KEADILAN DISTRIBUTIF, KEADILAN PROSEDURAL, …………………………..………………………………...(R. Philipus Lewis)
KEADILAN DISTRIBUTIF, KEADILAN PROSEDURAL, KEADILAN INTERAKSIONAL KOMPENSASI DAN KOMITMEN KARYAWAN R. Philipus Lewis Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bulungan Tarakan Jl. Gunung Amal, Kampung Enam, Tarakan Timur
ABSTRACT The purpose of this study is to examine the effect of distributive justice, procedural justice, and interactional justice of compensation on employees’ commitment. Primary data have been collected from 53 consultant companies’ employees. Multiple regression is used for testing three hypotheses. The results show that compensation distributive justice and interactional justice have effect on employees’ commitment, while compensation procedural justice show no such effect. Keywords: distributive justice, procederal justice, interactional justice, employees’ commitment
ABSTRAK Tujuan penelitian adalah menguji pengaruh keadilan distributif, keadilan prosedural, dan keadilan interaksional dalam sistem kompensasi terhadap komitmen karyawan. Data primer dikumpul dari 53 karyawan perusahaan konsultan. Regresi berganda digunakan untuk menguji tiga hipotesis penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keadilan distributif dan keadilan interasional berpengaruh terhadap komitmen karyawan. Sementara itu, keadilan prosedural tidak berpengaruh signifikan pada komitmen karyawan. Kata kunci: keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interaksional, komitmen karyawan
PENDAHULUAN Untuk menjadi efektif, kompensasi harus dipersepsikan oleh karyawan sebagai sesuatu yang adil. Perusahaan harus mampu mempertimbangkan kebijakan kompensasi yang dapat meningkatkan persepsi keadilan organisasional dan memperkuat sikap karyawan yang diperlukan. Milkovich, et al. (2011) mengaitkan kompensasi dengan semua bentuk imbalan
keuangan, pelayanan nyata, dan berbagai tunjangan yang diterima sebagai karyawan. Persepsi yang positif atas keadilan organisasional pada sistem kompensasi akhirnya diharapkan meningkatkan komitmen kerja karyawan. Meskipun demikian, kajian tentang persoalan keadilan organisasional kompensasi ini masih belum jelas dan terus berlangsung. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha menutup gap yang masih ada.
1
JRMB, Volume 8, No.1 Juni 2013
Keadilan organisasional adalah suatu konsep penting untuk memahami dan memprediksi perilaku organisasional (Hartman et al., 1999). Keadilan organisasional dapat didefinisikan sebagai persepsi karyawan atas perlakuan yang adil dalam organisasi. Keadilan organisasional ini menjadi isu yang menonjol dalam kajian di bidang sumberdaya manusia. Makna tentang keadilan terus mengalami perkembangan semenjak Adam (1965) memperkenalkan keadilan distributif. Dalam perkembangannya, kajian tentang keadilan distributif kemudian bergesar kepada keadilan prosedural dan keadilan interaksional. Literatur keadilan organisasional menunjukkan bahwa masing-masing jenis keadilan itu dapat memainkan peran berbeda dalam memperbaiki luaran organisasional (Kwon et al., 2008). Luaran organisasional dapat meliputi komitmen organisasional dan evaluasi terhadap karyawan (McFarlin and Sweeney,1992). Reaksi karyawan di tempat kerja dalam merespon perilaku manajemen tidak dapat dipahami tanpa membedakan ketiga tipe keadilan. Meskipun demikian, hasil penelitian yang ada masih belum jelas tentang jenis keadilan mana yang lebih berpengaruh pada komitmen organisasional. Secara teoritis ketiga jenis keadilan diasumsikan berpengaruh pada sikap karyawan. Beberapa hasil penelitian memberi dukungan empiris bahwa keadilan distributif, keadilan prosedural, dan keadilan interaksional dalam praktik kompensasi berpengaruh positif pada komitmen organisasional. Hasil penelitian Kwon et al. (2008) menunjukkan bahwa keadilan distributif, keadilan prosedural, dan keadilan interaksional dalam sistem kompensasi berpengaruh positif pada komitmen organisasional. Demikian juga, hasil penelitian yang dilakukan oleh Murtaza et al. (2011) menyimpulkan bahwa keadilan distributif dan keadilan prosedural ber2
pengaruh positif pada komitmen kerja karyawan. Keadilan distributif kompensasi dapat didefinisikan sebagai perlakuan adil bagi karyawan ditinjau dari gaji atau upah, jam kerja, promosi, dan reward lainnya. Jika para manajer tidak merancang upah dan kebijakan promosi sesuai pendidikan, kepakaran, dan kecakapan, serta kinerja para karyawan, mereka akan kecewa dan tidak berkomitmen pada organisasi (Murtaza et al., 2011). Sementara itu, keadilan prosedural kompensasi fokus pada proses keputusan yang diambil untuk menentukan luaran pekerjaan yang dipandang masuk akal. Para karyawan ingin mengetahui keputusan apa yang diambil dan bagaimana proses keputusan dibuat. Dalam suatu organisasi, jika evaluasi dari manajer atas kinerja karyawan dipersepsikan tidak adil sesuai dengan aturan dan regulasi, maka mereka mempersepsinya tidak ada keadilan. Para manajer dianggap diskriminasi dalam keputusan mereka. Praktik yang demikian akan mengarah kepada rasa frustasi para karyawan. Respon terhadap ketidakadilan ini akan meyebabkan kinerja karyawan memburuk. Sebaliknya, karyawan mempersepsikan bahwa jika para manajer memperlakukan secara adil para karyawan, mereka akan bangga dengan perusahaannya dan akhirnya organisasi akan mendapat luaran organisasional yang diharapkan, seperti komitmen organisasional. Selanjutnya keadilan interaksional kompensasi berkaitan dengan keadilan yang terjadi ketika perlakuan dalam implementasi atau pengalokasian tingkat upah dipandang adil. Beberapa penelitian menyarankan keadilan interaksional terdiri dari dua bentuk, yaitu keadilan interpersonal dan keadilan informasional (Colquitt et al, 2001). Keadilan interpersonal mencerminkan sejauhmana orang diperlakukan dengan cara sopan, dimuliakan, dihargai. Sebaliknya, keadilan informasi-
KEADILAN DISTRIBUTIF, KEADILAN PROSEDURAL, …………………………..………………………………...(R. Philipus Lewis)
onal menekankan pada akurasi dan kualitas penjelasan yang individu terima. Meskipun perlakuan yang adil dalam sistem kompensasi sudah diterapkan dalam organisasi, karyawan mungkin mempersepsikannya bahwa mereka tidak diperlakukan secara adil oleh majikannya. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, Murtaza et al. (2011). Penelitian ini menambah jenis keadilan interaksional seperti yang dilakukan oleh Kwon et al. (2008). Selain itu, tidak seperti penelitian Murtaza et al. (2011) penelitian ini lebih fokus pada persepsi tentang keadilan dan perlakuan yang adil dalam praktik kebijakan kompensasi yang diterima karyawan. Bagaimana seseorang memandang kompensasi akan mempengaruhi bagaimana seorang berperilaku. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh keadilan distributif, keadilan prosedural, dan keadilan interaksional mengenai praktik kompensasi terhadap komitmen organisasional karyawan. KAJIAN LITERATUR Kompensasi atau remunerasi merupakan faktor utama bagi daya saing perusahaan untuk menarik dan merekrut dan untuk meningkatkan keefektifan karyawan. Dengan kata lain, remunerasi merupakan area manajemen sumberdaya masnusia yang kritikal dan dapat mempengaruhi perilaku karyawan, memberi karyawan insentif untuk memperbaiki kinerja. Untuk menjadi efektif, kompensasi harus dipersepsikan oleh karyawan sebagai sesuatu yang berdaya saing, akurat, memotivasi, dan mudah dipahami. Oleh karena itu, dalam kebijakan kompensasinya, perusahaan harus mempertimbangkan keseimbangan antara keadilan internal dan daya saing eksternal. Keadilan organisasional tentang kompensasi ini menjadi isu yang penting dalam kajian di bidang sumberdaya
manusia. Makna tentang keadilan terus mengalami perkembangan semenjak Adam (1965) memperkenalkan persepsi tentang keadilan distributif. Kajian awalnya tentang keadilan distributif kemudian bergesar kepada keadilan prosedural dan keadilan interaksional. Teori Keadilan (Adam, 1963, 1965) mengasumsikan bahwa motivasi berasal dari perbandingan input yang seorang investasikan pada suatu pekerjaan dan luaran (upah) yang seorang terima dibandingkan dengan input dan luaran yang orang/kelompok lain terima. Teori ini menunjukkan bahwa para individu tertarik mempertahankan keadilan dalam hubungan mereka dengan organisasi. Keadilan ditentukan dengan perbandingan sosial yang didasarkan pada pertukaran sosial. Pertukaran sosial terjadi antara individual dan organisasi. Bagaimana seseorang memandang kompensasi akan mempengaruhi bagaimana seseorang berperilaku. Hal ini tidak berarti kompensasi sama bagi setiap orang. Penelitian telah menunjukkan bahwa persepsi karyawan tentang keadilan mengenai praktik atau peristiwa dapat mencakup tiga jenis keadilan: distributif, prosedural, dan interaksional (CohenCharash dan Spector, 2001; Cropanzano, et al., 2002; Kwon et al., 2008). Keadilan distributif berkaitan dengan keadilan jumlah upah yang karyawan terima dari organisasi. Keadilan prosedural berkaitan dengan keadilan proses atau kebijakan organisasional. Keadilan interaksional berkaitan dengan keadilan perlakuan interpersonal yang karyawan terima dari pembuat keputusan organisasional. Beberapa peneliti beragumen bahwa keadilan distributif, prosedural, dan interaksional memiliki efek unik pada sikap karyawan. Karena keadilan distributif berkaitan dengan jumlah upah, maka hal ini berkaitan dengan langsung dengan kepuasan upah (McFarlin dan Sweeney, 1992; Konovsky, 2000) dan kepuasan 3
JRMB, Volume 8, No.1 Juni 2013
pekerjaan (McFarlin dan Sweeney, 1992). Dengan menggunakan kerangka pertukaran sosial, beberapa peneliti berargumen bahwa karena keadilan prosedural berkaitan dengan proses dan kebijakan organisasional yang menentukan alokasi upah, maka hal ini lebih mungkin mempengaruhi sifat hubungan antara karyawan dan manajemen. Sebaliknya, karena keadilan interaksional ditentukan oleh perilaku interpersonal dari atasan lansung, maka hal ini dapat mempengaruhi hubungan antara karyawan dan atasannya. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa sekalipun keadilan prosedural lebih berkaitan langsung dengan komitmen organisasional, keadilan interaksional lebih berkaitan dengan kepuasan kerja. Meskipun ketiga jenis keadilan secara teoritis diasumsikan lebih berkaitan kuat dengan sikap karyawan, bukti empiris juga mununjukkan bahwa pengaruh ketiga jenis keadilan tumpang tindih pada kondisi tertentu (CohenCharash dan Spector, 2001; Colquitt et al., 2001). Dengan demikian, keadilan distributif, prosedural dan interaksional mungkin berkaitan dengan komitmen organisasional. Komitmen organisasional adalah suatu kondisi psikologis yang mengikat seorang individu pada suatu organisasi (Allen danMeyer, 1990). Komitmen organisasional mencerminkan tingkat loyalitas karyawan terhadap organisasi. Hal ini berarti sejauhmana karyawan memiliki tujuan organisasi dan merasa bangga menjadi anggota organisasi. Perasaan yang demikian mengindikasikan tingkat komitmen organisasional karyawan. Lambart et al. (2006) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai kekuatan ikatan seorang miliki dengan organisasi. Ikatan psikologis antara karyawan dan organisasi ini akan menyebabkan kecil kemungkinannya perputaran karyawan. Komitmen dapat dipisahkan menjadi dua komponen independen tetapi berkai4
tan: komitment afektif (attitudinal) dan komitmen kontinuansi (kalkulatif) (Mathieu dan Zajac, 1990). Komitmen afektif didefinisikan sebagai pengikatan emosional, pengenalan dan keterlibatan karyawan dalam organisasi (Allen dan Meyer, 1990). Komitmen kontinuansi adalah biaya yang dipersepsikan berkaitan dengan meninggalkan organisasi. Penelitian sebelumnya tentang anteseden komitmen organisasional telah merekomendasikan bahwa bauran karakteristik individu dan karakteritistik organisasional dapat mempengaruhi level komitmen karyawan. Isu komitmen karyawan berbeda dalam tipe organisasi yang berbeda. Kemungkinan ada perbedaan yang fundamental di antara kelas organisasi yang mempengaruhi sikap komitmen karyawan. Komitmen organisasi berbedabeda dari pribadi ke pribadi lainnya. Kepuasan kerja seorang ke arah pencapaian suatu tujuan sebagai akibat komitmen organisasional. Sikap positif terhadap organisasi akan dengan pasti menuntut komitmen organisasional, (Roussean and Parks 1993; Mayer dan Allen, 1997; Rhoades dan Eisenberger, 2002). Ada banyak anteseden komitmen organisasional, namun dalam penelitian lebih fokus pada keadilan distributif kompensasi, keadilan prosedural kompensasi, dan keadilan interaksional kompensasi.
PENGEMBANGAN HIPOTESIS Keadilan Distributif Organisasional
dan Komitmen
Distributive Justice Theory mengasumsikan bahwa keadilan (fairness) yang terjadi ketika orang menerima apa yang mereka pikirkan mereka layak menerimanya dari pekerjaan mereka. Homans (1976) dalam Kwon et al. (2008) menyatakan bahwa dua orang yang saling berhubungan berpikir adil bagi mereka
KEADILAN DISTRIBUTIF, KEADILAN PROSEDURAL, …………………………..………………………………...(R. Philipus Lewis)
diberi imbalan sesuai dengan biaya dan investasi mereka. Keadilan terjadi ketika seorang membandingkan input (effort) dan luaran (upah) dengan input dan luaran yang lainnya. Keadilan distributif terjadi pada saat orang menerima apa yang mereka pikirkan mereka layak menerimanya dari pekerjaan mereka. Seorang merasa tidak adil ketika mempersepsikan rasio input (effort) dan luaran (upah) adalah dibayar lebih rendah dengan pihak lain dalam pekerjaan dan organisasi yang sama. Ketidaksesuaian ini berpangaruh pada tensi psikologis dan luaran organisasi. Keadilan distibutif dapat didefinisikan sebagai perlakuan adil bagi karyawan ditinjau dari gaji atau upah, jam kerja, promosi, dan reward lainnya. Jika para manajer merancang upah dan kebijakan promosi sesuai pendidikan, kepakaran, dan kecakapan, serta kinerja para karyawan, mereka akan puas dan berkomitmen pada organisasi. Hasil penelitian Kwon et al. (2008) dan Murtaza et al. (2011) mendukung pernyataan ini bahwa persepsi karyawan atas keadilan distributif berpengaruh positif terhadap komitmen kerja karyawan. Dengan demikian hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut: H1: Keadilan interaksional kompensasi berpengaruh positif terhadap komitmen kerja karyawan
Keadilan Prosedural Organisasional
dan Komitmen
Procedural Justice Theory mengasumsikan bahwa keadilan yang terjadi ketika proses keputusan yang diambil untuk menentukan luaran pekerjaan dipandang masuk akal. Leventhal (1996) menyarankan enam aturan yang seorang harus gunakan ketika menilai keadilan prosedural: konsistensi, penindasan bias,
akurasi, keterkoreksian, perwakilan, dan etika. Keadilan yang dipersepsikan atas proses pembuatan keputusan tentang distribusi upah mempengaruhi sikap karyawan. Karyawan yang turut berpartisipasi dalam proses keputusan membuat meraka dan merasa memiliki informasi lebih baik tentang sistem upah akan mengarah kepada tingkat komitmen yang lebih tinggi pada organisasi dan kontrol yang lebih besar pada sistem upah itu. Jadi, persepsi karyawan atas keadilan terhadap prosedur distribusi upah berkaitan dengan sikap positif karyawan seperti kepercayaan terhadap manajemen dan organisasi. Jika karyawan mempersepsikan keadilan pada proses pembuatan keputusan dalam mengalokasikan level upah, hal ini akan meningkatkan komitmen kerja karyawan. Hasil penelitian Kwon et al. (2008) dan Murtaza et al. (2011) mendukung pernyataan ini bahwa persepsi karyawan atas keadilan prosedural berkaitan positif terhadap komitmen kerja karyawan. Dengan demikian hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut: H2: Keadilan prosedural kompensasi berpengaruh positif terhadap komitmen kerja karyawan
Keadilan Interaksional dan Komitmen Organisasional Interactional justice theory mengasumsikan bahwa keadilan yang terjadi ketika perlakuan dalam implementasi atau pengalokasian tingkat upah dipandang adil. Keadilan interaksional mencakup truthfulness, respect, propriety, dan justification. Elemen ini diduga kuat menangkap esensi perlakuan interpersonal selama implementasi prosedur. Riset terkini juga menyarankan keadilan interaksional terdiri dari dua bentuk yang berbeda, yaitu keadilan interpersonal dan 5
JRMB, Volume 8, No.1 Juni 2013
keadilan informasional (Colquitt, et al. 2001). Keadilan interpersonal mencerminkan sejauhmana orang diperlakukan dengan cara sopan, dimuliakan, dihargai. Sebaliknya, keadilan informasional menekankan pada akurasi dan kualitas penjelasan yang individu terima. Keadilan perlakuan atasan langsung dalam mendistribusikan level upah akan mempengaruhi sikap karyawan. Teori keadilan interaksional menjelaskan bahwa jika karyawan mempersepsikan keadilan pada perlakuan atasan mereka dalam mengalokasikan level upah, hal ini akan meningkatkan komitmen kerja dan kinerja pekerjaan. Hasil penelitian Kwon et al. (2008) dan Murtaza et al. (2011) mendukung pernyataan ini bahwa persepsi karyawan atas keadilan interaksional berpengaruh positif terhadap komitmen kerja karyawan. Dengan demikian hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut: H3: Keadilan interaksional kompensasi berpengaruh positif terhadap komitmen kerja karyawan Model Teoritis Penelitian
Bakshi, Kumar and Rani (2009) melaporkan bahwa keadilan distributif dan prosedural berkaitan signifikan dengan kemitmen organisasional karyawan di India. Hasil yang sama juga ditemukan oleh Masterson, Lewis, Goldman and Taylor (2000). Mereka menjelaskan keadilan organisasional adalah suatu indikator penting bagi kepuasan pekerjaan dan komitmen karyawan. Lambert et al. (2005) membuktikan asosiasi positif signifikan persepsi karyawan atas keadilan distributif dan prosedural dengan komitmen terhadap organisasi. Juga Masterson et al. (2000) menjelaskan bahwa keadilan prosedural menjadi preditor yang lebih kuat dari kepuasan kerja dibandingkan keadilan distributif, dan kepuasan pekerjaan ini mengarah kepada komitmen organisasional. Lambert et al. (2005) juga berarguman bahwa persepsi keadilan prosedural memiliki dampak besar pada komitmen organisasional karyawan daripada persepsi keadilan distributif. Ditinjau dari perspektif teori dan hasil riset yang dijelaskan sebelum, secara ringkas hubungan variabel keadilan organisasional dan komitmen oranisasional karyawan dijelaskan dalam model teoretis seperti disajikan pada gambar 2.
Keadilan Distributif Kompensasi Keadilan Prosedural Kompensasi
Komitmen organisasional Karyawan
Keadilan Interaksional Kompensasi
Gambar 2. Model Keadilan Distributif, Prosedural, Interaksional dalam Sistem Kompensasi dan Komitmen Karyawan 6
KEADILAN DISTRIBUTIF, KEADILAN PROSEDURAL, …………………………..………………………………...(R. Philipus Lewis)
METODA PENELITIAN Sampel dalam penelitian terdiri dari Karyawan Perusahaan Jasa Konsultansi. Penentuan sampel menggunakan teknik random sampling. Sampel ditentukan secara acak. Penelitian menggunakan kuesioner yang diberikan kepada karyawan Perusahaan Jasa Konsultansi di Kaltara. Jumlah responden yang dapat digunakan dalam penelitian ini sebanyak 53 responden. Keadilan Distributif Keadilan distributif berkaitan dengan keadilan jumlah upah yang karyawan terima dari organisasi. Penelitian ini menggunakan instrumen yang digunakan oleh Faulk II, 2002. Beberapa studi sebelumnya telah menggunakan skala ini dengan hasil yang memuaskan. Keadilan distributif diukur dari enam butir pernyataan. Butir pernyataan mencakup: 1) mempertimbangkan tanggungjawab yang saya miliki, 2) memperhitungkan pendidikan dan pelatihan yang saya miliki, 3) ditinjau dari pengalaman yang saya miliki, 4) karena upaya (effort) yang saya berikan, 5) karena pekerjaan yang saya lakukan dengan baik, 6) karena tekanan dan ketegangan pekerjaan saya. Setiap butir pernyataan diberi skala tipe likert dengan tujuh poin, 1 sampai 5 (1= Sangat Tidak Setuju, sedangkan 5= Sangat Setuju). Keadilan Prosedural Keadilan prosedural berkaitan dengan keadilan proses atau kebijakan organisasional. Penelitian ini menggunakan instrumen yang digunakan oleh Scholl, Greenberg, (1986) dan et al. (1987) seperti dikutip Faulk II, 2002. Beberapa studi sebelumnya telah menggunakan skala ini dengan hasil yang
memuaskan. Keadilan prosedural diukur dari sembilan butir pernyataan. Butir pernyataan mencakup: 1) prosedur dan aturan konsisten digunakan untuk membuat keputusan tentang kompensasi, 2) ada bias dan motif pribadi membentuk keputusan kompensasi , 3) keputusan remunerasi dibuat secara etis, 4) informasi yang akurat digunakan untuk membuat keputusan tentang remunerasi, 5) masukan didengar sebelum membuat keputusan, 6) ada kesempatan untuk mengubah keputusan yang sudah dibuat, 7) alasan yang melatarbelakangi keputusan remunerasi dijelaskan, 8) perhatian diberikan karena hak, dan 9) remunerasi yang diberlakukan adil. Setiap butir pernyataan diberi skala tipe likert dengan tujuh poin, 1 sampai 5 (1= Sangat Tidak Setuju, sedangkan 5= Sangat Setuju). Keadilan Interaksional Keadilan interaksional berkaitan dengan keadilan perlakuan interpersonal yang karyawan terima dari pembuat keputusan organisasional. Penelitian ini menggunakan instrumen yang digunakan oleh Larry H. Faulk II, 2002. Beberapa studi sebelumnya telah menggunakan skala ini dengan hasil yang memuaskan. Keadilan interaksional diukur dari tujuh butir pernyataan. Butir pernyataan mencakup: 1) sokongan atasan langsung ketika mengeluh atau mengadu tentang gaji, 2) atasan langsung terus terang dan tulus iklas (jujur) tentang kenaikan Gaji, 3) atasan langsung adalah jujur dan etis dalam menangani persoalan tingkat Gaji, 4) para atasan mengatakan yang sebanarnya atau jujur dalam negosiasi kompensasi, 5) para atasan dapat dipercayai ketika sampai pada negosiasi kompensasi, 6) para atas memberi penjelasan yang rasional tentang negosiasi kompensasi, 7) para atasan menghargai wakil buruh dalam negosiasi 7
JRMB, Volume 8, No.1 Juni 2013
kompensasi. Setiap butir pernyataan diberi skala tipe likert dengan tujuh poin, 1 sampai 5 (1= Sangat Tidak Setuju, sedangkan 5= Sangat Setuju). Komitmen organisasional Komitmen organisasional adalah suatu kondisi psikologis yang mengikat seorang individu pada suatu organisasi. Penelitian ini menggunakan instrumen yang digunakan oleh Meyer et al. (1990) seperti dikutip oleh Faulk II, 2002. Juga, beberapa studi sebelumnya telah menggunakan skala ini dengan hasil yang memuaskan. Komitmen organisasional diukur dari sebelas butir pernyataan. Butir pernyataan ini mencakup: 1) perasaan bahagia menjalankan karir pada perusahaan 2) perasaan seakan-akan persoalan perusahaan ini milik sendiri, 3) perasaan kuat memiliki perusahaan, 4) perasaan menjadi bagian keluarga di perusahaan, 5) perusahaan memiliki banyak makna pribadi, 6) bekerja dengan perusahaan adalah masalah kebutuhan dan kehendak, 7) sangat sulit untuk meninggalkan perusahaan sekarang, sekalipun menginginkannya, 8) terlalu banyak kehidupan terganggu jika saya memutuskan untuk meninggalkan perusahaan sekarang, 9) terlalu banyak alasan untuk meninggalkan perusahaan, 10) sudah memberi begitu banyak kontribusi pada perusahaan, sehingga tidak mempertimbangkan bekerja di tempat lain, 11) konsekuensi negatif meninggalkan organisasi ini adalah jarangnya alternatif yang lain. Setiap butir pernyataan diberi skala tipe likert dengan tujuh poin, 1
8
sampai 5 (1= Sangat Tidak Setuju, sedangkan 5= Sangat Setuju). Uji reliabilitas dan validitas dari item pertanyaan telah dilakukan. Untuk menilai reliabilitas, uji statistik alpha Cronbach digunakan untuk menentukan tingkat konsistensi diantara butir pernyataan pada masing masing faktor atau konstruk. Suatu konstruk dikatakan cukup reliabel jika memberi nilai alpha Cronbach > 70% (Nunnally, 1960). Uji validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu instrumen kuesioner. Instrumen dikatakan valid apabila instrumen dapat dengan tepat mengukur apa yang hendak diukur. Penelitian ini lebih menguji pada validitas butir instrumen. Untuk mengukur validitas butir instrumen dilakukan dengan cara menghitung korelasi (r) antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk. Adapun harga kritis untuk validitas butir adalah 0,30 (Widoyoko, 2009:143). Jika nilai validitas butir, korelasi, r > 0,30 maka nomor butir tersebut dapat dikatakan valid. HASIL PENELITIAN Pertama dilakukan penyajian data statistik deskriptif dan hasil uji reliabilitas dan validitas. Statistik deskriptif meliputi angka statistik, yaitu rerata, standard deviasi, nilai ekstrim. Deskriptif statistik yang dimaksud disini adalah variabelvariabel utama yang digunakan sebagai dasar pengujian hipotesis, yaitu keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interaksional, komitmen organisasional. Data deskriptif disajikan pada tabel 1.
KEADILAN DISTRIBUTIF, KEADILAN PROSEDURAL, …………………………..………………………………...(R. Philipus Lewis)
Tabel 1 Data Deskriptif Variabel Keadilan Prosedural Kompensasi (PJ) Keadilan Distributif Kompensasi (DJ) Keadilan Interaksional Kompensasi (IJ) Komitmen Organsasional Kompensasi (KO)
N
Minimum
Maksimum
Rerata
Deviasi Standar
53
2.22
4.67
3.2351
.63084
53
2.83
5.00
3.6496
.55594
53
2.43
5.00
3.0753
.70509
53
2.25
3.83
3.0526
.51948
Uji reliabilitas dan validitas dari item pertanyaan telah dilakukan. Untuk menilai reliabilitas, uji statistik alpha Cronbach digunakan untuk menentukan tingkat konsistensi diantara butir pernyataan pada masing masing faktor atau konstruk. Hasil perhitungan apha Cronbach untuk masing-masing faktor disajikan pada tabel 2. Sementara itu, uji validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu instrumen kuesioner. Instrumen dikatakan
valid apabila instrumen dapat dengan tepat mengukur apa yang hendak diukur. Penelitian ini lebih menguji pada validitas butir instrumen. Untuk mengukur validitas butir instrumen dilakukan dengan cara menghitung korelasi (r) antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk. Adapun harga kritis untuk validitas butir adalah 0,30. Hasil perhitungan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk juga disajikan pada tabel 2.
Tabel 2 Hasil Analisis Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Variabel
Cronbach ’s Alpha
Corrected Item-Total Correlation
Keadilan Prosedural Kompensasi (PJ)
0,92
r > 0,30
Keadilan Distributif Kompensasi (DJ)
0,86
r > 0,30
0,95
r > 0,30
0,82
r > 0,30
Keadilan Interaksional Kompensasi (IJ) Komitmen Organsasional (KO)
Hasil uji reliabilitas, dan validitas disajikan pada tabel 2. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa nilai alpha untuk semua konstruk memberi nilai alpha Cronbach, α > 70%. Hasil uji ini
Simpulan Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel
dapat disimpulkan bahwa semua variabel memenuhi kriteria reliabilitas. Sementara itu, hasil uji validitas butir menunjukkan bahwa semua item pernyataan untuk masing-masing variabel 9
JRMB, Volume 8, No.1 Juni 2013
berada diatas nilai kritis, r > 0,30. Hasil ini dapat dikatakan semua variabel memenuhi kriteria validitas butir. Berdasarkan kriteria ini, dapat disimpulkan bahwa keadilan distributive kompensasi, keadilan procedural kompensasi, keadilan interaksional kompensasi, dan komitmen organisasional semua indikator valid. .
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan model regresi berganda. Model ini menjelaskan keadilan distributif kompensasi, keadilan procedural kompensasi, keadilan interaksional kompensasi dan komitmen organisasional. Hasil model uji hipotesis ini dirangkum dalam tabel 3.
Tabel 3 Ringkasan Hasil Model Empiris Penelitian Model: KO,it = α + β1DJ,it+ β2PJ,it + β3IJ,it + µ,it Hipotesis H1
H2
Variabel
Prediksi
Koefisien (Nilai t)
Simpulan
Keadilan Distributif Kompensasi (DJ)
β>0
0.77 (2.62*)
Didukung
Keadilan Prosedural Kompensai (PJ)
β>0
-1.06 (-4.19*)
Tidak Didukung
Keadilan 0.23 Interaksional β>0 Didukung (1.82**) Kompensasi (IJ) Adjusted R2 0.25 F-test 6.77* Keterangan: KO = Komitmen Organisasional; *signifikan pada critical value, α = 5% **signifikan pada critical value, α = 10% H3
Hasil ini model 6 menunjukkan bahwa koefisien variabel distributif adalah positif (0,77) dan signifikan (p-value= 0,012 < α =0,05). Hasil ini berarti bahwa karyawan yang mempersepsikan remunerasi yang diterima adil secara distributif akan meningkatkan komitmen organisasional. Persepsi Hasil ini mendukung hipotesis H1. Juga, koefisien Keadilan Interaksional adalah positif (0,23) dan signifikan (p-value= 0,075 < α =0,10). Hasil ini berarti bahwa karyawan yang mempersepsikan remunerasi yang diterima adil secara interaksional akan meningkatkan 10
komitmen organisasional. Hasil ini mendukung hipotesis H3. Sementara itu, koefisien variabel keadilan prosedural adalah negatif (-1,06) dan signifikan (p-value= 0,00 < α =0,05). Meskipun demikian, hasil ini berlawanan dengan prediksi teori, dengan demikian hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis H2. PEMBAHASAN Hasil ini penelitian menunjukkan bahwa koefisien variabel distributif adalah positif dan signifikan. Hasil ini konsisten
KEADILAN DISTRIBUTIF, KEADILAN PROSEDURAL, …………………………..………………………………...(R. Philipus Lewis)
dengan penelitian Bakshi et al. (2009) Masterson et al. (2000), Lambert et al. (2005), Kwon et al. (2008), dan Murtaza et al. (2011). Hasil ini sesuai dengan harapan teoritis. Responden mempersepsikan adil atas kompensasi yang diterimannya. Rancangan upah dan kebijakan promosi yang sesuai pendidikan, kepakaran, dan kecakapan, serta kinerja para karyawan, akan meningkatkan kepuasan atas upah. Persepsi yang adil pada sistem kompensasi akhirnya dapat meningkatkan komitmen kerja karyawan. Dalam hal ini, responden mempersepsikan perusahaan dalam menentukan kebijakan kompensasi selalu mempertimbangkan rasa keadilan dalam beberapa hal. Pertama, tanggungjawab yang dimiliki karyawan. Kedua, pendidikan dan pelatihan yang karyawan miliki. Ketiga, pengalaman yang karyawan miliki. Empat, upaya (effort) yang diberikan. Lima, pekerjaan yang diakukan dengan baik. Enam, tingkat tekanan dan ketegangan pekerjaan. Juga, koefisien keadilan interaksional adalah positif dan signifikan. Hasil ini konsisten dengan penelitian Bakshi et al. (2009), Masterson et al. (2000), Lambert et al. (2005), Kwon et al. (2008), dan Murtaza et al. (2011). Hasil ini sesuai dengan harapan teoritis. Responden mempersepsi adanya keadilan perlakuan interpersonal yang karyawan terima dari pembuat keputusan organisasional. Persepsi yang positif atas keadilan perlakuan interpersonal pada sistem kompensasi akhirnya dapat meningkatkan komitmen kerja karyawan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal. Pertama, sokongan atau dukungan atasan atas keluhan dan aduan bawahan tentan kompensasi. Kedua, sikap terus terang dan tulus iklas atas tentang kenaikan Gaji. Ketiga, kejujuran dan etika pimpinan dalam menangani persoalan tingkat Gaji. Keempat, para atasan mengatakan yang sebanarnya atau jujur dalam negosiasi kompensasi. Kelima, para atasan dapat dipercayai ketika sampai pada
negosiasi kompensasi. Keenam, para manajer memberi penjelasan yang rasional tentang negosiasi kompensasi. Ketujuh, para atasan menghargai wakil buruh dalam negosiasi kompensasi. SIMPULAN, KETERBATAN, DAN SARAN PENELITIAN Simpulan Berdasarkan hasil analis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, penelitian ini menunjukkan bahwa keadilan distributif kompensasi dan keadilan interaksional kompensasi berpengaruh pada komitmen kerja karyawan. Hasil ini berarti bahwa karyawan yang mempersepsikan kompensasi yang diterima adil secara distributif dan interaksional akan meningkatkan komitmen organisasional. Kedua, keadilan distributif lebih besar pengaruhnya daripada keadilan interaksional terhadap komitmen organisasional karyawan. Ketiga, keadilan prosedural tidak berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional. Dengan kata lain tenaga ahli yang mempersepsikan remunerasi yang diterima tidak adil secara procedural akan tidak meningkatkan komitmen karyawan atas kompensasinya. Keterbatasan dan Saran Penelitian Ke depan Penelitian ini hanya menghubungkan variabel keadilan organisasional pada komitmen organisasional. Namun, hasil penelitian yang ada mengabaikan variabel lainnya seperti level kompensasi, kepuasan upah, kepuasan pekerjaan, kinerja pekerja, kinerja keuangan perusahaan. Oleh karena itu penelitian ke depan mempertimbangkan variabel ini. Penelitian hanya menggunakan ukuran sampel kecil dan fokus pada responden karyawan perusahaan jasa kon11
JRMB, Volume 8, No.1 Juni 2013
sultansi. Penelitian dapat meningkatkan ukuran sampel dan memperluas jenis bidang perusahaan. Untuk meningkatkan generalisasinya, riset tidak hanya pada jenis perusahaan jasa konsultansi, tetapi juga bisa pada perusahaan lainnya seperti publik atau pemerintah.
DAFTAR REFERENSI
Allen, N.J. and Meyer, J.P. 1990. The measurement and antecedents of affective, continuance and normative commitment to the organization. Journal of Occuptional Psychology, 63, 118 Bakshi ,A., Kumar, K., and Rani , E. 2009. Organizational justice perceptions as predictor of job satisfaction and organization commitment. International Journal Business Management,4(9): 145-154. Becker, B. E., and Huselid, M. A. 1998. High performance work systems and firm performance: A synthesis of research and managerial in implications. Research Personnel and Human Resource Management, 16(1), 53-101. Chughtai, A.A., and Zafar, S. 2006. Antecedents and consequences of organizational commitment among Pakistani university teachers. Applied HRM Research, 11(1): 3964. Cohen-Charash, Y. and Spector, P. E. 2001. The role ofjustice in organizations: A meta-analysis. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 86, 278–321. 12
Colquitt, J. A., Conlon, D. E., Wesson, M. J., Porter, C. O. L. H., and Ng, K. Y. (2001). Justice at the millennium: A meta-analytic review of 25 years of organizational justice research. Journal of Applied Psychology, 86, 425–445. Cropanzano, R., Prehar, C. A., and Chen, P. Y. 2002.Using social exchange theory to distinguish procedural from interactional justice. Group and Organization Management, 27, 324– 351. Faulk II., L. H. 2002. Pay Satisfaction Consequences: Development And Test Of A Theoretical Model , Dissertation, B.S., Louisiana State University. Konovsky, M. A. 2000. Understanding proceduraljustice and its impact on business organizations. Journal of Management, 26, 486–512. Kwon, S. and Kim, M.U. 2008. Employees’ Reactions to Gainsharing under seniority pay systems: The mediating effect of distributive, procedural, and interactional justice. Human resource Management, 47 (4):757775 Lambert, E.G., Cluse-Tolar, T., Pasupuleti, S., Hall, D.E., and Jenkins, M. 2005. The impact of distributive and procedural justice on social service workers. Social Justice Review, 18(4): 411-427. Leventhal, G. S. 1996. The distribution of rewards and resources in groups and organizations. In L.Berkowits & E. Walster (Eds.), Advances in experimental social psychology (pp.
KEADILAN DISTRIBUTIF, KEADILAN PROSEDURAL, …………………………..………………………………...(R. Philipus Lewis)
211–239). New York: Academic Press.Liden, R. C., Wayne, S. Mathieu, J. E., and Taylor, S. R. 2007. A framework for testing mesomediational relationships in organizational behavior. Journal of Organizational Behavior, 28, 141– 172. Masterson, S.S., Lewis, K., Goldman, B.M., and Taylor, M.S. 2000. Integrating justice and social exchange: The differing effects of fair procedures and treatment on work relationships. Academy of Management Journal, 43(4): 738748.
Justice on Employees’Commitment: A Case of Public Sector Organization of Pakistan. European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences, 29: 73-80 Rhoades, L. and Eisenberger, R. 2002. Perceived organizational support: A review of the literature. Journal of Applied Psychology, 87: 698–714 Rousseau, D.M. and Parks, M. 1993. The contracts of individuals in organizations, in: B. M. Straw & L. L. Cummings (Eds). Research in Organizational Behavior, 1–43.
McFarlin, D. B., and Sweeney, P. D. 1992. Distributive and procedural justice as predictors of satisfaction with personal and organizational outcomes. Academyof Management Journal, 35, 626–637. Meyer, J.P. and Allen, N.J. 1997. Commitment in the workplace: Theory, research and application, Thousand Oaks, CA: Sage. Meyer, J.P., Stanley, D.J., Herscovitch, L. and Topolnytsky, L. 2002. Affective, Continuance, and Normative Commitment tothe Organization: A Meta-analysis of Antecedents, Correlates, and Consequences. Journal of Vocational Behavior, 61: 20–52 Milkovich, G.T. and Newman, J.M. 2011. Compensation, Seventh Edition. Boston: The McGraw-Hill Companies, Inc. Murtaza, G., Shad, I., Shahzad, K., Shah, M. K. and Khan, N. A. 2011. Impact of Distributive and Procedural 13
JRMB, Volume 8, No.1 Juni 2013
14