47 Hadi, et al.
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
PENENTUAN KINERJA SUB DAS JUNGGO DALAM PENGELOLAAN DAERAH HULU DAS BRANTAS Performance Determination Junggo Sub-Watershed In Management Regional an Upstream Area Brantas Watershed Afrike Riskihadi1, Bambang Rahardi 2*, Bambang Suharto 2 1Mahasiswa 2Fakultas
Keteknikan Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145 Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145 *Email
Korespondensi :
[email protected]
ABSTRAK Kekritisan lahan daerah aliran sungai (DAS) menimbulkan masalah pada pengelolaan DAS berupa perubahan alih fungsi hutan yang mana secara mendasar berakibat mulai turunnya jumlah hutan, berkurangnya sumber mata air, tererosinya lapisan tanah yang subur, timbulnya longsor, dan pendangkalan sungai khususnya daerah hulu yang sebagian besar memiliki lereng curam, salah satunya adalah Sub DAS Junggo yang terletak di Desa Tulung Rejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Tujuan penelitian adalah melakukan monitoring dan evaluasi kinerja Sub DAS Junggo menggunakan dua kriteria yaitu penggunaan lahan dan tata air. Kriteria penggunaan lahan ditentukan dengan indikator penutupan oleh vegetasi, kesesuaian penggunaan lahan, dan indeks erosi, sedangkan kriteria tata air ditentukan dengan indikator debit air sungai.Penentuan kinerja Sub DAS masing-masing kriteria dan indikator kemudian didapatkan nilai dari pembobotan dan skoring yaitu 3.15, dan Sub DAS Junggo termasuk dalam kategori sedang. Kategori sedang menggambarkan bahwa Sub DAS Junggo memiliki tingkat kinerja yang belum maksimal,karena masih memiliki potensi untuk terjadi kehilangan tanah, terjadi banjir pada musim hujan dan terjadi kekeringan pada musim kemarau. Dalam kondisi ini Sub DAS Junggo memerlukan penanganan tambahan untuk mengantisipasi penurunan atau peningkatan kualitas dikarenakan terdapat indikator yang menunjukkan adanya penuruna kinerja. Kata Kunci : Daerah Aliran Sungai, Sub DAS Hulu, Kota Batu, Kinerja DAS Abstract Criticalitywatershedsland(DAS) to cause problemsonwatershed managementchangesof functions ofthe forestwhich fundamentallyresulted from thedecline of the forest, reducedwater resources, erosion offertile soil layer, landslides,andsilting riverespecially upstream areas most of which have a steep slope, one of them is Junggo sub-watershed, it located in Tulungrejo Village Bumiaji subdistrict of Batu city. The purpose of the research was to monitor and evaluate performance of Junggo sub-watershed two criteriausing, namely landuse and water management. Landuse criteria determined with indicator of vegetation, landuse of suitability, and erosion index, while criteria of water determined with indicator of river water discharge. Performance criteria and indicators determination Sub-watershed obtained values of weighting and scoring is 3.15, and Junggo sub-watershed included medium category. Illustrated medium category Junggo sub-watershed that have level performance is not maximal, because it has the potential soil loss occurs, in raining season of floods, and dry season of dryness. Junggo subwatershed conditions require treatment to anticipate slope or increase quality because drop exist performance indicators. Keywords : Watershed, Sub DAS Upstream, Batu City, DAS Performance
48 Hadi, et al.
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan PENDAHULUAN
DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. Batas di darat berupa pemisah topografi dan batas di laut hingga daerah perairan masih terpengaruh aktivitas daratan. Sub DAS adalah bagian dari DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama, sehingga DAS terbagi habis di dalam Sub-sub DAS (Menurut UU Nomor 7 Tahun2004). Salah satu peran penting DAS yaitu sebagai daerah tangkapan hujan dimana fungsinya adalah sebagai penyedia air pada musim kemarau, pengendali sedimentasi waduk, dan pengendali banjir (Sunaryo, 2001). Kenyataannya terdapat berbagai macam masalah yang terjadi pada pengelolaan daerah aliran sungai tersebut dimana dapat menghambat fungsi DAS yaitu contohnya berupa perubahan alih fungsi hutan yang mana secara mendasar berakibat mulai turunnya jumlah hutan di lokasi ini, berkurangnya sumber mata air, tererosinya lapisan tanah yang subur, timbulnya longsor, pendangkalan sungai dan pada akhirnya membawa dampak perubahan ke arah lahan kritis. Kekritisan lahan di DAS Brantas daerah hulu sebagian besar terjadi di wilayah yang memiliki lereng curam dengan kemiringan berkisar 40-60% hingga > 60% yang berada di pegunungan Anjasmoro, Arjuno, Panderman dan sebagian kecil Gunung Wukir. Karena DAS Brantas sudah teridentifikasi memiliki banyak permasalahan, sehingga perlu dilakukan pengkajian kembali terhadap masingmasing Sub DAS yang terletak di daerah huluDAS Brantas. Salah satunya adalah Sub DAS Junggo yang terletak di Desa Tulung Rejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Permasalahan DAS ditinjau pada aspek lahan disebabkan oleh tingginya tingkat erosi dan sedimentasi menyebabkan meluasnya lahan kritis serta menurunnya produktivitas lahan. Salah satu contohnya adalah wilayah DAS Brantas, DAS Brantas merupakan DAS strategis sebagai penyedia
air baku untuk berbagai kebutuhan seperti sumber tenaga untuk pembangkit tenaga listrik, PDAM, irigasi, industri dan lain-lain. DAS Brantas di Jawa Timur mempunyai panjang 320 km dan memiliki luas sebesar 12.000 km2 yang mencakup kurang lebih 25 % luas Propinsi Jawa Timur. Hal ini pula yang mendasari bahwa DAS sebagai salah satu ekosistem memiliki peran yang penting dalam pengelolaan sumber daya air (Jasa Tirta, 2007). Dalam Lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan DAS, bahan monitoring dan evaluasi kinerja Sub DAS dapat dibagi menjadi lima kriteri yaitu penggunaan lahan, tata air, sosial, ekonomi, dan kelembagaan (Menteri Kehutanan, 2001). Penggunaan lahan dapat ditentukan melalui empat indikator yaitu indeks penutupan lahan, kesesuaian penggunaan lahan, indeks erosi, dan pengelolaan lahan. Kriteria tata air terdiri dari empat indikator yaitu debit air sungai, kandungan sedimen, kandungan pencemar, dan nisbah hantar sedimen. Kriteria sosial terdiri dari tiga indikator yaitu kepedulian individu, partisipasimasyarakat, dan tekanan penduduk terhadap lahan. Kriteria ekonomi terdiri dari empat indikator yaitu ketergantungan penduduk terhadap lahan, tingkat pendapatan , produktivitas lahan, dan jasa lingkungan. Kriteria kelembagaan terdiri dari empat indikator yaitu pemberdayaan lembaga lokal/adat, ketergantungan masyarakat kepada pemerintah, KISS (Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, Simplifikasi), dan kegiatan usaha bersama. Pada penelitian ini, kriteria yang digunakan dalam monitoring dan evaluasi kinerja Sub DAS Juggo adalah penggunaan lahan dan tata air. Kriteria penggunaan lahan dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai perubahan jenis, tingkat kesesuaian penggunaan lahan dan erosi pada suatu Sub DAS. Indikator yang digunakan pada penggunaan lahan ada tiga yaitu indek penutupan lahan, kesesuaian penggunaan lahan, dan indeks erosi.Kriteria tata air dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan kuantitas, dan kontinuitas aliran air dari Sub DAS bersangkutan setelah dilaksanakan kegiatan pengelolaan
49 Hadi, et al.
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Sub DAS. Indikator yang digunakan pada tata air hanya ada satu yaitu debit air sungai.
didapatkan dari Rahardi (2013), dan data pendugaan erosi didapatkan dari Afsolin (2012).
METODE PENELITIAN
Analisis Indikator Kinerja Sub DAS Indeks Penutupan Lahan Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Pengolahan data pada penentuan nilai indeks penutupan lahan, diperlukan data luas vegetasi permanen dan luas daerah aliran sungainya. Vegetasi permanen merupakan tanaman yang memiliki akar kuat, dan termasuk dalam tanaman tahunan sedangkan luas daerah aliran sungai merupakan luasan daerah sungai beserta penggunaan lahan yang terdapat pada Sub DAS. Indeks Penutupan Lahan (IPL) didapatkan dari data luas lahan bervegetasi permanen (LVP) dan luas Sub DAS yang terdapat pada peta penutupan lahan (Persamaan 1). Berdasarkan Lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 52/KptsII/2001.
Lokasi Penelitian Sub DAS Brantas Hulu secara geografis terletak di 1150 17’ 0” hingga 1180 19’ 0” Bujur Timur dan 70 55’ 30” hingga 70 57’ 30” Lintang Selatan. Lokasi Sub DAS Junggo berada di Desa Tulung Rejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu.
=
× 100%
(1)
Gambar 1. Peta Administratif Sub DAS Junggo Monitoring Kinerja Sub DAS Monitoring pengelolaan DAS adalah proses pengamatan data dan fakta yang pelaksanaannya dilakukan secara periodik dan terus menerus terhadap masalah : jalannya kegiatan, penggunaan input, hasil akibat kegiatan yang dilaksanakan (output), dan faktor luar atau kendala yang mempengaruhinya. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu peta landuse Kota Batu yang tediri dari peta administratif, peta sungai, peta kecamatan/desa Batu dan data curah hujan 2006-2012. Selain itu, data luas vegetasi permanen didapatkan dari Bakosurtanal (2003), data luas penggunaan lahan yang sesuairujukan kesesuaian penggunaanlahan adalah rencana tata ruang wilayah atau polarencana RLKT)
Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Junggo Kesesuaian Penggunaan Lahan Kesesuaian penggunaan lahan (KPL) didapatkan dari kelas masing-masing penggunaan lahan yang ada di Sub DAS Junggo. Penentuan kelas didasarkan pada kelerengan, erosi serta kedalaman batuan yang terdapat pada penggunaan lahan
50 Hadi, et al.
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
tersebut, selain itu, sesuain dengan penggunaan lahan yang dilakukan. KPL didapatkan dari data LPS dan luas Sub DAS diambil dari penelitian terdahulu yaitu Rahadi (2013) berdasarkan petalanduse. KPL ditentukan berdasarkan Lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 52/Kpts-II/2001 (Persamaan 2).
=
× 100%
(2)
Tabel 1. Erosi yang masih diperbolehkan di Indonesia T (Ton haSifat Tanah 1tahun-1) Tanah sangat dangkal di 0.0 atas batuan Tanah sangat dangkal di 4.8 atas bahan telah melapuk (tidak terkonsolidasi) Tanah dangkal di atas 9.6 bahan telah melapuk Tanah dengan kedalaman 14.4 sedang di atas bahan telah melapuk Tanah yang dalam dengan 16.8 lapisan bawah yang kedap air, di atas substrata telah melapuk Sumber : Arsyad, 1989 Keterangan : Berat volume tanah diasumsikan 1.2 g/cm3, T = erosi yang diperbolehkan, kedalaman tanah >90 cm = dalam, 50-90 cm = sedang, 25-50 cm = dangkal, < 25 cm = sangat dangkal.
Gambar 3. Peta Kesesuaian Penggunaan Lahan Sub DAS Junggo Indeks Erosi Indeks erosi didapatkan dari data pendugaan erosi (Ea) (Persamaan 3). Nilai pendugaan erosi semua penggunaan lahan dibagi dengan erosi yang diperbolehkan (T) berdasarkan jenis tanah yang terdapat di Sub DAS Junggo (Tabel 1).
=
× 100%
(3)
Gambar 4. Peta Nilai Pendugaan Erosi
Koefisien Regim Sungai Koefisien Regim Sungai adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara nilai debit maksimum (Qmaks) dengan nilai debit minimum (Qmin) pada suatu Sub DAS. Data Qmaks dan Qmin diperoleh dari nilai rata-rata debit harian (Q) dari hasil pengamatan SPAS di Sub DAS yang dipantau. Pengukuran debit sungai merupakaninformasi yang penting bagi penentuan kinerjaSub DAS. Debit puncak (banjir) diperlukan untuk merancang bangunan pengendali banjir, sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk perencanaan alokasi (pemanfaatan) air untuk berbagai macam keperluan, terutama pada musim kemarau panjang. Debit aliran rata-rata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai. Parameter hidrologi Sub DAS yang di peroleh dari perbandingan antara debit maksimum (Qmaks) dengan debit minimum (Qmin) merupakan indikator besaran hidrologi untuk menyatakan fungsi Sub DAS tersebut baik atau tidak yang kemudian dapat ditinjau dari nilai perbandingan tersebut. Pengukuran debit air sungai membutuhkan data curah hujan harian dan
51 Hadi, et al.
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
tahunan pada Sub DAS Junggo yang diperoleh dari Bappeda Kota Batu. Pengolahan data di Sub DAS Junggo menggunakan model FJ. Mock. Metode FJ. Mock merupakan cara perhitungan simulasi aliran sungai dari data hujan, evapotranspirasi dan karakteristik hidrologi Sub DAS. Model ini dihasilkan dari penelitian empiris dengan memasukkan data hujan bulanan, evapotranspirasi potensial bulanan dan parameter-parameter fisik lainnya yang sifatnya juga bulanan, sehingga menghasilkan debit aliran simulasi bulanan. Dalam aplikasinya hasil perhitungan simulasi hujan aliran sungai model FJ. Mock, perlu dilakukan kalibrasi dengan data pengamatan debit jangka pendek minimal 1 tahun untuk mengetahui ketepatan nilai parameter sebagai input pada model.Model FJ. Mock paling sering digunakan terutama di daerah dengan curah hujan tinggi sampai sedang seperti daerah Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Bali (Nugroho, 2011).Kriteria perhitungan model FJ. Mockadalah: hujan, evapotranspirasi terbatas (Et), keseimbngan air (Ds), aliran dan simpangan air tanah, dan debit aliran sungai. Hasil perhitungan dari FJ. Mock kemudian didapatkan nilai debit Qmaks tertinggi dari tahun 2006-2012 dan Qmin terendah dari tahun 2006-2012. Koefisien Regim Sungai (KRS) didapatkan dari hasil perbandingan antara Qmaks dan Qmin (Persamaan 4).
=
(4)
Evaluasi Indikator Penentu Kinerja Nilai persentase yang diperoleh dari masing-masing parameter (IPL, KPL, IE, dan KRS) ditentukan dengan standar yang telah ditentukan (Tabel 2) untuk menentukan kualitas daerah sungai dari masing-maing indikator tersebut, setelah itu ditentukan skornya untuk mengetahui kinerja Sub DAS Junggo.
Tabel 2. Standar Penentuan
Evaluasi
Parameter
Kategori Parameter
No
Baik
Penentuan
Nilai
Sedang Sko
Nilai
r
1.
IPL
˃ 75 %
1
2.
KPL
˃ 75 %
3.
IE
˂ 50 %
4.
KRS
˂ 50
Jelek Sko r
30 – 75 %
3
1
40 – 75 %
1
50 – 100 %
1
50 -120
Nilai
Sko r
˂ 30 %
5
3
˂ 40 %
5
3
˃ 100 %
5
3
˃ 120
5
Sumber: Menteri Kehutanan, 2001
Penentuan kinerja Sub DAS diperoleh dengan metode pembobotan dan skoring yang mana hasil perhitungan akhirnya diambil berdasarkan bobot dari masingmasing parameter dikali dengan skor masing-masing parameter dan hasilnya dibagi dengan total bobot dari masingmasing parameter, setelah itu ditentukan kategorinya (Tabel 3). Tabel 3. Klasifikasi Kategori Nilai Kinerja DAS No
Nilai Klasifikasi Kinerja DAS
Kategori
1. 2. 3. 4. 5.
< 1.7 1.7 – 2.5 2.6 – 3.4 3.5 – 4.3 > 4.3
Baik Agak Baik Sedang Agak Buruk Buruk
Sumber : Menteri Kehutanan, 2001
HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kriteria Penggunaan Lahan Penentuan kriteria penggunaan lahan dengan ketiga indikator yaitu IPL, KPL, dan IE diperoleh dari beberapa parameter. IndikatorIPL ditentukan berdasarkan perbandingan antara parameter LVP dan luas Sub DAS, Indikator KPL ditentukan berdasarkan perbandingan parameter LPS dan luas Sub DAS, dan indikator IE ditentukan berdasarkan perbandingan EA dan T (Tabel 4).
52 Hadi, et al.
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Tabel 4.Hasil Analisis IPL, KPL, dan IE Pengg unaan Lahan
LPS (Sesuai)
Non LPS (Tdk
Luas DAS (ha)
Sesuai)
Lahan Vegetasi Tidak Permanen PD 9.892 9.892 STH 76.355 76.355 T 13.761 13.761 Non 100.008 LVP Lahan Vegetasi Permanen HP 92.486 92.486 HA 824.538 824.538 SB 138.199 26.331 164.530 1081.554 LVP 1155.231 Total 26.331 1181.562
Ea (Ton ha1thun-1)
IE (%)
1181.562
262.698 6.920 735.280 66.37 45.560 0.001 64.570 1115.03
*T = 16.8 (Tabel 1) Analisis: IPL = LVP/Luas DAS = 1081.554/1181.562 = 91.53% KPL = LPS/Luas DAS = 1155.231/1181.562 = 97.77% IE = Ea/T = 1115.03/16.8 = 66.37% Keterangan : PD : Padang Rumput, STH : Sawah Tadah Hujan, T : Tegalan, HP : Hutan Produksi, HA : Htuan Alam, dan SB : Semak Belukar.
Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer dan tanah. Vegetasi yang ada diatas permukaan tanah, seperti daun dan batang, menyerap energi perusak hujan, sehingga mengurangi dampaknya terhadap tanah. Sedangkan bagian vegetasi yang ada didalam tanah, yang terdiri atas sistem perakaran akan meningkatkan kekuatan mekanik tanah (Styczen and Morgan, 1995). Penggunaan lahan di Sub DAS Junggo Desa Tulung Rejo Kecamatan Bumiaji Kota yang termasuk dalam LVP adalah semak belukar, hutan produksi, dan hutan alam. Sedangkan yang tidak termasuk dalam LVP adalah padang rumput, tegalan, dan sawah tadah hujan. IPLdidapatkan nilai sebesar 91.53%, dapat disimpulkan bahwa nilai indeks tersebut termasuk dalam kategori “Baik” dalam fungsi penutupan vegetasi di Sub DAS Junggo dan berdasarkan nilai skoring yaitu 1 juga dikatakan “Baik”. Sehingga Sub DAS termasuk dalam Sub DAS yang memiliki kategori “Baik”. Klasifikasi kemampuan lahan adalah klasifikasi lahan yang dilakukan dengan metode faktor penghambat. Dengan metode ini setiap kualitas lahan atau sifat-sifat lahan diurutkan dari yang terbaik sampai yang terburuk atau dari yang paling kecil hambatan atau ancamanya sampai yang terbesar. Kemudian disusun tabel kriteria untuk setiap kelas; penghambat yang terkecil untuk kelas yang terbaik dan
berurutan semakin besar hambatan semakin rendah kelasnya. Menurut Sitanala Arsyad (2006), Tanah dikelompokan dalam delapan kelas yang ditandai dengan huruf Romawi dari I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari Kelas I sampai kelas VIII. Untuk menerapkan dan menggunakan sistem klasifikasi ini secara benar setidaknya terdapat 14 asumsi yang perlu dimengerti : Lahan kelas kemampuan I sesuai untuk berbagai penggunaan pertanian, mulai dari tanaman semusim (tanaman pertanian pada umumnya), tanaman rumput, padang rumput, hutan produksi, dan cagar alam. Lahan kelas kemampuan II sesuai untuk penggunaan tanaman semusim, tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi, dan cagar alam.Lahan kelas kemampuan III dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tanaman rumput, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, dan suaka marga satwa. Lahan kelas IV dapat digunakan untuk tanaman semusim, dan tanaman pertanian, dan pada umumnya, tanaman rumput, hutan produksi, padang penggembalaan, hutan lindung, dan cagar alam. Lahan kelas V mempunyai hambatan yang membatasi pilihan macam penggunaan, dan tanaman, dan menghambat pengolahan tanah bagi tanaman semusim. Lahan kelas VI mempunyai hambatan yang berat yang menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk pengunaan pertanian. Lahan kelas VII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, Jika digunakan untuk padang rumput atau hutan produksi harus dilakukan dengan usaha pencegahan erosi yang berat. Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai untuk dibiarkan dalam keadaan alami. KPL didapatkan nilai sebesar 97.77%, nilai tersebut termasuk dalam kategori “Baik” dan berdasarkan nilai skoringnya yaitu 1 dikatakan “Baik” juga. Sehingga Sub DAS Junggo berdasarkan indikator KPL termasuk dalam kategori “Baik”. Parameter erosi merupakan proses penting dalam pembentukan suatu Sub DAS serta memiliki konsekuensi lingkungan yang penting di Sub DAS tersebut. Erosi
53 Hadi, et al.
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
secara alami akan mempengaruhi pembentukan landskap suatu Sub DAS dan erosi merupakan salah satu penyebab utama degradasi lahan (Linsley et al., 1996). Selain itu, Sub DAS yang baik adalah dengan memiliki kemampuan memberikan produktivitas lahan yang tinggi, sehingga dapat mendukung kehidupan lingkungan, mampu mewujudkan pemerataan produktivitas di seluruh Sub DAS, dan dapat menjamin kelestarian sumber daya air. Semua parameter tersebut tergantung dari erosi yang terjadi di Sub DAS tersebut. IE didapatkan nilai sebesar yaitu 66.37%, termasuk dalam kategori “Sedang” dan berdasarkan nilai skoringnya yaitu 3 termasuk dalam kategori “Sedang”. Sehingga Sub DAS Junggo menurut IE termasuk dalam kategori “Sedang”. Penentuan Kriteria Tata Air Output yang diperoleh dari Model FJ. Mock adalah nilai debit perbulan dalam setiap tahunnya. Kemudian diambil nilai maksimum dan nilai minimumnya dari tahun 2006-2012 (Tabel 5). Tabel 5. Nilai Qmax/Qmin dan KRS Tahun 2006-2012 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Qmax (Ls-1) 40.90 53.34 80.27 54.55 60.40 42.05 53.71
Qmin (Ls-1) 0.05 0.06 0.24 0.09 1.83 0.18 0.06
Sumber: Hasil Perhitungan KRS = Qmaks tertinggi/Qmin terendah = 80.27/0.05 = 1605.4
Koefisien regim sungai didapatkan nilai sebesar 1605.4. Hasil nilai tersebut termasuk dalam kategori “Jelek” karena nilai yang didapatkan lebih besar dari 120 dan berdasarkan skornya yaitu 5 juga termasuk dalam kategori “Jelek. Kinerja Sub DAS Junggo Kinerja Sub DAS Junggo didapatkan bobot 26 %. Hasil dari perhitungan masing-masing parameter penentuan menunjukkan bobot dan skor (Tabel 6).
Tabel 6.Indikator Penentu Kinerja Sub DAS Indikator / Parameter 1.
Bobot
Skor
%
Indeks 4 1 Penutupan Lahan (IPL) 2. Kesesuaian 4 1 Penggunaan Lahan 3. Indeks Erosi 8 3 (IE) 4. Koefisien Regim 10 5 Sungai (KRS) Jumlah Total 26 10 Hasil Kinerja = 82/26 = 3.15 Sumber : Hasil Perhitungan
Nilai Indikator 4
4
24 50 82
Hasil akhir kinerja Sub DAS didapatkan nilai 3.15. Klasifikasi kategori nilai Sub DAS Junggo memiliki kategori Sub DAS yang “Sedang”. Kinerja Sub DAS tergolong sedang menggambarkan bahwa dari keempat indikator yang digunakan dalam penilaian kinerja Sub DAS adalah salah satu parameter atau lebih yang mengarah ke penurunan kinerja. Sub DAS Junggo memiliki penyangga pada puncak kejadian hujan dengan penutupan lahan dan kesesuaian penggunaan lahan yang sesuaidan penggunaan lahan berupa ruang terbuka hijau masih tergolong baik namun berdasarkan erosi tergolong sedang dikarenakan pelepasan air secara perlahan yang kurang baik dan perpindahan massa tanah karena erosi yang sudah terjadi serta kemiringan lereng yang tinggidan rasio Qmaks/Qmin tergolong jelek atau dalam mentransmisi air tidak sepenuhnya berjalan dengan baik (Noordwijk et al., 2004). Berdasarkan kondisi ini maka dapat dikatakan bahwa Sub DAS Junggo memiliki tingkat kinerja yang belum maksimal, karena masih memiliki potensi untuk terjadi kehilangan tanah, terjadi banjir pada musim hujan dan terjadi kekeringan pada musim kemarau. Sub DAS dengan kondisi ini memerlukan penanganan tambahan untuk mengantisipasi penurunan kualitas atau peningkatan kualitas, dikarenakan terdapat indikator yang menunjukkan adanya penurunan kinerja.
54 Hadi, et al.
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan KESIMPULAN
Luasan masing-masing penggunaan lahan di Sub DAS Junggo yaitu Padang Rumput 9.892 ha, Sawah Tadah Hujan 76.355 ha, Semak Belukar 164.53 ha, Tegalan 13.761, Hutan Alam 824.538 ha, dan Hutan Produksi 92.486 ha.Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dalam penentuan kinerja Sub DAS Junggo dengan evaluasi kinerjanya bahwa kondisi penggunaan lahan di Sub DAS Junggo pada tahun 2012 dapat dikatakan “Baik” berdasarkan pada kedua indikator penentu yaitu IPL dan KPL, dan kinerja Sub DAS Junggo termasuk dalam kategori “Sedang” berdasarkan keempat indikator penentuan (IPL, KPL, IE, dan KRS). DAFTAR PUSTAKA Afsolin, Zamahsyari. 2012. Skripsi : Penilaian Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu Terhadap Laju Erosi. FTP-UB. Malang. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. . 2006. Konservasi Tanah dan Air. Cetakan Kedua. Institut Pertanian. Bogor Press, Darmaga, Bogor Jasa Tirta. 2007. Tinjauan Hidrologi dan Sedimentasi DAS Kali Brantas Hulu.http://www.hks.harvard.edu/v ar/ezp_site/storage/fckeditor/file/p dfs/centersprograms/centers/mrcbg/programs/ ssp/docs/events/workshops/2007/b oundary/Tinjauan_Hidrologi_dan_Se dimentasi_Das_Kali_Brantas_Hulu_0 60313_Bahasa.pdf diakses pada tanggal 15 Oktober 2013. Pukul 22:30 WIB. Khadiyanto, P. 2005. Tata Ruang Berbasis Pada Kesesuaian Lahan. Edisi Pertama. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Kodoatie, R.J. dan R. Sjarief. 2010. Tata Ruang Air. Penerbit Andi. Yogyakarta. Linsley, Ray K dan Joseph B Franzini. 1996. Teknik Sumber Daya Air Jilid 2. Erlangga, Jakarta. Menteri Kehutanan. 2001. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 52/KptsII/2001 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jakarta. Noordwijk, M.V.F., Agus, D. Suprayogo, K. Hairiah, G. Dan Pasya. 2004. Peranan Agroforestri Dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologi Daerah Aliran Sungai. Agrivita 6:1. Nugroho, Hadisusanto. 2011. Aplikasi Hidrologi. Penerbit Jogja Mediautama. Malang. Rahadi, Bambang., Elih Nurlaelih. 2013. Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Daya Dukung Lingkungan untuk Penataan Ruang dan Wilayah Dalam Pemanfaatan Su berdaya Alam yang Optimal. UB. Malang. Sunaryo, M. T. 2001. Pengelolaan Daerah Pengaliran sungai. Makalah Seminar Peranan Lingkungan Dalam Pengelolaan Daerah Pengaliran Sungai. Jakarta 24 Maret 2001. BAPEDAL. Jakarta. Styczen, M.E. and R.P.C. Morgan. 1995. Engineering Properties Of Vegetation. In R.P.C. Morgan, and R.J. Rickson (eds). Slope stabilization and erosion control: a bioengineering approach. E & FN SPON.