PENGARUH KUALITAS LAYANAN DAN KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN PERPUSTAKAAN Oleh: Abdul Haris Abdullah & Shinta Nento IAIN Sultan Amai Gorontalo, STAIN Manado ABSTRAK Penelitian ini berjudul “Pengaruh Kualitas Layanan dan Kepuasan Pelanggan Terhadap Loyalitas Pelanggan”. Identifikasi masalah penelitian ini adalah “Apakah terdapat pengaruh kualitas layanan terhadap loyalitas pelanggan? Apakah terdapat pengaruh kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan?. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik analisi adalah korelasi dan regresi sederhana dan ganda. Hasil penelitian diperoleh bahwa ternyata pengaruh kualitas layanan dan kepuasan pelanggan memiliki dampak signifikan terhadap loyalita pelanggan. 1. Pengaruh yang signifikan kualitas layanan terhadap loyalitas pelanggan, yakni 93%. Artinya jika semakin baik kualitas layanan yang diberikan kepada pelanggan maka semakin baik pula loyalitas mereka menjadi pelanggan tetap pada perpustakaan. 2. Terdapat pengaruh signifikan kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan, yakni 24%. Artinya jika semakin puas pelanggan dalam menerima layanan maka semaikn baik pula loyalitas mereka atau betahnya mereka menggunakan jasa perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan mereka. 3. Terdapat pengaruh yang signifikan secara bersamasama kualitas layanan, kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan. Artinya jika kedua variabel yakni kualitas layanan dan kepuasan pelanggan diperhatikan maka secara bersama-sama keduanya akan memberikan persepsi yang baik bagi loyalitas pelanggan dalam menggunakan perpustakaan untuk keperluan mereka. Seiring dengan dinamika kehidupan masyarakat yang berlangsung sangat cepat dan sulit Latar Belakang diduga dimana terdapat kecenderungan peningkatan Loyalitas pelanggan perpustakaan adalah peranan dan pemanfaatan informasi, perpustakaan sebuah keharusan dalam rangka mengolah layanan perguruan tinggi dituntut untuk cepat tanggap prima kepada seluruh masyarakat pengguna perpusterhadap kebutuhan informasi yang akurat, relevan takaan baik dari luar kampus maupun pelanggan dan tepat waktu. Disamping itu pengelola internal yakni civitas akademika. perpustakaan perguruan tinggi harus bersikap Dalam era informasi dan globalisasi dewasa proaktif dan inovatif terutama dalam memenuhi ini, perpustakaan perguruan tinggi akan diperhakebutuhan pemakai yang semakin meningkat dan dapkan dengan situasi dan kondisi yang berbeda. kompleks. Agar bisa bertahan bahkan berkembang dan Perpustakaan yang berorientasi kepada memiliki keunggulan atau daya saing, maka pemakai akan selalu membuat suatu produk yang up perpustakaan perguruan tinggi dituntut untuk dapat to date, sumber daya manusia yang profesional, menjadikan pemakai jasa perpustakaan sebagai serta memberikan layanan yang terbaik untuk pelanggan yang loyal. Syarat yang harus dipenuhi pemakainya. Dengan demikian perpustakaan tidak oleh oleh suatu lembaga agar sukses dalam lagi hanya berperan sebagai tempat penyimpanan persaingan adalah menciptakan dan mempertadan peminjaman buku, akan tetapi sudah menjahankan pelanggan. dikan informasi yang dimiliki sebagai komoditas yang Untuk mewujudkan hal tersebut, tidak ada dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. cara lain selain dari pada memenuhi kebutuhan Perpustakaan perguruan tinggi sebagai sarana pemakai serta memuaskan mereka. Kepuasan penunjang proses pendidikan, diharapkan mampu pemakai jasa perpustakaan merupakan kunci untuk menyebarluaskan informasi dengan baik melalui mempertahankan dan menumbuh kembangkan proses layanan yang memuaskan pemakainya. perpustakaan perguruan tinggi terutama dalam Kepuasan pemakai merupakan masalah yang sering menghadapi persaingan yang semakin kompetitif kurang mendapat perhatian dari pengelola perpusdengan lembaga informasi lainnya. takaan, padahal kepuasan pemakai merupakan Pemakai jasa perpustakaan yang merasa kunci keberhasilan perpustakaan. Oleh karenanya puas terhadap layanan perpustakaan kemungkinan pengelola perpustakaan perguruan tinggi perlu besar akan menjadi pelanggan yang setia/loyal, membangun layanan yang berorioentasi kepada bahkan mereka dapat dijadikan sebagai media kepuasan pemakai dengan terus mengevaluasi promosi secara gratis, sebaliknya pemakai jasa semua layanan yang sedang dijalankan dan yang perpustakaan yang merasa kurang puas terhadap tidak kalah pentingnya adalah mengadakan kajian layanan perpustakaan perguruan tinggi, bisa jadi terhadap pemakai jasa perpustakaan terutama akan dengan mudah pindah ke perpustakaan atau pusat informasi lain.
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
161
pengukuran terhadap tingkat kepuasan pemakai jasa perpustakaan. Dalam membangun dan meningkatkan loyalitas pelanggan, perpustakaan harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas pelanggan adalah perhatian, kepercayaan, perlindungan, dan kepuasan akumulatif. Faktor pertama, yaitu perhatian, perpustakaan harus dapat melihat dan mengatasi segala kebutuhan, harapan, maupun permasalahan yang dihadapi oleh pelanggan. Dengan perhatian itu, pelanggan akan menjadi puas terhadap perpustakaan dan melakukan transaksi ulang dengan perpustakaan, dan pada akhirnya mereka akan menjadi pelanggan perpustakaan yang loyal. Semakin perpustakaan menunjukkan perhatiannya, maka akan semakin besar loyalitas pelanggan itu muncul. Faktor kedua, yaitu kepercayaan, kepercayaan timbul dari suatu proses yang lama sampai kedua belah pihak sating mempercayai. Apabila kepercayaan sudah terjalin di antara pelanggan dan perpustakaan, maka usaha untuk membinanya akan lebih mudah, hubungan perpustakaan dan pelanggan tercermin dari tingkat kepercayaan para pelanggan. Apabila tingkat kepercayaan pelanggan tinggi, maka hubungan perpustakaan dengan pelanggan akan menjadi kuat. Salah satu cara yang dapat dilakukan perpustakaan dalam membina hubungan dengan pelanggan, yaitu segala jenis produk yang dihasilkan perpustakaan harus memiliki kualitas atau kesempurnaan seperti yang seharusnya atau sebagaimana dijanjikan, sehingga pelanggan tidak merasa tertipu, yang mana hal ini dapat mengakibatkan pelanggan berpindah ke produk pesaing. Faktor ketiga, yaitu perlindungan, perpustakaan harus dapat memberikan perlindungan kepada pelanggannya, baik berupa kualitas buku, pelayanan, keamanan serta kenyamanan. Dengan demikian, pelanggan tidak khawatir dalam melakukan kegiatan dan berhubungan dengan perpustakaan, karena pelanggan merasa perpustakaan memberikan perlindungan yang mereka butuhkan. Dan faktor keempat, yaitu kepuasan akumulatif, kepuasan akumulatif adalah keseluruhan penilaian berdasarkan total penggunaan jasa perpustakaan dalam suatu periode tertentu. Kepuasan akumulatif ditentukan oleh berbagai komponen seperti kepuasan terhadap sikap agen pelayan dan kepuasan terhadap perpustakaan itu sendiri. Oleh karena itu, perpustakaan harus dapat memberikan rasa puas kepada pelanggan dalam melakukan segala transaksi dengan perpustakaan, sehingga dalam hal ini perpustakaan harus memperhatikan dan meningkatkan fungsi dan kegunaan dari segala fasilitas dan sumber daya yang dimiliki agar pelanggan dapat memanfaatkannya kapan saja. Faktor-faktor pembentuk loyalitas pelanggan adalah kualitas pelayan, kepercayaan dan kepuasan pelanggan. Oleh karena itu dalam penelitian ini yang
162
menjadi fokus adalah loyalitas pengguna atau pelanggan perpustkaan yang di pengaruhi oleh kualitas layanan dan kepuasan akan layanan yang diperoleh dalam menggunakan jasa perpustakaan. Secara ringkas pertanyaan yang akan diriset adalah sebagai berikut: Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dan meyakinkan kualitas layanan terhadap loyalitas pengguna jasa perpustakaan? Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dan meyakinkan kepuasan layanan terhadap loyalitas pengguna jasa perpustakaan? Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dan meyakinkan kualitas layanan bersama-sama dengan kepuasan layanan terhadap loyalitas pengguna jasa perpustakaan? Landasan Teoritis Secara definitif loyalitas pelanggan berkaitan dengan hubungan antara lembaga layanan dan pelanggan. Loyalitas Pelanggan termasuk perilaku di mana pelanggan melakukan pemilihan atas layanan sebuah lembaga tertentu saat ini, daripada memilih lembaga lain sebagai gantinya atau mempergunakan jasa mereka saat ini daripada memilih jasa lembaga yang lain. Loyalitas Pelanggan termasuk sikap dimana penilaian pelanggan tentang suatu layanan, hubungan, sesuatu yang dicari, atau lembaga layanan yang terkait dengan komitmen pada pilihan. Perlu diketahui bahwa kepuasan dan loyalitas pelanggan mempunyai hubungan saling terkait. Kesetiaan konsumen tidak terbentuk dalam waktu singkat, tetapi melalui proses belajar dan berdasarkan hasil pengalaman dari konsumen itu sendiri dari pembelian konsisten sepanjang waktu. Bila yang didapat sudah sesuai dengan harapan, maka proses pembelian ini terus berulang. Hal ini dapat dikatakan bahwa telah timbul adanya kesetiaan konsumen. Bila dari pengalamannya, konsumen tidak mendapatkan merek yang memuaskan, maka tidak akan berhenti untuk mencoba merek-merek yang lain, sampai mendapatkan produk atau jasa yang memenuhi kriterianya. Griffin (1995), menyatakan bahwa loyalitas konsumen adalah komitmen yang kuat dari konsumen, sehingga bersedia melakukan pembelian ulang terhadap produk atau jasa yang disukai secara konsisten dan dalam jangka panjang, tanpa terpengaruh oleh situasi dan usaha-usaha marketing dari produk lain yang berusaha membuatnya beralih untuk membeli produk lain tersebut. Jadi, loyalitas konsumen adalah suatu sikap yang berkomitmen untuk tetap menggunakan produk atau pelayanan dari penyedia tertentu. Loyalitas memberi pengertian yang sama atas loyalitas merek dan loyalitas pelanggan. Memang benar bahwa loyalitas merek mencerminkan loyalitas pelanggan terhadap merek tertentu, tetapi apabila pelanggan dimengerti sama dengan konsumen, maka loyalitas konsumen lebih luas cakupannya daripada loyalitas merek, karena loyalitas konsumen mencakup loyalitas terhadap merek. Loyalitas adalah tentang persentase dari orang yang pernah membeli dalam kerangka waktu
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
tertentu dan melakukan pembelian ulang sejak pembelian yang pertama (www.old.freedrive.com, 2009). Loyalitas konsumen secara umum dapat diartikan kesetiaan seseorang atas suatu produk, baik barang maupun jasa tertentu. Loyalitas konsumen merupakan manifestasi dan kelanjutan dari kepuasan konsumen dalam menggunakan fasilitas maupun jasa pelayanan yang diberikan oleh pihak perusahaan, serta untuk tetap menjadi konsumen dari perusahaan tersebut. Loyalitas adalah bukti konsumen yang selalu menjadi pelanggan, yang memiliki kekuatan dan sikap positif atas perusahaan itu. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa masing-masing pelanggan mempunyai dasar loyalitas berbeda. Hal ini tergantung dari obyektivitas mereka masing-masing. Karakteristik pelanggan loyal menurut Griffin (1995) adalah : a. Melakukan pembelian secara teratur. b. Membeli di luar lini produk atau jasa. c. Mereferensikan produk ke orang lain. d. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing tingkatan. Kualitas Layanan Kualitas layanan (service quality) sering dikonseptualisasikan sebagai perbandingan antara harapan dan kinerja aktual layanan jasa. Terdapat lima dimensi service quality yang terkait dengan harapan pelanggan yaitu: reliability (kehandalan), assurance (jaminan), tangibles (tampilan fisik), emphaty (empati), dan responsiveness (daya tanggap). Pelanggan menggunakan kelima dimensi kualitas ini untuk membentuk penilaiannya terhadap kualitas jasa untuk membandingkan harapan dan 1 persepsinya terhadap layanan. Kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas layanan yang mereka terima. Kualitas pelayanan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para pelanggan atas layanan yang benar-benar mereka terima. Kualitas pelayanan sebagai ukuran seberapa baik tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan harapan pelanggan. Kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.2 Untuk mempermudah penilaian dan pengukuran kualitas pelayanan dikembangkan suatu alat ukur kualitas layanan yang disebut SERVQUAL (service Quality). SERVQUAL ini merupakan skala 1
Ali Shafiq, Hariyono, Analisis Pengaruh Kualitas Layanan, Kepercayaan dan Kepuasan Terhadap Loyalitas Pelanggan, Program Studi Magister Manajemen Teknologi Bidang Keahlian Manajemen Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, tt.th 2 Manulang, Ida, Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan Jasa Penerbangan, 2008, h. 30
multi item yang dapat digunakan untuk mengukur persepsi pelanggan atas kualitas layanan yang 3 meliputi lima dimensi, yaitu: 1. Tangibles (bukti langsung), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan perusahaan. 2. Reliability (kehandalan) yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketetapan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap simpatik dan akurasi yang tinggi. 3. Responsiveness (daya tanggap) yaitu kemampuan maskapai penerbangan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada para pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan pelanggan menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. 4. Assurance (jaminan), adanya kepastian yaitu pengetahuan, kesopan santunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada pelayanan. 5. Empathy (empati), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individu atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. Kualitas pelayanan dapat diukur dengan dimensi kualitas pelayanan yang dijadikan pedoman untuk menilai hasil kerja dalam bentuk perilaku konsumen. Semakin tinggi kepuasan yang dirasakan konsumen maka akan menimbulkan kecenderungan perilaku konsumen yang akan menguntungkan perusahaan, sebaliknya semakin rendah kepuasan yang dirasakan konsumen maka akan menimbulkan kecenderungan perilaku konsumen yang akan merugikan perusahaan. Jika konsumen merasakan kualitas pelayanan seperti apa yang diharapkan, maka akan tercipta kepuasan yang akhirnya terlihat dalam perilaku konsumen dengan : mengatakan hal yang positif mengenai penyedia jasa kepada konsumen lain, tetap loyal kepada penyedia jasa membeli barang mereka lagi, menghabiskan waktu lebih banyak dengan mereka, dan membayar harga premium. Kualitas merupakan inti kelangsungan hidup sebuah lembaga. Gerakan revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu 3
Ibid, h. 30 - 32
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
163
menjadi tuntutan yang tidak boleh diabaikan jika suatu lembaga ingin hidup dan berkembang, Persaingan yang semakin ketat akhir-akhir ini menuntut sebuah lembaga penyedia jasa/layanan untuk selalu memanjakan konsumen/pelanggan dengan memberikan pelayanan terbaik. Para pelanggan akan mencari produk berupa barang atau jasa dari perusahaan yang dapat memberikan 4 pelayanan yang terbaik kepadanya. Kepuasan Layanan Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam wacana bisnis dan manajemen. Pelanggan merupakan fokus utama dalam pembahasan mengenai kepuasan dan kualitas jasa. Oleh karena itu, pelanggan memegang peranan cukup penting dalam mengukur kepuasan terhadap produk maupun pelayanan yang diberikan perusahaan. Dalam Kotler (2007 : 177) mendefinisikan kepuasan pelanggan : “Perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan5 harapanya.” Dari definisi diatas kita bisa melihat bahwa kepuasan merupakan fungsi dari persepsi / kesan atau kinerja dan harapan. Jika kinerja berada dibawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang. Dimensi kualitas layanan dalam pabrik mobil misalnya, memiliki delapan dimensi kualitas produk yang dikembangkan dan dapat digunakan sebagai kerangka perencanaan strategis dan analisis (Garvin dalam Krajewski et.al, 1996). Kedelapan dimensi tersebut adalah (contoh produk mobil): 1. Kinerja (performance) karakteristik pokok dari produk misalnya kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah penumpang yang dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan dalam mengemudi, dan sebagainya. 2. Ciri — ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelangkapan interior dan eksterior seperti dashboard, AC, sound system, door lock system, power steering, dan sebagainya. 3. Kehandalah (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau g-agal. dipakai, misalnya alat rontgen tidak set mg rusaL 4. Kesesuaian dengan spesifikasi, yaitu sejauh mana karateristik desain dan operasi memenuhi .standar staadar yang telah. ditetapkan
4
Mirah Ayu Putri Trarintiyah, Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan, PPs UDAYANA, 2011, h. 42 5 Dewi Yanti Sudirman, Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Nasabah Produk, UNHAS 2011, h. 39
164
5.
6.
7.
8.
sebclumnya. Misalnya standar keamanan dan emisi terpenuhi. Daya tahan, berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat digunakan. Dimensi ini mencakup unsur tekuis maupun umur ekonomis Kemampuan melayani (servicebility), meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, serta penangganan keltlan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selam proses penjualan hingga puma jual, yang juga mencakup palayanan reparasi dan ketersediaan komponen yang dibutuhkan. Estetika (esthetic), yaitu daya tank produk terhadap panca indera, misalnya bentuk fisik mobil yang menarik, model desain yang artistik, warna dan sebagainya. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra din reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atributiciri — ciri produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dan aspek harga, nama merek, reputasi 6 perusahaan, maupun negara pembuatnya.
Metode Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian survey dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian survey dimaksud adalah bersifat menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis. Jenis penelitian ini memfokuskan pada pengungkapan hubungan kausal antar variable, yaitu suatu penelitian yang diarahkan untuk menyelidiki hubungan sebab berdasarkan pengamatan terhadap akibat yang terjadi, dengan tujuan melihat pengaruh langsung sesuatu variable penyebab terhadap variable akibat. Variable akibat tersebut adalah Kualitas layanan dan Kepuasan Layanan terhadap Loyalitas Pelanggan Perpustakaan. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Deskripsi Penelitian Deskripsi penelitan menjelaskan tentang hasil penelitian mulai dari penjelasan terhadap instrumen penelitian yang digunakan, uji persyaratan analisis, sampai dengan analisis data regresi sederhana atas dua variabel yang diteliti. a. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam ini adalah berdasarkan pada uraian teoritits dari setiap variabel yang tercantum pada landasan teoritis dalam bab 2 dari penelitian ini. Intrumen ini dapat dikatan sudah terpenuhi standarnya karena teori yang mendasarinya adalah berasal dari para ahli pada bidang manajemen terutama yang berkenaan dengan variabel dalam penelitian. Oleh karena itu dapat dikatan bahwa jika peneliti telah memiliki keyakinan dalam menjaring data menggunakan 6
Agung Utama, Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan, OPSI, Vol. 1, No. 2, Desember 2003: 96 - 110 h. 5
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Dalam penelitian ini menggunakan sejumlah instrumen yang telah dianggap relevan dan dapat instrumen yakni; instrumen untuk variabel Loyalitas menjaring data sesuai kepentingan penelitian maka Pelanggan (Y) terdiri dari 15 butir, sedangkan instrumen tersebut dapat dianggap sah menjaring instrumen untuk menjaring data Kualitas Layanan data pokok tanpa melalui prosedur validitas dan (X1) berjumlah 14 butir, dan untuk data reliabilitas alat (insrumen). Kepuasan Pelanggan (X2) menggunakan 17 butir. 2. Pembahasan Hasil Penelitian 1) Data Hasil Analisis X1 degan Y b Variables Entered/Removed
Model 1
Variables Entered
Variables Removed
Kualitas a Layanan
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Loyalitas Pelanggan b
Model Summary
Model
R a
1
Adjusted R Square
R Square
.950
.902
Std. Error of the Estimate
.898
2.107
a. Predictors: (Constant), Kualitas Layanan b. Dependent Variable: Loyalitas Pelanggan b
ANOVA Sum of Squares
Model 1
df
Mean Square
Regression
941.878
1
941.878
Residual
102.122
23
4.440
1044.000
24
Total
F
Sig. .000a
212.132
a. Predictors: (Constant), Kualitas Layanan b. Dependent Variable: Loyalitas Pelanggan Coefficientsa
Unstandardized Coefficients Model
B
Std. Error
Standardized Coefficients Beta
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
t
Sig.
165
1
(Constant)
1.084
2.719
.979
.067
Kualitas Layanan
.950
.399
.694
14.565
.000
a. Dependent Variable: Loyalitas Pelanggan 1) Analisis Regresi Sederhana Persamaan sederhana adalah: Y = a + bX Y = 1.084 + 0.979X Ket: Y = Variabel Dependent X = Variabel Independent a = Nilai Konstanta b = Koefisien Regresi Penjelasan persamaan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Konstanta sebesar 1.084; artinya jika kualitas layanan nilainya 0, maka loyalitas pelanggan nilainya negatif sebesar 1.084. 2. Koefisien regresi variable kualitas layanan sebesar 0.979; artinya jika kualitas layanan mengalami kenaikan satu satuan, maka loyalitas pelanggan akan mengalami peningkatan sebesar 0.979 satuan. Koefisien bernilai positif artinya hubungan antara kualitas layanan dengan loyalitas pelanggan adalah positif, artinya semakin tinggi kualitas layanan maka semakin meningkat loyalitas pelanggan. 2) Pengujian Hipotesis Uji t (uji koefisien regresi sederhana) Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh secara signifikan antara variable independen dengan variable dependen. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: 1. Menentukan Hipotesis: H0 : Kualitas layanan tidak berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan Ha : Kualitas layanan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan 2. Menentukan tingkat signifikansi: Tingkat signifikansi 0,05 3. Menentukan t hitung: Berdasarkan output di atas diperoleh t hitung sebesar 14.565 4. Menentukan t table: Table distribusi t dicari pada α = 5% : 2 = 2,25% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-k-1 atau 25-1-1 = 23 (n adalah jumlah data dan k adalah jumlah variable bebas). Dengan pengujian 2 sisi (signifikansi = 0,025) hasil diperoleh untuk t table sebesar 2.069 (lihat table). 5. Kriteria pengujian H0 diterima jika –t table < t hitung < t table
166
regresi H0 ditolak jika –t hitung < t table atau t hitung > t table 6. Membandingkan t hitung dengan t table Nilai t hitung > t table (14.565 > 2.069) maka H0 ditolak 7. Kesimpulan Karena nilai t hitung > t table (14.565 > 2.069) maka H0 ditolak, artinya bahwa kualitas layanan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan. Nilai t hitung positif, artinya pengaruh yang terjadi adalah positif, artinya semakin tinggi kualitas layanan maka semakin tinggi pula loyalitas pelanggan perpustakaan. Langkah-langkah pengujian berdasar signifikansi: 1. Menentukan hipotesis H0 : kualitas layanan tidak berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan Han : kualitas layanan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan 2. Menentukan tingkat signifikansi Tingkat signifikansi menggunakan 0,05 3. Menentukan signifikansi Berdasarkan output di atas diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,00. 4. Kriteria pengujian H0 diterima jika signifikansi > 0,05 H0 ditolak jika signifikansi < 0,05 5. Membandingkan signifikansi Nilai signifikansi 0,00 kurang dari 0,05, maka H0 ditolak. 6. Kesimpulan Karena nilai signifikansi 0,00 kurang dari 0,05, maka H0 ditolak, artinya kualitas layanan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan perpustakaan.
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
2) Data Hasil Analisis X2 denga nY Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered
Variables Removed
Kepuasan Pelanggan a
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Loyalitas Pelanggan Model Summaryb
Model
R a
1
Adjusted R Square
R Square
.973
.946
Std. Error of the Estimate
.944
1.563
a. Predictors: (Constant), Kepuasan Pelanggan b. Dependent Variable: Loyalitas Pelanggan b
ANOVA Sum of Squares
Model 1
Regression
Mean Square
987.810
1
987.810
56.190
23
2.443
1044.000
24
Residual Total
df
F
Sig.
404.336
a
.000
a. Predictors: (Constant), Kepuasan Pelanggan b. Dependent Variable: Loyalitas Pelanggan Coefficientsa
Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
43.2
2.045
Kepuasan Pelanggan
83.8
.042
Standardized Coefficients Beta
t
.973
Sig. .211
.834
20.108
.000
a. Dependent Variable: Loyalitas Pelanggan
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
167
1) Analisis Regresi Sederhana Persamaan regresi sederhana adalah: Y = a + bX Y = 43.2 +83.8X Ket: Y = Variabel Dependent X = Variabel Independent a = Nilai Konstanta b = Koefisien Regresi Penjelasan persamaan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Konstanta sebesar 43.2; artinya jika kualitas layanan nilainya 0, maka loyalitas pelanggan nilainya negatif sebesar 43.2. 2. Koefisien regresi variable kepuasan pelanggan sebesar 83.8; artinya jika kepuasan pelanggan mengalami kenaikan satu satuan, maka loyalitas pelanggan akan mengalami peningkatan sebesar 83.8 satuan. Koefisien bernilai positif artinya hubungan antara kepuasan pelanggan dengan loyalitas pelanggan adalah positif, artinya semakin tinggi kepuasan pelanggan maka semakin meningkat loyalitas pelanggan. 2) Pengujian Hipotesis Uji t (uji koefisien regresi sederhana) Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh secara signifikan antara variable independen dengan variable dependen. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: 1. Menentukan Hipotesis: H0 : Kepuasan pelanggan tidak berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan Ha : Kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan 2. Menentukan tingkat signifikansi: Tingkat signifikansi 0,05 3. Menentukan t hitung: Berdasarkan output di atas diperoleh t hitung sebesar 14.565 4. Menentukan t table: Table distribusi t dicari pada α = 5% : 2 = 2,25% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan
(df) n-k-1 atau 25-1-1 = 23 (n adalah jumlah data dan k adalah jumlah variable bebas). Dengan pengujian 2 sisi (signifikansi = 0,025) hasil diperoleh untuk t table sebesar 2.069 (lihat table). 5. Kriteria pengujian H0 diterima jika –t table < t hitung < t table H0 ditolak jika –t hitung < t table atau t hitung > t table 6. Membandingkan t hitung dengan t table Nilai t hitung > t table (20.108 > 2.069) maka H0 ditolak 7. Kesimpulan Karena nilai t hitung > t table (20.108 > 2.069) maka H0 ditolak, artinya bahwa kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan. Nilai t hitung positif, artinya pengaruh yang terjadi adalah positif, artinya semakin tinggi kepuasan pelanggan maka semakin tinggi pula loyalitas pelanggan perpustakaan. Langkah-langkah pengujian berdasar signifikansi: 1. Menentukan hipotesis H0 : Kepuasan pelanggan tidak berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan Ha : kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan 2. Menentukan tingkat signifikansi Tingkat signifikansi menggunakan 0,05 3. Menentukan signifikansi Berdasarkan output di atas diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,00. 4. Kriteria pengujian H0 diterima jika signifikansi > 0,05 H0 ditolak jika signifikansi < 0,05 5. Membandingkan signifikansi Nilai signifikansi 0,00 kurang dari 0,05, maka H0 ditolak. 6. Kesimpulan Karena nilai signifikansi 0,00 kurang dari 0,05, maka H0 ditolak, artinya kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan perpustakaan.
3). Data Hasil Olahan Regresi ganda (X1, X2 dengan Y) Variables Entered/Removed
Model 1
168
Variables Entered Kepuasan Pelanggan , Kualitas Layanan a
Variables Removed
Method . Enter
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables Entered
Variables Removed
Kepuasan Pelanggan , Kualitas a Layanan
Method . Enter
a. All requested variables entered. Model Summaryb
Model
R
R Square a
1
.987
Adjusted R Square
.974
Std. Error of the Estimate
.972
1.287
a. Predictors: (Constant), Kepuasan Pelanggan , Kualitas Layanan b. Dependent Variable: Loyalitas Pelanggan ANOVAb Sum of Squares
Model 1
Regression
Mean Square
1374.577
2
687.288
36.463
22
1.657
1411.040
24
Residual Total
df
F
Sig.
414.671
a
.000
a. Predictors: (Constant), Kepuasan Pelanggan , Kualitas Layanan b. Dependent Variable: Loyalitas Pelanggan a
Coefficients
Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error 1.145
1.672
Kualitas Layanan
.936
.073
Kepuasan Pelanggan
.241
.062
Standardized Coefficients Beta
t
Sig. .685
.501
.781
12.795
.000
.238
3.893
.001
a. Dependent Variable: Loyalitas Pelanggan Residuals Statistics
a
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
169
Minimum Predicted Value
Maximum
Mean
Std. Deviation
N
32.00
58.35
48.72
7.568
25
Residual
-2.527
2.976
.000
1.233
25
Std. Predicted Value
-2.210
1.272
.000
1.000
25
Std. Residual
-1.963
2.312
.000
.957
25
a. Dependent Variable: Loyalitas Pelanggan
1. Analisis Regresi Linier Berganda Persamaan regresi berganda adalah sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 Y = 1.145 + 0.936 + 0.241 Y = Variabel dependen X1, X2 = Variabel Independen a = Nilai Konstanta b1, b2 = Koefisien regresi Penjelasan persamaan tersebut adalah sebagai berikut: - Konstanta sebesar 1.145, artinya jika kualitas layanan (X1), dan kepuasan pelanggan (X2) nilainya 0, maka loyalitas pelanggan 1.145. - Koefisien regresi variable kulitas layanan (X1) sebesar 0.936; artinya jika kualitas layanan mengalami kenaikan satu satuan, maka loyalitas pelanggan akan mengalami peningkatan sebesar 0.936 satuan dengan asumsi variable independen lainnya benilai tetap. - Koefisien regresi variable kepuasan pelanggan (X2) sebesar 0.241; artinya jika kepuasan pelanggan mengalami kenaikan
170
satu satuan, maka loyalitas pelanggan akan mengalami peningkatan sebesar 0.241 satuan dengan asumsi variable independen lainnya benilai tetap. 2. Uji F Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variable bebas secara bersama-sama terhadap variable dependen. Tahap uji F adalah sebagai berikut: 1. Merumuskan Hipotesis 2. Menentukan tingkat signifikansi Tingkat signifikansi menggunakan 0,05 3. Menentukan F hitung Berdasarkan output di atas diperoleh F hitung sebesar 414.671 4. Menentukan F table Dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%, α = 5%, df 1 (jumlah variable -1) atau 3-1 = 2 dan df 2 (n-k-1) atau 25-2-1 = 22 (n adalah jumlah data dan k adalah jumlah variable independen). Hasil untuk F table sebesar 3.443 (lihat table). 5. Kriteria pengujian - H0 diterima bila F hitung < F table - H0 ditolak bila F hitung > F tabel 6. Membandingkan F hitung dengan F table
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Nilai F hitung > F table (414.671 > 3.443), maka H0 ditolak. 7. Kesimpulan Karena nilai F hitung > F table (414.671 > 3.443), maka H0 ditolak. artinya kualitas layanan, kepuasan pelanggan secara bersama-sama berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan.
KEPUSTAKAAN
Ali Shafiq, Hariyono, Analisis Pengaruh Kualitas Layanan, Kepercayaan dan Kepuasan Terhadap Loyalitas Pelanggan, Program Studi Magister Manajemen Teknologi Bidang Keahlian Manajemen Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, tt.th Manulang, Ida, Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan Jasa Penerbangan, 2008, h. 30 Mirah Ayu Putri Trarintiyah, Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan, PPs UDAYANA, 2011, h. 42 Dewi Yanti Sudirman, Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Nasabah Produk, UNHAS 2011, h. 39 Agung Utama, Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan, OPSI, Vol. 1, No. 2, Desember 2003: 96 - 110 h. 5
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
171
DEVELOPING THE ENGLISH STUDENTS’ VERBAL SKILLS IN ISLAMIC STUDIES IAIN SULTAN AMAI GORONTALO La Aba IAIN Sultan Amai Gorontalo
ABSTRACT To develop the English students’ verbal skill is need understood the students’ lack before. The students’ lack like; lack of vocabulary, lack of grammatically and the lack of selfconfidence. Developing verbal skill is not depend on the students’ ability in recognizing vocabulary and understanding grammar but also depend on the teachers’ motivation and teaching strategy. Key Words : Developing, Verbal Skills
HOW TO DEVELOP THE STUDENTS’ VERBAL SKILL
INTRODUCTION IAIN is one of Islamic university in Gorontalo province. It has several faculty namely; Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Fakultas Syariah, and Fakultas Ushuludin dan Dakwah. Every faculty has several study programme for instance ; Tarbiyah faculty has English department. The student of English department can be developed theirs verbal skill through daily communication activities. To make daily communication to be active it’s not only depend on the student creativities but depend on the teachers’ teaching strategy. Beside that language is not vacuum but must be practice wherever and whenever . English for instance is very important to be mastered verbal or nonverbal. To create the English student has ability to communicate one each other the lecturer must attend the model of teaching. Model of teaching can support the students’ motivation to learn English as a foreign language. To increase the students’ verbal skill the lecturer can use self regulated learning as a model of teaching. Self regulated leaning is a way of students learning by themselves. Self regulated learning has characteristic (a) the students has the object to be reached (b) the students control by themselves what are they or learning (c) focus at semantic construction, and understand what they read, write and discuss. The activities in applying self regulated learning are as follows : (1)the lecturer support or motivate the students by giving explanation that language is important as a tool of communication (2) students experience must considered in learning process (3) grammar and linguistics aspect is learned implicitly (4) evaluate the mistakes done by 1 the students and than make correct
Before to develop the students’ verbal skills are need knowing what the students’ lack. The student lack are found as follow as : a.
Lack of bravesness
Bravesness is one key on how to ensure theirself to be good speaker. Bravesness is almos the same with student performance. Students’ performance in communication can be influenced by the culture. Language is a part of culture of a people and the chief means by which the member of society communicative ( Robert Lado, copyright 1964 : 22.)2 Beside that he said that language didn’t develop in vacuum3 . It means tha the English is a second language must be practice everyday and everywhere. Sometimes everyone who will communicate one each others is afraid to be incorrect in speaking. In general the English student of IAIN is hesitant and unbrave to speak with his/her interlocutor. b.
Lack of vocabulary
There are many vocabulary in English namely ; Noun, Adjective, Adverb, and Verb. Enrich vocabulary is important one on developing verbal skill. The student lack vocabulary is different ability in communication with the student has complete vocabulary. To present vocabulary abrupt in verbal skill is difficult whatagain the englisg is the second language. Iinfact the English student of Islamic 2
1
Rinjin, Pembelajaran Mandiri (STKIP Singaraja Press) 2000 h 10
172
Robert Lado Language Teaching A Scientific Approach Printed in the United State of America copyright 1964 hal 22 3 ibid
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
studies is poor in recognizing vocabulary. These some point to bear in mind however you present the new vocabulary are: 1. 2.
3.
4.
5.
Teach and practice the words in spoken form first. Unless you only want the student to have a passive knowledge of the lexical items, you must put them into context and get the student to practice them As with teaching anything else, revision is essential , otherwise the new words have been taught will be forgotten Always check your student have understood or not and practice the new words, no matter how they have been presented 4 Students will remember new vocabulary better .
SMOKING a. Argument : Key Words 1. Smoking and desease, bronchial trouble, heart desease, lung cancer 2. Goverments’ policy on smoking 3. Smoking and advertising 4. Smoking ban in public places b. Counter –Argument : Key Words 1. There are still scientifics who doubt the smoking /cancer link 2. Smoking has many psychological benefits and makes social contacts easier 3. Tobacco is an important source of income for many countries 4. People should be free to decide to smoke or not7 CONCLUSSION
c.
Lack of grammatically
Grammatically the student not only can speak English fluently but also make the student easy to communicate one each others. The result of observing of the English student are shown that the English student of Islamic studies is still less grammatically.
To develop the students’ verbal skills it should be practice wherever and whenever or formal or informal. Beside that the student must recognize many vocabulary and practice them every communication activities . Supporting their willingness as well as possible by providing media or the others in teaching learning process. The lecturer must creative to design the student activities.
DEVELOPING VERBAL SKILLS Developing the students’ verbal skills there are several point namely; 1. Word Guessing Game To speak incorrect sentence it’s important to star from a simple point, example : to speak correctly in sentence before acquiring oral communicative 5 competence . 2.
REFERENCES Robert Lado Copyright 1964. Language Teaching a scientific approach Printed in the United State of America Dong Xiaohong Oktober 1994 English Teaching Forum Volume 32 Number 4 October
Description
To develop the ability to speak with both coherence and cohesion. This exercise aims to train learners to speak in phragraph and to be able to make themselves understood . For instance describe the following : a. b. c. 3.
Your campus One of your close friend 6 An auto accident you once withnesses .
Topic Talking ( Argument vs counter –argument) This exercises help learners put together a formal presentation. They can first be offered on outline or a few key words. For instance :
4
Ibid h 31 Ibid h 31 6 Ibid h. 31 5
7
Ibid h. 32
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
173
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS MELALUI PERMAINAN BAHASA (LANGUAGE GAMES) Marina Pakaya IAIN Sultan Amai Gorontalo Abstract A game in language is an effective tool that increase the learning enthusiasm of the students. It becomes a way to make the learning joyful. This research employs a qualitative approach that describes the game. The result shows that there were 30 students in class B joined the written test, there were 8 students (27%) who got A, 15 students (50%) who got B, 6 students (20%) who got C, and 1 student (3%) who did not pass the written text. So there were 17 students who failed in the oral text. Key words: increase, speaking, English, language games tujuan yang diharapkan. Kendala-kendala tersebut seperti heterogennya kompetensi calon mahasiswa Pendahuluan (input) yang masuk IAIN Gorontalo, latar belakang Berbicara merupakan salah satu dari empat pendidikan dosen yang tidak sesuai dengan progres keterampilan berbahasa yang selalu direalisasikan studinya, fasilitas dan lingkungan yang kurang manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memadai, dan sebagainya. berbicara, seseorang berusaha untuk Akan tetapi, pada semester gasal tahun mengungkapkan pikiran dan perasaannya kepada akademik 2007-2008 ini ada gejala yang 1 orang lain secara lisan . Dengan demikian, maka menggembirakan, yakni terdapat kemajuan yang signifikan dalam pemerolehan bahasa Inggris tidak diragukan lagi bahwa berbicara merupakan mahasiswa, khususnya mahasiswa kelas B yang salah satu jenis aktivitas yang urgen dari kegiatanpeneliti bina di Program Matrikuasi Bahasa Inggris. kegiatan orang dewasa dan anak-anak secara Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya mahasiswa yang bersamaan. Manusia melakukan aktivitas berbicara berhasil lulus ujian bahasa Inggris dengan nilai baik (Speaking) lebih banyak dari menulis dalam pada semester genap tersebut. Jumlah mahasiswa kehidupan mereka2. Karena berbicara sangat urgen, di kelas B ada 30 orang, memperoleh nilai A kemampuan berbicara seseorang tidak dapat sebanyak 8 mahasiswa (27%); memperoleh nilai B diremehkan begitu saja, sebab ia merupakan sebanyak 15 mahasiswa (50%); memperoleh nilai C kebutuhan hidupnya sebagai medium komunikasi sebanyak 6 mahasiswa (20%); dan sisanya 1 aktif produktif. mahasiswa (3%) dinyatakan tidak lulus. Dalam pembelajaran bahasa Inggris, Namun demikian, berdasarkan hasil evaluasi khususnya pembelajaran yang bertujuan untuk (khususnya yang terkait dengan tes lisan) yang menguasai empat kemampuan berbahasa, dilakukan oleh dosen pembina kelas B, masih kemampuan berbicara merupakan bagian yang terdapat kelemahan pada diri mahasiswa terutama penting yang harus dikuasai peserta didik, disamping pada aspek kemampuan berbicara. Dari 30 kemampuan menyimak, membaca dan menulis. mahasiswa tersebut, tercatat 17 mahasiswa (57%) Salah satu lembaga pendidikan tinggi yang mengalami kegagalan dalam tes lisan. Kelemahan memfokuskan pada program pembelajaran yang mereka bermacam-macam pada aspek-aspek yang bertujuan pada penguasaan empat kemampuan menjadi sasaran tes berbicara, yiatu aspek berbahasa Inggris adalah IAIN Sultan Amai pengucapan (accent), tata bahasa (grammar), kosa Gorontalo, yang sejak tahun 1999, telah kata (vocabulary), kelancaran (fluency), dan mengembangkan program intensif pembelajaran pemahaman (comprehension). Dan kelemahan yang Bahasa Inggris atau Program Matrikulasi Bahasa paling sering dilakukan oleh para mahasiswa yang Inggris untuk mahasiswa baru (semester 1 dan II), gagal pada tes lisan tersebut adalah pada aspek tata yang bertujuan untuk membekali mahasiswa agar bahasa dan kelancaran berbicara. mampu berkomunikasi dengan bahasa Inggris, Melihat kenyataan di atas, maka dipandang membaca teks-teks berbahasa Inggris, dan menulis perlu untuk dilakukan perbaikan dalam pembelajaran dengan bahasa Inggris. Program ini terus mengalami berbicara mengenai solusi bagi permasalahan yang perkembangan dan perbaikan dari tahun ke tahun terkait dengan penggunaan gramatikal dan seiring dengan perubahan status STAIN Gorontalo kelancaran berbicara pada mahasiswa kelas B menjadi IAIN Gorontalo. Namun demikian, masih ada tersebut. Salah satu solusi yang dapat diambil kendala yang menyebabkan belum tercapainya adalah melalui permainan bahasa (language game), dengan asumsi bahwa melalui permainan bahasa ini 1 Djiwandono, Tes Bahasa Dalam Pengajaran, mahasiswa semakin tertarik belajar bahasa Inggris (Bandung: Penerbit ITB, 1996), h. 68. dengan gembira mempraktekkan bahasa itu dalam 2 kegiatan percakapan. Madkur, Tadris Funum Al-Lughat Al-‘Arabiyah, (Riyadl: Dar-al-Syawaf, 1991), h. 107.
174
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
Bertolak dari latar belakang di atas, dalam penelitian ini difokuskan pada persoalan penggunaan permainan bahasa sebagai teknik pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berbicara mahasiswa dalam bahasa Inggris. Dalam penelitian ini, fokus kajian dibatasi pada permainan bahasa untuk keterampilan berbicara pada aspek gramatikal dan kelancaran. Untuk itu, masalah penelitian tindakan kelas ini dirumuskan sebagai berikut: “Apakah penggunaan permainan bahasa (language game) dalam pembelajaran kemampuan berbicara dapat meningkatkan penguasaan aspek gramatikal dan kelancaran berbicara dalam bahasa Inggris bagi mahasiswa kelas B Program Matrikulasi bahasa Inggris IAIN Sultan Amai Gorontalo?”. Metode Metode yang digunakan dalam penelitian berjudul “Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris Melalui Permainan Bahasa (Language Games), meliputi tiga tahap, yaitu (1) tahap penyediaan data; (2) tahap analisis data; dan 3 (3) tahap penyajian hasil analisis data , yang berpijak pada teori sebagai berikut. Salah satu kiat tersebut adalah dengan menggunakan permainan bahasa (language game). Penggunaan permainan bahasa dalam pembelajaran bahasa asing sangat dirasakan manfaatnya, sebab permainan bahasa merupakan sarana yang efektif untuk membangkitkan semangat belajar mahasiswa dan menjadi tempat refreshing dari kekeringan 4 belajar Selain itu, permainan bahasa juga dapat membantu Dosen atau guru untuk menciptakan situasi di mana bahasa menjadi berguna dan bermakna. Mahasiswa berusaha untuk berpartisipasi supaya dapat memahami apa yang diucapkan dan ditulis oleh temannya, mereka berusaha untuk mengungkapkan atau memberi informasi secara lisan maupun tulisan tentang apa yang ada dalam 5 benaknya . Artinya, dengan menggunakan metode permainan bahasa, mahasiswa dapat belajar bahasa sekaligus menikmatinya sebab di dalamnya ada semangat untuk berkompetisi dengan yang lain, berkooperatif, dan berupaya untuk memperoleh hasil yang terbaik. Hasil dan Pembahasan Pembahasan Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris Melalui Permainan Bahasa diklasifikasikan atas dasar permainan bahasa dalam pembelajaran bahasa asing, dan mengukur kemampuan berbicara.
3.1 Permainan Bahasa Dalam Pembelajaran Bahasa Asing Strategi pembelajaran merupakan salah satu variable penting dalam proses pembelajaran yang mengisyaratkan bahwa pembelajaran perlu diorganisasikan, dikelola dan disampaikan dengan strategi-strategi yang abik sehingga diperoleh keberhasilan pembelajaran dengan efektifitas, efisiensi, dan daya tarik yang tinggi. Tak terkecuali dalam pembelajaran bahasa, berbagai strategi dan kiat perlu dilakukan dan dikembangkan secara terus menerus untuk menghindari problem kejenuhan dan frustrasi yang kerap terjadi dalam pembelajaran bahasa asing. Ada beberapa keuntungan menggunakan permainan bahasa dalam pembelajaran bahasa di kelas6, yaitu sebagai berikut : a. Game merupakan pemecah kebekuan rutinitas belajar bahasa b. Game dapat menjadi motivasi sekaligus tantangan c. Game memberikan latihan berbahasa dalam berbagai macam keterampilan d. Game dapat mendorong siswa untuk berinteraksi dalam berkomunikasi Namun demikian, efektifitas penggunaan permainan bahasa tidak tercapai manakala tidak dirancang dengan baik. Oleh karena itu, agar permainan bahasa tidak sekedar menjadi permainan belaka yang tidak memiliki pengaruh apapun. Kriteria permainan bahasa yang baik dalam pembelajaran 7 bahasa sebagai berikut: a. Harus sesuai dengan tingkatan siswa b. Cocok untuk segala level pembelajaran c. Melibatkan banyak peserta d. Meningkatkan keterampilan bahasa yang beragam e. Relevan dengan topik pembelajaran f. Mudah diaplikasikan g. Membangkitkan jiwa kompetitif sekaligus hiburan 3.2 Mengukur Kemampuan Berbicara Salah satu cara untuk mengukur tingkat penguasaan kemampuan berbicara adalah tes berbicara. Tujuan penyelenggaraan tes berbicara adalah untuk mengukur kemampuan tes dalam 8 berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan . Secara terperinci, The American FSI (Foreign Service Instituions) mendeskripsikan kecakapan berbicara itu meliputi penguasaan pada aspek: pengucapan (aksen), gramatikal, kosakata, 9 kelancaran dan pemahaman Oleh karena itu, sasaran tes berbicara adalah kemampuan 6
3
Sudaryanto, Metode Linguistik. Bagian Kedua Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1988), h. 57. 4 Abdul, Aziz, Al-Al’ab Al-Lughawiyah fi Ta’lim AlLughat Al-‘Arabiyah. (Riyadl: dar-al-Mirikh, 1983), h. 9. 5 Lee Su Kim, Creative Games for The Language Class. Forum Vol. 33 No. 1 January-March, 1995, h. 35.
Abdul Haris dalam Lee Su Kim, Creative Games for The Language Class. Forum Vol. 33 No. 1 JanuaryMarch, 1995, h. 126. 7 Abdul, Aziz, Al-Al’ab Al-Lughawiyah fi Ta’lim AlLughat Al-‘Arabiyah. (Riyadl: dar-al-Mirikh, 1983), h. 17. 8 Sabarti, Akhadiyah, Evaluasi Dalam Pengajaran Bahasa. (Jakarta: P2LPTK, 1988). 9 Arthur, Hughes, Testing for Language Teachers. (Cambridge: Cambridge University Press, 1991), h. 110.
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
175
menggunakan bahasa secara lisan yang meliputi (1) aspek kebahasaan, seperti kosa kata, tatabahasa, dan pelafalan (2) isi dan makna dari pesan yang diungkapkan melalui kegiatan berbicara. Secara umum, tes berbicara diselenggarakan dengan dua cara, yaitu tes 10 berbicara terkendali dan tes berbicara bebas . Tes berbicara terkendali yaitu tes yang mengukur kemampuan berbicara dengan isi dan jenis wacana yang ditentukan atau dibatasi. Sebaliknya, tes berbicara bebas yaitu tes yang memberikan kebebasan pada testi untuk menentukan sendiri masalah yang ingin dibicarakan. Ada beberapa teknik/bentuk tes yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara. 11 Tujuh teknik tes berbicara , yiatu: (1) tanya jawab dan meminta keterangan, (2) menjelaskan gambar, (3) memainkan peran tertentu, (4) menterjemahkan secara lisan, (5) diskusi, (6) menjawab pertanyaan dari rekaman, dan (7) menirukan / mengulang pernyataan. Hughes juga menyebut teknik lain, yaitu presentasi monolog dan membaca keras, namun ia menyebut kedua teknik tersebut untuk tidak digunakan dalam tes berbicara. Sedangkan Djiwandono menyebutkan tiga bentuk tes berbicara, yaitu (1) bercerita singkat tentang peristiwa seperti kejadian yang dilukiskan dalam gambar, (2) menceritakan kembali isi wacana dari rekaman atau bacaan, dan (3) berbicara bebas tentang topik tertentu10. Penilaian tes berbicara umumnya sangat subyektif. Oleh karena itu, untuk memperoleh penilaian yang valid dan reliable dari tes berbicara, Hughes mengatakan bahwa “scoring will be valid and reliable only if: clearly recognizable and appropriate descriptions of criteria levels are written and scorers are trained to use them, irrelevant features of performance are ignored, and there is more than one 11 scorer for each performance” . Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena akan mendeskripsikan tentang penggunaan permainan bahasa (language game) dalam pembelajaran kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris, khususnya bagi mahasiswa kelas B Program Matrikulasi Bahasa Inggris IAIN Sultan amai Gorontalo. Penelitian kualitatif, memiliki ciri-ciri sebagai berikut; (1) mempunyai latar alami, karena sumber data langsung dari peristiwa, (2) bersifat deskriptif, (3) lebih mementingkan proses daripada hasil, (4) analisis data cenderung bersifat induktif, (5) makna merupakan masalah yang esensial untuk 12 penelitian kualitatif . Senada dengan pendapat tersebut, Moleong menyatakan bahwa penelitian kualitatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) peneliti bertindak sebagai instrumen utama, (2) 10
Ibid, h. 69 Ibid, h. 110 12 Bogdan dan Biklen, Qualitative Research in Education: An Introduction to Theory and Methods. Third Edition. (Boston: Allyn and Bacon, 1998), h. 4-7.
mempunyai latar alami, (3) bersifat deskriptif, (4) lebih mementingkan proses daripada hasil, (5) adanya batas permasalahan yang ditentukan dalam fokus penelitian, (6) analisis data cenderung bersifat induktif13. Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti di lapangan sangat diperlukan, karena peneliti sebagai instrument utama; yakni sebagai perencana, pengambil tindakan, pengamat kegiatan, penganalisis data dan pembuat laporan hasil penelitian. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, meliputi: a. Data hasil observasi, yakni data tentang aktivitas dosen dan mahasiswa selama kegiatan pembelajaran, keterampilan dosen mengelola penggunaan permainan bahasa dan keterampilan berbicara mahasiswa selama belajar dengan menggunakan permainan bahasa. b. Data hasil observasi yang diperoleh dari teman sejawat (tenaga pengajar/ dosen bahasa Inggris lain di Program Matrikulasi Bahasa Inggris). c. Data hasil tes, berupa hasil pre-test dan post-test Prosedur pengumpulan data dilakukan berdasarkan jenis dan bentuk data yang ingin peneliti peroleh, yaitu melalui tes, observasi, wawancara dan pencatatan lapangan. a. Tes, dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang kemampuan berbicara mahasiswa kelas B. Tes dilaksanakan pada awal penelitian, pada akhir setiap tindakan, dan pada akhir kegiatan setelah diberi serangkaian tindakan. Tujuan tes dilaksanakan pada awal penelitian (pre-test) adalah untuk memperoleh data tentang kemampuan awal berbicara mahasiswa kelas B. Tes akhir pada setiap tindakan (post test) dimaksudkan untuk melihat kemajuan mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran dan sebagai refleksi untuk tindakan berikutnya. b. Wawancara, dilakukan untuk menggali keterangan terkait kesulitan-kesulitan mahasiswa dalam berbicara dan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan permainan bahasa. c. Observasi, dilakukan untuk mengamati kesesuaian antara pelaksanaan tindakan dan perencanaan yang telah disusun dan untuk mengetahui sejauhmana pelaksanaan tindakan dapat menghasilkan perubahan yang sesuai dengan yang diharapkan. d. Catatan Lapangan, dilakukan untuk melengkapi data, memuat deskripsi tentang kegiatan pembelajaran yang meliputi aktivitas dosen dan mahasiswa serta masalah yang terjadi selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Catatan lapangan juga berisi refleksi yang memuat
11
176
13
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001). h. 4-8.
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
14
Nurul Falah, Prinsip-Prinsip Dasar Dalam Penelitian Bahasa dan Sastra. (Bandung: Penerbit Nuans, 2000), h. 147.
Berdasarkan siklus spiral, secara keseluruhan tahaptahap penelitian tindakan kelas (PTK) ini dapat digambarkan sebagai berikut:
IDE AWAL REVISI
BELUM
RENCA NA 1
TINDA KAN
OBSE RVASI
REFL EKSI
BERH ASIL ?
BERHA SIL
TINDA KAN
OBSE RVASI
REFL EKSI
BERH ASIL 2
SUDAH
BELUM
REVISI
LAPORAN
Simpulan dan Saran Dari kajian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa metode permainan bahasa dapat meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris, karena mahasiswa dapat menikmatinya melalui permainan kosa kata yang mereka cipta karya sendiri dengan berbagai strategi dan kiat untuk menghindari kejenuhan dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, mereka sangat antusias untuk melakukan ini, sehingga Dosen hanya mengarahkan dan memperbaiki jika ada ucapan yang keseleo, tetapi temannya yang akan menjustis jika ada yang berbuat kesalahan dalam penyebutan kata. Sehingga semuanya terlibat dan semangat untuk berkompetisi. Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang terkait dengan upaya untuk meningkatkan penguasaan aspek gramatikal dan kelancaran berbicara dalam bahasa Inggris bagi mahasiswa kelas B Program
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
177
SIKLUS 2
a. Siklus Pertama • Diawali dengan mengidentifikasi masalah awal yang mendorong dilaksanakannya penelitian tindakan. • Memperdalam masalah tersebut dengan mempertajam dan mencari penyebab timbulnya masalah itu. Atas dasar ini disusunlah rencana (plan) umum pemecahan yang meliputi tindakan tertentu • Dalam perencanaan tindakan, peneliti melakukan pre-test, mengkaji materi-materi percakapan yang akan diajarkan, menentukan permainan bahasa yang akan digunakan dalam pembelajaran. • Mengimplementasikan tindakan (acting) tersebut, yakni melaksanakan pembelajaran berbicara dalam bahasa Inggris dengan menggunakan permainan bahasa, sekaligus melakukan monitoring (pengamatan/ observing) terhadap pelaksanaan tindakan dan dsamak yang dihasilkan oleh tindakan tersebut. • Setelah dilakukan tindakan dan pengamatan, peneliti melakuan post-test untuk melihat kemajuan siswa dalam mengikuti pembelajaran sekaligus sebagai refleksi
(reflecting) untuk mengidentifikasi dan menjelaskan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan untuk melihat hasil akhir keseluruhan proses. b. Siklus Kedua: membuat tindakan ulang berdasarkan hasil refleksi pada siklus berikutnya. Pada siklus kedua ini dilakukan revisi atau modifikasi rencana tindakan pertama sesuai dengan keadaan di lapangan. Langkah-langkah selanjutnya relatif sama dengan langkah-langkah yang telah dilakukan pada siklus pertama. Demikian seterusnya hingga masalah yang dihadapi dapat terpecahkan.
SIKLUS 1
kerangka berpikir dan pendapat peneliti dan teman sejawat. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif. Secara garis besar kegiatan analisis data dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut. a. Menelaah data yang telah dikumpulkan b. Mereduksi data, yakni kegiatan pengkategorian dan pengklasifikasian data c. Menyimpulkan dan memverifikasi data. d. Melakukan refleksi Dalam penelitian ini, pengecekan keabsahan data banyak dilakukan oleh peneliti melalui teknik triangulasi data, seperti mengecek keabsahan data dari berbagai sumber yang ada, juga melalui teknik triangulasi metode, yaitu peneliti mengecek keabsahan data melalui beberapa metode, seperti metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini mengikuti prinsip-prinsip dasar yang berlaku dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan sebagai serangkaian langkah 14 yang membentuk spiral , yang setiap langkahnya memiliki empat tahap, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Dalam penelitian ini, pelaksanaan tindakan kelas dilakukan dalam dua siklus, yang setiap siklusnya menyertakan empat tahap tersebut, sebagai berikut.
Matrikulasi Bahasa Inggris IAIN Sultan Amai Goorntalo. Dan berdasarkan kepentingannya, hasil penelitian diharapkan dapat : 1. Menjadi bahan masukan bagi dosen bahasa Inggris dalam rangka meningkatkan penguasaan aspek gramatikal dan kelancaran berbicara dalam bahasa Inggris. 2. Menjadi alternatif model/teknik pemecahan masalah dalam pembelajaran kemampuan berbicara 3. Menjadi bahan pertimbangan bagi praktisi pendidikan lainnya dalam membuat kebijakan terkait program pembelajaran bahasa Inggris di Perguruan Tinggi.
S.K., Lee. Creative Games for The Language Class. Forum Vol. 33.No. 1 January-March, 1995. Sudaryanto. Metode Linguistik. Bagian Kedua Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1988. Vallete, Rebecca M. Modern Language Testing: A Handbook New York: Harcourt, Brace and Wordl, Inc, 1967.
Daftar Pustaka A. Betteridge Wright, and M.D. Buckby. Games of nd Language Learning. 2 Edition. Cambridge University Press, 1984. Diakses dari www.teflgames.com dan Ersoz, A.Six Games for EFL/ESL. Classroom. The Internet TESL Journal Vol. VI No. 6 June 2000. Akhadiyah, Sabarti. Evaluasi dalam Pengajaran Bahasa. Jakarta: P2LPTK, 1988. Bogdan, R.C. & Biklen, S.K. Qualitative Research in Education: An Introduction to Theory and Methods. Third Edition. Boston: Allyn and Bacon, 1998. Carrol,
Brendan. J. Testing Communicative Performance. Oxford: Pergamon Press, 1980.
Djiwandono, M.S. Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung: Penerbit ITB, 1996. Falah, Nurul, Drs. (ed). Prinsip-prinsip Dasar dalam Penelitian Bahasa dan Sastra. Bandung: Penerbit Nuansa, 2000. Hughes, Arthur. Testing for Language Teachers. Cambridge: Cambridge University Press, 1991. Madkur, Ali Ahmad. Tadris Funun Al-Lughat al‘Arabiyah. Riyadi: Dar-al-Syawaf, 1991. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001. Nashif Musthafa, Abdul Aziz. Al-Al’ab Al-Lughawiyah fi Ta’lim Al-Lughat Al’Arabiyah. Riyadi: daral-Mirikh, 1983. Oller Jr, John W. Language Tests at School. London: Longman, 1979.
178
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
MEMBANGUN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) BANGSA MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER Dra. Satria Koni, M.Pd. IAIN SULTAN AMAI GORONTALO Abstrak Bangsa Indonesia dewasa ini tengah mengalami semacam split personality, sejumlah pristiwa yang mengarah pada dekadensi moral menunjukkan bahwa bangsa ini telah hampir kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang dikenal beradab dan bermartabat. Sementara tradisi pendidikan tampak belum matang untuk memilih pendidikan karakter sebagai kinerja budaya dan religius dalam kehidupan masyarakat. Di tengah kondisi tersebut, pendidikan holistik berbasis karakter yang menekankan pada dimensi etis-religius menjadi relevan diterapkan. Pendidikan holistik merupakan filosofi pendidikan yang berangkat dari pemikiran bahwa pada dasarnya pendidikan individu dapat menemukan identitas, makna, dan nilai-nilai spiritual. Pendidikan moral ini dapat membentuk generasi bangsa yang memiliki karakter yang mengakar pada budaya dan nilai-nilai religius bangsa, sebagaimana negeri Cina yang mampu melahirkan generasi handal justru dengan mengedepankan karakter dan tradisi bangsanya. Indonesian nation today is experiencing a kind of split personality, which leads to a number of events be moral decadence showed that the nation had almost lost their identity as a nation is known civilized and dignified. While the tradition of education appeared to be not ripe for the picking performance character education as cultural and religious in public life. In the midst of these conditions, character-based holistic education that emphasizes ethical-religious dimension becomes relevant applied. Holistic education is a philosophy of education that departs from the idea that education is essentially an individual can find identity, meaning, and spiritual values. Moral education is to form a generation of people that has a character rooted in the cultural and religious values of the nation, as the Chinese state could produce reliable even with the advanced generation of character and traditions of his people Kata kunci: Pendidikan Karakter . Pendahuluan Di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang sebagaian besar sedang mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tidak sedikit orang di negeri ini yang mempunyai jabatan melakukan tindakan korupsi. Tindakan tersebut merupakan tindakan yang tidak bermoral, tindakan tidak manusiawi, bahkan tindakan biadab. Pegawai yang melakukan korupsi ini membuat orang marah, kenapa pegawai yang sudah digaji cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan sudah disumpah untuk tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum seperti korupsi pada waktu tetap saja melakukan korupsi. Kenapa orang yang mempunyai kedudukan seperti itu tega mengambil uang rakyat. Padahal disisi lain banyak di plosok-plosok negeri ini masyarakat yang kelaparan. Bangsa ini sedang menghadapi banyak masalah. Permasalahan yang sangat penting adalah masalah moral/masalah karakter masyarakat negeri ini. Selain masalah kemerosotan moral/karakter bangsa adalah masalah perekonomian, pendidikan, kesehatan, penyalahgunaan tekhnnologi, dan kemiskinan.
Saat ini Indonesia memerlukan sumber daya manusia (SDM) dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Pemulihan ekonomi Indonesia saat ini yang sudah berada di jalur yang mendekati tepat masih dihantui pembangunan manusia yang semakin merosot, oleh karena itu dibutuhkan prioritas utama bagi "penyerasian" antara pembangunan ekonomi dan pembangunan SDM. Perlu diingat bahwa besarnya investasi yang dilakukan di sektor SDM tidak akan membawa hasil yang baik bagi pertumbuhan ekonomi tanpa disertai peningkatan kualitas SDM yang dibutuhkan dan sarana-sarana penunjang. Jadi jelas, langsung atau tidak langsung, kualitas sumber daya manusia itu mempunyai peran yang paling utama dan sangat menentukan dalam pembangunan ekonomi. Indikator kualitas sumber daya manusia itu dapat berupa tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan. Bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia untuk memacu pertumbuhan ekonominya diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas dan berkarakter. Namun tingginya kualitas sumber daya manusia tidak dapat diukur dengan angka-angka semata, tetapi dapat
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
179
dilihat dari bagaimana prosesnya dan apa yang dihasilkannya. Prosesnya adalah dengan menggunakan cara-cara terpuji atau tercela, sedangkan hasilnya manusia itu menjadikan manusia yang berkarakter baik atau tidak dan dapat memenuhi kebutuhannya atau tidak? Karakter bangsa merupakan aspek penting dari kualitas sumber daya manusia karena kualitas karakter bangsa menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa penentuan bagi pembentukan karakter seseorang. Kegagalan penanaman kepribadian yang baik di usia dini ini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Kesuksesan orang tua membimbing anaknya dalam mengatasi konflik kepribadian di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak. Pendidikan karakter bukan saja dapat membuat seorang anak mempunyai akhlak yang mulia, tetapi juga dapat meningkatkan keberhasilan akademiknya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kaitan erat antara keberhasilan pendidikan karakter dengan keberhasilan akademik, serta perilaku pro-sosial anak, sehingga dapat membuat suasana sekolah dapat begitu menyenangkan dan kondusif untuk proses belajar-mengajar yang efektif. Anak-anak yang berkarakter baik adalah mereka yang mempunyai kematangan emosi dan spiritual tinggi, sehingga dapat mengelola stressnya dengan lebih baik, yang akhirnya dapat meningkatkan kesehatan fisiknya. Para pakar pendidikan berpendapat bahwa terlalu menekankan pendidikan akademik (kognotif atau otak kiri) dan mengucualikan pendidikan karakter (kecerdasan emosi atau otak kanan), adalah penyebab utama gagalnya membangun manusia yang berkualitas. Hal ini dibuktikan dari beberapa studi yang menunjukkan bahwa keberhasilan manusia dalam dunia kerja 80 persen ditentukan oleh kualitas karakternya, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kemampuan akademiknya.Sehingga tidak berlebihan untuk menempatkan pendidikan karakter sebagai fondasi pembangunan sumber daya manusia seutuhnya, dimana karakter adalah input yang penting sekali dalam pembangunan sumber daya manusia. Bahkan manusia bukan saja harus mempunyai kecerdasan emosi, tetapi harus mempunyai kecerdasan spiritual (spiritual quotient-SQ) agar dapat menjadi manusia yang sebenarnya manusia. Kualitas mutu sumber daya manusia sekarang sudah
180
dilihat secara holistik, membuat aspek kecerdasan emosi dan spiritual menjadi aspek yang penting, dan pendidikan karakter yang menanamkan nilai-nilai kebajikan universal menjadi input yang sangat menentukan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia secara utuh. Karakter Sebagai Pondasi Kehidupan Bangsa Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti to mark (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku (Wynne, 1991). Oleh sebab itu seseorang yang berprilaku tidak jujur, kejam, atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter terkait dengan personality (kepribadian) seseorang, dimana seseorang bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) jika tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral yang berlaku. Pengertian karakter menurut Lickona (1992:51) dalam pembelajaran adalah: “Character consist of operative values, values in action. Character conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling and moral behavior. Good character consist of knowing the good, desiring the good and doing the good-habits of the mind, habits of the heart and habits of action”. Pernyataan diatas dapat dijelaskan bahwa karakter terdiri dari nilai-nilai tindakan. Karakter yang dipahami mempunyai tiga komponen saling berhubungan yaitu pengetahuan moral, perasaan moral dan perilaku moral. Karakter yang baik terdiri dari pengetahuan yang baik, menginginkan yang baik dan melakukan kebiasaan yang baik pula dari pikiran, kebiasaan dan tindakan. Istilah karakter dalam kamus besar bahasa Indonesia (2005:1270) diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lainnya. Sedangkan watak dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai sifat batin, masyarakat yang mempengaruhi segenap pikiran dalam tingkah laku, budi pekerti, tabiat dasar. Begitu juga karakter menurut Alwisol (2006:8) diartkan sebagai gambaran tingkah laku yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, baik secara eksplisit maupun secara implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian, karena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Akan tetapi baik kepribadian (personality), maupun karakter berujud tingkah laku yang ditunjukan ketingkah sosial. Keduanya relatif permanen serta menuntun,
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
mengarahkan, dan mengorganisasikan aktivitas individu. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Karakter, dalam khazanah filsafat , dapat diletakkan sebagai bagian dari etika. Ada beberapa teori etika yang ada dalam sejarah. Socrates yang menyerukan pengenalan diri sebagai awal pembentukan diri manusia adalah filsuf yang meyakini bahwa pengetahuan tentang baik dan buruik ada dalam diri manusia. Tugas guru atau filsuf adalah membidaninya, membantu mengeluarkan potensi baik buruk itu dari sang murid. Sementara Aristoteles berpendapat bahwa etika merupakan suatu keterampilan semata dan tidak ada kaitannya dengan potensi dasar. Kepribadian merupakan hasil dari latihan dan pengajaran. Artinya seorang yang berlatih dan belajar untuk berbuat baik akan menjadi seorang yang bermoral. Aristoteles kemudian mengemukakan teori tentang moderasi (hadd al-wasath) yang menyatakan bahwa moral yang baik sesungguhnya identik dengan memilih segala sesuatu yang bersifat “tengah-tengah”. Artinya, pada dasarnya setiap perbuatan bersifat netral. Suatu tindakan dapat disebut baik jika ditempatkan pada posisi yang moderat (tidak berlebihan dan tidak berkekurangan). Kemudian Aristoteles mengemukakan tujuan tindakan etis yaitu menuju kebahagiaan yang bersifat intelektual (eudemonia). Sementara dalam pemikiran Islam, perumusan etika cukup beragam. Amin Abdullah mencatat ada beberapa corak pemikiran Islam mengenai etika. Pertama etika itu bersifat fitri. Artinya semua manusia pada hakikatnya (apa pun agamanya) memiliki pengetahuan fitri tentang baik dan buruk. Pemikiran ini dianut oleh sebagian besar pemikir Islam, kecuali beberapa pemikir Mu’tazilah. Kedua, moralitas dalam Islam didasarkan kepada keadilan, yakni menempatkan segala sesuatu pada porsinya . Pemikiran ini sejalan dengan pemikiran Aristoteles mengenai moderasi. Ketiga tindakan etis itu sekaligus dipercayai pada puncaknya akan menghasilkan kebahagiaan pada pelakunya. Di
antara para filsuf, Ibn Maskawih juga Nashiruddin Thusi menegaskan hal ini. Keempat, tindakan etis bersifat rasional. Kelima, etika merupakan sebuah kewajiban. Kelima, etika merupakan sebuah kewajiban. Karakter bangsa dibentuk oleh semua warga negaranya, dimana warga negara mempunyai sifatsifat, kebiasaan, prinsip-prinsip kehidupan dan aturan yang berbeda-beda. Karakter bangsa merupakan cerminan karaktersitik warga negaranya yang beragam budaya. Oleh karena itu karakter bangsa dibentuk berdasarkan nilai-nilai tradisi budaya masyarakatnya berdasarkan nilai luhur yang bersifat umum dan dapat diterima oleh semua masyarakat. Karakter bangsa bukan agregasi karakter perseorangan, karena karakter bangsa harus terwujud dalam rasa kebangsaan yang kuat dalam konteks budaya yang beragam. Karakter bangsa mengandung perekat kebudayaan, yang harus terwujud dalam kesadaran kebudayaan (cultural awareness) dan kecerdasan kebudayaan (cultural intelligence) setiap warga negaranya. Karakter menyangkut prilaku yang sangat luas karena didalamnya terkandung nilai-nilai kerja keras, kejujuran, disiplin, estetika, komitmen, dan rasa kebangsaan yang kuat. Oleh karena itu perlu dirumuskan esensi nilai-nilai yang terkandung dalam makna karakter yang berakar pada filosofi dan budaya bangsa Indinesia dalam konteks kehidupan antar bangsa. Pembangunan karakter dan pendidikan karakter menjadi keharusan karena pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik cerdas akan tetapi juga berakhlak mulia. Pendidikan juga untuk membangun budi pekerti dan sopan santun dalam kehidupan. Pintar tetapi karakternya buruk jelas akan sangat bermasalah. Pintar tetapi tidak bisa menghargai sesama, tidak menghargai nilai-nilai kejujuran, kebenaran dan keadilan maka akan mendatangkan malapetaka bagi orang lain bahkan dalam scope yang lebih luas bagi bangsa kita ini. Pengetahuan yang tinggi tetapi tanpa didasari oleh pemahaman tentang nilai-nilai yang benar maka hanya akan memberi kesempatan untuk bertumbuhnya benih-benih kejahatan yang akan termanifestasi dalam berbagai bentuk. Ciri Karakter SDM SDM merupakan aset paling penting untuk membangun bangsa yang lebih baik dan maju. Namun untuk mencapai itu, SDM yang kita miliki harus berkarakter. SDM yang berkarakter kuat dicirikan oleh kapasitas mental yang berbeda dengan
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
181
orang lain seperti keterpercayaan, ketulusan, kejujuran, keberanian, ketegasan, ketegaran, kekuatan dalam memegang prinsip, dan sifat-sifat unik lainnya yang melekat dalam dirinya. Ciri-ciri karakter SDM yang kuat meliputi (1) religious, yaitu memiliki sikap hidup dan kepribadian yang taat beribadah, jujur, terpercaya, dermawan, saling tolong menolong, dan toleran; (2) moderat, yaitu memiliki sikap hidup yang tidak radikal dan tercermin dalam kepribadian yang tengahan antara individu dan sosial, berorientasi materi dan ruhani serta mampu hidup dan kerjasama dalam kemajemukan; (3) cerdas, yaitu memiliki sikap hidup dan kepribadian yang rasional, cinta ilmu, terbuka, dan berpikiran maju; dan (4) mandiri, yaitu memiliki sikap hidup dan kepribadian merdeka, disiplin tinggi, hemat, menghargai waktu, ulet, wirausaha, kerja keras, dan memiliki cinta kebangsaan yang tinggi tanpa kehilangan orientasi nilai-nilai kemanusiaan universal dan hubungan antarperadaban bangsabangsa (PP Muhammadiyah, 2009: 43-44). Pendidikan Karakter dan Implementasinya Berbicara pembentukan kepribadian tidak lepas dengan bagaimana kita membentuk karakter SDM. Pembentukan karakter SDM menjadi vital dan tidak ada pilihan lagi untuk mewujudkan Indonesia baru, yaitu Indonesia yang dapat menghadapi tantangan regional dan global (Muchlas dalam Sairin, 2001: 211). Tantangan regional dan global yang dimaksud adalah bagaimana generasi muda kita tidak sekedar memiliki kemampuan kognitif saja, tapi aspek afektif dan moralitas juga tersentuh. Untuk itu, pendidikan karakter diperlukan untuk mencapai manusia yang memiliki integritas nilai-nilai moral sehingga anak menjadi hormat sesama, jujur dan peduli dengan lingkungan. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu pendidikan yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Dengan pendidikan karakter, seorang anak tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara emosi dan spiritual. Dengan kecerdasan emosi seseorang akan bisa mengelola emosinya sehingga dia akan berhasil menghadapi segala macam tantangan yang mungkin dihadapinya dan kecerdasan spiritual akan membimbingnya menjadi manusia yang bervisi jauh ke depan. Terdapat 9 pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: 1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; 2. Kemandirian dan tanggungjawab; 3. Jujur/amanah diplomatis; 4. Hormat dan santun;
182
5.
Dermawan, suka tolong menolong dan gotongroyong/kerjasama; 6. Percaya diri dan pekerja keras; 7. Kepemimpinan dan keadilan; 8. Baik dan rendah hati; dan 9. Toleransi, kedamaian, dan kesatuan. Dari ke sembilan karakter tersebut kita bisa melihat bahwa nilai-nilai tersebut sebenarnya telah melekat pada bangsa kita ini sejak lama. Citra diri bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai karakter tersebut. Bangsa kita adalah bangsa yang berketuhanan, berkeadilan, mandiri, suka bergotong royong dan menyelesaikan segala permasalahan dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat. Kita juga dikenal sebagai bangsa yang santun, ramah, rendah hati, dan pekerja keras. Namun kiranya nilai-nilai tersebut kian luntur seiring era keterbukaan teknologi informasi dan globalisasi. Masuknya budaya POP yang serba instant dan menonjolkan kesenangan materialistis telah mempengaruhi gaya hidup anak bangsa ini. Belum lagi budaya free life style yang sebenarnya tidak sesuai dengan karakter bangsa ini tetapi ditelan mentah begitu saja sebagai gaya hidup yang modern.Berawal dari keprihatinan akan hal tersebut maka pemerintah melalui pendidikan karakter bermaksud menghidupkan kembali nilai-nilai luhur bangsa ini yang telah mulai dilupakan. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dicanangkan tahun 2006, Pendidikan Karakter melekat pada setiap mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Pendidikan karakter di sekolah diterapkan pada proses pembelajaran berlangsung, dan tidak tercermin pada mata pelajaran khusus. Pendidikan karakter bisa diintegrasikan melalui pembelajaran yang menyenangkan, siswa tidak merasa tertekan, nyaman dalam mengikuti pelajaran sehingga diharapkan menghasilkan pengetahuan, keterampilan ,dan sikap yang baik. Pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, akan dihasilkan siswa yang cerdas, baik cerdas intelektualnya maupun emosinya. Keseimbangan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi, menjadi modal penting dalam mempersiapkan anak menghadapi masa depan. Pendidikan karakter ini tidak diajarkan secara terpisah, melainkan terintegrasi dalam mata pelajaran secara keseluruhan. Dengan demikian diharapkan setiap guru menyelipkan penanaman nilai-nilai pendidikan karakter tersebut sehingga efek yang diperoleh nantinya akan lebih signifikan dibandingkan bila diajarkan sebagai satu mata pelajaran tersendiri.
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Penanaman nilai-nilai karakter atau budi pekerti ini seharusnya berupa pengetahuan aplikatif, yang berarti menuntut aplikasi atau penggunaanya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa mampu menjadi pelajar yang berkarakter, yaitu melaksanakan ajaran agama sesuai yang diyakininya, mencintai alam sekitarnya, mandiri dan bertanggung jawab. Selain itu siswa juga berperilaku jujur, rendah hati, menghormati guru dan teman-temannya, santun, suka menolong, dan cinta damai. Penanaman nilai-nilai karakter/budi pekerti di sekolah perlu mendapatkan dukungan dari keluarga dan masyarakat. Orang tua diharapkan mampu menjadi tauladan yang utama bagi anak dalam penerapan nilai-nilai tersebut. Dalam kehidupan bermasyarakat seharusnya tercipta lingkungan yang kondusif bagi anak untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan nilai-nilai karakter yang dimilikinya. Diperlukan kerjasama yang baik antara orang tua dengan sekolah agar bisa menghantarkan anak didik dalam upaya mencapai keberhasilan belajar serta mengembangkan potensi sesuai minat dan bakatnya, meraih prestasi dan menjunjung tinggi budi pekerti. Sebagaimana tugas guru untuk memberikan pemahaman tentang budi pekerti di sekolah, hal ini juga menuntut peran serta orang tua secara aktif untuk mengawal anak dalam mengaplikasikan nilai-nilai budi pekerti dalam keseharianya di rumah. Dengan penerapan pendidikan karakter ini diharapkan tercipta manusia seutuhnya. Manusia yang cerdas intelektual, emosi dan spiritual sehingga akan mampu mengantarkan bangsa ini menuju ke masa depan yang lebih baik. Sebagai bangsa yang maju dalam bidang IPTEK tanpa meninggalkan nilainilai luhur yang dimilikinya. Upaya untuk mengimplementasikan pendidikan karakter adalah melalui Pendekatan Holistik, yaitu mengintegrasikan perkembangan karakter ke dalam setiap aspek kehidupan sekolah. Berikut ini ciri-ciri pendekatan holistik (Elkind dan Sweet, 2005). 1. Segala sesuatu di sekolah diatur berdasarkan perkembangan hubungan antara siswa, guru, dan masyarakat 2. Sekolah merupakan masyarakat peserta didik yang peduli di mana ada ikatan yang jelas yang menghubungkan siswa, guru, dan sekolah 3. Pembelajaran emosional dan sosial setara dengan pembelajaran akademik 4. Kerjasama dan kolaborasi di antara siswa 5. menjadi hal yang lebih utama dibandingkan persaingan
5. Nilai-nilai seperti keadilan, rasa hormat, dan kejujuran menjadi bagian pembelajaran seharihari baik di dalam maupun di luar kelas 6. Siswa-siswa diberikan banyak kesempatan untuk mempraktekkan prilaku moralnya melalui kegiatan-kegiatan seperti pembelajaran memberikan pelayanan 7. Disiplin dan pengelolaan kelas menjadi fokus dalam memecahkan masalah dibandingkan hadiah dan hukuman 8. Model pembelajaran yang berpusat pada guru harus ditinggalkan dan beralih ke kelas demokrasi di mana guru dan siswa berkumpul untuk membangun kesatuan, norma, dan memecahkan masalah Mengacu pada konsep pendekatan holistik dan dilanjutkan dengan upaya yang dilakukan lembaga pendidikan, kita perlu meyakini bahwa proses pendidikan karakter tersebut harus dilakukan secara berkelanjutan (continually) sehingga nilai-nilai moral yang telah tertanam dalam pribadi anak tidak hanya sampai pada tingkatan pendidikan tertentu atau hanya muncul di lingkungan keluarga atau masyarakat saja. Selain itu praktik-praktik moral yang dibawa anak tidak terkesan bersifat formalitas, namun benar-benar tertanam dalam jiwa anak. Peran pendidik dalam Membentuk karakter SDM Pendidik itu bisa guru, orangtua atau siapa saja, yang penting ia memiliki kepentingan untuk membentuk pribadi peserta didik atau anak. Peran pendidik pada intinya adalah sebagai masyarakat yang belajar dan bermoral. Lickona, Schaps, dan Lewis (2007) serta Azra (2006) menguraikan beberapa pemikiran tentang peran pendidik, di antaranya: 1. Pendidik perlu terlibat dalam proses pembelajaran, diskusi, dan mengambil inisiatif sebagai upaya membangun pendidikan karakter 2. Pendidik bertanggungjawab untuk menjadi model yang memiliki nilai-nilai moral dan memanfaatkan kesempatan untuk mempengaruhi siswa-siswanya. 3. Pendidik perlu memberikan pemahaman bahwa karakter siswa tumbuh melalui kerjasama dan berpartisipasi dalam mengambil keputusan 4. Pendidik perlu melakukan refleksi atas masalah moral berupa pertanyaan-pertanyaan rutin untuk memastikan bahwa siswa-siswanya mengalami perkembangan karakter. Pendidik perlu menjelaskan atau mengklarifikasikan kepada peserta didik secara terus menerus tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk.
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
183
Dalam pendidikan formal dan non formal, pendidik (1) harus terlibat dalam proses pembelajaran, yaitu melakukan interaksi dengan siswa dalam mendiskusikan materi pembelajaran, (2) harus menjadi contoh tauladan kepada siswanya dalam berprilaku dan bercakap, (3) harus mampu mendorong siswa aktif dalam pembelajaran melalui penggunaan metode pembelajaran yang variatif, (4) harus mampu mendorong dan membuat perubahan sehingga kepribadian, kemampuan dan keinginan guru dapat menciptakan hubungan yang saling menghormati dan bersahabat dengan siswanya, (5) harus mampu membantu dan mengembangkan emosi dan kepekaan sosial siswa agar siswa menjadi lebih bertakwa, menghargai ciptaan lain, mengembangkan keindahan dan belajar soft skills yang berguna bagi kehidupan siswa selanjutnya, dan (6) harus menunjukkan rasa kecintaan kepada siswa sehingga guru dalam membimbing siswa yang sulit tidak mudah putus asa. Sementara dalam pendidikan informal seperti keluarga dan lingkungan, pendidik atau orangtua/tokoh masyarakat (1) harus menunjukkan nilai-nilai moralitas bagi anak-anaknya, (2) harus memiliki kedekatan emosional kepada anak dengan menunjukkan rasa kasih sayang, (3) harus memberikan lingkungan atau suasana yang kondusif bagi pengembangan karakter anak, dan (4) perlu mengajak anak-anaknya untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, misalnya dengan beribadah secara rutin. Berangkat dengan upaya-upaya yang pendidik lakukan sebagaimana disebut di atas, diharapkan akan tumbuh dan berkembang karakter kepribadian yang memiliki kemampuan unggul di antaranya: (1) karakter mandiri dan unggul, (2) komitmen pada kemandirian dan kebebasan, (3) konflik bukan potensi laten, melainkan situasi monumental dan lokal, (4) signifikansi Bhinneka Tunggal Ika, dan (5) mencegah agar stratifikasi sosial identik dengan perbedaan etnik dan agama (Jalal dan Supriadi, 2001: 49-50). Secara institusional, Pemerintah hendaknya memasukkan pendidikan budaya dan karakter bangsa melalui penguatan kurikulum, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi, sebagai bagian dari penguatan sistem pendidikan nasional. Hal ini penting dilakukan agar nilai-nilai budaya dan karakter bangsa itu tetap melekat pada diri anak sehingga tidak terjadi lost generation dalam hal budaya dan karakter bangsa. Keluaran (output) pendidikan harus direorientasi pada keseimbangan tiga unsur
184
pendidikan berupa karakter diri, pengetahuan, soft skill. Jadi bukan hanya berhasil mewujudkan anak didik yang cerdas otak, tetapi juga cerdas hati, dan cerdas raga. Lickona (2007) menyatakan: terdapat 11 prinsip agar pendidikan karakter dapat berjalan efektif: (1) kembangkan nilai-nilai etika inti dan nilai-nilai kinerja pendukungnya sebagai fondasi, (2) definisikan "karakter" secara komprehensif yang mencakup pikiran, perasaan, dan perilaku, (3) gunakan pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif, (4) ciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian, (5) beri siswa kesempatan untuk melakukan tindakan moral. Berikutnya, (6) buat kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang menghormati semua peserta didik, mengembangkan karakter, dan membantu siswa untuk berhasil. (7) Usahakan mendorong motivasi diri siswa, (8) libatkan staf sekolah sebagai komunitas pembelajaran dan moral, (9) tumbuhkan kebersamaan dalam kepemimpinan moral, (10) libatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra, dan (11) evaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan sejauh mana siswa memanifestasikan karakter yang baik. Agar dapat berjalan efektif, pendidikan karakter dapat dilakukan melalui tiga desain, yakni; (1) Desain berbasis kelas, yang berbasis pada relasi guru sebagai pendidik dan siswa sebagai pembelajar, (2) Desain berbasis kultur sekolah, yang berusaha membangun kultur sekolah yang mampu membentuk karakter anak didik dengan bantuan pranata sosial sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa, dan (3) Desain berbasis komunitas Dalam mendidik, komunitas sekolah tidak berjuang sendirian. Masyarakat di luar lembaga pendidikan, seperti keluarga, masyarakat umum, dan negara, juga memiliki tanggung jawab moral untuk mengintegrasikan pembentukan karakter dalam konteks kehidupan mereka. Dengan desain demikian, pendidikan karakter akan senantiasa hidup dan sinergi dalam setiap rongga pendidikan. Sejak anak lahir atau bahkan masih dalam kandungan, ketika berada di lingkungan sekolah, kembali ke rumah, dan bergaul dalam lingkungan sosial masyarakatnya, akan selalu menjadi tempat bagi anak-anak untuk belajar, mencontoh, dan mengaktualisasikan nilai-nilainya yang dipelajari dan dilihatnya itu. Menurut Lickona dkk (2007) terdapat 11 prinsip agar pendidikan karakter dapat berjalan efektif: (1) kembangkan nilai-nilai etika inti dan nilai-
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
nilai kinerja pendukungnya sebagai fondasi karakter yang baik, (2) definisikan 'karakter' secara komprehensif yang mencakup pikiran, perasaan, dan perilaku, (3) gunakan pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif dalam pengembangan karakter, (4) ciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian, (5) beri siswa kesempatan untuk melakukan tindakan moral, (6) buat kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang menghormati semua peserta didik, mengembangkan karakter, dan membantu siswa untuk berhasil, (7) usahakan mendorong motivasi diri siswa, (8) libatkan staf sekolah sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi tanggung jawab dalam pendidikan karakter dan upaya untuk mematuhi nilai-nilai inti yang sama yang membimbing pendidikan siswa, (9) tumbuhkan kebersamaan dalam kepemimpinan moral dan dukungan jangka panjang bagi inisiatif pendidikan karakter, (10) libatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter, (11) evaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan sejauh mana siswa memanifestasikan karakter yang baik. Dalam pendidikan karakter penting sekali dikembangkan nilai-nilai etika inti seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain bersama dengan nilai-nilai kinerja pendukungnya seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan--sebagai basis karakter yang baik. Sekolah harus berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik berdasarkan nilai-nilai dimaksud, mendefinisikannya dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari, mencontohkan nilainilai itu, mengkaji dan mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar dalam hubungan antarmanusia, dan mengapresiasi manifestasi nilainilai tersebut di sekolah dan masyarakat. Yang terpenting, semua komponen sekolah bertanggung jawab terhadap standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti. Karakter yang baik mencakup pengertian, kepedulian, dan tindakan berdasarkan nilai-nilai etika inti. Karenanya, pendekatan holistik dalam pendidikan karakter berupaya untuk mengembangkan keseluruhan aspek kognitif, emosional, dan perilaku dari kehidupan moral. Siswa memahami nilai-nilai inti dengan mempelajari dan mendiskusikannya, mengamati perilaku model, dan mempraktekkan pemecahan masalah yang melibatkan nilai-nilai. Siswa belajar peduli terhadap nilai-nilai inti dengan mengembangkan keterampilan
empati, membentuk hubungan yang penuh perhatian, membantu menciptakan komunitas bermoral, mendengar cerita ilustratif dan inspiratif, dan merefleksikan pengalaman hidup. Sekolah yang telah berkomitmen untuk mengembangkan karakter melihat diri mereka sendiri melalui lensa moral, untuk menilai apakah segala sesuatu yang berlangsung di sekolah mempengaruhi perkembangan karakter siswa. Pendekatan yang komprehensif menggunakan semua aspek persekolahan sebagai peluang untuk pengembangan karakter. Ini mencakup apa yang sering disebut dengan istilah kurikulum tersembunyi, hidden curriculum (upacara dan prosedur sekolah; keteladanan guru; hubungan siswa dengan guru, staf sekolah lainnya, dan sesama mereka sendiri; proses pengajaran; keanekaragaman siswa; penilaian pembelajaran; pengelolaan lingkungan sekolah; kebijakan disiplin); kurikulum akademik, academic curriculum (mata pelajaran inti, termasuk kurikulum kesehatan jasmani), dan program-program ekstrakurikuler, extracurricular programs (tim olahraga, klub, proyek pelayanan, dan kegiatankegiatan setelah jam sekolah). Di samping itu, sekolah dan keluarga perlu meningkatkan efektivitas kemitraan dengan merekrut bantuan dari komunitas yang lebih luas (bisnis, organisasi pemuda, lembaga keagamaan, pemerintah, dan media) dalam mempromosikan pembangunan karakter. Kemitraan sekolah-orang tua ini dalam banyak hal sering kali tidak dapat berjalan dengan baik karena terlalu banyak menekankan pada penggalangan dukungan finansial, bukan pada dukungan program. Berbagai pertemuan yang dilakukan tidak jarang terjebak kepada sekadar tawar-menawar sumbangan, bukan bagaimana sebaiknya pendidikan karakter dilakukan bersama antara keluarga dan sekolah. Pendidikan karakter yang efektif harus menyertakan usaha untuk menilai kemajuan. Terdapat tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian: (1) karakter sekolah: sampai sejauh mana sekolah menjadi komunitas yang lebih peduli dan saling menghargai? (2) Pertumbuhan staf sekolah sebagai pendidik karakter: sampai sejauh mana staf sekolah mengembangkan pemahaman tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk mendorong pengembangan karakter? (3) Karakter siswa: sejauh mana siswa memanifestasikan pemahaman, komitmen, dan tindakan atas nilai-nilai etis inti? Hal seperti itu dapat dilakukan di awal pelaksanaan pendidikan karakter untuk mendapatkan baseline dan diulang lagi di kemudian hari untuk menilai kemajuan.
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
185
Kesimpulan SDM merupakan aset paling penting untuk membangun bangsa yang lebih baik dan maju. Namun untuk mencapai itu, SDM yang kita miliki harus berkarakter. SDM yang berkarakter kuat dicirikan oleh kapasitas mental yang berbeda dengan orang lain seperti keterpercayaan, ketulusan, kejujuran, keberanian, ketegasan, ketegaran, kekuatan dalam memegang prinsip, dan sifat-sifat unik lainnya yang melekat dalam dirinya. Karakter bangsa merupakan aspek penting dari kualitas sumber daya manusia karena kualitas karakter bangsa menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa penentuan bagi pembentukan karakter seseorang. Kegagalan penanaman kepribadian yang baik di usia dini ini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Kesuksesan orang tua membimbing anaknya dalam mengatasi konflik kepribadian di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak. Pendidikan karakter bukan saja dapat membuat seorang anak mempunyai akhlak yang mulia, tetapi juga dapat meningkatkan keberhasilan akademiknya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kaitan erat antara keberhasilan pendidikan karakter dengan keberhasilan akademik, serta perilaku pro-sosial anak. Anak-anak yang berkarakter baik adalah mereka yang mempunyai kematangan emosi dan spiritual tinggi, sehingga dapat mengelola stressnya dengan lebih baik, yang akhirnya dapat meningkatkan kesehatan mental spritualnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
http://belajarpsikologi.com/pengertian karakter/
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). UndangUndang RI Nomor 20, Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. http://renggani.blogspot.com/2011/04/membangunsebuah-karakter-watak-bangsa.html
DAFTAR RUJUKAN Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya
dan
Karakter
Bangsa.
Jakarta:
Balitbang Zuhdi, D. 2009. Pendidikan Karakter Grand Design dan Nilai-nilai Target. Yogyakarta: UNY Press. Kementerian
Pendidikan
Nasional,
2010,
Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa – Pedoman Sekolah, Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan.
186
-pendidikan-
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
ANALISIS PENERAPAN STANDAR PROSES PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 2 KOTA GORONTALO Yanty K Manoppo IAIN SULTAN AMAI GORONTALO ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang penerapan standar proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2 Kota Gorontalo. Selanjutnya penelitian ini juga bertujuan untuk mengkaji dan menganalisa faktor-faktor yang mendukung penerapan standar proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2 Kota Gorontalo. Penelitian ini merupakan jenis penelitian naturalistik atau kualitatif dimana penelitian dilakukan pada kondisi obyek yang alamiah dan peneliti sebagai instrumen kunci. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa keterlaksanaan standarproses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2 Gorontalo persentasi akhir mencapai 92,4%. Hal ini berarti implementasi standar proses sudah sangat baik. Hal ini sejalan dengan peringkat akreditasi A yang diperoleh pada tahun 2013. Walaupun demikian, masih diperlukan penyempurnaan dan penguatan dalam beberapa aspek. Aspek yang perlu mendapat perhatian adalah pada jumlah peserta didik pada setiap rombongan belajar belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan.Supervisi kepala sekolah perlu untuk dioptimalkan dengan penerapan pemberian contoh, diskusi bersama.Hasil pemantauan supervisi sebaiknya disampaikan kepada pihak-pihak yang berkompoten seperti pengawas dan komite sekolah. Kata Kunci; Pendidikan Agama Islam, Gorontalo, SMP
Pendahuluan Dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional.Visi pendidikan tersebut adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.Terkait dengan visi tersebut telah ditetapkan serangkaian prinsip yang dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan. Salah satu prinsip tersebut adalah bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, dimana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Paradigma pengajaran yang telah berlangsung sejak lama lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransfer pengetahuan kepada peserta didik. Paradigma tersebut bergeser pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia,
berkepribadian luhur, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan berdasarkan pergeseran paradigma tersebut, diperlukan acuan dasar bagi setiap satuan pendidikan yang meliputi serangkaian kriteria dan kriteria minimal sebagai pedoman untuk proses pembelajaran yang bersifat demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis. Suatu kenyataan yang dihadapi dunia pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam di lembaga pendidikan formal saat ini, adalah rendahnya kualitas manajerial pembelajaran baik pada tataran perencanaan, pelaksanaan maupun cara pengendaliannya, akibatnya proses pembelajaran pendidikan Agama Islam kurang berhasil dalam pembentukan perilaku positif siswa. Lemahnya aspek metodologi yang dikuasai oleh guru juga merupakan penyebab rendahnya kualitas pembelajaran.Metode yang banyak dipakai adalah model konvensional yang kurang menarik. Ketidakberdayaan pendidikan agama dalam menginternalisasikan nilai-nilai agama juga merupakan salah satu faktor penyebab munculnya output yang tidak mampu mengemban misi pendidikan nasional yaitu menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt. Olehnya rekonstruksi terhadap manajemen program-program pembelajaran agama mutlak dilakukan demi tercapainya tujuan yang diharapkan.
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
187
Rekontruksi manajemen program-program pembelajaran harusnya difokuskan pada realisasi proses pembelajaran. Karena proses pembelajaran adalah suatu bentuk permasalahan yang sangat kompleks, yang didalamnya melibatkan banyak unsur yang saling berkaitan sehingga keberhasilannya juga ditentukan oleh unsur-unsur tersebut, terutama guru sebagai “poros pengendali” lajunya proses pembelajaran. Seorang guru, khususnya guru PAI (Pendidikan Agama Islam) dituntut untuk dapat memerankan perannya bukan hanya sekedar melakukan proses transformasi ilmu, tetapi juga harus melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, artinya guru juga harus dapat membentuk sikap dan perilaku anak didiknya sebagai cerminan dari sikap dan perilaku sesuai dengan ajaran Islam. Untuk itu diperlukan proses pembelajaran yang memungkinkan anak dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara utuh. Dari uraian di atas maka penulis menganggap perlu dilaksanakan sebuah penelitian khusus bagaimana penerapan standar proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam serta faktor-faktor apakah yang mendukung penerapan standar proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Kota Gorontalo. Landasan Teori A.
Standar Proses Pembelajaran
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) telah menjabarkan lebih lanjut ketentuan dalam UU Sisdiknas. Dalam Bab I Ketentuan Umum SNP yang dimaksudkan dengan standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Tujuan standar nasional pendidikan adalah untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Dalam Bab IV Pasal 19 ayat (1) SNP ditentukan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat danperkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Dalam proses pembelajaran ditentukan pula agar pendidik memberikan keteladanan. Mengingat bahwa pendidikan itu merupakan suatu sistem dengan komponenkomponen yang saling berkaitan, maka keseluruhan sistem harus sesuai dengan
188
ketentuan yang diharapkan atau sesuai standar. Untuk itu masing-masing komponen dalam sistem harus pula sesuai dengan standar yang ditentukan bersama. Disini dapat dilihat arti penting sebuah proses pembelajaran. Karena betapa baiknya masukan berupa peserta didik, serta masukan instrumental berupa isi, tenaga, sarana dan prasarana, biaya dan pengelolaan, tergantung pada proses pembelajaran untuk menghasilkan kompetensi lulusan yang bermutu, serta berdampak positif terhadap lingkungan. Mutu pembelajaran dapat dikatakan sebagai gambaran mengenai baik-buruknya hasil yang dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. Lembaga pendidikan dianggap bermutu bila berhasil mengubah sikap, perilaku dan keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya. Mutu pendidikan sebagai sistem selanjutnya tergantung pada mutu komponen yang membentuk sistem, serta proses pembelajaran yang berlangsung hingga membuahkan hasil. Pembelajaran yang bermutu juga harus mempunyai daya tarik yang kuat; indikatornya meliputi: kesempatan belajar yang tersebar dan karena itu mudah dicapai dan diikuti, isi pendidikan yang mudah dicerna karena telah diolah sedemikian rupa, kesempatan yang tersedia yang dapat diperoleh siapa saja pada setiap saat diperlukan, pesan yang diberikan pada saat dan peristiwa yang tepat, keterandalan yang tinggi, terutama karena kinerja lembaga dan lulusannya yang menonjol, keanekaragaman sumber, baik yang dengan sengaja dikembangkan maupun yang sudah tersedia dan dapat dipilih serta dimanfaatkan untuk kepentingan belajar, suasana yang akrab, hangat dan merangsang pembentukan kepribadian peserta didik. Proses pembelajaran yang tidak sesuai dengan harapan merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap rendahnya mutu pendidikan. Berbagai masukan lain di antaranya kondisi peserta didik (kesehatan, kebugaran, dan lainlain), kualitaspendidik, kurikulum, terbatasnya anggaran, terbatasnya sarana, dan sebagainya, merupakan faktor yang terkait erat dengan mutu. Kesemuanya itu memerlukan dukungan legalitas sebagai pedoman standar. Efektivitas pembelajaran seringkali diukur dengan tercapainya tujuan, atau dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi, atau “doing theright things”. Pengertian ini mengandung ciri: bersistem (sistematik), yaitu dilakukan secara teratur, konsisten atau berurutan melalui tahap perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan, sensitif terhadap kebutuhan akan tugas belajar dan kebutuhan pembelajar, kejelasan akan tujuan
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk mencapainya, bertolak dari kemampuan atau kekuatan mereka yang bersangkutan (peserta didik, pendidik, masyarakat dan pemerintah). Efisiensi pembelajaran dapat diartikan sebagai kesepadanan antara waktu, biaya, dan tenaga yang digunakan dengan hasil yang diperoleh atau dapat dikatakan sebagai mengerjakan sesuatu dengan benar. Ciri yang terkandung meliputi: merancang kegiatan pembelajaran berdasarkan model yang mengacu pada kepentingan, kebutuhan dan kondisi peserta didik, pengorganisasian kegiatan belajar dan pembelajaran yang rapi, misalnya lingkungan atau latar belakang yang diperhatikan, pemanfaatan berbagai sumber daya dengan pembagian tugas seimbang, serta pengembangan dan pemanfaatan aneka sumber belajar sesuai keperluan, pemanfaatan sumber belajar bersama, usaha inovatif yang merupakan penghematan, seperti misalnya pembelajaran jarakjauh dan pembelajaran terbuka yang tidak mengharuskan pembangunan gedung dan mengangkat tenaga pendidik yang digaji secara tetap. Inti dari efisiensi adalah mempertimbangkan berbagai faktor internal maupun eksternal atau secara sistemik untuk menyusun alternatif tindakan dan kemudian memilih tindakan yang paling menguntungkan. Produktivitas pada dasarnya adalah keadaan atau proses yang memungkinkan diperolehnya hasil yang lebih baik dan lebih banyak. Produktivitas pembelajaran dapat mengandung arti: perubahan proses pembelajaran dari menghafal dan mengingat ke menganalisis dan mencipta, penambahan masukan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai macam sumber belajar, peningkatan intensitas interaksi peserta didik dengan sumber belajar, atau gabungan ketiganya dalam kegiatan pembelajaran sehingga menghasilkan mutu yang lebih baik, keikutsertaan dalam pendidikan yang lebih luas, lulusan lebih banyak, lulusan yang lebih dihargai oleh masyarakat dan berkurangnya angka putus sekolah. Usaha untuk mengembangkan model praktik pembelajaran seperti PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) di SD/MI atau Kontekstual di SMP/MTs memang telah dicanangkan sejak tahun 2002. Namun belum seluruhnya dapat diwujudkan, karena tidak disertai dengan dukungan legalitas dan belum didukung penataran secara komprehensif. Demikian pula berbagai pendekatan pembelajaran lain seperi misalnya pembelajaran kooperatif, pembelajaran beregu, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran dengan pemetaan konsep,pembelajaran mandiri dengan modul dan paket belajar, pembelajaran berbantuan komputer, pembelajaran dengan menggunakan internet, dan pembelajaran dengan aneka sumber, sudah
diperkenalkan namun masih bersifat sporadis dan kurang mendapat dukungan meluas dalam pelaksanaan di lapangan. Pembaharuan proses pembelajaran telah dikembangkan pada sejumlah sekolah di sejumlah daerah yang dianggap merupakan titik-titik kritis untuk penyebarannya melalui proyek-proyek pembangunan. Di samping itu juga telah dikembangkan sekolah-sekolah unggulan pada sebagian besar daerah, sekolah koalisi yang menjalin kerjasama dengan berbagai sekolah di dalam maupun luar negeri, sekolah-sekolah laboratorium yang dibina oleh LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan), dan sekolahsekolah swasta yang mengarahkan lulusannya untuk memenuhi standar regional dan atau internasional. Semua usaha pembaharuan tersebut memang sudah dapat dikatakan melebihi standar minimal proses pembelajaran. Pelajaran dan pengalaman yang telah dilakukan oleh sekolah-sekolah tersebut perlu dikaji kemungkinannya untuk diimbaskan pada sekolahsekolah lain, sesuai dengan kemampuannya. Pembelajaran seharusnya diselenggarakan secara interaktif, inspiratif dalam suasana yang menyenangkan, menggairahkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk semua itu, maka diperlukan adanya standar proses pembelajaran yang berlaku secara nasional yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Pendidikan Nasional serta memperoleh dukungan dari masyarakat. 1. Lingkup Standar Proses Pembelajaran Mengacu pada PP No. 19 tahun 2005, standar proses pembelajaran yang sedang dikembangkan meliputi perencanaanprosespembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Standar perencanaan proses pembelajaran didasarkan pada prinsip sistematis dan sistemik. Sistematik berarti secara runtut, terarah dan terukur dari jenjang kemampuan rendah hingga tinggi secara berkesinambungan. Sistemik berartimempertimbangan berbagai faktor yang berkaitan, yaitu tujuan yang mencakup aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan, karakteristik peserta didik, karakteristik materi ajar yang mencakup fakta, konsep, prosedur serta prinsip, kondisi lingkungan dan hal-hal lain yang menghambat atau mendukung terlaksananya proses
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
189
pembelajaran. Perencanaan prosespembelajaran meliputi silabusdan rencana pelaksanaan pembelajaran. Standar pelaksanaan proses pembelajaran didasarkan pada prinsip intensitas interaksi antara peserta didik dengan pendidik, antar peserta didik serta antara peserta didik dengan aneka sumber belajar. Untuk itu perlu diperhatikan jumlah maksimal peserta didik dalam setiap kelas, beban pembelajaran maksimal pendidik, dan ketersediaan buku teks pelajaran bagi peserta didik. Disampingituperlu dipertimbangkan bahwa proses pembelajaran bukan sekedar menyampaikan ajaran, melainkan juga pembentukan pribadi peserta didik yang memerlukan perhatian penuh dari pendidik, maka juga perlu ditentukan tentang rasio antara peserta didik dan pendidik. Perihal kemampuan pengelolaan kegiatan pembelajaran, juga sesuatu yang harus menjadi pertimbangan dalam pelaksanan proses pembelajaran. Standar penilaian hasil pembelajaran ditentukan dengan menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik. Teknik yang dimaksud dapat berupa tes tertulis, observasi, uji praktikdan penugasan perseorangan atau kelompok. Untuk memantau proses dan kemajuan belajar serta memperbaiki hasil belajar peserta didik dapat digunakan teknik penilaian portofolio dan atau kolokium. Secara umum penilaian dilakukan untuk mengukur semua aspek perkembangan peserta didik yang mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan dengan mengacu pada standar penilaian. Standar pengawasan proses pembelajaran adalah upaya penjaminan mutu pembelajaran bagi terwujudnya proses pembelajaran yang efektif dan efisien kearah tercapainya kompetensi yang ditetapkan. Pengawasan perlu didasarkan pada prinsip- prinsip tanggung jawab dan kewenangan, dilakukan secara periodik, demokratis, terbuka serta berkelanjutan. Pengawasan meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan dan pengambilan langkah tindak lanjut. Upaya pengawasan terhadap proses pembelajaran pada hakikatnya adalah tanggung jawab bersama antara kepala sekolah,pengawasdan sejawat atau pihak lain yang ditugasi untuk melaksanakan pengawasan secara internal. B.
Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam adalah "usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam".1Syariat Islam tidak akan dihayati dan 1
Zuhaerini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya : Usaha Nasional, 1983)
190
diamalkan orang kalau hanya diajarkan saja, tetapi harus dididik melalui proses pendidikan nabi sesuai ajaran Islam dengan berbagai metode dan pendekatan.Disatu segi kita lihat bahwa pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain dan dari segi lainnya, pendidikan Islam tidak bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis. Ajaran Islam tidak memisahkan antara iman dan amal shaleh.Oleh karena itu, pendidikan Islam adalah sekaligus pendidikan iman dan pendidikan amal dan juga karena ajaran Islam berisi tentang ajaran sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama, maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat.Semula yang bertugas mendidik adalah para Nabi dan Rasul selanjutnya para ulama, dan cerdik pandailah sebagai penerus 2 tugas, dan kewajiban mereka. Pendidikan agama dapat didefenisikan sebagai upaya untuk mengaktualkan sifat-sifat kesempurnaan yang telah dianugerahkan oleh Allah Swt kepada manusia, upaya tersebut dilaksanakan tanpa pamrih apapun kecuali untuk semata-mata 3 beribadah kepada Allah. Ahli lain juga menyebutkan bahwa pendidikan agama adalah sebagai proses penyampaian informasi dalam rangka pembentukan insan yang beriman dan bertakwa agar manusia menyadari kedudukannya, tugas dan fungsinya di dunia dengan selalu memelihara hubungannya dengan Allah, dirinya sendiri, masyarakat dan alam sekitarnya serta tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa (termasuk dirinya sendiri dan 4 lingkungan hidupnya). Para ahli pendidikan Islam telah mencoba memformulasi pengertian pendidikan Islam, diantara batasan yang sangat variatif tersebut adalah :AlSyaibany mengemukakan bahwa pendidikan agama Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai sesuatu aktivitas asasi dan profesi di antara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat. Muhammad fadhil al-Jamaly mendefenisikan pendidikan Islam sebagai upaya pengembangan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang 2
Drajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), h. 25- 28 3 Bawani, Imam. Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1993) 4 M Ali, Strategi Penelitian Pendidikan, (Bandung :Angkasa,1995), h. 139
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan maupun perbuatannya.
atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil)
Tujuan Pendidikan Agama Islam secara umum sudah jelas yaitu untuk mencapai kualitas iman dan taqwa sebagaimana yang disebutkan dalam alQur'an dan hadits.Hal ini berarti Pendidikan Agama Islam bertugas untuk membimbing dan mengarahkan anak didik supaya menjadi muslim yang beriman teguh sebagai refleksi dari keimanan yang telah dibina oleh penanaman pengetahuan agama yang harus dicerminkan dengan akhlak yang mulia sebagai sasaran akhir dari Pendidikan Agama itu.
Ahmad Tafsir mendefenisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan 5 ajaran Islam. Dari batasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) agar dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ajaranagama Islam. Adapun pengertian lain pendidikan agama Islam secara alamiah adalah manusia tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan sampai meninggal, mengalami proses tahap demi tahap. Demikian pula kejadian alam semesta ini diciptakan Tuhan melalui proses setingkat demi setingkat, pola perkembangan manusia dan kejadian alam semesta yang berproses berlangsung di atas hukum alam yang ditetapkan oleh Allah sebagai “sunnatullah”. Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmani juga harus berlangsung secara bertahap oleh karena suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan dan pertumbuhan dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan atau pertumbuhannya. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar atau kegiatan yang disengaja dilakukan untuk membimbing sekaligus mengarahkan anak didik menuju terbentuknya pribadi yang utama (insan kamil) berdasarkan nilainilai etika Islam dengan tetap memelihara hubungan baik terhadap Allah SWT (HablumminAllah) sesama manusia (hablumminannas), dirinya sendiri dan alam sekitarnya. Tujuan Pendidikan Agama Islam Dalam Pendidikan Agama Islam tercakup didalamnya mata pelajaran akhlak mulia yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti,
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah adalah beribadah kepada Allah, sebagaimana bunyisurat alDzariyat ayat 56: Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku” (Q.S al-Dzariyat, 56) Lebih khusus tujuan Pendidikan Agama adalah disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan jenjang pendidikan yang dilaluinya, sehingga setiap tujuan Pendidikan Agama pada setiap jenjang sekolah mempunyai tujuan yang berbeda-beda, seperti tujuan Pendidikan Agama di sekolah dasar berbeda dengan tujuan Pendidikan Agama di SMP, SMA dan berbeda pula dengan tujuan Pendidikan Agama di perguruan tinggi. Tujuan khusus pendidikan agama di SLTP adalah untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut serta meningkatkan tata cara membaca al-Qur’an dan tajwid sampai kepada tata cara menerapkan hukum bacaan mad dan wakaf. Membiasakan perilaku terpuji seperti qanaah dan tasawuh dan menjawukan diri dari perilaku tercela seperti ananiah, hasad, ghadab dan namimah serta memahami dan meneladani tata cara mandi wajib 6 dan shalat-shalat wajib maupun shalat sunat . Pendidikan agama juga bertujuan untuk menjadikan anak didik agar menjadi pemeluk agama yang aktif dan menjadi anggota masyarakat serta warga negara yang baik dimana keduanya itu terpadu untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan yang merupakan suatu hakekat, sehingga setiap pemeluk agama yang aktif secara otomatis akan menjadi warga negara yang baik, terciptalah warga
6
5
Ahmad Tafsir,Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 45
Riyanto, Yatim. 2006. Pengembangan Kurikulum dan Seputar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (IKAPI : Universiti Press,2006), h. 160
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
191
sila
Akhlak ini meliputi akhlak manusia kepada tuhan, kepada nabi/rasul, kepada diri sendiri, kepada keluarga, kepada tetangga, kepada sesama muslim, kepada non muslim.
Ruang lingkup ajaran Islam meliputi tiga bidang yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak
Dalam Islam selain akhlak dikenal juga istilah etika. Etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk 7 melakukan apa yang harus diperbuat. Jadi, etika adalah perbuatan baik yang timbul dari orang yang melakukannya dengan sengaja dan berdasarkan kesadarannya sendiri serta dalam melakukan perbuatan itu dia tau bahwa itu termasuk perbuatan baik atau buruk.
negara yang pancasilais Ketuhanan Yang Maha Esa
sesuai
dengan
Ruang Lingkup Ajaran Islam
a.
Aqidah
Aqidah arti bahasanya ikatan atau sangkutan.Bentuk jamaknya ialah aqa’id.Arti aqidah menurut istilah ialah keyakinan hidup atau lebih khas lagi iman.Sesuai dengan maknanya ini yang disebut aqidah ialah bidang keimanan dalam Islam dengan meliputi semua hal yang harus diyakini oleh seorang muslim/mukmin.Terutama sekali yang termasuk bidang aqidah ialah rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-rasul-Nya, kepada hari Akhir dan kepada qada’dan qadar. b.
Syari’ah
Syari’ah arti bahasanya jalan, sedang arti istilahnya ialah peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan alam seluruhnya.Peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan disebut ibadah, dan yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam seluruhnya disebut Muamalah. Rukun Islam yang lima yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji termasuk ibadah, yaitu ibadah dalam artinya yang khusus yang materi dan tata caranya telah ditentukan secara parmanen dan rinci dalam al-Qur’an dan sunnah Rasululah Saw. Selanjutnya muamalah dapat dirinci lagi, sehingga terdiri dari Munakahat (perkawinan), termasuk di dalamnya soal harta waris (faraidh) dan wasiat.Tijarah (hukum niaga) termasuk di dalamnya soal sewa-menyewa, utang-piutang, wakaf.Hudud dan jinayat keduanya merupakan hukum pidana Islam.Hudud ialah hukum bagi tindak kejahatan zina, uduhan zina, merampok, mencuri dan minumminuman keras.Sedangkan jinayat adalah hukum bagi tindakan kejahatan pembunuhan, melukai orang, memotong anggota, dan menghilangkan manfaat badan, dalam tinayat berlaku qishas yaitu “hukum balas”. Serta Khilafat (pemerintahan/politik islam). Jihad (perang), termasuk juga soal ghanimah (harta rampasan perang) dan tawanan). c. Akhlak/etika Akhlak adalah berasal dari bahasa Arab jamat dari “khuluq” yang artinya perangai atau tabiat.Sesuai dengan arti bahasa ini, maka akhlak adalah bagian ajaran Islam yang mengatur tingkahlaku perangai manusia. Ibnu Maskawaih mendefenisikan akhlak dengan “keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan fikiran”.
192
Etika harus dibiasakan sejak dini, seperti anak kecil ketika makan dan minum dibiasakan bagaimana etika makan atau etika minum, pembiasaan etika makan dan minum sejak kecil akan berdampak setelah dewasa. Sama halnya dengan etika berpakaian, anak perempuan dibiasakan menggunakan berpakaian berciri khasperempuan seperti jilbab sedangkan laki-laki memakai kopia dan sebagainya. Islam sangat memperhatikan etika berpakaian. Metode Penelitian Dilihat dari tema kajiannya, yang berkenaan dengan analisispenerapanstandar proses pembelajaranPendidikan Agama Islam, maka penelitian ini merupakan jenis penelitian naturalistik atau kualitatif dimana penelitian dilakukan pada kondisi obyek yang alamiah dan peneliti sebagai instrumen kunci. Selain itu teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara induktif serta hasil penelitian lebih menekankan pada makna dari pada generalisasi. Sumber data penelitian ini adalah sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada peneliti dalam hal ini, stakeholders yang terkait penerapanstandar proses pembelajaranPendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2 Kota Gorontalo yakni kepala sekolah, gurugurudansiswa yang dianggap paling mengetahui permasalahan yang diteliti dengan teknik purposivesampling dan bersifat snowball sampling. Sehingga dengan demikian informan akan berkembang ketika pengumpulan data di lapangan. Sedangkan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung berupa catatan-catatan dokumen yang tersedia.
7
Ahmad Amin, Etika Ilmu Akhlak, (Jakarta, Bulan Bintang, 1975), h. 3
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
1) Kepala Sekolah 2) Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum 3) Empat orang guru Pendidikan Agama Islam 4) Peserta didik yang mewakili kelas VII, VIII dan IX berjumlah 30orang Total sampel dalam penelitian ini adalah berjumlah 36 orang yang terdiri dari kelompok kepala sekolah, guru, dan peserta didik. Instrumen berupa kuisioner diberikan kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru Pendidikan Agama Islam, dan peserta didik Wawancara dilakukan kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru Pendidikan Agama Islam untuk mengetahui secara lebih mendalam penyelenggaraan proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Berikut ini dipaparkan hasil analisis angket dan wawancara setelah melalui tahap observasi.
Sesuai dengan jenis penelitian dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi (pengamatan) dan wawancara mendalam yang dilengkapi dengan teknik dokumentasi. Hasil Penelitian A. Penerapan Standar Proses PembelajaranPendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2 Kota Gorontalo SMP Negeri 2 Gorontalo menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pengajaran mengacu pada aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah termasuk dalam menerapkan proses pembelajaran. Acuan yang digunakan adalah Permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses. Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
a. Analisis Hasil Angket untuk Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah dan Guru PAI Angket yang diisi oleh responden adalah untuk mendapatkan data dan informasi tentang keterlaksanaan standar proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam, mulai dari pengembangan silabus, penyusunan Rencana pelaksanaan pembelajaran,pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian proses dan hasil pembelajaran yang dilakukan oleh guru PAI sampai dengan tindakan supervisi dan pemantauan yang dilakukan oleh kepala sekolah. Untuk kejelasan hasil angket ini dapat dilihat pada tabel dan uraian berikut ini.
Data tentang penerapan standar proses Pendidikan Agama dikumpulkan melalui instrumen pengumpulan data yang mengacu pada Kriteria dan Perangkat Akreditasi SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA, SMK/MAK, yang telah ditetapkan penggunaannya melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 11, 12 dan 13 tahun 2009, dan pedoman wawancara yang dirancang oleh penulis. Instrumen penilaian diisi berdasarkan observasi langsung, adanya bukti fisik, dan wawancara terhadap sampel penelitian yang meliputi : Nomor Butir / Skor
Tabel 5. Hasil Angket untuk kepala Sekolah Wakil Kepala Sekolah dan Guru PAI
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1 1
12
JL H
%
1
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2
4
46
95,83
2
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2
4
46
95,83
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2
3
45
93,75
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2
3
45
93,75
5
4
4
4
4
3
3
4
4
3
4
2
3
42
87,50
6
4
4
4
4
3
3
4
4
3
4
2
3
42
87,50
24
24
24
24
22
22
24
24
22
24
12
20
266
100
100
100
100
94
94
100
100
94
100
50
83,3
92,4
No.Responden
Jumlah
92,4 %
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
193
Berdasarkan hasil angket pada butir 1 tabel tersebut di atas, 100 % guru PAI sudah mengembangkan silabus secara mandiri berdasarkan standar isi, standar kompetensi lulusan, dan panduan penyusunan KTSP. Pada butir 2 menunjukkan 100% guru PAI memiliki Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dijabarkan dari silabus. Hasil angket pada butir 3 menunjukkan bahwa 100% dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran telah disusun berdasarkan prinsip keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber bahan. Selanjutnya pada butir 4 dikuatkan lagi dengan hasil angket bahwa 100 % Rencana Pelaksanaan Pembelajaran telah disusun sendiri oleh guru PAI. Hasil angket pada butir 5 menunjukkan 94% guru PAI melaksanakan proses pembelajaran sesuai persyaratan yang ditentukan . Hal ini berarti bahwa dalam melaksanakan proses pembelajaran PAI masih ada guru yang belum memenuhi 4 persyaratan yang ditentukan yaitu : 1) rombongan belajar maksimal 32 siswa, 2) beban mengajar guru sekurang-kurangnya 24 jam, 3) penggunaan buku teks, 4) kaidah pengelolaan kelas. Persyaratan yang belum dipenuhi terutama pada jumlah peserta didik pada setiap rombongan belajar rata-rata lebih dari 32 orang serta rasio antara jumlah buku teks yang tersedia dengan jumlah peserta didik. Pada pengamatan proses pembelajaran masih terdapat guru PAI yang belum melaksanakan sepenuhnya kaidah pengelolaan kelas, diantaranya dalam hal memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respon dan hasil belajar peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil angket butir 5 ini dikuatkan dengan hasil angket pada butir 6 menunjukkan bahwa 94% guru PAI telah melaksanakan porses pembelajaran sesuai langkah-langkah pembelajaran yang mencakup mulai dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti (tahap eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi) sampai pada tahap penutup. Berdasarkan analisis hasil angket butir 7 menunjukkan bahwa 100% guru Pai telah melaksanakan penilaian hasil belajar untuk memperbaiki proses pembelajaran. Hal ini dapat dibuktikan dengan tersedianya bukti dokumen penilaian hasil belajar peserta didik yang ada pada guru PAI. Hasil angket butir 8 sampai dengan butir 12 terkait dengan tugas pokok dan fungsi kepala sekolah sebagai supervisor. Pada butir 8 menunjukkan bahwa kepala sekolah telah melakukan pemantauan proses pembelajaran mencakup tiga tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan dan penilaian. Hal ini dibuktikan
194
dengan adanya dokumen program supervisi kepala sekolah. Pada butir 9 menunjukkan bahwa 94% pelaksanaan supervisi proses pembelajaran telah terlaksana. Hal ini menunjukkan dari empat cara melaksanakan supervisi (pemberian contoh, diskusi,pelatihan, konsultasi),masih terdapat cara yang belum dilakukan yaitu pemberian contoh dan pelatihan. Informasi ini diperoleh dari keterangan yang diberikan oleh kepala sekolah ketika dikonfirmasikan tentang hasil angket butir 9 ini. Hasil angket butir 10 menunjukkan bahwa dalam melakukan evaluasi terhadapo proses pembelajaran guru PAI, kepala sekolah telah melakukan 4 tahapan mulai dari persiapan, pelaksanaan, evaluasi pembelajaran dan rencana tindak lanjut. Akan tetapi hasil pengawasan kepala sekolah terhadap proses pembelajaran guru PAI hanya disampaikan kepada guru yang bersangkutan, belum disampaikan kepada dewan guru,pengawas, dan komite sekolah. hal ini berdasarkan analisis hasil angket butir 11. Pada butir 12, hasil angket menunjukkan 83,3% hasil pengawasan ditindaklanjuti. Hal ini berarti bahwa masih terdapat hasil pengawasan kepala sekolah yang belum ditindaklanjuti. Kesimpulan yang diperoleh dari analisi data yang diperoleh dari responden menunjukkan bahwa keterlaksanaan standar proses pembelajaran Pendidikan agama Islam di SMP Negeri 2 Gorontalo persentasi akhir mencapai 92,4%. Hal ini berarti implementasi standar proses sudah sangat baik. Hal ini sejalan dengan peringkat akreditasi A yang diperoleh pada tahun 2013. Walaupun demikian, masih diperlukan penyempurnaan dan penguatan dalam beberapa aspek. Aspek yang perlu mendapat perhatian adalah pada jumlah peserta didik pada setiap rombongan belajar belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan, sehingga hal inipun berpengaruh pada pelaksanaan proses pembelajaran. Jumlah peserta didik yang terlalu banyak menyebabkan guru PAI belum secara optimal melakukan tahapan atau langkah-langkah pembelajaran, terutama guru PAI yang baru diangkat dan memiliki pengalaman kerja kurang dari sepuluh tahun. Selain aspek yang telah disebutkan di atas, hal yang perlu diperhatikan adalah pelaksanaan fungsi pengawasan/supervisi kepala sekolah. Supervisi kepala sekolah perlu untuk dioptimalkan dengan penerapan pemberian contoh, diskusi bersama dan hasil pemantauan supervisi sebaiknya disampaikan kepada pihak-pihak yang berkompoten seperti pengawas dan komite sekolah. b. Analisis Angket untuk Peserta Didik
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Berdasarkan hasil angket yang disebarkan kepada peserta didik diperoleh data sebagai berikut. .
No. Resp
Tabel
6
Hasil Angket Untuk Peserta Didik
Butir Pernyataan / Skor 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
4
3
4
4
2
3
3
4
2
4
2
4
4
3
4
2
3
4
4
3
4
3
4
2
4
3
2
2
2
3
4
4
4
4
4
4
3
2
4
4
3
3
3
5
3
2
4
4
3
2
3
2
3
3
6
4
4
3
4
2
3
4
4
3
4
7
4
3
4
4
4
3
3
4
4
4
8
4
3
4
4
2
4
3
4
3
3
9
4
3
4
4
2
3
3
4
4
4
10
4
4
4
3
2
3
2
3
3
3
11
3
4
4
4
3
4
2
3
4
4
12
4
3
4
4
2
3
3
4
4
4
13
4
3
4
4
2
3
4
4
2
4
14
4
3
4
4
2
3
4
4
2
4
15
3
3
4
4
2
4
2
4
4
3
16
2
3
4
4
2
4
3
3
4
4
17
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
18
4
4
4
4
3
4
4
3
3
4
19
4
4
4
4
2
3
4
4
2
4
20
4
3
4
4
2
3
3
4
4
4
21
4
4
3
4
4
3
4
3
3
2
22
4
3
4
4
2
3
3
4
2
4
23
4
4
3
4
2
3
2
2
1
4
24
3
3
4
4
3
4
2
1
2
4
25
4
3
4
4
3
3
2
4
3
4
26
3
4
4
4
1
2
2
3
4
4
27
3
2
4
3
2
3
2
3
2
2
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
195
28
4
4
3
2
2
1
2
4
3
3
29
3
2
4
3
2
4
2
4
4
4
30
3
2
4
3
2
3
2
4
4
4
Jlh.
110
96
115
112
70
94
86
%
91,7
80,0
95,8
93,3
58,3
78,3
71,7
Hasil analisis angket untuk peserta didik, butir 1,2,3,4,8 dan 10 sudah menunjukkan bahwa proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam sudah terlaksana dengan sangat baik. Hal ini nampak pada butir 1 terdapat 91,7 % responden yang menyatakan bahwa pembelajaran PAI berlangsung penuh semangat dan menyenangkan. Pada butir 2 terdapat 80% responden yang menyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh guru PAI dapat menantang dan mendorong semangat untuk aktif dalam pembelajaran. Pada butir 3 terdapat 95,8% responden yang menyatakan bahwa guru PAI memberikan teladan yang baik selama dalam proses pembelajaran maupun di luar proses pembelajaran. Pada butir 4, terdapat 93,3 % responden yang menyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh guru PAI dapat menciptakan ketertiban dan kedisiplinan dalam proses pembelajaran. Pada butir 8 terdapat 86,7 % responden menyatakan guru PAI memberi kesempatan pada siswa untuk bersaing dan berlomba secara sehat dalam meningkatkan prestasi belajar. Pada butir 10 terdapat 92% responden yang menyatakan bahwa guru PAI menggunakan media pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi. Adapun analisis angket butir 5, 7 dan 8 menunjukkan persentasi yang rendah berdasarkan jawaban yang diberikan oleh responden. Pada butir 5 hanya terdapat 58% responden yang menyatakan bahwa guru PAI memberikan penghargaan pada siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung maupun di luar proses pembelajaran. Pada butir 7 hanya 71,7% responden yang menyatakan bahwa guru PAI memberi kesempatan pada siswa untuk belajar bersama dalam kelompok diskusi atau berpasangan. Pada 9 menunjukkan bahwa hanya terdapat 77,5% responden yang menyatakan bahwa buku teks yang tersedia menurut informasi yang dibutuhkan dalam pembelajaran PAI. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peserta didik telah mendapatkan layanan yang baik melalui proses pembelajaran PAI. Akan tetapi, ada bebarapa aspek yang perlu disempurnakan lagi yaitu pemberian penghargaan dan penguatan, penyajian pembelajaran yang lebih kooperatif dan kolaboratif, B. Faktor-faktor apakah yang penerapan standar proses
196
mendukung pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2 Kota Gorontalo
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar 86,7 77,5 92 pada suatu lingkungan belajar. Dalam proses tersebut diperlukan guru yang memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik.Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. 104
93
110
Mengingat kebhinekaan budaya, keragaman latar belakang dan karakteristik peserta didik, serta tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu, proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran harus fleksibel, bervariasi, dan memenuhi standar. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. Implementasi standar proses pada setiap satuan pendidikan merupakan tolok ukur bagi kualitas pelayanan pendidikan yang diberikan. Hal ini akan berdampak pula pada mutu lulusan. Di SMP Negeri 2 Gorontalo, standar proses khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam ini sudah terlaksana dengan baik. Penerapan standar proses di SMP Negeri 2 didukung oleh berbagai faktor. Faktor utama sebagai penentu diantaranya adalah sumber daya manusia yang terdiri dari peserta didik, guru Pendidikan Agama Islam, guru mata pelajaran lainnya, kepala sekolah, tenaga kependidikan,komite sekolah, dan stake holder lainnya. Jumlah peserta didik yang sebagian besar beragama Islam merupakan aspek input yang sangat mendukung keterlaksanaan proses pembelajaran PAI. Selain itu kemampuan dan kompetensi guru PAI, serta inovasi yang dikembangkan oleh guru PAI juga turut menentukan keterlaksanaan standar proses. Adanya sarana dan prasarana yang memadai serta
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
kompetensi guru, fasilitas pembelajaran yang memadai termasuk tersedianya buku teks pembelajaran, komitmen kerja guru, kebersamaan seluruh warga sekolah, serta terlaksananya fungsi pengawasan dan supervisi oleh kepala sekolah maupun pengawas mata pelajaran PAI.11 Komitmen kerja guru merupakan hal yang tidak dapat diabaikan selain faktor siswa dan kompetensi guru. Hal ini disebabkan, komitmen guru itulah yang mengikat seorang guru PAI melaksanakan tugas dan profesinya secara bertanggung jawab. Demikian pula kebersamaan seluruh warga, turut menentukan terselenggaranya proses pembelajaran yang bermutu. Pembentukan karakter sebagai salah satu tujuan akhir proses pembelajaran selaian pencapaian aspek kognitif sangat menentukan sinergitas seluruh warga sekolah.
lingkungan yang kondusif sebagai sumber belajar merupakan faktor lain yang tidak dapat diabaikan.8 Pembelajaran Al-Qur’an, Hadits, Keimanan, Akhlak, Fiqhi dan Tarikh Tasyri sangat membutuhkan kemampuan awal dari peserta didik terutama dalam hal kemampuan baca tulis AlQur’an. Di satu sisi jumlah peserta didik yang beragama Islam menjadi satu kekuatan yang dapat dimanfaatkan dalam melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, akan tetapi di sisi lain, kemampuan awal baca tulis Al-Qur’an menjadi salah satu kendala dalam mengimplementasikan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.9 Permasalahan tersebut di atas diantisipasi dengan cara mengoptimalkan kegiatan ekstra kurikuler. Kegiatan ini dilakukan setiap hari setelah jam pelajaran selesai. Peserta didik dibagi menjadi tiga kelompok besar yang terdiri dari kelompok Iqra 1,2 dan 3, Kelompok Iqra 4,5,dan 6, serta kelompok Al-Qur’an. Masing-masing kelompok dibimbing oleh guru Pendidikan Agama Islam dan guru lain yang dinilai memiliki kemampuan dalam membaca dan menulis Al-Qur’an.
Adapun kendala yang dihadapi dalam melaksanakan proses pembelajaran PAI diantaranya adalah partisipasi orang tua untuk membantu anaknya belajar di rumah mengulangi pelajaran belum maksimal. Selain itu minat belajar siswa cenderung hanya menyalin materi dengan cara foto copy, tanpa mempelajari dan memahami materi tersebut.12 Hal ini jika tidak diantisipasi akan berakibat terhadap pencapaian hasil belajar dan prestasi peserta didik.
Guru yang memiliki kompetensi , dukungan seluruh warga sekolah, adanya, adanya sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan proses belajar mengajar merupakan faktor-faktor pendukung keterlaksanaan standar proses pembelajaran PAI.10 Guru PAI di SMP Negeri 2 Gorontalo sudah memenuhi kualifikasi pendidikan yang dipersyaratkan sebagai guru profesional. Satu orang memiliki kualifikasi Strata 3, satu orang Magister dan dua orang Sarjana. Keempat guru PAI memiliki kemampuan dalam menggunakan media pembelajaran interaktif berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Tersedianya laboratorium PAI sangat mendukung proses pembelajaran PAI akan tetapi LCD proyektor yang dimiliki untuk pembelajran PAI hanya satu buah, sehingga, penggunaan disetiap kelas masih terbatas.
Lebih lanjut menurut Salma Bano upaya yang dapat ditempuh untuk mencapai keterlaksanaan standar proses pembelajaran PAI adalah dengan melalui inovasi guru dalam menciptakan model pembelajaran dan penyediaan sarana dan prasarana pembelajaran. Sementara itu Sri Utami Bay, menambahkan keikutsertaan guru PAI dalam pelatihan dan peningkatan kompetensi, penguatan dan penghargaan bagi guru yang berprestasi, serta pelaksanaan pengawasan dan supervisi yang intensif. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor pendukung keterlaksanaan standar proses pembelajaran PAI di SMP Negeri 2 Gorontalo adalah 1) input peserta didik, 2) Kompetensi guru, 3) ketersediaan sarana dan fasilitas pembelajran, 3) kerja sama dan sinergitas warga sekolah dan stake holder, 4) manajemen pengawasan dan supervisi.
Selanjutnya, Sri Utami Bay menyatakan bahwa hal-hal yang dapat mendukung ketercapaian pelaksanaan standar proses pembelajaran PAI mencakup input siswa, 8
Salma Bano, Wakil Kepala Sekolah Bidang KurikulumnSMP Negeri 2 Gorontalo,Wawancara di SMP Negeri 2 Gorontalo, 26 Oktober 2013 9 Fatma Amali,Guru PAI SMP Negeri 2 Gorontalo,Wawancara di SMP Negeri 2 Gorontalo, 26 Oktober 2013 10 Sri Utami Bay , Guru PAI SMP Negeri 2 Gorontalo,Wawancara di SMP Negerii 2 Gorontalo, 28 Oktober 2013
Penutup 11
Sri Utami Bay , Guru PAI SMP Negeri 2 Gorontalo,Wawancara di SMP Negerii 2 Gorontalo, 28 Oktober 2013 12 Salma Bano, Wakil Kepala Sekolah Bidang KurikulumnSMP Negeri 2 Gorontalo,Wawancara di SMP Negeri 2 Gorontalo, 26 Oktober 2013
Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014
197
A. Kesimpulan 1. SMP Negeri 2 Gorontalo adalah salah satu sekolah lanjutan tingkat pertama yang keberadaannya sejak tahun 1955 telah eksis dan berperan di tengah-tengah masyarakat kota Gorontalo. Dalam rangka mewujudkan visi misi Berkualitas berwawasan IPTEK berlandaskanIMTAQ dan Peduli Lingkungan, SMP Negeri 2 Gorontalo menyelenggarakan pelayanan pendidikan kepada masyarakat dengan didukung oleh sumber daya manusia yang teridiri dari guru, tenaga pendidik dan tenaga pendidikan serta warga sekolah yang mendukung program pendidikan di SMP Negeri 2 Gorontalo. Pada tahun 2013 ini Kurikulum yang diterapkan masih menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Sehingga acuan untuk pelaksanaan standar proses pembelajaran adalah Permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses. 2. Keterlaksanaan standar proses pembelajaran Pendidikan agama Islam di SMP Negeri 2 Gorontalo persentasi akhir mencapai 92,4%. Hal ini berarti implementasi standar proses sudah sangat baik. Hal ini sejalan dengan peringkat akreditasi A yang diperoleh pada tahun 2013. Walaupun demikian, masih diperlukan penyempurnaan dan penguatan dalam beberapa aspek. Aspek yang perlu mendapat perhatian adalah pada jumlah peserta didik pada setiap rombongan belajar belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan.Supervisi kepala sekolah perlu untuk dioptimalkan dengan penerapan pemberian contoh, diskusi bersama.Hasil pemantauan supervisi sebaiknya disampaikan kepada pihak-pihak yang berkompoten seperti pengawas dan komite sekolah. 3. Faktor-faktor pendukung keterlaksanaan standar proses pembelajaran PAI di SMP Negeri 2 Gorontalo adalah 1) input peserta didik, 2) Kompetensi guru, 3) ketersediaan sarana dan fasilitas pembelajran, 3) kerja sama dan sinergitas warga sekolah dan stake holder, 4) manajemen pengawasan dan supervisi. B. Saran Berdasarkan temuan penelitian ini maka halhal yang perlu ditindaklanjuti adalah : 1. Rekruitmen peserta didik hendaknya sesuai dengan daya tampung ruang belajar, agar jumlah peserta didik pada tiap rombongan belajar memenuhi standar yang ditetapkan 2. Peserta didik yang diterima hendaknya melalui tes kemampuan awal mengenai baca tulis Al-Qur’an dan pengetahuan
198
dasar ke islaman (bagi mereka yang beragama Islam), hal ini memudahkan dalam pemahaman dan penguasaan standar kompetensi dan kompetensi dasar. 3. Guru PAI perlu diikutsertakan dalam berbagai pelatihan, seminar, dalam rangka peningkatan kemampuan dan kompetensinya, hal ini untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi guru PAI dalam mengembangkan modelmodel pembelajaran. 4. Sarana dan fasilitas belajar termasuk penyediaan buku teks lebih ditingkatkan lagi, untuk lebih mengoptimalkan pelaksanaan proses belajar mengajar. 5. Pemantauan melalui supervisi oleh kepala sekolah maupun oleh pengawas mata pelajaran PAI lebih diintensifkan. Selanjutnya hasil pemantauan supervisi ini ditindaklanjuti dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas proses pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA Ahmad
Amin, EtikaIlmuAkhlak, BulanBintang, 1975
Jakarta,
AhmadTafsir, 2005.IlmuPendidikanDalamPersfektif Islam, Bandung : PT. RemajaRosdakarya Bawani, Imam. TradisionalismedalamPendidikan Islam. Surabaya: Al Ikhlas. 1993 FuadIhsan, Dasar-DasarKependididkan, Jakarta:RinekaCipta, 1997. Heininch, Robert, Michael Molenda and Jame Russell. Instructional Media and the New Technologies of Instruction. New York: Macmillan Publishing Co., 1989. Joseph D Novak,.and D. Bob Gowin. Learning How to Learn. Melbourne: Cambridge UniversityPress, 1986. John Dewey,.Democracy in Edcation. New York: The Macmillan Co., 1964. M Ali, StrategiPenelitianPendidikan, Bandung :Angkasa,1995. Ornstein, Allan C. and Daniel U. Levie.Foundations of Education. Boston: MA, 1981. Reigeluth, Charles M. (ed). Instructional Theories in Action. Hillsdale, NJ: Lawrence ErlbaumAssociates, 1987.
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam