Pengambilan sampel
Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) Delayota Experiment Team (D’Expert) 2012
• Seringkali kita tidak dapat melakukan penelitian atau analisis secara langsung terhadap keseluruhan objek penelitian. • Kasus I: Objek terlalu besar sehingga diperlukan biaya tinggi dan waktu lama untuk mengamati. Seorang siswa SMA hendak meneliti pandangan pelajar kota Yogyakarta tentang aksi premanisme. Karena objek penelitiannya adalah pelajar, maka ia harus meneliti siswa dari puluhan sekolah di kota Yogyakarta. Bisa dibayangkan, berapa banyak siswa yang harus ditanyai atau diberinya angket ?
• Kasus II: Pengamatan terhadap keseluruhan objek tidak dapat dilakukan secara objektif; • Kasus III: Pengamatan dapat merusak objek sehingga penelitian tidak bermanfaat. Pak Kumis adalah pegawai bagian produksi di sebuah perusahaan catering. Untuk memastikan makanan yang diproduksi tetap enak, ia harus mencicipi makanan tersebut. Tentu ia tidak mungkin mencicipi seluruh makanan, karena jika ia sudah kenyang, makanan seenak apapun tetap terasa tidak enak, demikian pula sebaliknya. Bila pak Kumis memakan semuanya, lalu makanan apa yang hendak disajikan kepada konsumen?
• Untuk mengatasi masalah di muka, kita perlu melakukan pengambilan sampel dari populasi. – Populasi: keseluruhan objek yang hendak diteliti. – Sampel: bagian dari populasi.
• Pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh informasi tentang populasi yang diinginkan melalui pengamatan atau perlakuan pada sampel yang telah diambil. • Keterangan tentang populasi biasa disebut parameter, sedangkan keterangan yang diperoleh dari sampel disebut statistik.
• Proses memperoleh keterangan tentang populasi dari sampel disebut inferensi.
• Menurut Teken (1965) dalam Singarimbun dan Effendi (1987), suatu metode pengambilan sampel yang ideal harus memenuhi sifat-sifat di bawah ini: – Dapat menghasilkan gambaran yang dipercaya dari seluruh populasi (representatif). – Dapat menentukan ketepatan (presisi) dari hasil penelitian. – Sederhana sehingga mudah dilaksanakan. – Memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya serendah-rendahnya.
• Uraian Teken membawa kita pada dua masalah utama dalam pengambilan sampel: – Bagaimana suatu sampel dapat diambil dari populasi? – Berapa banyak sampel yang harus diambil?
• Dua masalah ini yang akan kita bahas secara detail pada bagian-bagian selanjutnya.
• Kerangka sampling (sampling frame) merupakan daftar seluruh unit populasi yang akan digunakan untuk mengambil sampel. • Kerangka sampling dapat diperoleh:
– dari penelitian sebelumnya, misal sensus penduduk menghasilkan kerangka sampling untuk penelitian-penelitian BPS. – dari pejabat yang berwenang, misal kepala sekolah (untuk data siswa dalam satu sekolah), lurah/ketua RT (untuk data penduduk dalam satu kelurahan/RT), dan sebagainya.
• Penggalan contoh kerangka sampel (sampling frame) dalam suatu penelitian terhadap siswasiswi SMAN 8 Yogyakarta.
Pengambilan Sampel Penelitian
BAGIAN I TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL
• Teknik pengambilan sampel hanya dikenakan pada unit-unit populasi yang terhitung banyaknya (countable). • Pada hakekatnya, pengambilan sampel dapat dibedakan menjadi dua cara, yakni: – Pengambilan sampel probabilistik, bila setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk terambil sebagai anggota sampel. – Pengambilan sampel nonprobabilistik, bila peluang satu anggota populasi untuk terpilih menjadi anggota sampel tidak sama dengan peluang anggota lainnya.
• Pengambilan sampel probabilistik meliputi beberapa teknik di bawah ini:
– Contoh acak sederhana (simple random sampling) – Contoh acak berlapis (stratified random sampling) – Contoh kelompok (cluster sampling) – Contoh sistematis (systematic sampling)
• Pengambilan sampel nonprobabilistik meliputi beberapa teknik di bawah ini:
– Contoh bertujuan (purposive sampling) – Contoh bola salju (snowball sampling) – Contoh berdasar keterangan ahli (expert sampling) – Contoh berdasar kuota (quota sampling) – Contoh sambil-lalu (haphazard/incidental sampling)
• Dalam pengambilan contoh acak sederhana (simple random sampling), setiap anggota populasi memiliki peluang atau kemungkinan yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel. • Teknis pengambilan contoh acak sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan undian maupun angka acak (random numbers) yang dapat diperoleh dari literatur, komputer, maupun kalkulator scientific. • Pengambilan sampel acak sederhana hanya boleh dilakukan bila populasi dapat dianggap homogen untuk kriteria yang hendak diteliti.
• Contoh tabel angka acak dari buku/literatur. Bila diperlukan tiga digit angka acak, bacalah angka tersebut setiap tiga angka, dan seterusnya. Angka yang lebih besar daripada jumlah populasi biasanya diabaikan. Penentuan tempat awal pembacaan dapat dilakukan dengan pensil sambil menutup mata.
• Angka acak juga dapat diperoleh dengan bantuan komputer, misalnya dalam Microsoft Excel dengan perintah =randbetween(a,b)
untuk menghasilkan bilangan acak yang besarnya terletak di antara a dan b. Bila dikehendaki bilangan acak antara 0 dan 1, dapat langsung digunakan perintah =rand()
• Kelebihan: • Merupakan teknik pengambilan sampel yang cukup praktis. • Tidak memerlukan informasi yang rinci tentang populasi. • Tidak memerlukan penggolongan/klasifikasi anggota populasi. • Kelemahan: • Tingkat kesalahan cenderung besar, terutama bila populasi tidak homogen. • Cenderung mengabaikan informasi tentang populasi.
• Pada pengambilan contoh acak berlapis (stratified random sampling), mula-mula populasi dibagi menjadi dua atau lebih lapisan (stratum) yang lebih homogen dan bersifat saling asing (mutually exclusive), yakni setiap anggota populasi berasal dari tepat satu lapisan. Selanjutnya, dari masing-masing lapisan yang terbentuk diambil sejumlah sampel secara acak. • Banyaknya sampel yang diambil dari setiap lapisan dinamakan alokasi sampel, dapat ditentukan seragam (sama untuk tiap lapisan), proporsional, maupun biaya minimum.
• Pada alokasi sampel seragam, banyaknya sampel yang diambil dari setiap lapisan sama banyak. • Pada alokasi sampel proporsional, banyaknya sampel yang diambil dari setiap lapisan sebanding dengan banyaknya anggota populasi dalam lapisan tersebut. • Pada alokasi sampel biaya minimum, ditentukan jumlah sampel sedemikian rupa sehingga biaya yang dikeluarkan (oleh peneliti/sponsor) mencapai minimum.
I L U S T R A S I
Bajuri, siswa SMA “Maju”, hendak mengadakan penelitian tentang persepsi siswa SMA “Maju” terhadap penambahan jam pelajaran. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa SMA “Maju” yang berjumlah 1800 orang dan dapat dibagi menjadi tiga lapisan di bawah ini: • stratum siswa kelas XII sebanyak 600 orang, • stratum siswa kelas XI sebanyak 600 orang, • stratum siswa kelas X sebanyak 600 orang.
Dari tiap stratum, Bajuri mengambil sejumlah siswa secara acak sebagai sampel untuk mengisi kuesioner yang telah disiapkan. Pengambilan sampel inilah yang disebut contoh acak berlapis (stratified random sampling).
• Kelebihan: • Dalam kondisi populasi heterogen, sampel ini lebih representatif dibandingkan pengambilan contoh acak sederhana. • Memungkinkan dilakukannya perbandingan antar kondisi lapisan / stratum. • Kelemahan: • Diperlukannya informasi yang cukup tentang masing-masing lapisan (stratum). • Peneliti harus menggolongkan masingmasing unit populasi ke dalam setiap stratum secara tepat.
• Mula-mula, populasi dibagi menjadi beberapa kelompok (cluster), kemudian diambil satu atau lebih cluster secara acak. Seluruh anggota populasi yang terdapat dalam kelompok / cluster itulah yang diteliti. • Perbedaan dengan sampel acak berlapis pada homogenitas: masing-masing lapisan pada sampel acak berlapis cenderung lebih homogen, sedangkan masing-masing kelompok pada sampel berkelompok (cluster sampling) tidak harus lebih homogen. lihat gambar pada slide berikut.
Stratum ke-1 Stratum ke-2
populasi ... Stratum ke-n
populasi
Stratified random sampling: Populasi dibagi menjadi beberapa lapisan, kemudian dari masing-masing lapisan diambil sejumlah individu sebagai sampel. Cluster sampling: Populasi dibagi menjadi beberapa kelompok / cluster, kemudian dipilih satu atau lebih kelompok sebagai sampel.
I L U S T R A S I
Seorang peneliti ingin mengetahui tingkat pemahaman siswa-siswi kelas enam SD di Kota Yogyakarta tentang kesehatan reproduksi. Untuk itu, diperlukan sampel dari puluhan SD di kota Yogyakarta. Dalam hal ini, pengambilan contoh acak sederhana tidak dapat dilakukan karena tidak tersedia kerangka sampel berupa daftar nama seluruh siswa kelas enam SD di Kota Yogyakarta. Apa yang dapat dilakukan? Peneliti dapat memandang kecamatan sebagai kelompok (cluster), kemudian memilih satu atau lebih kecamatan secara acak sebagai sampel. Selanjutnya, peneliti mengunjungi setiap SD yang terdapat dalam kecamatan tersebut dan menanyai siswa-siswi kelas enam di sekolah-sekolah tersebut sebagai sampel dalam penelitiannya.
• Cluster yang telah dipilih (sebagai unit sampel primer) dapat dibagi lagi menjadi beberapa subkelompok yang disebut unit sampel sekunder. Proses ini disebut pengambilan contoh dua tahap (two stage sampling menurut Mahalanobis atau subsampling menurut Cochran). • Kelebihan: • Praktis, karena kebutuhan data untuk kerangka sampel (sampling frame) dapat diperkecil. • Kelemahan: • Membagi cluster agar semuanya tetap mewakili (representatif) terhadap populasi penelitian merupakan hal yang sukar. • Pengukuran kesalahan (galat/eror) sangat sulit dilakukan.
I L U S T R A S I
Dari contoh semula, misal peneliti menganggap kecamatan sebagai “unit sampling primer”, ia dapat menganggap sekolah sebagai “unit sampling sekunder”. Untuk itu, ia mencatat daftar sekolah dalam setiap kecamatan yang terpilih sebagai sampel, kemudian mengundi untuk memilih satu atau lebih sekolah-sekolah dalam kecamatan tersebut. Selanjutnya, peneliti menanyai semua siswa kelas enam pada sekolah yang telah terpilih sebagai unit sampel. Dalam hal ini, peneliti tersebut menggunakan sampel multistage sampling.
POPULASI
Diambil satu atau lebih
UNIT SAMPLING PRIMER
Diambil satu atau lebih
UNIT SAMPLING SEKUNDER
• Pada pengambilan contoh sistematis (systematic sampling), diperlukan aturan tertentu untuk mengambil sampel dengan bantuan angka acak. • Ada tiga macam aturan yang dapat digunakan untuk mengambil contoh sistematis sebanyak n dari suatu populasi berukuran N, yakni: – Aturan Taro Yamane (1967) – Aturan Cochran (1977) – Aturan Lahiri (1952)
• Aturan Taro Yamane (1967) • Ditentukan n, kemudian ditentukan bilangan k = n/N (dibulatkan). • Selanjutnya diambil bilangan acak j, 0 < j < N. • Sampel sistematik yang terpilih adalah unit-unit populasi yang bernomor (j), (j ± k), (j ± 2k), (j ± 3k), dan seterusnya.
• Aturan Cochran (1977) • Ditentukan n, kemudian ditentukan bilangan k = n/N (dibulatkan). • Selanjutnya diambil bilangan acak j, 0 < j < k. • Sampel sistematik yang terpilih adalah unit-unit populasi yang bernomor (j), (j + k), (j + 2k), (j + 3k), dan seterusnya.
• Aturan Lahiri (1952) dalam Murthy (1967), dikutip dalam Cochran (1977) • Ditentukan n, kemudian ditentukan bilangan k = n/N (dibulatkan). • Selanjutnya diambil bilangan acak j, 0 < j < N. • Sampel sistematik yang terpilih adalah unit-unit populasi yang bernomor (j), (j +k), (j+ 2k), dan seterusnya memutari “lingkaran” khayal, artinya bila (j + pk) > N, secara otomatis kita mengambil unit ke (j + pk – N) sebagai sampel. • Catatan: Tidak masalah aturan mana yang hendak digunakan, asalkan konsisten dalam menentukan sampel yang dipilih!
Ilustrasi Contoh Sistematik Metode Cochran y
y+k
y + 2k
y + 3k
y + 4k
y + 5k ....
Ilustrasi Contoh Sistematik Metode Taro Yamane y – 3k
y – 2k
y-k
y
y+k
y + 2k
....
Ilustrasi Contoh Sistematik Metode Lahiri y y + 8k
y + 10k
y + 7k
y+k
y + 6k y + 2k y + 5k y + 4k
y + 3k
Dalam contoh sistematik metode Lahiri di samping, y + 10k > N sehingga yang diambil sebagai sampel adalah unit ke y + 10k – N Ternyata unit ini berada di antara unit ke y dan y+k.
I L U S T R A S I
Seorang peneliti ingin mengetahui pendapat para pedagang di pasar Prawirotaman terhadap usulan pembangunan pusat jajan dan oleh-oleh di lantai atas pasar tersebut. Dari sang Lurah Pasar, ia memperoleh daftar pedagang di pasar tersebut sebagai kerangka contoh (sampling frame). Misal di pasar tersebut ada 600 pedagang, dan ia hendak mengambil sampel sebanyak 100 orang dengan teknik pengambilan sampel sistematik menurut Taro Yamane. Mula-mula ditentukan k = 100/600 = 6. Selanjutnya, ia mengambil angka dari tabel bilangan random, misal didapat angka 243. Untuk itu, diambil sampel pedagang dengan nomor ... 195, 201, 207, 213, 219, 225, 231, 237, 243, 249, 255, 261, 267, 273, 289, 295, 301, ... (dan seterusnya).
• Pengambilan contoh bertujuan (purposive sampling) adalah pengambilan sampel yang dilakukan berdasarkan syarat atau kriteria tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti sesuai dengan hipotesis atau tujuan penelitiannya. • Dalam hal peneliti melakukan pengambilan sampel berdasarkan penilaiannya sendiri, contoh semacam ini dinamakan pengambilan contoh tertentu (judgement sampling).
I L U S T R A S I
Hilda ingin meneliti cara belajar yang digunakan oleh siswasiswi yang pernah mewakili Indonesia dalam olimpiade sains tingkat Internasional. Oleh karena itu, ia hanya akan mewawancarai siswa-siswi yang pernah mewakili Indonesia dalam olimpiade tersebut. Siswa-siswi peserta olimpiade sains tingkat Internasional yang ditanyai ini dapat dipandang sebagai sampel bertujuan/purposive sampling.
Bobo ingin mengetahui cara belajar yang diterapkan pada anak-anak dengan gangguan mental Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD). Karena adanya perbedaan derajat gangguan tersebut, maka ia mengamati dan menentukan sendiri apakah subjek ADHD yang ia temui layak dijadikan sampel dalam penelitiannya. Proses pengambilan contoh seperti inilah yang disebut judgement sampling.
• Kelebihan: • Peneliti dapat menentukan sendiri kriteria sampel yang diinginkan olehnya. • Memungkinkan diperolehnya sampel dengan kondisi-kondisi khusus menurut pertimbangan peneliti. • Kelemahan: • Tidak selalu dapat digunakan untuk mengukur proporsi secara kualitatif, kecuali bila digunakan sampel dalam jumlah yang cukup besar.
• Contoh dari ahli (expert sampling) merupakan pemilihan sampel berdasarkan pendapat dari para ahli atau orang yang lebih mengetahui kondisi populasi. • Kelebihan: – Praktis, terutama bagi penelitian yang dilakukan di luar daerah jangkauan peneliti.
• Kelemahan: – Informasi yang diberikan bisa bersifat bias karena terdapat tendensi/keinginan tertentu dari pemberi informasi.
I L U S T R A S I
Gober ingin meneliti pandangan pelajar kelas XII SMA / sederajat di kabupaten Sleman terhadap rencana penerapan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) mulai tahun ajaran 2013/2014 nanti. Sayangnya, Gober tidak memiliki informasi tentang SMA, SMK, dan MA yang berada di Kabupaten Sleman. Oleh karena itu, Gober mendatangi kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman dan menemui Kepala Dinas tersebut. Salah seorang staf dinas tersebut kemudian menunjukkan beberapa sekolah yang sebaiknya dijadikan sampel untuk penelitian itu. Berbekal informasi dari staf dinas ini, Gober segera mendatangi sekolah-sekolah yang dimaksud untuk melaksanakan penelitian yang diinginkannya.
• Pada pengambilan contoh bola salju (snowball sampling), mula-mula peneliti mengambil beberapa individu sebagai responden/sampel. Dari sampel yang telah terambil ini, peneliti mendapatkan informasi tentang beberapa orang lain yang juga dapat dijadikan sampel, demikian seterusnya hingga peneliti memperoleh sejumlah sampel yang cukup. • Metode ini biasanya digunakan bilamana tidak terdapat informasi pasti tentang jumlah maupun distribusi anggota populasi yang hendak diteliti.
I L U S T R A S I
Husin ingin meneliti potensi ekonomis pementasan wayang kulit oleh dalang di kota Yogyakarta. Karena tidak adanya daftar dalang di kota Yogyakarta, maka Husin mengambil dua orang dalang yang diketahuinya sebagai sampel. Dari dalang tersebut, Husin memperoleh kontak dalang lain sebagai sampel berikutnya. Demikian terus menerus hingga ia mendapat sejumlah dalang sebagai sampel. • Bila tersedia informasi yang cukup tentang anggota populasi, sebaiknya peneliti tidak menggunakan teknik pengambilan sampel Bola Salju (snowball sampling) ini.
• Pada pengambilan contoh dengan kuota (quota sampling), peneliti memfokuskan diri pada pemenuhan jumlah responden yang diperlukan dari masing-masing kelompok atau lapisan. Umumnya peneliti tidak memiliki kerangka sampling, namun perlu mengambil sampel dari berbagai kategori dalam jumlah tertentu agar dapat dibandingkan. • Bila peneliti memiliki kerangka sampel, contoh kuota lebih baik diganti dengan contoh acak berlapis (stratified random sampling).
I L U S T R A S I
Bulan Juli mendatang, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI berencana menerapkan kurikulum 2013 di tingkat pendidikan SD hingga SMA. Hatori, seorang pengamat pendidikan, ingin mengetahui pandangan pelajar SMP kelas IX di suatu kota tentang pemberlakuan kurikulum 2013. Berdasarkan informasi yang ada, di sekolah tersebut terdapat 14 SMP Negeri dan 26 SMP swasta. Hatori berencana mengambil 200 pelajar SMP sebagai sampel, dengan kuota: (14 / 40) x 200 orang = 70 siswa SMP Negeri (26 / 40) x 200 orang = 130 siswa SMP Swasta Pengambilan sampel ini tergolong sampel kuota, kare-na Hatori hanya memperhatikan jumlah siswa yang diperlukan dalam sampelnya.
• Pengambilan contoh sambil-lalu (incidental sampling atau haphazard sampling) dilakukan responden dengan ‘mengambil’ sembarang orang yang bisa diraihnya saat penelitian untuk dijadikan sampel. • Pengambilan contoh sambil-lalu sering dijumpai dalam uji organoleptik dan dalam riset perdagangan yang mengandung unsur promotif. Dalam penelitian ini, kondisi individu sampel tidak dianggap penting.
I L U S T R A S I
PT AntiNgelak merupakan produsen air minum dalam kemasan (AMDK) baru yang mengklaim produknya jauh lebih segar dan lebih nikmat dibandingkan produk air minum dalam kemasan maupun air mineral sejenisnya. Untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang air minum ini, PT AntiNgelak membuka stand di suatu mall. Beberapa karyawan PT AntiNgelak kemudian menanyai orang-orang yang lewat maupun berbelanja di mall tersebut sambil membagikan kenang-kenangan cantik. Dalam hal ini seorang pengunjung mall terpilih menjadi sampel karena kebetulan semata-mata, inilah yang dinamakan haphazard atau incidental sampling.
• Pengambilan sampel digunakan untuk memilih responden, bukan informan. Informan adalah orang yang menjadi pemberi informasi karena pengetahuannya, bukan karena posisinya yang mewakili suatu populasi. • Pengambilan sampel hanya digunakan pada populasi yang jumlahnya terhitung (countable).
– Populasi = masyarakat RW XI Mantrijeron Yogyakarta, sampel = 100 warga yang dipilih secara acak (benar). – Populasi = air laut di pantai selatan, sampel = dua liter air laut yang diambil dan diamati (salah).
• Bila peneliti ingin menggunakan pendekatan kuantitatif (misalnya menentukan persentase atau rata-rata suatu populasi berdasarkan sampel, membandingkan rata-rata beberapa populasi, dan sejenisnya), sebaiknya peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel probabilistik. • Sampel nonprobabilistik juga boleh digunakan untuk keperluan di atas, asalkan jumlah sampel yang diambil cukup besar sehingga meyakinkan.
Pengambilan Sampel Penelitian
BAGIAN II PENENTUAN JUMLAH SAMPEL
• Semakin tinggi derajat keseragaman (degree of homogeneity) populasi, sampel yang diambil akan semakin sedikit. • Semakin tinggi ketelitian (presisi), sampel yang dibutuhkan akan semakin banyak. • Semakin banyak sampel yang diambil, dibutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang semakin besar. • Beberapa teknik analisis data mensyaratkan jumlah sampel tertentu yang cukup besar.
• Pada tahun 1970, Robert V Krejcie dan Daryle W Morgan mempublikasikan tabel ukuran sampel yang dapat langsung digunakan tanpa melakukan perhitungan apapun. Tabel Krejcie dan Morgan pada tingkat signifikansi 5% dapat dilihat pada slide berikut. • Untuk keperluan khusus (misal pembandingan dua rata-rata dengan uji t, perbandingan proporsi, dan sejenisnya) sebaiknya peneliti menghitung sendiri jumlah sampel yang diperlukan dengan rumus-rumus tertentu.
N 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
n 10 14 19 24 28 32 36 40 44 48 52 56 59 63 66 70 73 76 80
N 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 280 290
n 86 92 97 103 108 113 118 123 127 132 136 140 144 148 152 155 159 162 165
N 300 320 340 360 380 400 420 440 460 480 500 550 600 650 700 750 800 850 900
n 169 175 181 186 191 196 201 205 210 214 217 226 234 242 248 254 260 265 269
N 950 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 2000 2200 2400 2600 2800 3000 3500 4000
n 274 278 285 291 297 302 306 310 313 317 320 322 327 331 335 338 341 346 351
N n 4500 354 5000 357 6000 361 7000 364 8000 367 9000 368 10000 370 15000 375 20000 377 30000 379 40000 380 50000 381 75000 382 1000000 384 N = ukuran populasi n = ukuran sampel
• Bila disajikan dalam bentuk diagram, tabel pada slide di atas akan menjadi seperti di bawah ini.
• Cochran, William G. 1977. Sampling Techniquees, 3rd edition. New York: John Wiley and Sons • Laning, Vina Dwi. 2009. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas XII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia • Sardjono. 2011. Metode Survei Sampel. Yogyakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (UGM) • Suharto, G. 1988. Metode Penelitian dalam Pendidikan Bahasa. Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta