Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika hal 653-666 November 2016
ISBN: 978-602-6122-20-9 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
PENERAPAN METODA DELPHI UNTUK MENENTUKAN PENGETAHUAN MATEMATIKA WAWASAN UNTUK MENGAJAR Sugilar Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Pengetahuan Alam Universitas Terbuka
[email protected] Abstrak: Menentukan jenis pengetahuan matematika yang diperlukan guru untuk mengajar merupakan hal yang penting dalam pengembangan pendidikan dan pelatihan baik bagi guru maupun calon guru. Metoda penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah metoda Delphi untuk untuk mengidentifikasi pengetahuan matematika wawasan (horizon mathematical knowledge) yang diperlukan guru untuk mengajar pembagian bilangan pecahan di sekolah dasar. Hasil proses identifikasi tersebut menghasilkan delapan kompetensi pengetahuan matematika wawasan yang diperlukan guru untuk mengajar pembagian bilangan pecahan di sekolah dasar. Kedelapan kompetensi matematika bagi guru tersebut diharapkan menjadi dasar untuk pendidikan dan pelatihan guru yang mengajar matematika di sekolah dasar. Selain itu, model identifikasi yang menerapkan metoda Delphi ini dapat menjadi alat untuk menentukan kompetensi yang diperlukan guru untuk mengajar topik matematika lainnya, bahkan untuk topik mata pelajaran lain pada berbagai jenjang pendidikan. Kata kunci: Pengetahuan Matematika Wawasan, Metoda Delphi, Pecahan di Sekolah Dasar
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skor pada Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Programme for International Student Assessment (PISA) masih menjadi rujukan untuk melihat keberhasilan pembelajaran matematika di suatu negara (Andrews, Ryve, Hemmi, & Sayers, 2014). Seperti dilaporkan oleh harian Kompas (14 Desember 2012), hasil kajian TIMSS untuk bidang matematika, Indonesia berada di urutan ke-38 dari 42 negara. Mengomentari hasil penilaian TIMSS tersebut, seorang pakar matematika menyatakan bahwa Indonesia dalam keadaan gawat darurat pendidikan dan mengutip pernyataan akademisi Amerika Serikat bahwa: “Rakyat harus kenal dekat dengan konsep-konsep dasar sains, matematika, rekayasa, dan teknologi agar dapat berpikir kritis tentang dunia ini dan membuat keputusan cerdas dalam isu-isu pribadi dan kemasyarakatan.” (Muchlis, 2013). Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk meningkatkan keberhasilan pembelajaran matematika. Langkah awal untuk meningkatkan keberhasilan pembelajaran matematika adalah dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
653
Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika hal 653-666 November 2016
ISBN: 978-602-6122-20-9 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
tersebut. Keberhasilan belajar siswa dalam matematika ditentukan oleh banyak faktor, antara lain oleh komposisi dan organisasi dalam ruang kelas (Lamb & Fullarton, 2001), kepercayaan diri dalam mata pelajaran matematika, keterlibatan orang tua dalam matematika, dan partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler (Lai, 2008), metoda dan strategi pembelajaran, kompetensi guru dalam pendidikan matematika, dan motivasi serta konsentrasi belajar siswa (Saritas & Akdemir, 2009). Sebuah penelitian oleh Shin, Lee & Kim. (2009) memperlihatkan hasil yang lebih rumit terhadap keberhasilan belajar siswa dalam matematika, yaitu bahwa (1) preferensi siswa terhadap pembelajaran merupakan prediktor terhadap hasil belajar siswa di Korea dan Jepang, tetapi tidak di Amerika Serikat, (2) minat terhadap matematika merupakan prediktor yang lebih kuat dibandingkan motivasi belajar siswa di Korea dan Jepang, tetapi di Amerika Serikat berlaku kebalikannya, (3) iklim disiplin sekolah merupakan perdiktor yang kuat terhadap hasil belajar matematika di tiga negara yang diteliti, dan (4) hubungan siswa-guru berpengaruh terhadap hasil belajar hanya di Jepang saja. Sedangkan, hasil penelitian Demir & Kilic (2010) menunjukkan bahwa lokasi sekolah, jenis kelamin, dan minat serta kesenangan terhadap matematika memberikan dampak positif terhadap hasil belajar matematika. Di Indonesia, faktor guru sering menjadi sorotan utama untuk menjelaskan keberhasilan siswa dalam belajar matematika. Seorang pakar matematika ketika diminta harian Kompas (14 Desember 2012) untuk menanggapi hasil kajian TIMSS mengenai rendahnya prestasi belajar matematika siswa kelas VIII Indonesia tahun 2011 menyatakan bahwa kelemahan utama untuk buruknya pembelajaran matematika akibat kualitas guru matematika yang rendah. Di lain kesempatan, terkait dengan penerapan Kurikulum 2013, seorang pakar pendidikan mengatakan bahwa guru memegang kunci utama dalam suksesnya sebuah implementasi kurikulum, guru yang baik (profesional) akan mampu dan sanggup mengubah kurikulum yang kurang baik sekalipun menjadi sebuah program pembelajaran yang bermakna bagi para siswa (Suyanto, 2013). Sejalan dengan hal tersebut, Shadiq (2013) menyatakan bahwa peran guru matematika sangat penting dan guru matematika akan sangat menentukan keberhasilan siswanya, karena dengan kemampuannya, gurulah yang akan memerahkan atau menghijaukan siswanya. Faktor guru pun terdiri dari berbagai komponen, antara lain kompetensi, kesejahteraan, iklim akademik sekolah, ukuran kelas, dan lain-lain. Akhir-akhir ini, beberapa peneliti pendidikan matematika memfokuskan perhatian pada PMM (Pengetahuan Matematika untuk Mengajar). Kawasan PMM meliputi dua komponen, SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
654
Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika hal 653-666 November 2016
ISBN: 978-602-6122-20-9 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
yaitu pengetahuan materi matematika (subject content knowledge) dan pengetahuan pedagogis pengajaran matematika (pedagogical content knowledge). Setiap komponen dalam PMM tersebut terbagi lagi kedalam bagian-bagian, seperti terlihat pada Gambar 1. Salah satu komponen dalam Gambar 1 ialah horizon mathematical knowledge atau pengetahuan matematika wawasan (PMW), yang merupakan pengetahuan matematika lanjut yang diperlukan guru untuk mengajar matematika. Identifikasi PMW tidak mudah dilakukan karena tidak semua pengetahuan matematika lanjut dibutuhkan seorang guru untuk mengajar matematika. Terdapat beberapa pendekatan untuk mengidentifkasi PMW yang diperlukan oleh seorang guru untuk mengajar suatu topik matematika. Salah satu pendekatan itu ialah melalui observasi pada praktek pengajaran Ball & Bass (2003). Pengamatan difokuskan pada PMW apa yang diperlukan guru agar pengajaran matematika berhasil. Misalnya, Charalambous (2016) mengidentifikasi pengetahuan matematika yang dibutuhkan untuk pengajaran matematika dengan membandingkan praktek pengajaran pada dua kelompok terdiri dari kelompok guru sekolah dasar dan kelompok mahsiswa perguruan tinggi yang memiliki latar belakang matematika yang kuat. Pendekatan ini mengungkapkan pengetahuan matematika lanjut yang muncul pada saat praktek pengajaran matematika. Pendekatan-pendekatan seperti itu, sudah barang tentu terkendala oleh topik matematika yang diajarkan serta keaktifan siswa yang mengajukan pertanyaan selama pengajaran berlangsung atau mengajukan solusi yang tidak biasa terhadap soal matematika. Padahal, pengetahuan matematika lanjut akan digunakan oleh seorang guru bilamana menghadapi penyelesaian tidak biasa dari siswa terhadap masalah matematika (Delaney, 2008). Pendekatan lainnya adalah melalui pengungkapan pendapat guru mengenai PMW untuk mengajar di sekolah dasar. Pendekatan seperti ini dilakukan oleh Galant yang mewawancarai 46 guru (Galant, 2013). Pendekatan ini juga dilakukan oleh Mosvold & Fauskanger (2014) dan menemukan bahwa (1) guruguru mengabaikan pentingnya PMW dalam pengajaran mereka, (2) guru-guru lebih mengutamakan pengetahuan matematika yang langsung berkaitan dengan topik yang diajarkan, (3) guru-guru tidak mengutamakan pengetahuan matematika untuk mengajar karena mereka memandang PMW merupakan pengetahuan matematika yang sulit untuk dipelajari
dan oleh karena itu mereka menganggap hal tersebut
mengancam identitas professional mereka sebagai guru.
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
655
Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika hal 653-666 November 2016
ISBN: 978-602-6122-20-9 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
Pendekatan dan metoda untuk identifikasi PMW tersebut di atas berangkat dari kebutuhan guru secara langsung. Padahal, para pakar pendidikan matematika, khususnya yang terlibat dalam pendidikan guru, memiliki pengetahuan intuitif mengenai pengtahuan matematika lanjut apa yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru. Metoda Delphi merupakan suatu pendekatan untuk mengindentifikasi PMW. Kelebihan dari metoda Delphi ialah memudahkan untuk menggali dan memformalkan pengetahuan intuitif yang dimiliki oleh para pakar yang berkecimpung dalam pendidikan matematika dalam merumuskan PMW yang perlu dikuasai seorang guru. B. Pembatasan Masalah Makalah ini berfokus pada salah satu unsur dalam pengetahuan matematika untuk mengajar, yaitu PMW, yang pada Gambar 1 bagian tersebut diberi arsiran. Tujuan pembahasan dalam makalah ini ialah bagaimana mengidentifikasi PMW yang dibutuhkan guru untuk mengajar pembagian bilangan pecahan di sekolah dasar. Pembagian bilangan pecahan dipilih pada kajian ini karena materi ini merupakan topik yang penting di sekolah dasar, sebagaimana Lo & Luo (2012) menjelaskan bahwa (1) pecahan merupakan materi pelajaran yang menantang untuk dipelajari siswa dan juga diajarkan oleh guru, (2) penguasaan terhadap bilangan pecahan merupakan prasyarat untuk memahami aljabar, dan (3) pembagian bilangan pecahan melibatkan semua konsep dan keterampilan yang diperlukan untuk mempelajari bilangan pecahan. C. Pengetahuan Matematika Wawasan untuk Mengajar PMW merupakan konstruk yang didasari oleh teori pengetahuan matematika untuk mengajar yang dikembangkan oleh Ball, Thames & Phelps (2008). Seperti dikutip oleh Lo & Luo (2012), Ball dan kawan-kawan menggolongkan pengetahuan isi materi (subject matter knowledge), dalam makalah ini dibatasi pada pengetahuan matematika untuk mengajar, kedalam tiga kategori, yaitu pengetahuan matematika umum (common mathematical knowledge), pengetahuan matematika khusus (specialized mathematical knowledge), dan pengetahuan matematika wawasan (horizon mathematical knowledge) yang dalam makalah ini telah disingkat dengan PMW. Pengetahuan matematika umum merupakan pengetahuan matematika yang menjadi tujuan pembelajaran untuk dikuasai oleh siswa sehingga guru yang mengajar pengetahuan matematika ini perlu menguasainya. Pengetahuan matematika khusus merupakan pengetahuan matematika di luar pengetahuan matematika umum untuk mengajarkan materi matematika tersebut di kelas. PMW merupakan penguasaan guru terhadap kaitan suatu topik matematika yang diajarkan dengan topik matematika SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
656
Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika hal 653-666 November 2016
ISBN: 978-602-6122-20-9 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
lainnya di luar yang tercakup dalam kurikulum. Sebagai contoh, bilamana guru akan mengajarkan pembagian bilangan pecahan, maka yang termasuk pengetahuan umum adalah pengetahuan guru mengenai pembagian bilangan pecahan tersebut. Sedangkan, pengetahuan matematika khusus, misalnya, terkait dengan pengurangan berulang untuk memahami pembagian bilangan. Akhirnya, sebagai contoh PMW untuk topik pembagian bilangan pecahan adalah pengetahuan yang menjelaskan pembagian bilangan pecahan sebagai perkalian dengan unsur invers pada grup bilangan rasional.
Subject Matter Knowledge
Pedagogical Content Knowledge
Kowledge of Common content content Kowledge and Specialized knowledge of students content content Horizon Kowledge knowledge and content of curriculum knowledge content and teaching Gambar 1. Tempat Kedudukan PMW untuk Mengajar (Ball, Thames & Phelps, 2008)
PMW disepakati oleh para ahli pendidikan matematika sebagai pengetahuan yang penting bagi guru yang mengajar matematika. Menurut Jakobsen, Thames, Ribeiro & Delaney (2012), PMW diperlukan karena guru membutuhkan pengetahuan matematika lanjut, meskipun guru-guru tersebut “hanya” mengajar matematika di sekolah dasar. Pengetahuan matematika lanjut diperlukan para guru sehingga mereka memiliki: (1) pemahaman terhadap poisisi materi matematika yang diajarkan dalam disiplin keilmuan yang lebih luas, (2) kompetensi untuk menangani secara intuitif konsep matematika yang diajarkan, dan (3) sumber pengetahuan yang diperlukan untuk mengenali berbagai pengetahuan matematika untuk mengajar. Sayangnya, meskipun pengetahuan matematika wawasan dianggap penting dalam khasanah pengetahuan pendidikan matematika, tetapi penelitian empiris mengenai hal ini masih dirasakan kurang, sebagaimana dinyatakan oleh Mosvold & Fauskanger (2014) that: "Although horizon mathematical content knowledge is included in the framework of MKT, and researchers seem to agree about its importance, there is still a lack of
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
657
Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika hal 653-666 November 2016
ISBN: 978-602-6122-20-9 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
empirical evidence both for the existence and importance of this particular aspect of teacher knowledge." (p. 2). D. Metoda Delphi Kajian ini menggunakan metoda Delphi untuk memformalkan pengetahuan intuitif dari para pakar untuk suatu masalah tertentu (Heiko, 2102). Kumpulan pakar dalam metoda Delphi disebut dengan panel pakar (experts panel). Terdapat dua pendekatan dalam metoda Delphi, yaitu pendekatan deduktif dan induktif (Hanafin, 2004). Pendekatan deduktif diawali dengan perumusan hal-hal yang akan didiskusikan dan disepakati oleh panel pakar, sedangkan dalam pendekatan induktif melalui panel pakarlah yang merumuskan, mendiskusikan dan menyepakati hal-hal yang terkait dengan masalah yang diteliti. Metoda Delphi pernah dilakukan Winklbauer (2014) untuk mengidentifikasi kompetensi teknis pada angkatan bersenjata USA. Tabel 1. Perbedaan Metoda Survey dan Metoda Delphi Metoda Survey
Peneliti mengembangkan kuesioner dengan pertanyaan yang relevan dengan isu yang diteliti. Peneliti menentukan populasi yang sesuai dengan hipotesis penelitian dan memilih sampel acak Responden mengisi kuesioner dan mengembalikan kepada peneliti. Peneliti menganalisis respons yang diterima untuk menjawab pertanyaan penelitian
Metoda Delphi
Peneliti mengembangkan kuesioner dengan pertanyaan yang relevan dengan isu yang diteliti Peneliti memilih kelompok pakar yang sesuai untuk merespons pertanyaan dalam kuesioner. Penelitian melaksanakan survey pertama terhadap panel pakar Peneliti menganalisis respons panel pakar untuk kemudian merancang survey berikutnya berdasarkan survey sebelumnya dengan meminta panel pakar untuk merevisi respons sebelumnya. Peneliti mengulang proses sampai panel pakar mencapai kesepakatan.
Sumber: Green (2014) METODE PENELITIAN Pada pendekatan ini, metoda Delphi diawali dengan perumusan pernyataan kompetensi terkait PMW yang perlu dikuasai oleh guru untuk mengajar pembagian
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
658
Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika hal 653-666 November 2016
ISBN: 978-602-6122-20-9 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
bilangan pecahan secara efektif. Para pakar yang dilibatkan pada tahap ini terdiri lima orang dosen dari program pascasarjana pendidikan matematika. Setelah terbentuk sejumlah pernyataan kompetensi hasil dari tahap awal tersebut di atas, kemudian dilakukan metoda Delphi beberapa putaran untuk menyepakati kecocokan kompetensi tersebut untuk para guru yang akan mengajar matematika di sekolah dasar. Supaya tidak terjadi salah pengertian, pernyataan kompetensi tersebut disertai dengan penjelasan mengenai materi matematika terkait dengan pernyataan kompetensi tersebut. Sebagai contoh butir pernyataan nomor 7 pada Tabel 1, dijelaskan pada Gambar 2. Metoda Delphi dalam kajian ini melibatkan 18 tutor untuk mata kuliah matematika pada program studi S-1 Pendidikan Guru SD di Universitas Terbuka. Ke-18 tutor tersebut merupakan anggota-anggota panel untuk menilai kebutuhan guru-guru peserta program S1 Pendidikan Guru Sekolah dasar terhadap PMW yang tertuang dalam suatu butir pernyataan kompetensi. Skor yang diberikan terdiri dari 1 = tidak dibutuhkan, 2 = raguragu, dan 3 = dibutuhkan. Dari hasil skor yang diberikan oleh para anggota panel kemudian dihitung median utuk memberikan nilai kecenderungan pusat dari skor tersebut. Sedangkan, kesepakatan para anggota panel dalam memberikan skor akan dighitung melalui IQR, yaitu IQR = Q3 – Q1. Jika IQR > 0.8 maka kesepakatan panel lemah sehingga diperlukan putaran berikutnya (Kalaian & Rafa, 2012). Putaran prosedur Delphi dihentikan bilamana uji stabilitas respons yang menggunakan koefisien korelasi Spearman's Rank menunjukan besaran yang signifikan.
HASIL DAN PENELITIAN A. Tahap Awal Pada tahap awal dilakukan diskusi yang melibatkan lima pakar, terdiri dari tiga dosen Pascasarjana Program Pendidikan Matematika Universitas Bengkulu dan dua dosen Pendidikan Matematika Universitas Terbuka. Komunikasi dalam diskusi ini banyak dilakukan melalui surat elektronik (tidak menggunakan mailing-list karena beragamnya plat-form surat elektronik yang digunaka para pakar yang terlibat), meskipun dilakukan juga pertemuan tatap muka. Tujuan diskusi adalah menentukan kompetensi pengetahuan matematika lanjut yang perlu dikuasai guru untuk mengajar pembagian bilangan pecahan di sekolah dasar. Hasil dari diskusi ini disepakati 11 kompetensi PMW yang perlu dikuasai guru untuk mengajar pembagian bilangan pecahan di sekolah dasar, seperti disajikan pada Tabel 2.
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
659
Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika hal 653-666 November 2016
ISBN: 978-602-6122-20-9 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
Tabel 2. PMW untuk Mengajar Pembagian Bilangan Pecahan (Tahap Awal) No. 1 2 3 4 5
Pernyataan Kompetensi PMW Guru dapat mendefinisikan bilangan rasional Guru dapat menjelaskan himpunan bilangan rasional sebagai himpunan tak hingga dan terbilang Guru dapat membuktikan bahwa himpunan bilangan rasional adalah terbilang Guru dapat menjelaskan konsep operasi pada himpunan bilangan rasional Guru dapat menjelaskan kesamaan dua bilangan rasional dan relasi ekivalen Guru dapat menjelaskan kelas ekivalen pada bilangan rasional
6 7
Guru dapat menjelaskan himpunan bilangan rasional yang dilengkapi dengan operasi kali serta beberapa persyaratannya sebagai sebuah grup
8
Guru dapat menjelaskan himpunan bilangan rasional dengan operasi tambah dan kali dan beberapa persyaratnnya sebagai sebuah ring
9
Guru dapat menjelaskan himpunan bilangan rasional dengan operasi tambah dan kali dan beberapa persyaratannya sebagai sebuah field
10
Guru dapat menjelaskan himpunan bilangan rasional dengan operasi tambah dan kali serta beberapa persyaratannya sebagai sebuah ordered field
11
Guru dapat menjelaskan himpunan bilangan rasional dengan operasi tambah dan kali dan beberapa persyaratannya sebagai sebuah dense field
Hasil pada Tabel 2 ini merupakan bahan untuk melaksanakan penilaian oleh 18 tutor mata kuliah matematika pada Program Studi S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Terbuka. Kesepakatan penilaian tersebut dilakukan melalui metoda Delphi. Semua pernyataan kompetensi tersebut disertai dengan penjelasan materi matematika. Sebagai contoh, penjelasan materi untuk pernyataan nomor 7 disajikan pada Gambar 2. Pengertian Grup Suatu grup ialah himpunan G dengan operasi * yang memenuhi sifat-sifat berikut: 1) Tertutup Untuk setiap unsur a dan b dalam G maka 𝑎 ∗ 𝑏 = 𝑐 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑖 𝐺. SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
660
Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika hal 653-666 November 2016
ISBN: 978-602-6122-20-9 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
2) Asosiatif 𝑎 ∗ 𝑏 ∗ 𝑐 = 𝑎 ∗ 𝑏 ∗ 𝑐 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 a, b, and c in G 3) Unsur identitas Terdapat unsur e dalam G demikian sehingga that 𝑎 ∗ 𝑒 = 𝑎 untuk setiap 𝑎 dalam G 4) Unsur Invers Untuk setiap unsur 𝑎 ≠ 0 dalam G terdapat unsur invers, 𝑎−1 dalam G sehingga 𝑎 ∗ 𝑎−1 = 𝑒 Gambar 2. Penjelasan Grup B. Putaran Pertama Hasil putaran pertama disajikan pada Tabel 3. Perhitungan terhadap skor (1= tidak dibutuhkan, 2=ragu-ragu, 3=dibutuhkan) yang diberikan oleh 18 anggota panel menghasilkan nilai median. Nilai median 1, 2 atau 3 menunjukkan bahwa panel secara rata-rata memberikan masing-masing skor tersebut untuk butir pernyataan kompetensi PMW yang dibutuhkan dan dapat diajarkan kepada para guru yang mengikuti program studi S-1 Pendidikan Guru SD di Universitas Terbuka. Kesepakatan pemberian skor dihitung dari IQR. Tabel 3 memperlihatkan bahwa sebanyak enam pernyataan kompetensi PMW telah disepakati dengan median skor 3, sedangkan lima butir pernyataan kompetensi PMW lainnya belum disepakati oleh para panelis, ditunjukkan oleh nilai IQR > 0.8, yaitu pernyataan nomor 7, 8, 9, 10 dan 11, meskipun memiliki median skor 3. Kelima pernyataan tersebut ialah: (1) himpunan bilangan rasional sebagai grup, (2) himpunan bilangan rasional sebagai ring, (3) himpunan bilangan rasional sebagai field, (4) himpunan bilangan rasional sebagai ordered field, dan (5) himpunan bilangan rasional sebagai dense field. Panel tidak sepakat terhadap lima pernyataan kompetensi PMW untuk mengajar pembagian bilangan pecahan di sekolah dasar. Materi matematika yang terkait dengan kompetensi tersebut ialah materi matematika yang terkait dengan aljabar abstrak. Tabel 2 Hasil Putaran Pertama Metoda Delphi
1
Anggota Panel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 0 1 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
1 3 3
1 4 3
1 5 3
1 6 3
1 7 3
1 8 3
2
3 3 3 3 3 3 3 3 3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3 3 3 3 3 3 3 3 2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
PM W
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
M
IQ R
3.0 0 3.0 0 3.0 0
0.0 0 0.0 0 0.0 0 661
Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika hal 653-666 November 2016
ISBN: 978-602-6122-20-9 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
4
Anggota Panel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 0 1 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
1 3 3
1 4 3
1 5 3
1 6 3
1 7 3
1 8 3
5
3 3 3 3 3 3 3 3 3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
6
3 3 3 3 3 3 3 3 3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3 3 3 3 3 3 1 3 2
3
3
1
1
3
3
3
2
1
8
3 3 3 3 3 3 1 3 2
3
1
1
1
3
3
3
2
1
9
3 3 3 3 3 3 1 3 1
3
1
1
1
3
3
3
2
1
10
3 3 3 3 3 3 1 3 1
3
1
1
1
3
3
3
2
1
11
3 3 3 3 3 3 1 3 2
3
1
1
1
1
3
3
2
1
PM W
7
M
IQ R
3.0 0 3.0 0 3.0 0 3.0 0 3.0 0 3.0 0 3.0 0 3.0 0
0.0 0 0.0 0 0.0 0 1.0 0 1.7 5 2.0 0 2.0 0 2.0 0
Pada putaran pertama, salah seorang anggota panel mengajukan pernyataan kompetensi yang baru. Pernyataan tersebut berkaitan dengan pembagian bilangan pecahan yang dapat dipandang sebagai perkalian dengan invers. Konsep ini terdapat pada teori grup. Pernyataan kompetensi tersebut akan disertakan pada putaran berikutnya. Sejalan dengan itu, penjelasan mengenai konsep tersebut dikembangkan, seperti terlihat pada Gambar 3. Pembagian Bilangan Pecahan sebagai Perkalian dengan Invers Jika Q sutau grup bilangan rasional dengan operasi kali maka pembagian dengan bilangan rasional merupakan perkalian dengan inversnya. Dengan rumusan lain, jika a dan b bilangan rasional maka:
Dalam praktek matematika sehari-hari, sering dikatakan bahwa membagi dengan bilangan rasional dilakukan dengan “Membalikkan”.
a : b a b 1
Di sini kita mempelajari bahwa hal tersebut dapat dilakukan karena Pembuktian terhadap pernyataan tersebut himpunan bilangan rasional dengan sebagai berikut: operasi kali merupakan grup 1
a :b
a ab a b 1 1 b bb
Contoh:
1 2 1 3 3 1 : 3 3 3 2 6 2
Gambar 3. Pembagian Bilangan Pecahan sebagai Perkalian dengan Invers
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
662
Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika hal 653-666 November 2016
ISBN: 978-602-6122-20-9 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
C. Putaran Kedua Pada putaran kedua disertakan enam butir pernyataan PMW untuk dinilai dan disepakati oleh tim panel. Enam pernyataan tersebut terdiri dari lima pernyataan berasal dari pernyataan yang tidak disepakati pada putaran sebelumnya dan satu pernyataan PMW yang diperoleh dari usulan pernyataan baru dari salah seorang anggota tim panel. Pernyataan baru ini dberi nomor 12. Hasil putaran kedua metoda Delphi terlihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil Putaran Kedua Anggota Panel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 0 1 2
1 3
1 4
1 5
1 6
1 7
1 8
3 3 3 3 3 3 3 3 2
3
3
2
2
3
3
3
2
2
9
3 3 3 3 3 3 1 3 1
3
1
1
1
3
3
3
2
1
10
3 3 3 3 3 3 1 3 1
3
1
1
1
3
3
3
2
1
11
3 3 3 3 3 3 1 3 2
3
1
1
1
1
3
3
2
1
3 3 3 3 3 3 3 3 2
3
3
2
2
3
3
3
2
2
PM W 8
12
M
IQ R
3.0 0 3.0 0 3.0 0 3.0 0 3.0 0
0.7 5 2.0 0 2.0 0 2.0 0 0.7 5
Dua dari enam pernyataan kompetensi PMW pada putaran kedua mendapat median skor 3 dan disepakati (IQR < 0.8). Kedua pernyataan terkait dengan himpunan bilangan rasioanal sebagai grup. Pernyataan PMW nomor 12 merupakan penerapan terori grup yang memperlihatkan bahwa pembagian bilangan rasional merupakan perkalian dengan inversnya. Pernyataan nomor 12 ini tampaknya berkaitan dengan perubahan kesepakatan panel pada putaran pertama dengan putaran kedua. Para anggota panel berubah menjadi sepakat pada putaran kedua karena melihat manfaat teori grup setelah muncul pernyataan PMW nomor 12. Pernyataan PMW nomor 9, 10, dan 11 masih belum disepakati (IQR > 0.8) oleh para panelis. Untuk menguji konsistensi penilaian oleh panel maka dilakukan uji stabilitas respons. Hasil uji stabilitas respons menggunakan koefisien korelasi Spearman's Rank. Jika korelasi antara respons pada putaran pertama dengan putaran kedua signifikan maka respons panelis dianggap satabil dan tidak diperlukan prosedur Delphi putaran selanjutnya. Nilai kritis koefisien korelasi untuk ukuran sampel 18 adalah 0.600. Hasil perhitungan stabilitas respons tiap butir disajikan pada Tabel 5. SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
663
Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika hal 653-666 November 2016
ISBN: 978-602-6122-20-9 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
Table 5. Stabilitas Respons PMW
Koef. Korelasi (rs)
9
0.90
10
0.85
11
0.95
Kesimpulan
Keputusan
Stabil
Tidak diperlukan putaran selanjutnya Tidak diperlukan putaran selanjutnya Tidak diperlukan putaran selanjutnya
Stabil Stabil
Pada Tabel 5, semua butir pernyataan memiliki nilai koefisien korelasi lebih besar dari 0.600. Ini berarti tidak diperlukan putaran selanjutnya. Keempat butir pernyataan PMW tersebut disepakati untuk tidak sepakat oleh tim panel. Oleh karena itu, keempat pernyataan PMW tersebut tidak disertakan sebagai kompetensi PMW untuk mengajar pembagian bilangan pecahan di sekolah dasar.
SIMPULAN DAN SARAN Prosedur Delphi yang diterapkan untuk mengindentifikasi PMW untuk mengajar pembagian bilangan pecahan di sekolah dasar menghasilkan delapan butir pernyataan kompetensi PMW. Kedelapan butir kompetensi ini perlu dikuasai oleh guru untuk mengajar pembagian bilangan pecahan dengan berhasil di sekolah dasar. Kompetensi ini terkait dengan kompetensi professional guru seperti tercantum dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005. Saran yang diajukan sebagai hasil penelitian ini ialah bahwa kedelapan kompetensi guru tersebut perlu dikaji lebih lanjut untuk memverifikasi pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dan pada akhirnya kedelapan kompetensi tersebut diusulkan untuk disertakan sebagai tujuan kompetensi pada pendidikan dan pelatihan guru.
DAFTAR PUSTAKA Andrews, P., Ryve, A., Hemmi, K., & Sayers, J. (2014). “PISA, TIMSS and Finnish mathematics teaching: An enigma in search of an explanation”. Educational Studies in Mathematics, 87(1), 7–26. Ball, D. L., & Bass, H. (2003). Toward a practice-based theory of mathematics knowledge for teaching. In B. Davis & E. Simmt (Eds.), Proceedings of the 2002 Annual Meeting of the Canadian Mathematics Education Study Group (pp. 3-14). Edmonton: AB:CMESG/GCEDM. SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
664
Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika hal 653-666 November 2016
ISBN: 978-602-6122-20-9 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
Ball, D. L., Thames, M. H., & Phelps, G. (2008). Content knowledge for teaching: What makes it special? Journal of Teacher Education, 59, 389-407. Retrieved from: http://dx.doi.org/10.1177/0022487108324554 Charalambous Y. C. (2016). Investigating the knowledge needed for teaching mathematics: An exploratory validation study focusing on teaching practices. Journal of Teacher Education,67(3), pp. 220-237. Delaney, F.D. (2008). Adapting and using U.S. measures to study Irish teachers’ mathematical knowledge for teaching (Doctoral Dissertation). Retrieved from: https://deepblue.lib.umich.edu/bitstream/handle/2027.42/60756/sdelaney_1.pdf%3 Bsequence=1. Demir, I. &Kilic, S. (2010). “Using PISA 2003, examining the factors affecting students’ mathematics achievement”. Journal of Education, 38(1), 44-54. Galant. J. (2013). “Selecting and sequencing mathematics tasks: Seeking mathematical knowledge for teaching”. Perspectives in Education, 31(3). Green, R.A. (2014). The Delphi technique in educational research. SAGE Open, AprilJune 2014, pp. 1-8. DOI: 10.1177/2158244014529773. Hanafin, S. (2004, March). Review of literature on the Delphi Technique. Retrieved from: www.dcya.gov.ie. Heiko A. G. (2102. May). Consensus measurement in Delphi Sudies: Review and implication for future quality assurance. Technological Forecasting & Social Change, 79(8), pp.1525-1536. Jakobsen, A., Thames, M. H., Ribeiro, C. M., & Delaney, S. (2012). Using practice to define and distinguish horizon content knowledge. In Proceeding of the 12th International Congress on Mathematics Education, 8th-15th July, 2012 (pp. 4635 – 4644). Kalaian, S.& Rafa, M.K. (2012). Terminating Sequential Delphi Survey Data Collection. Practical Assessment, Research & Evaluation, 17(5). Retrieved from: http://pareonline.net/getvn.asp?v=17&n=5 Kompas, 14/12/2012. “Prestasi Sains dan Matematika Indonesia Menurun”. Retrieved from: http://edukasi.kompas.com/read/2012/12/14/09005434/Prestasi.Sains.dan.Matemati ka.Indonesia.Menurun. Kompas, 14/12/2012. “Prestasi Sains dan Matematika Indonesia Menurun”. Retrieved from: http://edukasi.kompas.com/read/2012/12/14/09005434/Prestasi.Sains.dan.Matemati ka.Indonesia.Menurun Lai, H. (2008). “Exploring factors affecting math achievement using large scale assessment results in Saskatchewan”. A Thesis Submitted to the College of Graduate Studies and Research In Partial Fulfillment of the Requirements For the Degree of Master of Education In the Department of Educational Psychology and Special Education University of Saskatchewan Saskatoon, SK. Retrieved from: http://ecommons.usask.ca/bitstream/handle/10388/etd-09102008122833/H_Lai_Thesis.pdf?sequence=1.
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
665
Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika hal 653-666 November 2016
ISBN: 978-602-6122-20-9 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
Lamb, S. & Fullarton, S. (2001). "Classroom And School Factors Affecting MathematicsAchievement: a Comparative Study of the US and Australia Using TIMSS". Retrieved fromi: http://research.acer.edu.au/timss_monographs/10 Lo, J., J. & Luo, F. (2012). Prospective Elementary Teachers’ Knowledge of Fraction Division. J. Math Teacher Educ,5:481-500. Mosvold, R. & Fauskanger, J. (2014). Teachers' beliefs about mathematical horizon content knowledge. International Journal for Mathematics Teaching and Learning, September 25th, pp. 1-16. Muchlis, A. (2013). Sekali lagi, Gawat Darurat Pendidikan. Retrieved from: http://www.bincangedukasi.com/sekali-lagi-gawat-darurat-pendidikan Saritas, T. & Akdemir, O. (2009). “Identifying Factors Affecting the Mathematics Achievement of Students for Better Instructional Design”, International Journal of Intructional Technology and Distance Learning, diiambil dari: http://www.itdl.org/Journal/Dec_09/article03.htm Shadiq, F. (2013). "Peran penting guru matematika dalam mencerdaskan siswanya", APRIL 28, 2013 in ARTIKEL, PENDIDIKAN http://p4tkmatematika.org/2013/04/peran-penting-guru-matematika-dalammencerdaskan-siswanya/ Shin, J., Lee, H., & Kim, Y. (2009)."Student and School Factors Affecting Mathematics Achievement International Comparisons Between Korea, Japan and the USA", School Psychology International October 2009 vol. 30 no. 5 520-537. Suyanto. (2013). "Guru dalam pembelajaran". Kompas, 1/04/2013. Diambil dari: http://regional.kompas.com/read/2013/04/01/02225375/twitter.com Winklbauer,W. T. (2014). Identifying technical competencies: A Delphi Approach. Asian Journal of Engineering and Technology, 2(2), pp. 83-97.
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
666