JURNAL EKONOMI – MANAJEMEN – AKUNTANSI No. 35 / Th.XX / Oktober 2013 ISSN:0853-8778 PENGARUH KEADILAN DISTRIBUTIF DAN KEADILAN PROSEDURAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN BMT HUDATAMA SEMARANG Oleh: Siti Hidayah & Haryani Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah keadilan distributif dan keadilan prosedural berpengaruh terhadap kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah keadilan distributif dan keadilan prosedural berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang. Populasi di dalam penelitian ini adalah karyawan BMT Hudatama Semarang yang semuanya diambil sebagai responden yakni berjumlah 40 orang. Data diperoleh melalui data primer dan data sekunder. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa keadilan distributif dan keadilan prosedural terbukti secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang. Hasil ini dibuktikan dengan output dari variabel keadilan distributif dengan nilai thitung sebesar 2,201 dan taraf signifikansinya sebesar 0,034<0,05, dan output dari variabel keadilan prosedural dengan nilai thitung sebesar 2,314 dan taraf signifikansinya sebesar 0,026<0,05, maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh dua variabel tersebut, yakni keadilan distributif dan keadilan prosedural. Kata Kunci: Keadilan distributif, keadilan prosedural, kinerja karyawan PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Keadilan merupakan nilai universal dan menjadi hak asasi yang telah diterima secara luas (Held, 1989 dikutip oleh Mahmudah, 2010). Keadilan dapat diartikan sebagai bentuk yang dinilai atau dipersepsikan baik oleh anggota dalam organisasi. Sheppard, dkk., dalam Beugre (1998) mengajukan definisi keadilan yang lebih tepat bagi wacana organisasi yang mendasarkan pada dua prinsip, yaitu: 1) keadilan memerlukan sebuah penilaian atas keseimbangan (balance), yakni perbandingan dua kegiatan yang serupa dalam situasi yang serupa pula, dengan mengevaluasi hasilhasil dari dua orang atau lebih dan menyamakan hasil tersebut kepada nilai input yang diberikan, 2) kebenaran (correctness) yang mengacu pada sebuah kualitas yang membuat keputusan menjadi benar berkaitan dengan aspek-aspek konsistensi, akurasi, kejelasan, kecermatan prosedural dan kesesuaian dengan moral dan nilai dari waktu. Berdasarkan prinsip keadilan, apabila karyawan mempersepsikan suatu ketidakadilan, maka mereka dapat meramalkan untuk mengambil salah satu dari enam pilihan, yaitu: 1) mengubah masukan mereka, 2) mengubah keluaran mereka, 3) mendistorsikan persepsi mengenai diri, 4) mendistorsi persepsi mengenai orang lain, 5) memilih acuan yang berlainan, 6) berhenti dari 1
JURNAL EKONOMI – MANAJEMEN – AKUNTANSI No. 35 / Th.XX / Oktober 2013 ISSN:0853-8778 pekerjaan (Robbins, 2006). Konsep keadilan yang dimaksud di sini adalah keadilan organisasi yang mencakup tiga bentuk keadilan, yaitu keadilan distributif, keadilan prosedural, dan keadilan interaksional (Koopman, 2003). Namun dalam penelitian ini hanya difokuskan pada keadilan distributif dan keadilan prosedural, dengan alasan bahwa dua konsep keadilan itulah yang berkaitan dengan kondisi yang ada di BMT Hudatama Semarang. Keadilan distributif adalah penilaian karyawan mengenai keadilan atas hasil (outcome) yang diterima karyawan dari organisasi (Greenberg, 1990; Niehoff and Moorman, 1993 dalam Alotaibi, 2001). Keadilan distributif adalah keadilan yang paling sering dinilai dengan dasar keadilan hasil, yang menyatakan bahwa karyawan seharusnya menerima upah/gaji yang sesuai dengan pemasukan dan pengeluaran mereka secara relatif dengan perbandingan referen/lainnya (Adams, 1965; cohen, 1987 dikutip oleh Gilliland, 1994). Tujuan distribusi di sini adalah kesejahteraan yang meliputi aspek-aspek fisik, psikologis, ekonomi, dan sosial, sehingga yang didistribusikan biasanya berhubungan dengan sumber daya, ganjaran atau keuntungan. Distribusi berdasarkan kebutuhan memiliki konsep bahwa bagian penerimaan karyawan dipengaruhi oleh kebutuhannya berkaitan dengan pekerjaan. Semakin banyak kebutuhan untuk para karyawan, maka penerimaan dari bekerja menjadi semakin tinggi (Deutsch dalam Beugre, 1998). Dari kajian teoritikal di atas dapat disimpulkan bahwa keadilan distributif adalah merupakan sebuah persepsi tentang nilai-nilai yang diterima oleh karyawan berdasarkan hasil/penerimaan suatu keadaan atau barang yang mampu mempengaruhi kesejahteraan karyawan. Keadilan distributif pada dasarnya dapat tercapai apabila hasil/penerimaan dan masukan antara dua orang/dua karyawan adalah sebanding. Apabila dari perbandingan proporsi yang diterima sebanding atau lebih besar, maka ada kemungkinan dikatakan bahwa hal itu adil, dan ini berdampak pada hasil kerja mereka. Namun apabila dari perbandingan proporsi yang diterimanya lebih kecil dibanding yang lain, maka ada kemungkinan bahwa hal itu dikatakan tidak adil sehingga hal inipun akan berdampak pada hasil kerja mereka (Supardi, 2008). Selanjutnya, keadilan prosedural adalah keadilan organisasi yang berhubungan dengan prosedur pengambilan keputusan oleh organisasi yang ditujukan kepada anggotanya (Alotaibi, 2001). Keadilan prosedural adalah keadilan yang memperhatikan mekanisme yang mendukung pemberdayaan karyawan dan memberi dukungan kepada karyawan. Keadilan prosedural adalah mengacu pada keadilan peraturan dan prosedur dimana penghargaan didistribusikan (Alexander dan Ruderman, 1987 dalam Supardi, 2008). Mengacu pendapat Cropanzano et al., dalam Beugre (1998) bahwa sebuah organisasi yang adil salah satunya adalah dicirikan dengan prosedur yang menjamin 2
JURNAL EKONOMI – MANAJEMEN – AKUNTANSI No. 35 / Th.XX / Oktober 2013 ISSN:0853-8778 hal itu sebagai pernyataan, proses, peringatan, dan sebagainya. Keadilan prosedural melibatkan karakteristik formal sebuah sistem, dan salah satu indikator yang jelas dari keadilan prosedural adalah adanya beberapa mekanisme yang mengatur secara jelas bagi karyawan untuk mengatakan tentang sesuatu yang terjadi dalam pekerjaannya. Magner dkk., dalam Beugre (1998) berpendapat bahwa manajer atau pimpinan seharusnya menghindari
penggunaan
prosedur
yang
berubah-ubah
dan
sewenang-wenang
dalam
mengalokasikan sumber daya kerja yang ada. Agar organisasi dapat melakukannya, maka manajer/pimpinan harus mengembangkan aturan atau prosedur yang berkaitan dengan pekerjaannya secara jelas dan di dalamnya terdapat mekanisme komunikasi dari bawah ke atas (bersifat usulan). Apabila hal tersebut dilakukan, maka kemungkinan besar hal ini akan berdampak pada hasil kerja yang telah dilakukan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keadilan distributif dan keadilan prosedural dapat berpengaruh terhadap hasil kerja, atau dengan kata lain bahwa keadilan distributif dan keadilan prosedural berpengaruh terhadap kegiatan karyawan atau kinerja karyawan. Kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya yaitu sesuai dengan tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2004). Kinerja karyawan merupakan catatan yang dihasilkan dari fungsi karyawan atau kegiatan yang dilakukan karyawan selama periode waktu tertentu (Ambar T dan Rosidah, 2003). Berdasarkan pengertian-pengertian kinerja karyawan di atas, maka kinerja karyawan merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dengan standar yang telah ditentukan. Dengan standar yang sudah ditentukan tersebut, maka diharapkan kinerja karyawan ini mampu menghasilkan mutu pekerjaan yang baik serta jumlah pekerjaan yang sesuai dengan standar pula. Berkaitan dengan uraian di atas, maka BMT Hudatama Semarang, sebagai salah satu lembaga keuangan juga menginginkan karyawannya bisa menghasilkan mutu serta jumlah pekerjaan yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan lembaga, maka dari itu lembaga ini juga melakukan peningkatan terhadap keadilan organisasinya, terutama yang berkaitan dengan keadilan distributif dan keadilan proseduralnya. Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan tersebut maka dalam penelitian ini diambil judul “Pengaruh keadilan distributif dan keadilan prosedural terhadap kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang”. Perumusan Masalah 1. Apakah keadilan distributif berpengaruh terhadap kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang? 3
JURNAL EKONOMI – MANAJEMEN – AKUNTANSI No. 35 / Th.XX / Oktober 2013 ISSN:0853-8778 2. Apakah keadilan prosedural berpengaruh terhadap kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang?
Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis apakah keadilan distributif berpengaruh terhadap kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang. 2. Untuk menganalisis apakah keadilan prosedural berpengaruh terhadap kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang. TINJAUAN PUSTAKA Keadilan Distributif Keadilan distributif adalah penilaian karyawan mengenai keadilan atas hasil (outcome) yang diterima karyawan dari organisasi (Greenberg, 1990; Niehoff and Moorman, 1993 dalam Alotaibi, 2001). Keadilan distributif adalah keadilan yang paling sering dinilai dengan dasar keadilan hasil, yang menyatakan bahwa karyawan seharusnya menerima upah/gaji yang sesuai dengan pemasukan dan pengeluaran mereka secara relatif dengan perbandingan referen/lainnya (Adams, 1965; cohen, 1987 dikutip oleh Gilliland, 1994). Keadilan distributif mengarah pada keadilan dari tingkat bawah, yang mencakup masalah penggajian, pelatihan, promosi, maupun pemecatan. Kebijakan-kebijakan ini terus menerus mengalami perubahan karena faktor misi dan prosedur yang diperbaharui. Menurut Yamagishi (dalam Yohanes B. dan Rini Puspita W., 2005), keadilan distributif dalam psikologi meliputi segala bentuk distribusi di antara anggota kelompok dan pertukaran antar dua orang. Keadilan distributif yang dimaksudkan tidak hanya berasosiasi dengan pemberian, tetapi juga meliputi pembagian, penyaluran, penempatan, dan pertukaran. Keadilan distributif secara konseptual juga berkaitan dengan distribusi keadaan dan barang yang akan berpengaruh terhadap kesejahteraan individu. Kesejahteraan individu yang dimaksudkan meliputi aspek-aspek fisik, psikologis, ekonomi, dan sosial. Tujuan distribusi di sini adalah kesejahteraan (Yohanes B dan Rani Puspita W, 2005). Keadilan distributif organisasi dapat menimbulkan kepuasan kerja pada karyawan. Dengan pekerjaan yang sama, reward (gaji) yang sama antara dua orang pada organisasi yang sama maka kepuasan kerja (job satisfication) tercapai. Selain reward yang sesuai dengan pengorbanan juga kebijakan-kebijakan yang dapat mempengaruhi kerja dan karir mereka, kompensasi yang adil, lingkungan kerja yang kooperatif, serta jaminan kesejahteraan yang baik. Harapan-harapan tersebut kemudian berkembang menjadi tuntutan yang 4
JURNAL EKONOMI – MANAJEMEN – AKUNTANSI No. 35 / Th.XX / Oktober 2013 ISSN:0853-8778 diajukan karyawan terhadap organisasi sebagai sesuatu yang harus dipenuhi. Dengan semakin tingginya tuntutan terhadap organisasi, maka semakin penting peran karyawan terhadap organisasi. Hal ini mempengaruhi keputusannya untuk tetap bergabung dan memajukan organisasi, atau memilih tempat kerja yang lebih menjanjikan (Robbins, 2006). Kebanyakan pengaturan dalam organisasi berupa kesepakatan maupun kontrak yang tertulis maupun tidak tertulis tentang pertukaran hubungan antara atasan (employer) dengan pekerja (employee). Distributive Justice (keadilan distributif) adalah keadilan yang menyangkut alokasi keluaran (outcomes) dan reward pada anggota organisasi. Karyawan menginvestasikan sesuatu kedalam organisasi (misalnya : usaha, keahlian dan kesetiaan) dan organisasi memberikan penghargaan kepada karyawan atas investasi tersebut. Cara lain untuk menyatakan hal ini adalah bahwa organisasi mendistribusikan penghargaan kepada para karyawannya tersebut berdasarkan beberapa skema atau persamaan. Para karyawan membentuk opini yang berkaitan dengan skema pendistribusian apakah penghargaan itu adil atau tidak. Perhatian mengenai keadilan distributif dirasakan adil dari penempatan hasil-hasil atau pemberian penghargaan kepada para anggota organisasi. Ada banyak perbedaan definisi “adil” dalam distribusi pemberian penghargaan. Salah satu definisi tersebut didasarkan atas kepantasan. Karyawan yang bekerja keras atau produktif akan pantas apabila mendapatkan penghargaan terbesar. Hal ini dinamakan merit or equity norm. Definisi lain didasarkan atas dugaan persamaan (equality) yaitu setiap anggota akan mendapatkan bagian yang sama dari penghargaan, tanpa memandang usahanya. Definisi terakhir, keadilan dapat diperoleh berdasarkan atas equity norm yaitu menerima penghargaan sesuai dengan proporsi terhadap kebutuhan (needs) mereka (Gilliland, 1994). Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa definisi adil dalam distribusi yang dimaksudkan di sini adalah didasarkan pada kepantasan, baik pada merit, equality, maupun equity norm. Keadilan Prosedural Keadilan prosedural adalah keadilan organisasi yang berhubungan dengan prosedur pengambilan keputusan oleh organisasi yang ditujukan kepada anggotanya (Alotaibi, 2001). Keadilan prosedural ialah persepsi keadilan terhadap prosedur yang digunakan untuk membuat keputusan sehingga setiap anggota organisasi merasa terlibat di dalamnya. Keadilan prosedural (Procedural Justice) berkaitan dengan proses atau prosedur untuk mendistribusikan penghargaan. Dalam psikologi Industri dan Organisasi, kemampuan untuk menantang suatu proses atau pendapat dilabelkan dengan hak “suara” (Folger, 1997; Floger & Cropanzo, 1998 dalam Yohanes B. dan Rani Puspita W., 2005). Konsep hak berarti bahwa individu-individu memiliki kemungkinan untuk 5
JURNAL EKONOMI – MANAJEMEN – AKUNTANSI No. 35 / Th.XX / Oktober 2013 ISSN:0853-8778 mempengaruhi suatu proses atau pendapat. Avery Quinones (2002) dalam Yohanes B. dan Rini Puspita W. (2005) mengusulkan bahwa meskipun suara memiliki banyak perbedaan aspek-aspek, yang paling penting darinya adalah sudut pandang bahwa pekerja benar-benar memiliki kesempatan untuk menggambarkan rasa keberatannya. Oleh karena itu, organisasi dapat memiliki banyak saluran potensial yang tersedia untuk mengajukan keberatan-keberatan mengenai kebijakan atau peristiwa, hal ini dapat terjadi kecuali pegawai mengetahui apakah saluran-saluran ini ada dan bagaimana menggunakannya, dan mempercayai bahwa keberatan mereka tersebut benar-benar akan dipertimbangkan, saluran ini telah digunakan dalam menghasilkan perasaan-perasaan rasa adil dan keadilan. Schumunke, Ambrose, dan Cropanzo (2000) dalam Yohanes B. dan Rini Puspita W. (2005) menyatakan bahwa perusahaan atau organisasi dengan tingkat sentalisasi yang tinggi lebih memungkinkan untuk dilihat secara prosedural yang tidak adil daripada perusahaan atau organisasi yang disentralisasikan. Bass (2003) dalam Yohanes B. dan Rini Puspita W. (2005) menyatakan bahwa keadilan prosedural bertolak dari proses psikologis yang dialami oleh karyawan, yaitu bagaimana karyawan atau pegawai tersebut mengevaluasi prosedur-prosedur yang terkait dengan keadilan. Ada dua model yang menjelaskan keadilan prosedural, yaitu self-interest model dan group-value model. 1) Self-Interest Model Model ini berdasarkan prinsip egosentris yang dialami oleh karyawan, terkait dengan situasi yang dihasilkan dengan keinginan untuk mengontrol maupun mempengaruhi prosedur yang diberlakukan dalam organisasi kerjanya. Tujuan tindakan tersebut ialah memaksimalkan hasil-hasil yang diinginkan sehingga kepentingan-kepentingan pribadi terpenuhi. Dalam model ini, terdapat istilah kontrol terhadap keputusan. Kontrol terhadap keputusan mengacu pada derajat kemampuan karyawan untuk mengontrol keputusan-keputusan yang dibuat oleh organisasi. Karyawan berkeinginan untuk mendapatkan hasil-hasil yang memuaskan kebutuhan-kebutuhan pribadinya sehingga ia merasa perlu untuk mengontrol keputusan yang dibuat oleh organisasi tempatnya bekerja. Persepsi diperlakukan secara adil tercipta ketika karyawan dilibatkan secara aktif dalam proses maupun aktivitas pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan ini berkaitan dengan berbagai macam kebijakan perusahaan, misalnya sistem penggajian, sistem penimbangan karya, maupun pengembangan organisasi. Pelibatan karyawan secara aktif dapat menimbulkan dampak-dampak misalnya tercapainya tujuan organisasi, menghindari ketidakpuasan di tempat kerja, meredakan konflik peran, maupun ambiguitas peran (Bass, 2003 dalam Yohanes B. dan Rini Puspita W., 2005). 6
JURNAL EKONOMI – MANAJEMEN – AKUNTANSI No. 35 / Th.XX / Oktober 2013 ISSN:0853-8778 2) Group-Value Model Model ini berpangkal pada perasaan ketidaknyamanan dengan kelompok kerja karena kepentingan-kepentingan pribadi seorang karyawan merasa terancam. Karyawan ini menyadari bahwa kemelekatan antar kelompok perlu dipertahankan untuk melindungi konflik. Model seperti ini diperlukan ketika pengambilan keputusan ingin diterima oleh kelompok karena memikirkan kebutuhan kelompok dibandingkan pribadi maupun golongan (Bass, 2003 dalam Yohanes B. dan Rini Puspita W., 2005). Leventhal (dalam Lind & Tyler, 1988) mengidentifikasi enam aturan pokok dalam keadilan prosedural. Bila setiap aturan ini dapat dipenuhi, suatu prosedur dapat dikatakan adil. Enam aturan yang dimaksud adalah: (1) Konsistensi. Prosedur yang adil harus konsisten baik dari orang satu kepada orang yang lain maupun dari waktu ke waktu. Setiap orang memiliki hak dan diperlakukan sama dalam satu prosedur yang sama. (2) Minimalisasi bias. Ada dua sumber bias yang sering muncul, yaitu kepentingan individu dan doktrin yang memihak. Oleh karenanya, dalam upaya minimalisasi bias ini, baik kepentingan individu maupun pemihakan, harus dihindarkan. (3) Informasi yang akurat. Informasi yang dibutuhkan untuk menentukan agar penilaian keadilan akurat harus mendasarkan pada fakta. Kalau opini sebagai dasar, hal itu harus disampaikan oleh orang yang benar-benar mengetahui permasalahan, dan informasi yang disampaikan lengkap. (4) Dapat diperbaiki. Upaya untuk memperbaiki kesalahan merupakan salah satu tujuan penting perlu ditegakkannya keadilan. Oleh karena itu, prosedur yang adil juga mengandung aturan yang bertujuan untuk memperbaiki kesalahan yang ada ataupun kesalahan yang mungkin akan muncul. (5) Representatif. Prosedur dikatakan adil bila sejak awal ada upaya untuk melibatkan semua pihak yang bersangkutan. Meskipun keterlibatan yang dimaksudkan dapat disesuaikan dengan sub-sub kelompok yang ada, secara prinsip harus ada penyertaan dari berbagai pihak sehingga akses untuk melakukan kontrol juga terbuka. (6) Etis, prosedur yang adil harus berdasarkan pada standar etika dan moral. Dengan demikian, meskipun berbagai hal diatas terpenuhi, bila substansinya tidak memenuhi standar etika dan moral, tidak bisa dikatakan adil. Leventhal (dalam Masterson, dkk., 2000) juga menyatakan perlunya komponen untuk menegakkan dan menjaga keadilan prosedural. Komponen-kompenen tersebut adalah sebagai berikut: (1) Ada agen yang berfungsi mengumpulkan informasi dan membuat keputusan. Agen ini adalah pihak-pihak yang terlibat dalam suatu prosedur sehingga klaim-klaim yang berkaitan dengannya jelas arahnya. (2) Ada aturan yang jelas dan kriteria yang baku. Hal ini dimaksudkan sebagai standar dalam melakukan evaluasi. (3) Ada tindakan nyata untuk mengumpulkan dan menayangkan informasi. Tanpa aktivitas ini maka penilaian keadilan akan sulit dilakukan. (4) Ada 7
JURNAL EKONOMI – MANAJEMEN – AKUNTANSI No. 35 / Th.XX / Oktober 2013 ISSN:0853-8778 struktur dan hierarki keputusan. Dengan prosedur yang sama akan ditelorkan beberapa hasil dan keputusan. Kedudukan hasil dan keputusan ini harus diatur posisinya sehingga secara sistematis peran masing-masing menjadi jelas. Keputusan yang posisinya lebih tinggi tidak bisa dibatalkan oleh keputusan yang posisinya lebih rendah. (5) Keputusan yang dibuat selalu disampaikan secara terbuka kepada semua pihak yang bersangkutan. Hal ini merupakan upaya untuk menjaga netralitas dan minimalisasi bias. (6) Prosedur selalu dijaga agar tetap standar melalui pengawasan dan pemberian sanksi bila ada penyimpangan. Ada mekanisme untuk mengubah prosedur bila prosedur yang diterapkan ternyata tidak bisa berjalan sesuai dengan ketentuan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keadilan prosedural menurut Leventhal (dalam Lind & Tyler, 1988) dapat diukur dengan sejauhmana prosedur formal yang diterapkan dalam pengambilan keputusan baik oleh atasan langsung ataupun oleh organisasi memenuhi prinsip keadilan prosedural yang meliputi: konsistensi, tidak bias, akurat, dapat diperbaiki, representatif, memperhatikan kepantasan atau etika. Kinerja Karyawan Kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya yaitu sesuai dengan tanggung jawab yang telah diberikan kepada karyawan (Mangkunegara, 2004). Definisi lain, menjelaskan bahwa kinerja karyawan merupakan catatan yang dihasilkan dari fungsi karyawan atau kegiatan yang dilakukan karyawan selama periode waktu tertentu (Ambar T dan Rosidah, 2003). Kinerja karyawan juga merupakan suatu prestasi dari seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya (Kasmir, 2000). Berdasarkan pengertian kinerja karyawan dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dengan standar yang telah ditentukan. Kinerja karyawan diharapkan mampu menghasilkan mutu pekerjaan yang baik serta jumlah pekerjaan yang sesuai dengan standar. Kinerja yang dicari oleh organisasi dari seorang karyawan tergantung dari kemampuan individu karyawan tersebut. Bagi karyawan baru, kinerja merupakan bukti dari pemahaman mereka terhadap pekerjaan, sedangkan bagi karyawan lama, kinerja merupakan umpan balik terhadap perilaku terhadap mereka. Sementara itu, indikator kinerja karyawan menurut Mathis dan Jakson (2002) adalah meliputi kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja, dan sikap kooperatif. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: 8
JURNAL EKONOMI – MANAJEMEN – AKUNTANSI No. 35 / Th.XX / Oktober 2013 ISSN:0853-8778
Keadilan Distributif
H1
Kinerja Karyawan
H2 Keadilan Prosedural
Gambar: 1. Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian 1. Keadilan distributif berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang. 2. Keadilan prosedural berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang. METODE PENELITIAN Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan, seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner. Data sekunder adalah referensi yang diperoleh melalui studi kepustakaan untuk memperoleh informasi dari buku-buku referensi, literature internet dan lain sebagainya. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan yang ada di BMT Hudatama Semarang, yakni sebanyak 40 orang. Sedangkan penelitian ini adalah menggunakan metode sensus. Menurut Arikunto (2007), bahwa metode sensus adalah suatu metode dimana jumlah populasi dari penelitian tersebut diambil semua sebagai responden/subyek penelitian. Dengan demikian jumlah subyek/responden dalam penelitian ini adalah 40 orang. Definisi Operasional Variabel 1. Keadilan distributif adalah penilaian karyawan mengenai keadilan atas hasil (outcome) yang diterima karyawan dari organisasi (Greenberg, 1990; Niehoff and Moorman, 1993 dalam Alotaibi, 2001). 2. Keadilan prosedural adalah keadilan organisasi yang berhubungan dengan prosedur pengambilan keputusan oleh organisasi yang ditujukan kepada anggotanya (Alotaibi, 2001).
9
JURNAL EKONOMI – MANAJEMEN – AKUNTANSI No. 35 / Th.XX / Oktober 2013 ISSN:0853-8778 3. Kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya yaitu sesuai dengan tanggung jawab yang telah diberikan kepada karyawan (Mangkunegara, 2004). Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi, wawancara, dan kuesioner. Teknik Analisis Data 1. Uji Kelayakan Model a. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Agar penelitian ini diperoleh hasil yang baik maka penelitian ini menggunakan adjusted R2 karena variabel bebas dalam penelitian ini lebih dari satu. b. Uji F Uji F ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai F tabel,
hitung
dengan F tabel. Jika F hitung > F
maka model regresi layak digunakan atau model regresi tersebut dapat memprediksi variabel
dependennya. Atau jika angka signifikansi < 0,05, maka signifikan, dan jika angka signifikansi > 0,05, maka tidak signifikan. 2. Uji Hipotesis Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t yaitu untuk menguji signifikansi variabel independen yang terdapat dalam persamaan regresi secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen. Kriteria yang digunakan (Ghozali, 2004): a. Jika t
hitung
>t
tabel
Ho ditolak dan Ha diterima, kalau t
hitung
tabel
maka Ho diterima dan Ha
ditolak. b. Jika angka signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima, jika angka signifikansi > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak. 3. Analisis Regresi Linier Berganda Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dengan program SPSS. Persamaan regresinya adalah sebagai berikut (Ghozali, 2004): Y = b1X1 + b2X2 +e Keterangan : X1
= Keadilan distributif
X2
= Keadilan prosedural
Y
= Kinerja Karyawan 10
JURNAL EKONOMI – MANAJEMEN – AKUNTANSI No. 35 / Th.XX / Oktober 2013 ISSN:0853-8778 b
= Koefisien regresi
e
= error
HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Kelayakan Model 1. Hasil Uji Koefisien Determinasi Tabel berikut adalah hasil uji Koefisien Determinasi Tabel 1. b
Model Summary
Model
R
1
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square .523
a
.274
.234
2.09236
a. Predictors: (Constant), keadilan distributif, keadilan prosedural b. Dependent Variable: kinerja karyawan
Dari tabel di atas diperoleh Adjusted R2 adalah 0,234 hal ini berarti bahwa adjusted R2 lebih dari 0, maka dapat dikatakan model tersebut dapat menerangkan variasi variabel bebas (independent) terhadap variabel terikat (dependent). Dengan kata lain bahwa kinerja karyawan dapat dijelaskan oleh variasi dari keadilan distributif dan keadilan prosedural, sedang sisanya (100% - 23,4% = 76,6%) dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model, seperti kemampuan dan keahlian. 2. Hasil Uji F Uji F ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai F tabel,
hitung
dengan F tabel. Jika F hitung > F
maka model regresi tersebut layak digunakan atau model regresi tersebut dapat memprediksi
variabel terikat. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2. b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
Df
Mean Square
60.990
2
30.495
Residual
161.985
37
4.378
Total
222.975
39
F
Sig.
6.966
.003
a
a. Predictors: (Constant), keadilan distributif, keadilan prosedural b. Dependent Variable: kinerja karyawan
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai F dengan probabilitas 0,003<0,05. Karena F
hitung
hitung
>F 11
adalah sebesar 6,966 dan F tabel
tabel
sebesar 3,23
atau probabilitas jauh lebih kecil daripada
JURNAL EKONOMI – MANAJEMEN – AKUNTANSI No. 35 / Th.XX / Oktober 2013 ISSN:0853-8778 0,05, maka model regresi ini dapat digunakan untuk memprediksi kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang. Hasil Uji Hipotesis Hasil uji hipótesis dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3. Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model
B
1
(Constant)
Std. Error 9.222
3.450
Keadilan distributif
.510
.232
Keadilan prosedural
.502
.217
Coefficients Beta
t
Sig. 2.673
.011
.320
2.201
.034
.337
2.314
.026
a. Dependent Variable: Kinerja karyawan
Dari tabel di atas diperoleh nilai t dari variabel keadilan distributif sebesar 2,201 dengan signifikansi sebesar 0,034<0,05, artinya bahwa keadilan distributif berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Dengan kata lain bahwa kinerja karyawan dapat dipengaruhi oleh keadilan distributif, sehingga dengan demikian hipotesis 1 diterima. Selanjutnya nilai t dari variabel keadilan prosedural adalah sebesar 2,314 dengan signifikansi sebesar 0,026<0,05, artinya bahwa keadilan prosedural berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Dengan kata lain bahwa kinerja karyawan dapat dipengaruhi oleh keadilan prosedural, sehingga dengan demikian hipotesis 2 juga diterima. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Persamaan regresi ini dibentuk dari variabel keadilan distributif, keadilan prosedural, dan kinerja karyawan. Hasilnya dapat dilihat berdasarkan pada tabel 3 di atas. Dari variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi dapat ditulis persamaan regresi sebagai berikut: Y
= 0,320 X1 + 0,337 X2 + e
Berdasarkan persamaan di atas dapat dilakukan interpretasi sebagai berikut: Koefisien regresi atau b1= 0,320 (positif), artinya bahwa keadilan distributif memiliki pengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Koefisien regresi b2= 0,337 (positif), artinya bahwa keadilan prosedural memiliki pengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Pembahasan
12
JURNAL EKONOMI – MANAJEMEN – AKUNTANSI No. 35 / Th.XX / Oktober 2013 ISSN:0853-8778 Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis pertama yang mengatakan bahwa keadilan distributif berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang adalah terbukti diterima. Hasil ini dibuktikan dengan output dari nilai t
hitung
sebesar
2,201 dengan taraf signifikansinya sebesar 0,034<0,05, maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan dapat dipengaruhi oleh faktor keadilan distributif. Hasil ini mendukung pendapatnya Supardi (2008), bahwa keadilan distributif pada dasarnya dapat tercapai apabila hasil/penerimaan dan masukan antara dua orang/dua karyawan sebanding. Apabila dari perbandingan proporsi yang diterima sebanding atau lebih besar, maka ada kemungkinan dikatakan bahwa hal itu adil, dan ini berdampak pada hasil kerja mereka. Namun apabila dari perbandingan proporsi yang diterimanya lebih kecil dibanding yang lain, maka ada kemungkinan bahwa hal itu dikatakan tidak adil sehingga hal inipun akan berdampak pada hasil kerja mereka. Hasil uji hipotesis kedua juga membuktikan bahwa keadilan prosedural berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang. Hasil ini dibuktikan dengan nilai t sebesar 2,314 dengan signifikansi sebesar 0,026<0,05, maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan juga dapat dipengaruhi oleh faktor keadilan prosedural. Hasil ini mendukung pendapatnya Cropanzano et al., dalam Beugre (1998) bahwa sebuah organisasi yang adil salah satunya adalah dicirikan dengan prosedur yang menjamin hal itu sebagai pernyataan, proses, peringatan, dan sebagainya. Keadilan prosedural melibatkan karakteristik formal sebuah sistem, dan salah satu indikator yang jelas dari keadilan prosedural adalah adanya beberapa mekanisme yang mengatur secara jelas bagi karyawan untuk mengatakan tentang sesuatu yang terjadi dalam pekerjaannya. Apabila pekerjaan karyawan diatur dengan mekanisme yang jelas, maka kemungkinan besar hal ini akan berdampak pada hasil kerja yang telah dilakukan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keadilan distributif dan keadilan prosedural memiliki peran penting atau bisa dikatakan bahwa keduanya berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Keadilan distributif berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang. Hasil ini dibuktikan dengan output dimana nilai thitung sebesar 2,201 dengan taraf signifikansinya sebesar 0,034<0,05, maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang dipengaruhi oleh keadilan distributif yang diberikan organisasi. 13
JURNAL EKONOMI – MANAJEMEN – AKUNTANSI No. 35 / Th.XX / Oktober 2013 ISSN:0853-8778 2. Keadilan prosedural berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang. Hasil ini dibuktikan dengan output dimana nilai thitung sebesar 2,314 dengan taraf signifikansinya sebesar 0,026<0,05, maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang juga dipengaruhi oleh keadilan proseduralnya. Saran Berdasarkan dari hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, peneliti berkeinginan untuk memberikan beberapa saran, yaitu sebagai berikut: 1. Adanya kontribusi keadilan distributif dalam upaya untuk meningkatkan kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang, maka peneliti berharap kepada pihak BMT untuk lebih memperhatikan mengenai keadilan distributif tersebut. Keadilan distributif adalah penting untuk semangat karyawan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya agar kelangsungan hidup mereka terpenuhi. 2. Berdasarkan hasil analisis bahwa keadilan prosedural bisa berpengaruh terhadap kinerja karyawan BMT Hudatama Semarang, maka peneliti juga berharap kepada pihak BMT untuk memperhatikan keadilan prosedural tersebut agar karyawan bisa melakukan pekerjaan dengan mekanisme-mekanisme yang lebih mudah sehingga mereka dapat meningkatkan kinerjanya. DAFTAR PUSTAKA Alotaibi, Adam G, 2001. Antecedents of Organizational Citizenship Behavior: A Study of Public Personnel in Kuwait, Public Personnel Managament. Ambar T., dan Rosidah, 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Graha Ilmu: Yogyakarta. Arikunto, Suharsimi. 2007. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta. Beugre, Constan D., 1998. Managing Fairness in Organizations. London: Quorum Books, Westport, Connecticut. Gilliland, Stephen W., 1994. Effects of Procedural and Distributive Justice on Reactions to Selection System. Journal of Applied Psychology, 79, 691-701. Ghozali, Imam, 2004. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Kasmir, 2000. Manajemen Perbankan, PT Raja Grafindo Persada: Jakarta. Koopman Jr., Richard, 2003. The Relationship Between Perceived Organizational Justice and Organizational Citizenship Behaviors:A Review of the Literature. Working Paper. Lind, and Tyler, 1988. The social psychology of procedural justice, Plenum Press, New York. Masterson, 2000. Integrating Justice and Social Exchange: The Differing Effects of Fair Procedures and Treatment on Working Relationship, Ecademy of Management Journal. Mathis,Robert L dan Jackson John H, 2002. (Human Resource Management) Manajemen Sumber Daya Manusia. Salemba Empat Jakarta. Mangkunegara, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung.
14
JURNAL EKONOMI – MANAJEMEN – AKUNTANSI No. 35 / Th.XX / Oktober 2013 ISSN:0853-8778 Mahmudah Enny, 2010. Pengaruh Keadilan Organisasi terhadap Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasional dan OCB Pegawai (Studi Kasus di RS Bersalin Pura Raharja Surabaya). Majalah Ekonomi Tahun XX No.1 Robbins P.S., 2006. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Penerbit PT Indeks: Jakarta. Supardi, 2008. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Keadilan Distributif dan Keadilan Prosedural serta Produktivitas Kerja Pegawai Hotel Berbintang di Daerah Istimewa Yogyakarta. Optimal, Vol.6, No.1 Yohanes B. And Rani Puspita W., 2005. Peran Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, dan Keadilan Interaksional Perusahaan terhadap Komitmen Karyawan pada Perusahaan (Studi pada Perusahaan X), Jurnal Psikologi Vol. 3 No.2.
15