PENGARUH KONGRUENSI CITRA DIRI TERHADAP PREFERENSI MEREK H&M (STUDI PADA PENGUNJUNG H&M GRAND INDONESIA) Annisa Hidayati Pertiwi Pembimbing: Ixora Lundia Suwaryono Program Studi Ilmu Administrasi Niaga Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik E-mail:
[email protected]
Abstrak H&M merupakan merek mode high street asal Swedia yang baru memasuki pasar Indonesia pada tahun 2013 dengan animo masyarakat yang cukup besar pada saat acara pembukaan gerai perdananya di Indonesia. Sampai dengan kuartal I 2014, H&M memiliki tiga gerai di Indonesia dengan gerai H&M Grand Indonesia yang merupakan gerai H&M terbesar di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara kongruensi citra diri terhadap preferensi merek H&M dengan sampel konsumen H&M Grand Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan teknik pengambilan sampel purposive. Pada penelitian ini sampel yang diambil sebanyak 100 responden. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa kongruensi citra diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap preferensi merek H&M.
THE EFFECT OF SELF IMAGE CONGRUENCE ON H&M’S BRAND PREFERENCE (STUDY OF GRAND INDONESIA H&M’S VISITORS) Abstract H&M is a high street fashion brand from Swedia which just entered Indonesian high street fashion market in 2013 and got a high enthusiasm from people on H&M’s first store opening. Until first quartal in 2014, H&M has three stores in Indonesia and the biggest store located in Grand Indonesia. This research was intended to analyze the effect of self image congruence on H&M’s brand preference with H&M Grand Indonesia consumer’s sample. This research used quantitative approach and purposive sampling technique with 100 respondents. This research proved that self image congruence had a significant effect on H&M’s brand preference. Keywords: self image congruence, brand preference, high street fashion
PENDAHULUAN Perusahaan perlu mengelola aset berharganya yaitu merek sebagai salah satu aset terpenting perusahaan agar menjadi preferensi merek oleh konsumen (Aaker; Davis; Seetharaman, dalam Tjiptono, 2005). Preferensi merek didefinisikan sebagai kecenderungan konsumen terhadap merek yang bervariasi tergantung pada keyakinan yang menonjol yang timbul pada waktu tertentu; bias konsumen terhadap merek tertentu; sejauh mana konsumen menyukai satu merek dibandingkan merek lain (Ebrahim, 2011). Preferensi berada di atas
Pengaruh kongruensi..., Annisa Hidayati Pertiwi, FISIP UI, 2014
semua kecenderungan perilaku (Zajonc dan Markus, 1982). Preferensi berarti konsumen lebih menyukai dan lebih memilih suatu merek tertentu dibandingkan dengan merek lainnya dalam suatu kategori produk. Terkait pilihan merek, Solomon (2009) menyebutkan model kongruensi citra diri menggambarkan bahwa kita memilih produk ketika atribut-atributnya cocok atau sesuai dengan beberapa aspek diri Schiffman dan Kanuk (2007) mengatakan bahwa setiap individu mempunyai citra diri sebagai orang tertentu, dengan sifat-sifat, keterampilan, kebiasaan, kepemilikan, hubungan, dan cara berperilaku tertentu. Menurut Hawkins (2007), citra diri ini terdiri atas citra diri individual aktual, citra diri individual ideal, citra diri sosial aktual, dan citra diri sosial ideal. Jika citra suatu merek sama atau serupa dengan citra diri seseorang, baik itu citra diri individual aktual, citra diri individual ideal, citra diri sosial aktual, maupun citra diri sosial ideal, maka merek inilah yang cenderung dipilih oleh konsumen. Oleh karena itu, merek membangun citra merek yang sesuai dengan citra diri konsumennya. Kotler (2004) mendefinisikan citra merek sebagai “extrinsic properties of the products or service, including the ways in which the brand attempts to meet customer’s psychological or social needs.” Berdasarkan definisi tersebut, citra yang dibangun oleh suatu merek untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan sosial dari konsumen, sehingga konsumen memilih merek yang dapat memenuhi kebutuhannya tersebut. Keterkaitan antara citra diri dan citra merek ini akan berujung pada kesesuaian atau ketidaksesuaian antara citra merek dan citra diri atau yang disebut dengan kongruensi citra diri atau self image congruency. Setiap individu mengekspresikan dirinya dengan memilih merek-merek yang memiliki kepribadian yang dipersepsikan kongruen atau sesuai dengan kepribadian dirinya (Aaker, 1999; Kassarjian, 2000; Sirgy, 1982 dalam Jamal dan Goode, 2001). Tambahan pula, menurut Setiadi (2005), konsep diri aktual menyatakan bahwa pembelian yang dilakukan oleh konsumen dipengaruhi oleh konsep yang dimiliki diri mereka sendiri. Konsistensi diri dicapai dengan membeli produk yang dirasakan oleh konsumen sama dengan konsep diri mereka, dan oleh karena itu ada kesamaan antara citra merek dan citra diri. Bagi merek, kongruensi citra diri bisa menjadi pertimbangan untuk merebut hati konsumennya di tengah-tengah persaingan pasar yang ketat dan persaingan industri yang pesat. Oleh karena itu, pemasar ingin memiliki citra merek yang kongruen atau sesuai dengan konsep diri konsumennya untuk membangun loyalitas merek (Graeff, dalam Barnes and Lough, 2006). Di Indonesia, industri yang sedang mengalami perkembangan pesat dan pasarnya pun besar salah satunya adalah industri ritel, khususnya ritel mode. Menjamurnya ritel-ritel mode
Pengaruh kongruensi..., Annisa Hidayati Pertiwi, FISIP UI, 2014
ini disebabkan oleh daya tarik pasar Indonesia yang cukup besar dengan jumlah penduduk yang lebih dari 230 juta. Daya tarik pasar ini juga didukung dengan jumlah kelas menengah Indonesia
yang
mengalami
peningkatan
dan
terbesar
di
Asia
Tenggara
(http://www.economist.com/node/18989153). Daya tarik pasar Indonesia ini menjadi daya tarik bagi peritel mode, terutama peritel mode high-street yang memiliki target anak muda kelas menengah dalam kategori kelas sosial ekonomi. Di dalam industri mode, terdapat jenis mode high-street, yaitu produk mode yang diproduksi secara massal dengan jenis mode terbaru yang cepat tersedia di toko dengan harga yang terjangkau (value for money) (Easey, 2009). Target pasar dari mode high street ini adalah anak muda yang merupakan generasi Y dan Z. Menurut Strauss dan Howe (1991), generasi Y adalah generasi yang lahir pada tahun 1981-1994 dan generasi Z adalah generasi yang lahir pada tahun 1995-2009. Generasi Y atau disebut pula thirteener rising adult membutuhkan bukti yang dapat meyakinkan mereka bahwa suatu produk dapat diandalkan dan mempermudah hidup mereka. Sedangkan generasi Z atau disebut pula millenial youths percaya pada ilmu dan kerja sama, serta akan mudah dipersuasi bahwa kelompok mereka adalah baik dan spesial yang tahu bagaimana membangun suatu hal besar bersama-sama (Strauss & Howe, 1991). Hennes & Mauritz AB atau lebih dikenal dengan H&M adalah merek mode highstreet yang baru muncul pada tahun 2013 dan paling cepat mendapatkan market share pada yang mendatangkan banyak konsumen dalam waktu singkat. H&M mengklaim bahwa hal ini dikarenakan oleh produk yang ditawarkan sesuai dengan kepribadian pelanggan Indonesia. (http://www.the-marketeers.com/archives/ekspansi-hm-dan-harga-kapas-yangmelonjak.html# .U1Z4-VWSwVA). Gerai terbaru H&M yang terletak di Grand Indonesia dengan
luas
3.900
m2
menjadi flagship
store terbesar
H&M
di
Asia
Tenggara
(http://www.the-marketeers.com/archives/hampm-buka-gerai-terbesar-di-grandindonesia.html#.U1SEjVWSwVA). Hal ini menunjukkan H&M mengincar preferensi dari konsumen mode high street Indonesia agar mendapatkan market share yang besar. Berdasarkan ekspansi dan cakupan market share H&M yang cukup pesat dalam waktu singkat di Indonesia dan merupakan peritel mode terbesar kedua di dunia, disertai klaim adanya kesesuaian ragam fashion dengan kepribadian pelanggan Indonesia. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan, apakah hal tersebut memang disebabkan oleh adanya kesesuaian antara citra diri konsumen dan citra merek H&M, sehingga H&M menjadi preferensi.
Pengaruh kongruensi..., Annisa Hidayati Pertiwi, FISIP UI, 2014
Dengan demikian, pokok permasalahan penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kongruensi citra diri terhadap preferensi merek H&M (studi pada pengunjung H&M Grand Indonesia). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kongruensi citra diri terhadap preferensi merek H&M (studi pada pengunjung H&M Grand Indonesia). LANDASAN TEORI -
Kongruensi Citra Diri Sirgy dalam Sirgy (1997) mengatakan bahwa perilaku konsumen ditentukan oleh
kongruensi yang dihasilkan dari perbandingan psikologikal antara product-user image dan konsep diri konsumen. Perbandingan psikologikal ini dikategorikan ke dalam kongruitas diri yang tinggi dan rendah. Kongruitas diri yang tinggi terjadi ketika konsumen memiliki persepsi bahwa product-user image cocok dengan citra dirinya. Begitu pula sebaliknya, kongruitas diri yang rendah terjadi ketika konsumen memiliki persepsi bahwa product-user image tidak cocok dengan dirinya. Jadi, ada dua komponen yang membentuk kongruensi citra diri, yaitu citra merek dan citra diri. Menurut Kotler (2004) citra merek merupakan “extrinsic properties of the products or service, including the ways in which the brand attempts to meet customer’s psychological or social needs.” Sedangkan citra diri atau konsep diri merupakan kepercayaan yang dipegang seseorang mengenai atributnya sendiri dan bagaimana ia mengevaluasi dirinya pada kualitaskualitas tertentu (Solomon, 2009). Hawkins membagi konsep-diri ke dalam empat kategori dimensi, yaitu aktual dan ideal, serta private dan sosial. Konsep diri aktual/ideal merujuk pada persepsi individu mengenai who I am now (konsep-diri aktual) dan who I would like to be (konsep-diri ideal). Private self merujuk pada how I am or would like to be to myself (konsep-diri private), dan social self mengenai how I am seen by others or how I would like to be seen by others (konsep-diri sosial). Tabel 1 Dimensi Konsep Diri
Dimensi Konsep Diri Individual Sosial
Konsep Diri Aktual Bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri Bagaimana orang lain melihat dirinya
Konsep Diri Ideal Bagaimana seseorang ingin dilihat oleh dirinya sendiri Bagaimana seseorang ingin dilihat dirinya oleh orang lain
Sumber: Hawkins, 2007.
Pengaruh kongruensi..., Annisa Hidayati Pertiwi, FISIP UI, 2014
Pengukuran variabel kongruensi citra diri menggunakan indikator dari metode baru yang dipaparkan oleh Sirgy (1997) dalam jurnal yang berjudul Assessing the Predictive Validity of Two Methods of Measuring Self-Image Congruence. Dalam metode baru, terdapat asumsi bahwa kongruensi citra diri bersifat holistik. Kongruensi citra diri diukur secara langsung tidak menggunakan masing-masing product-user image dan citra diri. Sirgy dkk (1997) memaparkan metode baru untuk mengukur kongruensi citra diri melalui enam studi berbeda yang memprediksi perilaku konsumen berbeda, seperti preferensi merek, produk yang membentuk preferensi, sikap merek, pilihan program, dan kepuasan konsumen. Indikator dari metode baru yang dipaparkan oleh Sirgy, dkk juga dikembangkan pada penelitian lainnya. Di dalam jurnal lain yang berjudul Investigating relationships between adolescents’ liking for an apparel brand and brand self congruency (Rhee dan Johnson, 2012), dalam mengukur kongruitas dikaitkan dengan konsep diri aktual, konsep diri ideal, dan konsep diri sosial ideal dengan rincian sebagai berikut. Tabel 2 Indikator Kongruensi Citra Diri
Nama Faktor
Item Pengukuran
Konsep diri
Merek ini mirip dengan saya
aktual
Merek ini tidak konsisten dengan bagaimana saya melihat diri saya (-) Saya tidak merasa memiliki hubungan personal yang dekat dengan merek ini (-) Merek ini sangat tidak seperti saya (-)
Konsep diri ideal
Saya sering menggunakan merek ini karena saya ingin menjadi seperti seseorang yang menggunakan merek ini Merek ini merefleksikan tipe orang yang saya ingin menjadi seperti ini Saya sering menggunakan merek ini untuk membuat orang tahu orang seperti apa saya Merek ini konsisten dengan bagaimana saya menyukai diri saya Saya mencoba untuk memproyeksikan citra tertentu dari diri saya kepada orang lain melalui merek ini
Konsep diri
Menggunakan merek ini membantu saya untuk menjadi siapa diri saya
sosial ideal
Merek ini konsisten dengan bagaimana orang lain memandang saya
Sumber: Rhee dan Johnson, 2012.
Pengaruh kongruensi..., Annisa Hidayati Pertiwi, FISIP UI, 2014
Setelah dipaparkan beberapa indikator yang digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya, pada penelitian Pengaruh Kongruensi Citra Diri terhadap Preferensi Merek H&M (Studi pada Pengunjung H&M Grand Indonesia) peneliti memilih untuk menggunakan indikator baru yang dipaparkan oleh Sirgy, dkk. Akan tetapi, indikator-indikator yang digunakan dipisah berdasakan dimensi konsep diri seperti yang dilakukan oleh Rhee dan Johnson (2012). Dimensi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah konsep diri aktual, konsep diri ideal, dan konsep diri sosial ideal. Konsep diri sosial aktual tidak diukur karena tidak dapat diukur oleh dirinya sendiri yang akan menjadi responden penelitian.
-
Preferensi Merek Ketika citra merek dibandingkan dengan dengan citra diri seseorang, maka akan
menghasilkan merek yang dipilih atau merek yang tidak diterima seperti dipaparkan oleh Loudon dan Bitta (1993). Berdasarkan perbandingan ini, jika ada kesesuaian antara citra merek dan citra diri, maka merek tersebut menjadi preferensi bagi konsumen. Jika tidak, merek tersebut belum tentu sesuai, diterima, dan dibeli. Hal ini dikarenakan secara umum, menurut Hawkins (2007) konsumen lebih menyukai merek yang menyerupai konsep diri mereka. Hubungan mengenai citra merek dan citra diri digambarkan pada Gambar 2.1.
Gambar 1 Hubungan citra diri dan citra merek Sumber: Loudon dan Bitta, 1993
Loudon dan Bitta (1993) mengatakan bahwa persepsi diri konsumen memiliki pengaruh yang kuat pada perilaku dalam marketplace. Dalam lingkup paradigma preferensi, jika X ini lebih disukai daripada Y, itu karena X memiliki utilitas atau nilai lebih besar daripada Y (Zajonc dan Markus, 1982). Preferensi pada merek tertentu sebenarnya terbentuk karena konsumen mempersepsikan merek tersebut sebagai refleksi dari citra dirinya. Untuk
Pengaruh kongruensi..., Annisa Hidayati Pertiwi, FISIP UI, 2014
mempertahankan konsep diri mereka, konsumen diperkirakan lebih memilih merek yang memiliki citra paling mendekati dalam mempertahankan diri mereka yang sebenarnya (Douglas et al., 1970, dalam Chernatonyi & de Mello, 1995). Menurut Zajonc dan Markus (1982), preferensi berada di atas semua kecenderungan perilaku. Preferensi itu merupakan fenomena perilaku yang didasarkan secara afektif. Sebuah preferensi untuk X atas Y adalah kecenderungan organisme untuk mendekati X lebih sering dan lebih giat daripada Y (Zajonc dan Markus, 1982). Zajonc dan Markus (1982) juga mengatakan bahwa preferensi merupakan kecenderungan perilaku terkait dengan bagaimana seseorang berperilaku atas sesuatu. Perilaku tersebut berkaitan dengan apakah ia mengambilnya, apakah ia mendekatinya, apakah ia membelinya, dan apakah ia menikahinya. Oleh karena itu, untuk mengukur variabel preferensi akan diukur dengan sikap lebih menyukai, frekuensi penggunaan yang lebih sering, kecenderungan untuk memilih di masa sekarang maupun di masa mendatang, dan kecenderungan untuk membeli. Berdasarkan hal tersebut, preferensi dapat diukur dengan responden yang belum membeli ataupun sudah membeli. Karena bisa saja preferensi muncul pada saat sebelum membeli dan sebelum ada niat membeli. Sirgy dkk (1997) memaparkan indikator yang digunakan melalui enam studi berbeda yang memprediksi perilaku konsumen berbeda, seperti preferensi merek, produk yang membentuk preferensi, sikap merek, pilihan program, dan kepuasan konsumen di dalam jurnal yang berjudul Assessing the Predictive Validity of Two Methods of Measuring SelfImage Congruence. Studi 1 dan studi 4 dalam jurnal tersebut terdiri atas dua variabel yang sama dengan yang ingin diteliti dalam penelitian ini, yaitu kongruensi citra diri dan preferensi merek. Kedua studi tersebut menggunakan teknik penskalaan Likert 5 poin. Indikator yang digunakan dalam preferensi merek dipaparkan sebagai berikut. Variabel preferensi merek yang diukur dalam studi yang bertujuan untuk menguji validitas prediktif dari metode baru pengukuran kongruensi citra diri pada preferensi dari delapan jenis produk berbeda menggunakan indikator-indikator sebagai berikut. Saya lebih menyukai [focal brand] daripada [referent brand] Saya akan menggunakan [focal brand] lebih dari saya akan menggunakan [referent brand] [Focal brand] merupakan preferensi merek saya dibandingkan dengan [referent brand]
Pengaruh kongruensi..., Annisa Hidayati Pertiwi, FISIP UI, 2014
Saya akan cenderung untuk membeli sebuah [focal brand] dibandingkan [referent brand] (Sirgy dkk, 1997) Dalam penelitian pengaruh kongruensi citra diri terhadap preferensi merek H&M pada pengunjung H&M Grand Indonesia, indikator yang digunakan akan merujuk pada indikator dalam penelitian yang dilakukan dalam Studi 4 Sirgy (1997).
A. Model Analisis Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Kongruensi citra diri sebagai variabel independen dan preferensi merek sebagai variabel dependen, dengan model penelitian sebagai berikut.
Kongruensi Citra Diri
Preferensi Gambar 2 Model Penelitian
Merek
Sumber: Olahan peneliti.
B. Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian ini adalah: Ho: Tidak terdapat pengaruh kongruensi citra diri terhadap preferensi merek H&M. Ha: Terdapat pengaruh kongruensi citra diri terhadap preferensi merek H&M.
METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian pengaruh kongruensi citra diri terhadap preferensi merek H&M adalah pendekatan kuantitatif. Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, teori menjadi landasan penelitian. Dengan kata lain, pendekatan kuantitatif menggunakan pola pemikiran deduktif. Untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan, peneliti menggunakan kuisioner yang diberikan kepada responden penelitian untuk mendapatkan data primer dan tinjauan pustaka untuk mendapatkan data sekunder dalam rangka mendukung penelitian.
A. Populasi dan Sampel Populasi dari penelitian pengaruh kongruensi citra diri terhadap preferensi merek H&M adalah orang-orang yang sedang mengunjungi toko H&M Grand Indonesia. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah pengunjung yang sedang mengunjungi H&M Grand
Pengaruh kongruensi..., Annisa Hidayati Pertiwi, FISIP UI, 2014
Indonesia pada saat penelitian berlangsung yang berada pada rentang usia 17 hingga 41 tahun. Sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah seratus orang.
B. Uji Validitas dan Reliabilitas Uji reliabilitas penelitian ini menggunakan metode pengukuran dengan Cronbach’s Alpha dengan nilai ≥ 0,600. Sedangkan uji validitas dimensi menggunakan Kaiser-MeyerOlkin (KMO) Measure of Sampling Adequacy (>0.500), Bartlett’s Test of Spericity (<0.050), dan total variance explained (>60%.). Kemudian untuk uji validitas per indikator akan digunakan uji Anti-image Correlation Matrix lebih dari 0.500 untuk indikator yang dianggap valid.
C. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan inferensial. Untuk analisis deskriptif, dijelaskan karakteristik responden dan analisis deskriptif per dimensi dan per variabel penelitian. Untuk analisis deskriptif per dimensi dan variabel akan dikategorikan kedalam kelas berikut. RS
= (m-n)/b = (5-1)/5 = 0,8
Dimana
RS
= interval
m
= nilai tertinggi dari jawaban yang mungkin
n
= nilai terendah dari jawaban yang mungkin
b
= jumlah kelas yang ada
Dengan demikian, batas kelas yang digunakan dalam penelitian terlampir sebagai berikut. Tabel 3 Batas Kelas
Nilai Mean
Kategori
1< Mean ≤ 1,8
Sangat Rendah
1,8< Mean ≤ 2,6
Rendah
2,6< Mean ≤ 3,4
Cukup
3,4< Mean ≤ 4,2
Tinggi
4,2< Mean ≤ 5
Sangat Tinggi
Sumber: Olahan peneliti
Pengaruh kongruensi..., Annisa Hidayati Pertiwi, FISIP UI, 2014
Sedangkan analisis inferensial menggunakan analisis regresi linear karena penelitian ini merupakan penelitian bivariat, yakni dengan menggunakan dua variabel.
PEMBAHASAN A. Analisis Deskriptif Variabel Kongruensi Citra Diri
Gambar 3 Sebaran Mean Variabel Kongrensi Citra Diri Sumber: Hasil olahan peneliti dengan SPSS 17.0
Nilai mean total dari setiap indikator yang ada pada variabel kongruensi citra diri penelitian ini adalah sebesar 2,71. Jika diinterpretasikan ke dalam pembagian kelas yang sudah ditetapkan sebelumnya, maka variabel kongruensi citra diri pada penelitian ini berada
Pengaruh kongruensi..., Annisa Hidayati Pertiwi, FISIP UI, 2014
dalam kategori cukup. Jika dilihat pada gambar 3, nilai mean tertinggi 3.05 berada pada indikator “Saya ingin tampil lebih baik melalui merek H&M” yang merupakan indikator dari dimensi konsep diri individual ideal. Hal ini berarti ada tujuan ingin tampil lebih baik dengan menggunakan merek H&M. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Solomon (2009), berdasarkan konsep diri aktual dan ideal, seringkali memunculkan proses manajemen impresi dimana kita bekerja keras untuk me-manage apa yang orang lain pikirkan tentang kita dengan memilih pakaian dan isyarat-isyarat lain secara strategis yang akan menempakan kita pada pandangan yang baik. Sedangkan indikator dengan nilai mean terendah adalah “Saya menggunakan merek H&M karena saya ingin menjadi seperti model merek H&M” dengan nilai mean 1,87 yang juga berada pada dimensi konsep diri individual ideal. Hal ini menjelaskan bahwa dalam memilih merek H&M, tidak ada motif untuk memiliki konsep diri seperti model merek H&M. Konsep diri ideal tidak ingin dicapai oleh responden dengan menjadi seperti model merek H&M. Akan tetapi, konsep diri individual ideal lebih kepada bagaimana ia dapat memiliki penampilan yang lebih baik, dinamis, berjiwa muda, dan up to date. Selain itu, hal ini juga berkaitan dengan mayoritas responden adalah pada usia remaja, sedangkan yang menjadi model H&M saat ini adalah Miranda Kerr yang merupakan model yang berada pada usiadewasa muda. Kongruitas diri yang rendah terjadi ketika konsumen memiliki persepsi bahwa product-user image tidak cocok dengan dirinya (Sirgy dalam Sirgy, 1997). Berdasarkan nilai mean variabel kongruensi citra dir yang rendah, secara umum dapat dikatakan bahwa kongruensi citra diri responden dengan merek H&M adalah rendah. Dengan kata lain, merek H&M dianggap tidak sesuai atau tidak cocok dengan citra diri responden, baik itu citra diri individual maupun sosial, aktual maupun ideal.
B. Analisis Deskriptif Variabel Preferensi Merek Nilai mean total dari setiap indikator yang ada pada variabel preferensi merek penelitian ini adalah sebesar 2,5. Jika diinterpretasikan ke dalam pembagian kelas yang sudah ditetapkan sebelumnya, maka variabel preferensi merek pada penelitian ini berada dalam kategori rendah. Secara umum, berdasarkan nilai mean seluruh indikator preferensi merek yang rendah menunjukkan ke arah jawaban tidak setuju. Dengan kata lain, tingkat preferensi merek H&M cenderung rendah atau responden kurang menyukai dan memilih merek H&M jika dibandingkan merek-merek high street lainnya, seperti Topshop, Topman, Forever 21, Zara,
Pengaruh kongruensi..., Annisa Hidayati Pertiwi, FISIP UI, 2014
Pull & Bear, Stradivarius, Bershka, Cotton On, dan Uniqlo. Merek H&M bukan merupakan merek yang dipilih oleh responden penelitian meskipun mereka pernah mengunjungi dan membeli produk di H&M.
Gambar 4 Sebaran Mean Variabel Preferensi Merek Sumber: Hasil olahan peneliti dengan SPSS 17.0
Secara umum, Hawkins (2007) mengatakan bahwa konsumen lebih menyukai merek yang menyerupai konsep diri mereka. Nilai mean variabel preferensi merek yang rendah sejalan dengan nilai mean variabel kongruensi citra diri yang memiliki nilai rendah hingga cukup. Responden mempersepsikan bahwa merek H&M tidak menyerupai konsep diri mereka yang ditunjukkan dengan nilai mean rendah dan cukup, sehingga merek H&M tidak lebih disukai atau tidak menjadi preferensi merek baginya. Sejalan dengan penelitian-peneletian terdahulu, dikatakan bahwa konsumen lebih memilih atau prefer pada merek-merek yang memiliki citra lebih kongruen dengan konsep dirinya (Birdwell, 1968; Grubb dan Hupp, 1968; Dolich, 1969; Ross, 1971; Malafi and Frieze, 1987; Chernatonyi dan de Mello,1995). Pada penelitian ini terjadi sebaliknya, yaitu konsumen tidak lebih memilih merek H&M karena tidak memiliki citra yang kongruen dengan konsep dirinya.
C. Analisis Inferensial Regresi Linear Sederhana
Pengaruh kongruensi..., Annisa Hidayati Pertiwi, FISIP UI, 2014
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur seberapa kuat pengaruh kongruensi citra diri terhadap preferensi merek. Maka dengan melihat rumusan masalah dan tujuan penelitian, peneliti menggunakan analisa regresi linear sederhana untuk menjawab pertanyaan penelitian. Tabel 4 Tabel Model Summary Analisis Regresi Linear
Model
R
1
0.654
R Square a
0.427
Adjusted R Square 0.421
Std. Error of the Estimate 0.7607175
Sumber: Hasil olahan peneliti dengan SPSS 17.0
Hasil perhitungan R dari regresi linear antara variabel kongruensi citra diri terhadap variabel preferensi merek adalah 0,654. Besarnya nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel kongruensi citra diri memiliki korelasi terhadap variabel preferensi merek dan kedua variabel tersebut mempunyai korelasi kuat menuju sangat kuat (DeVaus, 2002 dalam Sari, 2014). Hasil perhitungan R Square menunjukkan angka 0,427 yang berarti bahwa variabilitas preferensi merek mampu dijelaskan oleh variabel kongruensi citra diri sebesar 42,7%, sedangkan sisanya 57,3% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain selain variabel kongruensi citra diri. Onkvisit dan Shaw (1987) dalam Jamal dan Al-Marri (2007) menyebutkan sejumlah faktor seperti harga, pendapatan, product life cycle, keterlibatan konsumen, utilitas atau kegunaan dan nilai produk dapat menjelaskan mengapa kongruensi citra tidak selalu terwujud. Dengan demikian, 57,3% dari preferensi merek dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.
D. Pembahasan Hipotesis Penelitian Untuk menguji hipotesis penelitian ini akan dilakukan uji F dan kemudian melihat nilai F dan signifikansi pada tabel Anova yang berasal dari hasil analisis regresi. Nilai signifikansi yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 0,05 dimana jika nilai signifikansi hasil hitung berada di bawah 0,05 maka Ho Ditolak dan Ha diterima, sedangkan jika signifikansi bernilai diatas 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Sedangkan untuk nilai F yang digunakan, peneliti menghitung nilai tabel F yang akan digunakan sebagai acuan. Derajat kebebasan dihitung menggunakan α sebesar 0,05, maka nilai F yang dijadikan acuan adalah 3,94. Hipotesis akan diterima jika nilai F diatas 3,94 atau dibawah -3,94. Berikut merupakan hasil output nilai F dan signifikansi pada tabel Anova:
Pengaruh kongruensi..., Annisa Hidayati Pertiwi, FISIP UI, 2014
Tabel 5 Tabel Anova Hasil Regresi Linear
Model Regression Residual Total
1
Sum of Squares 42,288 56,712 99,000
df
Mean Square
F
Sig.
1 98 99
42,288 0,57869
73,076
0.000
Sumber: Hasil olahan peneliti dengan SPSS 17.0
Nilai Signifikansi pada penelitian ini adalah 0,000 yang berarti lebih kecil dibandingkan nilai signifikansi yang digunakan sebagai acuan. Maka hipotesis memiliki error sebesar 0% dan nilai F dari penelitian ini adalah 73,076 yang berarti nilai F hitung > F tabel, sehingga Ho Ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian, dalam penelitian ini dapat dibuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kongruensi citra diri terhadap preferensi merek.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil olah data penelitian, maka penelitian ini memiliki kesimpulan bahwa terdapat pengaruh antara kongruensi citra diri terhadap preferensi merek H&M. Pengaruh dari kongruensi citra diri terhadap preferensi merek H&M adalah signifikan. Dan hubungan kongruensi citra diri terhadap preferensi merek H&M adalah kuat menuju sangat kuat.
B. Saran Berdasarkan hasil interpretasi data dan kesimpulan yang telah ditarik, maka ada beberapa saran yang peneliti ajukan kepada H&M Indonesia agar dapat meningkatkan preferensi merek. Saran-saran tersebut antara lain: 1. Berdasarkan responden yang menganggap merek H&M tidak kongruen dengan citra dirinya, H&M dapat membuat komunikasi promosi dengan dua pilihan pendekatan. Pertama, jika ingin meningkatkan kongruensi citra diri H&M dapat membuat komunikasi pemasaran, seperti iklan dengan menggunakan image based. Melalui pendekatan ini, konsumen diberikan edukasi mengenai citra diri dan pentingnya citra merek yang sesuai dengan citra diri. H&M juga bisa melakukan pilihan kedua, yaitu dengan membuat iklan yang berfokus pada functional appeals dengan menonjolkan
Pengaruh kongruensi..., Annisa Hidayati Pertiwi, FISIP UI, 2014
manfaat fungsional dari produk-produk yang ditawarkan H&M. Kedua hal tersebut sama-sama dapat dilakukan untuk membangun preferensi merek. Jika menggunakan pendekatan yang pertama, preferensi yang dibangun didasarkan pada kesesuaian antara citra merek dengan citra diri. Akan tetapi, jika menggunakan pendekatan yang kedua, preferensi yang dibangun didasarkan pada manfaat fungsional dari produkproduk yang ditawarkan oleh H&M. 2. Untuk penelitian selanjutnya, para peneliti dapat melakukan analisis yang lebih mendalam mengenai pengaruh kongruensi citra diri terhadap preferensi merek mode high street dengan menggunakan analisis hipotesis turunan per dimensi. Hal ini dilakukan untuk melihat dimensi mana yang paling berpengaruh dari variabel kongruensi citra diri terhadap preferensi merek mode high street. 3. Penelitian selanjutnya juga disarankan untuk mengambil sampel dari merek-merek lainnya dari kategori produk yang sama untuk melihat perbandingan antara satu merek dengan merek lainnya yang berada di dalam suatu kategori produk.
DAFTAR PUSTAKA Barnes, John C. and Nancy Lough. 2006. An analysis of brand image and consumer image congruence in the marketing of selected sport properties. The ICHPER-SD Journal of Research in Health, Physical Education, Recreation, Sport & Dance 1, no. 1: 25-31. Hawkins, Mothersbaugh, dan Best. 2007. Consumer Behavior. New York: McGraw-Hill. Jamal, Ahmad and Al-Marri, Mohammed. 2007. Exploring the effect of self-image congruence and brand preference on satisfaction the role of expertise, Vol. 23, No. 7-8, pp. 613-629. Kotler, Philip. 2004. Manajemen Pemasaran, jilid-1, edisi Milenium. Jakarta: PT Prehalindo. Leslie de Chernatonyi & Sérgio C. Benlclo de Mello. 1995. Predicting brandpreferences using self-concept theory, Journal of Marketing Communications, 1:3, 121-137,DOI: 10.1080/13527269500000013. Loudon, David L. dan Albert J. Della Bitta. 1993. Consumer Behavior. Singapore: McGrawHill. Rhee, Jongeun and Kim K.P. Johnson. 2012. Investigating relationships between adolescents' liking for an apparel brand and brand self congruency. Young Consumers 13, no. 1: 74-85.
Pengaruh kongruensi..., Annisa Hidayati Pertiwi, FISIP UI, 2014
Sari, Nurdiana Putri. 2014. Pengaruh Penggunaan Celebrity Endorser Terhadap Brand Image (Studi Pada Iklan Buavita ”Be Frutarian” Versi Keluarga Frutarian: Darius Sinathrya dan Donna Agnesia). Skripsi. Depok: Universitas Indonesia. Schiffman, Leon G dan Leslie Lazar Kanuk. 2007. Perilaku Konsumen, edisi ketujuh. Jakarta: PT Indeks. Setiadi, Nugroho. 2003. Perilaku Konsumen. Jakarta: Kencana. Sirgy, M. J., Dhruv Grewal, Tamara F. Mangleburg, Jae-ok Park, and et al. 1997. Assessing the predictive validity of two methods of measuring self-image congruence. Academy of Marketing Science.Journal 25, no. 3: 229-241. Solomon, Michael R. 2009. Consumer Behavior. New Jersey: Prentice Hall. Strauss, W., & Howe, N. 1991. The cycle of generations. American Demographics, 13(4), 24. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/200600749?accountid=17242 Zajonc, Robert B., & Markus, Hazel. 1982. Affective and cognitive factors in preferences. Journal of Consumer Research, 9, 123.
Literatur Internet: http://www.economist.com/node/18989153 diunduh pada 22 April 2014 pukul 17.25 WIB. http://www.the-marketeers.com/archives/ekspansi-hm-dan-harga-kapas-yangmelonjak.html#.U1Z4-VWSwVA diunduh pada 22 April 2014 pukul 21.13 WIB.
Pengaruh kongruensi..., Annisa Hidayati Pertiwi, FISIP UI, 2014