PENGARUH PENGGUNAAN CAMPURAN EKSTRAK GAMBIR DAN KEMENYAN SEBAGAI INHIBITOR PEMBENTUKAN KERAK KALSIUM SULFAT (CaSO4)
(Tesis)
Oleh HIASINTA RINI UTARI
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRAK
PENGARUH PENGGUNAAN CAMPURAN EKSTRAK GAMBIR DAN KEMENYAN SEBAGAI INHIBITOR PEMBENTUKAN KERAK KALSIUM SULFAT (CaSO4)
Oleh
HIASINTA RINI UTARI
Pembentukan kerak dapat menimbulkan masalah yang cukup serius di bidang industri, terutama industri minyak dan gas. Oleh karena itu, dalam penelitian ini telah dilakukan penambahan inhibitor campuran ekstrak gambir dan kemenyan untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh kerak tersebut. Pada penelitian ini telah dilakukan penambahan inhibitor terhadap kerak kalsium sulfat (CaSO4) dengan menggunakan metode tanpa penambahan bibit kristal (unseeded experiment) pada konsentrasi CaSO4 sebesar 0,100, 0,125 dan 0,150 M serta variasi konsentrasi campuran ekstrak gambir dan kemenyan (GK). Analisis menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) menunjukkan bahwa distribusi ukuran partikel kerak CaSO4 menjadi lebih kecil dengan adanya penambahan inhibitor. Analisis menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan bahwa morfologi pemukaan kerak CaSO4 dengan penambahan inhibitor memiliki ukuran yang lebih kecil dan pendek dibandingkan dengan tanpa penambahan inhibitor. Analisis struktur kristal CaSO4 dengan X-Ray Difraction (XRD) menunjukkan perbedaan intensitas dengan penambahan inhibitor. Penggunaan campuran GK pada perbandingan konsentrasi 5 : 9 mampu menghambat pertumbuhan kristal CaSO4 0,100 M dengan metode unseeded experiment sebesar 28,71%. Kata Kunci : CaSO4, gambir, kemenyan, inhibitor, kerak
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF USING THE MIXTURE OF GAMBIER AND KEMENYAN EXTRACT AS INHIBITOR OF CALCIUM SUPHATE (CaSO4) SCALE FORMATION
By
HIASINTA RINI UTARI
Scale formation is a serious problem in many industries, especially in oil and gas industries. Therefore, this research focused on adding the extract of gambier and kemenyan mixture as an inhibitor to reduce the negative effects of the scale formation. In this research, inhibitor was added to CaSO4 growth solution by using the unseeded experiment method at a concentration of CaSO4 amounted to 0.100, 0.125 and 0.150 M as well as variations in concentration of the gambier and kemenyan extract mixture (GK). Particle Size Analyzer (PSA) analysis used in this research shows that the particle size distribution CaSO4 scale becomes smaller with the addition of inhibitors. Scanning Electron Microscopy (SEM) analysis used in this research shows that adding the inhibitor has made the morphology of the surface of the scale become smaller and shorter in size compared to the ones without the inhibitor. CaSO4 crystal structure analysis with X-Ray Difraction (XRD) showed differences in intensity with the addition of inhibitors. The mixed use GK on the concentration ratio 5: 9 could inhibit crystal growth CaSO4 0.100 M unseeded experiment with methods of 28.71%. Kata Kunci : CaSO4, gambier, kemenyan, inhibitor, scaling
PENGARUH PENGGUNAAN CAMPURAN EKSTRAK GAMBIR DAN KEMENYAN SEBAGAI INHIBITOR PEMBENTUKAN KERAK KALSIUM SULFAT (CaSO4)
Oleh HIASINTA RINI UTARI
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS Pada Program Pascasarjana Magister Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pringsewu pada tanggal 11 Januari 1991, anak terakhir dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Ig. Sunarto dan Ibu Agnes Mulyani.
Penulis mengawali pendidikan formal di TK Dharma Wanita Keputran yang diselesaikan pada tahun 1996. Tahun 1996 diterima di SD Negeri 2 Sukoyoso yang diselesaikan pada tahun 2002. Tahun 2002 diterima di SLTP Xaverius Pringsewu yang diselesaikan pada tahun 2005. Tahun 2005 masuk SMA Negeri 1 Pringsewu yang diselesaikan tahun 2008. Tahun 2008 penulis diterima di Universitas Lampung Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan MIPA Program Studi Pendidikan Kimia sehingga memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada tahun 2012.
Pada tahun 2012, Penulis diterima sebagai guru kimia di SMA Xaverius Pringsewu. Tahun 2014 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Pascasarjana Magister Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
PERSEMBAHAN
Syukur Puji Tuhan yang selalu mencurahkan kasih dan karuniaNya dalam hidupku. Dengan kerendahan hati kupersembahkan lembaran-lembaran sederhana ini kepada: Teristimewa untuk bapak dan ibuku tercinta... Terimakasih, karena kalian telah membesarkanku, selalu mengajariku arti sebuah perjuangan, memberikanku semangat, cinta, kasih sayang, dan materi untuk keberhasilanku di masa datang. Jerih payah dan kerja keras kalian tidak akan terlupakan dan tidak mungkin dapat terbalaskan. Semoga kelak ananda dapat membahagiakan dan menjadi kebanggaan bagi keluargaku yang ananda sayangi. Mbakku dan Mas-masku tersayang... Terima kasih atas inspirasi , kasih sayang, doa dan semangat yang kalian berikan. Ponakan-ponakanku tersayang yang tlah memberikan inspirasi dan semangat bagiku. Sahabat-sahabatku yang slalu kurindukan Terima kasih kalian telah menghiasi hari-hariku dengan canda dan tawa serta untuk dukungan dan doa kalian. Almamaterku tercinta.....
MOTTO
“Kesabaran itu pahit, tetapi buahnya manis” (Jean Jacques Rousseau)
“Tanpa semangat, tak ada pekerjaan yang dapat diselesaikan jadi bagaimanapun, kapanpun dan dimanapun harus tetap SEMANGAT” (Hiasinta Rini Utari)
“Hal yang tidak mungkin seringkali hanya belum pernah dicoba.” (Jim Goodwin)
SANWACANA
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena kasih dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Tesis dengan judul “ Pengaruh Penggunaan Campuran Ekstrak Gambir dan Kemenyan sebagai Inhibitor Pembentukan Kerak Kalsium Sulfat (CaSO4)” adalah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana Magister Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Lampung
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis terbatas, maka adanya bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Prof. Suharso, Ph. D., selaku dosen Pembimbing I penelitian dan Pembimbing Akademik yang telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk memberi masukan, arahan, dan bimbingan dalam proses penyelesaian tesis ini.
2.
Ibu Prof. Buhani, M. Si., selaku dosen pembimbing II penelitian dan Kepala Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik FMIPA Unila, terima kasih atas kesabarannya memberikan bimbingan, motivasi, kritik, dan saran dalam proses penyelesaian tesis ini
iii
3.
Ibu Dr. Zipora Sembiring, M. Si, selaku dosen penguji penelitian yang telah memberikan saran dan kritikan dalam penyusunan tesis ini agar menjadi lebih baik lagi.
4.
Bapak Dr. Rudy T. M. Situmeang, Ph. D, selaku Ketua Program Studi Magister Kimia yang senantiasa memberikan arahan dan semangat sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
5.
Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M. T., selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.
6.
Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.
7.
Bapak dan Ibu Staf Administrasi FMIPA Universitas Lampung.
8.
Mbak Liza Apriliya, S. Si selaku Laboran Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik yang telah banyak membantu Penulis dalam melakukan penelitian ini.
9.
Kepala Sekolah, seluruh staff, guru dan siswa-siswi SMA Xaverius Pringsewu.
10. Keluargaku : Bapak Ig. Sunarto dan Ag. Mulyani serta Mas Kristiono, Mbak Kristin, Mbak Rita, Mas Tri, Mas Henri, Mbak Vena dan dan ponakanponakanku : Eksa, Lala, Amel, Angelo dan Verick yang sangat Penulis kasihi, terima kasih atas doa dan semangat yang diberikan. 11. Teman terkasih sekaligus motivatorku, Falentinus Andi terimakasih untuk semua dukungan, do’a, semangat, dan waktunya yang tak pernah habis untuk mengajariku dalam banyak hal. 12. Temanku Mahfudz, rekan-rekan peer anorganik dan seluruh angkatan 2014 Jurusan Magister Kimia atas dukungan, doa, semangat dan kebersamaan kalian.
iv
13. Kakak dan Adik tingkat di Jurusan Kimia serta semua pihak yang tidak dapat ditulis satu persatu.
Akhirnya Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, Penulis,
Hiasinta Rini Utari
v
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................
i
DAFTAR TABEL...........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .....................................................................................
1
B. Tujuan Penelitian .................................................................................
5
C. Manfaat Penelitian ...............................................................................
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengendapan Senyawa Anorganik.......................................................
6
B. Kerak ....................................................................................................
7
C. Faktor Pembentuk Kerak......................................................................
8
D. Kerak CaSO4.........................................................................................
10
E. Metode Pencegahan Terbentuknya Kerak...........................................
13
F. Inhibitor Kerak....................................................................................
15
G. Gambir..................................................................................................
18
H. Kemenyan............................................................................................
23
I. Seeded dan Unseeded experiment ........................................................
28
J. Analisis Menggunakan IR, SEM, XRD, dan PSA . .............................
28
i
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 33 B. Alat dan Bahan ..................................................................................... 33 C. Prosedur Penelitian............................................................................... 34 1. Preparasi Inhibitor........................................................................... 34 2. Pengujian penggunaan campuran ekstrak gambir dan kemenyan sebagai inhibitor pembentukan kerak CaSO4 dengan metode unseeded experiment..................................................................... 36 3. Analisa Data.................................................................................... 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Ekstrak Gambir dan Kemenyan dengan Menggunakan Spektrofotometer Infra Merah (IR)...................................................... 39 B. Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaSO4 dengan Variasi Inhibitor dan Variasi Konsentrasi Larutan Pertumbuhan dengan metode unseeded experiment ............................................................................................ 42 1. Penentuan laju pertumbuhan kerak kalsium sulfat (CaSO4) dengan variasi konsentrasi inhibitor pada larutan pertumbuhan CaSO4 0,100 M .......................................................................................... 42 2. Penentuan laju pertumbuhan kerak kalsium sulfat (CaSO4) pada variasi konsentrasi larutan pertumbuhan dengan penambahan inhibitor campuran ekstrak gambir dan kemenyan (GK 5 : 9)....... 45 C. Analisis Distribusi Ukuran Partikel Kerak CaSO4 Menggunakan PSA 47 D. Analisis Permukaan Kerak CaSO4 dengan Menggunakan SEM.......... 51 E. Analisis Struktur Kerak CaSO4 dengan XRD...................................... 55 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan .............................................................................................. 60 B. Saran..................................................................................................... 61 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kandungan Kimia Gambir....................................................................
20
Tabel 2. Perbandingan Konsentrasi Campuran Ekstrak Gambir dan Kemenyan (GK)......................................................................................................
36
Tabel 3. Nilai pH dari ekstrak gambir dan kemenyan murni 250 ppm ..............
44
Tabel 4. Nilai pH dari berbagai perbandingan konsentrasi campuran GK.........
44
Tabel 5. Intensitas pola difraksi CaSO4 tanpa inhibitor (TI) dan dengan penambahan inibitor (MI) campuran GK (5 : 9). .................................
56
Tabel 6. Nilai pH dari berbagai konsentrasi larutan pertumbuhan CaSO4 .........
58
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Proses pembentukkan kristal ....................................................... 11
Gambar 2.
Skema umum mekanisme pembentukan deposit kerak air........... 12
Gambar 3.
Reaksi hidrolisis polifosfat ........................................................... 17
Gambar 4.
Tanaman Gambir (Uncaria gambir) ............................................ 19
Gambar 5.
Struktur Asam Tanat....................................... ............................ 21
Gambar 6.
Sturukur Katekin ......................................................................... 22
Gambar 7.
Struktur Kuersetin ....................................................................... 22
Gambar 8.
Tanaman kemenyan (Styrax benzoin dryand)............................. 24
Gambar 9.
Getah Kemenyan ......................................................................... 25
Gambar 10. (a) struktur asam benzoat dan (b) struktur asam sinamat............. 27 Gambar 11. Skema Bagan SEM....................................................................... 30 Gambar 12. Diagram proses fraksinasi massa dalam sedigraf......................... 32 Gambar 13. Hasil analisis IR (a) campuran ekstrak gambir dan kemenyan (GK 5 : 9), (b) ekstrak kemenyan, (c) ekstrak gambir.................. 39 Gambar 14. Pertumbuhan kerak CaSO4 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0,100 M terhadap waktu dengan penambahan inhibitor campuran GK pada perbandingan konsentrasi yang berbeda. ...................... 43 Gambar 15. Efektivitas inhibitor pada larutan pertumbuhan CaSO4 0,100 M pada perbandingan konsentrasi campuran GK yang bervariasi. ..................................................................................... 43 Gambar 16. Pertumbuhan kerak CaSO4 (a). 0,100 M; (b). 0,125 M; (c). 0,150 M dengan inhibitor campuran GK (5 : 9) ........................................ 46
iv
Gambar 17. Efektivitas inhibitor pada masing-masing larutan pertumbuhan CaSO4 dengan inhibitor campuran GK (5 : 9)............................. 47 Gambar 18. Grafik distribusi ukuran partikel kerak CaSO4 (a). 0,100 M; (b). 0,125 M; (c). 0,150 M tanpa dan dengan penambahan inhibitor campuran GK (5 : 9) pada metode unseeded experiment dalam % volume .......................................................................... 49 Gambar 19. Morfologi permukaan kristal CaSO4 pada larutan pertumbuhan 0,100 M (a) tanpa inhibitor dan (b) dengan penambahan inhibitor campuran GK (5 : 9) pada perbesaran 1000 x............................. 52 Gambar 20. Morfologi permukaan kristal CaSO4 pada larutan pertumbuhan 0,125 M (a) tanpa inhibitor dan (b) dengan penambahan inhibitor campuran GK (5 : 9) pada perbesaran 1000 x............................... 53 Gambar 21. Morfologi permukaan kristal CaSO4 pada larutan pertumbuhan 0,150 M (a) tanpa inhibitor dan (b) dengan penambahan inhibitor campuran GK (5 : 9) pada perbesaran 1000 x............................. 53 Gambar 22. Mekanisme inhibitor dalam menghambat laju pertumbuhan kristal dalam larutan pertumbuhan ......................................................... 55 Gambar 23. Grafik XRD kristal CaSO4 pada larutan pertumbuhan 0,100 M tanpa inhibitor dan dengan penambahan inhibitor campuran GK (5 : 9) ........................................................................................... 56 Gambar 24. Perubahan ekstrak gambir (a) tanpa penambahan ekstrak kemenyan dan (b) dengan penambahan ekstrak kemenyan setelah didiamkan selama 2 Minggu. ......................................................................... 59
v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembentukan kerak dapat menimbulkan masalah yang cukup serius di bidang industri, terutama industri minyak dan gas (Badr dan Yassin, 2007; Lestari, 2000). Industri minyak di Indonesia yang dikelola perusahaan pertamina harus mengeluarkan dana sebesar 6-7 juta dolar untuk mengganti pipa pada bagian geotermal setiap 10 tahun yang disebabkan oleh masalah kerak (Suharso et al., 2010). Kerak (scale) merupakan deposit dari senyawa-senyawa anorganik yang terendapkan membentuk timbunan kristal pada permukaan suatu subtansi. Kecenderungan kerak dan jenis kerak tergantung pada air dan mineral kimia yang ada dalam lingkungannya. Kerak yang sering dijumpai pada peralatan industri yaitu, kalsium karbonat, kalsium dan seng fosfat, kalsium sulfat, serta silika dan magnesium silikat (Lestari et al., 2000).
Pembentukan kerak merupakan peristiwa pengkristalan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi larutan lewat jenuh, laju alir, temperatur, dan kehadiran pengotor serta zat aditif (Lestari, 2008). Kerak dapat terbentuk karena tercapainya keadaan larutan lewat jenuh, karena dalam keadaan larutan lewat jenuh beberapa molekul akan bergabung membentuk inti kristal.
2
Penumpukan kerak dalam peralatan industri menyebabkan berkurangnya efisiensi dan diameter pipa sehingga proses aliran fluida menjadi sempit dan proses produksi terganggu. Terhambatnya aliran fluida menyebabkan suhu semakin tinggi dan tekanan semakin tinggi sehingga kemungkinan pipa akan rusak bahkan pecah (Asnawati, 2001). Kerusakan pada pipa menambah biaya produksi karena harus memperbaiki atau mengganti peralatan yang rusak. Oleh karena itu, agar biaya dan kerugian industri dapat diminimalisir maka perlu dilakukan pencegahan pembentukan kerak untuk mengurangi atau menghilangkan kerak yang terdapat pada peralatan-peralatan industri (Suharso dan Buhani, 2012).
Pembentukan kerak dapat menimbulkan kerugian maka pembentukan kerak harus dicegah supaya jangan sampai kerak tumbuh atau paling tidak pertumbuhan kerak dapat dihambat. Usaha untuk menekan pertumbuhan kerak bisa dilakukan dengan pengolahan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kerak serta dengan penambahan zat aditif. Beberapa metode untuk mencegah terbentuknya kerak pada peralatan-peralatan industri adalah pengendalian pH, pelunakan dan pembebasan mineral air padatan. Penggunaan metode asam untuk menurunkan pH larutan dengan konsentrasi tinggi terbukti kurang efektif karena dapat meningkatkan laju korosi dan konduktivitas, serta mempunyai tingkat bahaya yang cukup tinggi dalam penanganannya (Lestari, 2008). Sedangkan, penggunaan metode pelunakkan dan pembebasan mineral air dalam industri-industri besar membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Hal ini karena sebagian besar biaya ditujukan untuk menyediakan air bebas mineral.
3
Berdasarkan beberapa kelemahan tersebut, maka saat ini telah dikembangkan salah satu metode efektif yang dapat digunakan untuk mencegah atau mengontrol masalah kerak yaitu dengan menambahkan inhibitor kerak. Inhibitor kerak adalah suatu bahan kimia dengan konsentrasi yang kecil yang ditambahkan dalam suatu sistem air agar dapat menghentikan atau mencegah terbentuknya kerak. Penggunaan inhibitor ini sangat menarik, karena dengan konsentrasi yang kecil yaitu dibawah 100 ppm saja sudah dapat mencukupi untuk mencegah kerak dalam periode yang lama (Halimatuddahliana, 2003).
Saat ini, penelitian mengenai inhibitor kerak telah banyak dikembangkan oleh para peneliti untuk mendapatkan efektivitas kerja inhibitor yang baik. Dalam pemilihan jenis inhibitor kerak perlu diperhatikan beberapa hal seperti keefektifan, kestabilan, kecocokan dan biaya. Efektivitas inhibitor kerak tergantung pada kemampuan zat aditif untuk mengganggu langkah-langkah pembentukan kerak, yaitu baik dengan langkah nukleasi atau dengan pertumbuhan kristal. Sifat dari inhibitor kerak yang sangat diharapkan stabil dalam air pada temperatur yang tinggi dan waktu yang panjang.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kerak dapat dihambat pertumbuhannya dengan menggunakan inhibitor yang berasal dari tanaman yang ada di sekitar kita. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai inhibitor kerak yaitu gambir dan kemenyan yang aman bagi lingkungan jika digunakan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Suharso dan Buhani (2010), diketahui bahwa asam tanat (tanin) yang terdapat pada tanaman gambir dapat digunakan sebagai inhibitor pertumbuhan kerak dengan efektivitas inhibitor yang mencapai 60 % pada
4
konsentrasi larutan pertumbuhan 0,1 M dengan konsentrasi inhibitor 250 ppm. Sedangkan kemenyan juga telah diteliti mengandung senyawa asam benzoat dan asam sinamat yang berperan sebagai inhibitor pembentukan kerak CaSO4 dengan efektivitas inhibitor sebesar 45,60 % pada larutan pertumbuhan 0,050 M pada konsentrasi inhibitor 250 ppm (Suparwaty, 2016).
Tanaman gambir dan kemenyan dapat digunakan sebagai inhibitor kerak dengan efektivitas yang cukup besar. Penelitian sebelumnya, belum pernah diteliti bagaimana efektivitas inhibitor jika ekstrak gambir dan kemenyan dipadukan. Oleh karena itu, pada penelitian ini ekstrak gambir dan kemenyan akan dipadukan supaya dapat mengetahui efektivitas inhibitor campuran tersebut.
Pemilihan perpaduan ekstrak gambir dengan kemenyan sebagai inhibitor kerak karena gambir dan kemenyan memilik harga yang murah dan mudah diproduksi, gambir mengandung senyawa kimia asam tanat, katekin, dan kuarsetin serta kemenyan mengandung asam sinamat dan benzoat dapat digunakan untuk menghambat laju pertumbuhan kerak CaSO4 pada pipa-pipa industri. Selain itu gambir dan kemenyan merupakan green inhibitor yang ramah lingkungan.
Metode yang digunakan untuk mengetahui keefektifan suatu inhibitor secara kuantitatif dapat diketahui berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan metode unseeded experiment dan seeded experiment. Unseeded experiment merupakan salah satu metode pembentukan kristal dengan cara tanpa menambahkan bibit kristal ke dalam larutan pertumbuhan. Seeded experiment merupakan salah satu metode pembentukan kristal dengan cara menambahkan bibit kristal ke dalam larutan pertumbuhan. Penambahan bibit kristal (seeded experiment) dapat mendorong
5
terjadinya proses kristalisasi dengan lebih cepat yang mengakibatkan laju pertumbuhan inti kristal CaSO4 semakin cepat. Oleh karena itu, pada penelitian ini ekstrak gambir akan dipadukan dengan kemenyan untuk melihat efektifitas inhibitor campuran ekstrak tersebut dengan metode unseeded experiment pada pembentukan kerak kalsium sulfat (CaSO4). Pada penelitian ini akan digunakan metode unseeded experiment agar lebih mudah mengamati pertumbuhan kristal CaSO4 karena laju pertumbuhan inti kristal tidak terlalu cepat dibandingkan metode seeded experiment .
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh penambahan campuran ekstrak gambir dan kemenyan terhadap pertumbuhan kerak CaSO4 . 2. Mengetahui efektifitas campuran ekstrak gambir dan kemenyan sebagai inhibitor kerak CaSO4.
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kemampuan dari campuran ekstrak gambir dan kemenyan sebagai inhibitor kerak CaSO4 sehingga dapat dikembangkan untuk memperoleh inhibitor kerak yang lebih efektif, terutama untuk mencegah pembentukan kerak pada peralatan-peralatan industri agar dampak negatif dari pembentukan kerak tersebut dapat dikurangi.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengendapan Senyawa Anorganik
Endapan didefinisikan sebagai bentuk kristal keras yang menempel pada permukaan dimana proses penghilangannya dapat dilakukan dengan cara dibor atau didril. Endapan yang berasal dari larutan akan terbentuk karena proses penurunan kelarutan pada kenaikan temperatur operasi dan kristal padat melekat erat pada permukaan logam. Endapan yang umum ditemui di pipa minyak ada beberapa jenis, seperti kalsium karbonat (CaCO3), kalsium sulfat (CaSO4), serta barium sulfat (BaSO4) (Asnawati, 2001). Proses pengendapan senyawa-senyawa anorganik biasa terjadi pada peralatanperalatan industri yang melibatkan air garam seperti industri minyak dan gas, proses desalinasi dan ketel serta industri kimia . Hal ini disebabkan karena terdapatnya unsur-unsur anorganik pembentuk kerak seperti ion kalsium (Ca2+) dalam jumlah yang melebihi kelarutannya pada keadaan kesetimbangan. Terakumulasinya endapan-endapan dari senyawa anorganik tersebut dapat menimbulkan masalah seperti kerak (Weijnen et al., 1983; Maley, 1999)
7
B. Kerak
Kerak didefinisikan sebagai suatu deposit dari senyawa-senyawa anorganik yang terendapkan dan membentuk timbunan kristal pada permukaan suatu substansi (Kemmer, 1979). Kerak terbentuk karena tercapainya keadaan larutan lewat jenuh. Dalam keadaan larutan lewat jenuh beberapa molekul akan bergabung membentuk inti kristal. Kristal-kristal yang terbentuk mempunyai muatan ion lebih rendah dan cenderung untuk menggumpal sehingga terbentuklah kerak (Lestari, 2008; Hasson dan Semiat, 2005).
Sumber kerak juga dapat berasal dari larutan yang tidak saling bercampur secara homogen. Dua larutan dikatakan tidak saling bercampur secara homogen apabila terjadi interaksi kimia dan terbentuk endapan dari mineral-mineral apabila bercampur. Contohnya jenis air yang tidak sesuai adalah air laut dengan konsentrasi SO42- tinggi dan konsentrasi Ca2+ rendah dengan air sadah yang memiliki konsentrasi SO42- sangat rendah tetapi konsentrasi Ca2+ tinggi. Campuran keduanya menyebabkan terbentuknya endapan CaSO4 (Merdhah dan Yassin, 2007).
Komponen khas kerak yang sering dijumpai adalah sebagai berikut : 1.
Kalsium sulfat (CaSO4);
2.
Kalsium karbonat (CaCO3: turunan dari kalsium bikarbonat);
3.
Kalsium dan seng fosfat;
4.
Kalsium fosfat, sejumlah besar kalsium dan ortofosfat;
5.
Silika dengan konsentrasi tinggi;
8
6.
Besi dioksida, senyawa yang disebabkan oleh kurangnya kontrol korosi atau alami berasal dari besi yang teroksidasi;
7.
Besi fosfat, senyawa yang disebabkan karena pembentukkan lapisan film dari inhibitor fosfat;
8.
Mangan dioksida, mangan teroksidasi tingkat tinggi;
9.
Magnesium silika, silika dan magnesium pada konsentrasi tinggi dengan pH tinggi; dan
10. Magnesium karbonat, magnesium dengan konsentrasi tinggi dan pH tinggi serta CO2 tinggi (Lestari, 2008; Nunn, 1997).
C. Faktor Pembentuk Kerak
Menurut Lestari (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknyanya kerak antara lain yaitu : 1.
Kualitas Air
Pembentukan kerak dipengaruhi oleh konsentrasi komponen-komponen pembentuk kerak (kesadahan kalsium, konsentrasi fosfat), pH, konsentrasi bahan penghambat kerak dalam air, adanya zat aditif dan pengotor. 2.
Temperatur Air
Pada umumnya komponen pembentuk kerak cenderung mengendap atau menempel sebagai kerak pada temperatur tinggi. Hal ini disebabkan karena kelarutannya menurun dengan naiknya temperatur. Laju pengerakan mulai meningkat pada temperatur air 500 C atau lebih dan kadang-kadang kerak terbentuk pada temperatur air di atas 600 C.
9
3.
Laju Alir Air
Laju pembentukan kerak akan meningkat dengan turunnya laju alir sistem. Dalam kondisi tanpa pemakaian penghambat kerak, pada sistem dengan laju alir 0,6 m/detik maka laju pembentukan kerak hanya seperlima dibanding pada laju alir air 0,2 m/detik. 4.
Derajat Lewat Jenuh (Supersaturasi)
Laju pembentukan inti kristal tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Semakin tinggi derajat lewat jenuh maka semakin besar kemungkinan untuk membentuk inti baru sehingga akan semakin besar laju pembentukan inti yang mengakibatkan kerak yang terbentuk semakin besar pula. Larutan lewat jenuh (S) adalah larutan yang mengandung zat terlarut lebih besar daripada yang dibutuhkan pada sistem kesetimbangan larutan lewat jenuh. Kondisi kelarutan lewat jenuh dapat diperoleh dengan jalan pendinginan larutan pekat panas, penguapan larutan encer, kombinasi proses penguapan dan pendinginan serta dengan penambahan zat lain untuk menurunkan kelarutannya.
Dibawah ini adalah tiga prinsip pembentukan kerak (Merdhah dan Yassin, 2007) : 1. Campuran dua air garam yang tidak sesuai (umumnya air formasi mengandung banyak kation seperti ion kalsium, barium, dan stronsium, bercampur dengan ion sulfat yang banyak terdapat dalam air laut, menghasilkan kerak sulfat seperti CaSO4) Ca2+ (atau Sr2+ atau Ba2+) + SO42- CaSO4 (atau SrSO4 atau BaSO4) 2. Penurunan tekanan dan kenaikan temperatur air garam, yang akan menurunkan kelarutan garam (umumnya mineral yang paling banyak mengendap adalah kerak karbonat seperti CaCO3)
10
Ca(HCO3)2
CaCO3 + CO2 + H2O
3. Penguapan air garam, menghasilkan peningkatan konsentrasi garam melebihi batas kelarutan dan membentuk endapan garam
D. Kerak CaSO4 Kalsium adalah logam putih perak dan agak lunak yang diproduksi dengan elektrolisis garam kalsium klorida (CaCl2). Kalsium melebur pada 845o C, memiliki massa jenis 2,96 dan titik didih 1450oC. Kalsium membentuk ion kalsium (Ca2+) dalam suatu larutan. Garam dari kalsium biasanya berupa bubuk putih dan membentuk larutan yang tak berwarna kecuali jika anionnya berasal dari ion kompleks maka garamnya akan berwarna (Saito, 1996; Svehla, 1990) .
Berikut ini adalah reaksi yang menunjukkan terbentuknya kerak kalsium sulfat : CaCl2(aq) + Na2SO4(aq) → CaSO4(aq) + 2 NaCl(aq) Ca2+
+
SO42-
→
CaSO4
Nilai hasil kali kelarutan endapan kalsium sulfat pada suhu 25 dan 800 C adalah 2,3 x 10-4 dan 9 x 10-4. Kalsium membentuk kerak keras ketika berkombinasi dengan sulfat. Kerak CaSO4 kemudian dapat dihindari jika suhu operasi dipertahankan di bawah 4210 C dan dengan memberikan inhibitor kerak (Al-Sofi et al., 1994).
CaSO4 merupakan salah satu jenis kerak non alkali. Kerak ini dikenal dengan tiga bentuk yaitu anhidrat (CaSO4) stabil pada temperatur 980 C, hemihidrat (CaSO4.½H2O) stabil antara 98-1700 C dan dihidrat (CaSO4.2H2O). Semua ini terbentuk karena adanya perbedaan temperatur dan konsentrasi air laut. Pada air
11
sirkulasi dengan kesadahan kalsium tinggi, kalsium sulfat (CaSO4.2H2O) dapat terendapkan sesuai dengan temperatur air. Kelarutan CaSO4 bertambah dengan naiknya temperatur sampai 37oC, kemudian cenderung menurun pada temperatur di atas 37oC (Patel et al., 1999; Hamed et al., 1997; Amjad et al., 1987).
1.
Proses Pembentukan Kerak CaSO4
Pembentukan kerak CaSO4 merupakan proses kristalisasi. Kristalisasi adalah peristiwa pembentukan partikel-partikel zat padat dalam suatu fase homogen. Kristalisasi dari larutan dapat terjadi jika padatan terlarut dalam keadaan berlebih (di luar kesetimbangan), maka sistem akan mencapai kesetimbangan dengan cara mengkristalkan padatan terlarut.
Gambar 1. Proses pembentukkan kristal (Zeiher et al., 2003)
Kristalisasi senyawa dalam larutan langsung pada permukaan transfer panas dimana kerak terbentuk memerlukan tiga faktor simultan yaitu konsentrasi lewat jenuh (supersaturation), nukleasi (terbentuknya inti kristal) dan waktu kontak yang memadai. Pada saat terjadi penguapan, kondisi jenuh (saturation) dan kondisi lewat jenuh (supersaturation) dicapai secara simultan melalui pemekatan larutan dan penurunan daya larut setimbang saat kenaikan suhu menjadi suhu
12
penguapan. Pembentukan inti kristal terjadi saat larutan jenuh, dan sewaktu larutan melewati kondisi lewat jenuh maka terjadilah pertumbuhan kristal, ukuran kristal bertambah besar dan selanjutnya melalui gaya gravitasi kristal jatuh dan terpisah dari larutan. Mekanisme tersebut memerlukan waktu kontak antara larutan dan permukaan transfer yang memadai.
PADATAN TERSUSPENSI
MINERAL DAPAT LARUT
AIR
PELARUT
LEWAT JENUH
PENGENDAPAN DAN PEMADATAN
PERTUMBUHAN KRISTAL
Parameter yang mengontrol : waktu, suhu, tekanan, pH, faktor lingkungan, ukuran partikel, kecepatan pengadukan
KERAK
Gambar 2. Skema umum mekanisme pembentukan deposit kerak air (Salimin dan Gunandjar, 2007)
2.
Pengaruh Terbentuknya Kerak CaSO4
Endapan kerak merupakan salah satu masalah penting dan umumnya terbentuk di pipa-pipa peralatan industri. Contohnya pada sistem injeksi air yang umumnya ada di ladang minyak, banyaknya kerak akan menurunkan produksi minyak dan gas (Badr dan Yassin, 2007). Pada penelitian Halimahtuddahliana (2003) menyimpulkan bahwa pembentukan kerak pada operasi produksi minyak bumi dapat mengurangi produktivitas sumur akibat tersumbatnya pipa, pompa, dan katub.
13
Kerak yang terbentuk pada pipa-pipa peralatan industri akan memperkecil diameter dan menghambat aliran fluida pada sistem pipa tersebut. Terganggunya aliran fluida menyebabkan suhu semakin naik dan tekanan semakin tinggi sehingga kemungkinan pipa akan pecah (Asnawati, 2001). Endapan kerak yang banyak dijumpai pada peralatan-peralatan industri minyak dan gas, ketel serta industri kimia salah satunya adalah kerak CaSO4 (Mrdhah dan Yassin, 2007; Lestari 2000). Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan pembentukan kerak untuk mengurangi atau menghilangkan kerak kalsium sulfat yang terdapat pada peralatan-peralatan industri.
E. Metode Pencegahan Terbentuknya Kerak
Beberapa metode yang digunakan untuk mencegah terbentuknya kerak CaSO4 pada peralatan-peralatan industri antara lain (Lestari, 2008; Gill, 1999; Nunn, 1997). 1.
Pengendalian pH
Pengendalian pH dengan penginjeksian asam (asam sulfat atau asam klorida) telah lama diterapkan untuk mencegah pengerakan oleh garam-garam kalsium, garam logam bivalen dan garam fosfat. Kelarutan bahan pembentukan kerak biasanya meningkat pada pH yang lebih rendah. Pada pH 6,5 atau kurang, korosi pada baja karbon, tembaga dan paduan tembaga dengan cepat akan berlangsung dan pH efektif untuk mencegah pengendapan kerak hanyalah pada pH 7,0 sampai 7,5. Oleh karena itu, suatu sistem otomatis penginjeksian asam diperlukan untuk mengendalikan pH secara tepat. Lagipula, asam sulfat dan asam klorida mempunyai tingkat bahaya yang cukup tinggi dalam penanganannya. Saat ini
14
penghambatan kerak dengan hanya menginjeksikan asam semakin jarang digunakan. (Lestari et al., 2004).
Untuk mencegah terjadinya kerak pada air yang mengandung kesadahan tinggi (kira-kira 250 ppm CaCO3) perlu adanya pelunakan dengan menggunakan kapur dan soda abu (pengolahan kapur dingin). Masalah kerak tidak akan dijumpai bilamana dipakai air bebas mineral karena seluruh garam-garam terlarut dapat dihilangkan. Oleh karena itu pemakaian air bebas mineral merupakan metoda yang tepat untuk menghambat kerak di dalam suatu sistem dengan pembebanan panas tinggi dimana pengolahan konvensional dengan bahan penghambat kerak tidak berhasil (Lestari et al., 2004). Namun penggunaan air bebas mineral membutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk digunakan dalam industri skala besar sehingga dapat menurunkan efisiensi kerja.
2.
Peningkatan kondisi operasi alat penukar panas
Laju timbulnya kerak dipengaruhi oleh laju alir air, temperatur air, dan temperatur dinding luar penukar panas. Oleh karena itu, salah satu metode penghambatan kerak yang efektif adalah dengan pengendalian kondisi operasi pada dinding luar alat penukar panas. Namun, hal ini hanyalah sebagai pelengkap dan bahan penghambat kerak tetap diperlukan untuk pencegahan timbulnya kerak yang memadai.
3.
Pelunakan dan pembebasan mineral air make-up
Untuk mencegah terjadinya kerak pada air yang mengandung kesadahan air (kirakira 250 ppm CaCO3) perlu adanya pelunakan dengan menggunakan kapur dan soda abu (pengolahan kapur dingin). Masalah kerak tidak akan dijumpai bilamana
15
dipakai air bebas mineral karena seluruh garam-garam terlarut dapat dihilangkan. Oleh karena itu pemakaian air bebas mineral merupakan metode yang tepat untuk menghambat kerak di dalam suatu sistem dengan pembebanan panas tinggi dimana pengolahan konvensional dengan bahan penghambat kerak tidak berhasil (Lestari et al., 2004). Namun, ketika air dikontrol dengan cara ini maka akan membuat air tersebut menjadi lebih agresif, korosif, dan memerlukan control akhir seperti inhibitor korosi dalam sistem. Namun, penggunaan air bebas mineral membutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk digunakan dalam industri skala besar sehingga dapat menurunkan efisiensi kerja.
Selain dengan menggunakan ketiga cara yang dijelaskan di atas, pembentukan kerak juga dapat dicegah dengan menggunakan inhibitor kerak. Cara mencegah terbentuknya kerak dengan menggunakan inhibitor kerak adalah dengan menginjeksikan bahan-bahan kimia pencegah kerak (scale inhibitor) ke dalam air formasi (Asnawati, 2001).
F.
Inhibitor Kerak
Inhibitor kerak pada umumnya merupakan bahan kimia yang sengaja ditambahkan untuk mencegah atau menghentikan terbentuknya kerak bila ditambahkan dengan konsentrasi kecil ke dalam air (Halimatuddahliana, 2003). Penggunaan bahan kimia sangat menarik, karena dengan dosis yang sangat rendah dapat mencukupi untuk mencegah kerak dalam periode yang lama (Cowan et al., 1976). Prinsip kerja dari inhibitor kerak adalah pembentukan senyawa kompleks (kelat) antara inhibitor dengan unsur-unsur penyusun kerak. Senyawa kompleks yang terbentuk larut dalam air sehingga menutup kemungkinan pertumbuhan kristal yang besar
16
dan mencegah kristal kerak untuk melekat pada permukaan pipa (Patton, 1981). Biasanya, penggunaan bahan kimia tambahan untuk mencegah pembentukan kerak didukung dengan penggunaan bola-bola spons untuk membersihkan secara mekanis permukaan bagian dalam pipa.
Terdapat beberapa syarat yang harus dimiliki senyawa kimia sebagai inhibitor kerak yaitu harus : 1. Menunjukkan kestabilan termal yang cukup efektif untuk mencegah terbentuknya air sadah dari pembentukan kerak; 2. Merusak struktur kristal dari padatan tersuspensi lain yang mungkin akan terbentuk; dan 3. Memiliki tingkat keamanan yang tinggi dalam penggunaannya sehingga tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi lingkungan sekitar (AlDeffeeri, 2006).
Mekanisme kerja inhibitor kerak terbagi menjadi dua, yaitu : 1. Inhibitor kerak dapat mengadsorpsi pada permukaan kristal kerak pada saat mulai terbentuk. Inhibitor merupakan kristal yang besar yang dapat menutupi kristal yang kecil dan menghalangi pertumbuhan selanjutnya; 2. Dalam banyak hal bahan kimia dapat dengan mudah mencegah menempelnya suatu partikel-partikel pada permukaan padatan (Suharso et al., 2007).
Pada umumnya inhibitor kerak yang digunakan di ladang-ladang minyak atau pada peralatan industri dibagi menjadi dua macam yaitu inhibitor kerak anorganik dan inhibitor kerak organik. Senyawa anorganik fosfat yang umum digunakan sebagai inhibitor adalah kondesat fosfat dan dehidrat fosfat. Pada dasarnya
17
bahan-bahan kimia ini mengandung grup P-O-P dan cenderung untuk melekat pada permukaan kristal. Sedangkan inhibitor kerak organik yang biasa digunakan adalah organofosfonat, organofosfat ester dan polimer-polimer organik (Asnawati, 2001). Inhibitor kerak yang pernah digunakan yaitu polimer-polimer yang larut dalam air dan senyawa fosfonat.
Salah satu inhibitor kerak dari polimer-polimer yang larut dalam air yaitu polifosfat. Polifosfat merupakan inhibitor kerak yang murah namun keefektifannya terbatas. Keunggulan polifosfat sebagai inhibitor kerak kalsium karbonat (CaCO3) antara lain karena kemampuannya untuk menyerap pada permukaan kristal yang mikroskopik, menghambat pertumbuhan kristal pada batas konsentrasi rendah dan strukturnya yang mampu merusak padatan tersuspensi. Hal ini dapat mencegah pertumbuhan kristal lebih lanjut, atau setidaknya memperlambat proses pertumbuhan kerak. Namun, polifosfat memiliki kelemahan utama yaitu mudah terhidrolisis pada temperatur di atas 90°C menghasilkan ortofosfat. Reaksi hidrolisis polifosfat di tunjukkan pada gambar 3.
O O O H2O NaO P O P O n P ONa pH, temperatur, ONa ONa ONa dan ion lain.
(n+2)H3PO4
Gambar 3. Reaksi hidrolisis polifosfat (Gill, 1999)
Reaksi di atas adalah reaksi hidrolisis polifosfat yang merupakan fungsi dari temperatur, pH, waktu, dan adanya ion-ion lain. Ortofosfat yang dihasilkan dapat menyebabkan menurunnya kemampuan untuk menghambat pertumbuhan kerak dan menyebabkan terbentuknya kerak baru dari presipitasi kalsium fosfat (Gill,
18
1999), sehingga penggunaan polifosfat sebagai inhibitor kerak hanya efektif pada temperatur rendah. Fosfonat merupakan inhibitor yang sangat baik bila dibandingkan dengan polifosfat. Namun fosfonat masih memiliki kelemahan yaitu struktur fosfonat yang monomerik sehingga tidak efektif jika digunakan sebagai dispersing agents (Al-Deffeeri, 2006).
Penggunaan senyawa-senyawa anorganik, asam amino, polimer-polimer yang larut dalam air seperti poliaspartat, polifosfat dan senyawa-senyawa lain seperti fosfonat, karboksilat (Al-Deffeeri, 2006), dan sulfonat telah diketahui sangat efektif sebagai inhibitor endapan kalsium karbonat (CaCO3).
G. Gambir
Tanaman gambir (Ucaria gambir Roxb) tumbuh baik pada ketinggian sampai 900 m dari permukaan laut. Tumbuhan ini membutuhkan cahaya matahari penuh serta curah hujan merata sepanjang tahun. Gambir termasuk dalam famili Rubiaceae dan merupakan jenis tanaman perdu yang memiliki batang tegak dan bercabang simpodial, daunnya berjenis daun tunggal dan berbentuk lonjong, bunganya merupakan bunga majemuk berbentuk lonceng, sedangkan buahnya berbentuk bulat telur dan berwarna hitam seperti ditunjukan pada Gambar 4.
19
Gambar 4. Tanaman Gambir (Uncaria gambir) (www.jurnalasia.com., 2014)
Klasifikasi ilmiah tanaman gambir adalah sebagai berikut : Kingdom
:
Plantae
Division
:
Magnoliophyta
Class
:
Magnoliopsida
Orde
:
Gentianales
Family
:
Rubiaceae
Genus
:
Uncaria
Spesies
:
Uncaria gambir
Kegunaan gambir secara tradisional adalah sebagai pelengkap makan sirih dan obat-obatan. Secara modern gambir banyak digunakan sebagai bahan baku industri farmasi dan makanan (Nazir, 2000). Gambir antara lain digunakan sebagai zat pewarna industri tekstil, ramuan makan sirih, ramuan obat, penyamak kulit, dan ramuan cat.
Komponen utama gambir adalah katechin atau asam katekin dan asam katekin tanat (Tabel 1). Gambir juga mengandung sedikit kuersetin yaitu bahan pewarna yang memilki warna kuning (Zeijlstra, 1943). Ketiga komponen utama gambir ini merupakan senyawa flavonoid. Senyawa asam tanat atau tannin, katekin dan
20
kuersetin bersifat anti mikrobial dan anti oksidan (Hagerman, 2002). Disamping itu juga bersifat toksik (racun) dan dapat menyebabkan gangguan hormonal terhadap serangga.
Tabel 1. Kandungan Kimia Gambir No
Nama Komponen
Persentase ( % )
1.
Katekin
7-33
2.
Asam katekin tannat
20-55
3.
Pirokatekol
20-30
4.
Gambir flouresensi
1-3
5.
Katekin merah
3-5
6.
Kuersetin
2-4
7.
Minyak (campuran)
1-2
8.
Lilin
1-2
9.
Alkaloid
<1
1. Asam Tanat
Asam tanat merupakan unsur dasar dalam zat warna kimia tanaman. Asam tanat banyak terdapat dalam kayu oak, walnut, mahogany, dan gambir. Asam tanat merupakan salah satu golongan tanin terhidrolisis dan termasuk asam lemah. Rumus kimia dari asam tanat adalah C41H32O26. Pusat molekul dari asan tanat adalah glukosa, dimana gugus hidroksil dari karboksilat terestrifikasi dengan gugus asam galat. Ikatan ester dari asam tanat mudah mengalami hidrolisis dengan bantuan katalis asam, basa, enzim, dan air panas. Hidrolisis total dari asam tanat akan menghasilkan karboksilat dan asam gallat (Hagerman, 2002). Sturuktur asam tanat dapat dilihat pada gambar 5 di bawah ini :
21
Gambar 5. Struktur Asam Tanat (Hagerman, 2002)
2. Katekin
Katekin atau disebut juga flavan-3-ol merupakan senyawa flavonoid yang banyak ditemukan dalam coklat, teh hijau, gambir, dan teh hitam. Katekin merupakan senyawa antioksidan yang banyak sekali digunakan untuk bahan obat karena dapat menghambat pertumbuhan kanker, meningkatkan metabolisme, dan dapat melindungi DNA dari kerusakan. Rumus kimia dari katekin adalah C15H14O6. Katekin bersifat asam lemah (pKa1=7,72 dan pKa2=10,22), sukar larut dalam air dan sangat tidak stabil diudara terbuka. Bersifat mudah teroksidasi pada pH mendekati netral (pH 6,9) dan lebih stabil pada pH lebih rendah (2,8 dan 4,9).
Katekin juga mudah terurai oleh cahaya dengan laju reaksi lebih besar pada pH rendah (3,45) dibandingkan pH 4,9. Katekin dapat berpolimer menjadi tanin terkondensasi. Tanin terkondensasi adalah polimer dari 2-50 atau lebih unit flavonoid yang dihubungkan oleh ikatan karbon-karbon, dimana tidak rentan oleh hidrolisis. Polimer katekin banyak sekali ditemukan pada teh hitam. Struktur katekin ditunjukan pada Gambar 6.
22
Gambar 6. Strukur Katekin (Miftahudin, 2012)
3. Kuersetin
Kuersetin merupakan senyawa flavonoid yang banyak ditemukan dalan tanaman obat, apel, teh hijau, jeruk, dan beberapa sayuran hijau. Kuarsetin banyak digunakan dalam dunia medis sebagai antioksidan dan anti kanker. Kuarsetin memiliki rumus kimia C15H10O7 dengan massa molekul sebesar 302,236 g/mol, densitas sebesar 1.799 g/cm3, dan titik lelehnya 316oC.
Gambar 7. Struktur Kuersetin (Miftahudin, 2012)
23
H. Kemenyan
Kemenyan (Styrax benzoin Dryand) merupakan pohon yang terdapat di Asia Tenggara dan India Timur. Sumatera dan Jawa adalah daerah di Indonesia yang menanam kemenyan. Kemenyan ditanam dalam skala besar di Tapanuli dan Palembang (Heyne, 1950). Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan salah satu penghasil getah kemenyan di propinsi Sumatera Utara (Warastri, 2007). Pohon kemenyan terdapat di daerah pegunungan pada ketinggian 600-1000 m di atas permukaan laut. Pohon kemenyan tingginya mencapai 18 m dengan diameter 35 cm. Batangnya tegak, bulat, berkayu, percabangan simpodial dan berwarna coklat. Kemenyan berdaun majemuk, berbentuk bulat telur, tersebar, panjang 8-14 cm, lebar 2-5 cm, tepi rata, ujung meruncing, pangkal tumpul, pertulangan menyirip, hijau dan berambut. Bunga banci, aktinomorf, rangkaian berbentuk mulai dan terdapat pada ketiak daun (Tjitrosoepomo, 1994).
Getah kemenyan terdiri dari dua jenis yaitu Sumatra Benzoin dan Siam Benzoin. Sumatra Benzoin diperoleh dari Styrax benzoin Dryand dan Siam Benzoin diperoleh dari Styrax tokinensis.
Sistematika dari kemenyan menurut Hutapea, (1994) yaitu : Divisi
:
Spermatophyta
Sub Divisi
:
Angiospermae
Kelas
:
Dicotyledoneae
Ordo
:
Ebenales
Famili
:
Styracaceae
Genus
:
Styrax
Spesies
:
Styrax benzoin Dryand
24
Gambar 8. Tanaman kemenyan (Styrax benzoin dryand (www.id.m.wikipedia.org)
Kemenyan Sumatera ( S. Benzoin ) merupakan sumber komoditi yang terdapat di Sumatera Utara khususnya di Tapanuli Utara. Kemenyan terdapat pada pohon kayu jenis tertentu yang telah memadat dan merupakan mata pencaharian sebagaian penduduk yang di kenal dengan nama ”haminjon”. Selama ini kemenyan tersebut masih diberlakukan sebagai kegiatan agribisnis yaitu tanam, tumbuh, pelihara, dan panen yang selanjutnya di jual ke pasar, serta belum merupakan bahan kegiatan dalam agro industri, yaitu proses peningkatan nilai tambah dari kemenyan tersebut melalui proses kimia.
Kemenyan Sumatera ini berdasarkan laporan tentang komposisi senyawa kimianya terdiri dari asam sinamat bebas sekitar 10%, sedikit asam benzoat 2-3%, dan koniferil sinamat, koniferil benzoat bersama sinamat sekitar 70-80% (Stahl, 1985). Berdasarkan komposisi tersebut maka bila kemenyan sumatera ini diolah melalui proses kimia akan dapat menghasilkan berbagai senyawa seperti: asam sinamat, koniferil alkohol, sinamil alkohol, serta asam benzoat yang mana senyawa ini masing-masing memiliki aktivitas dengan kegunaan tersendiri.
25
Gambar 9. Getah Kemenyan (www.id.m.wikipedia.org)
Daun kemenyan mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol. Getah kemenyan mengandung asam sinamat, asam benzoat, esternya (koniferilbenzoat, koniferilsinamat, dan sinamilsinamat), Triterpenoid (berupa turunannya yaitu asam siaresinolik dan asam sumaresinolik) (Stahl, 1985). Getah kemenyan memiliki banyak manfaat baik penggunaan lokal maupun sebagai komoditi ekspor. Kemenyan berguna untuk upacara ritual, campuran rokok, bahan pengawet, ekspektoran, antiseptik, industri kosmetik, dan parfum (Stahl, 1985).
1. Asam Benzoat
Asam benzoat (C6H5COOH) telah banyak digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dalam makanan. Asam benzoat juga disebut sebagai asam fenilformat atau asam benzenkarboksilat. Kelarutan asam benzoat dalam air sangat rendah (0,18, 0,27, dan 2,2 g larut dalam 100 mL air pada 4º C, 18º C, dan 75º C. Asam benzoat termasuk asam lemah (konstanta disosiasi pada 25º C adalah 6,335 x 10-5 dan pKa 4,19), sangat larut dalam etanol dan sangat sedikit larut dalam benzena dan aseton. Asam benzoat dengan konsentrasi 50 ppm
26
merupakan aditif yang memberikan pengaruh terbesar dalam menghambat pertumbuhan kerak kalsium (Suharso et. al., 2007)
Asam benzoat terdapat secara alami dalam buah-buahan dan rempah-rempah seperti cranberies, prunes, buah plum, kayu manis, dan cengkeh yang tua atau masak. Asam benzoat juga terdapat secara alami pada produk-produk fermentasi seperti bir, dairy products, teh, dan anggur (Chipley, 2005).
Asam benzoat/ asam benzene karboksilat/ asam phenil karboksilat (C7H6O2 atau C6H5COOH) merupakan suatu senyawa kimia yang umum digunakan sebagai bahan pengawet dan secara kimia dapat dihasilkan melalui oksidasi fase cair dari toluena. Asam benzoat memiliki bentuk serbuk kristal padat, tidak berwarna, tidak berbau, sedikit terlarut di dalam air, tetapi larut dalam etanol dan sangat mudah larut dalam benzena dan aseton. Asam benzoat dalam bahan pangan selain digunakan sebagai bahan tambahan umumnya juga dapat ditemukan secara alami pada beberapa jenis tanaman baik dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk terikat. Asam benzoat dalam tanaman umum ditemukan seperti pada beberapa tanaman berry (±500 mg/kg) seperti cranberry (V. vitis idaea) dan bilberry (V.macrocarpon) dengan kandungan sebesar 300 – 1300 mg/kg buah dalam bentuk bebas. Asam benzoat (C6H5COOH) memiliki struktur kimia seperti pada Gambar 10(a). Asam benzoat (BM 122.1) dan Natrium benzoat (BM 144.1) telah banyak digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dalam makanan. Asam benzoat juga disebut sebagai asam fenilformat atau asam benzenkarboksilat.
27
2. Asam Sinamat
Asam sinamat memiliki rumus kimia C6H5CHCHCOOH atau C9H8O2, berwujud kristal putih, sedikit larut dalam air, dan mempunyai titik leleh 133°C serta titik didih 300°C. Asam sinamat memiliki struktur kimia seperti pada Gambar 10(b). Asam sinamat termasuk senyawa fenol yang dihasilkan dari lintasan asam sikimat dan reaksi berikutnya. Bahan dasarnya adalah fenilalanin dan tirosin sama seperti asam kafeat, asam p-kumarat, dan asam ferulat. Keempat senyawa tersebut penting bukan karena terdapat melimpah dalam bentuk tak terikat (bebas), melainkan karena mereka diubah menjadi beberapa turunan di samping protein. Turunannya termasuk fitoaleksin, kumarin, lignin, dan berbagai flavonoid seperti antosianin. Biosintesis atau pembentukan dari senyawa flavonoid, stilben, hidroksisinamat atau -OH seperti asam kafeat, asam ferulat, dan asam p-kumarat) dan asam fenol melibatkan jaringan kompleks dari lintasan asam sikimat, fenilpropanoid, dan flavonoid. Reaksi penting dalam pembentukan asam sinamat dan berbagai turunannya adalah pengubahan fenilalanin menjadi asam sinamat (Salisburry dan Ross, 1995).
Gambar 10. (a) struktur asam benzoat dan (b) struktur asam sinamat
28
I.
Seeded dan Unseeded experiment
Seeded experiment merupakan salah satu metode pembentukan kristal dengan cara menambahkan bibit kristal ke dalam larutan pertumbuhan. Penambahan bibit kristal (seeded experiment) dilakukan untuk mendorong terjadinya proses kristalisasi dengan lebih cepat. Adanya area permukaan bibit kristal akan mempermudah pertumbuhan kristal menjadi lebih besar. Semakin cepat terjadinya proses kristalisasi maka akan semakin cepat laju pertumbuhan inti kristal kalsium sulfat untuk membentuk kristal yang lebih besar. Unseeded experiment merupakan salah satu metode pembentukan kristal dengan cara tanpa menambahkan bibit kristal ke dalam larutan pertumbuhan. . J.
Analisis Menggunakan IR, SEM, XRD, dan PSA
Pada penelitian ini dilakukan beberapa analisis terhadap kristal CaSO4 yang terbentuk. Analisis tersebut meliputi analisis gugus fungsi terhadap ekstrak gambir dan kemenyan dengan menggunakan spektrofotometer infrared (IR), morfologi permukaan kristal CaSO4 menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan X-Ray Difraction (XRD), sedangkan analisis distribusi ukuran partikel menggunakan Particle Size Analyzer (PSA). Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa efektif campuran ekstrak senyawagambir dan kemenyan dalam menghambat pembentukan kerak CaSO4.
1. Spektrofotometer Infrared (IR)
Spektrofotometer IR adalah spektrofotometer yang menggunakan sinar IR dekat, yakni sinar yang berada pada jangkauan panjang gelombang 2,5 – 25 μm atau
29
jangkauan frekuensi 400–4000 cm-1. Sinar ini muncul akibat vibrasi atom-atom pada posisi kesetimbangan dalam molekul dan kombinasi vibrasi dengan rotasi menghasilkan spektrum vibrasi–rotasi (Khopkar, 2001)
Spektrum IR suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi vibrasi dan osilasi. Bila molekul menyerap radiasi IR, energi yang diserap akan menyebabkan kenaikan amplitude getaran atom-atom yang terikat sehingga molekul-molekul tersebut berada pada keadaan vibrasi tereksitasi (excited vibrational state); energi yang diserap ini akan dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang eksak dari adsorpsi oleh suatu tipe ikatan, tergantung pada macam vibrasi dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan menyerap radiasi IR pada panjang gelombang yang berbeda. Dengan demikian spektrofotometer IR dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul (Supratman, 2010).
2.
Instrumentasi SEM
SEM adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang dapat mengamati dan menganalisis karakteristik struktur mikro dari bahan padat yang konduktif maupun yang nonkonduktif. Sistem pencahayaan pada SEM menggunakan radiasi elektron yang mempunyai λ = 200 – 0,1 Å, daya pisah (resolusi) yang tinggi sekitar 5 nm sehingga dapat dicapai perbesaran hingga ± 100.000 kali (Gambar 6) dan menghasilkan gambar atau citra yang tampak seperti tiga dimensi karena mempunyai depth of field yang tinggi. Sehingga SEM mampu
30
menghasilkan gambar atau citra yang lebih baik dibandingkan dengan hasil mikroskop optik.
Pada prinsipnya mikroskop elektron dapat mengamati morfologi, struktur mikro, komposisi, dan distribusi unsur. Untuk menentukan komposisi unsur secara kualitatif dan kuantitatif perlu dirangkaikan satu perangkat alat EDS (Energy Dispersive X-ray Spectrometer) atau WDS (Wavelength Dispersive X-ray Spectrometer) (Handayani et al., 1996).
Gambar 11. Skema Bagan SEM (Gabriel, 1985)
3.
Instrumentasi XRD
Metode difraksi sinar-X adalah metode yang didasarkan pada difraksi radiasi elektromagnetik yang berupa sinar-X oleh suatu kristal. Sinar-X merupakan radiasi gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang gelombang yang pendek yaitu 0,5 – 2,5 Ἀ. Sinar-X dihasilkan dengan cara menembakkan suatu berkas elektron berenergi tinggi ke suatu target dan menunjukkan gejala difraksi
31
jika jatuh pada benda yang jarak antar bidangnya kira-kira sama dengan panjang gelombangnya pada suatu bidang dengan sudut θ (Cullity, 1967).
Kegunaan analisis XRD di antaranya adalah : a.
Analisis kualitatif dan penetapan semi-kuantitatif.
b.
Menentukan struktur kristal (bentuk dan ukuran) sel satuan kristal, pengindeksian bidang kristal, dan kedudukan atom dalam kristal.
c.
Untuk analisis kimia (identifikasi zat yang belum diketahui, penentuan kemurnian senyawa, dan deteksi senyawa baru).
Analisis difraksi sinar-X didasarkan pada susunan sistematik atom-atom atau ionion di dalam bidang kristal yang dapat tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk kisi kristal dengan jarak antar bidang (d) yang khas. Setiap spesies mineral mempunyai susunan atom yang berbeda-beda sehingga membentuk bidang kristal yang dapat memantulkan sinar-X dalam pola difraksi yang karakteristik. Pola difraksi inilah yang kemudian digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa.
4.
Instrumentasi Particle Size Analyzer (Sedigraf)
Particle Size Analyzer (PSA) merupakan instrumen yang digunakan untuk melakukan analisis distribusi ukuran partikel yang telah digunakan secara luas sejak tahun 1967. Instrumen ini lebih objektif jika dibandingkan dengan teknik pengukuran partikel lainnya, dapat dipercayai dan penggunaannya dapat diulangulang. PSA dideskripsikan sebagai teknik yang sempurna, dapat menganalisis dengan cepat, cocok untuk perindustrian, relatif tidak mahal, operator tidak harus
32
terlatih, dan dapat menganalisis ukuran partikel yang mengalami sedikit perubahan. Pada dasarnya PSA digunakan untuk mengamati sifat fisik, fenomena gravitasi padatan dan adsorpsi energi X-ray rendah.
Gambar 12. Diagram proses fraksinasi massa dalam sedigraf (Webb, 2002)
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2016 di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Analisis menggunakan instrumen SEM dan IR dilakukan di Laboratorium FMIPA Institut Teknologi Bandung, analisis menggunakan instrumen PSA dilakukan di PT Nanotech Herbal Indonesia, sedangkan analisis menggunakan XRD dilakukan di Laboratorium MIPA Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu spatula, waterbath (Thermoscientific AC 200/S21), botol-botol plastik, pengaduk magnetik (stirrer magnetic), oven (Heraeus 5042), gelas kimia, labu ukur, gelas ukur, corong, pipet tetes, neraca analitik (Kern and Sohn GMBH ABT 220-4M), pH meter (Metrohm827), spektrofotometer IR (Shimadzu FTIR-8400), SEM (JEOL/EO JSM-6510), PSA (DelsaTM Nano), dan XRD (Shimadzu XRD-6000).
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu CaCl2 anhidrat (Pudak Scientific), Na2SO4 (Pudak Scientific), akuades, kertas saring, gambir, dan kemenyan.
34
C. Prosedur Penelitian
1. Preparasi Inhibitor
a. Pembuatan Ekstrak Gambir
Ekstrak gambir dibuat dengan cara menghaluskan gambir padat dengan cawan hingga halus, sehingga diperoleh serbuk gambir. Sebanyak 10 gram serbuk gambir dilarutkan dalam 1 L akuades. Larutan diaduk menggunakan pengaduk magnetik selama 3 jam dengan suhu 90 oC dan kemudian larutan disaring menggunakan kertas saring. Filtrat yang diperoleh merupakan ekstrak gambir dengan konsentrasi 10.000 ppm. Untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada ekstrak gambir, ekstrak gambir dianalisis menggunakan spektrofotometer IR (Suharso et al., 2010).
b. Pembuatan Ekstrak Kemenyan
Ekstrak kemenyan dibuat dengan cara menghaluskan kemenyan padat dengan cawan hingga halus, sehingga diperoleh serbuk kemenyan. Sebanyak 10 gram serbuk kemenyan dilarutkan dalam 1 L akuades. Larutan diaduk menggunakan pengaduk magnetik selama 3 jam dengan suhu 90 oC dan kemudian larutan disaring menggunakan kertas saring. Filtrat yang diperoleh merupakan ekstrak kemenyan dengan konsentrasi 10.000 ppm. Untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada ekstrak kemenyan, ekstrak kemenyan dianalisis menggunakan spektrofotometer IR (Suharso et al., 2010).
35
c.
Pembuatan Inhibitor Campuran Ekstrak Gambir dan Kemenyan (GK)
Larutan inhibitor dibuat dengan cara mencampurkan 200 mL ekstrak gambir dengan 200 mL ekstrak kemenyan dengan perbandingan konsentrasi yang bervariasi. Perpaduan ekstrak gambir dan kemenyan (GK) diuji efektivitasnya dengan memvariasikan konsentrasi campuran ekstrak gambir dengan kemenyan dimana konsentrasi ekstrak gambir dibuat tetap. Perbandingan konsentrasi campuran GK dapat dilihat pada Tabel 2. Larutan campuran ekstrak gambir dan kemenyan diaduk menggunakan pengaduk magnetik selama 15 menit dengan suhu 90 oC dan didinginkan kemudian disimpan dalam botol gelap. Masingmasing campuran diuji efektivitasnya dalam menghambat pembentukan kerak CaSO4. Tabel 2. Perbandingan Konsentrasi Campuran Ekstrak Gambir dan Kemenyan (GK) Perbandingan Konsentrasi Campuran GK 5:1 5:3 5:5 5:7 5:9 5 : 10
Konsentrasi Ekstrak Gambir (ppm) 250 250 250 250 250 250
Konsentrasi Ekstrak Kemenyan (ppm) 50 150 250 350 450 500
Uji efektivitas inhibitor campuran GK dilakukan pada larutan pertumbuhan yang dibuat dari larutan 0,100 M CaCl2 dan larutan 0,100 M Na2SO4. Setelah didapatkan efektivitasnya, perbandingan konsentrasi campuran yang memiliki efektivitas terbesar digunakan sebagai inhibitor kerak CaSO4 pada penelitian ini.
36
2. Pengujian penggunaan campuran ekstrak gambir dan kemenyan (GK) sebagai inhibitor pembentukan kristal CaSO4 dengan metode unseeded experiment
Tahapan untuk menguji campuran ekstrak gambir dan kemenyan sebagai inhibitor dalam pembentukan kristal CaSO4 dengan metode unseeded experiment dilakukan dengan rangkaian percobaan sebagai berikut:
a.
Pengujian pembentukan kristal CaSO4 tanpa penambahan inhibitor
Larutan pertumbuhan dibuat dari larutan 0,100 M CaCl2 dan larutan 0,100 M Na2SO4 masing-masing dalam 200 mL akuades, kemudian diletakan dalam magnetik stirer dan diaduk menggunakan pengaduk magnet pada suhu 90 oC selama 15 menit. Kemudian, kedua larutan tersebut dicampurkan dan diukur pH-nya. Setelah kedua larutan tersebut dicampurkan, larutan dibagi ke dalam 8 botol plastik di mana setiap botol berisi 50 mL larutan pertumbuhan. Larutan tersebut kemudian diletakan ke dalam waterbath pada suhu 90oC. Pengamatan dilakukan selama dua jam, dan setiap lima belas menit satu botol diambil untuk ditimbang berat kristal yang terbentuk dengan cara menyaring larutan dalam botol tersebut menggunakan kertas saring, dicuci dengan akuades, dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105oC selama 3 jam.
Percobaan ini diulang dengan variasi konsentrasi larutan CaCl2 dan Na2SO4 sebesar 0,125 dan 0,150 M. Endapan yang terbentuk ditimbang, kemudian dilakukan analisis menggunakan instrumen SEM dan XRD, dan distribusi ukuran partikel dalam endapannya menggunakan PSA (Suharso et al., 2010).
37
b. Pengujian pembentukan kristal CaSO4 dengan penambahan inhibitor kerak Larutan pertumbuhan dibuat dari larutan 0,100 M CaCl2 dan larutan 0,100 M Na2SO4 dalam inhibitor campuran GK dengan konsentrasi perbandingan yang paling optimum atau memiliki efektivitas terbesar. Campuran GK ditambahkan pada masing-masing larutan hingga mencapai volume 200 mL, diletakan dalam magnetik stirer dan diaduk menggunakan pengaduk magnet pada suhu 90 oC selama 15 menit. Kemudian, kedua larutan tersebut dicampurkan dan diukur pH-nya. Setelah kedua larutan tersebut dicampurkan, larutan dibagi ke dalam 8 botol plastik di mana setiap botol berisi 50 mL larutan pertumbuhan. Larutan tersebut kemudian diletakan ke dalam waterbath pada suhu 90oC. Pengamatan dilakukan selama dua jam, dan setiap lima belas menit satu botol diambil untuk ditimbang berat kristal yang terbentuk dengan cara menyaring larutan dalam botol tersebut menggunakan kertas saring, dicuci dengan akuades, dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105oC selama 3 jam.
Percobaan ini diulang dengan variasi konsentrasi larutan CaCl2 dan Na2SO4 sebesar 0,125 dan 0,150 M. Endapan yang terbentuk ditimbang, kemudian dipilih yang paling efektif untuk dianalisis menggunakan SEM dan XRD, dan distribusi ukuran partikel dalam endapannya menggunakan PSA (Suharso et al., 2010).
3. Analisa Data
Data yang diperoleh berupa jumlah endapan terhadap waktu dengan variasi konsentrasi larutan pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor. Morfologi kerak kalsium sulfat (CaSO4) sebelum atau sesudah penambahan inhibitor dianalisis
38
menggunakan SEM. Perubahan ukuran partikel CaSO4 sebelum atau sesudah penambahan inhibitor dianalisis dengan PSA. Struktur kristal CaSO4 sebelum dan sesudah penambahan inhibitor dianalisis dengan XRD.
Untuk mengetahui efektivitas inhibitor dalam menghambat laju pembentukan endapan CaSO4 dapat menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Patel (1999) sebagai berikut : Efektivitas inhibitor (%) = 100 x
Persamaan (1)
dimana : Ca = konsentrasi CaSO4 setelah ditambahkan inhibitor saat kesetimbangan (g/L) Cb = konsentrasi CaSO4 tanpa inhibitor saat kesetimbangan (g/L) Cc = konsentrasi CaSO4 awal (g/L)
60
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1.
Senyawa campuran ekstrak gambir dan kemenyan dapat digunakan sebagai alternatif inhibitor kerak CaSO4. Hal ini terlihat dengan menurunnya pertumbuhan kerak CaSO4 setelah ditambahkan campuran ekstrak gambir dan kemenyan.
2.
Ekstrak gambir dan kemenyan pada perbandingan konsentrasi campuran 5 : 9 sebagai inhibitor pembentukan kerak CaSO4 memiliki keefektifan sebesar 28,71% pada larutan pertumbuhan 0,100 M.
3.
Hasil pengamatan dengan PSA menunjukkan perubahan distribusi ukuran partikel antara kerak CaSO4 tanpa penambahan inhibitor dan dengan penambahan inhibitor campuran ekstrak gambir dan kemenyan. Pada larutan pertumbuhan 0,100 M terjadi perubahan nilai mean dan median dari 118,8 dan 119,6 nm menjadi 83,9 dan 82,1 nm, pada larutan pertumbuhan 0,125 M dari 157,5 dan 156,0 nm menjadi 72,4 dan 67,6 nm serta pada larutan pertumbuhan 0,150 M dari 146,1 dan 139,7 nm menjadi 126,0 dan 118,0 nm.
61
4.
Hasil pengamatan dengan SEM menunjukkan perubahan yang signifikan antara kerak CaSO4 tanpa penambahan inhibitor dan dengan penambahan inhibitor campuran ekstrak gambir dan kemenyan. Morfologi kerak CaSO4 dengan penambahan inhibitor campuran ekstrak gambir dan kemenyan memiliki ukuran lebih kecil dan pendek dibandingkan dengan morfologi kerak CaSO4 tanpa penambahan inhibitor.
5.
Hasil pengamatan dengan XRD menunjukkan perubahan struktur kristal CaSO4. Analisis XRD menunjukkan penurunan intensitas pada beberapa puncak difraksi 2θ yang artinya terjadi kerusakan struktur kristal CaSO4.
6.
Campuran ekstrak gambir dan kemenyan dapat digunakan sebagai inhibitor kerak CaSO4 yang ramah lingkungan (green inhibitor).
7.
Apabila dibandingkan dengan ekstrak gambir, campuran ekstrak gambir dan kemenyan memiliki efektivitas lebih rendah. Namun bila ditinjau dari segi penyimpanan, campuran ekstrak gambir dan kemenyan dapat disimpan lebih lama dibandingkan dengan ekstrak gambir, karena kemenyan dapat memperlambat pertumbuhan jamur.
B. Saran
Untuk meningkatkan mutu penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan saran yaitu sebagai berikut: 1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kandungan ekstrak gambir dan kemenyan sehingga dapat diketahui senyawa yang berperan dalam menghambat pembentukan kerak CaSO4.
62
2.
Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut terhadap kerak CaSO4 dengan menggunakan inhibitor campuran ekstrak gambir dan kemenyan untuk mengetahui mekanisme reaksi yang terjadi dalam menghambat pembentukan kerak.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Al-Deffeeri, N. S. 2006. Heat transfer measurement as a criterion for performance evaluation of scale inhibition in MSF plants in Kuwait. Desalination. vol. 204. pp. 423-436. Al-Sofi, M. A. K., T. Hamada, Y. Tanaka, dan A. A. Saad Saad. 1994. Laboratory Testing of antiscalant Threshold Effectiveness. Presented in the Second Gulf Water Conference, Bahrain. Vol. I., pp. 66. Amjad, Z. 1987. Kinetics of crystal growth of calcium sulfate dihydrate, The influence of polymer composition, molecular weight, dan solution pH. Canadian Journal of Chemistry. Vol. 66., pp. 24. Asnawati. 2001. Pengaruh Temperatur Terhadap Reaksi Fosfonat dalam Inhibitor Kerak pada Sumur Minyak. Jurnal ILMU DASAR. Vol. 2 (I), Hal. 20-26. Brown, G. G. 1978. Unit Operation. Jhon Willey dan Sons. Tokyo.Cowan, J. C. dan D. J. Weintritt. 1976. Water-Formed Scale Deposit. Houston. Texas. Gulf Publishing Co. pp. 512-520. Chen, Xu, Han, Su and Wu. 2015. Synthesis of Modified Polyaspartic Acid and Evaluation of its Scale Inhibition and Dispersion Capacity. Desalination. Vol. 358. pp. 42-48. Chipley, J. R. 2005. Sodium Benzoate and Benzoic Acid, Di dalam. P. M. Davidson, J. N. Sofos, dan A. L. Branen (eds. ). Antimicrobials in Food 3rd ed. CRC Press Taylor & Francis Group. Boca Raton. pp. 11-35. Cowan, J. C., Weintritt, D. J. 1976. Water-Formed Scale Deposit. Houston. Texas. Gulf Publishing Co. pp. 96-104. Cullity, B. D., 1987. Element of X-Ray Difraction. Addison-Wisley. Publishing Company. Inc. New York. pp. 493-496. Dewi, D.F., dan M. Ali. 2003. Penyisihan Fosfat dengan Proses Kristalisasi dalam Reaktor Terfluidasi Menggunakan Media Pasir Silika. Jurnal Purifikasi. Vol.4. No.4. 151-156.
64
Fardiaz, S., Suliantari dan R. Dewanti. 1988. Bahan Pengajaran : Senyawa Antimikroba. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Foust, A. S. 1980. Principle of Unit Operation. Jhon Willey & Sons. New York. pp. 211-220. Gabriel, B. 1985. SEM : A User’s Manual for Material Science. American Society for Metal. pp. 40. Gill, J. S. 1999. A Novel Inhibitor For Scale Control in Water Desalination. Desalination. Vol. 124. pp. 43-50. Hagerman, A. E. 2002. Condensed Tannin Structural Chemistry. Department of Chemistry and Biochemistry, Miami University, Oxford, OH 45056. Halimahtuddahliana. 2003. Pencegahan Korosi dan Scale Pada Proses Produksi Minyak Bumi. Laporan Penelitian Universitas Sumatera Utara. Medan. Hal. 1-8. Hamed, A., Osman, M. A. Karim, Al-Sofi, M. Ghulam, Mustafa and A.G. Dalvi. 1997. The Performance of Different Antiscalants in Multi-Stage Flash Distillers. Acquired Experience Symposium. Al-Jubail. 1558-1574. Handayani, D., R. Ranova, H. Bobbi, A. Farlian, Almahdi, Arneti. 2004. Pengujian Efek Anti Feedan dari Ekstrak dan Fraksi Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb) terhadap Hama Spedoptera litura Fab. (Lepidoptera; Noctuide). Seminar Nasional Tumbuhan Tanaman Obat Indonesia XXVI. Padang. 7-8 September 2004. Hasson, D., and R. Semiat. 2005. Scale Control in Saline and Wastewater. Desalination. Israel Journal of Chemistry. Vol. 46. pp. 97-104. Heyne, K. 1950. Tumbuhan Berguna Indonesia. Vol. I-IV. Terjemahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Hal. 2121-2140. Hutapea, J. R. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid III. Departemen Kesehatan RI dan Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan. Jakarta. Hal. 368-369. Kemmer, F. N. 1979. The Nalco Water Hand Book. Nalco Chemical Co. Mc Graw Hill Book CO. New York, 20. pp. 1-19. Khopkar, S. M. 2001. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta. Hal. 194-196.
65
Lestari, D. E. 2000. Penelusuran Unsur Pembentuk Kerak pada Sistem Pendingin Sekunder Reaktor GA Siwabessy dengan Metoda Analisis Aktivasi Neutron (AAN). Prosiding Hasil Penelitian P2TRR. Hal. 115-121. Lestari, D. E., G. R. Sunaryo, Y. E. Yulianto, S. Alibasyah, dan S. B. Utomo 2004. Kimia Air Reaktor Riset G.A.Siwabessy. Makalah Penelitian P2TRR dan P2TKN BATAN. Serpong. Lestari, D. E. 2008. Kimia Air. Pelatihan Operator dan Supervisor Reaktor Riset. Pusat Pendidikan dan Pelatihan BATAN. Serpong. Hal. 95-104. Liu, Dong, Li, Hui and Ledion. 2012. Comparative Performance of Polypoxysuccinic Acid and Polyaspartic Acid on Scaling Inhibition by Static and Rapid Controlled Precipitation Methods. Desalination. Vol. 304. pp 1-10. Maley, M. 1999. Inhibition of Calcite Nucleation and Growth Using Phoshonate. Thesis Curtin University of Technology Western Australia. Australia. pp. 43. Martinod, A. C. 2008. An Integrated Study of CaCO3 Formation and Inhibition. Submitted in accordance with the requirement for the degree of Doctor of Philosophy. The University of Leeds School of Mechanical Engineering. Merdhah, A. B. B. and Yassin, A. A. M., 2007. Barium Sulfate Scale Formation in Oil Reservoir During Water Injection at High-Barium Formation Water. Journal of A Hallied Sciences. 7 (17), pp. 2393-2403. Miftahudin. 2012. Efek Penambahan Senyawa Ekstrak Daun Belimbing Wuluh dan NALCO 72990 sebagai Inhibitor Kerak Kalsium Sulfat (CaSO4) (Skripsi Tidak Diterbitkan). Lampung : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung. Nazir, M. 2000. Gambir : Budidaya, Pengolahan dan Prospek Diversifikasinya. Yayasan Hutanku, Padang . Nunn, R. G. 1997. Water Treatment Essentials for Boiler Plant Operation. Mc Graw Hill. New York. pp. 200-205. Patel, S., Finan, M. A. 1999. New antifoulants for deposit control in MSF and MED plants. Elsevier Science B. V. Desalination 124. pp. 63-74. Patton, C. 1981. Oilfield Water System. 2 ed. Cambeel Petroleum Series. Oklahoma. pp. 49-79.
66
Purnawan, C., Wibowo, A. H., dan Samiyatun. 2012. Kajian Ikatan Hidrogen Dan Kristalinitas Kitosan Dalam Proses Adsorbsi Ion Logam Perak (Ag). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Prananto, Y. P. 2009. Synthesis and Structure of Metal Complexes and Coordination Polymers of 3-Pyrazol-1-yl Based Ligands. MSc Thesis. Monash University Australia. Saito, T. 1996. Buku Teks Kimia Anorganik Online. Alih Bahasa oleh Ismunandar. Diakses melalui www.google.com pada tanggal 27 Januari 2009 pukul 15.00 WIB. Salimin, Z., dan Gunandjar. 2007. Penggunaan EDTA sebagai Pencegah Timbulnya Kerak pada Evaporasi Limbah Radioaktif Cair. Prosiding PPI – PDIPTN. Pustek Akselerator dan Proses Bahan – BATAN. Yogyakarta. Salisburry dan Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan Terjemahan. Jilid III. Penerbit ITB Bandung. Hal. 312-313. Sastrohamidjojo, H. 1991. Spektroskopi. Liberty Yogyakarta, Yogyakarta. Senthilmurugan, B., Ghosh, B., Kundhu, S.S., Haroun, M., Kameshwari, B. 2010. Maleic Acid based Scale Inhibitors for Calcium Sulphate Scale Inhibition in high Temperature Application. Journal of Petroleum Science and Engineering. Vol. 75. pp 189-198. Sikiric´, M.D. and H.F. Milhofer. 2006. The Influence of Surface Active Molecules on the Crystallization of Biominerals in Solution. Advances in Colloid and Interface Science. 128-130: 135–158. Sitompul, V. 2012. Spektrofotometri Infra Merah Diakses melalui http : //vsitompul.blogspot.com/2012/04 pada tanggal 14 Juli 2015 Pukul 08.48 WIB. Stahl, E., 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. ITB Bandung. Hal. 3-17. 200-205. Suharso. 2007. Effect of Sodium Dodecylbenzenesulfonic Acid (SDBS) on the Growth Rate and Morphology of Borax Crystal. Indonesian Journal of Chemistry. 7 (1): 5 – 9. Suharso. 2004. Effect of Sodium Lauryl Sulphate (SLS) on Growth Rate and Morphology of Borax Crystals. Jurnal Sains & Teknologi. 10(3): 165172. Suharso, Buhani, and L. Aprilia. 2014. Influence of Calix[4]arene Derived Compound on Calcium Sulphate Scale Formation. Asian Journal of Chemistry. 26(18): 6155-6158.
67
Suharso, Buhani, S. Bahri, and T. Endaryanto. 2010. The Use of Gambier Extracts from West Sumatra as a Green Inhibitor of Calcium Sulfate (CaSO4) Scale Formation. Asian Journal Research Chemistry. Vol. 3(1). pp. 183-187. Suharso, Buhani, and Tati Suhartati. 2009. Peranan C-Metil-4,10,16,22Tetrametoksi Caliks[4]Arena Sebagai Inhibitor Pembentukan Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3). Indo. J. Chem., 9 (2). Hal. 206-210. Suharso dan Buhani. 2012. Penanggulangan Kerak. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Lampung. Hal. 21-97. Suparwaty. 2016. Pengaruh Penggunaan Kemenyan (Styrax Benzoin Dryand) sebagai Inhibitor Pembentukan Kerak Kalsium Sulfat (CaSO4) (Tesis Tidak Diterbitkan). Lampung : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung. Supratman, U. 2010. Eqiulibrium Penentuan Senyawa Organik. Padjajaran Bandung. Hal. 102-108. Suryana, A., Ngadiwiyana, dan Ismiyarta. 2008. Sintesis Metil Sinamat dari Sinamaldehida dan Uji Aktivitas Sebagai Bahan Aktif Tabir Surya. Kimia Organik-Jurusan Kimia Universitas Diponegoro. Semarang. Hal. 6. Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Alih Bahasa oleh L. Setiono dan A. H. Pudjaatmaka. PT Kalman Media Pustaka. Jakarta. Hal. 415-420. Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. Cetakan I. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 217-222. Ulfa, R. 2010. Studi Penggunaan Senyawa Ekstrak Gambir dan TDMACMKR sebagai Inhibitor Pembentukan Kerak Kalsium Sulfat (CaSO4) dengan Metode Unseeded (Skripsi Tidak Diterbitkan). Lampung : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung. Warastri, A. W. 2007. Kemenyan, getah magis yang dulu Senilai Emas. Kompas, 13 April 2007. Hal 5. Webb, P. A. 2002. Interpretation of Particle Size Reported by Different Analytical Technique Diakses melalui www.micromeristics.com pada tanggal 4 Maret 2016 Pukul 10.00 WIB. Weijnen, M. P. C., W. G. J. Marchee dan G. M. Van Rosmalen. 1983. A Quantification of The Effectiveness of an Inhibitor on The Growth Process of a Scalant. Desalination. Vol. 47. pp. 81-92.
68
Zeiher, E.H.K., Bosco H, and Williams K. D. 2003. Novel Antiscalant Dosing Control. Elsevier Science B.V. Desalination 157. 209-216. Zeijlstra, F. Z. N. 1943. Sirih, Pinang dan Gambir. Dalam C. J.J. Van Hall en C. Van de Koppel (Eds). Landbouw in Indische Archipel, W. Van Hoeve’s, Gravenhage.