PENGARUH PEMBERIAN MAKANAN RENDAH PURIN DAN TINGGI PURIN TERHADAP INTENSITAS NYERI INFLAMASI PADA TIKUS PUTIH STRAIN WISTAR YANG DIINDUKSI YEAST (saccharomyces cereviceae) Heny Ekawati ABSTRACT Inflamation was a protective phenomenon and tissue reaction of the infection, trauma or irritation. Pain could occur severely as a main complain to find a medication. One of nonpharmacologis medication that supposed could reduced pain was by consumed a low purin food and avoided food that contained high of purin. This research aimed to know the intensity of inflamation pain by giving a low purin food and high purin food to the mouse and then measured the pain treshold. This research was an experimental study with post-test only controll group design. Samples in this study consisted of 15 mouse that were choosen by simple random sampling and classified into 3 groups, they were controll group (n=5), low purin group (n=5), and high purin group (n=5). Pain intensity and pain treshold were measured by modified Randall Sallito Test Methode. The test was done by giving a yeast injection in the dorsum pedis of the mouse, and then measured the pain treshold in the 0 minutes (before), 0 minutes (after), 60 minutes, 120 minutes, and 180 minutes after giving low purin food and high purin food. The data resulted were analized with two-way Anova and if there was a significant differences with 95% of reliability, the test continued with Turkey HSD test. Result of this research found that the pain treshold of low purin group was decreased and the pain treashold of high purin group was increased. Conclusion of this study was that by giving low purin food could decrease intensity of inflamation pain and giving high purin food could increase intensity of inflamation. Based on this study, it was suggested to have another research with different methode and a longer time and also find another sign of inflamation. Key words : low purin food, high purin food, inflamation, pain intensity
1. PENDAHULUAN Inflamasi merupakan fenomena protektif dan reaksi jaringan terhadap infeksi, trauma atupun iritasi yang ditandai dengan gejala calor (panas), Rubor (kemerahan), dolor (nyeri), tumor (pembengkakan), functio laesa (gangguan fungsi) (Roper, 2002). Penyebab inflamasi juga bermacam-macam, dari luka mekanik misalnya akibat kecelakaan, aktivitas berlebihan sampai infeksi (virus dan bakteri), bahkan sekarang berkembang bahwa inflamasi bisa menimbulkan artritis (peradangan sendi) (Merdikoputro, 2006). Menurut data dari WHO, artritis masuk ke dalam salah satu dari empat
kondisi otot dan tulang yang membebani tubuh, sistem kesehatan maupun sistem perawatan sosial dengan biaya yang cukup besar. Penyakit ini menyerang semua etnis, dengan insiden pada orang berusia di atas 18 tahun berkisar 0,1 persen sampai 0,3 persen, sedangkan pada anak-anak dan remaja yang berusia kurang dari 18 tahun 1/100.000 orang. Kecederungan penderitanya adalah wanita dibanding dengan laki-laki (Isbagio, 2006; Merdikoputro, 2006). Artritis merupakan peradangan pada persedian, tepatnya di lapisan dalam bungkus sendi (sinovitis). Akibat dari sinovitis yang menahun akan terjadi kerusakan pada tulang
Heny Ekawati STIKES Muhammadiyah Lamongan SURYA
51
Vol. 1, No, 1, September 2008
Pengaruh Pemberian Makanan Rendah Purin Dan Tinggi Purin Terhadap Intensitas Nyeri Inflamasi Pada Tikus Putih Strain Wistar Yang Di Induksi Yeast (Saccharomyces Cereviceae)
rawan sendi, tulang, tendon, dan ligamen pada sendi. Hal inilah yang membuat penderita merasa nyeri, sendi kaku dan bengkak, bahkan merusak sendi (Isbagio, 2006). Sedangkan pada gout artritis merupakan reaksi peradangan yang disebabkan oleh gangguan metabolisme purin. Jadi baik pada artritis maupun gout artritis menunjukkan gejala yang sama yaitu reaksi peradangan. Selama ini penderita gout artritis selain pengobatan secara farmakologis juga dianjurkan untuk selalu mengkunsumsi makanan yang rendah purin, dengan tujuan untuk mencapai dan mempertahankan status gizi optimal serta menurunkan kadar asam urat dalam darah serta urin (Instalasi Gizi RS. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien, 2004). Sehingga tidak terjadi pengendapan asam urat di luar serum yang berlebihan yang dapat memicu terjadinya serangan gout yang ditandai dengan pembengkakan, kemerahan, nyeri hebat, panas dan gangguan gerak sendi (Khomson, 2004; Syafranelsal, 2001). Reaksi peradangan yang ditimbulkan pada inflamasi maupun gout artritis adalah sama. Diduga pemberian makanan yang rendah purin dan menghindari makanan yang tinggi purin dapat sebagai alternatif non farmakologis untuk mengurangi reaksi peradangan, salah satunya adalah nyeri. Nyeri yang luar biasa pada persedian sering menjadi keluhan utama pada penderita artritis maupun gout artritis untun mencari pengobatan dalam meredakan nyerinya. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada pengaruh pemberian makanan rendah purin dan tinggi purin terhadap intensitas nyeri inflamasi, seiring perkembangan dunia kesehatan terutama bidang farmakologi. Penelitian ini dilakukan pada hewan coba yaitu tikus putih strain wistar sebagai suatu model inflamasi yang diinduksi yeast (saccharomyces cereviceae), dimana yeast (saccharomyces cereviceae) ini diharapkan bisa memicu terjadinya inflamasi pada tikus putih strain wistar. Tujuan Umum
SURYA
Untuk mengetahui pengaruh pemberian makanan rendah purin dan tinggi purin terhadap intensitas nyeri inflamasi pada tikus putih strain wistar yang diinduksi yeast (saccharomyces cereviceae). Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi perbedaan ambang nyeri pada tikus putih strain wistar sebelum dan sesudah diinduksi yeast. 2. Mengidentifikasi perbedaan ambang nyeri pada tikus putih strain wistar setelah diinduksi yeast. 3. Mengidentifikasi ambang nyeri pada tikus putih strain wistar setelah diinduksi yeast dan diberikan makanan rendah purin 4. Mengidentifikasi ambang nyeri pada tikus putih strain wistar setelah diinduksi yeast dan diberikan makanan tinggi purin. 2. METODOLOGI PENELITIAN Desain penelitian ini merupakan true eksperimental untuk mengetahui efek diet rendah purin dan tinggi purin terhadap penurunan intensitas nyeri. Penelitian true eksperimental yang digunakan dengan metode post test control group design karena efek penurunan intensitas nyeri diukur setelah pemberian diet rendah purin dan tinggi purin. (Nursalam, 2003) Sample/Subjek Penelitian 1. Jenis Sample/Pemilihan Binatang Coba Binatang coba yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih (Rattus novergicus) strain wistar dengan jenis kelamin betina. Umur 3 sampai 4 bulan. Berat badan tikus rata-rata 200 gram. Pemilihan telapak kaki belakang tikus yang akan diberikan stimulus adalah tidak ada penebalan/radang pada kulit telapak kaki tikus.Tikus yang dipilih adalah tikus sehat dengan ciri gerakan tikus aktif. Kriteria tersebut dilakukan untuk mengendalikan confounding faktor. (Mankoewidjojo dkk.,1988)
52
Vol. 1, No, 1, September 2008
Pengaruh Pemberian Makanan Rendah Purin Dan Tinggi Purin Terhadap Intensitas Nyeri Inflamasi Pada Tikus Putih Strain Wistar Yang Di Induksi Yeast (Saccharomyces Cereviceae)
2. Besar Sample Dalam penelitian ini ada 3 kelompok perlakuan yaitu kontrol, pemberian diet rendah purin, dan pemberian diet tinggi purin. Besar sample dapat diperkirakan dengan rumus : {(pn-1) – (p-1) ≥ p2, p adalah jumlah perlakuan dan n adalah perkiraan jumlah sample. (Lukito, 1998). Cara perhitungannya sebagai berikut :
Berdasarkan tabel 5.1 rata-rata nilai ambang nyeri pada kelompok diet rendah purin 58,800 mmHg; pada kelompok pemberian makanan tinggi purin 35,200 mmHg; pada kelompok kontrol 44,800 mmHg. Untuk mengetahui main effct (pengaruh) antar perlakuan (kontrol dan perlakuan pemberian makanan rendah purin serta tinggi purin) maka dapat dilihat dari plotnya pada gambar 5.1
{(pn-1) – (p-1)} ≥ p2 ; p=3 {(3n-1) – (3-1)} ≥ 32 {(3n-1) - 2} ≥ 9 {3n-3 ≥ 9+3 3n ≥ 12
Gambar 5.1 Hubungan antara Rerata Nilai Ambang Nyeri (mmHg) dengan Kelompok Perlakuan pada Pemberian Makanan Rendah Purin dan Tinggi Purin.
n ≥ 12/3 n ≥4 Untuk uji terhadap penurunan intensitas nyeri dibutuhkan minimal 4 sample pada masing-masing kelompok.
Estimated Marginal Means of Ambang nyeri tikus 70
Estimated Marginal Means
60
3. HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian Telah dilakukan serangkaian percobaan untuk mengetahui pengaruh pemberian diet rendah purin dan tinggi purin terhadap intensitas nyeri pada tikus strain wistar yang diinduksi yeast. Parameter untuk respon nyeri adalah nilai ambang nyeri yang diukur dengan menggunakan analgesimeter.
40
30
Diet rendah purin
Diet tinggi purin
Kontrol
Perlakuan
Pada gambar 5.1, terlihat bahwa ratarata nilai ambang nyeri tertinggi pada kelompok pemberian makanan rendah purin yaitu sebesar 58,800 mmHg, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian makanan rendah purin dapat menurunkan intensitas nyeri artritis akibat inflamasi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil pengukuran nilai ambang nyeri pada kelompok pemberian diet rendah purin, tinggi purin dan kontrol yang tersaji pad lampiran 1. Rerata hasil pengkuran nilai ambang nyeri untuk pemberian diet rendah purin, diet tinggi purin dan waktu pengamatan dapat dilihat pada tabel 5.1 dan tabel 5.2
Tabel 5.2 Rerata Nilai Ambang Nyeri (mmHg) untuk Waktu Pengamatan
Tabel 5.1 Rerata Nilai Ambang Nyeri (mmHg) Pemberian makanan Rendah Purin dan Tinggi PURIN
SURYA
50
Keterangan : Menit Ke-0 (sebelum) :
53
Vol. 1, No, 1, September 2008
Pengaruh Pemberian Makanan Rendah Purin Dan Tinggi Purin Terhadap Intensitas Nyeri Inflamasi Pada Tikus Putih Strain Wistar Yang Di Induksi Yeast (Saccharomyces Cereviceae)
Gambar 5.2 Hubungan antara Rerata Nilai Ambang Nyeri (mmHg) dengan Lamanya Waktu Pengukuran (menit) pada Pemberian Makanan Rendah Purin dan Tinggi Purin
Nilai ambang nyeri diukur sebelum tikus diberi perlakuan inflamasi dengan induksi yeast (kontrol negatif). Menit Ke-0 (sesudah) : Nilai ambang nyeri diukur setelah tikus diberi perlakuan inflamasi dengan induksi yeast (kontrol positif).
Pada gambar 5.2 pada menit ke-0 (sebelum) baik pada kelompok kontrol maupun kelompok pemberian makanan rendah purin serta tinggi purin belum mendapatkan perlakuan induksi yeast 5%. Rata-rata nilai ambang nyeri pada menit ke-0 (sebelum) merupakan nilai ambang nyeri normal pada tikus. Pada menit ke-0 (sesudah) kelompok kontrol maupun kelompok pemberian makanan rendah purin serta tinggi purin sudah mendapatkan perlakuan induksi yeast 5% sehingga rata-rata nilai ambang nyeri pada menit ke-0 (sesudah) lebih rendah dari pada rata-rata nilai ambang nyeri pada menit ke-0 (sebelum), hal ini menunjukkan pada saat terjadi inflamasi nilai ambang nyeri menurun dibandingkan saat keadaan normal.
Menit ke-60 : Nilai ambang nyeri tikus setelah 60 menit pemberian diet, setelah tikus mendapat perlakuan inflamasi dengan yeast Menit ke-120 : Nilai ambang nyeri tikus setelah 120 menit pemberian diet, setela tikus mendapat perlakuan gout inflamasi dengan yeast Menit ke-180 : Nilai ambang nyeri tikus setelah 180 menit pemberian diet, setelah tikus mendapat perlakuan inflamasi dengan yeast
4. PEMBAHASAN
Berdasarkan tabel 5.2 , rata-rata nilai ambang nyeri pada menit ke-0 (sebelum) sebesar 55,333 mmHg; pada menit ke-0 (sesudah) menurun menjadi sebesar 43,333 mmHg; pada menit ke- 60 sebesar 44,000 mmHg; pada menit ke-120 menurun sebesar 42,667 mmHg; pada menit ke-180 meningkat sebesar 46,000 mmHg. Untuk mengetahui gambaran main effect (pengaruh) antar waktu pengamatan, maka dapat dilihat dari plotnya pada gambar 5.2
a. Perbedaan Nilai Ambang Nyeri pada Kelompok tikus Sebelum Diinduksi dengan Yeast dan setelah Diinduksi dengan Yeast Salah satu penyebab terjadinya inflamasi selain agen-agen fisik, agen-agen kimia adalah mikroorganisme. Yeast/khamir merupakan mikroorganisme kelompok jamur yang menjadi salah satu penyebab terjadinya inflamasi. (Budiyanto, 2002 ; Kozier at al.,2004). Induksi yeast 5% sebanyak 0.2 cc secara subkutan pada telapak kaki belakang tikus selama 30 menit dimaksudkan bisa memicu terjadinya artritis yang ditandai dengan adanya respon peradangan yaitu merah (rubor), panas (color), nyeri (dolor), bengkak (tumor), gangguan gerak (functio laesa). Dalam penelitian ini untuk mengetahui intensitas nyeri dengan mengukur nilai ambang nyeri akibat stimulus terkecil yang menimbulkan respon nyeri dengan mengunakan rendall salito test. Nilai
Estimated Marginal Means of Ambang nyeri tikus 58 56 54
Estimated Marginal Means
52 50 48 46 44 42 40 0 (before)
0 (after)
60
120
180
Waktu pengamatan
SURYA
54
Vol. 1, No, 1, September 2008
Pengaruh Pemberian Makanan Rendah Purin Dan Tinggi Purin Terhadap Intensitas Nyeri Inflamasi Pada Tikus Putih Strain Wistar Yang Di Induksi Yeast (Saccharomyces Cereviceae)
ambang nyeri berbeda pada saat sebelum diinduksi yeast yaitu sebesar 55,333 mmHg dan setelah diinduksi yeast sebesar 43,333 mmHg. Hal ini disebabkan karena pada saat sebelum tikus diinduksi yeast, tikus dalam keadaan sehat tidak ada yang memicu terjadinya inflamasi, sedangkan setelah diinduksi yeast nilai ambang nyeri akan menurun karena adanya induksi yeast yang memicu terjadinya inflamasi.
pada saat mengalami inflamasi, nilai ambang nyeri menurun dibandingkan dengan keadaan normal.
b. Nilai Ambang Nyeri pada kelompok tikus yang Hanya diinduksi Yeast berdasarkan Tabel 5.1 rata-rata nilai ambang nyeri pada kelompok kontrol yang hanya diinduksi yeast yaitu sebesar 44,800 mmHg hal ini disebabkan kerena pada kelompok kontrol hanya dalam kondisi inflamasi tidak ada pemberian purin, padahal purin inilah yang diduga dapat menurunkan intensitas nyeri jika diberikan dalam batas normal. Sehingga pada kelompok kontrol nilai ambang nyerinya stabil. Kondisi ini mungkin disebabkan juga karena pada penelitian ini hanya melihat nilai ambang nyeri sedangkan reaksi peradangan yang lain tidak diteliti.
Berdasarkan hasil analisa data dengan TWO WAY ANOVA, menunjukkan bahwa perbedaan jenis perlakuan dan perubahan waktu akan diikuti dengan perubahan nilai ambang nyeri. Pada menit ke-0 (sebelum), saat nilai ambang nyeri diukur sebelum tikus diberi perlakuan inflamasi dengan induksi yeast (kontrol negatif), rata-rata nilai ambang nyeri pada kelompok kontrol dan kelompok pemberian makanan rendah purin dan tinggi purin menunjukkan tidak jauh berbeda (lampiran 4). Pada tabel 5.2 terlihat bahwa pada menit ke-0 (sebelum) rata-rata nilai ambang nyeri menunjukkan angka yang tinggi yaitu sebesar 55,333 mmHg, sehingga dapat diartikan bahwa dibutuhkan stimulus sebesar 55,333 mmHg untuk menimbulkan respons nyeri pada tikus yang tidak mengalami inflamasi. Rata-rata nilai ambang nyeri pada menit ke- 0 (sebelum) merupakan nilai ambang nyeri normal pada tikus. Pada menit ke- 0 (sesudah), saat nilai ambang nyeri diukur setelah tikus diberi perlakuan artritis dengan memberikan induksi yeast, rata-rata nilai ambang nyeri pada kelompok kontrol dan kelompok pemberian diet rendah purin serta tinggi purin sama-sama menurun (lampiran 4). Pada tabel 5.2 terlihat bahwa rata-rata nilai ambang nyeri pada menit ke-0 (sesudah) jauh lebih rendah dari rata-rata nilai ambang nyeri pada menit ke-0 (sebelum), yaitu sebesar 43,333 mmHg. Sehingga dapat diartikan bahwa dalam keadaan inflamasi, dengan stimulus sebesar 43,333 mmHg dapat menimbulkan respons nyeri. Hasil uji Tukey HSD untuk waktu pengamatan pada menit ke-0 (sebelum) dan menit ke-0 (sesudah) berbeda sangat nyata (tabel 5.5). Hal ini dapat diartikan bahwa
SURYA
c. Nilai Ambang Nyeri pada Kelompok Tikus yang Diinduksi Yeast dan Diberikan Makanan Rendah Purin Berdasarkan hasil penelitian, TWO WAY ANOVA tabel 5.3 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian makanan rendah purin dapat menurunkan intensitas nyeri pada tikus yang diinduksi yeast. Pada tabel 5.1 juga menunjukkan rata-rata nilai ambang nyeri tikus yang diberikan makanan rendah purin lebih tinggi sebesar 58,800 mmHg. Hal ini diduga karena sebagian purin dalam asam nukleat yang dimakan langsung dapa diubah menjadi asam urat, tanpa terlebih dahulu digabung dengan asam nukleat dalam tubuh ataupun masih melalui proses pencernaan. Sehingga pemberian makanan rendah purin dapat langsung diubah menjadi asam urat secara langsung tanpa terjadinya asam nukleat jaringan (Herlianty, 2002). Jadi dalam keadaan artritis akibat inflamasi yang diberikan makanan rendah purin dapat menurunkan intensitas nyeri. Hal diduga karena pemberian makanan rendah purin dapat menurunkan sintesa purin yang berlebihan, dimana purin yang menumpuk di
55
Vol. 1, No, 1, September 2008
Pengaruh Pemberian Makanan Rendah Purin Dan Tinggi Purin Terhadap Intensitas Nyeri Inflamasi Pada Tikus Putih Strain Wistar Yang Di Induksi Yeast (Saccharomyces Cereviceae)
dalam tubuh bisa menyebakan terjadinya reaksi peradangan. Pada lampiran 7, terlihat bahwa pemberian makanan rendah purin pada menit ke-0 (sebelum), menit ke-0 (sesudah), menit ke-60, menit ke-120, dan menit ke-180 nilai ambang nyeri semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena pemberian makanan rendah purin akan mengurangi terjadinya reaksi inflamasi jaringan, yang dalam penelitian ini adalah nilai ambang nyeri. Jadi bila pemberian makanan rendah purin diberikan pada kondisi inflamasi, maka dapat mencegah terjadinya reaksi peradangan. d.
5. Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan Pemberian makanan rendah purin dapat menurunkan intensitas nyeri artritis akibat inflamasi. Hal ini tampak pada peningkatan nilai ambang nyeri setelah tikus yang diinduksi yeast dan diberikan makanan rendah purin. Pemberian makanan tinggi purin dapat meningkatkan intensitas nyeri artritis akibat inflamasi. Hal ini tampak pada penurunan nilai ambang nyeri setelah tikus yang diinduksi yeast dan diberikan makanan tinggi purin. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa penelitian ini adalah diterima, karena terdapat pengaruh pemberian makanan rendah purin dan tinggi purin terhadap intensitas nyeri inflamasi.
Nilai Ambang Nyeri Tikus Pada Kelompok Tikus yang Diinduksi Yeast dan Diberikan Makanan Tinggi Purin
Berdasarkan hasil penelitian, TWO WAY ANOVA tabel 5.3 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian makanan tinggi purin dapat meningkatkan intensitas nyeri pada tikus yang diinduksi yeast. Pada tabel 5.1 juga menunjukkan rata-rata nilai ambang nyeri tikus yang diberikan makanan tinggi purin lebih rendah sebesar 35,200 mmHg. Hal ini disebabkan karena pemberian makanan tinggi purin dapat menigkatkan sintesa purin merangsang terjadinya reaksi peradangan (Harjanto, 2005). Pada lampiran 7, terlihat bahwa pemberian makanan tinggi purin pada menit ke-0 (sebelum), menit ke-0 (sesudah), menit ke-60, menit ke-120, dan menit ke-180 nilai ambang nyeri semakin menurun. Hal ini dimungkinkan karena pemberian makanan tinggi purin dapat meningkatkan sintesa purin yang bisa memicu terjadinya reaksi peradangan. Terdapat beberapa Keterbatasan dalam penelitian ini, diantaranya dalam pemberian makanan rendah purin dan tinggi purin hanya diberikan satu kali sehingga hasil yang didapatkan belum maksimal. Waktu penelitian ini hanya terbatas sampai menit ke-180 (3 jam) sehingga tidak diketahui durasi kerja maksimal pemberian makanan rendah purin dan tinggi purin dalam menurunkan intensitas nyeri pada inflamasi.
SURYA
b. Saran 1. Berdasarkan penelitian ini maka pemberian makanan rendah purin dapat dianjurkan pada saat terjadi inflamasi sebagai salah satu alternatif pengobatan nonfarmakologis dan menghindari makanan tinggi purin untuk mencegah terjadinya reaksi peradangan terutama nyeri. 2. Diadakan penelitian lanjutan dengan pemberian makanan rendah purin dan tinggi purin dalam waktu serta pengamatan yang lebih lama dengan melihat reaksi perdangan yang lain (kalor, rubor, tumor,function laesa) 3. Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam tatanan penatalaksanaan untuk mengurangi terjadinya reaksi peradangan dalam hal ini adalah nyeri.
56
Vol. 1, No, 1, September 2008
Pengaruh Pemberian Makanan Rendah Purin Dan Tinggi Purin Terhadap Intensitas Nyeri Inflamasi Pada Tikus Putih Strain Wistar Yang Di Induksi Yeast (Saccharomyces Cereviceae)
DAFTAR PUSTAKA Herlianty, 2002. Gout Artritis, (online), (http://www.gizi.net/info.pangan/in deks. shtml, diakses tanggal 20 April 2006.
ASDI. 2002. Diet Gout Artritis. Media Dietetik ASDI Edisi Khusus. Yokyakarta, hal. 16-17. ADAM,
Harjanto, I. 2005. Diet untuk Asam Urat, (online), (http//Yahoo.com/ dprush/wuula/yztsun/26000.htm, diakses tanggal 16 april 2006.
2005. (online) (http://www.adam.com/physiology &anatomy/pain.html diakses 7 September 2006)
Instalasi Gizi RS. Ciptomangunkusumo & Asosiasi Dietisien, 2004. Penuntun Diet, PT Gramedia, Jakarta.
Abrams,
G.D., 1984. Respon Tubuh Terhadap Cedera-Peradangan dan konsep perbaikan, dalam Price S.A and Wilson, L.M., Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit, Adji Dharma (peterjemah), Edisi 2, Bagian 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Budiyanto, 2002. Mikrobiologi Terapan, Penerbit Universitas Muhamadiyah Malang, Malang.
Instalasi Gizi RS. Ciptomangunkusumo & Asosiasi Dietisien, 2002. Penuntun Diet, PT Gramedia, Jakarta. Isbagio, H. 2002. Asam Urat, (online), (http://www.kompas.com/ kesehatan/news/ 0603/10/html, diakses tanggal 15 Juni 2006). Isbagio, h. 2006 Wanita lebih Ssering menderita arthritis, (online), (http//www. Gizi net/cgibin/berita/fullnews. , diakses tanggal 18 Desember 2006)
Budiyanto, 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi, UMM Pres, Malang. Baila, 2002. Biokontrol Terhadap Racun Jamur, (online), (http://www pikiran rakyat.com/cetak/0303/06/cakrawa la/lainnya01.htm, diakses tanggal 29 Agustus 2006).
Ikrar, T.2006.Efektifitas Komninasi Vitamin B1, B6, B12 Peroral Untuk Mengatasi Kelelahan, (online), (http://io.ppi.jepang.org/article.p hp?id=58, diakses tanggal 28 April 2006)
Brooks, J.S.J.,1994. inflammation, dalam Virginia A.Livoisi, et al, pathology 3 th Ed., Harwal Publishing, USA.
Juandy, 2004. Gout Dan Diet, (Online), (http://www kompas.co.id/, diakses tanggal 20 April 2006).
Caecilia, 2003. Soto Jeroan Pemicu Gout, (online), (http://www.kompas.com, diakses tanggal 20 mei2006)
Kusindrati, 2002. Gout Artritis, (online), (http://www.gizi.net/info.pangan/in deks. shtml, diakses tanggal 20 April 2006.
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Tata Cara Penulisan Tugas Akhir Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Buku Pedoman Tahun Akademik 2005/2006. Malang.
Khomsom, A. 2004. Makanan Pencetus Diet, (Online), (http://www. kompas.com/ kompascetak/0412/02/ilpeng/1413423.htm . diakses tanggal 20 April 2006).
Hartono, A. 2002. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit, EGC, Jakarta.
SURYA
57
Vol. 1, No, 1, September 2008
Pengaruh Pemberian Makanan Rendah Purin Dan Tinggi Purin Terhadap Intensitas Nyeri Inflamasi Pada Tikus Putih Strain Wistar Yang Di Induksi Yeast (Saccharomyces Cereviceae)
Painter,F.M,2004.Quercetin Monograph, (online), (http:/www.chiro.org/Nutrion/ ABSTRACT/Quercetin Monograph.shtml, diakses tanggal 22 Oktober 2006.
Koeman, J.H. 1987. Pangantar Umum Toksikologi, R.H.Yudono (penterjemah) ,Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Kozier, Barbara et al. 2004. Fundamentals Of Nursing:Concepts,Proses, and Pratice, Seven Edition, Pearson Education,inc.,New Jersey.
Price, Wilson, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit Vol. 2, Bram dkk (Penterjemah), EGC, Jakarta.
Krisnatuti, Yenrina, Uripi. 2000.Perencanaan Menu Untuk Penderita Gangguan Asam Urat, Swadaya, Jakarta.
Key,
Potter, Perry., 2006. Fundamental Of nursing Vol.1, EGC, Jakarta. Rosdahl,B.C.2000. Texsbook Of Basic Nursing, J.B. lippicortt company, Philadelpia.
Joyce, L.f. 1997.Pemeriksaan Laboratorium Dan Diagnostik, Monica Ester (Penterjemah), EGC, Jakarta.
Roper,
N.,2002. Prinsip-Prinsip Keperawatan, Edisi pertama, Andry Hartono (peterjemah), Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta.
Lukito, H.H. 1998. Rancangan Penelitian Suatu Pengantar, IKIP, Malang. Mansjoer,
Syafranesal, 2002. Asam Urat,Penyakit Pria, (online), (http:// Tonangardyanto. com/press/?p=62, diakses tanggal 20 April 2006).
A. 1998. Kapita Selekta Kedokteran,Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Indeonesia, Jakarta.
Merdikoputro, D. 2006. Nyeri Lutut, (online), (http//www.Suaramereka.com /harian/0601/23/ragam. Diakses tanggal 18 Desember 2006)
Smeltzer,
Murrary, 2003. Biokimia Harper, Andry H (Penterjemah), EGC Jakarta.
Soediaoetama, 1999. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesional, Dian Rakyat, Jakarta.
Mankoewidjojo, Soesanto smith, John. 1988. Pemeliharaan Hewan Percobaan Di Daerah Tropis, Universitas Indonesia, Jakarta.
Soeparman, 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta.
Marieb, E.N.,2001. Human Anatomy and Physiologi 5 th Ed., Addison Wesley Longman, USA.
Santosa
Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, EGC, Jakarta.
SURYA
Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 1 Peter Anugrah (Penterjemah), EGC, Jakarta.
S., Tjiptono F.,2002. Riset Pemasaran Konsep dan Aplikasi dengan SPSS, Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
Solimun, 1998. Pengenalan Statistika dan Program Komputer untuk Analisis
58
Vol. 1, No, 1, September 2008
Pengaruh Pemberian Makanan Rendah Purin Dan Tinggi Purin Terhadap Intensitas Nyeri Inflamasi Pada Tikus Putih Strain Wistar Yang Di Induksi Yeast (Saccharomyces Cereviceae)
Data, Pendidikan dan Latihan Metode Penelitian Tingkat Dasar bagi Dosen Muda, Universitas Soetomo Surabaya.
Ward, P.A., 1993. Inflamasi, Dalam Joseph A. Bellanti, Imunologi Josep A Bellanti, A. Samik Wahab (peterjemah), Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Taylor, Lilis, 1989. Fundamental Of Nursing,J.B. lippicortt company, Philadelpia.
Wijaya, 2001. Analisa Statistik dengan Program SPSS 10., Penerbit Alfabeta, Bandung.
Umi, K.1993. Pengaruh Saluran Ion Kalsium Pada Efek Analgesik Aspirin. Tesis S2. Tidak diterbitkan, Fakultas Pasca Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya.
SURYA
59
Vol. 1, No, 1, September 2008