PENERAPAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE PADA PEMBELAJARAN IPS SMP UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA Nur Atika Rizki1,2, Sudarmiatin2, Siti Malikah Towaf2 1 SMPN 1 Candi Laras Utara, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan 2 Pascasarjana Universitas Negeri Malang e-mail :
[email protected] Abstract : Education must give the best influential for student development to face globalitation environtment influence. Although way of thinking and behaviour of student many be influenced from society and family environment, but school also have a role to development of students mind. Development of juniour high school student physic and physicologies already can to do abstract thinking. Aim of Social Studies learning still don’t have result optimal achievment. The teacher in development about affective and cognitive domain of student need to understand about method and technique, among other is Value Clarification Tecnique. This article is not a result of research but only study of theory and concepts to description and analysis. Implementation of Value Clarification Tecnique as a technique is part of a strategy or method or model learning. It is can to become part of contectual learning or cooperative learning among problem-based learning, project-based learning, service learning dan workbased learning. Implementation of Value Clarification Technique to practice student for valuing, accepting, and taking a rational decide by analysis and evaluation about their values. Implementation of Value Clarification Technique is effective for encourage students to optimally develop of positve character potentition. They will using science and technology in wisely, and face their life in ratioanly. Keywords :. Value Clarification Technique , Critical Thinking, Social Studies
Abstrak : Pendidikan haruslah berpengaruh lebih baik terhadap perkembangan siswa dalam menghadapi pengaruh lingkungan, apalagi di era globalisasi. Meskipun pemikiran dan tingkah laku siswa banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan yakni masyarakat dan keluarga, namun pendidikan di sekolah juga mengambil peran dalam rangka mencerdaskan siswa. Perkembangan fisik dan mental siswa SMP sudah bisa untuk berpikir secara abstrak, sehingga bisa dikembangkan kemampuan berpikir kritisnya. Tujuan pembelajaran IPS masih belum dicapai secara optimal. Dengan demikian perlu dipahami metode atau teknik yang dapat mengembangkan ranah afektif sekaligus kognitif siswa, antara lain adalah Value Clarification Technique. Artikel ini adalah artikel nonpenelitian yang menelaah suatu teori dan konsep yang kemudian dideskripsikan. Value Clarification Technique sebagai suatu teknik tidak berdiri sendiri, ia menjadi bagian dalam strategi dan model pembelajaran kontekstual. Value Clarification Technique dapat dimasukkan dalam berbagai model pembelajaran kontekstual maupun pembelajaran kooperatif antara lain problem-based learning, project1
based learning, service learning dan work-based learning. Penerapan Value Clarification Technique akan melatih siswa dengan cara rasional melibatkan kemampuan berpikir siswa agar tumbuh kesadarannya untuk menillai, menerima dan mengambil keputusan melalui analisis dan evaluasi tentang nilai-nilai yang dimilikinya. Value Clarification Technique efektif mendorong siswa untuk mengembangkan potensi pembentukan karakter secara optimal ke arah yang positif, mulai dari tahap memilih nilai, menghargainya hingga mampu menerapkannya. Mereka akan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi secara bijak, serta menghadapi kehidupan secara rasional. Kata-kata Kunci : Value Clarification Technique, Berpikir Kritis, IPS
PENDAHULUAN
membentuk koordinasi yang berupa
Pemikiran dan perilaku adalah
sistem nilai. Sistem nilai sebagai
dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
pendorong seseorang berpikir dan
Apabila perpaduan keduanya seiring
bertindak. Menurut Sanusi (2014:5)
sejalan pada diri seseorang, maka
sistem nilai meliputi enam komponen
akan membentuk ciri khas tertentu
nilai yang saling terkait yaitu nilai
yang disebut dengan kepribadian.
teologi, nilai etik, nilai estetik, nilai
Syarkawi (2011:13) mengungkapkan
logis, nilai fisik-fisiologis dan nilai
bahwa kepribadian meliputi tingkah
teleologis.
laku, cara berpikir, perasaan, gerak
Kritis atau tidaknya pemikiran
hati, usaha aksi, tanggapan terhadap
seseorang tergantung bagaimana cara
kesempatan, tekanan dan cara sehari-
menggunakan nilai-nilai yang sudah
hari dalam berinteraksi.
diyakini dan dimilikinya. Browne
Seseorang berpikir dipengaruhi
dan Keely (2012:11) menyatakan
oleh nilai-nilai yang diyakini dan
bahwa nalar kritis terbentuk apabila
dimilikinya. Nilai-nilai tersebut akan
mampu mempertahankan nilai yang
menjadi standar berpikir seseorang.
dimiliki dan mampu memeriksa serta
Menurut Brisky dan Schwarter dalam
memperbaiki pemahaman nilai yang
Sanusi (2015:14) nilai adalah konsep
diyakini. Nalar kritis yang lemah
dalam bersikap tentang perilaku atau
pada seseorang adalah apabila ia
kondisi yang diharapkan mengatasi
hanya
situasi tertentu atau menjadi panduan
nilai yang diyakininya tanpa ada
dalam memilih dan mengevaluasi
upaya atau tidak mau memeriksa dan
perilaku dan peristiwa. Nilai-nilai
memperbaiki pemahaman terhadap
berusaha
mempertahankan
2
nilai. Sedangkan nalar kritis yang
imjinatif (Wiyani, 2014:76). Siswa
kuat pada seseorang adalah apabila ia
SMP pada umumnya sudah berusia
mampu memeriksa dan memperbaiki
12 tahun, mereka sudah mampu
pemahamannya terhadap nilai yang
berpikir secara simbolis, abstrak dan
diyakininya sebelum dipertahankan.
imajinatif.
Oleh karena itu seseorang akan
Ketidakmampuan siswa untuk
berpikir kritis apabila memiliki nalar
mewujudkan nalar kritisnya dalam
kritis yang kuat terhadap nilai-nilai
menerima dan mengolah informasi
yang dimilikinya.
akan berdampak pada perilakunya.
Nilai-nilai yang dimiliki dan
Sehingga bisa dikatakan bahwa siswa
diyakini diperoleh seseorang dari
yang bermasalah perilakunya karena
adanya interaksi terhadap informasi
tidak mampu berpikir kritis. Siswa
di lingkungan hidupnya dalam proses
mendapat tawaran dari lingkungan
sosialisasi. Siswa sebagai individu
untuk menjadi konsumtif terhadap
yang hidup di tengah keluarga dan
barang dan jasa yang belum tentu
masyarakat akan mengambil nilai-
sesuai dengan kebutuhannya bahkan
nilai yang terdapat di lingkungannya
nilai yang dimilikinya. Kebiasaan
sebagai acuan berperilaku. Nilai-nilai
menghabiskan waktu untuk hal-hal
yang terkandung dalam informasi
tidak
beragam, apalagi perkembangan ilmu
mengobrol yang tidak menambah
pengetahuan dan tekhnologi di era
kemampuan mereka untuk berpikir
globalisasi memudahkan mengakses
bahkan
informasi dari mana saja.
menurut mereka bermanfaat karena
bermanfaat
memicu
seperti
konflik,
hanya
namun
Siswa mampu dalam menalar
menjadi kesenangan. Mereka merasa
secara kritis menerima dan mengolah
tidak perlu berpikir terhadap dampak
informasi ketika ia mampu berpikir
dari perilakunya asalkan menurut
tanpa objek konkret. Menurut teori
mereka
perkembangan kognitif Piaget, usia
mengutamakan
12 tahun merupakan dimulainya
teleologis (nilai guna atau manfaat)
masa “periode operasional formal”.
sedangkan komponen nilai yang lain
Periode ini siswa telah memahami
seperti nilai teologis (agama yang
hal-hal yang bersifat abstrak dan
mempertimbangkan benar atau salah,
menyenangkan. komponen
Mereka nilai
3
baik atau buruk suatu tindakan) dan
lebih
nilai logis (berfungsinya akal untuk
berupa penguasaan materi sehingga
berpikir) diabaikan. Padahal semua
hasil yang berupa perubahan perilaku
komponen dalam sistem nilai tidak
terabaikan. Hal ini juga terjadi dalam
terpisah dan saling terkait. Ketidak
IPS di mana masih banyak terfokus
mampuan mereka dalam memilah
pada materi karena banyaknya materi
informasi bisa membuat mereka
yang harus diajarkan. Kemudian
terjerumus
materi IPS SMP berkurang setelah
dalam
perilaku
yang
menyimpang.
mementingkan
hasil
yang
mengalami perubahan yakni dengan
Ketidakmampuan siswa dalam
bergantinya kurikulum (Kurikulum
berpikir kritis bisa membuat mereka
2013). Selain materi yang banyak,
terjerumus
guru juga masih kurang memahami
pada
perilaku
yang
menyimpang. Mereka menganggap
metode
dan
model
tidak perlu berpikir terhadap dampak
digunakan untuk mengembangkan
dari perilakunya baik pada dirinya
kemampuan kognitif, afektif dan
maupun kepada orang lain asalkan
psikomotor siswa secara bersamaan.
menyenangkan dan memuaskan bagi
Hasil penelitian pada SMP
hawa nafsunya. Bahkan kenakalan
Negeri di Kabupaten Wonogiri tahun
remaja sekarang sudah meningkat
2012
pada tindakan kriminalitas. Hal ini
dalam proses pembelajaran masih
karena dorongan-dorongan paksaan
terfokus pada materi. Guru membuat
atau obsesi-obsesi bahkan desakan
RPP dengan mencantumkan nilai-
pemenuhan hidup yang sangat kuat
nilai karakter yang ingin dicapai
(Unayah dan Sabarisman, 2015:137).
namun
Fenomena tersebut juga melanda di
masih kurang memahami metode dan
kalangan siswa SMP.
model
menunjukkan
sering
yang
bahwa
terlupakan.
pembelajaran
yang
dapat
guru
Guru
dapat
Menurut Sardiman (2011:148),
mendukung pelaksanaan internalisasi
kemerosotan akhlak, moral dan etika
nilai karakter dalam pembelajaran
kesantunan, serta jati diri bangsa atau
IPS (Suryani dan Haryati, 2012).
karakter pada siswa sedikit banyak
Begitu juga yang terdapat pada SMP
merupakan dampak penyelenggaraan
Kecamatan Jaya Baru Kota Banda
pendidikan. Hasil dari pendidikan
Aceh. Metode dalam pembelajaran
4
IPS yang digunakan kurang variatif
akan memiliki kepribadian dari hasil
menyebabkan pembelajaran kurang
telaah kritis. Siswa yang memiliki
efektif. Bahkan IPS dianggap sebagai
kepribadian akan dapat mengolah
mata pelajaran yang mudah dan tidak
informasi kemudian memilih yang
menarik (Nurhayati, 2015). Siswa
benar untuk mengatasi masalah yang
mempelajari apa yang ada di buku
dia hadapi bahkan berperan di tengah
teks tanpa menghubungkan dengan
masyarakat.
kondisi riil yang ada di sekitar
Value Clarification Technique
(Soeprapto, 2010). Dengan demikian
merupakan salah satu teknik yang
tidak terwujud proses berpikir kritis
dapat diterapkan menginternalisasi
dalam pembelajaran pada siswa.
nilai dalam proses pembelajaran.
Pendidikan berpengaruh lebih
Teknik ini dapat mengembangkan
baik terhadap perkembangan siswa
kemampuan berpikir kritis siswa
dalam usaha mereka menghadapi
karena menekankan pada bagaimana
pengaruh lingkungan, apalagi di era
seseorang membangun nilai yang
globalisasi. Meskipun pemikiran dan
akan menjadi cerminan perilakunya
tingkah laku siswa lebih banyak
dalam kehidupan. Teknik ini juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan
dapat digunakan untuk mengetahui
yakni
keluarga,
tingkat kesadaran siswa tentang suatu
namun pendidikan di sekolah juga
nilai, sehingga sedini mungkin sudah
mengambil
rangka
dapat dideteksi nilai yang dimiliki
mencerdaskan siswa sebagai bagian
siswa mengarah ke hal positif atau
dari masyarakat. Siswa memiliki hak
negatif. Nilai yang dimiliki siswa ini
mendapat kesempatan untuk dibina
akan
pemikiran dan perilakunya oleh guru
lakunya.
agar menjadi generasi yang cerdas.
meyakini nilai kebersihan adalah
Kemampuan berpikir kritis siswa
pangkal kesehatan ( nilai teleologis,
dapat dilatih dalam pendidikan di
fisiologis dan logis), atau nilai
sekolah. Salah satu caranya adalah
kebersihan sebagian dari iman (nilai
melalui internalisasi nilai yang bisa
teologis), maka ia akan berusaha
dilakukan oleh guru membentuk pola
menjaga
pikir dan pola sikap siswa.
dirinya maupun di sekitarnya. Sikap
masyarakat
peran
dan
dalam
Siswa
berpengaruh Misalnya
kebersihan
pada siswa
baik
tingkah yang
untuk
5
dan perilaku tidak hanya dapat
sebagai sebuah proses yang tidak
dikembangkan melalui materi atau
berdiri sendiri untuk bisa melakukan
pembiasaan saja tapi juga melalui
aktivitas
metode, media, dan evaluasi yang
mengevaluasi suatu peristiwa atau
bervariasi (Maryani, 2009:12).
pernyataan apabila ia menggunakan
berpikir.
Siswa
dapat
Artikel ini merupakan hasil
standar dalam mengevaluasi. Standar
pengkajian terhadap teori-teori dan
ini yakni nilai-nilai yang didapatkan
penelitian empiris terdahulu. Tujuan
dari informasi terdahulu sebelum ia
dari
hasil
berhadapan dengan suatu peristiwa
penelitian terdahulu adalah untuk
atau pernyataan orang lain yang
mengetahui bagaimana penerapan
harus dievaluasi. Misalnya siswa
Value Clarification Technique dalam
mengevaluasi suatu perbuatan benar
pembelajaran IPS dapat membantu
atau salah dengan standar nilai yang
guru mengembangkan kemampuan
dimilikinya.
mengkaji
teori
dan
berpikir kritis siswa.
Menurut Brookfield (2012:14),
Metode penulisan artikel ini
berpikir kritis sebagai kebiasaan
adalah sebagaimana penulisan artikel
memastikan asumsi yang diambil
nonpenelitian. Data diperoleh dari
akurat dan tindakan yang diambil
pengkajian konsep-konsep teori dan
memiliki
hasil-hasil penelitian terdahulu yang
Siswa berasumsi sangat dipengaruhi
kemudian ditulis dengan analisis
oleh sejumlah pengetahuan dan nilai
deskriptif.
yang telah dimiliki dan diyakninya.
hasil
yang
diinginkan.
Misalnya pengetahuannya tentang KAJIAN TEORI DAN HASIL
sistem kerja fotosintesis daun yang
PENELITIAN TERDAHULU
memerlukan CO2 dan mengeluarkan
Berpikir Kritis
O2 dihubungkannya dengan suatu
Menurut Johnson (2011:183),
fenomena pencemaran udara yang
berpikir krirtis adalah sebuah proses
banyak menghasilkan CO2. Siswa
terorganisasi yang memungkinkan
berasumsi
siswa mengevaluasi bukti, asumsi,
banyak daunnya akan banyak terjadi
logika, dan bahasa yang mendasari
fotosintesis, maka akan mengurangi
pernyataan orang lain. Berpikir kritis
pencemaran. Siswa akan berasumsi
banyak
pohon
yang
6
melihat nilai guna dari pohon untuk
Menurut Edward Glaser dalam
menetukan tindakannya, menanam
Fisher (2001:7), kemampuan berpikir
pohon menjadi pilihan.
kritis dapat dilihat dari beberapa
Browne dan Keely (2012:14),
kemampuan : (1) untuk mengenal
mengemukakan bahwa berpikir kritis
masalah; (2) untuk mencari cara-cara
merupakan aktivitas sosial karena
yang dapat dipakai untuk menangani
juga melibatkan orang lain. Interaksi
masalah-masalah; (3) mengumpulkan
banyak mengandalkan kemampuan
data dan informasi yang diperlukan;
mendengarkan dengan penuh hormat
(4) mengenal asumsi dan nilai yang
yang orang lain katakan. Berpikir
tidak dinyatakan; (5) memahami dan
kritis
digunakan
menggunakan bahasa secara tepat,
dalam hidup bermasyarakat yang
jelas dan khas; (6) menganalisis data;
beragam pemikiran. Menurut mereka
(7) menilai fakta dan mengevaluasi
berpikir kritis memiliki tiga dimensi,
pernyataan; (8)
yaitu: pertama adalah pengetahuan
hubungan yang logis antar masalah-
akan serangkaian pertanyaan kritis
masalah; (9) menarik kesimpulan-
yang saling terkait; kedua adalah
kesimpulan dan kesamaan-kesamaan
kemampuan dalam melontarkan dan
yang
menjawab pertanyaan kritis pada saat
kesamaan
yang
seseorang ambil; (11) menyusun
sangat
tepat;
kemauan
penting
dan
ketiga
untuk
adalah
menggunakan
mengenal adanya
diperlukan;
kembali
dan
(10)
menguji
kesimpulan
pola-pola
yang
keyakinan
pertanyaan kritis tersebut secara
seseorang berdasarkan pengalaman
aktif.
yang lebih luas; dan (12) membuat
Pengetahuan awal siswa adalah
penilaian yang tepat tentang hal-hal
informasi yang menjadi modal dalam
yang kualitas-kualitas tertentu dalam
berpikir kemudian dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari.
pengetahuan baru ataupun fakta yang
Melatih kemampuan berpikir
ada. Pengetahuan baru dan fakta
kritis siswa bisa dengan melatih
membuat siswa bertanya dan mencari
menganalisis
jawabannya secara kritis. Senantiasa
dekat dengan kehidupan sehari-hari
menggunakan pertanyaan-pertanyaan
siswa. Guru memberikan contoh
kritis dalam segala hal.
permasalahan atau mereka
permasalahan
yang
yang
7
mengemukakan apa yang menurut
(2006:283).
Value
Clarification
mereka suatu masalah.
Technique membantu melatih siswa untuk mendapat wawasan bertanya
Value Clarification Technique
tentang nilai. Menghadirkan situasi
Value Clarification Technique adalah
salah
satu
teknik
yang
dikembangkan oleh Louis.E Raths, Merrill Harmin, dan Sidney Simon untuk mencari dan menentukan suatu nilai
yang diangap
baik
dalam
menghadapi persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. Menurut Simon dkk (2009), VCT adalah
suatu
pendekatan
yang
digunakan untuk membantu orang menjawab beberapa pertanyaan dan membangun sistem nilainya sendiri. Menurut Adisusilo (2012:141), Value Clarification Technique adalah pendekatan pendidikan nilai yang melatih
kesadaran
peserta
didik
menemukan, memilih, menganalisis, memutuskan dan mengambil sikap sendiri nilai-nilai hidup yang ingin diperjuangkannya.
bertujuan untuk membantu siswa mencari dan menentukan suatu nilai dianggapnya
baik
dalam
menghadapi persoalan melalui proses menganalisis
nilai
konflik yang berkaitan dengan nilai. Siswa menyelesaikan permasalahan tersebut memilih diantara nilai-nilai mana yang baik yang diinginkannya (Jarolimek 1977:67). Hasil
Treatmen
Oliha
dan
Audu (2015) pada empat sekolah menengah pertama di Edo state of Nigeria menunjukkan bahwa Value Clarification Technique lebih efektif dalam mengurangi kecenderungan putus sekolah. Siswa dapat berpikir kritis dalam menilai keputusan yang terbaik harus mreka ambil dalam hidupnya. Mereka dapat memikirkan masa depan dan menilai kebiasaan putus sekolah adalah sesuatu yang buruk. Mengklarifikasi nilai sangat penting dalam berpikir kritis siswa sehingga mereka dapat berpikir ke arah yang positif dan berinteraksi
Value Clarification Technique
yang
di mana ada permasalahan atau
yang
sudah
dengan orang lain. Penelitian di SMP Solo Raya menunjukkan bahwa kelompok siswa memililki nilai karakter yang lebih baik pada pembelajaran IPS sejarah yang diterapkan Value Clarification
tertanam dalam diri siswa Sanjaya 8
Technique dari pada kelompok yang
2013). Penerapan Value Clarification
menggunakan ekspositori (Suryani,
Technique
2013). Value Clarification Technique
pandangan siswa terhadap belajar.
lebih efektif dalam menginternalisasi
Siswa akan lebih bisa menghargai
nilai. Siswa dapat memiliki nilai-
pentingnya belajar dan meningkatkan
nilai yang patut digunakannya untuk
prestasinya. Siswa dengan sadar
mengatasi masalah kehidupannya.
memotivasi dirirnya untuk belajar
Demikian pula pada penelitian terhadap mahasiswa yang diterapkan Living
Values-Based
berpengaruh
karena ia sudah dapat berpikir secara kritis nilai yang yang dimilikinya.
Contextual
Learning menunjukkan hasil bahwa
PEMBAHASAN
karakter
Berpikir Kritis dalam
mahasiswa
berkembang
lebih baik sebesar 26% (Komalasari, 2012).
Ciri
dari
terhadap
orang
yang
Pembelajaran IPS Menurut
Maryani
(2009:1),
berkarakter adalah orang yang sudah
mata pelajaran IPS menjadi fondasi
menganggap perilaku terikat dengan
penting pengembangan intelektual,
nilai yang dimilikinya. Keterikatan
emosional, kultural, dan sosial siswa.
ini melalui proses berpikir kritis
Hal ini karena pembelajaran IPS
yakni menghubungkan antara nilai
adalah untuk menumbuhkembangkan
yang dimilikinya dan fakta yang
cara siswa berfikir, bersikap, dan
dihadapinya terhadap konsekuensi
berperilaku yang bertanggungjawab
yang diperolehnya ketika memiliki
selaku individu, warga masyarakat,
karakter tertentu.
warga negara, dan warga dunia.
Penelitian di SMP 4 Surakarta
Program
IPS
bertujuan
untuk
menunjukkan bahwa siswa kelas VIII
membantu dan melatih peserta didik
berbeda motivasinya antara kelas
untuk berkemampuan mengenal dan
yang diterapkan Value Clarification
menganalisis suatu persoalan dari
Technique dengan yang tidak. Dari
berbagai
hasil penelitian menunjukkan Value
menyeluruh (Supardan, 2015:17).
Clarification
Technique
sudut
pandang
secara
effektif
Towaf (2014:84) menyimpulkan
memotivasi siswa yang berpengaruh
bahwa mata pelajaran IPS bertujuan
juga terhadap prestasinya (Widodo,
antara lain agar siswa : (1) mengenal
9
konsep-konsep kehidupan yang ada
Mereka sudah bisa memahami hal-
di masyarakat dan lingkungannya;
hal
(2) memiliki kemampuan dasar untuk
imajiatif, sehingga dapat membawa
berpikir logis dan kritis, rasa ingin
rekaman informasi dalam memorinya
tahu, inkuiri, memecahkan masalah,
untuk dihubungkan dengan hal-hal
dan keterampilan dalam kehidupan
yang
social; (3) memiliki komitmen dan
kejiwaan siswa di tingkat SMP masih
kesadaran terhadap nilai-nilai sosial
dominan bersifat anak-anak terutama
dan kemanusiaan; (4) berkemampuan
ketika baru menjadi siswa kelas VII,
dalam berkomunikasi, bekerjasama
sementara secara biologis mereka
dan berkompetisi dalam masyarakat
sudah menuju kedewasaan, sehingga
yang majemuk, di tingkat lokal,
mereka
nasional, dan global.
yang lebih banyak menyelesaikan
Melalui
pembelajaran
IPS,
yang
baru
bersifat
abstrak
dipelajarinya.
memerlukan
dan
Secara
pendidikan
permasalahan kehidupan
siswa dilatih untuk menjadi insan
Siswa
SMP
dapat
dilatih
yang cerdas menghadapi perubahan
berpikir secara sadar terhadap apa
diri maupun lingkungannya. Upaya
yang harus dilakukannya sesuai nilai
ini agar mereka tidak terjerumus ke
yang dimilikinya, bukan dipaksa
dalam perilaku yang negatif terutama
untuk berbuat dengan nilai yang
dari pengaruh arus globalisasi yang
belum dimilikinya. Dengan demikian
menawarkan
nilai-nilai
siswa akan terbiasa berpikir secara
kehidupan. Potensi diri siswa di
kritis sebelum mengambil sebuah
tingkat SMP berkembang sangat
tindakan
pesat
maupun
perkembangan zaman. Siswa belajar
kejiwaan hal ini berpengaruh pada
untuk menganalisis terlebih dahulu
aspek
informasi yang didapatkannya.
baik
beragam
fisik,
kognitif,
psikomotornya.
akal,
afektif,
menyikapi
siswa
Kemampuan cara berpikir tidak
mengalami perkembangan ciri-ciri
hanya dari kemampuan siswa itu
biologis,
belajar
sendiri tetapi juga dipengaruhi oleh
kondisi
lingkungan
menyesuaikan
Fisik
dan
maupun
mereka dengan
di
sekitarnya
yang
perubahan dan harus memahami
mengkristal sebagai pengalaman dan
tanggung jawab terhadap dirinya,.
hasil
belajar.
Pengkristalan
ini
10
menjadi konsep-konsep abstrak yang
tidak mengabaikan pengembangan
dapat saling dihubungkan pada saat
afektif telah mewujudkan esensinya
proses berpikir. Berpikir merupakan
sebagai proses pendidikan. Dalam
kegiatan penalaran yang berorientasi
Undang-Undang Republik Indonesia
pada suatu proses intelektual. Proses
No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
intelektual
Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1
menghasilkan
refleksi
menilai informasi yang terkumpul dari hasil belajar, pengalaman dan pengamatan secara kritis. Guru dalam pembelajaran IPS berperan penting untuk melatih siswa berpikir
kritis.
Strategi
yang
digunakan harus berpengaruh dalam mengarahkan
siswa
menentukan
kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan nilai yang dianggapnya baik atau tidak baik. Pembelajaran IPS yang berpengaruh dengan
mewujudkan
proses yang meaningful (bermakna), integgrative (terpadu), value based (berdasar pada nilai), active(siswa aktif) dan challenging (menantang untuk memotivasi siswa belajar) (Supardan, 2015:6).
terhadap perubahan tingkah laku jika tidak mengabaikan sisi afektif siswa yakni adanya value based. Salah satu strateginya adalah dengan penerapan Value Clarification Technique dalam Pembelajaran
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk ewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta idik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” (UU RI No 20 Tahun 2003, 2003:). Penerapan Value Clarification Technique dalam pembelajaran IPS sebagai upaya mewujudkan adanya proses berpikir kritis siswa. Hal ini karena berpikir kritis melibatkan kedua ranah tersebut. Krathwohl, Masia dan Bloom dalam Wicaksono (2011: 115) mengemukakan bahwa luaran dari penerapan domain afektif
Pembelajaran IPS berpengaruh
pembelajaran.
dijelaskan bahwa :
yang
sangat
dibutuhkan dalam proses
belajar mengajar, karena domain afektif
memiliki
pengaruh
yang
sangat signifikan terhadap domain kognitif. Hubungan antara domain afektif dan domain kognitif tersebut dalam adalah sebagai berikut :
11
1. Untuk mencapai tingkatan knowledge di domain kognitif, harus didahului oleh level receiving pada domain afektif agar siswa dapat benar-benar memahami materi. 2. Untuk mencapai tingkatan pemahaman pada domain kognitif, membutuhkan hasil responding yang berada di domain afektif. Sebab tanpa adanya respon yang baik dari pembelajar, maka tingkat pemahaman dalam domain kognitif tidak akan pernah tercapai. 3. Untuk mencapai tingkatan aplikasi pada domain kognitif, seorang pembelajar harus terlebih dulu memiliki nilai yang ada di dalam dirinya dan secara sukarela menerapkan secara langsung (level valuing) agar dapat mengaplikasikan pemahaman yang telah diperoleh secara baik. 4. Untuk mencapai tingkatan analisa pada domain kognitif, seorang pembelajar harus terlebih dulu mencapai level conceptualization pada domain afektif, karena seseorang tidak mungkin dapat melakukan analisa tanpa daya konseptualisasi nilai yang telah dia miliki. Karena itu, pembelajar harus mencapai tingkatan conceptualization berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki. 5. Pada tingkatan evaluasi pada domain kognitif, seorang pembelajar seharusnya telah mampu mencapai tahapan characterization pada domain afektif.
Hubungan
antara
domain
afektif dan domain kognitif terjadi timbal balik saling mempengaruhi secara bersamaan sebagai berikut : 1. Setiap
manusia
yang
normal
memiliki potensi akal. Manusia dapat
berpikir
diberikan
apabila
informasi.
sudah
Informasi
tersebut menjadi pengetahuannya (knowledge). Informasi awal ini akan menjadi landasan mereka berperilaku.
Pada
tahap
awal
diberikan informasi bahwa untuk mencapai
pengetahuan
harus
bersikap mau menerima informasi (level receiving). Mereka juga diberikan
informasi
mengapa
mereka harus bersikap demikian, yakni
memberikan
informasi
tentang nilai-nilai yang melandasi sikap
tersebut.
Misalnya
kewajiban menuntut ilmu (nilai teologis), informasi tidak akan didapat
secara
utuh
apabila
menolak atau tidak mau menerima informasi tersebut (nilai logis). Pengetahuan yang didapat akan berguna dalam kehidupan (nilai teleologis), setiap orang ingin dihargai dalam memberikan dan menerima informasi (nilai etis). Setelah mendapatkan pengetahuan
12
awal inilah kemudian direspon
mencek
dan
nilai yang kemudian hasilnya
terjadi
proses
menuju
pemahaman.
adalah
2. Pengetahuan
yang sudah jadi
pemahaman akan direspon oleh dirinya
untuk
mempertahankan
terbentuk
karakterisasi
sebagai wujud internalisasi nilai. 5. Karakter yang sudah dimiliki akan
dan
digunakan dalam proses level
tersebut
menciptakan. Pada tingkatan ini
sebagai nilai yang dimilikinya.
dapat merancang, membangun,
Terwujud
memproduksi
menjadikan
menerima
dan
nilai-nilai
level
valuing
atau
dan
sebagainya
menghargai nilai diikuti dengan
sesuai dengan karakter tersebut.
meyakininya.
Misalnya apabila seseorang yang
3. Pengetahuan dan nilai yang sudah
memproduksi
kayu
ingin
diyakini akan direspon kembali
mengaplikasikan pengetahuannya
oleh kognitifnya sehingga bisa
terhadap
diterapkannya atau pengaplikasian
pengolahan kayu dan menambah
terhadap pemahaman.
nilai guna atas kayu. Tidak cukup
4. Proses
berpikir
cara
ketika
sampai di situ saja, ia juga harus
pemahaman
menganalisis, mengorganisasikan,
yang sudah ada dihadapkan pada
mengevaluasi pengolahan kayu
fakta, pengetahuan yang baru dan
yang sesuai dengan karakter yang
nilai-nilai yang baru. Pada tahap
dimilikinya. Apabila nilai-nilai
ini mendorong untuk menganalisa
yang diyakininya dan menjadi
dengan cara mengorganisasikan
karakternya adalah yang penting
nilai-nilai yang sudah diyakini,
dari pengolahan kayu itu ia bisa
yakni menghubungkan antara nilai
menghasilkan
yang satu dengan yang lain.
banyaknya (nilai teleologis), tanpa
Kemudian menemukan konsep
mempertimbangkan
(level conceptualization) untuk
lain maka ia tidak akan peduli
menentukan
dengan
pengetahuan
terjadi
bagaimana
dan
nilai
mana
yang
uang
lingkungan
sebanyak-
nilai
alam
dan
sesuai dengan yang dipegang.
lingkungan
Pada level analisis ini juga akan
nilai yang diyakininya adalah
terjadi
orang lain atau makhluk lainnya
level
evaluasi
yakni
sosialnya.
yang
Apabila
13
juga membutuhkan kenyamanan
nilai-nilai positif yang diarahkan oleh
hidup di lingkungannya, maka ia
guru, kemudian nilai-nilai tersebut
akan memperhatikan bagaimana
menjadi milik siswa.
agar
produksi
kayunya
tidak
Kemampuan
berpikir
kritis
merusak lingkungan atau
tidak
siswa dalam menilai dan menerima
membahyakan bagi manusia lain
suatu fenomena kehidupan akan
dan habitat hewan.
dapat mengurangi ketergantungannya terhadap pengaruh orang lain dalam Clarivication
mengambil keputusan. Mereka akan
Tecnique dalam Pembelajaran IPS
bisa berpikir secara mandiri, berbuat
Penerapan Value Clarivication
tanpa menunggu ide dari orang lain
Technique dalam pembelajaran IPS
karena sudah dapat berinisiatif. Hal
akan melatih siswa dengan cara
ini karena tujuan penerapan Value
rasional menumbuhkan kesadarannya
Clarification
menilai, menerima dan mengambil
pembelajaran IPS untuk melatih
keputusan terhadap suatu fenomena.
siswa
Cara tersebut melalui analisis dan
mengambil keputusan terhadap suatu
evaluasi
fenomena kehidupan sehari-hari di
Penerapan
Value
tentang nilai-nilai
yang
dimilikinya. Siswa dapat menentukan
Penerapan Value Clarivication
menilai,
dalam
menerima
dan
tengah masyarakat.
suatu nilai bersifat negatif atau positif melalui proses berpikir.
Technique
Penerapan Value Clarification Technique tidak berdiri sendiri tetapi ia
suatu
bagian
yang
menjadi
Technique dalam pembelajaran IPS
kesatuan dari pembelajaran. Oleh
melatih siswa untuk menentukan
karena
pandangannya terhadap nilai yang
Technique dapat digunakan dalam
baru dikenalnya. Pembelajaran yang
berbagai
melatih siswa mengambil keputusan
kontekstual maupun pembelajaran
sendiri,
kooperatif antara lain problem-based
bukan
hanya
sekedar
itu
Value
model
Clarification
pembelajaran
meminta mereka mematuhi apa yang
learning,
disampaikan oleh guru. Siswa akan
service learning dan work-based
bisa menentukan nilai-nilai positif
learning (Komalasari, 2012).
yang
dimilikinya
dan
project-based
learning,
menerima
14
Menurut John Jarolimek dalam Sanjaya
(2006:284-285),
pembelajaran
Value
dan bangga dengan nilai
langkah
yang
Clarification
Nilai
tersebut menjadi bagian
Technique ada tiga tingkatan yang
integral dari dirinya;
terdiri dari tujuh tahapan. (1)
dipilihnya.
(b)
Siswa
berani
dengan
Kebebasan Memilih Nilai
penuh kesadaran untuk
Pada tingkatan ini terdiri dari
menunjukkan di depan
tiga tahapan, yaitu :
orang lain nilai yang
(a)
Siswa diberi kesempatan
sudah
untuk
integral dalam dirinya.
memilih
secara
bebas dalam menentukan
(b)
bagian
Berbuat Sesuai Nilai
yang
nilai yang menurutnya
Dipilih.
baik.
Pada tingkatan ini terdiri dari
Siswa diberi kesempatan secara bebas menentukan
(c)
(3)
menjadi
dua tahapan, yaitu : (a)
Siswa mau dan mampu
nilai yang dipilihnya dari
mencoba
beberapa alternatif nilai
nilai yang sudah menjadi
pilihan untuk bersikap;
bagian
Siswa diberi kesempatan
dirinya;
untuk melakukan analisis
integral
dari
Nilai
yang
dan mempertimbangkan
bagian
integral
konsekuensi yang akan
tercermin dalam perilaku
timbul
sehari-harinya.
sebagai
(b)
melaksanakan
akibat
menjadi siswa
pilihannya.
(2)
Menghargai Nilai Pada tingkatan ini terdiri dari dua tahapan, yaitu : (a)
Siswa ditanyakan tentang perasaan terhadap nilai yang menjadi pilihannya hingga nampak senang
Penerapan Value Clarification Technique dimasukkan
sebagai dalam
teknik
dapat
model-model
pembelajaran yang sesuai materi IPS. Misalnya pada materi Kelangkaan dan Kebutuhan Manusia. Dalam rangka
memenuhi
kebutuhannya,
manusia adalah sebagai konsumen.
15
Manusia
mengkonsumsi
sangat
tema
tersebut.
Pertanyaannya
dipengaruhi oleh pertimbangan nilai.
antara lain mengarah kepada ingin
Model perilaku konsumen Assel
tahunya bahwa dari list yang
dalam
dimilikinya suatu kebutuhan atau
Sudarmiatin
menyatakan
(2009:3)
bahwa
pilihan
konsumen
dalam
membeli
barang/jasa
dipengaruhi
persepsi,
keinginan. 4. Siswa
memperhatikan
gambar
tentang kelangkaan. Kemudian
sikap, gaya hidup dan kepribadian
menginterpretasi,
individu.
mengevaluasi menggunakan nilai
IPS
menganalisis,
Tahapan dalam pembelajaran
yang sudah dimilkinya. Muncul
dapat
pertanyaan keingintahuannya dan
digambarkan
sebagai
berikut :
menggali jawaban dari sumber
Tahap I kebebasan memilih nilai
informasi lainnya.
1. Siswa menuliskan atau melist
Tahap II menghargai nilai
sepuluh hal yang dianggapnya
5. Siswa
menghargai
nilai
yang
sebagai suatu kebutuhan. Siswa
menjadi pilihannya dengan rasa
juga memberikan alasan mengapa
senang
hal
menunjukkannya di depan orang
tersebut
menurut
mereka
adalah kebutuhan. 2. Siswa
diberikan
dan
bangga,
berani
lain baik pendapatnya maupun kesempatan
sikapnya. Pada tahapan ini guru
membandingkan dengan satu atau
dan siswa sering berdialog satu
dua orang temannya apakah sama
persatu secara terbuka namun
atau tidak kebutuhan. kemudian
tidak
melist kebutuhan yang sama.
pendirian tertentu. Siswa juga
3. Siswa dibiarkan menilai sendiri
mendesak
belajar
siswa
mendengarkan
pada
dan
masing-masing secara bebas dan
menghargai pendapat orang lain.
mencari informasi dari berbagai
Dari sini guru dapat mengukur
sumber untuk menentukan nilai-
dan mengetahui tingkat kesadaran
nilai yang akan mereka ambil atau
siswa tentang suatu nilai, seberapa
yang harus dihindari. Siswa juga
kritis siswa berpikir tentang suatu
membuat pertanyaan kritis yang
nilai
ingin mereka ketahui dari sub
maupun
yang
sudah nilai
dimilikinya yang
baru
16
dikenalnya.
dibiarkan
kehidupan siswa. Pembelajaran IPS
menemukan sendiri sikap seperti
berperan penting dalam membentuk
apa yang harus dimilikinya dalam
karakter siswa, karena bertujuan
permasalahan memberikan
Siswa
tersebut.
Guru
untuk menyiapkan siswa menjadi
pertanyaan
untuk
warga negara yang mampu berpikir
meyakinkan
apakah
mereka
kritis
dan
bertanggung
jawab.
bangga, senang dan merasa lebih
Kemampuan berpikir kritis sangat
baik jika memilih nilai tersebut.
dibutuhkan siswa di era globalisasi
Tahap III berbuat sesuai nilai
dalam
6. Berbuat sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
Keputusan
menghadapi
permasalahan
pribadi maupun negara dan dunia.
sikap
Melatih siswa berpikir kritis
yang sudah dipikirkan secara
memerlukan strategi-strategi dalam
kritis dengan penuh kesadaran
pembelajaran
sesuai kemauan dan kemampuan
mereka
berusaha melaksanakannya. Siswa
keputusan sendiri menentukan sikap
melaksanakannya bukan karena
sesuai nilai yang dimilikinya. Value
terpaksa, takut hukuman guru atau
Clarification
orang lain, sehingga perilakunya
sebuah teknik pembelajaran yang
sehari-hari mencerminkan nilai
membantu siswa mengembangkan
yang telah dipilihnya.
kemampuan berpikir kritis siswa.
untuk
yang
mengarahkan
bisa
mengambil
Technique
adalah
Guru dapat menanamkan nilai-nilai yang
diharapkan
menginternalisasinya
dengan pada
cara proses
pembelajaran menggunakan teknik PENUTUP
ini. Melalui teknik ini siswa mencari
Kesimpulan dan Saran
dan menentukan suatu nilai yang
Kemampuan
siswa
berpikir
diangap baik dalam menghadapi
kritis dalam menentukan nilai yang
persoalan. Siswa mencari dengan
terbaik untuk menjadi keputusannya
proses menganalisis nilai yang sudah
bersikap harus senantiasa dilatih
ada dan tertanam dalam diri siswa.
terlebih pada era globalisasi karena
Dengan
sangat penting bagi kelangsungan
senantiasa terbiasa berpikir kritis
demikian
siswa
akan
17
setiap akan
melakukan tindakan
sehingga ranah afektif siswa juga bisa berkembang sesiring dengan ranah kognitifnya. Penerapan Value Clarification Technique pada pembelajaran IPS dapat diintegrasikan ke dalam modelmodel pembelajaran kontekstual dan kooperatif. Langkah-langkah dalam pembelajaran IPS yang menerapkan
Assumption. USA. JosseyBass. Browne, M. Neil; Keely, Stuart M. 2015. Pemikiran Kritis: Panduan untuk Mengajukan dan Menjawab Pertanyaan Kritis. Jakarta Barat. Indeks Fisher, Alice 2001. Critical Thinking: An Intruductuion. United Kingdom. Cambridge University Press. www.cambridge.org, diakses 10 Oktober 2016
Value Clarification Technique terdiri dari tiga
tahapan. Pertama, siswa
bebas dalam memilih nilai-nilai yang akan digunakan dalam mengevaluasi suatu permasalahan. Kedua, mereka menghargai pilihannya, dan yang ke tiga siswa mampu berbuat sesuai nilai yang dipilih dan diyakininya. Pengkajian ini masih sangat kurang karena keterbatasan yang ada. Bagi yang akan mengkaji tentang Value Clarification Technique perlu mengkaji kelemahan dan hal-hal yang dapat menutupi kelemahan teknik ini agar dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. . DAFTAR RUJUKAN
Brookfield, Tephen D. 2012. Teaching for Critical Thinking: Tools and Techniques to Help Students Question Their
Gary A Davis, SylviaB. Rimm, & Del Siegel.2011. Education of The Gifted and Talented. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education, Inc. Johnson, Elaine B. 2011. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan BelajarMenagajar Bermakna. Bandung. Kaifa Komalasari, Kokom. 2012. The Living Values-Based Contextual Learning to Develop the Students' Character. Journal of Social Sciences 8 (2): 246-251, 2012. ISSN 1549-3652 © 2012 Science Publications Maryani, Enok Pengembangan Program Pembelajaran IPS untuk Meningkatkan Kompetensi Keterampilan Sosial. Jurnal Penelitian Vol. 9 No. 1 April 2009. Nurhayati . Kompetensi Profesional Guru dalam Pengelolaan Pembelajaran Bidang Studi IPS pada SMP Kecamatan Jaya 18
Baru Kota Banda Aceh. , Jurnal Magister Administrasi Pendidikan Universitas Syiah Kuala, Volume 3 No 3, Agustus 2015 , hal. 127- 146 Oliha, Josephine ; Audu, Vivian I. 2015. Effectiveness Of Value Clarification and SelfManagement Techniques In Reducing Dropout Tendency Among Secondary Schools Students In Edo State. European Journal of Educational and Development Psychology Vol.3, No.1, pp.113, March 2015. ISSN 20550170(Print), ISSN 20550189(Online) Published by European Centre for Research Training and Development UK (www.eajournals.org) Sanusi, Achmad. 2015. Sistem Nilai: Alternatif Wajah-wajah Pendidikan. Bandung: Nuansa Cendikia. Sardiman A.M. 2010. Revitalisasi Peran Pembelajaran IPS dalam Pembentukan Karakter Bangsa. Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY Sjarkawi. 2011. Pembentukan Kepribadian Anak; Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri. Jakarata. Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. 2014. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta. Kencana Prenadamedia Group. Simon, Sidney B; Huwe, Leland W; Kirscbenbaum, Howard. 2009. Value Clarification: A Practical, Action-Directed Workbook (New Revised Edition). First edition eBook. New York. Hachette Book Group Soeprapto, Gerdjito. 2010. Pembelajaran IPS Terpadu (studi kasus SMP Negeri Kabupaten Pati). Tesis Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta Sudarmiatin. 2009. Model Perilaku Konsumen dalam Perspektif Teori dan Empiris pada Jasa Pariwisata. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Tahun 14 Nomor 1 Maret 2009 Supardan, Dadang. 2015. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Perspektif Filosofi dan Kurikulum. Bandung. Bumi Aksara Suryani, Nunuk; Haryati, Sri. 2012 . Pengembangan Model Internalisasi Nilai Karakter dalam Pembelajaran IPS melalui Model Value Clarification Technique (VCT) sebagai Revitalisasi Peran Pembelajaran IPS dalam Pembentukan Karakter
19
Bangsa. Program Pascasarjana UNS, Penelitian, BOPTN UNS, Hibah Pascasarjana, 2012 Suryani,Nunuk .2013. Pengembangan Model Internalisasi Nilai Karakter dalam Pembelajaran Sejarah melalui Model Value Clarification Technique. Volume 23 no 2- Juli 2013 (ISSN : 0854 0039) hlm 208 – 219 Towaf, SM. 2014. Pendidikan Karakter pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 20, Nomor 1, Juni 2014, hlm. 75-85 Unayah, Nunung dan Sabarisman, Muslim. 2015. Fenomena Kenakalan Remaja dan Kriminalitas. Sosio Informa Vol. I, No 02, Mei-Agustus, Tahun 2015.
Wicaksono, Soetam Rizky. Strategi Penerapan Domain Afektif Di Lingkup Perguruan Tinggi. Jurnal Pendidikan, Volume 12, Nomor 2, September 2011, 112-119 Widodo, Soepri Tjahjono Moedji. 2013. Effektivitas Internalisasi Nilai Karakter Melalui Model Value Clarification Tecnique Terhadap Prestasi Belajar Siswa Ditinjau Dari Motivasi Belajar Dalam Pembelajaran IPS kelas VIII SMP 4 Surakarta. Tesis Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Wiyani, Novan Ardy. 2014. Desain Pembelajaran Pendidikan: Tata Rancang Pembelajaran Menuju Pencapaian Kompetensi. Yoryakarta. RRuzz Media.
Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Bandung. Citra Umbara. Universitas Negeri Malang.2010 Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian. Malang: Kementrian Pendidikan Nasional. Universitas Negeri Malang.
20