PENGARUH BORON DAN PERENDAMAN TERHADAP PERKECAMBAHAN DAN PENGARUH ARANG SEKAM DAN BORON TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT CENDANA (Santalum album Linn.)
SELLY MAURINA AMIN
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Pengaruh Boron dan Perendaman terhadap Perkecambahan dan Pengaruh Arang Sekam dan Boron terhadap Pertumbuhan Bibit Cendana (Santalum album Linn.)” adalah benarbenar hasil karya ilmiah saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di lembar halaman bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2013 Selly Maurina Amin NIM E44080041
ABSTRAK SELLY MAURINA AMIN. Pengaruh Boron dan Perendaman terhadap Perkecambahan dan Pengaruh Arang Sekam dan Boron terhadap Pertumbuhan Bibit Cendana (Santalum album Linn.). Dibimbing oleh SUPRIYANTO dan BENNY SUBANDI. Cendana memiliki sifat perkecambahan benih yang sangat lamban dan tergolong jenis pohon lambat tumbuh. Tujuan penelitian ini adalah menguji efektivitas pemberian unsur boron pada berbagai konsentrasi dalam rangka mempercepat perkecambahan benih dan mempelajari pengaruh kombinasi boron dan arang sekam terhadap pertumbuhan semai cendana. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan awal benih cendana dengan perendaman boron konsentrasi 400 ppm dapat mempercepat perkecambahan benih cendana 1 minggu lebih awal dengan persentase kecambah 42% sedangkan kontrol hanya 34.6%. Waktu optimal untuk perendaman benih cendana adalah 24 jam. Pemberian arang sekam 7.5% (w/w) dan boron konsentrasi 400 ppm pada media tumbuh menghasilkan indeks mutu bibit (IMB) cendana terbaik dengan nilai IMB 30 dan 29 poin, sedangkan interaksi keduanya mendapat nilai IMB 26 poin sedang kontrol hanya mendapatkan IMB 9 poin. Kata kunci: arang sekam, boron, cendana, perkecambahan, pertumbuhan
ABSTRACT SELLY MAURINA AMIN. The Effect of Boron and Soaking on Germination and the Effect of Rice Husk Carchoal and Boron on the Growth of Sandalwood (Santalum album Linn.) Seedlings. Supervised by SUPRIYANTO and BENNY SUBANDI. Characteristic of sandalwood germination is very slow and it is belong to slow growing tree spesies. The aim of this research was to test the effectiveness of boron on various concentrations and period of soaking to speed up the seed germination and to study the effect of combination treatment between boron and rice husk charcoal on the growth of sandalwood seedlings. The experimental design of research was factorial in Completely Randomized Design (CRD). The results of this research showed that the initial treatment of sandalwood seed in boron soaking on 400 ppm concentration could accelerate the sandalwood seed germination one weeks earlier with 42% germination percentage while control was 34.6%. The optimal Soaking of sandalwood seeds was 24 hours. Rice husk charcoal addition on 7.5% (w/w) in the growing medium and boron on 400 ppm concentration produced the best seedling quality index (SQI) of sandalwood seedling with the SQI value of 30 and 29 points, while the interaction of both got SQI at 26 points and 9 points for control. Keywords: boron, germination, growth, rice husk charcoal, sandalwood.
PENGARUH BORON DAN PERENDAMAN TERHADAP PERKECAMBAHAN DAN PENGARUH ARANG SEKAM DAN BORON TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT CENDANA (Santalum album Linn.)
(Santalum album L.)
SELLY MAURINA AMIN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Pengaruh Boron dan Perendaman terhadap Perkecambahan dan Pengaruh Arang Sekam dan Boron terhadap Pertumbuhan Bibit Cendana (Santalum album Linn.) Nama : Selly Maurina Amin NIM : E44080041
Disetujui oleh
Dr Ir Supriyanto Pembimbing I
Ir Benny Subandi, MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puja dan puji syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala penulis panjatkan atas segala berkah, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Pengaruh Boron dan Perendaman terhadap Perkecambahan dan Pengaruh Arang Sekam dan Boron terhadap Pertumbuhan Bibit Cendana (Santalum album Linn.)” yang dilaksanakan sejak tanggal 30 April sampai 5 Oktober 2012. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah dan akan terus menjadi suri tauladan karena telah membawa umat manusia ke era yang lebih baik dari era sebelumnya. Skripsi ini berisi tentang upaya budidaya cendana dengan memanfaatkan boron untuk mempercepat perkecambahan benih cendana serta kombinasi arang sekam dan boron untuk meningkatkan pertumbuhan semai cendana. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Rasa terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Dr Ir Supriyanto sebagai pembimbing I dan Ir Benny Subandi, MSc sebagai pembimbing II yang telah memberikan arahan, nasihat serta dukungan dalam penyusunan skripsi ini, Nasripah, SPd, Drs Suwarno, serta kedua adikku Sandy Amarullah Amin dan Hanif Fitriana Amin yang telah memberikan semangat, nasihat, doa, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi, Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc sebagai dosen penguji dan Ir Edje Djamhuri sebagai ketua pada sidang komprehensif, Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi selaku moderator dalam seminar hasil penelitian, Dr Ir Arum Sekar Wulandari, MS selaku dosen penjamin mutu skripsi Bagian Silvikultur, Abang Ahmad Zailani, Apri Heri Iswanto, SHut MSi, dan Arida Susilowati, SHut MSi yang telah membantu penyediaan benih cendana, seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu di Kantor Persemaian RSSNC Rumpin Bogor yang telah membantu dan memberi dukungan, semangat pada penulis di lapangan, seluruh staf Departemen Silvikultur yang telah membantu dalam kegiatan pembuatan surat perizinan, Ibu Rina Kurniaty sebagai pegawai dan peneliti BPTPTH Bogor yang telah membantu dalam pemberian informasi penting selama kegiatan pra penelitian, teman-teman E‟45 yang selalu kompak, teman-teman di Pondok Delima dan Andaleb 1, sahabat-sahabatku yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2013 Selly Maurina Amin
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Boron Arang Sekam Cendana (Santalum album Linn.) Perkecambahan Pertumbuhan METODE Bahan Alat Prosedur Percobaan Analisis Data HASIL Kondisi Umum Lokasi Penelitian Analisis Tanah Perkecambahan Pertumbuhan PEMBAHASAN Analisis Tanah Perkecambahan Pertumbuhan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vii vii 1 2 3 3 3 4 5 6 7 8 8 9 9 16 19 19 20 26 36 36 38 44 44 44 48 56
DAFTAR TABEL 1 Hasil analisis boron tersedia pada berbagai media sapih 2 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan konsentrasi boron, lama waktu perendaman, dan interaksi keduanya terhadap parameter perkecambahan benih cendana 3 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan lama waktu perendaman terhadap daya berkecambah (DB) benih cendana 4 Hasil uji Duncan pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi boron dan lama waktu perendaman terhadap daya berkecambah (DB) benih cendana 5 Hasil analisis pengaruh perlakuan konsentrasi boron dan lama waktu perendaman terhadap kecepatan tumbuh (KT) benih cendana 6 Hasil analisis pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi boron dan lama waktu perendaman terhadap kecepatan tumbuh (KT) benih cendana 7 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan lama waktu perendaman terhadap nilai perkecambahan (NP) benih cendana 8 Hasil uji Duncan pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi boron dan lama waktu perendaman terhadap nilai perkecambahan (NP) benih cendana 9 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan lama waktu perendaman terhadap laju perkecambahan (LP) benih cendana 10 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan konsentrasi boron, arang sekam, dan interaksi keduanya terhadap parameter pertumbuhan semai cendana 11 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan konsentrasi boron dan arang sekam terhadap tinggi semai rata-rata (cm) semai cendana 12 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan arang sekam terhadap diameter semai rata-rata (mm) semai cendana 13 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan konsentrasi boron dan pengaruh perlakuan arang sekam terhadap berat kering pucuk (BKP) semai cendana 14 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan konsentrasi boron terhadap berat kering akar (BKA) dan jumlah akar sekunder semai cendana 15 Pengaruh perlakuan konsentrasi boron terhadap nisbah pucuk akar (NPA) semai cendana 16 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan konsentrasi boron dan perlakuan arang sekam terhadap berat kering total (BKT) semai cendana 17 Hasil scoring terhadap tinggi, diameter, dan berat kering total (BKT) semai cendana pada berbagai perlakuan arang sekam 18 Hasil scoring terhadap tinggi, diameter, dan berat kering total (BKT) semai cendana pada berbagai perlakuan konsentrasi boron 19 Hasil scoring terhadap tinggi, diameter, dan berat kering total (BKT) semai cendana pada interaksi perlakuan arang sekam dan konsentrasi boron
20
22 22
22
23
25 25
26 26
27 29 30
31 32 33
33 33 34
34
DAFTAR GAMBAR 1 Mobilisasi zat-zat makanan pada benih selama proses perkecambahan 2 Seleksi dan perlakuan awal benih cendana 3 Persiapan dan pembuatan media tabur untuk perkecambahan benih cendana 4 Proses penaburan benih cendana 5 Pembuatan media sapih dan penyapihan cendana 6 Proses pembuatan pupuk boron cair dan pemupukan 7 Penampang benih cendana 8 Proses perkecambahan benih cendana 9 Grafik persentase jumlah benih cendana yang berkecambah pada berbagai perlakuan 10 Grafik laju pertumbuhan tinggi (cm) semai cendana pada berbagai perlakuan 11 Grafik laju pertumbuhan diameter (mm) semai cendana pada berbagai perlakuan 12 Houstoria yang terbentuk antara akar cendana dan cabe 13 Keragaan semai cendana secara morfologi setelah 3 bulan pengamatan pada berbagai perlakuan 14 Semai cendana tanpa inang (A) dan dengan inang cabe (B) 15 Keragaan beberapa semai cendana pada berbagai perlakuan
8 9 10 11 12 13 20 20 24 28 29 31 32 35 35
DAFTAR LAMPIRAN 1 Bagan percobaan pertumbuhan semai cendana 2 Rekapitulasi hasil penelitian nilai rata-rata setiap parameter perkecambahan benih cendana 3 Rekapitulasi hasil penelitian nilai rata-rata setiap parameter pertumbuhan benih cendana 4 Hasil sidik ragam setiap parameter 5 Rentang nilai scoring perlakuan konsentrasi boron terhadap tinggi, diameter, dan berat kering total semai cendana 6 Rentang nilai scoring perlakuan arang sekam terhadap tinggi, diameter, dan berat kering total semai cendana 7 Rentang nilai scoring perlakuan interaksi terhadap tinggi, diameter, dan berat kering total semai cendana 8 Hasil analisis boron tersedia di dalam tanah 9 Hasil analisis kimia tanah
48 49 49 50 52 52 52 53 55
PENDAHULUAN Latar Belakang Cendana (Santalum album Linn.) adalah tumbuhan asli Provinsi Nusa Tenggara Timur yang tergolong kayu mewah. Kayu teras cendana menghasilkan minyak dengan aroma wangi yang mengandung tiga komponen senyawa utama yaitu santalol, santalyl acetate, dan santalene. Ekstrak minyak tersebut dibutuhkan oleh industri farmasi sebagai bahan obat-obatan (aromaterapi, antiseptic, diaphoretic, dan diurit) dan industri komestik sebagai bahan pembuat parfum. Hal tersebut menjadikan cendana memiliki nilai ekonomi tinggi sehingga keberadaannya di lapangan menjadi terancam (Damayanti dan Kurniaty 2008). Hal yang sama dinyatakan oleh Sukmadjaja (2005) bahwa cendana merupakan salah satu komoditas yang bernilai tinggi dan banyak terdapat di Nusa Tenggara Timur, namun populasinya cenderung menurun akibat tidak seimbangnya antara eksploitasi dan upaya pelestariannya. Menurut Rahayu et al. (2002) kepemilikan dan perdagangan cendana diatur dalam Peraturan Daerah No. 11/PD/1966 Pasal 1(1) karena nilai ekonominya yang tinggi. Peraturan tersebut dianggap sangat merugikan dan memberatkan masyarakat setempat, sehingga masyarakat enggan untuk menanam maupun memelihara anakan cendana di lahannya. Keengganan masyarakat menanam cendana menjadi salah satu penyebab lain menurunnya populasi cendana di NTT, bahkan dapat dikatakan cendana di NTT hampir punah. Menurut International Union for Conservation of Natural Resource (IUCN) cendana spesies Santalum album Linn. masuk ke dalam kategori spesies yang hampir punah (vulnerable) atau terancam mengalami kepunahan di alam liar dan menurut Convention on International Trade for Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) cendana dimasukkan ke dalam spesies Appendix II. Oleh karena itu untuk mengatasi kepunahan atau kelangkaan akibat eksploitasi tersebut perlu dilakukan teknik silvikultur pembudidayaan cendana salah satunya budidaya secara generatif. Tanaman memerlukan nutrisi yang cukup dalam melangsungkan siklus hidupnya. Nutrisi bagi tanaman berupa unsur hara makro dan unsur hara mikro, salah satu unsur hara mikro penting yaitu boron (B). Perhatian terhadap unsur hara mikro meningkat dengan pesat. Hal ini disebabkan oleh desakan terhadap efisiensi dalam proses produksi memaksa untuk terus memperhatikan unsur mikro (Soepardi 1983). Boron memiliki banyak manfaat bagi tanaman salah satunya meningkatkan perkecambahan benih dan vigor benih (Fageria 2009). Menurut Hardjowigeno (2003) boron membantu dalam pembentukan protein, perkembangan akar, pembentukan buah dan benih, serta metabolisme nitrogen dan karbohidrat pada tanaman. Pemilihan boron dalam penelitian ini juga didasari oleh penggunaan beberapa pupuk makro pada tanaman cendana tidak berpengaruh baik. Hasil penelitian Suriamihardja et al. (1993) dalam Surata (2007) penggunaan pupuk urea dosis (2 g/pohon, 4 g/pohon, dan 6 g/pohon) pada tanah grumosol tidak memberikan pengaruh baik terhadap pertumbuhan dan meningkatkan kematian bibit cendana. Menurut Surata (2007) penggunaan pupuk seperti urea, TSP, dan KCl menekan pertumbuhan cendana.
2 Tanaman memerlukan kondisi tanah yang subur untuk menunjang pertumbuhannya. Penambahan arang sekam ke tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah karena arang sekam mampu mengikat dan menyerap unsur hara. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehmann et al. (2006) yang menyatakan bahwa aplikasi pemberian arang ke tanah akan memberikan manfaat langsung terhadap peningkatan kesuburan tanah dan produksi tanaman. Menurut Komarayanti et al. (2003) dalam Supriyanto dan Fiona (2010) arang sekam berfungsi sebagai pengikat unsur hara ketika terjadi kelebihan dan penyerap unsur hara ketika kekurangan, unsur hara dilepas secara perlahan sesuai kebutuhan semai atau slow release. Hasil penelitian Heriyanto dan Siregar (2004) menunjukkan bahwa penambahan arang 10% ke dalam media tanam mampu meningkatkan pertambahan tinggi dan diameter anakan Acacia mangium. Hasil penelitian Supriyanto dan Fiona (2010) juga menunjukkan bahwa penambahan arang sekam sebanyak 5% (v/v) pada media tumbuh dapat menghasilkan pertumbuhan semai jabon terbaik. Cendana termasuk ke dalam slow growing spesies dan sifat perkecambahan benihnya relatif lamban yang disebabkan oleh ketebalan kulitnya (dormansi kulit). Dormansi kulit tersebut menghambat masuknya air secara imbibisi sehingga proses perkecambahannya membutuhkan waktu yang relatif lama atau lamban. Permasalahan lain yaitu cendana hidup secara semiparasit dengan membentuk houstoria karena sistem perakarannya yang sederhana. Pemanfaatan arang sekam diharapkan dapat meningkatkan porositas media untuk memperbaiki sistem perakarannya yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan bibit cendana. Berkaitan dengan masalah-masalah yang terjadi pada cendana maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai pengujian efektivitas boron dan arang sekam untuk mempercepat perkecambahan benih dan meningkatkan pertumbuhan semai cendana.
Perumusan Masalah Populasi pohon cendana cenderung menurun akibat tidak seimbangnya eksploitasi dan upaya pelestariannya, perkecambahan benihnya pun membutuhkan waktu yang cukup lama, dan cendana termasuk ke dalam slow growing tree spesies. Solusi untuk mempercepat perkecambahan benih dan meningkatkan pertumbuhan cendana perlu dilakukan sebagai salah satu usaha budidaya cendana secara generatif dengan menggunakan perendaman boron sebagai katalisator untuk mempercepat perkecambahan benih serta kombinasi boron dan arang sekam untuk meningkatkan pertumbuhan cendana. Hasil yang diharapkan dengan terserapnya boron cair ke dalam benih cendana mampu membantu dalam mengaktivasi hormon giberelin serta enzim α dan β amilase untuk mempercepat perkecambahan benih cendana. Boron berperan penting untuk pertumbuhan akar cendana dan arang sekam berfungsi untuk menyuburkan tanah dan meningkatkan porositas media tumbuh. Akar yang tumbuh dengan baik akan membantu penyerapan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dan banyak terkandung di dalam tanah yang subur. Kombinasi boron dan arang sekam diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan semai cendana.
3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini ada dua, yaitu: 1. Menguji efektivitas pemberian unsur boron pada berbagai konsentrasi dalam rangka mempercepat perkecambahan benih cendana. 2. Mempelajari pengaruh kombinasi boron dan arang sekam terhadap pertumbuhan semai cendana.
Manfaat Penelitian Penggunaan boron untuk mempercepat perkecambahan benih serta kombinasi boron dan arang sekam untuk meningkatkan pertumbuhan semai cendana dapat direkomendasikan untuk diterapkan sebagai salah satu teknologi benih dan pembibitan di bidang kehutanan dalam memperbanyak produksi bibit cendana yang berkualitas. Penggunaan boron diharapkan menjadi salah satu teknik untuk meningkatkan daya berkecambah cendana dan perakaran akar bibit cendana, sehingga luas bidang akar untuk menyerap air dan nutrisi menjadi lebih luas, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pertumbuhan semai maupun bibit cendana.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup aspek silvikultur cendana yang dititik beratkan pada perkecambahan dan pembibitan tanaman cendana dengan menggunakan benih yang berasal dari hutan rakyat di Kabupaten Sumba Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur dan induknya telah disertifikasi oleh Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Denpasar. Boron sebagai salah satu unsur mikro digunakan sebagai katalisator untuk mempercepat perkecambahan benih dan pertumbuhan akar cendana. Arang sekam diperoleh dari proses pembakaran tidak sempurna dari sekam padi, yang ditambahkan ke dalam media tanam yang berfungsi untuk menyuburkan tanah dan meningkatkan porositas media tumbuh. Pengujian perkecambahan benih cendana dilakukan di Propagation House sedangkan pengujian pertumbuhan semai cendana dilakukan di Shading House dengan kondisi yang terkontrol. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial masing-masing dua faktor yaitu boron dan lama waktu perendaman pada pengujian perkecambahan benih cendana serta boron dan arang sekam pada pengujian pertumbuhan semai cendana. Total benih yang ditabur sebanyak 1600 benih dan total semai yang disapih sebanyak 400 semai. Parameter yang diuji meliputi perkecambahan benih cendana yaitu daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KT), nilai perkecambahan (NP), dan laju perkecambahan (LP) serta pertumbuhan semai cendana yaitu tinggi semai, diameter semai, kekokohan semai (KS), berat kering pucuk (BKP), berat kering akar (BKA), panjang akar, jumlah akar sekunder, nisbah pucuk akar (NPA), berat kering total (BKT), dan indeks mutu bibit (IMB). Nilai IMB digunakan untuk pengambilan keputusan setelah analisis data.
4
TINJAUAN PUSTAKA Boron Unsur hara esensial adalah unsur hara yang sangat diperlukan oleh tanaman dan fungsinya dalam tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain. Unsur hara esensial ini dapat berasal dari udara, air, atau tanah (Hardjowigeno 2003). Menurut Cambell et al. (2000) unsur hara esensial ada 17 yaitu unsur makro (C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan unsur mikro (Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Ni, dan Cl). Boron termasuk ke dalam unsur mikro yang diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit oleh tanaman. Boron banyak tersedia pada pH 5–6. Boron termasuk unsur mikro jenis anion, diambil tanaman dalam bentuk anion terlarut seperti B3-. Lahan yang terlalu banyak mengandung kapur akan menghambat penyerapan unsur boron (Hardjowigeno 2003). Menurut Hanafiah (2010) boron juga dapat diserap dalam bentuk senyawa (HBO3). Fungsi Boron dan Akibat Kekurangan Unsur Boron Boron merupakan salah satu unsur hara esensial mikro yang dibutuhkan oleh tanaman untuk proses pertumbuhan dan produksi tanaman. Pertumbuhan, perkembangan, dan produksi suatu tanaman ditentukan oleh dua faktor utama yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang sangat menentukan lajunya pertumbuhan, perkembangan, dan produksi suatu tanaman adalah tersedianya unsur-unsur hara yang cukup di dalam tanah. Unsur boron mempunyai dua fungsi fisiologis utama yaitu membentuk ester dengan sukrosa sehingga sukrosa yang merupakan bentuk gula terlarut dalam tubuh tanaman lebih mudah diangkut dari tempat fotosintesis ke tempat pengisian buah dan boron juga memudahkan pengikatan molekul glukosa dan fruktosa menjadi selulosa untuk mempertebal dinding sel sehingga tanaman akan lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Jika tanaman kekurangan unsur boron maka dinding sel yang terbentuk sangat tipis, sel menjadi besar yang diikuti dengan penebalan suberin atau terbentuk ruang-ruang reksigen karena sel menjadi retak dan pecah akibat tidak terbentuk selulosa untuk mempertebal dinding sel. Pertumbuhan vegetatif akan terhambat karena boron berfungsi sebagai aktivator maupun inaktivator hormon auksin dalam pembelahan dan pembesaran sel serta laju proses fotosintesis akan menurun, hal ini disebabkan gula yang terbentuk dari karbohidrat hasil fotosintesis akan tertumpuk di daun (Wijaya 2009). Fungsi Boron bagi tanaman selain yang telah dijelaskan di atas, menurut hasil rangkuman Fageria dan Gheyi (1999) dalam Fageria (2009) dikelompokkan sebagai berikut: (1) boron adalah unsur penting yang diperlukan dalam proses pengecambahan dari pollen grains dan tabung pollen, (2) boron sangat diperlukan benih dan pembentukan dinding sel, (3) boron penting dalam pembentukan protein, (4) apabila kandungan boron rendah, sintesis dari sitokinin akan menurun, (5) boron dianggap penting dalam sintesis asam nukleid, (6) tanaman yang kurang persediaan boron menyebabkan NO3-N yang terkumpul di akar, daun, dan batang berkurang serta sintesis asam amino menurun, (7) boron menyalurkan perpindahan gula (siklus) pada tanaman, (8) boron mempermainkan peranan penting transportasi nutrisi yang dilakukan oleh membran tanaman, (9) boron mengurangi keguguran polong pada jenis legum, (10) boron mempengaruhi
5 peningkatan jumlah polong dalam setiap proses pembungaan pada jenis legum, (11) boron mempengaruhi perkembangan dan perpanjangan sel, (12) boron larut dalam metabolisme N dan P, (13) boron meningkatkan perkecambahan benih dan vigor benih, dan (14) boron sangat menyatu atau berasosiasi dengan pektin dinding sel dan karakteristik fisik dari pertumbuhan dinding sel berubah di bawah pengaruh penurunan boron. Unsur boron diperlukan tanaman bagi proses pertumbuhan dalam jumlah yang sedikit, namun jika unsur ini tidak tersedia bagi tanaman gejalanya cukup serius. Gejala tersebut dapat terjadi pada bagian daun dan buah. Daun-daun yang masih muda mengalami klorosis, secara setempat-setempat pada permukaan daun bagian bawah, yang selanjutnya menjalar ke bagian tepi daun. Jaringan-jaringan daun mati. Daun-daun baru yang masih kecil-kecil tidak dapat berkembang sehingga menyebabkan pertumbuhan selanjutnya menjadi kerdil, kuncup-kuncup yang mati berwarna hitam atau coklat. Buah akan mengalami penggabusan, sedangkan pada tanaman yang menghasilkan umbi, umbinya kecil-kecil yang kadang-kadang penuh dengan lubang-lubang kecil berwarna hitam, demikian pula pada bagian akar-akarnya (Setiawan 2010). Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa jenis-jenis pupuk unsur mikro masih belum banyak dikenal. Penggunaan jenis pupuk atau senyawa kimia sebagai pupuk mikro terutama unsur boron yaitu: borax (mengandung 10.6% B, berwarna putih, larut dalam air), asam borat (cairan H3BO3) dengan B 17%, dan solubor (dapat dilarutkan di air kemudian disemprotkan melalui daun, kadar B 20%). Menurut Wijaya (2009) saat ini pupuk boron yang beredar di pasaran adalah fitomik, pupuk borax (Na2BO4O10H2O), dan datolit (Ca(OH)2BOSiO4).
Arang Sekam Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85–95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi (Sembiring dan Sinaga 2003). Aplikasi pemberian arang ke tanah akan memberikan manfaat langsung terhadap peningkatan kesuburan tanah dan produksi tanaman (Lehmann et al. 2006). Arang dapat bertindak sebagai kondisioner tanah, meningkatkan pertumbuhan tanaman dan mempertahankan nutrisi serta meningkatkan sifat fisik tanah dan biologi (Glaser et al. 2002, Lehmann et al. 2003a, Lehmann dan Rondon 2005 dalam Lehmann et al. 2006). Menurut Heriyanto dan Siregar (2004) arang dapat merangsang aktivitas dan merupakan tempat berkembang biak mikroorganisme, arang juga mempunyai kemampuan untuk mengikat dan menyimpan hara tanah melalui porinya sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan. Salah satu penggunaan arang pada media tanam lainnya yaitu dengan penambahan arang sekam pada tanah, atau arang sekam sendiri dapat digunakan sebagai pengganti media tanam. Limbah tanaman padi yang berupa sekam seringkali menjadi masalah tersendiri bagi masyarakat, namun pada kenyataanya sekam yang sudah diproses lebih lanjut menjadi arang akan memiliki banyak manfaat untuk pemulihan lahan. Arang sekam sangat baik digunakan pada lahan pertanian untuk membantu menyuburkan tanah. Arang sekam berfungsi sebagai penyimpan sementara unsur hara dalam tanah sehingga tidak mudah tercuci oleh
6 air dan akan sangat mudah dilepaskan ketika dibutuhkan atau diambil oleh akar tanaman, sehingga dengan demikian arang sekam berfungsi seperti zeolit. Arang sekam bersifat porous, ringan, tidak kotor, dan cukup dapat menahan air. Penggunaan arang sekam cukup meluas dalam budidaya tanaman hias maupun sayuran terutama budidaya secara hidroponik (Maspary 2011). Cendana (Santalum album Linn.) Menurut Rudjiman (1987) dalam Suhaendi (2007) secara morfologis tanaman cendana memiliki ciri-ciri seperti berikut: pohon kecil sampai sedang, menggugurkan daun, dapat mencapai tinggi 20 m dan diameter 40 cm, tajuk ramping atau melebar, batang bulat agak berlekuk-lekuk, akar tanpa banir. Cendana memiliki daun tunggal, berhadapan, agak bersilangan, bertangkai daun, bentuk elips, tepi rata, ujung runcing tetapi kadang-kadang tumpul atau bulat. Pembungaan cendana terminal atau axiler, recimus paniculatus, bunga pedikel 3–5 cm, gundul, tabung perigonium berbentuk campanulatus, panjang 3 mm dan diameter ± 2 mm, memiliki 4 cuping perigonium, bentuk segitiga, tumpul pada bagian ujung, dan kedua permukaan gundul. Cendana memiliki buah batu dan bulat, waktu masak daging kulit buah berwarna hitam dan mempunyai lapisan eksokarp, mesokarp berdaging, endokarp keras dengan garis dari ujung ke pangkal. Pohon cendana mempunyai ciri-ciri arsitektur sebagai berikut: cabang dan batang monopodial, arthotropis (mengarah ke atas), pertumbuhan kontinyu. Perbuangaan di ujung dan atau di ketiak daun. Berdasarkan ciri-ciri ini, Rudjiman (1987) dalam Suhaendi (2007) menyimpulkan bahwa cendana termasuk model arsitektur ROUX. Klasifikasi Cendana Cendana yang tumbuh di NTT dikenal sebagai pohon asli daerah setempat yang mempunyai nama ilmiah Santalum album Linn. Pohon cendana di daerah asalnya dikenal dengan nama hau meni atau ai nitu (Pulau Timor) dan sendana dalam bahasan melayu. Cendana dikenal di dunia perdagangan dengan nama sandalwood. Spesies cendana di Indonesia hanya satu yaitu Santalum album. Klasifikasi cendana menurut Rudjiman (1987) dalam Suhaendi (2007) adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta (Magnoliophyta) Sub divisi : Angiospermae (Magnoliophytina) Kelas : Dicotylodonae Sub Kelas : Rosidae Ordo : Santales Famili : Santalaceae Genus : Santalum Spesies : S. album Persyaratan Tempat Tumbuh Cendana menyebar secara alami pada kondisi iklim yang kering. Spesies ini tumbuh pada daerah curah hujan rata-rata 625–1625 mm/tahun, tipe iklim D dan E menurut Schmidt dan Ferguson. Rata-rata suhu berkisar antara 10–35 oC pada siang hari. Kelembaban relatif pada musim kemarau 50–60%. Cendana
7 membutuhkan tanah subur, sarang, drainase baik, reaksi tanah alkalis solum tanah tipis dalam untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik. Cendana di NTT tumbuh di daerah batuan induk berkapur-vulkanis, tanah dangkal berbatu, tekstur tanah lempung, pH tanah netral-sedikit alkalis, kadar N sedang, P2O5 sedang sampai dengan tinggi, warna tanah merah-coklat, di tanah hitam atau putih pertumbuhan cendana kurang baik, jenis tanah pada umumnya litosol, red mediteran (Hamzah 1976). Spesies pohon ini tumbuh di Pulau Timor pada ketinggian tempat 0–1200 m dpl. Cendana secara alami tumbuh pada ketinggian tempat 400 m dpl dengan pertumbuhannya lebih baik (Surata 2006). Sifat Umum Benih Buah berbentuk bulat berwarna ungu kehitaman dengan benih keras yang dibalut daging buah. Buah cendana berdiameter sekitar satu cm bila telah masak berwarna ungu hingga hitam, dan berbenih tunggal. Kuncup bunga di India muncul pada bulan Maret sampai April dan buah masak pada musim dingin. Bunga cendana di Australia muncul pada bulan Desember sampai Januari dan bulan Juni sampai Agustus, dan buah masak antara bulan Juni sampai September. Pengunduhan dan pengumpulan benih yang baik diambil dari pohon yang telah berumur lebih dari 20 tahun (Dephut 2002). Di Pulau Timor, NTT musim bunga pertama terjadi pada bulan Mei sampai Juni dengan musim buah pada bulan September sampai Oktober, sedangkan musim bunga kedua jatuh pada bulan Desember sampai Januari dan musim berbuah jatuh pada bulan Maret sampai April, yang merupakan musim berbuah utama (BPK Kupang 1992).
Perkecambahan Perkecambahan benih adalah muncul dan berkembangnya kecambah sampai kecambah tersebut dapat berkembang menjadi semai sehat pada kondisi optimal dalam periode tertentu (Dephut 2002). Perkecambahan benih dapat dibagi menjadi dua yaitu benih berkecambah dan benih tidak berkecambah. Benih berkecambah dapat dibedakan menjadi dua yaitu kecambah normal dan abnormal. Kecambah normal adalah kecambah yang memiliki semua struktur kecambah penting yang berkembang baik, panjang kecambah harus paling tidak dua kali panjang benihnya, dan kecambah harus dalam keadaan sehat. Kecambah abnormal adalah kecambah yang tidak memperlihatkan potensi untuk berkembang menjadi kecambah normal, kriteria kecambah tidak normal antara lain: kecambah rusak, kecambah cacat atau tidak seimbang, kecambah busuk dan kecambah lambat. Benih yang tidak berkecambah adalah benih yang tidak berkecambah sampai akhir masa pengujian dan digolongkan menjadi benih keras, benih segar tidak tumbuh, benih mati, benih hampa, dan benih terserang hama (Dephut 2002). Menurut Cambell et al. (2000) perkecambahan benih bergantung pada imbibisi, penyerapan air akibat potensial air yang rendah pada biji yang kering. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan metabolik pada embrio yang menyebabkan biji tersebut melanjutkan pertumbuhan (a). Setelah benih mengimbibisi air, embrio membebaskan hormon yang disebut giberelin (GA) sebagai sinyal kepada aleuron, yaitu bagian tipis bagian luar endosperma (b).
8 Aleuron merespon dengan cara mensintesis dan mensekresikan enzim pencernaan yang menghidrolisis makanan yang tersimpan dalam endosperma, yang menghasilkan molekul kecil yang larut dalam air, contohnya adalah α dan β amilase, suatu enzim yang menghidrolisis pati (c). Gula dan zat-zat makanan lain yang diserap dari endosperma oleh skutelum (kotiledon) dikonsumsi dan dihabiskan selama pertumbuhan embrio menjadi sebuah bibit (d). Mobilisasi zatzat makanan pada benih selama proses perkecambahan tersaji pada Gambar 1.
Gambar 1 Mobilisasi zat-zat makanan pada benih selama proses perkecambahan Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan hasil perkembangan dari siklus kehidupan setiap tanaman dan berubah dalam bentuk volume dan massa (Oldeman 1990; Hopkins 1995) dalam Omon (2006). Menurut Zaede (1993) dalam Omon (2006) bahwa pertumbuhan tanaman merupakan hasil dua faktor yang berlawanan, yaitu faktor pertama merupakan hasil dari naiknya potensial biotik yang tidak terbatas dan kedua pertumbuhan merupakan hasil penyesuaian terhadap lingkungan dan umur (ekofisiologis). Pertumbuhan diawali dari pembelahan dan perbanyakan sel yang diikuti dengan pembentukan jaringan dan organ tanaman. Perubahan fungsi struktural menyebabkan setiap organ tanaman mewakili fungsi yang diadaptasikan dengan lingkungannya, misal perakaran akan berubah, arsitektur dan jumlahnya ketika berhadapan dengan media yang porous atau padat. Pertumbuhan dibagian atas tanah akan mengikuti arsitektur pohonnya yang disatukan oleh faktor genetik yaitu genetik dari setiap pohon.
METODE Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu benih tanaman cendana yang berasal dari Hutan Rakyat di Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dimana induknya telah disertifikasi Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Denpasar dan benih cabe (Capsicum frutescens) yang telah lulus uji mutu Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH). Bahan lainnya yang digunakan dalam penelitian ini yaitu asam borat (H3BO3) yang mengandung boron 11%, arang sekam, pasir, tanah latosol, dan air.
9 Alat Peralatan yang digunakan dalam membantu pelaksanaan penelitian yaitu bak tabur berukuran 40 cm x 25 cm x 10 cm, kantong polibag dengan ukuran 20 cm x 20 cm, alat sangrai, traktor pick-up, kaliper, dan mistar ukur. Alat-alat lainnya yang juga diperlukan dalam penelitian yaitu plastik ukuran 1 kg, gunting, timbangan digital, timbangan 60 kg, alat penyiram (gembor/sprayer), oven, gelas ukur, alat pelarut zat kimia (magnetic stirrer), kertas koran, spidol permanen, label, kamera digital, dan alat tulis.
Prosedur Percobaan Prosedur penelitian “Pengaruh Boron dan Perendaman terhadap Perkecambahan Benih dan Arang Sekam terhadap Pertumbuhan Bibit Cendana (Santalum album Linn.)” meliputi seleksi benih, pembuatan media tabur, penaburan benih, pembuatan media sapih dan penyapihan kecambah cendana, pemberian pupuk boron, pemeliharaan, serta pengamatan dan pengambilan data. Pelaksanaan dan penjelasan dari prosedur penelitian ini sebagai berikut: Seleksi Benih Seleksi benih dilakukan dengan cara memisahkan terlebih dahulu benih dari kotoran yang terbawa benih serta benih yang rusak, kurang, dan tidak bagus. Benih dipilih yang berwarna cokelat dan padat, berbentuk bulat, dan tidak keriput. (Surata 2006). Kondisi benih sebelum, sesudah diseleksi, dan diberi perlakuan awal dapat dilihat pada Gambar 2. A
B
C
Gambar 2 Seleksi dan perlakuan awal benih cendana; A) benih cendana sebelum diseleksi, B) setelah diseleksi, dan C) yang diberi perlakuan awal
10 Pembuatan Media Tabur Pembuatan media tabur dilakukan dengan menggunakan bahan campuran antara pasir dan arang sekam dengan perbandingan 3:1 (v/v), pasir disaring terlebih dahulu supaya diperoleh butiran pasir yang halus dan terbebas dari kotoran yang terbawa pasir. Pasir disterilkan terlebih dahulu dengan cara disangrai selama kurang lebih empat jam untuk mencegah terjadinya serangan hama dan penyakit yang terbawa oleh media. Pasir yang telah disangrai kemudian dimasukkan ke dalam bak tabur berukuran 40 cm x 25 cm x 10 cm yang sebelumnya telah dicuci bersih dengan menggunakan air sabun dan dicampur dengan arang sekam. Arang sekam yang digunakan berasal dari proses pembakaran tidak sempurna sekam padi. Pasir yang sedang disangrai, pencucian bak tabur, dan media tabur yang siap digunakan tersaji pada Gambar 3. A
B
C
Gambar 3 Persiapan dan pembuatan media tabur untuk perkecambahan benih cendana; A) pasir yang sedang disangrai, B) pencucian bak tabur, dan C) media tabur Penaburan Benih Benih cendana yang sudah diseleksi, diberi perlakuan perendaman dengan asam borat yang sudah dilarutkan dalam air dengan kandungan boron sebesar 11%. Boron ditimbang masing-masing 0 g, 0.2 g, 0.4 g, dan 0.6 g dengan menggunakan timbangan digital untuk masing-masing konsentrasi yaitu 0 ppm, 200 ppm, 400 ppm, dan 600 ppm. Penggunaan konsentrasi 200 ppm, 400 ppm, dan 600 ppm diacu dari penelitian Munir (2000). Benih cendana kemudian direndam dengan waktu 3 jam, 6 jam, 12 jam, dan 24 jam. Benih cendana ditaburkan ke media tabur. Benih cendana ditaburkan pada media tabur dengan teknik menabur dalam larikan dan dikecambahkan pada bak yang berisi media tabur. Benih cendana yang sudah ditabur selanjutnya ditutup dengan lapisan pasir
11 tipis namun menutupi seluruh benih. Bak kecambah disiram air secukupnya dengan menggunakan sprayer atau gembor agar kelembaban media perakaran terjaga, kemudian ditutup dengan plastik putih transparan. Proses penaburan benih cendana hingga bak tabur yang telah ditutup dengan menggunakan plastik putih transparan dapat dilihat pada Gambar 4. A
B
C
Gambar 4 Proses penaburan benih cendana; A) penaburan benih, B) penutupan benih dengan lapisan tipis pasir setelah selesai penaburan, dan C) bak tabur yang telah ditutup plastik putih transparan Pembuatan Media Sapih dan Penyapihan Kecambah Cendana Media sapih yang digunakan adalah tanah latosol yang diperoleh dari belakang areal kantor Rumpin Seed and Nursery Center (RSSNC) dan pasir. Tanah latosol dan pasir disebut sebagai media dasar dengan perbandingan 3:1 (v/v) dan untuk perlakuan digunakan arang sekam serta boron. Konsentrasi pemberian arang sekam ke dalam media diberikan sebanyak 0%, 2.5%, 5%, 7.5%, dan 10% dihitung berdasarkan berat isi dalam wadah (w/w). Menurut Heriyanto dan Siregar (2004) penambahan arang 10% ke dalam media tanam mampu meningkatkan pertambahan tinggi dan diameter anakan akasia mangium. Konsentrasi boron yang diberikan dalam penelitian ini yaitu 0 ppm, 200 ppm, 400 ppm, dan 600 ppm. Menurut hasil penelitian Munir (2000) konsentrasi boron 400 ppm menghasilkan mutu bibit sengon terbaik. Boron diberikan sebagai pupuk mikro cair pada tanaman. Media sapih selanjutnya dimasukkan ke dalam polibag berukuran 20 cm x 20 cm. Kecambah cendana yang telah memiliki dua sampai dengan empat helai daun dapat dipindahkan ke media sapih (polibag). Proses persiapan media sapih hingga penyapihan dapat dilihat pada Gambar 5.
12 A
B
C
D
E
F
Gambar 5 Pembuatan media sapih dan penyapihan cendana; A) proses pencampuran tanah latosol dan pasir (media dasar), B) proses pencampuran media dasar dan arang sekam, C) media sapih, D) dan E) penyapihan, dan F) selesai penyapihan Pemberian Pupuk Boron Konsentrasi garam organik hara mikro yaitu boron pada asam borat (H3BO3) sebesar 11%. Pemberian pupuk boron tersebut dilakukan dengan membuat larutan dengan masing-masing konsentrasi 0 ppm, 200 ppm, 400 ppm, dan 600 ppm, dengan cara menimbang asam borat (H3BO3) masing-masing 0 g, 0.2 g, 0.4 g, dan 0.6 g, kemudian masing-masing hasil timbangan boron dilarutkan dalam satu liter air. Pupuk boron diberikan sebanyak empat kali yaitu dua kali pada bulan pertama, selanjutnya diberikan setiap satu bulan sekali. Pemberian pupuk dilakukan selama tiga bulan setelah disapih atau dipindahkan ke dalam polibag. Dosis pemberian pupuk boron adalah 10 ml/semai setiap kali pemupukan. Proses pembuatan pupuk dan pemberian pupuk boron cair dapat dilihat pada Gambar 6.
13 A
B
C
Gambar 6 Proses pembuatan pupuk boron cair dan pemupukan: A) proses memasukkan serbuk asam borat ke dalam air; B) proses pelarutan asam borat dan air dengan menggunakan magnetic stirer; dan C) pemberian pupuk boron cair Pemeliharaan Pemeliharaan terdiri dari kegiatan penyiraman, pengendalian hama, dan pengendalian fungi. Kegiatan penyiraman air dilakukan secara rutin sebanyak dua kali setiap pagi dan sore hari dan disesuaikan dengan kondisi kelembaban media. Kegiatan pengendalian hama dilakukan dengan menyemprotkan insektisida langsung ke tanaman yang terserang hama dan dilakukan pula cara manual yaitu mematikan langsung hama yang meyerang semai, mencabut langsung gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan semai cendana, dan melakukan pemangkasan pada cabang inang atau mengurangi jumlah daunnya supaya tidak mengganggu pertumbuhan semai cendana. Kegiatan pengendalian fungi dilakukan dengan menyemprotkan fungisida pada seluruh semai dan media yang terserang fungi. Pengamatan dan Pengambilan Data Parameter-parameter yang diamati dalam penelitian ini ada 14 parameter. Parameter tersebut meliputi: daya kecambah (DB), kecepatan tumbuh (KT), nilai perkecambahan (NP), laju perkecambahan (LP), tinggi semai, diameter semai, kekokohan semai (KS), pengukuran berat kering pucuk semai (BKP), pengamatan akar (panjang akar, berat kering akar (BKA), dan jumlah akar sekunder), nisbah pucuk akar (NPA), berat kering total, dan perhitungan Indeks Mutu Bibit (IMB). Daya Berkecambah (DB) Daya kecambah merupakan kemampuan benih untuk tumbuh dan berkembang menjadi kecambah normal yang akan tercapai secara maksimal apabila sudah mencapai masak fisiologis (Copeland 1972 dalam Atmoko 2010).
14 Menurut Bramasto et al. (2002) daya berkecambah diukur dalam presentase kecambah normal terhadap jumlah benih yang ditanam atau dihitung dengan rumus sebagai berikut. Jumlah benih yang berkecambah normal Daya berkecambah = x 100% Jumlah benih yang ditanam Kecepatan Tumbuh (KT) Menurut Sutopo (2002), secara umum vigor atau uji kekuatan tumbuh diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang suboptimal, ada kemungkinan benih memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi semai normal meskipun keadaan biofisik lapangan produksi suboptimum. Kekuatan tumbuh atau vigor benih dapat diungkapkan oleh tiga parameter salah satunya parameter kecepatan tumbuh (KT) benih (Sadjad et al. 1999). Kecepatan tumbuh benih dihitung dengan menggunakan rumus 80% dikalikan dengan jumlah benih yang berkecambah selama 12 minggu setelah tabur (12 MSTb). Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali, sehingga satuan kecepatan tumbuh benih pada penelitian ini adalah %/minggu. Nilai Perkecambahan (NP) Nilai perkecambahan merupakan indeks yang menyatakan kecepatan dan kesempurnaan benih untuk berkecambah. Nilai perkecambahan benih dapat dihitung berdasarkan rumus Czabator (1962) dalam Bramasto et al. (2002) sebagai berikut. GV (%) = PV x MDG % Perkecambahan tertinggi PV =
x 100% Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapainya % Perkecambahan pada akhir pengamatan
MDG =
x 100% Jumlah hari uji seluruhnya
Keterangan: GV (germination value) = nilai perkecambahan PV(peak value) = nilai puncak MDG (mean daily germination) = rata-rata perkecambahan harian Laju Perkecambahan (LP) Laju perkecambahan adalah jumlah hari yang diperlukan benih untuk pemunculan radikel atau plumula. Laju perkecambahan benih dapat dihitung berdasarkan rumus (Bramasto et al. 2002). N1 T1 + N2 T2 + ... + Nx Tx Rata-rata hari = Jumlah total benih yang berkecambah Keterangan: N T
= jumlah benih yang berkecambah pada satuan waktu tertentu = menunjukkan jumlah waktu antara awal pengujian dengan akhir dari interval tertentu suatu pengamatan
15 Tinggi Semai Pengukuran tinggi semai cendana dilakukan selama tiga bulan setelah penyapihan, dengan interval waktu pengamatan seminggu sekali. Tinggi semai cendana diukur dari titik penandaan batang 1.5 cm di atas permukaan media tanam dengan menggunakan spidol permanen sampai titik tumbuh tunas muda dengan menggunakan mistar ukur. Pertumbuhan tinggi semai cendana dihitung dengan cara tinggi akhir dikurangi dengan tinggi awal. Nilai tinggi semai cendana dinyatakan dalam satuan cm. Diameter Semai Pengukuran diameter dilakukan setiap satu minggu sekali selama tiga bulan. Pengukuran diameter dilakukan pada titik 1.5 cm di atas permukaan media tanam dengan menggunakan kaliper. Laju pertumbuhan diameter dihitung dengan mengurangi diameter akhir dengan diameter awal semai. Nilai diameter semai dinyatakan dalam satuan mm. Kekokohan Semai (KS) Kekokohan semai merupakan nilai perbandingan antara tinggi dengan diameter semai. Nilai kekokohan semai dihitung dengan menggunakan rumus: Tinggi semai (cm) Kekokohan semai (KS) = Diameter semai (mm) Pengukuran Berat Kering Pucuk (BKP) Pengukuran berat kering pucuk semai dilakukan setelah semai dipanen (12 MSTn). Bagian pucuk semai kemudian dibungkus dengan menggunakan kertas koran dan diturunkan kadar airnya pada suhu 70 oC dalam waktu 72 jam, selanjutnya berat kering pucuk semai ditimbang. Nilai berat kering pucuk dinyatakan dalam satuan gram (g). Pengamatan Akar Kegiatan pengamatan akar dilakukan pada bibit yang berusia tiga bulan setelah penyapihan. Pengamatan arsitektur akar meliputi menghitung jumlah akar sekunder, pengukuran panjang akar, dan berat kering akar (BKA). Semai yang diberi perlakuan boron dibandingkan dengan semai kontrol (tanpa boron). Nisbah Pucuk Akar (NPA) Nisbah pucuk akar (NPA) menggambarkan perbandingan antara berat kering bagian pucuk dengan bagian akar bibit yang dilakukan pada akhir pengamatan. Nisbah pucuk akar diperoleh dengan rumus sebagai berikut. Berat kering bagian pucuk (g) NPA = Berat kering bagian akar (g)
16 Berat Kering Total (BKT) Pengukuran berat kering total semai dilakukan setelah semai dipanen atau ketika tiga bulan disapih dalam polibag. Semai dipisahkan antara bagian akar dengan pucuknya kemudian dibungkus dengan menggunakan kertas koran dan diturunkan kadar airnya pada suhu 70 oC selama 72 jam, selanjutnya berat kering pucuk dan akar semai ditimbang. Nilai berat kering total diperoleh dari penjumlahan berat kering pucuk dan akar yang dinyatakan dalam satuan gram (g). Perhitungan Indeks Mutu Bibit (IMB) Indeks mutu bibit dapat dihitung berdasarkan parameter penduga kunci penentu pertumbuhan semai dengan cara scoring. Parameter penduga kunci penentu pertumbuhan semai di antaranya parameter tinggi, diameter, dan berat kering total (BKT) semai (Supriyanto dan Fiona 2010).
Analisis Data Perkecambahan Perkecambahan benih cendana diamati selama 12 minggu setelah tabur (12 MSTb). Rancangan percobaan yang digunakan untuk pengujian perkecambahan benih cendana adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, dengan dua faktor yaitu faktor konsentrasi boron (B) dengan empat taraf dan faktor lama waktu perendaman (W) dengan empat taraf. Jumlah ulangan sebanyak empat, tiap ulangan terdiri dari 25 benih. Total benih yang dibutuhkan untuk pengujian perkecambahan sebanyak 1600 benih. Faktor percobaan tersebut sebagai berikut: Faktor konsentrasi boron dalam ppm (B) B0 = boron 0 ppm B1 = boron 200 ppm B2 = boron 400 ppm B3 = boron 600 ppm Faktor lama waktu perendaman dalam jam (W) W1 = 3 jam W2 = 6 jam W3 = 12 jam W4 = 24 jam Menurut Matjik dan Sumertajaya (2002) model linier aditif yang secara umum digunakan pada rancangan percobaan acak lengkap dua faktor adalah sebagai berikut: Yijk Yijk µ αi βj (αβ)ij
= µ + αi + βj +(αβ)ij + εijk
= respon/nilai pengamatan pada faktor konsentrasi boron ke-i, faktor lama waktu perendaman ke-j, pada ulangan ke-k = nilai rata-rata umum = pengaruh utama faktor konsentrasi boron taraf ke-i = pengaruh utama faktor lama waktu perendaman taraf ke-j = pengaruh faktor interaksi percobaan faktor konsentrasi boron taraf ke-i dan faktor lama waktu perendaman taraf ke-j
17 εijk
= pengaruh kesalahan percobaan yang disebabkan oleh taraf ke-i faktor konsentrasi boron dengan taraf ke-j faktor lama waktu perendaman pada ulangan ke-k untuk i = 0, 1, 2, 3 j = 0, 1, 2, 3 k = 1, 2, 3, 4 Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam uji F untuk mengetahui nilai Fhitung (Sugandi dan Sugiarto 1994). Sidik ragam dapat disebut juga dengan ANOVA. ANOVA adalah suatu metode analisis data pada suatu eksperimen atau observasi dari kelompok sampel lebih dari dua untuk menyimpulkan variasi yang terjadi pada objek (Siregar 2004). Nilai Fhitung digunakan untuk pengujian perlakuan dengan kriteria uji F sebagai berikut: 1. Jika Fhitung ≥ Ftabel, maka tolak H0 2. Jika Fhitung < Ftabel, maka terima H0 Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) bentuk hipotesis yang diuji dalam rancangan acak lengkap dua faktor adalah sebagai berikut: 1. Pengaruh utama faktor konsentrasi boron: H0 : α1 =…= αa = 0 (Faktor konsentrasi boron tidak berpengaruh). H1 : paling sedikit ada satu i dengan αi ≠ 0 2. Pengaruh utama faktor lama waktu perendaman: H0 : β1 =…= βb = 0 (Faktor lama waktu perendaman tidak berpengaruh). H1 : paling sedikit ada satu j dengan βj ≠ 0 3. Pengaruh interaksi faktor konsentrasi boron dengan faktor lama waktu perendaman: H0 : (αβ)11 = (αβ)12 = …= (βα)ab = 0 (Interaksi faktor konsentrasi boron dan faktor lama waktu perendaman tidak berpengaruh) H1 : paling sedikit ada sepasang (i, j) dengan (αβ)ij ≠ 0 Hasil sidik ragam yang menunjukkan pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test/DMRT) pada taraf 5%. DMRT digunakan untuk menentukan variabel mana yang memiliki perbedaan cukup berarti terhadap variabel lainnya (Siregar 2004). Pengolahan dan analisis data hasil penelitian menggunakan software Microsoft Office Excel 2007, SPSS 16, dan SAS 9.0. Pertumbuhan Pertumbuhan semai cendana diamati selama 12 minggu setelah tanam (12 MSTn). Rancangan percobaan yang digunakan untuk pengujian pertumbuhan cendana adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, dengan dua faktor yaitu faktor penggunaan komposisi penambahan arang (A) dengan lima taraf dan faktor konsentrasi pupuk boron (B) dengan empat taraf. Jumlah ulangan sebanyak lima kali, tiap ulangan terdiri dari empat bibit. Total semai yang dibutuhkan untuk pengujian pertumbuhan cendana sebanyak 400 semai. Faktor percobaan tersebut sebagai berikut: Faktor konsentrasi arang dalam % w/w (A) A0 = penambahan arang 0% A1 = penambahan arang 2.5% A2 = penambahan arang 5% A3 = penambahan arang 7.5% A4 = penambahan arang 10%
18 Faktor konsentrasi pupuk boron dalam ppm (B) B0 = pupuk boron 0 ppm B1 = pupuk boron 200 ppm B2 = pupuk boron 400 ppm B3 = pupuk boron 600 ppm Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) model linier aditif yang secara umum digunakan pada rancangan percobaan acak lengkap dua faktor adalah sebagai berikut: Yijk Yijk
= µ + αi + βj +(αβ)ij + εijk
= respon/nilai pengamatan pada faktor penambahan arang sekam ke-i faktor pupuk boron ke-j, pada ulangan ke-k µ = nilai rata-rata umum αi = pengaruh utama faktor penambahan arang taraf ke-i βj = pengaruh utama faktor pupuk boron taraf ke-j (αβ)ij = pengaruh faktor interaksi percobaan faktor penambahan arang taraf ke-i dan faktor pupuk boron taraf ke-j εijk = pengaruh kesalahan percobaan yang disebabkan oleh taraf ke-i faktor penambahan arang sekam dengan taraf ke-j faktor pupuk boron pada ulangan ke-k untuk i = 0, 1, 2, 3, 4 j = 0, 1, 2, 3 k = 1, 2, 3, 4, 5 Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam uji F untuk mengetahui nilai Fhitung (Sugandi dan Sugiarto 1994). Sidik ragam dapat disebut juga dengan ANOVA. ANOVA adalah suatu metode analisis data pada suatu eksperimen atau observasi dari kelompok sampel lebih dari dua untuk menyimpulkan variasi yang terjadi pada objek (Siregar 2004). Nilai Fhitung digunakan untuk pengujian perlakuan dengan kriteria uji F sebagai berikut: 3. Jika Fhitung ≥ Ftabel, maka tolak H0 4. Jika Fhitung < Ftabel, maka terima H0 Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) bentuk hipotesis yang diuji dalam rancangan rancangan acak lengkap dua faktor adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh utama faktor A: H0 : α1 =…= αa = 0 (Faktor konsentrasi arang sekam tidak berpengaruh). H1 : paling sedikit ada satu i dengan αi ≠ 0 2. Pengaruh utama faktor B: H0 : β1 =…= βb = 0 (Faktor konsentrasi boron tidak berpengaruh). H1 : paling sedikit ada satu j dengan βj ≠ 0 3. Pengaruh interaksi faktor A dengan faktor B: H0 : (αβ)11 = (αβ)12 = …= (βα)ab = 0 (Interaksi faktor konsentrasi arang sekam dan faktor konsentrasi boron tidak berpengaruh) H1 : paling sedikit ada sepasang (i, j) dengan (αβ)ij ≠ 0 Hasil sidik ragam yang menunjukkan pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test/DMRT) pada taraf 5%. DMRT digunakan untuk menentukan variabel mana yang memiliki perbedaan cukup berarti terhadap variabel lainnya (Siregar 2004). Pengolahan dan analisis data hasil penelitian menggunakan software Microsoft Office Excel 2007, SPSS 16, dan SAS 9.0.
19
HASIL Kondisi Umum Lokasi Penelitian Penelitian dengan judul “Pengaruh Boron dan Perendaman terhadap Perkecambahan dan Pengaruh Arang Sekam dan Boron terhadap Pertumbuhan Bibit Cendana (Santalum album Linn.)” dilaksanakan pada 30 April-5 Oktober 2012. Penelitian dilakukan di Pusat Sumber Benih dan Pembibitan Semai Hutan Rumpin (Rumpin Seed Sources and Nursery Center) RSSNC yang berada pada ketinggian ± 140 m dpl. Kondisi tanah di wilayah Rumpin umumnya tanah latosol, yang telah mengalami pelapukan intensif dan berlanjut dengan ciri morfologi teksturnya lempung, struktur tanahnya remah, dan konsistensinya gembur. Sifat-sifat dominan dari tanah latosol yaitu kadar liat lebih dari 60%, remah sampai gumpal, warna tanah seragam dengan batas-batas horison yang kabur, solum dalam (lebih dari 150 cm), kejenuhan basa kurang dari 50%, dan umumnya mempunyai epipedon umbrik. Nilai pH masam hingga agak masam (pH berkisar antara 4.5–5). Warna tanah umumnya merah, coklat hingga kuning. Kandungan hara rendah hingga sedang, semakin merah tanah semakin miskin hara tanah (Dephut 2009). Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah latosol merah yang diambil di belakang kantor RSSNC, struktur remah hingga gumpal, dan memiliki pH KCl rata-rata sebesar 4.04 dan pH H2O rata-rata sebesar 5.10. Hasil pengukuran suhu di propagation house lokasi pengujian perkecambahan benih cendana pada kondisi cuaca cerah tercatat rata-rata berkisar antara 25.4–35.8 °C dengan kelembaban udara rata-rata berkisar antara 39–84% dan hasil pengukuran suhu di shading house lokasi pengujian pertumbuhan semai cedana pada kondisi cuaca cerah tercatat rata-rata berkisar antara 25.7–37.9 °C dengan kelembaban udara rata-rata berkisar antara 38–81%.
Analisis Tanah Analisis tanah terutama kandungan boron tersedia di dalam tanah dilakukan untuk mengetahui pengaruh boron dan kaitannya dengan arang sekam dalam penelitian ini. Tanah yang dianalisis adalah tanah yang telah digunakan pada pertumbuhan semai cendana (12 MSTn). Analisis boron tersedia dilakukan di Laboratorium Services SEAMEO BIOTROP dan hasilnya tersaji pada Tabel 1. Hasil analisis boron tersedia dalam tanah (Tabel 1) menunjukkan bahwa sampel tanah kontrol yang digunakan memiliki kandungan boron tersedia rata-rata secara alami sebesar 1.20 ppm. Penambahan unsur boron ke dalam tanah yang dicampur dengan arang sekam (2.5% (A1), 5% (A2), 7.5% (A3), dan 10% (A4)) menyebabkan konsentrasi boron tersedia rata-rata dalam tanah semakin meningkat dari 0.88 ppm menjadi 1.38 ppm, 1.56 ppm, dan 3.36 ppm. Penambahan arang sekam pada berbagai perlakuan mampu menurunkan nilai rata-rata ketersediaan unsur boron berlebih di dalam tanah yaitu dari 2.23 ppm menjadi 1.93 ppm, 1.28 ppm, 1.45 ppm, dan 2.10 ppm. Diduga boron diikat oleh silika yang terdapat pada arang sekam.
20 Tabel 1 Hasil analisis boron tersedia pada berbagai media sapih Perlakuan A0 A1 A2 A3 A4 Rata-rata (ppm)
Boron tersedia (ppm) dengan metoda Morgan Wolf-Azomethine B0 B1 B2 B3 1.20 2.00 2.50 3.20 0.70 1.20 1.40 4.40 0.70 1.20 0.80 2.40 0.80 0.90 1.80 2.30 1.00 1.60 1.30 4.50 0.88 1.38 1.56 3.36
Rata-rata (ppm) 2.23 1.90 1.28 1.45 2.10
Perkecambahan Benih terdiri dari tiga bagian yaitu dormansi embrio, jaringan penyimpan makanan (endosperma), dan kulit benih (Ross dan Koning 1994). Hal tersebut juga nampak pada Gambar 7 mengenai penampang benih cendana. Menurut Cambell et al. (2000) perkecambahan benih bergantung pada imbibisi, penyerapan air akibat potensial air yang rendah pada biji yang kering. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan metabolik pada embrio yang menyebabkan biji tersebut melanjutkan pertumbuhan. Setelah benih mengimbibisi air, embrio membebaskan hormon yang disebut giberelin (GA) sebagai sinyal kepada aleuron, yaitu bagian tipis bagian luar endosperma. Aleuron merespon dengan cara mensintesis dan mensekresikan enzim pencernaan yang menghidrolisis makanan yang tersimpan dalam endosperma, yang menghasilkan molekul kecil yang larut dalam air. Salah satu contohnya adalah α amilase, suatu enzim yang menghidrolisis pati. Gula dan zat-zat makanan lain yang diserap dari endosperma oleh skutelum (kotiledon) dikonsumsi dan dihabiskan selama pertumbuhan embrio menjadi sebuah bibit. Proses perkecambahan benih cendana tersaji pada Gambar 8. Endosperma
Endosperma
Kulit benih
Embrio
Gambar 7 Penampang benih cendana
1 minggu
1 minggu
1 minggu 2 minggu
3 minggu
Gambar 8 Proses perkecambahan benih cendana
4 minggu
21 Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan konsentrasi boron, lama waktu perendaman, dan interaksi keduanya terhadap parameter perkecambahan benih cendana F-Hitung Boron (B) Waktu perendaman (W) Daya berkecambah (DB) 1.32tn 4.08* Nilai perkecambahan (NP) 1.90tn 4.25** Laju perkecambahan (LP) 1.12tn 3.06* tn Tidak berbeda nyata; *Berbeda nyata pada taraf uji 5%; **Berbeda sangat nyata 1% Parameter perkecambahan
BXW 6.56** 4.43** 0.31tn pada taraf uji
Pengamatan perkecambahan benih cendana dilakukan selama 12 minggu setelah tabur (MSTb). Parameter yang diamati pada penelitian perkecambahan benih cendana adalah daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KT), nilai perkecambahan (NP), dan laju perkecambahan (LP). Pengaruh pemberian boron, lama waktu perendaman, dan interaksi keduanya dapat diketahui melalui sidik ragam. Rekapitulasi sidik ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa perlakuan lama waktu perendaman memberikan pengaruh nyata pada parameter daya berkecambah dan laju perkecambahan, serta pengaruh yang sangat nyata pada parameter nilai perkecambahan. Perlakuan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata pada parameter daya berkecambah dan nilai perkecambahan. Daya Berkecambah (DB) Daya berkecambah merupakan kemampuan benih untuk berkecambah normal pada kondisi yang optimum, atau dapat disebut persentase kecambah normal terhadap jumlah benih yang ditanam. Nilai persentase tersebut selanjutnya ditransformasikan ke dalam rumus arcsin (% X) 1/2. Daya berkecambah tertinggi diperoleh pada benih cendana yang direndam selama 24 jam yaitu sebesar 46.61% atau meningkat 16.12% dibandingkan dengan kontrol (3 jam) dengan daya berkecambah 40.14% (Tabel 3). Tabel 3 menunjukkan kecenderungan bahwa semakin lama waktu perendaman akan berpengaruh semakin baik terhadap daya berkecambah benih cendana. Hal ini dikarenakan proses imbibisi dapat berjalan dengan baik. Tabel 3 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan lama waktu perendaman terhadap daya berkecambah (DB) benih cendana Lama waktu perendaman (jam) Daya berkecambah (%) Peningkatan (%) 3 40.14b* 6 41.24b 2.74 12 43.43ab 8.20 24 46.61a 16.12 *Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
Hasil uji Duncan Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan interaksi B0W4 dan B2W4 menghasilkan daya berkecambah tertinggi yaitu 52.10% dan 50.87% atau meningkat sebesar 63.12% dan 59.27% dibandingkan dengan B0W1 (kontrol) dengan daya berkecambah sebesar 31.94%. Hal ini berarti perendaman
22 benih tanpa boron hanya dapat dilakukan pada lama waktu perendaman 12 dan 24 jam dengan peningkatan sebesar 50.19–63.12%. Perendaman benih dengan menggunakan boron yang dilakukan pada berbagai waktu perendaman dapat meningkatkan daya berkecambah sebesar 19.04–59.27%. Tabel 4 Hasil uji Duncan pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi boron dan lama waktu perendaman terhadap daya berkecambah (DB) benih cendana BxW Daya berkecambah (%) Peningkatan (%) B0W1 31.94de B0W2 30.48e** - 4.57 B0W3 47.97ab 50.19 B0W4 52.10a 63.12 B1W1 39.77bcd 24.51 B1W2 46.73abc 46.31 B1W3 39.80bcd 24.61 B1W4 44.95abc 40.73 B2W1 47.87ab 49.87 B2W2 40.96bcd 28.24 B2W3 38.02cde 19.04 B2W4 50.87a 59.27 B3W1 40.96bcd 28.24 B3W2 46.77abc 46.43 B3W3 38.52ab 20.60 B3W4 47.92bcde 50.03 **Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 1%; B : konsentrasi boron, W : lama waktu perendaman
Kecepatan Tumbuh (KT) Persentase perkecambahan cendana relatif kecil dan membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai persentase perkecambahan 80%. Kecepatan tumbuh dihitung dengan menggunakan rumus kumulatif persentase perkecambahan persatuan waktu pengamatan dikalikan dengan 80%. Batas 80% merupakan batas normal perkecambahan, benih yang berkecambah di atas 80% dapat dikatakan benih yang perkecambahannya kurang normal dan biasanya jika ditanam di lapangan akan cepat mati. Perlakuan konsentrasi boron, lama waktu perendaman, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh terhadap parameter kecepatan tumbuh benih cendana yang diamati. Tabel 5 Hasil analisis pengaruh perlakuan konsentrasi boron dan arang sekam terhadap kecepatan tumbuh (KT) benih cendana Perlakuan Kecepatan tumbuh (%/minggu) B0 (0 ppm) 34.60 B1 (200 ppm) 41.00 B2 (400 ppm) 42.00 B3 (600 ppm) 40.00 W1 (3 jam) 36.60 W2 (6 jam) 37.40 W3 (12 jam) 39.60 W4 (24 jam) 44.00 B : konsentrasi boron, W : lama waktu perendaman
Peningkatan (%) 18.50 21.39 15.61 2.19 8.20 20.22
23 Hasil analisis kecepatan tumbuh benih cendana menunjukkan bahwa faktor tunggal boron dan lama waktu perendaman memberikan pengaruh peningkatan terhadap parameter kecepatan tumbuh benih cendana Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian boron terbaik terdapat pada konsentrasi 400 ppm (B2) dengan kecepatan tumbuh 42.00%/minggu atau meningkat sebesar 21.39% dibandingkan dengan kontrol (tanpa boron) yang memiliki kecepatan tumbuh 34.60%/minggu. Lama waktu perendaman terbaik pada 24 jam (W4) dengan kecepatan tumbuh 44.00%/minggu atau meningkat sebesar 20.22% dibandingkan dengan kontrol (perendaman selama 3 jam) yang memiliki kecepatan tumbuh 36.60%/minggu. Tabel 6
Hasil analisis pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi boron dan lama waktu perendaman terhadap kecepatan tumbuh (KT) benih cendana
Kecepatan tumbuh Dapat dicapai pada (%/minggu) minggu keB0W1 24.00 11 B0W2 20.80 9 B0W3 44.00 10 B0W4 49.60 10 B1W1 37.60 10 B1W2 48.00 9 B1W3 36.80 10 B1W4 41.60 10 B2W1 48.80 11 B2W2 35.20 9 B2W3 32.80 9 B2W4 51.20 10 B3W1 36.00 10 B3W2 45.60 10 B3W3 44.80 11 B3W4 33.60 9 B : konsentrasi boron, W : lama waktu perendaman Interaksi
Penurunan/Peningkatan (%) -13.33 83.33 106.67 56.67 100.00 53.33 73.33 103.33 46.67 36.67 113.33 50.00 90.00 86.67 40.00
Perlakuan interaksi konsentrasi boron dan lama waktu perendaman berpengaruh terhadap kecepatan tumbuh benih cendana. Perlakuan interaksi terbaik terdapat pada interaksi B2W4 diikuti dengan perlakuan B0W4, B2W1, dan B1W2, hasil terendah terdapat pada perlakuan B0W2 (Tabel 6). Hal ini berarti jika benih direndam tanpa boron maka lama waktu perendaman selama 24 jam tetapi jika ditambah boron pada konsentrasi 200 dan 400 ppm maka lama waktu perendaman menjadi lebih cepat yaitu 3 dan 6 jam. Perendaman benih tanpa boron selama 12 dan 24 jam meningkatkan kecepatan tumbuh benih sebesar 83.33– 106.67%. Perendaman benih dengan boron pada berbagai waktu perendaman meningkatkan kecepatan tumbuh sebesar 36.67–113.33%. Persentase kecambah benih cendana selama 12 minggu (MSTb) dalam berbagai konsentrasi boron dan lama waktu perendaman (Gambar 9) menunjukkan bahwa perkecambahan meningkat tajam pada minggu ke-6 dan 7 dengan perlakuan tanpa boron sedang jika ditambahkan dengan boron perkecambahan benih cendana meningkat tajam pada minggu ke-5 dan 6 setelah tabur. Hal ini menunjukkan bahwa perendaman benih dengan menggunakan boron pada berbagai konsentrasi mampu meningkatkan persentase perkecambahan benih cendana.
24
Gambar 9 Grafik persentase perkecambahan benih cendana pada berbagai kombinasi perlakuan konsentrasi boron (B) dan lama waktu perendaman (W) Nilai Perkecambahan (NP) Hasil pengujian pengaruh waktu perendaman terhadap nilai perkecambahan benih cendana dapat dibaca pada tabel 7 yang menunjukkan bahwa nilai perkecambahan tertinggi diperoleh pada benih cendana yang direndam selama 24 jam yaitu sebesar 0.23 atau meningkat sebesar 53.33% dibandingkan dengan kontrol (3 jam) dengan nilai perkecambahan sebesar 0.15. Semakin lama waktu perendaman, nilai perkecambahan benih cendana semakin meningkat.
25 Tabel 7 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan lama waktu perendaman terhadap nilai perkecambahan (NP) benih cendana Lama waktu perendaman (jam) Nilai perkecambahan Peningkatan (%) 3 0.15c** 6 0.18bc 20.00 12 0.21ab 40.00 24 0.23a 53.33 **Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 1%
Tabel 8 Hasil uji Duncan pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi boron dan lama waktu perendaman terhadap nilai perkecambahan (NP) benih cendana BxW Nilai perkecambahan Peningkatan (%) B0W1 0.06d** B0W2 0.07cd 16.67 B0W3 0.28a 366.67 B0W4 0.28a 366.67 B1W1 0.18abc 200.00 B1W2 0.28a 366.67 B1W3 0.19ab 216.67 B1W4 0.24ab 300.00 B2W1 0.22ab 266.67 B2W2 0.17abcd 183.33 B2W3 0.15bcd 150.00 B2W4 0.27a 350.00 B3W1 0.14bcd 133.33 B3W2 0.19ab 216.67 B3W3 0.23ab 283.33 B3W4 0.14bcd 133.33 **Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 1%; B : konsentrasi boron, W : lama waktu perendaman
Perlakuan interaksi B0W4, B0W3, B1W2, dan B2W4 merupakan interaksi terbaik dengan nilai perkecambahan 0.27–0.28 atau meningkat 350.00–366.67% dibandingkan dengan interaksi B0W1 dengan nilai perkecambahan 0.06 (Tabel 8). Penambahan konsentrasi boron (200 ppm, 400 ppm, dan 600 ppm) pada berbagai lama waktu perendaman dapat meningkatkan nilai perkecambahan benih sebesar 133.33–366.67%, sedangkan yang tanpa boron (0 ppm) dengan lama waktu perendaman (6 jam, 12 jam, dan 24 jam) dapat meningkatkan nilai perkecambahan benih sebesar 16.67–366.67%. Laju Perkecambahan (LP) Hasil uji Duncan Tabel 9 semakin lama waktu perendaman menyebabkan waktu rata-rata perkecambahan semakin pendek atau nilai laju perkecambahan yang semakin kecil. Semakin kecil nilai laju perkecambahan menunjukkan hasil yang semakin baik, hal ini bertentangan dengan daya berkecambah (Tabel 3), kecepatan tumbuh (Tabel 5), dan nilai perkecambahan benih cendana (Tabel 7) yang menunjukkan bahwa semakin besar nilai hasilnya akan semakin baik, sehingga nilai laju perkecambahan terbaik terdapat pada lama waktu perendaman 6 jam, 12 jam, dan 24 jam dengan laju perkecambahan 49.92–51.50 hari atau
26 mengalami peningkatan 7.59–10.43% dibandingkan dengan lama waktu perendaman 3 jam (kontrol) yang memiliki laju perkecambahan 55.73 hari. Tabel 9 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan lama waktu perendaman terhadap laju perkecambahan (LP) benih cendana Lama waktu perendaman (jam) Laju perkecambahan (hari) Peningkatan (%) 3 55.73b 6 50.72a 9.88 12 51.50a 7.59 24 49.92a* 10.43 *Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan hasil perkembangan dari bagian siklus kehidupan setiap tanaman dan berubah dalam bentuk volume dan massa (Oldeman 1990; Hopkins 1995) dalam Omon (2006). Parameter pertumbuhan cendana yang diuji dalam penelitian ini yaitu tinggi, diameter, kekokohan semai, berat kering pucuk, berat kering total, pengamatan akar (panjang akar, jumlah akar sekunder, dan berat kering akar), nisbah pucuk akar, dan indeks mutu bibit. Tabel 10 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan konsentrasi boron, arang sekam, dan interaksi keduanya terhadap parameter pertumbuhan semai cendana Parameter
Boron (B) Tinggi semai 2.47tn Diameter semai 0.07tn Kekokohan Semai (KS) 1.96tn Berat Kering Pucuk (BKP) 3.71* Jumlah Akar Sekunder 1.11tn Panjang Akar 0.57tn Berat Kering Akar (BKA) 2.56tn Berat Kering Total (BKT) 3.66* Nisbah Pucuk Akar (NPA) 1.39tn tn Tidak berbeda nyata; *Berbeda nyata pada taraf uji 5%
F-Hitung Arang (A) 3.51* 2.28tn 0.14tn 1.45tn 1.07tn 0.42tn 0.42tn 1.08tn 0.90tn
BXA 1.36tn 1.22tn 1.13tn 0.85tn 0.66tn 0.10tn 1.08tn 0.93tn 0.47tn
Rekapitulasi sidik ragam (Tabel 10) menunjukkan bahwa penambahan boron memberikan pengaruh nyata terhadap parameter berat kering pucuk (BKP) dan berat kering total (BKT) sedangkan penambahan arang sekam memberikan pengaruh nyata terhadap parameter tinggi semai cendana yang diamati. Perlakuan interaksi penambahan boron dan arang sekam tidak berpengaruh nyata terhadap parameter-parameter pertumbuhan semai cendana seperti tinggi, diameter, kekokohan semai (KS), berat kering pucuk (BKP), pengamatan akar (jumlah akar sekunder, panjang akar, dan berat kering akar (BKA)), berat kering total (BKT), nisbah pucuk akar (NPA), dan indeks mutu bibit (IMB).
27 Tinggi Semai Tinggi semai merupakan ukuran semai yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan (Sitompul dan Guritno 1995). Pertumbuhan tinggi merupakan nilai selisih dari tinggi akhir dengan tinggi awal. Hasil uji Duncan pada Tabel 11 menunjukkan bahwa penambahan arang sekam meningkatkan pertumbuhan tinggi semai secara nyata. Perlakuan arang sekam terbaik terdapat pada 2.5% (A1), 5% (A2), 7.5% (A3), dan 10% (A4) dengan tinggi 8.20–8.62 cm atau meningkat 11.11–16.80% (Tabel 11). Sifat arang sekam yang slow release dan akar inang membantu semai cendana dalam penyerapan unsur boron. Arang sekam mampu memperbaiki sifat fisik, biologi, dan kimia tanah sehingga tanah menjadi subur. Tanaman akan tumbuh dengan baik pada tanah yang subur. Tabel 11 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan konsentrasi boron dan arang sekam terhadap tinggi semai rata-rata (cm) semai cendana Perlakuan Tinggi rata-rata (cm) Peningkatan (%) A0 (0%) 7.38b* A1 (2.5%) 8.62a 16.80 A2 (5%) 8.28a 12.20 A3 (7.5%) 8.56a 15.99 A4 (10%) 8.20a 11.11 B0 (0 ppm) 7.72 B1 (200 ppm) 8.19 6.09 B2 (400 ppm) 8.61 11.53 B3 (600 ppm) 8.32 7.77 *Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%; A : arang sekam, B : konsentrasi boron
Tabel 11 menunjukkan bahwa pemberian pupuk boron cair pada berbagai konsentrasi ternyata mampu meningkatkan tinggi semai cendana 6.09–11.53% walau tidak berpengaruh nyata. Perlakuan konsentrasi boron yang memiliki ratarata tinggi terbaik terdapat pada konsentrasi 400 ppm (B2) dengan tinggi 8.61 cm atau meningkat 11.53%. Menurut Wijaya (2009) boron berfungsi sebagai aktivator dan inaktivator hormon auksin dalam tanaman. Menurut Cambell et al. (2000) lokasi produksi hormon auksin salah satunya terdapat di meristem tunas apikal. Fungsi utama hormon auksin di antaranya membantu merangsang terjadinya perpanjangan batang, dominansi apikal, dan fototropisme. Boron dalam hal ini sebagai alat aktivator hormon auksin yang ada di meristem tunas apikal, sehingga secara tidak langsung mampu membantu pemanjangan batang, dominansi apikal, dan fototropisme yang secara tidak langsung terkait dengan pertumbuhan tinggi semai. Hal ini menunjukkan penambahan boron bermanfaat bagi pertumbuhan tinggi semai cendana. Gambar 10 menunjukkan grafik pertumbuhan tinggi rata-rata (cm) semai cendana mulai dari umur 0 MSTn-12 MSTn yang setiap minggu semakin meningkat. Pertumbuhan tinggi semai pada interaksi kontrol (tanpa arang sekam) dengan berbagai konsentrasi boron lebih rendah dibandingkan dengan semai pada interaksi media yang ditambahkan arang sekam dengan berbagai konsentrasi boron. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan arang sekam ternyata
28 memberikan peningkatan lebih besar terhadap pertumbuhan tinggi rata-rata semai cendana dibandingkan dengan pemberian pupuk boron cair. Hal ini sesuai dengan Tabel 11 yang menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi rata-rata semai yang diberi arang sekam mengalami peningkatan sebesar 11.11–16.80% dan semai yang diberi pupuk boron cair mengalami peningkatan sebesar 6.09–11.53%.
Gambar 10 Grafik laju pertumbuhan tinggi (cm) semai cendana pada berbagai kombinasi perlakuan arang sekam (A) dan konsentrasi boron (B)
29 Diameter Semai Pertumbuhan diameter semai adalah selisih dari nilai diameter akhir dengan nilai diameter awal. Tabel 12 menunjukkan bahwa pemberian arang dapat meningkatkan diameter semai 7.14–57.14% walaupun tidak berpengaruh nyata. Penambahan arang sekam persentase 7.5% ke dalam media tanam merupakan perlakuan terbaik dengan pertumbuhan diameter 0.22 mm atau meningkat 57.14% dibandingkan dengan kontrol dengan pertumbuhan diameter 0.14 mm. Tabel 12 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan arang sekam terhadap diameter semai rata-rata (mm) semai cendana Arang sekam (%) 0 2.5 5 7.5 10
Diameter rata-rata (mm) 0.14 0.17 0.15 0.22 0.17
Peningkatan (%) 21.43 7.14 57.14 21.43
Gambar 11 Grafik laju pertumbuhan diameter (mm) semai cendana pada berbagai kombinasi perlakuan arang sekam (A) dan konsentrasi boron (B)
30 Gambar 11 menunjukkan grafik pertumbuhan diameter semai cendana mulai dari umur 0 MSTn-12 MSTn. Rata-rata diameter cendana mengalami penurunan pada umur 0 MSTn-4 MSTn. Hal ini dikarenakan batang kecambah saat disapih berwarna hijau kekuningan, banyak mengandung air, dan mengkilat (vitrifikasi). Batang mengalami proses lignifikasi (pengerasan batang) yang menyebabkan batang berwarna hijau tua hingga kecoklatan sehingga diameter batang pada empat minggu pertama pengamatan mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa semai cendana sedang mengalami pertumbuhan primer (batang dan akar bertambah tinggi atau panjang). Rata-rata diameter mulai tumbuh normal dan meningkat mulai umur 4 MSTn-12 MSTn, yamg menunjukkan semai cendana mengalami pertumbuhan sekunder (batang dan akar bertambah lebar). Kekokohan Semai (KS) Kekokohan semai (KS) merupakan nilai perbandingan antara tinggi dengan diameter semai. Rekapitulasi sidik ragam (Tabel 10) menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi boron, arang sekam, dan interaksi keduanyanya tidak berpengaruh nyata terhadap parameter KS dikarenakan tidak berpengaruh nyatanya parameter diameter semai cendana. Berat Kering Pucuk (BKP) Tabel 13 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi boron pada konsentrasi 400 ppm (B2) dan 600 ppm (B3) memiliki nilai rata-rata berat kering pucuk tertinggi sebesar 0.16–0.17 g atau meningkat 33.33–41.67% dibandingkan dengan 0 ppm (B0) dengan berat 0.12 g. Pemberian boron dengan konsentrasi minimal 200 ppm sampai dengan 600 ppm mampu meningkatkan nilai rata-rata berat kering baik pucuk sebesar 16.67–41.67%. Rata-rata berat kering pucuk bibit cendana meningkat apabila konsentrasi boron yang diberikan semakin tinggi. Tabel 13 juga menunjukkan, walaupun faktor perlakuan arang sekam tidak memberikan berpengaruh nyata namun penambahan arang sekam mampu meningkatkan rata-rata berat kering pucuk semai cendana sebesar 7.69–23.08%. Tabel 13 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan konsentrasi boron dan perlakuan arang sekam terhadap berat kering pucuk (BKP) semai cendana Perlakuan BKP rata-rata (g) Peningkatan (%) A0 (0%) 0.13 A1 (2.5%) 0.14 7.69 A2 (5%) 0.16 23.08 A3 (7.5%) 0.16 23.08 A4 (10%) 0.16 23.08 B0 (0 ppm) 0.12b* B1 (200 ppm) 0.14ab 16.67 B2 (400 ppm) 0.16a 33.33 B3 (600 ppm) 0.17a 41.67 *Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%; A : arang sekam, B : konsentrasi boron
Pengamatan Akar Pengamatan akar pada semai cendana meliputi pengukuran panjang akar, jumlah akar sekunder, dan berat kering akar (BKA). Pemberian pupuk boron cair
31 mampu meningkatkan jumlah akar sekunder sebesar 5.45–21.79% dan BKA ratarata semai cendana sebesar 50–100% walaupun tidak berpengaruh nyata. Tabel 14 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan konsentrasi boron terhadap berat kering akar (BKA) dan jumlah akar sekunder semai cendana Boron (ppm) 0 200 400 600
BKA rata-rata (g) 0.02 0.03 0.04 0.04
Peningkatan (%) 50.00 100.00 100.00
Jumlah akar sekunder 10.28 10.84 12.52 10.96
Peningkatan (%) 5.45 21.79 6.62
Gambar 12 menunjukkan hubungan parasitisme semai cendana dengan semai inangnya yaitu tanaman cabe. Hasil pengamatan akar semai cendana setelah dipanen Gambar 12A, menunjukkan adanya titik sambung akar atau disebut dengan haustorium (Gambar 12B). Hubungan antara akar semai cendana dengan akar inangnya ditunjukkan dengan munculnya haustorium (tunggal) dan haustoria (jamak), semakin banyak hautorium akan menguntungkan bagi pertumbuhan semai cendana karena penyerapan unsur hara (zat makanan) semakin tinggi. A
B
Akar Cendana
Akar Cabe
Cabe
Cendana
Houstoria
Gambar 12 Houstoria yang terbentuk antara akar cendana dan cabe; A) titik sambung akar yang terbentuk antara semai cendana dengan cabe dan B) haustorium yang dibentuk oleh akar cendana dalam memarasit semai cabe Gambar 13 memperlihatkan semai cendana secara morfologi setelah 3 bulan pengamatan. Panjang akar dan jumlah akar sekunder secara visual terlihat relatif seragam. Hal ini sesuai dengan sidik ragam yang menunjukkan bahwa panjang akar dan jumlah akar sekunder tidak berpengaruh nyata, namun boron ternyata mampu meningkatkan jumlah akar sekunder 5.45–21.79% (Tabel 14). Gambar
32 yang akarnya diberi tanda lingkaran hitam adalah semai cendana yang memiliki jumlah percabangan akar (akar sekunder) lebih banyak dibandingkan dengan lainnya yang ternyata terdapat pada interaksi konsentrasi boron (200 ppm, 400 ppm, dan 600 ppm) pada berbagai perlakuan arang sekam.
Gambar 13 Keragaan semai cendana secara morfologi 3 bulan setelah pengamatan pada berbagai perlakuan (A : arang sekam, B : konsentrasi boron) Nisbah Pucuk Akar (NPA) Hubungan perbandingan pertumbuhan ujung dan pertumbuhan akar, biasanya dinyatakan sebagai rasio pucuk-akar (rasio S-R atau shot-root ratio), yang mempunyai kepentingan fisiologis, karena dapat menggambarkan salah satu tipe toleransi terhadap kekeringan (Gardner et al. 2008). Tabel 15 menunjukkan bahwa pemberian boron sebagai pupuk cair pada berbagai konsentrasi ternyata mampu meningkatkan nisbah pucuk akar (NPA) semai cendana (12 MSTn) sebesar 4.69–19.68%, walaupun menurut sidik ragam tidak berpengaruh nyata. Semakin meningkat konsentrasi boron yang diberikan akan memberikan pengaruh yang semakin baik pula pada NPA tanaman cendana. Tabel 15 Pengaruh perlakuan konsentrasi boron terhadap nisbah pucuk akar (NPA) semai cendana Boron (ppm) 0 200 400 600
Nisbah pucuk akar 5.54 5.28 4.81 4.45
Peningkatan (%) 4.69 13.18 19.68
33 Berat Kering Total (BKT) Berat kering total atau biomassa semai merupakan nilai kumulatif dari berat kering pucuk dan berat kering akar. Biomassa semai merupakan indikator pertumbuhan yang paling mewakili untuk mendapatkan penampilan keseluruhan pertumbuhan semai karena mudah diukur dan merupakan integrasi dari hampir semua peristiwa yang dialami semai sebelumnya (Sitompul dan Guritno 1995). Tabel 16 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan konsentrasi boron dan perlakuan arang sekam terhadap berat kering total (BKT) semai cendana Perlakuan BKT rata-rata (g) Peningkatan (%) A0 (0%) 0.16 A1 (2.5%) 0.17 6.25 A2 (5%) 0.19 18.75 A3 (7.5%) 0.20 25.00 A4 (10%) 0.20 25.00 B0 (0 ppm) 0.15b* B1 (200 ppm) 0.17ab 13.33 B2 (400 ppm) 0.20a 33.33 B3 (600 ppm) 0.21a 40.00 *Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%; A : arang sekam, B : konsentrasi boron
Hasil uji Duncan Tabel 16 menunjukkan bahwa konsentrasi boron 400 ppm (B2) dan 600 ppm (B3) merupakan perlakuan terbaik dengan berat kering total sebesar 0.20–0.21 g atau mengalami peningkatan 33.33–40% dibandingkan dengan kontrol (B0) yang menghasilkan berat kering total sebesar 0.15 g. Pemberian arang sekam ke dalam media mampu meningkatkan berat kering total semai cendana sebesar 6.25–25.00% walaupun tidak berpengaruh nyata. Indeks Mutu Bibit (IMB) Penentuan indeks mutu bibit dilakukan untuk menentukan perlakuan terbaik dari seluruh perlakuan dengan memperhatikan parameter-parameter kunci yang menentukan kualitas mutu bibit, seperti tinggi, diameter, dan berat kering total dengan cara scoring nilai rata-rata pertumbuhan (Munir 2000). Nilai score total yang paling tinggi menunjukkan kualitas bibit cendana yang paling baik. Tabel 17 Hasil scoring terhadap tinggi, diameter, dan berat kering total (BKT) semai cendana dari berbagai perlakuan arang sekam Arang sekam (%) 0 2.5 5 7.5 10
Score tinggi 1 10 8 10 7
Score diameter 1 4 2 10 4
Score BKT 1 3 8 10 10
Score total IMB 3 17 18 30 21
Peringkat 5 4 3 1 2
Hasil scoring total (nilai IMB) menunjukkan bahwa pemberian arang sekam dengan persentase 7.5% (w/w) ke media tanam (Tabel 17) dan pemberian boron dengan konsentrasi 400 ppm (Tabel 18) memiliki peringkat indeks mutu bibit cendana tertinggi dengan nilai IMB berturut-turut 30 dan 29 poin, peringkat
34 terendah terdapat pada bibit tanpa boron (B0) dan tanpa arang sekam (A0) dengan nilai IMB masing-masing 3 poin. Perlakuan interaksi yang menghasilkan peringkat indeks mutu bibit cendana tertinggi adalah A3B2 (arang sekam 7.5% dan konsentrasi boron 400 ppm) dengan nilai IMB 26 poin sedangkan interaksi A0B0 memperoleh nilai IMB 9 poin (Tabel 19). Tabel 18 Hasil scoring terhadap tinggi, diameter, dan berat kering total (BKT) semai cendana dari berbagai perlakuan konsentrasi boron Boron (ppm) 0 200 400 600
Score tinggi
Score diameter
1 6 10 7
Score BKT
1 4 10 3
1 4 9 10
Score total IMB 3 14 29 20
Peringkat 4 3 1 2
Tabel 19 Hasil scoring terhadap tinggi, diameter, dan berat kering total (BKT) semai cendana pada interaksi perlakuan arang sekam dan konsentrasi boron Perlakuan
Score tinggi
Score diameter
A0B0 2 A0B1 1 A0B2 5 A0B3 1 A1B0 5 A1B1 5 A1B2 10 A1B3 7 A2B0 4 A2B1 8 A2B2 3 A2B3 6 A3B0 6 A3B1 6 A3B2 9 A3B3 6 A4B0 1 A4B1 6 A4B2 6 A4B3 9 A : arang sekam, B : konsentrasi boron
5 1 3 1 3 6 3 5 1 5 3 2 6 8 10 4 4 2 2 9
Score BKT 2 3 4 3 2 1 4 9 1 6 6 7 3 7 7 5 1 3 10 7
Score total IMB 9 5 12 5 10 12 17 21 6 19 12 15 15 21 26 15 6 11 18 25
Peringkat 11 13 8 13 10 8 6 3 12 4 8 7 7 3 1 7 12 9 5 2
Gambar 14 menunjukkan kondisi keragaan semai cendana yang ditanam tanpa inang dan ditanam dengan inang cabe. Cendana yang ditanam tanpa inang pertumbuhannya merana, hal ini terlihat dari warna daun-daunnya yang menguning. Cendana yang ditanam bersamaan dengan ditanamnya inang memperlihatkan pertumbuhan yang baik, hal ini terlihat dari daun-daunnya yang berwarna hijau. Gambar 15 menunjukkan keragaan semai cendana (12 MSTn), respon tertinggi terlihat pada perlakuan interaksi A3B2 (arang sekam 7.5% dan boron 400 ppm) dan terendah terdapat pada perlakuan interaksi A0B1 (tanpa arang dan boron 200 ppm) dan A0B3 (tanpa arang dan boron 600 ppm). Keragaan semai A3B2 tertinggi karena terlihat dari kondisi daun yang tidak mengalami pengguguran sedangakan A0B1 dan A0B3 kondisi daunnya banyak yang gugur.
35 A
B
Cabe
Cendana
Gambar 14 Semai cendana tanpa inang (A) dan dengan inang cabe (B)
Gambar 15 Keragaan beberapa semai cendana pada berbagai perlakuan (A : arang sekam, B : konsentrasi boron)
36
PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis boron tersedia dalam tanah menunjukkan bahwa kontrol tanah yang digunakan telah memiliki kandungan boron tersedia secara alami sebesar 1.20 ppm. Penambahan boron ke dalam tanah menyebabkan nilai rata-rata boron tersedia dalam tanah semakin meningkat. Nilai kandungan silika yang tinggi pada arang sekam mempengaruhi ketersediaan boron dalam tanah, karena silika bersifat mengikat unsur boron, oleh karena itu penambahan arang sekam mampu menurunkan nilai rata-rata kadar boron yang berlebihan di dalam tanah. Menurut Pandey dan Prasad (2012) dari hasil analisis kandungan unsur kimia, sekam padi memiliki kandungan silika sebesar 22.12%. Kandungan unsur silika mengalami peningkatan setelah sekam padi menjadi abu atau arang, yaitu sebesar 80%.
Perkecambahan Pengaruh Boron terhadap Perkecambahan Benih Cendana Jumlah benih cendana yang berkecambah berkisar antara 26–62% pada kontrol dan 41–64% pada perendaman boron. Boron dapat meningkatkan persentase perkecambahan benih 19.32% dibandingkan dengan kontrol. Hasil penelitian Wawo (2008) menunjukkan bahwa jumlah benih cendana yang berkecambah bervariasi tergantung dari pohon induknya yaitu berkisar antara 1.70–87.93%. Benih cendana bersertifikat dari berbagai pohon induk dengan perendaman boron memiliki persentase jumlah benih berkecambah sebesar 41– 64%. Hal ini menunjukkan bahwa perendaman benih dengan menggunakan boron dapat meningkatkan persentase perkecambahan benih 17.14% dibandingkan dengan hasil penelitian Wawo. Pemberian boron konsentrasi 400 ppm memberikan pengaruh terbaik terhadap kecepatan tumbuh benih cendana dibandingkan dengan kontrol. Perendaman benih cendana dengan menggunakan boron pada berbagai waktu mampu mempercepat perkecambahan 1–2 minggu lebih cepat dibandingkan dengan kontrol atau 0 ppm. Benih yang direndam dengan boron 600 ppm mulai berkecambah pada minggu ke-2, penggunaan boron 400 ppm dan 200 ppm mulai berkecambah pada minggu ke-3, sedangkan kontrol mulai berkecambah pada minggu ke-4. Hal ini dikarenakan penambahan boron dalam konsentrasi minimal 200–600 ppm mampu mengaktivasi hormon auksin, meningkatkan sintesis hormon sitokinin, berpengaruh di dalam aktivitas hormon giberelin, enzim α dan β amilase yang ada di dalam embrio benih cendana, selanjutnya terjadi hidrolisis pati (gula) yang nantinya akan dikonsumsi dan dihabiskan selama pertumbuhan embrio menjadi bibit. Hal ini sesuai dengan pendapat Wijaya (2009) yang menyatakan bahwa boron berfungsi sebagai aktivator maupun inaktivator hormon auksin dalam pembelahan dan pembesaran sel. Produksi hormon auksin salah satunya terdapat pada embrio biji dan memiliki fungsi utama dalam diferensiasi sel. Hormon lainnya yang juga berfungsi dalam merangsang perkecambahan adalah hormon sitokinin (Cambell et al. 2000). Agustina (2004) menyebutkan bahwa boron
37 berpengaruh di dalam aktivitas hormon giberelin dan enzim serta amilase. Menurut Fageria dan Gheyi (1999) dalam Fageria (2009) kandungan boron yang rendah di dalam tanaman akan menyebabkan menurunnya sintesis dari hormon sitokinin. Boron merupakan unsur penting yang diperlukan dalam proses perkecambahan dari pollen grains dan tabung polen dan sangat diperlukan benih untuk meningkatkan perkecambahan dan vigor benih. Vigor benih dapat diungkapkan melalui tiga parameter perkecambahan, salah satunya parameter kecepatan tumbuh (Sadjad et al. 1999). Hal ini berarti boron secara tidak langsung berperan sebagai katalisator dalam meningkatan persentase perkecambahan dan mempercepat perkecambahan benih cendana. Pengaruh Lama Waktu Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Cendana Hasil penelitian mengenai perkecambahan benih cendana yang terdiri dari parameter daya berkecambah, kecepatan tumbuh, laju perkecambahan, dan nilai perkecambahan menunjukkan bahwa waktu terbaik yang diperlukan benih cendana untuk melakukan imbibisi air adalah 24 jam dibandingkan dengan kontrol atau hanya direndam selama 3 jam. Hal ini terlihat pada saat perlakuan awal benih cendana pada perendaman 3 jam, benih yang tenggelam ke dasar air sedikit sekali bahkan ada yang tidak ada dan selebihnya terapung. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan bahwa semakin lama waktu perendaman akan berpengaruh semakin baik terhadap perkecambahan benih cendana yang berarti proses imbibisi air ke dalam benih dapat berjalan dengan baik seiring meningkatnya lama waktu perendaman. Cambell et al. (2000) menyatakan bahwa perkecambahan benih bergantung pada imbibisi yaitu penyerapan air akibat potensial air yang rendah pada benih yang kering. Imbibisi air menyebabkan benih mengembang dan memecahkan kulit pembungkusnya serta memicu terjadinya perubahan metabolik pada embrio yang menyebabkan biji melanjutkan pertumbuhan. Beberapa benih memiliki hormon giberelin dalam konsentrasi tinggi, khususnya pada embrio. Setelah air masuk secara imbibisi, pembelahan giberelin dari embrio akan memberikan sinyal pada biji untuk mengakhiri masa dormansinya dan berkecambah (Cambell et al. 2000). Benih cendana mengalami masa dormansi selama dua bulan. Dormansi benih ini disebabkan oleh kulit luar benih yang tidak dapat ditembus air, bukan dormansi primer yang terjadi karena tidak matangnya embrio (Barrett 1985 dalam BPK Kupang 1992), oleh karena itu pada penelitian ini benih cendana sebelum ditabur dijemur terlebih dahulu di bawah terik sinar matahari selama tiga hari untuk menurunkan kadar air benih namun tetap menjaga titik kadar air kritis tidak terlampaui dan membantu pemuaian agar porositas benih meningkat sehingga membantu mempermudah penyerapan air rendaman baik kontrol maupun boron. Kondisi ini berbeda dengan hasil pengamatan BPK Kupang (1992) yang menunjukkan bahwa perlakuan perendaman benih cendana dengan air panas selama 1 jam, 12 jam, dan 24 jam menghasilkan perkecambahan benih cendana yang lebih rendah daripada perlakuan rendaman dalam air dingin selama 12 jam. Perkecambahan yang lebih rendah terjadi pula pada rendaman air dingin selama 1 dan 24 jam. Hal ini dikarenakan benih pada penelitian ini sebelumnya dijemur di bawah terik matahari selama tiga hari berturut-turut, sehingga kadar airnya semakin rendah namun tidak melewati batas titik kritis air dan kulit benihnya
38 telah mengembang atau bersifat porous sehingga air lebih mudah masuk secara imbibisi, sehingga apabila waktu perendaman ditingkatkan menjadi 24 jam akan menyebabkan imbibisi air ke dalam benih semakin efektif dan optimum sehingga dapat meningkatkan perkecambahan benih cendana. Pengaruh Interaksi Boron dan Lama Waktu Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Cendana Hasil perlakuan interaksi antara boron dengan berbagai waktu perendaman berpengaruh baik terhadap perkecambahan benih, namun interaksi boron terbaik terdapat pada B2W4 (konsentrasi boron 400 ppm dengan waktu perendaman 24 jam). Perlakuan tanpa boron pada berbagai waktu perendaman tidak semuanya memberikan hasil yang baik terhadap perkecambahan benih cendana, hanya pada perlakuan interaksi tanpa boron dengan waktu perendaman selama 12 dan 24 jam (B0W3 dan B0W4) saja yang pada umumnya berpengaruh baik. Hal ini berarti perendaman tanpa boron hanya dapat diaplikasikan pada waktu perendaman 12 dan 24 jam, sedangkan penggunaan boron (200 ppm, 400 ppm, dan 600 ppm) dapat diaplikasikan pada semua waktu perendaman (3 jam, 6 jam, 12 jam, dan 24 jam). Penambahan boron pada berbagai konsentrasi ada kemungkinan mampu meningkatkan tekanan osmotik di dalam benih sehingga menyebabkan imbibisi air ke dalam benih semakin besar. Imbibisi boron cair yang semakin besar menyebabkan teraktivasinya hormon auksin, meningkatkan hormon sitokinin, dan berperan dalam aktivitas hormon giberelin di dalam benih sehingga benih mampu berkecambah dengan cepat. Menurut Nurul (2010) osmosis adalah proses perpindahan pelarut dari larutan yang memiliki konsentrasi rendah melalui membran semipermeabel menuju larutan yang memiliki konsentrasi lebih tinggi hingga tercapai kesetimbangan laju pelarut. BPK Kupang (1992) menyatakan kecepatan tumbuh benih cendana dapat ditingkatkan melalui perendaman air dingin 12 jam, sedangkan Dephut (2003) menyebutkan bahwa selain perendaman benih dalam air selama 12 jam, perlakuan awal benih cendana dapat dilakukan dengan perendaman pada larutan asam giberelin 0.05% selama 1 jam, kemudian dicuci. Menurut Barret (1985) dalam BPK Kupang (1992) kecepatan berkecambah benih cendana dapat ditingkatkan dengan melukai kulitnya atau merendam dalam 0.05% asam giberelin selama 12 jam, sedangkan balai teknologi perbenihan (1987) dalam BPK Kupang (1992) menganjurkan teknik perendaman dalam alkohol 40% selama 15 menit. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini, diharapkan penggunaan boron pada waktu perendaman (3 jam, 6 jam, 12 jam, dan 24 jam) dapat menjadi alternatif baru untuk mempercepat perkecambahan benih cendana, optimalnya dilakukan pada waktu perendaman 24 jam. Pertumbuhan Pengaruh Arang Sekam terhadap Pertumbuhan Semai Cendana Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan arang sekam dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi semai cendana sebesar 11.11–16.80%. Penambahan arang sekam pada media tumbuh tidak berpengaruh nyata terhadap diameter semai, berat kering pucuk, dan berat kering total, namun penambahan arang sekam dapat meningkatkan pertumbuhan diameter semai cendana sebesar
39 3.45–57.14%, berat kering pucuk 7.69–23.08% dan meningkatkan berat kering total 6.25–25.00%. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan unsur-unsur hara yang baik bagi tanaman akan optimal apabila penambahan arang sekam ke media tumbuh diberikan secara tepat (2.5–10%), namun apabila persentasenya dinaikkan arang sekam dapat berperan sebagai penyerap semua unsur hara (absorber) dan tidak melepaskan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Arang sekam seperti yang telah dijelaskan sebelumnya berfungsi sebagai pengikat unsur hara ketika kelebihan dan penyerap unsur hara ketika terjadi kekurangan, unsur hara dilepas secara perlahan sesuai kebutuhan semai (slow release) (Komarayanti et al. 2003 dalam Supriyanto dan Fiona 2010). Arang sekam juga berfungsi untuk menjaga kelembaban tanah serta memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah (Lehmann et al. 2006). Kandungan kimia dalam arang sekam terdiri dari silika (SiO 2) 80%, alumina (Al2O3) 3.39%, sulfur trioksida (SO3) 0.78%, besi oksida (Fe2O3) 0.41%, kalsium oksida (CaO) 3.84%, magnesium oksida (MgO) 0.25%, natrium oksida (Na2O) 0.67%, dan kalium oksida (K2O) 1.45% (Pandey dan Prasad 2012). Kandungan unsur-unsur kimia pada arang sekam tersebut diperlukan semai cendana dalam proses pertumbuhan. Pengaruh SiO2 (80%) perlu diperhatikan karena silika dapat mengikat boron sehingga mobilitasnya menjadi terhambat. Pengaruh Boron terhadap Pertumbuhan Semai Cendana Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk boron cair dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi semai cendana walaupun tidak berpengaruh nyata. Menurut Agustina (2004) boron berfungsi dalam translokasi gula dari daun. Wijaya (2009) menambahkan bahwa tanaman yang kekurangan unsur boron maka laju proses fotosintesis akan menurun karena gula yang terbentuk dari karbohidrat hasil fotosintesis akan tertumpuk di daun dan tidak terangkut ke seluruh bagian tubuh tumbuhan, fungsi karbohidrat dalam tanaman adalah untuk membangun jaringan tanaman, kerangka karbon, dan cadangan makanan, dengan demikian jika karbohidrat tidak tertranslokasi maka tanaman akan kerdil. Boron juga berfungsi sebagai aktivator dan inaktivator hormon auksin di dalam tanaman. Menurut Cambell et al. (2000) hormon auksin salah satunya banyak terdapat di meristem tunas apikal. Fungsi utama dari hormon auksin di antaranya membantu merangsang terjadinya perpanjangan batang, dominansi apikal, dan fototropisme. Perpanjangan batang, dominansi apikal dan fototropisme sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan tinggi tanaman. Hal ini berarti penambahan boron sebagai pupuk sangat bermanfaat bagi pertumbuhan tinggi semai cendana. Menurut Junaedi et al. (2009) pertumbuhan merupakan komponen penting yang akan menentukan kualitas fisik bibit. Komponen pertumbuhan bibit dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu komponen pertumbuhan organ bibit di atas permukaan tanah yang dikenal sebagai pucuk/tajuk dan organ bibit di bawah tanah atau bagian perakaran. Gabungan dari kedua komponen tersebut merupakan pertumbuhan keseluruhan bagian semai yang salah satunya dapat diwakili oleh berat kering total bibit (BKT). Berat kering total merupakan cermin interaksi faktor lingkungan dan fisiologi (eko-fisiologi). Pemberian pupuk boron cair dapat meningkatkan berat kering semai cendana. Peningkatan tersebut meliputi peningkatan berat kering pucuk 33.33–41.67% yang menandakan pertumbuhan pucuk yang cepat, berat kering akar 50–100% yang menandakan pertumbuhan akar juga cepat, dan berat kering total 33.33–40.00% yang menandakan tinggi
40 tanaman dan pertumbuhan tanaman yang cepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Heriyanto dan Siregar (2004) yang menyatakan berat kering total akan semakin tinggi nilainya seiring dengan tinggi tanaman dan pertumbuhan tanaman yang berlangsung cepat. Penggunaan pupuk boron cair ini ternyata mampu memberikan manfaat bagi pertumbuhan tinggi semai dan berat kering semai cendana. Peranan akar dalam pertumbuhan tanaman sama pentingnya dengan tajuk. Fungsi akar adalah menyediakan unsur hara dan air yang diperlukan dalam metabolisme tanaman. Penambahan boron tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar sekunder namun dengan pemberian pupuk boron cair pada berbagai konsentrasi jumlah akar sekunder semai cendana meningkat 5.45–21.79%. Bertambahnya jumlah akar sekunder menandakan bahwa secara tidak langsung pemberian pupuk boron cair mampu meningkatkan ramifikasi percabangan akar semai cendana. Boron berfungsi sebagai: (1) nutrisi, (2) mempengaruhi aktivitas enzim IAA oksidase, dan (3) mempengaruhi hormon IAA (Barber 1984, Birbaum et al. 1974, Lewis 1980a, Lovatt 1985 dalam Marschner 1995). Pemutusan suplai boron pada semai akan menyebabkan terganggunya aktivitas enzim IAA oksidase dan hormon IAA. Hormon IAA yang terganggu menyebabkan pembelahan sel dan perkembangan sel akar juga terganggu akibatnya perpanjangan akar dan percabangan akarpun terganggu, dengan demikian penghentian suplai boron dapat mengakibatkan ramifikasi perakaran menjadi terganggu. Istilah ramifikasi akar ini banyak ditemui pada penggunaan mikoriza yang mampu membentuk luas permukaan akar lebih besar sehingga akar tanaman mempunyai kemampuan menyerap unsur hara lebih tinggi (Indriyanto 2008). Menurut Robertson dan Loughman (1974) dalam Marschner (1995) di ujung akar yang kekurangan boron terjadi reduksi pertumbuhan akar ke arah memanjang yang diakibatkan oleh perubahan arah pembelahan sel dari arah longitudinal ke arah radial. Peningkatan pembelahan sel ke arah radial menyebabkan pembelahan sel kambium akan diimbangi oleh pembelahan xilem yang merupakan ciri khas pertumbuhan sub apikal (di belakang tudung akar) yang menandakan kekurangan unsur boron. Soepardi (1983) menjelaskan bahwa boron diketahui berperan dalam pengendalian metabolisme hidrat arang, yaitu degradasi dari glukosa dalam glikolisis. Tanaman yang kekurangan boron, titik tumbuh baik akar maupun pucuk terhenti. Penambahan boron juga tidak berpengaruh nyata terhadap nisbah pucuk akar (NPA) namun dengan pemberian pupuk boron cair pada berbagai konsentrasi, NPA semai cendana meningkat 4.69–19.68%. Peningkatan NPA menunjukkan bahwa pemberian pupuk boron cair dapat meningkatkan toleransi semai cendana terhadap kondisi kekeringan. Gardner et al. (2008) menjelaskan bahwa nisbah pucuk akar mempunyai kepentingan fisiologis karena dapat menggambarkan salah satu tipe toleransi terhadap kekeringan. Boron banyak tersedia dan optimum tersedia pada tanah dengan pH 5-6, masuknya unsur boron ke dalam sitoplasma tergantung pada pH tanah (Marschner 1986). Tanah yang digunakan pada penelitian ini memiliki pH KCl 4.04 dan H2O 5.10 yang tergolong masam (Lampiran 9). Menurut Hanafiah (2010) tanah dengan pH<5 ketersediaan boron kurang. Kondisi tanah pada pH<5 apabila ditambahkan unsur boron melalui pemupukan belum mampu memberikan ketersediaan boron yang optimum bagi semai cendana atau efisiensi penyerapan unsur boron menjadi kurang. Efisiensi penyerapan unsur boron yang kurang baik dapat menjadi
41 indikasi kurang berpengaruh nyatanya perlakuan konsentrasi boron terhadap parameter tinggi, diemater, kekokohan semai (KS), berat kering akar (BKA), panjang akar, jumlah akar sekunder, dan nisbah pucuk akar (NPA). Boron penting dalam proses pembungaan dan pembukaan tabung polen. Kandungan boron yang rendah pada tanaman akan menyebabkan pembungaan tidak sempurna. Proses pembungaan yang tidak sempurna akan menyebabkan biji yang dihasilkan tidak normal dan apabila ditanam akan menghasilkan tanaman yang tidak normal atau kurang sehat. Pertumbuhan tanaman cendana pada tingkat semai sangat dipengaruhi oleh keberadaan inang. Inang primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah cabe rawit (Capsicum frutescens). Pemilihan tanaman cabe sebagai inang cendana pada penelitian ini karena cabe memiliki akar yang lunak (sukulen), memiliki jumlah akar serabut yang besar, mudah di dapat, mudah tumbuh kembali setelah dipangkas, dan sangat sensitif terhadap toksisitas dan defisiensi unsur hara, sehingga dapat dijadikan sebagai indikasi dari toksisitas dan defisiensi unsur hara. Hal ini sesuai dengan pendapat Kharisma et al. (1998) dalam Suhaendi (2007) yang menyatakan bahwa dalam pemilihan inang primer perlu diperhatikan kemampuan membantu pertumbuhan cendana, mudah didapat, akar sukulen, dan mudah tumbuh kembali setelah pemangkasan. Pemilihan tanaman cabe rawit sebagai inang juga pernah dilakukan oleh Kuswanto (2005) pada penelitiannya, cabe rawit merupakan salah satu inang selain turi yang memberikan hasil pertumbuhan semai cendana tertinggi yaitu 38.41 cm dengan pupuk kandang 300g/pot dibandingkan dengan kontrol (tanpa inang dan pupuk kandang) dengan tinggi 12.80 cm pada lima bulan pengamatan. Tanaman cabe merupakan salah satu inang primer yang sangat dibutuhkan tanaman cendana pada tingkat semai. Menurut Rahayu et al. (2002) cendana pada awal pertumbuhan memerlukan inang primer, salah satunya adalah cabe besar (Capsicum annum). Cendana tidak bisa tumbuh sendiri dan bersifat hemi parasitik karena hanya mengambil sebagian unsur hara dan air dari semai inangnya. Akar-akar cendana berhubungan dengan akar pohon inang melalui haustorium (tunggal) dan haustoria (jamak) yang menyalurkan zat makanan yang diserap dari pohon inang ke tajuk pohon cendana. Menurut Hamzah (1976) unsur hara yang diambil dari inang yaitu nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K) dan asam amino. Unsur hara yang diserap kemudian diproses menjadi bahan nabati yang diperlukan bagi pertumbuhan cendana, sedangkan zat karbon yang diperlukannya dapat diusahakannya sendiri (autotrof). Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa cendana yang tidak diberi inang pada tingkat semai akan merana pertumbuhannya karena unsur makro maupun mikro penting bagi pertumbuhan tidak dapat terpenuhi penyerapannya oleh akar terlihat dari warna daunnya yang berwarna kuning, sedangkan semai yang diberi inang akan tumbuh baik dengan daunnya yang berwarna hijau (Gambar 12). Hal ini sesuai dengan pendapat Suyitno et al. (2002) yang menyatakan bahwa keberadaan inang dapat dikatakan mutlak bagi cendana karena kemampuan hidup tanpa inang sangat terbatas dalam menyerap unsur hara (nutrisi) dari tanah, walaupun berdasarkan pengamatan semai cendana masih bertahan hidup tanpa inang hingga dua tahun, namun tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik dan mengalami gejala defisiensi. Suyitno et al (2002) menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa semai cendana yang hidup dengan inang kualitas hidupnya lebih baik, terlihat dari tingkat pertumbuhan, kadar klorofil daun, kadar N-total
42 jaringan dan Ca nyata lebih tinggi daripada semai cendana yang tidak mendapat inang. Semai cendana yang hidup tanpa inang, pertumbuhannya terhambat dan mengalami klorosis karena mengalami defisiensi N dan Ca. Semai cendana tanpa inang cenderung memiliki kadar Mn yang lebih rendah dan dapat mengarahkan pada timbulnya defisiensi Mn, yaitu timbulnya gejala nekrosis pada daun. Keunggulan semai cendana yang hidup dengan inang adalah pertumbuhan akar dan batangnya karena ketidakmampuannya menyerap N dan Ca dapat teratasi dari hasil suplai yang diperoleh dari inangnya, dengan suplai N yang memadai pertumbuhan batang, daun, akar, dan pembentukan klorofil sebagai basis produktivitas tanaman menjadi terpacu. Hubungan parasitisme antara akar semai cendana dengan akar inangnya ditunjukkan dengan munculnya houstorium, semakin banyak jumlah haustorium maka penyerapan unsur hara oleh akar semai cendana akan lebih efektif. Houstorium terbentuk ketika tanaman melakukan strategi adaptasi ekologi karena adanya faktor pembatas (contohnya pada cendana yaitu jumlah bulu-bulu akarnya yang sedikit, sehingga kemampuan untuk menyerap unsur hara dan air rendah). Menurut Rahayu et al. (2002) cendana dengan inangnya memiliki parasitisasi yang terjadi melalui kontak akar, setelah kontak akar tersebut terjadi maka nutrisi dari akar inang mengalir ke akar cendana. Secara morfologi partisipasi antara akar cendana dengan akar cabe dapat dilihat dari titik sambung akar. Kontak tersebut diawali dengan terbentuknya haustorium yang tumbuh pada bulu-bulu akar cendana pada umur 2 bulan (± 100 hari setelah benih cendana disemai) yang berbentuk bola yang berwarna hijau kekuningan, namun setelah di lapang berbentuk piramida. Bentuk pasatisasi akar cendana dengan akar cabe adalah terbentuknya haustorium (tunggal) dan haustoria (jamak). Kemampuan haustorium menempel pada akar inang sangat tergantung pada kelunakan dan kelembaban akar inang itu sendiri, dan penetrasinya ke dalam akar inang terjadi secara bertahap. Akar cabe yang lunak dan jumlah akar serabutnya yang banyak menyebabkan lebih mudah terbentuknya haustoria antara akar cendana dengan akar serabut cabe sehingga unsur hara yang diperoleh cendana semakin besar. Pengaruh Interaksi Arang Sekam dan Boron terhadap Pertumbuhan Semai Cendana Sidik ragam Tabel 10 menunjukkan bahwa perlakuan interaksi boron dan arang sekam tidak berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan cendana antara lain tinggi, diameter, kekokohan semai (KS), berat kering pucuk (BKP), berat kering akar (BKA), jumlah akar sekunder, panjang akar, nisbah pucuk akar (NPA), dan berat kering total (BKT), hal ini diindikasikan bahwa untuk pemberian unsur boron agar efisiensi penyerapannya lebih bagus pH tanah yang digunakan dalam penelitian ini perlu dinaikkan terlebih dahulu pada pH tanah yang sesuai atau optimum dengan ketersediaan boron yaitu pada pH 5-6 dengan cara pengapuran atau menambahkan unsur CaCO3, MgCO3, dan CaMg(CO3)2. Kerontokkan daun pada semai cendana juga dapat menjadi indikasi terjadinya kekurangan unsur boron, hal ini terlihat pula pada tanaman cabe yang masa berbunga dan berbuahnya lebih lambat dibandingkan dengan tanaman cabe pada umumnya yang dapat dipanen pada umur tiga bulan serta dengan tanaman cabe yang sama namun ditanam di media yang berbeda dengan yang digunakan pada penelitian ini. Keberadaan arang sekam pada media tumbuh juga dapat menjadi
43 salah satu indikasi tidak berpengaruhnya unsur boron pada pertumbuhan semai cendana karena silika yang banyak terkandung di dalam arang sekam mengikat unsur boron di dalam tanah, sehingga secara tidak langsung interaksi boron dan arang sekam tidak berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan semai cendana. Indeks Mutu Bibit (IMB) Setiap parameter tidak dapat berdiri sendiri perlu adanya interaksi dengan parameter lainnya. Oleh karena itu dipilih tiga parameter penting atau penduga kunci pada pertumbuhan untuk mengetahui kualitas bibit terbaik yaitu tinggi, diameter, dan berat kering total semai. Tinggi dan diameter menggambarkan pertumbuhan organ di atas permukaan tanah sedangkan berat kering total menggambarkan pertumbuhan keseluruhan semai di atas dan di bawah permukaan tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Supriyanto dan Fiona (2010) yang menyatakan bahwa kualitas semai terbaik dapat diketahui dengan metode scoring yang diperoleh dari tiga parameter yang mewakili yaitu tinggi, diameter, dan berat kering total. Hasil scoring perlakuan arang sekam menunjukkan bahwa semai tertinggi adalah semai dengan penambahan arang sekam 7.5% (w/w) dengan nilai IMB 30 poin dan yang terendah adalah semai pada media kontrol dengan nilai IMB 3 poin. Hasil scoring perlakuan konsentrasi boron menunjukkan bahwa semai tertinggi adalah semai dengan penambahan boron 400 ppm dengan nilai IMB 29 poin dan yang terendah adalah semai di media kontrol dengan nilai IMB 3 poin. Hasil scoring perlakuan interaksi menunjukkan bahwa semai tertinggi adalah semai dengan perlakuan interaksi A3B2 dengan nilai IMB 26 poin dan yang terendah adalah semai dengan perlakuan A0B1 dan A0B3 dengan nilai IMB 5 poin. Hasil scoring perlakuan interaksi menggambarkan penambahan arang sekam lebih memberikan pengaruh dalam meningkatkan pertumbuhan semai cendana daripada penambahan boron cair. Keragaan semai A3B2 terbaik karena terlihat dari kondisi daun yang tidak mengalami pengguguran sedangkan A0B1 dan A0B3 kondisi daunnya banyak yang gugur. Berkurangnya jumlah daun pada tanaman cendana akan menyebabkan proses fotosintesis pada tanaman cendana berkurang atau kurang maksimal sehingga pertumbuhan tanaman sedikit terhambat. Hal ini juga dapat diindikasikan terjadi defisiensi boron terhadap semai cendana sehingga daunnya rontok, karena pemberian pupuk boron cair tidak aplikasikan pada pH tanah yang sesuai yaitu pH 5-6. Pemberian boron pada pH tanah yang tidak sesuai menyebabkan ketersediaan boron dalam tanah kurang dan menyebabkan efisiensi penyerapan unsur boron oleh tanaman kurang baik. Tidak ditambahkannya arang sekam pada media tumbuh juga dimungkinkan mempengaruhi pertumbuhan semai cendana yang kurang baik, karena arang sekam berfungsi sebagai mekanisme untuk mengantarkan nutrisi yang terkandung di dalam tanah termasuk unsur boron. Tercukupinya nutrisi bagi tanaman akan menyebabkan tanaman tumbuh dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehmann et al. (2006) yang menyatakan bahwa aplikasi pemberian arang ke tanah akan memberikan manfaat langsung terhadap peningkatan kesuburan tanah dan produksi tanaman. Arang dapat bertindak sebagai kondisioner tanah (pembenah tanah), meningkatkan pertumbuhan tanaman, dan mempertahankan nutrisi serta meningkatkan sifat fisik
44 dan biologi tanah (Glaser et al. 2002, Lehmann et al. 2003a, Lehmann dan Rondon 2005 dalam Lehmann et al. 2006). Studi di iklim tropis dan subtropis menunjukkan arang memiliki kemampuan baik untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, mengurangi pencucian nutrisi, meningkatkan retensi air, dan meningkatkan aktivitas mikroba (Hunt et al. 2010).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Boron bersifat katalisator pada proses perkecambahan benih cendana. Perkecambahan benih cendana dengan perlakuan awal benih perendaman boron dengan konsentrasi 400 ppm dapat mempercepat perkecambahan benih cendana 1 minggu lebih cepat dari kontrol (tanpa boron) dengan peningkatan 21.39%. Waktu terbaik untuk perendaman benih cendana adalah 24 jam karena imbibisi air ke dalam benih berjalan dengan baik dan dapat memberikan peningkatan tertinggi terhadap daya berkecambah sebesar 16.12%, kecepatan tumbuh sebesar 20.22%, laju perkecambahan sebesar 10.43%, dan nilai perkecambaham benih cendana sebesar 53.33%. Interaksi perendaman boron konsentrasi 400 ppm dengan waktu perendaman 24 jam pada umumnya juga memberikan hasil terbaik terhadap perkecambahan benih cendana. Tanaman cabe merupakan inang yang baik bagi pertumbuhan semai cendana karena terbentuk houstoria pada akar cabe dan cendana. Pembibitan cendana dengan pemberian pupuk cair yaitu boron konsentrasi 400 ppm dan penambahan arang sekam 7.5% (w/w) ke media tumbuh mampu meningkatkan indeks mutu bibit (IMB) cendana dengan nilai IMB berturut-turut 29 dan 30 poin, sedang interaksi keduanya mendapat nilai IMB 26 poin. Kontrol baik pada boron (0 ppm) maupun arang sekam (0%) hanya memperoleh nilai IMB masing-masing 3 poin, interaksi keduanya memperoleh nilai IMB 9 poin.
Saran 1. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk tanah di Rumpin yang digunakan pada penelitian ini dengan pH KCl 4.04 dan H2O 5.10 perlu dinaikkan terlebih dahulu pada pH yang sesuai dan optimum dengan ketersediaan boron yaitu pada pH 5-6 dengan cara pengapuran atau menambahkan CaCO3, MgCO3, dan CaMg(CO3)2 agar efisiensi penyerapan boron lebih bagus. 2. Perlu dilakukan analisis jaringan tumbuhan cendana untuk mengetahui serapan boron diberbagai organ semai cendana. 3. Perlu penelitian lanjutan mengenai hubungan filogenetik antara cendana dengan inang untuk suksesnya pertumbuhan cendana.
45
DAFTAR PUSTAKA Agustina L. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. Cetakan ke-2. Jakarta (ID): PT Rineka Cipta. Atmoko BD. 2010 Peningkatan viabilitas benih melalui skarifikasi benih dan media tabur terhadap hasil semai jati putih (Gmelina arborea Roxb.). Di dalam: Priyanto E, Budiarso W, editor. Makalah pada Diskusi Ilmiah Teknisi Litkayasa. Prosiding Diskusi Ilmiah Teknisi Litkayasa; Surakarta, 8 Okt 2010. Surakarta: Balai Penelitian Kehutanan Solo. hlm 51-61. BPK Kupang. 1992. Perkembangan Penelitian dan Pengembangan Cendana di Nusa Tenggara. Kupang (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bramasto Y, Cahyadi, Siregar UJ. 2002. Pengaruh pengusangan dipercepat terhadap viabilitas benih Akasia mangium. Bul Tek Perbenihan (Seed Tech. Bull). 8(2):3-4. Cambell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2000. Biologi. Ed ke-5 Jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga. Damyanti RU, Kurniaty R. 2008 Pengaruh usia sapih terhadap pertumbuhan bibit cendana (Santalum album Linn). Info Benih 12(1):41-49. [Dephut] Departemen Kehutanan dan Perkebunan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Direktorat Perbenihan Semai Hutan. 2002. Risalah Sifat Benih Pohon Hutan di Indonesia. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan dan Perkebunan. [Dephut] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Direktorat Perbenihan Semai Hutan. 2002. Petunjuk Teknis Pengujian Mutu Fisik-Fisiologis Benih. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan. [Dephut] Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Hutan. 2003. Teknik Persemaian dan Informasi Benih Cendana. Yogyakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. [Dephut] Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 2009. Upaya Pengelolaan Lingkungan Upaya Pemanfaatan Lingkungan Hidup Kegiatan Pembangunan Persemaian Modern Plot dan Demplot Beserta Fasilitas Pendukungnya dan Peningkatan Fasilitas Kantor Rumpin Seed Source and Nursery Center (RSSNC). Bogor (ID): Departemen Kehutanan. Fageria NK. 2009. The Use of Nutrients in Corp Plant. New York: CRC press, Taylor dan Francis Group. Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 2008. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo H, penerjemah. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plants. Hamzah Z. 1976. Sifat Silvika dan Silvikultur Cendana (Santalum album L.) di Pulau Timor. Bogor (ID): Lembaga Penelitian Hutan. Hanafiah. 2010. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Ed ke-1. Jakarta (ID): Rajawali Press. Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Edisi Revisi. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
46 Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Cetakan ke-5. Jakarta (ID): Akademika Pressindo. Heriyanto NM, Siregar CA. 2004. Pengaruh pemberian serbuk arang terhadap pertumbuhan bibit Akasia mangium Willd. di Persemaian. J Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 1(1):78-87. Hunt J, DuPonte M, Sato D, Kawabata A. 2010. The basics of biochar : a natural soil amendment. Di dalam: Soil and Crop Managemen. Proceedings of Cooperative Extension work with the US Department of Agriculture; Hawai‟i, 8 Mei dan 30 Jun 1914. Hawai‟i: College of Tropical Agriculture and Human Resources University of Hawai„i at Manoa. hlm 1-6. Indriyanto. 2008. Pengantar Budi Daya Hutan. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Junaedi A, Hidayat A, Frianto D. 2010. Kualitas fisik bibit meranti tembaga (Shorea leprosula Miq.) asal stek pucuk pada tiga tingkat umur. J Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 7(3):282-283. Kuswanto. 2005. Kecocokan jenis inang dan pemberian pupuk kandang terhadap pertumbuhan semai cendana (Santalum album L.) [abstrak]. Biota (jurnal ilmiah ilmu-ilmu hayati) 10(1): 43-48. Lehmann J, Gaunt J, Rondon M. 2006. Bio-char sequestration in terrestrial ecosystems-a review. J Mitigation and Adaptation Strategies for Global Change. 11:403-404. Marschner H. 1986. Mineral Nutrition of Higher Plants. Germany: Institute of Plant Nutrition University of Hohenheim Germany. Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. Second Edition. Germany: Institute of Plant Nutrition University of Hohenheim Germany. Maspary. 2011. Fungsi dan cara membuat arang sekam [internet]. [diacu 2012 jan 25]. Tersedia dari: http://www.gerbangpertanian.com/2011/03/fungsi-dancara-membuat-arang-sekam.html. Mattjik AA, Sumertajaya M. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid 1. Bogor (ID): IPB Press. Munir M. 2000. Pengaruh cendawan endomikoriza, boron dan klon terhadap pertumbuhan dan perkembangan bibit Paraserianthes falcataria L. Nielsen [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Nurul. 2010. Pengertian osmosis [internet]. [diacu 2012 Jan 10]. Tersedia dari: http://kimia.upi.edu/staf/nurul/web2010/0800012/pengertian.html. Omon RM. 2006. Pertumbuhan kayu kamper dan hopea pada lahan alang-alang dengan teknik penyiapan lahan tanam. J Penelitian Hutan Tanaman 3(1):1123. Pandey M, Prasad R. 2012. Rice husk ash as a renewable source for the production of value added silica gel and its application: an overview. Bul of Chemical Reaction Engineering dan Catalysis 7(1):1-25. Rahayu S, Wawo AH, Noordwijk MV, Hairiah K. 2002. Cendana, Deregulasi dan Pengembangannya. Bogor (ID): World Agroforestry Centre-ICRAF. Ross E dan Koning. 1994. Seeds and Seed Germination. Plant Physiology Information Website [internet]. [diacu 2013 jan 1]. Tersedia dari: http://plant phys.info/plant_biology /seedgerm.shtml. Sadjad S, Murniati E, Ilyas S. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih. Jakarta (ID): PT Grasindo bekerja sama dengan PT Sang Hyang Seri.
47 SEAMEO BIOTROP. 2012. Analisis boron tersedia di dalam tanah. Bogor (ID): Laboratorium Services SEAMEO BIOTROP. Sembiring MT, Sinaga TS. 2003. Arang Aktif (Pengenalan dan Proses Pembuatannya). USU: Digitalized by USU digital library. Setiawan B. 2010. Pengaruh unsur esensial terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman [internet]. [diacu 2011 mei 20]. Tersedia dari: http://Badrussetiawan 1.Blogspot.Com/2010/03/Pengaruh-Unsur-Esensial-Terhadap-Pertumbuhandan-Produksi-Tanaman.html. Siregar S. 2004. Statistik Terapan Untuk Penelitian. Jakarta (ID): PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sugandi E, Sugiarto. 1994. Rancangan Percobaan. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Suhaendi H. 2007. Kajian aspek-aspek silvikultur cendana (Santalum album) di Indonesia. Di dalam: Cendana untuk Rakyat, Pengembangan Tanaman di Lahan Masyarakat. Prosiding Gelar Teknologi Cendana; Denpasar, 19 Des 2006. Denpasar (ID): Departemen Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. hlm 127-141. Sukmadjaja D. 2005. Embriogenesis somatik langsung pada semai cendana. J Bioteknologi Pertanian 10(1):1-6. Supriyanto, Fiona F. 2010. Pemanfaatan arang sekam untuk memperbaiki pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) pada media subsoil. J Silvikultur Tropika 01(01):24-28. Surata IK. 2006. Teknik Budidaya Cendana. Aisuli No.21 ISNN: 1410-1009 [internet]. [diacu 2011 des 10]. Tersedia dari: http://www.foristkupang.org/ downlot.php?file=juknis% 20-cendana.pdf. Surata IK. 2007. Teknik pengembangan budidaya cendana (Santalum album L.) di lahan masyarakat. Di dalam: Cendana untuk Rakyat, Pengembangan Tanaman di Lahan Masyarakat. Prosiding Gelar Teknologi Cendana; Denpasar, 19 Des 2006. Denpasar (ID): Departemen Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. hlm 1-17. Sutopo L. 2010. Teknologi Benih. Cetakan ke-7. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. Suyitno AL, Ratnawati, Surachman, Sukarna M. 2002. Struktur akar, kandungan hara Ca, Mn, N, dan klorofil semai cendana (Santalum album Linn.) dengan dan tanpa host plant. Makalah Seminar Nasional Hasil Penelitian MIPA dan Pend. Yogyakarta (ID): FMIPA UNY. Wawo AH. 2008. Studi perkecambahan biji dan pola pertumbuhan semai cendana (Santalum album L.) dari beberapa pohon induk di Kabupaten Belu, NTT. J Biodiversitas 9(2):117-122. Wijaya Y. 2009. Unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman [internet]. [diacu 2012 jun 16]. Tersedia dari: http://yudhiwijaya.wordpress.com/2009/02/08/ unsur-hara-esensial-yang-dibutuhkan-tanaman.html.
48
Lampiran 1 Bagan percobaan pertumbuhan semai cendana (A : arang sekam, B : konsentrasi pupuk boron) A2B0 (4) A0B3 (4) A3B0 (2) A2B0 (2) A3B0 (3) A1B0 (2) A4B0 (3) A4B1 (5) A2B2 (4) A1B1 (2) A3B1 (1) A1B3 (5) A4B3 (5) A1B0 (1) A0B0 (4) A1B1 (3) A0B3 (5) A1B2 (1) A3B1 (3) A0B1 (3) A3B2 (4) A4B1 (1) A0B1 (2) A1B2 (4) A4B2 (1) A0B2 (1) A2B3 (3) A4B2 (3) A1B0 (5) A4B1 (3) A0B2 (3) A2B0 (3) A3B0 (4)
A4B0 (5) A1B0 (3) A4B0 (2) A1B2 (3) A2B1 (3) A3B3 (1) A0B2 (5) A2B3 (5) A0B0 (5) A4B3 (1) A2B2 (1) A0B1 (1) A3B3 (3) A2B0 (1) A3B0 (1) A2B1 (5) A3B2 (3) A2B2 (3) A4B3 (2) A1B1 (4) A4B3 (3) A0B3 (2) A2B3 (1) A3B3 (5) A1B2 (2) A2B1 (4) A3B2 (1) A0B1 (4) A2B1 (2) A3B3 (2) A4B0 (4) A3B0 (5) A0B3 (1) A1B0 (4)
PINTU SHADING HOUSE
A0B2 (3) A2B2 (2) A1B3 (3) A0B2 (4) A4B2 (2) A2B3 (4) A1B3 (2) A3B1 (2) A1B1 (5) A3B1 (4) A0B2 (2) A4B1 (4) A1B1 (1) A0B0 (2) A2B1 (1) A4B2 (4) A1B2 (5) A4B2 (5) A0B0 (1) A3B1 (5) A2B2 (5) A1B3 (4) A3B2 (5) A4B3 (4) A0B0 (3) A3B3 (4) A4B0 (1) A1B3 (1) A3B2 (2) A0B1 (5) A2B3 (2) A4B1 (2) A2B0 (5)
49
Lampiran 2 Rekapitulasi hasil penelitian nilai rata-rata parameter perkecambahan benih cendana umur 3 bulan (B : konsentrasi boron, W : waktu perendaman) Perlakuan B0W1 B0W2 B0W3 B0W4 B1W1 B1W2 B1W3 B1W4 B2W1 B2W2 B2W3 B2W4 B3W1 B3W2 B3W3 B3W4
DB (%) 31.94 30.48 47.97 52.10 39.77 46.73 39.80 44.95 47.87 40.96 38.02 50.87 40.96 46.77 38.52 47.92
KT (%/minggu) 24.00 20.80 44.00 49.60 37.60 48.00 36.80 41.60 48.80 35.20 32.80 51.20 36.00 45.60 44.80 33.60
LP (hari) 56.45 50.94 53.52 53.62 53.73 50.52 48.10 49.62 56.40 49.80 50.18 52.67 56.32 51.63 54.19 43.76
NP 0.06 0.07 0.28 0.28 0.18 0.28 0.19 0.24 0.22 0.17 0.15 0.27 0.14 0.19 0.23 0.14
Lampiran 3 Rekapitulasi hasil penelitian nilai rata-rata parameter pertumbuhan semai cendana umur 3 bulan (A : arang sekam, B : konsentrasi boron) Perlakuan
Tinggi (cm)
Diameter (mm)
A0B0 A0B1 A0B2 A0B3 A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B0 A2B1 A2B2 A2B3 A3B0 A3B1 A3B2 A3B3 A4B0 A4B1 A4B2 A4B3
7.24 7.02 8.18 7.10 8.12 8.24 9.58 8.54 7.96 9.04 7.70 8.44 8.30 8.34 9.30 8.30 6.98 8.32 8.28 9.24
0.19 0.11 0.16 0.12 0.15 0.20 0.16 0.18 0.12 0.18 0.16 0.14 0.21 0.23 0.28 0.17 0.17 0.13 0.13 0.25
KS
BKP (g)
NPA
BKT (g)
40.89 85.12 66.20 81.51 73.16 43.65 60.16 66.16 93.34 74.08 63.94 81.94 44.38 44.11 38.02 54.28 56.97 97.27 90.92 39.86
0.12 0.12 0.13 0.13 0.12 0.10 0.14 0.19 0.11 0.17 0.17 0.19 0.14 0.18 0.17 0.16 0.11 0.13 0.21 0.19
4.61 4.06 5.11 6.05 4.77 4.39 4.55 4.44 6.50 4.79 5.46 5.70 6.84 4.83 4.74 4.70 4.96 4.19 4.19 5.49
0.15 0.16 0.17 0.16 0.15 0.13 0.17 0.24 0.13 0.20 0.20 0.22 0.16 0.22 0.21 0.19 0.14 0.16 0.26 0.22
Pengamatan akar Panjang Jumlah akar akar (cm) sekunder 16.85 12 14.13 9 13.50 10 6.37 10 10.18 9 12.70 12 10.23 13 15.23 13 9.32 9 10.85 10 7.27 10 13.40 11 16.40 12 13.67 12 7.10 14 11.28 9 12.45 10 11.10 12 14.10 15 12.90 11
BKA (g) 0.03 0.04 0.03 0.03 0.03 0.02 0.03 0.05 0.02 0.03 0.03 0.04 0.02 0.04 0.04 0.03 0.02 0.04 0.06 0.04
50
Lampiran 4 Hasil sidik ragam setiap parameter Daya berkecambah benih cendana (12 MSTb), data yang diolah sebelumnya ditransformasikan terlebih dahulu dengan arcsin (% X)1/2 Sumber Keragaman Perlakuan Boron Waktu Interaksi Galat Total R-Square 0.610702
Db 15 3 3 9 48 64
JK
KT
2408.331a 127.164 391.500 1889.667 1535.212 121485.380
F-hitung
160.555 42.388 130.500 209.963 31.984
Coeffisien Varian 13.19645
5.020** 1.325tn 4.080* 6.565**
Root MSE 5.655403
F-tabel 0,01 0,05 2.602 1.753 4.541 2.353 4.541 2.353 2.821 1.833
P>Value <0.0001 0.2771 0.0117 <0.0001
Respon Mean 42.85547
Nilai perkecambahan benih cendana (12 MSTb) Sumber Keragaman Perlakuan Boron Waktu Interaksi Galat Total R-Square 0.548708
Db
JK
KT
15 3 3 9 48 64
0.290a 0.028 0.063 0.198 0.238 2.978
0.019 0.009 0.021 0.022 0.005
Coeffisien Varian 35.99749
F-hitung 3.891** 1.898tn 4.255** 4.433**
Root MSE 0.070431
F-tabel 0.01 2.602 4.541 4.541 2.821
0.05 1.753 2.353 2.353 1.833
P>Value 0.0002 0.1425 0.0096 0.0003
Respon Mean 0.195656
Laju perkecambahan benih cendana (12 MSTb) Sumber Keragaman Perlakuan Boron Waktu Interaksi Galat Total R-Square 0.331444
Db 15 3 3 9 48 64
JK 417.496a 90.519 246.897 80.080 1289.633 177246.132
KT
F-hitung
27.833 30.173 82.299 8.898 26.867
1.036tn 1.123tn 3.063* 0.331tn
Coeffisien Varian 10.32877
Root MSE 5.367473
F-tabel 0.01 0.05 2.602 1.753 4.541 2.353 4.541 2.353 2.821 1.833
P>Value 0.114 0.412 0.017 0.396
Respon Mean 51.96625
Tinggi semai cendana (12 MSTn) Sumber Keragaman Perlakuan Arang Boron Interaksi Galat Total R-Square 0.319801
Db 19 4 3 12 80 100
JK 52.306a 19.537 10.296 22.473 111.252 6905.610
Coeffisien Varian 14.36193
KT 2.753 4.884 3.432 1.873 1.391
F-hitung 1.980* 3.512* 2.468tn 1.357tn
Root MSE 1.179258
F-tabel 0.01 2.539 3.747 4.541 2.681
0.05 1.729 2.132 2.353 1.782
Respon Mean 8.211000
P>Value 0.019 0.011 0.068 0.210
51 Lanjutan lampiran 4 Berat kering pucuk semai cendana (12 MSTn) Sumber Keragaman Perlakuan Arang Boron Interaksi Galat Total R-Square 0.252932
Db
JK
19 4 3 12 80 100
0.094a 0.020 0.038 0.035 0.276 2.569
Coeffisien Varian 39.63070
KT 0.005 0.005 0.013 0.003 0.001
F-hitung 1.426tn 1.452tn 3.706* 0.847tn
Root MSE 0.058768
F-tabel 0.01 0.05 2.539 1.729 3.747 2.132 4.541 2.353 2.681 1.782
P>Value 0.139 0.225 0.015 0.603
Respon Mean 0.148290
Berat kering total semai cendana (12 MSTn) Sumber Keragaman Perlakuan Arang Boron Interaksi Galat Total R-Square 0.248535
Db
JK
19 4 3 12 80 100
0.137a 0.022 0.057 0.058 0.413 3.847
Coeffisien Varian 39.56287
KT 0.007 0.006 0.019 0.005 0.005
F-hitung 1.393tn 1.077tn 3.658* 0.931tn
Root MSE 0.071842
F-tabel 0.01 0.05 2.539 1.729 3.747 2.132 4.541 2.353 2.681 1.782
Respon Mean 0.181590
P>Value 0.155 0.374 0.016 0.520
52
Lampiran 5 Rentang nilai scoring perlakuan konsentrasi boron terhadap tinggi, diameter, dan berat kering total semai cendana Boron (B) Selang nilai 7.720–7.808 7.809–7.897 7.898–7.986 7.987–8.075 8.076–8.164 8.165–8.253 8.254–8.342 8.343–8.431 8.432–8.520 8.521–8.610
Score tinggi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Selang nilai 0.1680–0.1690 0.1691–0.1701 0.1702–0.1712 0.1713–0.1723 0.1724–0.1734 0.1735–0.1745 0.1746–0.1756 0.1757–0.1767 0.1768–0.1778 0.1779–0.1790
Score diameter 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Selang nilai 0.150–0.155 0.156–0.161 0.162–0.167 0.168–0.173 0.174–0.179 0.180–0.185 0.186–0.191 0.192–0.197 0.198–0.203 0.204–0.210
Score BKT 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lampiran 6 Rentang nilai scoring perlakuan arang sekam terhadap tinggi, diameter, dan berat kering total semai cendana
Selang nilai 7.380–7.503 7.504–7.627 7.628–7.751 7.752–7.875 7.876–7.999 8.000–8.123 8.124–8.247 8.248–8.371 8.372–8.495 8.496–8.620
Score tinggi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Arang sekam (A) Score Selang nilai diameter 0.140–0.147 1 0.148–0.155 2 0.156–0.163 3 0.164–0.171 4 0.172–0.179 5 0.180–0.187 6 0.188–0.195 7 0.196–0.203 8 0.204–0.211 9 0.212–0.220 10
Selang nilai 0.160–0.163 0.164–0.167 0.168–0.171 0.172–0.175 0.176–0.179 0.180–0.183 0.184–0.187 0.188–0.191 0.192–0.195 0.196–0.200
Score BKT 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lampiran 7 Rentang nilai scoring perlakuan interaksi terhadap tinggi, diameter, dan berat kering total semai cendana
Selang nilai 6.980–7.230 7.240–7.490 7.500–7.750 7.760–8.010 8.020–8.250 8.260–8.530 8.540–8.790 8.800–9.050 9.060–9.310 9.320–9.580
Score tinggi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Perlakuan interaksi (A X B) Score Selang nilai diameter 0.110–0.126 1 0.127–0.143 2 0.144–0.160 3 0.161–0.177 4 0.178–0.194 5 0.195–0.211 6 0.212–0.228 7 0.229–0.245 8 0.246–0.262 9 0.263–0.280 10
Selang nilai 0.130–0.142 0.143–0.155 0.156–0.168 0.169–0.181 0.182–0.194 0.195–0.207 0.208–0.220 0.221–0.233 0.234–0.246 0.247–0.260
Score BKT 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
53
Lampiran 8 Hasil analisis boron tersedia di dalam tanah
54 Lanjutan lampiran 8
55
Lampiran 9 Hasil analisis kimia tanah (Laboratorium Soil Rumpin Seed Sources and Nursery Center) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Parameter uji Bulk density (g/cm3) Texture pH a. H2O b. KCl % N total % C Organik total Rasio C/N % BO Al3+ (me/100g) P tersedia dengan Metode Bray P2 (ppm)
Nilai 3.27 Clay 5.10 4.04 0.28 1.37 4.9 2.33 1.33 0.16
*Kriteria penilaian sifat kimia tanah Hardjowigeno (1995)
Kriteria *) Masam Masam Sedang Rendah Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah
56
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tegal, Jawa Tengah pada tanggal 7 Maret 1990 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Drs Suwarno dan Nasripah, SPd. Penulis merupakan lulusan dari SMAN 2 Pemalang (2008) dan pada tahun yang sama penulis masuk IPB melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI) di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan yaitu aktif sebagai staff Entrepreneurship Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB (2008 sampai 2010), staff Bussiness Development Tree Grower Community (TGC) (2009/2010), staff Kebersihan Dewan Keluarga Mushola (DKM) “Ibaadurrahman” Fakultas Kehutanan (2009/2010), dan Bendahara Rohis Departemen Silvikultur (2009/2010). Penulis aktif diberbagai kegiatan kepanitiaan, yaitu seminar, pelatihan ditingkat fakultas hingga nasional, dan panitia orientasi mahasiswa tingkat Departemen. Penulis melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cagar Alam Pangandaran dan Suaka Margasatwa Gn. Sawal (2010), Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gn. Walat (2011), Praktik Kerja Profesi (PKP) di Perum Perhutani Unit I KPH Banyumas Barat Purwokerto (2012), magang dan penelitian di Rumpin Seed Sources and Nursery Center (RSSNC) Bogor (2012). Prestasi yang didapat penulis yaitu lolos seleksi Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKM-M) dengan judul “Peningkatan Pengetahuan dan Kepedulian Siswa Sekolah Dasar terhadap Pertanian Melalui Permainan yang Diadaptasi dari Kartu Yugioh (Planbin Toys)” kemudian lolos PIM IPB dan Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) dengan judul “Pendayagunaan Akar AlangAlang (Imperrata cylindrica Linn.) sebagai Minuman Sehat” (2012). PKM ini dibiayai DITJEN DIKTI. Penulis mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (2009 sampai 2012). Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Boron dan Perendaman terhadap Perkecambahan dan Pengaruh Arang Sekam dan Boron terhadap Pertumbuhan Bibit Cendana (Santalum album Linn.)” dibimbing oleh Dr Ir Supriyanto dan Ir Benny Subandi, MSc untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB.