perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP KEBERHASILAN PENGOBATAN PASIEN TB PARU (DENGAN STRATEGI DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORTCOURSE (DOTS)) SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
SIGIT BAYUDONO G.0008169
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul: Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Keberhasilan Pengobatan Pasien TB Paru (Dengan Strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS))
Sigit Bayudono, NIM : G0008169, Tahun: 2011
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Rabu, Tanggal 26 Oktober 2011
Pembimbing Utama Nama : Dr. Reviono, dr., Sp.P (K) NIP : 19651030 200312 1 001
....................................
Pembimbing Pendamping Nama : Harsini, dr., Sp.P NIP : 500 107 120
....................................
Penguji Utama Nama : Yusup Subagio, dr., Sp.P (K) NIP : 19570315 1983121 1 002
....................................
Anggota Penguji Nama : Kisrini, Dra., Apt, M.Si NIP : 19550804 198303 2 001
....................................
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi
Muthmainah, dr., Mkes. NIP 19660702 199802 2 001
Dekan FK UNS
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM.
commit to NIP user19510601 197903 1 002
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 26 Oktober 2011
Sigit Bayudono NIM. G0008169
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Sigit Bayudono, G0008169, 2011. Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Keberhasilan Pengobatan Pasien TB Paru (dengan Strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS)). Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan penelitian: Mengetahui pengaruh kebiasaan rokok terhadap keberhasilan pengobatan pasien TB paru (dengan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS)). Metode penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan case control. Sampel berjumlah 30 Pasien TB paru pasca pengobatan dengan stategi DOTS di Poli Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan kemudian sampel dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari pasien TB paru yang pengobatannya berhasil dan kelompok kedua terdiri dari pasien TB paru yang pengobatannya tidak berhasil yang dipilih berdasarkan kriteria restriksi. Selanjutnya data dianalisis secara statistik dengan Uji Chi Square dengan bantuan program SPSS 17.0 for Windows. Hasil penelitian: : Terdapat pengaruh yang bermakna kebiasaan merokok terhadap keberhasilan pengobatan pasien TB Paru dengan strategi DOTS (p = 0,000). Hasil penelitian dari 30 sampel didapatkan sampel yang pengobatan berhasil terdapat 14 orang (46,7 %) yang tidak merokok dan 1 orang (0,3%) yang merokok sedangkan yang pengobatan tidak berhasil terdapat 4 orang (13,3%) yang tidak merokok dan 11 orang (36,7 %) yang merokok. Simpulan penelitian: Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat pengaruh yang bermakna kebiasaan merokok terhadap keberhasilan pengobatan pasien TB Paru dengan strategi DOTS (p = 0,000). Pengobatan pasien TB dengan strategi DOTS yang terpapar rokok memiliki risiko 38,5 kali lebih besar untuk gagal dibandingkan dengan pasien yang tidak terpapar rokok (OR = 38,5).
Kata kunci : Kebiasaan merokok, TB Paru, Strategi DOTS.
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Sigit Bayudono, G0008169, 2011. The Influence of Smoking Habits on Treatment Success of Patients with Pulmonary TB (Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) Strategy). Faculty of Medicine Sebelas Maret University. Objectives: This research aims to find out the influence of smoking habits on treatment success of patients with pulmonary TB (Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) Strategy). Methods: This study is an observational analytic study with case-control approach. Sample of 30 patients post-treatment pulmonary tuberculosis DOTS strategy in Lung poly Dr. Moewardi Hospital Surakarta successful and unsuccessful are selected based on restriction criteria. Furthermore, the data were statistically analyzed by Chi-Square Test with SPSS program 17.0 for Windows. Results : There was a significant influence of smoking habits on treatment success of pulmonary TB patients with DOTS strategy (p = 0.000). Research results from 30 samples obtainted successful treatment of the samples contained 14 people (46,7 %) who do not smoke, and 1 person (0,3 %) who smokes while the treatment is not successful there are 4 people (13,3 %) who do not smoke and 11 people (36,7 %) who smoke. Conclusion: Based on the results of this study, there was a significant influence of smoking habits on treatment success of pulmonary TB patients with DOTS strategy (p = 0.000). Treatment of TB patients with DOTS strategy has a risk of exposure to cigarette 38.5 times more likely to fail compared with patients not exposed to smoke (OR = 38.5). Key words : Smoking habit, Pulmonary TB, DOTS Strategy
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan taufik, hidayah, dan kekuatan serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan penelitian dengan judul “Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Keberhasilan Pengobatan Pasien TB Paru (dengan Strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS))”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Dr. Reviono, dr., Sp.P (K), selaku Pembimbing Utama yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasihat. 3. Harsini, dr., Sp.P, selaku Pembimbing Pendamping yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasihat. 4. Yusup Subagio, dr., Sp.P (K), selaku Penguji Utama yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi. 5. Kisrini, Dra., Apt, M.Si selaku Anggota Penguji yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi. 6. Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 7. Pasien TB paru di Poli RSUD dr. Moewardi Surakarta yang telah berkenan menjadi sampel. 8. Bapak, Ibu, kakak, dan adekku Muh. Syaifulloh Al Faqih yang telah memberi dukungan moral, material, serta senantiasa mendoakan untuk terselesaikannya skripsi ini. 9. Sahabat-sahabatku di paduan suara mahasiswa “ Voca Erudita” UNS dan BEM FK UNS yang telah memberikan banyak pelajaran selama saya menempuh pendidikan di universitas sebelas maret. 10. Teman-teman kelompok tutorial biadambul’ s family, sahabat, dan kejutan yang banyak memberikan banyak inspirasi dan dukungan. 11. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa tulisan ini banyak kekurangan sehingga kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini sangat diharapkan.
Surakarta, 26 Oktober 2011
commit to user
vi
Sigit Bayudono
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................................................ vi DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................xi BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah...................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ........................................................................... 3 C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3 D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 3 BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................................. 4 A. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 4 1. Tuberkulosis Paru ............................................................................. 4 2. Merokok ........................................................................................... 19 3. Pengobatan Strategi DOTS............................................................... 27 B. Kerangka Berpikir ............................................................................... 29 C. Hipotesis .............................................................................................. 29 BAB III. METODE PENELITIAN ...................................................................... 30 A. Jenis Penelitian ................................................................................... 30 B. Lokasi Penelitian ................................................................................. 30 C. Subjek Penelitian................................................................................. 30 commit to user D. Teknik Sampling ................................................................................ 31
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
E. Rancangan Penelitian .......................................................................... 33 F. Identifikasi Variabel Penelitian........................................................... 33 G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................................ 34 H. Instrumen Penelitian .......................................................................... 38 I. Cara Kerja .......................................................................................... 38 J. Teknik Analisis Data ........................................................................... 38 BAB IV. HASIL PENELITIAN ........................................................................... 39 A. Karakteristik Sampel Penelitian .......................................................... 39 B. Analisis Data ....................................................................................... 44 BAB V. PEMBAHASAN .................................................................................... 46 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................52 A. Simpulan..............................................................................................52 B. Saran.....................................................................................................52 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Ringkasan Paduan Obat ........................................................................ 17 Tabel 2. Jenis dan Dosis Obat ............................................................................. 18 Tabel 3. Kerja dari Lini Pertama OAT ................................................................ 18 Tabel 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ..................................... 39 Tabel 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur ................................................... 40 Tabel 6. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............................. 41 Tabel 7. Distribusi Sampel Berdasarkan Kebiasaan Merokok ............................ 41 Tabel 8. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Rokok ........................................ 42 Tabel 9. Distribusi Sampel Berdasarkan Derajat Isapan ..................................... 43 Tabel 10. Hasil Pengobatan dan Kebiasaan Merokok......................................... 44
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kadar Rokok ..................................................................................... 20 Gambar 2. Pasien TB yang Pengobatannya Tidak Berhasil ............................... 66 Gambar 3. Pasien TB yang Pengobatannya Berhasil ......................................... 66
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Penjelasan Lampiran 2. Formulir Persetujuan Lampiran 3. Kuesioner Riwayat Penyakit dan Riwayat Pekerjaan Lampiran 4. Data Responden Lampiran 5. Perhitungan Data Statistik Uji Chi-Square Lampiran 6. Perhitungan Data Statistik Odds Ratio Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian Lampiran 8. Foto Kegiatan
commit to user
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di dunia bahkan pada tahun 1993 WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB paru karena pada sebagian besar Negara di dunia, penyakit TB paru tidak terkendali (WHO, 1997). Di Indonesia, penyakit ini merupakan pembunuh kedua setelah penyakit kardiovaskular dan penyebab kematian nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Setiap tahun diperkirakan sekitar 450.000 kasus TB paru terjadi di Indonesia dengan jumlah kematian 175.000 per tahun. Padahal upaya pengendaliannyaa telah lama dan tidak berhenti (Kodim, 2003). Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respons imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag dan limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsif. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas selular (lambat) (Price et al., 2006). Merokok juga suatu masalah kesehatan pada masyarakat yang merupakan suatu ancaman besar bagi kesehatan di dunia (Emmons, 1999). Konsumsi tembakau terus-menerus dapat menjadi penyebab utama kematian di dunia yang sebenarnya dapat dicegah. Saat ini, diperkirakan terdapat 1,1 milyar
1
commit to user
2
penduduk dunia yang berusia 15 tahun atau lebih merupakan perokok, dan kematian akibat penggunaan dari tembakau terdapat 4,9 juta orang per tahun. Jika pola merokok ini tetap berlanjut, jumlah kematian akan meningkat menjadi sepuluh juta orang per tahun pada tahun 2020, tujuh juta (70%) di antaranya perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id akan terjadi di negara berkembang di berbagai belahan dunia (WHO, 2003). Penelitian Lin (2007) membuktikan hubungan signifikan antara kebiasaan merokok, perokok pasif, dan polusi udara dari kayu bakar dan batu bara terhadap risiko infeksi, penyakit, dan kematian akibat TB. Secara umum, perokok memang lebih sering terkena TB dan kebiasaan merokok membuat seseorang mudah untuk terinfeksi kuman tuberkulosis. Selain itu merokok juga akan merusak saluran pernafasan dan merusak sel yang dapat memfagosit patogen sehingga akan mengakibatkan penyembuhan pada penderita TB paru yang mengkonsumsi rokok akan semakin sukar walaupun sudah menggunakan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) yang merupakan standar pengobatan TB yang dianjurkan WHO. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adakah pengaruh kebiasaan merokok terhadap keberhasilan pengobatan pasien TB paru dengan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS).
commit to user
3
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian, maka didapatkan permasalahan sebagai berikut: Adakah pengaruh kebiasaan merokok terhadap keberhasilan pengobatan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pasien TB paru (dengan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS))? C. Tujuan Penelitian Untuk Mengetahui adanya pengaruh kebiasaan merokok terhadap keberhasilan pengobatan pasien TB paru (dengan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS)). D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah bukti-bukti ilmiah tentang pengaruh kebiasaan merokok terhadap keberhasilan pengobatan pasien TB paru (dengan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS)). b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi tentang tindakan kuratif terhadap kejadian TB paru bagi masyarakat, dokter dan tenaga medis.
commit to user
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka perpustakaan.uns.ac.id 1. Tuberkulosis Paru
digilib.uns.ac.id
a. Definisi Tuberkulosis merupakan penyakit sistemik yang dapat mengenai hampir semua organ tubuh, yaitu organ pernafasan (TB paru-TBP) ataupun di organ di luar paru (TB Ekstra paru-TBE). Kuman TB dapat hidup lama tanpa aktifitas dalam jaringan tubuh (dormant) hingga sampai saatnya kuman TB aktif kembali. Lesi TB dapat sembuh tetapi dapat juga berkembang progresif atau mengalami proses kronik atau serius. Lesi ini dapat dijumpai secara bersama di organ paru dan ekstra paru ataupun secara sendiri-sendiri. Karena itu dalam penatalaksanaan TB pada umumnya, TB paru pada khususnya, haruslah tercakup usaha yang gigih untuk mencari bukti adanya kejadian TB di organ ekstra paru (Dahlan, 1997a). b. Etiologi Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Yang tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosae complex adalah : 1. M. tuberculosae, 2. Varian Asian, 3. Varian African I, 4. Varian African II, 5. M. bovis. Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi. (Amin dan Bahar, 2007a).
4
commit to user
5
c. Klasifikasi TB paru Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu“definisi kasus” yang meliputi empat hal, yaitu : 1) Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2) Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis) : BTA positif atau BTA negatif. 3) Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat. 4) Riwayat pengobatan TB sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati. Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah : 1) Menentukan paduan pengobatan yang sesuai. 2) Registrasi kasus secara benar. 3) Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif. 4) Analisis kohort hasil pengobatan. Beberapa istilah dalam definisi kasus : 1) Kasus TB : Kasus TB pasti atau satu di mana seorang praktisi kesehatan telah didiagnosis TB dan telah memutuskan untuk merawat pasien dengan pengobatan TB sesuai jangka waktu pada pedoman. 2) Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium tuberculosis compleks yang diidentifikasi dari spesimen klinis. Di Negara yang minim fasilitas untuk secara rutin mengidentifikasi M. tuberculosis, spesimen dengan satu atau lebih pemeriksaan BTA awal sputum BTA positif dianggap sebagai kasus pasti (WHO,2010).
commit to user
6
Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan untuk : 1) Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah timbulnya resistensi. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2) Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (costeffective). 3) Mengurangi efek samping.
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena : 1) Tuberkulosis paru Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. 2) Tuberkulosis ekstra paru Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
commit to user
7
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru : 1) Tuberkulosis paru BTA positif a) Sekurang-kurangnya perpustakaan.uns.ac.id hasilnyaBTA positif.
2
dari
3
spesimen dahak SPS digilib.uns.ac.id
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 2) Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteriadiagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
commit to user
8
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit. 1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id gambarankerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaanumum pasien buruk. 2) TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu : a) TB ekstra paru ringan, misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal. b) TB ekstra paru berat, misalnya : meningitis, milier, perikarditis peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin. Catatan: 1. Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru. 2. Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
commit to user
9
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu : 1) Kasus Baru perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). 2) Kasus Kambuh (Relaps) Adalah
pasien
TB
yang
sebelumnya
pernah
mendapat
pengobatantuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). 3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO) Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. 4) Kasus Gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 5) Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. 6) Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas.
commit to user
10
Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. Catatan: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik (Depkes, 2006). d. Patogenesis TB Paru 1) Tuberkulosis Primer : Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitarnya. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap, kuman dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel ini terisap oleh orang sehat, maka akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.
commit to user
11
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini kuman dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap jaringan paru. Bila menjalar sampai pleura, maka terjadilah efusi
pleura.
gastrointestinal,
Kuman jaringan
dapat limfe,
juga
masuk
orofaring,
melalui dan
kulit,
saluran terjadi
limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk ke aerteri pulmonalis, maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier. Dari sarang primer, akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi : a) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi. b) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi
commit to user
12
pneumonia yang luasnya > 5 mm dan ± 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant. c) Berkomplikasi dan menyebar secara : a). Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya, b). Secara bronkogen pada paru yang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, c). Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya. 2) Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder) : Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian
sebagai
infeksi
endogen
menjadi
tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB sekunder). Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun, seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior). Tekanan oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. Invasinya adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu, sarang ini menjadi tuberkel, yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans
commit to user
13
(sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah kuman, perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id virulensinya dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi : a) Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat. b) Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan sebukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar, akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hirolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut. Di sini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat: a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka
commit to user
14
akan terjadi TB milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya ke usus menjadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id empiema bisa ruptur ke pleura; b. Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi; c. Bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadangkadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped (Amin dan Bahar, 2007b). e. Diagnosis TB Paru Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala klinis tuberkulosis dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat badan menurun. Pada paru akan timbul gejala lokal berupa gejala respiratori. Norman Horne membuat daftar gejala dan tanda respiratori TB seperti tidak ada gejala, batuk, sputum purulen, batuk darah, nyeri dada, sesak nafas, mengi yang terlokalisir. Tetapi tanda dan gejala respiratori ini tergantung pada luas
commit to user
15
lesi..Pada pemeriksaan fisik, kelainan jasmani tergantung dari organ yang terlibat dan luas kelainan struktur paru (Budiart, 2001). Pada awal perkembangan penyakit sangat sulit menemukan kelainan paru pada pemeriksaan fisik. Kelainan paru terutama pada perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id daerah lobus superior terutama apeks dan segmen posterior, serta apeks lobus inferior (Glassroth, 2001; Iseman, 2000a). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara nafas bronkial, amforik, suara nafas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum (Aditama, 2002; Lulu, 2004; PDPI, 2006 ). f. Pengobatan TB Paru Sejarah pengobatan TB paru dimulai pada tahun 1943, dimana Wacksman dan Schatz di New jersey menemukan streptomyces griceus yang dikenal sebagai streptomisin, merupakan OAT pertama yang digunakan. Penggunaan streptomisin sebagai obat tunggal terjadi sampai tahun 1949. Kemudian ditemukan Para Amino Salisilat (PAS), sehingga mulai dilakukan kombinasi antara keduanya, tetapi pada akhir 1946 pemakaian PAS sudah jarang dipublikasikan. Pada tahun 1952 ditemukan isoniazid (INH) yang kemudian menjadi komponen penting pada pengobatan TB, sejak saat itu durasi pengobatan dapat diturunkan. Pada tahun 1972 mulai digunakan rifampisin (R) sebagai paduan obat dikombinasi dengan etambutol (E) dan pirazinamid (Z) (Hopewell, 2005; Iseman, 2000b; Vernon, 2004; WHO, 2002a). Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal
commit to user
16
yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB. Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioritas utama WHO. Broadly menyatakan pengobatan TB bertujuan untuk 3 hal yaitu : perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1) Untuk mengurangi secara cepat jumlah dari basil mikobakterium sehingga dapat mengurangi durasi dari pengobatan. 2) Mencegah resistensi obat. Pengobatan yang tidak adekuat dapat menyebabkan
resistensi obat dengan segera, sehingga dapat
meningkatkan kegagalan pengobatan dari kekambuhan. Resistensi tidak hanya pada pasien yang bersangkutan, tetapi juga dapat menular pada seseorang yang sebelumnya belum pernah terinfeksi. 3) Sterilisasi untuk mencegah kekambuhan dan mengurangi jumlah dan kelangsungan hidup kuman (Iseman, 2000c). Pemberian OAT berdasarkan kepada 5 prinsip : terapi sedini mungkin, paduan beberapa obat, diberikan secara teratur, dosis yang cukup, lengkap diberikan sesuai jangka waktunya. Namun hal ini tidak sepenuhnya bisa dilaksanakan karena hambatan faktor sosial, ekonomi dan keah1ian. Di negara berkembang penyembuhan yang dicapai di bawah 85% karena hal di atas sukar terlaksana, terutama akibat kepatuhan berobat yang kurang hingga timbul resistensi obat yang ganda dari penyebaran penyakit. Namun bila program terapi terkontrol dan fasilitas pemeriksaan BTA tersedia, pengobatan TB dapat berjalan dengan sukses (Dahlan, 1997b).
commit to user
17
Tabel 1. Ringkasan Paduan Obat (Depkes, 2002; WHO, 2002b) Kategori
I
Kasus TB paru BTA(+) BTA(-), lesi luas
perpustakaan.uns.ac.id
Paduan obat yang dianjurkan 2RHZE / 4RH atau 2RHZE / 6HE *2RHZE / 4R3H3 RHZE / 1RHZE / sesuai hasil uji
Kambuh
resistensi atau 2RHZES / 1RHZE/ 5RHE
II
Gagal pengobatan
3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin / 15-18 ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES / 1RHZE/ 5RHE Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti
II
TB paru putus
minum obat dan keadaan klinis,
berobat
bakteriologi, dan radiologi saat ini (lihat uraiannya) atau 2RHZES / 1RHZE/ 5R3H3E3
III
BTA neg, lesi minimal
2RHZE / 4RH atau 6RHE atau 2RHZE / 4R3H3
RHZES / sesuai hasil uji resistensi 1V
Kronik
(minal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan)
IV
MDR TB
Keterangan
Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup
commit to user
digilib.uns.ac.id Bila streptomisin alergi, dapat diganti kanamisin
18
Tabel 2. Jenis dan Dosis Obat (WHO, 1999)
Dosis Obat
Dosis yang dianjurkan
Dosis (mg)/BB (Kg) Dosis
(mg/Kg
Harian
Intermitten
maks
/BB/hari)
(mg/Kg
(mg/Kg
(mg)
perpustakaan.uns.ac.id
BB/hari)
BB/kali)
< 40
40-60
> 60
digilib.uns.ac.id
R
8-12
10
10
600
300
450
600
H
4-6
5
10
300
150
300
450
Z
20-30
25
35
750
1000
1500
E
15-20
15
30
750
1000
1500
S
15-18
15
15
750
1000
1000
Sesuai BB
Tabel 3. Kerja dari Lini Pertama OAT (Fishman, 2002; Leitch, 2000; Seaton, 2000 INH
Bakterisidal melawan basil intraseluler dan ekstraseluler. Bakterisidal melawan basil intraseluler dan ekstraseluler,
Rifampisin
dan sterilisasi terutama dengan memetabolisme organisme secara perlahan-lahan.
Bakterisidal, terutama dengan memetabolisme organisme Pirazinamid
secara perlahan-perlahan organisme intraseluler. Aktif pada pH asam, sinergi dengan baik terhadap INH maupun obat lain.
Etambutol
Streptomisin
Bakterisidal melawan basil intraseluler dan ekstraseluler pada dosis 25 mg/kg, bakteriostatik pada dosis 15 mg/kg. Bakteriostatik dan bakterisidal melawan basil intraseluler dan ekstraseluler.
commit to user
19
Penilaian
keberhasilan
pengobatan
didasarkan
pada
hasil
pemeriksaaan bakteriologi, radiologi, dan gejala klinis. Kesembuhan TB paru yang baik akan memperlihatkan sputum BTA (-), adanya perbaikan radiologi, dan menghilangnya gejala (Mansjoer et al., 2005a). perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2. Merokok a.
Definisi Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan (PP No.19, 2003). Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong. Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan karena merokok, misalnya kanker paru atau serangan jantung walaupun kenyataannya itu hanya tinggal hiasan, jarang sekali dipatuhi (Gondodiputro, 2007a). Merokok adalah suatu perbuatan dimana seseorang menghisap rokok (tembakau). Bahaya merokok bagi kesehatan telah dibicarakan dan diakui secara luas. Penelitian yang telah dilakukan para ahli memberikan bukti nyata adanya bahaya merokok bagi kesehatan bagi si perokok dan bahkan pada orang di sekitarnya (Aditama, 2009a).
commit to user
20
b.
Kandungan Rokok
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 1. Kandungan Rokok Menurut Gondodiputro tahun 2007, bahan utama rokok adalah tembakau, dimana tembakau mengandung kurang lebih 4000 elemenelemen dan setidaknya 200 di antaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada tembakau adalah tar, nikotin, dan CO. Selain itu, dalam sebatang tembakau juga mengandung bahan-bahan kimia lain yang juga beracun. Zat-zat beracun yang terdapat dalam tembakau antara lain : 1) Karbon Monoksida (CO) Unsur yang dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon. Gas CO yang dihasilkan sebatang tembakau dapat mencapai 3-6%, dan gas ini dapat diisap oleh siapa saja. Seorang yang merokok hanya akan menghisap sepertiga bagian saja yaitu arus
commit to user
21
tengah sedangkan arus pinggir akan tetap berada di luar. Sesudah itu perokok tidak akan menelan semua asap tetapi disemburkan keluar. 2) Nikotin Suatu zat yang memiliki efek adiktif dan psikoaktif sehingga perokok perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id akan merasakan kenikmatan, kecemasan berkurang, toleransi dan keterikatan. Banyaknya nikotin yang terkandung dalam rokok adalah sebesar 0,5-3 nanogram dan semuanya diserap sehingga di dalam cairan darah ada sekitar 40-50 nanogram nikotin setiap 1 mlnya. Nikotin bukan merupakan komponen karsinogenik. 3) Tar Sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru. Kadar tar dalam tembakau adalah antara 0,5-35 mg/batang. Tar merupakan suatu zat karsinogenik yang dapat menimbulkan kanker pada jalan nafas dan paru. 4) Kadmium Zat yang dapat meracuni jaringan tubuh terutama ginjal. 5) Amoniak Gas yang tidak berwarna terdiri dari nitrogen dan hidrogen, zat ini mempunyai bau yang tajam dan sangat merangsang. Karena kerasnya racun yang terdapat dalam amoniak sehingga jika masuk sedikit saja ke dalam peredaran darah akan mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.
commit to user
22
6) Asam Sianida (HCN) Sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar dan sangat efisien untuk menghalangi pernafasan dan merusak saluran perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pernafasan. 7) Nitrous Oxide Sejenis
gas
yang
tidak
berwarna
dan
bila
terhisap
dapat
menghilangkan rasa sakit. Nitrous oxide ini pada mulanya digunakan dokter sebagai pembius saat melakukan operasi. 8) Formaldehid Sejenis gas yang mempunyai bau tajam, gas ini tergolong sebagai pembasmi hama. Gas ini juga sangat beracun terhadap semua organisme hidup. 9) Fenol Campuran dari kristal yang dihasilkan dari beberapa zat organik seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun dan membahayakan karena fenol ini terikat ke protein sehingga menghalangi aktivitas enzim. 10) Asetol Hasil pemanasan aldehid yang mudah menguap dengan alkohol. 11) Asam sulfida (H2S) Sejenis gas yang beracun yang mudah terbakar dengan bau yang keras, zat ini menghalangi oksidasi enzim.
commit to user
23
12) Piridin Sejenis cairan tidak berwarna dengan bau tajam. Zat ini dapat digunakan untuk mengubah sifat alkohol sebagai pelarut dan pembunuh hama. perpustakaan.uns.ac.id 13) Metil Klorida
digilib.uns.ac.id
Zat ini adalah senyawa organik yang beracun. 14) Metanol Sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan mudah terbakar. Jika meminum atau menghisap metanol mengakibatkan kebutaan bahkan kematian. 15) Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) Senyawa ini merupakan senyawa reaktif yang cenderung bersifat genotoksik. Senyawa tersebut merupakan penyebab tumor. 16) Volatik Nitrosamine Jenis asap tembakau yang diklasifikasikan sebagai karsinogen yang potensial (Gondodiputro,2007b). c.
Pengaruh Rokok terhadap Paru Rokok pada dasarnya merupakan pabrik bahan kimia. Sekali satu batang rokok dibakar maka merokok akan mengeluarkan sekitar empat ribu bahan kimia seperti nikotin, gas karbon monooksida, nitrogen oksida, hydrogen cyanide, ammonia, acrolein, acetilen, benzaidehyde, urethane, benzene, methanol, coumarin, 4-ethylcatechol, ortocresol, perylene, dan lain-lain.
commit to user
24
Secara umum bahan-bahan ini dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu komponen gas dan komponen padat atau partikel, sedangkan komponen padat atau partikel dibagi menjadi nikotin dan tar. Tar adalah kumpulan dari ratusan atau bahkan ribuan bahan kimia dalam komponen perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id padat asap rokok setelah dikurangi nikotin dan air. Tar ini mengandung bahan-bahan karsinogen (dapat menyebabkan kanker). Tembakau banyak dikunyah atau diisap melalui mulut atau hidung, atau seperti kebiasaan menyusur di negara Indonesia. Sementara itu, nikotin adalah suatu bahan adiktif, bahan yang dapat membuat orang menjadi ketagihan dan menimbulkan ketergantungan. Daun tembakau mengandung satu sampai tiga persen nikotin. Setiap isapan asap rokok mengandung 1014 radikal bebas dan 106 oksidan, yang semuanya tentu akan masuk terisap dalam paru-paru. Jadi bila seseorang membakar kemudian mengisap rokok, maka orang tersebut akan sekaligus mengisap bahan-bahan kimia yang disebutkan di atas. Bila rokok dibakar, maka asapnya juga akan beterbangan di sekitar perokok. Asap yang beterbangan itu juga mengandung bahan yang berbahaya, dan bila asap itu diisap oleh orang yang ada di sekitar perokok maka orang itu juga akan mengisap bahan kimia berbahaya ke dalam dirinya, walaupun dirinya sendiri tidak merokok. Asap rokok yang diisap perokok disebut dengan ”asap utama” (mainstream smoke) dan asap yang keluar dari ujung rokok yang terbakar yang diisap oleh orang sekitar perokok disebut ”asap sampingan” (sidestream smoke).
commit to user
25
Bahan-bahan kimia itulah yang kemudian menimbulkan berbagai penyakit. Setiap golongan penyakit berhubungan dengan bahan tertentu. Kanker paru misalnya, dihubungkan dengan kadar tar dalam rokok, penyakit jantung dihubungkan dengan gas karbon monooksida, nikotin, perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dan lain-lain. Makin tinggi kadar bahan berbahaya dalam satu batang rokok, maka semakin besar kemungkinan seseorang menjadi sakit kalau mengisap rokok itu. Karena itulah di banyak negara dibuat aturan agar pengusaha mencantumkan kadar tar, nikotin dan bahan berbahaya lainnya pada setiap bungkus rokok yang dijual di pasaran. Yang juga jadi masalah bagi sesorang adalah kenyataan bahwa rokok Indonesia mempunyai kadar tar dan nikotin yang lebih tinggi daripada rokok-rokok produksi luar negeri. Karena itu perlu dilakukan upaya terus-menerus untuk menghasilkan rokok dengan kadar tar dan nikotin yang lebih rendah di Indonesia. Setelah mengisap rokok bertahun-tahun, perokok mungkin menderita sakit. Makin lama orang punya kebiasaan merokok maka makin besar kemungkinan mendapatkan penyakit. Tentu saja juga ada pengaruh buruk yang segera timbul dari asap rokok, misalnya keluhan perih di mata bila berada di ruangan tertutup yang penuh asap rokok. Penderita asma juga sering kali mengeluh sesak napas dan batuk-batuk bila di sebelahnya ada orang yang menghembuskan juga akibat paparan asap rokok dalam waktu lama. Ada juga penelitian yang menunjukkan bahwa asap rokok merupakan faktor risiko penting untuk timbulnya
commit to user
26
kasus baru asma. Para perokok juga ternyata dapat lebih tersensitisasi terhadap alergen-alergen di tempat kerja yang khusus. Kebiasaan merokok juga dihubungkan dengan peningkatan kadar suatu bahan yang disebut imunoglobulin E yang spesifik. Kadar antibodi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id terhadap bahan ini ternyata bahkan dapat sampai empat sampai lima kali lebih tinggi pada perokok bila dibandingkan dengan bukan perokok. Penelitian lain melaporkan pula peningkatan hitung jenis sel basofil dan eosinofil pada perokok. Jumlah sel goblet yang ada di saluran napas juga terpengaruh akibat asap rokok dan mengakibatkan terkumpulnya lendir di saluran napas. Ada juga penelitian yang mengemukakan bahwa ”epithelial serous cells” di saluran napas dapat berubah menjadi sel goblet akibat paparan asap rokok dan polutan lainnya(Aditama. 1997). d.
Pengaruh Rokok terhadap TB Paru Kebiasaan merokok akan merusak mekanisme pertahanan paru yang disebut muccociliary clearance. Bulu-bulu getar dan bahan lain di paru tidak mudah ”membuang” infeksi yang sudah masuk karena bulu getar dan alat lain di paru rusak akibat asap rokok. Selain itu, asap rokok meningkatkan tahanan jalan napas (airway resistance) dan menyebabkan ”mudah bocornya” pembuluh darah di paru, juga akan merusak makrofag yang merupakan sel yang dapat memfagosit bakteri patogen. Asap rokok juga diketahui dapat menurunkan respons terhadap antigen sehingga kalau ada benda asing masuk ke paru tidak lekas dikenali dan dilawan. Secara biokimia asap rokok juga meningkatkan
commit to user
27
sintesa elastase dan menurunkan produksi antiprotease sehingga merugikan tubuh. Pemeriksaan canggih seperti gas chromatography elektron lebih menjelaskan hal ini dengan menunjukkan adanya berbagai kerusakan tubuh di tingkat biomolekuler akibat rokok (Aditama, 2009b). perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3. Pengobatan Strategi DOTS Pada tahun 1994, pemerintah Indonesia bekerjasama dengan badan kesehatan dunia (WHO), melaksanakan suatu evaluasi bersama (”WHOIndonesia Joint Evaluation”) yang menghasilkan rekomendasi perlunya segera dilakukan perubahan mendasar pada strategi penanggulangan TB di Indonesia, yang kemudian disebut sebagai ”STRATEGI DOTS” sejak itu dimulailah era baru pemberantasan TB di Indonesia (Depkes, 1999). Istilah Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) dapat diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari oleh pengawas menelan obat (PMO) (PDPI, 1998a). Tujuannya mencapai angka kesembuhan yang tinggi, mencegah putus berobat, mengatasi efek samping obat jika timbul dan mencegah resistensi (PDPI, 1998b). Sebelum pengobatan pertama kali dimulai DOTS harus dijelaskan kepada pasien tentang cara dan manfaatnya. Seorang PMO harus ditentukan dan dihadirkan di poliklinik untuk diberi penerangan tentang DOTS dan tugas-tugasnya. PMO haruslah seorang yang mampu membantu pasien
commit to user
28
sampai sembuh selama 6 bulan dan sebaiknya merupakan anggota keluarga pasien yang diseganinya (PDPI,1998c). Ada 5 komponen strategi DOTS, Yaitu : a. Dukungan politik para pimpinan wilayah di setiap jenjang sehingga perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id program ini menjadi salah satu prioritas dan pendanaan pun akan tersedia. b. Mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosis TB melalui pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dengan penemuan secara pasif. c. Pengawas Minum Obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan dipercaya baik oleh pasien maupun petugas kesehatan yang akan ikut mengawasi pasien minum seluruh obatnya sehingga dapat dipastikan bahwa pasien betul minum obatnya dan diharapkan sembuh pada akhir masa pengobatannya. d. Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sebagai bagian dari sistem surveilans penyakit ini sehingga pemantauan pasien dapat berjalan. e. Paduan obat anti TB jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan jangka waktu yang tepat, sangat penting untuk keberhasilan pengobatan. Termasuk terjaminnya kelangsungan persediaan paduan obat ini. Paduan yang berlaku di Indonesia sesuai anjuran WHO (Mansjoer et al., 2005b).
commit to user
29
B. Kerangka Pemikiran Rokok
Tar
HCN
perpustakaan.uns.ac.id Rusak mucocilliary clearance
Nikotin
Meningkatkan tahanan jalan napas
Mudah bocornya pembuluh darah
Fenol
PAH
digilib.uns.ac.id
Menghalangi aktivitas enzim
Genotoksik & Menurunkan respons
antigen
Gangguan fungsi paru Mudah terjadi infeksi
TB Paru
Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan radiologi
Pengobatan strategi
Pemeriksaan klinis
Keberhasilan pengobatan
C.
Hipotesis Dimana terdapat pengaruh kebiasaan merokok terhadap keberhasilan pengobatan pasien TB paru (dengan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS)).
commit to user
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan case control, yaitu peneliti mempelajari seberapa jauh variabel bebas (faktor risiko) mempengaruhi variabel terikat (efek) yang diobservasi melalui pendekatan retrospektif. Efek diidentifikasi saat ini kemudian faktor risiko diidentifikasi pada masa lalu (retrospektif) (Taufiqurrohman, 2004). B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poli Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta. C. Subyek Penelitian 1. Populasi Pasien TB paru di Poli Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta. 2. Sampel Pasien TB paru pasca pengobatan strategi DOTS di Poli Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang berhasil dan tidak berhasil. Penelitian ini menggunakan analisis bivariat yang merupakan analisis penelitian dengan sebuah variabel dependen dan sebauh variabel independen. Setiap penelitian yang datanya akan dianalisis secara statistik dengan analisis bivariat membutuhkan sampel minimal 30 subjek penelitian. Agar data penelitian nantinya dapat diperbandingkan dan dianalisis dengan 30
commit to user
31
uji statistik, maka setiap kelompok studi jangan sampai berisi kurang dari 5 subjek. Perkiraan tersebut merupakan “rule of thumb” (Murti, 2010). Jadi, jumlah sampel total dalam penelitian ini adalah 30 subjek penelitian yang akan dibagi menurut jumlah kelompok penelitian, sehingga masing-masing perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id kelompok terdiri atas 15 subjek penelitian. D. Teknik Sampling Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
purposive sampling,
dimana pemilihan subjek berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang sesuai dengan karakteristik populasi, juga consecutive sampling dimana penelitian dilakukan selama 1 bulan (April – Mei) dan pasien tuberkulosis yang datang pada bulan tersebut (yang memenuhi kriteria inklusi) merupakan subjek penelitian dari peneliti. 1. Kriteria umum : a. Kriteria inklusi secara umum 1) Bersedia ikut penelitian dengan persetujuan tertulis 2) Usia 15 – 60 tahun 3) Bisa baca tulis 4) Pasien poli paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta b. Kriteria eksklusi secara umum Pasien TB paru kasus Drop out
commit to user
32
c. Kriteria kasus : 1) Kriteria inklusi kasus a) Pasien TB paru kasus baru yang telah mengikuti pengobatan > 4 bulan perpustakaan.uns.ac.id b) Pasca penggobatan strategi DOTS
digilib.uns.ac.id
2) Kriteria eksklusi kasus a) Pasien TB Paru kasus Drop out b) Riwayat pekerjaan yang dapat menimbulkan penyakit atau gangguan saluran pernapasan, misalnya lingkungan kerja berdebu c) Riwayat penyakit paru (asma bronkiale) d) Riwayat trauma berat pada dinding dada e) Pasien memiliki penyakit diabetes d. Kriteria kontrol : 1) Kriteria inklusi kontrol Pasien bukan TB paru di Poli Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta 2) Kriteria eksklusi kontrol a) Pasien TB Paru kasus Drop out b) Riwayat pekerjaan yang dapat menimbulkan penyakit atau gangguan saluran pernapasan, misalnya lingkungan kerja berdebu c) Riwayat penyakit paru (asma bronkiale) d) Riwayat trauma berat pada dinding dada e) Pasien memiliki penyakit diabetes
commit to user
33
E. Rancangan Penelitian Populasi
perpustakaan.uns.ac.id
Pasien Tuberkulosis Pasca Pengobatan Strategi DOTS
Pengobatan Berhasil
Pengobatan Tidak Berhasil
Tidak Merokok
Merokok
digilib.uns.ac.id
Merokok
Tidak Merokok
F. Identifikasi Variabel Penelitian 1.
Variabel bebas
: Kebiasaan merokok
2.
Variabel terikat : Hasil pengobatan pasien TB paru strategi DOTS berhasil dan tidak berhasil
3.
Variabel luar
:
a. Terkendali Umur, jenis kelamin, pendidikan, dan status pekerjaan. b. Tidak terkendali Efek samping obat TB paru, cara minum obat, dan kedisiplinan minum obat.
commit to user
34
G. Definisi Operasional Variabel 1.
Variabel bebas Merokok
Merokok adalah kegiatan menghisap batang rokok yang sudah dinyalakan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id secara aktif ( Situmeang, 2002). a. Perokok adalah orang yang merokok lebih dari 100 sigaret sepanjang hidupnya dan saat ini masih merokok atau telah berhenti merokok kurang dari satu tahun ( Kang et al., 2003 ) Bukan Perokok
adalah orang yang tidak pernah merokok atau
merokok kurang dari 100 sigaret selama hidupnya atau berada di lingkungan dengan anggota keluarga yang merokok. Derajat berat merokok berdasarkan Indeks brinkman adalah jumlah rokok yang diisap sehari dikalikan lama merokok (dalam tahun). Berdasarkan indeks brinkman, perokok dapat dikategorikan dalam : 1) Ringan
: 0 – 200
2) Sedang
: 200 – 600
3) Berat
: > 600
( PDPI, 2000) Skala pengukuran : Ordinal b. Jumlah rokok adalah banyaknya rokok yang dihisap oleh seseorang dalam 1 hari. c. Lama merokok adalah lama seseorang melakukan kebiasaan merokok dimulai dari waktu pertama kali sampai penelitian dilakukan (tahun).
commit to user
35
d. Usia awal merokok adalah awal seeorang melakukan aktivitas menghisap rokok. Usia awal merokok digolongkan : 1) > 18 tahun perpustakaan.uns.ac.id 2) 15 – 18 tahun
digilib.uns.ac.id
3) < 15 tahun Skala pengukuran : Interval e. Jenis rokok adalah berbagai bentuk rokok yang biasa digunakan dalam keseharian. 1) Rokok kretek adalah rokok yang menggunakan bahan baku tembakau dan cengkeh 2) Rokok putih adalah rokok dengan menggunakan bahan baku tembakau. 3) Rokok campuran adalah rokok yang dihisap oleh seseorang dihisap seseorang dalam waktu tidak tentu dengan jenis rokok kretek maupun rokok putih. Skala Pengukuran : Nominal f. Cara menghisap rokok adalah cara kebiasaan seseorang dalam menggunakan rokok dalam keseharian. 1) Perokok paru mulut adalah hanya menghisap asap rokok sampai rongga mulut saja. 2) Perokok paru adalah perokok yang menghisap asap rokok sampai ke dalam paru.
commit to user
36
3) Perokok paru dalam adalah perokok yang menghisap asap rokok sampai ke dalam paru, menahan napas sebentar dan baru menghembuskan keluar. Skala pengukuran : Nominal perpustakaan.uns.ac.id 2. Variabel terikat
digilib.uns.ac.id
Hasil pengobatan pasien TB paru dengan strategi DOTS a. Pengobatan berhasil adalah tingkat kesembuhan pasien TB paru setelah menyelesaikan program pengobatan selama 6 bulan yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan BTA (-) atau perubahan gambaran radiologis dan gejala klinis yang membaik. b. Pengobatan tidak berhasil adalah keadan pasien TB paru setelah menyelesaikan program pengobatan selama 6 bulan yang tidak mengalami kesembuhan dibuktikan dengan hasil pemeriksaan BTA (+) atau tidak terjadi perubahan gambaran radiologis dan gejala klinis yang tidak membaik. Skala pengukuran: Nominal 3.
Variabel luar terkendali a. Umur Umur merupakan jumlah tahun yang dihitung sejak kelahiran hingga ulang tahun terakhir saat penelitian dilakukan. Umur diketahui dengan menggunakan kuesioner. Skala pengukuran : Rasio
commit to user
37
b. Jenis kelamin Status seks yang dimiliki oleh pasien TB paru yang dikategorikan pria dan wanita. Skala pengukuran : Nominal perpustakaan.uns.ac.id c. Pendidikan
digilib.uns.ac.id
Jenjang pendidikan formal yang berhasil ditempuh oleh responden berdasarkan ijazah terakhir. Skala pengukuran : Ordinal d. Status pekerjaan Kegiatan atau usaha yang dilakukan penderita untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sampai saat menderita TB paru yang dikategorikan menjadi bekerja dan tidak bekerja. Skala pengukuran : Nominal 4.
Variabel luar tak terkendali a. Efek samping obat TB paru efek atau reaksi obat yang ditimbulkan setelah penderita TB paru minum obat yang dikategorikan menjadi tidak ada efek dan ada efek. Skala pengukuran : Ordinal b. Cara minum obat TB paru Kegiatan atau Cara minum obat yang dilakukan responden berdasarkan jumlah, dosis, aturan minum obat TB paru yang diukur mengunakan kuesioner. Skala pengukuran : Interval
commit to user
38
c. Kedisiplinan minum obat TB paru Tindakan yang dilakukan oleh responden berkaitan dengan ketepatan waktu minum obat TB paru yang dikategorikan menjadi disiplin dan tidak disiplin. perpustakaan.uns.ac.id Skala pengukuran : Nominal
digilib.uns.ac.id
H. Instrumen Penelitian
I.
1.
Kuesioner
2.
Rekam medik
Cara Kerja Pasien TB paru dengan pengobatan strategi DOTS di Poli Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang berhasil dan tidak berhasil dilakukan: 1. Wawancara (nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan alamat), dan penandatanganan informed consent. 2. Melihat hasil pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan klinis.
J.
Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan dua uji beda dua kelompok Chi-Square untuk menguji hipotesis yang diajukan. Data diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.00 for windows.
commit to user
BAB IV HASIL PENELITIAN
Penelitian mengenai pengaruh kebiasaan merokok terhadap keberhasilan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pengobatan pasien TB paru (dengan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS))
ini dilaksanakan pada awal Juli sampai awal bulan
September 2011. Dari penelitian tersebut diperoleh 30 sampel yang memenuhi kriteria, yaitu terdiri atas 15 sampel pasien TB paru yang pengobatannya berhasil dan 15 sampel pasien TB paru yang pengobatannya tidak berhasil. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Sampel diambil dari Poli Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
A. Karakteristik Sampel Penelitian Tabel 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin No.
Jenis Kelamin
Berhasil
Tidak Berhasil
Jumlah
Persentase
1.
Laki-laki
1
10
11
36,7%
2.
Perempuan
14
5
19
63,3%
15
15
30
100%
Jumlah
Tabel 4 menunjukkan selama penelitian, sebagian besar sampel berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 19 orang (63,3%) sedangkan untuk laki-laki berjumlah 11 orang (36,7%).
39
commit to user
40
Tabel 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Kelompok Umur No.
Berhasil
Tidak Berhasil
Jumlah
Persentase
3
1
4
13,3%
(Tahun) 1.
≤20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.
21-30
5
2
7
23,3%
3.
31-40
2
7
9
30,0%
4.
41-50
1
4
5
16,7%
5.
51-60
4
1
5
16,7%
15
15
30
100%
Jumlah
Dari Tabel 5 didapatkan penderita TB paru pada kelompok umur 31-40 menempati jumlah terbesar yaitu 9 orang (30.0%) sedangkan pada kelompok umur ≤20 menempati jumlah terkecil yaitu 4 orang (13,3%). Pada penelitian ini, sampel penelitian termuda berumur 17 tahun, sedangkan yang paling tua berumur 56 tahun (batas bawah dan atas umur untuk kriteria inklusi).
commit to user
41
Tabel 6. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat No.
Berhasil
Tidak Berhasil
Jumlah
Persentase
3
5
8
26,7%
Pendidikan SD
1.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.
SLTP
5
7
12
40,0%
3.
SLTA/ SMK
7
3
10
33,3%
4.
Diploma/ S1
0
0
0
0%
15
15
30
100%
Jumlah
Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa sampel dengan tingkat pendidikan SLTP merupakan jumlah terbesar yaitu sebesar 12 orang (40,0%). Dan tidak terdapat sampel yang tingkat pendidikanny diploma/S1.
Tabel 7. Distribusi Sampel Berdasarkan Kebiasaan Merokok No
Krteria Merokok
Berhasil
Tidak Berhasil
Jumlah
Persentase
1.
Perokok ringan
1
4
5
16,7%
2.
Perokok Sedang
0
7
7
23,3%
3.
Perokok Berat
0
0
0
0%
4.
Tidak Merokok
14
1
18
60%
15
15
30
100%
Jumlah
commit to user
42
Berdasarkan tabel 7 dilihat dari sampel yang terkena TB paru kebanyakan sampel tidak memiliki kebiasaan merokok yaitu sejumlah 18 orang (60%). Akan tetapi setelah dilakukan wawancara lebih lanjut, pasien ini pasti perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id memiliki anggota keluarga yang merupakan perokok. Setelah melihat kebiasaan merokok selanjutnya sampel dilihat juga jenis rokok dan cara merokok yang biasa digunakan dari 12 sampel yang memiliki kebiasaan merokok.
Tabel 8.Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Rokok No
Jenis Rokok
Berhasil
Tidak Berhasil
Jumlah
Persentase
1.
Rokok Kretek
0
7
7
58,3%
2.
Rokok Putih
1
4
5
41,7%
3.
Campuran
0
0
0
0%
1
11
12
100%
Jumlah
Berdasarkan tabel 8 dilihat dari sampel yang memiliki kebiasaan merokok kebanyakan pasien merupakan perokok dengan jenis rokok kretek yaitu sebanyak 7 orang (58,3%) dan untuk jenis rokok putih yaitu sebanyak 5 orang (41,7%).
commit to user
43
Tabel 9. Distribusi Sampel Berdasarkan Derajat Isapan Persentas
Tidak No
Cara Merokok
Berhasil
Jumlah Berhasil
perpustakaan.uns.ac.id
e
digilib.uns.ac.id
1.
Sampai rongga mulut
1
5
6
50%
2.
Sampai ke dalam paru
0
6
6
50%
0
0
0
0%
1
11
12
100%
Sampai ke dalam paru, menahan napas bentar
3.
dan baru dihembuskan
Jumlah
Berdasarkan tabel 9 dari sampel yang memiliki kebiasaan merokok ternyata menunjukkan jumlah yang sama antara cara merokok yang dihisap sampai rongga mulut dengan yang dihisap sampai ke dalam paru.
commit to user
44
B. Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan selanjutnya diolah dengan menggunakan uji Chi Square dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.00 for Windows untuk mengetahui pengaruh kebiasaan merokok terhadap perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id keberhasilan pengobatan pasien TB Paru dengan strategi DOTS. Dari hasil uji Chi-Square dapat diketahui nilai p = 0,000 yang berarti ada pengaruh kebiasaan merokok terhadap keberhasilan pengobatan pasien TB Paru dengan strategi DOTS. Selanjutnya, untuk mengetahui kekuatan pengaruh, dilakukan hitung Odds Ratio berdasarkan tabel berikut
Tabel 10. Hasil Pengobatan dengan Kebiasaan Merokok Hasil Pengobatan dengan Kebiasaan Merokok Kebiasaan merokok (n=30) Tidak Merokok berhasil tidak berhasil Total
Merokok
Total
14 (46,7 %)
1 (0,3 %)
15
4 (13,3 %)
11 (36,7 %)
15
18
12
30
commit to user
45
Perhitungan Odds Ratio (OR) OR = ad/bc = (14x11) / (1x4) = 38,5 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Dari hasil perhitungan OR tersebut, dapat diketahui bahwa pengobatan pasien TB dengan strategi DOTS yang memiliki kebiasaan merokok memiliki risiko 38,5 kali lebih besar untuk gagal dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki kebiasaanmerokok.
commit to user
BAB V PEMBAHASAN
Penelitian mengenai pengaruh kebiasaan merokok terhadap keberhasilan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pengobatan pasien TB paru (dengan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS)) dilaksanakan pada awal bulan Juli sampai awal bulan September 2011. Penelitian ini mengambil data dari Poli Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan sampel didatangi ke rumah masing-masing berdasarkan alamat yang didapatkan dari rekam medik. Penelitan dilakukan dengan pengisian kuesioner untuk mengetahui apakah sampel memenuhi kriteria inklusi atau tidak. Selain itu sampel juga mengisi kuesioner tentang pertanyaan yang digunakan untuk data. Tabel 4 menunjukkan bahwa dari penelitian yang dilakukan di poliklinik dan bangsal Paru RSUD Dr. Moewardi periode 2009 – 2011 hanya terdapat 30 sampel yang memenuhi kriteria inklusi, terdiri dari 15 orang penderita TB yang pengobatannya berhasial dan 15 orang penderita TB yang pengobatannya tidak berhasil. Pada penelitian ini tidak dapat dilakukan secara matchingdikarenakan jumlah sampel yang terbatas. Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin (Tabel 4) didapatkan bahwa penderita TB paru yang terbanyak adalah perempuan, berjumlah 19 orang (63.3%) dibandingkan dengan laki-laki yang berjumlah 11 orang (36,7%). WHO melaporkan bahwa di dunia lebih banyak laki-laki yang terdiagnosis TB dan meninggal karenanya (WHO,2007). Namun demikian TB
46
commit to user
47
sebagai penyakit infeksi telah membunuh hampir satu juta wanita tiap tahunnya, angka ini lebih tinggi dari kematian wanita yang diakibatkan oleh proses kehamilan dan persalinan (Aditama, 2002). Dilihat dari prosentase tidak tekun, perempuan dinyatakan lebih tekun daripada laki-laki. Hal ini bisa terjadi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id mungkin karena perempuan memiliki waktu luang yang lebih banyak karena kebanyakan responden perempuan pada penelitian ini tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga sehingga mempermudah penderita menyesuaikan kegiatannya sehari-hari dengan jadwal mengambil obat di puskesmas. Sedangkan distribusi sampel berdasarkan umur (tabel 5) dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini, penderita TB paru paling banyak didapatkan pada kelompok umur 31-40 menempati jumlah terbesar yaitu 9 orang (30.0%) . Usia ini termasuk usia produktif. Diperkirakan 75% dari penderita TB paru di Indonesia adalah golongan usia produktif (Senewe. 2002). Pada penelitian yang dilakukan Yun Amril (2002) di BP4 Surakarta mendapatkan 73,7%, karena sebagian besar dalam usia produktif maka dari segi penularan berbahaya sebab mempunyai aktivitas dan mobilitas tinggi, sering berinteraksi dengan orang lain sehingga meningkatkan risiko penularan dan menjadikan penanggulangan semakin sulit (Amril, 2002a). Pada penelitian ini, persentase tingkat pendidikan (Tabel 6) tertinggi pada tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) masingmasing sebanyak 12 orang (40,0%). Menurut Notoatmodjo (2007) makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk, semakin banyak pula pengetahuan yang
commit to user
48
didapat tentang kesehatan. Tingkat pengetahuan akan menentukan kemampuan seseorang
dalam
mengambil
sikap
dan
tindakan
sehari-hari
dalam
lingkungannya (Notoatmodjo, 2007). Dari tabel distribusi sampel berdasarkan kebiasaan merokok (tabel 7) perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id kebanyakan sampel tidak memiliki kebiasaan merokok yaitu sebanyak 18 orang (60 %). Namun kebanyakan perokok memiliki anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok. Perokok mungkin beranggapan bahwad diri sendirilah yang menanggung semua bahaya dan risiko akibat dari kebiasaannya, tanpa menyadari bahwa sebenarnya dirinya juga memberikan beban fisik dan ekonomi pada orang lain di sekitarnya sebagai perokok pasif. Sedangkan untuk yang memiliki kebiasaan merokok sampel yang terbanyak adalah perokok sedang sebanyak 7 orang (23,3%). Sifat nikotin yang ada pada rokok sangatlah adiktif. Lingkungan juga sering tidak mendukung untuk berhenti merokok. Sifat adiktif tembakau menyebabkan orang tergantung pada rokok dan jika dihentikan akan menimbulkan keluhan seperti sulit mengkonsentrasikan pikiran dan kurang percaya diri (Jamal, 2006). Dilihat dari derajat berat merokok menurut indeks Brinkman (tabel 7), hasil penelitian menunjukkan dari 12 sampel yang merokok 5 orang (41,7 %) adalah perokok ringan dan 7 orang ( 58,3 %) adalah perokok sedang dan tidak ditemukan perokok berat. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang responseyaitu lebih lama kebiasaan merokok dijalani dan lebih banyak batang rokok yang diisap setiap harinya, maka risiko untuk mendapatkan penyakit akibat rokok lebih tinggi ( Soewarta, 1996). Hal tersebut
commit to user
49
juga terlihat pada penelitian serupa yang dilakukan oleh Gupta et al bahwa merokok meningkatkan prevalensi kejadian tuberkulosis paru ( Gupta et al., 2001). Oleh karena hubungan merokok dengan gangguan merokok atau gangguan kesehatan/penyakit merupakan hubungan dose response ( lebih kana perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id kebiasaan merokok dijalani, lebih banyak batang rokok yang diisap setiap harinya dan lebih dalam menghisap asap rokoknya) sehingga seseorang memiliki risiko lebih tinggi untuk mendapatkan penyakit akibat rokok ( Soewarta, 1996). Dilihat dari jenis rokok (Tabel 8), pada penilitan ini dari 12 sampel yang merupakan perokok terdapat sebanyak 7 orang (58,3%) yang menggunakan rokok kretek dan 5 orang (41,7%) yang menggunakan rokok putih. Menurut Situmeang,
di
Indonesiapaling
banyak
dikonsumsi
rokok
kretek
(81,34%)(Situmeang, 2002). Penelitian serupa yang dilakukan Bank dunia pada tahun 2002 juga menyebutkan bahwa 88% perokok di Indonesia adalah peroko kretek (Bayer, 2004). Berdasarkan derajat isapan (Tabel 9), hasil penelitian menunjukkan dari 12 sampel yang merokok terdapat jumlah yang sama antara perokok yang menghisap sampai rongga mulut dengan yang menghisap sampai di dalam paru. Hasil mengenai derajat isapan ini sesuai dengan teori yang menyebutkan semakin tinggi dosis merokok (jumlah dan lamanya merokok) dan semakin dalam menghisap asap rokok, maka semakin tinggi risiko untuk mendapatkan kelainan fungsi paru (Soetiarto, 1995). Total deposisi partikel juga meningkat apabila rokok diisap dengan dalam dan lambat atau bila menahan napas (PDPI,2001).
Penelitian
identik
yang
dilakukan
commit to user
jarfis
et
al
(1980)
50
mengungkapkan bahwa ekalasi kadar karbon monoksida dalam suatu pernafasan dapat mengindikasikan adanya perbedaan terhadap cara inhalasinya. Perokok dengan isapan yang lebih dalam akan didapatkan kadar karbon monoksida yang lebih tinggi dalam hembusan napasnya. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui pengaruh kebiasaan merokok terhadap keberhasilan pengobatan TB paru dengan strategi DOTS dapatdiketahuinilai p = 0,000 yangberartiadapengaruh kebiasaan merokok terhadap keberhasilan pengobatan pasien TB Paru dengan strategi DOTS. Penelitian Shprykov, dkk. menunjukan hubungan kuat antara merokok dan gambaran gejala klinik pasien tuberkulosis. Gambaran gejala klinik pasien tuberkulosis perokok lebih berat dibandingkan bukan perokok (Widysanto, 2004). Merokok mempengaruhi perkembangan klinis lesi dari tuberkulosis. Perokok cenderung lebih banyak terbentuk kavitas dan lebih menambah kehebatan penyakit walaupun demikian diagnostiknya menjadi lebih lambat. Karena batuk kronik dan flek paru akibat rokok sulit dibedakan dengan akibat tuberkulosis (Searo, 2006). Selanjutnya, untuk mengetahui kekuatan pengaruh, dilakukan hitung Odds Ratio. Dari hasil perhitungan OR tersebut, dapat diketahui bahwa pengobatan pasien TB dengan strategi DOTS yang memiliki kebiasaan merokok memiliki risiko 38,5 kali lebih besar untuk gagal dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Merokok dapat memberi manifestasi atau efek merusak dari tuberkulosis melalui berbagai macam mekanisme. Pertama, karena merokok cenderung mengakibatkan batuk kronik yang
commit to user
51
merupakan gejala utama tuberkulosis, batuk pada perokok menurunkan spesifitas dan oleh karenanya nilai prediksinya menjadi lebih rendah. Diagnosis tuberkulosis dapat tertunda sehingga dapat membawa ke prognosis yang lebih buruk dan dapat mengakibatkan probabilitas untuk kembali relaps lebih tinggi. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Kedua, merokok tidak hanya merupakan causa dari penyakit-penyakit komorbid, seperti bronchitis kronis, PPOK, emfisema, dan penyakit jantung koroner, yang mana merupakan fasilitas untuk progresivitas dari infeksi tuberkulosis itu sendiri, akan tetapi merokok juga menyebabkan kerusakan fungsi paru sehingga memperburuk penyakit tuberkulosis itu sendiri. Ketiga, merokok mengakibatkan timbunan besi yang berlebihan di dalam makrofag jaringan paru sebagai efek langsung dari kerusakan sel-sel respon imun untuk melawan mikroorganisme. Dan yang terakhir bahwa merokok mengurangi kepatuhan terapi tuberkulosis, di suatu daerah tertentu untuk sebagian besar pasien atau dari keseluruhan pasien tuberkulosis (meskipun ini bukan masalah bagi area yang menerapkan sistem DOTS) (WHO, 2006) . Terdapat banyak kesulitan yang dihadapi peneliti saat melakukan penelitian dimulai dari data sampel yang banyak tidak sesuai, sebagian besar sampel berasal dari daerah di luar Surakarta, rumah responden yang sulit ditemukan, kriteria eksklusi yang banyak menyebabkan sampel sulit didapat, dan kemampuan peneliti dalam menggali dan mengolah informasi masih kurang.
commit to user
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1. Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat pengaruh yang bermakna kebiasaan merokok terhadap keberhasilan pengobatan pasien TB Paru dengan strategi DOTS (p= 0,000). 2. Pengobatan pasien TB dengan strategi DOTS yang memiliki kebiasaan merokok memiliki risiko 38,5 kali lebih besar untuk gagal dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki kebiasaan merokok (OR=38,5).
B. Saran Beberapa saran yang dapat diberikan peneliti adalah: 1. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan jumlah sampel dan cakupan wilayah yang lebih luas. 2. Selain itu, perlu juga diteliti tentang faktor-faktor lain yang menyebabkan adanya kegagalan strategi DOTS pada pasien TB Paru.
52
commit to user