perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengaruh Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum) terhadap Penurunan Kadar SGPT Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Parasetamol
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Intan Savira G.0009108
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2012 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul: Pengaruh Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum) terhadap Penurunan Kadar SGPT Tikus Putih (Rattus novergicus) yang Diinduksi Parasetamol Intan Savira, NIM: G0009108, Tahun: 2012
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Kamis, Tanggal 5 juli 2012 Pembimbing Utama Nama : Endang Ediningsih, dr., MKK NIP : 19530805 198702 2 001
...........................................
Pembimbing Pendamping Nama : Samigun, dr., SU., PFarK NIP : 19470707 197609 1 001
...........................................
Penguji Utama Nama : Endang Sri Hardjanti, dr., PFark., M.Or NIP : 19471007 197611 2 001
...........................................
Penguji Pendamping Nama : Ratih Puspita Febrinasari, dr., M.Sc NIP : 19810704 198103 2 001
...........................................
Surakarta,..................................
Ketua Tim Skripsi
Muthmainah, dr., M. Kes NIP 19660702 199802 2 001
Dekan FK UNS
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM NIP 19510601 197903 1 002 commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 1 Oktober 2012
Intan Savira NIM. G0009108
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Intan Savira, G0009108, 2012. Pengaruh Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum) terhadap Penurunan Kadar SGPT Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Parasetamol. Skripsi Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang. Paparan parasetamol dalam dosis toksik dapat menyebabkan proses stres oksidatif metabolik NAPQI yang sangat reaktif berikatan secara kovalen dengan sel hati. Sehingga mengakibatkan enzim SGPT dalam hepar meningkat, ini sebagai indikator adanya kerusakan hepar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak daun kemangi dapat menurunan kadar enzim SGPT pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi parasetamol. Metode Penelitian. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan the post test only controlled group design. Subjek dari penelitian ini adalah 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus), berumur 2-3 bulan dengan berat 150-220 gram. Subyek dibagi dalam 5 kelompok. Kelompok kontrol negatif KK(-) diberi diet standar. Kelompok kontrol positif KK(+) diberi diet standar dan parasetamol dosis toksik. Kelompok kontrol silymarin diberi 50 mg/kg BB per oral dan parasetamol dosis toksik. Kelompok perlakuan 1 mendapatkan dosis ekstrak daun kemangi sebesar 80 mg/200 g BB dan parasetamol doksik toksik setiap 3 hari selama 10 hari. Kelompok perlakuan 2 mendapatkan dosis ekstrak kemangi sebesar 120 mg/200 g BB dan parasetamol dosis toksik setiap 3 hari selama 10 hari. Perlakuan penelitian dilakukan pada hari ke-11 setelah mengalami adaptasi selama 10 hari. Pada hari ke-21 dilakukan pengambilan darah tikus putih melalui pleksus vena orbita untuk diukur kadar enzim SGPTnya. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan One-Way ANOVA dan LSD. Hasil Penelitian. Hasil uji One-Way ANOVA menunjukan adanya perbedaan yang bermakna antara kelima kelompok perlakuan. Hasil uji LSD menunjukan adanya perbedaan yang bermakna antara KK (-) – KK (+),KK (-) – KK (S), KK () – KP1, KK (-) – KP2, KK (+) – KK (S), KK (+) – KP1, KK (+) – KP2, dan menunjukan perbedaan yang tidak bermakna antara KK (S) – KP1, KK(S) – KP2, KP1 – KP2. Simpulan Penelitian. Pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) terhadap tikus putih yang diinduksi parasetamol dosis toksik dapat menurunkan kadar enzim SGPT.
Kata kunci : ektrak daun kemangi, penurunan kadar SGPT, parasetamol commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Intan Savira, G0009108, 2012. The Influence of Kemangi Extract (Ocimum sanctum) to Reduction of SGPT level of White Rat (Rattus norvegicus) Inducted by Paracetamol. Mini Thesis Faculty of medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Background. The exposition to paracetamol in toxic dose can result in metabolic oxidative stress process NAPQI that has reactively covalent bond with hepatic cell. It then results in increased SGPT enzyme in liver, it is indicator of hepatic damage. This research aims to find out whether or not the extract of basil leaf can reduce the SGPT enzyme level in the paracetamol induced white rat (Rattus norvegicus). Method. This experiment was a laboratory experimental research with a post-test only control group design. The subject of research was 30 male white rats (Rattus norvegicus), age 2-3 months, weight 150-220 grams, divided into 5 groups, each group consist of 6 rats. Group 1 (KK(-)) as control received normal saline. Group 2 (KK(+)) received toxic dose of paracetamol at toxic dose. Group 3 (KK(S)) received silymarin and paracetamol at toxic dose. Group 4 (KP1) received dose I basic leaf extract at 80 mg/200 g BW dose and toxic dose of paracetamol every 3 days for 10 days. Group 5 (KP2) received dose II leaf extract at 120 mg/200 g BW dose and toxic dose of paracetamol every 3 days for 10 days. The treatment of research was carried out on the day-11st a 10 days adaptation. At the day-21st, the animal blood sample was callected from the white rat orbitalis plexus vena to measured for its SGPT enzyme level. The data was then analyzed using One Way ANOVA and LSD. Results. The result of One Way ANOVA showed the significant difference among the five treatment groups. From the result of LSD statistical test on all groups, KK (-) – KK (+),KK (-) – KK (S), KK (-) – KP1, KK (-) – KP2, KK (+) – KK (S), KK (+) – KP1, KK (+) – KP2, but there was not the significant different between group KK (S) – KP1, KK(S) – KP2, KP1 – KP2. Conclusion. From this study it can be concluded that extract of basil leaf (Ocimum sanctum) administration to paracetamol in toxic dose -induced white rat could reduce SGPT enzyme level.
Keywords : basil leaf extract, SGPT level reduction, paracetamol. commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA Puji Syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum) terhadap Penurunan Kadar SGPT Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Parasetamol”. Dalam penyusunan skripsi ini, tentunya penulis tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan doa, motivasi dan kasih sayangnya. 2. Prof.Dr. Zainal Arifin Adnan, dr.,Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Endang Ediningsih, dr., MKK, selaku Pembimbing Utama yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. 5. Samigun, dr., SU., PFarK, selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan, saran dan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. 6. Endang Sri Hardjanti, dr., PFarK., MOr selaku Ketua Penguji yang telah berkenan menguji sekaligus memberikan kritik dan saran bagi penulis 7. Ratih Puspita Febrinasari, dr., M.Sc selaku Anggota Penguji yang telah berkenan menguji dan memberikan kritik dan saran bagi penulis. 8. Seluruh Staf Bagian Skripsi dan Staf Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang banyak membantu dalam skripsi ini. 9. Sahabat-sahabat saya Anisa, Mbak Wawe, Amallia, Elita, Ari, Marsha, Fadityo, Basith. Dan Kak Saqib yang senantiasa memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. 10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2009 yang selalu memberikan semangat. 11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang berkepentingan, khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Surakarta, 1 Oktober 2012
Intan Savira commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman PRAKATA..................................................................................................
vi
DAFTAR ISI...............................................................................................
vii
DAFTAR TABEL.......................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................
1
B. Perumusan Masalah....................................................................
4
C. Tujuan Penelitian........................................................................
4
D. Manfaat Penelitian......................................................................
4
BAB II LANDASAN TEORI.....................................................................
5
A. Tinjauan Pustaka.........................................................................
5
B. Kerangka Pemikiran....................................................................
31
C. Hipotesis......................................................................................
32
BAB III METODE PENELITIAN............................................................
33
A. Jenis Penelitian............................................................................
33
B. Lokasi Penelitian.........................................................................
33
C. Subjek Penelitian.........................................................................
33
D. Teknik Sampling.........................................................................
34
E. Rancangan Penelitian.................................................................. commit to user
36
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. Identifikasi Variabel Penelitian...................................................
37
G. Definisi Operasional Variabel Peneltian.....................................
37
H. Alat dan Bahan Penelitian...........................................................
41
I. Cara Kerja....................................................................................
42
J. Teknik Analisis Data...................................................................
46
BAB IV HASIL PENELITIAN..................................................................
47
A. Hasil Penelitian............................................................................
47
B. Analisis Data................................................................................
49
BAB V PEMBAHASAN..............................................................................
53
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN...........................................................
57
A. Simpulan.......................................................................................
57
B. Saran.............................................................................................
57
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
58
LAMPIRAN
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel 1. Hasil Pengukuran Rata-Rata Kadar SGPT untuk Masing-Masing Kelompok Tikus Putih Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji LSD
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Gambar 2. Rancangan Penelitian Gambar 3. Grafik Perbandingan Kadar Enzim SGPT Tikus Putih
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil penelitian Lampiran 2. Uji Statistik Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Ditengah-tengah serbuan obat modern, jamu ramuan tradisional tetap menjadi pilihan bagi masyarakat. Alasannya adalah obat tradisional lebih murah dan efek samping yang ditimbulkan lebih sedikit daripada obat-obat sintetik (Pribadi, 2009). Dibandingkan dengan obat modern, obat-obat tradisional memiliki beberapa kelebihan di samping efek samping yang relatif kecil jika tepat penggunaannya, juga komponen dalam satu bahan memiliki beberapa efek farmakologi dan lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik degeneratif (Katno, 2008). Penyakit hati adalah salah satu penyakit metabolik degeneratif yang masih menjadi masalah kesehatan dunia. World Healt Organization (WHO) menyebutkan sekitar sepertiga dari jumlah penduduk dunia atau sekitar 2 trilyun orang mengidap penyakit hati dengan angka kematian mencapai 1 juta jiwa (Reuters,2011). Namun kenyataanya perkembangan pengobatan penyakit hati masih sering menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan (Madani et al., 2008). Gangguan hati selain dapat disebabkan oleh infeksi mikroorganisme, penyakit keturunan dan metabolik, obat, toksin, dan penyebab lain. Berbagai commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
obat dan makanan dapat sebagai zat yang toksik dan menyebabkan kerusakan sel hati. Gangguan hati oleh karena obat-obatan ini biasanya merupakan toksik langsung yang tergantung pada masing-masing individu (Akbar, 2007). Salah satu obat yang dapat menyebabkan kelainan hati adalah asetaminofen atau parasetamol, merupakan obat analgetik-antipiretik yang dikenal luas di masyarakat dan dikenal sebagai obat bebas atau Over the Counter Drug (OTC) dan dapat diperoleh mudah di toko obat maupun apotek tanpa resep dokter. Karena mudahnya didapat, risiko untuk terjadinya penyalahgunaan parasetamol menjadi lebih besar (Hidayat, 2007). Kerusakan hati akibat parasetamol disebabkan oleh proses stres oksidatif metabolik NAPQI yang sangat reaktif berikatan secara kovalen dengan makromolekul vital sel hati. Kerusakan yang timbul berupa nekrosis sentrilobularis (Wilmana dan Gan, 2007). Enzim yang berhubungan dengan kerusakan hati yaitu aminotransferase dan oksidoreduktase. Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT) adalah enzim aminotransferase yang normalnya terdapat di jaringan tubuh terutama di hati. Kadar SGPT dalam darah akan meningkat pada kerusakan hati akibat parasetamol (Sacher and Mc Person, 2004). Konsumsi makanan kaya antioksidan dapat mengurangi penyakit yang disebabkan oleh stres oksidatif dan inflamasi. Antioksidan juga berperan penting dalam menghambat dan menetralkan radikal bebas (Rajkapoor et al., 2008). Selain itu, antioksidan mampu menghalangi proses oksidatif serta commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
menetralkan radikal bebas untuk mencegah berbagai penyakit degeneratif (Agustina dan Ahmad, 2003). Dari berbagai jenis tanaman obat yang diketahui mengandung antioksidan, silymarin merupakan obat herbal yang memiliki efek protektif dan kuratif terhadap hepar (Biogenic Stimulant Inc., 2006). Silymarin telah digunakan
sejak
dulu
untuk
mengobati
penyakit
liver.
Efek
hepatoprotektornya telah diketahui sejak ratusan tahun yang lalu (Wu et al., 2008). Yang menarik perhatian penulis adalah Ocimum sanctum atau yang biasa dikenal dengan kemangi yang biasa dikonsumsi masyarakat sebagai bahan pelengkap lalapan di berbagai warung makan. Selain itu, karena baunya yang harum, kemangi lebih sering digunakan untuk mencuci tangan. Senyawa antioksidan yang terkandung dalam Ocimum sanctum berupa senyawa fenolik (tokoferol, flavonoid, asam fenolat), senyawa nitrogen (alkaloid, turunan klorofil, asam amino, dan amina), dan beta karotene (Hidayati, 2008). Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui apakah pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) berpengaruh terhadap penurunan kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) tikus putih (Ratus norvegicus) yang diinduksi parasetamol dan dibandingkan dengan silymarin.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
B. Rumusan Masalah Apakah pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) dapat menurunkan kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi parasetamol dosis toksik?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) dapat menurunkan kadar enzim SGPT tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi parasetamol dosis toksik.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) terhadap penurunan kadar Serum Glutamic Pyruvat Transaminase (SGPT) pada tikus putih yang diinduksi oleh parasetamol dosis toksik.
2.
Manfaat aplikatif Penelitian
ini
diharapkan
sebagai
langkah
awal
sebagai
bahan
pertimbangan penelitian pada hewan dengan tingkatan yang lebih tinggi dengan dosis tepat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Kemangi a. Klasifikasi tumbuhan Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Tubiflorae
Famili
: Lamiaceae
Genus
: Ocimum
Spesies
: Ocimum sanctum (BPTO, 2004; Tjitrosoepomo, 2002) Spesies lain yang mirip dengan Ocimum sanctum adalah
Ocimum basilicum formaticum, akan tetapi jarang digunakan dalam masyarakat. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah Ocimum sanctum. b. Nama daerah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Jawa :
Lampes/Surawung
(Sunda),
Lampes
(Jawa
Tengah),
Kemanghi (Madura) Bali
: Uku-uku
Manado: Balakama Maluku : Lufe-lufe (Ternate) Minahasa : Baramakusu (BPTO, 2004) c. Nama asing Ajaka, bai gka-prow, bai gkaprow, baranda, basilici herba, brinda, common basil, garden basil, green holy basil, hot basil, Indian basil, kala tulasi, kala tulsi, kemangen manjari, Krishna tulsi, krishnamul, Manjari tulsi, orientin, parnasa, patra-puspha, Rama tulsi, red holy basil, sacred basil, sacred purple basil, shayama tulsi, St. Joseph's wort, suvasa tulasi, Thai basil, thulasi, thulsi, Trittavu, tulasi, tulshi, tulsi, tulsi chajadha, vicenin, Vishnu priya. d. Deskripsi tumbuhan Tanaman yang banyak tumbuh di daerah tropis ini merupakan herba tegak atau semak, tajuk membulat, bercabang banyak, sangat harum dengan tinggi 0,3-1,5 m. Batang pokoknya tidak jelas, berwarna hijau sering keunguan, dan berambut atau tidak (Sudarsono et al., 2002). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Daun tunggal, berhadapan, dan tersusun dari bawah ke atas. Panjang tangkai daun 0,25-3 cm dengan setiap helaian daun yang berbentuk bulat telur sampai elips, memanjang, dan ujung meruncing atau tumpul. Pangkal daun pasak sampai membulat, di kedua permukaan berambut halus. Tepi daun bergerigi lemah, bergelombang, atau rata (Sudarsono et al., 2002). Bunga kemangi tersusun pada tangkai bunga berbentuk menegak. Bunganya jenis hemafrodit, berwarna putih dan
berbau
sedikit wangi. Bunga majemuk berkarang dan di ketiak daun ujung terdapat daun pelindung berbentuk elips atau ulat telur dengan panjang 0,5-1 cm. Kelopak bunga berbentuk bibir, sisi luar berambut kelenjar, berwarna ungu atau hijau, dan ikut menyusun buah, Mahkota bunga berwarna putih dengan benang sari tersisip di dasar mahkota dan kepala putik bercabang dua namun tidak sama (Sudarsono et al., 2002). Buah berbentuk kotak, berwarna coklat tua, tegak, dan tertekan dengan ujung membentuk kait melingkar. Panjang kelopak buah 6-9 mm. Biji berukuran kecil, bertipe keras, coklat tua, dan waktu diambil segera membengkak, Tiap buah terdiri dari empat biji. Akar tunggang dan berwarna putih kotor (Mangoting, dkk., 2005; Sudarsono et al., 2002). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
e. Deskripsi daun Makroskopis: helaian daun bentuk lonjong, memanjang, bundar, telur, atau bundar telur memanjang, ujung runcing, pangkal daun runcing atau tumpul sampai membundar, tulang-tulang daun menyirip, tepi bergerigi dangkal atau rata dan bergelombang, daging daun tipis, permukaan berambut halus, panjang daun 2,5 cm sampai 7,5 cm, lebar 1 cm sampai 2,5 cm, tangkai daun berpenampang bundar, panjang 1 cm sampai 2 cm, berambut halus. Mikroskopis: Pada penampang daun melintang melalui tulang daun tampak epidermis atas terdiri darisatu lapis sel kecil, bentuk empat persegi panjang, warna jernih, dinding tipis, kutikula tipis dan licin. Pada pengamatan tangensial berbentuk poligonal, berdinding lurus atau agak berkelok-kelok. Epidermis bawah terdiri dari satu lapis sel kecil bentuk empat persegi panjang, warna jernih, dinding tipis, kutikula tipis dan licin. Rambut penutup, bengkok, terdiri dari 1 sel tangkai dan 2-4 sel kepala, bentuk bundar, tipe Laminaceae. Jaringan palisade terdiri dari selapis sel berbentuk silindris panjang dan berisi banyak butir klorofil. Jaringan bunga karang, dinding samping lurus atau agak berkelok tipis, mengandung butir klorofil. Berkas pembuluh tipe kolateral terdapat jaringan penguat yaitu kolenkim. Stomata tipe diasitik pada epidermis atas dan bawah (Depkes RI, 1995) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
f. Bagian tanaman yang dapat digunakan: akar, daun, biji. g. Kegunaan di masyarakat Daun dapat digunakan untuk mengobati demam, batuk, selesma, encok, urat saraf, air susu kurang lancar, sariawan, panu, radang telinga, muntah-muntah dan mual, peluruh kentut, peluruh haid, pembersih darah setelah bersalin, borok, dan untuk memperbaiki fungsi lambung (Sudarsono et al., 2002). Biji digunakan untuk mengatasi sembelit, kecing nanah, penyakit mata, borok, penenang, pencahar, peluruh air kencing, peluruh keringat, kejang perut (Sudarsono et al., 2002). Akar digunakan untuk mengobati penyakit kulit. Semua bagian tanaman digunakan sebagai pewangi, obat perangsang, disentri, dan demam (Sudarsono et al., 2002). h. Kandungan kimia Beberapa bahan kimia yang terkandung pada seluruh bagian tanaman kemangi di antaranya 1,8 sineol, anthol, apigenin, stigmaasterol, triptofan, tannin, sterol, dan boron (Hariana, 2008; Dharmayanti, 2007). Tanaman ini juga mengandung asam askorbat, asam kafeat, iskulin, histidin, magnesium, dan betasitosterol. Semua senyawa berkhasiat ini diperlukan tubuh untuk menjaga kesehatan (Avianto, 2007). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
Daun kemangi mengandung minyak atsiri dengan eugenol sebagai komponen utama. Di samping itu juga mengandung flavon apigenin, luteolin, flavon O-glikosida apigenin 7-O glukoronida, luteolin 7-O glukoronida, flavon C-glukosida orientin, molludistin dan asam ursolat (Sudarsono et al., 2002). Sedangkan pada daun kemangi sendiri, penelitian fitokimia telah membuktikan adanya flavonoid, glikosid, asam gallic dan esternya, asam caffeic, dan minyak atsiri yang mengandung eugenol (70,5%) sebagai komponen utama. Menurut ”Daftar Komposisi Bahan Makanan” Direktorat Gizi Departemen
Kesehatan
RI,
kemangi
termasuk
sayuran
kaya
provitamin A. Setiap 100 g daun kemangi terkandung 5.000 SI vitamin A. Kelebihan lainnya, kemangi termasuk sayuran yang banyak mengandung mineral kalsium dan fosfor, yaitu sebanyak 45 dan 75 mg per 100 g daun kemangi. i. Efek farmakologis Minyak
atsiri
dari
daun
kemangi
memiliki
efek
antimikrobiologi yaitu efek melawan Microbacterium tuberculosis dan Staphylococcus aureus In Vitro dan bakteri serta jamur lainnya. Efek tersebut diperankan oleh eugenol dan methyl eugenol yang menunjukkan reaksi yang positif. Oleh karena itu infeksi bakteri dan jamur kulit dapat diobati dengan jus daun kemangi (Batla, 2004). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
Ekstrak cair daun kemangi menunjukkan efek hipotensi dan dapat menghambat kontraksi otot halus yang dirangsang oleh asetilkolin, karbakol, dan histamin (Batla, 2004). Sedangkan ekstrak padat daun kemangi dalam dosis 500 mg x 3 selama seminggu, signifikan menurunkan sesak nafas pada 20 pasien dengan eosinofilia tropical. Meskipun di sana tidak ada pengurangan jumlah eosinofil pada darah tepi (Batla, 2004). j. Komponen daun kemangi yang mempunyai efek antioksidan Daun Ocimum sanctum digunakan untuk mencegah formasi radikal bebas dan telah digunakan dalam pengobatan arthritis, nyeri otot, dan reumatik. Kandungan utama Ocimum sanctum yang bersifat antioksidatif adalah asam askorbat, β-karotene, β -sitosterol, eugenol, asam palmitat, dan tannin (Mishra et al, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Balanehru dan Nagarajan menyebutkan bahwa asam ursolic yang terkandung dalam ekstrak daun Ocimum sanctum dapat menghambat peroksidasi lemak (Balanehru dan Nagarajan, 1991). k. Ekstrak Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Ansel, 1989). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan antara lain maserasi, perkolasi, soxhletasi, dan infundasi. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat dan penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel, 1989). Metode ekstraksi yang digunakan di sini sama seperti yang dikemukakan oleh Bhargava dan Singh (1981) yaitu dengan metode perkolasi. Perkolasi merupakan proses penyarian serbuk simplisia dengan pelarut yang cocok dengan melewatkan secara perlahan-lahan melewati suatu kolom, serbuk simplisia dimasukkan ke dalam perkolator. Dengan cara penyarian ini mengalirkan cairan melalui kolom dari atas ke bawah melalui celah untuk keluar dan ditarik oleh gaya berat seberat cairan dalam kolom. Dengan pembaharuan yang terus-menerus bahan pelarut, memungkinkan berlangsungnya maserasi bertingkat (Ansel, 1989). Menurut Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat Tawangmangu, dari metode perkolasi akan dihasilkan ekstrak kental dari sejumlah simplisia kering daun kemangi. Bubuk daun Ocimum sanctum diekstrak dengan cara perkolasi pada suhu ruangan 70% ethyl alkohol. Ekstrak terkonsentrasi di bawah tekanan yang berkurang (suhu 50°C) dan pada akhirnya dikeringkan di dalam vacuum desiccator. Sisa dari Ocimum sanctum dilarutkan di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
dalam propylene glycol dengan konsentrasi 100 mg/ml dan digunakan pada percobaan. 2. Mekanisme Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum) dalam Hepar Akibat Pemberian Parasetamol Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donors) dalam arti kimia, namun menurut arti biologis pengertian antioksidan lebih luas. Pengertian antioksidan dalam arti biologis adalah senyawa-senyawa yang dapat meredam dampak negatif oksidan (Suryohudoyo, 1993), termasuk dalam penghambatan dan penghentian kerusakan oksidatif terhadap suatu molekul target (Setiawan dan Suhartono, 2005). Manfaat antioksidan adalah untuk mengurangi kerusakan asam deoksiribonukleat, menurunkan peroksidasi lipid, atau terhambatnya transformasi keganasan in vitro (Agustina dan Ahmad, 2003). Antioksidan eksogen yang dapat meredam efek buruk radikal bebas adalah yang tergolong dalam antioksidan vitamin seperti vitamin E, C, dan beta karoten (Bagiada, dkk., 2005). Daun kemangi (Ocimum sanctum) dapat digunakan untuk mencegah formasi radikal bebas dan telah digunakan dalam pengobatan arthritis, nyeri otot, dan reumatik. Kandungan utama Ocimum sanctum yang bersifat antioksidatif adalah asam askorbat (Vitamin C), tokoferol (Vitamin E), -karotene, -sitosterol, eugenol, asam palmitat, asam ursolic, senyawa fenolik (flavonoid, asam fenolat), dan senyawa nitrogen commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
(alkaloid, turunan klorofil, asam amino, dan amina) (Mishra et al, 2007; Hidayati, 2008). Secara umum, antioksidan dapat digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier. Antioksidan primer ialah golongan antioksidan yang berfungsi untuk mencegah pembentukan radikal bebas, misalnya transferin, feritin, dan albumin. Antioksidan sekunder ialah golongan antioksidan yang berfungsi menangkap radikal bebas
dan
menghentikan
pembentukan
radikal
bebas,
misalnya
Superoxide Dismutase (SOD), Glutathion Peroxidase (GPx), Vitamin C, Vitamin E, -karotene, dll. Antioksidan tersier ialah golongan antioksidan yang berfungsi memperbaiki jaringan tubuh yang rusak oleh radikal bebas. Vitamin E dan -karotene (antioksidan sekunder) yang terkandung dalam daun kemangi merupakan pertahanan utama melawan oksigen perusak, khususnya radikal bebas dan peroksidasi lipid dalam jaringan hati (Maslachah et al, 2001). Vitamin E dan -karotene
bersifat lipofilik
sehingga dapat berperan pada membran sel untuk mencegah peroksidasi lipid. Walaupun nantinya akan terbentuk radikal vitamin E, senyawa tersebut tidak terlalu reaktif karena terjadinya resonansi. Terdapat tiga cara untuk menghilangkan radikal vitamin E yaitu (1) radikal vitamin E mengalami reaksi-reaksi intramolekul menghasilkan senyawa-senyawa non-radikal, (2) setelah bergeser kearah permukaan molekul, radikal vitamin E bereaksi dengan vitamin C dan menghasilkan radikal vitamin C, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
radikal vitamin C kemudian dihilangkan melalui reaksi dismutasi yang menghasilkan vitamin C dan dihidro-asam ascorbat (DHAA), dan (3) radikal vitamin E dapat pula bereaksi dengan glutation atau sistein yang juga terdapat dalam sitosol. Vitamin E hanya dapat berperan bila tekanan oksigen (pO2) tinggi. Pada tekanan oksigen rendah, peranan vitamin E digantikan oleh -karoten. Seperti halnya radikal vitamin E, radikal karoten agak stabil karena adanya resonansi dalam molekulnya (Suryohudoyo, 1993). Sedangkan vitamin C sebaliknya bersifat hidrofilik dan berperan dalam sitosol. Senyawa fenolik seperti flavonoid, asam fenolat, dan tannin yang juga terkandung dalam daun kemangi (Ocimum sanctum) merupakan antioksidan primer maupun sekunder yang dapat mencegah terjadinya proses oksidasi lebih lanjut dengan cara mendonorkan atom hidrogennya kepada radikal bebas sehingga dapat menghambat terbentuknya radikal peroksida pada tahap propagasi (Subroto, 2005). Gugus fungsi pada senyawa flavonoid dapat berperan sebagai penangkap radikal bebas hidroksi (OH) sehingga tidak mengoksidasi lemak, protein, dan DNA dalam sel. Kematian sel hati pun dapat dicegah. Kemampuan flavonoid dalam menangkap radikal bebas ini 100 kali lebih efektif dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih efektif dibandingkan vitamin E (Salamah dkk., 2008 cit. Harbone, 1987). Asam ursolik yang terkandung dalam ekstrak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
daun Ocimum sanctum juga diperkirakan dapat menghambat peroksidasi lemak (Balanehru dan Nagarajan, 1991). 3. Silymarin Adalah obat herbal yang diektraksi dari “milk thistle” (Silybum marianum), digunakan untuk mengobati penyakit liver. Silymarin adalah campuran dari polifenol flavonoid, termasuk silibinin (silybin A dan silybin B), isosilyn a dan B, silychristin A dan B, silydianin dan komponen fenol lainnya (Wu et al., 2008). Silymarin menstabilkan membran
sel
hepar
dan
menstimulasi
sintesis
protein,
yang
mengembalikan fungsi dari sel yang rusak dan melindungi parenkim hepar dari aksi destruktif noxae (zat-zat yang dapat menimbulkan kerusakan hepar) (Biogenic Stimulants Inc., 2006). a. Farmakokinetik Silymarin tidak larut dalam air dan biasanya sediaan dalam bentuk kapsul sebagai ekstrak standar. Absorbsi pada pemberian peroral agak rendah. Konsentrasi puncak dalam plasma tercapai setelah 4-6 jam. Ekskresi silymarin melalui empedu dan urin. Waktu paruhnya berkisar antara 6-8 jam (Fraschini and Demartini, 2002). Silymarin mengalami metabolisme fase I dan II, terutama reaksi konjugasi multiple fase II. Silymarin memiliki profil keamanan yang baik, tetapi sedikit diketahui terdapat potensiasi interaksi obat. Silymarin memiliki efek terbatas pada farmakokinetik beberapa obat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
tertentu in vivo; meskipun silymarin menurunkan aktivitas sitokrom P450, enzim UDP-glucuronosyltransferase (UGT), dan mengurangi transport P-glycoprotein (P-gp) (Wu et al., 2008). Silymarin dalam sirkulasi enterohepatik: absorbsi intestinal, konjugasi dalam hepar, ekskresi melalui empedu, hidrolisis oleh flora intestinal, dan pengambilan kembali oleh intestinal. Silibinin dan komponen lain dari silymarin sangat cepat dikonjugasikan dengan asam glukoranat dan sulfat di dalam hepar. Konjugatnya terdapat dalam plasma dan empedu sekitar 80% dari dosis total yang diberikan. Sisanya diekskresikan melalui urin (Fraschini and Demartini, 2002). b. Farmakodinamik 1) Efek antioksidan: aktivitas melawan peroksidasi lipid yang mencegah dihasilkannya radikal bebas, dan kemampuan meningkatkan glutation (GSH) seluler. 2) Kemampuan meregulasi permeabilitas membrane sel dan meningkatkan stabilitas membran sel pada kerusakan akibat xenobiatic. 3) Efek anti-inflamasi: inhibasi migrasi neutrofil, sel Kupffer, sintesis leukotrien dan pembentukan prostaglandin. 4) Efek antifibrotik: inhibisi transformasi sel stelat hati menjadi miofibroblas yang dapat menyebabkan sirosis akibat deposisi serabut kolagen. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
5) Inhibisi sitokrom P450. 6) Efek terhadap lipid hati: menstimulasi sintesis fosfatidilkolin, meningkatkan
aktivitas
kolinfosfat
sitidiltransferase,
mengurangi sintesis dan pergantian fosfolipid dalam hepar. 7) Menurunkan kadar plasma dari kolestrol dan LDL pada hiperlidemia. 8) Stimulasi regenerasi jaringan hepar dengan meningkatkan sintesis protein (meningkatkan pembentukan ribosom dan sintesis DNA) pada kerusakan hepar. 9) Efek antikanker: mengurangi apoptosis, edema, deplesi dari aktivitas katalase, dan induksi aktivitas cyclo-oxygenase dan dekarboksilasi ornithine, (Franschini and Demartini, 2002) c. Efek samping Silymarin secara umum dianggap aman, meskipun dilaporkan terjadi tiga kasus reaksi alergi termasuk anafilaksis. Efek samping paling umum dari silymarin adalah diare. Efek merugikan lain berupa mual, rasa tidak nyaman pada epigastrium, sakit kepala, nyeri sendi, pruritus, dan urtikaria (Mayer et al., 2005) d. Toksisitas Toksisitas akut, subakut, dan kronik dari silymarin sangat rendah. Silymarin juga tidak bersifat toksik pada embrio. Toksisitas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
akut dari silymarin telah dipelajari pada mencit, tikus, kelinci dan anjing setelah pemberian infus intravena. 50% dosis letal adalah 400 mg/kg pada mencit, 385 mg/kg BB pada tikus putih, dan 140 mg/kg pada kelinci dan anjing. Pada kasus intoksikasi akut, penyebab kematian
nampaknya
adalah
kegagalan
sistem
kardiovaskuler
(Franschini and Demartini, 2002). 4. Struktur Hepar Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang amat kompleks (Amirudin, 2007). Hepar mempunyai 2 aliran darah yaitu dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatis dan dari aorta melalui arteri hepatica (Lindseth, 2006). Secara mikroskopis di dalam hepar manusia terdapat 50.000100.000 lobuli, setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hepar berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara lembaran sel hepar terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang dari vena porta dan arteri hepatika. Selain sel-sel hepar, sinusoid vena dilapisi oleh 2 tipe sel yang lain, sel endotel khusus dan sel fagositik (sel Kupffer besar) yang merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri dan benda asing commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
lain dalam tubuh, jadi hepar merupakan salah satu organ utama pertahanan tubuh terhadap serangan bakteri dan organ toksik (Amiruddin, 2007; Guyton dan Hall, 2007). Fungsi hepar meliputi: a. Penyaringan dan penyimpanan darah b. Metabolisme karbohidrat, protein, lemak, hormone, dan zat kimia asing c. Pembentukan empedu d. Penyimpanan vitamin, dan e. Pembentukan faktor koagulasi (Guyton dan Hall, 2007). Sebagian besar obat masuk melalui saluran cerna, dan hepar terletak di antara permukaan absorptif dari saluran cerna dan organ target obat di mana hepar berperan sentral dalam metabolisme obat. Sel hepar terus menerus terpapar dengan darah vena porta. Hepar mempunyai fungsi detoksifikasi sejumlah zat endogen dan eksogen. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh enzim hepar melaui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang dapat berbahaya, dan mengubahnya menjadi zat-zat yang dapat berbahaya, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif (Bayupurnama, 2007; Guyton dan Hall, 2007; Lindseth, 2006). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Agar dapat menembus membrane sel intestinal sebagian besar obat bersifat lipofilik. Obat kemudian diubah lebih hidrofilik melalui proses biokimiawi di dalam hepatosit, menghasilkan produk-produk larut air yang dieskresi ke dalam urin atau empedu. Biotransformasi hepatik ini melibatkan jalur oksidatif utamanya melalui sistem enzim sitokrom P-450 (Bayupurnama, 2007). Enzim umumnya terdapat di dalam sel dan bisa berada dalam struktur yang spesifik seperti organel atau mitokondria atau juga terdapat di dalam sitosol. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara pembentukan
enzim
dengan
penghancurannya.
Walaupun
dapat
keseimbangan antara penghancuran dengan pembentukan enzim, akan selalu terdapat sedikit enzim yang keluar ke ruangan ekstraseluler. Apabila terjadi kerusakan sel atau peningkatan permeabilitas membrane sel, enzim akan banyak keluar ke ruang ekstraseluler dan dapat digunakan sebagai sarana untuk membuat diagnosis (Akbar, 2007). Satuan aktivitas enzim telah terstandarisasi secara internasional. Satuan internasional (IU, dapat juga disebut Unit atau Enzym Unit; U) suatu enzim adalah jumlah yang akan menganalisis transformasi 1µmol substrat per menit dalam kondisi standar berupa temperature, pH optimal, dan konsentrasi substrat optimal. Aktivitas dilaporkan sebagai IU per liter (IU/L atau mIU/mL) (Sacher, 2004; Wrolstad dkk., 2005; Harr, 2002). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Hepar mengandung berbagai macam enzim, yang beberapa di antaranya juga terdapat dalam serum dalam konsentrasi yang sangat kecil. Enzim-enzim ini mempunyai fungsi yang tidak diketahui dalam serum dan mempunyai seperti protein serum lainnya. Enzim didistribusikan melalui plasma dan cairan interstisial dan mempunyai waktu paruh tersendiri, biasanya diukur dalam hari. Sedikit yang diketahui tentang katabolisme enzim serum, walaupun kemungkinan enzim dibersihkan oleh sel dalam sistem retikuloendotelial. Peningkatan enzim dalam serum diperkirakan menjadi akibat langsung dari kerusakan sel hepar (Fauci dkk., 2008). 5. Transaminase Langkah awal dalam mendeteksi kerusakan hati adalah suatu tes darah yang sederhana untuk menetukan keberadaan tertentu enzim hati dalam darah. Enzim-enzim tersebut normalnya terkandung dalam sel hati. Jika terjadi kerusakan hati, enzim-enzim ini masuk ke dalam alirah darah, meningkatkan kadar enzim dalam darah dan menandakan kerusakaan hati (Shiel, 2008). Enzim hati yang paling sensitife dan banyak digunakan adalah aminotransferase, yakni aspartat aminotransferase (AST) dan alanine aminotransferase (ALT). Enzim aspartat aminotransferase (AST) juga dikenal sebagai Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT). Dan alanine aminotransferase (ALT) juga dikenal sebagai Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT). Aminotransferase mengkatalisis reaksi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
kimia dalam sel dimana kelompok amino ditransfer dari molekul donor ke molekul penerima. Kisaran nilai normal AST(SGOT) adalah 5-40 per liter serum. Kisaran nilai normal untuk ALT (SGPT) adalah 7-56 unit per liter serum (Shiel, 2008). Tingkat tertinggi SGOT dan SGPT dapat ditemukan pada gangguan yang menyebabkan banyak kematian sel hati (nekrosis hepatis luas). Hal ini terjadi dalam kondisi-kondisi seperti : infeksi virus hepatitis A atau B akut, kerusakan hati yang ditimbulkan oleh overdosis asetaminofen, dan syok yang berkepanjangan di mana hati kekurangan darah segar yang membawa oksigen dan nutrisi. Level SGOT dan SGPT dalam situasi seperti ini dapat berkisar dari sepuluh kali batas atas normal sampai ribuan unit per liter (Shiel, 2008). Sejumlah obat dapat menyebabkan tingkat enzim hati yang abnormal, seperti: a. Analgesik : aspirin, asetaminofen, ibuprofen, naproxen, diklofenak, fenilbutazon. b. Anti-konvulsan : fenitoin, asam valproat, karbamazeprin, fenobarbital. c. Antibiotik : tetrasiklin, sulfonamid, isoniazid, sulfametoksazol, trimetropim, nitrofurantoin, flukonazol dan beberapa antifungal. d. Penurun
kolestrol
:
golongan
statin
(lovastatin,
pravastatin,
atorvastatin, fluvastatin, rosuvastatin, simvastatin) dan niasin. e. Obat kardiovaskuler : amiodaron, hidralazin, quinidin. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
f. Obat lain : anti-depresi dari jenis trisiklik. (Shiel, 2008) Walaupun SGPT dan SGOT sering dianggap sebagai enzim hati karena tingginya konsentrasi keduanya dalam hepatosit, tapi hanya SGPT yang spesifik, karena SGOT terdapat di miokardium, otot rangka, otak, dan ginjal (Sacher dan McPherson, 2004). 6. Farmakologi Parasetamol Parasetamol atau asetaminofen merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama. Fenasetin, suatu produk yang lebih toksik daripada metabolit aktifnya dan tidak mempunyai indikasi yang rasional. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Efek antiinflamasi parasetamol hampir tidak ada. Fenasetin dan asetaminofen adalah derivate dari para-aminofenol (Wilmana dan Gan, 2007; Payan dan Katzung, 1997). a. Farmakodinamik Efek analgesik parasetamol dan fenasetin serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek anti-inflamasinya sangat lemah. Parasetamol merupakan penghambat prostaglandin yang lemah (Wilmana dan Gan, 2007). b. Farmakokinetik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Parasetamol dan fenasetin diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25% parasetamol dan 30% fenasetin terikat protein plasma. Kedua obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam glukoronat menjadi asetaminofen glukoronida dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat menjadi asetaminofen sulfat. Hasil konjugasi ini secara farmakologi tidak aktif. Selain itu, kedua obat ini juga mengalami hidroksilasi. Suatu metabolit minor tetap sangat aktif, yaitu N-asetil-pbenzokuinon (NAPQI). Dalam pemakaian parasetamol pada dosis terapi, NAPQI dapat diikat oleh glutation (GSH) hepar membentuk konjugasi dengan sistein dan asam merkapturat, yang selanjutnya akan diekskresikan ke dalam saluran kencing. Namun, pada dosis besar metabolit ini dapat bersifat toksik terhadap hepar dan ginjal. Masa paruh plasma dari asetaminofen antara 1-3 jam dan relatif tidak dipengaruhi oleh fungsi ginjal. Kedua obat ini diekskresikan melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi (Wilmana dan Gan, 2007; Payan dan Katzung, 1997). c. Indikasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Khasiatnya sebagai analgetik dan antipiretik, tetapi tidak sebagai anti radang. Efek analgetiknya diperkuat oleh kodein dan kafein (Tjay dan Raharja, 2002). Parasetamol tidak mempengaruhi kadar asam urat dan tidak mempunyai sifat menghambat trombosit. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti sakit kepala, mialgia, nyeri persalinan, dan keadaan lain dimana aspirin efektif sebagai analgesik. Asetaminofen tidak efektif untuk mengatasi peradangan seperti arthritis rheumatoid, sekalipun dapat dipakai sebagai obat tambahan analgesic dalam terapi antiinflamasi. Parasetamol lebih disukai daripada aspirin untuk penderita hemophilia atau dengan riwayat tukak lambung dan juga pada penderita yang mengalami bronkospasme yang dipicu akibat aspirin (Katzung, 2002). d. Sediaan dan posologi Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal yang berbentuk tablet 500 mg atau sirup yang mengandung 125mg/5mL. Parasetamol juga
terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap, berbentuk tablet
maupun cairan. Untuk dewasa dosis parasetamol 300 mg-1 g per kali, dengan maksimum 4 gr per hari. Sedangkan dosis parasetamol untuk anak 6-12 tahun : 150-300 mg/kali, dengan maksimum 1,2 g/hari. Untuk anak 1-6 tahun : 60 mg/kali; keduanya diberikan maksimum 6 kali sehari (Wilmana dan Gan, 2007). e. Efek samping
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
Efek merugikan paling serius akibat overdosis asetaminofen akut berupa nekrosis hati yang fatal. Nekrosis tubulus ginjal dan koma hipoglikemik mungkin juga terjadi (Hardman et al., 2008). Tetapi yang paling sering terjadi antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah (Tjay dan Raharja, 2002). Selain itu, overdosis asetaminofen dapat menimbulkan antara lain mual, muntah dan anoreksia. Penanggulangannya dengan cuci lambung dan pemberian zat penawar (asam amino N-asetilsistein atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam setelah intoksikasi. Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu (Tjay dan Raharja, 2002) f. Mekanisme kerusakan hepar akibat parasetamol Secara
normal,
parasetamol
dalam
hepar
mengalami
glukuronidasi dan sulfat menjadi konjugat yang sesuai, yang 95% dari seluruh metabolit yang diekskresikan. Sedangkan 5% dimetabolisme melalui konjugat glutation yang tergantung sitokrom P450. Ketika asupan parasetamol jauh melebihi dosis terapeutik, jalur glukuronidasi dan sulfat dipisahkan dan jalur sitokrom P450 bebas menjadi penting. Selama glutation tersedia untuk konjugasi, asetaminofen tidak akan menimbulkan hepatotoksisitas. Tapi, dengan perjalanan waktu, glutation yang terpakai akan lebih cepat daripada regenerasinya, sehingga akan terjadi penggosongan glutation dan terjadi penimbunan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
metabolit yang toksik dan reaktif, NAPQI. Metabolit ini akan bereaksi dengan gugus nukleofilik yang terdapat pada makromolekul sel, seperti protein, menghasilkan hepatotoksisitas (Correia, 1997). Pemakaian 10-15 gram (200-250 mg/kg BB asetaminofen dapat mengakibatkan hepatotoksisitas dengan nekrosis lobulus sentral. Gejala dini kerusakan hati seperti mual, muntah, diare, dan nyeri abdomen pada hari pertama. Pada hari kedua terjadi peningkatan aktivitas serum transaminase, laktat dehidrogenase, kadar bilirubin serum serta pemanjangan masa protrombin (Wilmana dan Gan, 2007; Payan dan Katzung,1997). Selain itu NAPQI dapat menyebabkan stres oksidatif, sehingga NAPQI dapat menimbulkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan bagian dari proses atau rantai terbentuknya radikal bebas (Rubin et al., 2005). Selama pembentukan NAPQI oleh sitokrom P450, anion superoksida terbentuk. Pada proses fosforilasi oksidatif, oksigen akan tereduksi menjadi air dengan penambahan empat elektron. Dalam reaksi reduksi ini akan terbentuk radikal anion superoksida (02-), yang kemudian diubah menjadi hidrogen peroksida (H2O2) oleh enzim superoksida dismutase (SOD). Pada kondisi normal, terbentuknya hydrogen peroksida tidak begitu berbahaya. Namun, adanya logam transisi seperti Cu dan Fe akan membentuk radikal hidroksil (OH-) yang sangat berbahaya. Dari berbagai bentuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
senyawa oksigen reaktif tersebut, radikal hidroksil merupakan senyawa yang paling reaktif dan berbahaya. Radikal hidroksil bukan merupakan produk primer proses biologis, melainkan berasal dari H2O2 (Winarsi, 2007; Grypioti, 2006). Radikal hidrosil (OH-) sangat reaktif dan toksik terhadap selsel tubuh karena dapat merusak senyawa-senyawa penting tubuh. Adapun tiga senyawa penting (yang berperan untuk mempertahankan integritas sel) yang dirusak OH-, antara lain: 1) Asam lemak tak jenuh Merupakan komponen penting fosfolipid, glikolipid, dan kolestrol penyusun membran sel, bereaksi dengan radikal hidroksil sehinggga mengalami peroksidasi membentuk lipid peroksida. Radikal hidroksil akan menginisiasi reaksi peroksida atom H tunggal, kemudian berubah menjadi produk radikal karbon (R) yang dapat bereaksi dengan atom oksigen. Radikal hidroksil juga mengawali reaktivitasnya dalam senyawa lipid, kemudian inisiasi reaksi berantai dengan oksigen triplet sehingga ditemukan banyak dalam sel (Winarsi, 2007).
2) DNA Asam nukleat seperti DNA dan RNA, yang diketahui banyak mengandung karbohidrat seperti ribose (dalam RNA) dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
deoksiribosa (dalam DNA), rentan terhadap serangan senyawa radikal bebas (Winarsi, 2007). 3) Protein Radikal hidroksil dapat merusak senyawa protein karena senyawa oksidan tersebut dapat mengadakan interaksi dengan asam-asam amino penyusun protein. Di antara asam amino penyusun protein, yang paling rawan adalah asam amino sistein. Pada asam amino ini, bagian yang mudah diserang radikal bebas adalah gugus sulfidril (SH). Serangan radikal bebas pada gugus tersebut
akan
membentuk
ikatan
disulfide
(-S-S-)
dan
menimbulkan ikatan intra dan antarmolekul sehingga protein kehilangan fungsi biologisnya (Winarsi,2007).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
B. Kerangka Pikiran
Silymarin Polifenol flavonoid,silybin A & silybin B, isosilyn A & B, silychristin A & B, silydianin & komponen fenol lainnya
Parasetamol dosis toksik pada hepar tikus
Ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum)
Bioaktivasi sitokrom P450
Tokoferol (Vit E), asam palmitat, asam ursolic, βkaroten, senyawa fenolik – flavonoid & tannin, senyawa nitrogen - alkaloid
Meningkatkan NAPQI (elektrofilik)
Antioksidan: Polifenol
Antioksidan alami
Radikal bebas (O2- dan OH-)
Penangkap radikal bebas
Stres oksidatif
Asam lemak tak jenuh
DNA
Rantai DNA rusak
Protein
Fungsi biologis hilang
Lipid peroksidase meningkat Kerusakan Sel Hepar Tikus Putih meningkat
Kadar SGPT meningkat commit to user
Keterangan : : memacu : menghambat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
C. Hipotesis Pemberian
ekstrak
daun
kemangi
(Ocimum
sanctum)
dapat
menurunkan kadar SGPT pada tikus putih akibat pemberian parasetamol dosis toksik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni (true experimental design), di mana hampir semua variabel luar dikendalikan oleh peneliti sehingga efek manipulasi sepenuhnya dapat dipelajari (Brotowidjojo, 1991). B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta. C. Subjek Penelitian 1. Subjek Populasi Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar, berat badan antara 150-220 gram, dengan umur kira-kira 3 bulan. 2. Besar sampel : 30 ekor mencit Banyaknya jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Federer (Purawisastra, 2001) Rumus Federer : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
(k-1) (n-1) > 15 k
: jumlah kelompok
n
: jumlah sampel dalam tiap kelompok
Besar sampel yang diperlukan dihitung dengan rumus: (k-1) (n-1) > 15
;k=5
(5-1) (n-1) > 15 4n-4
> 15
4n
>19
n
> 4,75 Berdasarkan perhitungan tersebut, maka jumlah sampel minimal yang
diperlukan adalah 5 ekor tikus putih. Oleh karena itu, dalam percobaan ini digunakan sampel sebesar 6 ekor tikus untuk tiap kelompok, sehingga jumlah total sampel yang digunakan adalah 30 ekor. Satu kelompok berjumlah 6 ekor ditempatkan dalam satu kandang. D. Teknik Sampling Dari populasi tikus, diambil sebanyak 30 ekor sampel, yang dilakukan secara purposive sampling. Pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan (Mustafa, 2000). Kemudian sampel dibagi menjadi lima kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari enam ekor tikus yang dipilih secara random.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Kelompok 1 sebagai kelompok kontrol negatif (-). Kelompok 2 sebagai kontrol positif (+) diberi parasetamol dosis toksik. Kelompok 3 sebagai kelompok silymarin untuk membandingkan.Kelompok 4 diberi ekstrak daun kemangi dosis I dan parasetamol dosis toksik. Kelompok terakhir diberi ekstrak daun kemangi dosis II dan parasetamol dosis toksik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
E. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah the post test only control group design. Tikus putih jantan, 150-220 gram, 3 bulan
Sampel (S) n=30 \ K1
K2
K3
K4
K5
Kel. Kontrol
Kel. Parasetamol
Kel. Silymarin
Kel. Dosis I
Kel. Dosis II
N4 = 6
N5 = 6
N1 = 6
N2 = 6
N3 = 6
Makanan standar + garam fisiologis tiap hari (10 hari)
Makanan standar + parasetamol tiap 3 hari (10 hari)
Makanan standar + ekstrak daun kemangi dosis I tiap hari parasetamol tiap 3 hari (10 hari)
Makanan standar + ekstrak daun kemangi dosis II tiap hari parasetamol tiap 3 hari (10 hari)
Makanan standar + Silymarin tiap hari + parasetamol tiap 3 hari (10 hari)
Pengukuran kadar SGPT serum (hari ke-11)
One Way ANOVA dilanjutkan Post Hoc Test commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
F. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas
: Ekstrak daun kemangi, silymarin, parasetamol
2. Variabel terikat
: Kadar Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT)
tikus putih. 3. Variabel luar a. Variabel luar yang dapat dikendalikan: variasi genetik, jenis kelamin, Jenis makanan dan minuman, suhu udara, umur, berat badan tikus putih. b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan Kondisi psikologis, efek toksik dan hipersensitivitas (alergi), keadaan awal hepar tikus putih, daya regenerasi sel hepar dan imunitas. G. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel bebas a. Ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) Adalah daun kemangi kering yang dijadikan serbuk untuk mencari simplisia nabati atau hewani diluar pengaruh cahaya matahari. Ekstrak menggunakan etanol 70% dengan metode perkolasi. Bagian tanaman kemangi yang digunakan pada penelitian ini adalah daun karena sebagian besar kandungan zat antioksidan berada pada bagian daun kemangi (Mishra et al, 2007). Pembuatan ekstrak dilakukan di Balai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
Penelitian
dan
Pengembangan
Tanaman
Obat
Tawangmangu,
kemanginya sendiri di dapatkan dari pasar terdekat di Tawangmangu. Berdasarkan penelitian Chattopadhyay et al (1992), Bhargava dan Singk (1981), dan Ubaid et al (2003), pemberian ekstrak daun Ocimum sanctum sebanyak 200 mg/kg/hari atau 40 mg/200 g tikus per hari secara per oral menunjukkan efek hepatoprotektor pada tikus. Jadi pada penelitian ini digunakan dosis sedang dan dosis tinggi pada pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) sebanyak 80 mg/200 g tikus, dan 120 mg/200 g tikus untuk mengetahui apakah terdapat efek hepatoprotektor dari ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) dan pada dosis berapa efek hepatoprotektor tersebut paling baik. b. Silymarin Silymarin adalah obat herbal hepatoprotektif. Silymarin yang digunakan berbentuk kapsul yang didapatkan dari Apotek Kondang Waras Surakarta. Dosis yang akan diberikan sebesar 50mg/kg BB tikus (Rajkapoor et al, 2008) secara peroral dan diberikan sehari sekali selama 10 hari. Silymarin dilarutkan dalam air untuk mendapatkan dosis yang diinginkan. Skala variabel silymarin merupakan skala nominal. c. Parasetamol commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Parasetamol adalah obat analgetik dan antipiretik. Dalam penelitian ini digunakan parasetamol dalam jumlah besar atau dosis toksik. Parasetamol yang digunakan berupa sediaan dalam bentuk tablet 500mg, yang didapatkan dari apotek terdekat. 2. Variabel terikat SGPT adalah salah satu enzim yang dihasilkan oleh hepar dan merupakan indikator kerusakan hepar. Pengukuran penurunan kadar SGPT menggunakan metode spektrofotometri. Darah tikus putih yang digunakan untuk pemeriksaan diambil dari pleksus vena orbita. Skala variabel kadar SGPT merupakan skala rasio. 3. Variabel luar yang dapat dikendalikan a. Variasi genetik Variasi genetik dapat mempengaruhi respon pada makanan, yang
akan
berpengaruh
terhadap
hasil
penelitian.
Untuk
meminimalkan pengaruh faktor genetik, digunakan tikus putih dari galur yang sama yakni galur wistar b. Jenis kelamin Jenis kelamin tikus putih yang digunakan adalah jantan. Alasannya adalah tikus jantan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi adanya siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Skala variabel ini merupakan skala nominal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
c.
Jenis makanan dan minuman Seperti untuk tikus putih laboratorium, kualitas makanan tikus merupakan faktor penting yang mempengaruhi kemampuan tikus mencapai potensi genetik untuk tumbuh, berbiak, hidup lama, atau reaksi setelah pengobatan dan lain-lain. Prinsip pemberian makanan dan minuman untuk tikus sama dengan mencit, biasanya diberi makanmakanan berbentuk pellet tanpa batas (ad libitum) dan air minum harus selalu tersedia. Tiap hari seekor tikus dewasa minum 20-45 ml air (Smith dan Mangkoewidjo, 1988). Skala variabel ini merupakan skala rasio.
d. Suhu udara Hewan percobaan diletakkan dalam ruangan dengan suhu udara berkisar antara 20-25 ۫ ˚C (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Skala variabel ini merupakan skala interval. e. Umur Tikus dewasa digunakan dalam penelitian ini, karena umur dapat mempengaruhi hasil penelitian. Tikus yang digunakan dalam penelitian ini kurang lebih berumur 3 bulan, dengan rentang umur antara 40-60 hari. Tikus jantan mengalami maturasi pada umur sekitar 45 hari (Suckow dkk., 2006). Skala variabel ini merupakan skala rasio. 4. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan a. Kondisi psikologis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Kondisi psikologis mencit sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, pemberian perlakuan berulang kali, dan keadaan kandang. Lingkungan yang terlalu ramai dan gaduh, pemberian perlakuan yang berulang kali, dan perkelahian antarmencit dapat mempengaruhi kondisi psikologis mencit. Untuk mengurangi keadaan tersebut, penelitian mengatur tempat kandang mencit di tempat yang tidak ramai oleh manusia. Selain itu, posisikan kandang dekat jendela agar mendapat pencahayaan yang cukup. b. Keadaan awal hepar Pada penelitian ini keadaan awal hepar tidak diperiksa sehingga mungkin saja ada tikus yang sebelum perlakuan heparnya sudah mengalami kelainan. c. Daya regenerasi sel hepar Masing-masing tikus mungkin memiliki daya regenerasi hepar yang berbeda dengan tikus lain dalam kelompoknya. d. Reaksi hipersensitivitas dan efek toksik Dapat muncul pada beberapa mencit karena pengaruh pemberian parasetamol atau ekstrak daun kemangi. H. Alat dan bahan 1. Alat-alat yang digunakan a. Kandang tikus putih b. Timbangan elektrik hewan percobaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
c. Sonde lambung d. Spuit e. Pipa mikrokapiler f. Gelas ukur g. Pipet mikro h. Tabung sentrifuge 2. Bahan yang digunakan a. Makanan standar b. garam fisiologis c. Parasetamol d. Ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) e. Silymarin f. Carboxy methyl cellulose 0,5% I. Cara kerja 1. Persiapan percobaan a. Sampel Sampel tikus putih 30 ekor dilakukan pengelompokan secara random menjadi 5 kelompok di mana masing-masing kelompok terdiri dari 6 tikus. Sampel diadaptasikan di Laboratorium Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta selama 10 hari (Murgesh et al., 2005). Kemudian dilakukan penimbangan dan penandaan untuk menentukan dosis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
f. Ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) Metode ekstraksi yang digunakan di sini sama seperti yang dikemukakan oleh Bhargava dan Singkh (1981). Bubuk daun Ocimum sanctum diekstrak dengan cara perkolasi pada suhu ruangan 70% ethyl alkohol. Ekstrak terkonsentrasi di bawah tekanan yang berkurang (suhu 50°C) dan pada akhirnya dikeringkan di dalam vacuum desiccator. Residu dari Ocimum sanctum dilarutkan di dalam propylene glycol dengan konsentrasi 100 mg/ml dan digunakan pada percobaan. g. Silymarin Adalah obat herbal hepatoprotektif. Silymarin yang digunakan dalam penelitian ini berupa sediaan dalam bentuk kapsul 35 mg. silymarin didapatkan dari apotek terdekat. Dosis yang akan diberikan sebesar 50 mg/kg BB tikus (Rajkapoor et al., 2008) secara peroral dan diberikan sekali sehari selama 10 hari. Silymarin dilarutkan dalam Carboxy methyl cellulose 0,5% untuk mendapatkan dosis yang diinginkan. Dosis yang akan diberikan pada tikus dengan berat badan 200 gram sebesar 10 mg. 𝑉1 𝑉2 = 𝑀1 𝑀2 1 𝑉2 = 10 35 𝑉2 = 3,5𝑚𝑙
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Jadi, untuk mendapatkan dosis sebesar 10 mg silymarin di dalam 1 ml larutan silymarin dibutuhkan 35 mg silymarin yang dilarutkan dalam 3,5 ml larutan Carboxy methyl cellulose 0,5% (Manokaran et al., 2008). h. Parasetamol Dosis yang akan diberikan sebesar 750 mg/kg BB tikus (Rajkapoor et al., 2008) secara peroral dan diberikan sekali setiap 3 hari selama 10 hari. Parasetamol dilarutkan dalam Carboxy methyl cellulose 0,5% untuk mendapatkan dosis yang diinginkan. Dosis yang akan diberikan pada tikus dengan berat 200 gram sebesar 150 mg. 𝑉1 𝑉2 = 𝑀1 𝑀2 1 𝑉2 = 150 500 𝑉2 = 3,3 𝑚𝑙
Jadi, untuk mendapatkan dosis sebesar 150 mg parasetamol di dalam 1 ml larutan parasetamol dibutuhkan 500 gram parasetamol yang dilarutkan dalam 3,3 ml Carboxyl methyl cellulose 0,5% (Manokaran et al., 2008). 2. Pelaksanaan Percobaan Percobaan dilakukan setelah diadaptasi selama 10 hari dan percobaan berlangsung selama 10 hari. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Pengelompokan subyek : KK (-) : sebagai kelompok kontrol negatif, terdiri atas 6 ekor tikus putih yang diberikan diet standar dan garam fisiologis 2ml/kg (Rajkapoor et al., 2008) selama 10 hari. KK (+) : sebagai kelompok perlakuan I (kontrol positif), terdiri dari 6 ekor tikus putih yang diberi diet standar dan parasetamol dengan dosis 750 mg/kg BB tikus putih sekali setiap 3 hari selama 10 hari. KK (S): sebagai kelompok perlakuan II, terdiri dari 6 ekor tikus yang diberi diet standar dan silymarin 50 mg/kg BB setiap hari serta parasetamol dengan dosis 750 mg/kg BB tikus putih yang diberikan bersamaan dengan pemberian silymarin sekali setiap 3 hari selama 10 hari. KP1
: sebagai kelompok perlakuan III, terdiri dari 6 ekor tikus putih yang diberi diet standar dan ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) dengan dosis I 80 mg/200 g BB tikus putih yang diberikan bersamaan dengan dosis parasetamol 750 mg/kg BB sekali setiap 3 hari selama 10 hari.
KP2 : sebagai kelompok perlakuan IV, terdiri dari 6 ekor tikus putih yang diberi diet standar dan ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) dengan dosis II 120 mg/200 g BB tikus yang diberikan bersamaan dengan dosis parasetamol 750 mg/kg BB sekali setiap 3 hari selama 10 hari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
3. Pengukuran Hasil Pada hari ke-11 setelah diberi perlakuan dengan ekstrak daun kemangi, KK (-), KK (+), KK (S), KP1, KP2 diambil darahnya dari pleksus vena orbita untuk diukur kadar SGPTnya dari masing-masing kelompok. pengukuran kadar enzim SGPT menggunakan metode IFCC tanpa pyridoxal-5-phospate J. Teknik Analisis Data Untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) terhadap kadar SGPT, maka dilakukan uji ANOVA bila data berdistribusi normal dan varians data sama. Bila distribusi data tidak normal dan atau varians data tidak sama digunakan uji Kruskal-Wallis sebagai alternatif uji yang setara. Setelah itu analisis statistik dilanjutkan dengan Post Hoc test bila digunakan uji ANOVA atau Mann-Whitney test bila digunakan uji Kruskal-Wallis (Nazir, 1998; Murti, 1996).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. HASIL PENELITIAN Penelitian mengenai efek hepatoprotektif pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) per oral terhadap tikus putih jantan, didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Pengukuran Rata-Rata Kadar Enzim SGPT Tikus Putih
NO
Kelompok
Kadar Enzim SGPT
Perlakuan
(U/l)
1
KK (-)
3,82 ± 0,73
2
KK (+)
9,61 ± 0,41
3
KK (S)
5,71 ± 0,62
4
KP 1
6,42 ± 1,28
5
KP 2
6,80 ± 1,28
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Keterangan: KK (-)
: kelompok kontrol negatif, diberikan diet standar
KK (+)
: kelompok kontrol positif, diberikan diet standar dan parasetamol dosis toksik
KK(S)
: kelompok silymarin sebanyak 50 mg/kg BB per oral dan parasetamol dosis toksik
KP1
:
kelompok perlakuan 1, diberi diet standar, ekstrak daun
kemangi dosis 80 mg/200 g BB per oral dan parasetamol dosis toksik KP2
:
kelompok perlakuan 2, diberi diet standar, ekstrak daun
kemangi dosis 120 mg/200 g BB per oral dan parasetamol dosis toksik Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa kadar enzim SGPT tertinggi terdapat pada kelompok parasetamol, yaitu tikus putih jantan dengan paparan parasetamol dosis toksik. Sedangkan kadar enzim SGPT terendah pada kelompok silymarin. Kelompok tikus putih jantan yang diberi herbal silymarin dan ekstrak daun kemangi menunjukkan kadar enzim SGPT yang lebih rendah dibanding dengan kelompok parasetamol.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
12
K a d a r
10 8 6
S G P T
4 2 0 KK (-)
KK(+)
KK (S)
KP1
KP2
Kelompok Perlakuan
Gambar 1. Perbandingan Kadar Enzim SGPT Tikus Putih B. ANALISIS DATA Dari hasil penelitian di atas kemudian dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis yang digunakan adalah Uji ANOVA. Adapun syarat untuk ANOVA adalah : 1. Variabel data berupa variabel numerik/kontinyu/rasio. 2. Sebaran data harus normal, dibuktikan dengan nilai uji KolmogorovSmirnov atau Shapiro-Wilk yang memiliki nilai p lebih besar daripada nilai α. Misal, α = 0,05 makan nilai p untuk uji sebaran data harus > 0,05. 3. Varian data harus sama. Hal ini dapat diketahui dengan menggunakan uji homogenity of variances, Dimana untuk varian data yang sama akan memiliki nilai p > nilai α
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Skala ukuran variabel yang dianalisis pada penelitian ini adalah kadar enzim SGPT adalah rasio, sehingga syarat pertama terpenuhi. Metode analitik yang dapat digunakan untuk menentukan sebaran data normal atau tidak normal adalah uji Kolmogorov-Smirnov atau uji ShapiroWilk. Karena jumlah sampel yang dianalisis (n) ≤ 50 sampel, uji yang digunakan adalah Shapiro-Wilk. Uji Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa nilai p berturut-turut untuk kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif,kelompok kontrol silymarin,kelompok perlakuan 1, dan perlakuan 2 adalah 0,308; 0,102; 0,823; 0,958; 0,700. Di mana nilai di atas lebih besar dari α (0,05) sehingga dapat dinyatakan bahwa sebaran data KK (-), KK (+), KK (S), KP1, KP2 normal. Sehingga syarat kedua untuk menggunakan uji OneWay ANOVA terpenuhi. Syarat ketiga untuk menggunakan uji ANOVA adalah varians data harus sama. Hal ini dapat diketahui dengan menggunakan uji Homogeneity of Variances, di mana untuk varians data yang sama akan memiliki nilai p > nilai α. Sebaran data secara deskriptif dan hasil uji Homogeity of Variances dapat dilihat pada lampiran. Nilai p yang didapatkan dari uji Homogeity of Variances adalah 0,069 di mana nilai ini lebih besar dari 0,05 dan dapat diartikan bahwa varians data antarkelompok sama. Syarat ketiga untuk menggunakan uji ANOVA terpenuhi sehingga uji ANOVA bisa dilakukan. Hasil uji ANOVA, nilai p adalah 0,000 (p < 0,05) jadi dapat disimpulkan ada perbedaan nyata pada kadar enzim SGPT tiap kelompok, maka perlu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
dilakukan uji lanjutan yaitu Post Hoc Multiple Comparisons (LSD) untuk mengetahui letak perbedaan kadar enzim SGPT pada tiap tikus putih dari kelima kelompok tersebut. Hasil uji LSD dapat dilihat di lampiran. Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji LSD Pasangan Kelompok
Signifikansi
Simpulan
KK (-) – KK (+)
0,000
Berbeda Signifikan
KK (-) – KK (S)
0,002
Berbeda Signifikan
KK (-) – KP1
0,000
Berbeda Signifikan
KK (-) – KP2
0,000
Berbeda Signifikan
KK (+) – KK (S)
0,000
Berbeda Signifikan
KK (+) – KP1
0,000
Berbeda Signifikan
KK (+) – KP2
0,000
Berbeda Signifikan
KK (S) – KP1
0,207
Tidak Berbeda
KK (S) – KP2
0,056
Tidak Berbeda
KP1 – KP2
0,484
Tidak Berbeda
Dari hasil uji statistik LSD dari semua kelompok tampak adanya perbedaan signifikan pada kelompok KK (-) – KK (+),KK (-) – KK (S), KK () – KP1, KK (-) – KP2, KK (+) – KK (S), KK (+) – KP1, KK (+) – KP2, sedangkan pada kelompok KK (S) – KP1, KK(S) – KP2, KP1 – KP2 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan atau p > 0,05. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
BAB V PEMBAHASAN
Pada penelitian ini kelompok yang hanya diberi parasetamol dosis toksik atau KK (+) kelompok kontrol positif menunjukkan kadar enzim SGPT yang tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Hal ini sesuai dengan teori Correia, 1997; dan Rajkapoor et al., 2008, bahwa parasetamol dalam dosis toksik menyebabkan pengosongan glutation akibat banyaknya glutation yang terpakai. Akibatnya, terjadi akumulasi dari metabolit NAPQI. Metabolit ini akan bereaksi dengan gugus nukleofilik yang terdapat pada makromolekul sel, seperti protein, menghasilkan hepatotoksisitas. Kerusakan hepar ini ditunjukkan oleh tingginya kadar enzim SGPT pada kelompok parasetamol. Nekrosis atau kerusakan membrane melepaskan enzim ini ke dalam sirkulasi dan dapat diukur dalam serum. Peningkatan kadar enzim SGPT serum mengindikasikan adanya kebocoran seluler dan hilangnya integritas fungsional dari membrane sel hepar. Pada kelompok perlakuan (KP) dosis I dan II selain diberikan paparan parasetamol dosis toksik juga diberikan ekstrak kemangi dengan dosis yang berbeda. Dan hasilnya menunjukkan kadar enzim SGPT tidak setinggi pada kelompok kontrol positif. Hal ini menunjukkan sifat hepatroprotektif dari ekstrak daun kemangi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Pada penelitian ini, digunakan dua dosis ekstrak kemangi yang berbeda untuk mengetahui dosis yang paling baik dalam mencegah kerusakan hepar pada tikus putih yang diberi paparan parasetamol. Maslachah et al, 2001, berpendapat vitamin E dan β karotene (antioksidan sekunder) yang terkandung dalam daun kemangi merupakan pertahanan utama melawan oksigen perusak, khususnya radikal bebas dan peroksidasi lipid dalam jaringan hati. Senyawa fenolik seperti flavonoid, asam fenolat, dan tannin yang juga terkandung dalam daun kemangi (Ocimum sanctum) merupakan antioksidan primer maupun sekunder yang dapat mencegah terjadinya proses oksidasi lebih lanjut dengan cara mendonorkan atom hidrogennya kepada radikal bebas sihingga dapat menghambat terbentuknya radikal peroksida pada tahap propagasi. Gugus fungsi pada senyawa flavonoid dapat berperan sebagai penangkap radikal bebas ini 100 kali lebih sfektif dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih efektif dibandingkan vitamin E (Salamah dkk.m 2008 cit. Harbone, 1987). Asam ursolik yang terkandung dalam ekstrak daun Ocimum sanctum juga diperkirakan dapat menghambat peroksidasi lemak (Balanehru dan Nagarajan,1991). Dan hasilnya, pemberian ekstrak daun kemangi dapat menurunkan kadar enzim SGPT.Penelitian ini secara statistik menunjukkan terjadinya pola penurunan kadar enzim SGPT yang sangat bermakna pada kedua kelompok yang diberi ekstrak daun kemangi dibandingkan dengan kelompok parasetamol. Dari uji normalitas distribusi didapatkan bahwa nilai signifikasi dari kelima kelompok perlakuan lebih besar dari 0,05, sehingga data terdistribusi secara normal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Kemudian dari uji ANOVA didapatkan nilai sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 sehingga kesimpulannya adalah ada perbedaan rata-rata kadar enzim SGPT di antara kelima kelompok perlakuan yang diteliti. Hasil uji Post Hoc Multiple Comparisons (LSD) menunjukkan adanya perbedaan kadar enzim SGPT pada KK (-) dan KK (+). Hasil analisis kadar enzim SGPT antara KK (+), kelompok kontrol silymarin atau KK (S), KP1dan KP2 menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kelompok kontrol silymarin sesuai dengan teori, campuran dari polifenol flavonoid yang terkandung dalam
silymarin
menstabilkan membrane sel hepar dan menstimulasi sintesis protein, yang mengembalikan fungsi dari sel yang rusak dan melindungi parenkim hepar dari aksi destruktif noxae (zat-zat yang dapat menimbulkan kerusakan hepar) (Biogenic Stimulant Inc., 2006). Pada penelitian sebelumnya, Kusuma (2010) melakukan penelitian tentang efek ekstrak daun kemangi terhadap kerusakan hepar mencit akibat minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang. Pada penelitian tersebut menggunakan ekstrak kemangi dengan dosis 5,6 mg/20 g, 11,2 mg/20 g dan 16,8 mg/20 g mencit untuk membuktikan kandungan dari kemangi dapat menangkal radikal bebas yang disebabkan akibat minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang. Dari hasil penelitian tersebut juga didapatkan perbedaan yang signifikan antartiap kelompok kontrol. Penelitian tersebut menyatakan bahwa pemberian ekstrak kemangi dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
mencegah dan mengurangi kerusakan hepatosit mencit akibat paparan oksidan dari minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang. Pada penelitian ini, hasil uji LSD pada KK (-) dengan KK (S), KP1 dan KP2 dengan dosis berturut-turut adalah 50 mg/kg BB, 80 mg/200 g BB, 120 mg/200 g BB tidak ada perbedaan yang berarti. Hal ini disebabkan pada KP1dan KP2 diberikan ekstrak kemangi yang dapat menghambat kerusakan hepar oleh parasetamol. Uji LSD pada KK (S) – KP1, KK (S) – KP2, KP1 – KP2 berturut-turut adalah 0,207; 0,056; 0,484, hasil tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti pada perbedaan dosis yang diberikan dalam kelompok silymarin, kelompok perlakuan 1 dan 2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan: Pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) dengan dosis 80 mg/200 g BB dan 120 mg/200 g BB terhadap tikus putih yang diinduksi parasetamol
dosis toksik 750 mg/kg BB selama 10 hari berturut-turut
menunjukkan dapat menurunkan kadar enzim SGPT pada tikus putih (Rattus norvegicus). B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui zat aktif dalam kemangi yang paling berperan sebagai hepatoprotektor. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis ekstrak daun kemangi yang lebih bervariasi untuk mendapatkan efek yang efektif dan optimal untuk menurunkan kadar SGPT. 3.
Perlu dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan metode yang lebih baik serta mempersiapkan kandang yang representatif, yang lebih bersih dan ideal bagi kondisi kesehatan dan psikologis tikus putih. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
commit to user