Ibu Sri Widarti, dan Indri Syafitri Alam, S.Pd. yang telah memberikan semangat dan dukungan. 15. Anak-anak Kelas VIII.C dan VIII.D SMP Negeri 19 Bandar Lampung. 16. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini jauh dari sempurna untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis harapkan.
Akhirnya peneliti berharap semoga tesis ini dapat memberikan
sumbangsih bagi dunia pendidikan yang selalu menghadapi tantangan zaman yang selalu berubah seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, Juli 2016 Penulis
Purileila NPM. 1423031059
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................................
i
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1.2 Identifikasi masalah ................................................................................................ 1.3 Pembatasan Masalah ............................................................................................... 1.4 Rumusan Masalah ................................................................................................... 1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 1.6 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 1.7 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................................
1 11 11 11 12 13 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran ........................................................................... 2.1.1 Pengertian Belajar .......................................................................................... 2.1.2 Teori Belajar ................................................................................................... 2.2 Model Pembelajaran Konvensional ......................................................................... 2.3 Model PembelajaranDiscovery Learning ............................................................... 2.3.1. Tujuan Pembelajaran Discovery Learning .................................................... 2.3.2 Macam-Macam Discovery Learning ............................................................. 2.3.3 Tahapan Discovery Learning Teori Belajar................................................... 2.3.4 Aplikasi Pembelajaran Discovery Learning Di Kelas ................................... 2.3.5 Prosedur Aplikasi Discovery Learning .......................................................... 2.3.6 Langkah-Langkah Model Pembelajaran ........................................................ 2.3.7 Peranan Guru dalam Pembelajaran Discovery Learning ............................... 2.3.8 Keunggulan dan Kelemahan Model Discovery Learning.............................. 2.4 Konsep dan Pengertian Perilaku ............................................................................. 2.4.1 Bentuk Perilaku.............................................................................................. 2.4.2 Proses Pembentukan Perilaku ........................................................................ 2.5 Pengertian Tanggung Jawab .................................................................................... 2.5.1 Ciri-Ciri Perilaku Tanggung Jawab ............................................................... 2.5.2 Indikator Seseorang Memiliki Tanggung Jawab ........................................... 2.5.3 Indikator Kualitas Bertanggungjawab ........................................................... 2.6 Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan .................................................................. 2.6.1 Pengertian ...................................................................................................... 2.6.2 Visi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ....................................... 2.6.3 Misi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ...................................... 2.6.4 Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan .................................... 2.7 Hasil Penelitian yang Relevan ...............................................................................
18 18 19 27 32 38 39 41 41 42 45 46 49 50 52 53 54 58 59 59 61 61 63 63 64 64
2.8 Kerangka Pikir ........................................................................................................ 2.9 Hipotesis .................................................................................................................
67 69
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian .............................................................................................. 3.2 Populasi dan Sampel ............................................................................................... 3.2.1 Populasi .......................................................................................................... 3.2.2 Sampel ........................................................................................................... 3.3 Variabel Penelitian .................................................................................................. 3.4 Definisi Operasional ............................................................................................... 3.4.1 Model Discovery Learning ............................................................................ 3.4.2 Meningkatkan Perilaku Bertanggungjawab .................................................. 3.5 Gambar Alur Penelitian .......................................................................................... 3.6 Desain Penelitian .................................................................................................... 3.7 Teknik Pengembangan Instrumen .......................................................................... 3.8 Teknik Pengumpulan Data ...................................................................................... 3.9 Teknik Analisis Data .............................................................................................. 3.10 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ...........................................................................
71 71 71 72 73 73 73 74 74 75 76 82 84 89
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum SMP 19 Bandar Lampung .......................................................... 4.1.1 Sejarah Singkat Bedirinya SMPN 19 Bandar Lampung ............................... 4.1.2 Visi ................................................................................................................ 4.1.3 Misi ................................................................................................................ 4.1.4 Tujuan ............................................................................................................ 4.2 Hasil Penelitian ....................................................................................................... 4.2.1 Statistik Deskriptif Data Kemampuan Awal ................................................. 4.2.2 Proses Pelaksanaan Pembelajaran .................................................................. 4.2.3 Analisis Hasil Uji Coba Instrumen ................................................................ 4.2.4 Statistik Deskriptif Data Penelitian ............................................................... 4.3 Pengujian Hipotesis ................................................................................................ 4.3.1 Pengujian Hipotesis Pertama ........................................................................ 4.3.2 Pengujian Hipotesis Kedua ........................................................................... 4.4 Pembahasan ............................................................................................................ 4.4.1 Ada Perbedaan Perilaku Tanggungjawab Siswa pada Pembelajaran PKn yang Menggunakan Model Discovery Learning dan Model Konvensional Di Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016 ...................................................................................... 4.4.2 Ada Pengaruh Penggunaan Model Discovery Learning terhadap Peningkatan Perilaku Bertanggung Jawab Siswa pada Mata Pelajaran PKn Di Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016 .................... 4.5 Keterbatasan Penelitian ........................................................................................... BAB IV KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI 5.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 5.2 Saran ....................................................................................................................... 5.3 Implikasi ................................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
92 92 93 93 94 95 95 96 101 104 118 118 119 120
120
125 129
130 131 132
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.1
Ciri-ciri perilaku siswa yang kurang menunjukan tanggungjawab .......
7
2.1
Indikator Perilaku umum siswa yang bertanggungjawab ......................
60
3.1
Jumlah Seluruh Siswa .............................................................................
72
3.2
Tabel Pretest-Postest Control Group Design ........................................
76
3.3
Tabel Tingkat Hubungan dengan Interval Koefisiensi ...........................
77
3.4
Tingkat Reliabilitas .................................................................................
79
3.5
Klasifikasi Indeks Kesukaran ................................................................
81
3.6
Kriteria Koefisiensi Daya Pembeda .......................................................
82
3.7
Kisi-Kisi Angket Perilaku Tanggung Jawab Siswa ...............................
83
3.8
Lembar Perilaku Bertanggung Jawab ....................................................
85
3.9
Lembar Hasil Belajar .............................................................................
86
3.10 Silang Antara Tanggung Jawab dan Hasil Belajar ...............................
86
4.1 Statistik Deskriptif Data Kemampuan Awal Siswa ..................................
96
4.2 Rangkuman Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran ...................................
102
4.3 Rangkuman Hasil Perhitungan Daya Pembeda..........................................
103
4.4 Statistik Deskriptif Data Perilaku Bertanggungjawab ..............................
104
4.5 Statistik Deskriptif Data Perilaku Bertanggung Jawab Di Kelas DL .......
107
4.6 Statistik Deskriptif Data Perilaku Tanggung Jawab Kelas Konvensional .
109
4.7 Statistik Data Hasil Belajar ........................................................................
110
4.8 Statistik Hasil Belajar Kelas DL ................................................................
112
4.9 Statistik Deskriptif Hasil Belajar Kelas Konvensional ..............................
114
4.10 Statistik Hasil Belajar dan Perilaku Bertanggung Jawab ........................
116
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1 Kerangka Pikir Penelitian ............................................................
67
4.1 Guru Memberikan Arahan Terkait Model Pembelajaran ..............
98
4.2 Siswa Sedang Berdiskusi ..............................................................
99
4.3 Guru Sedang Mengawasi Siswa yang Sedang Berdiskusi .............
100
4.4 Rerata Perilaku Bertanggung Jawab Siswa ...................................
106
4.5 Rerata Perilaku Tanggung Jawab Kelas Discovery Learning ........
108
4.6 Rerata Perilaku Tanggung Jawab Kelas Konvensional..................
110
4.7 Rerata Hasil Belajar PKn ...............................................................
111
4.8 Rerata Hasil Belajar Kelas Discovery Learning ............................
113
4.9 Rerata Hasil Belajar Kelas Kontrol ................................................
115
4.10 Rerata Hasil Belajar dan Perilaku Tanggungjawab ......................
117
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1. Kisi-Kisi Perilaku Tanggung Jawab................................................. 2. Lembar Observasi Perilaku Tanggung Jawab.................................. 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)...................................... 4. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)............................................... 5. Hasil Observasi Perilaku Tanggung Jawab Kelas Eksperimen......... 6. Hasil Observasi Perilaku Tanggung Jawab Kelas Kontrol................ 7. Rekapitulasi Hasil Belajar Kelas Eksperimen................................... 8. Rekapitulasi Hasil Belajar Kelas Kontrol.......................................... 9. Pembagian Perilaku Tanggung Jawab Kelas Eksperimen................. 10. Pembagian Hasil Belajar Kelas Eksperimen..................................... 11. Pembagian Perilaku Tanggung Jawab Kelas Kontrol........................ 12. Pembagian Hasil Belajar Kelas Kontrol........................................... 13. Hasil Uji Coba Instrumen.................................................................. 14. Uji T Test Hipotesis 1....................................................................... 15. Uji T Test Hipotesis 2....................................................................... 16. Surat Keterangan izin Penelitian....................................................... 17. Surat Keterangan Penelitian..............................................................
132 133 134 167 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 182 183 184
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Masalah
Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan siswa guna mencapai tujuan pendidikan nasional antara lain menjadi manusia yang taqwa, warga negara yang baik dan manusia yang berbudi pekerti luhur. Sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang itu telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, berilmu, kreatif, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri, serta bertanggungjawab”.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Depdiknas, 2006: 11).
2 Sekolah adalah salah satu wahana strategis untuk mengembangkan dan mencapai tujuan pendidikan melalui proses pendidikan yang menyatukan pengembangan ranah pengetahuan, keterampilan serta perilaku dan nilai untuk mengembangkan kepribadiaan dan perwujudan diri peserta didik. Hal ini disebabkan sekolah memiliki program terarah dan terencana, serta memiliki komponen-komponen pendidikan yang saling berinteraksi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Secara integratif membina tercapainya sifat-sifat diharapkan dimiliki oleh seorang Warga Negara Indonesia yang terdidik.
Pencapaian tujuan pendidikan ditentukan oleh banyak faktor, baik faktor internal (dalam diri), maupun faktor eksternal (dari luar diri). Faktor internal dipengaruhi oleh situasi yang ada dalam diri masing-masing siswa misalnya, salah satu indikasi perilaku tanggungjawab harus ada dalam diri siswa. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari mutu pendidikan, fasilitas belajar mengajar, situasi belajar serta sarana dan prasarana. Dalam pembentukan perilaku tanggungjawab warga negara peran mata pelajara PKn sangat penting. Karena mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pebentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Mata pelajaran PKn sangat menekankan perkembangan moral dan budi pekerti anak. PKn sebelumnya dikenal dengan nama Pendidikan Moral Pancasila (PMP), yang
3 selanjutnya diganti dengan nama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) namun selanjutnya diganti dengan nama Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Sebagai mata pelajaran yang penting pada semua jenjang pendidikan, mata pelajaran PKn tentu saja memiliki tujuan. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menaggapi isu kewarganegaraan. Berpartisipasi secara aktif, bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, bernegara serta anti-korupsi. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia
agar dapat hidup bersama
dengan bangsa- bangsa lainnya. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, (Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2006: 12).
Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa tujuan yang diajarkan PKn adalah menanamkan perilaku dan prilaku kepada siswa yang didasarkan atas nilainilai yang terkandung dalam Pancasila agar siswa menjadi warganegara yang bertanggungjawab dan dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.hakikatnya tidak hanya bertanggungjawab dalam mengembangkan ranah pengetahuannya saja, lebih jauh diharapkan pula mampu secara integratif memadukan pengembangan ranah pengetahuan, keterampilan, serta perilaku dan nilai untuk mengembangkan kepribadian dan perwujudan diri peserta didik. Dengan kata lain siswa tidak hanya berhasil secara teoritis atau hanya sebatas penguasaan materi saja, namun diharapkan
4 mampu dan proaktif dalam mengaplikasikan hasil belajar dalam perilaku dan perilaku di kehidupan sehari-hari, baik lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Pada kenyataan tidak semua peserta didik mau dan mampu memadukan atau menyeimbangkan antara penguasaan materi dengan perilaku dan prilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan harus mengembangkan anak didik agar mampu menolong dirinya sendiri, untuk itu anak didik perlu mendapatkan berbagai pengalaman dalam mengembangkan konsep-konsep, prinsip, generalisasi, intelek, inisiatif, kreativitas, kehendak dan emosi.
Dalam mewujudkan tujuan tersebut adalah bidang studi PKn. Sebagai bidang studi PKn membawa misi khusus dalam pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan yang pencapaiannya dibebankan kepada bidang studi (tujuan- kurikuler), dalam hal ini bidang studi PKn adalah membimbing generasi muda untuk mengembangkan
warga
negara
yang
cerdas
terampil,
berkarakter
dan
bertanggungjawab yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalamkebiasaan bertanggungjawab dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.
Merujuk pada semua rumusan aturan normatif tersebut dapat dikemukakan bahwa untuk dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan mencapai tujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
5 beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab,
perlu
dikembangkan
proses
pendidikan
yang
bermutu,
membelajarkan sepanjang hayat, optimalisasi pembentukan kepribadian yang bermoral, akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, perilaku, nilai berdasarkan standar nasional dan global serta memperdayakan peran serta masyarakat.
Dalam konteks itulah maka perlu dilakukan upaya sistematis dan sistemik untuk menjadikan
sekolah
sebagai
wahana
pengembangan
warga
negara
yang
bertanggungjawab melalui PKn. Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan suatu masyarakat dalam skala kecil, sehingga gagasan untuk mewujudkan masyarakat madani perlu dilakukan dalam tata kehidupan sekolah. Salah satu caranya adalah melalui PKn yang dapat dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik, sedini mungkin sehingga kelak menjadi warga negara yang bertanggungjawab.
Proses pembelajaran dan penilaian dalam PKn pada umumnya lebih menekankan pada dampak intruksional yang terbatas pada penguasaan materi atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitif saja. Hakikatnya PKn tidak hanya berlangsung dalam pembelajaran didalam kelas, melainkan pula melalui pendidikan secara lebih luas.
Diharapkan dengan mempelajari PKn siswa menjadi berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam mempelajari isi kewarganegaraan dan dapat bertanggungjawab
6 dalam tindakannya sehingga tidak terjadi salah mengartikan kata demokrasi dan perilaku tanggungjawab yang seharusnya tetap pada kaidah-kaidah hukum, norma yang ada untuk menghargai dan menghormati kewajiban dan hak orang lain.
PKn diberikan kepada peserta didik untuk dapat mewujudkan peserta didik yang bertanggungjawab tentu menemui hambatan yang kiranya dapat mempengaruhi akan hasil pemberian materi PKn, yang sudah tentu pula berpengaruh bagi kehidupan dalam maupun luar sekolah, dapat di analisis bahwa hal tersebut akan berdampak sebagai berikut : 1. Proses pembelajaran dan penilaian PKn lebih menekankan pada dampak instruksional yang terbatas pada penguasaan materi atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitif saja. 2. Pengelolaan kelas belum mampu menciptakan suasana kondusif dan produktif untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa melalui perlibatannya secara proaktif dan interaktif baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas, sehingga berakibat pada miskinnya pengalaman belajar siswa yang bermakna untuk mengembangkan kehidupan dan perilaku siswa. 3. Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler sebagai wahana sosio pedagogis untuk mendapatkan konstribusi yang signifikan untuk menyeimbangkan antara penguasaan teori dan praktik pembiasaan prilaku dan keterampilan dalam berkehidupan yang bertanggungjawab.
7 Berdasarkan uraian di atas, maka fokus penelitian ini mencoba menggunakan model discovery learning (model pembelajaran menemukan) untuk meningkatkan perilaku tanggung jawab peserta didik melalui pembelajaran PKn. Berdasarkan hasil observasi tanggung jawab siswa di kelas VIII SMP Negeri 9 Bandar Lampung, diperoleh data sebagai berikut. Tabel 1.1. Ciri-Ciri Perilaku Siswa Jawab. Prilaku Siswa No
Kelas
1
2
3
4
yang Kurang Menunjukkan Tanggung Keterangan 5
Kurang bertanggu bgjawab
Cukup Bertanggu ngjawab
Sangat Bertangg ungjawab
VIII A 1 0 1 1 0 2 √ VIII B 2 3 4 4 3 4 √ VIII C 13 3 8 15 6 16 √ VIII D 14 10 4 5 8 9 √ VIII E 5 2 3 2 4 2 √ VIII F 6 4 5 6 2 4 √ VIII G 7 3 5 6 2 4 √ VIII H 8 0 0 1 0 1 √ VIII I 9 3 4 5 2 4 √ Sumber: Absensi harian siswa dan berdasarkan pengamatan dari bulan Juli-November tahun 2015. Keterangan Prilaku Siswa 1. Siswa yang terlambat masuk sekolah 2. Siswa jarang mengerjakan tugas dengan baik dan tepat waktu 3. Siswa yang tidak mengembalikan buku perpustakaan tepat waktu 4. Siswa yang belum menunaikan kewajiban seperti melaksanakn tugas piket dan upacara 5. Siswa yang ribut saat proses pembelajaran berlangsung
8 Berdasarkan Tabel 1.1. di atas menunjukkan bahwa masih ada dua kelas yang memiliki tanggung jawab dalam kriteria kurang, lima kelas dalam kriteria cukup bertanggung jawab, dan 2 kelas dalam kriteria sangat bertanggung jawab. Dengan demikian masih banyak siswa SMP Negeri 19 Bandar Lampung kurang memiliki perilaku Tanggungjawab sebagai pelajar dan sebagai warga Negara, yang dapat diandalkan sebagai penerus bangsa, dan dapat melahirkan warga negara yang bertanggungjawab dan demokratis. Salah satu faktor eksteren yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah model pembelajaran. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan model pembelajaran yang tepat, menarik dan melibatkan siswa untuk menemukan sendiri konsep yang sedang diajarkan. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk melibatkan siswa dalam menemukan suatu konsep yaitu dengan model discovery learning atau model pembelajaran menemukan, diharapkan agar dengan model pembelajaran ini hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. Model discovery learning sebagai sebuah teori belajar dapat didefinisikan sebagai belajar yang terjadi bila pelajaran tidak disajikan dalam bentuk finalnya, tetapi siswa diharapkan untuk mengorganisasi sendiri. Model discovery learning (pembelajaran penemuan) adalah model mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.
9 Belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, apabila tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik. Demikian pula dengan kegiatan belajar mengajar PKn akan berhasil, jika tujuan dari pengajaran PKn tercapai dengan baik pula.Agar tujuan pengajaran dapat tercapai dengan baik maka dibutuhkan model mengajar yang tepat.
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Model dan proses pembelajaran akan menjelaskan makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pendidik selama Pembelajaran berlangsung. Penggunaan model discovery learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus ekspository, siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus discovery, siswa menemukan informasi sendiri. Penggunaan model discovery learning dipilih oleh peneliti karena metode ini diharapkan dapat meningkatkan perilaku tanggungjawab peserta didik dalam proses belajar mengajar, selain itu model discovery learning ini memiliki keunggulan sebagai berikut: 1.
Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa.
10 2.
Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi Individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut. dapat membangkitkan kegairahan belajar mengajar para siswa.
3.
Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kernampuannya masing-masing.
4.
Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.
5.
Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.
Model discovery learning ini berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja, membantu bila diperlukan. Idealnya guru bertindak sebagai fasilitator yang memberikan gambaran secara umum tentang materi pelajaran yang akan di bahas, kemudian siswa lebih berperilaku aktif untuk mengetahui lebih dalam tentang materi yang di ajarkan. Sehingga dengan sendirinya siswa dapat menggambarkan dan mampu menyerap dengan maksimal materi yang diajarkan guru. Sebagaimana
yang telah dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 41 tahun 2007 pasal 1 ayat 1 tentang standar proses, bahwa standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran.
11 1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalah ini dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1. Rendahnya perilaku tanggung jawab dalam pembelajaran. 2. Rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn. 3. Penggunaan model pembelajaran PKn menggunakan model Discovery Learning di SMP Negeri 19 Bandar Lampung belum pernah dilakukan guru. 4. Pembelajaran terpusat pada guru (teachers centered) dan lebih menekankan pada aspek ingatan.
1.3. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini tidak meluas jangkauannya, maka penelitian ini masalahannya akan dibatasi pada model discovery learning dan model konvensional serta peningkatan perilaku tanggungjawab pada pembelajaran PKn siswa kelas VIII SMP negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016.
1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan, identifikasi dan pembatasan masalah di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : rendahnya perilaku tanggung jawab siswa pada pembelajaran PKn siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016. Maka permasalahan penelitian ini adalah :
12 1. Apakah
terdapat
perbedaan
perilaku
bertanggung
jawab
siswa
yang
pembelajarannya menggunakan model discovery learning dan model konvensional pada pembelajaran PKn di kelas VIII SMP negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016? 2. Apakah terdapat pengaruh penggunaan model discovery learning terhadap peningkatan perilaku tanggung jawab siswa pada mata pelajaran PKn di kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016?
Dengan demikian judul penelitian ini adalah pengaruh penmggunaan model discovery learning dan model konvensional untuk meningkatkan perilaku tanggung jawab pada pembelajaran PKn siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung.
1.5.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis perbedaan perilaku tanggungjawab siswa pada pembelajaran PKn yang menggunakan model discovery learning dan model konvensional di kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016. 2. Mengetahui
pengaruh
penggunaan
model
discovery
learning
terhadap
peningkatan perilaku bertanggung jawab siswa pada mata pelajaran PKn di kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016.
13 1.6.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian antara lain. 1. Bagi Siswa - Dengan pembelajaran PKn siswa dapat menunjukkan perilaku
yang
bertanggungjawab. - Siswa mengerti pentingnya perilaku tanggungjawab. 2. Bagi Guru Memberikan bahan masukan pada guru untuk meningkatkan aktivitas belajar pada mata pelajaran PKn. 3. Bagi Sekolah Memberikan informasi mengenai penggunaan model discovery learning untuk meningkatkan perilaku tanggungjawab. Informasi tersebut diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan dan menetapkan kebijakan sesuai dengan kondisi sekolah.
1.7. Ruang Lingkup Penelitian 1
Ruang lingkup subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung.
2.
Ruang lingkup Objek penelitian adalah Model Discovery Learning, model konvensional dan perilaku tanggung jawab.
3.
Ruang lingkup Waktu penelitian adalah Tahun Pelajaran 2015/2016.
4.
Ruang lingkup Keilmuan
14 Menurut NCSS (1991) merumuskan IPS (social studies) sebagai berikut:“Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote Civiccompetence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such diciplines as antrhopology, archaelogy, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help youg people develop the ability to make informed and reasoned dicisions for the public good as citizen of a culturally diverse, democratic socety in an interpedent world”.
IPS atau studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial. Pembelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengannilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresiekspresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih.Ilmu politik dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi dan psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Secara intensif konsep-konsep seperti ini digunakan ilmu-ilmu sosial dan studi sosial. Menurut Pargito (2010: 11), tujuan utama pendidikan IPS pada dasarnya adalah mempersiapkan siswa sebagai warga negara agar dapat mengambil keputusan secara reflektif dan partisipasi sepenuhnya dalam kehidupan sosialnya sebagai pribadi,
15 warga masyarakat, bangsa dan warga dunia. Untuk mencapai tujuan pendidikan IPS, maka dalam pembelajaran pendidikan IPS diterapkan dengan 5 tradisi pendidikan IPS yaitu: 1. IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (social studies as citizenship transmission). IPS sebagai program pendidikan pelestarian kebudayaan suatu bangsa, pendidikan nilai-nilai idealistic dan manusia. Tujuan instruksional citizenship transmission menyiapkan warga negara yang baik dengan pengetahuan dan apresiasi terhadap nenek moyangnya (sejarah bangsa). 2. IPS sebagai pendidikan ilmu-ilmu sosial (social studies as social sciences). Pendidikan ilmu sosial tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga harus mengajarkan makna dan nilai-nilai atas ilmu pengetahuan sosial itu untuk kepentingan kehidupannya kearah lebih baik. Pendidikan ilmu pengetahuan sosial merupakan kemasan pengetahuan sosial yang telah dipertimbangkan secara psikologis untuk kepentingan pendidikan. 3. IPS sebagai pendidikan reflektif (social studies as reflective inquiry) Pendidikan reflektif bukan sekedar mengajarkan disiplin ilmu pengetahuan dan pemindahan nilai secara akumulatif, tetapi kurikulum sekolah harus mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan minat siswa. Siswa hendaknya tidak sekedar menghafal materi pelajaran, tetapi siswa bisa mendapat pengalaman-pengalaman edukatif dalam proses pembelajaran pendidikan IPS.
16 4. IPS sebagai kritik kehidupan sosial (social studies as social criticism). Pendidikan IPS sebagai media pengembangan kritisme siswa. Pendidikan IPS mengutamakan
pengembangan
kemampuan
pengetahuan
dan
memupuk
keberanian mengemukakan pendapat atau argument. Untuk itu pendidikan IPS harus dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritis dengan berbagai metode pemecahan masalah. 5. IPS sebagai pengembangan pribadi seseorang (social studies as personal development of the individual). Pengembangan pribadi seseorang melalui pendidikan IPS tidak langsung tampak hasilnya, tetapi setidaknya melalui pendidikan IPS akan membekali kemampuan seseorang dalam pengembangan diri melalui berbagai ketrampilan sosial dalam kehidupan (social life skill).
Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (social studies as citizenship transmission). IPS sebagai program pendidikan pelestarian kebudayaan suatu bangsa, pendidikan nilai-nilai idealistik dan manusia.
Tujuan instruksional citizenship transmission menyiapkan warga negara yang baik dengan pengetahuan dan apresiasi terhadap nenek moyangnya (sejarah bangsa). Guru yang mengajarkan IPS sebagai transmisi kewarganegaraan harus memiliki keyakinan bahwa cara ini merupakan sarana yang baik untuk mempersiapkan warga negara yang dapat berpikir seperti ahli ilmu sosial. Pembinaan warga negara atau warga
17 manyarakat tidak hanya ditekankan pada aspek kemampuan intelektuanya, tetapi diseimbangkan dengan aspek kemampuan emosional dan keterampilannya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran
2.1.1
Pengertian Belajar
Belajar (learning) adalah proses multisegi yang biasanya dianggap sesuatu yang biasa saja oleh individu sampai mereka mengalami kesulitan saat menghadapi tugas yang kompleks (Margareth, 2011: 2). Menurut Woolfolk dalam Baharuddin, (2007: 14) menyatakan bahwa ”learning occurs when experience causes a relatively change in an individual’s knowledge” perubahan
(belajar terjadi ketika pengalaman menyebabkan
yang relatif dalam pengetahuan individual).
Disengaja atau tidak
perubahan yang terjadi melalui proses belajar ini bisa ke arah yang lebih baik atau sebaliknya. Pengertian belajar berarti adanya “perubahan” berarti setiap orang yang belajar pasti mengalami perubahan, baik pengetahuan, keterampilan maupun perilaku, semua perubahan yang terjadi itu diharapkan menuju ke arah yang lebih baik. Belajar menurut Witherington (Sukmadinata, 2004: 155) merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru yang berbentuk ketrampilan, perilaku, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.
19 2.1.2
Teori Belajar
Belajar merupakan proses yang harus ditempuh seseorang dalam mencapai kemajuan dalam hidupnya, baik secara formal maupun nonformal. Seseorang dikatakan telah mengalami pembelajaran jika dalam dirinya terjadi perubahan berupa kemampuan, ketrampilan, nilai, dan perilaku yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Perubahan-perubahan
tersebut
terjadi
dengan
tahapan-tahapan
tertentu
dan
berlangsung dalam waktu yang relatif lama dan perubahan itu terjadi karena adanya usaha. Ada banyak alasan mengapa seorang guru harus menguasai teori-teori belajar: Teori belajar akan sangat membantu guru, supaya memiliki kedewasaan dan kewibawaan dalam hal mengajar, mempelajari muridnya, menggunakan prinsipprinsip psikologi maupun dalam hal menilai cara mengajarnya sendiri. Adapun teori yang mendasari penelitian ini yaitu teori kognitivisme, konstruktivisme, dan behaviorisme. a. Teori belajar kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran. Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa/ kejadian yang terjadi di dalam lingkungan. Oleh karena itu, dalam aliran kognitivisme lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Karena menurut teori ini bahwa belajar melibatkan proses berfikir kompleks. Tokohtokoh penting dalam teori kognitif salah satunya adalah Piaget dan Brunner. Menurut Piaget (1998: 90) perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana
20 anak aktif membangun sistem makna dan pemahaman realistis melalui pengalaman-pengalaman dalam proses belajar dan interaksi-interaksi mereka. Perkembangan kognitif sebagian besar tergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya (Trianto, 2011: 29). Sedangkan menurut Brunner, dengan teorinya free discovery learning mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur pesan/informasi, dan bukan ditentukan oleh umur.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enactive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau Gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya (Trianto, 2011: 32).
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Secara
21 sederhana teori perkembangan dalam fase enactive, iconic dan symbolic adalah anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase enactive. Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini disebut sebagai fase symbolic (Sukmadinata, 2004: 85).
Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Selanjutnya dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ialah fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajarai dan diingat oleh siswa. Jika siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna (meaningful learning).Sebaliknya jika siswahanya mencoba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah belajar dengan (Dahar, 2006: 94). Empat prinsip belajar bermakna Ausubel adalah sebagai berikut. 1. Pengatur awal (advance organizer) Pengatur awal dapat digunakan untuk membantu mengaitkan konsep yang lama dengan konsep yang baru yang lebih tinggi maknanya.
22 2. Diferensiasi Progregsif Dalam pembelajaran bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsepkonsep. Caranya unsur yang inklusif diperkenalkan terlebih dahulu kemudian baru lebih mendetail. 3. Belajar Super ordinat Belajar super ordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajartersebut akan terus berlanjut hingga suatu saat ditemukan hal-hal baru. 4. Penyesuaian Integratif Nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa. b. Teori belajar kontruktivisme, belajar adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan. Pembelajaran konstruktivisme
membiasakan
siswa
untuk
memecahkan
masalah
dan
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, mencari dan menemukan ide-ide dengan mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. Teori belajar
23 konstruktivisme adalah membangun pengetahuan sedikit demi sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau diiingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna meallui pengalaman nyata (Baharuddin, 2007: 116).
Menurut teori belajar konstruktivisme, satu prinsip yang paling penting dalam pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar (Herpratiwi, 2009: 72). Teori belajar konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitas orang lain. Sehingga teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi pengetahuan atau teknologi dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Piaget merupakan psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan perkembangan kognitif anak tergantung pada seberapa jauh mereka memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan perkembangan
24 kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak seimbangan dan keadaan keseimbangan (Herpratiwi, 2009: 79).
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vygotsky yaitu belajaradalah sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biologis sebagai proses dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lehih tinggi dan esensi berkaitan dengan lingkungan sosial budaya (Elliot, 2003: 52).
Seperti Piaget,
Vygotsky juga menyatakan bahwa anak secara aktif mengkonstruksi pengetahuan. Bedanya ialah bahwa Piaget lebih menekankan interaksi anak dengan objek fisik dalam proses konstruksi pengetahuan, sedangkan Vygotsky menekankan pentingnya konteks sosial. Konteks sosial mempengaruhi bagaimana seseorang berfikir, berperilaku dan berprilaku. Konteks sosial meliputi seluruh lingkungan dimana anak tinggal yang secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh kultur masyarakatnya (Herpratiwi, 2009: 82). Inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan eksternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar, metode ini sangat membebaskan peserta didik untuk belajar sendiri. Prinsipprinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme telah melahirkan berbagai macam
model-model
pembelajaran
diantaranya
adalah
discovery
learning.
Pendekatan ini mengarahkan peserta didik untuk belajar secara discovery learning (Baharuddin, 2007: 128).
25 Menurut Glaserfeld pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang mempunyai pengetahuan (guru) kepikiran orang yang belum punya pengetahuan (siswa). Bahkan bila guru bermaksud untuk mentransfer konsep, ide dan pengertiannya kepada siswa, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa sendiri dengan pengalaman mereka (Herpratiwi, 2009: 83).
Berkaitan
dengan
anak
dan
lingkungan
belajarnya
menurut
pandangan
konstruktivisme Driver dan Bell mengajukan karakteristik sebagai berikut. 1. Siswa tidak dipandang sebagai suatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, 2. Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, 3. Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, 4. Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, 5. Kurikulum bukanlah sekedar siswa melainkan seperangkat pembelajaran materi dan sumber (Herpratiwi, 2009: 80).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi. Aliran konstruktivisme ini merupakan yang paling mendekati dan bertalian dengan sistem pembelajaran pada penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan. Aliran konstruktivistik menekankan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi (bentukan) manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya
26 melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Peran seorang guru disini adalah sebagai mediator dan fasilitator. Guru menyediakan dan menciptakan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa serta membantu mereka mengekspresikan gagasannya, menyediakan sarana yang merangsang siswa untuk berpikir secara produktif serta memberi semangat belajar.
Berdasarkan pengertian-pengertian belajar yang diungkapkan oleh para ahli di atas, dapat diketahui bahwa belajar merupakan proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan melalui interaksi dengan lingkungannya. Keberhasilan proses belajar mengajar ditentukandengan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran. Jika tujuan pembelajaran tercapai maka proses belajar mengajar tersebut dapat dikatakan berhasil.
c. Teori belajar behaviorisme Teori belajar behaviorisme menurut Skinner yaitu suatu pembelajaran dianggap perlu dalam mendasari sebuah penelitian mengikuti perkembangan psikologi dari segi jasmaniah dan aspek mental peserta didik. Teori Behaviorisme Skinner ini sesuai dengan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) yang akan diterapkan, karena model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) ini akan membiasakan siswa untuk belajar menanamkan nilai keterampilan sosial. Sehingga siswa tidak hanya mengejar hasil belajar semata tetapi membiasakan siswa untuk lebih kritis dan lebih mempunyai keterampilan sosial.
27 Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adaya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menujukkan perubahan tingkah lakunya. Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara –cara tertentu, untuk membantu belajar siswa. Sedangkan respons adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut (Budiningsih, 2005:20).
Berdasarkan teori di atas, yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon yang bisa diamati hanyalah stimulus dan respon. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.
2.2 Model Pembelajaran Konvensional Model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru dalam pembelajaran sehari-hari adalah model pembelajaran konvensional. Model ini sebenarnya kurang baik untuk kita gunakan sepenuhnya dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran konvensional yang biasa digunakan biasanya terdiri dari metode ceramah dan penugasan (Ali, 2007: 34).
28 Menurut Aunurrahman, (2009: 55) mengatakan bahwa pembelajaran konvensional ditandai dengan penyajian pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari, dilanjutkan dengan pemberian informasi oleh guru, tanya jawab, pemberian tugas oleh guru, pelaksanaan tugas oleh siswa sampai pada akhirnya guru merasa bahwa apa yang telah diajarkan dapat dimengerti oleh siswa. Meski metode ini lebih banyak menuntut keaktifan guru dari pada anak didik, tetapi metode ini tetap tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kegiatan pengajaran (Djamarah, 2010: 97). Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah cara mengajar yang menuntut keaktifan guru untuk menyajikan pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Sintaks model pembelajaran konvensional, yaitu: 1) guru menyampaikan materi secara lisan, 2) guru mengadakan tanya jawab kepada siswa secara individual, 3) guru memberikan tugas kepada siswa secara individual, 4) secara bersama-sama membahas tugas, 5) guru dan murid menyimpulkan materi, 6) pemberian evaluasi. Menurut Djamarah (2010: 78), metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan serta pembagian tugas dan latihan.
29 Pembelajaran pada metode konvesional, peserta didik lebih banyak mendengarkan penjelasan guru di depan kelas dan melaksanakan tugas jika guru memberikan latihan soal-soal kepada peserta didik. Yang sering digunakan pada pembelajaran konvensional antara lain metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode penugasan. Secara umum menurut Djamarah, (2010: 67) menyebutkan ciri-ciri pembelajaran konvensional sebagai berikut: 1. Peserta didik adalah penerima informasi secara pasif, dimana peserta didik menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai standar. 2. Belajar secara individual. 3. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis. 4. Perilaku dibangun berdasarkan kebiasaan. 5. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final. 6. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran. 7. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik. 8. Interaksi di antara peserta didik kurang. 9. Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Namun perlu diketahui bahwa pembelajaran dengan model ini dipandang cukup efektif atau mempunyai keunggulan, terutama: 1. Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain 2. Menyampaikan informasi dengan cepat 3. Membangkitkan minat akan informasi 4. Mengajari peserta didik yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan
30 5. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar. Sedangkan kelemahan dari pembelajaran model ini, menurut Putra (2005: 90) antara lain sebagai berikut: 1. Kegiatan belajar adalah memindahkan pengetahuan dari guru ke peserta didik. Tugas guru adalah memberi dan tugas peserta didik adalah menerima. 2. Kegiatan pembelajaran seperti mengisi botol kosong dengan pengetahuan. Peserta didik merupakan penerima pengetahuan yang pasif. 3. Pembelajaran konvensional cenderung mengkotak-kotakkan peserta didik. 4. Kegiatan belajar mengajar lebih menekankan pada hasil daripada proses. 5. Memacu peserta didik dalam kompetisi bagaikan ayam aduan, yaitu peserta didik bekerja keras untuk mengalahkan teman sekelasnya. Siapa yang kuat dia yang menang.
Metode lainnya yang sering digunakan dalam metode konvensional antara lain adalah ekspositori. Metode ekspositori ini seperti ceramah, di mana kegiatan pembelajaran terpusat pada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab. Peserta didik tidak hanya mendengar dan membuat catatan. Guru bersama peserta didik berlatih menyelesaikan soal latihan dan peserta didik bertanya kalau belum mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan peserta didik secara individual, menjelaskan lagi kepada peserta didik secara individual atau klasikal. Menurut Suherman (2001: 21), mendefenisikan bahwa pendekatan konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah peserta didik mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu dan pada saat proses pembelajaran peserta didik lebih
31 banyak mendengarkan. Di sini terlihat bahwa pendekatan konvensional yang dimaksud adalah proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai “pentransfer ilmu, sementara peserta didik lebih pasif sebagai “penerima” ilmu. Menurut Sanjaya (2006: 45) memandang pembelajaran ekspoisitori adalah proses pembelajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya guru membelajarkan materi kepada peserta didiknya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, sedangkan peserta didik lebih banyak sebagai penerima. Sistem pembelajaran konvensional (faculty teaching) cenderung kental dengan suasana instruksional dan dirasa kurang sesuai dengan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Di samping itu sistem pembelajaran konvensional kurang fleksibel dalam mengakomodasi perkembangan materi kompetensi karena guru harus intensif menyesuaikan materi pelajaran dengan perkembangan teknologi terbaru. Selanjutnya menurut Sagala, (2009: 66), menyatakan pembelajaran dikatakan mengggunakan pendekatan konvensional apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Otoritas seorang guru lebih diutamakan dan berperan sebagai contoh bagi muridmuridnya. 2. Perhatian kepada masing-masing individu atau minat sangat kecil 3. Pembelajaran di sekolah lebih banyak dilihat sebagai persiapan akan masa depan, bukan sebagai peningkatan kompetensi peserta didik di saat ini. 4. Penekanan yang mendasar adala pada bagaimana pengetahuan dapat diserap oleh peserta didik dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang menjadi tolak ukur keberhasilan tujuan, sementara pengembangan potensi peserta didik terabaikan. Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran, penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian
32 informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam kata lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode ceramah atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dair ketuntasannya menyampaikan seluruh meteri yang ada dalam kurikulum. Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional dapat dimaklumi sebagai pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke peserta didik, metode pembelajaran lebih pada penguasaan
konsep-konsep
bukan
kompetensi.
Meskipun
banyak
terdapat
kekurangan, model pembelajaran konvensional ini masih diperlukan, mengingat model ini cukup efektif dalam memberikan pemahaman kepada para murid pada awal-awal kegiatan pembelajaran. 2.3 Model Pembelajaran Discovery Learning
Belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, apabila tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik. Demikian pula dengan kegiatan belajar mengajar PKn akan berhasil, jika tujuan dari pengajaran PKn tercapai dengan baik pula.Agar tujuan pengajaran dapat tercapai dengan baik maka dibutuhkan model mengajar yang tepat.
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan,
33 metode, dan teknik pembelajaran. Model dan proses pembelajaran akan menjelaskan makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pendidik selama pembelajaran berlangsung.
Menurut Sagala (2009: 175) model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai: a. Suatu tipe atau desain b. Suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati c. Suatu sistem asumsi-asumsi, data-data dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu objek atau peristiwa d. Suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja e. Suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner f. Penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya. Menurut Joyce dan Weil dalam Sagala (2009: 176) mengatakan bahwa: “model mengajar adalah suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, desain unit-unit pelajaran dan pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, buku-buku kerja, program multi media dan bantuan belajar melalui program komputer”. Selanjutnya Joyce dan Weil mengemukakan ada empat kategori yang penting diperhatikan dalam model mengajar
34 yakni: model informasi, model personal, model interaksi dan model tingkah laku (Sagala. 2009: 176). Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi metode atau prosedur, menurut Trianto (2011: 6) model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur, ciri-ciri tersebut adalah: a. Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau penggemarnya b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai) c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan itu dapat tercapai Model discovery learning merupakan suatu model pembelajaran yang menitik beratkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Jerome Bruner menyatakan bahwa siswa didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri. Siswa belajar melalui aktif dengan konsep-konsep dan prinnsip-prinsip dan guru mendorong siswa untuk mempunyai pengalaman-pengalaman tersebut untuk menemukan prinsip-prinsip bagi diri mereka sendiri (Slavin, 1994: 46). Dalam proses pembelajaran dengan model ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, dan semacamnya.
35 Tiga ciri utama belajar penemuan (discovery learning) yaitu: 1. mengeksplorasi
dan
memecahkan
masalah
untuk
menciptakan,
menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; 2. berpusat pada siswa; 3. kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada (Herdi, 2010: 65). Model discovery learning (pembelajaran penemuan) adalah model mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam discovery learning (pembelajaran penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip. Model discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan Bruner menyatakan bahwa anak harus berperan aktif didalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut discovery Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip (Herdi, 2010: 78). Model
36 discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005: 43). Menurut
Sund
”discovery
adalah
proses
mental
dimana
siswa
mampu
mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip”. Proses mental tersebut ialah mengamati,
mencerna,
mengerti,
mengolong-golongkan,
membuat
dugaan,
menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya (Roestiyah, 2001: 20) Sedangkan menurut Jerome Bruner ”discovery/penemuan adalah suatu proses, suatu jalan/cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu
produk atau item
pengetahuan tertentu”. Dengan demikian di dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan (Markaban, 200: 45). Model discovery learning menempatkan guru sebagai fasilitator. Guru membimbing siswa dimana ia diperlukan. Dalam model ini, siswa didorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri sehingga dapat ”menemukan” prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan guru (PPPG dalam Riensuciati, 2013: 4). Model penemuan terbimbing atau terpimpin adalah model pembelajaran penemuan yang dalam pelaksanaanya dilakukan oleh siswa berdasarkan petunjuk-petunjuk guru. Petunjuk diberikan pada umumnya berbentuk pertanyaan membimbing (Ali, 2007: 87).
37 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model discovery learning adalah model pembelajaran yang dimana siswa berpikir sendiri sehingga dapat ”menemukan” prinsip umum yang diinginkan dengan bimbingan dan petunjuk dari guru berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan. Ciri utama belajar menemukan yaitu: 1. mengeksplorasi
dan
memecahkan
masalah
untuk
menciptakan,
menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; 2. berpusat pada siswa; 3. kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada. Prinsip belajar yang nampak jelas dalam discovery learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Dengan demikian dalam mengaplikasikan model discovery learning dalam sebuah bahan ajar pada suatu bidang studi tertentu maka tidak semua materi pelajaran yang harus dipelajari siswa dipresentasikan dalam bentuk final, beberapa bagian discovery learning harus dicari diidentifikasikan oleh siswa sendiri. Pelajar mencari informasi sendiri (Slameto, 2003: 24).
38 Penggunaan model discovery learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus ekspository siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus discovery siswa menemukan informasi sendiri. 2.3.1
Tujuan Pembelajaran Discovery Learning
Tujuan model discovery learning sebagai model belajar mengajar menurut (Azhar dalam Nisbah, 2013: 34) yaitu: (1) kemampuan berfikir agar lebih tanggap, cermat dan melatih daya nalar (kritis, analisis dan logis); (2) membina dan mengembangkan perilaku ingin lebih tahu; (3) mengembangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik; (4) mengembangkan perilaku, keterampilan kepercayaan murid dalam memutuskan sesuatu secara tepat dan obyektif.
Bell mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut. a. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan. b. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan c. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan
39 menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan. d. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain. e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna. f. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru (Riensuciati, 2013: 65).
2.3.2
Macam-macam Discovery Learning
Model discovery learning/pembelajaran penemuan dibagi 3 jenis yaitu sebagai berikut. a. Penemuan Murni. Pada pembelajaran dengan penemuan murni pembelajaran terpusat pada siswa dan tidak terpusat pada guru. Siswalah yang menentukan tujuan dan pengalaman belajar yang diinginkan, guru hanya memberi masalah dan situasi belajar kepada siswa. Siswa mengkaji fakta atau relasi yang terdapat pada masalah itu dan menarik kesimpulan (generalisasi) dari apa yang siswa
40 temukan. Kegiatan penemuan ini hampir tidak mendapatkan bimbingan guru. Penemuan murni biasanya dilakukan pada kelas yang pandai. b. Penemuan Terbimbing Pada pengajaran dengan penemuan terbimbing guru mengarahkan tentang materi pelajaran. Bentuk bimbingan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, arahan, pertanyaan atau dialog, sehingga diharapkan siswa dapat menyimpulkan (menggeneralisasikan) sesuai dengan rancangan guru. Generalisasi atau kesimpulan yang harus ditemukan oleh siswa harus dirancang secara jelas oleh guru. Pada pengajaran dengan metode penemuan, siswa harus benar-benar aktif belajar menemukan sendiri bahan yang dipelajarinya. c. Penemuan Laboratory Penemuan laboratory adalah penemuan yang menggunakan objek langsung (media konkrit) dengan cara mengkaji, menganalisis, dan menemukan secara induktif, merumuskan dan membuat kesimpulan.Penemuan laboratory dapat diberikan kepada siswa secara individual atau kelompok. Penemuan laboratory dapat meningkatkan keinginan belajar siswa, karena belajar melalui berbuat menyenangkan bagi siswa yang masih berada pada usia senang bermain (Slameto, 2003: 30). Dari ketiga macam model discovery learning peneliti merasa model penelitian terbimbing merupakan model yang dianggap paling tepat untuk di terapkan pada saat penelitian tindakan kelas untuk mata pelajaran PKn.
41 2.3.3
Tahapan Discovery Learning
Tahap-tahap penggunaan model discovery learning/belajar penemuan dalam pembelajaran menurut Amien (2006: 39) dapat diuraikan sebagai berikut: a. Tahap pertama adalah diskusi. Pada tahap ini guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk didiskusikan secara bersama-sama sebelum lembaran kerja siswa diberikan kepada siswa. Tahap ini dimaksudkan untuk mengungkap konsep awal siswa tentang materi yang akan dipelajari. b. Tahap
kedua
adalah
proses.
Pada
tahap
ini
siswa
mengadakan
kegiatanlaboratorium sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam lembar kerjasiswa guna membuktikan sekaligus menemukan konsep yang sesuai dengan konsep yang benar. c. Tahap ketiga merupakan tahap pemecahan masalah. Setelah mengadakan kegiatan laboratorium siswa diminta untuk membandingkan hasil diskusi sebelum kegiatan laboratorium dengan hasil setelah laboratorium sesuai dengan lembaran kerja siswa hingga menemukan konsep yang benar tentang masalah yang ingin dipecahkan.
2.3.4
Aplikasi Pembelajaran Discovery Learning di Kelas
Seorang guru bidang studi, dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas harus melakukan beberapa persiapan. Berikut ini tahap perencanaan menurut Bruner, yaitu: a. Menentukan tujuan pembelajaran.
42 b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya). c. Memilih materi pelajaran. d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contohcontoh generalisasi). e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa. f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik. g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa (Suciati dan Irawan dalam Budiningsih, 2005: 50)
2.3.5
Prosedur Aplikasi Discovery Learning
Adapun menurut (Syah, 2004: 244) dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum adalah sebagai berikut: 1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan). Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri (Affan, 2008: 14). Tahap ini Guru bertanya dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak didik membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan. Stimulation pada tahap
43 ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. 2. Problemstatement (pernyataan/ identifikasi masalah). Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agendaagenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.
3. Data collection (pengumpulan data). Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Affan, 2008: 14). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya (Djamarah, 2002: 22). 4. Data processing (pengolahan data). Menurut Syah, (2004: 244) data processing merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara,
44 observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis. 5. Verification (pentahkikan/pembuktian). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005: 41).
6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi) Tahap generalitation/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004: 24). Atau tahap dimana berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu (Djamarah, 2002: 22). Akhirnya dirumuskannya dengan kata-kata prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi (Affan dalam Riensuciati, 2013: 198).
45 2.3.6
Langkah-langkah Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing
Menurut Markaban (2006: 16) agar pelaksanaan model pembelajaran penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang mesti ditempuh oleh guru adalah sebagai berikut : a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah. b. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS. c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya. d. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diatas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai. e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi
konjektur
sebaiknya
diserahkan
juga
kepada
siswa
untuk
menyusunnya. Disamping itu perlu diingat pula bahwa induksi tidak menjamin 100% kebenaran konjektur. f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.
46 2.3.7
Peranan Guru dalam Pembelajaran Discovery Learning
Peran guru dalam penemuan terbimbing sering diungkapkan dalam Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS ini biasanya digunakan dalam memberikan bimbingan kepada siswa menemukan konsep atau terutama prinsip (rumus, sifat) (PPPG dalam Riensuciati, 2013: 56).
Perlu diingat bahwa model ini memerlukan waktu yang relatif banyak dalam pelaksanaannya, akan tetapi hasil belajar yang dicapai tentunya sebanding dengan waktu yang digunakan. Pengetahuan yang baru akan melekat lebih lama apabila siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pemahaman dan ’mengkonstruksi’ sendiri konsep atau pengetahuan tersebut (Ratumanan, 2002: 54)..
Dalam melakukan aktivitas atau penemuan dalam kelompok- kelompok kecil, siswa berinteraksi satu dengan yang lain. Interaksi ini dapat berupa saling sharing atau siswa yang lemah bertanya dan dijelaskan oleh siswa yang lebih pandai. Kondisi semacam ini selain akan berpengaruh pada penguasaan siswa terhadap materi pelajaran geografi, juga akan dapat meningkatkan social skills siswa, sehingga interaksi merupakan aspek penting dalam pembelajaran. Menurut Burscheid dan Struve (Voigt dalam Riensuciati, 2013: 65) belajar konsep-konsep teoritis di sekolah, tidak cukup hanya dengan memfokuskan pada individu siswa yang akan menemukan konsep-konsep, tetapi perlu adanya social impuls di sekolah sehingga siswa dapat mengkonstruksikan konsep-konsep teoritis seperti yang diinginkan. Interaksi dapat terjadi antar guru dengan siswa tertentu, dengan beberapa siswa, atau serentak dengan
47 semua siswa dalam kelas. Tujuannya untuk saling mempengaruhi berpikir masingmasing, guru memancing berpikir siswa yaitu dengan pertanyaan-pertanyaan terfokus sehingga dapat memungkinkan siswa untuk memahami dan mengkontruksikan konsep-konsep tertentu, membangun aturan-aturan dan belajar menemukan sesuatu untuk memecahkan masalah.
Model discovery learning, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Selain itu, dalam pembelajaran penemuan siswa juga belajar pemecahan masalah secara mandiri dan keterampilan-keterampilan berfikir, karena mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi (Slavin, 1994: 134).Namun dalam proses penemuan ini siswa mendapat bantuan atau bimbingan dari guru agar mereka lebih terarah sehingga baik proses pelaksanaan pembelajaran maupun tujuan yang dicapai terlaksana dengan baik. Bimbingan guru yang dimaksud adalah memberikan bantuan agar siswa dapat memahami tujuan kegiatan yang dilakukan dan berupa arahan tentang prosedur kerja yang perlu dilakukan dalam kegiatan pembelajaran (Ratumanan, 2002: 54).
Penemuan terbimbing yang dilakukan oleh siswa dapat mengarah pada terbentuknya kemampuan untuk melakukan penemuan bebas di kemudian hari. Kegiatan pembelajaran penemuan terbimbing mempunyai persamaan dengan kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan proses. Kegiatan pembelajaran penemuan terbimbing menekankan pada pengalaman belajar secara langsung melalui kegiatan penyelidikan, menemukan konsep dan kemudian menerapkan konsep yang
48 telah diperoleh dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan kegiatan belajar yang berorientasi pada keterampilan proses menekankan pada pengalaman belajar langsung, keterlibatan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, dan penerapan konsep dalam kehidupan sehari-hari, dengan demikian bahwa penemuan terbimbing dengan keterampilan proses ada hubungan yang erat sebab kegiatan penyelidikan, menemukan konsep harus melalui keterampilan proses. Hal ini didukung oleh Carin (1993: 105), “Guided discovery incorporates the best of what is known about science processes and product.” Penemuan terbimbing mamadukan yang terbaik dari apa yang diketahui siswa tentang produk dan proses sains.
Model pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktivitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya.
Model discovery (penemuan) yang mungkin dilaksanakan pada siswa SMP adalah metode penemuan terbimbing. Hal ini dikarenakan siswa SMP masih memerlukan bantuan guru sebelum menjadi penemu murni. Oleh sebab itu model discovery (penemuan) yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model guided discovery (penemuan terbimbing).
49 2.3.8
Keunggulan dan kelemahan Model Discovery Learning
Memperhatikan Model Penemuan Terbimbing tersebut diatas dapat disampaikan kelebihan dankekurangan yang dimilikinya. Kelebihan dari model penemuan Terbimbingadalah sebagai berikut (Marzano; 1992: 67): a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan. b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan perilaku inquiry (mencari-temukan). c. Mendukung kemampuan problem solving siswa. d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. e. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukanya. f. Siswa belajar bagaimana belajar (learn how to learn). g. Belajar menghargai diri sendiri. h. Memotivasi diri dan lebih mudah untuk mentransfer. i. Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat. j. Hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya k. Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas. l. Melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
50 Sementara itu kelemahannya adalah sebagai berikut : a. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama. b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini, di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah. c. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan model penemuan terbimbing.
2.4 Konsep dan Pengertian Perilaku Pengertian Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan arti yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian tersebut bisa disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003: 64). Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup.
Pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir, bersikap, dan lain sebagainya yang merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik fisik maupun non fisik. Perilaku juga diartikan sebagai suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi dua, yakni :
51 a. bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit), b. dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit),
Tentunya banyak juga para ahli memiliki pandangan masing-masing tentang Pengertian perilaku ini, berikut daftar pengertian menurut para ahli di bidangnya:
1. Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu pula (Kwick, 1972: 213). 2. menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dipelajari. 3. Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003: 45), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon. 4. Menurut Purwanto, (2014: 56) perilaku adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecendrungan untuk bertindak sesuai sikap objek tadi.
52 2.4.1
Bentuk Perilaku
Pada dasarnya bentuk perilaku dapat diamati, melalui sikap dan tindakan, namun demikian tidak berarti bahwa bentuk perilaku itu hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakannya saja, perilaku dapat pula bersifat potensial, yakni dalam bentuk pengetahuan, motivasi dan persepsi.
Bloom (1956: 45), membedakannya menjadi 3 macam bentuk perilaku, yakni Coqnitive, Affective dan Psikomotor, Ahli lain menyebut Pengetahuan, Sikap dan Tindakan, Sedangkan Ki Hajar Dewantara, menyebutnya Cipta, Rasa, Karsa atau Peri akal, Peri rasa, Peri tindakan. Bentuk perilaku dilihat dari sudut pandang respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Perilaku tertutup, Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain. 2. Perilaku terbuka, Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice).
53 2.4.2
Proses Pembentukan Perilaku
Proses pembentukan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri, faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Persepsi, Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan sebagainya. 2. Motivasi, Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak untuk mencapai sutau tujuan tertentu, hasil dari pada dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk perilaku 3. Emosi, Perilaku juga dapat timbul karena emosi, Aspek psikologis yang mempengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani, sedangkan keadaan jasmani merupakan hasil keturunan (bawaan), Manusia dalam mencapai kedewasaan semua aspek yang berhubungan dengan keturunan dan emosi akan berkembang sesuai dengan hukum perkembangan, oleh karena itu perilaku yang timbul karena emosi merupakan perilaku bawaan. 4. Belajar, Belajar diartikan sebagai suatu pembentukan perilaku dihasilkan dari praktek-praktek dalam lingkungan kehidupan. Barelson (1964: 341) mengatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan perilaku yang dihasilkan dari perilaku terdahulu.
Perilaku manusia terjadi melalui suatu proses yang berurutan. Penelitian Rogers (1974: 65) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:
54 1. Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari atau mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. 2. Interest (tertarik), yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus. 3. Evaluation (menimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru 5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng (Notoatmodjo, 2003: 250).
2.5 Pengertian Tanggung Jawab
Tanggungjawab
menurut
kamus
bahasa
indonesia
adalah
keadaan
wajib.
Menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus umum bahasa indonesi adalah berkewajiban menanggung, memikul, menanggung segala sesuatunya, dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang di sengajamaupun yang tidak di sengaja.tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaranakan kewajiban. Tanggung jawab itu bersifat kodrati,artinya sudah menjadi bagian hidup manusia,bahwa setiap manusia di bebani dengan tangung jawab.apabila di kaji tanggung jawab itu adalahkewajiban yang harus di pikul sebagai akibat dari
55 perbuatan pihak yang berbuat. Tanggung jawab adalah ciri manusia yang beradab. Manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengadilan atau pengorbanan.
Menurut Hayek (2009: 12). Semua bentuk dari apa yang disebut dengan tanggungjawab
kolektif
mengacu
padatanggungjawab
individu.
Istilah
tanggungjawab bersama umumnya hanyalah digunakan untuk menutup-nutupi tanggungjawab itu sendiri. Kebebasan dan tanggungjawab tidak dapat dipisahkan. Orang yang
dapat
bertanggungjawab
terhadap
tindakannya
dan
mempertanggungjawakan perbuatannya hanyalah orang yang mengambil keputusan dan bertindak tanpa tekanan dari pihak manapun atau secara bebas. Liberalisme menghendaki satu bentuk kehidupan bersama yang memungkinkan manusianya untuk membuat keputusan sendiri tentang hidup mereka.Karenaitu bagi suatu masyarakat liberal hal yang mendasar adalah bahwa setiap individu harus alih tanggungjawab. Ini merupakan
kebalikan
dari
konsep
mengambil
sosialis
yang
mendelegasikan tanggungjawab dalam ukuran seperlunya kepada masyarakat atau negara. Menurut Shaw, (2000: 104) persaingan yang merupakan unsur pembentuk setiap masyarakat bebas baru mungkinterjadi jika ada tanggungjawab individu. Seorang manusia baru akan dapat menerapkanseluruh pengetahuan dan energinya dalam bentuk tindakan yang efektif dan berguna jika iasendiri harus menanggung akibat dari perbuatannya, baik itu berupa keuntungan maupunkerugian. $ustru di sinilah
56 gagalnya ekonomi terpimpin dan masyarakat sosial secara resmimemang semua bertanggungjawab
untuk
segala
sesuatunya,
tapi
faktanya
tak
seorangpun bertanggungjawab. Akibatnya masih kita alami sampai sekarang.'alam diskusi politik sering disebut-sebut istilah tanggungjawab sosial.Istilah ini dianggap sebagai
bentuk khusus, lebih
(namun berbeda
dari penggunaan
tinggi
dari tanggungjawab
bahasa
yang ada,
secara umum.
tanggung
jawab sosial
dan solidaritas muncul dari tanggung jawab pribadi dan sekaligus menuntut kebebasan dan persaingan dalam ukuran yang tinggi.) untuk mengimbangi tanggungjawab sosial tersebut pemerintah membuat sejumlah sistem, mulai dari lembaga
federal
untuk
pekerjaan
sampai
asuransi
dana
dibiayai dengan uang pajak atau sumbangan-sumbangan paksaan.
pensiun Institusi
yang yang
terkait ditentukan dengan keanggotaan paksaan. Karena itu institusi-institusi tersebut tidak mempunyai
kualitas
moral
organisasi
yang bersifat sukarela.
Orang yang terlibat dalam organisas-organisasi sepert ini adalah mereka yang melaksanakan tanggungjawab pribadi untuk diri sendiri dan orang lain. Semboyan umum semuabirokrat adalah perlindungan sebagai ganti tanggungjawab.
Horber (2003: 190) tanggungjawab terhadap orang lain. Setiap manusia mempunyai kemungkinan dan di banyak situasi juga kewajiban moral atau hokum untuk bertanggungjawab terhadap orang lain. Secara tradisional keluarga adalah tempat dimana manusia saling memberikan tanggungjawabnya. Orang tua bertanggungjawab kepada anaknya, anggota keluarga saling tanggungjawab. Dan nggota keluarga saling membantu dalam keadaan susah, saling mengurus diusia tua dan dalam keadaan sakit.
57 Ini khususnya menyangkut manusia yang karena berbagaialasan tidak mampu atau tidak mampu lagi bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri secara penuh. Ini terlepas
dari apakah kehidupan
itu
berbentuk
perkawinan
atau
tidak.
Tanggungjawab terhadap orang lain seperti ini tentu saja dapat diterapkan di luar lingkungankeluarga. Bentuknya bisa beranekaragam.yang penting adalah prinsip sukarela/pada kedua belah pihak. Bertanggungjawaban manusia terhadap dirinya sendiri tidak boleh digantikandengan perwalian.
Pengertian tanggungjawab dalam Demokrasi Pancasila adalah kesediaan dan kerelaan dalam menetapkan dan melaksanakan keputusan musyawarah serta akibat atas prilaku yang dilakukan demi kebajikan, kebenaran, keadilan terhadap diri sendiri, sesama atau masyarakat, bangsa dan negara serta terhadap Tuhan yang Maha Esa, (Depdiknas, 2003: 63).
Orang yang bertanggungjawab akan melaksanakan hak dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Seorang siswa yang bertanggungjawab akan belajar dengan bersungguh-sungguh serta memanfaatkan waktunya semaksimal mungkin untuk menuntut ilmu.Perilaku tanggungjawab sangat penting dalam kehidupan karena orang yang bertanggungjawab tidak akan melepaskan dan melalaikan tugas maupun kewajibannya selalu konsekuen dan konsisten dalam perilaku dan perbuatannya.
Jadi berdasarkan penjelasan diatas tanggungjawab merupakan perilaku dan prilaku untuk menanggung segala akibat yang timbul dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh individu atau sekelompok orang dalam organisasi.
58 2.5.1
Ciri Perilaku Tanggungjawab
Ciri-ciri umum orang yang bertanggungjawab adalah a. Setia dan cinta terhadap tugas Orang
yang
bertanggungjawab
akan
selalu
melaksanakan
tugas
dan
kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Hal ini disebabkan adanya rasa kecintaan dan kesetiaan terhadap tugas yang dilakukannya. b. Mau menanggung risiko Orang yang bertanggungjawab jika menghadapi risiko dari perbuatannya maka ia akan bersedia menaggung segala risiko tersebut. c. Tidak menyia-nyiakan kewajiban dan tugas jika diberi pekerjaan Orang yang bertanggungjawab akan melaksanakannya sesuai ketentuan yang ada. Ia akan patut dan taat terhadap peraturan yang berlaku. d. Berani dalam menghadapi tantangan Setiap pekerjaan mengandung tantangan dan hambatan,maksudnya bahwa dalammengerjakan suatu pekerjaan sering kali dihadapkan pada kegagalan. Bagi mereka yang memiliki perilaku tanggungjawab maka tidak akan menyerah begitu saja dalam menghadapi berbagai kesulitan.
Adapun ciri perilaku tanggungjawab pelajar (Departemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2001: 65). a. Para siswa selalu memanfaatkan waktunya dengan seoptimal mungkin untuk belajar.
59 b. Para siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan sebaik-baiknya. c. Para siswa menunaikan kewajibannya seperti melaksanakan tugas piket dan upacara bendera. d. Melaksanakan sepenuhnya hasil musyawarah OSIS tentang kegiatan siswa.
2.5.2
Indikator seseorang memiliki tanggung jawab adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan melaksanakan tugas sesuai prosedur 2) Kemampuan melaksanakan tugas individu dengan baik 3) Kemampuan mengelola waktu dengan baik 4) Kesediaan menyelesaikan tugas 5) Menerima resiko dari tindakan yang dilakukan.
2.5.3
Indikator Kualitas Bertanggungjawab
Secara konseptual indikator kualitas bertanggungjawab memiliki ciri kualitatif dan indikator prilaku. Ciri kualitatif merujuk pada tuntutan normatif-derivatif atau tuntutan yang diturunkan dari ketentuan perundang-undangan secara ketentuan normatif lainnya yang bersifat sosial-kultural yang koheren atau yang melekat dengan tuntutan ketentuan yang dijabarkan: Apa saja yang menjadi ciri utama warga negara yang bertanggungjawab itu? Secara konseptual warga negara yang bertanggungjawab antara lain memiliki ciri-ciri umum atau generik berikut (Putra, 2005: 57).
60 Tabel 2.1. Indikator Perilaku Umum Siswa yang Bertanggungjawab No
Demokratis jawab
dan
bertanggung
Indikator perilaku siswa
1
Pro bono publico yaitu perilaku mengutamakan kepentingan publik diatas kepentingan pribadi atau golongan
Bergotong royong Mematuhi tata tertib sekolah Tidak membuang sampah sembarangan Menjaga kekayaan sekolah Menjaga kelestarian sekolah
2
Pro particia primus patrialis yaitu perilaku mengutamakan kepentingan negara atau kepentingan umum dan rela berkorban untuk negara atau kepentingan umum
3
Menghormati kekuasaan yang sah
4
Menjaga dan melaksanakan amanah dengan penuh tanggung jawab
Membayar iuran sekolah secara rutin Menjaga nama baik sekolah, keluarga, dan pemimpin Menjaga berbagai simbol kenegaraan seperti bendera merah putih, lambang negara, lagu indonesia raya, foto resmi Presiden dan wakil presiden. Mau menjadi relawan sosial bila diperlukan Mau menjadi relawan untuk membela .negara Menjalankan ketentuan perundangundangan sesuai dengan kedudukan dan perannya sebagai siswa. Menghormati pemerintah pusat, daerah dan tokoh panutan dalam masyarakat Melaksanakan kebijakan pemerintah dalam lingkungan sendiri, seperti sekolah dan masyarakat. Turut serta memantau pelaksanaan kebijakan publik. Selalu menyampaikan amanat yang diperoleh kepada yang berhak. Mau mengganti sesuatu amanat yang hilang atau cacat karena kecerobohan sendiri. Melaksnakan tugas yang diberikan guru, kepala sekolah dengan baik. Melaksanakan tugas yang diberikan dengan cara terbaik yang bisa dilakukan. Berorientasi pada pencapaian hasil yang terbaik dalam memenuhi tugas-tugas.
Sumber : Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2006.
61 Tabel 2.1 ini menjelaskan ciri utama warga negara yang bertanggungjawab serta indikator-indikator perilaku umum siswa yang bertanggungjawab. Denagan demikian perilaku demokratis dan bertanggungjawab merupakan perilaku yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban secara santun, jujur, demokratis danbertanggungjawab dengan segala tindakannya serta dimilikinya komitmen untuk mampu memelihara dan mengembangkan cita-cita dan nilai-nilai demokratis.
2.6 Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan
2.6.1. Pengertian Pengertian PKn/Civics menurut Dimond dan Peliger (1990: 18) adalah studi yang berhubungan dengan tugas-tugas pemerintah dan hak-kewajiban warga negara.
Menurut majalah education 2006 mengatakan bahwa pengertian PKn adalah suatu ilmu tentang kewarganegaraan yang berhubungan dengan manusia sebagai individu dalam suatu perkumpulan yang terorganisir dalam hubungannya dengan negara.
Mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. PKn merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam suatu jenjang pendidikan, karena dalam mata pelajaran PKn perkembangan moral dan budi pekerti anak sangat ditekankan.PKn sebelumnya dikenal dengan nama Pendidikan Moral pancasila (PMP), yang
62 selanjutnya diganti dengan nama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), namun selanjutnya diganti dengan nama PKn sampai sekarang.
Berdasarkan modul Kapita Selekta PKn (2006: 7) pengertian PKn merupakan wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai lihur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia, yang diwujudkan dalam bentuk perilaku sehari-hari, baik sebagai individu anggota masyarakat maupun makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang membekali siswa dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan warga negara dengan negara, serta pendidikan pendahuluan bela negara.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dilihat bahwa PKn merupakan suatu pelajaran yang membekali siswa dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan warga negara dengan negara, serta pendidikan pendahuluan bela negara yang bertujuan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia agar menjadi warga negara yang mampu diandalkan oleh bangsa dan negara. Jadi, pada dasarnya mata pelajara PKn merupakan suatu wahana untuk dapat menciptakan manusia Indonesia yang memiliki perilaku yang mencerminkan nilai luhur Pancasila.
63 2.6.2 Visi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Adalah
mewujudkan
proses
pendidikan
yang
integral
di
sekolah
untuk
mengembangkan kemampuan dan kepribadian warga negara yang cerdas, parsipatif dan bertanggungjawab yang pada gilirannya akan menjadi landasan untuk berkembangnya masyarakat Indonesia yang demokratis (Tim Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah).
2.6.3
Misi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
a) Mengembangkan kerangka berfikir baru yang dapat dijadikan landasan rasional untuk menyusun PKn baru sebagai pendidikan intelektual
yang kearah
pembentukan warga negara yang demokrasi. b) Menyusun substansi PKn baru sebagai pendidikan demokrasi yang berlandaskan pada latar belakang sosial budaya serta dalam konteks politik, kenegaraan dan landasan konstitusi yang dituangkan dalam pilar-pilar demokrasi Indonesia (Tim Direktorat Jenderal manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2006: 12). Jadi, dari penjelasan diatas hakekat PKn merupakan suatu upaya untuk mengartikan dan menyalurkan dan membina peran warga negara dari berbagai aspek kehidupan agar terbentuk sebagai warga negara yang baik sesuai Pancasila dan UUD 1945.PKn juga memiliki tujuan dan program yang sejalan dengan upaya pembentukan manusia manusia dan warga negara Indonesia yang berkarakter dan demokratis.
64 2.6.4 Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 1. Berfikir
secara
kritis,
rasional
dan
kreatif
dalam
menanggapi
isu
kewarganegaraan. 2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta anti-korupsi. 3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. 4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. (Tim Direktorat Jenderal manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2006: 12).
2.7 Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini diantaranya: 1. Hasil penelitian yang dilakukan Muhammad Nursa’ban (2013) dengan judul Meningkatkan
perilaku
tanggung
jawab
dan
kemandirian
mahasiswa
menggunakan metode tutorial dengan Penelitian Tindakan Kelas. Subjek penelitian yaitu 60 mahasiswa kelas Nonreguler yang mengambil mata kuliah
65 Strategi Pembelajaran Geografi tahun ajaran 2012/2013. Data dikumpulkan melalui angket dan observasi kemudian dianalisis secara univariat. Keberhasilan tindakan ditunjukkan oleh setidaknya 70% mahasiswa mengalami peningkatan perilaku tanggung jawab dan kemandirian dalam kategori baik. Hasil diperoleh dari peningkatan persentase setiap aspek pada kondisi awal, siklus 1, dan siklus 2. Rata-rata perilaku tanggung jawab yaitu 81% atau 49 mahasiswa dengan selisih 14% dari siklus 1 dan 39% dari kondisi awal. Hasil perilaku kemandirian diperoleh rata-rata 79% atau 47 mahasiswa dengan selisih sebesar 16% dari siklus 1 dan 32% dari kondisi awal. 2. Nafisah Amini ( 2013), dengan judul Peningkatan perilaku tanggungjawab melalui bercerita dengan celemek cerita pada kelompok B TKIT Az Zahra Gondong Sragen. Penelitian ini bersifat kolaboratif antara peneliti,kepala sekolah, dan guru. Data dikumpulkan melalui observasi, catatan lapangandan dokumentasi. Keabsahan data diperiksa dengan triangulasi. Data dianalisis secara komparatif yaitu membandingkan hasil rata-rata perilaku tanggung jawab anaksetiap siklus dengan indikator keberhasilan penelitian. Hasil penelitian inimenunjukkan bahwa ada peningkatan perilaku tanggung jawab anak melalui berceritadengan celemek cerita, dari 39,17% pada kondisi prasiklus meningkat menjadi 50,83% pada siklus I, 66,25% pada siklus II dan menjadi 77,92% pada siklus III. Peningkatan perilaku tanggung jawab anak dipengaruhi oleh penggunaan metode bercerita dengan celemek cerita, isi cerita yang disampaikan, dan penguasaan tehnik bercerita guru. Selain itu keberhasilan dalam peningkatan
66 perilaku tanggung jawab juga didukung metode pendukung yaitu dengan memberitahukan hasil belajar dengan apresiasi berupa ucapan “Terima kasih sudah bertanggung jawab dengan merapikanmainan, menyimpan tas di rak dsb”. Kesimpulan dari penelitian ini adalah berceritadengan celemek cerita dapat meningkatkan perilaku tanggungjawab. 3. Ulfa Dinia (2014). Dengan judul Meningkatkan Tanggung Jawab Belajar Dengan Layanan Konseling Individual Berbasis Self-Management Pada Siswa Kelas XI Di SMK Negeri 1 Pemalang Tahun Pelajaran 2013/2014.. Penelitian ini didasarkan data yang diperoleh dari studi pendahuluan pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Pemalang yang menunjukkan indikator rendahnya tanggung jawab belajar. Masalah penelitian ini adalah apakah tanggung jawab belajar pada siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Pemalang tahun pelajaran 2013/2014 dapat ditingkatkan melalui layanan konseling individual berbasis selfmanagement? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data empiris tentang peningkatan tanggung jawab belajar pada siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Pemalang tahun pelajaran 2013/2014 melalui layanan konseling individual berbasis self-management. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen dengan desain penelitian one group pretest-postest design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Negeri 1 Pemalang tahun pelajaran 2013/2014. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling (sampling bertujuan). Sampel dalam penelitian ini adalah siswa yang memiliki tanggung jawab belajar rendah sebanyak 6 anak. Metode
67 pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala psikologis. Sedangkan metode analisis data yaitu analisis data deskriptif persentase dan uji Wilcoxon. Hasil pre test, siswa termasuk dalam kriteria rendah dengan persentase rata-rata 50.35%. Sedangkan hasil post test, kriteria tanggung jawab belajar pada siswa menjadi tinggi dengan rata-rata sebesar 74.50%. Dari uji Wilcoxon diperoleh Zhitung sebesar 2.20 dan nilai Ztabel pada taraf signifikansi 5% dan N=6 yaitu 0. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab belajar pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Pemalang tahun pelajaran 2013/2014 dapat ditingkatkan melalui layanan konseling individual berbasis self-management. Simpulannya adalah bahwa terdapat peningkatan signifikan tanggung jawab belajar pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Pemalang antara sebelum dan setelah diberikan treatment layanan konseling individual berbasis selfmanagement. Saran yang dapat diberikan adalah diharapkan konselor dapat melatih siswa untuk bertanggung jawab belajar agar mampu meningkatkan tanggung jawab belajarnya melalui tahap-tahap yang terdapat dalam layanan konseling individual berbasis self-management.
2.8 Kerangka Pikir
Apabila dilihat dari input siswanya SMP Negeri 19 Bandar Lampung hampir sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami suatu pokok bahasan yang dijelaskan gurusehinggan siswa kurang pemahaman akanpentingnya perilaku tanggungjawab di lingkungan sekolah,keluarga maupun masyarakat. Selain
68 itu, ketika guru menjelaskan pokok bahasan yang baru yang masih berkaitan, kadang mereka sudah lupa akan inti dari pokok bahasan sebelumnya. Hal ini disebabkan karena siswa cenderung menghafal dari pada menguasai suatu konsep.Beberapa kejadian tersebut menunjukkan bahwa perilaku tanggungjawab peserta didik perlu ditingkatkan.
Model
pembelajaran
Discovery
Learning
merupakan
model
pembelajaran yang mengharuskan siswa mencari kemudian mengumpulkan data-data atau kejadian-kejadian untuk digunakan dalam pembelajaran PKn. Dalam hal ini, guru bertugas untuk membantu siswa untuk membuat panduan untuk siswa agar menemukan data-data atau kejadian-kejadian yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.
Hal ini akan menuntun siswa dalam penyelidikan sehingga ditemukannya sebuah konsep dari suatu pokok bahasan PKn. Melalui hasil penemuannya sendiri, seorang siswa diharapkan akan jauh lebih menguasai akan suatu pokok bahasan yang sedang dipelajari. Di samping itu, hasil temuan yang diperoleh para siswa sendiri diharapkan dan bertahan lebih lama didalam ingatan dibandingkan hasil yang mereka peroleh dari penjelasan guru secara langsung, sehingga siswa akan tetap mampu mengingat meteri yang telah dipelajari dan dapat menunjukan perilaku yang bertanggungjawab. Peningkatan perilaku tanggungjawab peserta didik pada pembelajaran PKn memerlukan tindakan.
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas (X) adalah model discovery learning, sedangkan variabel terikat (Y) adalah peningkatan perilaku tanggungjawab.
69 siswa pada pembelajaran PKn. Siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung memerlukan suatu tindakan yaitu penggunaan model discovery learning. Berdasarkan uraian diatas maka kerangka pikir penelitian ini sebagai berikut.
Observasi
1. Guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional 2. Rendahnya perilaku tanggung jawab
Penerapan Model Pembelajaran
Model Konvesional
Model Discovery Learning
Efektivitas pembelajaran
Perilaku tanggung jawab
Hasil belajar
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian 2.9 Hipotesis
Hipotesis adalah rumusan sementara mengenai suatu hal yang akan dibuat, untuk menjelaskan, menentukan atau mengarahkan penelitian selanjutnya (Sudjana, 1982: 231). Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Ada perbedaan perilaku tanggungjawab siswa pada pembelajaran PKn yang menggunakan model discovery learning dan model konvensional di kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016
70 2. Ada pengaruh penggunaan model discovery learning terhadap peningkatan perilaku bertanggung jawab siswa pada mata pelajaran PKn di kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini tergolong penelitian komparatif dengan pendekatan eksperimen, yaitu suatu penelitian yang bersifat membedakan. Rancangan ini dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu untuk mengetahui perbedaan suatu variabel, yaitu sikap sosial dengan konsep diri yang berbeda. Sedangkan pendekatan eksperimen yaitu suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel terhadap suatu variabel yang lain dalam kondisi terkontrol sangat ketat, Sugiyono (2005: 7). 3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi
Menurut Hadari (2001: 36), populasi merupakan keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam penelitian. Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang akan menjadi populasi dalam penelitian ini adalah penggunaan Model Discovery Learning apakah dapat meningkatkan perilaku bertanggungjawab pada pembelajaran PKn siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung.
72 Tabel 3.1 Jumlah Seluruh Siswa Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kelas Laki-Laki Perempuan VIII A 20 18 VIII B 19 19 VIII C 15 17 VIII D 12 20 VIII E 17 21 VIII F 22 17 VIII G 15 23 VIII H 14 24 VIII I 13 25 Jumlah 147 159 Sumber : Guru PKn SMP Negeri 19 Bandar Lampung
Jumlah 38 38 32 32 38 38 38 38 38 304
3.2.2 Sampel
Teknik sampling yang digunakan pada peneletian ini adalah Cluster Random Sampling, Cluster Random Sampling merupakan teknik memilih sampel dari kelompok-kelompok unit yang kecil. Sampel penelitian yang diambil adalah satu kelas yang diambil secara acak atau random. Berdasarkan metode eksperimen kuasi yang ciri utamanya adalah tanpa penugasan random dan menggunakan kelompok yang sudah ada (intact group), maka penelitian menggunakan kelompok-kelompok yang sudah ada sebagai sampel, jadi penelitian ini tidak mengambil sampel dari anggota populasi secara individu tetapi dalam bentuk kelas. Alasanya karena apabila pengambilan sampel secara individu dikhawatirkan situasi kelompok sampel menjadi tidak alami. Dari sembilan kelas yang ada, peneliti telah memilih kelas yakni kelas VIIIC sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 32 orang dan kelas VIIID sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa 32 orang.
73 3.3 Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel yang mempengaruhi atau disebut juga variabel bebas (x) adalah perilaku tanggungjawab siswa pada kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun 2015/2016. 2. Variabel yang dipengaruhi atau disebut juga variabel terikat (y) adalah hasil belajar siswa pada kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun 2015/2016 3. Variabel yang menggabungkan anatara variable bebas (x) dan variabel terikat (y) disebut variabel perantara (z) adalah model discovery learning dan model konvensional.
3.4. Definisi Operasional 3.4.1 Model Discovery Learning Model discovery learning merupakan suatu model pembelajaran yang menitik beratkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Jerome Bruner menyatakan bahwa siswa didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri.Siswa belajar melalui aktif dengan konsep-konsep dan prinnsip-prinsip dan guru mendorong siswa untuk mempunyai pengalaman-pengalaman tersebut untuk menemukan prinsipprinsip bagi diri mereka sendiri (Slavin, 1994: 76). Dalam proses pembelajaran dengan model ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, dan semacamnya.
74 3.4.2 Model Konvensional Metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan serta pembagian tugas dan latihan (Djamarah, 2010: 78)
3.4.3 Meningkatkan Perilaku Bertanggung jawab Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003: 56). Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup.
3.5. Gambaran Alur Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dimana peneliti dalam penelitian peneliti seperti biasa melakukan penelitian dengan harapan bahwa variabel bebas memiliki pengaruh terhadap variabel terikat dan disertai variabel kontrol sebagai indikator keberhasilan perlakuan yang dilakukan terhadapat variabel terikat. Adapun gambaran tindak penelitian eksperimental sebagai berikut: 1. Pengontrolan variabel luar, dalam hal ini subjek utama yang akan diteliti adalah siswa kelas VIIIC SMP Negeri 19 Bandar Lampung dan VIIID ditetapkan sebagai variabel pengontrol
75 2. Menurut Emzir (2009: 56) Pemadanan, yaitu teknik untuk penyamaan kelompok pada satu atau lebih variabel yang telah diidentifikasi peneliti sebagai hubungan dengan performansi pada variabel terikat, dimana telah ditetapkan variabel terikat yaitu Siswa kelas VIIIC SMP Negeri 19 Bandar Lampung sebagai variabel terikat dengan pemdanan dilakukan terhadap siswa kelas VIIID SMP Negeri 19 Bandar Lampung. 3. Perbandingan kelompok atau sub kelompok homogen, dalam hal ini dilakukan perbandingan antara hasil belajar siswa kelas VIIIC SMP Negeri 19 dan kelas VIIID SMP Negeri 19 Bandar Lampung, dimana siswa kelas VIIIC sebagai variabel terikat atau yang diteliti sedangkan siswa kelas VIIID sebagai kontrol atau pembandingnya. 4. Penggunakan subyek sebagai pengendali diri mereka sendiri, dalam hal ini subjek pengendali adalah siswa kelas VIIID. 5. Analisis kovarian, yaitu suatu metode statistik untuk penyamaan kelompok yang dibentuk secara random pada satu atau lebih variabel terkontrol. Ini merupakan teknik analisis data yang berguna untuk penyamaan kelompok yang telah ditentukan guna menentukan variabel kontrol yaitu, siswa kelas VIIID.
3.6.
Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest-posttest control group design. Desain ini hanya menggunakan dua kelompok
yaitu kelompok
eksperimen tanpa dan kelompok kontrol. Sebelum diberikan perlakuan atau treatment dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning dan setelah itu
76 diberikan pretest. Setelah itu diberikan posttest. Berikut ini adalah tabel pretestposttest control group design Tabel 3.2 Tabel Pretest-Posttest Control Group Design Kelompok acak Tes awal Perlakuan Eksperimen Kontrol Keterangan:
Y1 Y2
X1 X2
Tes akhir Y2 Y2
Y1Y2: nilai tes sebelum perlakukan atau pretest X1X2: perlakuan atau treatment Y2Y2: nilai tes setelah perlakuan
Hal yang pertama dilakukan adalah menetapkan kelompok yang akan dijadikan eksperimen dan kelompok yang akan dijadikan kontrol. Sebelum diberi perlakuan kelompok diberikan tes terlebih dahulu tau pretest dan kemudian dengan meberikan perlakukan dengan pendekatan Saintifik. Perlakuan diberikan sebanyak tiga kali perlakuan (seri pertama, kedua dan ketiga). Setelah diberikan perlakuan kelompok eksperimen diberikan posttest, sehingga diperoleh gain atau selisih antara hasil pretest dan posttest. 3.7. Teknik Pengembangan Instrument 1. Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang mengukur tingkat kevalitan atau keabsahan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diharapkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.
77 Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui apakah tes yang digunakan penelitian ini dapat atau tidak mengukur tingkat ketepatan tes yaitu mengukur apa yang seharusnya diukur, maka dilakukan uji validitas soal. Untuk mengetahui validitas yang dihubungkan dengan kriteria, digunakan uji statistik takni teknik korelasi product moment sebagai berikut:
Keterangan: Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y y =Jumlah perkalian antara variabel x dan Y
Dijelaskan oleh Arifin (2009: 257) untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefesien korelasi dapat menggunkan kriteria sebagai berikut: Tabel 3.3 Tabel Tingkat Hubungan Dengan Interval Koefesiensi Interval Koefesiensi Tingkat Hubungan 0.81-1.00 Sangat tinggi 0.61-0.80 Tinggi 0.41-0.60 Cukup 0.21-0.40 Rendah 0.00-0.21 Sangat rendah Setelah diuji validitasnya kemudia diuji tingkat signifikannya dengan rumus dari Sugiyono (2010: 230).
78
Keterangan: nilai t hitung koefesien korelasi jumlah banyk subjek Nilai hitung dibandingkan dengan nilai tabel pada taraf nyata dengan derajat kebebasan (dk) = n-2 apabila hitung> tabel berati korelasi tersebut signifikan atau berarti. 2. Uji Reliabilitas Reliabilitas soal dimaksudkan untuk melihat keajegan atau kekonsitenan soal dalam mengukur respon siswa sebenarnya. Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian instrumen yang dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karensa instrumen itu sudah baik. Instrumen dikatakan reliabel apabila memiliki tingkat keajegan dalam hasil pengukuran. Uji reliabilitas dilakukan untuk memperoleh gambaran keajegan suatu instrumen penelitian yang akan digunakan sebagai alat pengumpul data. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Kuder-Richarson dalam Arikunto (2006: 180). Adapun rumus Kuder- Richarson adalah sebagai berikut:
{
}
79 Keterangan:
∑pq n S
= reliabilitias tes secara keseluruhan = proporsi subjek menjawab item secara benar = proporsi subjek menjawab item secara salah (q-1-p) = jumlah hasil perkalian antara p dan q = banyaknya item = standar deviasi dan tes ( standar deviasi akan varians)
Alpha-Conbach merupakan salah satu koefesien reliabilitas yang paling sering digunakan. Skala pengukuran yang reliabel adalah yang meiliki nilai Alpha-Conbach minimal 0.70 dimana tingkat reliabilitas dengan metode Alpha-Conbach di ukur berdasrkan skala alpha 0 sampai dengan 1. Apabila skala tersebut dikelompokan ke dalam lima kelas yang sama, maka Triton (2006: 248) ukuran kemampuan alpha dapat diinterpretasikan seperti tabel berikut: Tabel 3.4 Tingkat Reliabilitas Alpha 0,00 ≤ < 0,20 0,20 ≤ < 0,40 0,40 ≤ < 0.60 0,60 ≤ < 0,80 0,80 ≤ ≤ 1,00
Tingkat Reliabilitas Sangat Rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat Tinggi
Teknisnya soal-soal dibagi menjadi dua kelompok yaitu satu kelompok soal ganjil (X) dan satu lagi kelompok soal genap (Y), kemudian dihitung terlebih dahulu dengan menggunakan rumus product moment. Hasil antar skor dimasukan kedalam rumus Spearman Kuder- Richarson dan hasilnya akan dibandingkan dengan r tabel. Apabila nilai realibilitas lebih besar dari nila r tabel maka instrumen dinyatakan reliabel.
80 3. Tingkat Kesukaran Soal Taraf kesukaran soal perilaku tanggungjawab (afektif) dan pemahaman/ hasil belajar/ prestasi (kognitif) merupakan kesanggupan siswa dalam menjawab soal. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan juga tidak terlalu sukar. Sedangkan hasil analisis terhadap butir soal digunakan untuk mengetahui layak tidaknya suatu soal dipakai sebagai instrumen penelitian, dan kemudian berguna untuk mengetahui soal mana yang layak dipakai dan soal mana yang akan dibuang untuk diganti. Menurut Arifin (2009: 266) untuk mencari mencari indeks kesukaran digunakan rumus:
Keterangan: P
= indeks tingkat kesukaran
B
= jumlah siswa yang menjawab benar = jumlah seluruh siswa peserta tes
Adapun kriteria yang digunakan untuk menafsirkan tingkat kesukaran soal adalah sebagai berikut: Tabel 3.5 klasifikasi indeks kesukaran
Nilai Indeks Kesukaran 0.00-0.20 0.21-0.70 0.71-1.00
Tingkat Kesukaran Sukar Sedang Mudah
81 4. Daya Beda Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan antara peserta didik yang menguasai dengan peserta didik yang kurang menguasai kompetensi. Semakin tinggi daya pembeda suatu butir soal, semakin mampu butir membedakan antara peserta didik yang menguasai kompetensi dengan peserta didik yang kurang mengusai kompetensi tersebut. Dijelaskan oleh Arifin (2009: 273) untuk menghitung daya pembeda (DP) setiap butir soal dapat digunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan: DP = daya pembeda WL = jumlah peserta didik yang gagal dari kelompok bawah WH = jumlah peserta didik yang gagal dari kelompok atas n = 27% X n
Cara menghitung koefesien daya beda dijelakan oleh Arifin (2009: 274) untuk menginterpretasikan koefesien daya pembeda tersebut dapat digunakan kriteria daya pembeda dibandingkan dengan
82 Tabel 3.6 kriteria koefensiensi daya pembeda
Index of discrimination 0.40 and up 0.30-0.39 0.20-0.29 Below -0.19
Item evaluation Very good items Reasonably good, but posibly subject to improvement Marginal items, ussually needing and being subject to improvement Poor items, to be rejected or improved by revision
3.8. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan alat observasi, wawancara, tes dan photo. 1.
Observasi Pengamatan ini peneliti menggunakan lima prinsip dasar observasi seperti yang dikemukakan oleh Hopkin (1993) dalam Aunrrahman (2009: 20) yaitu perncanaan bersama, focus, membangun kriteria, keterampilan observasi, dan umpan balik. Perencanaan bersama adalah upaya membangun kesepakatan bersama antara peneliti dengan kolaborator yang membantu proses pengamatan selama kegiatan pembelajaran dilakukan. Perencanaan bersama ini bertujuan untuk membangun rasa saling percaya dan menyepakati fokus yang akan diamati. Fokus yang akan diamati dalam proses pembelajaran adalah motivasi belajar siswa yang berkaitan dengan proses pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran Teknologi Informasi.
83 Hasil observasi merupakan data faktual yang dicatat secara cermat dan sistematis oleh peneliti dan kolaborator. Data tersebut disatukan dan diinterprestasikan bersama untuk diperoleh hasil observasi yang objektif dan dapat dipertanggung jawabkan yang merupakan balikan dari hasil observasi. Pelaksanaan observasi menggunakan bentuk observasi yang terstruktur, yaitu menggunkan instrument siap pakai, sehingga peneliti dan kolaborator hanya tinggal membubuhkan tanda (√) pada tempat yang disediakan. Tabel 3.7 Kisi-Kisi Pedoman Observasi Perilaku Tanggung Jawab Siswa No
Aspek
Indikator
No item
1.
Pro bono publico yaitu perilaku mengutamaka n kepentingan publik diatas kepentingan pribadi atau golongan
Bergotong royong Mematuhi tata tertib sekolah Tidak membuang sampah sembarangan Menjaga kekayaan sekolah Menjaga kelestarian sekolah.
1 2 3 4 5
2.
Pro particia primus patrialis yaitu perilaku mengutamakan kepentingan negara atau kepentingan umum dan rela berkorban untuk negara atau kepentingan umum
Membayar iuran sekolah secara rutin Menjaga nama baik sekolah, keluarga, dan pemimpin Menjaga berbagai simbol kenegaraan seperti bendera merah putih, lambang negara, lagu indonesia raya, foto resmi Presiden dan wakil presiden. Mau menjadi relawan sosial bila diperlukan Mau menjadi relawan untuk membela .negara
6 7
8
9 10
84 2. Tes Alat evaluasi berbentuk tes tertulis pilihan ganda yang digunakan sebagai bahan gambaran yang diperoleh dari hasil belajar peserta didik dan perubahan aktivitas belajar pada proses pembelajaran. Tes dilaksanakan pada setiap akhir kegiatan pembelajran dalam setiap siklus tindakan. 3.
Alat Pengambilan Gambar atau Photo
Alat pengambilan gambar atau photo digunakan dalam penelitian ini, karena dengan metode ini dapat merekam secara utuh tentang proses jalannya aktivitas pembelajaran, dengan melihat photo memungkinkan peneliti melihat kelemahankelemahannya sehingga dapat melakukan perbaikan pada tindakan selanjutnya. Photo juga dapat mempermudah untuk mengingat kembali peristiwa yang sudah terjadi, karena kemampuan mengingat peneliti sangat terbatas. Sehingga rekaman photo menjadi salah satu pelengkap data danmerupakan bagian penting dalam melaksanakan observasi maupun pencatatan berlangsungnya proses tindakan. 3.9.
Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan (Singarimbun, 1995: 263). Data yang diperoleh dari hasil penelitian
akan
dianalisi
dalam
beberapa
tahap
analisa,
yaitu:
1. Analisis Tabel Tunggal Merupakan suatu analisis yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel penelitian ke dalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel
85 tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisa data yang terdiri dari kolom, sejumlah frekuensi dan presentase untuk setiap kategori. (Singarimbun, 1995: 266). a. Analisis Data Perilaku Tanggungjawab Perilaku tanggungjawab yang sesuai dengan yang diamati dalam lembar perilaku siswa dalam proses pembelajaran berlangsung. Setiap siswa diamati perilakunya secara klasikal dalam setiap pertemuan, setelah dilakukan observasi kemudian dihitung jumlah perilaku siswa. Tabel 3.8 Lembar Observasi Perilaku Bertanggungjawab No Kategori Skor Frekuensi 1 Bertanggung jawab 2 Kurang bertanggung jawab 3 Tidak Bertanggung jawab
Keterangan:
b.
Keterangan
I = Interval kelas NR= Nilai Tertinggi NR= Nilai Terendah K = Kategori
Analisis Data Hasil Belajar Pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan akan mendapatkan hasil yang lebih baik jika diukur dengan tes hasil belajar. Hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn dengan menggunakan bahan ajar modul diambil dari nilai tes siswa yang diberikan setelah proses pembelajaran.
86 Tabel 3.9 Lembaran Hasil Belajar No Kategori Skor 1 Tinggi 2 Sedang 3 Rendah
Keterangan:
Frekuensi
Keterangan
I = Interval kelas NR= Nilai Tertinggi NR= Nilai Terendah K = Kategori
2. Analisa Tabel Silang Merupakan analisa yang digunakan untuk mengetahui variable yang satu memiliki hubungan dengan variable lainnya. Sehingga dapat diketahui apakah variable tersebut bernilai positif atau negatif (Singarimbun, 1995: 273). Tabel 3.10 Silang Antara perilaku tanggungjawab dan Hasil Belajar Hasil Belajar No
Perilaku
1 2 3
Bertanggung jawab Kurang bertanggung jawab Tidak bertanggung jawab
> 73
72
< 72
3. Analisis Uji Hipotesis t-test Dua Sampel Independen Terdapat beberapa rumus t-test yang dapat digunakan untuk pengujian hipotesis komparatif dua sampel independen
87
(Separated Varian)
(Polled Varian) Keterangan: XI : rata-rata perilaku bertanggung jawab yang diajar menggunakan model pembelajaran Discovery Learning X2 : rata-rata perilaku bertanggung jawab yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional S12 : varian total kelompok 1 S22 :varian total kelompok 2 n1 : banyaknya sampel kelompok 1 n2 :banyaknya sampel kelompok 1 Terdapat beberapa pertimbangan dalam memilih rumus t-test yaitu. a.
Apakah ada dua rata-rata itu berasal dari dua sampel yang jumlahnya sama atau tidak
b.
Apakah varaians data dari dua sampl itu homogen atau tidak. Untuk menjawab itu perlu pengujian homogenitas varian.
Berdasarkan dua hal diatas maka berikut ini diberikan petunjuk untuk memilih rumus t-test
88 1) Bila jumlah anggota sampel n1=n2 dan varians homogeny, maka dapat menggunakan rumus t-test baik separated varians maupun pooled varians untuk melihat harga t-tabel maka digunakan dk yang besarnya dk= n1-n2-2. 2) Bila n1≠n2 dan varians homogeny dapat digunakan rumus t-test dengan pooled varian, dengan dk=n1+n2-2 3) Bila n1= n2 dan varian tidak homogen, dapat digunakan rumus t-test dengan polled varians maupun separated varians, dengan dk = n1 – 1 atau n2 -1, jadi dk bukan n1+n2-2 4) Bila n1≠n2dan varians tidak homogeny, maka ini digunakan rumus t-test dengan separated varians, harga t sebagai pengganti harga t-tabel hitung dari selisih harga t-tabel dengan dk + (n1 – 1) dibagi dua kemudian ditambah dengan harga t yang terkecil (Sugiyono, 2010:138).
4. Analisis Data dengan Regresi Sederhana Untuk menguji hipotesis yang pertama, kedua, dan ketiga digunakan statistik t dengan model regresi linier sederhana, pengaruh antara X dan Y dinyatakan ke dalam persamaan, yaitu: = a + bX Keterangan : α= b= = Subyek dalam variabel yang diprediksikan
89 a = Nilai intercept (konstanta) biaya pendidikan Y jika X = 0 b = Koefisien arah regresi penentu ramalan (prediksi) yang menunjukan nilai peningkatan atau penurunan variabel Y
X = Subyek pada variabel bebas yang mempunyai nilai tertentu (Sugiono, 2007:204-207)
Setelah menguji hipotesis regresi linier sederhana dilanjutkan dengan uji signifikan dengan rumus uji t sebagai berikut :
Keterangan :
B = Koefisien arah regresi linier Sb = Standar Deviasi Dengan kriteria uji adalah “Tolak >
dengan alternatif Ha diterima jika
dengan taraf signifikan 0,05 dan dk n-2.
3.10. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Prosedur penelitian adalah langkah-langkah kegiatan dalam penelitian yang ditempuh dalam melakukan penelitian, prosedur yang dipakai dalam penelitian ini ada tiga tahap, yaitu:
90 1.
Tahap Persiapan
a. Melakukan observasi kesekolah yaitu SMP Negeri 19 Bandar Lampung b. Mengumpulkan literatur dan melakukan studi literatur terhadapat mata pelajaran PKn yang akan diajarkan kepada siswa c. Menetapkan standar kompetensi, kompetensi dasar, pokok bahasan, dan sub pokok bahasan yang akan digunakan dalam penelitian. d. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan standar kompetensi, dan kompetensi dasar yang akan digunakan dalam penelitian. e. Mempersiapkan bahan ajar dengan model discovery learning berdasarkan pokok bahasan dan subpokok bahasan. f. Membuat kisi-kisi instrumen g. Membuat instrumen penelitian berbentuk tes objektif h. Membuat kunci jawaban i. Melakukan uji coba sampel di luar kelas sampel j. Menganalis item-item soal dengan cara menguji validitas, reliabelitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda untuk mendapat instrumen penelitian yang benar.
2. Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan ini peneliti terjun langsung ke lapangan. Dalam hal ini SMP Negeri 19 Bandar Lampung dijadikan tempat penelitian. Tahap-tahap penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Mengambil sampel penelitian berupa kelas yang sudah ada b. Memberikan pretest
91 c. Melaksanakan model pembelajaran dengan model pembelajaran discovery learning kepada kelompok eksperimen sebanyak 2 kali pertemuan d. Memberikan posttest Secara lebih rinci pelaksanaan tiap pertemuan akan dijelaskan sebagai berikut: Pertemuan pertama a. Memberikan pretest kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. b. Melakasanakan model pembelajaran dengan model discovery learning kepada kelompok eksperimen dan pembelajaran dengan metode ceramah untuk kelompok kontrol. c. Memberikan posttest kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pertemuan kedua, ketiga, dan keempat a. Melaksanakan proses pembelajaran b. Melakasanakan model pembelajaran dengan model pembelajaran discovery learning kepada kelompok eksperimen dan pembelajaran dengan metode ceramah untuk kelompok kontrol. c. Memberikan posttest kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
3. Tahap Pelaporan a. Menganalisis dan mengolah data hasil penelitian b. Pelaporan hasil penelitian
BAB V SIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI 5.1 Simpulan Berdasarkan temuan dan hasil analisis data dapat ditarik kesimpulan didasarkan pada hasil penelitian sebagai berikut. 1. Penggunaan model discovery learning dalam pembelajaran dapat meningkatkan perilaku bertanggungjawab pada siswa dan lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. artinya bahwa model pembelajaran konvesional kurang efektif dibandingkan dengan model Discovery Learning karena model pembelajaran konvesional lebih menekan pembelajaran berpusat pada guru sehingga keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran masih sangat kurang. Dalam pembelajaran konvesional siswa cenderung pasif hanya menerima pembelajaran dari guru sehingga perubahan perilaku bertanggung jawab kurang berkembang. Oleh karena itu, pembelajaran dengan model pembelajaran konvesional menghasilkan kemampuan siswa yang lemah dalam menyelesaikan permasalahan mengenai perubahan perilaku bertanggung jawab dan hasil belajar. 2. Ada pengaruh penggunaan model discovery learning dalam pembelajaran dalam meningkatkan perilku bertanggung jawab siswa. Semakin baik
131
penggunaan model pembelajaran Discovery Learning, maka akan semakin baik perilaku bertanggung jawab siswa begitu juga sebaliknya.
5.2 Saran Berdasarkan simpulan dan implikasi yang telah disampaikan di atas, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut. 1. Kepada Guru 1) Untuk meningkatkan kompetensi siswa, guru dapat menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dalam proses pembelajaran sebagai
salah
satu
alternatif
dalam
meningkatan
kualitas
pembelajaran disekolah. 2) Hendaknya guru meningkatkan kemampuan pribadi, khususnya berkenaan dengan penggunaan teknologi dalam pembelajaran, sehingga
dapat
mengimbangi
kemajuan
teknologi
dibidang
pendidikan. 2. Kepada Siswa Bagi siswa agar dapat membangkitkan semangat dalam belajar khususnya berkenaan dengan perilaku bertanggung jawab yang berasal dari dalam diri sendiri misalnya memiliki tujuan atau cita-cita tinggi untuk menjadi sukses dimasa depan.
132
3. Kepada Sekolah 1) Bagi sekolah model pembelajaran Discovery Learning dapat memberikan suatu solusi untuk meningkatkan perilaku bertanggung jawab siswa. Sehingga dapat meningkatkan kualitas siswa sekaligus akan meningkatkan kualitas sekolahan tersebut. 2) Memberikan dorongan kepada para guru untuk meningkatkan kualitas serta kemampuan khususnya dalam bidang informasi dan teknologi sehingga
dapat
menggunakan
model
pembelajaran
Discovery
Learning. 3) Melengkapi fasilitas yang dibutuhkan para guru khususnya sarana dan prasarana pembelajaran. Selain itu, menciptakan hubungan kerja yang harmonis dan kekeluargaan. 4) Mengadakan pendidikan dan latihan untuk meningkatkan kualitas serta kemampuan guru dalam pembelajaran, atau mengirimkan para guru-guru sebagai peserta bila ada pendidikan dan latihan dari pemerintah dan swasta.
5.3 Implikasi Implikasi dari penelitian ini berupa: 1. Implikasi Penelitian Perlu dilakukan penelitian kembali dengan mengadakan perubahan baik dari segi tempat atau lokasi yang baru dan juga dengan variabel yang baru sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi para guru.
133
2. Implikasi Teoritis Upaya peningkatan kualitas guru serta pendidikan dapat dilakukan dengan mengembangkan media pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kondisi sekolah dan siswa. Peningkatan dan pembinaan kemampuan guru serta kualitas pembelajaran dapat dilakukan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan. 3. Implikasi Kebijakan Pesan yang harus dikembangkan dalam rangka peningkatan perilaku bertanggung jawab siswa hendaknya dilakukan oleh para siswa sendiri dan usaha yang dilakukan diluar siswa seperti; sekolah, pimpinan, dan teman sejawat. 4. Implikasi Praktis Dalam upaya meningkatkan perilaku bertanggung jawab siswa perlu dilakukan juga pada siswa di kelas lainnya dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. Kepada sekolah hendaknya dapat melengkapi sarana dan prasarana pembelajaran khususnya peralatan komputer dan LCD proyektor. Bagi para guru yang belum mampu mengoperasikan peralatan ICT hendaknya mengikuti pendidikan dan latihan yang diadakan pemerintah, atau mengikuti kursus secara mandiri untuk meningkatkan kemammpuan pribadi.
DAFTAR PUSTAKA
Affan dan Santoso Joko. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Badan Penerbit FKIP UMS: Surakarta. Ali, Mohamad (eds). 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Bagian I: Ilmu Pendidikan Teoritis. PT. IMTIMA: Bandung. Amien, Sani Ridwan. 2006. Inovasi Pembelajaran. Bumi Aksara: . Jakarta. Arifin, Z. 2009. Evaluasi Pembelajaran, Prinsip, Teknik, Prosedur. P.T. Remaja Rosdakarya: Bandung. Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. PT BumiAksara: Jakarta Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. PT BumiAksara: Jakarta Arikunto, Suharsimi, dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara: Jakarta Atmadja Wiria, Rochiati.2005.Model Rosdakarya: Bandung.
Penelitian
Tindakan
Kelas.Remaja
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Alfabeta: Bandung. Azwar, S.2011. Reliabilitas dan Validitas. Pustaka Pelajar: Yogyakarta Baharuddin dan Wahyuni, N,. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ar-Ruzz Media Group: Yogjakarta. Barelson, Thorset, Petter. 1964. Discovery Learning Theory. (http://www.thinkingink.com/_contents/edu/phd_archives/EPRS8500_Disc LrngThry.PDF) ( 14 Januari 2015. 20:00 ). Bell, Frederick. 1978. Teaching and Learning Mathematics ( In Secondary School). Iowa: Wm. C. Brown Company Publhisers.
Bloom, Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (Eds.). 1956. A taxonomy for learning, teaching and assessing: A revision of Bloom's Taxonomy of educational objectives: Complete edition, New York : Longman Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta. Carin, Artur A., 1993. Teaching Modern Science. Sixth Edition. New York: Merrill Publishers. Dahar, 2006. Teori-teori Belajar. Erlangga: Jakarta. Daryono M, dkk.1997.Pengantar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Rineka Cipta: Solo. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Sekolah Sebagai Wahana Pengembangan Warga Negara yan Demokratis dan Bertanggungjawab Melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. Depdiknas. 2006. Kurikulum 2006 Standar Kompetensi Mata Pelajaran. Depdiknas: Jakarta. Diamond dan Peliger. 1990. Nasionalisme, Konflik Etnik, dan Demokarasi. (Edisi Terjemahan Oleh Somardi). Penerbit ITB Bandung: Bandung. Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta: Jakarta Emetembun, N.A.1981. Supervisi pendidikan Penuntun bagi para Penilik, Kepala Sekolah dan Guru-guru. Penerbit Suri: Bandung. Elliot. 2003. Action Research For Educational Change. Open University Press: Philadelphia. Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan:Kuantitatif dan Kualitatif. Rajawali Pers: Jakarta. Gardner, H. 2012.Multiple Intelligences: Kecerdasan Majemuk Teori dalam Praktik. Interaksara: Tangerang Selatan. Gulo, W. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Grasindo: Jakarta. Hadari, Nawawi. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University. Press: Yogyakarta.
Hamalik, Oemar. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bumi Aksara: Jakarta Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. PT Bumi Aksara: Jakarta. Herdi. 2010. Mendidik Anak Agar Percaya Diri. Arcan: Jakarta. Hayek, Trowbidge, L.W & Bybee, R.W. 2009. Becoming a secondary school science teacher. Ohio: Merill Publising. Herpratiwi. 2009. Teori Belajar Dan Pembelajaran. Universitas Lampung. Bandar Lampung Hidayat, Kasan dan Kurnad.1994.Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jelita Akademik: Jakarta. Horber, Martin, David Jerner. 2003. Elementary Science Methods A Constructivist Approach. New York: Thomson Wadsworth. James A. Banks. 1977. Teaching Strategies for The Social Studies: Inquiry, Valuing, and decision Making. Addison-wesley Publishing company Inc: Philippines Kapita Selekta PKn. 2006. Pembelajaran Pembaharuan Paradigma. PKn-PIPS-PAI. Laboratorium PKn UPI: Bandung. Kwick, Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, B. (Eds.). 1972. Adding it up: Helping children learn mathematics. Washington, DC: National Academy Press. Margareth, Farah. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Grasindo. Jakarta. Markaban. (2006). Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing. Departemen pendidikan nasional pusat pengembangan dan penetaran guru matematika: Yogyakarta. Marzano. 1992. Design A New Taxonomy of Education Objectives. diakses : http://www.amazone.com/New-Taxonomy-Educational-Objectives ( 14 Januari 2015. 20:00 ). Mulyono Abdurahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. PT Rineka Cipta: Jakarta Nana Sudjana. 1987. Dasar-dasar Belajar Mengajar. Sinar BaruAlgensindo:Bandung Nana Syaodih Sukmadinata. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. PT Remaja Rosdakarya: Bandung
NCSS.1994. Curriculum Standards for Social Studies. National Commission on Social Studies in the School: Washington. Nisbah, Faisal. 2013. “Pengertian dan Tujuan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar” (on line) (http://faizalnizbah.blogspot.com/2013/10/pengertian-dantujuanpelajaran-ips-di-sekolah-dasar.html?m=1 diakses tanggal 14 Januari 2016 jam 14.00 WIB) Notoatmodjo. 2007. Perkembangan Psikologi Remaja. Bumi Aksara: Jakarta. Pargito. 2011. Penelitian Tindakan Bagi Guru Dan Dosen. AURA Printing & Publisher: Bandar Lampung Piaget, Jean. 1998. Kesehatan & Perilaku Anak Usia Sekolah 7 - 12 tahun. Kencana: Jakarta. Purwanto, M. Ngalim. 2014. Psikologi Pendidikan. PT Remaja Rosdakarya: Bandung. Putra, S. Udin, dkk. 2005. Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Terbuka: Jakarta Ratumanan. 2002. Belajar Memotivasi Diri Sendiri. Grasindo: Jakarta. Riensuciati. 2013. Proses Belajar Mengajar. PT. Rineka Cipta: Jakarta. Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta: Jakarta. Rodger W, Trowbridge, Leslie W, Bybee, &Carlson Powell, Janet. 1974. Teaching Secondary School Science: Strategies for Developing Scientific Literacy. Pearson Education: United States. Sagala, Syaiful. 2009. Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi. Pustaka Belajar: Yogyakarta. Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana: Jakarta. Shaw, Cronbach, L.J. 2003. Essentials of psychological testing. New York: Harper & Brothers. Publishers. Singarimbun. Masri. 1995. Metode Penelititan Survei. LP3S: Jakarta. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Penerbit Rineka Cipta: Jakarta.
Slavin, R.E. 1994. Educational Psychology. Theory and Practice. Fifth Edition. Allyn and Bacon. Boston. Sudjana. 1982. Metoda Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito. Suherman, Erman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Kontemporer. JICA-Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta: Bandung Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta Sukmadinata, Nana S. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Remaja Rosdakarya: Bandung. Supardan Dadang. 2015. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Perspektif Filosofi dan Kurikulum. Bumi aksara: Jakarta Syah, M. 2004. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. PT Remaja Rosdakarya: Bandung Trianto. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Prestasi Pustaka: Jakarta Triton, Prawira. 2006. SPSS V.3.0 terapan Riset Statistik Parametrik. ANDI OFFSET: Yogyakarta. Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas. Depdiknas: Jakarta Usman Moh. Uzer. 2002. Menjadi Guru Profesional. PT RemajaRosdakarya: Bandung Winkel W.S.. 2004. Psikologi Pengajaran. Media Abadi: Yogyakarta Yaumi, M. 2012. Pembelajaran Berbasis Multiple Inteligences. Dian Rakyat: Jakarta