efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomiefektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi 88
Juni 2013
Vol. 4, No. 1, Juni 2013, 88 - 103
PENGARUH IMPLEMENTASI ISO 9001:2008 TERHADAP PERSEPSI PELANGGAN TENTANG KUALITAS LAYANAN DAN KEPUASAN PELANGGAN Siti Nursyamsiah Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia
[email protected] ABSTRACT This study aimed to analyze the effect of the implementation of ISO 9001:2008 to the customer perception of service quality and satisfaction. Service quality was measured using HedPERF dimensional models, namely the Non Academic Aspects, Academic Aspects, Reputation Aspect, Access Aspects, Aspect Programmes and Issues Understanding Aspects . Respondents of this study were 100 university students who are ISO 9001:2008 certified. The data have been collected and processed using SPSS 12.0 for Application Program then tested the hypothesis by using Paired Samples t-test with a significance level of 0.05. The Result of this study indicate that there are significant differences in students’ perceptions of Service Quality and Customer Satisfaction levels before and after the implementation of ISO implementation. Students’ perceptions of the dimensions of service quality changes in a positive direction after the PT is implemented ISO, especially the aspects of reputation. These finding confirm previous studies that show that the institution has implemented the ISO 9001:2008 quality of service, customer satisfaction and corporate image better than the institutions that do not implement ISO 9001:2008 Keyword : HedPERF model, ISO 9001:2008 PENDAHULUAN Memasuki abad 21 persaingan antar lembaga pendidikan tinggi semakin ketat. Dengan kebijakan deregulasi pendidikan, pihak asing diijinkan untuk mendirikan perguruan tinggi baru di Indonesia. Dengan demikian persaingan antar perguruan tinggi (PTN dan PTS) semakin meningkat. Lembaga pendidikan tinggi yang ingin berkembang harus berkompetisi dan dituntut menyediakan jasa yang berkualitas serta memperhatikan kepuasan pelanggan. Hal ini menjadi strategi pilihan bagi perguruan tinggi yang ingin membedakan diri dari kompetitornya. Para pelanggan saat ini lebih menuntut kualitas jasa dari lembaga jasa.
Penelitian Bennet (1992) menyatakan bahwa pelanggan akan berpaling jika ada alternatif yang lebih baik yang ditawarkan lembaga jasa lain. Konsumen lebih suka lembaga jasa yang menawarkan harga lebih tinggi tetapi menyediakan layanan unggul dibandingkan dengan menawarkan harga lebih rendah tetapi pelayanan lebih buruk. Peningkatan tuntutan pelanggan akan kualitas jasa mengharuskan pihak manajemen memiliki komitmen pada pengembangan kualitas layanan dari organisasi. Berbagai organisasi penjaminan mutu mulai bermunculan dalam berbagai tingkatan, mulai dari lingkup satu negara seperti Badan Standarisasi Nasional (BSN/SNI),
Juni 2013
Siti Nursyamsiah
lingkup wilayah seperti EFSA (The European Food Safety Authority) yang mengawasi standard kualitas pangan Uni Eropa, sampai organisasi yang menangani standar berskala internasional seperti ISO (International Organization for Standarization). Adanya organisasiorganisasi tersebut tentu saja memperbaiki iklim persaingan, dan dapat meningkatkan daya saing perusahaan untuk mendapatkan pengakuan dari organisasi yang mengontrol standar sistem mutu di atas. Sementara itu, adanya label atau sertifikasi dari organisasi penilai mutu akan menjadi prestasi tersendiri bagi organisasi, terutama penyedia barang dan jasa. Dengan adanya sertifikasi, maka perusahaan tersebut telah mendapat pengakuan secara internasional dalam hal penjaminan kualitas. Salah satu organisasi yang banyak digunakan oleh lembaga-lembaga atau organisasi yang ingin meningkatkan penjaminan sistem manajemen mutu adalah ISO. Peran standar ISO adalah merumuskan tugas dan sistem untuk mencapai keseragaman layanan sesuai spesifikasi pelanggan. Berbagai masalah managerial terkait sertifikasi ISO telah banyak dibahas pada berbagai literatur. Namun sangat sedikit riset yang menguji pengaruh sertifikasi ISO terhadap persepsi konsumen pada penyedia layanan. Selain itu beberapa riset yang ada lebih banyak menilai dari sudut pandang manager dari pada pendapat pelanggan (Buttle, 1997; Tsiotras and Gotzamani,1996). Beberapa penelitian tentang manfaat implementasi ISO 9000 menunjukkan hasil beragam, yang mengindikasikan bahwa sertifikasi ISO 9000 memberi manfaat signifikan terhadap peningkatan kepuasan konsumen, pangsa pasar dan citra perusahaan (Calisir, 2007; Yung, 1997). Sementara penelitian Caro
89
dan Garcia (2009) menguji pengaruh sertifikasi ISO 9000 terhadap persepsi konsumen pada kualitas, kepuasan, dan corporate image. Hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan yang bersertifikasi ISO dinilai mempunyai kualitas layanan, kepuasan konsumen dan corporate image yang lebih baik dibanding perusahaan yang tidak bersertifikasi ISO. Penelitian tersebut tidak hanya dilakukan pada perusahaan manufaktur, tetapi juga dilakukan pada perusahaan jasa Tidak semua penelitian memberikan manfaat positif dari implementasi ISO 9000. Beberapa penelitian menunjukkan hal sebaliknya. Contoh penelitian yang dilakukan Seddon (1997) mengindikasikan bahwa implementasi ISO 9000 memiliki efek yang negatif pada kinerja. Begitu juga penelitian Batchelor (1997) menemukan bahwa hanya 15% dari 647 perusahaan bersertifikasi ISO 9000 yang mendapatkan manfaat positif terutama pada peningkatan market share, pelanggan baru, kepuasan konsumen, prosedur yang efisien, motivasi dan sikap karyawan serta penurunan biaya kualitas. Beragamnya hasil-hasil penelitian memotivasi peneliti untuk menguji kembali pengaruh implementasi ISO terhadap persepsi pelanggan tentang kualitas layanan dan kepuasan pelanggan pada perguruan tinggi yang bersertifikasi ISO 9000, dengan menggunakan parameter yang terdapat pada HEdPERF model untuk mengukur kualitas layanan. HEdPERF model merupakan instrumen untuk mengukur kinerja layanan pada perguruan tinggi. Berdasar beberapa riset yang dilakukan para peneliti sebelumnya nampak bahwa masih ada pertentangan hasil implementasi ISO terhadap kinerja organisasi. Meskipun ada beberapa penelitian menunjukkan efek negatif terhadap kinerja organisasi, namun banyak riset yang menemukan bahwa
90
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
implementasi ISO berdampak perubahan signifikan pada kualitas layanan dan kepuasan pelanggan. Dengan setting yang berbeda dari penelitian sebelumnya, dimana kebanyakan riset hanya menguji perusahaan manufaktur dan jasa di luar jasa pendidikan, maka penelitian ini menguji kembali pengaruh sertifikasi ISO terhadap persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan pada perguruan tinggi yang bersertifikasi ISO 9000. Selanjutnya penelitian ini untuk melihat ada tidaknya perbedaan persepsi pelanggan tentang kinerja layanan dan kepuasan pelanggan sebelum organisasi mengimplementasikan ISO 9000 dan sesudah implementasi ISO 9000. KAJIAN PUSTAKA 1. Kualitas Pelayanan Kualitas layanan merupakan suatu cara memperbandingkan persepsi layanan yang diterima pelanggan dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan pelanggan (Parasuraman, Zeithaml dan Berry, 1988). Apabila layanan yang diharapkan pelanggan lebih besar dari layanan senyatanya yang diterima pelanggan maka layanan dikatakan tidak bermutu, sedangkan jika layanan yang diharapkan pelanggan lebih rendah dari layanan senyatanya yang diterima pelanggan, maka layanan dikatakan bermutu (Fitzsimons and Fitzimmons, 1994). Dengan demikian kualitas layanan merupakan cara untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang diterima (Parasuraman, Zeithmal dan Berry,1988). Menurut Kotler (1997) kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi para pelanggan. Hal ini berarti citra kualitas yang baik bukan dilihat dari persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan
Juni 2013
persepsi pelanggan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas merupakan perilaku menyeluruh atas keunggulan suatu jasa. Hal ini didukung oleh pendapat Gale dan Buzzel (1988), serta Band (1989) dalam Nursya`bani (2006) bahwa kualitas adalah perceived quality, yakni pandangan kualitas dari pihak luar atau dari perspektif pelanggan. Kualitas layanan dapat diukur dengan beberapa model. Pemilihan terhadap model yang digunakan tergantung pada tujuan pengukuran, jenis perusahaan, situasi pasar (Tjiptono,1996). Salah satu model yang digunakan untuk mengukur kualitas layanan adalah model yang dikembangkan Parasuraman dkk. (1988, 1991, 1993, 1994) yang dikenal dengan model SERVQUAL. Model ini biasanya digunakan untuk mengukur kualitas layanan pada bank konvensional dan perusahaan jasa lainnya. Model SERVQUAL atau dikenal dengan “Gap Model” merupakan model untuk mengukur kualitas layanan dengan membandingkan antara harapan konsumen terhadap layanan dan persepsi mereka terhadap layanan aktual yang dihasilkan perusahaan, dengan menggunakan lima dimensi kualitas jasa, yaitu (1) Tangible, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi, (2) Reliability merupakan kemampuan karyawan memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan, sehingga memuaskan pelanggan, (3) Responsiveness, merupakan keinginan para karyawan untuk membantu pelanggan dengan pelayanan yang tanggap, (4) Assurance merupakan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki para karyawan yang memberikan jaminan bahwa mereka bisa memberikan layanan yang baik, (5) Emphaty, merupakan kemudahan dalam melakukan komunikasi, pemberian perhatian pada
Juni 2013
Siti Nursyamsiah
91
pelanggan, serta pemahaman yang baik terhadap kebutuhan pelanggan.
kualitas yang terbaik pada seluruh aspek organisasi melalui proses manajemen.
Model lain dikembangkan oleh Abdullah (2006) yang dikenal dengan nama HEdPERF Model, yang merupakan instrumen untuk mengukur kualitas layanan pada sektor perguruan tinggi. Dimensi-dimensi yang digunakan untuk mengukur kualitas layanan pada perguruan tinggi terdiri dari (1) Non Academic aspects, merupakan itemitem yang penting untuk mengukur kepuasan mahasiswa terhadap tugas yang menjadi kewajiban staf non akademik, (2) Academic aspects, merupakan aspek-aspek yang sepenuhnya menjadi kewajiban staf akademik dalam proses belajar mengajar, (3) Reputation, merupakan faktor yang menunjukkan pentingnya lembaga pendidikan tinggi dalam memproyeksikan citra profesional, (4) Access, merupakan item-item yang menggambarkan kemudahan dalam berhubungan dengan staf akademik dan non akademik, (5) Programmes issues, merupakan faktor yang menekankan pentingnya penawaran programprogram akademik dengan struktur yang fleksibel dan ketersediaan silabus, (6) Understanding, melibatkan item-item yang terkait dengan pemahaman terhadap kebutuhan spesifik mahasiswa.
Sementara Goetsch dan Davis (1994) mencoba mendefinisikan TQM sebagai suatu pendekatan dalam menjalankan usaha untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara terus menerus atas produk, jasa, sumber daya manusia, proses dan lingkungannya. Dengan TQM ini, maka akan melibatkan seluruh anggota organisasi untuk mencapai sukses jangka panjang dan manfaat bagi semua anggota organisasi dan masyarakat pada umumnya.
2. Total Quality Management Sampai saat ini belum terdapat definisi TQM yang bersifat universal. Para pakar memberi definisi TQM berdasar konsep yang mendasarinya. Seperti Greg et al (1994) dalam Nursya`bani (2006) yang mendefinisikan TQM berdasar kata yang membentuknya, yakni total, kualitas dan manajemen. Bahwa TQM merupakan konsep perbaikan yang dilaksanakan secara terus menerus, melibatkan seluruh karyawan pada setiap tingkatan organisasi dalam rangka untuk mencapai
Dengan demikian, secara umum TQM menghadirkan seperangkat prinsip manajemen yang berfokus pada perbaikan kualitas sebagai tenaga penggerak pada semua area fungsi dan pada semua tingkatan pada organisasi. Prinsip prinsip dalam TQM antara lain adalah kualitas yang ditentukan oleh pelanggan, kepemimpinan manajemen, perencanaan strategik, tanggung jawab karyawan, perbaikan secara terus menerus, usaha kerjasama, pengendalian serta pelatihan. 3. Total Quality Service Total Quality Service (TQS) merupakan derivasi TQM dalam industri jasa, yakni merupakan suatu konsep tentang bagaimana menanamkan kualitas pelayanan pada setiap fase penyelenggaraan jasa dan melibatkan semua personil yang ada dalam organisasi. Stamatis (1996) mendefinisikan TQS sebagai suatu strategi, sistem manajemen yang terintegrasi, yang melibatkan seluruh manajer dan karyawan, dan menggunakan baik metode kualitatif maupun kuantitatif untuk secara kontinyu meningkatkan proses dalam organisasi agar dapat memenuhi kebutuhan, keinginan, serta harapan pelanggan.Terdapat 5 (lima) bidang fokus dalam TQS, yaitu:
92
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
a. Fokus pada pelanggan (customer focus). Pengindentifikasian pelanggan merupakan prioritas utama. Organisasi harus mendefinisikan siapa pelanggan mereka. Pelanggan bisa berupa pelanggan inetrnal, eksternal, dan atau pelayanan itu sendiri. Setelah pelanggan diidentifikasi, selanjutnya kebutuhan, keinginan, serta harapan pelanggan harus didefinisikan dan sistem harus direncanakan serta dirancang untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan tuntutan pelanggan. b. Keterlibatan menyeluruh (Total Involvement). Manajemen harus memberikan kesempatan perbaikan pelayanan pada setiap karyawan dan manajemen menunjukkan kualitas kepemimpinan di seluruh organisasi. Manajemen juga harus mendelegasikan tanggung jawab dan wewenang untuk meningkatkan proses kerja bagi karyawan yang benar-benar bekerja. c. Pengukuran (Measurement). Hal ini penting untuk menetapkan beberapa bentuk dasar pengukuran internal/ eksternal terhadap organisasi dan pelanggan. d. Dukungan Sistemik (Systemic Support). Dalam hal ini, tanggung jawab manajemen adalah untuk mengelola proses kualitas, dengan cara membangun infrastruktur kualitas yang mengikat struktur manajemen internal, serta menghubungkan kualitas terhadap sistem manajemen. e. Keterlibatan yang terus menerus (Continual Improvement). Dalam hal ini, tanggung jawab setiap individu adalah memandang semua pekerjaan sebagai proses, mengantisipasi perubahan kebutuhan, keinginan, serta harapan pelanggan dan sebagainya.
Juni 2013
4. Kepuasan Pelanggan Menurut Oliver (1993), kepuasan keseluruhan ditentukan oleh ketidaksesuaian harapan yang merupakan perbandingan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Menurut Pelz (dalam Gotlieb, Grewal dan Brown, 1994) mendefinisikan kepuasan sebagai respon afektif terhadap pengalaman melakukan konsumsi yang spesifik. Tse dan Wilson (1988) menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk setelah pemakaiannya. Kotler (1997) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Berdasarkan definisi tersebut terdapat adanya kesamaan tentang komponen kepuasan pelanggan yaitu harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Pada umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila membeli atau mengkonsumsi suatu produk, sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang diterima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli (Tjiptono,1996). Dalam konteks jasa, kepuasan pelanggan sering dideskripsikan sebagai hal yang berhubungan dengan faktorfaktor seperti kualitas jasa dan ciri-ciri jasa, seperti kenyamanan, kemampuan kompetitif dan lokasi penyedia jasa. Beberapa peneliti juga mendeskripsikan kepuasan pelanggan sebagai suatu persyaratan kualitas jasa (Bitnerm, 1990, Cronin dan Taylor, 1992). Kualitas jasa kemudian dihubungkan pada kepuasan (Oliver, 1980).
Juni 2013
93
Siti Nursyamsiah
5. ISO 9000 Salah satu ciri perusahaan go international adalah adanya standar internasional yang menjadi syarat kualitas produk yang ditawarkan di pasar internasional. Hal ini dikenal standar kualitas tunggal (Single Quality Standard) yang mulai diterapkan sejak 1987 oleh ISO (International Standard Organization). Pada November 2005 organisasi ini sudah beranggotakan lebih dari 140 negara di seluruh dunia dengan mempublikasikan a series of quality standard, di antaranya ISO 9000 yaitu serangkaian standar internasional yang menetapkan persyaratan dan rekomendasi untuk membangun dan menjaga manajemen mutu dan jaminan kualitas dalam organisasi. Standar ini kemudian disempurnakan dengan ISO
9001 yang terdiri dari 2.000 komponen untuk membangun kualitas. ISO 9001 merupakan model penjaminan kualitas dalam suatu organisasi untuk perancangan (desain), pengembangan, produksi, instalasi dan pelayanan. Standar ini merupakan standar terlengkap dan dituntut untuk bisa diaplikasikan dalam situasi kontraktual (Nursya’bani, 2006). ISO 9001 merupakan salah satu dari beberapa seri ISO. Tabel berikut menunjukkan perbedaan penilaian dari beberapa seri ISO. 6. Penelitian Terdahulu Dalam beberapa literatur, perusahaan yang bersertifikasi ISO 9000 menunjukkan komitmen pada kualitas dan kepuasan konsumen. Salah satu
Tabel 1. Perbandingan Persyaratan ISO 9001, 9002, 9003 No
Persyaratan
ISO 9001
ISO 9002
ISO 9003
1
Tanggung jawab manajemen
√
√
√
2
Sistem kualitas
√
√
√
3
Tinjauan kontrak
√
√
√
√ √
4
Pengendalian desain
5
Pengendalian dokumen dan data
√
√
6
Pembelian Pengendalian produk yang dipasok oleh pelanggan Identifikasi dan kemampuan penelusuran produk
√
√
√
√
√
√
√
√
7 8 9
Pengendalian proses
√
√
10
Inspeksi pengujian
√
√
√
11
Inspeksi, pengukuran, dan peralatan pengujian
√
√
√
12
Inspeksi dan status pengujian Pengendalian terhadap produk yang tidak sesuai
√
√
√
√
√
√
Tindakan koreksi Penanganan, penyimpanan, pengepakan, dan pengiriman
√
√
√
√
√
√
13 14 15 16
Pengendalian catatan kualitas
√
√
√
17
Audit kualitas internal
√
√
√
Pelatihan
√
√
√
18 19
Pelayanan
√
√
20
Teknik-teknik statistic
√
√
Keterangan: √ Harus dipenuhi
√
94
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Juni 2013
tujuan penerapan ISO adalah peningkatan kualitas produk dan jasa (Capon, et al, 1990; Rust, et al, 1994). Beberapa riset yang meneliti keuntungan memiliki sertifikasi ISO 9000 menunjukkan adanya perbaikan pada operasional, kepuasan konsumen yang meningkat dan posisi kompetisi yang lebih baik (Calisir, 2007). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Buttle (1997) mengindentifikasi 23 keuntungan memiliki sertifikasi ISO 9000 yang dikelompokkan menjadi 4 faktor, yakni (1) Profitability, (2) Process Improvement, (3) Marketing Benefit, dan (4) Keuntungan lainnya seperti perputaran tenaga kerja, kebutuhan pada kualitas audit dsb.
perusahaan yang bersertifikasi ISO umumnya setuju bahwa sertifikasi ISO dapat meningkatkan persepsi pelanggan terhadap kualitas produk.
Penelitian tentang praktek manajemen mutu yang dilakukan Dewan Manufaktur Australia (1994) juga mencatat adanya temuan bahwa sertifikasi ISO menyebabkan peningkatan kualitas yang dirasakan dan perbaikan kinerja organisasi keseluruhan. Riset tersebut juga mencatat bahwa manajer perusahaan-
7. Model Penelitian dan Hipotesis Hasil penelitian di atas mengindikasikan manfaat sertifikasi ISO 9000 dalam peningkatan kualitas layanan dan kepuasan pelanggan. Perusahaan yang menerapkan standar ISO 9000 tentu memiliki standar layanan yang lebih baik dibanding sebelum menggunakan
Berdasarkan perspektif pemasaran meningkatnya kepuasan konsumen adalah faktor kesuksesan yang utama. Begitu juga pada standar ISO 9000, kepuasan konsumen adalah salah satu prinsip utama dalam penerapan manajemen mutu. Riset yang dilakukan Buttle (1997), Casadesus, et al (2004), L. M. Caro dan J. A. M. Garcia (2009) umumnya mendukung manfaat sertifikasi ISO 9000 dalam meningkatkan kepuasan konsumen.
Non Academic Aspects
Academic Aspects
Reputation Aspects
Kepuasan Access Aspects
Sebelum ISO -------------------Sesudah ISO
Programmes Issues Aspects
Understanding Aspects
Gambar 1 : Model yang Menghubungkan Kualitas Layanan dengan Kepuasan Sebelum ISO dan Sesudah ISO
Juni 2013
Siti Nursyamsiah
standar ISO. Standar layanan yang lebih bagus tentu mengarah pada peningkatan kepuasan pelanggan. Berdasarkan dimensi-dimensi kualitas layanan dari HEdPERF model dan pengaruhnya terhadap kepuasan pelanggan, maka model dan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1. Pelanggan memiliki persepsi yang berbeda terhadap kualitas layanan sebelum dan sesudah sertifikasi ISO 9000 H2. Pelanggan mendapatkan kepuasan yang berbeda atas layanan yang diterima sebelum dan sesudah sertifikasi ISO 9000. METODE PENELITIAN 1. Populasi dan Sampel Dalam penelitian ini sampel ditentukan minimal 30 responden. Penentuan jumlah sampel ini didasarkan pada pendapat Roscoe dalam Sekaran (1992), yang menyatakan bahwa jumlah sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500. Pada sebagian besar penelitian jumlah tersebut dianggap sudah mewakili populasi. Sampel ditentukan dengan metode convenience sampling dan purposive sampling. Convenience sampling merupakan sampel non probabilitas yang tidak terbatas, dimana sampel dipilih dari anggota populasi yang paling mudah untuk ditemui dan dimintai informasi (Hadi, 1987, Cooper dan Emory, 1995). Purposive sampling merupakan metode pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Cooper dan Emory, 1995; Babbie, 1995). Data dimensi kualitas layanan dan kepuasan pelanggan dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner yang ditujukan pada mahasiswa sebuah perguruan tinggi yang sudah mengimplementasikan ISO
95
9001: 2008. Dari 100 total kuesioner yang dikirimkan, hanya 70 sampel yang kembali, namun 15 orang responden tidak memberikan data yang lengkap, sehingga kuesioner tidak bisa digunakan dalam analisis data. Jadi sampel akhir dalam penelitian ini sebanyak 55. 2. Instrumen Penelitian dan Skala Pengukurannya Variabel penelitian diukur dengan menggunakan instrumen dalam bentuk kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan secara tertulis guna memperoleh data dari responden. Variabel kualitas pelayanan menggunakan instrumen yang dikembangkan Abdullah (2006) dengan 6 (enam) dimensi untuk mengukur kualitas pelayanan (HEdPERF ) yakni non academic aspects, academic aspects, reputation, access, programmes isssues, understanding. Keenam dimensi ini diukur dengan 38 item pertanyaan tentang kinerja pelayanan berdasarkan persepsi responden, dimana masing-masing item diukur dengan menggunakan skala Likert satu (1) - “sangat tidak setuju” sampai empat (4) - ”sangat setuju”. Responden diminta mengisi kuesioner dengan menjawab instrumen kinerja layanan baik sebelum sertifikasi ISO maupun sesudah sertifikasi ISO. Variabel kepuasan pelanggan diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan Cronin dan Taylor (1992) serta Taylor dan Baker (1994). Instrumen kepuasan pelanggan terdiri 6 item pertanyaan yang menanyakan tingkat kepuasan responden atas layanan yang diberikan penyedia jasa, dimana masing-masing item diukur dengan menggunakan skala Likert satu (1) “sangat tidak memuaskan” sampai empat (4) -”sangat memuaskan.”. Responden diminta menjawab instrumen-instrumen tersebut baik sebelum sertifikasi ISO maupun sesudah sertifikasi ISO.
96
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
3. Pengujian Alat Ukur dan Kualitas Data a. Uji Validitas Instrumen Menurut Huck dan Cormier (1996), kualitas data yang dihasilkan dari penggunaan instrumen penelitian dapat dievaluasi melalui uji reliabilitas dan uji validitas. Masing-masing uji untuk mengetahui konsistensi dan akurasi data yang dikumpulkan. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui alat pengukur yang disusun telah mewakili variabel tertentu atau tidak. Tipe validitas yang digunakan adalah validitas konstruk. Validitas konstruk digunakan untuk menentukan validitas alat pengukur dengan mengkorelasikan antara skor yang diperoleh dari masing-masing item yang berupa pertanyaan dengan skor totalnya. Skor total ini merupakan nilai yang diperoleh dari hasil penjumlahan semua skor item. Korelasi antara skor item dengan skor totalnya harus signifikan berdasarkan ukuran statistik tertentu. Bila skor semua item yang disusun berkorelasi dengan skor totalnya, maka alat pengukur tersebut valid. Teknik korelasi yang digunakan adalah Pearson Correlation. Tabel 2 menunjukkan besarnya koefisien korelasi masing-masing item dengan skor totalnya 38 butir pertanyaan. Dengan program SPSS dan taraf signifikan 5%, maka data dikatakan signifikan. Dengan demikian seluruh item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur kinerja layanan sebelum dan sesudah ISO dapat dikatakan valid. Uji validitas terhadap variabel kepuasan baik sebelum ISO maupun sesudah ISO ditunjukkan di Tabel 3. Hasilnya menunjukkan seluruh item pertanyaan dinyatakan valid. b. Uji Reliabilitas Instrumen Uji reliabilitas digunakan untuk melihat konsistensi skor jawaban butir-
Juni 2013
butir pertanyaan pada variabel yang terkait. Konsistensi jawaban ditunjukkan oleh tingginya koefisien alpha (Cronbach Alpha). Semakin tinggi koefisien alpha berarti semakin rendah error variance atau semakin konsisten jawaban-jawaban skor butir-butir pertanyaannya. Menurut Nunnally (1969) suatu variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai Cronbach Alpha 0,60. Hasil uji reliabilitas dapat ditunjukkan pada Tabel 4. Dari hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien reliabiltas untuk seluruh variabel lebih besar dari nilai kritis yaitu 0.6. Dengan demikian seluruh butir pertanyaan dinyatakan Reliabel/ handal. Hal ini berarti bahwa kuesioner ini memiliki hasil yang konsisten jika dilakukan pengukuran dalam waktu dan model atau desain yang berbeda. HASIL PENELITIAN Data yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner, kemudian dikelompokan dalam dua kondisi yang menggambarkan kualitas layanan dan kepuasan pelanggan sebelum institusi bersertifikasi ISO dan sesudah sertifikasi ISO. Hipotesis yang pertama dan kedua diuji dengan menggunakan metode paired sample t test. Uji t berpasangan atau paired sample t test merupakan metode pengujian hipotesis dengan data yang digunakan tidak bebas atau berpasangan. Bentuk dari data berpasangan ini adalah satu objek penelitian dikenai dua perlakuan yang berbeda. Dalam penelitian ini adalah perlakuan sebelum dan sesudah ISO 9001: 2008. Walaupun menggunakan objek yang sama, namun akan diperoleh dua data sampel sebelum dan sesudah ISO 9001 : 2008. Perlakuan pertama dapat menjadi sebuah kontrol atau keadaan yang tidak memberikan perlakuan sama sekali terhadap objek
Juni 2013
97
Siti Nursyamsiah
Tabel 2. Tabel Hasil Uji Validitas Kinerja Layanan Sebelum dan Sesudah ISO 9001: 2008 Aspect
Non Academic
Academic
Reputation
Access
No. Item
Sebelum ISO
Ket
Koefisien Korelasi
Sig. α
Koefisien Korelasi
Sig. α
1
0.760
0.000
0.686
0.000
Valid
2
0.674
0.000
0.668
0.000
Valid
3
0.597
0.000
0.639
0.000
Valid
4
0.645
0.000
0.606
0.000
Valid
5
0.661
0.000
0.728
0.000
Valid
6
0.758
0.000
0.789
0.000
Valid
1
0.578
0.000
0.410
0.000
Valid
2
0.691
0.000
0.596
0.000
Valid
3
0.704
0.000
0.726
0.000
Valid
4
0.654
0.000
0.826
0.000
Valid
5
0.788
0.000
0.680
0.000
Valid
6
0.805
0.000
0.760
0.000
Valid
7
0.797
0.000
0.773
0.000
Valid
8
0.540
0.000
0.653
0.000
Valid
1
0.759
0.000
0.641
0.000
Valid
2
0.776
0.000
0.715
0.000
Valid
3
0.785
0.000
0.749
0.000
Valid
4
0.622
0.000
0.715
0.000
Valid
5
0.696
0.000
0.788
0.000
Valid
6
0.786
0.000
0.616
0.000
Valid
1
0.732
0.000
0.448
0.001
Valid
2
0.718
0.000
0.419
0.001
Valid
3
0.750
0.000
0.889
0.000
Valid
4
0.621
0.000
0.486
0.000
Valid
5
0.840
0.000
0.739
0.000
Valid
6
0.656
0.000
0.706
0.000
Valid
7
0.764
0.000
0.530
0.000
Valid
8
0.759
0.000
0.639
0.000
Valid
9
0.777
0.000
0.726
0.000
Valid
0.758 0.857 0.776 0.806 0.742 0.684 0.799 0.854 0.726
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.721 0.550 0.732 0.715 0.758 0.659 0.759 0.853 0.545
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
1 2 3 4 1 2 Understanding 3 4 5 Sumber : Data primer di olah Programmes Issues
Sesudah ISO
98
Juni 2013
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Tabel 3. Uji Validitas Kepuasan Pelanggan Sebelum dan Sesudah ISO No. Item
Sebelum ISO
Sesudah ISO Keterangan
Koefisien Korelasi
Sig. α
Koefisien Korelasi
Sig. α
1
0.699
0.000
0,784
0.000
Valid
2
0.739
0.000
0,854
0.000
Valid
3
0.821
0.000
0,792
0.000
Valid
4
0.709
0.000
0.831
0.000
Valid
5
0.807
0.000
0,474
0.000
Valid
6
0.811
0.000
0,747
0.000
Valid
Sumber : Data primer di olah
Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas Koefisien Alpha Cronbach’s Sebelum ISO
Koefisien Alpha Cronbach’s Setelah ISO
Non Academic
0.771
Academic
0.847
Reputation
Nilai Kritis
Keterangan
0.775
0.6
Reliabel
0.832
0.6
Reliabel
0.830
0.785
0.6
Reliabel
Access
0.895
0.798
0.6
Reliabel
Programmes Issues
0.810
0.615
0.6
Reliabel
Understanding
0,820
0,766
0,6
Reliabel
Satisfaction
0,858
0,842
0,6
Reliabel
Variabel
Sumber: Data primer diolah
penelitian. Sedangkan perlakuan kedua merupakan hasil dimana objek dikenai suatu tindakan tertentu, dalam hal ini adalah ISO 9001: 2008. Pengaruh perlakuan dapat diketahui dengan cara membandingkan kondisi objek penelitian sebelum dan sesudah ISO 9001: 2008.
data yang diperoleh melalui kuesioner tersebut. Skala tertinggi pada kuesioner dengan poin 4 dan skor terendah 1, maka dapat ditentukan interval sebagai berikut:
Pengambilan keputusan dilakukan dengan melihat tingkat probabilitas. Jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan kualitas layanan dan kepuasan baik sebelum ISO maupun sesudah ISO. Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak, yang artinya ada perbedaan kualitas layanan dan kepuasan sebelum sertifikasi ISO dan sesudah ISO.
Dari perhitungan diatas, maka dapat ditentukan range jawaban sebagai berikut:
Untuk menjelaskan hasil penilaian responden terhadap variabel penelitian, maka perlu diketahui nilai interval dari
Skor rata-rata antara 1,00 – 1,75 : tidak bagus Skor rata-rata antara 1,76 – 2,50 : kurang bagus Skor rata-rata antara 2,51 – 3,25 : bagus Skor rata-rata antara 3,26 – 4,00 : sangat bagus
Tabel 5 berikut ini akan menunjukkan rata-rata jawaban responden terhadap variabel kualitas layanan dan kepuasan pelanggan. Berdasarkan tabel 5
Juni 2013
99
Siti Nursyamsiah
tersebut menunjukkan nilai ratarata dari setiap aspek kinerja layanan sesudah implementasi ISO mengalami peningkatan dari kategori “bagus” menjadi “sangat bagus”. Begitu juga untuk variabel kepuasan pelanggan juga menunjukkan trend peningkatan dari kategori “puas” menjadi “sangat puas”. Untuk mengetahui pengaruh implementasi ISO terhadap kualitas layanan dan kepuasan pelanggan, maka akan dipaparkan perbedaannya pada Tabel 6. Data pada Tabel 6 merupakan tindak lanjut dari Tabel 5, dimana data sudah mengalami pengurangan antara setelah implementasi ISO dengan data sebelum
implementasi ISO, sehingga didapatkan selisih nilai. Selisih nilai tersebut merupakan angka yang menunjukkan peningkatan kualitas layanan dan kepuasan pelanggan dengan nilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh aspek dalam dimensi kualitas layanan maupun kepuasan pelanggan menunjukkan kondisi yang lebih baik setelah institusi tersebut mengimplementasikan ISO 9001:2008. Dari kedua tabel (5 dan 6), menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kinerja layanan sebelum implementasi ISO dan kinerja layanan sesudah implementasi ISO. Begitu
Tabel 5. Paired Samples Statistics Dimensi Dimensi Kualitas Layanan Non Academic Aspects Academic Aspects Reputation Aspects Access Aspects Programmes Issues Aspect Understanding Aspects Kepuasan Pelanggan Kepuasan Pelanggan
Mean Sebelum Sesudah
Standard Deviation Sebelum Sesudah
2.7545 2.8227 2.9030 2.8990 2.9091 2.8145
3.6303 3.7023 3.7848 3.6747 3.7455 3.6255
.40427 .42607 .45098 .46470 .47959 .45355
.35960 .33549 .29340 .31850 .29850 .43214
2.9242
3.6182
.41921
.39891
Sumber : Data Primer diolah Tabel 6. Perbandingan Kualitas Layanan dan Kepuasan Pelanggan Sebelum dan Sesudah ISO (Paired Samples Test ) Paired Differences Mean
Std. Deviation
T
Sig. (2-tailed)
Pair 1
Non Academic sesudah Non Academic sebelum
0.87576
.44930
14.455
0.000
Pair 2
Academic sesudah Academic sebelum
0.87955
.49591
13.153
0.000
Pair 3
Reputation sesudah Reputation sebelum
0.88182
.51687
12.653
0.000
Pair 4
Access sesudah- Access sebelum
0.77576
.45687
12.593
0.000
Pair 5
Programmes Issues sesudah Programmes Issues sebelum
0.83636
.42278
14.671
0.000
Pair 6
Understanding sesudah Understanding sebelum
0.81091
.40262
14.937
0.000
Pair 7
Satisfaction sesudah Satisfaction sebelum
0.69394
.42885
12.000
0.000
100
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
juga kepuasan pelanggan sebelum implementasi ISO berbeda dibanding kepuasan pelanggan sesudah implementasi ISO. Dengan demikian hipotesis pertama penelitian bahwa pelanggan memiliki persepsi yang berbeda terhadap kualitas layanan sebelum dan sesudah sertifikasi ISO 9001: 2008 terdukung. Begitu juga hipotesis kedua juga secara signifikan terdukung bahwa ada perbedaan kepuasan pelanggan sebelum sertifikasi ISO dibandingkan sesudah sertifikasi ISO. PEMBAHASAN DAN IMPLIKASI MANAJERIAL Hasil analisis deskriptif pada aspek kinerja layanan sebelum implementasi ISO menunjukkan bahwa rata-rata tertinggi jawaban responden terletak pada aspek programmes issues yang merupakan faktor yang menekankan pentingnya penawaran program-program akademik dengan struktur yang fleksibel dan ketersediaan silabus. Sedangkan ratarata terendah dari jawaban responden pada aspek understanding, yaitu pada pernyataan yang melibatkan itemitem yang terkait dengan pemahaman terhadap kebutuhan spesifik mahasiswa. Aspek yang dinilai tinggi oleh responden sesudah implementasi ISO terletak pada aspek reputation, yakni faktor yang menunjukkan pentingnya lembaga pendidikan tinggi dalam memproyeksikan citra profesional. Nilai terendah sesudah implementasi ISO terletak pada aspek Understanding. Hasil analisis deskriptif pada variabel kepuasan konsumen menunjukkan bahwa rata-rata kepuasan tertinggi sebelum implementasi ISO terlihat pada item yang menunjukkan tingkat kepuasan terhadap program-program yang ditawarkan perguruan tinggi tersebut, sedangkan sesudah implementasi ISO ditunjukkan
Juni 2013
pada tingkat kepuasan terhadap reputasi yang dimiliki. Dari hasil analisis paired samples t Test menunjukkan persepsi pelanggan terhadap seluruh aspek-aspek kinerja layanan menunjukkan perbedaan yang signifikan antara sebelum implementasi ISO dibandingkan sesudah implementasi ISO. Begitu juga kepuasan pelanggan sebelum implementasi ISO berbeda secara signifikan dibandingkan sesudah implementasi ISO. Perbedaan tersebut menunjukan trend yang positif, dengan tingkat signikansi p < 0,05. Hasil ini memberi bukti secara empiris bahwa institusi yang menerapkan ISO 9001: 2008 berimplikasi terhadap peningkatan kualitas layanan dan kepuasan pelanggan. Hasil penelitian ini mempertegas keuntungan memiliki sertifikasi ISO 9001 yang ditunjukkan dengan adanya perbaikan pada operasional, kepuasan konsumen yang meningkat dan posisi kompetisi yang lebih baik (Calisir, 2007). Reputasi yang meningkat memberi efek terhadap posisi kompetisi yang lebih baik dibanding perguruan tinggi lainnya. Penelitian ini juga memberi bukti bahwa perusahaan yang bersertifikasi ISO dinilai mempunyai kualitas layanan, kepuasan konsumen dan corporate image yang lebih baik dibanding perusahaan yang tidak bersertifikasi ISO. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh L. M. Caro dan J. A. M. Garcia (2009). Penelitian tersebut tidak hanya dilakukan pada perusahaan manufaktur, tetapi juga dari penelitian yang dilakukan terhadap perusahaan jasa. Hasil penelitian ini berimplikasi manajerial yang cukup jelas bahwa ketika sebuah institusi mengimplementasikan secara serius ISO 9001: 2008, maka seluruh kegiatan operasional mengacu pada standar-standar layanan yang baku, dan ada perbaikan terus menerus
Juni 2013
Siti Nursyamsiah
pada aspek kualitas dan berfokus pada kepuasan pelanggan. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian tentang pengaruh implementasi ISO 9001 : 2008 terhadap persepsi pelanggan tentang kualitas layanan dan kepuasan pelanggan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Adanya implementasi ISO 9001: 2008 berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kinerja layanan pendidikan pada mahasiswa. 2. Dari kelima aspek yang diteliti, kinerja layanan yang dirasakan oleh mahasiswa sesudah implementasi ISO masih belum merata. Aspek reputasi institusi dinilai paling tinggi dengan nilai 3,785 dari 4 skala poin, sedangkan aspek terendah adalah understanding dengan nilai 3,626. 3. Dengan didapatkannya sertifikasi ISO 9001: 2008, persepsi positif mahasiswa sebagai konsumen dari layanan jasa maupun kepuasan yang dirasakan dapat ditingkatkan. Setelah simpulan di atas dapat diberikan beberapa saran, yaitu: 1. PT dapat melakukan penekanan dalam peningkatan kualitas, khususnya pada aspek dan item-item yang masih memiliki nilai yang rendah, sehingga dapat memberikan pelayanan yang memuaskan secara keseluruhan. 2. Untuk penelitian berikutnya, perlu penelitian dengan unit analisis yang lebih luas. Penelitian tidak hanya dilakukan pada satu PT saja tetapi perlu dilakukan terhadap PT lainnya yang sudah mengimplementasikan ISO 9001: 2008, sehingga hasilnya akan lebih general.
101
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, F., (2005), The Development of HEdPERF : A New Measuring Instrument of Sevice Quality for the Higher Education Sector, International Journal of Consumer Studies, 30 (6) November: 569-581. Babbie, E., (1995), The Practice of Social Research, 7th ed., Wadsworth Publishing Company, Belmont. Batchelor, C., (1992), Badge of Quality, Financial Time, 1 September. Bitner, M. J., (1990), Evaluating Service Encounters : The Effects of Physical Surrounding and Employee Responses, Journal Of Marketing, 54 (2) April: 69-82. Buttle, F., (1997), ISO 9000: marketing motivations and benefits, International Journal of Quality & Reliability Management, 14 (9): 936947. Calisir, F., (2007), Factors Affecting Service Companies` Satisfaction wih ISO 9000, Managing Service Quality, 17 (5): 579-593. Capon, N.; J. U. Farley and S. Hoenig, (1990), Determinants of Financial performance : A Meta Analysis, Management Science, 36 (10) October. Caro, L. M. and J. A. M. Garcia, (2009), Does ISO 9000 Certification affect Consumer Perceptions of The Service Provider?, Managing Service Quality, 19 (2): 140-161.
102
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Casadesus, F. M.; I. H. Saizarbitoria; G. A. Landin (2004), ”Costes y Beneficios de la Implantancion de la Normative de calidad ISO 9000, Evolucian Temporal, XV Congreso Nacional de ACEDE, Murcia. Cooper, D.R. dan C.W. Emory, (1995), Business Research Methods, 5th ed., Chicago: Irwin. Cronin, J. J. Jr. and S. A. Taylor, (1992), Measuring Service Quality: A Reexamination and Extention, Journal of Marketing, 56 (3) July: 55-68. Fitzsimmons, J. A. dan M. J. Fitzsimmons, (1994), Service Management for Competitive Advantage, (Mc.Graw-Hill Series in Management), New York : Mc Grw-Hill Inc. Gotlieb, J. B., G. Grewal, D.; Brown, S. W., (1994), Consumer Satisfaction and Perceived Quality: Complementary or Divergent Construct, Journal of Applied Psychology, 79 (6): 875-885. Goetsch, L. D., (2002), Manajemen Mutu Total I: Manajemen mutu untuk Produksi, Pengolahan, dan Pelayanan, Jakarta: PT. Prenhalindo. Hadi, S.W., (1987), Metodologi Riset, Jilid 1, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM,Yogyakarta. Huck, S.W., dan Cormier, W.H., (1996), Reading Statistics and Research, 2th ed, Herper Collins Publisher Inc., New York.
Kotler,
Juni 2013
P., (1997), Marketing Management: Analysis, Planning, Implemen-tation and Control,9” ed,Upper Saddle River, New Jersey, Prentice Hall, Inc.
Nunnaly, J.C, (1978), Psychometric Theory, 2nd edn., Singapore: Mc Graw Hill. Nursya’bani, (2006), Manajemen Kualitas – Perspektif Global, Yogyakarta: Ekonisia. Oliver, R. L, (1993), A Cognitive Model of The Antecedents and Consequences of Satisfaction Decisions, Journal of Marketing Reseach, 17 (4) November: 460-469. Parasuraman, A.; V. A. Zeithaml and L. L. Berry, (1985), A Conceptual Model of Service Quality and Implication for Future Reseach, Journal of Marketing, 49 (4) Autumn: 41-50 ____________, (1988), SERVQUAL: A Multiple Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality, Journal of Retailing, 64 (1) Spring: 12-41. Sekaran, U., (1992), Research Method for business: A Skill Building Approach, John Wiley & Sons., New York. Seddon, J., (1997), In Pursuit of Quality: The Case against ISO 9000,Oak Tree Press, London Taylor, S. A. dan T. L., Baker, (1994), An Assesment of Relationship Between Service Quality and Customer Satisfaction in
Juni 2013
Siti Nursyamsiah
The Formation of Consumer Purchase Intention, Journal of Retailing, 70 (2): 163-178. Tjiptono, F, (1996), Manajemen Jasa, Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Tse, D.K. dan P.C. Wilton, (1988), Models of Consumer Satisfaction Formation: An Extention, Journal of Marketing Research, 25 (2), May: 204212.
103
Tsiotras, G. and Gotzamani, K, (1996), ISO 9000 as an entry key to TQM: The Case of Greek Industry, Internatioal Journal of Quality and Reliability Management, 24 (5). Yung, W.K.C, (1997), The Values of TQM in the Revised ISO 9000 Quality System, International Journal of Operation & Production Management,17 (2): 221-230.