Penentuan pH dan Suhu Optimum Hyalurodidase Streptococcus agalactie
Oleh: Wendry Setiyadi Putranto
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2005
Penentuan pH dan Suhu Optimum Hyalurodidase Streptococcus agalactie
Oleh : Wendry Setiyadi Putranto, SPt.,MSi
Mengetahui: Kepala Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Dr. Ir.Kusmajadi Suradi,MS. NIP. 130780570
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penggolongan enzim hyaluronidase didasarkan atas sumber enzim tersebut
dihasilkan,yaitu: hyaluronat – 4 – glycanohydrolases; yang dihasilkan oleh jaringan tubuh, tipe hyaluronate – 3 – glycanohydrolases; yang dihasilkan dari cacing tambang dan lintah, tipe hyaluronate lyase; merupakan hyaluronidase dari bakteri
streptococcus,
staphylococcus,
clostridium,
propionibacterium,
peptostreptococcus merupakan bakteri- bakteri gram positif yang menghasilkan enzim tersebut. Hyaluronate lyase memotong 1,4 glycosidic linked antara Nacetyl-β-D-glucosamine dan D-glucoronic, dan menghasilkan produk berupa 2acetamido-2-deoxy-3-O-(β-D-gluco-4-enepyranosyluronic acid)-D-glucose). Hyaluronidase merupakan salah satu faktor virulensi yang dimiliki SGB untuk melakukan invasi, sehingga informasi ilmiah tentang karakterisasi terhadap sifat-sifat enzim tersebut sangat diperlukan. Enzim tersebut sangat merugikan bagi kesehatan manusia sehingga dapat dilakukan kajian ilmiah untuk menghambat aktivitasnya dengan mempelajari karakterisasi biokimianya. Enzim memiliki karakter yang spesifik terutama dalam hal pH dan suhu. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pH dan suhu dimana hyaluronidase SGB dapat memiliki aktivitas yang optimum.
1.2.
Tujuan Penelitian Penelitian
ini
bertujuan
melakukan
pemurnian
dan
karakterisasi biokimia dari hyaluronidase yang dihasilkan oleh
mempelajari Streptokokus
Grup B (SGB) dalam penentuan pH dan suhu optimumnya.
1.3.
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hewan dan
Biomedis PAU Bioteknologi IPB, Laboratorium Immunologi dan Produksi Bahan Hayati, FKH IPB, dan Laboratorium Terpadu FKH IPB.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Streptokokus Grup B (SGB) dan Faktor Virulensinya Streptokokus Grup B (SGB) atau Streptococcus agalactie merupakan agen
penyakit yang menyebabkan mastitis sapi atau infeksi neonatal pada manusia seperti septicemia dan meningitis (Baker,1980).
Bakteri tersebut dapat pula
menginfeksi anjing, kelinci dan merpati (Butter,et al.1967). Pada manusia Streptococcus agalactie dapat menyebabkan kematian pada bayi (neonatal septicemi) , peradangan selaput otak (meningitis), endocarditis (radang jantung), peritonitis, pleuritis, dan arthritis (Wilkinson,1978). Terdapat beberapa serotipe Streptococcus agalctie yang dibuat oleh Lancefield (1934) yaitu: 1a, 1b, 1c, II, III, IV, V (kelompok yang memiliki polisakarida antigen) dan R, X (kelompok yang memiliki protein antigen). Pada setiap negara terdapat perbedaan mayoritas serotipe yang diperoleh berdasarkan dari nama isolat didapat. Pasaribu,et al. (1985) membandingkan Streptococcus agalactie dari manusia dan sapi perah, dan ternyata diperoleh banyak serotipe polisakarida pada isolat manusia, sedangkan pada sapi perah diperoleh banyak mengandung protein antigen.
Berdasarkan pola hemolisisnya, Streptococcus
agalactie (SGB) termasuk kelompok β- hemolisis, yaitu dalam media agar darah terjadi hemolisis sempurna. Seperti halnya bakteri patogen yang lain, bakteri tersebut menghasilkan bermacam faktor virulensi, beberapa diekspresikan dipermukaan sel yaitu kapsul polisakarida. Ross,et al.(1999) melaporkan produksi
kapsul polisakarida
6
mencapai hasil tertinggi dibandingkan komponen sel yang lain pada saat doubling time [td] 1.4-h. Sedangkan produksi antigen SGB tidak berubah oleh perubahan laju pertumbuhan sel, sebaliknya untuk produksi alkaline phospatase menurun dengan menurunnya laju pertumbuhan sel. Terdapat
beberapa protein yang
diekspresikan bakteri ini dan memberikan kontribusi terhadap virulensi bakteri , protein tersebut adalah hyaluronidase atau yang dikenal dengan hyaluronate lyase. Hyaluronate lyase dari Staphylococcus aureus memiliki pH optimum 7,8 dalam bufer yang mengandung NaCl. Satu aktivitas hyaluronidase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang mengkatalis pelepasan 1 nmol disakarida 2- acetamido – 2 – deoxy – 3 – ( β - D – gluco – 4 – enepyranosyluronic acid ) D – glucose dari asam hyaluronat per menit (Pritchard,et al.1994). Hyaluronate lyase dari Staphylococcus aureus memiliki pH optimum 7,8 dalam bufer yang mengandung NaCl. Satu aktivitas hyaluronidase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang mengkatalis pelepasan 1 nmol disakarida 2- acetamido – 2 – deoxy – 3 – ( β - D – gluco – 4 – enepyranosyluronic acid ) D – glucose dari asam hyaluronat per menit (Pritchard,et al.1994).
7
Gambar. 1. Struktur ikatan hyaluronate lyase dari Streptokokus agalactie dengan asam hyaluronat (heksa sakarida) (Mello,et al.2002). (A) merupakan struktur komplek hyaluronate lyase dan asam hyaluronat, (B) menunjukkan perbandingan struktur hyaluronate lyase S.agalactiae dengan S.pneumoniae, dan (C) merupakan model sisi aktif dari hyaluronate lyase.
8
Gambar A. merupakan struktur komplek enzim substrat, terlihat tiga domain yaitu; , the N-terminal -sheet domain ( II-domain, top), the -helical domain ( domain, middle), the C-terminal -sheet domain ( II-domain, bottom) . sedangkan gambar B merupakan perbandingan struktur hyaluronate lyase S. Agalactiae (warna hitam) dan penambahan
S. pneumoniae (warna hijau), terdapat perbedaan yaitu
N terminus ( I-domain) dan memiliki sisi katalitik yang lebih
lebar pada hyaluronate lyases S. agalactiae . Gambar C merupakan gambaran distribusi potensial elektrostatik. Positif potensial ditunjukkan warna biru, sedang negatif potensil warna merah. Terlihat mayoritas pada sisi katalitik memiliki positif potensial. Hyaluronate lyase yang diekskresikan Streptococcus agalactie menghidrolisis asam hyaluronate yang merupakan polisakarida menjadi disakarida. Dengan menggunakan
struktur kristalografi komplek hyaluronate
lyase dan asam hyaluronate dapat ditunjukkan pada resolusi 2.2 Å. Hyaluronate memiliki dua domain yaitu al.2002).
-helical domain dan
-sheet domain. (Mello,et
III. BAHAN DAN METODA
3.1.
Test Agar Hyaluronidase (Christ,1989) Uji
ini
bertujuan
untuk
menentukan
isolat
yang
menghasilkan
hyaluronidase. Media tumbuh adalah terdiri dari 100 ml BHI ditambahkan 1 g Nobel Agar, kemudian disteril dengan autoklaf. Selanjutnya ditambahkan 50 mg asam hyaluronat dalam 25 ml akuades dan 1,25 g BSA, dituangkan dalam cawan. Inkubasi selama 24 jam, 37 oC. Selanjutnya SGB diinokulasikan dalam media tersebut dan diinkubasi selama 24 jam suhu 37 oC. Empat isolat SGB yang digunakan
merupakan koleksi dari Ibu dr.Zainatul Hayati,M.Kes.,Sp.MK.,
kemudian dilakukan penggenangan dengan asetat 2 M sebanyak 5 ml dan terlihat zona bening disekitar koloni SGB (zona bening mengindikasikan isolat SGB tersebut mengekskresikan hyaluronidase).
3.2.
Isolasi Hyaluronidase pada Supernatan Setelah diperoleh isolat SGB yang menghasilkan hyaluronidase maka
bakteri ditumbuhkan pada 50 ml THB , diinkubasi pada suhu 37 oC, selama kurang lebih 5 jam (nilai absorbansi 0,8 pada λ 650 nm).
Selanjutnya
diinokulasikan kembali dalam 500 ml THB (mengandung 0,2% asam hyaluronat), dan diinkubasi semalam pada suhu 37 oC. Untuk mengamati pertumbuhan Streptokokus Grup B, dilakukan pengamatan dengan melihat nilai optical density (λ 650 nm) selama masa inkubasi. Dilakukan pengujian pula terhadap aktivitas hyaluronidase dan kadar protein (Bradford 1976), sehingga berdasarkan data
10
tersebut dapat kita tentukan waktu produksi hyaluronidase dari SGB, sebagai patokan untuk produksi selanjutnya. Hyaluronidase diperoleh dengan memisahkan enzim dengan sel bakteri SGB tersebut menggunakan sentrifugasi 4000 rpm, selama 15 menit , suhu 4 oC. Supernatan merupakan enzim kasar hyaluronidase.
Selanjutnya dilakukan
pengujian aktivitas hyaluronidase dan penentuan kadar protein enzim (Bradford, 1976).
3.3.
Pengendapan dengan Amonium Sulfat Pengendapan protein dengan amonium sulfat dilakukan dengan metoda
Scope (1982). Sebanyak 10 ml supernatan enzim ditambahkan amonium sulfat dengan berbagai kadar berdasarkan kejenuhan (40%, 45%, 55%, 65%, 75%, 85%) untuk mendapatkan kadar amonium sulfat yang optimum. Penambahan amonium sulfat dilakukan sedikit demi sedikit dengan magnetic stirer pada suhu dingin. Setelah semua amonium sulfat larut, didiamkan semalam pada suhu 4 oC. Endapan yang terbentuk dipisahkan dari supernatan dengan sentrifius 4000 rpm, 15 menit, 4 oC. Endapan ditambahkan bufer pospat pH 6,4 satu kali volume. Selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas hyaluronidase dan kadar proteinnya. Pengandapan amonium sulfat yang menghasilkan aktivitas tertinggi pada endapan dan aktivitas yang rendah pada supernatan digunakan sebagai patokan untuk pengendapan selanjutnya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.
4.2.
Perubahan pH dalam Produksi Hyaluronidase SGB Selama masa pertumbuhan bakteri, dilakukan pula pengamatan terhadap
perubahan pH media biakan (Gb.4), terlihat bahwa selama masa pertumbuhan SGB, pH media biakan cukup stabil yaitu berkisar pada pH 7.
Sel-sel mikroba
akan tumbuh dengan baik bila berada pada media biakan yang mengandung hara esensial pada kondisi suhu dan pH yang sesuai.
pH
7.5 7 6.5 6 0
5
10
15 20
25 30
35 40
45
jam ke-
Gambar .2. Perkembangan pH media selama kultur. Streptokokus Grup B mengekskresikan hyaluronidase dengan aktivitas tertinggi adalah pada saat jam ke- 20 masa pertumbuhan bakteri tersebut (fase logaritma pertumbuhan). Data waktu produksi tersebut dapat kita gunakan untuk melakukan produksi enzim dalam skala yang lebih besar. Demikian pula yang dilakukan Pitchard,et al. (1994) yaitu menumbuhkan Streptokokus Grup B pada
12
media cair selama semalam pada suhu 37oC untuk mendapatkan hyaluronidase dari bakteri tersebut.
4.3.
Pemurnian Hyaluronidase SGB Tabel.1. Pemurnian hyaluronidase SGB
Tahap pemurnian
Volume (ml)
Ekstrak kasar (NH4)2SO4 45%
4.4.
Total Aktivitas (Unit) 0,600
Aktivitas spesifik (Unit/mg) 0,0012
Tingkat kemurnian
Perolehan (%)
100
Total protein (mg) 506
1
100
5
31,10
0,391
0,0125
10,4
65,2
Penentuan Suhu Optimum Suhu sangat mempengaruhi laju reaksi katalitik enzim.
Enzim
membutuhkan suhu tertentu untuk bekerja secara optimal. Berdasrakan data yang diperoleh menunjukkan bahwa suhu optimum hyaluronidase tidak berbeda dengan suhu yang diperlukan bakteri SGB untuk tumbuh secara baik. Tidak terjadi perubahan karakter suhu optimum aktivitas hyaluronidase antara hyaluronidase yang diisolasi dari supernatan dengan hyaluronidase hasil pengendapan amonium sulfat.
13
0.007
37C
0.07
0.006
0.06
0.005
0.05
0.004
0.04
0.003
0.03 0.02
0.002
0.01
0.001
0
Aktivitas hyaluronidase pada supernatan (U/ml)
Aktivitas hyaluronidase pengendapan amonium sulfat 45% (U/ml)
0.08
0 30
35
40
45
50
55
60
Suhu Aktivitas hyaluronidase hasil penegendapan amonium sulfat 45% (U/ml) Aktivitas hyaluronidase pada supernatan (U/ml)
Gambar.3. Pengaruh suhu terhadap aktivitas spesifik hyaluronidase SGB Berdasarkan data yang diperoleh, hyaluronidase SGB memiliki aktivitas optimum pada suhu 37 oC. sedangkan dengan semakin meningkatnya suhu aktivitas enzim tersebut akan semakin menurun dan kehilangan aktivitas pada suhu 55 oC. Sehingga hyaluronidase SGB tidak tergolong enzim termostabil karena enzim termostabil sejati memiliki waktu paruh pada suhu 50 oC yang jauh lebih lama dari pada enzim termolabil (tidak tahan panas). Suhu yang terlalu tinggi akan mempengaruhi perubahan konformasi substrat sehingga sisi reaktif subtrat mengalami hambatan untuk memasuki sisi aktif enzim dan hal ini menyebabkan aktivitas enzim akan rendah. Tingginya suhu akan menyebabkan rusaknya interaksi nonkovalen (ikatan hidrogen, interaksi vander waals, interaksi hidrofobik, dan interaksi elektrostatik) yang menjaga struktur tiga dimensi enzim sehingga enzim terdenaturasi.
Kudo,et al. (2001) melaporkan bahwa
14
hyaluronidase yang diisolasi dari bisa ular memiliki suhu optimum 37 oC dan kehilangan aktivitas pada suhu 60 oC.
4.5.
Penentuan pH Optimum Enzim akan menunjukkan aktivitas yang tertinggi pada bufer pH tertentu.
Fenomena ini merupakan karakter yang khas dari enzim.
Hyaluronidase yang
diisolasi dari bisa ular memiliki pH optimum 6 (Kudo,et al.2001). Sedangkan hyaluronidase dari serum manusia memiliki pH optimum 3,7 (Afify,et al.1993). Perubahan pH pada skala deviasi kecil dapat menyebabkan turunnya aktivitas enzim karena dengan perubahan ionisasi gugus-gugus fungsionilnya. Gugus ionik berperan penting dalam menjaga konformasi sisi aktif enzim untuk mengikat dan mengubah substrat menjadi produk. Pada perubahan skala deviasi besar, perubahan pH akan mengakibatkan enzim mengalami denaturasi karena adanya gangguan terhadap berbagai interaksi nonkovalen yang menjaga kestabilan struktur tiga dimensi enzim (Hames,et al.2000). Berdasarkan data pada optimum 6,4.
Deviasi
Gambar.12, hyaluronidase SGB memiliki pH
pH yang besar dari pH optimum mengakibatkan
terganggunya struktur tiga dimensi enzim tersebut atau enzim mengalami denaturasi sehingga kehilangan aktivitasnya.
0.09
0.008
0.08
0.007
0.07
0.006
0.06
0.005
0.05
0.004
0.04
0.003
0.03 0.02
0.002
0.01
0.001
0
Aktivitas hyaluronidase pada supernatan (U/ml)
Aktivitas hyaluronidase hasil pengendapan amonium sulfat 45% (U/ml)
15
0 5.7
6.4
7.1
7.8
pH Aktivitas hyaluronidase hasil pengendapan amonium sulfat 45% (U/ml) Aktivitas hyaluronidase pada supernatan (U/ml)
Gambar. 4. Pengaruh pH terhadap aktivitas hyaluronidase SGB Seperti halnya dengan
suhu optimum hyaluronidase, tidak terjadi
perbedaan karakter pH optimum antara hyaluronidase pada supernatan dan hyaluronidase hasil pengendapan amonium sulfat.
V. KESIMPULAN
Hyaluronidase dari Streptokokus Grup B (SGB)
merupakan enzim
ekstraseluler yang memiliki kemampuan menghidrolisis asam hyaluronat. Enzim tersebut memiliki aktivitas yang optimum dalam bufer posfat pH 6,4 dan suhu inkubasi 37 0C.
DAFTAR PUSTAKA Afify.A.M.,Stern.M., G. Markus., S. Robert.1993.Purification and Characterization of Human Serum Hyaluronidase. Archives of Biochem and Biophysics.305(2):434 – 441. Bradford,MM.1976. A rapid and sensitive method for quantitation of microgram quantitaties of protein in utilizing the principle of protein-dye binding.Anal.Biochem.72:248-254. Baker,CJ.1980. Group B Streptococcal Infection. Adv.Intern.Med.25:475 – 501 Bergmeyer,H.U.1987.Method of Enzymatic Analysis. VCH.Vol.IV:45-49. Butter,M.N.W and DeMoor,C.E.1967. Streotococcus agalactie as Acause of Meningitis in the Newborn and bacteremia in Adults. Antonie van Leeuwenhoek.33;439-450. Christ.D.1989,Untersuchungen an Streptococcus uberis unter besonder Berucksichtigung mutmaBlicher pathogenitatsfatoren. Aus der professur fur Bakteriologie und immunologie der Justus-Universitat GiBen.33-34. Hames BD, Hooper NM.2000, Biochemistry.The instant Notes. Ed ke-2. Hongkong: Spinger,Verlag.hlm.83-84. Kudo.K.Anthony.T.Tu.2001. Characterization of Hyaluronidase Isolated from Agkistrodon contortrix contortrix (Southern Copperhead) Venom. Archives of Biochem and Biophysics.386(2):154-162. Mello.L.V, Bert L. de Groot, Songlin Li, and Mark J. Jedrzejas. 2002.Structure and Flexibility of Streptococcus agalactiae Hyaluronate Lyase Complex with Its Substrate. J. Biol. Chem.277(39): 36678-36688, Pasaribu,F.H.,C.Lammler and H.Blobel,1985. Serotyping of Bovine and Human Group B Streptococci by Coaglutination,IRCS.Med.Sci.13:14-25. Pritchard.D.G.BoLin.Willingham.T.R,Baker.J.R,1994.Characterization of The Goup B Streptococcal Hyaluronate Lyase. Archives of Biochem and Biophysic.315 (2):431-437. Ross RA, Lawrence C. Madoff, and Lawrence C. Paoletti .1999. Regulation of Cell Component Production by Growth Rate in the Group B Streptococcus. J.Bact.181(17):5389-5394
18