e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017)
PENGARUH METODE BERCAKAP-CAKAP MELALUI MEDIA ANIMASI TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK KELOMPOK B Baiq Eva Nurhikmah1, PT Aditya Antara2, Mutiara Magta3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan membaca permulaan anak melalui penerapan metode bercakap-cakap melalui media animasi dan yang mendapatkan perlakuan metode konvensional. Jenis penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen, dengan desain penelitian post-test only control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak kelompok B pada gugus VI Kecamatan Buleleng yang berjumlah 371 anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah diberikan perlakuan berupa metode bercakap-cakap melalui media animasi pada kelas eksperimen adalah sebesar 22,5 dan kelompok kontrol sebesar 15,26. Data kemampuan membaca permulaan anak kelompok eksperimen dan kontrol berdistribusi normal dan homogen. Data dianalisis menggunakan uji-t, maka diperoleh hasil thitung yaitu 37,59 dengan taraf signifikansi 5% diperoleh ttabel sebesar 2,021, sehingga thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak dan HA diterima. Berdasarkan hasil uji-t disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen yang mendapatkan metode bercakap-cakap melalui media animasi dengan kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan metode konvensional. Kata-kata kunci: bercakap-cakap, media animasi, membaca permulaan Abstract This research was aimed to know the difference of prior reading skill between the children who were treated using conversation method through animation and the children who were treated using conventional method of group B in Gugus VI Buleleng regency. This research was an experimental research using post-test only control group design. the population was all children of group B in Gugus VI Buleleng regency. Thirty eight children were involved as the sample of the research. The method of collecting data and analyzing data used descriptive statistic and inferential statistic. The result shows that the data conversion is on 5 in which the mean score of experimental group is considered as high. Meanwhile the mean score of control group is considered as low. Based on T-test,thitung is 37.59, while ttable is 2.021, which means thitung is higher than ttable. Therefore the null hypothesis is rejected and the alternative hypothesis is accepted. There is a significant difference between control group and experimental group. It can be concluded that conversation method with animation influence prior reading skill of the children of group B in Gugus VI in Buleleng regency in academic year 2016/2017 Keywords: prior reading skill, conversation method, animation.
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017) PENDAHULUAN Anak usia dini merupakan ujung tombak dan generasi baru yang nantinya akan berperan dalam memajukan kehidupan bangsa. Hal ini dikarenakan pendidikana anak usia dini sangat penting dilaksanakan sebagai dasar pembentukan kepribadian dan karakter. Usia dini menurut Lestari, dkk (2016) merupakan usia yang ideal dalam meletakkan dasar yang akan menjadi pondasi kehidupan kelak dimasa yang akan datang, ini disebabkan karena masa keemasan dimana otak anak berkembang pada puncaknya sehingga berbagai hal dapat terserap secara maksimal. Adapun pendidikan anak usia dini menurut Hasan (2012:7) adalah jenjang pendidikan sebelum sekolah dasar sebagai upaya pembinaan yang ditunjukkan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan dengan pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih lanjut yang diselenggarakan melalui jalur formal, informal, dan nonformal.Salah satu tujuan dari pendidikan anak usia dini adalah anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi moral dan nilai agama, soaial emosional, kemandirian, kognitif, bahasa, fisik/motorik, dan seni untuk siap memasuki sekolah dasar. Berdasarkan tujuan tersebut, adapun aspek yang sangat perlu dikembangkan sejak anak berusia dini yaitu salah satunya aspek perkembangan bahasa. Menurut Syaodih (2005:46), bahasa merupakan salah satu elemen terpenting dalam perkembangan berpikir. Hampir tidak mungkin setiap manusia berpikir tanpa menggunakan bahasa, bahasa pula yang dapat membedakan manusia dari makhluk lainnya. Melalui bahasa, seseorang dapat mengembangkan kemampuan bergaul (social skill) dengan orang lain, baik secara mental maupun naluri., (Jannah, 2013:44). Menurut Chomsky dalam Jannah (2013:50) salah seorang ahli bahasa yang pertama kali mencetuskan teori Nativist yang mengatakan bahwa bahasa sudah ada dalam diri anak. Pada saat anak terlahir, ia telah memiliki seperangkat kemampuan
berbahasa yang disebut tata bahasa umum atau universal grammar. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap anak maupun manusia memang sudah memliki bahasa sejak ia lahir. Menurut Lerner dalam Mutiah (2012:165), dasar utama dalam perkembangan bahasa dapat melalui pengalaman-pengalaman bahasa yang kaya. Pengalaamn-pengalaman yang kaya tersebut menunjang faktor-faktor bahasa antara lain, mendengarkan, berbicara, menulis, dan membaca. Janawati, dkk (2013) menyatakan bahwa keempat keterampilan tersebut mempunyai hubungan dan juga merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Namun, salah satu dari faktor tersebut, seperti membaca yaitu tidak sama dengan yang diajarkan disekolah dasar, membaca pada anak usia dini lebih dikenal dengan membaca permulaan sedangkan membaca pada anak sekolah dasar lebih dikenal dengan membaca lanjut. Membaca pada anak usia dini tidak sama dengan membaca pada orang dewasa, perlu diperhatikan karakteristik-karakteristik anak agar anak tidak merasa dipaksakan sehingga anak akan merasa senang dalam membaca. Namun, hasil temuan dilapangan tidak sesuai dengan prinsip belajar yang dimiliki oleh anak. Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa ada banyak sekolah yang menerapkan proses dalam menstimulasi kemampuan membaca permulaan anak dilakukan melalui cara yang menyimpang, hal tersebut terlihat ketika anak-anak disuruh membaca tulisan yang sudah guru tulis dipapan dan anak hanya disuruh untuk menyalin tulisan tersebut dibuku yang sudah dibagikan oleh guru. Anak hanya dihadapkan dengan buku dan pensil, dan tak jarang hal tersebut membuat anak-anak merasa bosan dan malas untuk mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu, anak yang berada didalam kelas tidak betah sehingga anak-anak yang berada di dalam kelas tersebut ingin keluar bermain mengajak teman-temannya. Kemampuan membaca permulaan menurut Baraja dalam Laely (2013) menyatakan bahwa kemampuan membaca permulaan adalah belajar mengenal lambang-lambang bunyi bahasa dan
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017) rangkaian huruf kemudian menghubungkan dengan makna yang terdapat dalam rangkaian huruf tersebut. Sedangkan menurut Pasek dan Golinkoff (2005:166), kemampuan membaca permulaan adalah sebuah proses yang dimulai jauh sebelum usia sekolah sehingga anak-anak yang masuk sekolah memiliki tingkat pengetahuan dan kemampuan yang berbeda-beda dalam hal kemampuan membaca. Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca permulaan adalah kecakapan anak dalam mengenal lambang tulisan yang menitikberatkan pada aspek kemampuan membaca permulaan. Adapun usia yang tepat untuk mengajarkan anak membaca yaitu pada saat anak berusia 5-6 tahun, hal tersebut didukung oleh pernyataan Seefeldt & Barbara A. Wasik (2006:354) yang menyatakan bahwa meskipun pelajaran membaca formal biasanya sering diajarkan di kelas satu, namun, Taman Kanak-kanak sudah memiliki kesiapan dalam hal mengembangkan keterampilan membacanya. Sedangkan menurut Hasan (2012: 45) menyatakan bahwa, kemampuan berhitung dan membaca bisa dilatih sejak anak berumur 5-6 tahun. Adapun Thomson dalam Aulina (2012:760) menyatakan bahwa waktu yang paling tepat untuk belajar membaca adalah saat anak-anak duduk di Taman Kanak-kanak. Beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa usia yang paling tepat untuk mengajarkan anak membaca yaitu ketika anak berada di Taman Kanak-kanak atau anak yang berada pada usia 5-6 tahun. Cara atau metode yang digunakan oleh guru dalam mengajarkan anak membaca juga harus diperhatikan, menurut Abdurrahman (2012:172-174) menyatakan bahwa mengajarkan anak membaca harus menggunakan dua langkah, yaitu memperkenalkan kepada anak-anak berbagai alfabetik dan kemudian merangkaikan huruf-huruf tersebut menjadi suku kata, merangkai suku kata menjadi kata, dan merangkai kata menjadi kalimat. Sedangkan menurut Zubaidah dalam Pertiwi (2015) menyatakan bahwa kemampuan membaca permulaan lebih ditekankan pada pengenalan dan
pengucapan lambang-lambang bunyi yang berupa huruf, kata dan kalimat dalam bentuk sederhana. Adapun menurut Wedayanti, dkk (2015) menyatakan bahwa membaca permulaan dapat diajarkan dengan mengajak anak-anak untuk melakukan kegiatan merangkai hurug menjadi menjadi sebuah kata yang kemudian dilanjutkan menjadi sebuah kalimat sederhana. Penjelasan diatas dapat di simpulkan bahwa mengajarkan anak membaca harus melalui cara yang paling mudah, seperti memperkenalkan anak berbagai macam huruf, kemudian merangkainya menjadi suku kata, suku kata dirangkai kembali menjadi kata sampai pada tahap terakhir yaitu merangkai kata menjadi kalimat yang sederhana. Kurangnya media pembelajaran yang ada di sekolah tersebut juga menjadi kendala guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, solusi yang ditawarkan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode bercakap-cakap melalui media animasi untuk menstimulasi kemampuan membaca permulaan anak kelompok B. Menurut Putri, dkk (2014), metode bercakap-cakap mempunyai kemampuan atau potensi mengatasi kekurangan-kekurangan guru, sehingga metode bercakap-cakap mampu menyampaikan materi secara jelas dan mudah di pahami anak. Adapun pengertian metode bercakap-cakap menurut Isjoni (2011:90) mengatakan, bercakap-cakap mempunyai makna penting bagi perkembangan anak Taman Kanak-kanak karena bercakapcakap dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi dengan orang lain, meningkatkan keterampilan dalam melakukan kegiatan bersama. Sedangkan menurut Moeslichatoen (2004:92) menuliskan bahwa bercakap-cakap dapat berarti komunikasi lisan antara anak dengan guru atau antara anak dengan anak melalui kegiatan monolog dan dialog. Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa metode bercakap-cakap yaitu suatu cara penyampaian bahan pengembangan bahasa yang dilaksanakan melalui bercakap-cakap dalam bentuk tanya jawab antara anak dengan guru atau anak dengan
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017) anak yang dikomunikasikan secara lisan dan merupakan salah satu bentuk komunikasi antarpribadi, dimana satu dengan yang lainnya saling mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara verbal atau kemampuan mewujudkan bahasa yang reseptif dan ekspresif dalam suatu dialog yang terjadi dalam suatu situasi. Salah satu tujuan metode bercakap-cakap ini yaitu untuk mengajarkan anak membaca. Setiap metode tentunya memilki tujuannya masing-masing, begitupun dengan metode bercakap-cakap, adapun tujuan yang dimiliki oleh metode bercakapcakap menurut Dharma, dkk (2015) antara lain: (a) Mengembangkan kecakapan dan keberanian anak dalam menyampaiakan pendapatnya kepada siapapun (b) Memberi kesempatan kepada anak untuk berekspresi secara lisan, (c) Memperbaiki lafal dan ucapan anak, (d)Menambah perbendaharaan/kosa kata anak, (e)Melatih daya tangkap anak, (f) Melatih daya pikir dan fantasi anak, (g) Menambah pengetahuan dan pengalaman anak didik, (h) Memberikan kesenangan kepada anak, (i) Merangsang anak untuk belajar membaca dan menulis. Sedangkan menurut Ekawati (2012:12) tujuan bercakap-cakap yaitu: “(a) mengembangkan pengetahuan, (b) melatih lidah anak didik agar terbiasa dan fasih bercakap-cakap, (c) mampu menerjemahkan percakapan orang lain lewat telepon, radio, TV, tape recorder dan lain-lain”. Berdasarkan tujuan yang telah disebutkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bercakap-cakap untuk anak usia dini yaitu untuk mengembangkan kecakapan dalam berbahasa lisan dalam hal ini yaitu kemampuan membaca permulaan anak terutama ketika anak berinteraksi dengan orang lain serta mengajarkan kepada anak sejak dini untuk berani mengungkapkan pendapat dan keinginannya agar anak bisa berkembang dengan baik. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari guru ke murid sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Menurut Arsyad (2007:3), “Media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah
berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar”. AECT (Association of Education and Communication Technology) dalam Arsyad (2007:3), memberi batasan tentang media sebagai “Segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi”. Adapun Menurut Lesle J.Brigges dalam Sanjaya (dalam Purwanti, 2015) menyatakan bahwa media adalah, “Alat untuk perangsang bagi peserta didik dalam proses pembelajaran”. Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dipaparkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah suatu perantara yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan kata lain, media pembelajaran yaitu alat bantu yang digunakan oleh guru dengan tujuan untuk melanvarkan jalannya proses pembelajaran. Adapun pengertian media animasi menurut Rakhman, dkk (2014:10), merupakan pergerakan sebuah objek atau gambar sehingga dapat berubah posisi. Selain pergerakan, objek dapat mengalami perubahan bentuk dan warna. Definisi media animasi juga dikemukakan oleh Sukarmin dan Adjie (2013:97), yang menyatakan bahwa media animasi yaitu media yang berupa gambar yang bergerak dan disertai dengan suara. dengan kata lain, media animasi termasuk jenis multimedia yang didalmnya terdapat berbagai komponen penyusun (semisal gerak, video, sound, evaluasi dan sebagainya). Adapun Mtholib dalam Antara (2010), yang menyatakan bahwa animasi adalah suatu rangkaian gambar diam secara inbeethwiin dengan jumlah yang banyak, bila kita proyeksikan akan terlihat seolah-olah hidup (bergerak), seperti yang pernah kita lihat di film-film kartun di televisi maupun di layar lebar. Sedangkan menurut Saputra, dkk (2016) menyatakan bahwa animasi adalah suatu proses dalam menciptakan efek gerakan atau perubahan dalam jangka waktu tertentu, dapat juga berupa perubahan warna dari suatu objek dalam jangka waktu tertentu dan bisa juga dikatakan berupa perubahan bentuk dari suatu objek ke objek lainnya dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian, media animasi tersebut dapat dijadikan sumber atau alat bantu dalam melaksanakan roses
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017) pembelajaran sehingga akan dapat memudahkan guru dalam menyampikan kepada peserta didik. Setiap media tentunya memiliki kelbihan masing-masing, begitupun dengan media yang satu ini yaitu media animasi, adapun kelebihan yang dimiliki oleh media animasi ini menurut Rakhman (2014) yaitu: a. Memperkecil ukuran objek yang secara fisik cukup besar dan sebaliknya, b. Memudahkan guru untuk menyajikan informasi mengenai proses yang cukup kompleks, c. Memiliki lebih dari satu media yang konvergen, misalnya menggabungkan unsur audio dan visual, d. Menarik perhatian siswa sehingga meningkatkan motivasi belajarnya, e. Bersifat interaktif, dalam pengertian memiliki kemampuan untuk mengakomodasi respon pengguna, f. Bersifat mandiri, dalam pengertian memberi kemudahan dan kelengkapan isi sedemikian rupa sehingga pengguna bisa menggunakan tanpa bimbingan orang lain. Adapun kelebihan dari media animasi ini menurut Sukarmin dan Adjie (2013) adalah: “Designnya yang atraktif dan tidak dimiliki oleh sebagian besar media yang lain, karena itulah banyak dikembangkan media animasi terutama yang mengajak siswa untuk berinteraksi secara langsung dengan materi pembelajaran. Adapun menurut Latuheru dalam Sukarmin dan Adjie (2013) bahwa, “Media animasi dapat menambah kesan realisme dan merangsang siswa untuk merespon dengan adanya warna, musik, dan grafik”. Media animasi dapat menunjukkan perubahan dari waktu ke waktu seperti sebuah proses, sehingga dapat diartikan media animasi merupakan media yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan kelebihan yang telah dipaparkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kelebihan yang dimiliki oleh media animasi ini yaitu guru dapat lebih mudah menyajikan pelajaran yang ingin disampikan serta nak-anak juga dapat lebih mudah memahami pelajaran yang terbilang sulit dalam proses pembelajaran. Sedangkan kelemahan pada media animasi ini yang dikemukakan oleh Nengsi (2015) diantaranya yaitu: (1) media animasi yang tidak memiliki keterangan, sehingga guru masih perlu menjelaskan lebih lanjut; (2) media animasi yang bergerak terlalu
cepat atau tanpa tombol control sehingga siswa sulit memahami media dan guru tergesa-gesa dalam menerangkan materi; (3) template media animasi yang kurang sesuai dengan karakteristik pengguna media animasi. Adapun kekurangan media animasi yang diungkapkan oleh rakhman (2014) adalah: a. Memerlukan biaya yang cukup mahal, b. Memerlukan software khusus untuk Membukanya, c. Mememerlukan kreatifitas dan keterampilan yang cukup memadai untuk mendesain animasi yang dapat secara efektif digunakan sebagai media pembelajaran, dan d. Tidak dapat menggambarkan realitas seperti video atau fotografi. Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang telah dipaparkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kelemahan media animasi ini yaitu media animasi atau gambarnya yang bergerak terlalu cepat dapat membuat anak agak sulit memahami pelajaran yang akan disampaikan serta media ini juga memerlukan kreatifitas dan keterampilan yang mendalam sehingga media yang akan dibuat dapat menarik perhatian anak dan media ini juga memerlukan aplikasi yang khusus untuk membukanya. Berdasarkan permasalah diatas maka dilakukan penelitian dengan judul pengaruh metode bercakap-cakap mellaui media animasi terhadap kemampuan membaca permulaan anak keloompok B pada gugus VI kecamatan Buleleng. Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penelitian ini difokuskan pada permasalahan apakah penerapan metode bercakap-cakap melalui media animasi ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan membaca permulaan anak kelompok B pada gugus VI kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2016/2017. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah terdapat perbedaan antara metode bercakap-cakap melalui media animasi dengan metode konvensional terhadap kemampuan membaca permulaan anak kelompok B pada gugus VI Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2016/2017.
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017) METODE Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Metode eksperimen merupakan salah satu cara yang dilakukan dengan memberikan perlakuan pada kelompok eksperimen kemudian membandingkannya dengan kelompok kontrol. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2017 yang bertempat di Taman Kanak-kanak gugus VI kecamatan Buleleng dengan metode yang digunkan dalam penelitian ini yaitu quasi eksperimen dengan desain penelitian menggunakan post-test only control group design. Data kemampuan membaca permulaan anak dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan rubrik. Instrumen dalam bentuk rubrik digunakan karena dapat menggambarkan sebuah penilaian kinerja. Pedoman tes berupa instrumen berbentuk check-list dengan menggunakan kategori jawaban tidak mampu, sedang dan mampu. Kriteria yang digunakan untuk mengukur kemampuan membaca permulaan anak adalah skor 1, 2, 3. Skor 1 untuk kategori tidak mampu, skor 2 untuk kategori sedang, dan skor 3 untuk kategori mampu. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca permulaan anak. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan statistik inferensial. Statistik
inferensial berfungsi untuk menggeneralisasikan hasil penelitian yang dilakukan pada sampel bagi populasi. Statistik inferensial ini digunakan untuk menguji hipotesis melalui uji-t yang diawali dengan analisis deskriptif, analisis prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh setelah melakukan analisis data statistik deskriptif dalam penelitian ini menunjukkan nilai mean dari kelompok eksperimen sebesar 22,5 dan kelompok kontrol sebesar 15,26. Berdasarkan hasul perhitungan skor post test kelompok eksperimen menunjukkan jumlah nilai masing-masing butir soal dari indikator. Berdasarkan hasil perhitungan skor post-test kelompok eksperimen menunjukkan jumlah nilai masing-masing butir soal dari indikator. Hasil analisis ftabel menunjukkan diperoleh harga c2hitung = 0,1899, dan c2tabel = 0,338 dengan taraf signifikansi 5% diperoleh hasil c2hitung < c2tabel yaitu 0,1899 < 0,338 maka sebaran data nilai hasil post-test kemampuan membaca permulaan berdistribusi normal. Adapun sebaran data pada kemampuan membaca permulaan anak kelompok eksperimen dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. hasil sebaran data kelompok eksperimen Berdasarkan gambar 1 diatas, diketahui bahwa modus sama dengan
median dan lebih besar dari mean (Mo=Md>M). Dengan demikian sebaran data
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017) pada pada kurva tersebut menggambarkan sebagaian skor menunjukkan skor kurva juling negatif. Mengetahui kualitas variabel kemampuan membaca membaca
permulaan anak skor rata-rata dikonversikan berdasarkan penlilaian skala lima. Hasil konversi skala untuk kelompok eksperimen dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Konversi skala lima hasil post-test kelompok eksperimen. Konversi Mi + 1,5 SDi s/d Mi + 3 Sdi Mi + 0, 5 SDi s/d Mi + 1,5 SDi Mi – 0, 5 SDi s/d Mi + 0, 5 SDi Mi – 1, 5 SDi s/d Mi – 0, 5 Sdi Mi – 3SDi s/d Mi – 1,5 Sdi Berdasarkan analisis data yang tekah dilakukan, diperoleh nilai rata-rata kemampuan membaca permulaan anak dengan menerapkan metode bercakapcakap melalui media animasi adalah 22,5
Kelas Interval 27 – 36 21 – 27 15 – 21 9 - 15 0– 9
Kategori Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
dengan demikian angka tersebut berada pada kelas interval 21-27 yang termasuk dalam kategori tinggi. Adapun hasil sebaran data kelompok kontrol dapat dilihat pada gambar 2 berikut.
Gambar 2. Polygon data kemampuan membaca permulaan anak kelompok kontrol
Berdasarkan gambar 2 tersebut diketahui bahwa modus sama dengan median dan lebih besar dari mean (Mo=Md>M). Dengan demikian sebaran data pada kurva tersebut menggambarkan sebagian skor tersebut menunjukkan kurva juling negatif. Mengetahui kualitas variabel kemampuan membaca permulaan anak, skor rata-rata dikonversikan berdasarkan penilaian skala lima. Berdasarkan hasil analisis data yang
telah dilakukan, diperoleh nilai rata-rata kemampuan membaca permulaan anak dengan menrapkan pembelajaran konvensional adalah 15,26 yang berada pada kelas interval 15-21 yang termasuk dalam kategori sedang. Adapun rangkuman hasil analisis uji-t dat post test kemampuan membaca permulaan anak dapat disajikan pada tabel 2
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017)
No 1 2
Kelompok Eksperimen Kontrol
Tabel 2. Rangkuman hasil analisis uji-t N dk M Varians thitung ttabel 23 36 22,5 2,68 15 15,26 4,32 37,59 2,021
Berdasarkan analisis data menggunakan uji-t diperoleh nilai thitung adalah 37,59, sedangkan ttabel dengan taraf signifikansi 5% adalah 2,021. Dengan demikian thitung lebih besar dari pada ttabel = 37,59>2,201 maka, H0 di tolak dan HA di terima. Dengan demikian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada kemampuan membaca permulaan anak yang berada pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berdasarkan nalisis data maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode bercakap-cakap melalui media animasi berpengaruh terhadap kemampuan membaca permulaan anak kelompok B di gugus VI kecamatan Buleleng. Pembelajaran yang digunakan dalam kemampuan membaca permulaan berupa metode bercakap-cakap melalui media animasi dengan cara guru menjelaskan terlebih dahulu dan menunjukkan simbol-simbol yang ada pada media animasi tersebut sehingga ada percakapan dalam kelas dan anak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru ketika guru menunjukkan simbol-simbol yang ada pada media animasi kemudian melanjutkannya dengan suku kata, kata dan seterusnya. Jika dibandingkan dengan pembelajaran seperti yang ada didalam kelas maka ruang lingkupnya terbatas, lebih banyak anak menghabiskan waktu ditempat duduk dan mengharuskan anak belajar dengan hanya mendengarkan penjelasan guru sehingga guru yang lebih berperan aktif dalam pembelajaran tersebut atau yang lebih dikenal dengan teacher center. Sedangkan dengan menggunakan metode bercakap-cakap melalui media animasi tersebut, guru mengadakan interaksi didalam kelas sehingga memberikan kesempatan kepada anak untuk menjelaskan apa yang diminta oleh guru sehingga proses pembelajaran
Ket H0 ditolak dan HA diterima
tersebut dapat berjalan dengan lancar dan bermakna karena, dengan begitu anak tidak akan merasa bosan dan lebih tertarik dalam mengikuti proses pembelajaran yang diberikan oleh guru sehingga dapat menimbulkan perasaan senang. Dengan demikian hasil penelitian ini sejalan dengan hasil temuan-temuan sebelumnya. PENUTUP Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan diatas maka kesimpulan dari penelitian ini terkait permasalahan yang dihadapi disekolah terutama pada kemampuan membaca permulaan anak yang berada di kelompok B yaitu setelah melakukan perlakuan dengan metode bercakap-cakap melalui media animasi ternyata memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan membaca permulaan anak yang berada pada gugus VI kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2016/2017. Berdasarkan simpulan yang telah dijelaskan diatas maka adapun saran bagi guru dalam penelitian ini yaitu, dengan menggunakan metode bercakap-cakap melalui media animasi, dapat menjadi salah satu alternatif untuk memecahkan masalah kemampunan membaca permulaan anak yang ada disekolah. Selain metode tersebut dapat digunakan dalam berbagai proses pembelajaran, melalui adanya media animasi tersebut anak menjadi lebih fokus dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga anak dapat lebih mudah mengerti pelajaran yang akan disampaikan. Saran bagi sekolah yang mengalami permasalahan kemampuan membaca permulaan dapat menyediakan sarana dan prasana seperti media animasi tersebut untuk dapat mempermudah proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Bagi peneliti lain Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan menggunakan metode bercakap-cakap melalui media
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017) animasi agar memperhatikan kendalakendala yang terdapat dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan sehingga penelitian yang akan dilasanakan dapat mencapai hasil yang maksimal. DAFTAR RUJUKAN Antara, Putu Aditya. 2010. Penggunaan Media Animasi Audio Visual Dalam Pembelajaran Menyimak Cerita Anak. Jurnal PAUD. Vol. 06 No.1 (hlm. 96-112) Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo. Aulina, Chairun Nisa. 2012. Pengaruh Permainan Dan Penguasaan Kosakata Terhadap Kemampuan Membaca Permulaan Anak 5-6 Tahun. Pedagogia Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Vol. 1 No. 2 .(hlm. 131-143) Dharma, I Gd Dody, dkk. 2015. Penerapan Metode Bercakap-Cakap Dengan Media Gambar Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Anak. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 3(1). Tersedia pada https://ejournal.undiksha.ac.id/index. php/JJPAUD Hasan, Maimunah.2012. Pendidikan Anak Usia Dini. Jogjakarta: DIVA Press Isjoni.
2011. Medel Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung: Alfabeta.
Janawati, Ds Pt Anom, dkk. 2013. Pengaruh Implementasi Pembelajaran Kartu Kata Dalam Permainan Domino Terhadap Peningkatan Kemampuan Membaca Menulis Permulaan Siswa. e-journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Vol 3. Jannah, Liliy Alfiyatul. 2013. Kesalahankesalahan Guru PAUD Yang Sering
di Anggap Sepele. Jogjakarta: DIVA Press. Laely,
Khusnul. 2013. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Penerapan Media Kartu Gambar. Jurnal Pendidikan Usai Dini PAUD Pps Universitas Negeri Jakarta. Volume 7, Edisi 2 (hlm. 301320)
Lestari, Kt. Seni, dkk. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Kemampuan Kerjasama Anak Usia 5-6. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 4(2). Tersedia pada https://ejournal.undiksha.ac.id/index. php/JJPAUD Mutiah, Diana. 2012. Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Moeslichatoen. 2004. Metode Pengajaran Di Taman Kanak-kanak. Jakarta : Rineka Cipta. Nengsi, Sri. 2015. Pegembangan Media Pembelajaran Animasi Pada Materi Fotosintesis Untuk Siswa Kelas VIII MTsN Koto Nan Gadang. BioCONCETA STKIP Abdi Pendidikan Payakumbuh. Vol 1, No. 2
Pasek, Kathy Hirsh dan Roberta M. Golinkoff. 2003. Einstein Never Used Flash Cards: Bagaimana Sesungguhnya Anak-Anak Belajar Dan Mengapa Mereka Harus Banyak Bermain dan Sedikit Menghafal. Bandung: Mizan Media Utama (MUU). Pertiwi, Adharina Dian. 2015. Study Deskriptif Proses Membaca Permulaan Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Vol. 5, No.1 (hlm. 759-764)
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017) Purwanti, Budi. 2015. Pengembangan Media Video Pembelajaran Matematika dengan Model Assure. Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan. ISSN: 2337-7623. Putri, Ni PT. Loka, dkk. 2014. Penerapan Metode Bercakap-Cakap Berbantuan Media Grafis Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Pada Anak TK Maha Widya 1. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 2(1). Tersedia pada https://ejournal.undiksha.ac.id/index. php/JJPAUD Rakhman, Maman, dkk. 2014. Penerapan Media Video Dan Animasi Pada Materi Memvakum Dan Mengisi Refrigeran Terhadap Hasil Belajar Siswa. e-journal Of Mechanical Engineering Education. Vol 1, No 1 (hlm. 8-15) Saputra, Putu Mardiasa, dkk. 2016. Film Animasi Pembelajaran Sistem Pencernaan Manusia Pada Kelas VII SMP Negeri Banjar Tahun Pelajaran 2015/2016. Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika, Vol 5 No. 2 Seefeldt, Carol & Barbara A. Wasik. 2008. Pendidikan Anak Usia Dini, Alih Bahasa oleh Pius Nasar. Jakarta: Indeks. Sukarmin dan Adjie Dovan Tri Rahmawan. Pengaruh Penerapan Media Animasi Terhadap Pergeseran Konsep Siswa Pada Ketiga Level Representatif Kimia (Makroskopis, Dan Simbolik) Pada Materi Pokok Larutan Penyangga Untuk Siswa Kelas XI SMA N 1 Kertosono Nganjuk 2. Unesa Journal Of Chemical Education, Vol. 2, No. 2 (hlm. 95100) Syaodih, Ernawulan. 2005. Bimbingan di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Depdiknas Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat
Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan Dan Ketenagaan Perguruan Tinggi. Wedayanti, Gs Ayu, dkk. 2015. Penerapan Metode Pemberian Tugas Berbantuan Media Kartu Bergambar Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Pada Anak. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 3(1). Tersedia pada https://ejournal.undiksha.ac.id/index. php/JJPAUD