PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PUBLIKASI ILMIAH Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Magister (S2)
OLEH MUKHLIS M. ALI NPM : 080414010
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI KONSENTRASI KEUANGAN PUBLIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE 2016 i
PUBLIKASI ILMIAH
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Magister (S2)
MUKHLIS M. ALI Fakultas Ekonomi Universitas Khairun Dr. Nahu Daud, SE., M.Si Dr. Amran Husen, SE., ME Fakultas Ekonomi Universitas Khairun
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI KONSENTRASI KEUANGAN PUBLIK
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN
ii
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN
MUKHLIS M. ALI Fakultas Ekonomi Universitas Khairun Dr. Nahu Daud, SE., M.Si Dr. Amran Husen, SE., ME Dr. Rivai Umar, M.Si Dr. Abdul Wahab Hasyim, SE., M.Si Dr. Muamil Sun’an, SE., MP., M.AP Fakultas Ekonomi Universitas Khairun
iii
ABSTRAK Muhlis M. Ali 2016. Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Ppertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Halmahera selatan Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Desentralisasi Fiscal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Halmahera Selatan. Menganalisis pengaruh tidak langsung Desentralisasi Fiskal terhadap kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Halmahera Selatan. Menganalisis pengaruh langsung desentralisasi fiskal terhadap kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Halmahera Selatan. Penelitian ini menggunakan analisis jalur (path analysis), yang dikembangkan sebagai model penelitian untuk mempelajari pengaruh secara langsung dan tidak langsung dari variabel eksogen terhadap variabel endogen.) Hasil penelitian ini dari Model pertama, menggambarkan pengaruh tidak langsung antara variabel Desentralisasi Fiskal (X1) terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) melalui Pertumbuhan Ekonomi (Y1) di Kabupaten Halmahera Selatan, menunjukkan ada hubungan positif yang ditunjukkan dengan nilai Jalurvariabel 0,178. Nilai ini dapat diinterpretasi secara statistik, mengandung pengertian bahwa pendapatan daerah dan pengeluaran daerah dapat menigkatkan terhadap pertumbuhan ekonomi, yang merupakan representasi kemandirian daerah maka desentralisasi fiskal yang baik adalah dari sisi pendapatan maupun pengeluaran daerah karena memberikan pengaruh yang positif dan signifikanterhadap kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Halmahera Selatan. Model kedua, menggambarkan pengaruhlangsung antara variabel Desentralisasi Fiskal (X1) terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) di Kabupaten Halmahera Selatan, menunjukkan ada hubungan positif yang ditunjukkan dengan nilai Jalur variable 1,038. Nilai ini dapat diinterpretasi secara statistik, mengandung pengertian bahwa Dapat dilihat adanyaperbedaan secara prosentase dari variabel sebelumnya baik di lihat dari kesejahteraan masyarakat, menunjukan indeks pembangunan manusia meningkat pada tahun-tahun sebelumnya. Model ketiga, menggambarkan pengaruh langsung antara variabel pertumbuhan ekonomi (Y1) terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) di Kabupaten Halmahera Selatan, menunjukkan ada hubungan positif yang ditunjukkan dengan nilai Jalur variabel 2,796%. Nilai ini dapat diinterpretasi secara statistik, mengandung pengertian bahwa adanya perbedaan secara prosentase dari variabel sebelumnya baik di lihat dari desentralisasi fiskal maupun kesejahteraan masyarakat, menunjukan indeks pembangunan manusia meningkat pada tahun-tahun sebelumnya
Kata Kunci: Desentralisasi Fiskal, Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat
iv
ABSTRACT
v
1.1. Latar Belakang Berdasarkan data pada Tabel 1. dapat dilihat bahwa selama periode 2007–2014 menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal di Kabupaten Halmahera Selatan secara rata-rata memiliki ketergantungan keuangan pada pemerintah pusat yang kurang. Bahkan di tahun 2013 dan 2014 menunjukkan ketergantungan yang sangat kurang. Hal ini bermakna bahwa pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan telah memiliki kemampuan yang besar dalam membiayai pembangunan dengan lebih mengandalkan pembiayaan dari sumber–sumber penerimaan daerah. Sejalan dengan penelitian Swasono dan Simanjuntak, (2010). Dalam kaitannya mengenai pengaruh desentralisasi fiskal terhadap kesejahteraan masyarakat, berdasarkan penelitian yang dilakukan Lindahman dan Thurmaier (2002) menemukan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat (pencapaian kebutuhan dasar bagi masyarakat). Argumentasi desentralisasi fiskal akan membuat pemerintah daerah lebih mengetahui apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan masyarakatnya. Walaupun desentralisasi fiskal dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, di sisi lain juga dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan, misalnya ketimpangan antar daerah, ketidakstabilan makro ekonomi, dan sebagainya.
Desentralisasi fiskal diharapkan akan berdampak besar pada berbagai sektor ekonomi, seperti meningkatnya konsumsi, kebutuhan akan jasa perencanaan dan pembangunan, penyerapan buruh dan tenaga kasar. Disamping itu juga diharapkan dapat memicu kreativitas dan ide baru oleh para pelaku di daerah. Dengan demikian desentralisasi fiskal akan memberikan dampak yang sangat positif, terutama menyangkut pemerataan PDB per kapita di Indonesia. Pemerataan pendapatan ini akan berarti meningkatnya kesempatan dan lapangan kerja di daerah, termasuk pekerjaan yang berpendapatan tinggi (high paying jobs). Kegiatan ekonomi disebabkan oleh peningkatan modal manusia dan/atau kemampuan inovasi lebih besar sebagai dua faktor yang saling berhubungan cenderung untuk merangsang kemampuan inovasi dari suatu ekonomi (Teixeira, et. al, 2003). Kontribusi akumulasi modal manusia dalam pertumbuhan semakin penting.Sumber perbedaan yang utama di dalam standar hidup antara negara–negara adalah perbedaan dalam modal manusia (Dahlin, 2002). Human capital mempunyai pengaruh signifikan dan positif terhadap GDP. Keunggulan mutu modal manusia lebih menjelaskan pertumbuhan ekonomi (Andreosso, et. al. 2002). Tabel 1. Desentralisasi Fiskal Kabupaten Halmahera Selatan Tahun 2007 – 2014. Tahun
BHPBP
TPD
DF=BHPBP /TPDx100
Keterangan
2007
102.5
468.3
21.89
Cukup
2008
58
481.5
12.05
Kurang
2009
45.3
427.2
10.60
Kurang
2010
73.5
450.1
16.33
Kurang
2011
62.4
589.2
10.59
Kurang
2012
86.7
647.5
13.39
Kurang
2013
64.6
668.15
9.67
Sangat Kurang
2014
65.53
723.15
9.06
Sangat Kurang
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah Desentralisasi Fiskal berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Halmahera Selatan? 2. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Halmahera Selatan?
Sumber: DISPENDA, data diolah (2016). 1
II. TINJAUAN PUSTAKA
3. Apakah desentralisasi fiskal berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Halmahera Selatan?
2.1. Penelitian Terdahulu Sasana (2009) melakukan penelitian dengan judul “Peran Desentralisasi Fiskal terhadap Kinerja Ekonomi di Kabupaten dan kota Provinsi Jawa Tengah”. Penelitiannya bertujuan untuk menguji pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, ketenagakerjaan, dan kesejahteraan di Kabupaten dan kota Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) desentralisasi fiskal memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi; (2) Pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran; (3) Pertumbuhan ekonomi memiliki efek negatif dan signifikan terhadap kemiskinan; (4) Pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan; (5)Tingkat pengangguran mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap kesejahteraan dan (6) Kemiskinan memiliki efek negatif dan signifikan terhadap kesejahteraan di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. Utomo dan Sumarsono (2009), melakukan penelitian dengan judul: “Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Efisiensi Sektor Publik dan Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Timur”. Derajat desentralisasi yang tinggi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal, karena Pemerintah Daerah akan menciptakan sektor publik secara efisien, sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal daripada oleh Pemerintah Pusat. Pelaksanaan Desentralisasi dalam Undang-Undang Nomor 23 dan 33 Tahun 2004, dan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah sebagai manifestasi dari teori yang diharapkan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi kinerja Pemerintah Daerah melalui proses pendelegasian dari Pemerintah Pusat untuk Pemerintah Daerah. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi 5 tahun desentralisasi fiskal dari 29 kabupaten dan 9 kota di Jawa Timur dengan
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu, maka tujuan yang ingin dicapai dalam studi ini sebagai berikut: 1. Menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Halmahera Selatan. 2. Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Halmahera Selatan. 3. Menganalisis pengaruh langsung desentralisasi fiskal terhadap kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Halmahera Selatan. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian baik secara teotitis maupun empiris sebagai berikut : a. Manfaat Teoritis 1. Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan sumbangsih positif konstruktif dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya terkait dengan desentalisasi fiskal. 2. Sebagai reverensi untuk penelitianpenelitian selanjutnya. b. Manfaat Empiris 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi awal bagi semua pihak yang ingin mengkaji evektifitas pelaksanaan desentralisasi fiskal dalam mendorong pertumbuhan perekonomian daerah. 2. Memberi masukan kepada pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Selatan dalam menetapkan kebijakan yang terkait dengan desentralisasi fiskal dan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. 2
yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, secara material maupun spiritual (Todaro, 2006). Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas ditentukan oleh kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional, dan ideologis terhadap tuntutan keadaan yang ada (Todaro, 2006). Ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap negara, yaitu: (1) Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, danmodal atau sumber daya manusia; (2) Pertumbuhan penduduk, yang pada akhimya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja; dan (3) Kemajuan teknologi, berupa cara baru atau perbaikan cara-cara lama dalam menangani pekerjaan-pekerjaan. Distribusi pendapatan yang baik adalah yang makin merata.Tetapi tanpa adanya pertumbuhan ekonomi, yang terjadi adalah pemerataan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi hanya akan menghasilkan perbaikan distribusi pendapatan bila memenuhi setidak tidaknya dua syarat, yaitu memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan produktivitas. Dengan meluasnya kesempatan kerja, akses rakyat untuk memperoleh penghasilan makin besar. Secara global dan khususnya di negaranegara maju, pertumbuhan ekonomi telah memperkuat integrasi dan solidaritas sosial, serta memperluas kemampuan akses orang terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan perlindungan sosial. Banyak fakta menunjukkan bahwa dalam 30-40 tahun terakhir telah terjadi peningkatan standar hidup manusia secara spektakuler: usia harapan hidup semakin panjang, kematian ibu dan bayi semakin menurun, kemampuan membaca dan angka partisipasi sekolah juga semakin membaik. Meskipun di banyak negara berkembang, globalisasi dan ekonomi pasar bebastelah memperbesar kesenjangan,
analisis model efek tetap/fixed effect model (FEM). Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Desentralisasi fiskal dari aspek pengeluaran berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi; (2) Desentralisasi fiskal dari aspek pengeluaran berpengaruh positif signifikan terhadap inefisiensi pengeluaran publik; dan (3) Inefisiensi pengeluaran publik berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Bird (1993); Bird, Ebel, dan allich (1995); Martnez dan McNab (2001); World Bank (1997a); Bahl dan Linh (1992); dan Gramlich (1993). Mereka menyatakan bahwa dengan diserahkannya beberapa kewenangan kepada pemerintah daerah, diharapkan pelayanan masyarakat semakin efisien dan pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Lindahman dan Thurmaier (2002) menemukan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat (pencapaian kebutuhan dasar bagi masyarakat). Argumentasi desentralisasi fiskal akan membuat pemerintah daerah lebih mengetahui apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan masyarakatnya. Walaupun desentralisasi fiskal dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, di sisi lain juga dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan, misalnya ketimpangan antar daerah, ketidakstabilan makro ekonomi, dan sebagainya. 2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional. Di samping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pembangunan harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial 3
lokal dan birokrat yang dapat di akses dan peka terhadap kelompok bunga lokal. Oates juga menyatakan bahwa desentralisasi fiskal meningkatkan efisiensi ekonomi yang kemudian berkaitan dengan dinamika pertumbuhan ekonomi. Perbelanjaan infrastruktur dan sektor sosial oleh pemerintah daerah lebih memacu pertumbuhan ekonomi daripada kebijakan pemerintah pusat. Menurutnya daerah memiliki kelebihan dalam membuat anggaran pembelanjaan sehingga lebih efisien dengan memuaskan kebutuhan masyarakat karena lebih mengetahui keadaannya. Ramirez (1998,) berpendapat bahwa terdapat hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang diukur dengan pembangunan manusia (human development). Kinerja ekonomi mempengaruhi pembangunan manusia, khususnya melalui aktivitas rumah tangga dan pemerintah, selain adanya peran civil society seperti melalui organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat.Transfer fiskal merupakan inti suatu hubungan antar pemerintahan yang memiliki peranan penting dan menentukan dalam program desentralisasi fiskal, karena dua per tiga pengeluaran pemerintah daerah merupakan dana transfer dari pemerintah pusat. Dana transfer berupa danablock grant akan memberikan pengaruh yang lebih efisien terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dibandingkan dengan dana transfer berupa specific grant (Simanjuntak, 2001). Pada masa sebelum era desentalisasi, program bantuan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sebagian besar dilakukan dalam bentuk specific grant, yaitu penentuan alokasi anggaran sudah ditentukan dari pemerintah pusat dengan format yang sangat terperinci.Namun pada era desentralisasi sekarang, pola penyaluran bantuan pemerintah pusat diubah menjadi bentuk block grant yang dalam kerangka desentralisasi fiskal berupa Dana Alokasi Umum (DAU) (Simanjuntak, 2001). Dampak desentralisasi fiskal terhadap kesejahteraan diesensikan pada dampak pola penyaluran dana transfer dari pemerintah pusat
menimbulkan kerusakan lingkungan, menggerus budaya dan bahasa lokal, serta memperparah kemiskinan (Suharto, 2005). 2.2.2. Desentralisasi Fiskal dan Kesejahteraan Desentralisasi (politik, administratif, dan fiskal) adalah penyerahan kekuasaan, kewenangan, sumberdaya, keuangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah mempunyai “hak” jika berhadapan dengan pemerintah pusat, serta sebaliknya pemerintah daerah mempunyai “tanggungjawab” mengurus barang-barang publik untuk dan kepada rakyat. Secara teoritis tujuan desentralisasi adalah menciptakan pemerintahan yang efektif-efisien, membangun demokrasi lokal dan menghargai keragaman lokal. Tujuan akhirnya adalah menciptakan kesejahteraan rakyat (Sutoro Eko, 2009). Dalam memaksimumkan tingkat kesejahteraan masyarakat, pemerintah provinsi akan membiayai pengeluaran publik seperti pendidikan,kesehatan, dan pelayanan lainnya melalui penerimaan daerahnya, sehingga pengeluaran publik suatu daerah pada era desentralisasi fiskal bergantung kepada penerimaan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan penerimaan lain-lain.Menurut Oates (1993) desentralisasi fiskal akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, karena Pemerintah Daerah akan lebih efisien dalam produksi dan penyediaan barang-barang publik. Pengambilan keputusan pada level pemerintah lokal akan lebih didengarkan untuk menganekaragamkan pilihan lokal dan lebih berguna bagi efisensi alokasi. Desentralisasi fiskal di negara-negara berkembang apabila tidak berpegang pada standar teori desentralisasi, hasilnya mungkin akan merugikan pertumbuhan ekonomi dan efisiensi. Desentralisasi fiskal memungkinkan untuk melakukankorupsi pada level lokal karena memberikan pertimbangan politikus 4
masyarakat. Di mana kegiatan ekonomi masyarakat dapat dicerminkan oleh besar kecilnya jumlah Produk Domestik Regional Produk (PDRB).Selanjutnya pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.Hal ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari berbagai kegiatan ekonomi masyarakat seperti produksi, konsumsi, investasi dan perdagangan dalam dan luar negeri, serta berbagai aktivitas ekonomi lainnya. Dikarenakan pembangunan merupakan upaya terpadu yang menggabungkan beberapa dimensi seperti peningkatan pendapatan per kapita, peningkatan tingkat pendidikan, derajat kesehatan masyarakat dan sebagainya. Tujuannya adalah mewujudkan masyarakat yang damai, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera. Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
kepada pemerintah daerah untuk pembelanjaan barang publik dalam upaya peningkatan kesejahteraan, karena dua per tiga dari sumber dana daerah adalah transfer dari pemerintah pusat yang pada masa desentralisasi fiskal pola penyalurannya mengalami perubahan (Simanjuntak, 2001). 2.3. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Kerangka konseptual disusun untuk menjelaskan variabel-variabel mana yang berkedudukan sebagai variabel eksogen, variabel intervening, dan variabel endogen. Dengan preposisi yang didasarkan pada penelitian teoritik dan empirik akan diketahui berapa banyak hipotesis dan bagaimana hubungan pengaruh antar variabelnya. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disusun kerangka konseptual yang menggambarkan hubungan langsung antar variabel dalam studi ini seperti digambarkan pada Gambar 2.1 dibawah ini.Kerangka konseptual yang disusun menggambarkan pengaruh secaratidak langsung antara variabel desentralisasi fiskal (X1) terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2), melalui variabel Pertumbuhan Ekonomi (Y1).Kemudian pengaruh secara langsung variabel pertumbuhan ekonomi (Y1) terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) dan pengaruh secara langsung variabel desentralisasi fiskal terhadap kesejahteraan masyarakat. Gambar 2.1 menjelaskan keterkaitan antara variabel pertumbuhan ekonomi terhadap desentralisasi fiskal, serta kesejahteraan masyarakat. Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap desentralisasi fiskal terjadi karena (Bahl dan Linn, 1992:384). Apabila pemerintah daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan diberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di sektor publik, maka mereka harus didukung sumbersumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerag (PAD) termasuk surchargi of taxes, pinjaman maupun Dana Perimbangan dari pemerintah Pusat. Dengan demikian jenis penerimaan ini akan terus mengalami peningkatan sejalan dengan perkembangan kegiatan ekonomi
Desentralisa si Fiskal (X1)
H1
Pertumbuha n Ekonomi (Y1) H2
H3
Kesejahteraa n Masyarakat (Y2)
Desentralisasi Fiskal berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Hal ini terjadi karena pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal bertujuan untuk memampukan kemampuan keuangan daerah di dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, terutma dalam mencapai standar pelayanan minimm. Hal itu diwujudkan dalam suatu kebijakan yang disebut dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Sehingga adanya desentralisasi dan otonomi daerah tersebut diharapkan akan mampu meningkatkan kapasitas aparatur dan organisasi daerah untuk mengemban fungsi dalam mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat. 5
1.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh berdasarkan informasi yang telah disusun dan dipublikasikan oleh Pusat Statistik (BPS) dan instansi terkait lainnya.
2.4. Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan pustaka dan kerangka konseptual yang dikemukakan pada bagian sebelumnya, maka hipotesis yang dikemukakan adalah sebagai berikut : 1. Desentralisasi Fiskal Berpengaruh signifikan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Halmahera Selatan. 2. Pertumbuhan Ekonomi Berpengaruh Signifikan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat diKabupaten Halmahera Selatan. 3. Desentralisasi Fiskal Berpengaruh Signifikan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat diKabupaten Halmahera Selatan.
1.3. Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan data sekunder Kabupaen Halmahera Selatan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2014. Pengumpulan data disesuaikan dengan kebutuhan data yang dibutuhkan yakni : 1. Pertumbuhan ekonomi dari tahun 2005 sampi dengan 2014 2. Pendapatan Asli Daerah dari tahun 2005 sampai dengan 2014 3. HDI dari tahun 2005 samapai dengan 2014
III. METODOLOGI PENELITIAN 1.1. Lokasi Penelitian Kabupaten Halmahera Selatan terbentuk tanggal 25 Februari 2003 berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2003. Pada awal berdirinya, Kabupaten Halmahera Selatan terdiri dari sembilan kecamatan yaitu Kecamatan Bacan, Kecamatan Bacan Timur, Kecamatan Bacan Barat, Kecamatan Pulau Makian, Kecamatan Kayoa, Kecamatan Obi, Kecamatan Obi Selatan, Kecamatan Gane Barat dan Kecamatan Gane Timur. Pada tahun 2007 dengan terbitnya Perda No. 8 Tahun 2007 kecamatan-kecamatan induk tersebut dimekarkan menjadi 30 kecamatan. Adapun jumlah desa di Halmahera Selatan sebanyak 249 desa definitif serta ada enam Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT). Ibu kota Kabupaten Halmahera Selatan terletak di Labuha, Kecamatan Bacan. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa sampai saat ini belum ada penelitian terkait Pengaruh desentralisasi fiskal dan ekonomi terhadap kesejahteran masyarakat khususnya di Kabupaten Halmahera Selatan. Pertimbangan lain adalah keterbatasan biaya penelitian. Waktu penelitian direncanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan Februari sampai dengan April 2016.
1.4. Definisi Operasional Variabel Setelah variabel diidentifikasi dan diklasifikasikan, maka variabel-variabel tersebut perlu didefinisikan secara operasional untuk menghindari terjadinya kekeliruan dalam memberikan pengertian masing-masing variabel sesuai dengan tujuan penelitian. Definisi operasional adalah pengertian secara operasional dari variabel bebas maupun tidak bebas yang digunakan dalam penelitian ini, sehingga memudahkan dalam analisis dan pembahasan hasil penelitian. 1). Desentalisasi Fiskal Dalam studi ini, desentralisasi fiskal diproyeksi dengan rasio antara pendapatan asli daerah (PAD) di tambah bagi hasil dan bukan pajak dengan realisasi pengeluaran total pemerintah kabupaten Halmaera Selatan dalam satuan kerja. Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang bersumber dari sumbersumber pendapatan daerah, yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan penerimaan lainnya. Pajak daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah 6
2). Pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan Ekonomi adalah perubahan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten Halmahera Selatan setiap tahun selama kurun waktu penelitian yaitu tahun dari 2005 sampai 2014 yang dinyatakan dengan satuan persentase atas dasar harga konstan tahun 2000.Cara perhitungan atas dasar harga konstan ini telah menghilangkan pengaruh harga atau inflasi, sehingga dikatakan menunjukkan nilai real (nyata). Nilai PDRB tersebut sama dengan nilai tambah yang diciptakan oleh setiap sektor ekonomi yang terdiri dari: a. Sektor primer meliputi; sektor pertanian, pertambangan dan galian b. Sektor sekunder meliputi; sektor industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih serta sektor bangunan c. Sektor tersier meliputi; sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa.
daerah berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang ditetapkan melalui peraturan daerah.Pungutan ini dikenakan pada semua obyek pajak seperti orang/badan, benda bergerak/tak bergerak dengan satuan rupiah. Retribusi daerah, adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan secara langsung dan nyata. Retribusi daerah terdiri dari retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perijinan tertentu dengan satuan rupiah.Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan penerimaan lainnya, adalah penerimaan yang berupa hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yang terdiri dari bagian laba Perusahaan Daerah Air Minum, bagian laba lembaga keuangan bank pembangunan daerah, bagian laba bersih perusahaan daerah lainnya dan penyertaan modal daerah kepada perusahaan. Serta pendapatan daerah lainnya yang sah dengan satuan rupiah. Pengeluaran Total Daerah (PTD) yang sebelumnya meliputi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Namun, setelah tahun 2003 pengeluaran daerah (belanja daerah) dirubah menjadi pengeluaran aparatur daerah dan pengeluaran pelayanan publik. Pengeluaran aparatur daerah meliputi: belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal/ pembangunan yang dialokasikan pada atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat yang dinyatakan dengan satuan rupiah. Pengeluaran pelayanan publik meliputi: belanja administrasi umum, belanja operasional dan pemeliharaan, serta belanja modal/ pembangunan yang dialokasikan pada atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat yang dinyatakan dengan satuan rupiah.
3). Kesejahteraan masyarakat (Y 2 ) Kesejahteraan masyarakat adalah keadaan tingkat layak hidup masyarakat yang diindikasikan oleh kondisi ekonomi dan keadaa sosial masyarakat yang meliputi: pendapatan per kapita, pendidikan dan kesehatan. Pendapatan per kapita merupakan proporsi PDRB dengan jumlah penduduk setiap kabupaten Halmahera Selatan selama kurun waktu penelitian yaitu dari tahun 2005 sampai 2014, dengan menggunakan satuan ukuran rupiah. Pendidikan diukur dengan angka melek huruf yaitu rata-rata jumlah penduduk kabupaten Halmahera Selatan yang berumur 10 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis selama kurun waktu penelitian yaitu dari tahun 2005 sampai 2014, dengan menggunakan ukuran persentase. Kesehatan (angka harapan hidup) yaitu rata-rata perkiraan lama hidup yang dapat dicapai oleh penduduk kabupaten Halmahera Selatan yang lahir pada tahun yang sama, dengan menggunakan 7
statistik SPSS atau yang lainnya dengan analisis regresi (standardize). Perhitungan koefisien tersebut merupakan koefisien Path (pengaruh langsung). Di dalam analisis jalur, di samping ada pengaruh langsung juga terdapat pengaruh tidak langsung dan pengaruh total. Dalam penelitian ini pengaruh secara langsung dan pengaruh langsung dan pengaruh total adalah sebagai berikut: 1). Pengaruh secara tidak langsung variabel desentralisasi fiskal (X 1 ) ke kesejahteraan masyarakat (Y 2 ) melalui pertumbuhan ekonomi (Y 1 ) = H 1, pengaruh langsung pertumbuhan ekonomi(X) ke kesejahteraan masyarakat (Y 2 ) = H 2 , pengaruh langsung desentralisasi fiskal (Y 1 ) ke kesejahteraan masyarakat (Y 2 ) = H 3 2). Pengaruh total adalah penjumlahan dari pengaruh langsung dan seluruh pengaruh tidak langsung. Langkah selanjutnya di dalam analisis jalur adalah pemeriksaan validitas model yaitu dengan cara melihat asumsi-asumsi (seperti yang disebutkan sebelumnya) untuk analisis jalur harus sudah terpenuhi. Di samping itu uji validitas lain adalah uji koefisien jalur sama dengan uji regresi yaitu melihat tingkat signifikansi dari uji t. Langkah terakhir di dalam analisis jalur adalah melakukan interpretasi hasil analisis. Berdasarkan analisis jalur, maka interpretasi yang dilakukan, yaitu: a) Penjelasan terhadap fenomena yang dipelajari atau permasalahan yang diteliti. b) Menentukan variabel bebas apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tergantung. Selain itu juga untuk menelusuri mekanisme jalur-jalur variabel bebas tehadap variabel tergantung secara langsung maupun tidak langsung. c) Pengujian model, yaitu membandingkan pada konsep teori dan konsep empirik maka akan dapat diketahui apakah hasil penelitian bisa mendukung konsep yang sudah ada dan bahkan diharapkan bisa digunakan untuk pengembangan konsep baru.
satuan ukuran tahunan.Penggunaan ke tiga komponen tersebut mengacu pada konsep Indeks Pembangunan Manusia/IPM (Human Development Index/HDI) yang diperkenalkan oleh UNDP. 3.5 Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis jalur (path analysis), yang dikembangkan sebagai model penelitian untuk mempelajari pengaruh secara langsung dan tidak langsung dari variabel eksogen terhadap variabel endogen. Model persamaan sebagai berikut: Y 1 = H 1 X + e .... Y 2 = H 2 X + e .... dimana: X = adalah pertumbuhan ekonomi Y 1 = adalah desentralisasi fiskal Y 2 = adalah kesejahteraan masyarakat e = adalah disturbance term Langkah selanjutnya dari analisis jalur adalah pemeriksaan terhadap asumsi yang melandasi. Asumsi yang melandasi analisis jalur adalah : a. Di dalam model analisis jalur, hubungan antara variabel di dalam model adalah linier, artinya perubahan yang terjadi pada variabel adalah merupakan fungsi perubahan linier dari variabel lainnya yang bersifat kausal. b. Hanya model rekursif dapat dipertimbangkan, yaitu hanya sistem aliran causal ke satu arah. Sedangkan pada model yang mengandung causal resiprokal tidak dapat dilakukan analisis jalur. c. Variabel yang diukur berskala interval atau ratio. d. Observed variabel diukur tanpa keselahan (instrumen pengukuran valid dan reliabel) e. Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar-benar berdasarkan teori-teori dan konsep-konsep yang relevan. Langkah berikutnya di dalam analisis jalur adalah pendugaan parameter dan perhitungan koefisien jalur. Perhitungan koefisien pada analisis jalur bisa dibantu dengan komputer dengan perangkat lunak 8
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
dengan 2008. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis jalur dengan program AMOS. Hasil analisis mengindikasikan bahwa, pertama, desentralisasi fiskal berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kedua, pertumbuhan ekonomi berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Ketiga, desentralisasi fiskal berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.2. menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan yang ditunjukkan oleh nilai signifikansi yang lebih kecil dari 5% atau 0,05. Namun hasilnya menunjukkan terdapat hubungan negatif. Artinya, bahwa semakin besar desentralisasi fiskal maka akan menurunkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Halmahera Selatan.
4.1. Analisis Hasil Penelitian 4.2.1.Pengaruh Langsung Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat. Banyak ahli yang berpendapat bahwa desentralisasi fiscal ini akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, sebagaimana hasil studi Malik dkk (2006), Iimi (2005), Fadjar dan Sembirin (2007), serta Wibowo (2008). Sementara di sisi lain, tidak sedikit juga yang berpendapat sebaliknya bahwa desentralisasi fiskal justru berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, sebagaimana ditunjukkan dalam studi Xie et all (1999), Zhang dan Zou (1998), Serta Jin dan Zou (2005). Berdasarkan hasil perhitungan regresi menunjukkan bahwa desentralisasi fiscal berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Halmahera Selatan, yang ditunjukkan oleh nilai signifikansi yang lebih kecil dari 5% atau 0,05.
Tabel 4.2. Pengaruh Langsung Desentraslisasi Fiskal terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Halmahera Selatan. Coefficientsa
Tabel 4.1. Hasil Perhitungan Pengaruh Desentraslisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kab. Halmahera Selatan
Model 1 (Constant)
Coefficients
Model 1
B
Std. Error
(Constant)
1.932
.158
DF
-.001
.001
DF
Standardized Coefficients Beta
-.435
Standardized
Coefficients
Coefficients
Std.
a
Unstandardized Coefficients
Unstandardized
B
Error
17.480
.093
-.156
.033
Beta
t
-.652
188.152
.000
-4.709
.000
a. Dependent Variable: IPM t
Sig.
12.208
.000
-2.643
.013
4.2.2. Pengaruh Tidak Langsung Desentralisasi Fiskal terhadap Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pertumbuhan Ekonomi Mahmudi (2010), Pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan Ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hasil analisis mengindikasikan bahwa, pertama, desentralisasi fiskal berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kedua, pertumbuhan ekonomi berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Ketiga, desentralisasi fiskal berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat.
a. Dependent Variable: PE
Mahmudi (2010), Pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan Ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekoomi dan kesejahteraan masyarakat. Sampel penelitian adalah kabupaten/kota berdasarkan provinsi di Indonesia kecuali DKI Jakarta, dengan menggunakan data sekunder dari Biro Pusat Statistik Indonesia periode 2005 sampai 9
Sig.
pertumbuhan ekonomi jika derajat desentralisasi belum terlampau tinggi, sementara jika derajat desentralisasi sudah terlampau tinggi, maka peningkatan desentralisasi fiskal justru akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari hasil analisis pertama korelasi hasil yang menunjukan pengaruh desentralisasi fiskal (X1) terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) melalui peretumbuhan ekonomi (Y1) di peroleh dari nilai t hitung sebesar 1,622 dan nilai dilihat dari tingkat signifikan (0.000), yang ternyata lebih besar jika dibandingkan dengan nilai alpha 0,05. Hal ini menunjukan bahwa secara parsial desentralisasi fiskal (X1) kurang mampu melakukan langkah-langkah perubahan dari sumber-sumber pendapatan sehingga dapat berpengaruh terhadap kesjahteraan masyarakat (Y2) malaui pertumbuhan ekonomi (Y1). Beberapa fakta yang mendukung hasil studi ini ini dapat ditelusuri antaralain pada studi Fadjar dan Sembiring (2007) serta Wibowo (2008) pada kasus desentralisasi fiskal di Indonesia. Upaya pelaksanaaan desentralisasi fiskal yangutuh di Indonesia baru dilaksanakan secara efektif pada tahun 2001 sejakdikeluarkannya UU no 22 dan 25 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Dengan periode implementasi yang relatif singkat tersebut, nampaknya masih banyak urusan yang tetap menjadi urusan pemerintah pusat dan berimplikasi pada dominasi anggaran penerimaan dan pengeluaran oleh pemerintah pusat. Selama periode 2002-2008, nilai transfer ke daerah terhadap belanja pemerintah pusatrelatif belum terlalu tinggi, rata-rata hanya mencapai 31,31 persen, padahaltransfer ke daerah ini merupakan komponen terbesar dalam penerimaan daerah. Dengan demikian ada kecenderungan derajat desentralisasi fiskal di Indonesia secara umum masih belum terlalu tinggi sehingga hasil kedua studi tersebut menemukan hubungan positif antara desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Begitu juga pada hasil studi Malik dkk (2007) tentang desentralisasi fiskal di Pakistan
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.3. menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal tidak berpengaruh secara tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya nilai signifikansi yang lebih besar dari 5% atau 0,05. Tabel 4.3. Pengaruh Tidak Langsung Desentraslisasi Fiskal terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Halmahera Selatan Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B
Std. Error
13.133
1.841
PE
1.595
.311
DF
.621
.653
Model 1 (Consta nt)
Beta
t
Sig.
7.133
.000
.743
5.122
.000
.138
.951
.350
a. Dependent Variable: IPM
4.3. 4.3.1
Pembahasan Hasil Penelitian Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Banyak ahli yang berpendapat bahwa desentralisasi fiskal ini akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, sebagaimana hasil studi Malik dkk (2006), Iimi (2005),Fadjar dan Sembirin (2007), serta Wibowo (2008). Sementara di sisi lain, tidak sedikit juga yang berpendapat sebaliknya bahwa desentralisasi fiskal justru berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, sebagaimana ditunjukkan dalam studi Xie et all (1999), Zhang dan Zou (1998), Serta Jin dan Zou (2005). Dalam beberapa penelitian lain, seperti Baskaran dan Feld (2009) serta Wollerdan Phillips (1998) gagal mendapatkan pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi.Dalam konteks ini, Studi ini berkeyakinan bahwa terdapat bentuk humpshaped dalam hubungan antara desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi, sebagaimana hasil studi Akai (2007) dan Thiessen (2003). Artinya desentralisasi fiskal akan berpengaruh positif terhadap 10
terlalu cepat dan terlaluekstensif, sehingga desentralisasi fiskal yang lebih tinggi justru menyebabkan pertumbuhan ekonomi daerah di Cina menjadi lebih rendah. Oates dan Tiebot mengemukakan beberapa kaidah dasar agar pelaksanaan desentralisasi fiskal dapat memacu pertumbuhan ekonomi, antara lain (Jin dan Zou, 2005); Pertama, Pemerintah daerah cenderung akan lebih efisien dalam menyediakan dan mendistribusikan barangbarang publik yang memiliki eksternalitas tidak terlalu luas, sementara untuk barang publik yang mencakup kepentingan masyarakat sangat luas dan meliputi lintas daerah, penyediaannya lebih baik dilakukan oleh pemerintah pusat, karena apabila didesentralisasikan justru akan menimbulkan inefisiensi. Di samping itu perlu diperhatikan juga skala ekonomis dalam penyediaan barang publik tersebut. Artinya perlu pengaturanyang baik mengenai urusan-urusan yang menjadi kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Kedua, Pemerintah daerah harus lebih responsif dalam membuatkeputusan pengeluaran daerah berkaitan dengan preferensi dan kebutuhan masyarakat lokal untuk mendorong terjadinya efisiensi alokasi atau efisiensi konsumsi (allocative or consumer efficiency). Artinya jika pemerintah daerahtidak responsif dan mengabaikan preferensi lokal, maka manfaat optimal desentralisasi fiskal dalam memacu pertumbuhan ekonomi tidak akan terjadi. Mendukung pendapat ini, Word Bank menjelaskan bahwa hubungan positif antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi akan berjalan jika terdapatefisiensi ekonomi di sektor pengeluaran pemerintah (Khusaini, 2006). Ketiga, perlu pengaturan fiskal yang berimbang agar dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal pemerintah daerah mampu menggali sumber-sumber penerimaan yang memadai untuk membiayai pengeluaran daerah. Keseimbangan fiskal antara sumbersumber penerimaan dengan kebutuhan belanja daerah akandapat meningkatkan akuntablitas.
yang menunjukkan pengaruh positif desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada dasarnya Pakistan memiliki struktur yang sanga tterpusat (sentralistis), dicirikan oleh kewenangan besar yang diberikan oleh konstitusi dalam kekuasaan politik, administrasi dan sistem fiskal. Konstitusi Pakistan memberikan kekuasaan kepada Pemerintah Federal untuk memungut pajak yang paling produktif, antara lain; pajak atas pendapatan non-pertanian, pajak impor, produksi atau tugas cukai dan pajak penjualan. Setelah dikumpulkan, spajak ini kemudian dibagi antara pemerintah federal dan pemerintah daerah. Pada tahun 1971 porsi pemerintah daerah masih di bawah 30 persen dan meningkat 37,5 menjadi persen 1997. Mulai tahun 2006-2007 proporsi pemerintah provinsi ditingkatkan menjadi 41,5 persen dan 42,5 persen (Malik 2007). Dari sisi pengeluaran, pada tahun 1971-1972, pengeluaran pemerintah provinsi hanya memberikan kontribusi sebesar 29 persen dari terhadap pengeluaran pemerintah pusat dan menjadi 43,62 persen pada tahun 2005-2006 (Malik, 2007). Kondisi ini menunjukkan bahwa trend peningkatan proporsi penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat atau proses desenralisasi fiskal diPakistan berjalan mulai dari tingkat yang cukup rendah, sehingga peningkatan derajat desentralisasi fiskal akan memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Pakistan. Pada kasus berbeda, yang menyatakan adanya pengaruh negatifdesentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Cina seperti yangdikemukakan Zhang dan Zou (1998) serta Jin dan Zou (2005) dapat dijelaskan bahwa sejak tahun 1970-an Cina telah mempromosikan reformasi fiskal dengan memberikan desentralisasi fiskal pada sisi pengeluaran dan tetap menjamin peranpemerintah pusat di sisi pendapatan. Berkaitan dengan desentralisasi fiskal di China ini, Zhang dan Zou (1998) menyadari bahwa dalam paruh pertama tahun 1990-an, desentralisasi fiskal di Cina dilaksanakan 11
desentralisasi fiskal akan memberikan manfaat yang optimal jika diikuti oleh kemampuan finansial yang memadai oleh daerah otonom. Sumber penerimaan yang digunakan untuk pendanaan pemerintah daerah dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal menurut UU No.33 tahun 2004 adalah: pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Menurut UU No.33 tahun 2014, dana perimbangan bertujuan untuk mengurangi vertical (center region) dan (regi region) imbalances antar daerah. Perimbangan keuangan daerah antar pemerintah pusat dan daerah merupakan suatu sistem pembiayaan pemerintah dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakuo pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Hasil penelitian yang dilakukan Saputra (2014), Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Kesejahteraan Masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa desentralisasi fiskal mempunyai pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, yang berarti semakin tinggi desentralisasi fiskal, semakin rendah pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat, yang berarti semakin tinggi pertumbuhan ekonomi makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat; dan desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap Kesejahteraan Masyarakat, yang berarti bahwa semakin tinggi desentralisasi fiskal makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya penelitian dilakukan Sudewi (2013), Berdasarkan analisis yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan (persentase jumlah penduduk miskin). Secara parsial variable desentalisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan (persentase jumlah penduduk miskin) Propinsi Bali periode tahun 2003-2011.
Hasil studi Ghaus-Pasha (2004) menyimpulkan bahwa derajat akuntabilitas, daya tanggap dan partisipasi, serta efektifitas desentralisasi mampu membuat perbedaan besar dalam penyediaan pelayananlokal yang lebih efisien, berkesetaraan, berkelanjutan, dan costeffective. Selain itu, Prud'homme (1995) juga menenggarai beberapa persoalan yang menjadi penyebab kegagalan desentralisasi fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi antara lain; (i) pemerintah daerah tidak dapat memenuhi preferensi masyarakat lokal, baik karena tidak adanya keinginan politik, maupun disebabkan oleh aparatur yang kurang termotivasi dan atau memenuhi syarat untuk menjalankan tanggung jawab tersebut, (ii) meningkatkanya korupsi di tingkatlokal karena umumnya politisi dan birokrat lokal lebih rentan karena mudahdiakses oleh kelompok-kelompok yang mermiliki kepentingan. Karena itu jika pemerintah daerah mampu menghilangkan ataupun mengurangi korupsi di tingkatlokal, maka desentralisasi fiskal akan menciptakan efisiensi alokasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi, (iii) adanya sistem politik yang tidak demokratis; sehingga premis dasar bahwa pemerintah daerah memiliki insentif yang lebih kuat untuk menyediakan barang publik lokal secara lebih efisien mungkin tidak berlaku (Tanzi, 1996). Dalam sistem pemerintahan yang tidak demokratis justru terdapat pandangan yang menganggap bahwa desentralisasi fiskal hanya sebagai alat yang digunakan oleh pihak pemerintah daerah untuk mengeksploitasi sumber daya lokal dan nasional. Apabila pemerintah daerahdapat mengeliminir berbagai faktor penghambat tersebut, maka akan semakin menunjang keberhasilan desentralisasi fiskal dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Pembangunan di daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional, untuk itu pembangunan di daerah kabupaten Halmahera Selatan dilaksanakan secara bertahap sehingga mendukung pencapaian sasaran pembangunan natsional. Pelaksanaan 12
indikator pendapatan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan indikator pendapatan apabila tidak memperhitungkan penerimaan yang bersumber dari dana perimbangan, demikian juga dengan indikator otonomi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara. Teori Koswara (2001), menjelaskan ciriutama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletakpada kemampuan keuangan daerahnya. Artinya daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumbersumber keuangan sendiri, sedangkan ketergantungan pada bantuan pemerintah pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan pembagian keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar sistem pemerintahan Negara. Sedangkan di Kabupaten Halmahera Selatan pemerintah daerah belum dapat mengoptimalkan penggalian potensi-potensi yang ada pada daerahnya dan proporsi bantuan (subsidi) pemerintah masih sangat mendominasi keuangan daerah di Kabupaten Halmahera Selatan. Hal ini tercermin dari besarnya rata-rata bantuan (subsidi) pemerintah daerah daripada besarnya PAD yang dapat dikumpulkan oleh daerah di Kabupaten Halmahera Selatan. Pengimplementasian desentralisasi fiskal dari sisi penerimaan daerah di Kabupaten Halmahera Selatan masih belum terasa manfaatnya dan masih banyak aspek-aspek penerimaan yang masih menjadi wewenang pemerintah pusat. Misalkan dari sektor pajak daerah, pemungutan-pemungutan pajak seperti pemungutan pajak bumi dan bangunandan berbagai sumber pajak berpotensi lainnya masih dikuasai oleh propinsi/pusat, Sehingga dari sisi penerimaan dapat dikatakan bahwa pengimplementasian desentralisasi fiskal masih belum berjalan dengan baikdi Kabupaten Halmahera Selatan.
Hasil yang sama ditemukan Zul yanto (2010), Hasil studi menunjukkan bahwa terdapat bentuk hump-shaped (a hump-shaped relation) dalam pengaruh desentralisasi fiskal di provinsi Bengkulu. Artinya padasaat derajat desentralisasi fiskal belum terlampau tinggi, maka kebijakan desentralisasi fiskal akan membawa pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun pada derajat desentralisasi fiskal terlampau tinggi, kebijakan desentralisasi fiskal justru akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian daerah dengan derajat desentralisasi rendah seperti Kabupaten Kaur dan Lebong perlu meningkatkan derajat desentralisasi fiskal karena peningkatan derajat desentralisasi fiskal akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara daerah dengan derajat desentralisasi tinggi seperti Kota Bengkulu dan Kabupaten Bengkulu Utara sebaiknya tidak melakukan kebijakan yang berorientasi pada usaha peningkatan derajat desentralisasi fiskal, karena dapat menghambat pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah dengan derajat desentralisasi fiscal tinggi sebaiknya justru lebih berfokus untuk melakukan kebijakan efisiensi dan efektifitas pada anggaran pengeluaran pemerintah karena akan memberikan manfaat yang lebih baik bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Selanjutnya Hariyanto (2012), Dampak desentralisasi fiskal Terhadap pertumbuhan ekonomi daerah Di provinsi jambi, Hasil analisis menunjukkan bahwa implementasi desentralisasi fiskal pasca tahun 2001 memberikan dampak yang relatif lebih baik terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Provinsi Jambi dibandingkan dengan periode sebelumnya. Disamping itu variabel kontrol pertumbuhan ekonomi daerah yang terdiri dari Investasi, Akumulasi Modal Manusia, dan PDRB Riil Per Kapita Periode Sebelumnya, seluruhnya berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Provinsi Jambi. Freddy Situngkir (2013), Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal dengan indikator pengeluaran dan 13
masyarakat daerah. pelayanan publik disesuaikan dengan kehendak dan permintaan masyarakat setempat. Kedua, fiscal mobility theory yang menggambarkan tingkat mobilitas penduduk antar daerah yang dipicu oleh tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi. Perbaikan kualitas hidup orang akanmendorong mereka untuk memilih daerah yang menyediakan pelayanan public yang lebih baik. Selanjutnya Bahl dan Linn (1992) menyatakan bahwa dengan diserahkannya beberapa kewenangan ke pemerintah daerah, diharapkan pelayanan masyarakat semakin efisien dan pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat lokal. Karena daerah lebih mengetahui karakteristik daerahnya masingmasing, maka pengeluaran infrastruktur dansektor sosial akan efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah.Jadi menurut pandangan ini pemerintah daerah dipercaya dapat mengalokasikan dana kepada setiap sektor ekonomi secara efisien daripada yang dilakukan pemerintah pusat. Oates menegaskan bahwa tingkat kemajuan ekonomi merupakan outcome dari kesesuaian preferensi masyarakat dengan pemerintah daerah yang tercipta karena makin pentingnya peran pemerintah daerah dalam otonomi daerah. Secarateori, desentralisasi fiskal di perkirakan akan memberikan peningkatan ekonomi mengingat pemerintah daerah mempunyai kedekatan dengan masyarakatnya dan mempunyai keunggulan informasi dibanding pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah dapat memberikan pelayanan publik yang benarbenar dibutuhkan di daerahnya. Respon yang diberikan oleh pemerintah daerah terhadap tuntutan masyarakat jauh lebih cepat karena berhadapan langsung dengan penduduk daerah/kota yang bersangkutan (Wibowo, 2008). Argumentasi lain yang mendasari desentralisasi fiskal adalah munculnya kompetisi atau persaingan antar daerah akan meningkatkan kesamaaan pandangan antara apa yang diharapkan oleh masyarakat dengan suatu program yang dijalankan oleh pemerintahannya (Davoodi dan Zou, 1998).
Pengukuran kinerja keuangan daerah yang banyak dilakukan antara lain dengan melihat rasio antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Prinsipnya, semakin besar sumbangan PAD kepada APBD akan menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah kepada pusat. Selain itu, adanya perkembangan peningkatan pendapatan dari PAD di suatu daerah, juga dapat memberikan gambaran bahwa daerah tersebut memiliki kinerja fiskal yang semakin baik.Besarnya proporsi PAD total terhadap total penerimaan daerah di Kabupaten Halmahera Selatan. Dalam melaksanakan desentralisasi fiskal, prinsip (rules) money should follow function merupakan salah satu prinsip yang harus diperhatikan dan dilaksanakan (Bahl, 2000:19). Artinya, setiap penyerahan atau pelimpahan wewenang pemerintahan membawa konsekuensi pada anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut. Kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan derivatif dari kebijakan otonomi daerah, melalui pelimpahan sebagian wewenang pemerintahan dari pusat ke daerah. Artinya, semakin banyak wewenang yang dilimpahkan, maka kecenderungan semakin besar biaya yang dibutuhkan oleh daerah. Bahl (2000:25-26) mengemukakan bahwa desentralisasi harus memacu adanya persaingan di antara berbagai pemerintah lokal untuk menjadi pemenang (there must be a champion for fiscal decentralization). Hal ini dapat dilihat dari semakin baiknya pelayanan publik. Urgensi dari desentralisasi fiskal dapat dimaknai sebagai perwujudan fungsi dan peran negara modern, yang lebih menekankan upaya memajukan kesejahteraan umum (welfare state). Hadirnya otonomi daerah dapat pula didekati dari perspektif politik. Negara sebagai organisasi, kekuasaan yang didalamnya terdapat lingkungan kekuasaan baik pada tingkat suprastruktur maupun infrastruktur, cenderung menyalahgunakan. Bahn dan Linn (1992) berpendapat bahwa pendelegasian sebagian urusan keuangan publik dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan konsekuensi dari pencapaian taraf hidup masyarakat yang lebih baik. Pernyataan ini didukung oleh dua argument sebagai berikut. Pertama, median vote theory yang memaparkan tentang respon dunia usaha atas selera dan preferensi 14
dan pertumbuhan ekonomi di China periode 1978-1992 menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh secara negatif dansignifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Begitu juga Xie et all (1999) yang melakukan studi di USA periode 1948-1994 menyatakan bahwa belanja pemerintah daerah telah mengurangi pertumbuhan ekonomi, meskipun dalamtingkat signifikansi yang rendah. Hasil tidak berbeda juga diperoleh Jin dan Zou(2005) dalam studi di china dalam dua periode. Secara spesifik, Jin dan Zou mendapatkan bahwa pada periode 1979-1993 pertumbuhan ekonomi secaranegatif berhubungan dengan tingkat pengeluaran pemerintah provinsi, sedangkan pada masa 1994-1999 pertumbuhan ekonomi tidak memiliki hubungan signifikan dengan pengeluaran pemerintah provinsi dan dipengaruhi secara negatif oleh penerimaan pemerintah provinsi. Dengan demikian hasil studi kelompok inimenunjukkan bahwa desentralisasi fiskal berkorelasi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, dan penerapannya dalam perekonomian akan memberikan dampak kurang menguntungkan bagi pembangunan ekonomi. Penjelasan yang berbeda muncul dalam penelitian Thiessen (2003). Thiessen melakukan studi hubungan jangka panjang antara desentralisasi fiscal dengan pertumbuhan ekonomi di Negara-negara OECD periode 1973-1998 Thiessen (2003) berpendapat bahwa pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi tidak berhubungan linear, dan Thiessen menggunakan bentuk fungsi kuadratik, yaitu y = αA + βA2. Hubungan akan berbentuk humpshaped jika koefisien α positif dan β negatif. Hasil penelitian menunjukkanbahwa bentuk hump-shaped terbukti terjadi pada pengaruh desentralisasi fiskalterhadap pertumbuhan ekonomi, artinya pada saat derajat desentralisasi masih rendah, maka terdapat hubungan positif dan signifikan antara desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi, sedangkan pada tingkat desentralisasi yang terlalu tinggi, maka hubungannya menjadi negatif.
Sejalan dengan itu, mengutip oates, Wibowo (2008) menyatakan bahwa desentralisasi fiscal berpotensi memberikan kontribusi dalam bentuk peningkatan efisiensi pemerintahan dan laju pertumbuhan ekonomi Pemikiran tentang keterkaitan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi juga dikembangkan oleh Prud ’Homme (1995) yang meyakini bahwa desentralisasi fiskal dapat berdampak positif terhadap perkembangan ekonomi daerah di masa datang. Secara eksplisit dinyatakan bahwa pengeluaran publik terutama penyediaan infrastuktur bagi masyarakat akan lebih efektif dilakukan oleh pemerintah daerah karena mereka akan lebih mengetahui apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan masyarakat lokal. Hasilnya menunjukkan indikator penerimaan yang telah disesuai (RPRCA) mempunyai hubungan positif dan signifikan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Senada dengan itu, Iimi (2005) mendapatkan hasil bahwa desentralisasi fiskal berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi perkapita. Dia menyatakan ketika pembahasan dipokuskan pada informasi terbaru pada situasi ekonomi diakhir tahun 1990-an, desentralisasi fiskal, terutama dari sisi pengeluaran adalah suatu instrument dari pertumbuhan ekonomi. Berbeda dengan hasil studi di atas, Woller dan Phillips (1998) meneliti tentang pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Negara-negara LDC (less Developed Country) selama periode 1974-1991 tidak mendapatkan cukup bukti untuk menyatakan adanya pengaruh kebijakan desentralisasi terhadap pertumbuhan ekonomi di negera LDC tersebut. Begitujuga Baskaran dan Feld (2009) melakukan studi terhadap 23 negara OECD periode 1975-2001. Hasil studi gagal untuk menemukan fakta bahwa desentralisasi menyebabkan rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi, sehingga mereka menyimpulkan bahwa desentralisasi fiskal tidak mempumyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Bahkan sebaliknya, penelitian Zhang dan Zou (1998) tentang desentralisasi fiskal 15
= 0.05) maka dinyatakan signifikan dan sebaliknya apabila F hitung < F tabel pada taraf nyata (α = 0.05) maka dinyatakan tidak signifikan dalam pribadi, (2003). Kemudian hasil variabel pertumbuhan ekonomi (Y1) ke variabel kesejahteraan masyarakat (Y2), menunjukan nilai t hitung sebesar 3.566 dengan nilai singnifikan sebesar 0.009 dan nilai signifikan menunjukan hasil perhitungan lebih besar dibandingkan dengan nilai alpha 0.005. hal ini membuktikan bahwa secara parsial veriabel pertumbuhan ekonomi (Y1) berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2), maka hipotesis penelitian pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan singnifikan dan dapat diterima. Hasil perhitungan regresi pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi (Y1) mampu dijelaskan oleh variabel variabel kesejahteraan masyarakat (Y2), yang ditunjukkan oleh besarnya nilai R2 sebesar 57.8% sedangkan sisanya 23.8% adalah variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian. Demikian juga, hasil tersebut menunjukkan bahwa model regresi yang digunakan untuk menganalisis hasil penelitian ini dapat dikatakan model yang baik. Hasil studi ini mendukung pendapat Halim (2004:22) dan Sidik (2002:8) menyatakan bahwa ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi yaitu terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup untuk membiayai penyelengaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, dan diharapkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian terbesar dalam memobilisasi dan penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Hasil penelitian yang dilakukan Hadi Sasana (2009), Peran desentralisasi fiskal terhadap kinerja Ekonomi di kabupaten/kota provinsi jawa tengah. Berdasarkan hasil
Mendukung kesimpulan Thiessen, Akai, dkk (2007) yang meneliti pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi pada 50 negarabagian USA periode 1992-1997 mendapatkan bahwa hubungan desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi bersifat hump-shaped. Pada saat derajat desentralisasi fiskal belum terlalu tinggi, maka peningkatan desentralisasi fiskalakan memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,baik itu pada indikator penerimaan maupun indikator pengeluaran. Namun ketika desentralisasi fiskal sudah optimal, peningkatan derajat desentralisasi fiskal akan menyebabkan perrtumbuhan ekonomi menjadi negatif. Terlepas dari berbagai silang pendapat yang ada, argumentasi bahwa desentralisasi fiskal akan meningkatkan efisiensi dan pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi cenderung lebih diterima secara luas. Hal inidapat dilihat dari semakin berkembangnya praktek desentralisasi fiskal di berbagai Negara, termasuk di Indonesia sebagaimana pendapat Mardiasmo (2007) bahwa beranjak dari konsep dasar dan implementasinya dalam desentralisasi fiskal diIndonesia, besarnya transfer dana di daerah seharusnya memiliki korelasi yangpositif terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Artinya ada keyakinan yang kuat dari peminat desentralisasi untuk terus melaksanakan desentralisasi fiskal guna mendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai wilayah, termasuh di Kabupaten Halhera Selatan. 4.3.2. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kesejahteraan Masyarakat. Hasil pengujian kedua dilakukan untuk mengetahui nilai pengaruh variabelpengaruh pertumbuhan ekonomi (Y1) terhadap variabel kesejahteraan masyarakat (Y2). Untuk menguji hipotesis pengaruh variabel independent terhadap variabel dependen secara simultan menggunakan uji F, yaitu dengan cara membandingkan hasil nilai F hitung dengan alpha (α). Bila F hitung > F tabel pada taraf nyata alpha (α 16
dimulai sejak tahun 2001 mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PDRB per kapita, tetapi pengaruh tersebut bersifat negatif, Pemekaran wilayah Kota Bekasi dari Kabupaten Bekasi yang terjadi pada tahun 1997 mempunyai pengaruhyang signifikan terhadap PDRB per kapita, Rasio alokasi belanja aparatur dan belanja publik terhadap APBD periode 1983-2005 masing-masing 49,33% dan 50,67%. Pada periode 1977-2005 (sejak terbentuk Kota Bekasi tahun 1997 sampai tahun 2005), rasio alokasi belanja aparatur dan belanja publik terhadap APBD masing-masing 52,56% dan 47,44%.Belanja aparatur dan belanja publik (APBD) berpengaruh secara signifikan terhadap IPM. Rancangan program untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui alokasi belanja publik yang dapat direkomendasikan bagi Pemerintah Kota Bekasi adalah Program replikasi PPK-IPM (ProgramPendanaan Kompetisi IPM) dan Internalisasi Permendagri Nomor 13tahun 2006. Anugrah Priambodo (2015), Analisis pengaruh belanja pemerintah Daerah terhadap Indeks pembangunan manusia (studi pada kabupaten/kota di pulau jawaTahun 2007-2013) analisis pengaruh belanja pemerintah Daerah terhadap Indeks pembangunan manusia (studi pada kabupaten/kota di pulau jawaTahun 20072013). Dalam penelitiannya, menemukan bahwa IPM mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Indonesia. Menurunnya kemiskinan saat IPM meningkat merupakan indikasi tingginya kualitas sumberdaya manusia yang akan berakibat pada meningkatnya produktifitas kerja masyarakat yang akan meningkatkan pendapatan, yang padaakhirnya masyarakat akan mampu memenuhi kebutuhan hidup atau dengan kata lain kesejahteraan masyarakat meningkat. Hal ini memperkuat argumen bahwa IPM merupakan alat yang dapat mengukur kesejahteraan. Hasil estimasi penelitian menunjukkan bahwa belanja daerah, belanja pegawai, belanja modal, dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhada pIndeks Pembangunan Manusia.
estimasi antara jumlah penduduk miskin terhadap kesejahteraan dikabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis ketujuh yang menyatakan jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesejahteraan di daerah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dapat diterima, karena secara statistic terbukti. Hal ini menunjukkan bahwa semakin berkurang jumlah penduduk miskin akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil studi ini sesuai dengan studi Lee diKorea (1993), hasil studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan dan pengaruh yangkuat antara pembangunan manusia dengan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan diKorea selama tahun 1945-1992. Korea mempunyai strategi yang cukup baik dalam membangun dan memajukan negaranya. Melalui pendidikan yang baik dan berkualitas bagi seluruh penduduk (sumber dayamanusia), menjadikan Korea sebagai salah satu macan asia pada dekade 1960-1990. Korea mampu menjadi negara dengan pembangunan dan teknologi yang maju dengan mengandalkan sektor industri yang berbasis teknologi modern selain Jepang. Kusreni dan Suhab (2009), pengaruh kapasitas fiskal, alokasi belanja modal dan pembiayaan daerah terhadap kesejahteraan masyarakat. Diperoleh beberapa hasil yang berkaitan dengan penelitian antara lain (i) kapasitas fiskal (PAD dan DBH) berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan (IPM), (ii) kapasitas fiskal berpengaruh lebih besar daripada alokasi belanja modal terhadap kesejahteraan Selanjutnya penelitian yang dilakukan Cardiman (200), Strategi alokasi belanja publik Untuk peningkatan kesejahteraan Masyarakat. Hasil kajian strategi alokasi belanja publik untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat menunjukkan bahwa Belanja aparatur dan belanja publik (APBD) berpengaruh secara signifikan terhadap PDRB perkapita, Penerapan otonomi daerah yang 17
Human Capital berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi bengkulu. Dari hasil estimasi juga diketahui bahwa peningkatan satu persen Human Capital akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi naik sebesar 0,344936 persen. Hasil ini konsisten dengan apa yang telah ditemukan oleh Thiessen (2003), Iimi (2005), Wibowo (2008), serta Woller danPhillips (1998). Dengan demikian semakin tinggi Human Capital, yaitu rasio penyelesaian pendidikan menengah (SMP) terhadap penduduk berusia 15 tahun keatas, maka akan semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi di provinsi Bengkulu. Artinya ada hubungan timbal balig sesugguhnya antara pertumbuhan ekonomidan Indeks Pembangunan Manusia. Dari penjelasan diatas dapat difahaami ada benang merah antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan, bila pertumbuhan ekonomi mampu mengurangi tingkat pengangguran, dan dapat meningkatkan pendapatan per kapita penduduknya. Pandangan ini dilandasi oleh argumentasi yang menyatakan kebutuhan masyarakat daerah terhadap pendidikan, kesehatan, barangbarang publik pada umumnya akan terpenuhi dengan baik dibandingkan apabila langsung diatur oleh pemerintah pusat. Kualitas pertumbuhan ekonomi mestinya secara langsung dirasakan oleh masyarakat di Kabupaten Halmahera Selatan, dalam bentuk yang lebih nyata, dalam bentuk perbaikan layanan publik di sektor pendidikan, kesehtan dan dan perbaikan ekonomi masyarakat yang diukur dari pendapatan per kapita penduduk di Kabupaten Halmahera Selatan.
Secara umum, harga beberapa komoditas di Halmahera Selatan tahun 2014 mengalami fluktuasi, terutama harga sembilan bahan pokok. Komoditas sembilan bahan makanan pokok (sembako) di sini meliputi beras, tepung sagu, gula pasir, bawang merah, cabai merah, cabai rawit, tomat, pisang, daging sapi, daging ayam, ikan cakalang segar, minyak goreng, susu kental manis, telur ayam, minyak tanah dan garam. Dari hasil survei harga pendataan BPS Halmahera Selatan di kecamatan terpilih yang memenuhi kriteria, khusus untuk bahan-bahan makanan pokok harga pada tahun 2014, beberapa yang harganya relatif stabil sepanjang tahun adalah garam, minyak tanah, pisang, tepung sagu, beras, susu kental manis, gula pasir, minyak goreng, daging ayam, dan telur ayam. Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, didasarkan pada pertimbangan bahwa daerahlah yang lebih mengetahui kebutuhan, dan standar pelayanan bagi masyaraka di daerahnya. Pemberian otonom daerah diharapkan dapat memacu, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah melalui pertumbuhan ekonomi.Hasil analisis dalam penelitian ini terbukti baik pengaruh langsung, maupun tidak langsung anggaran pendidikan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat/IPM di kabupaten Halmahera Selatan, menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan. Artinya peningkatan anggaran kesehatan selama 2005-2015 dalam penelitian ini terbukti memberikan kontribusi terhadap perbaikan kesejahteraan masyarakat. PDRB yang baik dengan pertumbuhan ekonomi yang signifikan mempunyai pengaruh terhadap kesejahteraan rakyat. Pertumbuhan ekonomi dapat dikembangkan ke dalam programprogram kerakyatan yang mendukung pola dan modal manusia yang berkualitas. Sehingga perputaran ekonomi, tidak hanya berjalan pada tataran jangka pendek, tetapi jangka panjang dengan meningkatkan infrastruktur untuk kesejahteraan masyarakat lebih penting. Hasil estimasi Zulyanto (2010) terhadap variabel Human Capital menunjukkan bahwa
4.3.3. Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Kesejahteraan Masyarakat. Hasil pengujian ketiga dilakukan untuk mengetahui nilai pengaruh variabel desentralisasi (X1) ke variabel kesejahteraan masyarakat (Y2). Pada gambar analisis jalur memperlihatkan pengaruh langsung desentralisasi fiskal (X1) terhadap kesejahteraan masyarakat (Y1) sebesar 1,335. Sementara pengaruh langsung tidak melalui 18
diKabupaten/kota provinsi jawa tengah dalam era desentralisasi Fiskal. Mahmudi (2010), Pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan Ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekoomi dan kesejahteraan masyarakat. Sampel penelitian adalah kabupaten/kota berdasarkan provinsi di Indonesia kecuali DKI Jakarta, dengan menggunakan data sekunder dari Biro Pusat Statistik Indonesia periode 2005 sampai dengan 2008. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis jalur dengan program AMOS. Hasil analisis mengindikasikan bahwa, pertama, desentralisasi fiskal berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kedua, pertumbuhan ekonomi berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Ketiga, desentralisasi fiskal berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Peran Desentralisasi fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi telah menjadi perhatian banyak Negara, termasuk Indonesia. Sejak 2001, secara efektif pemerintah Indonesia telah menjalankan kebijakan desentralisasi fiskal yang luas sebagai strategi untuk mempercepat pembangunan daerah. Kebijakan desentralisasi fiskal ini juga telah membawa perubahan besar dalam perkembangan penerimaan dan belanja daerah kabupaten/kota di Indonesia. Hasil penelitian Zulyanto (2010) di Provinsi Bengkulu. menemukan terdapat bentuk hump-shaped (a hump-shapedrelation) dalam pengaruh desentralisasi fiskal di provinsi Bengkulu. Artinya padasaat derajat desentralisasi fiskal belum terlampau tinggi, maka kebijakan desentralisasi fiskal akan membawa pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun pada derajat desentralisasi fiskal terlampau tinggi, kebijakan desentralisasi fiskal justru akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian daerah dengan derajat desentralisasi rendah seperti Kabupaten Kaur dan Lebong perlu meningkatkan derajat desentralisasi fiskal karena peningkatan derajat desentralisasi
pertumbuhan ekoomi yaitu 0,192x 1,335 = 0,256. Dari hasil perhitungan yangdidapat menunjukkan pengaruh secara total tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi lebih kecil 1.212 dibandingkan pengaruh secara langsung desentralisasi fiskaldan pertumbuhan ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat sebesar 3.809. Hasil analisis jalur ini membuktikan bahwa peningkatan kesejahteraan kabupaten Halmahera Selatan lebih berpengaruh langsung dengan tingginya rata-rata pendapatan dan tingginya pertumbuhan ekonomi meningkat sebesar 38.09% selama lima tahun terakhir, tingkat kesejahteraan didukung oleh APBD dan PAD di kabupaten Halmahera Selatan. Sedangkan jika didukung hanya dengan pertumbuhan ekonomi maka akan meningkat sebesar 12.12%. Hasil penelitian yang dilakukan Rini Sulistiawati (2012), Pertama, upah minimum memiliki efek negatif dan signifikan pada penyerapan tenaga kerja. Pengaruh upah minimum pada pekerjaan memiliki koefisien jalur - 0,39 dengan nilai probabilitas signifikansi (Sig) sebesar 0,000. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan upah minimum akan mengurangi kerja produktivitas kerja rendah yang umumnya menyerap di sektor primer, sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Kedua, penyerapan tenaga kerja memiliki positif tetapi tidak signifikan berpengaruh pada kesejahteraan sosial. Pengaruh penyerapan tenaga kerja pada kesejahteraan sosial memiliki koefisien jalur 0,08 dengan nilai probabilitas signifikansi (Sig) dari 0.332. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan penyerapan tenaga kerja tidak menyebabkan peningkatan kesejahteraan sosial provinsi di Indonesia karena: 1). upah minimum yang diterima oleh tenaga kerja yang lebih rendah dari kebutuhan dasar minimum, upah 2) minimum yang diterima oleh tenaga kerja yang lebih rendah dari tingkat pendapatan pajak, Analisis dampak pertumbuhan ekonomi, kesenjangan antar Daerah dan tenaga kerja terserap terhadap kesejahteraan 19
mengetahui apa yang menjadi kebutuhan dankeinginan masyarakat lokal (local needs and local demand) sehinggaservice delivery semakin responsif dan mampu mengantarkan masyarakat menjadi lebih sejahtera. Berdasarkan pembahasan diatas, dapat difahami bahwa perlunya penyesuaian pengelolaan keuangan daerah dalam era desentralisasi ini (sebagaimana juga telah disampaikan Fauzi (2010)) dengan prinsip "efektifitas dan efisiensi" tidak lagi "luas, nyata, dan bertanggungjawab," dalam artian bahwa penyelenggaraan desentralisasi bertujuan untuk pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu berdasarkan hasil pembahasan diatas dalam jangka pendek untuk memastikan adanya pengaruh positif desentralisasi fiscal dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah dengan melakukan efisiensi pengeluaran daerah yang berkaitan dengan Belanja Pegawai dan mengefektifkannya untuk Belanja Modal. Atau dengan kata lain Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus lebih serius mengupayakan bagaimana agar polabelanja daerah bisa efektif dalam mendorong perekonomian daerah. Hal lain yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah adalah optimalisasi perencanaan APBD dan menghindari keterlambatan penyusunan APBD yang sering terjadi untuk percepatan bergulirnya roda perekonomian daerah. Kemuadian untuk jangka panjang, dikarenakan desentralisasi merupakan fenomena multidimensidan multifaceted (banyak segi), maka desain dan perencanaan dari langkah-langkah pelaksanaannya harus ada dan dibuat secara cermat.Terutama untuk Indonesia yang telah satu dasawarsa pelaksanaan desentralisasi. Perlu ada semacam grand design yang harusdiacu oleh para pemangku kepentingan dalam setiap langkah dan tindakan. Menurut Simanjuntak (2010), kitatidak boleh menganggap desentralisasidi Indonesia sudah akan selesai dengan keluarnya PP No. 38/2007, dan sedang direvisinya UU No. 32 dan menyusul UU No. 33 Tahun 2004. Dari
fiskal akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara daerah dengan derajat desentralisasi tinggi seperti Kota Bengkulu dan Kabupaten Bengkulu Utara sebaiknya tidak melakukan kebijakan yang berorientasi padausaha peningkatan derajat desentralisasi fiskal, karena dapat menghambat pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah dengan derajat desentralisasi fiskaltinggi sebaiknya justru lebih berfokus untuk melakukan kebijakan efisiensi dan efektifitas pada anggaran pengeluaran pemerintah karena akan memberikan manfaat yang lebih baik bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Hasil kajian empirik menemukan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap pencapaian kebutuhan dasar bagi masyarakat. Hal ini sesuai dengan argumentasi dimana desentralisasi fiskal akan membuat pemerintah daerah lebih mengetahuiapa yang menjadi keinginan dan kebutuhan masyarakatnya. Di Indonesia, penelitian yang menjelaskan pengaruh desentralisasi fiskal terhadap kesejahteraan masyarakat diantaranya Hirawan (2005) menyatakan bahwa Indonesia mengalami perbaikan cukup signifikan dalam berbagai aspek di era otonomi daerah. Di bidang pendidikan, misalnya, dorongan pemerintah pusatuntuk membangun sekolah-sekolah disetiap daerah telah meningkatkan tingkat pendaftaran (enrollment rate)cukup tinggi. Berbagai indikator dibidang kesehatan masyarakat juga menunjukkan adanya perbaikan/peningkatan selama beberapa tahun terakhir; belanja publik secara riiluntuk kesehatan dari tahun 2001-2006 naik hampir 100%. Juga Simanjuntak (2010) menegaskan bahwa potret perekonomian nasional dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang cenderung meningkat dari tahun ketahun memang sejalan dengan peningkatan sumbersumber pendanaan daerah desentralisasi fiskal. Pemberian otonomi daerahmelalui desentralisasi fiskal dan kewenangan daerah memberikan keleluasaan kepada daerah dalam melaksanakan pembangunan daerahguna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan desentralisasi Pemerintah Daerah lebih 20
penerimaan yang berasal dari transfer pusat. Adanya kebijakan pemerintah pusat untuk penguatan local taxing power melalui revisi UU pajak dan retribusi daerah harus mampu dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh pemerintah daerah untuk meningkatan penerimaan dari sumber-sumber lokal. 2. Mengingat terdapat pengaruh positif variabel Desentralisasi Fiskal terhadap pertumbuhan ekonomidi kabupaten Halmahera Selatan, maka program pemerintah pada peningkatan kemampuan dan produktifitas yang berkaitan dengan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi yang menjadi tanggung jawab seluruh pemerintah yang ada di Kabupaten Halmahera Selatan. 3. Penelitian ini masih terbatas pada daerah Kabupaten di Halmahera Selatan. Untuk itu diperlukan penelitian yang lebih luas mengenai pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Halmahera Selatan. Sehingga akan dapat diidentifikasi daerah-daerah yang perlu didorong untuk meningkatkan derajat desentralisasi karena akan mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah, serta dapat diketahui daerah-daerah dengan tingkat desentralisasi tinggi yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi di daerah.
kacamata pembangunan ekonomi, pekerjaan yang lebih penting masih menanti,yakni bagaimana mengupayakan Pemerintah Daerah Halahera Selatan yang sudah lebih mandiri itu mampu menyejahterakan sekaligus menjamin hak-hak politik masyarakat lokal. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang cukuptinggi dan kemudian mentransformasikannya dalam bentuk penciptaan lapangan kerja baru yang akan memperbaiki pendapatan masyarakat merupakan tugas pokok pemeritah daerah di Indonesia. Ini berarti, di masadepan, perlu dilakukan desentralisasi ekonomi (economic decentralization) sebagai langkah lanjutan desentralisasi fiskal. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terkait dengan Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat, maka dapat di kemukakan beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut. 1. Variabel Desentralisasi Fiskal berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Hal ini berarti bahwa jika potensi pendapatan dikelola secara baik maka akan berpengaruh kuat terhadap peningkatkan pertumbuhan ekonomi kabupaten Halmahera Selatan. 2. Terbukti dalam penelitian ini Pertumbuhan Ekonomi mampu memberi dampak yang positif terhadap perbaikan kesejahteraan masyarakat di kabupaten Halmahera Selatan. 3. Terbukti dalam penelitian desentralisasi Fiskal berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Halmahera Selatan, yang ditunjukkan dengan selama 2005-2014 IPM di daerah ini secara kumulatif meningkat.
5.2. Saran – Saran 1. Pemerintah daerah sebaiknya dapat meningkatkan sumber-sumber penerimaan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan mengurangi ketergantungan
21
DAFTAR PUSTAKA
Jin,
Ajija, Schochrul Rohmatul. Sari, Dyah Wulan. Setianto, Rahmat Heru. Primanti, Martha Ranggi, (2011), Cara Cerdas Menguasai EViews, Salemba Empat,Jakarta.
Jing & Zou, Heng-fu, 2005. Fiscal decentralization, revenue and expenditureassignments, and growth in China, Journal of Asian Economics, Elsevier,vol. 16(6), pages 1047-1064, December.
Lin, Justin Yifu dan Liu, Zhiqiang. 2000. Fiscal Decentralization and EconomicGrowth in China, Economic Development and Cultural Change, Vol49, Chicago.
Bahl, Roy W. dan Johannes Linn, 1992, Urban Public Finance in DevelopingCountries, New York Oxpord University Press
Davey K.J, 1988, Pembiayaan Pemerintah Daerah :Praktek-praktek Internasional danRelevansinya bagi Dunia Ketiga”, Penerbit UIPress.
Barry W. Poulson and Jules Gordon Kaplan, State Income Taxes and Economic Growth, Cato Journal, Vol. 28, No. 1 (Winter 2008).
Ebel, Robert D. dan Yilmaz, Seidar, (2002), Concept of Fiscal Decentralizationand World Wide Overview, World Bank Institute, Tersedia:http://www.worldbank.org
Barro RJ, 1990, Govement Spending in a Simple Model of endogenous growth. JPolit Econ 98; S103-S125. Becker, G.S., Glaeser, E. L., dan Murphy, K. M., 1999. Population and EconomicGrowth, The American Economic Review, LXXXIX (2): 145-49.
Gujarati, Damodar N., (2005), Basic Econometrics, New York: McGrawHill.Hadi Utomo, Sugeng dan Sumarsono, Hadi, (2009), Dampak KebijakanDesentralisasi Fiskal terhadap Efisiensi Sektor Publik dan PertumbuhanEkonomi di Jawa Timur, JESP, Vol. 1, No. 2, 89-98.
Brennan, G, and J. Buchanan (1980), The Power to Tax: Analytica Foundations of a Fiscal Constitution, Cambridge, U.K. Breuss, Fritz dan Eller, Markus, 2004. Fiscal Decentralisation and EconomicGrowth: Is There Really A Link? CESifo DICE Report, Journal ForInstitutional Comparisons, Volume 2 No.1, Spring 2004.
Oates, W., (1993), Fiscal Decentralization and Economic Development, NationalTax Journal XLVI, 237-243. Pigou, A.C M.A., (1960), The Economic of Welfare, Ed. 4, Mac Millan & COLTD, London.
James l. Butkiewicz and Halit Yanikkaya, 2008. Institutions and the Impact ofGovernment Spending on Growth, Working Paper No. 200823,Department of Economics Alfred Lerner College of Business &Economics University of Delaware.
Ramirez, A., G.Rannis, and F. Stewart, (1998), Economic Growth and HumanCapital, QEH Working Paper No.18. Sasana, Hadi, (2009), Peran Desentralisasi Fiskal terhadap Kinerja Ekonomi diKabupaten/Kota Propinsi Jawa 22
Tengah, Jurnal Ekonomi Pembangunan,Vol. 10, No. 1, 103-124. Tanzi,
V., 1995. Fiscal Federalism and Decentralization: A Review of SomeEfficiency and Macroeconomic Aspects,” in: Bruno, Michael, and BorisPleskovic (eds.), Annual World Bank Conference on DevelopmentEconomics 1995, World Bank, Washington, D.C.
Ter-Minassian, Teresa, 1997, Fiscal Federalism in Theory and Practice,Washington, International Monetary Fund.Thiessen, Ulrict, 2003. Fiscal Decentralization and Economic Growth in HighIncome OECD Countries, Fiscal Studies Vol. 24 No. 3. UNDP, (1994), Human Development Report. New York: Oxford UniversitiyPress. Zhang Tao dan Zou Heng-Fu, (1998), Fiscal Decentralization, Public Spending and Economic Growth in China, Journal of Public Economics 67, 221240. Imam
Ghozali, 2011. Aplikasi Analisis Multivariatedengan Program SPSS versi 20. Badan PenerbitUniversitas Diponegoro.
23