perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH PENERAPAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KUALITAS LABA DENGAN MODERASI KOMPETENSI KOMISARIS INDEPENDEN
TESIS Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh: ERNIYAWATI MUSTAQOMAH NIM: S4309006
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN
Terucap syukur pada kecintaan abadi, Allah SWT, karena uluran Rahman dan RahimNYA, aku berhasil mengakhiri perjalanan panjangku dengan baik. Suamiku terkasih, Mas Bayu, terima kasih atas restumu, karya ini adalah buah dukungan dan tengadah tanganmu di sepertiga malam yang sangat dingin. My heroes, Afin dan Fay, terima kasih nak pengertiannya, untuk waktu dimana tiada bunda mengiringi waktu kalian. Karya ini tercipta karena senyuman dan pengorbanan kalian. Orang tua- orang tua kami, karya ini adalah hasil tengadah tangan beliau pada setiap tahajjud. Pembimbingku, karya ini adalah buah kesabaran, ketelitian, kritikan, masukan, dan setiap menit waktu yang beliau luangkan tuk membimbingku menemukan jalan yang benar. Terima kasih …. Matur nuwun terutama untuk support di keputusasaanku. Anak-anakku di kampus… karena kalian aku dapat kesempatan ini.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Motto
v Kebahagiaan adalah salah satunya yang akan bertambah jika orang mau membaginya. v Hari ini Anda adalah orang yang sama dengan Anda di lima
tahun mendatang, kecuali dua hal : orang-orang di sekeliling Anda dan buku-buku yang Anda baca. - Charles "tremendeous" Jones v Ketahuilah, apapun yang menjadikanmu tergetar, itulah
Yang Terbaik untukmu ! Dan karena itulah, Qalbu seorang pecinta-Nya lebih besar daripada Singgasana-Nya. Jalaludin Rumi v Sesungguhnya
seseorang bisa disebut mandiri bukan lantaran ia sudah tidak lagi meminta, tapi lebih karena ia sudah bisa memberi harapan akan kembali diberi.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat, karunia dan hidayahNya peneliti dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Tesis dengan judul “ Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Kualitas Laba dengan Moderator Kompetensi Komisaris Independen” ini disusun untuk memenuhi syarat guna mencapai derajat magister sains program studi Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan Tesis ini bukan hasil dari jerih payah sendiri, akan tetapi banyak pihak yang telah membantu kelancarannya. Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga selesainya Tesis ini. Dengan kerendahan hati, peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang telah berkenan memberikan
bantuan
kepada peneliti
berupa Beasiswa BPPS
dalam
menyelesaikan studi di program studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. dr. H.M. Syamsulhadi, Sp.KJ (K), selaku Rektor Universitas Sebelas Maret. 3. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.d., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 4. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Dr. Bandi, M.Si, Ak., selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret . 6. Ibu Dra. Y. Anni Aryani, M.Prof.Acc.,Ph.D.,Ak., selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikiran, serta memotivasi peneliti dalam penyusunan tesis. 7. Drs. Subekti Djamaluddin, M.si.,Ak., selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu dan segala kemudahan serta kesabaran mengarahkan dalam penyusunan tesis. 8. Bapak Ibu dosen beserta Staf di Program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan bimbingan keilmuan, khususnya dalam ilmu Akuntansi. 9. Direktur Politeknik Pratama Mulia yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi ini.
Surakarta, April 2011 Peneliti
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….. i HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………………... ii HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………....... iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ……………………………………. iv HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………………. v HALAMAN MOTTO ……………………………………………………………. vi KATA PENGANTAR …………………………………………………………… vii DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. viii DAFTAR TABEL ……………………………………………………………….. xi DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….. xv DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… ….xvii ABSTRAK ………………………………………………………………………. xix BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………….. 1 A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………… 1 B. Perumusan Masalah …………………………………………………..
8
commit to user C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………..
9
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian …………………………………………………
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS ……........... 11 A. Tinjauan Literatur dan Review Penelitian Sebelumnya ……………… 11 A. 1 Tinjauan Literatur ………………………………………………..11 A.1.1 Teori keagenan dan masalah keagenan ………………........ 11 A.1.2 Corporate Governance ……………………………………. 13 A.1.3 Kualitas Laba ……………………………………………... 19 A.1. 4 Manajemen Laba ………………………………………...... 24 A.1. 5 Hubungan Kualitas Laba dengan Mekanisme Pengawasan ………………………………………………. 29 A.2 Review Penelitian Sebelumnya …………………………………. 31 B. Perumusan Hipotesis …………………………………………………. 38 B.1 Kerangka Konseptual ……………………………………………. 38 B.2 Perumusan Hipotesis …………………………………………….. 39 B.2.1 Komisaris Independen …………………………………….. 39 B.2.2 Pengalaman Komisaris …………………………………….. 41 B.2.3 Ukuran Komisaris ………………………………………….. 42 commit to user B.2.4 Kompetensi Komisaris Independen ………………………... 43 x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN ………………………………………………. 44 A. Metode Penelitian …………………………………………………... 44 B. Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data ………………………… 44 C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ……………………. 46 C.1 Kualitas Laba ……………………………………………………46 C.2 Komisaris Independen …………………………………………..47 C.3 Pengalaman Komisaris …………………………………………..48 C.4 Ukuran Dewan Komisaris ……………………………………….48 C.5 Kompetensi Komisaris Independen ……………………………. 48 D. Analisa Data …………………………………………………………48 D.1 Uji Asumsi Klasik ……………………………………………….48 D.1.1 Uji Normalitas ……………………………………………..49 D.1.2 Uji Multikolinearitas ……………………………………... 49 D.1.3 Uji Autokorelasi ……………………………………………49 D.1.4 Uji Heterokedastisitas …………………………………….. 50 D.2 Uji Hipotesis …………………………………………………… 51 BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ……………………………. .52 commit to user A. StatistikDeskriptif ……………………………………………………52 xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. HasilUji Asumsi Klasik ……………………………………………...55 C. HasilPengujian Hipotesis …………………………………………….57 D. Pembahasan ………………………………………………………… 60 BAB V PENUTUP ………………………………………………………………. 66 A.
Kesimpulan ………………………………………………………..66
B. Keterbatasan ……………………………………………………….67 C.
Saran …………………………………………………………….68
D. Implikasi …………………………………………………………...68 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………..70 DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………....79
DAFTAR TABEL commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Tabel 1 Perkembangan Teori keagenan dan Implikasinya terhadap corporate governance……………………………………………………………………..14 2. Tabel 2 PengambilanKeputusanDurbinWatsonTest
………………
50
3. Tabel 3 Jumlah sampel Penelitian
………………
52
4. Tabel 4 Klasifikasi sampel berdasarkan karakteristik industri……………… 53 5. Tabel 5 Deskripsi Statistik
………………
53
6. Tabel 6 Uji Normalitas Data
………………
55
7. Tabel 7 Hasil Uji Multikolinearitas
………………
56
8. Tabel 8 Uji Autokorelasi
………………
57
9. Tabel 9 Uji Heterokedastisitas
………………
57
10. Tabel 10 Pengujian kelayakan model regresi
………………
58
11. Tabel 11 Hasil uji signifikansi parsial
………………
59
DAFTAR GAMBAR commit to user 1. Gambar 1 Kerangka Konseptual …………………………………………. xiii
39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN commit to user 1. Daftar perusahaan sampel ……………………………………………………..79 xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Data GCG dan Discretionary accruals ……………………………………......81 3. Perhitungan statistik dengan SPSS 17 ………………………………………...85
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Pengaruh Penerapan Mekanisme Corporate Governance terhadap Kualitas laba dengan Moderasi Kompetensi Komisaris Independen Erniyawati Mustaqomah NIM S.4309006 Penelitian ini menguji pengaruh penerapan mekanisme corporate governance dari sisi karakteristik dewan komisaris, yaitu komisaris independen, pengalaman komisaris dan ukuran komisaris terhadap kualitas laba. Penelitian ini juga melakukan pengujian efek moderasi kompetensi komisaris independen terhadap hubungan komisaris independen dengan kualitas laba. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Dengan menggunakan 120 perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia sebagai sampel, penelitian berhasil mendapatkan bukti pengaruh yang signifikan keberadaan komisaris independen dan kompetensi di bidang akuntansi dan keuangan terhadap kualitas laba yang ditinjau dari nilai discretionary accruals. Proporsi komisaris independen dan kompetensi akuntansi atau keuangan yang semakin besar terbukti mampu menurunkan nilai discretionary accruals. Jika dihubungkan dengan manajemen laba, jumlah komisaris independen yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah komisaris non independen terbukti mampu membatasi praktek manipulasi accruals, terutama dalam bentuk manajemen laba. Dengan menurunnya praktek manajemen laba, maka kualitas labanya meningkat. Penelitian ini juga memberikan bukti adanya moderasi kompetensi komisaris independen terhadap hubungan antara komisaris independen dan kualitas laba. Namun begitu, penelitian ini tidak berhasil menemukan bukti adanya pengaruh yang signifikan antara variabel pengalaman maupun ukuran dewan komisaris terhadap kualitas laba.
Kata kunci: Kualitas laba, Manajemen laba, Corporate governance.
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT The Effect of Implementation of Corporate Governance Mechanism on Earnings Quality with Boards of Commissioner’s Competence as Moderating Variable Erniyawati Mustaqomah S4309006 This paper examines the effect of corporate governance mechanism namely the role of boards of commissioner and earnings quality. It focus on three importance characteristics of boards of commissioner effectiveness which are boards independence, boards expert, boards size. Purposive sampling are being used to identify the correct samples. Using data from 120 of manufacture, construction, mining, transportation service, telecommunication and wholesale companies, this study find a positive significant association between boards independence and earnings quality measured by the discretionary accruals model. This study also find that association between boards independen and earnings quality has been moderated by boards independence competency. No evidence of association is found between boards expertise and boards size on earnings quality.
Key words: Earnings quality, Earnings Management, Corporate governance
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Informasi keuangan yang berkualitas merupakan informasi yang sangat penting bagi pengambilan keputusan bisnis dan investasi. Menurut IAI (2009) yang dinyatakan dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan SAK tahun 2009 paragraf 12, tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi keputusankeputusan ekonomi. Bagi pihak eksternal, laporan keuangan yang dipublikasikan merupakan sumber informasi utama yang digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan bisnis. Salah satu komponen penting dalam laporan keuangan perusahaan yang menarik perhatian pihak eksternal perusahaan adalah laba. Hal ini dikarenakan laba mempunyai nilai prediktif, sehingga berbagai keputusan bisnis mendasarkan pada komponen tersebut (FASB, 1980) yang dinyatakan dalam conceptual framework SFAC nomer 3. Informasi laba juga berguna untuk menilai perubahan potensi sumberdaya ekonomis perusahaan yang kemungkinan dapat dikendalikan di masa depan, penilaian arus kas, dan penilaian keefektifan pengelolaan sumber daya perusahaan oleh manajemen (Boediono, 2005). Peningkatan laba merupakan sinyal baik bagi para investor karena terdapat kemungkinan penambahan kemakmuran dalam bentuk deviden. commit to user
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Mengingat pentingnya kedudukan laba sebagai salah satu sumber pengambilan keputusan bisnis, laba yang dilaporkan perusahaan harus mempunyai kualitas yang baik. Menurut FASB (1980) dalam conceptual framework SFAC nomer 2, laba yang berkualitas adalah laba yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan bisnis, yaitu yang memiliki karakteristik relevansi, reliabilitas, dan konsistensi.
Informasi laba dikatakan relevan apabila informasi tersebut dapat mempengaruhi ekspektasi atau mengubah
pengambilan keputusan para
pemakainya (Paluruan dan Siregar, 2007). Laba yang berkualitas tinggi dipercaya dapat menyampaikan informasi laba perusahaan yang fundamental (Dechow et al., 2009). Pengukuran kualitas laba merupakan
sesuatu hal yang sangat multi
dimensi (Teets, 2002; Wysocki, 2008). Artinya, kualitas laba dapat dilihat dari aspek manfaatnya bagi pengambilan keputusan bisnis para pengguna laporan keuangan maupun dari core earnings (Schipper dan Vincent, 2003). Dalam kontek riset akuntansi, pengukuran kualitas laba dititikberatkan pada manfaatnya bagi pengambilan keputusan bisnis oleh para pemakai laporan keuangan (Dechow et al., 2009). Dari sisi dimensi ini, kualitas laba dapat dilihat berdasarkan nilai accruals. Menurut model accruals, laba terdiri dari aliran kas dari aktivitas operasi dan total accruals (Han An dan Naughton, 2009). Akuntansi accruals digunakan untuk mengakui pendapatan dan beban pada saat terjadinya suatu transaksi keuangan dan bukan saat terjadi penerimaan atau pengeluaran kas sehingga membuat informasi akuntansi, terutama informasi commit to userbisnis (Sulistyanto, 2008). laba lebih relevan bagi pengambilan keputusan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Namun begitu, accruals dapat menjadi kurang relevan karena adanya perilaku oportunistik manajemen dalam bentuk manipulasi accruals (Schipper dan Vincent, 2003; Sulistyanto, 2008; Dechow et al., 2009). Manipulasi accruals dilakukan pihak manajemen perusahaan pada saat proses penyusunan laporan keuangan. Oleh karena itu diperlukan sebuah sistem pengawasan dan pengendalian untuk membatasi perilaku oportunistik manajemen dalam bentuk manipulasi accruals yang dapat menyesatkan pengguna laporan keuangan, terutama pihak investor dan kreditur.
Corporate governance adalah salah satu mekanisme pengawasan yang dapat diterapkan perusahaan untuk mengendalikan tindakan oportunistik manajemen yang menyebabkan penurunan kualitas laporan keuangan (Wang, 2006; Dechow et al, 2009; Hashim, 2009; Ismail et al., 2010). Corporate governance sangat erat kaitannya dengan Teori Keagenan Jensen dan Meckling (1976) yang mengatur hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan perusahaan, terutama bagi perusahaan yang terpisah antara pemilik dan pengelolanya (Husnan, 2001). Menurut Sulistyanto (2008), corporate governance adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan agar tercipta nilai tambah bagi semua stakeholders perusahaan. Dalam hubungannya dengan manajemen laba, corporate governance merupakan pengawas sistem penyusunan laporan keuangan yang membatasi kesempatan atau kemampuan seorang manajer dalam mengelola laba (Fayoumi et al., 2010). Dewan komisaris merupakan mekanisme utama dalam corporate commit to user governance yang mempunyai peran mengawasi proses penyusunan laporan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
keuangan perusahaan dari tindakan manajemen accruals sehingga laporan keuangan perusahaan tidak menyesatkan para penggunanya (Hasim dan Devi, 2008; Hasim, 2009). Peran dewan komisaris yang efektif diharapkan dapat mengurangi perilaku manajemen perusahaan yang berhubungan dengan tindakan-tindakan perekayasaan laporan keuangan untuk menyesatkan para pengguna karena beberapa motivasi pribadi, misalnya motivasi bonus based earnings atau untuk menyembunyikan adanya penurunan laba dalam periode tertentu (Fayoumi et al., 2010). Ada beberapa faktor internal dari diri dewan komisaris yang berpengaruh terhadap keefektifan peran pengawasan yang dijalankannya. Faktor-faktor tersebut misalnya keberadaan komisaris independen, pengalaman dan ukuran atau jumlah komisaris yang dimiliki perusahaan (Johari et al., 2008; Hasim dan Devi, 2008; Hasim, 2009; Ismail et al., 2010). Penjelasan
di
atas
menegaskan
bahwa
corporate
governance
mempengaruhi kualitas laba melalui mekanisme pengawasan pada proses penyusunan laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan (Cohen et al., 2004). Komisaris independen yang mengetahui aturan, standar maupun proses penyusunan laporan keuangan diharapkan memberikan pengaruh positif terhadap terciptanya informasi keuangan yang berkualitas, khususnya laba. Penelitian empiris telah memberikan bukti adanya pengaruh mekanisme corporate governance terhadap kualitas laba dan manajemen laba yang ditinjau commit et to al., user1996; Chtorou et al., 2001; Klein, dari accruals (Beasley, 1996; Dechow
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
2002; Ebrahim, 2007; Jaggi et al., 2007; Johari et al, 2008;). Penelitian empiris mengenai pengaruh corporate governance terhadap kualitas laba tidak dapat dipisahkan dari manajemen laba. Manajemen laba merupakan salah satu bentuk perilaku oportunistik manajemen dalam memanipulasi accruals yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas laba. Namun demikian, hasil-hasil penelitian empiris tersebut masih sangat bervariasi dan bertolak belakang. Beberapa peneliti menemukan bukti adanya hubungan negatif keberadaan komisaris independen dengan tindakan manajemen laba oleh pihak manajemen (Dechow et al., 1996; Klein, 2002; Xie et al., 2003; Ebrahim, 2007; Mashayekhi, 2008). Bukti penelitian empiris tersebut di atas memberikan arti bahwa keberadaan komisaris independen dapat membatasi praktik manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen, sehingga kualitas labanya meningkat. Namun beberapa peneliti yang lain memberikan bukti yang bertolak belakang, yaitu komisaris independen tidak berhubungan signifikan dengan manajemen laba (Park dan Shin, 2004; Boediono, 2005; Siregar dan Utama, 2008; Sriwedari, 2009; Sefiana, 2010; Fitriannasari, 2010; Ismail et al., 2010). Pengalaman merupakan salah satu faktor internal pada diri komisaris independen yang mampu meningkatkan keefektifan fungsi pengawasan yang dilakukannya. Pengalaman merujuk pada pengalaman yang dimiliki oleh seorang komisaris independen pada posisi sama, di suatu perusahaan. Pengalaman memungkinkan seorang komisaris independen untuk mengetahui dan memahami kegiatan operasional beserta jajaran manajemen yang mengelola perusahaan (Bedard et al, 2004).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Penelitian Beasley (1996) menemukan adanya hubungan negatif signifikan antara lamanya jabatan seorang anggota dewan komisaris dengan kemungkinan terjadinya penipuan pelaporan keuangan. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan kemampuan yang dimiliki dewan komisaris independen dalam melakukan pengawasan terhadap tindakan manajemen perusahaan seiring dengan meningkatnya umur jabatannya. Akan tetapi hasil penelitian Peasnell et al. (1999) dan Xie et al. (2003) menemukan bukti bahwa lamanya jabatan komisaris independen pada perusahaan yang sama akan menurunkan keefektifan proses pengawasan yang dijalankannya.
Jabatan yang terlalu lama menyebabkan hubungan personal yang terjalin antara komisaris independen dengan direktur perusahaan sebagai badan yang menjadi obyek pengawasan menjadi dekat sehingga mempengaruhi sifat independensi. Untuk perusahaan di Indonesia, penelitian banyak difokuskan pada ukuran dan independensi yang dimiliki oleh seorang komisaris (Midiastuty dan Macfoedz, 2003; Rachmawati dan Triatmoko, 2007; Siregar dan Utama, 2008; Fitriannasari, 2010) dan belum diperluas pada permasalahan umur jabatan komisaris maupun kompetensi yang dimiliki oleh komisaris independen. Ukuran atau jumlah anggota dewan komisaris yang dimiliki oleh suatu perusahaan juga dapat mempengaruhi kualitas laba. Hasil penelitian empiris menunjukkan bahwa jumlah dewan komisaris yang besar berhubungan positif signifikan dengan kualitas laba (Zahra dan Pierce II, 1989; Ismail et al., 2010). Namun ada beberapa penelitiancommit empiris lain yang menemukan bukti jumlah to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
dewan komisaris yang kecil berhubungan negatif dengan manajemen laba sehingga berdampak pada peningkatan kualitas laba (Dechow et al., 1996). Alasannya adalah dengan ukuran yang kecil, proses komunikasi dan koordinasi di antara para anggota dewan komisaris tersebut dapat berjalan dengan efektif dan berkualitas sehingga berdampak signifikan terhadap kinerjanya. Hal ini konsisten dengan pernyataan Sarkar et al. (2006) bahwa keefektifan komunikasi dan koordinasi yang diukur dari banyaknya pertemuan yang dilakukan oleh para anggota dewan komisaris memberikan dampak penurunan manajemen laba. Mashayekhi (2008) memberikan bukti hubungan yang tidak signifikan antara jumlah pertemuan yang diselenggarakan dewan komisaris dengan aktivititas manajemen laba. Perbedaan hasil-hasil penelitian empiris mengenai pengaruh mekanisme corporate governance terhadap kualitas laba secara langsung maupun melalui manajemen laba yang bervariasi dan bertolak belakang seperti telah diuraikan di atas memberikan sebuah tanda bahwa terdapat faktor lain yang mempengaruhi keefektifan peran pengawasan oleh dewan komisaris. Kompetensi merupakan karakteristik penunjang lain yang sangat berpengaruh terhadap keefektifan proses pengawasan yang dilakukan komisaris independen.
Kompetensi pada uraian di atas merujuk pada keahlian yang
dimiliki komisaris independen di bidang akuntansi atau keuangan. Beberapa peneliti menemukan bukti adanya penurunan praktik manipulasi laba pada perusahaan yang mempunyai dewan komisaris dengan keahlian di bidang commit to user2005; Xie et al., 2003). akuntansi dan keuangan (Agrawal dan Chada,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Hasim (2009) menemukan hubungan signifikan antara keahlian dewan komisaris di bidang governance, akuntansi dan keuangan dengan kualitas laba. Oleh karena itu, merujuk pada hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai kompetensi komisaris independen (Agrawal dan Chada, 2005; Xie et al., 2003; Hasim, 2009), maka penelitian ini melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya dengan menambahkan kompetensi komisaris independen sebagai variabel pemoderasi.
Kompetensi diharapkan dapat berpengaruh terhadap hubungan antara komisaris independen dan faktor pengalamannya dengan kualitas laba melalui meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi praktik-praktik manipulasi yang dilakukan manajemen, terutama pada saat proses penyusunan laporan keuangan (Chtorou et al., 2001; Johari et al., 2008) sehingga dapat membatasi keinginan manajemen untuk melakukan manipulasi accruals. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih comprehensive mengenai pengaruh antara corporate governance dan kualitas laba. B.
PERUMUSAN MASALAH
Dari hasil-hasil penelitian empiris mengenai penerapan mekanisme corporate governance seperti yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan belum mencapai satu kesepakatan hasil penelitian. Jika ditinjau lebih jauh, khususnya terhadap penelitian yang dilakukan di Indonesia, terdapat satu permasalahan penelitian yaitu menguji pengaruh penerapan mekanisme corporate governance terhadap kualitas laba secara individual tanpa mempertimbangkan penggunaan variabel pemoderasi.commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Dengan adanya penambahan variabel pemoderasi, faktor lain yang berdampak pada pengaruh masing-masing mekanisme corporate governance terhadap kualitas laba tersebut dapat dijelaskan dengan lebih mendetail serta jelas dan kemungkinan dapat memperkecil gab hasil penelitian yang ada dengan memberikan bukti penelitian yang lebih comprehensive. Penelitian ini menguji pengaruh salah satu mekanisme corporate governance yaitu karakteristik dewan komisaris yang ditinjau dari aspek independensi, pengalaman, dan jumlah dewan komisaris dengan penambahan variabel pemoderasi kompetensi komisaris independen. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh komisaris independen secara langsung maupun dimoderasi oleh adanya kompetensi terhadap kualitas laba perusahaan? 2. Bagaimana pengaruh pengalaman yang dimiliki komisaris perusahaan terhadap kualitas laba? 3. Bagaimana pengaruh ukuran dewan komisaris yang dimiliki perusahan terhadap kualitas laba perusahaan? C.
TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dapat diuraiakan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaruh komisaris independen baik langsung maupun dimoderasi oleh kompetensi terhadap kualitas laba. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
2. Untuk mengetahui pengaruh pengalaman komisaris independen terhadap kualitas laba. 3. Untuk mengetahui pengaruh ukuran dewan komisaris yang dimiliki perusahaan terhadap kualitas laba. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi yang melengkapi penelitian sebelumnya mengenai pengaruh mekanisme corporate governance yaitu dewan komisaris yang ditinjau dari faktor independensi, pengalaman dan ukuran atau jumlah anggota dewan komisaris dalam sebuah perusahaan terhadap kualitas laba yang dilaporkan perusahaan. 2. Bukti-bukti yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi perusahaan maupun pemerintah dalam merumuskan mekanisme good corporate governance yang sesuai dengan lingkungan institusional di Indonesia sehingga secara efektif dapat meningkatkan kualitas pelaporan keuangan
serta
memberikan
perlindungan
yang
memadai
terhadap
kepentingan para pemegang saham. Dengan demikian dapat mendorong peningkatan investasi di negara Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. TINJAUAN LITERATUR dan REVIEW PENELITIAN SEBELUMNYA A.1 Tinjauan literatur A.1.1 Teori keagenan dan masalah keagenan. Pembahasan mengenai corporate governance tidak dapat dipisahkan dari masalah keagenan. Agar dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai pentingnya penerapan corporate governance, pada sub bab ini akan dijabarkan terlebih dahulu mengenai teori keagenan dan masalah keagenan. Pada dasarnya teori keagenan membahas hubungan kontraktual antar anggota-anggota dalam organisasi, yaitu antara pemegang saham atau principal dengan manajemen perusahaan atau dikenal dengan nama agent (Husnan, 2001; Arifin, 2005). Jensen dan Meckling (1976) memberikan definisi yang lebih jelas mengenai hubungan keagenan dan biaya keagenan. Hubungan keagenan menurut Jensen dan Meckling (1976: 5) adalah: A contract under which one or more persons (the principal’s) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent.
Menurut definisi di atas, principal memberikan wewenang kepada agent bertindak atas nama principal untuk mengelola perusahaan. Secara periodik, agent harus mempertanggungjawabkan amanah yang diberikan principal kepadanya (Arifin, 2005).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Dalam tata kelola perusahaan, aplikasi teori keagenan dapat dilihat dari kontrak kerja yang disepakati antara pemegang saham dengan manajemen selaku pengelola perusahaan.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa sebenarnya inti dari teori keagenan adalah proses penyusunan kontrak yang tepat untuk menselaraskan kepentingan antara principal dan agent apabila terjadi conflict of interest (Scott, 2006). Eisenhard (1989) mengungkapkan asumsi yang melandasi teori keagenan yaitu: (a) asumsi sifat manusia, (b) asumsi keorganisasian, (c) asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan pada sifat manusia yang mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk averse). Asumsi keorganisasian menekankan pada timbulnya konflik antar anggota dalam sebuah organisasi, efisiensi, serta adanya asymmetry information antara principal dan agent. Selanjutnya asumsi informasi memandang bahwasanya informasi merupakan sebuah komoditi yang dapat diperjualbelikan. Principal sebagai pemilik modal memiliki hak akses atas informasi internal perusahaan serta bertindak sebagai pengambil keputusan-keputusan strategis jangka panjang dan global. Agent, di sisi yang lain mempunyai informasi riil dan lengkap mengenai kegiatan operasional perusahaan namun tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan pengambilan keputusan strategis perusahaan (Arifin, 2005). Adanya posisi, fungsi, kepentingan dan latar belakang commit to user antara principal dan agent yang berbeda namun saling membutuhkan dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
menimbulkan masalah perbedaan kepentingan yang berpotensi kepada agency problems. Menurut Arifin (2005) masalah keagenan yang fundamental timbul karena adanya pemisahan antara pemilik dan pengelola. Pemisahan antara pemilik dan pengelola dapat menyebabkan timbulnya asymmetry information. Asymmetry information adalah ketidakseimbangan informasi yang disebabkan adanya distribusi informasi yang tidak sama antara principal dan agent (Arifin, 2005). Artinya agent tidak menyajikan informasi yang digunakan principal sebagai dasar pengambilan keputusan secara transparan. Akibatnya, informasi yang diperoleh principal kurang lengkap sehingga tidak dapat menjelaskan kinerja agent yang sesungguhnya dalam hal mengelola kekayaan yang diamanahkan kepadanya.
Asymmetry information merupakan salah satu faktor yang
mendorong terciptanya agency problems. Faktor asymmetry information dapat merangsang perilaku oportunistik pihak manajemen perusahaan (agent) untuk memaksimalkan keuntungan pribadi sehingga dapat merugikan pihak lain, khususnya pemegang saham (principal). A.1.2 Corporate governance. Munculnya isu corporate governance sangat berkaitan dengan terpisahnya pemilik dan pengelola perusahaan. Terpisahnya fungsi pemilik dan pengelola perusahaan menyebabkan perlunya mekanisme pengawasan yang spesifik untuk memastikan bahwa tindakan manajemen perusahaan sejalan dengan kepentingan pemiliknya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Perkembangan teori keagenan dan implikasinya terhadap corporate governance dapat dijelaskan dalam tabel di bawah ini: Tabel 1 Perkembangan Agency Theory dan Implikasinya terhadap Corporate Governance Teori korporasi klasik Perusahaan dengan single majority shareholder. Principal merangkap sebagai agent Keseimbangan kepentingan antara principal dan agent tidak penting.
Teori korporasi modern 1. Perusahaan dengan banyak pemegang saham namun terdapat pemegang saham mayoritas. 2. Fungsi principal dan agent mulai terpisah. 3. Meskipun pemilik mayoritas masih memiliki otoritas yang besar, kepentingan pemegang saham minoritas sudah mulai diperhatikan.
Aspek good corporate governance belum diperlukan
Aspek good corporate governance mulai diperlukan
Karakteristik 1.
2.
3.
Implikasi penerapan good corporate governance
Teori korporasi post modern 1. Perusahaan dengan banyak pemegang saham tanpa ada pemegang saham mayoritas. 2. Sulit mengidentifikasi the true principal. 3. Principal umumnya kurang atau tidak memahami bisnis. 4. Agent mempunyai pengaruh yang besar dalam menjalankan perusahaan. 5. Terjadi ketidakseimbangan kepentingan antara principal dan agent Aspek good corporate governance sangat diperlukan.
Sumber: Arifin, 2005. Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa kebutuhan akan implementasi corporate governance dapat berbeda-beda menyesuaikan tahap perkembangan perusahaan, terutama berkaitan dengan struktur kepemilikan. Aspek corporate governance akan semakin diperlukan pada perusahaan yang mempunyai struktur kepemilikan yang menyebar (dispear ownership). A.1.2.1 Definisi corporate governance. Konsep corporate governance muncul bersamaan dengan konsep korporasi (Maksum, 2005). Namun banyak yang berpendapat bahwa konsep ini belum diketahui dan dipahami oleh berbagai pihak (Alijoyo dan Zaini, 2004). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Faktor inilah yang menyebabkan masih banyak perusahaan sekalipun telah beroperasi di pasar modal yang menganggap good corporate governance sebagai formalitas saja. Lahirnya teori keagenan telah memberikan kontribusi yang besar terhadap konsep corporate governance khususnya corporate governance (Maksum, 2005). Oleh karena itu, untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai konsep corporate governance perlu diketahui terlebih dahulu pengertian atau definisi dari corporate governance tersebut.
Secara sederhana, corporate governance diartikan sebagai seperangkat tindakan untuk melindungi kepentingan para pemegang saham (Hasim, 2009). Definisi
lain
dari
corporate
governance
yang
dinyatakan
dalam
The Cadbury Report (1992: 15) adalah sebagai berikut: The system by which companies are directed and controlled. Boards of directors are responsible for the governance of their companies. The Shareholders’ role governance is to appoint the directors and the auditor and to satisfy themselves that an appropriate governance structure is in place. The responsibilities of the Board include setting the strategies aims, providing the leadership to put them into effect, supervising the management of the business and reporting to shareholders on their stewardship. The board’s actions are subject to laws, regulations and the shareholders in general meeting.
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG: 21) mendefinisikan corporate governance sebagai berikut: Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban mereka. Atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Parkinson (1993) memberikan definisi yang lebih praktis, yaitu proses commit to user supervisi dan pengendalian yang dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
manajemen perusahaan bertindak sejalan dengan kepentingan para pemegang saham. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa corporate governance merupakan suatu sistem yang disusun dalam rangka mengarahkan dan mengendalikan perusahaan demi tercapainya keselarasan kepentingan berbagai pihak yang berhubungan dengan perusahaan. A.1.2.2 Asas corporate governance. Banyak pihak yang menduga bahwa terjadinya krisis perekonomian global yang melanda negara-negara Asia Tenggara tahun 1998 disebabkan adanya penerapan mekanisme corporate governance yang buruk, khususnya pada perusahaan – perusahaan di Indonesia (Husnan, 2001; Maksum, 2005; Arifin, 2005). Oleh karena itu, sejak tahun 1999 Komite nasional kebijakan corporate governance (KNKCG) telah mengeluarkan pedoman good corporate governance yang telah mengalami perbaikan tahun 2001. Menurut KNKCG (2006) yang tertuang dalam pedoman good corporate governance Indonesia mengenai asasasas good corporate governance,
agar tercipta pelaksanaan corporate
governance yang baik diperlukan asas-asas fundamental yang menjadi dasar bagi setiap tindakan berbagai pihak dalam perusahaan dan kerjasama yang baik di antara organ-organ perusahaan. Asas–asas fundamental tersebut meliputi transparency, accountability, responsibility, independency dan fairness. Asas transparency mengharuskan perusahaan untuk mengungkapkan semua informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan commit to user dipahami oleh para pemangku kepentingan. Accountability berhubungan dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
pertanggungjawaban pihak manajemen kepada pemegang saham berkaitan dengan kinerjanya secara transparan dan wajar. Responsibility berkaitan dengan kepatuhan perusahaan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga tidak ada dominasi di antara organ-organ perusahaan (independency) dan senantiasa memperhatikan kepentingan semua pemangku kepentingan (fairness). A.1.2.3 Organ – organ perusahaan. Organ perusahaan yang terdiri dari rapat umum pemegang saham (RUPS), dewan komisaris dan direksi mempunyai peran penting dalam pelaksanaan corporate governance yang efektif. Selanjutnya akan diuraikan wewenang masing-masing organ tersebut di atas dalam perusahaan. A.1.2.3.1 RUPS. RUPS bertanggungjawab dalam pengangkatan, pemberhentian, pemberian bonus dan insentif
bagi dewan komisaris dan direksi. Pengangkatan dewan
komisaris dan direksi harus memperhatikan kualitas dan melalui proses fit and proper test. A.1.2.3.2 Dewan komisaris. Dewan
komisaris
bertanggungjawab
melakukan
pengawasan
dan
memberikan nasihat kepada dewan direksi serta memastikan bahwa good corporate governance (GCG) telah dilaksanakan dengan baik. Dewan komisaris tidak boleh melakukan tugas yang berhubungan dengan pengambilan keputusan operasional. Agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik, perlu dipenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
-
Komposisi dewan komisaris harus dibuat sedemikian rupa sehingga mendorong terciptanya independensi dan pengambilan keputusan yang efektif, tepat dan jelas.
-
Seorang komisaris harus professional dalam arti mempunyai integritas dan kemampuan yang memadai dalam menjalankan tugasnya.
-
Dewan komisaris dapat terdiri dari komisaris independen dan komisaris terafiliasi. Salah satu anggota dewan komisaris independen harus mempunyai keahlian di bidang akuntansi atau keuangan.
A.1.2.3.3 Direksi. Agar pelaksanaan tugas direksi dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut KNKCG (2006: 19): Komposisi direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen. Direksi harus profesional yaitu berintegritas dan memiliki pengalaman serta kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya. Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar dapat menghasilkan keuntungan (profitability) dan memastikan kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan. Direksi mempertanggung jawabkan kepengurusannya dalam RUPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sistem corporate governance yang baik harus dapat memberikan perlindungan kepada pemegang saham dan kreditur melalui mekanisme internal maupun eksternal. Perlindungan melalui mekanisme internal dapat dilakukan dengan melibatkan unsur auditor internal dan dewan komisaris sedangkan perlindungan mekanisme eksternal dapat diwakili oleh peran auditor eksternal (Sulistyanto, 2008). Agar tercapai perlindungan maksimal, diperlukan kerja yang sinergis antara mekanisme eksternal dan internal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
A.1.3 Kualitas laba. A.1.3.1 Definisi kualitas laba. Informasi keuangan yang berkualitas merupakan informasi yang sangat penting bagi pengambilan keputusan bisnis dan investasi. Agar bermanfaat, laporan keuangan perlu mempunyai karakteristik sebagai laporan keuangan yang berkualitas (Sutopo, 2009). Laporan laba merupakan salah satu komponen laporan keuangan yang harus mempunyai kualitas tinggi karena berbagai pihak sangat menaruh perhatian pada unsur ini. Kualitas laba yang rendah merupakan permasalahan tersendiri karena dapat menyesatkan pengguna laporan keuangan tersebut (Ismail et al., 2010) Dalam literatur penelitian, tidak ada konsensus yang seragam mengenai definisi kualitas laba. Schipper dan Vincent (2003: 4) melakukan benchmark untuk mendefinisikan kualitas laba, yaitu: Earning quality is the extent to which reported earnings correspond to economic income as defined by Hicks (1939): The Amount that the firm can pay out in dividends (that is, the amount that can be consumed) during a period, while leaving the firm equally well off at the beginning and the end of period.
Akan tetapi definisi kualitas laba di atas sangat sulit diobservasi baik secara praktis maupun secara operasional sehingga muncul definisi kualitas laba dari benchmark yang ke dua yaitu: Earnings quality is the function of decision usefulness based on the FASB’s conceptual framework and on direct observation of the function of earnings capital allocation: (Schipper dan Vincent, 2003: 6) 1. Financial reporting should provide information that is useful to present and potential investors and creditors and other users in making rational investment , credit and similar decisions (concepts statement #1). 2. Decision usefulnessis the overriding criterion for judging accounting choices (concept statement #2). to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Menurut Soewardjono (2005), kualitas laba akuntansi ditunjukkan oleh korelasi antara laba akuntansi dan laba ekonomi. Berdasarkan dua definisi yang dinyatakan oleh Schipper dan Vincent (2003) serta Soewardjono (2005), dapat disimpulkan bahwa definisi kualitas laba secara garis besar dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu definisi kualitas laba yang dilihat dari sisi core earnings dan definisi kualitas laba yang dilihat dari kegunaan laba dalam konteks pengambilan keputusan bisnis. Kategori kualitas laba yang ke dua ini lebih observable baik secara operasional maupun praktis sehingga menyediakan topik penelitian empiris yang banyak. Oleh karena itu, kualitas laba yang ada dalam penelitian-penelitian empiris terdahulu mendasarkan pada definisi kualitas laba dalam konteks kegunaannya dalam pengambilan keputusan bisnis para pemakainya. A.1.3.2 Pengukuran kualitas laba. Ada berbagai pendekatan untuk menentukan tingkat kualitas laba. Dechow et al. (2009) mengelompokkan ukuran kualitas laba ke dalam tiga aspek, yaitu: statistical properties of earnings, investor responsiveness to earnings, dan external indicators of financial reporting quality. Statistical properties of earnings meliputi persistensi dan accruals, earnings smoothness, asymmetric timeliness dan timely loss recognition, serta benchmarking. Investor
responsiveness
meliputi
penggunaan
earnings
response
coefficient (ERC) sebagai ukuran kualitas laba, sedangkan external indicators melihat kualitas laba dari dimensi standar akuntansi dan auditing, restatement, commit to user dan prosedur pengendalian internal perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Schipper dan Vincent (2003) mengkategorikan ukuran kualitas laba sebagai berikut: a. Properties earnings. Kualitas laba dari properties of earnings dilihat berdasarkan time series properties of earnings yaitu tingkat persistensi, predictive ability, dan variability yang merupakan standar deviasi dari realisasi laba terhadap arus kas. Selain itu kualitas laba dari sisi ini dapat juga dinilai melalui hubungan antara laba, kas dan accruals. Kualitas laba dikatakan baik jika nilainya semakin mendekati nilai kas atau tingkat accruals yang rendah.
Model accruals yang paling sering
dipergunakan untuk menentukan kualitas laba adalah discretionary accruals (Hasim, 2009). Keberadaan discretionary accruals berarti terdapat praktek manajemen dan mengindikasikan kualitas laba yang rendah. b. Nilai relevansi earnings terhadap harga saham sepanjang waktu. Nilai relevansi laba dapat diperoleh melalui regresi antara laba dengan nilai buku saham pada saat tertentu. Nilai relevansi yang semakin turun dapat memberikan sinyal bahwa kualitas laba juga menurun. c. Hubungan earnings dengan karakteristik ekonomi yang lain. Kualitas laba dari aspek ini biasanya dihubungkan dengan cost of capital dan strategi pembiayaan modal perusahaan. d. Kualitas laba yang dinilai dari standar pelaporan keuangan. Kualitas laba dihubungkan dengan FASB (1980) mengenai karakteristik kualitatif laporan keuangan yang dituangkan dalam conceptual framework SFAC nomer 2 mengenai laba yang berkualitas, yaitu meliputi relevansi, reliabilitas dan komparabilitas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
A.1.3.3 Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap kualitas laba. Jun (2009) menyatakan bahwa kualitas laba dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: a.
Standar akuntansi.
Perbedaan standar akuntansi yang dipergunakan di suatu perusahaan dapat menyebabkan perbedaan kualitas laba. Webster dan Thornton (2005) menemukan perbedaan kualitas laba yang dilihat dari nilai discretionary accruals pada perusahaan US yang menganut GAAP dan perusahaan US yang menganut IAS.
b. Karakteristik perusahaan. Karakteristik perusahaan yang dapat berpengaruh terhadap kualitas laba adalah komposisi pemegang saham, keberadaan pemegang saham pengendali dan ukuran perusahaan. Beberapa peneliti menemukan berkurangnya tindakan manajemen laba pada perusahaan dengan komposisi pemegang saham institusional yang lebih besar (Lee et al., 2007; Velury dan Jenkins, 2006). Penelitian Wang dan Tong (2006) menemukan bukti bahwa kualitas laba berhubungan negatif dengan keberadaan pemegang saham pengendali dan akan meningkat seiring dengan menurunnya persentase kepemilikan saham oleh pemegang saham pengendali. c. Karakteristik komisaris dan komite audit. Fungsi pengawasan yang melekat pada dewan komisaris terbukti mampu meningkatkan kualitas laba dengan cara membatasi tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Keberadaan komisaris independen commit to user mampu menurunkan praktik manajemen laba di suatu perusahaan (Beasley, 1996;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Dechow et al., 1995). Vafeas (2005) mengungkapkan bukti bahwa jumlah pertemuan komite audit berhubungan positif dengan kualitas laba. d. Karakteristik manajerial. Karakteristik manajerial yang berpengaruh terhadap kualitas laba misalnya kompensasi, reputasi, gender, tingkat perputaran, usia, dan sebagainya. Healy (1985), Balsam (1998), serta Kalyta dan Magnan (2008) mengungkapkan bahwa adanya kompensasi yang berbentuk tunai, rencana bonus maupun program pensiun perusahaan dapat menjadi dorongan para manajer untuk melakukan manajemen laba. A.1.3.4 Manfaat kualitas laba. Laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan merupakan sumber informasi utama bagi dasar pengambilan keputusan pihak eksternal. Laporan keuangan diterbitkan dengan tujuan menyediakan informasi keuangan perusahaan yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan penanaman modal investor, pihak kreditur maupun keputusan-keputusan lain yang berhubungan dengan bisnis perusahaan (FASB, 1978) dalam conceptual framework SFAC nomer 1. Penjelasan di atas menggambarkan bahwa informasi keuangan merupakan informasi penting yang berpengaruh bagi berbagai pihak. Oleh karena itu informasi keuangan yang dilaporkan harus berkualitas tinggi. Wild (1996) menekankan pentingnya memastikan bahwa laporan keuangan melaporkan informasi keuangan yang berkualitas tinggi. Informasi keuangan yang berkualitas commit to user tinggi akan meminimalkan adanya kesenjangan asimetri informasi antara pihak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
manajemen perusahaan dan para pemegang saham (Karamanou dan Vafeas, 2005). Informasi laba merupakan salah satu komponen yang paling menarik perhatian pihak eksternal karena menjadi dasar bagi penilaian investasi dan keputusan kerjasama bisnis (Lev, 1989; Schipper dan Vincent, 2003; Francis et al., 2005). Para analis keuangan menggunakan informasi laba untuk meramalkan nilai pengembalian investasi di masa datang (Siegel, 1982). Komisaris perusahaan dan pemilik institusional menggunakan informasi laba untuk menilai kinerja perusahaan dan kualitas manajemen perusahaan (Lev, 2003). Peasnell et al. (2000) menyatakan bahwa pemegang saham memerlukan informasi laba untuk menentukan bonus berbasis laba sekaligus sebagai dasar dalam memberikan penghargaan kepada para eksekutif perusahaan. FASB (2000) dalam conceptual framework SFAC nomer 7 secara tegas menyatakan bahwa tujuan laba adalah untuk memberikan acuan bagi investor meramalkan cash flow perusahaan atau tingkat pengembalian saham. Isu mengenai kualitas laba menjadi penting seiring kebutuhan para pengguna akan informasi
laba
yang
berkualitas
tinggi
sehingga
meningkatkan
nilai
kebermanfaatannya dalam pengambilan keputusan. A.1.4 Manajemen laba. Pembahasan tentang kualitas laba tidak dapat dipisahkan dari manajemen laba. Terdapat hubungan yang sangat erat antara manajemen laba dengan kualitas laba. Hal ini dikarenakan keberadaan praktik manajemen laba dapat menginterpretasikan tingkat kualitas laba (Hasim, 2009). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keberadaan manajemen laba berpengaruh negatif terhadap kualitas laba (Dechow et al., 1995; Beasley, 1996; Xie et al., 2003).
A.1.4.1 Definisi manajemen laba. Dalam
literatur
penelitian,
terdapat
beberapa
definisi
mengenai
manajemen laba. Schipper (1989) mendefinisikan manajemen laba sebagai tindakan intervensi yang penuh arti terhadap proses pembuatan laporan keuangan kepada pihak eskternal dengan maksud mendapatkan beberapa keuntungan pribadi. Hampir sama dengan Schipper (1989), Asih dan Gudono (2000) mengartikan manajemen laba sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja dalam batasan General Accepted Accounting Principles (GAAP). Berbeda dengan kedua definisi di atas, Scott (2006) mengartikan manajemen laba sebagai pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer untuk tujuan tertentu. A.1.4.2 Faktor – faktor penyebab manajemen laba. Ada beberapa faktor pendorong terjadinya manajemen laba. Dalam positif accounting theory terdapat tiga hipotesis yang dapat menjelaskan motivasi praktik manajemen laba (Watt dan Zimmerman, 1986): a. Bonus Plan Hypothesis. Standar akuntansi memberikan kelonggaran bagi manajemen untuk memilih berbagai metode pengukuran dan pencatatan (Fayoumi et al., 2010). Menurut commit to user memilih metode akuntansi untuk hipotesis ini, manajemen perusahaan cenderung
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
memaksimalkan keuntungan pribadi, yaitu penerimaan bonus yang tinggi. Perusahaan yang memberikan apresiasi kinerja manajemen dalam bentuk bonus menyebabkan para manajer cenderung memilih metode akuntansi yang dapat digunakan untuk meningkatkan laba. Terdapat dua istilah yang berkaitan dengan bonus, yaitu bogey dan cap. Bogey merupakan tingkat laba terendah untuk mendapatkan bonus, sedangkan cap merupakan tingkat laba tertinggi untuk pembagian bonus. Bonus akan tersedia jika perusahaan berhasil memperoleh tingkat laba di antara bogey dan cap. b. Debt covenant hypothesis. Manajer di sebuah perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity yang cukup tinggi cenderung melakukan manajemen laba dengan cara memilih metode akuntansi yang dapat mencerminkan angka laba yang lebih tinggi. Tujuannya adalah untuk menjaga reputasi perusahaan di mata pihak eksternal. Rasio debt to equity yang tinggi dapat menyebabkan perusahaan kesulitan mencari sumber dana eksternal. c. Political cost hypothesis. Profitabilitas yang tinggi dapat menciptakan political cost yang tinggi pula. Profitabilitas tinggi akan menarik perhatian banyak pihak. Pemerintah tertarik pada perusahaan dengan profitabilitas tinggi karena berhubungan dengan pembayaran pajak yang tinggi. Oleh karena itu, manajer pada perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi cenderung memilih metode akuntansi menangguhkan laba pada periode mendatang sehingga angka laba yang dilaporkan kecil. commit to user Konsisten dengan Watt dan Simmerman (1986), Dechow dan Skinner (2000)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
mengungkapkan beberapa motivasi yang mendorong manajemen mempraktikkan manajemen laba yaitu: motivasi kontraktual, motivasi peraturan, dan motivasi pasar. Motivasi kontraktual berhubungan dengan hal-hal yang bertujuan untuk memperoleh hasil yang memuaskan yang berkaitan dengan perjanjian kredit, kompensasi manajemen, keamanan pekerjaan dan kesepakatan kerja antar perusahaan (Hasim, 2009). Praktek manajemen laba dilakukan dalam rangka mendapatkan hasil yang memuaskan dalam pembagian bonus karena laba menjadi salah satu komponen yang banyak dipakai untuk menghitung penghargaan atas prestasi seseorang (Peasnell et al., 2000; Healy, 1985). Faktor lain yang menjadi latar belakang dilakukannya manajemen laba oleh manajer adalah untuk menghindari penurunan laba dan kerugian yang disebabkan hasil transaksi keuangan perusahaan dengan pihak lain (Burgstahler dan Dichev, 1997). Besarnya rangsangan yang dimiliki manajer untuk mempraktikkan manajemen laba akan berpengaruh terhadap keinformatifan laba yang diumumkan perusahaan. Tingkat rangsangan yang semakin besar akan menyebabkan berkurangnya keinformatifan laba yang dilaporkan perusahaan (Marquadt dan Wiedman, 2004). A.1.4.3 Pengukuran manajemen laba. Literatur penelitian mengungkapkan beberapa metode yang biasa dipakai para peneliti untuk mengukur praktik manajemen laba, yaitu agregate accruals model, specific accruals model dan distribution of earnings after management commit to user model (McNichols, 2002). Dari ketiga model tersebut, aggregate accruals model
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Jones (1991) adalah metode yang paling banyak digunakan untuk mengukur manajemen laba (McNichols, 2002). Total accruals dibedakan menjadi dua komponen, yaitu komponen non discretionary dan komponen discretionary. Komponen non discretionary merupakan
komponen yang timbul secara alami dari aktivitas ekonomi
perusahaan sedangkan komponen discretionary accruals yaitu bagian yang mencerminkan manajemen laba (Hasim, 2009). Model Jones (1991) mengukur tingkat non discretionary accruals dengan menggunakan model regresi linier antara total accruals dan perubahan dalam penjualan serta property, plant dan equipment (Dechow et al., 1995). Dechow et al. (1995) memperkenalkan model Modified Jones dengan menambahkan rekening piutang sebagai penyesuaian perubahan pendapatan sehingga dapat mendeteksi keberadaan manajemen laba dengan lebih baik. Aggregate accruals modified model Jones oleh Dechow et al. (1995) dapat dituliskan dalam bentuk persamaan matematis sebagai berikut:
NDAt :
a1 ( 1 ) + a2 (Δ REVt – Δ RECt) + a3 (PPEt) ……. (1) At-1
DA
:
At-1
TA - NDA
Dalam hal ini : NDA
:
Non discretionary accruals,
A
:
Asset perusahaan pada tahun t-1,
REV
:
Pendapatan perusahaan tahun t, commit to user
At-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
REC
:
Piutang perusahaan tahun t,
PPE
:
Property, plant dan equipment perusahaan tahun t,
TA
:
Total accruals,
DA
:
Discretionary accruals.
Tingkat discretionary accruals dapat dipakai sebagai ukuran keberadaan manajemen laba
maupun tingkat kualitas laba yang dilaporkan perusahaan.
Tingkat discretionary accruals yang tinggi mencerminkan praktik manajemen laba yang tinggi. Semakin tinggi manajemen laba yang diterapkan perusahaan, maka kualitas labanya semakin rendah. A.1.4.4 Teknik-teknik manajemen laba. Teknik manajemen accruals yang biasa dilakukan manajemen yaitu: (McNichols dan Wilson, 1988; Schipper, 1989; Fayoumi et al., 2010) -
Mengakui pendapatan yang terlalu cepat.
-
Mencatat transaksi pendapatan fiktif.
-
Melakukan mark-up terhadap pendapatan pada periode tertentu.
-
Menangguhkan pencatatan biaya dan pendapatan pada periode berikutnya. A.1.5 Hubungan kualitas laba dengan mekanisme pengawasan. Salah satu faktor timbulnya keberanian para manajer melakukan
manajemen accruals dalam bentuk manajemen laba karena standar akuntansi memberikan kelonggaran untuk menggunakan kebijakan akuntansi accruals (Fayoumi et al., 2010). Manajemen accruals biasanya dilakukan pada saat proses penyusunan laporan keuangan oleh pihak manajemen. Kualitas laba sangat tergantung dari tingkat manajemen accruals yang commit to user dilakukan oleh manajemen. Semakin banyak praktik manajemen accruals yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
diterapkan manajemen, maka akan semakin rendah kualitas laba yang dilaporkan perusahaan. Dalam
kondisi
semacam
ini,
peran
menyelenggarakan fungsi pengawasan untuk
dewan
komisaris
adalah
membatasi diterapkannya
manajemen accruals yang berdampak pada penurunan kualitas laba. Mekanisme pengawasan yang baik, yang mengutamakan kepentingan seluruh stakeholders perusahaan sangat dibutuhkan. Corporate governance merupakan salah satu alternatif mekanisme pengawasan yang telah didesain sedemikian rupa sehingga dapat mengakomodasi kepentingan semua pemangku kepentingan. Corporate governance merupakan seperangkat mekanisme pengawasan yang dapat berperan penting dalam rangka peningkatan kualitas informasi keuangan (Cohen et al., 2004). Krisis keuangan Asia tahun 1997-1998 dan terjadinya skandal korporasi perusahaan besar seperti Enron, Tycon, dan Kimia Farma semakin mengukuhkan pentingnya implementasi mekanisme corporate governance dengan baik dalam rangka meningkatkan kualitas informasi keuangan. Kualitas informasi keuangan harus selalu ditingkatkan karena menjadi dasar penilaian investasi dan keyakinan investor. Friday et al. (2006) melaporkan nilai relevansi laba di Indonesia selama krisis keuangan mengalami penurunan signifikan dan hal ini terjadi di hampir semua negara yang mempunyai mekanisme corporate governance yang lemah seperti Korea Selatan, Malaysia dan Thailand. Hasil survei
McKinsey dan
commit to user Company’s (2002) mengenai corporate governance menyatakan bahwa sebagian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
besar investor sangat menaruh perhatian pada corporate governance dan peningkatan kualitas pengungkapan akuntansi. Mayoritas responden menyatakan bahwa pengungkapan akuntansi adalah faktor utama yang menjadi dasar pengambilan keputusan investasi. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa implementasi corporate governance yang baik dapat mendorong terciptanya kualitas informasi keuangan yang baik sehingga memadai untuk dijadikan dasar pembuatan keputusan bisnis bagi para pemakainya. A.2 Review penelitian sebelumnya Uraian dibawah ini akan membahas penelitian-penelitian sebelumnya mengenai pengaruh penerapan mekanisme corporate governance, terutama menyangkut fungsi pengawasan oleh dewan komisaris terhadap kualitas laba yang dilaporkan perusahaan. Peran dewan komisaris sebagai alat pengawasan merupakan elemen yang sangat penting bagi terciptanya kualitas laporan keuangan
(Cadbury report, 1992). Teori Fama dan Jensen (1983)
mengatakan bahwa dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian internal yang paling penting yang berperan melakukan pengawasan terhadap tindakan manajemen. Pemisahan antara pemilik dan pengendali perusahaan semakin mengukuhkan pentingnya peran dewan komisaris sebagai mekanisme penting yang harus ada untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan para pemegang saham. Dalam hal ini menjalankan fungsi pengawasan terhadap tindakan manajemen
merupakan tugas utama bagi dewan komisaris. Ada
commit to komisaris user beberapa karakteristik penting dari dewan yang harus diperhatikan agar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, misalnya komposisi, ukuran, kompetensi dan pengalaman. Komposisi dewan komisaris sangat berpengaruh terhadap
keefektifan
fungsi pengawasan yang diselenggarakannya (Fama dan Jensen, 1983). Beberapa tahun ini, negara-negara di Asia Tenggara telah melakukan perubahan pedoman corporate governance
khususnya mengenai masalah karakteristik dewan
komisaris yang meliputi komisaris independen, bidang keahlian yang dimiliki maupun jumlah dewan komisaris yang harus dimiliki oleh sebuah perusahaan (Hasim, 2009). Anggota dewan komisaris dapat diangkat dari senior manajer dari internal perusahaan sehingga dapat memanfaatkan keahlian manajemen yang dimilikinya. Kelemahannya adalah anggota dewan komisaris ini tidak independen sehingga kurang efektif dalam menjalankan fungsi pengawasan (Ismail et al., 2010). Untuk mengatasi permasalahan ini salah satu solusinya adalah mengangkat dewan komisaris dari pihak eksternal yang independen sehingga dapat memastikan bahwa manajemen bertindak dalam koridor kepentingan pemegang saham (Fama dan Jensen, 1983). Menurut Fama dan Jensen (1983) adanya anggota dewan komisaris dari pihak eksternal dapat meningkatkan kemampuan dewan komisaris dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap tindakan manajemen secara lebih efisien. Dewan komisaris eksternal yang berpengalaman, independen, objektif commit to user dan mempunyai kekuasaan hukum dapat menjadi sebuah mekanisme corporate
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
governance yang mampu membatasi biaya keagenan dan memberikan perlindungan terhadap kemakmuran pemegang saham (Li, 1994). Beasley (1996: 448) mengelompokkan komisaris ke dalam dua kelompok yaitu komisaris independen dan komisaris “grey”: An independent director is an outside director who has no affiliation with the firm other than the affiliation from being on the board of directors. In contrast, grey directors are a potential source of violation of board independence because of their other affiliations with management.
Dari uraian di atas dapat digarisbawahi bahwa seorang komisaris independen harus berasal dari pihak eksternal perusahaan yang tidak mempunyai hubungan apapun dengan perusahaan kecuali sebagai anggota dewan komisaris. Beasley (1996) menyatakan bahwa keberadaan komisaris ”grey”
yang
mempunyai hubungan dengan manajemen dalam keanggotaan dewan komisaris dapat merusak independensi dewan komisaris. A.2.1 Pengaruh komisaris independen terhadap kualitas laba. Beberapa penelitian empiris telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh karakteristik dewan komisaris tersebut terhadap tindakan manipulasi accruals dalam bentuk manajemen laba (Beasley, 1996; Dechow et al., 1996; Peasnell et al., 2000; Klein, 2002; Xie et al., 2003; Park dan Shin, 2004; Sarkar et al., 2006; Ebrahim, 2007; Mashayekhi, 2008; Shah et al., 2009; Abdolmohammadi, 2010). Beberapa peneliti menemukan bahwa keberadaan komisaris independen dalam keanggotaan dewan komisaris dapat membatasi praktik manajemen laba (Dechow et al., 1996; Beasley, 1996; Klein, 2002; Xie et al., 2003; Peasnel et al., 2003; Ebrahim, 2007; Mashayekhi, 2008; Johari et al., 2008; Jaggi et al., 2009; to userindependen yang semakin besar Yang et al., 2009). Proporsicommit komisaris
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
berhubungan dengan pengawasan yang lebih efektif sehingga dapat membatasi manajemen laba (Ismail et al., 2010). Jaggi et al., (2009) menemukan kualitas laba yang lebih tinggi pada perusahaan dengan jumlah komisaris independen yang lebih besar. Niu (2006) menemukan hubungan negatif antara proporsi komisaris independen dengan manajemen laba. Penelitian Ujiantho dan Pramuka (2007) menemukan bukti mekanisme corporate governance yang diwakili oleh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris, dan jumlah dewan komisaris berpengaruh signifikan dalam membatasi praktik manajemen laba. Beberapa bukti empiris di atas semakin mendukung teori agensi Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa tingkat independensi anggota komisaris yang tinggi akan memperlihatkan kinerja pengawasan yang lebih baik pula sehingga menciptakan kualitas laba yang tinggi. Uzun et al. (2004) dan Dechow et al. (1996) menemukan bukti bahwa perusahaan yang terkena kasus penipuan umumnya memiliki karakteristik dewan komisaris sebagai berikut: ukuran dewan komisaris banyak dan persentase dewan komisaris non independen yang lebih banyak. Namun sebaliknya hasil penelitian lain menemukan bukti yang bertolak belakang yaitu komisaris independen tidak berhubungan signifikan dengan manajemen laba (Park dan Shin,
2004; Boediono, 2005; Rachmawati dan
Triatmoko, 2007; Siregar dan Utama, 2008; Sriwedari, 2009; Sefiana, 2010; to userSiallagan dan Machfoedz (2006) Fitriannasari, 2010; Ismail et commit al., 2010).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
menemukan bukti hubungan negatif antara komisaris independen dengan kualitas laba. A.2.2 Pengaruh kompetensi komisaris independen terhadap kualitas laba. Kompetensi merupakan faktor internal dalam diri seorang dewan komisaris yang menentukan kemampuannya melaksanakan pengawasan terhadap manipulasi accruals. Dalam hal ini, keahlian di bidang akuntansi atau keuangan adalah kompetensi yang paling berpengaruh terhadap kemampuan dewan komisaris dalam mendeteksi adanya manipulasi accruals dalam proses penyusunan laporan keuangan perusahaan. Semakin banyak jumlah dewan komisaris, terutama komisaris independen yang memiliki keahlian di bidang akuntansi atau keuangan maka akan semakin dapat membatasi perilaku manajemen melakukan manipulasi accruals. The Cadbury Report (1992) menekankan bahwa kompetensi dewan komisaris eksternal merupakan faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap keefektifan pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris. Chtorou et al. (2001) mengatakan bahwa di antara para anggota dewan komisaris harus ada anggota yang mempunyai pengetahuan pengelolaan perusahaan dan proses corporate governance sehingga dapat memahami implikasi manajemen laba. Selain memahami proses governance, anggota dewan komisaris harus mempunyai keahlian di bidang akuntansi atau keuangan. Komisaris independen yang memiliki latar belakang di bidang akuntansi atau keuangan dapat mendeteksi berbagai bentuk manipulasi accruals yang mungkin dilakukan oleh manajemen dengan lebih baik dibanding komisaris yang commit to user memiliki latar belakang keahlian lain (Xie et al., 2003; Park dan Shin, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
Beberapa penelitian mengungkapkan bukti adanya hubungan negatif antara kompetensi akuntansi atau keuangan yang dimiliki komisaris independen dengan manajemen laba (Peasnell et al., 2003; Klein., 2002; Ismail et al., 2010). Hasim (2009). Namun Johari et al. (2008) mengungkapkan bukti bahwa kompetensi akuntansi atau keuangan komisaris independen tidak berhubungan signifikan dengan kualitas laba. Hasim (2009) menemukan faktor kepemimpinan yang diukur dari crossdirector mempunyai hubungan signifikan dengan kualitas laba. Agrawal dan Chada (2005) menemukan indikasi bahwa probabilitas manipulasi laba pada perusahaan yang mempunyai dewan komisaris berlatar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan adalah rendah. Chtorou et al. (2001) menemukan bukti penurunan tingkat manajemen laba pada perusahaan dengan dewan komisaris yang mempunyai keahlian keuangan dan corporate governance. Xie et al. (2003) menemukan hubungan negatif antara dewan komisaris yang mempunyai keahlian di bidang investasi atau manajemen dengan tingkat manajemen laba. Namun dari sisi komisaris independen faktor yang paling menentukan keefektifan peran pengawasan adalah kemampuannya dalam mendeteksi adanya manajemen laba. Dengan demikian, keahlian di bidang akuntansi atau keuangan merupakan kompetensi penting yang harus ada dalam diri komisaris independen (Xie et al., 2003). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Bedard et al. (2004) yang menemukan hubungan signifikan adanya tenaga ahli di bidang keuangan sebagai anggota komite audit dengan kemungkinan tindakan manajemen laba yang agresif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
A.2.3 Ukuran dewan komisaris. Ukuran atau jumlah anggota dewan komisaris dapat berpengaruh terhadap proses pengawasan yang dilakukannya. Jumlah anggota dewan komisaris yang besar sangat berpengaruh terhadap efektivitas pengawasan yang dijalankannya (Ismail et al., 2010). Hal ini didukung oleh penemuan penelitian Ismail et al. (2010) dan Pujiastuti (2010) yang menemukan hubungan positif signifikan antara ukuran dewan komisaris dengan kualitas laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan pernyataan Zahra dan Pearce II (1989) yang mengatakan bahwa jumlah dewan komisaris yang banyak dapat melindungi kepentingan pemegang saham dengan lebih baik. Akan tetapi Dechow et al. (1995) dalam penelitiannya menemukan hubungan sebaliknya, yaitu ukuran dewan komisaris yang kecil berhubungan negatif dengan manajemen laba. Konsisten dengan Dechow et al. (1995), Vafeas (2000) mengungkapkan laporan laba yang lebih informatif pada perusahaan yang mempunyai ukuran komisaris yang lebih kecil. Penjelasannya adalah dengan ukuran yang kecil, proses komunikasi dan koordinasi di antara para anggota dewan komisaris tersebut dapat berjalan dengan efektif dan berkualitas sehingga berdampak signifikan terhadap kinerjanya. Berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, penelitian
Sefiana (2010) mengungkapkan tidak adanya hubungan
yang signifikan antara ukuran komisaris dengan tingkat manajemen laba. A.2.4 Pengalaman dewan komisaris. Pengalaman merupakan salah satu sumber ilmu yang sangat berharga. Artinya, proses pembelajaran secara langsung dari pengalaman akan mendorong commit to user kompetensi seseorang di bidangnya. Komisaris yang berpengalaman adalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
komisaris yang pernah duduk dalam posisi yang sama selama beberapa tahun (Beasley, 1996). Peningkatan pengalaman menyebabkan seorang komisaris mempunyai pemahaman yang memadai mengenai kegiatan operasi perusahaan beserta manajemen perusahaan (Bedard et al., 2004) sehingga dapat melakukan proses pengawasan dengan lebih efektif (Beasley, 1996). Beasley (1996) menemukan
hubungan
negatif signifikan
antara
bertambahnya umur jabatan seorang komisaris independen dengan kemungkinan terjadinya penipuan pelaporan keuangan. Konsisten dengan Beasley (1996), Hasim (2009) menemukan hubungan positif signifikan antara pengalaman komisaris independen dengan kualitas laba. Namun Peasnell et al. (1999) dan Xie et al. (2003) mengungkapkan bukti hubungan positif antara umur jabatan dewan komisaris dengan manajemen laba yang ditunjukkan oleh tingkat discretionary accruals. Hasil-hasil penelitian yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara penerapan mekanisme corporate governance dengan usaha-usaha peningkatan kualitas informasi keuangan. Seiring dengan perkembangan entitas bisnis, masalah ini selalu mendorong minat para peneliti melakukan penelitian lanjutan. B. PERUMUSAN HIPOTESIS B.1 Kerangka konseptual Kerangka konseptual sangat diperlukan untuk memecahkan sebuah kasus penelitian. Kerangka konseptual dapat memberikan guidelines mengenai variabel-variabel yang terkait dalam penelitian beserta metode analisa data yang paling tepat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
Dalam penelitian ini digunakan kerangka konseptual sebagai berikut:
Kompetensi komisaris independen
Komisaris Independen
Pengalaman Komisaris independen
Kualitas Laba
Ukuran Dewan Komisaris
Gambar 1 Kerangka teoritis pengujian hipotesis B.2 Perumusan hipotesis Pada penjelasan sebelumnya telah diuraikan berbagai hasil penelitian terdahulu mengenai pengaruh mekanisme corporate governance terhadap kualitas laba. Mengacu pada penelitian tersebut, maka akan dirumuskan berbagai hipotesis yang menjadi dasar keyakinan awal untuk diteliti kebenarannya. B.2. 1 Komisaris independen. Hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai keberadaan komisaris independen dan pengaruhnya terhadap kualitas laba mengungkapkan hasil yang bervariasi. Beasley (1996) dan Dechow et al. (1996) mengadakan penelitian pada sampel perusahaan yang terkena kasus fraud dan perusahaan dalam pengawasan SEC. Hasil penelitian mengungkapkan bukti bahwa untuk perusahaan yang commit to user terkena fraud dan perusahaan dalam pengawasan SEC ternyata mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
proporsi dewan komisaris dari eksternal yang lebih sedikit. Hasil penelitian ini konsisten dengan penemuan Uzun et al. (2004), Xie et al. (2003), dan Klein (2002) yang menyatakan bahwa komisaris independen berhubungan signifikan dengan penurunan abnormal accruals. Penurunan abnormal accruals menjadi tanda meningkatnya kualitas laba. Abdolmohammadi (2010) maupun Ujiantho dan Pramuka (2007) menemukan bukti bahwa komisaris independen dapat membatasi praktek manajemen laba. Akan tetapi terdapat hasil-hasil penelitian yang bertolak belakang dengan penelitian diatas. Ismail et al. (2010), Hasim (2009), Yang et al. (2009), Rachmawati dan Triatmoko (2007), Sefiana (2010), dan Shah et al. (2009) tidak menemukan hubungan yang signifikan antara proporsi komisaris independen dengan manajemen laba maupun kualitas laba. Di samping itu, ada penelitian lain yang mengungkapkan bukti yang berbeda. Fitriannasari (2010) menemukan hubungan positif namun tidak signifikan antara porporsi komisaris independen dengan discretionary accruals sebagai ukuran kualitas laba. Siallagan dan Machfoedz (2006) membuktikan hubungan yang negatif antara komisaris independen dengan kualitas laba. Boediono (2005) juga menemukan hubungan yang negatif tapi lemah antara komisaris independen dengan kualitas laba, namun terdapat hubungan yang kuat jika digabungkan dengan mekanisme corporate governance yang lain seperti kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa hasil-hasil penelitian mengungkapkan bukti yang belum seragam. Jika ditinjau dari konteks commit to komisaris user independensinya seharusnya keberadaan independen dapat berperan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
penting dalam mekanisme pengawasan sehingga dapat membatasi perilaku oportunistik manajemen dalam bentuk manajemen accruals. Oleh karena itu dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1
: Komisaris independen berpengaruh terhadap kualitas laba. B.2.2 Pengalaman komisaris Pengalaman merupakan faktor yang ikut menentukan kemampuan seorang
komisaris dalam menjalankan tugas-tugasnya. Penelitian-penelitian empiris telah mengungkapkan berbagai macam bukti mengenai pengaruh pengalaman komisaris dengan tugas pengawasan yang dibebankan kepadanya. Beasley (1996) menemukan bukti pengaruh negatif signifikan antara bertambahnya umur jabatan seorang komisaris dengan kemungkinan fraud dalam perusahaan tersebut. Hasim (2009) menemukan hasil hubungan positif signifikan antara bertambahnya umur jabatan dengan kualitas laba. Namun penelitian Peasnell et al. (1999) dan Xie et al. (2003) mengungkapkan bukti positif signifikan antara bertambahnya umur jabatan dewan komisaris dengan tingkat discretionary accruals. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pengalaman merupakan salah satu cara yang dapat dipakai seseorang untuk mendapatkan ilmu. Proses pembelajaran dari sebuah pengalaman akan mendorong peningkatan kompetensi seseorang di bidangnya. Banyaknya pengalaman dalam diri seorang dewan komisaris dapat menciptakan kemampuan untuk memahami kegiatan operasional perusahaan maupun karakteristik manajemen perusahaan. Dengan demikian akan mudah baginya untuk mendeteksi adanya praktik-praktik manipulasi yang mungkin dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan. Berdasarkan uraian di commit to user atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
H2
: Pengalaman komisaris berpengaruh terhadap kualitas laba. B.2.3 Ukuran komisaris. Ukuran atau jumlah anggota dewan komisaris sangat menentukan
keefektifan peran pengawasan yang menjadi tugas utama komisaris perusahaan. Ukuran komisaris sangat berpengaruh pada keefektifan proses komunikasi dan koordinasi di antara anggota komisaris yang menyebabkan proses pengawasan yang diperankannya menjadi optimal. Penelitian-penelitian empiris terdahulu telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap keefektifan pengawasan yang dilakukannya. Ismail et al. (2010) dan Pujiastuti (2010) menemukan bukti bahwa ukuran komisaris yang besar berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas laba. Namun Dechow et al. (1995) dan Vafeas (2000) menemukan bukti yang sebaliknya yaitu ukuran komisaris yang kecil berpengaruh negative terhadap discretionary accruals. Berbeda dengan hasil-hasil penelitian di
atas,
Fitriannasari (2010) dan Sefiana (2010) mengungkapkan bukti bahwa ukuran komisaris tidak berpengaruh terhadap kualitas laba. Ukuran menentukan keefektifan proses komunikasi dan koordinasi di antara para anggota dewan komisaris. Terciptanya proses koordinasi dan komunikasi yang efektif menyebabkan fungsi pengawasan dapat dilakukan secara optimal sehingga mampu membatasi keinginan pihak manajemen perusahaan melakukan manipulasi accruals. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H3
committerhadap to user kualitas laba. : Ukuran komisaris berpengaruh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
B.2.4 Kompetensi komisaris independen sebagai moderator hubungan antara komisaris independen dengan kualitas laba. Penelitian Xie et al. (2003), Park dan Shin (2004), Bedard et al. (2004), serta Agrawal dan Chadha (2005) membuktikan adanya hubungan negatif antara keberadaan komisaris independen yang mempunyai keahlian di bidang akuntansi atau keuangan dengan manajemen laba. Sebaliknya Hasim (2009) dan Johari et al. (2008) tidak menemukan hubungan yang signifikan keahlian akuntansi komisaris independen dengan nilai discretionary accruals maupun dengan kualitas laba. Walaupun bukti penelitian empiris mengenai kompetensi masih sangat beragam, terdapat indikasi bahwa kompetensi di bidang akuntansi dan keuangan dapat menjadi salah satu karakteristik dewan komisaris independen yang berpengaruh dalam peningkatan kualitas laba. Hal ini dikarenakan dengan kompetensi tersebut, para komisaris independen akan lebih mampu mendeteksi praktik-praktik manajemen accruals yang mungkin dilakukan oleh manajemen perusahaan pada saat proses penyusunan laporan keuangan. Fungsi seorang komisaris independen sebagai alat pengawasan terhadap tindakan manajemen akan semakin nyata jika mempunyai kompetensi di bidang akuntansi atau keuangan. Oleh karena itu dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H4
: Kompetensi komisaris independen memoderasi pengaruh komisaris independen terhadap kualitas laba.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
BAB III METODE PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh karakteristik dewan komisaris yang diwakili oleh komisaris independen, ukuran dan pengalaman dengan menggunakan kompetensi komisaris independen sebagai variabel pemoderasi. Penelitian ini merupakan tipe penelitian penjelasan (explanatory research), yaitu penelitian yang bertujuan menjelaskan hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain melalui pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan metode regresi berganda yang diperluas dengan uji selisih nilai mutlak untuk mendeteksi adanya efek moderasi kompetensi
komisaris
independen
terhadap
hubungan
antara komisaris
independen dengan kualitas laba. Untuk ketepatan perhitungan dan efisiensi waktu dipergunakan alat pengolahan data statistik berbantuan komputer yaitu SPSS 17, dengan tingkat signifikansi pada confidence level 95% atau alpha (α) 0,05. B. PEMILIHAN SAMPEL dan PENGUMPULAN DATA B.1 Pemilihan sampel Penelitian ini menggunakan data sekunder. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia sejak tahun2008-2009
dengan
pertimbangan bahwa commit to user
setiap
perusahaan
telah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
menerapkan mekanisme corporate governance yang mulai dipersyaratkan oleh Bapepam sejak tahun 2000.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Perusahaan dalam populasi akan dijadikan sampel jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Perusahaan sampel adalah perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan teraudit pada rentang waktu antara tahun 2007-2009 sehingga tersedia data untuk menghitung tingkat discretionary accruals. b. Perusahaan yang menjadi sampel harus dalam kondisi laba positif untuk tahun 2008-2009 karena penelitian ini menguji tingkat kualitas laba yang dilaporkan perusahaan untuk tahun pengamatan tersebut. c. Perusahaan memiliki informasi yang lengkap mengenai komposisi dewan komisaris, kompetensi komisaris independen,
jumlah dan pengalaman
anggota dewan komisaris di tahun 2008-2009. d. Perusahaan sampel tidak termasuk ke dalam kelompok industri perbankan, lembaga pembiayaan, asuransi, real estate dan perhotelan. Sesuai dengan kriteria di atas, maka jumlah sampel perusahaan yang terpilih adalah sebanyak 73 perusahaan. Tahun pengamatan yang digunakan adalah tahun 2008 dan 2009, sehingga jumlah sampel yang diteliti adalah sebanyak 120 sampel. B.2 Data dan pengumpulan data Dalam penelitian ini, data diambil dari sumber-sumber relevan yang tersedia secara online, yaitu: Website BEI, Annual Report perusahaan sampel, commit to user dan Indonesia Capital Market Directory. Periode pengamatan adalah tahun 2008 52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
dan 2009. Penyajian data berupa cross sectional. Secara spesifik data yang dibutuhkan adalah: laporan keuangan tahun 2007-2009, laporan tahunan perusahaan tahun 2008 dan 2009, serta data yang berhubungan dengan mekanisme
corporate governance komisaris perusahaan meliputi informasi
komisaris independen, jumlah komisaris yang dimiliki oleh perusahaan, masa jabatan, dan kompetensi yang dimiliki komisaris independen tahun 2008 dan 2009. C. DEFINISI OPERASIONAL DAN PENGUKURAN VARIABEL Penelitian ini menggunakan tiga variabel bebas, satu variabel pemoderasi, dan satu variabel tergantung. Variabel bebas meliputi: komisaris independen, pengalaman dan ukuran dewan komisaris. Variabel pemoderasi pada penelitian ini adalah kompetensi komisaris independen, serta variabel tergantung adalah kualitas laba. Definisi dan pengukuran masing-masing variabel tersebut di atas adalah sebagai berikut: 1. Kualitas laba (Discretionary Accruals) Penelitian ini menggunakan definisi kualitas laba yang dilihat dari perspektif kebermanfaatan informasi laba dalam pengambilan keputusan bisnis bagi para pemakainya. Oleh karena itu, kualitas laba dalam penelitian ini diukur dari keberadaan praktik manipulasi accruals dalam bentuk manajemen laba. Adanya manajemen laba mengindikasikan kualitas laba yang dilaporkan perusahaan rendah. Manajemen laba diukur dari nilai discretionary accruals. Penelitian ini commitmodified to user Jones model oleh Dechow et al. menggunakan discretionary accruals
53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
(1995) yang juga dipakai dalam beberapa penelitian (Johari et al., 2008; Ismail et al. 2010; Hasim, 2009). Persamaan regresi model modified Jones oleh Dechow et al. (1995) adalah sebagai berikut: TACC = β1(1) + β2(DREVit - DRECit) + β3PPEit + eit Assetsit-1
Assetsit-1
(1)
Assetsit-1
Dalam hal ini : TACC DREV it
= total accruals perusahaan i tahun t, diperoleh dari (NIit-CFOit), =
selisih pendapatan tahun t dengan pendapatan tahunt-1 perusahaan i,
DREC it
= selisih total piutang tahun t dengan total piutang tahunt-1,
PPE it
=
property, plant, dan equipment tahun t untuk perusahaan i,
e it
=
error tahun t untuk perusahaan i.
Dengan menggunakan koefisien hasil persamaan regresi di atas, maka nilai non discretionary accruals dapat diketahui. Selanjutnya nilai discretionary accruals dihitung dengan rumus: DACit = TACCit - NDACit Dalam hal ini : DAC
: discretionary accruals,
TACC
: total accruals,
NDAC
: non discretionary accruals,
2. Komisaris independen (KOMIND) Komisaris independen merupakan anggota komisaris independen yang berasal commit to user dari pihak eskternal perusahaan. Nilainya ditentukan berdasarkan persentase 54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
jumlah anggota komisaris independen terhadap total jumlah anggota dewan komisaris (Klein, 2002; Jaggi et al., 2007; Hasim, 2009). 3. Pengalaman (EXPERT) Pengalaman merupakan keahlian spesifik di bidang pengawasan yang dimiliki oleh seorang komisaris dalam perusahaan. Pengalaman ditentukan dari rata-rata lamanya jabatan yang dimiliki oleh dewan komisaris dalam sebuah perusahaan (Hasim, 2009; Johari et al., 2008). 4. Ukuran dewan komisaris (KOMSIZE) Sesuai dengan penelitian Hasim (2009) dan Ismail et al. (2010), ukuran dewan komisaris merupakan total anggota dewan komisaris yang dimiliki oleh perusahaan dalam periode pengamatan. Jumlah tertentu dari dewan komisaris diduga berpengaruh positif terhadap kualitas laba. 5. Kompetensi (KOMPETEN) Bidang keahlian yang berpengaruh terhadap keefektifan proses pengawasan adalah keahlian di bidang akuntansi atau keuangan. Kompetensi merupakan proporsi anggota komisaris independen yang mempunyai keahlian di bidang akuntansi atau keuangan terhadap total anggota dewan komisaris independen (Johari et al., 2008, Hasim, 2009). D. ANALISIS DATA D.1 Uji asumsi klasik Pengujian data merupakan langkah yang harus ditempuh sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian data ini bertujuan untuk mengetahui apakah model estimasi telah memenuhi kriteria ekonometrik, dalam arti tidak terjadi penyimpangan yang cukup serius dari asumsi-asumsi yang diperlukan commit to user
55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
dalam metode ordinary least square (Ghozali, 2009). Pengujian yang dimaksud adalah pengujian asumsi klasik yang terdiri atas: (Priyatno, 2009) 1. Uji normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data terdistribusi dengan normal. Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam teknik regresi adalah data harus berdistribusi normal (Ghozali, 2009). Jika asumsi ini dilanggar, maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan one sample kolmogorov-smirnov test. Jika nilai signifikansi Asym. Sig > 0,05 maka dapat diartikan bahwa data berdistribusi normal. 2.
Uji multikolinearitas
Multikolinearitas dapat diartikan bahwa antar variabel independen dalam model regresi memiliki hubungan linear yang sempurna atau mendekati sempurna (Priyatno, 2009). Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi sempurna atau mendekati sempurna di antara variabel-variabel independennya. Multikolinearitas dapat menyebabkan koefisien korelasi variabel tidak dapat ditentukan dan kesalahan menjadi sangat besar atau tidak terhingga. Penelitian ini melakukan pengujian multikolinearitas dengan cara melihat nilai tolerance dan inflation factor (VIF) pada model regresi. Variabel yang menyebabkan multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance yang lebih kecil dari 0,1 atau nilai VIF yang lebih besar dari 10. 3.
Uji autokorelasi
Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota observasi yang menurut waktu commit user atau tempat. Model regresi yang baiktoseharusnya tidak terjadi autokorelasi. 56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Penelitian ini menggunakan uji durbin-watson test untuk mengetahui ada tidaknya masalah autokorelasi dalam model regresi (Ghozali, 2009). Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi didasarkan pada kondisi sebagai berikut: Tabel 2 Pengambilan Keputusan Durbin Watson Test Hipotesis nol Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi positif atau negatif
Keputusan Tolak Tidak ada keputusan Tolak Tidak ada keputusan Diterima
Jika 0 < d < dL dL ≤ d ≤ dU 4-dL < d < 4 4-dU ≤ d ≤ 4-dL dU < d < 4-dU
Sumber: Ghozali, 2009.
4. Uji heterokedastisitas Heterokedastisitas adalah varian residual yang tidak sama pada semua pengamatan di dalam model regresi (Ghozali, 2009). Regresi yang baik seharusnya tidak terjadi masalah heterokedastisitas. Ada beberapa macam cara untuk mendeteksi adanya masalah heterokedastisitas, yaitu dengan uji koefisien korelasi Spearman’s rho, melihat pola titik-titik pada grafik regresi, uji park dan uji Glejser. Metode uji koefisien korelasi Spearman’s Rho digunakan untuk menguji keberadaan masalah heterokedastisitas dalam penelitian ini. Pengujian heterokedastisitas menurut metode ini dilakukan dengan mengkorelasikan variabel independen dengan residualnya. Tingkat signifikansi yang dipergunakan adalah 0,05 dengan uji 2 sisi. Jika korelasi antara variabel independen dengan residualnya memberikan signifikansi lebih dari 0,05, maka dapat dikatakan commit to user bahwa tidak terjadi masalah heterokedastisitas. 57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
D.2 Uji hipotesis Pengujian hipotesis 1, 2, 3 dan 4 dilakukan dengan menggunakan metode regresi berganda yang diperluas dengan uji nilai selisih mutlak. Uji nilai selisih mutlak dilakukan untuk mengetahui efek moderasi dari variabel kompetensi komisaris independen terhadap hubungan antara komisaris independen dengan discretionary accruals. Agar dapat melakukan pengujian nilai selisih mutlak harus dibuat terlebih dahulu variabel selisih mutlak. Nilai variabel selisih mutlak diperoleh dari selisih antara nilai variabel X1 (komind) dengan nilai variabel X2 (kompeten). Menurut Frucot dan Shearon (1991) dalam Ghozali (2009), model interaksi seperti ini lebih disukai untuk menguji efek moderasi karena dapat diketahui kombinasi dari nilai X1 dan X2 serta pengaruhnya terhadap variabel Y (discretionary accruals). Efek moderasi terjadi jika nilai t pada uji nilai selisih mutlak mempunyai nilai signifikansi < 0,05 (Ghozali, 2009). Persamaan regresi berganda dengan perluasan uji nilai selisih mutlak yang dipergunakan untuk menguji hipotesis yang telah diuraikan sebelumnya adalah sebagai berikut: : a + β1Komind + β2Expert + β3Komsize + β4Kompeten +
DAC
β5|Komind-Kompeten| + e
(2)
Dalam hal ini: DAC
: discretionary accruals,
Komind
: Komisaris independen,
Komsize
: Ukuran dewan komisaris,
Expert
: Pengalaman dewan komisaris, commit to user
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
|Komind-Kompeten| : Nilai selisih mutlak antara komisaris independen dengan kompetensi komisaris independ
commit to user
59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. STATISTIK DESKRIPTIF
A.1 Populasi dan sampel Obyek penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di bursa efek indonesia selama periode 2007 sampai dengan 2009. Perusahaan dari industri perbankan, asuransi, real estate dan perhotelan tidak dimasukkan dalam obyek penelitian karena jenis operasional perusahaan yang berbeda. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Artinya populasi dapat menjadi sampel apabila memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Penentuan sampel dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut: Tabel 3 Jumlah Sampel Penelitian Keterangan Total perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia periode 2008-2009 Perusahaan kelompok perbankan, asuransi, real estate, utilities dan perhotelan Perusahaan sampel yang tidak mengeluarkan laporan keuangan tahun 2008 dan 2009 Perusahaan sampel yang tidak mempunyai informasi lengkap mengenai komisaris independen, pengalaman, ukuran dan kompetensi. Perusahaan sampel yang mempunyai laba negatif Jumlah sampel akhir
Jumlah 789 (362) (77) (175) (55) 120
Sumber: ICMD, 2008-2009. Setelah dilakukan pemilihan, jumlah sampel yang berhasil dikumpulkan sebanyak 120 perusahaan. Klasifikasi sampel berdasarkan karakteristik industri commit to user ditampilkan dalam tabel berikut ini: 60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4 Klasifikasi Sampel berdasarkan Karakteristik Industri No 1 2 3 4 5 6
Bidang Industri
Jumlah
Persentase
Total
80 10 4 6 5 15 120
67% 8% 3% 5% 4% 13% 100%
Manufaktur Konstruksi Pertambangan Jasa transportasi Telekomunikasi Wholesale
Sumber: ICMD, 2008-2009.
A.2 Deskripsi variabel Deskripsi variabel memberikan gambaran suatu data. Data variabel digambarkan dalam bentuk statistik deskriptif. Variabel dalam penelitian ini meliputi komisaris independen sebagai X1, pengalaman komisaris sebagai X2, ukuran komisaris sebagai X3, kompetensi komisaris independen sebagai X4 (variabel pemoderasi), dan discretionary accruals sebagai Y. Secara lengkap, data statistik deskriptif disajikan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 5 Deskripsi Statistik Variabel Komind Expert Komsize Kompeten Valid N (listwise)
N 120 120 120 120 120
Minimum Maximum .00 .58 2.00 .00
.80 18.67 10.00 1.00
Mean
Std. Deviastion
.3848 5.2237 4.7333 .2987
.12810 3.88358 2.15271 .25122
Sumber: Data sekunder yang diolah Hasil statistik deskriptif pada tabel 5 di atas menunjukkan bahwa jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 120. Jumlah komisaris independen terbanyak yang dimiliki perusahaan sampel adalah sebesar 80% dari commit to user
61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
total anggota komisaris, namun masih ada perusahaan yang tidak memiliki komisaris independen. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan di Indonesia sudah memenuhi peraturan mengenai komposisi dewan komisaris 1 berbanding 3 yang ditetapkan dalam pedoman good corporate governance. Rata-rata proporsi komisaris independen terhadap total anggota komisaris yang dimiliki perusahaan adalah sebesar 38,48%. Artinya komposisi komisaris perusahaan di Indonesia masih didominasi oleh komisaris dari internal perusahaan. Standar deviasi untuk komisaris independen sebesar 0,12810. Pengalaman yang ditunjukkan oleh masa kerja komisaris paling sedikit adalah lima sampai enam bulan, sedangkan masa kerja paling lama yang dimiliki komisaris adalah 18 sampai 19 tahun. Rata-rata masa kerja komisaris adalah lima tahun dua bulan, dan standar deviasi untuk pengalaman sebesar 3,88358. Data mengenai ukuran komisaris menunjukkan bahwa jumlah komisaris paling sedikit yang dimiliki perusahaan adalah dua orang, dan paling banyak 10 orang. Akan tetapi rata-rata perusahaan memiliki jumlah komisaris yang berkisar antara empat sampai lima orang. Standar deviasi untuk ukuran komisaris adalah sebesar 2,15271. Kompetensi berkaitan dengan jumlah anggota komisaris independen yang mempunyai bidang keahlian akuntansi atau keuangan. Ada perusahaan yang tidak memiliki komisaris independen yang kompeten, sebaliknya jumlah komisaris commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
independen kompeten terbanyak yang dimiliki perusahaan adalah 100%. Standar deviasi kompetensi komisaris independen sebesar 0,25122. B. HASIL UJI ASUMSI KLASIK Untuk memastikan bahwa data
memenuhi syarat ekonometrik, maka
harus dilakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik diterapkan untuk setiap model regresi yang dipakai untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. B.1 Uji normalitas data Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penganggu atau residual mempunyai distribusi normal (Ghozali, 2009). Penelitian ini menggunakan analisis statistik Kolmogorov-Smirnov test untuk menguji normalitas data. Hasil statistik untuk uji normalitas disajikan dalam tabel berikut: Tabel 6 Uji normalitas data Keterangan N Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
Nilai Unstandardized Residual Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Sumber: Data sekunder yang diolah.
commit to user
120 ,000 ,074 ,131 ,131 -,115 1,437 ,082
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa signifikansi (Asym Sig) adalah 0,82 dan asym sig > 0,05 sehingga H0 diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. B.2 Uji Multikolinearitas Multikolinearitas artinya antar variabel independen yang terdapat dalam model regresi memiliki hubungan linear yang sempurna atau mendekati sempurna. Model regresi yang baik tidak boleh mengandung multikolinearitas yang dapat menyebabkan koefisien korelasi variabel tidak tentu dan kesalahan menjadi sangat besar atau tidak terhingga (Priyatno, 2009). Penelitian ini mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dengan melihat nilai tolerance dan inflation factor (VIF) pada model regresi. Hasil uji statistik mengenai multikolinearitas dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 7 Hasil uji multikolinearitas Variabel Komind Expert Komsize Kompeten |X1 - X4|
Nilai Tolerance
Nilai VIF
.794 .930 .932 .976 .799
1.259 1.075 1.073 1.024 1.251
Keputusan Tidak terjadi multikolinearitas Tidak terjadi multikolinearitas Tidak terjadi multikolinearitas Tidak terjadi multikolinearitas Tidak terjadi multikolinearitas
Sumber: Data sekunder yang diolah. Variabel yang menyebabkan multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance yang lebih kecil daripada 0,1 atau nilai VIF yang lebih besar daripada 10. Pada tabel 7 di atas, nilai tolerance semua variabel > 0,1 dan nilai VIF commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
sebesar < 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi di atas tidak terdapat masalah multikolinearitas. B.3 Uji autokorelasi Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode sebelumnya (Ghozali, 2009). Deteksi adanya autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin Watson. Jika nilai Durbin Watson di atas dl maka dapat dikatakan tidak terjadi autokorelasi. Tabel 8 Uji autokorelasi R Square Change
F Change
.486
21.583
df1 df2 5
df2
114
Durbin-Watson
.000
1.865
Sumber: Data sekunder yang diolah.
Pada hasil perhitungan statistik tabel 8 diperoleh angka Durbin Watson sebesar 1,865 sedangkan nilai batas atas (du) menurut tabel statistik adalah 1,625. Artinya angka Durbin Watson berada di atas nilai batas atas (du) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah autokorelasi. B.4 Uji Heterokedastisitas Uji heterokedastisitas dilakukan dengan uji Spearman’s Rho. Hasil uji Spearman’s Rho dapat diuraikan dalam tabel berikut: Tabel 9 Uji Heterokedastisitas Variabel Komind Expert Komsize Kompeten |X1-X2|
Signifikansi 0,408 0,150 0,115 0,532 to commit 0,442
Keputusan
Tidak terjadi heterokedastisitas Tidak terjadi heterokedastisitas Tidak terjadi heterokedastisitas user Tidak terjadi heterokedastisitas Tidak terjadi heterokedastisitas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Sumber: Data sekunder yang diolah. Pengujian statistik dengan uji Spearman’s Rho pada tabel 9 menunjukkan bahwa nilai signifikansi semua variabel bebas lebih besar dari 0,05. Artinya dalam model regresi tidak terjadi masalah heterokedastisitas. C. PENGUJIAN HIPOTESIS C.1 Pengujian goodness of fit Ketepatan fungsi regresi suatu sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of
fit (Ghozali, 2009). Hasil statistik untuk pengujian
kelayakan model dijabarkan dalam tabel berikut: Tabel 10 Pengujian kelayakan model regresi R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
.697(a)
.486
.464
,076
Sumber: Data sekunder yang diolah.
Penentuan kelayakan model dapat dilihat dari koefisien determinansi (R2). Koefisien determinasi merupakan ukuran kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Akan tetapi penggunaan koefisien determinasi dapat menimbulkan bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Oleh karena itu para peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai adjusted R2 pada saat mengevaluasi model regresi (Ghozali, 2009). Nilai adjusted R2 pada tabel 10 di atas adalah 0,464. Hal ini berarti 46,4% variasi discretionary accruals dapat dijelaskan oleh variasi dari t variabel komisaris independen, pengalaman komisaris, commitukuran to userkomisaris, kompetensi komisaris
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
independen dan nilai selisih mutlak antara komisaris independen dengan kompetensi komisaris independen. Sisanya sebesar 53,6% dijelaskan oleh faktor lain di luar model penelitian. Standar error of estimate (SEE) bernilai kecil yaitu sebesar 0,076. Semakin kecil nilai SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel independen (Ghozali, 2009). C.2 Pengujian hipotesis Pengujian hipotesis 1,2,3 dan 4 dilakukan menggunakan metode regresi berganda yang diperluas dengan teknik uji nilai selisih mutlak untuk mendeteksi adanya moderasi kompetensi komisaris independen terhadap hubungan komisaris independen dan discretionary accruals. Hasil perhitungan statistik untuk uji hipotesis adalah sebagai berikut: Tabel 11 Hasil uji signifikansi partial (Uji t) Variabel
Nilai Beta
Nilai t
Signifikansi
Komind
-.456
-7.513
.000
Expert
.001
.674
.502
Komsize
.004
1.127
.262
-.111
-3.992
.000
.408
8.435
.000
Kompeten Selisih mutlak
Sumber: Data sekunder yang diolah. Hasil pengolahan data secara statistik pada tabel 11 di atas menunjukkan bahwa variabel komisaris independen dan kompetensi komisaris independen berpengaruh negatif terhadap discretionary accruals dengan nilai koefisien masing-masing sebesar (0,456) dan (0,111). Artinya setiap ada penambahan proporsi komisaris independen dan kompetensi sebesar 1% akan menurunkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
nilai discretionary accruals sebesar 0,456 dan 0,111. Dengan demikian H1 diterima. Hasil statistik untuk variabel pengalaman dan ukuran komisaris tidak terbukti berpengaruh signifikan terhadap nilai discretionary accruals sehingga H2 dan H3 tidak mendapatkan dukungan bukti empiris. Hasil perhitungan nilai selisih mutlak untuk mendeteksi adanya moderasi kompetensi komisaris independen terhadap hubungan komisaris independen dengan discretionary accruals menunjukkan nilai koefisien beta sebesar 0,408 dengan tingkat signifikansi 0,000. Menurut Ghozali (2009), suatu variabel dikatakan memoderasi hubungan variabel yang satu dengan lainnya jika hasil pengujian nilai selisih mutlak menunjukkan hasil signifikan < 0,05. Pada tabel 11, hasil perhitungan nilai selisih mutlak menunjukkan nilai koefisien beta sebesar 0,408 dengan tingkat signifikansi 0,000. Hal ini dapat diartikan bahwa variabel kompetensi komisaris independen memoderasi hubungan antara komisaris independen dengan discretionary accruals sehingga H4 diterima. Jika proporsi tinggi komisaris independen berinteraksi dengan proporsi rendah kompetensi komisaris independen atau sebaliknya akan menyebabkan perbedaan nilai absolut yang besar sehingga berpengaruh terhadap discretionary accruals. Nilai koefisien beta 0,408 dapat diartikan bahwa setiap perubahan nilai absolut sebesar 1% akan menyebabkan perubahan discretionary accruals sebesar 0,408. Moderasi ini memberikan pengaruh positif signifikan terhadap discretionary accruals. Interaksi antara nilai ekstrim antar persentase komisaris independen dengan persentase kompetensi komisaris independen akan memberikan kenaikan signifikan terhadap discretionary accruals. Untuk meminimalkan kenaikan nilai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
discretionary accruals maka dapat dipilih kombinasi nilai yang hampir sama atau sama besar antara persentase komisaris independen dengan persentase komisaris independen yang mempunyai kompetensi akuntansi atau keuangan. D. PEMBAHASAN Hasil penelitian empiris pada tabel 11 menyatakan bahwa nilai discretionary accruals dipengaruhi secara signifikan oleh keberadaan komisaris independen. Pengaruh negatif yang diperlihatkan dari hasil analisis data menunjukkan bahwa peningkatan proporsi komisaris independen terhadap total anggota komisaris secara keseluruhan akan menurunkan nilai discretionary accruals.
Penurunan discretionary accruals memberikan sinyal adanya
penurunan praktik manajemen laba, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas laba yang dilaporkan perusahaan. Hasil penelitian ini memberikan dukungan terhadap hasil penelitian
Dechow et al. (1995), Ebrahim (2007),
Mashayekhi (2008), Klein (2002), Xie et al. (2003), Peasnel et al. (2003), Jaggi et al. (2009), Johari et al. (2008) dan Niu (2006). Selain itu hasil penelitian ini konsisten dengan penemuan Beasley (1996) dan Uzun et al (2004) mengenai adanya penurunan tindakan fraud yang dilakukan manajemen pada perusahaan dengan jumlah komisaris independen banyak. Hasil penelitian empiris ini menegaskan bahwa keberadaan komisaris independen
dalam jajaran anggota dewan komisaris dapat meningkatkan
keefektifan fungsi pengawasan terutama pada saat proses penyusunan laporan keuangan. Proses pengawasan yang efektif ini mampu membatasi keinginan pihak manajemen untuk melakukan praktik-praktik manipulasi accruals, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
misalnya dalam bentuk manajemen laba. Seiring dengan menurunnya praktikpraktik manipulasi accruals maka kualitas laba yang dilaporkan perusahaan juga akan semakin baik. Penemuan penelitian ini sejalan dengan teori keagenan Jensen dan Meckling (1976) maupun Fama dan Jensen (1983) yang menyatakan bahwa tingkat independensi anggota komisaris yang tinggi akan memperlihatkan kinerja pengawasan yang lebih baik. Namun begitu hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penemuan Park dan Shin (2004) yaitu komisaris independen tidak mampu menurunkan tingkat abnormal accruals yang mengindikasikan manajemen laba maupun Ismail et al. (2010) dan Hasim (2009) yang tidak berhasil menemukan hubungan apapun antara discretionary accruals dengan komisaris independen. Untuk penelitian yang dilakukan di Indonesia, hasil ini mendukung bukti yang diperoleh Ujiantho dan Pramuka (2007), namun bertolak belakang dengan hasil penelitian Siallagan dan machfoedz (2006) dan Fitriannasari (2010). Selain itu, hasil ini juga tidak konsisten dengan temuan Sefiana (2010), Sriwedari (2009), dan Rachmawati dan Triatmoko (2007). Perbedaan hasil penelitian ini kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan sampel yang dipergunakan maupun pengukuran operasional variabel yang dipergunakan. Sampel penelitian yang dipergunakan oleh Ismail et al. (2010) maupun Hasim (2009) adalah perusahaan yang terdaftar di bursa efek Malaysia dengan data perusahaan berupa time series. Selain faktor sampel yang berbeda, perbedaan hasil dengan para peneliti di Indonesia juga dapat disebabkan karena perbedaan model yang dipergunakan dalam penelitian. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Pengalaman kerja yang dimiliki seorang anggota dewan komisaris berpengaruh terhadap kemampuannya dalam mengawasi tindakan manajemen perusahaan. Semakin lama masa jabatan anggota dewan komisaris menyebabkan peningkatan pengalaman kerja yang dimiliknya sehingga lebih efektif dalam melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan manajemen perusahaan. Penemuan ini berbeda dengan hasil penelitian Beasley (1996) maupun Hasim (2009) yang mengungkapkan bukti pengaruh signifikan pengalaman kerja dengan manajemen laba. Penyebab perbedaan ini kemungkinan adalah perbedaan pengukuran variabel. Pada penelitian ini pengalaman merujuk pada lama jabatan yang dimiliki oleh rata-rata anggota dewan komisaris secara keseluruhan tanpa memandang faktor independen maupun insider boards of commissioner. Bukti empiris ini juga tidak konsisten dengan pernyataan Bedard et al. (2004) dan Beasley (1996) yang menyatakan bahwa peningkatan pengalaman menyebabkan seorang komisaris mempunyai pemahaman yang memadai mengenai kegiatan operasi perusahaan beserta manajemen perusahaan sehingga dapat melakukan proses pengawasan dengan lebih efektif. Selain permasalahan sampel, faktor karakteristik komisaris yang berbeda juga dapat menimbulkan perbedaan hasil penelitian. Sebagian besar anggota komisaris non independen untuk perusahaan di Indonesia bersifat affiliated dengan pemilik maupun perusahaan sehingga kedudukannya sebagai anggota dewan komisaris hanya bersifat formalitas untuk mentaati ketentuan yang berlaku (Maksum, 2005). Proses koordinasi dan komunikasi yang seyogyanya digunakan untuk melancarkan tugas-tugas pengawasan juga tidak dapat berfungsi secara optimal. Pada sebagian perusahaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
yang terdaftar di BEI, anggota dewan komisaris juga merangkap sebagai anggota komite audit. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat dikaitkan dengan penelitian Abdul Rahman dan Mohamed Ali (2006) yang juga tidak berhasil mengungkapkan pengaruh signifikan antara pengalaman anggota komite audit dengan aktivitas manajemen laba. Bukti penelitian mengenai ukuran dewan komisaris yang dimiliki perusahaan juga tidak berhasil mengungkapkan bukti pengaruh yang signifikan terhadap nilai discretionary accruals. Jumlah dewan komisaris yang besar ataupun sebaliknya tidak terbukti mempengaruhi nilai discretionary accruals. Hasil penelitian empiris ini tidak mendukung bukti yang ditemukan oleh Ismail et al. (2010), Pujiastuti (2010) dan Ujiantho dan Pramuka (2007) yang menemukan bukti bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas laba. Hasil yang berbeda, khususnya dengan para peneliti di Indonesia kemungkinan disebabkan adanya perbedaan model deteksi manipulasi accruals dan penggunaan sampel. Penelitian Pujiastuti menggunakan working capital accruals sebagai deteksi manipulasi accruals, sedangkan penelitian ini mempergunakan model modified Jones oleh Dehow et al. (1995). Namun begitu bukti penelitian ini sejalan dengan bukti penelitian yang ditemukan oleh Sefiana (2010). Salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab ukuran komisaris tidak berpengaruh terhadap nilai discretionary accruals karena sebagian besar perusahaan yang terdaftar di BEI mempunyai struktur kepemilikan terkonsentrasi di tangan keluarga (Claessens, 2002; Husnan, 2001) sehingga kemungkinan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
adanya anggota komisaris yang terafiliasi dengan pihak manajemen sangat terbuka lebar. Hal ini menyebabkan berapapun jumlah anggota komisaris yang dimiliki perusahaan tidak berpengaruh terhadap discretionary accruals. Hasil pengujian terhadap kompetensi secara partial menunjukkan pengaruh negatif signifikan terhadap discretionary accruals. Artinya peningkatan jumlah anggota komisaris independen yang mempunyai kompetensi di bidang akuntansi atau keuangan menyebabkan penurunan nilai discretionary accruals. Penelitian ini juga berhasil mengungkapkan bukti adanya moderasi kompetensi komisaris independen terhadap hubungan komisaris independen dan nilai discretionary accruals. Jika persentase komisaris independen yang besar berinteraksi dengan persentase komisaris independen yang mempunyai kompentesi di bidang akuntansi atau keuangan yang kecil, maka akan menyebabkan peningkatan nilai discretionary accruals yang signifikan. Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa kompetensi di bidang akuntansi atau keuangan menyebabkan seorang anggota komisaris mengetahui proses pembuatan laporan keuangan dengan lebih baik sehingga mempunyai kemampuan lebih baik dalam mendeteksi adanya manajemen laba jika dibandingkan dengan anggota dewan komisaris yang mempunyai keahlian di bidang lain. Jika kompetensi ini dimiliki oleh komisaris independen, maka keefektifan proses pengawasan terhadap tindakan manajemen, khususnya yang menyangkut tindakan manipulasi akan lebih optimal. Pada akhirnya, keberadaan komisaris independen yang mempunyai kompetensi di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
bidang akuntansi atau keuangan akan lebih berarti dalam upaya menurunkan nilai discretionary accruals. Hasil ini memperkuat hasil penelitian yang diperoleh Park dan Shin (2004) yang menemukan keberadaan financial intermediaries cenderung menurunkan discretionary accruals. Akan tetapi, bukti penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Johari et al. (2008) yang tidak berhasil menemukan bukti adanya moderasi kompetensi komisaris independen terhadap hubungan komisaris independen dengan discretionary accruals. Perbedaan ini dapat dikarenakan adanya perbedaan sampel dan model regresi moderasi yang dipergunakan dalam ke dua penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN
Penelitian empiris yang telah dilakukan peneliti berhasil mengungkapkan bukti-bukti bahwa tidak semua mekanisme corporate governance berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kualitas informasi keuangan, terutama informasi laba. Berdasarkan hasil penelitian ini, hanya komisaris independen yang berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai discretionary accruals. Akan tetapi penelitian ini tidak berhasil menemukan bukti pengaruh yang signifikan antara mekanisme corporate governance yang lain, yaitu pengalaman dan ukuran komisaris terhadap nilai discretionary accruals. Dengan demikian mekanisme corporate governance yang paling berpengaruh terhadap peningkatan kualitas laba adalah proporsi dewan komisaris. Proporsi komisaris independen yang semakin besar akan semakin mampu menurunkan nilai discretionary accruals sehingga kualitas laba juga mengalami peningkatan. Penelitian ini juga berhasil menemukan adanya moderasi dari mekanisme corporate governance yaitu kompetensi komisaris independen di bidang akuntansi atau keuangan terhadap hubungan antara komisaris independen dan discretionary accruals. Interaksi antara persentase komisaris independen yang kecil dengan persentase kompetensi komisaris independen yang besar menyebabkan penurunan nilai discretionary accruals yang signifikan. Hasil ini sekaligus menandakan bahwa komisaris independen yang mampu membatasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
praktik manipulasi accruals adalah komisaris independen yang mempunyai kompetensi akuntansi atau keuangan. B. KETERBATASAN Penelitian ini telah mengungkap bukti pengaruh yang signifikan antara keberadaan komisaris indepedenden terhadap kualitas laba maupun moderasi kompetensi komisaris independen terhadap hubungan keberadaan komisaris dengan kualitas laba. Namun begitu penelitian ini mengandung beberapa kelemahan: 1. Data corporate governance yang digunakan dalam penelitian meliputi tahun 2008 dan 2009 sehingga perlu kehati-hatian di dalam menggeneralisasikan hasil-hasil penelitian ini untuk sampel yang berbeda. 2. Teknik pemilihan sampel tidak dapat dilakukan secara acak, melainkan dengan metode purposive sampling. Penyebabnya adalah ada kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh sebuah perusahaan agar dapat menjadi sampel penelitian. Hal ini mengakibatkan hasil penelitian kemungkinan hanya relevan diaplikasikan untuk jenis perusahaan yang sesuai. 3. Penelitian empiris sebelumnya menyatakan bahwa mekanisme corporate governance yang diterapkan di sebuah perusahaan harus mempertimbangkan struktur kepemilikannya (Klein et al., 2002). Penelitian ini belum membedakan praktik corporate governance untuk jenis struktur kepemilikan yang berbeda karena tujuan utamanya adalah menguji pengaruh corporate governance di perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia terhadap commit to user kualitas laba. Terdapat kemungkinan bahwa adopsi corporate governance
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
yang efektif akan berbeda-beda sesuai dengan karakteristik struktur kepemilikannya. C. SARAN Sebagai efek simultan, penelitian ini dapat diperbaiki untuk hal-hal sebagai berikut: 1. Sesuai pernyataan Klein et al. (2002) bahwa adopsi corporate governance di sebuah perusahaan sangat dipengaruhi oleh struktur kepemilikannya, maka penelitian selanjutnya dapat diperluas pada pengujian variabel struktur kepemilikan, khususnya kepemilikan terkonsentrasi yang banyak dimiliki oleh sebagian besar perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia (Husnan, 2001). 2. Agar hasil penelitian ini dapat diimplementasikan secara menyeluruh, penelitian dengan topik yang sama namun melibatkan sampel yang lebih besar perlu dilakukan. 3. Penelitian ini hanya menguji efek moderasi kompetensi komisaris independen dengan hubungan antara komisaris independen dan discretionary accruals. Namun begitu, peran komisaris independen sangat tergantung juga dengan anggota komisaris non independen. Penelitian mengenai pengaruh komisaris non independen beserta interaksinya dengan komisaris independen sangat relevan untuk dipelajari lebih lanjut. D. IMPLIKASI Penemuan penelitian mengenai komisaris independen mendukung pernyataan teori agency Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
tingkat independensi anggota komisaris yang tinggi akan memperlihatkan kinerja pengawasan yang lebih baik pula sehingga menciptakan kualitas laba yang tinggi. Adanya faktor kompetensi di bidang akuntansi atau keuangan dalam diri komisaris independen juga terbukti mampu meningkatkan keefektifan proses pengawasan yang dijalankan dewan komisaris sehingga mampu membatasi perilaku manipulasi accruals dalam bentuk manajemen laba. Hal ini konsisten dengan pernyataan Park dan Shin (2004) yaitu komisaris independen yang mempunyai keahlian akuntansi atau keuangan akan lebih mampu memahami proses penyusunan laporan keuangan sehingga dapat mendeteksi adanya praktikpraktik manipulasi bila dibandingkan dengan komisaris independen yang tidak mempunyai keahlian di bidang akuntansi atau keuangan. Penelitian ini juga mendukung pernyataan Arifin (2005) bahwa penerapan mekanisme corporate governance mulai diperlukan untuk perusahaan-perusahaan di
Indonesia
yang
sebagian
besar
mempunyai
struktur
kepemilikan
terkonsentrasi. Namun begitu hanya mekanisme corporate governance tertentu seperti komisaris independen dan kompetensinya yang terbukti efektif meningkatkan kualitas laporan keuangan. Bagi pemerintah dan praktisi perusahaan, hasil penelitian ini dapat dipertimbangkan sebagai bahan masukan dalam mengembangkan petunjuk teknis mengenai praktik corporate governance di Indonesia.
commit to user