PENERAPAN HERMENEUTIKA HUKUM DI PENGADILAN AGAMA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Bekasi Tentang Harta Bersama)
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh : SAFIRA MAHARANI NIM. 1111044100045
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/ 2015 M
ABSTRAK Safira Maharani. NIM 1111044100045. Penerapan Hermeneutika Hukum Di Pengadilan Agama Dalam Penyelesaian Sengketa (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Bekasi Tentang Harta Bersama). Konsentrasi Peradilan Agama Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/ 2015 M. xii + 102 halaman + 61 lampiran. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dasar hukum dalam menerapkan hermeneutika hukum pada putusan perkara harta bersama, serta mengetahui apakah yang menjadi alasan hakim dalam memutus perkara harta bersama tanpa merujuk pada Kompilasi Hukum Islam. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang menekankan pada kualitas dengan pemahaman deskriptif pada putusan pengadilan tersebut. Pendekatan yang penulis lakukan menggunakan pedekatan empiris yang mana pengetahuan didasarkan atas berbagai fakta yang diperoleh dari hasil penelitian dan observasi. Sumber data diperoleh melalui studi kepustakaan yang didukung dengan wawancara kepada hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur. Adapun pengelolaan bahan hukum dilakukan dengan cara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan yang kongkret yang dihadapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Majelis Hakim dalam memutus perkara harta bersama telah menerapkan teori hermenutika hukum sebagai salah satu alternatif dalam pertimbangan hukumnya, hal ini didukung dengan hakim sebagai penafsir harus dapat memahami tiga trilogy pemahaman hermeneutika hukum yaitu teks, konteks, dan kontekstualisasi. Oleh karena itu ketika hakim melihat dan memahami perkara tersebut sudah tidak relevan dengan ketentuan pada teks Undang-undang, maka dalam hal ini hakim boleh melakukan interpretasi terhadap teks, artinya hakim tidak hanya memahami hukum secara tekstual namun juga lebih mempertimbangkan aspek kontekstual yang bersifat sosiologis. Dan menjunjung tinggi agar setiap putusan yang ditetapkan dapat terpenuhinya tujuan hukum (Kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan) bagi para pihak.
Kata Kunci
: Penerapan Hermeneutika Hukum. Penyelesaian Sengketa Harta Bersama Perkara Nomor: 1006/Pdt.G/2008/PA.Bks
Pembimbing Daftar Pustaka
: Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. : Tahun 1958 sampai Tahun 2012
iv
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahim Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya serta memberikan segala petunjuk dan kemudahan kepada penulis. Sehingga atas karunia pertolongan-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para umat-Nya. Skripsi ini penulis persembahkan untuk motivator terbesar sepanjang perjalanan hidup penulis, terkhusus kedua orang tua tercinta, Ayahanda Drs. Ahmad Zawawi, MH. dan Ibunda Sahlah Zulfikah beserta adik-adikku terkasih dan tercinta Muthia Rahmah dan Saiful Umam yang tiada lelah dan bosan memberikan motivasi, bimbingan, kasih sayangnya serta do’a, begitu juga keluangan waktu dan senyumannya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan kasih sayang kepada mereka semua. Dalam penulisan skripsi ini, sedikit banyaknya hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi, akan tetapi syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan inayahNya, kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung segala hambatan dapat diatasi, sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Dengan demikian, sudah sepatutnya pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidaytullah Jakarta. vi
2. H. Kamarusdiana, S.Ag., MH., dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag., selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Ahwal al-Syakhshiyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta. 3. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk mengarahkan dan memotivasi selama membimbing penulis. 4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen terutama bapak Arip Purkon, S.HI., MA., Dr. Mamat S. Burhanuddin, MA. Dan Ibu Dr. Hj. Azizah, MA. Yang telah meluangkan waktu untuk berbagi ilmu pengetahuan mengenai hermeneutika hukum. Beserta Staf pengajar pada lingkungan Program Studi Ahwal alSyakhshiyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis dari awal bangku kuliah sampai pada akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. 5. Segenap jajaran Staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama terutama yang telah membantu penulis dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi. 6. Dr. Drs. H. Chazim Maksalina, MH., selaku Wakil Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur yang telah membantu dan membimbing penulis selama melakukan wawancara. Serta Drs. Jajat Sudrajat, SH., MH., selaku hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur yang memutus perkara yang penulis rintis, yang senantiasa telah memberikan waktu untuk bisa diwawancarai dan
vii
bimbingannya serta arahan, nasehat dan saran selama penulis melakukan wawancara. 7. Kasih sayang dan kebersamaan penulis sampaikan kepada kedua sahabat seperjuangan saudari Epi Yulianti dan Lilis Sumiyati yang senantiasa memberikan semangat, canda dan tawanya melewati suka duka selama dibangku perkuliahan serta kesabaran dan kesetiannya menemani dari awal bertemu sampai pada penulis dapat menyelesaikan skripsi. 8. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis di Peradilan Agama Tahun 2011 lainnya, Andi Asyraf Rahman, Ahmad Farhan, Hendrawan, M. Nazir, M. Saekhoni, Rahmatullah Tiflen, M. Fathin, Burhanatud Dyana, Arisa, Azizah, Nadia NS, Kamelia Sari, Mujahidah, Triana Aprianita, Juniati Harahap, Vemi Zauhara, Gusti Fajrina, Robi’ah yang terus memberikan motivasi dan semangat kepada penulis. 9. Kawan-kawan seatap (kost bungong jumpo) Nailil Farohah, Yonita Syukra, Aini Yunianingtias yang memberikan support, hiburan dan saran keilmuan selama penulisan skripsi ini. 10. Sahabat-sahabat seperjuangan Double Degree Ilmu Hukum Tahun 2014 yang sudah senantiasa menjadi tempat berbagi ilmu dan waktunya. 11. Semua teman-teman Peradilan Agama Angkatan 2011 dan KKN LEBAH 2014 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, serta kenangan indah penulis yang tidak dapat terlupakan bersama kalian semuanya.
viii
Tidak ada yang dapat penulis berikan atas balas jasa dan dukungannya, hanya doa semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelsaikan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempatan skripsi ini. Jakarta, 25 Mei 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i PERSETUJUAN BIMBINGAN ..................................................................... ii LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iii ABSTRAK ....................................................................................................... iv PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................. v KATA PENGANTAR .................................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................... x BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1 B. Identifikasi Masalah .................................................................... 6 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 7 D. Tujuan dan Manfaat Penulisan .................................................... 8 E. Review Studi Terdahulu .............................................................. 9 F. Metode Penelitian ..................................................................... 11 G. Sistematika Penulisan ............................................................... 14
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG HERMENEUTIKA HUKUM A. Pengertian Hermeneutika Hukum .............................................. 16 B. Hermeneutika Hukum Sebagai Alternatif Metode Penemuan Hukum ...................................................................................... 19 C. Metode Ijtihad Dalam Hukum Islam ......................................... 29 D. Kedudukan Hakim .................................................................... 39
x
E. Kedudukan Mujtahid ................................................................ 44 BAB III
PENERAPAN HERMENEUTIKA HUKUM PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA A. Pendekatan Hermeneutika ......................................................... 48 B. Pertimbangan Hakim Dalam Penerapan Hermeneutika Hukum Pada Putusan Pengadilan Agama .............................................. 57 1. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor: 1159/Pdt.G/2013/PA.JT ...................................................... 57 2. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor 1934/Pdt.G/2013/PAJT ........................................................ 59 C. Analisis Penulis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Dalam Penerapan Hermeneutika Hukum .............................................. 61 1. Perkara Nomor: 1159/Pdt.G/2013/PA.JT ............................. 61 2. Perkara Nomor: 1934/Pdt.G/2013/PA.JT ............................. 65
BAB IV IMPLEMENTASI HERMENEUTIKA HUKUM PADA PUTUSAN HARTA BERSAMA PERKARA NO. 1006/Pdt.G/2008/PA.Bks A. Penerapan Hermeneutika Hukum 1. Duduk Perkara .................................................................... 68 2. Pertimbangan Hukum ........................................................... 77 3. Amar Putusan ....................................................................... 83 B. Analisis Penulis ......................................................................... 84
xi
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................... 94 B. Saran ........................................................................................ 96
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 97 LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi 2. Surat Permohonan Data Wawancara Ke PA Bekasi 3. Surat Permohonan Data Wawancara Ke PA Jakarta Timur 4. Surat Keterangan Telah Melakukan Wawancara dari PA Jak-Tim 5. Hasil Wawancara dengan Hakim PA Jak-Tim 6. Hasil Wawancara dengan Wakil Ketua PA Jak-Tim 7. Hasil Wawancara dengan Dosen dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum 8. Hasil Wawancara dengan Dosen Fakultas Syariah dan Hukum 9. Putusan Nomor 1006/Pdt.G/2008/PA.Bks 10. Dokumentasi Gambar Melakukan Wawancara
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberagaman permasalahan manusia yang mengikuti zaman semakin hari semakin kontemporer, sehingga tidak mungkin tercangkup dalam suatu peraturan perundang-undangan secara tuntas dan jelas. Karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan mempunyai kemampuan yang terbatas sehingga undang-undang yang dibuatnya tidaklah lengkap dan tidak sempurna untuk mencakup keseluruhan permasalahan manusia dalam kehidupannya. Untuk itu, tidak ada peraturan perundang-undangan yang lengkap selengkap-lengkapnya atau jelas sejelas-jelasnya.1 Ketentuan Undang-undang yang berlaku umum dan bersifat abstrak, tidak dapat diterapkan begitu saja secara langsung pada peristiwa konkret. Oleh karena itu, ketentuan undang-undang harus diberi arti, dijelaskan atau ditafsirkan dan disesuaikan dengan peristiwanya untuk diterapkan pada peristiwa itu. Peristiwa hukumnya harus dicari terlebih
1 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2010), h. 48
1
2
dahulu dari peristiwa konkretnya, kemudian undang-undangnya ditafsirkan untuk dapat diterapkan.2 Setiap undang-undang bersifat statis dan tidak dapat mengikuti perkembangan kemasyarakatan sehingga menimbulkan ruang kosong yang perlu diisi. Tugas mengisi ruang kosong itulah, dibebankan kepada para hakim dengan melakukan penemuan hukum melalui metode interpretasi atau konstruksi dengan syarat bahwa dalam menjalankan tugasnya tersebut, tidak boleh mendistorsi maksud dan jiwa undang-undang atau tidak boleh bersikap sewenang-wenang.3 Dikarenakan dalam Undangundang tidak lengkap, maka dari itu harus dicari dan diketemukan hukumnya dengan memberikan penjelasan, penafsiran atau melengkapi peraturan perundang-undangannya. 4 Untuk mengatasi problematika kontemporer saat ini, yang terkadang dalam Undang-undang diketemukan kurang relevan dengan kondisi kekinian, maka dengan demikian muncullah beberapa alternative metode penemuan hukum oleh hakim berupa interpretasi hukum dan konstruksi hukum, pada prinsipnya masih relevan digunakan hakim hingga saat ini. Akan tetapi, perlu diketahui terdapat suatu penemuan hukum yang lain yang bisa dipergunakan hakim dalam praktik peradilan sehari-hari, 2 Sudikno Mertokusumo dan A. Pilto, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), h. 12 3
Andi Zainal Abidin, Asas-Asas Hukum Pidana Bagian Pertama, (Bandung: Alumni, 2006), h. 33 4
Pontang Moerad, B.M., Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan, (Bandung: Alumni, 2006) h. 86
3
dan metode tersebut disebut dengan hermeneutika hukum sebagai alternative metode penemuan hukum baru oleh hakim yang berdasarkan pada interpretasi teks hukum. Mengenai hermeneutika hukum dapat diartikan sebagai suatu metode interpretasi teks hukum atau metode memahami sesuatu terhadap suatu naskah normatif.5 Dahulu hermeneutika berkembang di dunia barat, dan banyak dibicarakan dalam filsafat abad XX, hal ini berawal dari perhubungan penafsiran kitab suci orang Yahudi dan Kristen sebelum akhirnya berkembang menjadi sebuah kajian filsafat. Apalagi keyakinan teologis umat Kristen mengenai Bibel, mereka menyakini bahwa Bibel mempunyai beberapa penulis yang mendapat inspirasi dari roh kudus seperti Markus, Yohannes,
Matius
dan
sebagainya.
Kenyataan
ini
kemudian
mempengaruhi struktur keimanan umat Kristen untuk tidak mengatakan Bibel sebagai Kalam Tuhan, maka dari itu para teolog Kristen memerlukan hermeneutika untuk memehami teks. Farid Esack mengatakan bahwa adapun istilah hermeneutika yang merupakan hal yang baru dalam tradisi keilmuan Islam, praktek hermeneutika dapat dilihat dari maraknya kegiatan interpretasi dalam wacana keilmuan Islam di bawah payung disiplin ilmu yang juga dikenal dengan Ilmu Tafsir. Lain hal dengan penjelasan dari Hasan Hanafi yang mengatakan bahwa hermeneutika tidak hanya berusaha menyelami 5
Ahmad Rifa’i, Metode Penemuan Hukum Yang Sesuai dengan Karakteristik, (Jakarta, Sinar Grafika, 2011), h. 88
4
kandungan makna literal sebuah teks tetapi juga berusaha menggali makna yang tersembunyi dibalik teks dengan mempertimbangkan horizon yang melingkupi teks, pengarang dan pembaca.6 Di Indonesia praktik peradilan, untuk metode hermeneutika hukum tidak banyak atau jarang sekali digunakan sebagai metode penemuan hukum, hal ini disebabkan begitu dominannya metode interpretasi dan konstruksi hukum yang sangat legalistik formal, sebagai metode penemuan hukum yang telah mengakar cukup lama dalam system peradilan di Indonesia. Atau dapat pula sebagian besar hakim belum familiar dengan metode ini, sehingga jarang atau sama sekali tidak menggunakannya dalam praktik peradilan, padahal esensi hermeneutika hukum terletak pada pertimbangan triangle hukumnya, yaitu suatu metode menginterpretasikan teks hukum yang tidak semata-mata melihat teksnya saja semata, tetapi juga konteks hukum itu dilahirkan, serta bagaimanakah kontekstualisasi atau penerapan hukumnya di masa kini dan masa mendatang. 7 Dan dari banyaknya perkara yang ditangani Pengadilan pada kenyataannya tidak sedikit ada beberapa hakim yang sudah berani untuk menggunakan hermeneutika hukum dalam putusannya dan salah satunya mengenai
penerapan
harta
bersama
yang
dikolerasikan
dengan
hermeneutika hukum di dalamnya, dikarenakan dalam realita sering 6
Hasan Hanafi, Dialog Agama dan Revolusi, terj. Tim Pustaka Firdaus, (Jakarta: Tim Pustaka Firdaus, 1991), h. 1 7
Ahmad Rifa’i, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.89
5
dijumpai terjadinya percekcokan suami istri dalam rumah tangga yang tidak sedikit berujung pada putusan perceraian di Pengadilan dan tidak diherankan pada saat atau telah berakhirnya sebuah perkawinan yang sering disengketakan tidak jauh dari permasalahan harta bersama yang biasa juga dikenal dengan harta gono gini, maka dari itu ada beberapa yang perlu terlebih dahulu diketahui yaitu dapat membedakan antara harta bawaan dan harta bersama yang sering kali disalah mengertikan oleh masyarakat yang awam atas hukum, harta bersama adalah harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan diluar hadiah atau warisan, maksudnya adalah harta yang didapat atas usaha mereka sendiri selama masa ikatan perkawinan.8 Menurut Drs. Fachtur Rahman (Ilmu Mawaris :42), memberikan definisi bahwa harta bersama (gono-gini) adalah harta milik bersama dari suami istri yang diperoleh keduanya selama berlangsungnya perkawinan dimana keduanya bekerja untuk kepentingan hidup berumah tangga. Dan harta bersama dapat juga diqiyaskan sebagai syirkah karena dapat dipahami bahwa istri juga dapat dihitung pasangan (kongsi) yang bekerja, meskipun tidak ikut bekerja dalam pengertian yang sesungguhnya. Yang dimaksudkan adalah pekerjaan istri seperti mengurus rumah tangga, memasak, mencuci, mengasuh anak dan keperluan lainnya.
8
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Cet.-3, 1998), h. 200.
6
Di berbagai daerah di tanah air sebenarnya juga dikenal istilahistilah lain yang sepadan dengan pengertian harta gono-gini (di Jawa). Hanya, diistilahkan secara beragam dalam hukum adat yang berlaku di masing-masing daerah. Misalnya di Aceh, harta gono-gini diistilahkan dengan haeruta
sihareukat; di
Minangkabau
masih
dinamakan
harta suarang nan babagi; di Madura dinamakan guna ghana; di Sunda digunakan istilah guna-kaya; di Bali disebut dengan druwe gabro; dan di Kalimantan digunakan istilah barang perpantangan.9 Berdasarkan
uraian
pada
latar
belakang
diatas,
penulis
mendeskripsikan sebagai permasalahan yang menarik untuk dibahas lebih meneliti agar ada kolerasi antara yang terjadi dalam lapangan ataupun dilihat dari segi kepustakaannya, oleh karena itu penulis mengangkat ini sebagai
sebuah
penelitian
dengan
judul
“PENERAPAN
HERMENEUTIKA HUKUM DI PENGADILAN AGAMA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA” (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Bekasi Tentang Harta Bersama). A. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah merupakan suatu permasalahan yang terkait dengan judul yang sedang dibahas. Masalah-masalah yang sudah tertuang pada subbab latar belakang diatas, maka dari itu penulis memaparkan
9
Ismail Muhammad Syah, Pencaharian Bersama Suami Istri, (Jakarta: Bulan bintang, 1965), h. 18.
7
beberapa permasalahan yang ditemukan sesuai dengan bagian latar belakang penelitian ini, diantaranya adalah: 1. Bagaimana
konstribusi
hermeneutika
hukum
dalam
penyelesaian harta bersama akibat perceraian pada putusan di Pengadilan Agama Bekasi? 2. Bagaimana cara penerapan hermeneutika hukum oleh hakim di Penngadilan Agama Bekasi dalam suatu putusan perkara? 3. Apa yang menjadi acuan tinjauan yurisprudensi dalam permasalahan perkara harta bersama? 4. Apa yang dijadikan pertimbangan bagi hakim dapat melakukan hermeneutika hukum pada putusan yang dihadapi? 5. Bagaimanakah kelebihan dan kekurangan hermeneutika hukum sebagai alternatif metode penemuan hukum baru dalam putusan di Penngadilan Agama Bekasi? B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dalam hal ini penulis akan membatasi masalah penelitian agar masalah dalam judul proposal lebih terfokus dan spesifik, diantaranya adalah: a. Hermeneutika Hukum dibatasi pada penafsiran hakim terhadap Kompilasi Hukum Islam.
8
b. Pengadilan Agama dibatasi pada kota Bekasi di Jalan Ahmad Yani No. 10 dan Pengadilan Agama Jakarta Timur di Jalan Raya PKP No. 24 Kelapa Dua Wetan, Ciracas. c. Perkara Nomor 1006/Pdt.G/2008/PA.Bks. dibatasi dengan permasalahan mengenai sengketa harta bersama akibat perceraian. Antara Trileya Noverisda Binti Rivai Risma sebagai Penggugat dan Mochsirsyah Bin Mochtarudin sebagai Tergugat. Dan beberapa sample putusan yang menerapkan hermeneutika d. Data yang di teliti dibatasi pada data tahun 2008 dan 2013. 2. Perumusan Masalah 1. Bagaimana dasar hukum dalam menggunakan hermeneutika hukum pada putusan perkara harta bersama? 2. Bagaimana alasan hakim dalam putusan perkara penyelesaian sengketa harta bersama tanpa merujuk kepada Kompilasi Hukum Islam ? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian skripsi ini, yaitu sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dasar hukum dalam menerapkan hermeneutika hukum pada putusan perkara harta bersama
9
2. Untuk mengetahui seperti apa alasan hakim dalam memutus perkara harta bersama dan tidak merujuk pada Kompilasi Hukum Islam. 2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk kepentingankepentingan pihak-pihak, di antaranya: 1. Bagi para akademisi, agar penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan tambahan khazanah ilmu pengetahuan. 2. Bagi masyarakat, supaya penelitian ini dapat memberikan pengetahuan baru dan terpenuhinya rasa keadilan. 3. Bagi para hakim agar lebih berani dan mau lebih melakukan hermeneutika dalam penemuan hukum yang baru namun juga tidak sewenang-wenang. D. Review Studi Terdahulu 1. Skripsi Hamzah Ikat, Penyelesaian Harta Bersama Akibat Perceraian Perspektif Hukum Islam (Studi Putusan Nomor: 393/Pdt.G/PA.Tng), prodi SAS, 2009. Skripsi ini membahas pertimbangan Majelis hakim pada putusan ini hanya menerapkan apa yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam sepanjang sudah dijelaskan atau disesuaikan dengan kasus dan baru kemudian hakim menafsirkan pasal tersebut. Perbedaannya dalam penulisan skripsi penulis ialah penulis mengungkapkan bagaimana penerapan suatu hermeneutika hukum di Pengadilan
10
Agama Bekasi dalam penyelesaian harta bersama akibat perceraian pada putusan yang terkait. 2. Skripsi M. Beni Kurniawan, Pembagian Harta Bersama Berdasarkan Konstribusi Dalam Perkawinan (Analisis Putusan Nomor: 618/Pdt.G/2012/PA.Bkt), prodi SAS, 2014. Skripsi ini membahas pembagian harta bersama berdasarkan konstribusi adalah pembagian harta bersama dengan menilai besaran konstribusi para pihak. Dalam arti jika pihak isteri mempunyai jasa atau konstribusi yang lebih banyak dari suami maka ia berhak mendapatkan 2/3 dari harta bersama dan pihak suami hanya mendapat 1/3 dari harta bersama. Dan hakim dalam putusan ini mengesampingkan ketentuan pasal 97 KHI, perbedaannya dengan penulisan skripsi penulis adalah dalam penulisan ini lebih menitikberatkan pada penerapan penyelesaian sengketa harta bersama menggunakan metode penemuan hukum baru yaitu hermeneutika hukum. 3. Skripsi Marlianta, Penyelesaian Gugatan Harta Bersama Pasca Perceraian Di Pengadilan Jakarta Selatan, prodi SAS, 2014. Skripsi ini membahas mengenai penyelesaian yang dilakukan hakim dalam memeriksa gugatan harta bersama pasca perceraian di
Pengadilan
Agama
Jakarta
Selatan
dan
dalam
pertimbangannya hakim tetap menyesuaikan dengan peraturan yang termuat yaitu Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, yaitu
11
membagi sama rata harta bersama antara bekas suami dan istri selama masa perkawinan. Sedangkan berbeda halnya dalam penulisan penulis yaitu membahas tindakan hakim dalam berani menerapkan suatu putusan menggunakan terobosan hermeneutika hukum tanpa merujuk KHI, dan ini digunakan sebagian hakim untuk mengesampingkan ketetapan Undang-undang yang telah ada. E. Metode Penelitian Penelitian dapat berhasil dengan baik atau tidak tergantung dari data yang diperoleh, juga didukung oleh proses pengolahan yang dilakukan terhadap permasalahan. Metode penelitian dianggap paling penting dalam menilai kualitas hasil penelitian. Hal ini wajib harus ada dan tidak dapat dipisahkan lagi dari apa yang dinamakan keabsahan penelitian. Maka dari itu dipergunakan untuk membuat terang suatu penelitian secara lengkap. Adapun metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan memakai pendekatan empiris yang mana pengetahuan didasarkan atas berbagai fakta yang diperoleh dari hasil penelitian dan observasi.10 10
Yayan Sopyan, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta, 2010), h.19
12
2. Jenis Penelitian Dalam jenis penelitian ini secara lebih spesifik menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Metode deskriptif ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas, dan dapat memberikan data seteliti mungkin tentang obyek yang diteliti.11 3. Kriteria dan Sumber Data Jenis - jenis data dalam penulisan skripsi ini yaitu kualitatif dan terbagi menjadi dua yaitu : a. Data Primer Data yang diperoleh melalui penelitian lapangan melalui wawancara langsung terhadap pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini terutama hakim-hakim yang berwenang dalam menangani putusan perkara Nomor 1006/Pdt.G/2008/PA.Bks b. Data Sekunder Data Sekunder adalah bahan pustaka yang berisikan informasi tentang bahan primer12 biasa didapatkan dari peraturan perundang-undangan13, Al-Qur’an, Hadis, data-data resmi dari instansi pemerintah yang berwenang, buku-buku
11
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press,1986), h. 43
12
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008) h.
35 13 Johny Ibrahim, Teori dan Metedologi Penelitian Hukum Normatif, Edisi Revisi Cet 4, (Malang : Bayumedia Publishing, 2008), h. 302
13
literature, internet, karangan ilmiah, jurnal, makalah umum dan bacaan lain yang berkaitan dengan judul penelitian. 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam
rangka
mengumpulkan,
mengolah
dan
menyajikan bahan-bahan yang diperlukan, maka dilakukan pengumpulan data dengan cara sebagai berikut: a. Observasi Untuk penelitian ini, penulis memfokuskan untuk melakukan observasi pada objek yang dimaksudkan yaitu pada Pengadilan Agama Bekasi yang terletak di Jalan Ahmad Yani No. 10. b. Penelitian Wawancara (Interview) Melalui penelitian ini, dilakukan wawancara kepada pihak-pihak yang terkait dan majelis hakim yang menyidangi perkara putusan Nomor 1006/Pdt.G/2008/PA.Bks. dengan Ketua Majelis Hakim Drs. Jajat Sudrajat, SH,. MH. dan Wakil Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur Drs. H. Chazim Maksalina, MH, dan para dosen. Wawancara ini menggunakan metode bebas dan terstruktur kemudian penulis kaji dan penulis jadikan referensi untuk memperkuat data. c. Studi Dokumentasi (document research) Melalui studi ini untuk dapat menelaah bahan-bahan atau data-data yang diambil dari dokumentasi dan berkas yang
14
mengatur tentang pemeriksaan putusan yang terkait masalah harta
bersama
pada
putusan
perkara
Nomor:
1006/Pdt.G/2008/PA.Bks. d. Studi Pustaka (library Research) Melalui studi pustaka ini dikumpulkan data yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini yaitu dari Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang No. 1 Tahun 1974, UndangUndang
Nomor
48
Tahun
2009
Tentang
Kekuasaan
Kehakiman. Pengelohan data studi pustaka dilakukan dengan cara dibaca, dikaji dan dikelompokkan sesuai dengan pokok masalah yang terdapat dalam skripsi ini. F. Sistematika Penulisan Dalam penulisan ini perlu adanya suatu uraian mengenai susunan dari penulisan yang dibuat agar pembahasan teratur dan terarah pada pokok permasalahan yang sedang dibahas. Untuk itu penulisan ini akan dibagi ke dalam 5 (lima) bab yaitu : BAB I
Berisi
pendahuluan
yang
memuat
latar
belakang,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, studi review, metode penelitian, metode analisis data, sistematika penulisan. BAB II
Penulis menguraikan tentang pengertian hermeneutika hukum, hermeneutika hukum sebagai alternatif metode
15
penemuan hukum, metode ijtihad dalam hukum Islam, kedudukan hakim, kemudian kedudukan mujtahid BAB III
Penulis membahas mengenai penerapan hermeneutika hukum pada putusan di Pengadilan Agama, kemudian penulis juga melakukan analisis terhadap putusan-putusan Pengadilan Agama yang menggunakan hermeneutika hukum.
BAB IV
Dalam bab ini penulis akan memaparkan duduk perkara, pertimbangan hukum beserta amar putusan tekait Perkara Nomor
1006/Pdt.G/2008/PA.Bks
pada
penerapan
hermeneutika hukum dalam penyelesaian sengketa harta bersama dan terakhir penulis akan menganalisis putusan tersebut. BAB V
Pada bab akhir ini penulis akan memberikan kesimpulan yang disertai dengan saran-saran. Demikianlah sistematika penulisan
ini,
mudah-mudahan
dimengerti dan bermanfaat.
penulisan
ini
dapat
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HERMENEUTIKA HUKUM A. Pengertian Hermeneutika Hukum Akar kata hermeneutika berasal dari istilah Yunani dari kata hermeneuien, yang berarti “menafsirkan”, dan kata benda hermeneia yang berarti “interpretasi” dan perkataan hermeneutika adalah pengindonesiaan dari kata bahasa inggris hermeneutics. Kata ini
aslinya berasal dari bahasa
Yunani, yakni dari kata kerja hermeneuein yang mempunyai tiga bentuk makna dasar. Ketiga bentuk ini menggunakan bentuk kata kerja dari hermeneuein. Pertama, mengungkapkan kata-kata, kedua, menjelaskan sebuah situasi dan ketiga, menerjemahkan. Dari ketiga pengertian diatas dimaksudkan bahwa hermeneutika merupakan usaha untuk beralih dari sesuatu yang gelap ke sesuatu yang lebih terang.14 Dalam ilmu hukum, Henry Cambell Black mengartikan hermeneutika sebagai “The science of art of consrtruction and interpretation. By the phrase “legal hermeneutic” is understood the systematic body of rules which are
14
Richard E. Palmer, Hermeneutic, Interpretation Theory in Schleirmacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer, (Evanston: Northwestern University Press, 1969), diterjemahkan oleh: Masnur Hery & Damanhuri Muhammad, Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 14-15
16
17
recognized as applicable to the conctruction and interpretation of legal writings”.15 Pengertian hermeneutika menurut Card Breaten adalah “The science of reflecting on how a word or an event in a past and culture many understand and become existentially meaningful in our present situation” (Ilmu yang merefleksikan tentang sesuatu kata atau event yang ada pada masa lalu untuk dapat dipahami dan secara eksistensial dapat bermakna dalam konteks kekinian).16 Menurut terminiologi hukum karya L.P.M. Ranuhandoko menyatakan bahwa hermeneutics adalah ilmu susunan kalimat dalam bidang hukum.17 Begitu juga Hasan Hanafi mengemukakan pengertian hermeneutika merupakan ilmu interpretasi. Alat untuk menafsirkan, alat untuk memahami, dan alat untuk menjalankan. 18 Friederich August Wolf dalam karyanya Vorlesung uber die Enzyklopadie der Altertumsswissenschaft mendefinisikan hermeneutika sebagai ilmu tentang kaidah yang dengannya makna tanda-tanda dikenali. Menurutnya kaidah-kaidah itu berbeda dengan objek, makanya muncullah 15
Henry Cambell Black, Black’s Law Dictionary, 6th ed, (USA: West Publishing, 2004) h. 55.
16
Card Breaten, History of Hermeneutics, (Philadelphia: From Press, 1966), h. 131
17
L.P.M. Ranuhandoko, Terminiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996) h. 321
18
Hasan Hanafi, Hermeneutic, Liberation and Revolution, (Dar Kebaa Bookshop), diterjemahkan oleh Jajat Hidayatul. F dan Neila Meutia. D, edisi Indonesia: Bongkar Tafsir, Liberalisasi, Revolusi, Hermeneutik, (Yogyakarta: Pustaka Utama, 2003) h. 1,3
18
hermeneutika untuk puisi, sejarah dan hukum. Dan setiap kaidah akan dicapai melalui praktik, dengan demikian wolf mengatakan hermeneutika pada dasarnya adalah sebuah praktik ketimbang sebagai usaha teoritis. Yang seharusnya hermeneutika diartikan sebagai sebuah kumpulan kaidah. 19 E. Sumaryono mendefinisikan hermeneutika merupakan sebuah proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi tahu dan mengerti. Dimana hermeneutika juga sebagai cara interpretasi terhadap teks yang disesuaikan dengan konteksnya.20 Hermeneutika hukum dalam definisi secara umum adalah ajaran filsafat mengenai hal mengerti atau memahami sesuatu atau dapat dikatakan sebuah metode interpretasi (penafsiran) terhadap sesuatu atau teks. Kata sesuatu atau teks disini dapat berupa: teks hukum, peristiwa hukum, fakta hukum, dokumentasi resmi Negara, naskah-naskah kuno, ayat-ayat hukum (ahkam) dalam kitab suci, ataupun dapat berupa pendapat dan hasil ijtihad para ahli hukum (doktrin). 21 Hermeneutika atau penafsiran adalah ciri khas manusia, karena manusia tak dapat membebaskan diri dari kecendrungan dasarnya untuk
19
Richard E. Palmer, Hermeneutic, Interpretation Theory in Schleirmacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer, diterjemahkan oleh: Masnur Hery & Damanhuri Muhammad, Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi. h. 91 20
E.Sumaryono, Hermenutika, Sebuah Metode Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1999) h. 23-
24 21
Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum Teori Penemuan Hukum Baru Dengan Interpretasi Teks, (Yogyakarta: UII Press, 2005) h. 44
19
memberi makna terhadap sesuatu. Manusia adalah mahluk yang mampu memberi makna realitas, dan dalam hal ini bahasa memegang peranan sentralnya. 22 Hukum adalah realitas dan realitas hukum dapat berwujud dalam berbagai bentuk baik tertulis maupun tidak tertulis. karena realitas hukum merupakan sebuah kebenaran menjadi keniscayaan yang tidak terbantahkan. Hermeneutika hukum menempatkan pencarian kebenaran dan keadilan menjadi sebuah kehakekatan dengan menggunakan tafsir atas teks. Theo Huijbers membagi tiga bentuk penafsiran dalam upaya menafsirkan undangundang yaitu penafsiran penambah, penafsiran pelengkap dan penafsiran budaya. 23 Ketiga bentuk penafsiran tersebut akan mendekatkan penemuan hukum dalam perspektif hermeneutika hukum. B. Hermeneutika Hukum Sebagai Alternatif Metode Penemuan Hukum Dalam praktik tidak jarang dijumpai ada beberapa peristiwa yang belum diatur dalam hukum atau perundang-undangan, atau meskipun sudah diatur tetapi tidak lengkap atau tidak jelas. Oleh karena itu peraturan hukum yang tidak jelas harus dijelaskan dan yang kurang lengkap harus dilengkapi dengan jalan menemukan hukumnya agar aturan hukumnya dapat diterapkan terhadap peristiwanya. Dengan demikian, pada hakikatnya semua perkara 22
F. Budi Hardiman, Melampui Positivisme Dan Modernisme Diskursus Filsafat Tentang Metode Ilmiah Dan Problem Modernitas, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), h. 44-48 23
Theo Huijbers, Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Kanisius, 1995) h. 133-135.
20
membutuhkan metode penemuan hukum agar aturan hukumnya dapat diterapkan secara tepat terhadap peristiwanya, sehingga dapat diwujudkan putusan hukum yang mengandung aspek keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Istilah penemuan hukum biasa dikenal dengan Rechtvinding (law making), yang diartikan bahwa bukan hukumnya tidak ada, tetapi hukumnya sudah ada, namun masih perlu digali dan diketemukan. Hukum tidak selalu berupa kaidah (das sollen) baik tertulis ataupun tidak, tetapi dapat juga berupa perilaku atau peristiwa (das sein).24 Begitu juga Paul Scholten berpendapat mengenai penemuan hukum ialah sesuatu yang lain dari pada hanya penerapan peraturan-peraturan pada peristiwanya, dimana kadang-kadang atau sering terjadi bahwa peraturannya harus ditemukan, baik dengan jalan interpretasi maupun dengan jalan analogi ataupun rechtvervijning (pengkonkretan hukum). 25 Penemuan hukum tidak lagi hanya didasarkan pada hal memahami tetapi juga telah bergeser ke depan seiring dengan diskursus tentang memahami secara hermeneutis. Van Tongeren mengemukakan ciri-ciri hukum
24
Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum Yang Pasti dan Berkeadilan, (Yogyakarta: UII Press, 2006), h. 31 25
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), (Jakarta: Kencana, 2009), h. 146
21
sebagaimana juga dikutip oleh Dr. Drs. Chazim Maksalina, MH.26 Diantaranya adalah: pertama, Undang-undang selalu memiki sedikit ciri yang umum. Oleh karena itu, undang-undang harus ditafsirkan untuk dapat diterapkan dalam kejadian-kejadian konkret. Kedua, dalam praktik hukum, penafsiran tidak semata-mata penerapan, penerjemahan atau rekonstruksi, melainkan setiap penafsiran selalu menambahkan sesuatu kepada material awalnya. Ketiga, memahami secara yuridis bahwa penerapan suatu naskah terintegrasi dengan penjelasannya. Jika hakim harus menerapkan undangundang maka ia akan mencari arti hakiki (jadi telah memahami undangundang itu), maka Undang-undang itu telah ditafsirkan dan diterapkan. Kajian hermeneutika hukum mempunyai dua makna sekaligus. Pertama, hermeneutika hukum dapat dipahami sebagai metode interpretasi atas teks-teks hukum. Interpretasi yang benar terhadap teks hukum harus selalu berhubungan dengan isi atau kaidah hukum, baik yang tersurat maupun yang tersirat. Kedua, hermeneutika hukum mempunyai kolerasi dengan teori penemuan hukum. Hal ini ditunjukkan dengan kerangka lingkaran spiral hermeneutika, yaitu proses timbal balik antara kaidah dan fakta. Dalam hermeneutika seseorang harus mengkualifikasi fakta dalam bingkai kaidah dan menginterpretasi kaidah dalam bingkai fakta. 26
Chazim Maksalina, Penerapan Hermeneutika Hukum Dalam Perspektif Penemuan Hukum Pada Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur, (Disertasi S3 Bidang Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana, Universitas Islam Bandung, 2014)
22
Hermeneutika pada dasarnya merupakan suatu metode untuk menafsirkan simbol berupa teks atau sesuatu yang diperlakukan sebagai teks untuk dicari arti dan maknanya. Metode hermeneutika ini menuntut adanya kemampuan untuk menafsirkan masa lalu yang tidak dialami, kemudian dibawa ke masa sekarang. 27 Pada sebuah teks tidak harus dipahami berdasarkan ide si pengarang melainkan berdasarkan materi yang tertera dalam teks itu sendiri. Seseorang harus menafsirkan teks berdasarkan apa yang dimiliki saat ini (vorable), apa yang dilihat (vorsicht), dan apa yang akan diperoleh kemudian (vorgriff). Kunci utama hermeneutika terletak pada penafsirnya. Dalam kajian hermeneutik tidak ada penafsiran yang tepat atau keliru, benar atau salah. Yang ada hanyalah upaya yang bervariasi untuk mendekati teks dari kepentingan dan motivasi yang berbeda. Dengan demikian maka sangat logis bila secara konseptual hermeneutic mengisyaratkan bahwa pada hakikatnya tidak ada suatu teks yang tidak dapat ditafsirkan. 28 Sebagai sebuah metode penafsiran, hermeneutika terdiri atas tiga bentuk atau model. Pertama, hermeneutika objektif yang dikembangkan tokoh-tokoh klasik, khususnya Friedrick Schleirmacher, Wilhelm Dilthey, dan Emilio Betti, menurut model ini, penafsiran berarti memahami teks 27
Fahruddin Faiz, Hermeneutika Qur’ani: Antara Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi, (Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2002), h. 9 28
K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX, (Jakarta: Gramedia, 1981), h. 232.
23
sebagaimana yang dipahami pengarangnnya, sebab apa yang disebut teks ialah ungkapan jiwa pengarangnya, sehingga apa yang disebut makna atau tafsiran atasnya tidak didasarkan atas kesimpulan pembaca melainkan diturunkan dan bersifat instruktif. 29 Kedua, hermeneutika subjektif yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh modern khususnya Hans-Georg Gadamer dan Jarques Derida. Menueut model ini, hermeneutika bukan usaha menemukan makna objektif yang dimaksud penulis seperti yang diasumsikan model hermeneutika objektif melainkan memahami apa yang tertera dalam teks itu sendiri. 30 Ketiga, hermeneutika pembebasan yang dikembangkan oleh tokohtokoh muslim kontemporer khususnya Hasan Hanafi dan Farid Esack. Menurut model ini, hermeneutika tidak hanya berarti ilmu interpretasi atau metode pemahaman tetapi lebih dari itu adalah aksi. Dalam keilmuan hukum terdapat beberapa teori penemuan hukum yang sudah familiar di implementasikan pada beberapa putusan hukum dalam praktik di Pengadilan sebagai acuan untuk penerapan dan penegakan hukum, diantaranya adalah interpretasi hukum, konstruksi hukum, begitu pula perlunya dikemukakan berkembangnya hemeneutika hukum saat ini untuk
29
Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics, (London; Routlege & Kegan Paul, 1980), h.
29. 30
Arip Purkon, Article Pendekatan Hermeneutika dalam Kajian Hukum Islam, (Jakarta: FSH UIN Jakarta), h. 187. Diakses tanggal 05 Mei 2015, 16.00 WIB. http://download.portalgaruda.org /article.php?article=175989&val=328&title=Pendekatan%20Hermeneutika%20dalam%20Kajian%20 Hukum%20Islam.
24
menjadi lirikan sebagai alternatif penemuan hukum baru bagi hakim dalam penginterpretasian teks hukum. Demikian juga disimpulkan oleh James Robinson mengenai fungsi dan tujuan hermeneutika yaitu untuk memperjelas sesuatu yang tidak jelas supaya lebih jelas. 31 Eksistensi penemuan hukum tidak bisa terlepas dari suatu sistem, dengan demikian Van Eikema Hommes, membagi dua sistem penemuan hukum yang dibedakan menjadi penemuan hukum heteronom (Typisch logicitisch) dan penemuan hukum otonom (Materiel juridisch). Melihat posisi hakim di Indonesia yang menganut sistem penemuan hukum heteronom di mana hakim tidak diberi kesempatan untuk berkreasi atau melakukan penilaian. Karena penemuan hukum di sini dianggap sebagai kejadian yang tekhnis dan kognitif, yang mengutamakan undang-undang. Dengan kata lain kedudukan hakim hanya sebagai penyambung lidah atau corong dari Undangundang, sehingga ia tidak dapat mengubah kekuatan hukum undang-undang. Berbeda halnya ketika membahas penemuan hukum otonom yang mana memposisikan hakim tidak lagi dipandang sebagai corong atau terompetnya undang-undang, tetapi sebagai pembentuk hukum yang secara mandiri memberi bentuk pada isi undang-undang dan menyesuaikannya dengan kebutuhan atau perkembangan masyarakat. Tetapi apabila dilihat pada realitanya saat ini, Indonesia terdapat juga penemuan hukum yang mempunyai
31
Teks, h. 45
Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum. Teori Penemuan Hukum Baru Dengan Interpretasi
25
unsur otonom yang kuat, karena hakim seringkali harus menjelaskan atau melengkapi Undang-undang menurut pandangannya sendiri. 32 Pada proses penemuan hukum, yang banyak dilakukan oleh hakim perlu dibedakan menjadi dua hal, yaitu tahap sebelum pengambilan putusan (ex ante) dan tahap sesudah pengambilan putusan (ex post). Dalam perspektif teori penemuan hukum modern, yang terjadi sebelum pengambilan putusan disebut “heuristika”, yaitu proses mencari dan berpikir yang mendahului tindakan pengambilan putusan hukum. Pada tahap ini berbagai argumen pro dan kontra terhadap suatu putusan tertentu ditimbang-timbang antara satu dan lainnya, kemudian ditemukan mana yang paling tepat. Untuk menemukan hukum yang terjadi sesudah putusan disebut “legitimasi”, dan hal ini berkenaan dengan pembenaran dari putusan yang sudah diambil. Apabila suatu putusan hukum tidak dapat diterima oleh forum hukum, maka putusan itu berarti tidak memperoleh legitimasi. Konsekuensinya, premis-premis yang baru harus diajukan, dengan tetap berpegang pada penalaran ex ante untuk meyakinkan forum hukum tersebut agar putusan tersebut dapat diterima. 33 Disinilah arti penting hermeneutika hukum digunakan para hakim dalam rangka menemukan makna hukum. Penemuan makna hukum oleh
32
Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum Yang Pasti dan Berkeadilan, Op.,cit h. 38-40 33
M. Syamsudin, Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum Progresif, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 74.
26
hakim tidak hanya semata-mata hanya penerapan peraturan-peraturan hukum terhadap peristiwa konkret, akan tetapi sekaligus penciptaan hukum dan pembentukkan hukumnya. Tugas aparat hukum juga tidak dapat dilepaskan dari melakukan interpretasi atas teks hukum atau peraturan perundangundangan yang dijadikan dasar pertimbangannya serta interpretasi atas peristiwa dan fakta hukumnya sendiri. 34 Pendekatan hermeneutika, umumnya membahas pola hubungan segetiga (triadic) antara teks (hukum), si pembuat teks (author), dan penafsir teks (reader). Dalam hermeneutika, seorang penafsir (hermeneut) dalam memahami sebuah teks, baik itu teks kitab suci maupun teks umum (termasuk hukum), dituntut untuk tidak sekedar melihat apa yang ada pada teks, tetapi lebih kepada apa yang ada di balik teks. 35 Penemuan hukum oleh hakim dilakukan dalam rangka tugas dan kewenangan dalam memeriksa dan memutus suatu perkara yang dihadapkan kepadanya. Penemuan hukum oleh hakim dianggap yang mempunyai wibawa. Hasil penemuan hukum oleh hakim merupakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai hukum karena dituangkan dalam putusan. 36
34
Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum Teori Penemuan Hukum Baru Dengan Interpretasi Teks, Op, Cit., h. 49-50 35
Khaled M. Abou El-Fadl, Atas Nama Tuhan dari Fikih Otoriter ke Fikih Otoritatif, diterjemahkan oleh: R. Cecep Lukman Yasin, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004), h. 8 36
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, h. 5
27
Ketentuan yuridis formal telah mengatur eksistensi penemuan hukum yang termuat pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, dikatakan bahwa: “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Yang selanjutnya disebutkan mengenai penjelasan dalam pasal ini bahwa ketentuan ini dimaksudkan agar putusan hakim dan hakim konstitusi sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Meringkas dari maksud ketersiratan dalam ketentuan diatas, hakim mempunyai kewajiban atau hak untuk melakukan penemuan hukum agar putusan yang diambilnya dapat sesuai dengan hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat. Dikarenakan posisi hakim yang merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, maka hakim harus terjun ke tengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan, dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian, hakim akan dapat memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat 37 dan terwujudlah terpenuhinya kepastian hukum. Selanjutnya beranjak dari Pasal 5 ayat (1) dalam Pasal 10 ayat (1) disebutkan
37
h.7
bahwa: “Pengadilan
dilarang
menolak
untuk
memeriksa,
Yudha Bhakti Adhiwisastra, Penafisran Dan Konstruksi Hukum, (Bandung: Alumni, 2000),
28
mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Maksud dari ketentuan pasal ini memberikan makna kepada hakim sebagai organ utama dalam suatu pengadilan dan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang dianggap memahami hukum, untuk menerima, memeriksa, mengadili suatu perkara, sehingga wajib hukumnya bagi hakim untuk menemukan hukumnya dengan menggali hukum yang tidak tertulis untuk memutuskan suatu perkara berdasarkan hukum sebagai seorang yang bijaksana dan bertanggung jawab. Menurut Bagir Manan, ada beberapa asas yang dapat diambil dari ketentuan pasal diatas, diantaranya yaitu: 38 1. Untuk menjamin kepastian hukum bahwa setiap perkara yang diajukan ke pengadilan akan diputus. 2. Untuk mendorong hakim melakukan penemuan hukum 3. Sebagai pelambang kebebasan hakim dalam memutus perkara Apabila dihadapkan dengan adanya kekosongan hukum atau kekosongan Undang-undang, maka hakim berpegang pada asas ius curia novit, dimana hakim dianggap tahu akan hukumnya.39
38
A. Mukhsin Asyrof, Asas-Asas Penemuan Hukum Dan Penciptaan Hukum Oleh Hakim Dalam Proses Peradilan, Majalah Hukum Varia Peradilan Edisi No. 252 November, 2006, (Jakarta: IKAHI, 2006), h. 84
29
C. Metode Ijtihad Dalam Hukum Islam Hukum Islam atau juga disebut fiqih Islam merupakan hukum yang mendasarkan pada ketentuan-ketentuan yang sudah diturunkan Alllah SWT kepada Nabi dan Rasulnya Muhammad SAW yang diperuntukkan bagi umat manusia sampai akhir zaman. Fiqih didefinisikan sebagai ilmu yang diperoleh dengan menggunakan pikiran dan ijtihad.40 Sedangkan hukum Islam menurut T.M. Hasbi Ash Shiddieqy sebagaimana dikutip oleh Ismail Muhammad Syah dirumuskan sebagai koleksi daya upaya para ahli hukum untuk menerapkan syari’at atas kebutuhan masyarakat.41 Pada dasarnya hukum Islam dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, hukum Islam yang bersifat absolute, universal, dan permanen, tidak berubah dan tidak dapat dirubah. Hukum Islam yang termasuk bagian ini adalah hukum Islam yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadis mutawatir yang penunjukannya telah jelas. Kedua, hukum Islam yang bersifat relatif, tidak universal dan tidak permanen. Pada batas-batas tertentu, hukum Islam dalam bentuk seperti ini dapat berubah sesuai situasi dan kondisi. Hukum
39
Jazim Hamidi, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelengaraan Pemerintahan Yang Layak (AAUPPL) Di Lingkungan Peradilan Administrasi Indonesia, ( Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), h. 90 40
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), (Yogyakarta: UII Press,2005), h. 1-2. 41
Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 19
30
Islam yang masuk ke kelompok ini adalah hukum-hukum yang dihasilkan melalui proses ijihad.42 Dalam mendefinisikan kata “ijtihad” diartikan dengan berbeda-beda pandangan, sesuai dilihat sepanjang pemakaiannnya, berikut ini penjelasan ditinjau dari etimologi, kata ijtihad berasal dari kata jahada. Ada dua bentuk masdar yang dapat terbentuk dari kata jahada, yaitu: pertama, kata jahd, yang mengandung arti kesungguhan. Arti ini sejalan dengan firman Allah dalam surat Al-An’am:109
ﺎﻧﹺﻬﹺﻢﻤ ﺃﹶﻳﺪﻬﻮﺍﹾ ﺑﹺﺎﷲِ ﺟﻤﺃﹶﻗﹾﺴﻭ Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan. Kedua, kata juhd dengan arti adanya kemampuan yang didalamnya terkandung makna sulit, berat, dan susah, sesuai kejelasan ayat berikut:
ﻢﻫﺪﻬﻭﻥﹶ ﺇﹺﻟﱠﺎ ﺟﺠﹺﺪ ﻟﹶﺎ ﻳﻳﻦﺍﻟﱠﺬ ﻭﻗﹶﺎﺕﺪﻲ ﺍﻟﺼ ﻓﻨﹺﲔﻣﺆ ﺍﻟﹾﻤﻦ ﻣﲔﻋﻄﱠﻮﻭﻥﹶ ﺍﻟﹾﻤﺰﻠﹾﻤ ﻳﻳﻦﺍﻟﱠﺬ ﻴﻢ ﺃﹶﻟﺬﹶﺍﺏ ﻋﻢﻟﹶﻬ ﻭﻢﻬﻨ ﻣ ﺍﻟﻠﱠﻪﺮﺨ ﺳﻢﻬﻨﻭﻥﹶ ﻣﺮﺴﺨ ﻓﹶﻴ Orang-orang (munafik) yang mencela orang-orang mukmin yang member sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) kecuali sekadar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih. (Surat At-Taubah: 79) Perubahan kata dari jahada menjadi ijtahada mengandung beberapa arti, diantaranya ialah, li al-mubalaghah, yaitu menunjukan penenekanan. Dan 42
Yusuf al-Qaradawi, Al-Ijtihad fī al-Sharī’ah al-Islamiyyah ma‘a Nazarah Tahliliyyah fī alIjtihad al-Mu‘asir (Kuwayt: Dar al-Qalam, 1985), h. 205
31
ada juga makna lain ijtihad secara bahasa yaitu At-Thaqah yang berarti tenaga, kuasa dan daya.43 Adapun kata ijtihad secara terminiologi, terdapat beberapa definisi yang dikemukakan ulama, yang pada umumnya menunjukkan pengertian yang sama, dan diantaranya satu sama lain saling melengkapi, berikut ini definisi ijtihad, pertama, menurut Ibnu As-Subki:44
ﻲﻋﺮﻜﹾﻢﹴ ﺷ ﺑﹺﺤﻲﻞﹺ ﺍﻟﻈﱠﻨﻴﺼﺤﺘ ﻟﻊﺳ ﺍﻟﻮﻪﻴﺍﻍﹸ ﺍﻟﻔﹶﻘﻔﹾﺮﺘﺍﺳ Pengerahan kemampuaan seorang ahli fiqih untuk menghasilkan hukum syara’ yang bersifat dzanni. Kedua, Muhammad Abau Zahrah:45
ﺔﻴﻠﻴﻔﹾﺼﺎ ﺍﻟﺘﻬﻟﱠﺘ ﺃﹶﺩﻦ ﻣﺔﻴﻠﻤﻜﹶﺎﻡﹺ ﺍﻟﻌ ﺍﻷﺣﺎﻁﺒﻨﺘ ﺍﺳﻲ ﻓﻪﻌﺳ ﻭﻪﻴﺬﹾﻝﹸ ﺍﻟﻔﹶﻘﺑ Pengerahan kemampuan seorang ahli fiqih untuk menggali hukumhukum (syara’) yang bersifat ‘amaliyyah dari dalil-dalil yang bersifat terperinci. Ketiga, Al-Amidi:46
ﻦ ﻣﺲﺤﺚﹸ ﻳﻴ ﺑﹺﺤﻴﺔﻋﺮﻜﹶﺎﻡﹺ ﺍﻟﺸ ﺍﻷَﺣﻦﺀٍ ﻣﻲ ﺑﹺﺸ ﻃﹶﻠﹶﺐﹺ ﺍﻟﻈﱠﻦﻲﻊﹺ ﻓﺳﺍﻍﹸ ﺍﻟﻮﻔﹾﺮﺘﺍﺳ .ﻪﻴﺪ ﻓ ﺍﳌﹶﺰﹺﻳﻦ ﻋﺰﺠﻔﹾﺲﹺ ﺍﻟﻌﺍﻟﻨ Pengerahan kemampuan secara maksimum, dalam menemukan hukum syara’ yang bersifat dzanni, sehingga merasa tidak mampu menghasilkan lebih dari kemauan tersebut.
162.
43
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), h. 243
44
Tajuddin Abdul Wahhab bin As-Subki, Jam’ Al-Jawami', (Semarang: Toha Putra), h. 379
45
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Al-Fiqh, (Qahirah: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1958). h. 357
46
Al-Amidi, Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam, (Beirut: Dar Al-Kitab Al-‘Arabi, 1984, Juz IV), h.
32
Nicholas P. Aghnides dalam bukunya, The background Introduction to Muhammedan Law menyatakan bahwa: The world ijtihad means literally the exertion of great efforts in order to the a thing. Technically it is defined as “the putting forth of every effort in order to determine with a degree of probability a question of syari’ah “if follows from the definitions that a person would not be exercising ijtihad if he arrived at an opinion while he felt that he could exert himself still more in the investigation he is carrying out. This restriction, if comformed to, would mean the realization of the utmost degree of thoroughness. By extention, ijtihad also means the opinion rendered. The person exercising ijtihad is called mujtahid and the question he is considering is called mujtahid-fih. 47 Perkataan
ijtihad
berarti
berusaha
dengan
sungguh-sungguh
melaksanakan sesuatu. Secara tekhnis diartikan “mengerahkan setiap usaha untuk mendapatkan kemungkinan kesimpulan tentang suatu masalah syari’ah”. Dari definisi ini maka seseorang tidak akan melakukan ijtihad apabila dia telah mendapat suatu kesimpulan sedangkan dia merasa bahwa dia dapat menyelidiki lebih dalam tentang apa yang dikemukakannya. Pembatasan ini akan berarti suatu penjelmaan bagi suatu penyelidikan yang sedalam-dalamnya. Jika diperluas artinya maka ijtihad berarti juga pendapat
47
Nicolas P. Aghnides, The Background Introduction To Muhammedan Law, New York: published by the Ab, “ Sitti Sjamsijah”. (publishing coy Solo, Java, with the authority- license of Columbia University Press), h. 95
33
yang dikemukakan. Orang yang melakukan ijtihad dinamakan mujtahid dan persoalan yang dipertimbangkannya dinamakan mujtahid fih. Disamping pengertian ijithad diatas tersebut, para pakar hukum Islam memberikan batasan pengertian ijtihad dalam arti sempit dan luas. Menurut pengertian dalam arti sempit yaitu ijtihad hanya menjalankan qiyas atau membandingkan suatu hukum dengan hukum yang lain. Sedangkan dalam arti luas,
ijtihad
adalah
mempergunakan
segala
kesanggupan
untuk
menegeluarkan hukum syara’ dari kitabullah dan hadis atau usaha maksimal dalam melahirkan hukum-hukum syariat dari dasar-dasarnya melalui pemikiran dan penelitian yang serius.48 Ijtihad sebagai sebuah konsep yang menggambarkan usaha maksimal dalam penalaran, sehingga menghasilkan pendapat pribadi yang orisinil. 49 Dengan demikian untuk dapat memenuhi suatu ijtihad, berikut ini unsur dari ijtihad, diantaranya ialah: 1. Pengerahan kemampuan nalar secara maksimum dari orang yang berpredikat sebagai mujtahid 2. Menggunakan metode istinbath (penggalian hukum) 3. Objek ijtihad adalah dalil-dalil syara’ yang terperinci
48
Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), h.160 49
8
Hasan Ahmad Mar’i, Al-Ijtihad fi Syari’ah al-Islamiyyah, (Cairo: Dar al-Ma’arif, 1976), h.
34
4. Tujuan ijtihad adalah untuk menemukan hukum syara’ yang berkaitan dengan masalah-masalah ‘amaliyyah (bukan yang berkaitan dengan masalah akidah atau akhlak) 5. Hukum syara’ yang ditemukan tersebut bersifat dzanni (kuat dugaan; relative), bukan yang bersifat qath’i (pasti benar; absolute). Saat ini, ijtihad dalam rangka pembaharuan hukum Islam bukan saja menjadi kebutuhan, tetapi sudah menjadi sunnatullah yang tidak bisa ditinggalkan dalam menghadapi arus globalisasi. Dengan dilaksanakannya ijtihad dalam menyelesaikan segala masalah hukum yang timbul, diharapkan hukum Islam tetap eksis dan dapat mengikuti perkembangan zaman serta tetap diperlukan oleh umat Islam dalam mengatur kehidupannya. Sehubungan dengan hal ini, Yusuf Al-Qardhawi mengemukakan sebagaimana dikutip oleh Dr. H. Abdul Manan, S.H bahwa dengan menghormati dan menghargai hasil-hasil dan karya ijtihad para ulama terdahulu dalam berbagai bidang hukum Islam, saat ini sangat diperlukan ijitihad dengan metode baru untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dahulu belum ada. Sebagaimana diketahui bahwa masing-masing zaman memiliki persoalannya sendiri-sendiri. Zaman sekarang sudah terjadi perubahan yang luar biasa akibat majunya industri, ilmu pengetahuan dan teknologi, komunikasi dan transportasi yang menyebabkan dunia yang besar ini menjadi sempit, tidak jelas lagi batas-batasnya. Untuk menyikapi masalah ini, dahulu para ulama sudah berani menyatakan adanya prinsip “taqayyun al-
35
fatwa bi taqayyun az-zaman” (berubahnya fatwa karena adanya perubahan zaman), tentu prinsip ini harus terus dipegang dan dilaksanakan dalam rangka pengembangan dan pembaharuan hukum Islam. Agar hukum-hukum yang diijtihadkan menjadi bermanfaat bagi kehidupan manusia.50 Keberadaan ijtihad ditompang oleh banyak dalil, baik ayat – ayat AlQur’an maupun sunnah, antara lain pada surat An-Nisa’ ayat 59:
ﻲ ﻓﻢﺘﻋﺎﺯﻨ ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﺗﻜﹸﻢﻨﺮ ﻣﻲ ﺍﻟﹾﺄﹶﻣﺃﹸﻭﻟﻮﻝﹶ ﻭﺳﻮﺍ ﺍﻟﺮﻴﻌﺃﹶﻃ ﻭﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪﻴﻌﻮﺍ ﺃﹶﻃﻨ ﺁﻣﻳﻦﺎ ﺍﻟﱠﺬﻬﺎﺃﹶﻳﻳ ﺮﻴ ﺧﻚﺮﹺ ﺫﹶﻟﻡﹺ ﺍﻵﺧﻮﺍﻟﹾﻴ ﻭﻮﻥﹶ ﺑﹺﺎﻟﻠﱠﻪﻨﻣﺆ ﺗﻢﺘﻮﻝﹺ ﺇﹺﻥﹾ ﻛﹸﻨﺳﺍﻟﺮ ﻭ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪﻭﻩﺩﺀٍ ﻓﹶﺮﻲﺷ ﺄﹾﻭﹺﻳﻠﹰﺎ ﺗﻦﺴﺃﹶﺣﻭ “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” Pada ayat di atas Allah memerintahkan untuk mengembalikan masalah yang menjadi objek perbedaan pendapat kepada Allah dan Rasul-nya. Cara yang ditempuh tentulah dengan cara berijtihad memahami kandungan makna dan prinsip-prinsip hukum yang terdapat pada ayat Al-Qur’an dan hadis, kemudian menerapkannya pada persoalan yang sedang dihadapi. Adapun landasan ijtihad yang berasal dari hadis, seperti suatu riwayat yang menceritakan antara Rasulullah dan Mu’az bin Jabal, ketika dahulu Rasulullah mengutus Mu’az menjadi hakim di Yaman.
50
Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam Di Indonesia, h. 166
36
ﻲﻦﹺ ﺃﹶﺧﺍﺑﺮﹺ ﻭﻤﻦﹺ ﻋ ﺑﺎﺭﹺﺙ ﺍﻟﹾﺤﻦ ﻋﻥﻮ ﺃﹶﺑﹺﻲ ﻋﻦﺔﹶ ﻋﺒﻌ ﺷﻦﻋﺮﻤ ﻋﻦ ﺑﻔﹾﺺﺎﺣﺛﹶﻨﺪﺣ ﻮ ﹶﻝﺳﻞﹴ ﺃﹶﻥﱠ ﺭﺒﻦﹺ ﺟ ﺑﺎﺫﻌﺎﺏﹺ ﻣﺤ ﺃﹶﺻﻦ ﻣﺺﻤﻞﹺ ﺣ ﺃﹶﻫﻦﺎﺱﹴ ﻣ ﺃﹸﻧﻦﺔﹶ ﻋﺒﻌﻦﹺ ﺷ ﺑﺓﲑﻐﺍﻟﹾﻤ ﻲ ﺇﹺﺫﹶﺍﻘﹾﻀ ﺗﻒﻦﹺ ﻗﹶﺎﻝ»ﻛﹶﻴﻤﺎﺫﹰ ﺍﺇﹺﻟﹶﻰ ﺍﻟﹾﻴﻌﺚﹶ ﻣﻌﺒ ﺃﹶﻥﹾ ﻳﺍﺩﺎ ﺃﹶﺭ ﻟﹶﻤﻠﱠﻢﺳ ﻭﻪﻠﹶﻴ ﻋﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺻﺍﻟﻠﱠﻪ ﺎﺏﹺﺘﻲ ﻛ ﻓﺠﹺﺪ ﺗ »ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﻟﹶﻢ: ﻗﹶﺎﻝﹶ،ﺎﺏﹺ ﺍﻟﻠﱠﻪﺘﻲ ﺑﹺﻜ ﺃﹶﻗﹾﻀ: ﻗﹶﺎﻝﹶ،«ﺎﺀٌ؟ ﻗﹶﻀ ﻟﹶﻚﺽﺮﻋ ﺔﻨﻲ ﺳ ﻓﺠﹺﺪ ﺗ »ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﻟﹶﻢ: ﻗﹶﺎﻝﹶ،ﻠﱠﻢﺳ ﻭﻪﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋ ﺻﻮﻝﹺ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳ ﺭﺔﻨ ﻓﹶﺒﹺﺴ: ﻗﹶﺎﻝﹶ،«؟ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻟﹶﺎ ﺁﻟﹸﻮ ﻭ،ﺃﹾﻳﹺﻲ ﺭﻬﹺﺪﺘ ﺃﹶﺟ:؟« ﻗﹶﺎﻝﹶﺎﺏﹺ ﺍﻟﻠﱠﻪﺘﻲ ﻛﻟﹶﺎ ﻓ ﻭ،ﻠﱠﻢﺳ ﻭﻪﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋ ﺻﻮﻝﹺ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳﺭ ﻠﱠﻪ ﻟﺪﻤ »ﺍﻟﹾﺤ:ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻭ،ﻩﺭﺪﻠﹶﻰ ﺻ ﻋﻩﺪ ﺑﹺﻴﻠﱠﻢﺳ ﻭﻪﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋ ﺻﻮﻝﹸ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳ ﺭﺏﺮﻓﹶﻀ 51 («)ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩﻮﻝﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳﻲ ﺭﺿﺮﺎ ﻳﻤ ﻟﻮﻝﹺ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳﻮﻝﹶ ﺭﺳ ﺭﻓﱠﻖﻱ ﻭﺍﻟﱠﺬ “Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Umar dari Syu'bah dari Abu 'Aun dari Al Harits bin 'Amru anak saudara Al Mughirah bin Syu'bah, dari beberapa orang penduduk Himsh yang merupakan sebagian dari sahabat Mu'adz bin Jabal. Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihiwasallam ketika akan mengutus Mu'adz bin Jabal ke Yaman beliau bersabda: "Bagaimana engkau memberikan keputusan apabila ada sebuah peradilan yang dihadapkan kepadamu?" Mu'adz menjawab, "Saya akan memutuskan menggunakan Kitab Allah." Beliau bersabda: "Seandainya engkau tidak mendapatkan dalam Kitab Allah?" Mu'adz menjawab, "Saya akan kembali kepada sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihiwasallam." Beliau bersabda lagi: "Seandainya engkau tidak mendapatkan dalam Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihiwasallam serta dalam Kitab Allah?" Mu'adz menjawab, "Saya akan berijtihad menggunakan pendapat saya, dan saya tidak akan mengurangi." Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihiwasallam menepuk dadanya dan berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusannya Rasulullah untuk melakukan apa yang membuat senang Rasulullah." Dari hadis di atas, terdapat hirarki hadis yang melegitimasi ijtihad Mu’az bin Jabal dalam menangani perkara, yaitu: 1. Al-Qur’an 2. As-Sunnah 51
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, (Beirut: Al-Maktabah Al-‘Ashriyah), Juz III, h. 303
37
3. Ijtihad Kemudian, hadis riwayat Abu Hurairah mengatakan bahwa:
ﻜﹶﻢ ﺇﹺﺫﹶﺍ ﺣ:ﻘﹸﻮﻝﹸ ﻳﻠﱠﻢﺳ ﻭﻪﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋ ﺻﻮﻝﹸ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺭ: ﺓﹶ ﻗﹶﺎﻝﹶﺮﻳﺮ ﻫ ﺃﹶﺑﹺﻲﻦﻋ 52
.ﺮ ﺃﹶﺟﻄﹶﺄﹶ ﻓﹶﻠﹶﻪﺍ ﻓﹶﺎﹶﺧﺪﻬﺘﺇﹺﺫﹶﺍ ﺍﺟ ﻭ،ﺍﻥﺮ ﺃﹶﺟ ﻓﹶﻠﹶﻪﺎﺏ ﻓﹶﺄﹶﺻﺪﻬﺘ ﻓﹶﺎﺟﻢﺍﳊﹶﺎﻛ
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda:“ jika seorang hakim hendak memutuskan suatu perkara, kemudian ia berjihad dan ijtihadnya benar, maka ia mendapat dua pahala, tetapi jika ia berjihad, kemudian hasil ijtihadnya salah, maka ia mendapat satu pahala”. Seseorang dalam berijtihad terdapat dua hal yang menjadi fokus untuk menyimpulkan hukum dari sumber-sumbernya dan upaya menerapkan hukum itu secara tepat terhadap suatu kasus yaitu; pertama, ijtihad istimbathi yang memusatkan kepada sumber-sumber hukum Islam diantaranya Al-Qur’an dan as-Sunnah, yang dilakukan baik dengan pendekatan kebahasaan maupun pendekatan tujuan hukum (maqasid asy-syariah). Kedua, ijtihad tathbiqi dilakukan untuk mengantarkan seorang penerap hukum kepada penerapan hukum secara tepat dalam suatu kasus, objek kajiannya meliputi perbuatan manusia dengan segala kondisi dan perubahannya. 53 Dalam pembahasan ijihad terkadung juga dua kelompok wilayah ijtihad, diantaranya adalah; 1) hukum-hukum yang didasarkan atas nash yang
52
Abu Abdurahman Ahmad bin syu’aib bin Ali Al-khurasani An-Nasa’I, As-Sunan Al-Kubro, (Beirut: Muassasah Ar-Risalah, 2001), h. 396 53
Amrullah Ahmad, dkk, Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996) h. 118
38
tidak qath’i (zhanni), dan 2) hukum-hukum yang sama sekali tidak ada landasan nash-nya, baik dari Al-Qur’an maupun sunnah. Begitu juga eksestensi ijtihad dalam hukum Islam menurut para ulama memiliki pembatasan penggalian hukum, apabila menurut Imam Syafi’I membatasi hukum dalam menggali hukum hanya dari nash Al-Qur’an dan sunnah melalui cara qiyas saja, dan tidak memakai metode penalaran hukum yang berdasarkan metode al-istihsan atau al-mashlahah mursalah.54 Para imam mazhab lainnya mempunyai pandangan berbeda dalam memaknai pengertian ijtihad secara luas. Mereka menggunakan istilah ijtihad untuk menggambarkan penalaran hukum (ar-ra’y) melalui metode al-qiyas dan metode istinbath hukum lainnya. Dalam hal ini, mereka memahami penalaran hukum tidak terbatas hanya pada pengertian al-qiyas, yaitu adanya kasus-kasus hukum yang memiliki nash yang dapat dijadikan landasan hukum terhadap kasus-kasus yang tidak ada nash-nya, dengan cara menyamakan hukum keduanya, karena adanya kesamaan ‘illah. Sekalipun tidak ada acuan nash-nya tetap dapat dilakukan penalaran hukum. Menurut Imam As-Syafi’i bahwa ijtihad menggunakan penalaran hukum ialah melakukan penemuan hukum yang dipandang paling dapat menghasilkan kemaslahatan dan yang paling mendekati semangat pensyariatan hukum Islam. Dari segi metodenya, ijtihad dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
54
h. 477
Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, Ar-Risalah, (Beirut: Al-Maktabah Al-‘Ilmiyyah, 2005),
39
1. Al-ijtihad Al-Bayani, yaitu suatu kegiatan ijtihad yang bertujuan untuk menjelaskan hukum-hukum syara’ yang terdapat dalam nash Al-Qur’an dan sunnah. 2. Al- ijtihad Al-Qiyasi, yaitu kegiatan ijtihad untuk menetapkan hukum–hukum syara’ atas peristiwa-peristiwa hukum yang tidak ada nash Al-Qur’an maupun hadisnya, dengan cara mengqiyaskannya kepada hukum-hukum syara’ yang ada nash-nya. 3.
Al-ijtihad Al-istishlahi, yaitu kegiatan ijtihad untuk menetapkan hukum syara’ atas peristiwa-peristiwa hukum yang tidak ada nashnya, baik dari Al-Qur’an maupun sunnah, melalui cara penalaran berdasarkan prinsip al-istishlah (kemaslahatan).55
D. Kedudukan Hakim Dinamika dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi konflik antara individu dengan lainnya. Untuk dapat menyelesaiakan persoalan yang terjadi sering kali diperlukan campur tangan institusi khusus yang memberikan penyelesaian imparsial (secara tidak memihak). Fungsi ini lazimnya dijalankan oleh suatu lembaga yang disebut dengan lembaga peradilan, yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan, penilaian dan memberi keputusan, wewenang ini disebut dengan “kekuasaan kehakiman” yang dalam praktiknya dilaksanakan oleh “hakim”.
55
Rahmat Syafei, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), h. 103-104.
40
Kata hakim dalam bahasa arab disebut juga qadhi, secara normatif menurut Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa Hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut. Pengertian hakim terdapat dalam Pasal 1 butir 8 KUHAP yang menyebutkan bahwa hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili. Kedudukan hakim telah diberikan tempat pada konstitusi Negara kita sesuai dengan amandemen ketiga UUD Tahun 1945, Pasal 24 ayat (1) ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pada ajaran Islam telah terdapat beberapa golongan kriteria hakim, diantaranya yaitu: dua golongan masuk neraka dan satu golongan masuk surga. Satu golongan berbuat adil dalam keputusan hukumnya, maka mereka masuk surga, yang satu golongan mengetahui keadilan tetapi menyeleweng dengan sengaja, maka mereka masuk neraka. Dan yang satu golongan memutuskan perkara tanpa ilmu tetapi mereka malu mengatakan ‘aku tidak
41
tahu’, maka mereka juga masuk neraka. Hal ini selaras dengan bunyi hadis Rasulullah yakni:56
ﰱﹺﻖﻞﹶ ﺑﹺﺎﻟﹾﺤﻤ ﻗﹶﺎﺽﹴ ﻋ،ﺔﻨﻗﹶﺎﺽﹴ ﰱﹺ ﺍﻟﹾﺠﺎﺭﹺ ﻭ ﰱﹺ ﺍﻟﻨﺎﻥﻴ ﻗﹶﺎﺿ: ﺎﺓﹸ ﺛﹶﻠﹶﺎﺛﹶﺔﹲﺍﹶﻟﹾﻘﹸﻀ ﻰﻗﹶﺎﺽﹴ ﻗﹶﻀ ﻭ،ﺎﺭﹺ ﰱﹺ ﺍﻟﻨﻚﺍ ﻓﹶﺬﹶﺍﻟّﺪﻤﻌﺘ ﻣﺎﺭ ﻓﹶﺠ ﺍﹾﳊﹶﻖﻢﻠﻗﹶﺎﺽﹴ ﻋ ﻭ،ﺔﻨ ﰱﹺ ﺍﻟﹾﺠﻮ ﻓﹶﻬﺎﺀِﻩﻗﹶﻀ .ﺎﺭﹺ ﰱﹺ ﺍﻟﻨﻮ ﻓﹶﻬﻠﹶﻢﻰ ﻻﹶ ﺍﹶﻋﻧﻝﹶ ﺍﻘﹸﻮﺎ ﺍﹶﻥﹾ ﻳﻴﺤﺘﺍﺳﻠﹾﻢﹴ ﻭﺮﹺ ﻋﻴﺑﹺﻐ Dalam hal penyelesaian perkara yang dilakukan hakim dalam proses pengambilan keputusan, menuntut para hakim harus mandiri dan bebas dari pengaruh pihak manapun, termasuk dari pemerintah. Untuk pengambilan keputusan, para hakim hanya terikat pada fakta-fakta yang relevan dan kaidah hukum yang menjadi atau dijadikan landasan yuridis keputusannya. Hakim dituntut untuk memilih aturan hukum yang akan diterapkan, kemudian menafsirkannya untuk menentukan atau menemukan suatu bentuk perilaku yang tercantum dalam aturan itu serta menemukan pula kandungan maknanya guna menetapkan penerapannya, dan menafsirkan fakta-fakta yang ditemukan untuk menentukan apakah fakta-fakta tersebut termasuk ke dalam makna penerapan aturan hukum tersebut. Dengan demikian, melalui penyelesaian perkara konkret dalam proses peradilan dapat terjadi juga penemuan hukum. 57
56
Muhammad Salam Madkur, Al-Qadha Fil Islam, (Cairo: Darun Nahdhah al-Arabiyah), di terjemahkan oleh Imran. A.M, Peradilan Dalam Islam, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), h. 24 57
B. Arief Sidharta, Peranan Praktisi Hukum Dalam Perkembangan Hukum Di Indonesia, (Bandung: Pusat Penelitian Perkembangan Hukum Lembaga Penelitian UNPAD No. 1, 1999), h. 1517
42
Keputusan hakim yang tidak adil bahkan dapat mengakibatkan penderitaan lahir dan batin yang dapat membekas bagi para pihak yang bersangkutan sepanjang perjalanan hidupnya. 58 Dalam sistem hukum Indonesia, terlihat bahwa hakim atau badan peradilan mempunyai peran yang penting dalam penemuan hukum melalui putusan-putusannya, yang pada akhirnya penemuan hukum oleh hakim akan membentuk hukum baru yang kekuatannya setara dengan Undang-undang yang dibuat oleh pembentuk Undang-undang, dan jika putusan tersebut diikuti oleh hakim-hakim selanjutnya, maka akan menjadi yurisprudensi, yang sudah tentu mempengaruhi cara pikir maupun cara pandang hakim lain dalam mengadili dan memutuskan perkara yang sama atau hampir sama. 59 Berbicara konteks pembuatan putusan hakim, hermeneutika hukum mempunyai
setidak-tidaknya
dua
makna
sekaligus
yaitu:
pertama,
hermeneutika hukum dapat dipahami sebagai ‘metode interpretasi atas teksteks hukum’ atau ‘metode memahami terhadap suatu naskah normatif’; kedua, hermeneutika hukum juga mempunyai relevansi dengan teori penemuan hukum. Terkait dengan yang pertama, interpretasi yang benar terhadap teks hukum itu harus selalu berhubungan dengan isi (kaidah hukumnya) baik yang 58
59
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika,2002), h. 25
Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 10-12
43
tersurat maupun yang tersirat atau antara bunyi hukum dengan semangat hukum. Oleh karena itu, menurut Gadamer ada tiga persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang penafsir atau interpreter, yaitu memenuhi subtilitas intelligendi
(ketepatan
pemahaman),
subtilitas
explicandi
(ketepatan
penjabaran), dan subtilitas aplicandi (ketepatan penerapan). Selanjutnya, terkait dengan yang kedua (teori penemuan hukum), hermeneutika hukum ditampilkan dalam kerangka pemahaman ‘lingkaran spiral hermeneutik’, yakni proses timbale balik antara kaidah dan fakta-fakta.60 Adapun metode interpretasi atau penafsiran yang dapat digunakan oleh penafsir dan sekaligus juga sebagai perangka atau alat bantu dalam memperkaya penafsiran secara hermeneutic.
Diantaranya terbagi menjadi
sebelas (11) kelompok yaitu: Interpretasi gramatikal, interpretasi historis, interpretasi sistematis, interpretasi sosiologis atau teleologis, interpretasi komparatif, interpretasi futuristic, interpretasi restriktif, interpretasi ekstensif, interpretasi otentik, interpretasi interdisipliner, interpretasi multidisipliner. 61 Pada saat penjatuhan putusan, hakim harus memperhatikan serta mengusahakan semaksimal mungkin agar jangan sampai putusan tersebut memungkinkan timbulnya perkara baru. Selain itu, hakim dalam setiap perkara yang diajukan kepadanya harus membantu justitiabelen dengan 60
M. Syamsudin, Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum Progresif, h. 74
61
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 127
44
berusaha melaksanakan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, sehingga akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada Pengadilan, yang berakibat semakin berwibawanya lembaga peradilan. E. Kedudukan Mujtahid Menurut Nadiah Syarif Al-‘umari, sesungguhnya mujtahid itu adalah seorang faqih (ahli hukum Islam) yang mengerahkan segala daya dan kemampuannya untuk mendapatkan status hukum syara’. 62 Pada hakikatnya, mujtahid itu menempati posisi Nabi di tengah-tengah umat dalam rangka menyampaikan risalah islamiyah (muballigh), penyikap (kasyif), penjelas (mubayyin), dan penggali (mustanbit), penjelas hukum syar’i yang belum ada atau tidak dijelaskan secara tekstual baik di dalam AlQur’an maupun sunnah. 63 Seorang mujtahid dituntut untuk melaksanakan fungsinya dalam berijtihad dan membekali dirinya dengan beberapa persyaratan, baik persyaratan umum ataupun utama, berikut diantaranya: 1. Persyaratan Umum a. Baligh, seorang mujtahid diperlukan kematangan berpikir. b. Berakal c. Memilki bakat kemampuan nalar yang tinggi untuk memahami konsep-konsep yang pelik dan abstrak 62
Nadiah Syarif Al-‘umari, Al-ijtihad fi al-islami, (Beirut: Muassasah Ar-risalah, 1986), h. 57
63
Ahmad Mukri Aji, Rasionalitas Ijtihad Ibn Rusyd, (Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2010), h. 25
45
d. Memiliki keimanan yang baik. 2. Persyaratan Utama a. Memahami bahasa arab b. Memahami Al-Qur’an secara mendalam termasuk yang berkaitan dengan ayat-ayat hukum. c. Memahami ilmu ushul fiqih. d. Memahami sunnah termasuk hadis-hadis yang berkaitan dengan hukum syara’ e. Memahami tujuan-tujuan persyariatan hukum (maqashid asy-syari’ah) Para ulama ushul fiqih telah mengklarifikasikan tingkat dan peringkat seorang mujtahid dari yang tertinggi sampai terendah, diantaranya sebagai berikut: 1) Mujtahid Mutlak atau juga disebut mujtahid al-mustaqil yaitu seorang mujtahid yang maampu menggali hukum-hukum syari’at dari sumber pokok, al-Qur’an dan as-sunnah. Dan mereka terdiri dari ulama yang telah memenuhi semua syarat ijtihad dan mempunyai otoritas untuk mengkaji hukum langsung dari al-Qur’an dan as-sunnah. Yang termasuk dalam tingkatan ini ialah Ja’far ash-Shidiq, Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad bin Hanbal. 2) Mujtahid Muntasib atau juga disebut mujtahid ghair al-mustaqil, yaitu seorang mujtahid yang melakukan ijtihadnya dengan memilih metodologi istinbath hukum seorang imam mazhab mutlak.
46
3) Mujtahid Mazhab ialah mujtahid yang mengikuti kepada imam mazhabnya. 4) Mujtahid Murajjih ialah mujtahid yang melakukan tarjih di antara beberapa pendapat mujtahid sebelumnya, dengan tujuan untuk mengetahui pendapat mana yang didukung oleh riwayat yang lebih shahih, atau pendapat mana yang didukung oleh dalil dan argument yang lebih kuat.64 Dibawah tingkatan mujtahid adalah muttabi’ (orang yang ber-ittiba’), dan ittiba’ artinya menerima pendapat orang lain dengan mengetahui dasar hukumnya. Kemudian setelah muttabi’ adapula muqallid (orang yang bertaqlid), maksud taqlid adalah menerima dan mengikuti pendapat orang lain dengan tidak mengetahui argument apa dan dari mana dasar hukumnya. 65 Sehubungan dengan penemuan hukum seorang mujtahid yang melakukan ijtihad dalam ruang pembaharuan hukum Islam masih perlu dilakukan teus menerus guna mengisi kekosongan hukum, sebab tidak mungkin ijtihad ulama terdahulu dapat mencakup semua hal secara mendetail ketentuan hukum masa sekarang. Apalagi saat ini frekuensi perubahan tingkah laku manusia sangat tinggi jika dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya.
64
65
Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, h. 315
Muhammad Amin Suma, Ijtihad Ibn Taimiyyah Dalam Bidang Fiqih Islam, (Jakarta: INIS: 1991), h. 45
47
Melaksanakan ijtihad tidak boleh menyimpang dari prinsip-prinsip kemaslahatan dan harus sesuai dengan tujuan syariat. Karena hakikat tujuan dari hukum Islam adalah untuk mewujudkan kesejahteraan di dunia dan kebahagian di akhirat bagi umat manusia. Maka, prinsip hukum yang harus dikedepankan adalah kemaslahatan yang berasaskan kepada keadilan dan kemanfaatan. Oleh karenanya, peranan para mujtahid apabila menghadapi halhal yang belum diatur oleh nash, maka ia harus menggunakan ijtihad dalam artian lebih luas dari qiyas (analogi), agar kebutuhan masyarakat kepada hukum dapat terpenuhi. 66
66
Abdul Manan, Refomasi Hukum Islam Di Indonesia, h. 230
BAB III PENERAPAN HERMENEUTIKA HUKUM PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA 1. Pendekatan Hermeneutika Pendekatan hermeneutika mengasumsikan bahwasanya setiap bentuk dan produk perilaku antar manusia itu (termasuk produk hukum baik in abstracto maupun in concreto) akan selalu ditentukan oleh interpretasi yang dibuat dan disepakati para pelaku yang tengah terlibat dalam proses itu, yang tentu saja akan memberikan keragaman maknawi pada fakta yang sedang dikaji sebagai objek. Simbol teori ini menggunakan strategi metodologi to learn from the people mengajak, menggali dan meneliti makna hukum dari perspektif penegak hukum yang terlibat dan pengguna dan/ atau pencari keadilan. 67 Pendekatan hermeneutika dapat dilakukan dengan berbagai varian, diantaranya adalah: a. Pencapaian Tujuan Hukum Tujuan hukum harus dapat tercapai dan terpenuhi dalam suatu putusan, diantaranya harus terkadung asas keadilan, asas kepastian hukum dan asas kemanfaatan.
67
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum Paradigma, Metode dan Dinamika Masalah, (Jakarta: Huma, 2002), h. 105
48
49
1. Kepastian hukum Kepastian hukum yang dituangkan dalam putusan hakim merupakan hasil yang didasarkan pada fakta-fakta persidangan yang relevan secara yuridis dan disertai dengan pertimbangan. Hakim selalu dituntut untuk dapat menafsirkan makna Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang dijadikan dasar untuk diterapkan. Penerapan hukum harus sesuai dengan kasus yang terjadi, sehingga hakim dapat mengkonstruksi kasus yang diadili secara utuh, bijaksana dan objektif. 2. Keadilan Keadilan harus terwujud dan terpenuhi bagi para pihak. Dan sisi keadilan juga mempertimbangkan hukum yang hidup di masyarakat, yang terdiri dari kebiasaan dan ketentuan hukum yang tidak tertulis. 3. Kemanfaatan Putusan hakim akan mencerminkan kemanfaatan, manakala hakim tidak saja menerapkan hukum secara tekstual belaka dan hanya mengejar keadilan semata, akan tetapi juga mengarah pada kemanfaatan bagi kepentingan pihak-pihak yang berperkara dan kepentingan masyarakat pada umumnya.
Artinya
hakim
dalam
menerapkan
hukum,
hendaklah
mempertimbangkan hasil akhirnya nanti, apakah putusan hakim tersebut membawa manfaat atau kegunaan para pihak. Berbagai perkara perdata yang menjadi kewenangan Peradilan Agama, hakim dalam memeriksa dan memutus perkara tidak selamanya terpaku pada
50
satu asas saja. 68 Dalam praktik peradilan, sangat sulit bagi seorang hakim untuk mengakomodir ketiga asas tersebut dalam satu putusan. Dan menghadapi keadaan ini, hakim harus memilih salah satu dari ketiga asas tersebut untuk memutuskan suatu perkara dan tidak mungkin ketiga asas tersebut dapat tercakup sekaligus dalam satu putusan.69 Disamping itu, hakim harus memperhatikan pertimbangan hukum dengan nalar yang baik. 4. Kemaslahatan Varian pendekatan hermeneutika yang digunakan selanjutnya adalah kemaslahatan dilihat berdasarkan penelitian yang cermat dan akurat sehingga tidak
meragukan
bahwa
hal
itu
bisa
mendatangkan
manfaat
dan
menghindarkan mudarat. 5. Sosiologis Sosiologi hukum menekankan kajian pada law in action, melihat hukum dalam kenyataannya, hukum sebagai tingkah laku manusia. Dan menggunakan pendekatan empiris yang bersifat deskriptif. Tolak ukur suatu efektivitas hermeneutika hukum pada putusan Pengadilan Agama terlihat dalam beberapa putusan yang dihasilkan. Sebagaimana pada putusan di Pengadilan Agama Bekasi dan Jakarta Timur 68
Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 12 No. 3/03 September 2012, Mewujudkan Kepastian Hukum, Keadilan Dan Kemanfaatan Dalam Putusan Hakim Di Peradilan Perdata oleh Fence M. Wantu (Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo), h. 487. 69
Wawancara pribadi dengan Wakil Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur Dr. Drs. H. Chazim Maksalina,M.H, di Pengadilan Agama Jakarta Timur, 01 April 2015.
51
hermeneutika hukum sudah diterapkan oleh beberapa hakim, diantaranya termuat dalam putusan perkara nomor: 1006/Pdt.G/2008/PA.Bks dan perkara nomor: 1934/Pdt.G/2013/PA.JT tentang harta bersama kemudian perkara nomor: 1159/Pdt.G/2013/PA.JT tentang hadhanah. Berikut beberapa alasan kontekstual terhadap putusan Pengadilan Agama yang terkandung hermeneutika hukum. Pertama, Putusan perkara nomor:
1006/Pdt.G/2008/PA.Bks
mengandung
unsur
pendekatan
hermeneutika hukum ditinjau dari tujuan hukum, yaitu keadilan. Hal ini berdasarkan pada pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa dalam pembagian harta bersama harus berimbang dalam hal konstribusi suami dan isteri selama berumah tangga baik memperoleh, menjaga, mengelola dan membelanjakan harta. Kedua, untuk perkara nomor: 1934/Pdt.G/2013/PA.JT tentang harta bersama, unsur pendekatan hermeneutika hukum ditinjau dari sisi kepastian hukum, keadilan dan kemaslahatan. Hal ini berdasarkan pembuktian dalam perolehan harta bersama dibuktikan dengan saham milik Termohon (isteri) lebih besar dari Pemohon (suami). Ketiga, pada perkara nomor:
1159/Pdt.G/2013/PA.JT
tentang
hadhanah,
unsur
pendekatan
hermeneutika hukum ditinjau dari sisi kepastian hukum, keadilan dan kemaslahatan. Hal ini berdasarkan pertimbangan faktor keselamatan jasmani dan rohani serta perkembangan bagi pendidikan anak yang sangat signifikan dan sebagai tujuan mendasar pemeliharaan anak.
52
Atas penjabaran diatas, penulis menyimpulkan bahwa keefektivan hermeneutika hukum pada putusan Pengadilan Agama diatas, ternyata dalam putusannya para hakim hanya berdominan pada penggunaan kepastian hukum, keadilan dan kemaslahatan sebagai pendekatan hermeneutika hukum dan juga menjadi salah satu sisi pertimbangan hukum dari setiap putusan yang ditetapkan. Membicarakan pendekatan hermeneutika hakikatnya merupakan pendekatan untuk memahami objek, yakni produk perilaku manusia yang berinteraksi atau berkomunikasi dengan sesamanya, dari sudut pelaku aksi interaksi itu sendiri yang disebut aktor, yaitu tatkala mereka itu tengah terlibat atau melibatkan diri di dalam proses social, termasuk proses-proses social yang relevan dengan permasalahan hukum. 70 Bagaimana juga dalam diri hakim sudah diemban suatu amanah agar peraturan perundang-undangan diterapkan secara benar dan adil, dan apabila penerapan peraturan perundang-undangan akan menimbulkan ketidakadilan, maka
hakim
wajib
mengesampingkan
berpihak
pada
keadilan
(moral
justice)
dan
hukum atau peraturan perundang-undangan (legal
justice).71
70
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum Paradigma Metode dan Dinamika Masalahnya, h. 101-
71
Bagir Manan, Wajah Hukum di Era Reformasi, (Bandung: Citra Aditya Bakhti, 2000), h.
102.
263
53
Demikian juga dalam melakukan penemuan hukum menggunakan metode hermeneutika hukum, hakim sebagai penafsir akan dituntut untuk lebih memahami sumber hukum secara dinamis, tidak kaku, bukan secara tekstual saja akan tetapi juga memahami konteks yang ada. Hermeneutika merupakan sebagai salah satu alat memperkaya dan mempertajam sebuah pemahaman pasal dan ayat-ayat hukum dalam memutuskan suatu kasus. Ketika sudah mengimplementasikan hal tersebut, maka dengan demikian berarti hakim secara langsung juga sudah melakukan ijtihadiyyah terhadap perkara yang ditanganinya. Untuk menerapkan hermeneutik ini diperlukan keberanian hakim dalam melakukan suatu terobosan hukum dengan tidak menutup kemungkinan melakukan pengesampingan pasal dalam pertimbangan hukumnya. Karena dalam menyelesaikan persengketaan itu sebenarnya bukan aturan hukum yang terdapat dalam Undang-undang, kebiasaan, traktat, yurisprudensi, doktrin, melainkan ketentuan hukum yang lahir dari penilaian hakim. Pada saat membaca suatu teks hal ini bukanlah merupakan kegiatan mekanis, karena seorang yuris dalam tugasnya sebagai penafsir hanya dapat berkembang sepenuhnya jika ia mempunyai sifat-sifat khas, seperti: menguasai kenyataan dan kebutuhan
masyarakatnya,
memiliki rasa
kemasyarakatan yang peka, memiliki rasa keseimbangan, menyadari hal-hal yang esensial dalam suatu masalah, kesediaan untuk mengkongkritkan dan memberi nuansa dalam hubungan antara teks dan peristiwa konkret. Di
54
karenakan suatu teks itu tidak mungkin sempurna dan mampu menampung seluruh konteks. Oleh karena itu, tidak pernah penafsiran itu tidak dilakukan. Semua pembacaan dan semua cara mendengarkan kata-kata yang diucapkan membutuhkan penafsiran.72 Menurut Gadamer, metode hermeneutika hukum pada hakikatnya sangat berguna, tatkala seorang hakim menganggap dirinya berhak untuk menambah makna orisinal dan teks hukum. Bahkan menurut Charter, pengalaman hakim pada saat menemukan hukum dalam praktik di Pengadilan memberikan dukungan bagi konsepsi pragmatis dan interpretasinya. Dengan kata lain, penggunaan dan penerapan hermeneutika hukum sebagai teori dan metode penemuan hukum baru akan sangat membantu para hakim dalam memeriksa serta memutus perkara di Pengadilan. 73 Berdasarkan pernyataaan Kraneburg bahwa seorang penegak hukum jangan terjebak dalam optic hukum positif semata, tetapi harus membuka hati dan pikirannya terhadap perkembangan masyarakat. Dengan demikian, menjalani hukum sebaiknya tidak sekedar dipandang dari sudut legalistikpositivistik dan fungsional an sich, namun juga secara natural memiliki watak kebenaran dan berkeadilan sosial. Sebagaimana bunyi pancasila sebagai
72
73
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, h. 115-116.
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum Paradigma, Metode dan Dinamika Masalah, (Jakarta: HUMA, 2002) h. 64
55
filosofische grondslag, maka akan ditemukan bahwa keadilan sosial (social justice) menjadi prinsip penting dalam sistem hukum kita. 74 Hakim sebagai pemutus dalam persidangan dan ketika hasil putusan tersebut menggunakan hermeneutika hukum, maka sebisa mungkin dapat memuaskan para pihak dan paling utama harus dilandaskan pada menyelami rasa keadilan dalam masyarakat, memberikan rasa keadilan bagi para pencari keadilan dan hakim dituntut untuk tidak hanya sekedar menjadi corong Undang-undang.75 Karena melihat kondisi kekinian hakim sebagai penegak hukum dan sekaligus juga sebagai penafsir harus cermat untuk memahami konteks peristiwa hukum yang melatarbelakanginya. Selaras dengan pernyataan menurut Oliver Wendell holmes bahwa hakim adalah corong Undang-undang dan juga bertugas sebagai alat perubahan sosial dengan mengikuti perkembangan zaman, namun melihat kondisi kekinian sepertinya hal tersebut tidak efektif kembali apabila terus menerus dijadikan pedoman, karena disaat sekarang permasalahan seakanakan sudah terlalu komplek dan kontemporer, oleh sebab itu dibutuhkan hingga dituntut seorang hakim memiliki keberanian dan menerobos Undang-undang untuk mengambil keputusan yang tentunya berbeda dengan 74
https://blog.djarumbeasiswaplus.org/hendra/tag/hukum/Di akses tanggal 05 Mei 2015/
16.05 WIB. 75
Wawancara pribadi dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur Drs. Jajat Sudrajat, SH.,MH, di Pengadilan Agama Jakarta Timur, 26 Maret 2015.
56
teks Undang-undang yang ada.76 Dan tidak menapik bahwa hakim-hakim di Indonesia sedikit banyaknya masih dominan terhadap sistem hukum Eropa Kontinental, akan tetapi tetap saja dalam pengambilan suatu putusan diutamakan hakim harus dapat memberikan tujuan hukum, termasuk salah satunya ialah memberikan keadilan bagi para pencari keadilan. 77 Berbagai macam perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama, dan beberapa putusan yang dihasilkan sudah memberikan keleluasaan bagi para hakim untuk melakukan ijtihad lebih luas dan mendalam. Hal demikian disebabkan karena perkara yang masuk sudah kekinian dan mengikuti permasalahan yang sangat kontemporer sesuai dengan zaman yang berkembang, sehingga tidak mengherankan apabila beberapa putusan di Pengadilan Agama sudah menerapkan teori penemuan hukum. hal ini sudah terdapat pada beberapa putusan Pengadilan Agama yang menggunakan hermeneutika hukum yaitu putusan di Pengadilan Agama Bekasi dan Jakarta Timur. Berikut penulis sajikan dua putusan yang memuat penerapan hermeneutika hukum yang digunakan hakim dalam menafsirkan putusan dan juga sebagai penilaian terhadap penerapan hermeneutika hukum.
76
Wawancara pribadi dengan Wakil Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur Dr. Drs. H. Chazim Maksalina,MH, di Pengadilan Agama Jakarta Timur, 01 April 2015. 77
Wawancara pribadi dengan Dosen dan Serketaris Program Studi Ilmu Hukum, Arip Purkon, S.HI., MA, di Ruang Program Studi Fakultas Syariah dan Hukum, 04 April 2015.
57
A. Pertimbangan Hakim Dalam Penerapan Hermeneutika Hukum Pada Putusan Di Pengadilan Agama 1. Putusan
Pengadilan
Agama
Jakarta
Timur
Perkara
Nomor:
1159/Pdt.G/2013/PA.JT tentang Hadhanah Dalam putusan Nomor 1159/Pdt.G/2013/PA.JT tersebut, Majelis Hakim memberikan pertimbangan hukum untuk
menyelesaikan
perkara
hadhanah dengan menyatakan terdapat kecocokan antara bukti-bukti yang terlampir dengan kesaksian para saksi di depan persidangan. Selain itu juga hakim mempertimbangkan secara seksama mengenai pergeseran hak asuh anak jatuh terhadap bapak, yang menjadi faktor disini ialah dengan memperhatikan faktor keselamatan jasmani dan rohani serta perkembangan bagi pendidikan anak. Sesungguhnya hakikat hak hadhanah (pemeliharaan) terhadap anak yang belum mumayyiz adalah hak ibunya sesuai dengan Pasal 105 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, kecuali terbukti bahwa ibu telah melalaikan kewajiban terhadap anak, maka dengan itu hak tersebut dapat dicabut sesuai ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) Undang-undang No.1 Tahun 1974. Namun perlu diperhatikan kembali bahwa hak hadhanah (pemeliharaan) terhadap anak bukan semata-mata memperhatikan kepentingan orang tua, akan tetapi harus memperhatikan kepentingan anak sendiri sesuai pada Pasal 41 huruf (a) Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan jo. Pasal 2 huruf (b)
58
Undang-undang No. 23 Tahun 2002 jo Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwa hadhanah bagi anak yang belum mumayyiz hak asuh jatuh kepada ibu.78 Akan tetapi pada KHI tidak ada kejelasan aturan yang mengatur mengenai perpindahan hak hadhanah dan kasus seperti ini dapat ditemukan dalam fikih klasik, yang mana hakim menggunakannya menjadi dasar hukum dalam pertimbangan hukumnya, sebagaimana termuat pada kitab Khasiyah Muqhnil Muhktaj, Juz III hal. 459 berbunyi “Apabila salah seorang dari mereka akan pindah, maka pihak ayah lebih berhak mengasuhnya dari pada ibu”. Begitu juga Majelis Hakim menyebutkan terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam melaksanakan tugas hadhanah, diantaranya: berakal sehat, merdeka, beragama Islam, memelihara kehormatan, amanah, tinggal dikota/ desa tertentu, tidak bersuami baru. Apabila kurang satu diantara syarat-syarat tersebut gugurlah hak hadhanah dari tangan ibu.79 Sesuai pernyataan yang terdapat dalam lampiran putusan, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa pada prinsipnya hadhanah adalah terjaminnya kepentingan masa depan anak itu sendiri baik rohani maupun jasmani. Dan untuk hak ibu dalam mengasuh dapat bergeser apabila syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum syari’at tidak terdapat lagi dalam diri ibu. Maka 78
Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam
79
Dilihat dari putusan Nomor 1159/Pdt.G/2013/PA.JT, h. 32 dari 36 hal.
59
dengan demikian Majelis Hakim berpendapat bahwa Penggugat (suami) dipandang layak dalam hal pengasuhan dan pemeliharaan anak tersebut oleh sebab itu gugatan Penggugat dapat dikabulkan. Namun Tergugat sebagai ibu kandungnya tetap diberi waktu dan diperbolehkan bertemu dan menyalurkan kasih sayangnya kepada anak tersebut. 2. Putusan
Pengadilan
Agama
Jakarta
Timur
Perkara
Nomor:
1934/Pdt.G/2013/PA.JT tentang Harta Bersama Pada dasarnya putusan itu dituntut untuk menciptakan keadilan, dan untuk itu hakim melakukan penilaian dan pemeriksaan berdasarkan peristiwa dan
fakta-fakta.
Hal
ini
dapat
dilakukan
melalui
pembuktian,
mengklarifikasikan antara yang penting atau tidak, dan menanyakan kembali kepada para pihak mengenai keterangan para saksi dan fakta-fakta yang ada. Maka dalam putusan hakim yang perlu diperhatikan adalah pertimbangan hukumnya, sehingga dapat dinilai apakah putusan yang dijatuhkan cukup memenuhi alasan yang objektif atau tidak. 80 Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim dalam perkara Nomor 1934/Pdt.G/2013/PA.JT terhadap tuntutan harta bersama. Majelis Hakim menimbang dan menetapkan harta bersama untuk Pemohon dan Termohon berupa sebidang tanah yang berdiri rumah di Jl. Swadaya No.53 Rt.08/06, Kelurahan Cijantung, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur dan 1 unit mobil Merk Daihatsu, Type Terios, warna hitam metalik, Nomor Polisi: B 1929 80
R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata, Cet. IV (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 79
60
TFZ, dibagi antara Pemohon dangan Termohon dengan pembagian 35% untuk Pemohon dan 65% untuk Termohon. Dan menyatakan objek harta bersama berupa tanah seluas 800 m2 yang terletak di Rt. 01/05, Cisalada, Ciampea udik, Bogor, Jawa Barat. Tidak ditemukan dan dinyatakan ditolak. Majelis Hakim menyatakan setelah mendengar pernyataan dari Termohon dan para pihak saksi dari Termohon bahwa mengenai penghasilan Pemohon selaku suami tidak jelas sedangkan Termohon bekerja di Jakarta Golf Club dengan penghasilan yang jelas, gaji Termohon pada tahun 2010 berjumlah Rp. 2.100.000 (dua juta seratus ribu) sedangkan untuk sekarang (2013) penghasilan Termohon sebulan sekitar Rp. 7.000.000 (tujuh juta rupiah), maka dengan demikian Majelis Hakim berpendapat, Termohon lebih banyak sahamnya dalam perolehan harta bersama.
Meskipun di dalam
ketentuan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam berbunyi: “Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”, akan tetapi mengenai hal ini Majelis
hakim menimbang atas ketentuan yang dimaksud tersebut
dikesampingkan, karena tidak adil apabila diterapkan dan dibagi demikian, berdasarkan asas precedent Majelis Hakim menggunakan yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 266K/AG/2010 tanggal 12 Juli 2010 sebagai salah satu acuan dalam pertimbangannya, yang mana tidak membagi harta bersama dengan masing-masing seperdua.
61
B. Analisis Penulis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Dalam Penerapan Hermeneutika Hukum 1. Perkara Nomor: 1159/Pdt.G/2013/PA.JT tentang hadhanah Pada putusan Nomor: 1159/Pdt.G/2013/PA.JT diketahui bahwa antara Penggugat (Suami) dan Tergugat (isteri) sudah dikaruniai anak lakilaki pada tanggal 17 September 2005 dari hasil pernikahan mereka, dan para pihak meminta agar Majelis Hakim dapat menentukan dengan bijak untuk pemegang hak pengasuhan dan pemeliharaan atas anak tersebut. Dalam hal putusan tersebut telah ditemukan fakta bahwa ibu terbukti melalaikan kewajibannya terhadap anak tersebut. Selama anak Penggugat dan Tergugat berada dalam pengasuhan Tergugat, ternyata Tergugat tidak perhatian dan bertanggung jawab terhadap anak laki-laki Penggugat dan Tergugat, dimana Tergugat tidak pernah memperhatikan kesehatan anak Penggugat dan Tergugat sehingga mengakibatkan anak tersebut sering sakit apabila sedang bersama Tergugat. Dan Tergugat tidak pernah peduli terhadap pendidikan anak Penggugat dan Tergugat, Tergugat dalam hal mendidik anak selalu secara keras, dimana Tergugat sering memarahi dan berkata-kata secara keras terhadap anak Penggugat dan Tergugat, sehingga anak tersebut selalu merasa ketakutan dan tertekan setiap kali bertemu dengan Tergugat, dimana hal tersebut tidak baik bagi perkembangan kejiwaan anak Penggugat dan Tergugat.
62
Menurut keterangan diatas, penulis sependapat dengan Majelis Hakim dalam amar putusan ini, yang menetapkan anak laki-laki dari Penggugat dan Tergugat berada dalam pemeliharaan dan pengasuhan Penggugat
selaku
ayah
kandung.
Dan
Majelis
Hakim
dengan
kebijaksanaanya mengizinkan pihak Tergugat untuk tetap mencurahkan dan menyalurkan kasih sayangnya dan tidak mengurangi hak dan kewajiban Tergugat selaku ibu kandung anak tersebut. Menurut hemat penulis, dalam hal ini Majelis Hakim sudah dapat melihat dan menangkap gambaran dari setiap fakta yang melatarbelakangi peristiwa diatas. Dan tetap mengejar prinsip keadilan dan kemaslahatan agar Penggugat dan Tergugat keduanya sama-sama memiliki hak pengasuhan yang sama rata dan tentunya tidak memihak untuk satu pihak saja. Dengan seperti ini jiwa anak akan tetap merasa bahwa kesehariannya kedua orangtua tetap hadir dihidupnya walaupun kenyataannya kondisi pernikahan orang tua sudah terputus karena perceraian dan anak masih belum mengerti keadaan yang terjadi karena usianya masih sangat dini. Termasuk juga dalam kewajiban membiayai anak yang masih kecil bukan hanya berlaku selama ayah dan ibu masih terikat dalam tali perkawinan saja, namun juga berlanjut setelah terjadinya perceraian. Hadhanah yang dimaksudkan dalam diskursus ini adalah kewajiban orang tua untuk memelihara dan mendidik anak mereka dengan sebaikbaiknya. Sesuai pasal 41 huruf (a) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
63
akibat putusnya perkawinan karena perceraian baik ibu maupun bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anaknya semata-mata berdasarkan kepentingan anak. Pemeliharaan ini termasuk mengenai masalah ekonomi, pendidikan, dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok si anak. 81 Begitu memungkinkan
juga anak
dalam
hal
tersebut
pendidikan menjadi
dan
manusia
pengajaran yang
yang
mempunyai
kemampuan dan dedikasi hidup yang dibekali dengan kemampuan dan kecakapan sesuai dengan pembawaan bakat anak tersebut yang akan dikembangkannya di tengah-tengah masyarakat Indonesia sebagai landasan hidup dan penghidupannya setelah ia terlepas dari tanggung jawab orang tua.82 Mengenai amar putusan tersebut, penulis berpendapat bahwa terdapat ketidaksesuaian terhadap ketentuan Undang-undang yang berlaku, dimana Majelis Hakim meninggalkan maksud dari Pasal 105 KHI. Dan Hakim lebih mempertimbangkan fakta secara seksama mengenai pergeseran hak asuh anak jatuh terhadap bapak, sebagaimana kejelasan didukung dalam kitab kifayatul Ahyar Juz II disebutkan syarat-syarat bagi orang yang akan melaksanakan tugas hadhanah dan apabila kurang dari satu syarat-syarat tersebut maka gugurlah hadhanah bagi si ibu, diantaranya adalah berakal 81
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1977), h.
235 82
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Taringan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 263
64
sehat, berakal sehat, merdeka, beragama Islam, memelihara kehormatan, amanah, tinggal dikota/ desa tertentu, tidak bersuami baru.83 Dan dalam pertimbangannya hakim lebih memperhatikan faktor keselamatan jasmani dan rohani serta perkembangan bagi pendidikan anak maka dari itu Penggugat dipandang layak dalam hal pengasuhan dan pemeliharaan anak tersebut oleh sebab itu gugatan Penggugat dapat dikabulkan sebagai hak pemegang hadhanah terhadap anak tersebut. Menurut hemat penulis, pertimbangan hakim terhadap putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor: 1159/Pdt.G/2013/PA.JT sudah menalarkan putusan tersebut secara hermeneutika, diantaranya hakim tidak hanya memperhatikan satu sisi fakta saja namun juga hakim sebagai penafsir boleh mengesampingkan kedudukan pasal yang termasuk tekstual terhadap kontekstual suatu permasalahan yang telah jelas kedudukannya. Dan disaat putusan yang dihadapkan kepada hakim tersebut mengharuskan hakim tidak hanya terpaku pada ketentuan teks hukum saja, tetapi juga menyelami konteks hukum yang ada, maka dengan keadaan demikian hakim akan dituntut melakukan ijtihad dalam perkaranya untuk menghasilkan putusan yang seadil-adilnya.
83
Dilihat dari Putusan Nomor: 1159/Pdt.G/2013/PA.JT. h. 32 dari 36 hal.
65
2. Perkara Nomor 1934/Pdt.G/2013/PA.JT tentang harta bersama Berdasarkan pada Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang pembagian harta bersama bagi pasangan suami isteri yang telah bercerai. Dan pada Pasal tersebut menyatakan bahwa bagi janda atau duda yang cerai hidup masing-masing berhak mendapatkan seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Berbeda dengan putusan yang penulis temukan dalam
perkara nomor
1934/Pdt.G/2013/PA.JT, bahwa hakim memberikan bagian harta bersama tidak sesuai dengan peraturan yang disebutkan. Dalam hal ini hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur memberikan putusan dengan cara membagi harta bersama kepada Pemohon (suami) sebesar 35% bagian sedangkan bagi Termohon (isteri) 65% bagian. Adapun dalam putusan ini tuntutan Pemohon untuk pembagian harta bersama selama perkawinan diantaranya adalah sebidang tanah diatasnya berdiri rumah di Jl. Swadaya No.53 Rt.08/06, Kelurahan Cijantung, Kecamatan Pasar Rebo, Kota Jakarta Timur. Dan 1 unit mobil Merk Daihatsu, Type Terios F700RG TX MT, warna hitam metalik, No Rangka: MHKG2CJ2JAK029052, No. Mesin DBM6518, atas nama Termohon, Nomor Polisi: B 1929 TFZ. Dan dari keseluruhan harta telah disebutkan bahwa harta tersebut dibeli Termohon dari uang tabungan pribadi Termohon yang dikumpulkan dengan susah payah sebelum
66
Termohon menikah dengan Pemohon. Akan tetapi Majelis Hakim dengan kebijakan atas pertimbangannya memutus agar hasil dari harta bersama diatas dibagi menjadi bagian Pemohon adalah 35% dan Termohon 65% bagian. Sesuai pertimbangan tersebut, penulis sangat setuju dengan putusan Majelis hakim dalam menetapkan harta bersama tidak membagi seperdua bagian sama rata antara suami dan isteri. Karena melihat kembali dari aturan Kompilasi Hukum Islam Pasal 1 huruf (f), dimana penggunaan kata syirkah disamakan dengan pengertian harta bersama disebutkan bahwa “Harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun”. Menurut penulis mengenai amar putusan pembagian harta bersama, Majelis Hakim telah menggunakan dan menerapkan teori hermeneutika hukum, disinilah hakim sudah memahami suatu peristiwa hukum atau fakta hukum, maksudnya tidak memahami hukum hanya secara tekstual saja namun juga lebih mempertimbangkan aspek konstektual yang bersifat sosiologis, serta membaginya secara proporsional dan juga berdasarkan seberapa banyak kontribusi dalam menghasilkan harta bersama tersebut. Dan Majelis Hakim juga menggunakan yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 266K/AG/2010 tanggal 12 Juli 2010 sebagai acuan
67
untuk tidak membagi harta bersama dengan masing-masing seperdua, oleh karena itu Majelis hakim menimbang atas ketentuan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam dikesampingkan, karena tidak adil apabila diterapkan dan dibagi demikian. Pertimbangan hukum yang dilakukan Majelis Hakim secara tidak sama rata dalam pembagian harta bersama juga sudah melihat aspek sosiologis beserta kenyataan yang terjadi karena bagaimanapun seorang hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat sesuai Pasal 5 ayat (1) Undangundang Nomor 48 Tahun 2009. Pada setiap pengambilan keputusan suatu perkara yang termasuk kasuistik maka diperlukanlah ijtihad hakim dalam putusan tersebut dan melihat bagaimana hakim melakukan pertimbangan hukum yang sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang terkait akan tetapi tidak menutup kemungkinan hakim berani untuk mengesampingkan Pasal namun tetap harus jelas hal apa yang melatarbelakanginya sehingga muncullah alasan tersebut.
BAB IV IMPLEMENTASI HERMENEUTIKA HUKUM PADA PUTUSAN HARTA BERSAMA PERKARA NOMOR: 1006/Pdt.G/2008/PA.Bks A. Penerapan Hermeneutika Hukum 1. Duduk Perkara Perkara yang terjadi antara PENGGUGAT ASLI, Umur 48 tahun, agama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, tempat tinggal di Jl. Lumbu Timur, II A No. 21 RT. 002, RW 033, Kelurahan Bojong, Kecamatan Rawa Lumbu, Kota Bekasi, dalam hal ini memberikan kuasa kepada Darwis D. Marpaung, SH., N. Horas Maruti tua Siagian, SH., Hefnizal, SH., dan Gindo Liberty, SH. Advokat, pengacara dan penasehat
hukum
“Darwis,
Horas
&
Associates”.
Melawan
TERGUGAT ASLI, Umur 53 tahun, Agama Islam, Pekerjaan Karyawan BUMN, Tepat tinggal di JI. Gugus Depan Raya No. 141 RT. 002, RW. 004, Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Kota Bekasi, Pihak Penggugat
(isteri) dan Tergugat
(suami) telah
melangsungkan pernikahan di Pontianak pada tanggal 09 Oktober 1981 dan dari hasil perkawinan tersebut Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai tiga orang anak diantaranya bernama Rahmawaty utami, Genesia Citra Merdekawaty, Fajar Imani. Kemudian pada tanggal 01
68
69
Agustus 2008 Penggugat mengajukan gugatan harta bersama terhadap Tergugat dan sebelumnya Pengadilan Agama Bekasi juga telah mengabulkan cerai gugat pada tanggal 18 Maret 2008, sehingga perkawinan antara Penggugat dan Tergugat menjadi putus, sesuai dengan Nomor Perkara: 1364/Pdt.G/2007/PA.Bks. Namun dalam pengajuan permohonan cerai gugat dan putusannya tersebut tidak disertakan dengan pengajuan gugatan harta bersama, sehingga tidak diherankan memunculkan sengketa harta bersama diantara para pihak di kemudian hari. Adapun objek sengketa harta bersama berupa: 1) 1 (satu) unit Rumah Tinggal beserta isinya yang terletak di Perum Bumi Bekasi Baru, Jl. Gugus Depan Raya No. 141 RT. 002 RW 004. Kelurahan Pengasinan, Kecamaatan Rawa Lumbu, Bekasi, Jawa Barat; 2) 1 (satu) unit Rumah Toko (RUKO) dengan luas 75 M2 (tujuh puluh lima meter bujur sangkar) terletak di Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Kotamadya Bekasi, Jawa Barat, dengan sertifikat Hak Milik No. 6385 a/n Penggugat Asli. 3) 1 (satu) unit Mobil Kijang Inova Tahun 2006 dengan Nomor Polisi B.2920 a/n Tergugat Asli. 4) Tabungan/Deposito pada Bank Mandiri atas nama Tergugat. 5) Tabungan/Deposito pada Bank Central Asia a/n. Tergugat.
70
6) Tabungan /Deposito pada Bank BNI a/n. Tergugat Menurut Penggugat bahwa Penggugat berhak 50% dari harta bersama dan 50% lagi menjadi hak Tergugat. Namun apabila tidak dapat dibagi secara natura /fisik, maka dapat dilakukan penjualan lelang melalui Kantor Lelang Negara. Dan hasil dari penjualan lelang tersebut dibagi kepada Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi. Namun, Tergugat telah memberikan jawaban yang pada pokoknya dan menyanggah atau menolak atas gugatan Penggugat asli dan menyatakan: 1. Gugatan Penggugat mengatakan perceraian dalam kondisi normal tetapi
bagi
Tergugat
perceraiannya
merupakan
hal
ketidaknormalan dikarenakan Tergugat melakukan penyelewengan berkali-kali dan Penggugat menyatakan sejak tahun 2003 dan terakhir di Bayuwangi diikuti pengakuan menikah sirri dengan sopir kantor yang sudah memiliki istri dan anak, sedangkan Penggugat masih terikat perkawinan yang sah secara hukum Negara dan agama dengan Tergugat. Serta adanya usaha pembunuhan terencana Penggugat terhadap Tergugat sebanyak 2 (dua) kali. 2. Dari hasil perkawinannya Penggugat dan Tergugat dikaruniai tiga orang anak Rahmawaty Utamie (23 tahun, telah menikah), Ganesia
71
Citra Merdekawaty (21 tahun, Mahasiswi), Fajar Imani (13 tahun, Pelajar). Dua orang anak tinggal bersama Tergugat selain satu yang telah menikah. Selama ini Penggugat tidak mengurusi anakanak dan Penggugat hanya mencari kesenangan sendiri dengan melakukan
penyelewengan
atau
zina
sebagaimana
bukti
pernyataan Penggugat yang disampaikan saat permohonan talak. Padahal anak-anak masih butuh biaya untuk pendidikan dan masa depannya namun Penggugat telah menghamburkan sebagian besar harta bersama. 3. Perhiasan berupa 1 (satu) set Mutiara Putih; 1 (satu) set Mutiara Cokelat; 2 (dua) set Gelang Tangan; 6 (enam) buah Gelang Keroncong; 3 (tiga ) buah Gelang Keroncong; 1 (satu) set Kalung Abhu Dhabi; 1 (satu) set Kalung Permata warna – warni; 1 (satu) set hadiah Perkawinan berupa Cincin, Gelang, dan Kalung ; dituntut Penggugat pada dasarnya hanya sia-sia. Perhiasan yang saat ini dituntut adalah perhiasan yang berada dalam satu tas yang Penggugat kembalikan kepada Tergugat saat Penggugat ditangkap oleh pihak Polsek Bekasi Timur. Hal ini juga dibuktikan dengan kesaksian anak-anak dan saat penyerahan tas perhiasan tersebut Pengggugat berpesan agar perhiasan tersebut disimpan demi kepentingan anak-anak sekolah atau masa depan.
72
4. Rumah tinggal di JI. Gugus Depan Raya No. 141 Rt. 002/004, Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, rumah tersebut dibeli dari uang warisan orang tua Tergugat. 5. Ruko seluas 75 m2 terletak di Pasar Rawalumbu, dibeli berdasar hasil usaha Tergugat dan ruko ini dipersiapkan dan diperuntukkan keperluan biaya sekolah anak-anak di masa pensiun Tergugat. Walaupun memang sertifikat ruko atas nama Penggugat. 6. Mobil Kijang Inova tahun 2005 dengan nomor polisi 2920 atas nama Mochsirsyah yang digunakan untuk bekerja dan mencari nafkah guna menafkahi Penggugat dan ketiga anak Tergugat. 7. Tabungan bank Tergugat pada awalnya memang bersaldo 560 juta rupiah, akan tetapi karena penyelewengan yang dilakukan Penggugat dan ia tidak mengakuinya, maka Tergugat melaporkan kasus perzinahan
ke Kepolisian Bayuwangi serta menyelidiki
lokasi-lokasi untuk mencari bukti otentik, dan hal ini cukup menguras
tabungan
Tergugat
untuk
proses
penyidikan
berlangsung. 8. Uang iddah dan mut’ah sejak sidang perceraian/thalak Tergugat sudah menolak, apalagi Penggugat yang menginginkan adanya perceraian. Terbukti dengan adanya pengakuan Penggugat tentang pernikahan sirinya, namun faktanya Penggugat pada petitum gugatannya justru sangat menuntut uang nafkah iddah dan mut’ah,
73
akan tetapi Tergugat tetap pada pendiriannya untuk menolak memberikan uang nafkah iddah dan mut’ah. Setelah Tergugat menolak gugatan Penggugat, kemudian Tergugat kembali menggugat Penggugat Asli atas harta Tergugat yang dilarikan dan diberikan kepada suami sirrinya. Diantaranya: 1. Uang tunai (tabanas BNI nomor : 133.000009355.901 dan 133.000009355.902 cabang Luwuk , Sulawesi Tengah) dimana baik modal dan hasil keuntungan dari Week End Cafe yang dibangun dari tahun 2000, hingga akhirnya tutup usaha pada April 2008 semuanya dimasukkan ke dalam rekening Penggugat ; 2. Uang hasil stockist multilevel UFO dengan nomor SG 1308, baik modal dan hasil keuntungan juga dimasukkan kedalam rekening Penggugat ; 3. Hasil dagangan kain dan baju Tergugat yang mencapai ratusan juta rupiah juga dimasukkan kedalam rekening Penggugat ; 4. Rekening BNI nomor : 0042816474 cabang Banyuwangi, BNI nomor rekening : 0029255265 cabang Bekasi, dan BCA cabang Banyuwangi dengan nomor rekening : 1800451272 adalah rekening Penggugat yang semua isinya adalah dari penghasilan Tergugat dari hasil usaha yang lain ; Dari poin 1 s/ d 4 adalah sebagian harta yang diberikan oleh
74
Tergugat kepada Penggugat, sedangkan Penggugat memberikan perhiasan emas dan uang kepada suami sirinya berupa : 1. 1 unit rumah di Banyuwangi dengan perabotan rumah tangga lengkap
yang
dicuri
penggugat
dari
rumah
tergugat
di
Banyuwangi; 2. Perhiasan emas yang dipersiapkan untuk masa depan anak-anak dititipkan kepada suami sirinya ; 3. 1 ekor sapi piaraan ; 4. 1 unit sepeda motor tahun 2006 ; 5. 1 counter hp atas nama Eva Celluler ; Semua diberikan oleh Penggugat kepada suami sirrinya yang dimana sumber uang tersebut dari hasil jerih payah Tergugat. Dan perlu diketahui bahwa Penggugat pernah memberikan pernyataan bahwa ia tidak ingin menuntut harta gono-gini dan hal itu sudah ditandatangani langsung oleh Penggugat namun sekarang Penggugat mengingkari pernyataan tersebut dengan mengajukan gugatan gonogini melalui pengacara Darwis, Horas dan rekan-rekan sungguh ini tidak beralasan, disini dapat terlihat pula kelicikan dari Penggugat dengan menuntut harta goni-gini dan mengingkari pernyataanya sendiri, sama saja Penggugat telah mempermainkan hukum dan agama.
75
Atas jawaban Tergugat tersebut Penggugat mengajukan replik yang pada intinya Penggugat tetap dengan dalil-dalil dan pendirian penggugat semula dan menolak semua dalil jawaban Tergugat sebagaimana yang telah tercantum dalam surat gugatan, kecuali terhadap hal-hal yang diakui secara tegas kebenarannya. Atas replik Penggugat tersebut, Tergugat telah mengajukan Duplik yang pada intinya Tergugat tetap dengan dalil-dalil jawabannya. Berdasarkan
dalil-dalil
gugatannya
Penggugat
telah
mengajukan alat bukti berupa fotokopi Salinan Putusan Pengadilan Agama Bekasi No. 1364/Pdt.G/2007/PA.Bks tanggal 05 Februari 2008, fotokopi Akta Cerai No. 214/AC/2008/PA/Bks tanggal 18 Maret 2008, fotokopi Sertifikat Tanah Hak Milik No. 6385 an. Penggugat Asli. Namun dari pihak Tergugat Asli tidak mengajukan alat buktibukti untuk meneguhkan dalil-dalil jawabannya. Disamping itu hakim merasa tercukupi segala alat bukti yang diperlukan dalam persidangan, kemudian atas gambaran yang telah dijelaskan tentang objek perkara diatas, maka Majelis Hakim Pengadilan Agama Bekasi telah mengadakan pemeriksaan setempat pada tanggal 19 Agustus 2009 dan dari hasil pemeriksaan setempat tersebut ditemukan hal-hal sebagai berikut : 1. 1 (satu) set Mutiara Putih ;
76
2. 1 (satu) set Kalung Permata warna-warni ; 3. 1 (satu) unit Rumah Tinggal luas tanah 149 m2 dan luas bangunan 153 m2 terletak di Perum Bumi Bekasi Baru, Jl. Gugus Depan Raya No. 141 RT 002 RW. 004. Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi, Jawa - Barat dengan batas-batas sebagai berikut : Sebelah Barat
: Rumah bapak Situngkir ;
Sebelah Utara
: Jl. Gugus Depan ;
Sebelah Timur
: Rumah Ibu Suwarji ;
Sebelah Selatan
: Rumah bapakDidid / Ipung ;
4. 1 (satu) unit Rumah Toko (RUKO) luas tanah 75 m2 terletak di Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Kotamadya Bekasi, Propinsi Jawa Barat, dengan Sertifikat Hak Milik No. 6385 a/n Penggugat dengan batas-batas sebagai berikut : Sebelah Barat
: Ruko ;
Sebelah Utara
: Jl. Dasa Darma 5 ;
Sebelah Timur
: Ruko ;
Sebelah Selatan
: Indomart ;
5. 1 (satu) unit Mobil Kijang Inova Tahun 2005 dengan Nomor Polisi B 2920 BY a/n Tergugat
77
Penggugat atau kuasa hukumnya dan Tergugat atau kuasa hukumnya telah mengajukan kesimpulan yang pada pokoknya Penggugat tetap dengan dalil gugatan dan repliknya, dan Tergugat tetap dengan dalil jawaban dan dupliknya. Penggugat dalam kesimpulan akhirnya menyampaikan pada pokok inti bahwa Penggugat akan tetap menuntut gugatan harta bersama, nafkah iddah dan mut’ah kepada Tergugat. Berdasarkan hal tersebut Tergugat berkeberatan atas tuntutan harta bersama, nafkah iddah dan mut’ah yang diajukan oleh Penggugat tersebut. 2. Pertimbangan Hukum Pertimbangan hakim terhadap perkara sengketa harta bersama dimulai dari tahap-tahap pemeriksaan yang meliputi: gugatan Penggugat, jawaban Tergugat, replik, duplik dan pembuktian. Pertimbangan hakim dalam suatu putusan tentunya dilihat dari faktor pembuktian yang telah terbukti kebenarannya sesuai dengan keterangan dalil yang diperkuat para pihak. Dasar hukum yang dirujuk dalam putusan ini ialah Kompilasi Hukum Islam Pasal 97 dinyatakan bahwa Penggugat dan Tergugat masing-masing berhak mendapatkan ½ (seperdua) dari harta bersama. Adapun dasar pertimbangan hakim yang dipakai dalam menyelesaikan sengketa harta bersama Nomor: 1006/Pdt.G/2008/PA.Bks adalah:
78
Berdasarkan pasal 49 ayat (1) huruf (a) dan ayat (2) beserta penjelasannya angka (10) Undang-undang No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-undang 3 Tahun 2006 perkara a quo merupakan kompetensi absolut Pengadilan Agama, oleh karena itu Pengadilan Agama Bekasi berwenang untuk memeriksa dan menyelesaikan perkara tersebut. Dan sesuai ketentuan pasal 130 ayat (1) HIR, Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi agar dalam menyelesaikan gugatannya diselesaikan secara musyawarah kekeluargaan, tetapi tidak berhasil, lalu dibacakan gugatan Penggugat Konvensi yang isinya tetap dipertahankan Penggugat Konvensi. Selama masa perkawinan antara Penggugat dan Tergugat sudah memperoleh harta bersama berupa: 1. 1 (satu) unit Rumah Tinggal beserta isinya yang terletak di Perum Bumi Bekasi Baru, Jl. Gugus Depan Raya No. 141 RT. 002 RW 004. Kelurahan Pengasinan, Kecamaatan Rawa Lumbu, Bekasi, Jawa Barat; 2. 1 (satu) unit Rumah Toko (RUKO) dengan luas 75 M2 (tujuh puluh lima meter bujur sangkar) terletak di Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Kotamadya Bekasi, Jawa Barat, dengan sertifikat Hak Milik No. 6385 a/n Penggugat Asli.
79
3. 1 (satu) unit Mobil Kijang Inova Tahun 2006 dengan Nomor Polisi B.2920 a/n Tergugat Asli 4. Tabungan/Deposito pada Bank Mandiri atas nama Tergugat ; 5. Tabungan/Deposito pada Bank Central Asia a/n. Tergugat. 6. Tabungan /Deposito pada Bank BNI a/n. Tergugat Dan untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya Penggugat telah mengajukan alat-alat bukti di persidangan, yaitu berupa alat bukti tertulis P.1, P.2, P.3. terhadap alat bukti tersebut Majelis Hakim berpendapat bahwa alat bukti P.1, P.2, P.3 tersebut merupakan fotokopi sah dari suatu akta otentik, sehingga memenuhi syarat materill dan harus dinyatakan dapat diterima. Akan tetapi berbeda halnya dengan Tergugat yang tidak mengajukan bukti-bukti dalam persidangan untuk meneguhkan dalil-dalil jawabannya. Demi membuktikan atas gambaran yang telah dijelaskan tentang objek perkara diatas, maka Majelis Hakim telah melakukan sidang pemeriksaan setempat (decentie) pada tanggal 19 Agustus 2009 dan ditemukan hal-hal sebagai berikut : 1. 1 (satu) set Mutiara Putih ; 2. 1 (satu) set Kalung Permata warna-warni ; 3. 1 (satu) unit Rumah Tinggal luas tanah 149 m2 dan luas bangunan 153 m2 terletak di
Perum Bumi Bekasi Baru, Jl. Gugus Depan
80
Raya No. 141 RT 002 RW. 004. Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi, Jawa - Barat dengan batas-batas sebagai berikut : Sebelah Barat
: Rumah bapak nama pemilik;
Sebelah Utara
: Jl. Raya Gugus Depan ;
Sebelah Timur
: Rumah Ibu nama pemilik ;
Sebelah Selatan
: Rumah bapak nama pemilik ;
4. 1 (satu) unit Rumah Toko (RUKO) luas tanah 75 m2 terletak di Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Kotamadya Bekasi, Propinsi Jawa Barat, dengan Sertifikat Hak Milik No. 6385 a/n Penggugat dengan batas-batas sebagai berikut : Sebelah Barat
: Ruko ;
Sebelah Utara
: Jl. Dasa Darma 5 ;
Sebelah Timur
: Ruko ;
Sebelah Selatan
: Indomart ;
5. 1 (satu) unit Mobil Kijang Inova Tahun 2005 dengan Nomor Polisi B 2920 BY a/n Tergugat Keterangan bukti yang diketemukan
menyatakan baik
mengenai poin No. 1 dan 2 diatas, Majelis Hakim telah menemukan langsung di tempat kejadian atas objek perhiasan yang dimaksud dan hanya menemukan perhiasan pada poin No. 1 dan 2, dan untuk yang lainnya tidak dapat diketahui. Namun tetap saja terhadap barang
81
perhiasan tersebut Penggugat tidak menjelaskan status barang, dari siapa dan dalam rangka apa. Selanjutnya poin No. 3 diatas, rumah tinggal tersebut dibeli dari uang warisan orang tua Tergugat dan diperoleh Tergugat sebesar Rp. 7.000.000 (tujuh juta rupiah) pada tahun 1997. Apabila merujuk berdasarkan pasal 1 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa “Harta kekayaan dalam perkawinan adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung, selanjutnya disebut harta bersama”. Kemudian kejelasan pada poin no. 4 diatas terbukti bahwa ruko seluas 75 m2 dibeli berdasarkan hasil usaha Tergugat dan ruko tersebut dipersiapkan untuk keperluan biaya anak setelah Tergugat pensiun walaupun memang diakui oleh Tergugat bahwa sertifikat ruko tersebut benar atas nama Penggugat. Kemudian mengenai poin No. 5 diatas, bahwa mobil kijang inova tahun 2006 memang benar dibeli Tergugat dan digunakan untuk bekerja dan mencari nafkah untuk menafkahi Penggugat dan ketiga anaknya dan memenuhi kebutuhan mereka. Namun dalam hal ini baik Penggugat atau Tergugat tetap dibebani pembuktian, sesuai dengan ketermuatan pada Pasal 163 HIR. Sehingga disini akan terlihat sejauh mana pihak Penggugat dan Tergugat benar-benar membuktikan segala dalil-dalil jawaban atas bantahan mereka.
82
Pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan ini, Majelis Hakim berpendapat mengenai keadilan berimbang dalam pembagian harta bersama dan tidak selalu diartikan sama besar atau sama nilai sebagaimana bunyi pasal 97 Kompilasi Hukum Islam tersebut di atas, tetapi juga harus berimbang dalam hal kontribusi, memperoleh, menjaga, mengelola dan membelanjakan harta dalam rumah tangga, sehingga ketentuan pasal tersebut tidak selalu harus dilaksanakan sebagaimana bunyi pasal itu sendiri, akan tetapi penerapan pasal tersebut harus diukur oleh rasa keadilan dalam rumah tangga, dimana kontribusi suami atau isteri dalam hal memperoleh, menjaga, mengelola dan membelanjakan harta dalam rumah tangga (harta bersama) akan sangat berpengaruh terhadap rasa keadilan dalam hal terjadinya pembagian harta bersama manakala pembagian dimaksud akan merupakan suatu keharusan dalam penyelesaian sengketa harta bersama. Dan berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan tersebut, Majelis Hakim menyatakan bahwa tidak adil jika ketentuan pada pasal 97 Kompilasi Hukum Islam diterapkan secara tekstual dalam kasus perkara a quo, dengan demikian Majelis Hakim menetapkan bahwa bagian Penggugat (isteri) tersebut sebesar 1/3 bagian dan Tergugat (suami) mendapat 2/3 bagian.
83
3. Amar Putusan Berdasarkan
pertimbangan
tersebut
Majelis
Hakim
memutuskan harta bersama Penggugat dan Tergugat adalah: Dalam Konvensi 1. Mengabulkan gugatan Penggugat Konvensi sebagian ; 2. Menetapkan harta-harta berupa : 2.1. Satu set Mutiara Putih ; 2.2. Satu set Kalung Permata warna-warni ; 2.3. Satu unit rumah tinggal luas tanah 149 m2 dan luas bangunan 153 m2 terletak di Perum Bumi Bekasi Baru, J1. Gugus Depan Raya No. 141 RT 002 RW. 004. Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi, Jawa–Barat. 2.4. Satu unit rumah toko (Ruko) luas tanah 75 m2 terletak di Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Kotamadya Bekasi, Propinsi Jawa Barat, dengan Sertifikat Hak Milik No. 6385 a/n. Penggugat 2.5. Satu unit Mobil Kijang Inova Tahun 2005 dengan Nomor Polisi B 2920 BY a/n. Tergugat. 3. Menetapkan Penggugat Konvensi mendapat 1/3 (satu per tiga) bagian dan Tergugat Konvensi mendapat 2/3 (dua per tiga) bagian dari harta bersama tersebut.
84
4. Menolak dan menyatakan tidak dapat diterima (NO) gugatan Penggugat Konvensi selebihnya ; Dalam Rekonvensi 1. Menyatakan gugatan balik Penggugat Rekonvensi tidak dapat diterima (NO). Dalam Konvensi – Rekonvensi - Membebankan
kepada
Penggugat
Konvensi/Tergugat
Rekonvensi untuk membeyar biaya perkara sebesar Rp. 2.151.000,- (Dua juta seratus lima puluh satu ribu rupiah); B. Analisis Penulis Berdasarkan pada putusan perkara Nomor:1006/Pdt.G/2008/ PA.Bks, dalam putusan tersebut terjadi sengketa dan melibatkan antara Penggugat (isteri) dengan Tergugat (suami), dimana mengenai putusan ini hakim Pengadilan Agama Bekasi yang memutuskan perkara tersebut membagi harta bersama 1/3 untuk Penggugat (isteri) dan 2/3 untuk Tergugat (suami). Pada realita fakta yang ditemukan dan membuktikan bahwa sebagian besar harta bersama didapat dari dominan hasil kerja keras Tergugat selaku sebagai kepala keluarga yang mempunyai kewajiban untuk menafkahi Penggugat dan ketiga anaknya, namun disayangkan keberadaan Penggugat dalam keluarga tidak dapat dilakukan
85
sepenuhnya seperti halnya mengayomi anak-anak selayaknya sebagai teladan seorang ibu dan juga Penggugat telah merusak kepercayaan Tergugat selaku suami yang mana Penggugat terbukti telah mengakui melakukan penyelewengan yaitu dengan melangsungkan pernikahan sirri dengan laki-laki lain, padahal kondisi rumah tangga Penggugat dan Tergugat masih terikat secara sah menurut agama dan Negara. Apabila diteliti kembali dalam putusan Pengadilan Agama Bekasi ini, menurut penulis Majelis Hakim telah mengesampingkan Pasal 97 KHI dengan kata lain tidak memutuskan pembagian harta bersama dengan ½ bagian untuk masing-masing suami dan isteri. Maka dari itu hasil dari putusan harta bersama ini hakim Pengadilan Agama Bekasi membagi 1/3 bagian untuk Penggugat dan 2/3 untuk Tergugat. Hal ini berdasarkan pada pertimbangan hukum yang di dukung dengan fakta-fakta yang ada sebagai tolak ukur untuk menentukan besar bagian masing-masing suami isteri. Dikarenakan dalam realita istri (Penggugat) telah banyak menggunakan serta membelanjakan harta bersama tersebut secara sepihak dan tidak proporsional, hanya demi memenuhi kepentingannya sendiri tanpa adanya izin dan di luar sepengetahuan suami (Tergugat). Berikut juga mengenai perebutan kepemilikan harta terlihat jelas, peran Tergugat selama perkawinan sangat bertanggung jawab untuk menafkahi
86
kehidupan anak-anaknya beserta rumah tangganya. Dan kedudukan Tergugat sebagai kepala rumah tangga sangat memahami posisinya yang mempunyai kewajiban dan bertanggung jawab penuh atas kelangsungan hidup keluarganya. Tergugat adalah pemimpin dalam rumah tangga sebagaimana termuat dalam surat An-nisa’ ayat 34 berbunyi:
ﺾﹴﻌﻠﹶﻲ ﺑ ﻋﻢﻬﻀﻌ ﺑﻞﹶ ﺍﻟﻠﹼﻪﺎ ﻓﹶﻀﺎﺀِ ﺑﹺﻤﺴﻠﹶﻲ ﺍﻟﻨﻮﻥﹶ ﻋﺍﻣﺎﻝﹸ ﻗﹶﻮﺍﹶﻟﹼﺮﹺﺟ Artinya: kaum laki-laki itu adalah pimpinan bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (lakilaki) atas sebagian yang lain (wanita). Pada perkara ini terdapat ketidaksenadaan alur cerita antara Penggugat dan Tergugat mengenai kejelasan atas keterangan posita dan petitum, dimana dalam berumah tangga Tergugatlah yang lebih dominan dan berperan aktif untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya. Dan keberadaan Penggugat (isteri) sebagai ibu rumah tangga dan juga berproaktif dalam kegiatan Ibu Ketua Ikatan Istri Karyawan (IIKA) yang juga sering menggelar dan mengikuti kegiatan keagamaan, sudah seharusnya dapat memahami bagaimana sepatutnya menjadi seorang isteri dan ibu yang layak bagi suami dan ketiga anaknya, namun disayangkan pada kenyataannya Penggugat justru melakukan nikah sirri (poliandri), padahal faktanya bahwa Penggugat masih menjadi isteri yang sah secara agama dan Negara. Hal ini
87
didukung pada realita terjadi bahwa Penggugat sebagai isteri dan selaku ibu tidak dapat menjaga diri dan menjaga harta suami sampaisampai Penggugat berani membelanjakan sebagian harta suami dan harta bersama secara sepihak untuk kepentingan suami sirrinya. Padahal secara jelas sudah disebutkan disuatu hadis, ketika suami pergi bekerja, seorang istri harus dapat menjaga dirinya dan menjaga pula harta suaminya, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 90 KHI disebutkan bahwa “Isteri turut bertanggung jawab menjaga harta bersama maupun harta suami yang ada padanya”. Oleh karena itu tidak adil
sekiranya
hakim
menerapkan
Pasal
97
tersebut
tanpa
mempertimbangkan kenyataan fakta-fakta yang ada dan diakui oleh Penggugat.84 Sebagaimana wawancara penulis dengan Majelis Hakim yang memutus perkara ini dikatakan bahwa dalam memutus perkara tersebut sudah diterapkannya teori hermeneutika hukum sebagai alternative pertimbangan hukum atas perkara ini, dalam artian telah memahami suatu peristiwa hukum atau fakta hukum, maksudnya tidak memahami hukum hanya secara tekstual saja namun juga lebih mempertimbangkan aspek konstektual yang bersifat sosiologis, serta
84
Wawancara pribadi dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur Drs. Jajat Sudrajat, SH.,MH, di Pengadilan Agama Jakarta Timur, 26 Maret 2015.
88
membaginya secara proporsional dan juga berdasarkan seberapa banyak kontribusi dalam menghasilkan harta bersama tersebut.85 Penulis berpendapat atas keputusan pembagian harta bersama tersebut sudah seharusnya diputuskan demikian, meskipun diketahui bahwa hakim berkedudukan sebagai corong Undang-undang yang harus tunduk pada teks Undang-undang dan hanya dapat menerapkan segala aturan yang tertulis, namun jika pada kenyataan dalam konteksnya mengharuskan hakim tersebut untuk mengesampingkan aturan dan teks hukum yang ada, maka hakim tersebut dinyatakan telah berani beranjak dan menerobos Undang-undang. Apabila seperti ini berarti hakim sudah melakukan ijtihad hukum dalam putusannya agar tujuan hukum bagi para pihak dapat terpenuhi. Dan juga didukung dengan hadirnya teori keadilan distributif yaitu memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya berdasarkan jasa-jasa atau kontribusinya. Sesungguhnya mengenai perkara sengketa pembagian harta bersama yang diajukan kepada hakim Pengadilan Agama termasuk bersifat kasuistik, induktif, kontekstual dan empiris yang kemudian
85
Wawancara pribadi dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur Drs. Jajat Sudrajat, SH.,MH, di Pengadilan Agama Jakarta Timur, 26 Maret 2015.
89
disebut hukum kasuistis. 86 Untuk menghadapi perkara yang sifatnya kasuistik, maka disini sangat diperlukan kemampuan seorang hakim dalam melihat kasus, bentuk hukum yang cocok untuk diterapkan, karena bagaimana juga hakim sebagai penerap hukum, tidak cukup dengan
penguasaan
hukum
belaka,
tetapi
juga
mempunyai
kemampuan untuk menerapkannya secara benar. Sebagaimana penjelasan yang diuraikan oleh Ibnu Qayyim dalam kitabnya AthThuruq al- Hukmiyah dan kitab I’lamul Muwaqqi’in yang hakikatnya mengingatkan seseorang apabila memilih seorang hakim perlunya dilihat dua hal yaitu, penguasaan hukum dan ketajaman pandangannya dalam melihat kasus dan latar belakangnya, serta mempunyai kemampuan dalam membedakan mana pernyataan yang benar dan yang bohong, yang hak dan yang bathil. 87 Begitu juga apabila seorang hakim menghadapi perkara seperti ini maka hakim diperbolehkan untuk
melakukan
hermeneutika
hukum
sebagai
alat
untuk
mempertajam penafsirannya terhadap suatu pasal dalam Undangundang yang jelas sudah tidak relevan digunakan dalam perkara tersebut.
86
Wawancara pribadi dengan Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Dr. Hj. Azizah, MA, di Ruang Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, 08 April 2015. 87
Satria Effendi M. Zein, Ijtihad dan Hakim Pengadilan Agama, Jurnal Mimbar Hukum Aktualisasi Hukum Islam No. 10 Thn IV 1993, (Jakarta: PT Intermasa, 1993) h. 49
90
Menurut hemat penulis bahwa hakim pada putusan ini telah tepat dan adil dengan menentukan 1/3 bagian untuk Penggugat dan 2/3 bagian untuk Tergugat dan juga menerapkan teori hermeneutika hukum pada putusan tersebut, hal ini terlihat jelas bahwa hakim memahami hukum tidak hanya secara tekstual, namun juga lebih mempertimbangkan aspek kontekstual. Dan telah mengesampingkan peraturan
perundang-undangan
yang
terkait
beserta
tidak
menggunakannya sebagai dasar pertimbangan hukum sesuai Undangundang sepanjang memang dalam pasal pada Undang-undang tersebut tidak lagi relevan dengan perkembangan dan kondisi kekinian, maka hal tersebut diperbolehkan. Pada hakikatnya hakim harus dapat melakukan penemuan hukum dalam memahami dan mengikuti perkembangan dan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat. Dan penemuan hukum melalui hermeneutika hukum dapat diketahui dengan cara hakim telah memahami dan memeriksanya dengan teliti maksud dan makna atas ketersiratan dan ketersuratan pada tiga lingkaran yaitu teks, konteks dan kontekstualisasi. Dan juga melihat fakta hukum yang ada, namun tetap melakukan konsideran pada legalitas formal yuridis yang terkait,
91
hal ini bisa dilakukan ketika rasa pencarian tujuan hukumnya tidak terpenuhi. 88 Hukum Islam telah memberikan wadah untuk melakukan suatu penemuan hukum, selain dapat merujuk dalam Kitabullah (AlQur’an) dan As-sunnah (hadis) dapat juga menggunakan ijtihad. Dengan lapangan ijtihad inilah para mujtahid termasuk pula hakim dapat memutus suatu perkara dan menerapkannya menggunakan penemuan hukum dalam Islam ini. Dengan semakin banyak pengalaman mengadili perkara, semakin tinggi daya tatbiqi seorang hakim, seperti janji Allah yang akan tetap memberikan kebaikannya terhadap seorang hakim saat berijtihad, sekalipun hakim tersebut melakukan kesalahan dalam memutus perkaranya, yaitu:
ﻜﹶﻢ ﺇﹺﺫﹶﺍ ﺣ:ﻘﹸﻮﻝﹸ ﻳﻠﱠﻢﺳ ﻭﻪﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋ ﺻﻮﻝﹸ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺭ:ﺓﹶ ﻗﺎﹶﻝﹶﺮﻳﺮ ﻫﻦ ﺃﹶﺑﹺﻲ ﻋ 89 .ﺮ ﺃﹶﺟﻄﹶﺄﹶ ﻓﹶﻠﹶﻪﺍ ﻓﹶﺄﹶﺧﺪﻬﺘﺇﹺﺫﹶﺍ ﺍﺟ ﻭ،ﺍﻥﺮ ﺃﹶﺟ ﻓﹶﻠﹶﻪﺎﺏ ﻓﹶﺄﹶﺻﺪﻬﺘ ﻓﹶﺎﺟﻢﺍﳊﹶﺎﻛ Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda: “ jika seorang hakim hendak memutuskan suatu perkara, kemudian ia berjihad dan ijtihadnya benar, maka ia mendapat dua pahala, tetapi jika ia berjihad, kemudian hasil ijtihadnya salah, maka ia mendapat satu pahala”.
88
Wawancara pribadi dengan Wakil Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur Drs. Dr. H. Chazim Maksalina,MH, di Pengadilan Agama Jakarta Timur, 01 April 2015. 89
Abu Abdurahman Ahamad bin syu’aib bin Ali Al-khurasani An-Nasa’I, As-Sunan AlKubro, (Beirut: Muassasah Ar-Risalah, 2001), h. 396
92
Begitu juga diperkuat dengan suatu hadis yang terjadi pada zaman Rasulullah, ketika Muadz bin Jabal diutus Rasul untuk menjadi hakim di Yaman dan Muadz memberikan jalan keluar yaitu dengan melakukan ijtihad dalam hal penyelesaian perkara beserta menemukan hukumnya. Dapat dipahami maksud dari hadis tersebut bahwa hakim harus menggali dengan pikirannya untuk menemukan hukum baik bersumber dari Al-Qur’an, hadist atau ijtihad dalam menangani kasus yang dihadapkan kepadanya dan ditanganinya, sehingga tujuan hukum bagi para pihak dapat terpenuhi. Karena sudah Sepatutnya hakim dalam
melakukan
ijtihad
harus
disesuaikan
dahulu
dengan
perkembangan zaman90 seperti halnya disebutkan dalam kaidah fiqhiyah:
ﺍﻝﹺﻮ ﺍﻷَﺣ ﻭﺔﻨﻜ ﺍﻷَﻣ ﻭﺔﻨﻣ ﺑﹺﺎﻷَﺯﺮﻴﻐﺘ ﻳﺍﳊﹸﻜﹾﻢ Hukum itu berubah mengikuti perkembangan zaman, tempat dan keadaan Karena suatu hukum tidak mungkin menjamin keadilan jika materinya sebagian besar merupakan warisan masa lalu yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman.91 Sebagaimana juga didukung dalam ketentuan yuridis formal pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, dimuat bahwa: “Hakim dan hakim konstitusi 90
Wawancara pribadi dengan Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Dr. Hj. Azizah, M.A, di Ruang Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, 08 April 2015. 91
Article Penegakan Hukum oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H, Diakses pada tanggal 17 April 2015, 12.00 WIB. http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf.
93
wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Demikian juga diatur pada pasal 229 KHI dikatakan bahwa: “Hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya, wajib memperhatikan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan”. Demikian atas putusan hakim Pengadilan Agama Bekasi yang telah memutus perkara sengketa harta bersama dengan melakukan penemuan
hukum
menggunakan
hermeneutika
hukum
dalam
penyelesaian sengketa harta bersama dan mencurahkan ijtihadnya dalam putusan diatas dan patut dicontoh untuk hakim-hakim lain, dikarenakan telah berani beranjak dan menerobos Undang-undang, sehingga dapat memenuhi tujuan hukum bagi para pihak.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas dari bab I sampai bab IV, pada akhirnya penulis dapat menyimpulkan bahwa: 1. Dasar hukum dalam menggunakan hermeneutika hukum pada putusan perkara harta bersama ini yaitu menyatakan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam “Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”, dikesampingkan disebabkan kedudukan pasal yang dalam hal ini termasuk tekstual terhadap kontekstual suatu permasalahan yang telah jelas kedudukannya. Karena seharusnya seseorang dalam memahami hermeneutika hukum sudah sepatutnya tidak hanya memahami hukum hanya secara tekstual saja namun juga lebih mempertimbangkan aspek konstektual yang bersifat sosiologis, sebagaimana juga posisi Majelis Hakim sebagai penafsir harus dapat melihat dengan teliti dan dapat membedakan hermeneutik tidak hanya sekedar suatu penafsiran tetapi juga melampaui dari suatu tafsir artinya harus memahami tiga triologi yaitu teks, konteks, dan kontekstualisasi. Dan ketika hakim akan menggunakan hermeneutika maka terdapat batasannya yaitu dilakukan saat penerapan aturan yang terkait sudah dianggap tidak relevan lagi untuk
94
95
dipergunakan dalam permasalahan kekinian yang dihadapi, oleh karena itu diperlukan sekali peran hakim dengan keberaniannya untuk melampaui serta menerobos dan beranjak dari ketentuan Pasal dalam Undang-undang. Meskipun sesungguhnya acuan peraturan pembagian harta bersama sudah jelas termuat dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 97. Tetapi hakim mempunyai kewenangan untuk melakukan ijtihad disetiap perkara yang bersifat kasuistis. 2. Terdapat beberapa alasan hakim dalam putusan perkara penyelesaian sengketa harta bersama ini tanpa merujuk kepada Kompilasi Hukum Islam yaitu dengan melihat sisi fakta yang terjadi sebagaimana didukung pada keterangan bukti tertulis dan keterangan saksi, kemudian Majelis hakim juga melihat sisi keadilan sebagai salah satu tujuan hukum dalam memutus perkara ini. Dimana faktanya adalah istri (Penggugat) telah banyak menggunakan harta dari harta-harta bersama tersebut secara sepihak dan tidak proporsional, hanya demi memenuhi kepentingannya sendiri tanpa adanya izin dan di luar pengetahuan suami (Tergugat) disamping itu beban tanggung jawab yang dipikul suami terhadap anakanaknya sementara suami (tergugat) sudah pensiun dan sebagiannya mengandalkan kepada harta bersama tersebut. Dalam hal ini hakim dituntut untuk dapat berani mengambil putusan yang berbeda dengan normatif Undang-undang, apabila diketemukan Pasal yang sudah tidak sesuai dengan perubahan sosial di masyarakat. Oleh karenanya tidak adil
96
sekiranya hakim menerapkan Pasal 97 tersebut tanpa mempertimbangkan kenyataan fakta-fakta yang ada dan diakui oleh Penggugat. Dengan demikian hakim diperkenankan melakukan hermeneutika hukum pada putusan perkara tersebut, sehingga pada perkara kasuistik ini pembagian harta bersama tidak harus masing-masing mendapatkan bagian 50% berikut disertai dengan segala pertimbangan yang matang, jelas dan teliti, demi terwujudnya keadilan untuk kedua para pihak. B. Saran Bagi hakim Pengadilan Agama, hendaknya hakim tidak hanya berpijak pada Undang-undang, melainkan juga memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terutama terhadap perkara kasuistik, sudah seharusnya dari setiap putusan yang dihasilkan dapat terpenuhinya tujuan hukum bagi para pihak. Dan semoga dengan semakin berkembangnya setiap permasalahan dalam perkara di Pengadilan Agama menjadikan para hakim dapat ikut serta untuk memberanikan hati nuraninya mempertimbangkan dan memutus perkara yang dihadapkannya seadil mungkin, dengan merefleksikan salah satu metode penemuan hukum yaitu hermeneutika hukum.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Abu Abdurahman bin Syu’aib bin Ali Al-khurasani An-Nasa’I, As-Sunan AlKubro, Beirut: Muassasah Ar-Risalah, 2001. Ahmad, Amrullah, dkk, Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Gema Insani Press, 1996. Aji, Ahmad Mukri, Rasionalitas Ijtihad Ibn Rusyd, Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2010. Al-Amidi, Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam, Beirut: Dar Al-Kitab Al-‘Arabi, 1984, Juz IV. Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, Cet 4, April, 2012. Ali, Achmad, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), Jakarta: Kencana, 2009. ______________ , Menguak Tabir Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia, 2011. Al-Qaradawi, Yusuf, Al-Ijtihad fī al-Sharī’ah al-Islamiyyah ma‘a Nazarah Tahlīliyyah fī al-Ijtihad al-Mu‘asir Kuwayt: Dar al-Qalam, 1985. Al-‘umari, Nadiah Syarif, Al-ijtihad fi al-islami, Beirut: Muassasah Ar-risalah, 1986. Aghnides, Nicolas P., The Background Introduction To Muhammedan Law, New York: published by the Ab, “ Sitti Sjamsijah”. Publishing coy Solo, Java, with the authority- license of Columbia University Press. Basyir, Ahmad Azhar, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), Yogyakarta: UII Press, 2005. Bertens, K., Filsafat Barat Abad XX, Jakarta: Gramedia, 1981. Bleicher, Josef, Contemporary Hermeneutics, London; Routlege & Kegan Paul, 1980.
97
98
Bhakti Adhiwisastra, Yudha, Penafisran Dan Konstruksi Hukum, Bandung: Alumni, 2000. Breaten, Card, History of Hermeneutics, Philadelphia: From Press, 1966. Cambell Black, Henry, Black’s Law Dictionary, 6th ed, USA: West Publishing, 2004 Dawud, Abu, Sunan Abu Dawud, Beirut: Al-Maktabah Al-‘Ashriyah, Juz III. E. Palmer, Richard, Hermeneutic, Interpretation Theory in Schleirmacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer, Evanston: Northwestern University Press, 1969, diterjemahkan oleh: Masnur Hery & Damanhuri Muhammad, Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. El-Fadl, Khaled M. Abou, Atas Nama Tuhan dari Fikih Otoriter ke Fikih Otoritatif, diterjemahkan oleh: R. Cecep Lukman Yasin, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004. Esack, Farid, Qur’an Liberation and Pluralism: An Islamic Perspective of Interreligious Solidarity Agains Oppression, Oxford: Oneworld, 1997. E.Sumaryono, Hermenutika, Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1999. Faiz, Fahruddin, Hermeneutika Qur’ani: Antara Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi, Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2002. Hardiman, F. Budi, Melampui Positivisme Dan Modernisme Diskursus Filsafat Tentang Metode Ilmiah Dan Problem Modernitas, Yogyakarta: Kanisius, 2003. Hamidi, Jazim, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelengaraan Pemerintahan Yang Layak (AAUPPL) Di Lingkungan Peradilan Administrasi Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999. ____________ , Hermeneutika Hukum. Teori Penemuan Hukum Baru Dengan Interpretasi Teks, Yogyakarta, UII Press, 2005. Hanafi, Hasan, Dialog Agama dan Revolusi, terj. Tim Pustaka Firdaus, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991. ____________ , Hermeneutic, Liberation and Revolution, Dar Kebaa Bookshop, diterjemahkan oleh Jajat Hidayatul. F dan Neila Meutia. D, edisi Indonesia:
99
Bongkar Tafsir, Liberalisasi, Revolusi, Hermeneutik, Yogyakarta: Pustaka Utama, 2003. Hardiman, F. Budi, Melampui Positivisme Dan Modernisme Diskursus Filsafat Tentang Metode Ilmiah Dan Problem Modernitas, Yogyakarta: Kanisius, 2003. Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Yogyakarta: Kanisius, 1995. Ibrahim, Johny, Teori dan Metedologi Penelitian Hukum Normatif, Edisi Revisi, Cet4, Malang : Bayu Media Publishing, 2008. Khalaf, Abdul Wahab, Ilm Ushul Al-Fiqh, Kairo: Dar Al-Qalam, 1978. Kamil, Ahmad dan M. Fauzan, Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi, Jakarta: Prenada Media, 2004.
Lubis, Suhrawardi K., Etika Profesi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2002. Maksalina, Chazim. Penerapan Hermeneutika Hukum Dalam Perspektif Penemuan Hukum Pada Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur, (Disertasi S3 Bidang Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana, Universitas Islam Bandung, 2014) Manan, Abdul, Reformasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006. Manan, Bagir, Wajah Hukum di Era Reformasi, Bandung: Citra Aditya Bakhti, 2000. Mar’i, Hasan Ahmad, Al-Ijtihad fi Syari’ah al-Islamiyyah, Cairo: Dar al-Ma’arif, 1976. Mertokusumo, Sudikno, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 2010. Mertokusumo, Sudikno dan A. Pilto, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005.
100
Moerad, Pontang, B.M., Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan, Bandung: Alumni, 2006. Muiz, A. Niamullah dan J.M.S Baljon, Tafsir Qur’an Muslim Modern mengenai perbedaan pandangan antara umat Islam dan Kristen dalam meyakini kitab sucinya masing-masing, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991. Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, Ar-Risalah, Beirut: Al-maktabah Al-‘Ilmiyyah, 2005. Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Taringan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004. Ranuhandoko, L.P.M., Terminiologi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 1996. Rifa’i, Ahmad, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, 2011. Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Cet.-3, 1998. Sidharta, B. Arief, Peranan Praktisi Hukum Dalam Perkembangan Hukum Di Indonesia, Bandung: Pusat Penelitian Perkembangan Hukum Lembaga Penelitian UNPAD No. 1, 1999. Suma, Muhammad Amin, Ijtihad Ibn Taimiyyah Dalam Bidang Fiqih Islam, Jakarta: INIS, 1991. Sutiyoso, Bambang, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum Yang Pasti dan Berkeadilan, Yogyakarta: UII Press, 2006. Soeroso, R., Praktik Hukum Acara Perdata, Cet. IV, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press,1986. Sopyan, Yayan, Pengantar Metode Penelitian, Jakarta, 2010. Syah, Ismail Muhammad, Pencaharian Bersama Suami Istri, Jakarta: Bulan bintang, 1965.
101
__________________ , Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992. Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Jakarta: PT. Prenada Media, 2006. Syamsudin, M. Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum Progresif, Jakarta: Kencana, 2012. Wahhab, Tajuddin Abdul bin As-Subki, Jam’ Al-Jawami', Semarang: Toha Putra. Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Wignjosoebroto, Soetandyo, Hukum Paradigma, Metode dan Dinamika Masalah, Jakarta: Huma, 2002. Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990. Zahrah, Muhammad Abu, Ushul Al-Fiqh, Qahirah: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1958. Zainal Abidin, Andi, Asas-Asas Hukum Pidana Bagian Pertama, Bandung: Alumni, 2006. Perundang-Undangan Instruksi Presiden R.I No.1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam Undang-undang Dasar 1945 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Undang-undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Kitab Undang-undang Acara Pidana Sumber Internet Article Penegakan Hukum oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H, Diakses pada tanggal 17 April 2015, jam 12.00 WIB. http://www.jimly.com/makalah/namafi le/56/Penegakan_Hukum.pdf.
102
Purkon, Arip, Article Pendekatan Hermeneutika dalam Kajian Hukum Islam, Jakarta: FSH UIN Jakarta. Diakses tanggal 05 Mei 2015, 16.00 WIB. http://do wnload.portalgaruda.org/article.php?article=175989&val=328&title=Pendekat an%20Hermeneutika%20dalam%20Kajian%20Hukum%20Islam. https://blog.djarumbeasiswaplus.org/hendra/tag/hukum/ Diakses tanggal 05 Mei 2015, jam 16.05 WIB. Jurnal Asyrof, A. Mukhsin, Asas-Asas Penemuan Hukum Dan Penciptaan Hukum Oleh Hakim Dalam Proses Peradilan, Majalah Hukum Varia Peradilan Edisi No. 252 November, 2006, Jakarta: IKAHI, 2006. M. Zein, Satria Effendi, Ijtihad dan Hakim Pengadilan Agama, Jurnal Mimbar Hukum Aktualisasi Hukum Islam No. 10 Thn IV 1993, Jakarta: PT Intermasa, 1993. Fence M. Wantu, Mewujudkan Kepastian Hukum, Keadilan Dan Kemanfaatan Dalam Putusan Hakim Di Peradilan Perdata, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 12 No. 3/03 September 2012, Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo. Hasil Penelitian Wawancara pribadi dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur Drs. Jajat Sudrajat, SH.,MH., di Pengadilan Agama Jakarta Timur, 26 Maret 2015. Wawancara pribadi dengan Wakil Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur Dr. Drs. H. Chazim Maksalina, MH., di Pengadilan Agama Jakarta Timur, 01 April 2015. Wawancara pribadi dengan Dosen dan Serketaris Program Studi Ilmu Hukum, Arip Purkon, S.HI., MA., di Ruang Program Studi Fakultas Syariah dan Hukum, 04 April 2015. Wawancara pribadi dengan Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Dr. Hj. Azizah, MA., di Ruang Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, 08 April 2015. Putusan Perkara Nomor: 1006/ Pdt.G/ 2008/ PA.Bks Putusan Perkara Nomor: 1934/ Pdt.G/ 2013/ PA.JT Putusan Perkara Nomor: 1159/ Pdt.G/ 2013/ PA.JT
HASIL WAWANCARA Nama Lengkap
: Drs. Jajat Sudrajat, SH., MH
NIP
: 19671221993031002
Jabatan
: Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur
1. Apakah pengertian harta bersama dalam pandangan bapak ? Menurut saya, mengenai harta bersama tetap mengacu pada Undang-undang dalam hal ini yaitu Kompilasi Hukum Islam, pengertian harta bersama adalah harta yang diperoleh selama masa perkawinan baik oleh suami maupun oleh isteri ataupun oleh kedua-duanya sejak terjadinya akad nikah. 2. Bagaimana cara untuk memastikan pemisahan harta tersebut merupakan suami maupun isteri dalam putusan ini? Dalam perkara gugatan harta bersama maka ntuk memastikan pemisahan harta bersama yaitu melalui pembuktian baik itu dengan surat ataupun saksi, dari pembuktian tersebut dapat diketahui apakah harta yang di sengketakan tersebut termasuk harta bersama atau bukan harta bersama. 3. Bagaimana upaya hakim dalam membuktikan kebenaran harta-harta yang berada pada suami ataupun isteri sebagai harta bersama? Untuk membuktikan kebenaran harta-harta objek sengketa harta bersama dapat diketahui melalui pembuktian sejauh mana para pihak yang bersengketa dapat membuktikan dalil-dalilnya. 4. Mengapa putusan hakim dalam perkara ini lebih menitikberatkan kontsribusi suami lebih dominan atau lebih besar untuk mendapatkan pembagian harta? Pada putusan ini, tidak an sich kepada konstribusi saja tetapi juga tanggung jawab yang menjadi beban suami, termasuk masalah anak, sebenarnya dalam pertimbangan hukumnya ada hal yang tidak dimunculkan bahwa pada realitanya penggugat sudah lebih dahulu menggunakan sebagian dari harta bersama secara sepihak dan tidak secara proporsional. 5. Apa dasar hukum hakim memutuskan 1/3 untuk penggugat konvensi dan 2/3 untuk tergugat konvensi?
Pada dasarnya mengenai pembagian harta bersama telah diatur secara jelas dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 97, namun demikian hakim di perbolehkan untuk melakukan contra legem terhadap ketentuan Undang-undang. Hakim tidak selalu harus menjadi corong Undang-undang, dalam perkara a quo hakim melakukan terobosan hukum terhadap ketentuan Pasal 97 tersebut yaitu dengan menentukan pembagian harta bersama 1/3 untuk istri (penggugat) dan 2/3 untuk suami (tergugat), hal ini di dasarkan kepada fakta-fakta yang ada sebagai tolak ukur untuk menentukan besar bagian masingmasing suami isteri. Dimana faktanya adalah istri (penggugat) telah banyak menggunakan harta dari harta-harta bersama tersebut secara sepihak dan tidak proporsional, hanya demi memenuhi kepentingannya sendiri tanpa adanya izin dan di luar pengetahuan suami (tergugat) disamping itu beban tanggung jawab yang dipikul suami terhadap anak-anaknya sementara suami (tergugat) sudah pensiun dan sebagiannya mengandalkan kepada harta bersama tersebut. Oleh karenanya tidak adil sekiranya hakim menerapkan Pasal 97 tersebut tanpa mempertimbangkan kenyataan fakta-fakta yang ada dan diakui oleh penggugat. 6. Dalam ajaran filsafat dikenal dengan hadirnya hermeneutika hukum untuk dapat memahami suatu peristiwa hukum atau fakta hukum, maksudnya tidak memahami hukum hanya secara tekstual saja namun, juga lebih mempertimbangkan aspek konstektual yang bersifat sosiologis, apakah menurut bapak putusan perkara ini tepat menggunakan hermeneutika hukum? Menurut saya, putusan perkara ini sudah seharusnya diterapkan demikian. Karena apabila memahami melalui hermenutika tersebut adalah sebuah kajian filsafat dan untuk itu untuk menerapkan konteks hukum tidak harus lansung pada Undangundang, harus diketahui bahwa Undang-undang bukan hukum, Undang-undang setelah diterapkan dalam pertimbangan hukum dan menjadi sebuah putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap sesuai dengan diktum yang termuat bahwa Penggugat Konvensi mendapatkan 1/3 bagian dan Tergugat Konvensi mendapatkan 2/3 bagian. 7. Apakah menurut bapak dalam putusan perkara Nomor: 1006/Pdt.G/2008/PA.Bks sudah memenuhi rasa keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan?
Hakim harus bisa mencapai tujuan hukum yaitu mengejar keadilan dan dengan keluarnya putusan maka akan terwujudlah kepastian hukum dan dari hal tersebutlah didapatkan kemanfaatan. 8. Apakah dampak yang diterima para pihak atas putusan perkara ini? Hal tersebut dapat dilihat apakah dari para pihak akan melakukan upaya hukum setelah putusan pada Pengadilan Tingkat Pertama atau tetap menerima putusan tersebut, dan apabila para pihak ada yang mengajukan upaya hukum berarti pihak tersebut belum puas dengan putusan yang ditetapkan. 9. Berapakah jumlah perkara yang bapak pernah putuskan menggunakan hermeneutika hukum? Jumlah perkara yang pernah di putuskan menggunakan hermeneutika hukum selama saya menjadi ketua majelis hakim terdapat dua putusan dan selama menjadi hakim anggota hanya satu putusan saja. 10. Adakah kelebihan dan kekurangan untuk penerapan hermeneutika hukum? Kelebihannya adalah mencapai rasa keadilan dengan dasar tidak memahami hukum hanya secara tekstual saja namun, juga lebih mempertimbangkan aspek konstektual yang bersifat sosiologis. Dan kekurangannya ialah belum terdapatnya legal skill dalam diri hakim tersebut dan kurangnya pemahaman hakim terhadap hermeneutic dikarenakan masih kurang familiarnya pemahaman mengenai metode penemuan hukum seperti ini. 11. Bagaimana pendapat bapak tentang hermeneutika hukum? Pendapat saya tentang hermeneutika hukum adalah memahami hukum tidak hanya secara tekstual saja namun, juga lebih mempertimbangkan aspek konstektual yang bersifat sosiologis. Dan harus dapat menyelami rasa keadilan. 12. Apabila membicarakan hermeneutika, maka dalam hal ini hakim sebagai penafsir harus dapat memahami dan membedakan tiga lingkaran di dalamnya yaitu teks, konteks, dan kontekstualisasi, lalu bagaimana menurut pandangan bapak membedakannya? Memahami dan menafsirkan teks Undang-undang hakim sebagai penafsir harus paham atas konteksnya, karena antara teks dan konteks saling berkaitan, apalagi untuk
menerobos Undang-undang walaupun hakim dikatakan sebagai corong Undang-undang namun jika pada kenyataan dalam konteksnya mengharuskan, maka tidak apa apabila hakim tersebut harus menerobos Undang-undang. 13. Apa landasan dan dasar hukum hakim dalam pengambilan putusan suatu perkara dengan menggunakan hermeneutika hukum? 1) Menyelami rasa keadilan dalam masyarakat. 2) Memberikan rasa keadilan bagi para pencari keadilan. 3) Hakim dituntut untuk tidak hanya sekedar menjadi corong Undang-undang. 14. Apa akibat yang dihasilkan apabila pertimbangan hukum melalui hermeneutika bagi para pihak yang berperkara? Hasil untuk para pihak ialah dapat memberikan rasa keadilan. 15. Apakah, jika melalui metode hermeneutika hukum sudah dapat dikatakan terpenuhinya tujuan hukum untuk para pihak dalam putusan yang ada? Sesuai merujuk dengan pengertian pada No.6 dan pemahaman tiga lingkaran dalam ajaran hermeneutic pada No.12 maka suatu tujuan hukum dapat terpenuhi melalui metode hermeneutika hukum dengan syarat, penafsir harus menguasai dan mempunyai wawasan terhadap metode hermeneutika hukum.
Jakarta, 26 Maret 2015 Narasumber
(Drs. Jajat Sudrajat, SH., MH)
Pewawancara
(Safira Maharani)
HASIL WAWANCARA Nama Lengkap
: Dr. Drs. H. Chazim Maksalina, M.H
NIP
: 196112271991031002
Jabatan
: Wakil Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur
1. Bagaimana pendapat bapak tentang hermeneutika hukum? Menurut saya, hermenutika dapat dimaknai dengan metode interpretasi atas teksteks hukum dan ia juga mempunyai relevansi dengan teori penemuan hukum baru. Sesuai dengan kekiniaan hermeneutika dianggap penting dalam ranah hukum walaupun kehadirannya sebagai cabang filsafat ilmu yang baru namun apabila di tengok lagi dalam Islam hal ini dapat disejajarkan dengan pemahaman ta’wil. Pada sejarahnya hal ini berawal dari ajaran umat Kristen dan berasal dari suatu teks kitab suci “injil”. Pada ilmu Al-Qur’an di kenal ada beberapa pemahaman ayat yaitu: a. Ayat Muhkamat yaitu ayat yang sudah jelas ketentuannya dalam Al-Qur’an b. Ayat Mutasabihat yaitu ayat yang mananya masih samar dan masih perlu penafsiran. Hermeneutic tidak hanya sekedar suatu penafsiran tetapi juga melampaui dari suatu tafsir artinya harus memahami tiga triologi yaitu teks, konteks, dan kontekstualisasi. 2. Apabila membicarakan hermeneutika, maka dalam hal ini hakim sebagai penafsir harus dapat memahami dan membedakan tiga lingkaran di dalamnya yaitu teks, konteks, dan kontekstualisasi, lalu bagaimana menurut pandangan bapak/ ibu membedakannya? Membedakan tiga lingkaran, seorang penafsir harus dapat memahami dan meneliti kejelasan antara teks yang berarti Undang-undangnya sebagai aturan yang
tetap dan berkekuatan hukum kemudian konteks ialah produk hukum yang ada baik berupa putusan atau yurisprudensi dan dalam kontekstualisasi ini akan di kolerasikan antara kejelasan teks dan konteks sesuai atau tidak dengan fakta yang ada. 3. Perkara apa saja yang sudah diputus bapak di Pengadilan Agama menggunakan hermeneutika hukum? Iya, saya pernah memutus perkara wakaf menggunakan metode hermeneutika hukum. 4. Kapan suatu hermeneutika hukum itu dapat di gunakan? Ketika teks hukum yang terkait tidak dapat dikatakan tepat dan sesuai dengan apa yng telah termuat dalam konteksnya maksudnya adalah dalam hal ini boleh hakim sebagai penafsir mengesampingkan kedudukan pasal yang dalam hal ini termasuk tekstual terhadap kontekstual suatu permasalahan yang telah jelas kedudukannya. 5. Apakah perkara yang di putuskan hakim menggunakan hermeneutika hukum dapat dijadikan sebagai alternatif dalam pertimbangan hukum? Iya, hakim dalam suatu perkara dapat memutuskan menggunakan hermeneutika hukum sebagai alternatif dalam pertimbangan hukum, namun perlu di kembalikan lagi pada kondisinya apakah hakim tersebut mempunyai keberanian untuk menerobos Undang-undang atau beranjak dari ketentuan Undang-undang yang ada, manakala di ketahui bahwa Negara Indonesia dalam sistem hukumnya termasuk Eropa kontinental yang masih dominan tekstualnya. 6. Bagaimana cara hakim dapat melakukan penemuan hukum dan mengetahui bahwa suatu perkara itu termasuk metode penemuan hukum? Adakah ciri-cirinya?
Mengenai penemuan hukum melalui hermeneutika hukum, dapat diketahui dengan cara hakim telah memahami dan memeriksanya dengan teliti maksud dan makna atas ketersiratan dan ketersuratan pada tiga lingkaran yaitu teks, konteks dan kontekstualisasi. Dan lebih melihat fakta hukum yang ada dari pada sesuai dengan legalitas formal namun, rasa pencarian tujuan hukumnya tidak terpenuhi. 7. Bagaimana pertimbangan hukum yang dilakukan hakim dalam memaknai teks hukum menggunakan hermeneutika hukum? Pertimbangan hukum yang dilakukan dengan melihat aspek sosiologis beserta kenyataan yang terjadi karena bagaimanapun seorang hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dan jikalau tidak bisa memenuhi ketiga tujuan hukum setidaknya ada pada putusan tersebut didalamnya terkandung dan memenuhi tujuan hukum bagi para pihak. 8. Apa akibat yang dihasilkan apabila pertimbangan hukum melalui hermeneutika bagi para pihak yang berperkara? Apabila atas hasil pertimbangan hukum melalui hermeneutika yang diperoleh para pihak tidak puas maka mereka bisa mengajukan upaya hukum, karena bagaimanapun itu adalah hak mereka dan pengadilan tidak boleh membatasinya. 9. Apakah jika melalui metode hermeneutika hukum sudah dapat dikatakan terpenuhinya tujuan hukum untuk para pihak dalam putusan yang ada? Dalam metode hermeneutika hukum produk hukum yang dihasilkan belum tentu dapat membuahkan terpenuhinya tujuan hukum, dikarenakan sulit untuk mewujudkan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan dalam satu produk hukum, maka dari itu
harus di klarifikasikan yang paling pokok dan ini dapat saja menimbulkan kontroversi diantara tokoh dan penganut fanatiknya dalam mengedepankan tujuan hukum. Menegok teori Hans Kelsen (teori murni) memandang bahwa hukum itu memenuhi dan menjamin ketertiban dan itu akan terwujud apabila terdapat kepastian hukum. Namun apabila terdapat beberapa yang lebih menjunjung keadilan maka ia akan mengesampingkan kepastian hukum termasuk Pasal. Dan menurut Oliver Wendell holmes mengatakan bahwa hakim adalah corong Undang-undang dan juga bertugas sebagai alat perubahan sosial dengan mengikuti perkembangan zaman. 10. Apakah ada keterkaitan antara ijtihad dalam ushul fiqih dengan hermenutika? Iya antara ijtihad dalam ushul fiqih dan hermeneutika mempunyai kolerasi dimana ijtihad melakukan upaya dan berusaha dengan kerja keras dalam menggali hukum begitu juga hermeneutika yaitu memahami hukum tidak hanya secara tekstual akan tetapi juga mempertimbangkan aspek kontekstual yang bersifat sosiologis. Dan dalam metode interpretasi atau penafsiran terdapat 11 kelompok, diantaranya: Interpretasi gramatikal, interpretasi historis, interpretasi sistematis, interpretasi
sosiologi/teleologis,
interpretasi
restriktif,
interpretasi
interpretasi
ekstensif,
komparatif, interpretasi
interpretasi otentik,
futuristic, interpretasi
interdisipliner, interpretasi multidisipliner. 11. Bagaimana pemahaman bapak mengenai ijtihad dalam ushul fiqih dengan ijtihad hakim dalam putusan? Dalam ushul fiqih dikenal dengan hadirnya penggalian hukum, dan di bagi menjadi dua yaitu:
a. Ijtihad diartikan melakukan kerja keras untuk berpikir mengeluarkan hukum dari dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis yang tidak terdapat di dalamnya. b. Istinbath diartikan mengeluarkan atau mengambil kesimpulan hukum yang sudah terdapat ketentuannya dalam Al-Qur’an. Ijtihad hakim dalam putusan yaitu bagaimana hakim melakukan pertimbangan hukum yang sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang terkait akan tetapi tidak menutup kemungkinan hakim berani untuk mengesampingkan Pasal namun tetap harus jelas hal apa yang melatarbelakanginya sehingga muncullah alasan tersebut.
Jakarta, 05 April 2015 Narasumber
Pewawancara
(Dr. Drs. H. Chazim Maksalina, MH)
(Safira Maharani)
HASIL WAWANCARA Nama
: Arip Purkon, S.HI,.M.A.
Jabatan
: Dosen dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum
1. Apabila membicarakan hermeneutika, maka dalam hal ini hakim sebagai penafsir harus dapat memahami dan membedakan tiga lingkaran di dalamnya yaitu teks, konteks, dan kontekstualisasi, lalu bagaimana menurut pandangan bapak membedakannya? Dalam hermeneutika, secara mendasar terdapat tiga lingkaran yang harus di kritisi yaitu teks, penulis dan pembaca. Dalam hal ini, harus jelas putusan hukumnya, kemudian hakim sebagai pembuat putusan, dan orang yang dituju oleh hukum (para pihak). Apabila membicarakan hermeneutic maka disini hakim juga harus melihat konteks yang ada. Contohnya di jumpai dalam suatu putusan bisa saja pemahaman hakim salah atau bisa juga pemahamannya benar hanya saja pengungkapannya salah. 2. Kapan suatu hermeneutika hukum itu dapat di gunakan? Suatu hermeneutika hukum itu dapat digunakan ketika dalam masalah-masalah yang tidak terkait masalah qath’i atau diluar masalah qath’i. misalnya masalah pemberian warisan kepada ahli waris non muslim. Karena sudah tercantum dalam nash dan qath’i maka hal ini akan menimbulkan masalah, karena menurut pandangan ulama yang qath’i itu tidak bisa dikontekstualkan, contoh lain seperti masalah nafkah, dalam hal ini hanya suami yang punya kewajiban atas itu, terutama di kalangan ulama, selama itu penafsiran maka tidak masalah dan selama itu juga permasalahan yang ada bukan termasuk qath’i maka hermeneutika bisa digunakan.
3. Apakah perkara yang di putuskan para hakim di Pengadilan Agama menggunakan hermeneutika hukum dapat dijadikan sebagai alternatif dalam pertimbangan hukum? Perkara yang di putuskan para hakim di Pengadilan Agama dapat menggunakan hermeneutika hukum dan dijadikan sebagai alternatif dalam pertimbangan hukum. Karena pada dasarnya sistem hukum Indonesia mirip dengan hukum Eropa Kontinental dan hukumnya selalu mengacu pada teks Undang-undang, dan hakim juga sulit beranjak dari Undang-undang tersebut, contohnya kasus pencurian uang yang haya senilai Rp. 2000, namun apabila melihat kembali sudah seharusnya diberlakukan sesuai dengan Undang-undang. Dan hakim dituntut bisa menggali putusan secara kontekstual sesuai dengan kebutuhan. 4. Bagaimana cara hakim dapat melakukan penemuan hukum dan mengetahui bahwa suatu perkara itu termasuk metode penemuan hukum? Adakah ciri-cirinya? Salah satunya dapat diketahui penggunaan hermeneutika dengan tiga lingkaran yaitu teks, penulis dan pembaca. Jadi tidak bersifat tekstual dan dilihat dari masalah yang melatarbelakanginya, diperhatikan juga fakta dan konteks. Namun dalam realitanya yang masih menjadi kendala yaitu dalam penerapannya adakah berbenturan dengan tekstual dan apakah si hakim berani untuk beranjak memutuskan menggunakan hermeneutika. 5. Adakah batasan untuk seorang hakim dalam menggunakan hermeneutika hukum? 1. Apabila bersinggungan dengan hukun Islam dan terdapat nash qath’i maka ini akan sulit. Contoh: memutuskan anak kandung tidak mendapatkan warisan dan hal ini jelas melanggar nash.
2. Ketika teks Undang-undang menghendaki seperti ini, maka harus dilihat dahulu apakah hakim boleh berbeda dari teks hukum tersebut. 6. Apakah jika melalui metode hermeneutika hukum sudah dapat dikatakan terpenuhinya tujuan hukum untuk para pihak dalam putusan yang ada? Terdapat kemungkinan yang terjadi, yaitu: -
Iya, begitu dianalisis kontekstualisasinya dengan demikian dapatlah terwujud adil sebagai salah satu tujuan hukum
-
Tidak, keberadaan adil akan menjadi tidak jelas, dikarenakan dalam sistem hukum anglo saxon yaitu apabila tidak ada teks hukum maka tidak ada juga kepastian hukum, begitu juga suatu kepastian hukum dapat terwujud apabila terdapat teks hukum.
7. Apakah pengertian harta bersama dalam pandangan bapak ? Dalam literatur fiqih, Al-Qur’an, dan sunnah, tidak ada hukum yang spesifik membahas masalah pembagian harta. Lahirnya konsep harta gono gini bermula dari adat istiadat seperti halnya orang bersyarikat (kerja sama) dan hasilnya dibagi dua sistem ini sama dengan yang dimaksudkan mudharabah, dan kehadiran Pasal 97 ini berasal dari masalah adat istiadat yang terjadi. Dan untuk definisi harta bersama dimuat dalam Undang-undang bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan itu disebut harta bersama 8. Bagaimana cara untuk memastikan pemisahan harta suami maupun isteri dalam suatu putusan? Harta harus bisa di klarifikasi dengan jelas.
9. Bagaimana cara untuk membuktikan kebenaran harta-harta yang berada pada suami ataupun isteri? Membuktikannya
dengan
melakukan
pengecekan
atas
keberadaan
dan
kepastiannya. 10. Apabila diketemukan dalam suatu amar putusan dinyatakan bahwa pembagian harta bersama untuk isteri sebagai Penggugat mendapat 1/3 bagian dan suami sebagai Tergugat mendapat 2/3 bagian, dengan alasan bahwa perilaku Penggugat yang sudah lebih dahulu menggelapkan sebagian harta, membelanjakan (pemborosan harta) dengan menjual harta milik bersama secara sepihak dan mengambil uang tabungan. Apakah ini dapat dikatakan tepat? Apabila tidak mengapa? Sudah tepat dengan menggunakan kontekstual, dan putusan-putusan seperti ini dapat menjadi dua bagian pandangan, di satu sisi terbilang bagus, di sisi lain menjadi kontroversi. 1. Apabila iya, hal ini akan menjadi solusi kebuntuan hukum. 2. Tidak, karena dapat memunculkan kontroversi yang disebabkan menyimpang terlalu jauh dari teks sehingga dapat menimbulkan masalah yaitu kepada hakim dan etikanya, jika demikian maka akan dilakukan penyelidikan. Hal seperti ini positifnya ialah adanya kepastian hukum akan tetapi masih terbilang kaku. Hakim melakukan secara proposional (jikalau benar terdapat bukti yang kuat) 11. Apakah menurut bapak apabila bunyi amar putusan seperti yang dimaksudkan pada pertanyaan No. 10 dapat memenuhi rasa keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan? Membicarakan suatu keadilan hal ini sulit diartikan karena masih bersifat relative, hakim disini melihat keadilan secara konstektual bukan tekstual. Dan untuk
kepastian hukum terlalu sulit karena diwujudkan dalam bentuk teks Undang-undang. Kemudian kemanfaatannya bisa saja terjadi. 12. Dalam ajaran filsafat dikenal dengan hadirnya hermeneutika hukum untuk dapat memahami suatu peristiwa hukum atau fakta hukum, maksudnya tidak memahami hukum hanya secara tekstual saja namun, juga lebih mempertimbangkan aspek konstektual yang bersifat sosiologis, apakah menurut bapak putusan perkara ini tepat menggunakan hermeneutika hukum? Iya tepat menggunakan hermeneutika hukum, apalagi telah melihat fakta bukan hanya dengan mempertimbangkan aspek yang bersifat sosiologis saja, maksudnya adalah turut melihat fakta masyarakat dalam artian (istri telah membelanjakan sebagian harta suami) dan juga bersifat filosofis yang mengacu pada normative. 13. Apakah dampak yang diterima para pihak atas putusan perkara ini apabila menggunakan hermeneutika hukum? Dampak yang dapat terjadi ialah munculnya perdebatan baru atau bisa jadi ada para pihak yang mengajukan gugatan, melihat pembuktian yang diketemukan adalah istri telah melakukan pembelanjaan harta milik suami maupun milik bersama. Dan sebagian para pihak merasa tidak terima atau tidak puas dengan putusan yang diputus sebelumnya. 14. Adakah kelebihan dan kekurangan untuk penerapan hermeneutika hukum? Indonesia menganut sistem hukum Eropa Kontinental, maka masih dominan tekstualnya, apalagi menggunakan hermeneutic maka dapat mengundang terjadinya kontroversi dikarenakan terlihat jelas berbeda dari Undang-undang. Selanjutnya untuk kepastian hukum dapat dikatakan kurang terjamin. Dan hermeneutic bagus digunakan, namun bisa memunculkan gugatan baru dan menyalahi tekstual yang ada.
15. Bagaimana cara membedakan ijtihad dalam ilmu ushul fiqih dan ijtihad hakim dalam putusan? Ijtihad dalam ilmu ushul fiqih adalah mengkaji suatu hukum syariah, dalam arti kata membahas akademisi lebih luas maksudnya adalah menggunakan teori normative yang melihat pada Al-Qur’an dan sunnah. Ijtihad hakim dalam putusan yaitu memutuskan suatu perkara melihat dari Undang-undang dan fakta yang terjadi. 16. Disaat seperti apakah seorang mujtahid dan hakim dapat melakukan suatu ijtihad untuk menyelesaikan suatu perkara sengketa? Seorang mujtahid dapat melakukan ijtihad disaat ia mengkaji Al-Qur’an dan sunnah, dan ketika terdapat permasalahan yang memerlukan jawaban. Seorang hakim dapat melakukan ijtihad disaat terdapat perkara yang harus diputus
Jakarta, 04 April 2015 Narasumber
(Arip Purkon, S.HI., M.A.)
Pewawancara
(Safira Maharani)
HASIL WAWANCARA Narasumber
: Dr. Hj. Azizah, M.A.
Jabatan
: Dosen Fakultas Syariah dan Hukum
Hari/Tanggal
: Rabu, 08 April 2015
1. Bagaimana pendapat ibu tentang hermeneutika hukum? Menurut saya, hermeneutika adalah suatu penafsiran 2. Apabila membicarakan hermeneutika, maka dalam hal ini hakim sebagai penafsir harus dapat memahami dan membedakan tiga lingkaran di dalamnya yaitu teks, konteks, dan kontekstualisasi, lalu bagaimana menurut pandangan ibu membedakannya? Dalam penafsiran seseorang itu boleh melakukan dan menggunakan penafsiran, namun tetap tidak boleh jauh dari teks dan konteks yang sudah ada. Sejauh tidak menyalahi aturan pokok, dan menurut saya, jika hal itu untuk penafsiran maka tidak masalah. Untuk saat ini hakim tidak saja terfokus pada teks Undang-undang yang ada namun juga bisa menggunakan yurisprudensi. Karena hakim mempunyai kewenangan dalam melihat kondisi Undang-undang tidak memadai lagi dan tentu ada alasan mengapa hakim menggunakan yurisprudensi. 3. Apakah perkara yang di putuskan para hakim di Pengadilan Agama menggunakan hermeneutika hukum dapat dijadikan sebagai alternatif dalam pertimbangan hukum? Tergantung dahulu bagaimana kasus tersebut, karena suatu hermeneutika bisa digunakan hanya pada saat permasalahan itu tergolong kasuistis saja. 4. Adakah batasan untuk seorang hakim dalam menggunakan hermeneutika hukum? Hendaknya dalam menggunakan hermeneutika yang menjadi rujukan utama terlebih dahulu sebagai aturan pokoknya ialah mengacu kepada Al-Qur’an dan sunnah,
perkembangannya ijtihadi itu dibolehkan karena terdapat landasan kuat dari Al-Qur’an dan sunnah. 5. Apakah jika melalui metode hermeneutika hukum sudah dapat dikatakan terpenuhinya tujuan hukum untuk para pihak dalam putusan yang ada? Apabila melalui hermeneutika sendiri tidak bisa, akan tetapi jika itu diposisikan untuk pelengkap atau penunjang maka itu bisa menjadikan terpenuhinya tujuan hukum. 6. Untuk melihat kondisi kekinian dalam sengketa harta bersama, apakah tepat untuk tetap memutus pembagian harta dengan presentase 50% untuk suami dan 50% untuk isteri? Berbicara harta bersama harus ada kesepakatan diawal dahulu, apakah penghasilan yang dihasilkan termasuk harta bersama atau tidak, apabila ingin menjadi harta bersama maka harus sesuai dengan saham yang ditanam dalam perkawinan, misalkan saham yang ditanam isteri lebih besar maka presentase yang diberikan untuk isteri sebagai harta bersama juga harus besar. Jadi menurut saya, harta bersama tidak harus setengah untuk suami dan setengah untuk istri, namun harus sesuai dengan saham yang ditanamkan. 7. Dalam membicarakan sengketa harta bersama, bagaimana cara untuk memastikan pemisahan harta suami maupun isteri dalam suatu putusan ? Pemisahan dapat dilakukan dengan pembuktian, seperti pembuktian dalam bentuk tertulis dan secara lisan dan perlu adanya akta otentik, misalnya surat mobil, akta tanah, surat rumah, surat wasiat. 8. Apabila diketemukan dalam suatu amar putusan dinyatakan bahwa pembagian harta bersama untuk isteri sebagai Penggugat mendapat 1/3 bagian dan suami sebagai Tergugat mendapat 2/3 bagian, dengan alasan bahwa perilaku Penggugat yang sudah lebih dahulu
menggelapkan sebagian harta, membelanjakan (pemborosan harta) dengan menjual harta milik bersama secara sepihak dan mengambil uang tabungan. Bagaimana pendapat ibu? Apabila seperti ini maka hal itu di luar tanggung jawab suami untuk memberi nafkah dan pemborosan yang dilakukan isteri bukan untuk keseharian rumah tangga melainkan ia menggunakannya untuk berfoya-foya demi kepentingannya sendiri. Dengan demikian hermeneutika dapat diguanakan karena melihat bahwa sengketa di atas sifatnya termasuk kasuistik. Dan mengenai si isteri telah melakukan poliandri saja hal ini sudah termasuk durhaka terhadap suami apalagi diketahui isteri sebagai Penggugat masih terikat dan sah secara agama dan Negara. Kemudian juga disinggung dalam Islam perbuatan ini dapat dikenakan hukuman ta’zir dan ini termasuk perbuatan fahisya yang tergolong perbuatan keji. Dan tidak ada satupun ayat Al-Qur’an dan hadis yang memperbolehkan perempuan melakukan poliandri, apabila ia melakukan poliandri maka ini akan mempersulit status dan kedudukan keturunannya. 9. Bagaimana pendapat ibu memandang pertimbangan hakim pada putusan perkara ini sudah tepat atau belum? Iya, ini dapat dikatakan tepat karena permasalahannya termasuk kasuistik dengan diperkuat alasan bahwa isteri terbukti telah membelanjakan (pemborosan) sebagian harta bersama dan harta suami. 10. Apakah menurut ibu apabila bunyi amar putusan seperti yang dimaksudkan pada pertanyaan no. 8 dapat memenuhi rasa keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan? Iya bunyi amar putusan seperti yang dimaksudkan pada pertanyaan no. 8 dapat memenuhi rasa keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan.
11. Dalam ajaran filsafat dikenal dengan hadirnya hermeneutika hukum untuk dapat memahami suatu peristiwa hukum atau fakta hukum, maksudnya tidak memahami hukum hanya secara tekstual saja namun, juga lebih mempertimbangkan aspek konstektual yang bersifat sosiologis, apakah dalam putusan perkara diatas ibu setuju menggunakan hermeneutika hukum? Iya saya setuju apabila hermeneutika hukum diartikan untuk tidak memahami hukum hanya secara tekstual saja namun, juga lebih mempertimbangkan aspek konstektual yang bersifat sosiologis. 12. Apakah dampak yang diterima para pihak atas putusan perkara ini apabila menggunakan hermeneutika hukum? Menurut saya, hakim memutuskan berdasarkan bukti yang telah ada, baik bukti tertulis maupun dari saksi-saksi dan saksi yang dihadirkan adalah bukan saksi palsu dan juga alat bukti tertulis yang diberikan tersebut otentik sifatnya. Dan saya setuju atas pembagian harta yang diberikan untuk para pihak sesuai presentase yang sudah dipertimbangkan. 13. Dalam suatu putusan, hakim sebagai mujtahid harus dapat melakukan ijtihad, bagaimana pendapat ibu memahami kekolerasian antara keduanya dalam mengkontekstualkan suatu permasalahan kekinian? Untuk melakukan ijtihad harus disesuaikan dahulu dengan perkembangan zaman seperti halnya disebutkan dalam kaidah fiqhiyah:
ﺍﳊﻜﻢ ﻳﺘﻐﲑ ﺑﺎﻻﺯﻣﻨﺔ ﻭ ﺍﻻﻣﻜﻨﺔ ﻭ ﺍﻻﺣﻮﺍﻝ Hukum itu berubah mengikuti perkembangan zaman, tempat dan keadaan 14. Dalam kasus seperti apakah seorang hakim diwajibkan untuk berijtihad?
Hakim harus dapat melakukan ijtihad terhadap kasus-kasus yang langka dengan begitu hakim termasuk telah melakukan “bahsul juhdi”, dimana ia melakukan usaha dengan sungguh-sungguh dan ditambah adanya keterangan saksi-saksi dan pebuktian otentik. Dengan hadis:
ﺮ ﺃﹶﺟ ﻓﺎﺧﻄﺎ ﻓﹶﻠﹶﻪﺪﻬﺘﺇﹺﺫﹶﺍ ﺍﺟ ﻭ،ﺍﻥﺮ ﺃﹶﺟ ﻓﹶﻠﹶﻪﺎﺏ ﻓﹶﺄﹶﺻﺪﻬﺘ ﻓﹶﺎﺟﻢ ﺍﳊﹶﺎﻛﻜﹶﻢﺇﹺﺫﹶﺍ ﺣ Hal ini untuk meperkuat hakim apabila hakim dianggap keliru ketika memutuskan perkara dalam pandangan manusia namun karena ia telah berijtihad maka hakim tetap diberi satu pahala.
Jakarta, 08 April 2015 Narasumber
(Dr. Hj. Azizah, M.A.)
Pewawancara
(Safira Maharani)
PUTUSAN Nomor : 1006/Pdt.G/2008/PA.Bks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” Pengadilan Agama Bekasi yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu pada tingkat pertama dalam persidangan majelis telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara antara : NAMA PENGGUGAT ASLI, Umur 48 tahun, Agama Islam, Pekerjaan ibu rumah tangga, Tempat tinggal di JI. Lumbu Timur, II A No. 21 RT. 002, RW. 033 Kelurahan Bojong, Kecamatan Rawa Lumbu, Kota Bekasi, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 25 Juni 2008 yang terdaftara di Kepaniteraan Pengadilan Agama Bekasi Nomor : 146/1006/2008 tanggal 1 Agustus 2008 memberikan kuasa kepada DARWIS D. MARPAUNG, SH., N. HORAS MARULI TUA SIAGIAN, SH., HEFNIZAL, SH. dan GINDO LIBERTY, SH. Advokat, Pengacara dan Penasehat Hukum pada Kantor Advokat/Pengacara dan Konsultan Hukum "Darwis, Horas & Associates" yang berkantor di Jalan Bakti No. 23, Kelurahan Cililitan Besar, Kecamatan
Keramat
Jati,
Jakarta
Timur,
selanjutnya
disebut
PENGGUGAT; LAWAN NAMA TERGUGAT ASLI, Umur 53 tahun, Agama Islam, Pekerjaan Karyawan BUMN, Tepat tinggal di JI. Gugus Depan Raya No. 141 RT. 002, RW. 004, Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Kota Bekasi, selanjutnya disebut TERGUGAT ; Pengadilan Agama tersebut di atas : -
Telah membaca dan mempelajari berkas perkara ;
-
Telah mendengan keterangan Penggugat dan Tergugat ;
-
Telah meneliti bukti tertulis ;
1
TENTANG DUDUK PERKARANYA Menimbang, bahwa Penggugat berdasarkan suratnya tanggal 01 Agustus 2008 yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Bekasi dengan register No. 1006/Pdt.G/2008/PA.Bks tanggal 01 Agustus 2008 telah mengajukan Gugatan Harta Bersama dengan dalil-dalil sebagai berikut : 1.
Bahwa Penggugat dan Tergugat telah melangsungkan Pernikahan di Pontianak (Kalimantan Barat) pada tanggal 09 Oktober 1981 dan telah di catatatkan pada KUA Kecamatan Pontianak dengan Nomor : 459/17/198/X/1981 ;
2.
Bahwa dari hasil Perkawinan antara Penggugat dan Tergugat diperoleh 3 (tiga) orang anak yaitu : 1. NAMA ANAK KE-1 lahir tanggal 20 February 1985 ; 2. NAMA ANAK KE-2 lahir tanggal 17 Agustus 1985 ; 3. NAMA ANAK KE-3 lahir tanggal 22 January 1995 ;
3.
Bahwa selama Masa perkawinan antara Penggugat dan Tergugat Penggugat telah memperoleh harta /barang berharga balk berupa Hibah maupun hadiah yang saat ini berada dibawah kekuasaan Tergugat antara Lain : 1. 1.(satu) set Mutiara Putuh ; 2. 1 (satu) set Mutiara Cokelat ; 3. 2 (dua) set Gelang Tangan ; 4. 6 (enam) buah Gelang Keroncong ; 5. 3 (tiga ) buah Gelang Keroncong ; 6. 1 (satu) set Kalung Abhu Dhabi ; 7. 1 (satu) set Kalung Permata warna – warni ; 8. 1 (satu) set hadiah Perkawinan berupa Cincin, Gelang, dan Kalung ;
4.
Bahwa sesuai Pasal 87 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam secara tegas dinyatakan sebagai berikut "Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam
2
Perjanjian Perkawinan" ; 5.
Bahwa sesuai dengan Pasal 87 ayat 2 secara tegas dinyatakan sebagai berikut "Suami Isttri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa Hibah, hadiah sodaqah atau lainnya” ;
6.
Bahwa sesuai dengan Pasal 87 ayat 1 dan ayat 2 Kompilasi Hukum Islam tersebut Penggugat memohon kehadapan Majelis Hakim agar menghukum Tergugat agar menyerahkan harta/barang berharga milik Penggugat, sesuai dengan Point 3 (tiga) tersebut diatas kepada Penggugat ;
7.
Bahwa selama masa perkawinan antara Penggugat dan Tergugat telah diperoleh harta bersama antara lain : 1. 1 (satu) unit Rumah Tinggal beserta isinya yang terletak di Perum Bumi
Bekasi Baru, JI. Gugus Depan Raya No. 141 RT 002/RW 004, Kelurahan Pengasinan , Kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi, Jawa Barat ; 2. 1 (satu) unit Rumah Toko (RUKO) dengan luas 75 M2 (tujuh puluh lima
meter bujur sangkar) yang terletak di Desa Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Kotamadya Bekasi, Propinsi Jawa Barat, Sertifikat Hak Milik No. 6385 a/n. Trielya Noverisda ; 3. 1 (satu) unit Mobil Kijang Inova Tahun 2006 dengan Nomor Polisi B. 2920
BY a/n. Mochsirsyah ; 4. Tabungan/Deposito pada Bank Mandiri atas nama Tergugat ; 5. Tabungan/Deposito pada Bank Central Asia a/n. Tergugat. Tabungan
/Deposito pada Bank BNI a/n. Tergugat ; 9.
Bahwa sesuai pasal 92 Kompilasi Hukum Islam secara tegas menyatakan sebagai berikut "Suami atau Istri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama" ;
10. Bahwa
berdasarkan
Penetapan
Pengadiian
Agama
Bekasi
Nomor
:
1364/Pdt.G/2007/PA Bekasi tanggal 18 Maret 2008 menyatakan Bahwa Perkawinan antara, Penggugat dan Tergugat telah terjadi Perceraian ;
3
11. Bahwa sesuai dengan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam secara tegas dinyatakan
sebagai berikut "Janda atau Duda Cerai hidup masing masing berhak seperdua dari harta sepanjang tidak ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan", berdasarkan hal tersebut Penggugat memohon kehadapan majelis hakim yang memeriksa perkara Aquo agar menetapkan seperdua dari harta bersama adalah merupakan bagian/hak dari Penggugat ; 12. Bahwa sejak terjadinya Perceraian antara Penggugat dan Tergugat berdasarkan
Penetapan Pengadilan Agama Bekasi tersebut, Penggugat tidak memperoleh nafkah Iddah serta Mut'ah ; 13. Bahwa sesuai dengan Pasal 152 Kompilasi Hukum Islam secar tegas dinyatakan
sebagai berikut "bekas istri berhak mendapat nafkah Iddah dari bekas suaminya kecuali bila istri nusyuz". Maka berdasarkan Pasal tersebut diatas Penggugat memohon agar Tergugat memberikan Nafkah I'ddah sebesar Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah) /Bulan ; 14. Bahwa sesuai dengan Pasal 149 ayat a Kompilasi Hukum Islam secara tegas
dinyatakan sebagai berikut "Bilamana perkawinan putus karena talak maka bekas suami wajib memberikan Mut'ah yang layak kepada bekas istrinya baik berupa uang atau benda kecuali bekas istri tersebut qobla dukhul", berdasarkan pasal tersebut di atas Penggugat memohon kehadapan Majelis Hakim yang memeriksa perkara aquo agar menghukum Tergugat memberikan Mut'ah kepada Penggugat senilai Rp. 50.000.000 (Lima puluh juta rupiah) ; 13. Bahwa sesuai dengan Pasal 158 ayat b Kompilasi Hukum Islam secara tegas
dinyatakan sebagai berikut "Mut'ah wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat Percerian itu atas kehendak Suami", maka berdasarkan Pasal 158 ayat b Kompilasi Hukum Islam tersebut Penggugat memohon kehadapan Majelis Hakim yang memeriksa perkara agar menghukum Tergugat memberikan Mut'ah kepada Penggugat senilai Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) ; Berdasarkan hal-hal tersebut diatas Penggugat memohon kehadapan Majelis Hakim
4
yang memeriksa perkara Aquo agar memutus sebagai berikut : 1.
Menyatakan Harta/barang berharga berupa : - 1.(satu) set Mutiara Putih ; - 1 (satu) set Mutiara Cokelat ; - 2 (dua) set Gelang Tangan ; - 6 (enam) buah Gelang Keroncong ; - 3 (tiga ) buah Gelang Keroncong ; - 1 (satu) set Kalung Abhu Dhabi ; - 1 (satu) set Kalung Permata warna-warni ; - 1 (satu) set hadiah Perkawinan berupa Cincin, Gelang, dan Kalung ; Adalah merupakan hak/ Milik Penggugat
2.
Menghukum Tergugat agar segera menyerahkan barang-barang tersebut diatas kepada Penggugat meski ada upaya banding, serta Kasasi ;
3.
Menyatakan barang-barang berharga berupa : 1. (satu) unit Rumah Tinggal beserta isinya yang terletak di Perum Bumi Bekasi Baru, J1. Gugus Depan Raya No. 141 RT 002 RW. 004. Kelurahan Pengasinan , Kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi , Jawa –Barat ; 2. 1 (satu) unit Rumah Toko (RUKO) dengan luas 75 M2 (tujuh puluh lima meter bujur sangkar) terletak di Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Kotamadya Bekasi, Propinsi Jawa Barat, dengan Sertifikat Hak Milik No. 6385 a/n Trielya Noverisda ; 3. 1 (satu) unit Mobil Kijang Inova Tahun 2006 dengan Nomor Polisi B. 2920 a/n Mochsirsyah ; 4. Tabungan/Deposito pada Bank Mandiri a/n Tergugat ; 5. Tabungan/Deposito pada Bank Central Asia a/n Tergugat ; 6. Tabungan/Deposito pada Bank BNI a/n Tergugat ; Adalah merupakan harta bersama yang diperoleh selama Perkawinan ;
4.
Menetapkan 50 % dari harta bersama tersebut adalah merupakan Hak/bagian dari
5
Penggugat ; 5.
Memerintahkan agar Tergugat segera menyerahkan 50 % dari harta bersama tersebut kepada Penggugat meski ada upaya Banding Kasasi ;
6.
Menetapkan/memerintahkan Tergugat agar memberikan uang I'ddah kepada Penggugat sebesar Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah) /bulannya ;
7.
Menetapkan agar Tergugat memberikan Mut'ah senilai Rp. 50.000.000,- (lima pulh juta rupiah) kepada Penggugat ;
8.
Menghukum Tergugat agar membayar segala biaya yang ditimbulkan dalam perkara ini ;
Atau : apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon Putusan yang seadil-adilnya (Ex Aquo Et Bono) ; Menimbang, bahwa pada persidangan yang telah ditetapkan, Penggugat dan Tergugat hadir di persidangan, Majelis Hakim telah berupaya mendamaikan keduanya agar dalam menyelesaikan masalah harta bersama tersebut ditempuh secara musyawarah kekeluargan, tetapi usaha tersebut tidak berhasil, dan pada Januari 2009 telah dilakukan Mediasi berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 tetapi tidak berhasil ; Menimbang, bahwa dibacakan gugatan Penggugat yang isinya tetap dipertahankan Penggugat ; Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut, Tergugat telah memberikan jawaban yang pada pokoknya sebagai berikut :
1. Sanggahan/penolakan atas gugatan Trielya Novarisda binti Rivai Risna sejumlah 14 point tersebut dapat kami jelaskan sebagai berikut : a) Gugatan sebagaimana disampaikan Penggugat jika perceraian dalam kondisi normal atau cekcok rumah tangga maupun tidak ada kesesuaian, tetapi perceraian Tergugat merupakan hal yang tidak normal karena Penggugat melakukan penyelewengan berkali-kali sebagaimana pernyataan Penggugat sejak tahun 2003 dan terakhir di Banyuwangi diikuti dengan pengakuan
6
menikah siri dengan sopir kantor yang sudah memiliki istri dan anak, sedangkan Penggugat masih terikat perkawinan yang sah secara hukum negara dan hukum agama dengan Tergugat. Serta usaha pembunuhan secara terencana terhadap Tergugat yang berlangsung 2 (dua) kali. Yang pertama tidak dilaporkan ke pihak kepolisian, tetapi yang kedua dilaporkan kepada pihak Rt & Rw setempat serta pihak kepolisian Polsek Bekasi Timur. Bukti dari pihak kepolisian Polsek Bekasi Timur terlampir ; b) Dari perkawinan antara Tergugat dan Penggugat menghasilkan 3 (tiga) orang anak yaitu : - Rahmawaty Utamie
(Wanita, 23 tahun, telah menikah) ;
- Ganesia Citra Merdekawaty
(Wanita, 21 tahun, Mahasiswi) ;
- Fajar Imani
(Pria 13 tahun Pelajar) ;
Satu telah menikah dan 2 (dua) tinggal bersama Tergugat. Selama ini Penggugat tidak mengurus anak-anak dan hanya mencari kesenangan sendiri serta melakukan penyelewengan/zinah sebagaimana
bukti pernyataan
Penggugat yang pernah disampaikan pada saat permohonan talak, padahal anak-anak butuh biaya sekolah dan untuk masa depan. Harta yang tersisa saat ini
akan
Tergugat
serahkan
kepada
anak-anak.
Penggugat
telah
menghamburkan sebagian besar harta bersama ; c) Berdasarkan PP No. 10 tahun 1983 yang disempurnakan dengan PP No. 45 tahun 1990 mengubah ketentuan pasal 8 sebagai berikut : - Diantara ayat (3) dan ayat (4) lama disisipkan satu ayat yang dijadikan ayat (4), yang berbunyi sebagai berikut : "Pembagian gaji kepada bekas istri tidak diberikan apabila alasan perceraian disebabkan karena istri berzinah". - Dalam hukum Islam bagi orang yang berzinah, maka harus di hukum rajam sampai mati ; - Penggugat sudah berkali-kali melakukan penyelewengan dan berzinah,
7
bahkan yang terakhir di Banyuwangi Penggugat mengaku telah menikah siri sedangkan secara hukum negara dan hukum Islam Penggugat masih terikat perkawinan yang sah dengan Tergugat ; - Sebagai Ibu Ketua Ikatan Istri Karyawan (IIKA) yang puluhan tahun lamanya, bahkan sebagai Ibu ketua Dharma Wanita unsur perhubungan di Banyuwangi serta sebagai wanita muslim yang sering menggelar dan mengikuti kegiatan keagamaan, sepatutnya mengetahui PP 45 tahun 1990 dan hukum agama dalam hal perzinahan. Terlebih lagi menikah siri dengan laki-laki lain (poliandri) sebelum lepas dari pernikahan yang sah secara hukum negara dan hukum agama. Tetapi pada kenyataannya Penggugat justru melakukan nikah siri dalam keadaan sadar dan mengetahui resiko menikah siri yang dilakukan berarti tanggung jawab materi dan non materi akan berpindah kepada swami sirinya dan Penggugat tidak lagi memiliki hak untuk menuntut kepada Tergugat karena telah mengingkari komitmen perkawinan ; - Perhiasan sebagaimana yang dituntut Penggugat pada dasarnya hanya sisasisa, perhiasan yang sebelumnya telah diambil oleh Penggugat. Perhiasan yang saat ini dituntut adalah perhiasan yang berada dalam satu tas yang Penggugat kembalikan kepada Tergugat pada saat Penggugat ditangkap oleh pihak kepolisian Polsek Bekasi Timur, sedangkan tas perhiasan Penggugat berjumlah lebih dari satu, yang artinya apa yang dituntut pada saat ini adalah sisa dari perhiasan yang dimiliki oleh Penggugat. Hal ini dapat dibuktikan dari kesaksian anak-anaknya atau dari daftar kekayaan dari pihak KPKPN milik Tergugat. Selain itu, Pada saat penyerahan tas perhiasan tersebut Penggugat berpesan kepada Tergugat bahwa perhiasan tersebut harap disimpan demi kepentingan anak-anak sekolah ataupun untuk masa depan anak-anak. Perlu diketahui, bahwa selama 26 tahun perkawinan Penggugat tidak pernah membelikan emas ataupun perhiasan
8
bagi Tergugat maupun anak-anaknya ; - Tuntutan Penggugat terhadap rumah tinggal di JI. Gugus Depan Raya No. 141 Rt. 002/004, Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Rawalumbu, Bekasi sangat tidak beralasan karena rumah tersebut dibeli dari uang warisan orang tua Tergugat dan diawasi oleh kakak kandung Tergugat, hal ini dapat dibuktikan melalui kesaksian tetangga sekitar rumah Tergugat ; - Ruko seluas 75 m2 terletak di Pasar Rawalumbu, dibeli berdasar hasil usaha Tergugat dan ruko ini dipersiapkan dan diperuntukkan keperluan biaya sekolah anak-anak di masa pensiun Tergugat, mengingat anak laki-laki Tergugat dan Penggugat masih berusia 13 tahun, sedangkan Tergugat akan pensiun 1 tahun lagi. Sertifikat ruko memang atas nama Penggugat, dikarenakan pada saat proses sertifikasi anak-anak masih belum dewasa ; - Mobil Kijang Innova tahun 2005 dengan nomor polisi 2920 atas nama Mochsirsyah yang digunakan untuk bekerja dan mencari nafkah guna menafkahi Penggugat dan ketiga anak Tergugat yang membutuhkan makan, pakaian dan biaya sekolah ; - Tabungan bank Tergugat pada awalnya memang bersaldo 560 juta rupiah, tetapi karena penyelewengan yang dilakukan Penggugat dan tidak mengakuinya walaupun ketiga pembantu rumah tangga telah menceritakan kebenarannya serta pengakuan anak nomor tiga yaitu Fajar Imani, maka Tergugat melaporkan kasus perzinahan dan nikah siri Penggugat ke Kepolisian
Banyuwangi
untuk
mengungkap
kasus
zinah
dengan
menanyakan/menyelidiki 3 orang pembantu, 3 orang tukang becak yang suka mengantar Penggugat, 1 orang satpam rumah dan menyisir 86 hotel di Banyuwangi guna mencari daftar nama Penggugat dan suami sirinya sebagai bukti, dan hal ini cukup menguras isi tabungan Tergugat selama proses penyidikan berlangsung ; - Mengenai uang mut'ah dan iddah sejak sidang perceraian/thalak Tergugat
9
sudah menolak, apalagi Penggugat yang menginginkan adanya perceraian. Terbukti dengan adanya pengakuan Penggugat tentang pernikahan sirinya ; - Hutang-hutang Penggugat yang dilunasi oleh Tergugat di kantor baik cabang Banyuwangi maupun kantor pusat berjumlah ± Rp. 10. 000.000. Hutang-hutang tersebut ditagih dan dilunasi oleh Tergugat setelah adanya keputusan cerai yang sah dari pengadilan agama kota Bekasi pada tanggal 18 Maret 2008. Hutang-hutang tersebut dilunasi oleh Tergugat dengan adanya potongan gaji Tergugat dari perusahaan pada bulan Juli 2008 ; - Demikian penolakan atas gugatan Penggugat, dan pada kesempatan ini Tergugat kembali menggugat Trielya Novarisda binti Rivai Risna atas harta Tergugat yang dilarikan dan diberikan kepada suami sirinya, yang berupa : 1. Uang
tunai
(tabanas
BNI
nomor
:
133.000009355.901
dan
133.000009355.902 cabang Luwuk , Sulawesi Tengah) dimana baik modal dan hasil keuntungan dari Week End Cafe yang dibangun dari tahun 2000, hingga akhirnya tutup usaha pada April 2008 semuanya dimasukkan ke dalam rekening Penggugat ; 2. Uang hasil stockist multilevel UFO dengan nomor SG 1308, baik modal dan hasil keuntungan juga dimasukkan kedalam rekening Penggugat ; 3. Hasil dagangan kain dan baju Tergugat yang mencapai ratusan juta rupiah juga dimasukkan kedalam rekening Penggugat ; 4. Rekening BNI nomor : 0042816474 cabang Banyuwangi, BNI nomor rekening : 0029255265 cabang Bekasi, dan BCA cabang Banyuwangi dengan nomor rekening : 1800451272 adalah rekening Penggugat yang semua isinya adalah dari penghasilan Tergugat dari hasil usaha yang lain ;
- Dari poin 1 s/ d 4 sebagian harta yang diberikan oleh Tergugat kepada Penggugat, sedangkan Penggugat memberikan perhiasan emas dan uang
10
kepada suami sirinya berupa : - 1 unit rumah di Banyuwangi dengan perabotan rumah tangga lengkap yang dicuri penggugat dari rumah tergugat di Banyuwangi ; - Perhiasan emas yang dipersiapkan untuk masa depan anak-anak dititipkan kepada suami sirinya ; - 1 ekor sapi piaraan ; - 1 unit sepeda motor tahun 2006 ; - 1 counter hp atas nama Eva Celluler ; Semua diberikan oleh Penggugat kepada suami sirinya yang dimana sumber uang tersebut dari hasil jerih payah tergugat ;
d) Upaya teror dan upaya untuk memeloroti harta benda Tergugat yang dilakukan oleh Penggugat terus berlangsung. Hingga koleksi barang antik milik Tergugat berupa 2 buah samurai milik Tergugat di jual oleh Penggugat di JI. Surabaya, Jakarta Selatan yang menurut pengakuan Penggugat dijual seharga Rp. 1.000.000,- per samurai. Sedangkan Tergugat menyimpan samurai tersebut sebagai simpanan barang berharga untuk dijual sebagai kebutuhan pendidikan ataupun masa depan anak-anak. Upaya teror penggugat yang menempuh jalur dukun juga menjadi salah satu upaya Penggugat untuk meneror Tergugat dengan perantara tetangga ataupun yang dilakukan oleh Tergugat sendiri. Terbukti dengan temuan catatan kalimat-alimat/mantra yang ditulis tangan oleh Penggugat yang ditemukan oleh anaknya sendiri di dalam tas Penggugat (bukti terlampir) ;
e) Pernyataan Penggugat yang tidak ingin menuntut harta gono-gini pada poin 2 didalam surat pernyataan yang ditandatangani oleh Penggugat sendiri juga terlampir. Sekarang Penggugat mengingkari pernyataan tersebut dengan gugatan gono-gini melalui pengacara Darwis, Horas dan rekan-rekan sungguh tidak beralasan, disini dapat terlihat pula kelicikan dari Penggugat dengan menuntut harta goni-gini dan mengingkari pernyataanya sendiri, sama saja
11
Penggugat telah mempermainkan hukum dan agama ;
f) Demikian sanggahan atas gugatan Penggugat dan kuasa hukumnya. sebagai bahan pertimbangan majelis hakim, pada dasarnya Penggugat serakah dan mau menguasai semua harta benda yang dimiliki oleh Tergugat dari penghasilan Tergugat selama ini dengan mengabaikan hak dan kebutuhan anak-anaknya demi kepentingan perzinahannya ;
g) Untuk sebagai bukti apa yang disampaikan Tergugat, mohon majelis hakim meminta bukti-bukti baik tertulis ataupun berupa foto copy atau record rekening bank Ppenggugat yang telah disampaikan diatas tadi dan kemudian bukti kwitansi pembelian rumah, motor yamaha mio tahun 2006, counter hp Eva Celluler, dan bukti pembelian seekor sapi milik Penggugat yang diserahkan kepada suami siri Penggugat ;
h) Kelicikan Penggugat terlihat dengan memasukkan rumah tinggal hasil warisan orang tua Tergugat, sementara sertifikat tanah warisan orang tua Penggugat di Pontianak dengan hak milik nomor : 5793 di kelurahan Parit Tokaya Pontianak Selatan (Kalimantan Barat) seluas 645 m2 dan termasuk dalam harta kekayaan Tergugat dengan nomor registrasi KPKPN 5637 ;
i) Mengingat Tergugat lebih banyak bertugas diluar kota (ke daerah-daerah), dimohon majelis hakim dapat mempertimbangkan dan mengambil keputusan seadil-adilnya dan sesuai dengan peraturan pemerintah dan agama yang dianut oleh Tergugat dalam waktu dekat ; Menimbang, bahwa atas jawaban Tergugat tersebut, Penggugat mengajukan Replik pada intinya Pnggugat menolak semua dalil jawaban Tergugat : Menimbang, bahwa atas Replik Penggugat tersebut Tergugat telah mengajukan Duplik yang pada pokokny Tergugat tetap dengan dalil-dalil awabannya; Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil gugatannya Penggugat telah mengajukan bukti photo copy surat yang bermaterai cukup dan telah dicocokan dengan aslinya berupa :
12
1. P1,
Photo
copy
Salinan
Putusan
Pengadilan
Agama
Bekasi
No.
1364/Pdt.G/2007/PA.Bks tanggal 05 Februari 2008 ; 2. P2, Photo cpy Akta Cerai No. 214/AC/2008/PA/Bks tanggal 18 Maret 2008 ; 3. P3, Photo copy Sertipakat Tanah Hak Milik No. 6385 an. Trilya Novarisda ; Menimbang, bahwa terhadap bukti-bukti tersebut Tergugat tidak membantahnya dan terhadap bukti P.3 Tergugat menyatakan bahwa Sertipikat aslinya ada pada Tergugat ; Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil jawabannya Tergugat telah tidak mengajukan bukti-bukti ; Menimbang, bahwa untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang objek perkara, maka Majelis Hakim Pengadilan Agama Bekasi telah mengadakan pemeriksaan setempat pada tanggal 19 Agustus 2009 dan dari hasil pemeriksaan setempat tersebut ditemukan hal-hal sebagai berikut : 1.
1 (satu) set Mutiara Putih ;
2.
1 (satu) set Kalung Permata warna-warni ;
3.
1 (satu) unit Rumah Tinggal luas tanah 149 m2 dan luas bangunan 153 m2 terletak di Perum Bumi Bekasi Baru, J1. Gugus Depan Raya No. 141 RT 002 RW. 004. Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi, Jawa - Barat dengan batas-batas sebagai berikut :
4.
- Sebelah Barat
: Rumah bapak Situngkir ;
- Sebelah Utara
: Jl. Gugus Depan ;
- Sebelah Timur
: Rumah Ibu Suwarji ;
- Sebelah Selatan
: Rumah bapakDidid / Ipung ;
1 (satu) unit Rumah Toko (RUKO) luas tanah 75 m2 terletak di Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Kotamadya Bekasi, Propinsi Jawa Barat, dengan Sertifikat Hak Milik No. 6385 a/n Trilya Novarisda dengan batas-batas sebagai berikut : - Sebelah Barat
: Ruko ;
- Sebelah Utara
: Jl. Dasa Darma 5 ;
13
5.
- Sebelah Timur
: Ruko ;
- Sebelah Selatan
: Indomart ;
1 (satu) unit Mobil Kijang Inova Tahun 2005 dengan Nomor Polisi B 2920 BY a/n Mochsirsyah ; Menimbang, bahwa untuk meringkas uraian putusan ditunjuk kepada berita
acara persidangan perkara ini yang merupakan kesatuan tidak terpisahkan dari putusan ; Menimbang, bahwa Penggugat dan Tergugat telah mengajukan kesimpulan yang pada pokoknya Penggugat tetap dengan dalil gugatan dan repliknya, dan Tergugat tetap dengan dalil jawaban dan dupliknya ; Menimbang, bahwa untuk meringkas uraian putusan ditunjuk kepada berita acara persidangan perkara ini yang merupakan kesatuan tidak terpisahkan dari putusan ; TENTANG HUKUMNYA DALAM KONVENSI Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat Konvensi sebagaimana diuraikan dalam duduk perkaranya ; Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 49 ayat (1) huruf (a) dan ayat (2) beserta penjelasaanya angka (10) Undang-undang No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-undang 3 Tahun 2006 perkara a quo merupakan konpetensi absolut Pengadilan Agama, oleh karena itu Pengadilan Agama berwenang untuk memeriksa dan menyelesaikan gugatan Penggugat Konvensi ; Menimbang, bahwa berdasarkan dalil Penggugat Konvensi yang tidak dibantah Tergugat Konvensi terbukti Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi berdomisili di wilayah hukum Pengadilan Agama Bekasi, maka dengan mendasarkan kepada pasal 118 ayat (1) HIR, Pengadilan Agama Bekasi berwenang memeriksa dan menyelesaikan gugatan Penggugat Konvensi ; Menimbang, bahwa sesuai ketentuan pasal 130 ayat (1) HIR, Majelis Hakim
14
telah berusaha mendamaikan Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi agar dalam menyelesaikan gugatannya diselesaikan secara musyawarah kekeluargaan, tetapi tidak berhasil, lalu dibacakan gugatan Penggugat Konvensi yang isinya tetap dipertahankan Penggugat Konvensi ; Menimbang, bahwa gugatan Penggugat Konvensi pada pokonya adalah tentang gugatan harta bersama, nafkah iddah dan Mu’ah ; Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim mempertimbangkan tentang gugatan Penggugat Konvensi tersebut, Majelis Hakim perlu terlebih dahulu pertimbangkan mengenai hubungan hukum antara Penggugat Konvensi dengan Tergugat Konvensi ; Menimbang, bahwa berdasarkan dalil Penggugat Konvensi yang tidak dibantah Tergugat Konvensi, diperkuat bukti (P.1 dan P.2) terbukti bahwa Penggugat Konvensi dengan Tergugat Konvensi telah menikah pada 09 Oktober 1981 yang tercatat di Kantor Urusan Agama Kecamatan Pontianak Barat dengan Kutipan Akta Nikah No. 453/17/198/X/1981 tanggal 16 Oktober 1981, dan telah bercerai di Pengadilan Agama Bekasi berdasarkan Akta Cerai No. 214/AC/2008/PA/Bks tanggal 18 Maret 2008, oleh karena itu Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi mempunyai kwalitas sebagai pihak-pihak dalam perkara ini ; Menimbang, bahwa Penggugat Konvensi pada petitum gugatannya angka 1 telah mohon agar menyatakan harta/barang berharga berupa : 1 (satu) set Mutiara Putih, 1 (satu) set Mutiara Cokelat, 2 (dua) set Gelang Tangan, 6 (enam) buah Gelang Keroncong, 3 (tiga ) buah Gelang Keroncong, 1 (satu) set Kalung Abhu Dhabi, 1 (satu) set Kalung Permata warna-warni dan 1 (satu) set hadiah Perkawinan berupa Cincin, Gelang, dan Kalung Adalah merupakan hak/Milik Penggugat ; Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat Konvensi tersebut Tergugat Konvensi telah memberikan jawaban yang pada pokoknya bahwa perhiasan yang dituntut Penggugat Konvensi pada dasarnya hanya sisa-sisa, sebelumnya telah diambil oleh Penggugat Konvensi. Perhiasan yang saat ini dituntut adalah perhiasan
15
yang berada dalam satu tas. Perhiasan Penggugat Konvensi berjumlah lebih dari satu. Apa yang dituntut saat ini adalah sisa dari perhiasan yang dimiliki Penggugat Konvensi. Selain itu, Pada saat penyerahan tas perhiasan tersebut Penggugat Konvensi berpesan kepada Tergugat Konvensi bahwa perhiasan tersebut harap disimpan demi kepentingan anak-anak sekolah ataupun masa depan anak-anak ; Menimbang, bahwa Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi untuk meneguhkan masing-masing dalil gugatan dan dalil jawabannya telah tidak mengajukan bukti-bukti, baik surat maupun saksi-saksi, akan tetapi dari dalil jawaban Tergugat Konvensi Majelis Hakim menilai bahwa Tergugat Konvensi mengakui bahwa memang ada barang perhiasan seperti didalilkan Penggugat Konvensi, akan tetapi Tergugat Konvensi menolak bahwa barang perhiasan tersebut merupakan milik Penggugat Konvensi sebagai hasil dari hadiah ; Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah melakukan pemeriksaan setempat, dan dari hasil pemeriksanaan setempat yang dilaksankan pada tanggal 19 Agustus 2009 Majelis Hakim hanya menemukan perhisan berupa : 1 (satu) set Mutiara Putih dan 1 (satu) set Kalung Permata warna-warni (objek gugatan poin 3.1 dan 3.7 gugatan Penggugat) ; Menimbang, bahwa terhadap barang perhiasan tersebut Majelis Hakim menilai, bawa disamping karena Penggugat Konvensi tidak dapat membuktikan tentang status barang perhiasan tersebut sebagai hadiah, juga karena Penggugat Konvensi tidak menyebutkan barang perhiasan tersebut sebagai hadiah dari siapa dan dalam rangka apa, oleh karena itu maka tuntutan Penggugat Konvensi tersebut harus dinyatakan ditolak ; Menimbang, bahwa Tergugat Konvensi dalam jawabannya tidak membantah atau mengakui tentang adanya barang perhiasan tersebut tetapi bukan sebagai milik Penggugat Konvensi dan Majelis Hakim telah menyatakan bahwa barang perhiasan tersebut bukan milik Penggugat Konvensi sebagai hadiah seperti tersebut diatas, oleh karena itu Majelis Hakim berpendapat bahwa barang perhiasan tersebut merupakan
16
harta bersama antara Penggugat Konvensi dengan Tergugat Konvensi yang diperoleh selama masa perkawinan ; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas dan dengan mendasarkan kepada pasal 1 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, Majelis Hakim hanya akan menetapkan bahwa barang perhiasan berupa : 1 (satu) set Mutiara Putih dan 1 (satu) set Kalung Permata warna-warni (objek gugatan poin 3.1 dan 3.7 gugatan Penggugat) adalah sebagai harta bersama antara Penggugat Konvensi dengan Tergugat Konvensi; Menimbang, bahwa Penggugat Konvensi pada petitum gugatannya angka 2 telah mohon agar menghukum Tergugat Konvensi untuk segera menyerahkan barang-barang tersebut diatas kepada Penggugat Konvensi meski ada upaya banding serta kasasi ; Menimbang, bahwa terhadap tuntutan tersebut Majelis Hakim berpendapat bahwa karena tuntutan tersebut disamping tidak didukung oleh posita gugatan, juga tuntutan tersebut terkait erat (assesoir) dengan tuntutan sebelumnya, maka terhadap tuntutan Penggugat tersebut juga harus ditolak ; Menimbang, bahwa Penggugat Konvensi pada petitum gugatannya angka 3 telah mohon agar menyatakan barang-barang berharga berupa : a. (satu) unit Rumah Tinggal beserta isinya yang terletak di Perum Bumi Bekasi Baru, J1. Gugus Depan Raya No. 141 RT 002 RW. 004. Kelurahan Pengasinan , Kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi , Jawa –Barat. Dengan batas-batas :
b.
- Sebelah Barat
: Rumah Bapak Situngkir ;
- Sebelah Utara
: Jalan Raya Gugus Depan ;
- Sebelah Timur
: Rumah Ibu Suwarji ;
- Sebelah Selatan
: Rumah bapak Didi / Ipung ;
1 (satu) unit Rumah Toko (RUKO) dengan luas 75 M2 (tujuh puluh lima meter bujur sangkar) terletak di Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Kotamadya Bekasi, Propinsi Jawa Barat, dengan Sertifikat Hak Milik No. 6385 a/n. Trielya
17
Noverisda. Dengan batas-batas :
c.
- Sebelah Barat
: Ruko ;
- Sebelah Utara
: Jl. Dasa Darma 5 ;
- Sebelah Timur
: Ruko ;
- Sebelah Selatan
: Indomart ;
1 (satu) unit Mobil Kijang Inova Tahun 2006 dengan Nomor Polisi B 2920 BY a/n Mochsirsyah ;
d.
Tabungan/Deposito pada Bank Mandiri a/n Tergugat ;
e.
Tabungan/Deposito pada Bank Central Asia a/n Terguga ;
f.
Tabungan/Deposito pada Bank BNI a/n Tergugat ;
Adalah merupakan harta bersama yang diperoleh selama Perkawinan ; Menimbang, bahwa terhadap tuntutan Penggugat Konvensi tersebut Majelis Hakim akan mempertibangkan satu persatu dalam pertimbangan sebagai berikut : Menimbang, bahwa tentang tuntutan poin 3 huruf (a), rumah tinggal beserta isinya yang terletak di Perum. Bumi Bekasi Baru, J1. Gugus Depan Raya No. 141 RT 002 RW. 004. Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi, dengan batas-batas seperti tersebut di atas ; Menimbang, bahwa Majelis Hakim terlebih dahulu akan mempertimbangkan tentang tuntutan Penggugat Konvensi mengenai isi dari rumah tersebut ; Menimbang, bahwa Penggugat Konvensi dalam gugatannya tidak menjelaskan/menyebutkan tentang apa-apa saja yang dimaksud dengan isi dari rumah tersebut, sehingga tidak jelas bagi Majelis Hakim apa yang dituntut oleh Penggugat Konvensi dalam gugatannya tersebut, maka gugatan tersebut harus dinyatakan kabur/tidak jelas (obcuur libel), oleh karena itu gugatan Penggugat Konvensi tentang isi rumah tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima (NO), maka harus dikesampingkan ; Menimbang, bahwa terhadap tuntutan Penggugat Konvensi tentang rumah tersebut, Tergugat Konvensi telah memberikan jawaban yang pada pokoknya bahwa rumah tersebut dibeli dari uang warisan orang tua Tergugat Konvensi, dan dalam
18
Repliknya Penggugat Konvensi menyatakan bahwa rumah tersebut diperoleh dan ditempati pada tahun 1990, sedangkan warisan yang diperoleh Tergugat Konvensi sebesar Rp. 7.000.000,- (tujuh juta rupiah) adalah pada tahun 1997 ; Menimbang, bahwa karena dalil gugatan Penggugat Konvensi diantah Tergugat Konvensi, maka berdasarkan pasal 163 HIR Penggugat Konvensi dibebani beban pembuktian ; Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil gugatannya tersebut, Penggugat Konvensi telah tidak mengajukan bukti-bukti dengan alasan, bahwa karena bukti rumah tersebut berupa Sertipikat rumah ada pada penguasaan Tergugat Konvensi, dan terhadap pernyataan Penggugat Konvensi tersebut Tergugat Konvensi membenarkannya, bahwa Sertipikat rumh tersebut ada pada Tergugat Konvensi ; Menimbang, bahwa Penggugat Konvensi dalam Repliknya membantah dalil Tergugat Konvensi bahwa rumah tersebut dibeli dari hasil warisan orang tua Tergugat Konvensi, maka berdasarkan pasal 163 HIR Tergugat Konvensi pula dibebani beban pembuktian ; Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil bantahannya, Tergugat Konvensi telah tidak mengajukan bukti-bukti, sehingga dalil Tergugat Konvensi tentang bahwa rumah tersebut dibeli dari hasil uang warisan orang tua Tergugat Konvensi tidak didukung dengan bukti-bukti ; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas Msjelis Hakim berpendapat, bahwa meskipun Penggugat Konvensi tidak dapat membuktikan dalilnya tersebut, akan tetapi karena Penggugat Konvensi menyatakan bahwa bukti Sertipikat dari rumah tesebut ada pada penguasaan Tergugat Konvensi dan Tergugat Konvensi di muka persidangan telah membenarkan pernyataan Penggugat Konvensi tersebut, sementara itu terhadap dalil Tergugat Konvensi bahwa rumah tersebut dibeli dari uang warisan orang tua Tergugat Konvensi, Tergugat Konvensi tidak dapat membuktikannya, maka dalil Penggugat Konvensi tersebut harus dinyatakan terbukti, dan dalil bantahan Tergugat Konvensi harus dinyatakan tidak terbukti, maka harus
19
dikesampingkan. Oleh karena itu maka rumah tersebut harus dinyatakan sebagai harta bersama antara Penggugat Konvensi dengan Tergugat Konvensi ; Menimbang, bahwa tentang tuntutan poin 3 huruf (b), 1 (satu) unit Rumah Toko (RUKO) dengan luas 75 M2 (tujuh puluh lima meter bujur sangkar) terletak di Pengasinan, dengan batas-batas seperti tersebut d atas ; Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat Konvensi tersebut Tergugat Konvensi telah memberikan jawaban yang pada pokoknya, bahwa Ruko seluas 75 m2 terletak di Pasar Rawalumbu, dibeli berdasar hasil usaha Tergugat Konvensi dan ruko tersebut dipersiapkan dan diperuntukkan untuk keperluan biaya sekolah anak-anak di masa pensiun Tergugat Konvensi. Sertifikat ruko memang atas nama Penggugat Konvensi ; Menimbang, bahwa dari jawaban Tergugat Konvensi tersebut Majelis Hakim menilai bahwa Tergugat Konvensi mengakui bahwa selama perkawinan antara Penggugat Konvensi dengan Tergugat Konvensi telah diperoleh harta berupa satu unit Ruko seluas 75 m2 terletak di Pasar Rawalumbu sebagaimana tersebut di atas ; Menimbang, bahwa meskipun dalil Penggugat tersebut telah diakui Tergugat Konvensi, namun Penggugat Konvensi untuk meneguhkan dalil gugatannya tersebut telah mengajukan bukti P.3 (berupa photo copy Sertipikat - Tanda Bukti Hak) yang terhadap bukti P.3 tersebut Tergugat Konvensi tidak membantah dan mengakui bahwa aslinya ada pada Tergugat Konvensi ; Menimbang, bahwa tentang keberatan Tergugat Konvensi bahwa rumah tersebut dibeli berdasar hasil usaha Tergugat Konvensi dan dipersiapkan untuk masa depan anak-anak, Majelis Hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut : Menimbang, bahwa dalam pasal 1 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam disebutkan, bahwa “Harta kekayaan dalam perkawinan adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung, selanjutnya disebut harta bersama”; Menimbang, bahwa dengan mendasarkan kepada pasal 1 huruf (f) Kompilasi
20
Huku Islam tersebut di atas Majelis Hakim berperdapat, bahwa dalam hal adanya harta bersama tidak mempersoalkan siapa yang mendapatkan harta tersebut, selama harta tersebut diperoleh dalam masa perkawinan dan bukan merupakan harta bawaan, waris atau hadiah, maka harta tersebut merupakan harta bersama ; Menimbang, bahwa dengan mendasarkan kepada pertimbngan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berpendapat, bahwa telah nyata terbukti bahwa rumah tersebut merupakan harta bersama antara Penggugat Konvensi dengan Tergugat Konvensi ; Menimbang, bahwa tentang tuntutan poin 3 huruf (c), 1 (satu) unit Mobil Kijang Inova Tahun 2006 dengan Nomor Polisi B 2920 BY a/n Mochsirsyah ; Menimbang, bahwa terhadap tuntutan Penggugat Konvensi tersebut Tergugat Konvensi memberikan jawaban yang pada pokoknya bahwa Mobil Kijang Innova tahun 2005 dengan nomor polisi B 2920 BY a/n. Mochsirsyah digunakan untuk bekerja dan mencari nafkah guna menafkahi Penggugat Konvensi dan ketiga anak Tergugat Konvensi yang membutuhkan makan, pakaian dan biaya sekolah ; Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil gugatannya Penggugat Konvensi tidak mengajukan bukti-bukti, akan tetapi dari dalil jawaban Tergugat Konvensi tersebut Majelis Hakim menilai bahwa Tergugat Konvensi mengakui adanya mobil tersebut, atau bahwa selama perkawinan antara Penggugat Konvensi dengan Tergugat Konvensi telah diperoleh sebuah Mobil Kijang Innova tahun 2005 dengan nomor polisi B 2920 BY a/n. Mochsirsyah, disamping itu Tergugat Konvensi mengakui bahwa surat mobil tersebut ada pada Tergugat Konvensi. Oleh karena itu Majelis Hakim dengan mendasarkan kepada pasal 1 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, menetapkan bahwa sebuah Mobil Kijang Innova tahun 2005 dengan nomor polisi B 2920 BY adalah sebagai harta bersama antara Penggugat Konvensi dengan Tergugat Konvensi ; Menimbang, bahwa tentang tuntutan poin 3 huruf (d, e dan f), Tabungan deposito pada Bank Mandiri, Bank Central Asia dan pada ank BNI semua atas nama
21
Tergugat Konvensi; Menimbang, bahwa terhadap tuntutan tersebut Majelis Hakim berpendapat bahwa karena Penggugat Konvensi tidak menyebutkan bank-bank tersebut berkedudukan dimana dan berapa jumlah uang yang ditabungkan/didepositokan, dan juga karena Penggugat Konvensi tidak mengajukan bukti-bukti, meskipun dalam jawabannya Tergugat Konvensi menyebutkan bahwa pada awalnya tabungan bank tersebut bersaldo sebesar Rp. 560,- Juta rupiah, akan tetapi Tergugat Konvensi juga tidak menjelaskan pada bank mana Tergugat Konvensi menabung/mendepositokan uang tersebut. Oleh karena itu Majelsi Hakim menilai bahwa tuntutan Penggugat Konvensi tersebut kabur atau tidak jelas (Obcuur libel), sehingga tuntutan tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima (NO), maka harus dikesampingkan ; Menimbang, bahwa berdasakan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berkesimpulan bahwa yang menjadi harta bersama antara Penggugat Konvensi dengan Tergugat Konvensi adalah berupa :
1. 1 (satu) set Mutiara Putih ; 2. 1 (satu) set Kalung Permata warna-warni ; 3. 1 (satu) unit rumah tinggal luas tanah 149 m2 dan luas bangunan 153 m2 terletak di Perum Bumi Bekasi Baru, J1. Gugus Depan Raya No. 141 RT 002 RW. 004. Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi, Jawa – Barat dengan batas-batas : - Sebelah Barat
: Rumah bapak Situngkir ;
- Sebelah Utara
: Jl. Gugus Depan ;
- Sebelah Timur
: Rumah Ibu Suwarji ;
- Sebelah Selatan
: Rumah bapak Didi / Ipung ;
4. 1 (satu) unit rumah toko (Ruko) luas tanah 75 m2 terletak di Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Kotamadya Bekasi, Propinsi Jawa Barat, dengan Sertifikat Hak Milik No. 6385 a/n. Trilya Novarisda dengan batas-batas : - Sebelah Barat
: Ruko ;
22
- Sebelah Utara
: Jl. Dasa Darma 5 ;
- Sebelah Timur
: Ruko ;
- Sebelah Selatan
: Indomart ;
5. 1 (satu) unit Mobil Kijang Inova Tahun 2005 dengan Nomor Polisi B 2920 BY a/n. Mochsirsyah ; Menimbang, bahwa Penggugat Konvensi pada petitum gugatannya angka 4 telah mohn agar menetapkan 50 % dari harta bersama tersebut adalah merupakan Hak/bagian dari Penggugat Konvensi ; Menimbang, bahwa atas tuntutan Penggugat Konvensi tersebut Tergugat Konvensi telah memberikan jawaban yang pada pokoknya bahwa Tergugat Konvensi keberatan harta tersebut dibagi dengan Penggugat Konvensi karena Penggugat Konvensi telah banyak menghambur-hamburkan harta baik berupa uang tunai, barang perhiasan dan barang lainnya, semasa Penggugat Konvensi dengan Tergugat Konvensi masih terikat dalam perkawinan, disamping itu harta-harta yang ada adalah diperuntukan bagi biaya pendidikan dan masa depan anak-anak, mengingat Tergugat Konvensi akan pensiun satu tahun lagi, sementara anak laki-laki Tergugat Konvensi dan Penggugat Konvensi masih berusia 13 tahun ; Menimbang, bahwa terhadap dalil keberatan Tergugat Konvensi tersebut Penggugat Konvensi membantahnya, oleh karena itu berdasarkan pasal 163 HIR Tergugat Konvensi dibebani beban pembuktian ; Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil keberatan tersebut Tergugat Konvensi telah tidak mengajukan bukti-bukti, sehingga dalil keberatan tersebut harus dinyatakan tidak terbukti, maka harus dikesampingkan ; Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat bahwa anak tidak mempunyai hak terhadap harta orang tuanya selama orang tuanya masih hidup. Namun demikian anak mempunyai hak dari orang tuanya untuk mendapatkan pengasuhan dan pemeliharaan serta pertumbuhan jasmani, rohani, kecerdasan dan pendidikan agamanya (vide pasal 45 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 jo pasal 77
23
ayat (3) Kompilasi Hukum Islam) ; Menimbang, bahwa dalam harta bersama Majelis Hakim berpendapat, bahwa masing-masing suami isteri mempunyai hak penuh atau hak sempurna untuk berbuat terhadap bagiannya, dan masing-masing suami atau isteri tidak dapat memaksakan salah satunya untuk mengalihkan atau memberikan bagiannya itu kepada siapapun, kecuali atas keinginannya atau kemauannya sendiri tanpa paksaan dari salah satunya (Vide pasal 92 Kompilasi Hukum Islam) ; Menimbang, bahwa dalam pasal 97 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa “Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”; Menimbang, bahwa namun demkian Majelis Hakim berpendapat bahwa keadilan berimbang dalam hal pembagian harta bersama tidak selalu harus diartikan sama besar atau sama nilai sebagaimana bunyi pasal 97 Kompilasi Hukum Islam tersebut di atas, tetapi pula harus berimbang dalam hal kontribusi, memperoleh, menjaga, mengelola dan membelanjakan harta dalam rumah tangga, sehingga ketentuan pasal tersebut tidak selalu harus dilaksanakan sebagaimana bunyi pasal itu sendiri, akan tetapi penerapan pasal tersebut harus diukur oleh rasa keadilan dalam rumah tangga, dimana kontribusi suami atau isteri dalam hal memperoleh, menjaga, mengelola dan membelanjakan harta dalam rumah tangga (harta bersama) akan sangat berpengaruh terhadap rasa keadilan dalam hal terjadinya pembagian harta bersama manakala pembagian dimaksud akan merupakan suatu keharusan dalam penyelesaian sengketa harta bersama ; Menimbang, bahwa Penggugat Konvensi semata-mata hanya sebagai ibu rumah tangga, yang adanya sejumlah harta dalam rumah tangga antara Penggugat Konvensi dengan Tergugat Konvensi murni merupakan hasil sepenuhnya Tergugat Konvensi, tanpa adanya kontribusi dari Penggugat Konvensi. Sementara disamping itu kondisi Tergugat Konvensi yang setahun lagi akan menjalani pensiun, sementra ketiga anak Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi semuanya ada pada
24
tanggung jawab Tergugat Konvensi, anak-anak Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi masih sangat membutuhkan biaya, terlebih salah satu dari anak Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi ada yang baru berumur 13 tahun, yang tentunya masih sangat panjang perjalanan anak tersebut untuk mendapatkan pendidikan dan bekal masa depannya yang pada gilirannya hal tersebut akan menjadi tanggung jawab dan kewajiban Tergugat Konvensi selaku ayahnya, sehingga hal tersebut logis dan patut untuk dijadikan sebagai pertimbangan guna mengukur rasa keadilan dalam hal membagi harta bersama antara Penggugat Konvensi dengan Tergugat Konvensi ; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berpendapat, bahwa tidak adil jika ketentuan pasal 97 Kompilasi Hukum Islam tersebut di atas diterapkan secara tektual dalam kasus perkara a quo, Oleh karena itu menolak petitum gugatan Penggugat Konvensi tersebut dan Majelis Hakim menetapkan bahwa bagian Penggugat Konvensi dari harta bersama tersebut adalah sebesar 1/3 bagian dan Tergugat Konvensi adalah sebesar 2/3 bagian, sebagaimana tersebut dalam diktum putusan ini ; Menimbang, bahwa Penggugat Konvensi pada petitum gugatannya angka 5 telah mohon agar memerintahkan Tergugat Konvensi untuk segera menyerahkan 50 % dari harta bersama tersebut kepada Penggugat Konvensi meski ada upaya banding atau kasasi ; Menimbang, bahwa terhadap tuntutan tersebut Majelis Hakim berpendapat bahwa karena tuntutan tersebut disamping tidak didukung oleh posita gugatan, juga untuk menjamin kepastian hukum Majelis Hakim berpendapat bahwa tuntutan Penggugat Konvensi tersebut harus ditolak ; Menimbang, bahwa meskipun Penggugat Konvensi dalam petitum gugatannya tidak mohon agar Tergugat Konvensi dihukum untuk memberikan hak Penggugat Konvensi dari harta bersama antara Penggugat Konvensi dengan Tergugat Konvensi kepada Penggugat Konvensi, akan tetapi demi untuk menjamin kepastian dan adanya perlindungan hukum, maka Majelis Hakim dengan mendasarkan kepada
25
petitum subsider “apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya” dan karena objek perkara semuanya ada pada penguasaan Tergugat Konvensi. Oleh karena itu Majelis Hakim menghukum Tergugat Konvensi untuk membagi harta bersama tersebut kepada Penggugat Konvensi sebesar 1/3 (satu per tiga) bagian dan Tergugat Konvensi mendapat 2/3 (dua per tiga) bagian, atau apabila tidak dapat dibagi secara natura/fisik, agar dilakukan penjualan lelang melalui Kantor Lelang Negara dan hasil penjualan lelang tersebut dibagi kepada Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi, masing-masing mendapat bagian sebagaimana tersebut di atas ; Menimbang, bahwa Penggugat Konvensi pada petitum gugatannya angka 6 telah mohon agar memerintahkan Tergugat Konvensi untuk memberikan uang I'ddah kepada Penggugat Konvensi sebesar Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah)per /bulan ; Menimbang, bahwa terhadap tuntutan tersebut Tergugat Konvensi telah memberikan jawaban yang pada pokoknya Tergugat Konvensi menolak untuk memberikan uang Iddah kepada Penggugat Konvensi disebabkan karena Penggugat telah melakukan perselingkuhan dan telah melakukan pernikahan siri ketika antara Penggugat Konvensi dengan Tergugat Konvensi masih terikat dalam perkawinan yang sah ; Menimbang, bahwa atas jawaban Tergugat Konvensi tersebut Penggugat dalam Repliknya membantah dalil jawaban Tergugat Konvensi tersebut ; Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil jawabannya tersebut Tergugat telah tidak mengajukan bukti-bukti, akan tetapi Majelis Hakim dari bukti P.1 (berupa Salinan Putusan Pengadilan) menemukan fakta, bahwa dalam putusan tersebut Penggugat Konvensi telah dinyatakan terbukti mempunyai hubungan dengan laki-laki lain dan telah melakukan pernikahan sirri ketika antara Penggugat Konvensi dengan Tergugat Konvensi masih terikat dalam perkawinan yang sah. Oleh karena itu Majelis Hakim dengan mendasarkan kepada bukti P.1 tersebut, maka dalil Tergugat Konvensi tersebut harus dinyatakan terbukti dan Penggugat Konvensi harus dinyatakan telah
26
berbuat Nusyuz (durhaka terhadap suami) ; Menimbang, bahwa dalam pasal 149 huruf (b) dan pasal 152 Kompilasi Hukum Islam disebutkan, bahwa : “Bilama perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam Iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil” ; Menimbang, bahwa dengan mendasarkan kepada pasal 149 huruf (b) tersebut di atas, dihubungkan dengan pertimbangan sebelumnya, dimana Penggugat Konvensi telah dinyatakan Nusyuz, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa Penggugat Konvensi tidak berhak untuk mendapatkan nafkah Iddah dari Tergugat Konvensi, sehingga gugatan Penggugat Konvensi tersebut harus dinyatakan ditolak, sebagaimana tersebut dalam diktum putusan ini ; Menimbang, bahwa Penggugat Konvensi pada petitum gugatannya angka 7 telah mohon agar memerintahkan Tergugat Konvensi untuk memberikan Mut’ah kepada Penggugat Konvensi sebesar Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) ; Menimbang, bahwa terhadap tuntutan tersebut Tergugat Konvensi telah memberikan jawaban yang pada pokoknya Tergugat Konvensi menolak untuk memberikan Mut’ah kepada Penggugat Konvensi disebabkan karena Penggugat Konvensi telah melakukan perselingkuhan dan telah melakukan pernikahan siri ketika antara Penggugat Konvensi dengan Tergugat Konvensi masih terikat dalam perkawinan yang sah ; Menimbang, atas jawaban Tergugat Konvensi tersebut Penggugat Konvensi dalam Repliknya membantah dalil jawaban Tergugat Konvensi tersebut ; Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil jawabannya tersebut Tergugat Konvensi telah tidak mengajukan bukti-bukti, akan tetapi Majelis Hakim dari bukti P.1 (berupa Salinan Putusan Pengadilan) menemukan fakta, bahwa dalam putusan tersebut Penggugat Konvensi telah dinyatakan terbukti mempunyai hubungan dengan laki-laki lain dan telah melakukan pernikahan sirri ketika antara Penggugat Konvensi
27
dengan Tergugat Konvensi masih terikat dalam perkawinan yang sah, oleh karena itu dalil Tergugat Konensi tersebut harus dinyatakan terbukti dan Penggugat Konvensi harus dinyatakan Nusyuz (durhaka terhadap suami) ; Menimbang, bahwa dalam pasal 149 huruf (b) dan pasal 152 Kompilasi Hukum Islam disebutkan, bahwa : “Bilama perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib memberikan Mut’ah yang layak kepada isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qabla ad-dukhul”; Menimbang, bahwa nusyuznya seorang bekas istri tidak menghalangi bekas isteri tersebut untuk mendapatkan Mut’ah dari bekas suaminya, oleh karena itu meskipun Penggugat Konvensi telah dinyatakan nusyuz Penggugat Konvensi berhak untuk mendapatkan Mut’ah dari Tergugat Konvensi ; Menimbang, bahwa terhadap tuntutan Mut’ah Penggugat Konvensi tersebut Majelis Hakim berpendapat terlalu besar, hal ini didasarkan kepada karena Majelis Hakim tidak mengetahui berapa besar penghasilan Tergugat Konvensi. Oleh karena itu Majelis Hakim secara ex oficio akan menentukan besaran Mut’ah yang harus diberikan Tergugat Konvensi kepada Penggugat Konvensi berdasarkan kelayaan dan kepatutan, yaitu sebesar Rp. 10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah), sebagaimana tersebut dalam diktum putusan ini ; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas maka gugatan Pengggat Konvensi dikabulkan untuk sebagian dan dinyatakan ditolak dan tidak dapat diterima (NO) untuk selebihnya ; DALAM REKONVENSI Menimbang, bahwa Penggugat Rekonvensi mengajukan gugatan balik terhadap Tergugat Rekonvensi sebagai berijkut : 1.
Uang tunai (tabanas BNI nomor : 133.000009355.901 dan 133.000009355.902 cabang Luwuk, Sulawesi Tengah) dimana baik modal dan hasil keuntungan dari Week End Cafe yang dibangun dari tahun 2000, hingga akhirnya tutup usaha pada April 2008 semuanya dimasukkan kedalam rekening Tergugat Rekonvensi ;
28
2.
Uang hasil stockist multilevel UFO dengan nomor SG 1308, baik modal dan hasil keuntungan juga dimasukkan kedalam rekening Tergugat Rekonvensi ;
3.
Hasil dagangan kain dan baju Penggugat Rekonvensi yang mencapai ratusan juta rupiah juga dimasukkan kedalam rekening Tergugat Rekonvensi ;
4.
Rekening BNI nomor : 0042816474 cabang Banyuwangi, BNI nomor rekening : 0029255265 cabang Bekasi, dan BCA cabang Banyuwangi dengan nomor rekening : 1800451272 adalah rekening Tergugat Rekonvensi yang semua isinya adalah dari penghasilan Penggugat Rekonvensi dari hasil usaha yang lain ; Dari poin 1 s/ d 4 sebagian harta yang diberikan oleh Penggugat Rekonvensi kepada Tergugat Rekonvensi, sedangkan Tergugat Rekonvensi memberikan perhiasan emas dan uang kepada suami sirinya berupa :
- 1 unit rumah di Banyuwangi dengan perabotan rumah tangga lengkap yang dicuri Tergugat Rekonvensi dari rumah tergugat di Banyuwangi ;
- Perhiasan emas yang dipersiapkan untuk masa depan anak-anak dititipkan kepada suami sirinya ;
- 1 ekor sapi piaraan ; - 1 unit sepeda motor tahun 2006 ; - 1 counter hp atas nama Eva Cellule ; Menimbang, bahwa terhadap tuntutan tersebut Majelis Hakim berpendapat bahwa karena Penggugat Rekonvensi tidak menyebutkan berapa jumlah tabungan pada Bank BNI dan bank BCA tersebut, dan juga karena Penggugat Rekonvensi dan Tergugat Rekonvensi tidak mengajukan bukti-bukti, oleh karena itu Majelis Hakim menilai bahwa tuntutan Penggugat Konvensi tersebut kabur atau tidak jelas (Obcuur libel) sehingga tuntutan tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima (NO), maka harus dikesampingkan ; Menimbang, bahwa terhadap hal-hal yang telah dipertimbangkan dalam pertimbangan Konvensi sepanjang yang berkaitan dengan pertimbangan Rekonvensi dianggap menjadi pertimbangan dalam Rekonvensi ;
29
DALAM KONVENSI - REKONVENSI Menimbang, bahwa Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi dalam petitum gugatannya angka 8 telah mohon agar menghukum Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini ; Menimbang, bahwa perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan, maka berdasar pasal 89 ayat (1) Undang-undang No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006 biaya perkara dibebankan kepada Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi, oleh karena itu menolak petitum angka 8 gugatan Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi dengan membebankan biaya perkara kepada Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi sejulah seperti tersebut dalam diktum putusan ini ; Mengingat segala peraturan perundang-undangan yang barlaku dan hukum syara yang berkaitan dengan perkara ini ; MENGADILI DALAM KONVENSI 1. Mengabulkan gugatan Penggugat Konvensi sebagian ; 2. Menetapkan harta-harta berupa : 2.1. Satu set Mutiara Putih ; 2.2. Satu set Kalung Permata warna-warni ; 2.3. Satu unit rumah tinggal luas tanah 149 m2 dan luas bangunan 153 m2 terletak di Perum Bumi Bekasi Baru, J1. Gugus Depan Raya No. 141 RT 002 RW. 004. Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi, Jawa – Barat dengan batas-batas : - Sebelah Barat
: Rumah bapak Situngkir ;
- Sebelah Utara
: Jl. Gugus Depan ;
- Sebelah Timur
: Rumah Ibu Suwarji ;
- Sebelah Selatan
: Rumah bapak Didi / Ipung ;
2.4. Satu unit rumah toko (Ruko) luas tanah 75 m2 terletak di Pengasinan,
30
Kecamatan Rawa Lumbu, Kotamadya Bekasi, Propinsi Jawa Barat, dengan Sertifikat Hak Milik No. 6385 a/n. Trilya Novarisda dengan batas-batas : - Sebelah Barat
: Ruko ;
- Sebelah Utara
: Jl. Dasa Darma 5 ;
- Sebelah Timur
: Ruko ;
- Sebelah Selatan
: Indomart ;
2.5. Satu unit Mobil Kijang Inova Tahun 2005 dengan Nomor Polisi B 2920 BY a/n. Mochsirsyah ; Adalah harta bersama antara Penggugat Konvensi dengan Tergugat Konvensi; 3. Menetapkan Penggugat Konvensi mendapat 1/3 (satu per tiga) bagian dan Tergugat Konvensi mendapat 2/3 (dua per tiga) bagian dari harta bersama tersebut pada diktum angka 3 (tiga) tersebut di atas ; 4. Menghukum Tergugat Konvensi untuk membagi/memberikan bagian Penggugat Konvensi kepada Penggugat Konvensi dari harta bersama tersebut sebesar 1/3 (satu per tiga) bagian, atau apabila tidak dapat dibagi secara natura, agar dilakukan penjualan lelang di Kantor Lelang Negara dan hasilnya dibagi 1/3 (satu per tiga) bagian untuk Penggugat Konvensi dan 2/3 (dua per tiga) bagian untuk Tergugat Konvensi ; 5. Menghukum Tergugat Konvensi untuk memberikan Mut’ah kepada Pengggat Konvensi sejumlah Rp. 10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah) ; 6. Menolak dan menyatakan tidak dapat diterima (NO) gugatan Penggugat Konvensi selebihnya ; DALAM REKONVENSI 1. Menyatakan gugatan balik Penggugat Rekonvensi tidak dapat diterima (NO) ; DALAM KONVENSI - REKONVENSI -
Membebankan
kepada
Penggugat
Konvensi/Tergugat
Rekonvensi
untuk
membeyar biaya perkara sebesar Rp. 2.151.000,- (Dua juta seratus lima puluh satu ribu rupiah) ;
31
Demikianlah putusan ini dijatuhkan di Bekasi pada hari Kamis tanggal 15 Oktober 2009 M/26 Syawwal 1430 H, oleh kami Drs. JAJAT SUDRAJAT, S.H. selaku Ketua Majelis, Dra. SARBIATI, SH., MH. dan Dra. Hj. SA’DIATI, SH. selaku Hakim-Hakim Anggota, putusan mana pada hari itu juga dibacakan Ketua Majelis tersebut dalam sidang terbuka untuk umum dengan dihadiri Hakim-Hakim Anggota tersebut juga, M. ALI AVRIDDY, SH. selaku Panitera Pengganti, Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi dan Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi. Ketua Majelis, ttd. Drs. JAJAT SUDRAJAT, S.H. Hakim Anggota,
Hakim Anggota,
ttd.
ttd.
Dra. SARBIATI, SH., MH.
Dra. Hj. SA’DIATI, SH. Panitera Pengganti, ttd.
M. ALI AVRIDDY, SH. Perincian Biaya Perkara : 1. Biaya Pendaftaran ………………………….. Rp.
30.000,-
2. Biaya panggilan …………………………….. Rp.
750.000,-
3. Biaya Pemeriksaan Setenpat ……………….. Rp. 1.360.000,4. Biaya Redaksi ……………………………… Rp.
5.000,-
5. Materai ………………………………………Rp.
6.000,-
J
u
m
l
a h
Rp. 2.151.000,Bekasi, 2 April 2015 Untuk salinan yang sama bunyinya Oleh Panitera Pengadilan Agama Bekasi,
A. Djudairi Rawiyan, SH.
32
Foto bersama Drs. Jajat Sudrajat, SH., MH. Selaku hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur, tanggal 26 Maret 2015.
Foto bersama Dr. Drs. H. Chazim Maksalina, MH.. Selaku Wakil Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur, tanggal 01 April 2015.