PENDEKATANINTERVENSIMIKRO DALAM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI TUNANETRA DI YAYASAN MITRA NETRA LEBAKBULUSJAKARTASELATAN
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Dakwall dan Komunikasi untulc memenulli syarat-syarat mencapai gelar Satjana Ilmu Sosial Islam
[j--'· Oleh:
RPUSTAk;J\A lJ!IN SY.AH· N UTA.MA "" iO JA.MRTA
Ameria Firdauzy NIM: 103054128820
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF Il!IDAYATULLAH JAKARTA 1429 H./2008 M.
PENDEKATAN INTERVENSI MIKRO DALAM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI TUNANETRA DI YAYASAN MITRA NETRA LEBAK BULUS JAKARTA SELATAN
SKRIP SI Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam
Oleh:
Amcria Firdauzy NIM : 103054128820
Siti Na NIP: 150317880
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1 Al"tfi l l /,.,AfiO l\hf
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PENDEKATAN INTERVENSI MIKRO DALAM PELAKSANAAN
PROGRAM
REHABILITASI
TUNA
NETRA
DI
YAYASAN MITRA NETRA LEBAK BULUS JAKARTA SELATAN telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial lslam (S.Sos.I.) pada Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Konsentrasi Kesejahteraan Sosial.
Jakarta, 24 Juni 2008
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota,
Sek\;taris Mer 1gkap Anggota, -~
Dr. Murodi, M.A.
> ~/ /
/
Ismet Firdaus, M.Si.
NIP: 150254102
Anggota,
Penguji I, {
Dr.Ase
U·1~
NIP: 150246393
Penguji II,
11r~
Nurul Hidayati, S.Ag, MPd NIP: 150277649
LEMBARPERNYATAAN Bismillaahirrahmaanirrahiim Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini tdah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN SyarifHidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullal1 Jakarta.
Jakarta, Juni 2008
Ameria Firdauzy.
6. Drs. Bambang Basuki, selaku Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Netra, yang telah berkenan menerima penulis melakukan penelitian skripsi, Drs. lrwan Dwi Kustanto selaku Wakil Direktur Eksekutif, beserta segenap staff di Yayasan Mitra Netra. 7. Dra. Rianti Ekowati, selaku kepala bagian rehabilitasi dan diklat, dan Tolhas Damanik S.Pd, selaku kepala seksi rehabilitasi, konselor, instruktur Braille dan OM, yang telah menjadi nara sumber paling inspiratif yang pernah penulis temui. 8.
Pak Ali selaku instruktur OM, Mbak Tri, dan Mpok Yani yang telah memberikan data-data penting. Rekan-rekan penulis di Divisi Braille, Mbak Indah, Mbak Ani, Pak Dudung, dan Mas Zaenal.
9. M. Rafik Akbar, Vina Novina Puspitasari Ridwan, dan Tria:n 'Ragil' Airlangga, mitra dan inspirasi sejati penelitian skripsi ini. 10. Ita, Liesdha, Imah,Yuni, Taajun, Sarah, Wiwi, Guce, Ankonq, Yayoi, dan rekanrekan Kesos 2003, kalian adalah sahabat sejati yang tak lekang o!teh waktu. Dalam proses penulisan penelitian skripsi ini, penulis menyadari masih terdapat kekurangan maupun ketidaksempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun, sehingga penulisan penelitian skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi di kemudian hari. Akhir kata, semoga penulisan penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan rekan-rekan yang turut membaca skripsi ini pada umumnya.
Jakarta, Juni 2008
Penulis
Bab II
: LANDASAN TEORI
.................................................................... 21 ................................................ 21
A. Pendekatan Intervensi Mikro
1. Konsep Pendekatan Intervensi Mikro
................................ 21
2. Metode Intervensi Individu (Social Casework) 3. Metode Intervensi Keluarga (Family Casework) 4. Metode lntervensi Kelompok (Group Work) B. Program Rehabilitasi
..............................................................
31
.....................................................
31
..............................................................
32
.....................................................
34
................................................................................
36
1. Pengertian Tunanetra
.....................................................
36
2. Penyebab Tunanetra
........................................................
37
3. Klasifikasi Tunanetra
........................................................
38
4. Perkembangan Tunanetra
Bab HI
............ 27 28
3. Perangkat Rehabilitasi C. Tunanetra
24
.................
1. Pengertian Rehabilitasi
2. Jenis Rehabilitasi
.............
...............................................
39
: Gambaran Umum Lembaga ......................................................... 42 A. Latar Belakang Lembaga
...................................................... 42
B. Visi, Misi, dan Fungsi Lembaga
............................................. 43
1. Visi
.................................................................................... 43
2. Misi
.................................................................................... 43
3. Fungsi
................................................................................. 44
C. Ruang Lingkup Program Lembaga ........................................... 1. Program Rehabilitasi
44
......................................................... 45
2. Program Pendidikan dan Pelatihan
................................. 45
3. Program Perpustakaan
...................................................... 46
4. Program Tenaga Ke1ja
...................................................... 48
5. Program Penelitian dan Pengembangan .............................. 48 6. Program Publikasi D. Pola pendanaan
......................................... ................... 49
........................................................................ 50
E. Struktur Organisasi Lembaga
................................................ 50
DAFTAR TABEL
Tabel I.I Subjek Penelitian .............................................................................................
13
Tabel 4.1 Data Konseling Tahun 2004-2006 ..................................................................
55
Tabel 4.2 Profil Respoden ................................................................................................ 78
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini, wacana mengenai kelompok penyandang cacat belum menjadi perhatian utama masyarakat dan pemerintah Indonesia. Pembahasan mengenai kelompok tersebut masih jarang menghiasi media massa di Indonesia baik media cetak maupun media elektronik. Tema-tema mengenai kecacatan (disability) dan kelompok penyandang cacat (disabled) hanya menjadi topik hangat di media massa pada saat menyambut Hari Intemasional Penyandang Cacat (HIPENCA). Hal tersebut menandakan bahwa wacana mengenai kecacatan belum mendapatkan tempat sebagai salah satu isu penting di negara ini. 1 Tidak hanya wacana mengenai kecacatan yang belum menjadi perhatian masyarakat dan pemerintah. Pembangunan nasional yang seyogyanya dapat menjangkau seluruh elemen masyarakat, juga belum menjadikan kelompok ini sebagai
salal1
satu
prioritas
dalam
program-program pembangnnan.
Pembangnnan nasional yang bertujuan pada terciptanya masyarakat yang adil dan makmur - kenyataannya belum menjangkau kelompok penyandang cacat (disabled). Di Indonesia, kelompok ini masih menjadi masyarakat kelas dua
dan termarginalisasi dari proses dan tujuan pembangumm. Hal tersebut terlihat dari belum terbukanya kesempatan yang sama di segala bidang, serta
2
minimnya aksesibilitas pelayanan sosial dan fasilitas publik, seperti fasilitas pendidikan, sosial, maupun fasilitas infrastruktur lainnya.
2
Fasilitas-fasilitas publik yang tersedia bagi kelompok penyandang cacat memang mempribatinkan. Fasilitas infrasturktur yang tidak aksesibel bagi penyandang cacat terlihat dari fasilitas jalan yang rusak, fasilitas bangunan yang belum aksesibel bagi tunanetra, tangga berundak yang menyulitkan pengguna kursi roda, dan lain sebagainya. Selain fasilitas infrastruktur, fasilitas lainnya seperti layanan pendidikan, dan sosial juga belum memihak kepada kelompok penyandang cacat. Padahal aksesibilitas dan fasilitas yang memadai dapat mendukung kelompok penyandang cacat untuk hidup mandiri. Kondisi tersebut juga memudahkan mereka dalam melakukan pelbagai aktivitas. Sehingga, mereka memiliki mobilitas yang sarna dengan kelompok non cacat. 3 Selain minimnya aksebilitas dan fasilitas, penyandang cacat juga sulit untuk mengembangkan potensi dir:i di segala bidang. Hal tersebut terjadi karena belum terbukanya kesempatan yang sama. Penyandang cacat juga sermg mendapatkan perlakuan diskriminatif dan stigma negatif dar:i masyarakat.4 Kondisi-kondisi tersebut semal
I\
3
"Kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spirituil yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhankebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila." 5
Secara umum, konsep kesejahteraan sosial menghendaki suatu kehidupan yang menjunjung hak dan kewajiban manusia. Kesejahteraan sosial menjunjung tercapainya kesejahteraan Iahir batin, baik material, sosial maupun spriritual. Selain itu, kesejahteraan sosial mengupayakan agar manusia mampu mengembangkan segenap potensi diri dalam setiap aspek kehidupan, sehingga setiap manusia dapat meajalankan fungsi sosialnya sesuai dengan peranarmya di masyarakat. Kondisi tersebut tentu saja membutuhkan upaya yang terencana clan terorganisir dengan baik (well planned and well organized) oleh pelbagai pihak. Tidak hanya pemerintah, tetapi juga lembaga swasta, clan masyaralcat guna mencapai tujuan dari pembangunan nasional. Upaya tersebut kemudian dikenal dengan istilah Pembangunan Kesejahteraan Sosial, seperti yang dikemukakan Edi Suharto berikut: "Pembangunan Kesejahteraan Sosial (PKS) adalah usaha yang terencana dan melembaga yang meliputi berbagai bentuk intervensi sosial dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial, serta memperkuat institusi-institusi sosial."6
5
lsbandi Rukminto Adi, Psikologi, Peke1jaan Sosial, dan I/mu Kesejahteraan, Sosial,
/T..,J,.,,-4 .... DT
n .... : ... r::
1{)fi,j'\
t..
~
4
Pembangunan Kesejahteraan Sosial (PKS) bertujuan agar setiap warga negara terutarna PMKS (Penyandang Masalah
Kese~ateraan
Sosial) dapat
merasakan proses pembangunan nasional secara adil dan merata. Kelompok penyandang cacat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya tersebut. Kelompok
penyandang
cacat
yang
menjadi
sasaran
dalam
upaya
Pembangunan Kesejahteraan Sosial (PKS) adalah: "Setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya. Meliputi penyandang cacat fisik, mental, se:rta fisik dan mental." 7 Di Indonesia, kelompok penyandang cacat menunjukkan jtunlah yang semakin meningkat. Berdasarkan data dan infonna11i kesejahteraan sosial Departemen Sosial RI Tahun 2004, rekapitulasi penyandang cacat berat di Indonesia sebesar 2. 788.457 jiwa. Kelompok ini tersebar di perkotaan sebesar 36,4 persen dan di pedesaan sebesar 63,6 persen. Te:rdiri dari cacat tubuh, cacat netra, cacat nmgu wicara, cacat mental, serta cacat eks penyakit kronis. Sedangkan menurut WHO, jmnlah penyandang cacat di Indonesia mencapai 10% dari total populasi penduduk. Dengan kata lain, jika total populasi
penduduk sebesar 22 juta jiwa, maka 2 juta jiwa diantaranya merupakan kelompok penyandang cacat8• Seperti fenomena guntmg es, data tersebut belmnlah menunjukkan jumlah kelompok penyandang cacat yang sebenarnya. Jumlah tersebut semakin meningkat sejalan meningkatnya kasus kecelakaan ke1ja, kecelakaan lalu 7
Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1997, diakses tanggal 27 Desember 2007 dari http://www.unmiset.org/legal/IndonesianLaw/uu/Uul99704.htm 8p,....,,H,...,.,;~ f""~~~,-,M~
n~~1•.
1>---~••
'T'••••-•·-~---
..l!-1.---
-'-•••-••-1
....
r>.-
6
undang No. 4 Tahun 1997 tentang pasal 6 yang menyatakan bahwa setiap penyandang cacat termasuk tw1anetra berhak me:mperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. Sayangnya, layanan rehabilitasi tersebut belum menyentuh seluruh tunanetra yang ada di Indonesia. Terpusatnya layanan rehabilitasi di pantipanti sosial, menjadi salah satu penyebab mengapa tidak semua tunanetra mendapatkan layanan rehabilitasi. Selain itu, layanan rehabilitasi yang selama ini menggunakan sistem panti membuat tunanetra harus hidup terpisah dari keluarga, komunitas, maupun masyarakat. Padahal tunanetra merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, sehingga upaya rehabilitasi membutuhkan suatu pendekatan dengan sistem layanan luar panti sebagai alternatif. Intervensi sosial merupakan upaya perubahan sosfal terencana yang dapat menjadi altematif dalam upaya rehabilitasi tunanetra. Intervensi sosial itu sendiri memiliki tiga level pendekatan yaitu, mikro, messo, dan makro. Ketiga pendekatan
tersebut
merupakan
pendekatan
intervensi
yang
saling
mendukung, menyeluruh dan tidak terpisahkan. Dimana intervensi mikro merupalcan level paling awal dari keseluruhan upaya intervensi sosial. Intervensi ini menitikberatkan upaya perubahan sosial terencana pada level individu, keluarga, dan kelompok kecil. 11 Intervensi mikro mengupayakan intervensi sosial dengan segala metode dan prosesnya yang unik untuk meningkatkan kesejahteraan sosial tunanetra. Di beberapa negara lain misalnya di Arnerika Serikat, i11tervensi mikro sudah
7
menjadi bagian vital dari upaya penanganan masalah sosial, termasuk upaya rehabilitasi tunanetra. Sayangnya, pendekatan ini belum menjadi pilihan utama dalam upaya rehabilitasi di Indonesia. Terutmna dalan1 pelaksanaan rehabilitasi dengan sistem luar panti. Hal ini terlihat dari minimnya literaturliteratnr di Indonesia mengenai bahasan tersebut. Pendekatan intervensi mikro dalam upaya rehabilitasi tunanetra luar panti, tentunya memerlukan kerja sama dari pelbagai pihak. Pemerintah, masyarakat, dan Lembaga Swadaya Mayarakat (LSM) merupakan pihak-pihak yang berperan penting dalam npaya rehabilitasi ttmanetra luar panti. Dalam konteks tersebut, salah satu LSM yang menaruh perhatian (concern) dalam upaya peningkatan kesejahteraan tunanetra adalah Yayasan Mitra Netra. Lembaga ini memiliki program rehabilitasi sebagai salah satu uj1mg tombalmya dalam meningkatkan kesejahteraan tunanetra. Yayasan Mitra Netra mengupayakan layanan rehabilitasi luar panti yang bebas biaya bagi tunanetra, melalui pendekatan yang fokus pada individu tunanetra dan kelnarganya. Dengan kata lain lembaga tersebut mengimplementasikan pendekatan intervensi mikro, pendekatan yang tidak memisaJIB:an individu tunanetra dari keluarga dan kommlitasnya. Mengingat pentingnya penelitian mengenai pendekatan intevensi mikro dalam upaya rehabilitasi ttmanetra pada lembaga independen dengan sistem layanan luar panti, maka penulis mengajukan tema penelitian dengan judul:
"Pendekatan lntervensi Mikro Dalam Pelaksa11aa11 P1·ogram Reliabilitasi Tunanetra di Yayasa11 Mitra Netra. "
8
B. Pcmbatasan dan Pcrumusan Masalab 1. Pembatasau Masaiab Kecacatan (disability) merupakan isu yang belum menjadi perhatian banyak pihak termasuk pemerintah. Kelompok penyandang cacat di Indonesia berjumlah 2.788.457 jiwa (DEPSOS RI 1ahun 2004) terdiri dari cacat tubuh, cacat netra, cacat mental, cacat rungu wicara, dan cacat eks penyakit kronis, namun, pada penelitian ini penulis akan lebih fokus pada cacat netra, karena tingkat prevalensi kebutaan di Indonesia tem1asuk yang tertinggi di dunia. Dalam penelitian ini, penulis alcan menggunakan istilah "tunanetra" dan "low vision" untuk menyebutkan kelompok yang mengalami gangguan dan kekurangan penglihatan. Sedangkan istilah "awas" adalah kelompok orang yang tidak mengalami gangguan dan kekurangan penglihatan. Agar tunanetra dan low vision dapat memenuhi haknya untulc sejahtera, perlu adanya upaya-upaya yang terlembaga dan teroganisir dari pelbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat umum, dan LSM. Dalam konteks tersebut, Yayasan Mitra Netra adalah salah satu LSM yang
menamh
perhatian
(concern)
terhadap
upaya
peningkatan
kesejahteraan tunanetra dan low vision. Yayasan ini memiliki pelbagai program bagi tunanetra dengan sistem layanan luar panti, dimana klien tunanetra tidak tinggal dan menginap di lembaga. Program tersebut di antaranya adalah Program Rehabilitasi, Pendidikan dan Pelatihan, Perpustakaan, Program Tenaga Kerja, Penelitian dan Pengembangan, serta
9
Rehabilitasi bagi tunanetra dengan pendekatan Intervensi Mikro sebagai tema penelitian.
2. Perumusan Masalab Berdasarkan pembatasan di atas, pernmusan masalab dalam penelitian ini adalab sebagai berikut: a. Bagaimanakab gambaran implementasi pendekatan intervensi mikro dalam pelaksanaan program rehabilitasi bagi tunanetra di Yayasan Mitra Netra? b. Bagaimanakab respon !
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian l. Tujuan Penelitian
Tujuaan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetabui gambaran mengenai implementasi pendekatan intervensi mikro dalam pelaksanaan program rehabilitasi bagi tunanetra di Yayasan Mitra Netra. b. Untuk mengetabui respon klien mengenai implementasi pendekatan intervensi mikro dalam pelaksanaan progran1 rehabilitasi di Yayasan Mitra Netra.
10
2. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : a. Memberikan pemahaman dan masnkan bagi para praktisi di lembaga pelayanan kesejahteraan sosial untnk para penyandang cacat. b. Memberikan pemahaman kepada akademisi yang menaruh perhatian (concern) pada usaha pembangunan kesejahteraan sosial bagi
penyandang cacat khususnya kecacatnetraan. c. Memberikan pemahaman dan masukan untuJk: penelitian-penelitian lebih
lanjut,
khususnya
di
bidang
yang
berkaitan
dengan
kettmanetraan.
D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif berakar pada latar ilrniah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, mengandalkan analisis data secara induktif. Penelitian kualitatif mengarahkan sasaran penelitiarmya pada usaha menemukan teori dasar. Penelitian ini juga bersifat deskriptif dengan lebih mementingkan proses daripada hasil, membatasi studi dengan fokus, memilik:i seperangkat kriteria untnk memeriksa keabsahan data, rancangan penelitiarmya bersifat sementara dan hasil penelitiarmya disepakati oleh kedua belah pihak; penulis selaku peneliti dan subjek penelitian. 12
11
2. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau suatu kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau fenomena, atau hubungan antara dua gejala atau fenomena tersebut. Sehingga penelitian ini bernpaya untuk menggambarkan mengenai pendekatan inte1vensi mikro dalam pelaksanaan program rehabilitasi bagi tunanetra. Dengan lebih menitikberatkan pada proses pelaksanaan kegiatan. 13
3. Langkah-langkah Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Persiapan Langkah ini merupakan langkah awal dalam melakukan penelitian. Hal-ha! yang penulis siapkan untuk melakukan penelitian antara lain, menentukan permasalahan yang akan diteliti, perumusan masalah, subjek, informan, dan objek penelitian, tempat dan waktu, serta datadata yang diperlukan dalam penelitian. b. Menentukan pendekatan penelitian Penulis memilih pendekatan penelitian, karena lebih ingin memberikan gambaran tentang pendekatan inteivensi mikro dalam pelaksanaan program rehabillitasi di Yayasan Mitra N etra.
12
c. Mendatangi lembaga Langkab ini penulis lakukan untulc menyampaikan kepada lembaga babwa penulis akan melakukan penelitian di lembaga tersebut. d. Pe!aksanaan kegiatan Pada langkab pelaksanaan kegiatan, penulis mendatangi lembaga untulc melakukan observasi, wawancara, dan memperoleh data-data lainnya dari sebjuek penelitian, yaitu 2 pengurns, dan 3 orang klien. e. Analisis hasil penelitian Setelah data terkumpul, penulis menganalisis data sesuai dengan rumusan masalab, dan tujuan penelitian. Analisis dilakukan sejak awal san berlangsung sampai pada langkal1 penelitian terakhir. Data-data yag terkun1pul, kemudian dirangklun, dan diseleksi sesuai dengan konsep-konsep penelitian.
4. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini mengambil studi kasus di Yayasan Mitra Netra Lebak Bulus Jakarta, sebuab lembaga pemberdayaan dan pendidikan tunanetra. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret -April 2008.
5. Subjek, Informan dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalab pengurus Yayasan Mitra Netra, pelaksana program rehabilitasi, termasuk klien tunanetra itu
S<~ndiri.
Penulis sebagai
peneliti bernpaya melakukan penelitian ini dengan menggunakan sudut pandang orang-orang yang menjadi sumber data primer penelitian ini.
13
alamiah dan tidak memaksa, sehingga tindalcan dan cara pandang subjek tidak akan berubah. 14 Informan adalah seseorang yang dapat memberikan informasi mengenai situasi dan kondisi Jatar penelitian. Menurnt Bogdan dan Biklen dalam Moleong, pemanfaatan informan dalam penelitian ialah agar dalam walctu yang relatif singkat banyalc informasi yang terjangkau. 15 Dalam penelitian ini, penulis memilih informan yang berhubungan dengan pelaksanaan program rehabilitasi, yaitu 3 orang klien di Yayasan Mitra Netra. Sedangkan objek penelitian ini adalah pendekatan intervensi mikro dalam pelaksanaan program rehabilitasi Yayasan Mitra Netra. Tabel I. I Subjek Penelitian No. 1.
Subjek Penelitian Dra. Rianti Ekowati
2.
Tolhas Damanik, S.Pd
3.
M. Rafik Akbar Vina Novina Puspitasari R Trian 'Ragil' Airlangga
4. 5.
Posisi Ketua Divisi Program Rehabilitasi dan Pendiidikan dan Pelatihan (Diklat) Kepala Seksi Rehabilitasi, merangkap konselor, instruktur Pelatihan Orientasi dan Mobilitas (OM), instrnktur Baca Tulis Braille Responden Klien• Responden Klien Responden {Klien)
6. Macam dan Sumber Data a. Sumber Data Primer Penelitian ini menggunakan sumber data primer, yaitu data yang penulis peroleh langsung dari subjek penelitian baik melalui wawancara ataupun observasi.
14
b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder dalam penelitian ini berasal dari data yang telah ada seperti pamflet lernbaga, profil lernbaga, data-data lernbaga, serta dari studi kepustakaan.
7. Teknik Pencatatan Data
Dalam penelitian ini, penulis rnenggunakan
t•~knik
pencatatan data
sebagai berikut: a. Observasi rnerupakan teknik pencatatan data dengan rnengadakan pengamatan langsung terbadap subjek penelitian dan kegiatan rnaupun program yang rnenjadi objek penelitian. b. Wawancara (Interview) rnerupakan teknik pencatatan data dengan rnengajukan pertanyaan-pertanyan langsung kepada pihak yang terkait dengan penelitian, yaitu subjek penelitian. Subjek penelitian terdiri dai-i 6 orang. Jawaban pertanyaan penelitian direkam dengan alat perekarn tape recorder dan ditulis ulang untuk rnendapatkan basil wawancara yang tertulis, dalam transkrip wawancara dengan bahasa apaadanya. c. Catatan lapangan Catatan lapangan ialah catatan tertulis tentang apa yang penulis dengar, lihat, alan1i, dan pikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terbadap data penelitian. 16 Penulis akan rnencatat basil observasi selama rnasa penelitian berjalan. HasH catatan tersebut akan
15
digunakan sebagai acuan serta pedoman dalam menguraikan basil dan temuan lapangan. d. Studi Dokumentasi Penulis melakukan pencatatan data dengan menggunakan data-data berupa dokumen, file, yang terkait dengan penelitian.
8. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategorisasi, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditentukan tema dan dapat drumuskan asumsi-asumsi penelitian, untuk kemudian dilihat kenyataan di lapangan. Data yang diperoleh selama penelitian diringkas, dirangkum, dan dipilih hal-hal yang penting dan pokok. Data tersebut kemudian dikategorikan, dan disusun secara sistematis dengan mengacu pada perumusan masafah dan tiajauan teoritis yang berkaitan dengan penelitian. 17
9. Teknik keabsahan data Untuk memeriksa keabsahan data penulis menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesnatu yang lain di luar data untuk keperlnan pengecekan atau pembanding terhadap data tersebut. Teknik triangulasi yang banyak digunakan adalah pemeriksaan terhadap sumber lainnya. Dalam ha! ini, penulis menggunakan klien sebaga.i sumber pengecekan
16
keabsahan data yang penulis peroleh dari pengums atau staff program rehabilitasi.
10. Instrumen dan Alat Bantu Pada penelitian kualitatif, kegiatan pencatatan data lebih banyak bergantung pada diri peneliti sendiri. Dengan menjadi instrwnen penelitian, peneliti dapat senantiasa menilai keadaan dan mengambil keputusan. 18 Nanrnn demikian, tentunya peneliti memerlnkan beberapa alat bantu dalam melakukan kegiatan pengumpulan dan pencatatan data. Alat bantu tersebut antara lain, pedoman wawancara, alat perekam (tape
recorder), dan catatan lapangan. Pedoman wawancara, mempakan format wawancara terstmktur dengan terlebih dahulu menyusun pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan masalah penelitian. Jawaban dari setiap pertanyaan dalam pedoman wawancara, terekam dengan menggunakan alat bantu tape
recoreder. Penggunaan tape recoreder untuk merelkam hasil wawancara, memerlnkan persetujuan dari subjek penelitian yang diwawancara. Catatan lapangan mempakan alat bantu yang penting dalam penelitian kualitatif. Peneliti membuat catatan lapangan, untuk me:mbantunya mencatat pengamatan lapangan dan membantu peneliti ketika menganalisi data. Catatan lapangan dibuat secara lengkap, pada saat peneliti tiba di mmah. 19
17
E. Tinjauan Pustaka Dalam penelitian ini penulis merujuk pada beberapa literatur antara lain karya Dr. M. Effendi "Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan", karya Dra. Sutjihati Somantri "Psikologi Anak Luar Biasa", "Pembelajaran Anak
Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi" karya Prof. Dr. Bandi Delphie, skripsi yang ditulis oleh Mursyidah seorang mahasiswi Universitas Muhammadiyah Jakarta dengan judul "Pelayanan Sosial Bagi
Klien Tunanetra di Yayasan Mitra Netra", serta skripsi yang ditulis oleh Wiwi Halawiyah dengan judul "Pelaksanaan Program Pendampingan Pendidikan
dan Pelatihan bagi Klien Tunanetra di Yayasan Mitra Netra Jakarta Selatan." Buku karya Dr. M. Effendi lebih menitikberatkan pada permasalahan psikologis dan layanan pendidikan bagi anak-anak berkelainan dengan uraian yang cukup gamblang dan detail, namun tidak secara klmsus membahas salal1 satu anak berkelainan tersebut. Pada buku Psikologi Anak Luar Biasa, Dra. Sutjihati lebih menekankan bahasan bukunya pada perkembangan dan permasalahan anak luar biasa, serta bagaimana memandang permasalahan emosi, kepribadian, sampai permasalahan sosial anak luar biasa dari sisi psikologis. Prof. Dr. Bandi Delphic dalam bukunya lebih banyak membahas mengenai karakteristik anak berkebutuhan khusus dan upaya pembelajaran dalam setting pendidikan iuklusi. Pada buku tersebut, Prof. Bandi menguraikan karakteristik-karakteristik anak berkebutuhan khusus (special
needs), serta mengungkapkan wacana tentang setting pendidikan inklusi
18
Mursyidah lebih menekankan pada pelayanan sosial bagi !
Wiwi
menguraikan proses-proses pelaksanaan pendarnpingan
program pendidikan dan pelatihan bagi klien tunanetra serta respon !
19
F. Sistematika Pennlisan Penulisan penelitian ini tersusun dalam beberapa bah dengan sisternatika penulisan sebagai berikut : BABI
PENDAHULUAN Bab ini rnernbabas latar belakang rnasalab, pembatasan rnasalab dan perurnusan rnasalab, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II
LANDASAN TEORI Bab ini mengemukakan teori-teori yang melandasi dan rnendukung penelitian. Teori tersebut meliputi teori yang relevan mengenai pendekatan
intervensi
mikro
dalam
pelaksanaan
program
rehabilitasi bagi tunanetra. BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA Bab ini menjelaskan profil lembaga, meliputi latar belakang berdirinya lembaga, visi misi, tujuan, struktur organisasi, dan program kerja lembaga.
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini menjelaskan catatan lapangan, data-data temuan penelitian dan analisis mengenai pendekatan intervensi mikro dalam pelaksanaan program rehabilitasi bagi tunanetra yang dijalankan oleh lembaga.
20
BAB V
PENUTUP Bab ini merupakan kesimpulan terhadap hasil penelitian pada babbab sebelumnya, guna menghasilkan masukan ataupun saran membangun terhadap program lembaga.
BAB II LANDASAN TEOIU
A. Pendekatan Intervensi Mikro
1. Konsep Pendekatan Intervensi Mikro Intervensi merupakan istilah yang digunakan dalam pelbagai disiplin ilmu termasuk Psikologi Klinis dan Pekerjaan Sosial. Penggunaan istilah intervensi pada kedua disiplin ilmu tersebut, tidak jauh berbeda bahkan saling menguatkan. Pada dasarnya konsep dan metode intervensi berawal dari ilmu Psikologi terutama Psikologi Klinis. K<\jian dan disiplin ilmu terapan Psikologi Klinis mengartikan intervensi sebagai upaya perubahan perilaku, pikiran, dan emosi. 1 Sedangkan kajian dan ilmu Pekerjaan Sosial memberikan pengertian intervensi sebagai:
"interceding in or coming between groups or people, events, planning activities, or on individual's internal conflicts. In social work, the term is analogous to the physician 's term "treatment" because it includes treatment and also encompasses the other activities social workers use to solve or prevent problems or achieve goals for social betterment. " 2 Intervensi mencoba menjadi penengah antara sekelompok orang, peristiwa-peristiwa, aktivitas terencana, atau konflik internal. Disiplin ilmu pekerjaan sosial menganalogikan istila11 intervensi dengan istilah "perawatan" pada ilmu psikiatri. Intervensi dalam ilmu pekerjaan sosial meliputi "perawatan" dan aktivitas lainnya yang pekerja sosial gunakan untuk mengatasi, mencegah masalal1 serta mencapai keberfungsian sosial
1
Tristiadi A. Ardani, !in T. Rahayu, Yulia Sholichatun, Psikologi Klinis, (Yogyak:arta:
r> ___ t.__
TL ---
.... .-.. .... ~~
1.
'"'"
22
yang lebih baik. Istilah dan metode intervensi kemudian berkembang menjadi intervensi sosial. Sebuah proses perubahan sosial terencana, dan terorganisir dengan level pendekatan mikro, messo, dan makro. Dimana pendekatan intervensi mikro menjadi level paling dasar dari keseluruhan upaya intervensi sosial. Intervensi mikro bahkan mengawali lalrirnya disiplin ilmu terapan Pekerjaan Sosial. Intervensi mikro hadir melalui pandangan Mary Richmond dalam buku Diagnosis Sosial (Social Diagnosis) pada tahun 1917. Mary Richmond mengarahkan kerangka berpikirnya pada bahasan intervensi mikro. Sebuah pendekatan yang fokus pada usaha intervensi sosial di level individu, dan keluarga. Namun, pada perkembangannya kelompok atau komunitas kecil juga menjadi fokus pendekatan ini. Pembal1asan pada level mikro kemudian memengaruhi perkembangan pekerjaan sosial pada awal-awal dekade 1900-an. 3 Pada masa selanjutnya, istilah nrikro sebagai bagian dari level praktik dan orientasi pekerjaan sosial, memiliki pengertian sebagai: "The term used by social workers to identifY professional activities that are designed to help solve the problems faced primarily by individuals, families, and small groups. Usually micro practice focuses on direct intervention on a case-by-case or in a clinical setting. Micro orientation in social work, an emphasis on the individual clients and on the enhancement oftechnical skills for use in efficient treatment of these problems."4
Istilah mikro dalam praktik pekerjaan sosial merupakan upaya identifikasi aktivitas profesional dan terencana untuk membantu individu, keluarga, dan kelompok kecil mengatasi masalalmya Umumnya praktik pada level nrikro lebih fokus pada tataran klinis atau intervensi langsung kasus per kasus. Sedangkan orientasi level mikro memberikan perhatian
23
pada individu dan keterampilan telmis yang pekerja sosial gunakan dalam meningkatkan efisiensi penanganan masala11 individu tersebut. Pada perkembangam1ya, intervensi pada level mikro menjadi salall satu pilihan utama dalam mengatasi masalall-masalall sosial. Temtama yang te1jadi akibat ketidakmampuan individu dalam memenuhi peranan sosialnya sesuai dengan tuntutan lingkungan. 5 Dalam hal ini, intervensi pada level mikro bempaya mengatasi masalall-masalall tersebut untuk meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga, dan kelompok. Intervensi mikro menggunakan bimbingan dan konseling sebagai media dalam proses pelaksanaamiya. Sampai saat ini, tidak sedikit bidang-bidang kesejallteraan sosial yang mengandalkan intervensi mikro. Bidang-bidang tersebut antara lain pekerjaan sosial sekolall, konseling anak, rehabilitatisi ketergantungan Narkotika, rehabilitasi penyandang cacat, dan lain sebagainya. 6 Secara umum, konsep intervensi mikro mempakan pendekatan terencana pada level awal dari keselumhan upaya intervensi sosial yang saling
terkait
dan
menyelumh.
Intervensi
mikro
mengupayakan
penyelesaian masala11-masalal1 sosial yang terjadi karena ketidakman1puan dalam memenuhi peranan sosial, atau karena lkonflik internal pada tingkatan individu, keluarga, dan kelompok kecil. Pendekatan intervensi mikro mengandalkan bimbingan dan konseling sebagai media intervensi klinis kasus per kasus. Sehingga tujuan efisiensi perawatan dan
24
penanganan masalah dalam meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga, dan kelompok ke arah yang lebih baik, dapat tercapai. Sebagai bagian dari pendekatan intervensi sosial terencana, intervensi mikro memiliki metode serta proses yang unik dan khas. Pendekatan ini menekankan pada upaya perubahan sosial terencana pada tingkatan individu, keluarga, dan komunitas dengan menggunakan metode intervensi individu (social casework), metode intervensi keluarga (family casework), dan metode intervensi kelompok (group work). 7
2. Metode Intervensi Individu (Social Casework) a. Definisi Metode Intervensi Individu (Social Casework) Mary Richmond memperkenalkan dan me:ngembangkan metode intervensi individu (social casework) pada tahun 1917 dalam buku
Social Diagnosis. Mary Richmond mendefinisikan metode intervensi individu (social casework) tersebut sebagai:
"Social casework consist of those processes which develop personality through adjustments consciously eff"cted, individual by individual, between men and their environment.'' Sedangkan Skidmore, Thackeray, dan Farley (1994) memberikan definisi metode intervensi mikro individu (social casework) dengan menambahkan unsur-unsnr lainnya sebagai berikut:
"Social casework is a method of helping people based on knowledge, understanding, and the use of techniques skilfally applied to helping people to solve problems. It derives its understanding fi·om the discipline of science, its methods also includes artistic effort. It helps individuals with personal as well as external and environment matters. It is a method of helping through a relationship that taps
25
personal and other resources for coping with problems. Interviewing is major tool of casework. Change in attitides and feelings is affected by the dynamics of the casework relationship. "9
Pada dasarnya intervensi individu (social casework) adalah proses membantu
orang
lain.
Proses
tersebut
menekankan
pada
pengembangan individu sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Intervensi individu berlandaskan pada pengetahuan, pemahaman, serta teknik-teknik terlatih untuk membantu individu menyelesaikan permasalahan internal dan eksternal. Metode ini menggunakan pelbagai disiplin ilnm, upaya-upaya artistik, serta mengandalkan konseling sebagai media utama. b. Prinsip-prinsip Metode Intervensi Individu ( Cas.~work) Prinsip-prinsip dalam metode intervensi mikro mendasari relasi antara pekerja sosial dan klien dalam upaya intiervensi sosial terhadap individu,
keluarg~
dan kelompok kecil. Mengutip pendapat Midgley
(1981) dan Maas (1977), Isbandi mengemukakan 7 prinsip pekerjaan sosial, sebagai berikut 10 : I) Menerima manusia sebagaimana adanya 2) Partisipasi Klien 3) Pengambilan keputusan merupakan hak dari klien 4) Individualisasi dari klien 5) Kerahasiaan 6) Kesadaran diri petugas
26
7) Adanya relasi antara klien dan petngas
c. Proses Metode Intervensi Individu (Casework) Upaya intervensi bagi individu membutuhkan suatu tahapantahapan kegiatan yang sistematis, agar proses intervensi dapat berjalan dengan lebih terarah. Menurut Skidmore, Theckeray, dan Farley (1994), proses dalam metode intervensi mikro meliputi 11 : 1) Tahapan Penelitian (Study) Pada tahapan penelitian (study) jalinan relasi dengan klien merupakan kunci yang mengawali tahapan selanjutnya. Di tahapan awal ini, klien mengungkapkan masalah-masalahnya yang ia alami. Pada tahapan penelitian (study), klien menentukan apakah akan melanjutkan jalinan relasi dengan konselor atau tidak. Berdasarkan pada falsafah nilai pekerjaan sosial, konselor secara maksimal akan mengembangkan
jalinan
yang
dapat
membantn
klien
memformulasikan pe1masalahannya. 2) Tahapan Assesmen (Assessment) Tahapan asesmen adalah tahapan yang :;angat dinamis, proses ini dapat berlangsung mulai dari tahapan awal sampai akl1ir intervensi. Pada tahapan ini timbul kesadaran akan keunikan dari setiap sitnasi atau masalah, sampai pada tirnbulnya masalah pada satn sitnasi kehidupan. Penghimpunan data dan sejarah masa lalu klien merupakan media untnk mencapai 1ujuan asesmen, yaitn pemahaman yang menyeluruh terhadap masalal1 ldien.
27
3) Tahapan Intervensi (Intervention) Tahapan intervensi berawal dari kontak pertama dengan klien. Tujuan dari proses ini merupakan kesepakatan antara pekerja sosial dan klien. Kebutuhan klien akan sangat menentukan proses intervensi yang terjadi. Apabila pekerja sosial tidak dapat menyediakan layanan yang !
3. Metode Intervensi Keluarga (Family Casework) Pendekatan intervensi mikro tidak hanya mengarahkan proses perubahannya pada individu saja, tetapi juga pacla keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil masyarakat tempat tumbun dan berkembangnya individu. Keluarga juga merupakan saluran pendidikan yang paling awal dan berpengaruh terhaclap individu. Sehingga peran keluarga dalam keseluruhan upaya intervensi individu sangat penting. Dengan melibatkan
PER~USTA~~ UIN SYAHID JAKARTA
28
I
--------1
keluarga, tujuan intervensi mikro untuk meniingkatkan kemampuan individu dalam menangani masalahnya akan tercapai. 12 Pada perkembangannya metode intervensi ini lebih dikenal dengan istilah konseling keluarga (family counseling) atau terapi keluarga (family
therapy). Terapi atau konseling keluarga tersebut menggunakan pelbagai model terapi, antara lain model psikodinamik dan eksperiensial. Model psikodinamik berkembang dari teori psikoanalisis Freud. Penganut model psikodinamik sangat memperhatikan unsur wawasm1 mendalam (insight), motivasi, konflik yang tidak disadari, dan kedekatan antar anggota keluarga. Dimana unsur-unsur dinamika psikis (psychodinamics) tersebut akan mempengarubi
individu-individu anggota keluarga.
Menurut
pandangan model psikodinamika, pengalaman masa lalu menjadi perhatian utama dalam menemukan akar pennasalahan pada individu. Sedangkm1. pada model eksperiensial, perhatian utama adalah perkembangan diri klien itu sendiri, model ini lebih mengutamalrnn pengalaman-pengalaman yang terjadi pada saat timbulnya masalah. 13
4. Metode Intervensi Kelompok (Group Work) a. Pengertian Metode Intervensi Kelompok (Group Work) Kelompok terbagi atas kelompok yang terbeutuk dengan sengaja
(formed group) dan kelompok yang terbentuk secara alamiah (natural groups). Kelompok alamiah (natural groups) a.dalah kelompok yang terbentuk secara spontan. Kelompok ini dapat menyatukan anggotanya
12
I-L---..J!
n .. 1___ !_ .. _
A
..t!
n __
29
karena adanya hubungan interpersonal, kebutuhan serta minat yang sama. Sedangkan, formed groups adalah kelompok yang terbentuk melalui intervensi atau pengarnb dari luar. Umumnya, kelompok ini terbentuk karena ada usaha untuk menyatukan anggota-anggotanya, yang juga memiliki kesamaan tujuan. Metode intervensi mikro kelompok lebih menitikberatkan pada formed groups, karena peke1ja sosial turut serta merencanakan atau membentuk kelompok tersebut. Metode intervensi kelompok (group work) merupakan kegiatan yang menekaukan pada tujuan mempertemukan kebutuhan sosioemosional kelompok, dan menyelesaikan tugas-tugas kelompok. 14 Metode intervensi kelompok (group work) adalah: "Goal-directed activity with small treatment and task goups aimed at meeting socioemosional needs and accomplishing tasks. This activity is directed to individual members of a group and to the group as a whole within a system of delivery." 15 Berdasarkan tujuan terbentuknya, kelompok terbagi dalam dua kategori yaitu, kelompok perawatan (treatment group) dan kelompok gugus tugas (task group). Kelompok perawatan (treatment group) adalah kelompok yang bertujuan untuk mempertemukan antara sosioemosional dan kebutuhan-kebutuhan kelompok. Sedangkan kelompok gugus tugas
(task group) adalah kelompok yang
menitikberatkan pada pencapaian tujuan-tujuan kelompok baik
30
langsung ataupun tidak langsung dalam upaya memenuhi kebutuhan kelompok.
b. Proses Metode Intervensi Kelompok (Group Work) Proses intervensi kelompok tidaklah jauh berbeda dengan proses pada metode intervensi individu. Proses berikut ber!aku baik untuk kelompok perawatan (treatment group) maupun kelompok gugus tugas (task group) 16 :
I) Perencanaan (planning) Proses perencanaan dalam intervensi kelompok terdiri dari dua bagian, yaitu perencanaan pada pembentukan kelompok serta perencanaan
yang
alcan
berlangsung
selama
terbentuknya
kelompok. 2) Tahapan awal (begining stage) Tujuan utama pekerja sosial dalam tahapan ini adalah membantu anggota kelompok untuk dapat bekerja sama secara kooperatif dan produktif. Tujuan lainnya adalah membuat anggota kelompok merasakan kontribusi dan partisipisi mereka mendapat apresiasi dari pemimpin dan anggota kelompok Iainnya. 3) Asesmen (assessment) Asesmen be1tujuan untuk mencapai pemahaman terhadap situasi tertentu dan mencanangkan intervensi yang efektif. Kegiatan utama asesmen adalah pengumpulan, pengorganisasian,
31
dan pengkajian data atau informasi apapun yang terkait dengan anggota kelompok dan kelompok tersebut sabagai satu kesatuan. 4) Tahapan Menengah (middle stage) Proses intervensi kelompok pada tahapan mengengah (middle stage), menitikberatkan kegiatan pada upaya pencapaian tujuan-
tujuan kelompok. 5) Evaluasi (evaluation) Tahapan evaluasi merupakan proses untuk mendapatkan informasi atau tanggapan (feedback) tentang pengaruh seluruh proses intervensi baik terhadap individu dalan1 kelompok maupun kelompok tersebut secara keseluruhan. 6) Tahapan Akhir (Ending) Tahapan akhir atau tahapan tenninasi (termination) merupakan tahapan penting dari keberlangsungan suatu kelompok.
B. Program Rehabilitasi
l. Pengertian Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan istilah yang berakar dari pandangan Plato terhadap pelaku kejahatan, namun pada perkembangannya, istilah tersebut meluas penggunaannya di pelbagai bidang. Tidak hanya oleh mereka yang berkutat di bidang kriminologi saja, tetapi juga pada. bidang-bidang medis, sosial, psikologi, dan kesejahteraan sosial. Rehabilitasi menawarkan optimisme dan harapan yang terkait dengan semangat kemanusiaan yang kuat untuk membantu memperoleh kesembuhan dan hidup yang lebih
32
seperti dokter, psikolog, kriminolog, pendidik, konselor dan pekerja sosial. 17 Rehabilitasi adalah pemulihan kepada kedudukan yang dahulu, (perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu (misal pasien rumah sakit, korban bencana) supaya menjadi menusia yang berguna dan memiliki tempat dimasyaralmt.18 Menurut Departemen Sosial RI, rehabilitasi adalah proses refungsionalisasi dan pemantapan taraf kesejahteraan sosial untuk memungkinkan para penyandang masalah kesejahteraan sosial mampu melaksanakan kembali fungsi sosialnya dalam tata kehidupan dan penghidupan bermasyarakat dan bemegara. 19 Pada dasamya, rehabilitasi mempakan upaya mengembalikan keberfungsian sosial seseorang dengan menawarkan optimisme serta harapan yang kuat. Rehabilitasi mempertemukan tenaga-tenaga ahli dari pelbagai disiplin ilmu. Tenaga ahli tersebut mengupayakan upaya rehabilitasi secara komprehensif dari segi medis, psikologis, dan sosial dalam rangka meningkatkan taraf kesej ahteraan sosialnya di masyarakat.
2. Jenis Rehabilitasi Rehabilitasi pada tataran praktik, mempertemukan pelbagai disiplin ilmu
mulai
dari
medis,
piskologis,
sosial,
bahkan
pendidikan.
Multidispliner tersebut menghasilkan proses rehabilitasi yang saling terkait dan mendukung upaya pengembalian fungsi sosial, sehingga 17
Philip Bean, Rehabilitation, dalarn Adam Kuper, Jessica Kuper, Ensik/opedia I/mu-I/mu Sosial Ed I Cet. I, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 913-914 18 Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke-3, (Jakarta: Balai Pustaka n,,,.... Aa......... .,, '){\{\"}\
i. CIAf\
33
individu
dapat
menjalankan
perannya
sesua1
dengan
tuntuntan
lingkungannya. Pada perkembangannya, rehabilitasi terbagi meajadi empat jenis rehabilitasi 20 sebagai berikut: a. Rehabilitasi Medis Rehabilitasi ini memberikan pelbagai pernwatan secara medis dalam upaya untuk memulihkan kondisi fisik klien. Rehabilitasi medis menawarkan pelayanan kesehatan bagi klien, yang mempertemnkan tenaga profesional seperti dokter, psikiatri, psikolog, balikan pekerja sosial medis. Umumnya proses rehabilitasi medis berlangsung di mmah sakit, khnsusnya yang memiliki Instalasi Rehabilitasi Medis (IRM). Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Rumah Sakit Fatmawati mempakan contoh mmah sakit yang telah memiliki IRM. b. Rehabilitasi Pendidikan Rehabilitasi pendidikan mempakan upaya pengembangan potensi intelektual klien pada setting Sekolah Luar Biasa (SLB). Rehabilitasi ini mengandalkan tenaga pendidik, temtama para pendidik yang menekmri bidang khusus Pendidikan Luar Biasa (PLB).
c. Rehabilitasi Vokasional Rehabilitasi ini, memberikan keterampilan-keterampilan khusus pada klien sesuai dengan minat dan kemampuannya, seperti keterampilan dalam bidang musik, pijat, masak, olah raga, komputer, dan lain sebagainya. Rehabilitasi vokasional memerlnkan tenaga-
34
tenaga khusus yang menguasai keterampilan-keterampilan tersebut. Sehingga dapat mewujudkan tujuan proses rehabilitasi vokasional yaitu kemandirian ekonomi. d. Rehabilitasi Sosial Proses rehabilitasi
sosial
mengupayakan agar klien dapat
memulihkan fungsi sosialnya di masyarakat. Proses rehabilitasi sosial juga be1tujuan m1tuk mengintergrasikan klien kembali ke lingkm1gan masyarakat. Pada prosesnya, rehabilitasi sosial mengintervensi klien sebagai bagian yang tidak terpisalikan dari keluarga dan kommritasnya. Dalam ha! ini, proses tersebut melibatkan sikap klien terhadap keluarga, kommlitas, balikan masyarakat, juga sebaliknya. Peranan pekerja sosial, psikolog, dan konselor menjadi sangat penting pada proses rehabilitasi ini.
3. Perangkat Rehabilitasi Rehabilitasi merupakan proses pemulihan kepada kondisi yang semula. Agar dapat mencapai tujuan tersebut, rehabilitasi memerlukan serangkaian perangkat sebagai penunjang berlangsungnya proses rehabilitasi yang integratif dan komprehensif. Perangkat tersebut meliputi 'sarana dan prarana' 21 yang menoojang proses rehabilitasi yaitu: a. Program Rehabilitasi Program rehabilitasi mencaknp pelaksanaart prosedur rehabilitasi yang terencana, terorganisir, clan sistematis. Umm1111ya program rehabilitasi menjadi bagian dari sebuah kegiatan organisasional
35
lembaga,
baik
lembaga
pemerintah
maupun
non-pemerintah.
Jangkauan program dapat meliputi lingkup lokal, nasional, atau regional. Keterkaitan dan kerja sama antara le:mbaga-lembaga yang menyelenggarakan program rehabilitasi merupakan hal penting untuk mencapai tujuan rehabilitasi itu sendiri. Dimana, tujuan dan fokus rehabilitasi akan tergantung pada kebijakan lembaga dan dapat bervariasi
pada
lembaga
lain.
Seperti,
pada
lembaga
yang
menyelenggarakan program rehabilitasi bagi pienyandang cacat, ada mengkhususkan program rehabilitasinya pada satu jenis kecacatan saja, misalnya program rehabilitasi tunanetra, rnnarungu, tunadaksa, tunaganda, dan lain sebagainya. b. Pelayanan Pelayanan dalam proses rehabilitasi meliputi aktivitas-aktivitas khusus yang dapat memberikan manfaat dan sesuai dengan kebutuhan klien. Penyelenggaraan pelayanan kepada klien mengintegrasikan pelbagai pendekatan, disiplin ilmu dan tenaga-tartaga profesional untuk mencapai tujuan dari proses rehabilitasi tersebut. c. Sun1ber Daya Manusia (SDM) Proses rehabilitasi tidak mungkin berjalan tanpa adanya sumber daya manusia sebagai pelaksana proses tersebut. Pelaksanaan rehabilitasi akan melibatkan tenaga-tenaga profosional dari pelbagai latar belakang pendidikan dan keterampilan-keterampilan khusus, seperti dokter, pekerja sosial, psikolog, konselor, terapis, edukator,
36
memegang peranan utama dalam pelaksanaan rehabilitasi, akan tergantung pada jenis, progran1, dan Jayanan rehabilitasi. d. Fasilitas Penunjang Rehabilitasi Fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaa11 rehabilitasi meliputi fasilitas tempat sebagai wadah pelaksanaan rehabilitasi, seperti Instalasi Rehabilitasi Medis (IRM) pada fUlllah sakit, panti sosial binaan pemerintah, dan lembaga sosial yang menyelenggarakan program dan layanan rehabilitasi. Selain tempat pelaksanaan, fasilitas penunjang lainnya adalah peralatan rehabilitasi. Jenis dan jumlah peralatan tersebut, akan tergantung pada program, dan layanan rehabilitasi yang diselenggarakan.
C. Tunanetra l. Pengertian Tunanetra
Tunanetra berasal dari kata "tuna" dan "netra". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1990), "tuna" adalah rusak, Iuka, knrang, tidalc memiliki, sedangkan "netra" adalah mata.22 Mengutip basil musyawarah ketunanetraan di Solo tahun 1968, Dr. Effendi mengnraikan pengertian tunanetra. Seseorang dapat dikatakan sebagai tunanetra apabila setelah pengetesan mata - umumnya dengan kartu Snellen, visus sentralisnya atau ketajaman penglihatan 6/60 atau lebih kecil dari itu. Artinya, seseorang hanya rnarnpu membaca hnruf pada jai·ak 6 meter, yang oleh orang awas dapat dibaca pada jarak 60 meter.
37
Atau,
setelah
dikoreksi
secara
maksimal
penglihatannya
tidak
memungkinkan lagi mempergunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran yang biasa digunakan oleh orang awas. 23 Bila tunanetra memiliki visus 6160, maka low vision memiliki ketajan1an penglihatan < 3/0 atau <5/15
atau < 6/18 dan < 6/20. 24 Sehingga, tunanetra adalah keadaan rusak, Iuka, kurang, atau tidak berfungsinya indera penglihatan sebagaimana mestinya. Tunanetra memiliki ketajaman penglihatan sebesar 6/60, hal tersebut mengakibatkan penggunaan indera lain dalam proses pendidikan sebagai substitusi dari berkurangnya atau tidak berfungsinya mata. Sedangkan (low vision) terjadi apabila seseorang mengalami penurunan fungsi ind1;ra penglihatam1ya. Ia masih dapat melihat cahaya, dapat berjalan bahkan membaca namun dengan jarak yang sangat dekat, karena memiliki ketajaman penglihatan antara < 310 atau <5/15 atau < 6/18 dan < 6120. 2. Penyebab Tunanetra25 :
a. Proses kehamilan (pra-natal) dan kelahiran (post-natal) b. Trauma/kecelakaan - (fisik pada mata atau kimia pada mata) c. Infeksi pada mata d. Kusta yang mengenai mata e. Kekurangan gizi - defisiensi vitamin A f.
Penyakit degeneratif: Diabetes mellitus, Katarak, Glaukoma, Stroke
23
Mohammad Effendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bruni Aksara, 2006), h. 30. 24 Bambang Basuki, Karakteristik Cacal Netra, Kegiatan Disampaikan dalam Kegiatan Dn~n~.f.,.._,,,_
D,..f.,.~,,,~
A~"'-~"'-
'{T,..1;,,,,,,!,..--1
n,,,1,,,!/n,,,_ .. !
'-"--!-1
T'!o-------~..l---
,-. ___ ._
r., _____ _,_ __
38
3. Klasifikasi Tunanetra Klasifikasi tunanetra meliputi: a. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan26 : 1) Tunanetra sebelum dan sejak lahir 2) Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil 3) Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja 4) Tunanetra pada usia dewasa 5) Tunanetra dalam usia lanjut b. Berdasarkan daya penglihatan27 : 1) Seseorang yang mengalami gangguan fungsi penglihatan yang mempunyai kemungkinan dapat dikoreksi dengan penyembuhan pengobatan atau alat optik tertentu. Ia tidak tennasuk kategori tunanetra sebab masih dapat menggunakan fungsi penglihatan dengan baik untuk kegiatan belajar. 2) Seseorang
yang
mengalami
gangguan
fungsi
penglihatan,
meskipun sudah dikoreksi masih mengalami kesulitan mengikuti kelas reguler. Kategori ini disebut tunanetra ringan, atau low
vision. Low vision, juga terbagi menjadi low vision ringan, setengah berat, dan berat. 3) Seseorang yang mengalarni gangguan fungsi penglihatan yang tidak dapat dikoreksi dengan pengobatan atau alat optik apapun.
26
Direktorat Pembinaan Sekolab Luar Biasa, Informasi Pendidikan dan Pelayanan Bagi
An"'l-- 'l'... ~.,....,..,,N>,.
11..,,1...-,,.,,...,,.. n;..,,.1,+.-....... 1
n ......... J...: ...... ,....,
0~1...- ... 1... 1~
T ..... _
n:---
T'\----~----
n--..J!-1!1 ___ _
39
Sehingga saluran pendidikan memanfaatkan indera lain selain mata. Kategori ini disebut dengan tunanetra berat, buta total atau (totally bilnd).
4. Perkembangan Tunanetra28 a. Perkembangan Motorik Perkembangan motorik tunanetra dan low vision akan mengalami perbedaan dengan orang atau anak awas pada umumnya. Pada tunanetra, koordinasi fimgsional sistem syaraf dan otot (neuromuscular system) serta fimgsi psikis (kognitif, afektif, konati:I) memengaruhi
perkembangan motorik tunanetra.
Fungsi
psikis klien sepe1ti
pemahaman persepsi ruang, lingkungan, persepsi bahaya dan cara menghadapinya,
serta
keberanian
dalam
melakukan
sesuatu,
mengakibatkan keterampilan gerak motorik menjadi tidak maksimal. Kondisi tersebut pada akhirnya menyebabkan timbulnya pennasalahan orientasi dan mobilitas. b. Perkembangan Kognitif Perkembangan kognitif tunanetra, alcan sangat tergantung pada Jems
ketunanetraan,
waktu
te1jadinya
ketunanetraan,
tingkat
pendidikan, serta rangsangan terhadap objek dan lingkungan. Pada tunanetra berat yang terjadi sejak lahir, perkembangan kognitif akan mengalami keterlambatan. Karena sejak lahir, tunanetra tersebut tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan visual mengenai persepsi
40
mang, objek, dan lingkungan. Namun, dengan adanya rangsangan terhadap objek, dan lingkungan, perkembangangan kognitif tunanetra tidak akan tertinggal jauh dari orang awas pada umumnya. c. Perkembangan Bahasa Anak yang tunanetra sejak lahir akan mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasa. Hal ini terlihat daii minimnya perbendaharaan kosa kata. Berkurangnya atau tidak berfungsinya indera penglihatan sebagai saluran utama informasi, mengakibatkan pembentukan konsep atau pengertiai1 akan suatu objek, terbatas pada penggunaan indera lain seperti pendengaran, pencimnan, dan perabaan. Kondisi tersebut mengakibatkan tunanetra sering menggunakan kosa kata tanpa talm makna yang sebenarnya. Namun, perkembangan bahasa tm1anetra juga akan tergantung pada jenis ketunanetraan, waktu terjadinya, dan rangsangan mengenai objek atau lingkungan sekitar. d. Perkembangan emosi Seorang tunanetra sering menunjukkan perkembangan emos1 bempa pola emosi yang negatif dan tidak seimbang. Beberapa gejala pola emosi negatif tersebut bempa perasaan takut, malu, khawatir, cemas, iri hati, mudah marah, serta kesedihan yang berlebihan. Kondisi-kondisi tersebut biasanya terkait dengan keterbatasannya mendeteksi kemungkinan bahaya, ketidakpastian reaksi orang lain, serta
reaksi
Katerbatasan
lingkungan tersebut
terhadap
kondisi
memengaruhi
seorang
ketunanetraanya. tunanetra
ketika
41
perasaan dan bayangang bahwa ada bahaya yllillg lebih banyak
sosial
tunanetra
merupakan
kondisi
yang
memungkinkaunya
tunan•~tra
ketika menjalani
proses sosialisasi dalam kelnarga dan masyarakat turut menentukan perkembangan
sosialnya.
Penerimaan
(acceptance)
masyarakat
terhadap tunanetra akan sangat berarti bagi perkembangan sosialnya. Sikap diskriminatif, penolakan, bahkan penghinaan dari masyarakat dapat menghambat perkembangan sosial seorang tunanetra.
Bab III GAMBARANUMUMLEMBAGA
A. ILatar Belakang Lembaga Yayasan Mitra Netra yang berdiri di Jakarta pada tanggal 14 Mei 1991, mernpakan
lembaga
nirlaba
yang
bergerak
di
bidang
pendidikan,
pengembangan, dan peningkatan kesejahteraan sosial tunanetra. Yayasan ini berdiri karena pada saat itu, belum ada lembaga yang memberikan layanan pendampingan bagi siswa-siswi tunanetra. Siswa-siswi tunanetra tersebut barns mengikuti kegiatan belajar dan mengajar di selk:olah terpadu - yang belum aksesibel bagi mereka. Sehingga layanan pendampingan menjadi sangat penting, agar mereka dapat menyesuaikan diri dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah terpadu tersebut. Selain itu, Yayasan Mitra Netra lahir karena kenyataan bahwa belum ada kesan1aan kesempatan melalui kesetaraan perlakuan bagi tunanetrn, tidak hanya di bidang pendidikan tapi juga tenaga kerja. Belun1 tersedianya sarana/layanan khusus bagi tunanetra secara memadai di bidang pendidikan dan tenaga kerja, juga turnt mendasari berdirinya yayasan ini. Melihat kebutuhan tunanetra yang semakin berkembang, Yayasana Mitra Netra mengembangkan sarana dan layanan khusus bagi tunanetra. Sarana dan layanan yang dapat mendukung tunanetra di bidang pendidikan, tenaga kerja, maupun bidang lainnya, antara lain dengan menyediakan buku-buku Braille, kaset-kaset buku pelajaran, buku bicara (talking book), dan lain sebagainya. Setelah 10 talmn berdiri, Yayasan Mitra Netra kemudian berstatus sebagai
43
tanggal 14 Desember 2001. Sebagai salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menaruh perhatian pada tunanetra, yayasan ini bergerak secara independen dengan tidak berafiliasi dengan organisasi sosial politik maupun organisasi keagamaan apaptm.
B. Visi, Misi, dan Fungsi Lembaga
1. Visi
Sebagai lembaga yang peduli pada pendidikar.1, pengembangan, dan peningkatan kesejahteraan tunanetra, Yayasan Mitra Netra mendasari layanan dan programnya dengan visi untuk terwujudnya kemandirian dan pemulihan fungsi tunanetra di masyarakat dengan rehabilitasi yang tepat, kesempatan pendidikan dan latihan serta peluang kerja yang seluasluasnya, dengan disertai pemberian sarana/ layanan khusus yang sesuai. Yayasan Mitra Netra berfnngsi sebagai pengembang dan penyedia layanan, guna terwujudnya kehidupan tunanetra yang mandiri, cerdas dan bermakna dalam masyarakat yang inklusif.
:t. Misi Berdasarkan visi tersebut, misi dari Yayasan Mitra Netra sebagai pusat layanan bagi tunanetra adalah: a. Mengurangi dampak ketunanetraan melalui rehabilitasi; b. Mengembangkan potensi tunanetra melalui pendidikan dan pelatihan; c. Memperluas peluang kerja tunanetra melalui upaya diversidikasi dan penempatan kerja;
44
d. Meningkatkan keahlian dan sarana khusus bagi tunanetra melalui penelitian; e. Meningkatkan kemampuan lembaga penyedia layanan bagi tunanetra yang lain dengan menyebarluaskan keahlian serta produk yang dihasilkan; f. Melakukan advokasi guna mendorong terwujudnya masyarakat
inklusi, yang mengalcomodir baerbagai jenis perbedaan;
3. Fungsi Berlandaskan pada visi dan misi tersebut, fungsi dari Yayasan Mitra adalah: a. Sebagai pendorong terwujudnya layanan rehabilitasi mental bagi tunanetra oleh konselor sesama tunanetra. b. Sebagai penunjang pendidikan bagi tunanetra, terutama sistem pendidikan terpadu. c. Sebagai pengembang sumber daya manusia dan peluang kerja tunanetra. d. Sebagai pengembang model penanganan dan laym1an ketunanetraan. e. Sebagai pengembang peralatan ketunanetraan.
C. Ruang Linglmp Program Lembaga Program-program yang menjadi ujung tombak Yayasan Mitra Netra dalam memberikan layanan khusus bagi tw1anetra meliputi:
45
1. Program Rehabilitasi Program ini menyelenggarakan layanan bagi klien tunanetra, berupa: a. Layanan Konseling. Layanan Konseling ini d.iselenggarakan untuk membantu para tunanetra mengatasi berbagai permasalahan psikologis dan sosioemosional yang dihadapi di dalam kehidupan sehari-hari. b. Pelatihan baca tulis huruf Braille. Pelatihan ini diselenggarakan bagi para tw1anetra barn sebelum mereka rnendapatkan pendidikan atau pelatihan lebih lanjut. Kursus baca tulis huruf Braille dilaksanakan oleh seorang instruktur, dengan waktu kurang lebih 2 bulan. c. Pelatihan Orientasi dan Mobilitas (OM). Pelatihan Orientasi dan Mobilitas diselenggarakan untuk mernbekali para tunanetra dengan kernampuan dan keterampilan rnernanfaatkan ke:seluruhan indra dalam upaya rnengenali lingkungan, bergerak, dan berpindal1 dari satu tempat ke tempat yang Iain, serta untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara efektif dan aman.
2. Program Pendidikan dan Pelatihan Program ini rnengernbangkan pusat surnber (resource center) dengan rnernberikan layanan khusus bagi tunanetra yang menernpull pendidikan terpadu, menuju terwujudnya sistem pendidikan i:nklusi. Menurut Dra. Rianti Ekowati, pada sistem pendidikan terpadu, tunanetra mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lembaga pendidikan. Hal ini terjadi karena tenaga pengajar yang belurn mernaharni bagairnana cara memberikan pengajaran kepada tunanetra. Buku-buku pelajaran yang
46
belum aksesibel bagi tunanetra, juga menjadi kendala tersendiri. 1 Program Pendidikan dan Pelatihan tersebut memberikan layanan/pendampingan kepada siswa/mahasiswa tunanetra yang menempuh jalur pendidikan terpadu, yaitu siswa dan mahasiswa tunanetra yang menempuh pendidikan di sekolah-sekolah umum baik pada tingkat SD, SLTP, SMU dan Perguruan Tinggi. Layanan yang diberikan meliputi : a. Pendampingan Pendaftaran b. Layanan Belajar. c. Layanan/pendampingan ujian. d. Kunjungan ke Lembaga Pendidikan Penyelenggara Pendidikan Terpadu e. Bimbingan SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) f.
Konsultasi Pendidikan
g. Penyelenggaraan kursus-kursus
3. Program Perpustakaan Program perpustakaan Yayasan Mitra Netra merupakan program yang bertujuan
untuk
memenuhi
kebutuhan
akan
bnku-bnku
guna
mengembangkan wawasan tunanetra tentang ilmu pengetahnan dan informasi yang terns berkembang dengan
pesa1~
sehingga nantinya
diharapkan akan terbentulc masyarakat tunanetra Indonesia yang gemar membaca dan belajar.
Perpnstakaan ini menyediakan bnku-buku bagi
tunanetra dalam bentuk rekaman kaset dan buku Braille.
47
Perpustakaan kaset Yayasan Mitra Netra didirikan pada tahun 1991. Penyelenggaraan perpustakaan ini dilatarbelakangi oleh beberapa alasan yaitu: a. Mini1m1ya bahan bacaan yang tersedia bagi tunanetra khususnya siswa dan mahasiswa yang menempuh pendidikan terpadu sehingga mempengaruhi prestasi belajar mereka. b. Mahalnya biaya serta lamanya waktu yan:g dibutuhkan untuk pembuatan buku-buku braille. Sedangkan perpustakaan buku braille Yayasan Mitra Netra didirikan pada tahun 1995. Alasan yang melatar belakangi pendirian perpustakaan braille tersebut adalah : a. Tidak terpenuhinya kebutuhan akan buku-buku braille bagi tunanetra baik ditoko buku maupun di perpustakaan-perpustakaan umum. b. Untuk beberapa bidang tertentu yaitu matematika, fisika, kimia dan bahasa asing dirasakan lebili sulit apabila menggm1akan buku bicara. Perpustakaan Yayasan Mitra Netra menyediak:m pelayanan sebagai berikut: a. Memproduksi bahan bacaan yang aksesibel bagi tunanetra
dalam
bentuk: buku Braille dan buku bicara b. Menyelenggarakan layanan perpustakaan yang menyediakan buku Braille dan buku bicara c. Mengembangkan Komunitas e-Braille
Indom~sia
(KeBI) dengan
menyelenggarakan layanan perpustakaan Braille on-line bagi anggota
48
4. Program Tenaga Kerja Yayasan Mitra Netra menyelenggarakan program tenaga kerja bagi tunanetra dengan layanan: a. Mengupayakan difersifikasi peluang kerja bagi tunanetra dengan mencari dan meneliti peluang kerja yang dapat atau bahkan lebih produktif jika dilakukan tunanetra, seperti operator telepon, penulis, konselor sesama tunanetra, operator studio rekan1an serta instruktur kursus komputer bicara. b. Mengembangkan model peluang ke1ja alternatif bagi tunanetra, yang berbasiskan keterampilan dalam memanfaatkan tek:nologi infonnasi. c. Menyelenggarakan promosi dan upaya penyaluran kerja bagi tunanetra yang telah mengikuti pelatihan dan pemagangan.
5. Program Penelitian dan Pengembangan Merupakan program yang bertujuan untulc meningkatkan penelitian dan pengembangan layanan khusus bagi tunanetra baik yang berkaitan langsung dengan teknologi dan informasi (software khusus bagi tunanetra), maupun dengan permasalahan yang terkait dengan pendidikan dan ketenagakerjaan. a. Menyelenggarakan penelitian berbasiskan teknologi mutakhir dalam menciptalcan
sarana
khusus
bagi
tunanetra,
sehingga
dapat
memberilcan alcses yang seluas-luasnya serta untulc meningkatkan kualitas sumber daya manusia tunanetra yang meliputi: 1) Menciptakan Mitranetra Braille Converter (MBC), yaitu perangkat
49
Indonesia menjadi dokumen Braille sec:ara otomatis. MBC Mernpakan hasil pengembangan Divisi Litbang (Penelitian dan Pengembangan) dan Universitas Bina Nusan1ara. 2) Menciptakan Mitranetra Electronic Dictionary (MELDICT), yaitu kamus elektronik Inggris-Indonesia dan Indonesia-Inggris yang aksesibel bagi tunanetra, dengan menggunakan komputer bicara. 3) Melakukan penelitian untuk mengembangkan dan memproduksi Buku Bicara Digital (Digital Talldng Book), yang memberikan kemudahan bagi tunanetra untuk mencari isi buku. b. Menyelenggarakan penelitian untuk mengembangkan simbol Braille untuk Tulisan Singkat Indonesia, Matematilca, Fisika, dan Kimia, yang telah disahkan oleal1 Departemen Pendidikan Nasional RI.
6. Program Publikasi Program ini dilaksanakan untuk membangun pemahaman dan persepsi masyarakat yang benar tentang kemampuan tunanetra sebagai sumber daya manusia. Yayasan Mitra Netra menyelenggarakan program publikasi, dengan menyediakan informasi dalam bentuk: a. Penyelenggaraan media on line www.mitranetra.or.id b. Penyelenggaraan pameran, diskusi, seminar dan peluncuran hasil karya Mitra Netra. c. Pementasan seni hasil karya tunanetra (Teater Meldict). d. Publikasi melalui media massa, baik cetak, elektronik maupun on line.
50
D. Pola pendanaan Yayasan Mitra Netra menerapkan pola pendanaan dengan pendekatan kemitraan dengan lembaga-lembaga lain. Termasuk dengan lembaga pemerintah. Namun, sampai saat ini, ha! tersebut masih sulit terjadi. Mitra Netra kemudian mencoba mendekati lembaga donor non pemerintah. Dalam ha! ini, Yayasan Mitra Netra lebih memposisikan diri sebagai lembaga pelaksana (IMPLEMENTING AGENT), yang senantiasa. bekerja sama dengan lembaga donor
(DONOR AGEN1). Yayasan Mitra Netra mendasarkan
program-programnya pada kebutuhan !
2
E. Struktur Organisasi Lembaga Penerapan pendekatan kemitraan juga terlihat pada struktur Yayasan Mitra Netra. Dimana pengelolaan dan penyelenggaraan program ke1ja yayasan sangat mengandalkan kemitraan antara tunanetra dan mereka yang berpenglihatan (awas). 'Hanya tunanetra yang mengetahui apa yang menjadi kebutuhan tunanetra', menjadi salah satu alasan untuk menerapkan pendekatan kemitraan. Struktut organisasi Yayasan Mitra Netra adalah sebagai berikut :
51
KETUA BADAN PENDIRI Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, SpM. PENASEHAT Sulaiman M. Sumitakusuma BADAN PENGURUS Ketua: Lukman Nazir, Tex. Ing. Sekretaris: H. Subarmat DIREKTUR EKSEKUTIF Drs. Bambang Basuki Struktur organisasi secara lebih lengkap akan penulis sajikan dalam lampiran.
Bab IV ANALISIS PENDEKATAN INTERVENSI MIKJRO DALAM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILJ[TASI DI YAYASAN MITRA NETRA
A. Temuan-temuan Lapangan 1. Program Rehabilitasi Yayasan Mitra Netra Yayasan
Mitra
Netra
adalah
lembaga
yang
mengupayakan
pemberdayaan, pendidikan, dan kesejahteraan tunanetra. Mitra Netra menyediakan pelbagai program dan layanan khusus bagi tunanetra untnk mewujndkan kemandirian dan kesejahteraan mereka. Dimana salah satu program tersebut adalah Program Rehabilitasi. Pada dasarnya rehabilitasi sudah ada sejak Yayasan Mitra Netra berdiri pada tahun 1991. Na.mun, baru pada tahun 2000 lembaga ini memiliki divisi khusus yang menangani rehabilitasi. a. Latar Belakang Program Rehabilitasi Yayasan Mitra Netra Seseorang yang baru menjadi tunanetra akart mengalami kondisikondisi yang sangat jauh berbeda dengan konclisi saat ia masih melihat. Terutan1a pacla klien yang menjacli tunanetra tidak pada usia anak-anak. Pemulihan kondisi mental klien menjadi salah satu alasan adanya rehabilitasi. Selain itn, pemulihan fungsi sosial klien juga turut melatarbelakangi berdirinya program rehabilitasi iini. "Rehabilitasi sendiri sebenarnya boleh dikatalcan sebagai upaya memulihkan. ... Kita berbicara tentang adanya tuna:netra yang baru, yang kita pikirkan adalah bagaimana memulihkan konclisi mental clan 111n-::1 fnnnc11nP.rPlrQ
T!:uli
lrr.>tilrn
l,i::>rh11"aro
nr.>m1111h•:n-. ma.1"\tol t-onn'ln"un
53
tunanetra, oleh karenanya kita rnernerlukan satu tahapan, satu proses atau bentuk bantuan yang bisa rnernbuat rnereka rnencapai satu proses pemulihan mental. Misalnya yang tadinya tidak rnenerima kondisinya menjadi menerima, yang tidak mampu memutuskan tahapan hidupnya menjadi mampu kemudian, yang tidak percaya diri menjadi percaya diri ... yang putus asa menjadi punya pengharapan....karena menjadi tunanetra seolah-olah dia kehilangan fungsi. Dia tidak bisa berbuat apa-apa, dia tidak bisa melakukan sesuaiu, bekerja misalnya... tapi ketika mereka diberikan rehabilitasi, mereka akan kembali bisa berfungsi di masyarakat sesuai dengan kondisinya, sesuai tuntutan masyarakat secara optimal." I b. Urgensi Program Rehabilitasi Tunanetra di Yayasan Mitra Netra Klien yang menjadi iunanetra setelah remaja bahkan dewasa, akan mengalami kondisi-kondisi yang sangat berat. Hal tersebut terjadi karena klien terbiasa mengandalkan penglihatannya untuk melakukan aktivitas rutin. Klien membutuhkan alternatif-alternatif yang dapat membantunya melakukan aktivitas-aktivitas ruti:nnya. Urgensi dari program rehabilitasi ini tidak hanya mengupayakan alternatif-alternatif agar klien dapat melakukan aktivitasnya kembali, namun, program ini juga mengupayalcan ha! yang paling mendasar, yaitu penerimaan diri klien. "Itulal1 urgensinya. Karena yang pertania, mereka memang butuh rehabilitasi. Yang kedua, mereka butuh rehabilitasi yang tepat. Jadi rehabilitasi yang tepat ini meajadi kata kunci di Mitra Netra. "2 c. Tujuan Program Rehabilitasi Berdasarkan latar belakang dan urgensi rehabilitasi, program ini memiliki tujuan utama, antara lain:
54
1) Membantu memulihkan keseimbangan mental dan psikologis bagi mereka yang barn mengalanu ketunanetraa11, baik dalam katagori buta total maupun low vision, sehingga mereka dapat menerima ketunanetraannya, memiliki harapan masa depan, dan dapat menunuskan langkah yang akan ditempuh setelah mengalami kebutaan. 2) Memberikan
bekal
kemampuan
dan
keterampilan
dasar
ketunanetraan yang dibutuhkan untuk mempersiapkan para tunanetra agar dapat hidup mandiri dan berfungsi di lingkungan masyarakat.
2. Jenis dan Layanan Program Rehabilitasi Yayasan Mitra Netra menyelenggarakan layanan-layanan khusus bagi klien tunanetra bempa: a. Konseling Ketunanetraan oleh Sesama Tunanetra Yayasan Mitra Netra menyelenggarakan konseling ketunanetraan oleh konselor tunanetra. Konselor tidak hanya memberikan konseling kepada klien secara individual, tatapi juga memberikan konseling kepada keluarga. Terutama pada keluarga yang anaknya baru menjadi tunanetra. Konseling tersebut berlangsm1g di Kantor Yayasan Mitra Netra, Instalasi Rehabilitasi Medis RSCM Jakarta, dan Poliklinik Mata RSCM Jakarta. Pada tahun 2006, Mitra Netra telal1 melayani 25 ldien. Sedangkan pada tahm1 2005 klien yang menjalani layanan konseling sebanyak 18
55
pada usia produktif; namun terdapat juga beberapa usia balita. Tabel 4.1 memberikan gambaran jurnlah klien yang menjalani konseling ketunanetraan selama periode tahun 2004-2006. Tabel 4.1 Data Konseling Tunanetra tahun 2004 ..2006: No. 1.
Jumlah Klien 22
Tahun 2004
Kategori KJien 13 Klien baru, 9 klien lama
2.
2005
18
18 Klien baru
3.
2006
25
25 klien baru
Keterangan 17 usia
dewasa, 2 usia balita Usiadewasa Rata-rata usia produktif
b. Kunjungan Rumah (Home Visit) Program
rehabilitasi
di
Yayasan
Mitra
Netra
juga
menyelenggarkan layanan kunjungan rumah (home visit) sebagai salah satu layanan untuk rnembantu klien. Selain itu, layanan ini diselenggarakan untuk mendorong keterlibatan keluarga dalam pemulihan kondisi klien. Layanan kunjungan rumah (home visit) merupakan layanan yang bersifat insidental. Pada tahun 2005 sebanyak 4 klien mendapatkan layanan ini, dan pada tahun 2004 sebanyak 3
!
'
.
1
'
-
- -~----
T'll_..1_
.t._1 _____
,-,F\f\A
"tT--·----
11.lf!.;._.~
56
Nena menyelenggarakan parent support group bcranggotakan orangtua yang memiliki anak tunanetra antara usia 0-8 tahun. Parent support group di tahun 2004 berlangsung pada tanggal 29 Mei 2004. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 9 orangtua anak tunanetra. d. Pelatihan Baca Tulis Braille Setelah menjadi tunanetra, klien masih dapat melakukan aktivitas membaca dan menulis. Klien dapat melakukan kedua aktivitas tersebut dengan hurnf Braille. Selain konseling, program rehabilitasi juga memberikan pelatihan baca tulis Braille. Pelatihan baca dan tulis Braille meliputi beberapa bidang seperti Bahasa (tulisan penuh dan singkat), Matematika, Kimia, Fisika, Musik, serta Braille Bahasa Arab Gambar 4.1 Abjad Braille Bahasa dan Angka
e. Pelatihan Orientasi dan Mobilitas Orientasi adalah hubungan lokasi antar obj ek dalam lingkungan, sedangkan mobilitas adalah bergerak secara leluasa. Pelatihan ini bertujuan untuk: 1) Memberikan keterampilan dalam memanfaatkan indera lainnya dalam mengenali objek, lingkungan, bergerak, serta berpindah tempat. 2) Klien dapat melakukan aktivitasnya dengau mandiri, efektif, dan
57
3) Melatih kemandi1ian klien Pada tahnn 2006 Mitra Netra, menyelenggarakan pelatihan orientasi dan mobilitas dengan jumlah peserta 9 klien, sedangkan tahun 2005 sebanyak 5 klien dan tahun 2004 sebanyak 5 klien. Pada tahun 2005, sebanyak 6 karyawan mendapatkan pela1ihan ToT (Trainer of Treinee) untnk menjadi instrnktnr pelatihan orientasi dan mobilitas. Mitra Netra bekerja sama dengan lembaga seperti Yayasan Rawinala dan HKI (Hellen Keller International), dalam memberikan pelatihan kepada para karyawan. f.
Konseling Pendidikan Layanan
ini
memberikan
konseling
kepada
siswa/i
dan
mahasiswa/i yang mengalami kesulitan menyesuaikan diri terhadap lingkungan institusi pendidikan dan terhadap kegiatan belajar. Kesulitan tersebut dapat terjadi karena pemahaman diri yang lcurang baik, mobilitas, dan teknik pengajaran yang tepat. Konseling pendidikan ini bersinergi dengan bagian Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) dalam memberikan konseling pendidikan kepada peserta didik. Konseling pendidikan mempertemukan antara klien (peserta didik) dengan institusi pendidikan terkait.
3. Sumber Daya Manusia (SDM) Pelaksana Sumber Daya Manusia dalam program rehabilitasi antara lain: a. Tolhas Damanik S.Pd: Kepala Seksi Rehabilitasi merangkap konselor,
58
b. Ali Mushofa S.Pd: Instruktur Pelatihan Or:ientasi dan Mobilitas, merangkap tutor MIPA (Matematika, Kimia, dan Fisika) c. Suryo Pramono: Instruktur Pelatihan Komputer Bicara, merangkap Instruktur Pelatihan Baca Tulis Braille.
4. Jejaring (Networking) Yayasan Mitra Netra berjejaring dengan lembaga lain dalam pelaksanaan program rehabilitasi. Lembaga-lembaga tersebut antara lain, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumu (RSCM), Rumah Sakit Mata Aini, Jakarta Eye Centre, Unit Low vision Pertuni, HKI (Hellen Keller International), dan Sekolah Dwituna Rawinala.
B. Analisis Pendekatan Inte!"Vensi Mikro dalam Pelaksanaan Program
Rehabilitasi Tunanetra Yayasan di Mitra Netra
1. Gambaran Implementasi Pemlekatan Intervensi Mikro dalam Pelaksanaan Program Rehabilitasi Tunanetra di Yayasan di Mitra Netra Analisis mengenai gambaran implementasi intervensi mikro dalam pelaksanaan program rehabilitasi merupakan hasil dari analisis antara teori intervensi mikro dan temuan lapangan. Sebelum menguraikan analisis gambaran implementasi pendekatan intervensi mikro, penulis terlebih dahulu akan menuraikan analisis program rehabilitasi tunanetra di Yayasan Mitra Netra.
59
a. Program Rehabilitasi Yayasan Mitra Netra Analisis program dilakukan dengan melihat dari segi defmisi, jenis rehabilitasi, dan perangkat rehabilitasi. Analisis tersebut dilakukan dengan membandingkan antara teori dan temuan lapangan. Secara umum, rehabilitasi menawarkan o;ptimisme dan harapan yang kuat dan berfungsi mengembalikan keberfungsian sosial seseorang, mempe11emukan tenaga ahli dari pelbagai disiplin ilmu, dalam rangka meningkatkan kesejal!teraan so:;ialnya di masyarakat. Temuan lapangan mengungkapkan bal!wa program rehabilitasi di Yayasan Mitra Netra juga mengupayakan optimisme dan harapan yang kuat kepada klien, terutama klien baru. Optimisme dan harapan tersebut dapat tercapai melalui upaya pemulilmn kondisi mental dan fungsi sosial klien tunanetra. klien yang putus asa, kehilangan harapan, dan semangat hidup, dapat memiliki semangat, harapan hidup, bal!kan kepercayaan dirinya kembali. Program rehabilitasi di Yayasan Mitra Netra, mempertemukan tenaga al!li antara lain, tenaga altli konselor, pekei:ia sosial, dan tenaga pendidikan.
Program
rehabilitasi
juga
mengupayakan
proses
refungsionalisasi dan pemantapan taraf kesejahteraan klien dengan menyelenggarakan pelbagai jenis rehabilitasi kepada !
60
Sebenarnya, untuk rehabilitasi vokasional, Yayasan Mitra Netra sudah mulai merintisnya dan mengembangkan jenis rehabilitasi tersebut, namun masih terdapat kendala dari terbukanya kesempatan ke1ja di masyarakat. Lembaga ini menyelenggarakan rehabilitasi tersebut dengan sistem luar panti dan pendekatan intervensi mikro. Sistem ini tidak memusatkan klien pada satu tempat seperti panti atau SLB (Sekolah Luar Biasa). Klien yang datang untuk menda1patkan layanan, tidak tinggal dan menetap di lembaga. Rehabilitasi luar panti merupakan rehabilitasi bentuk lain yang tidak memisahkan individu tunanetra dari keluarga dan komunitasnya. Sistem ini memungkiukan klien menunjukkan kontribusi dan prestasi di masyarakat, misalnya melalui institusi pendidikan inklusi. Rehabilitasi luar panti juga memberikan klien kesempatan seluasluasnya untuk melakukan komunikasi dan sosialisasi dengan teman sebaya mereka yang awas. Selain itu, program rehabilitasi ini merupakan layanan bebas biaya. Dengan kata lain, klien tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkan layanan rehabilitasi di Yayasan Mitra Netra. Hal ini sangat meringankan klien yang berasal dari keluarga pra sejahtera.
61
I) Rehabilitasi Medis Rehabilitasi medis pada dasarnya mengupayakan pemulihan kondisi fisik klien. 3 Rehabilitasi medis m~mepertemukan antara tenaga ahli konselor dan tenaga ahli medis, yaitu dokter mata. Berdasarkan temuan lapangan, Yayasan Mitra Netra tidak secara langsung menyelenggarakan rehabilitasi medis, tetapi menerima rujuakan hasil rehabilitasi medis dari pihak dokter Instalasi Rehabilitasi Medis Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Poliklinik Mata RSCM, dan Jalcarta Eye Centre. Rehabilitasi medis yang dilaknkan Yayasan Mitra Netra mengupayakan optimalisasi fungsi mata pada klien low vision. Program rehabilitasi bekerja sama dengan Unit Low vision Pertuni (Persatuan Tunanetra Indonesia) dalam melaksanalcan rehabilitasi medis. Bersama Unit Low Vision Pertuni, Program Rehabilitasi Mitra Netra menyelenggarakan rehabilitasi medis melalui kegiatan asesmen fungsi mata. Hal ini dilakukan agar klien
yang
mengalami
low vision dapat
mengoptimalkan fungsi matanya. Selain itu, Unit Low Vision Pertuni dan Progran1 Rehabilitasi Mitra Netra melaksanakan rehabilitasi medis dengan memberikan alat bantn kepada klien low vision. Alat bantu yang dapat membantu klien rnengoptimalkan fungsi matanya dalam setiap aktivitas.
62
Gambar 4.2 Alat Bantu Low Vision
(a) Loop
(b) Teropong
(c) CCTV
2) Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi
sosial
merupakan
Jerns
rehabilitasi
yang
memulihkan fungsi sosial di masyarakat. 4 Dalam hal ini, Yayasan Mitra Netra juga menyelenggarakan rehabilitasi sosial. Hal tersebut dilakukan melalui media konseling. Rehabilitasi sosial melalui konseling,
mengupayakan
partisipasi
klien,
keluarga,
dan
komunitas sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya pemulihan fungsi sosial klien. Dengan upaya tersebut, klien dapat memulihkan fungsi sosialnya dengan lebih cepat. Rehabilitasi sosial ini menggunakan sistem luar panti. Sebuah sistem yang memungkinkan hubungan sosial antara klien dan masyarakat sekitar terbuka dengan luas. Rehabiltasi sosial ini juga mengupayakan peningkatan hubungan sosial antara klien dan masyarakat, dengan melaksanakan pelbagai kegiatan di bidang musik, teater, olah raga, dan lain sebagainya. Rehabilitasi sosial luar panti di Mitra Netra ini sangat khas, karena mengandalkan konseling oleh seorang konselor tunanetra.
63
Melalui konseling, konselor dapat menggali infonnasi mengenai kondisi
dan kebutuhan klien.
Setelah itu, konselor akan
memberikan altematif-altematif pilihan layanan pada klien. Dengan memberikan altematif tersebut, klien menjadi tidak tersudut dan terpaksa. Klien dengan Sadar akan menyatakan, "OK, aku mau belajar Braille", "Alrn mau belajar OM".
3) Rehabilitasi Pendidikan Rehabilitasi pendidikan merupakan upaya pengembangan potensi intelektual klien pada setting Sekolah Luar Biasa. Rehabilitasi jenis ini mengandalkan tenaga pendidikan, khususnya yang menekuni bidang pendidikan Iuar biasa. 5 Rehabilitasi pendidikan yang dilaksanakan di Yayasan Mitra Netra sangat berbeda dengan pengertian rehabilitasi pendidilam di atas. Rehabilitasi pendidikan di Mitra Netra, tidak dilaksanakan dengan setting sekolah luar biasa, tetapi dengan setting Iuar panti, melalui layanan pelatihan pelatihan baca tulis Braille dan pelatihan orientasi dan mobilitas (OM). Rehabilitasi pendidikan menggunakan beberapa alat bantu seperti riglet dan stilus dalam memberikan pelatihan baca tulis Braille. Sedangkan tongkat merupakan alat bantu yang digunakan nntuk memberikan pelatihan orientasi dan mobilitas. Alat bantu tersebut sangat bennanfaat, dan dapat membantu klien ketika mengikuti pelajaran atau ketika klien bepergian.
64
Gambar 4.3 Alat Bantu Rehabilitasi Pendidikan
(b) Tonglkat
(a) Riglet dan stilus
b. Perangkat Rehabilitasi Perangkat rehabilitasi meliputi sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan rehabilitasi. 6 Perangkat rehabilitasi mernpakan sarana penunjang terhadap
keberhasilan
pelaksanaan program
rehabilitasi di Yayasan Mitra Netra. Sarana dan prasarana tersebut antara lain: 1) Program Rehabilitasi
Program rehabilitasi yang ada di Mitra Netra adalah program rehabilitasi khusus untuk klien tunanetra. Program rehabilitasi dilakukan
secara
terencana,
berdasarkan pada kondisi
terorganisir,
dan
kebutuhan
dan klien.
sistematis, Program
rehabilitasi tersebut memiliki jaringan yang cukup luas, baik dengan lembaga lingkup regional, maupun nasional. 2) Pelayanan Mitra Netra menyelenggarakan pelayanan berupa aktifitasaktifitas alternatif yang membantu klien dalmn mengatasi kondisikondisi sebagai dampak ketunanetram1. Aktivitas tersebut meliputi
65
layanan konseling, pelatihan orientasi dan mobilitas (OM), serta pelatihan baca tulis Braille. Pada tahap pelaksanaan, layanan tersebut mengimplementasikan pendekatan intervensi mikro, baik individu, keluarga, maupun kelompok. 3) Sumber Daya Manusia (SDM) Karena kurangnya staff rehabilitasi, satu personel merangkap dua jabatan sekaligus. Seperti, Tolhas Damanik, S.Pd, yang merangkap Kepala Seksi Rehabilitasi dan konselor. Kemudian, Ali Mushofa S.Pd, merangkap tutor Matematika, Kimia, Fisika dan instruktur Orientasi dan Mobilitas (OM), serta Suryo Pramono merangkap instruktur komputer bicara dan pelatihan baca tulis Braille.
Adanya
rangkap
jabatan,
memperlihatkan
betapa
kurangnya sumber daya manusia sebagai pelaksana program rehabilitasi. Namun, dengan manajemen pengaturan waktu yang baik, kondisi tersebut tampak tidak terlalu memengaruhi pelayanan terhadap klien. 4) Fasilitas Penunjang Program rehabilitasi terlihat tidak memiliki tempat yang mencukupi. Namun, program Rehabilitasi Yayasan Mitra Netra melakukan kerja sama dengan Runrnh Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam memberikan konseling keturumetraan pada klien dan keluarganya. Fasilitas penunjang lain seperti alat bantu untuk pelatihan baca tulis Braille serta pelatihan orientasi dan mobilitas
66
dapat digunakan secara bergilir. Sehingga, tidak ada klien yang tidak mendapatkan alat bantu tersebut, ketika mendapat materi pelatihan. c. Kendala-Kendala Program Rehabilitasi Jika melihat pada jenis rehabilitasi, dan perangkat rehabilitasi yang ada di Yayasan Mitra Netra. Terdapat beberapa kendala pada pelaksanaan program rehabilitasi tersebut. Kendala-kendala yang te1jadi yaitu, knrangnya fasilitas seperti tempat untuk melakukan konseling, maupun staff pelaksana. Selain itu, kendala yang cukup besar berasal dari pendanaan (funding). Program rehabilitasi luar panti tersebut, merupakan layanan
yang bebas biaya, sehingga pelalcsanaannya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Menurut Tolhas Damanik, donatur lebih ingin melihat kuantitas klien daripada kualitas. Padahal, tidak mungkin kalau mengharapkan akan selalu ada tunanetra baru. 7 d. Implementasi Pendekatan Intervensi Mikro Dalam Pelaksanaan Program Rehabilitasi Tunanetra Implementasi pendekatan intervensi mikro dalam pelaksanaan program rehabilitasi di Yayasan Mitra Netra sangat terlihat pada proses pemberian layanan kepada klien. Selain i1u, pendekatan ini juga sangat terlihat pada penyelenggaraan pelbagai jenis layanan progran1 rehabilitasi.
67
1) Proses Intervensi Mikro Individu Intervensi mikro merupakan proses yang membantu !
68
Gambar 4.4 Bagan Proses Konseling9 Klien datang ke Mitra Netra setelah menghubungi konselor
I
' Melalui konseling, klien mengnngkapkan pennasalahan unmm dan permasalahan khusus yang dihadapinya
Konselor mengadakan wawancara terhadap klien dan keluarganya
Konselor memberikan terapi yang diperlukan
I
Konselor memberi ntjukan kepada k:lien mengenai pelatihanpelatihan yang diperlukan
Proses intervensi mikro itu sendiri memiliki tahapan-tahapan yang teraplikasi pada proses konseling ketunanetraan oleh konselor tunanetra. Tahapan-tal1apan tersebnt antara lain: a) Tahapan Penelitian Pada tahapan ini konselor menggali infonnasi dari klien mengenai kondisi, kebutnhan dan pennasalahan yang terjadi. Tahapan penelitian menjadi tahapan awal dimana konselor mengadakan kesepakatan dengan klien, mengenai kegiatan apa yang klien alcan laknkan bersania konselor. Setelah tercapai kesepalcatan, konselor kemudian menjalin relasi dengan klien. Empati yang optimal daii konselor akan semakin memperkuat
70
Konselor mengembangkan intevensi awal melalui empati yang optimal terhadap permasalahan maupun perasaan klien. Empati tersebut
sangat
penting
ketika
!
mengw1gkapkan
permasalahan dan perasaannya. Pada talmpan ini konselor menjadi model pengembangan did (role model) klien. Dengan mengembangkan empati yang optimal dan menjadi role model, konselor telah mengintervensi klien
dan
membantunya
agar
bisa
menelima
kondisi
ketunanetraan klien. Sehingga ketika berhadapan dengan konselor yang juga tunanetra, ldien tidak akan bisa mengatakan 'Anda kan tidak merasakan yang saya rasakan'. " ... Proses yang aku bilang ta.di, bagaimana dia bisa sejak awal mulai berpikir tentang kehidupannya pasca menjadi tunanetra. Salah satu tujuannya kita cob21 mengajak dia untuk mulai menedma kondisinya." 12 Pada tahapan ini konselor Jnga membedkan ntjukan mengenai alternatif kegiatan yang penting bagi klien, seperti pelatihan baca tulis Braille serta pelatihan odentasi dan mobilitas.
Setelah
klien
mengetahui
alternatif-alternatif
tersebut, klien !ah yang memutuskan alternatif apa yang akan ia ambil dan jalani.
72
Namun, kondisi tersebut juga memiliki dampak tersendiri. Waktu 24 jam yang konselor sediakan, dapat menyebabkan ketergantungan klien terhadap konselor. Klien akan sulit lepas dari konselor. Dengan demikian, tahapan terminasi menjadi tidak jelas implementasinya. Selain menerapkan proses intervensi mikro individu dengan efektif,
konselor juga melaksanakan proses tersebut dengan
menerapkan prinsip-prinsip antara lain: a) Menerima klien sebagaimana adanya, scsuai dengan kondisi dan kebutuhan klien. Konselor yang juga tnnanetra dapat memahami apa pun kondisi klien, dan membantn klien memahami dan menerima kondisinya. b) Partisipasi klien. Konselor mengajak klien untnk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang menunjang proses rchabilitasi, seperti pelatihan baca tulis Braille serta pelatihan orientasi dan mobilitas. c) Menyerahkan
keputusan
pada
klien.
Konselor
hanya
memberikan rnjukan atau alternatif kegia"lan kepada klien, dan tidak memaksa klien untnk melakukan rnjukan tersebut. Dalam ha! ini, Pak Tolhas selaku konselor menyadari, kalau hanya klien yang berhak mengambil keputnsan. d) Individualisasi klien. Konselor menyadari bahwa kondisi,
73
berbeda. Sehingga mengakibatkan permasalahan khusus klien yangjuga berbeda. e) Adanya relasi dengan klien. Melalui konseling, konselor mengadal'an kesepakatan dengan klien dan mengembangkan empati yang optimal. Kondisi tersebut akan memperkuat jalinan relasi antara mereka. Prinsip ini sangat penting terhadap keberlangsungan proses rehabilitasi itu scndiri. f) Kerahasiaan.
Tidak
adanya
ruangan
khusus
program
rehabilitasi, menyebabkan kerahasiaan klien sulit te1jaga. Proses rehabilitasi tersebut sangat mudal1 terlihat, karena dilakukan di ruangan terbuka. Meskipun demikian, konselor tetap menjaga apapun yang menjadi permasalahan khusns klien. 2) Proses Intervensi Mikro Keluarga Keluarga sebagai lingkungan terdekat klien menjadi sumber kekuatan tersendiri bagi klien. Keluarga m~rupakan faktor penting yang dapat menunjang proses rehabilita.si, karena klien lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Sehingga program rehabilitasi Yayasan Mitra Netra tidak hanya menyelenggarakan konseling ketunanetraan terhadap klin secara individual, tetapi juga terhadap keluarga klien. Terutama terhadap orangtua yang memiliki anak tunanetra. Tidak sedikit orangtua yang datang menemui konselor ketika mengetahui anaknya menjadi tunanetra.
74
Konseling keluarga, menggarnbarkan implementasi dari proses intervensi mikro keluarga ini. Proses tersebut menerapkan model eksperensial, yang lebih menitikberatkan pada pengalarnanpengalarnan yang keluarga alarni pada saat timbulnya masalah. Permasalahan-permasalahan 15
yang umumnya mereka alarni
adalah: a) Tidak/belum bisa menerima kehadiran anak tunanetra. b) Belum mengetahui bagaimana cara mengasuh dan menangani anak tunanetra. c) Mencemaskan masa depan anak Selain melalui konseling keluarga, progran1 rehabilitasi juga mengupayakan proses intervensi keluarga melalui kunjungan rumah (home visit), dan parent support group. Sebelum mengadakan kunjungan rnmah (home visit), konselor terlebih dahulu melakukan identifikasi terhadap klien. Identifikasi yang dilakulrnn adalah untuk menentukan !
75
asesmen, dan intervensi, terlihat pada tujuan utama 16 kegiatan kunjungan nunah (home visit), yaitu: a) Mendalami dan menggali infom1asi yang bermanfaat dan menunjang proses konseling itu sendiri. b) Memberikan semacam penyuluhan atan informasi kepada keluarga sebagai lingkungan terdekat klien. Karena !
76
3) Proses Intervensi Mikro Kelompok Kelompok yang berkembang di Mitra Netra, terdiri dari dua jenis kelompok, yaitu kelompok yang terbentuk dengan sengaja
(formed group) dan kelompok yang t.erbentuk secara alami (natural group). Kelompok yang terbentuk dengan sengaja (formed group) mendasarkan hubungan anggota-anggotanya atas dasar tujuantujuan. Kelompok ini terdiri dari anggota y:mg memiliki tujuantujuan yang jelas. Program rehabilitasi di Yayasan Mitra Netra melaksanakan proses intervensi mikro kelompok melalui formed
group, yaitu melalui Kmtika Mitra Netra. Sebagai organisasi intra Yayasan Mitra Netra, Kartika Mitra Netra tidak hanya mempertemukan sosioemosional klien, tapi juga mempertemukm1
pelbagai
aspirasi
klie11.
Organisasi
m1
menyelenggarakan pertemuan secara rutin setiap dua bulan sekali, baik di kediaman klien atau di km1tor Yayasan Mitra Netra. Konselor
dalam ha! ini, turut berperan dalam merumuskan
kepengurusan dan merancang program Kmtika Mitra Netra. "Satu wadall yang bernama Katika Mitra Netra punya pertemuan rutin yang dapat juga dikatakan sebagai konseling kelompok. Karena dalam Kmtika Mitra Netra, yang pertarna, itu menjadi wadall mereka mengenal yang narnanya berorganisasi. Kartika Mitra Netra adalall organisasi intra Mitra Netra. Dalam Kartika Mitra Netra mereka membalms masalal1-masalal1 yang mengemnka. Yang kedua, ini menjadi wadah sosialisasi juga karena biasanya pertemuan Kartika Mitra Netra dilakukan di rumall. J adi orang yang yang tadinya tidak pernall lihat tunanetra jalan rame-rame, terus lihat. Yang ketiga, ini juga merupakan wadall bagi mereka mengungkapkan aspirasi." 18
77
Program
rehabilitasi
Yayasan
Mitra
Netra
juga
mengembangkan proses proses intervensi mikro melalui kelompok yang
terbentuk
secara
alami
(natural
group).
Dalam
pelaksanaannya, proses intervensi mikro kelompok ini te1jadi secara alamiah. Pada proses ini, konselor hanya mengaralikan dan mempertemukan klien dengan komunitas sesama tunanetra. Namun, bukan berarti intervensi mikro melalui kelompok natural ini tidak memberikan pengaruh yang berarti. Jika sebelunmya klien berpikiran bahwa ia tidak bisa melakukan apa-apa, maka ketika ia menemukan komunitas tunanetra, perlahan tapi pasti klien akan mengubah pemikiran tersebut. "Kemudian kita ajarkan juga si klien itu masuk ke komunitas tunanetra itu sendiri. Dia datang ke sini, dia berbicara dengan teman-teman yang ada di sekitarnya - tunanetra juga, berbagi pengalaman dan dia melihat apa yang dilakukan oleh tunanetra lain. 'Oh, temyata mereka bisa komputer', 'Oh ternyata mereka bisa sekolah, kuliah, temyata bisa macam-macam. ... Dia belajar melalui suatu proses menemukan. Itu yang coba kita lakukan di sini. Sehingga dari proses menemukan ini, dan dia mulai mencoba dari dirinya sendiri. ... Lambat laun dia bisa mengikuti semua proses. Akhirnya dia memutuskan: 'Ok, aku mau sekolah', 'Ok, aku ingin kerja lagi', 'Ok, aku ingin kita bisa buat komitmen'. Jadi itulah langkah-langkah yang coba kita ambil." 19 2. Respon Responden Terhadap Pendekatan Intervensi Mikro Dalam Pelaksanaan Program Rehabilitasi
Penulis mendapatkan kenyataan dan respon positif klien mengenai pendekatan intervensi mikro dalam pelaksanaan rehabilitasi, dengan melakukan wawancara dengan tiga responden. Mereka adalah klien-klien
78
yang pemah menjalani program rehabilitasi di Yayasan Mitra Netra. Hasil wawancara ini juga menunjukkan adanya perbedaan karakteristik dan permasalahan khusus dari setiap responden. Tabel 4.2 Profil Responden Nama Responden M. Rafik Akbar VinaNovina Puspitasari Ridwan Trian 'Ragil' Airlangga
Pekerjaan Tempat /tanggal lahir Jakarta, 16 Mahasiswa Juli 1989 Bogor, 12 Mahasiswa November
Kategori Penglihatan
Penyebab Waktn Ketunanetraan Ketunanetraan
Total
Ablacio Retina Kecelakaan lalu lintas
Anak-anak, usia 12 tahun Dewasa, usia 22 tahun
Glaukoma
Remaja, usia 17 tahun
Total
1979 Jakarta, 25 Mahasiswa Low Vision Januari
1987 a. Responden M. Rafik Akbar2° Wawancara dengan responden, berlangsung setelah ia membuat blog untnk dirinya sendiri dan untuk teman-temannya. Menjadi
tunanetra tidak membuat responden buta teknologi.
Chatting,
browsing, atau surfing di dunia maya bukan lagi hal yang asing
untnknya. Sebelum mengenal Yayasan Mitra Netra, responden tidak pemal1 membayangkan ia dapat mengoperasikan komputer.
I) Karakteristik Responden a) Penyebab Ketm1anetraan Penyebab ketunanetraan responden karena faktor keturunan dan penyakit. Vonis dokter RSCM menyatakan responden menderita AblacioRetina (lepasnya syaraf retina). Setahun
79
setelah operasi dokter menyatakan responden mengalami katarak. Kondisi medis yang mengakibatkan responden, akhirnya kehilangan penglihatan sama sekali (total). b) Klasifikasi Tunanetra Berdasarkan
waktu
te1jadi
ketummetraa11,
responden
menjadi tummetra pada usia anak-anak, yaitu 11 tahun-12 tahun. Sedangkan berdasarkan daya penglihatan, responden mengalami low vision kemudian total. Pada usia 11 tahrm responden mengalan1i low vision sampai akhirnya menjadi tunanetra total pada usia 12 tahun. c) Perkembangan Motorik Pada
awal
ketunanetraannya,
responden
mengalan1i
kesulitan dalam melakukan orientasi dan mobilitas. Usianya yang masih anak-anak pada saat itu, mengakibatkan orangtua responden enggan membiarkarmya melakukan orientasi dan mobilitas. Namrm, kini orientasi dan mobilitas tak lagi menjadi masalah bagi responden. d) Perkembangan Kognitif Meskipllll responden mengalami ketunanetraan pada usia anak-anak, hal itu tidak membuatnya keluar dad sekolah. Kemampuarmya mengikuti kegiatan belajar di sekolah reguler, menunjukkan responden tidak mengalami hambatan dalam perkembangan kognitif. Responden yang kuliah di Fakultas
80
Tarbiyah UIN Jakarta ini, mengaku dapat lebih mudah menyerap pelajaran. e) Perkembangan Bahasa Kemampuan
responden
pertanyaan-pertanyaan
memahami
penelitian,
dan
menunjukkan
menjawab ia
dapat
berkomunikasi dengan baik. Responden tidak mengalami hambatan berarti dalam perkembangan bahasa. t) Perkembangan emosi
Drop dan stres adalah emosi yang responden rasakan pada awal ketunanetraan. Belum lagi rasa malu dan tidak percaya diri senantiasa membuat responden takut untuk bersosialisasi dengan teman-teman sebaya. Namun, saat ini emosi-emosi negatif tersebut tak lagi membayangi aktivitas responden. Ia justru menunjukkan motivasi dan rasa percaya diri yang tinggi. g) Perkembangan sosial Pada saat wawancara, responden mengakui bahwa ia mengalami kesulitan untuk bergaul dengan teman-teman sebaya. Rasa malu dan kurang percaya diri, selalu membayangi responden saat menjalin hubungan perternanan. Namun, kondisi tersebut tak lagi terjadi. Sekarang, responden tak lagi rnerasa khawatir saat me11jali hubungan pertemanan. Tidak hanya dengan sesama iunanetra, tapi juga dengan teman-teman responden yang awas.
81
2) Respon Responden Mengenai Pendekatan Intt:rvensi Mikro Dalam Pelaksanaan Program Rehabilitasi di Yayasan Mitra Netra a) Intervensi Mikro Individu Pendekatan intervensi mikro individu melalui media konseling oleh konselor tunanetra, sangat membantu responden mengatasi rasa stress. Responden mengungkapkan betapa ia sermg mendapatkan konseling, terkait usianya yang Jabil. Proses intervensi ini sangat membantu responden menerima kondisinya setelah menjadi tunanetra. Ia tidak lagi merasa malu dan kurang percaya diri, ketika bersosialisasi dengan temanteman yang awas. Bukan proses yang mudah memang, mengingat waktu yang ia butuhkan sekitar 3 - 4 tahun. Responden menjalani proses intervensi ini sampai usia 17 tahun. Namun, proses tersebut jelas sangat berarti. Intervensi mikro individu melalui pelatihan baca tulis Braille, sangat membantunya dalam kegiatan belajar.
Kini,
responden
memiliki alternatif lain bila ingin membaca atau menulis. Sedangkan, pelatihan orientasi dan mobilitas sangat menunjang kegiatan rutin, dan menunjang kemandirian responden. Ia tak perlu bergantung pada orang lain bila ingin mengakses tempat atau tujuan tertentu. Pada awal ketunanetraan, responden sempat pasrah dan berpikiran untuk melanjutkan sekolah ke SLB. Namun, seiring proses intervensi mikro berjalan, lambat
82
membulatkan tekad untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi. Sampai detik ini, responden M. Rafik Akbar tercatat sebagai mahasiwa Jurusan Pendidikan Aganm Islam, Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. b) Intervensi Mikro Keluarga Intervensi mikro keluarga melalui konseling keluarga sangat membantu orangtua responden mengatasi rasa shock. Shock karena responden tak lagi bisa melihat, dan shock karena
ia tak lagi bisa membaca Al-Qur' an. Konseling keluarga, membantu
orangtua
responden
memahami
kondisinya.
Orangtua responden mendapatkan konsel.ing keluarga, karena mereka awam mengenai dunia tunanetra. Sehingga melalui konseling
keluarga,
orangtua
responden
mendapatkan
pemahaman yang menyeluruh mengenai apa yang dapat mereka lakukan untuk mendukung responden. Mereka juga memahami betapa ketunanetraan tidak mcnghalangi responden menempnh pendidikan dan membaca Al-Qur' an. c) Intervensi Mikro Kelompok Intervensi kelompok yang responden jalani melalui dua saluran, yaitu melalui formed group dan natural group. Responden merasakan dampak positif intervensi mikro kelompok pada saat bergabung dengan JK.artika Mitra Netra. Secara alamiah, responden juga sering berbagi pengalaman
83
Intervensi mikro kelompok sangat memb:mtu responden dalam meningkatkan motivasi dan rasa kepercayaan dirinya. Salah satu contoh, intervensi kelompok dapat membantu responden menghilangkan rasa malu ketika melakukan orientasi dan mobilitas dengan menggunakan tongkat. b. Responden Vina Novina Puspitasari Ridwan 21 Wawancara dengan Vina berlangsung saat ia menscan buku ilmu komunikasi. Vina menjalani hari-harinya sebagai mahasiswi Fakultas Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta. Satu realita yang menmtjukkan bahwa ketunanetraan tidak mencegah Vina meraih gelar sarjana komunikasi. 1) Karakteristik Responden
a) Penyebab Ketunanetraan Penyebab
ketm1anetraan
responden
adalah
faktor
kecelakaan lalu lintas yang menimpa responden pada tahm1 1992.
b) Klasifikasi Tunanetra Berdasarkan
waktu
terjadi
ketummetraan,
responden
menjadi tunanetra pada usia 22 tahun. Sedangkan berdasarkan daya penglihatan, responden mengalami low vision pada usia 13 tahun dan semakin mengalami penurunan daya penglihatan secara drastis pada tahun 1997 yaitu pada usia 16 tahoo.
84
Akhirnya responden menjadi tunanetra total pada tahun 2001, yaitu pada usia 22 tahun c) Perkembangan Motorik Pada awal ketunanetraan, responden mengalami kesulitan dalam melakukan orientasi dan mobilitas. Aktivitas responden yang cukup aktif, menyulitkannya melakukan orientasi dan mobilitas jika hams mengandalkan orang lain. Kini, ha! tersebut bukan menjadi kendala berarti bagi responden. Ia dapat melakukan orientasi dan mobilitas dengan mandiri, dan talc lagi mengandalkan orang lain. d) Perkembangan Kognitif Meskipun responden sempat drop out ketika SMU, ia tidak mengalami hambatan berarti dalam perkembangan kognitif. Hal tersebut terlihat dari kemampuam1ya mengikuti ujian persamaan
tingkat
SMU,
hingga
mengikuti
kegiatan
perkuliahan di Fakultas Komunikasi Jurnsan Public Relation Universitas Muhammadiyah Jakaiia. e) Perkembangan Bahasa Kemampuan
responden
memahami
pertanyaan-pertanyaan penelitian,
dan
menjawab
menunjukkan ia dapat
berkomunikasi dengan baik. Responden tidak memperlihatkan ada kendala dalam perkembangan bahasa. Responden bahkan menunjukkan kemampuan dalam menggunakan bahasa Inggris
85
f) Perkembangan emosi
Rasa drop dan kecewa menghingi responden pada awal ketunanetraannya. Bahkan responden merasa bahwa Tnhan telah mengkhianatinya. Selain itu, responden juga merasa bahwa hidupnya akan berhenti, begitu ia menjadi tunanetra. Namun, responden menunjukkan perubahan yang luar biasa. Kini, yang ia miliki adalah motivasi, semangat, dan rasa
percaya diri yang tinggi. Tak ada lagi kecewa dalam hatinya karena menjadi seorang tunanetra. g) Perkembangan sosial Pada awal ketunanetraan, responden mengalami kesulitan dalam perkembangan sosial. Kondisi emosi yang ia rasakan pada saat itu, menyebabkan responden sulit menerima kondisi ketunanetraannya. Perasaan kecewa y:mg teramat sangat, menyebabkan responden membatasi perkembangan sosialnya. Sehingga, responden membutuhkan wak.tu yang cukup lama untuk dapat kembali bersosialisasi di masyarakat. Namun, sikap dan emosi positif yang ia miliki sekarang, membuat responden dapat memenuhi fungsi sosia1l sebagai mahasiswi dengan baik sesuai tuntutan masyarakat.
86
2) Respon Responden Mengenai Pendekatan Intcrvensi Mikro Dalam Pelaksanaan Program Rehabilitasi di Yayasan Mitra Netra
a) Intervensi Mikro Individu Responden tidak banyak menjalani proses intervensi individu
melalui
konseling
ketunanetraan.
Namun,
ia
mengalami proses intervensi mikro individu, melalui pelatihan baca tulis Braille, serta pelatihan orientasi dan mobilitas. Pelatihan-pelatihan tersebut sangat membantu responclen ketika memutuskan mengikuti ujian persamaan tingkat SMU clan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal yang terpenting setelah responclen menclapatkan pelatihan-pelatihan tersebut aclalah kemanclirian. Responden tak lagi tergantung pada orang lain ketika ingin melakukan aktivitas membaca buku, atau bepergian. Kini, ia ticlak lagi mengalami masalah dalam melakukan aktivitas tersebut. Responclen dapat membaca clan melakukan orientasi clan mobilitas clengan mancliri. b) Intervensi Mikro Keluarga Orangtua responclen ticlak banyak melakukan konseling keluarga,
meskipun
pacla
dasarnya
mereka
bingung
menghaclapi konclisi responden. Namurt, intervensi mikro keluarga terjadi melalui pengkonclisian agar responclen clapat mancliri.
Dalam
ha!
ini,
konselor
membantu
proses
pengkondisian tersebut. Salah satu cara yang konselor tempuh,
87
tinggal terpisah dari orangtuanya di Bogor. Sampai saat ini, responden tinggal di sebuah rumah kos di daerah Lebak Bulus Jakarta Selatan. c) Intervensi Mikro Kelompok Intervensi kelompok yang responden jalani te1jadi secara alamiah melalui natural group. Responden merasakan dampak yang Iuar biasa melalui intervensi mikro kelompok. Bersama komunitas tunanetra, ia merasa tidak sendiri. Responden bahkan menganggap rehabilitasi yang tepat, adalah dengan berada di komunitas yang menduknng. Responden dapat melakukan konseling dengan sesama klie111 tnnanetra. Melalui intervensi rnikro kelompok, responden dapat kembali bounce back (bangkit nntuk melanjutkan hidup). Seiriug proses
intervensi kelompok berjalan, responden Vina tak lagi merasa kecewa. Bahkan, kini rsponden dapat :memandang diriuya dengan bangga. Vina bangga karena ia dapat pergi kemanapm1, dan bangga karena dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. c. Responden Trian 'Ragil' Airlangga22 Wawancara dengan Ragil berlangsnng dengan cara yang agak nnik. Secara tegas, ia menolak hasil wawancara tersebut direkam. Ragil lebih memilili nntuk mengetik jawaban atas pe:rtanyaan-pertanyaan penulis dengan menggunakan laptop. Alat teknologi yang selalu
88
membantunya ketika mengerjakan tugas perkuliahan. Bila responden lainnya mengalami shock atau stress ketika menjadi tunanetra, lain halnya dengan Ragil. Sejak kecil, ia sudah dapat menerima kondisi ketunanetraannya.
1) Karakteristik Responden
a) Penyebab Ketunanetraan Penyebab ketunanetraan responden adalah faktor penyakit glaukoma. Glaukoma itu sendiri merupakan penyakit yang
belum diketahui cara pengobatannya. b) Klasifikasi Tunanetra Berdasarkan
waktu
terjadi
ketunanetraan,
responden
menjadi tunanetra pada usia remaja yaitu l 7 tal1un. Sedangkan berdasarkan daya penglihatan, responden mengalami low vision.
c) Perkembangan Motorik Responden mengalami kesulitan dalam melakukan orientasi dan mobilitas. Kondisi tekanan bola mata yang terus meningkat, memengaruhi pergerakannya. Membuat responden tidak dapat bepergian dengan bebas. Namun, kondisi tersebut tak lagi terjadi pada responden. Kini ia dapat pergi kemana pun dengan bebas. Mengakses tempat-tempait tunum atau pusat keramaian seperti pusat perbelanjaan atau mall, bukan lagi menjadi kendala.
89
d) Perkembangan Kognitif Responden tidak mengalami hambatan berarti dalam perkembangan
kognitif.
Hal
tersebut
terlihat
dad
kemampuannya mengikuti kegiatan sekolah di sekolah reguler sampai kuliah di Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Jakaiia. e) Perkembangan Bahasa Responden juga tidak mengalami masalah berarti dalam perkembangan
bahasa.
Kemampllfilmya
terlihat
ketika
memahami dan menjawab semua pertanyaan penelitian. Hal ini menunjukkan responden dapat menggunakan bahasa dan berkomunikasi dengan baik. f) Perkembangan emosi
Semenjak usia analc-anak, orangtna responden telah membantunya memahami kondisi penglihatan yang ia alami. Sehingga, responden tidak terlalu merasa shock ataupnn stress. Responden bahkan menerirna kondisi matanya dengan sabar. Ia terrnasnk tunanetra y311g rnemiliki motivasi, sernangat, serta kepercayaan diri yang sangat tinggi. g) Perkernbangan sosial Responden tidak mengalami kesulitan dalam rnernenuhi fungsi sosial di masyarakat. Sejak usia analc-anak responden sudah rnenyadari kondisinya. Hal tersebut menyebabkfill ia
90
responden miliki, membantunya dalam bersosialisai dengan siap pun, dimana pun dan kapan pun.
2) Respon Responden Mengenai Pendekatan Inte:rvensi Mikro Dalam Pelaksanaan Program Rehabilitasi di Yayasan Mitra Netra a) Intervensi Mikro Individu Responden menjalani proses intervensi individu melalui konseling
ketunanetraan,
terutama
melalui
konseling
pendidikan. Selain itu, ia juga menjalani proses intervensi mikro individu melalui layanan pelatihan baca tulis Braille, dan pelatihan orientasi dan mobilitas. Pelatihim-pelatihan tersebut sangat membantu responden ketika mengikuti kegiatan belajar di SMU N 66 Jakarta, kegiatan kuliah,
maupun kursus
penyiaran (broadcasting) yang ia jalani saat ini. Melalui konseling pendidikan, pelatihan baca tulis Braille, maupm1 pelatihan orientasi mobilitas, responden dapat meningkatkan kemandiriannya. Kini, responden dapat menjalani had dengan mandiri. Ia juga dapat menunjukkan kontdbusi dan prestasi, serta memenuhi fungsi sosial sebagai mahasiswa dengan baik. b) Intervensi Mikro Keluarga Intervensi mikro keluarga terjadi melalui konseling keluarga dan konseling pendidikan. Konseling tersebut terjadi saat responden memutuskan akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Konseling keluarga juga membantu
91
responden. Dengan konseling keluarga, orangtua responden memiliki pemahaman menyelumh mengenai kondisi anak mereka. Pemahaman tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk mendukung Ragil. c) Intervensi Mikro Kelompok Intervensi kelompok yang responden jalani te1jadi secara alamiah melalui natural group. Melalui intervensi kelompok, ia dapat melihat kemajuan dan perkemban;gan sahabat-sahabat tunanetra lain. Responden Trian Ragil Airlangga - bahkan memiliki prinsip bahwa tunanetra pada dasarnya dapat berkembang dan maju, jika memiliki kesempatan yang sama.
Pendekatan intervensi mikro dalam pelaksanaan program rehabilitasi, memiliki peranan yang teramat penting dan berarti bagi ketiga responden. Rafik, Vina, bahkan Ragil merasakan manfaat dan dampak pendekatan intervensi
mikro
1111.
Pelbagai
masalah
terkait
dengan
dengan
perkembangan motorik, kognitif, bahasa, emosi, sampai perkembangan sosial - tak lagi menjadi kendala berarti. Permasalal1an tersebut tak lagi menghalangi mereka untuk kembali bangkit meraih cita. Bersaing atau berkompetisi dengan teman-teman mereka yang awas pun bukan merupakan hal yang mustahil - kalau mereka memiliild kesempatan yang sama. "Intinya, ini sangat bermanfaat, karena orientasinya adalah bagaimana caranya temen-teman tunet bisa maju dan berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, mengoperasikan alat-alat yang be1ieknologi tinggi dan
92
mengingatkanjuga bahwa TUNET JUGA MANUSIA. Artinya, tunetjuga butuh berkembang dan dihargai, bukan hanya dikasihani. Tunet juga butuh kesempatan narnun tetap fer sama pesaing yang awas. Nilai itulah yang tetianarn secara tersirat dari para tunet yang sukses."23
"Yang paling pertarna itu, tumbuhnya motivasi yang tadinya tidak ada, menjadi motivasi tersendiri. Akhimya betul-betul memaharni, kondisi ldta ya seperti ini. Bisa menerima apa adanya sebagai individu, terus dari pihak keluarga. Keluarga jadi bertarnbah yakin kalau sebetulnya dengan kondisi yang sepetii ini tidak ada kendala apa pun dalam hal pendidikan. ... Anggapan-anggapan saya tadinya tidak ada solusinya jadi ada solusinya. Saya takut bergaul dengan siapa pun. Tapi temyata teman-teman saya banyak. Kondisi saya yang sepetii ini menunjang dalam belajar. Saya juga bisa lebih percaya diri ketika bergaul entah dengar1 sesarna tunet atau dengan orang yang lebih normal."24 "Ya, seiring berjalannya waktu. Proses rehabilitasi, aku banyak ngobrol sarna teman-teman, sarna kayak aku tunanetranya sejak dewasa. Aku mulai belajar dari mereka. Bagaimana mereka. bounce back lagi. Kemudian aku arnbil banyak pelajaran banyak dari mcreka.... I feel better than ever. I feel stronger, I feel proud of myself Sometimes when I want to sleep, lay down at night, Oh God, I able to do this. l able to walk by my own feet. I able to go anywhere wherever I want. l got to school again..! That's the most incredible one. Get my life back, my dream." 25 Ungkapan Rafil<:, Vina, dan Ragil di atas menunjukkan respon positif yang mereka rasakan, setelah menjalani proses rehabilitasi. Ketiga responden menyatakan ba11wa kini mereka tak lagi mendapatkan hambatan untuk melakukan pelbagai bidang, terutama bidang pendidikan. Rafik, Vina, dan Ragil menyadari proses rehabilitasi sangat membantu mereka menempuh pendidikan. Mereka juga menyadm:i bahwa pendidikan sangat penting bagi kehidupan. Sehingga, Rafik, Vina, dan Ragil begitu bangga ketika ketunm1etraan tak lagi mengharnbat kegiatan untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
93
Sayangnya, diskriminasi dapat menjadi faktor penghambat yang sangat kuat bagi mereka untuk mendapatkan pendidikan. Padahal pendidikan adalah hak asasi setiap orang. Sehingga diskriminasi di bidang pendidikan merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Diskriminasi tersebut sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam firman-Nya, Allah SWT telal1 menjelaskan bahwa tidak ada diskriminasi terhadap setiap manusia di segala bidang. Pada dasamya yang membedakan mmmsia di mata Allal1 SWT - hanyalah tingkat ketakwaan. Hal ini tersirat dalam Surat AlHujarat ayat 13 sebagai belikut:
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang Zaki-Zaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya kamu sating mengenaZ. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah iaZah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungghnya Allah Maha Mengetahui Zagi Maha MengenaZ." (Q.S. Al-Hujarat: 13)26 Perbedaan antara mmmsia yang satu dengan yang lain, baik perbedaan jenis kelalllin, ras maupun suku tidak menjadi ukuran yang menentukm1 ketakwaan
seseorang.
Perbedaan tersebut tidak menjadikan
nilai
kemanusiaan seseorang lebih besar atau lebih tinggi dari yang lain., baik karena suku, warna kulit, jenis kelamin, kekayaan, kelas sosial, maupun
94
. bangan parameter 1·n am k arena pert1m
termasuk pertimbangan kondisi
fisik seseorang. Kondisi penglihatan seseorang tidak lantas membedakannya dengan manusia yang lain. Sebagai tuuanetra atau low vision, seseorang tetap berhak mendapat pendidikan dan pengajaran. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalan1 Surat 'Abasa ayat 1-11 sebagai berikut:
&JJfi~;1.:; Jl;:;f
oiY- ,.:w ..u.~.:;.; c;jo ;;.;:'11~;-i.~ ,:if o.1J5j ~
1®i~.±i;-i.;..,;. t:IJ~~~ :i\.!.QP c;jQi.:;~ ,:J . :. ..:J; 0 ~r.; t:f 0
"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang kepadanya seorang buta. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mrndapatkan pengqjaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang yang datang kepad mu dengan bersegera (untuk mendapat pengajaran) maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan." (Q.S. 'Abasa: 1-11)28 Dalam tafsir Al-Misbah, M. Quraish Shihab menyatakan bahwa ayatayat tersebut merupakan teguran halus dari Allah SWT kepada Rasulullah saw., Teguran itn terjadi karena Rasulullah telah bermuka masam kepada seorang sahabat tunanetra yang datang pada beliau untuk mendapat pengajaran. Meskipun muka masam beliau sudah pasti tidak terlihat oleh sahabat tnnanetra tersebut, Allah ingin menghapus kesau negatif orang lain terhadap mauusia yang paling dikasihi-Nya itu, dengau memberikau tegurau kepada Nabi Muhammad saw. Di sisi lain, tegurau pada ayat di 27
DR. Yusuf Al-Qardhawy, Pengantar Kajian Islam Studi Analistik Komprehensif
_ n_,, ____
,7 __ n_
J __ ,_
,,
•
,.,
,.....
•
1
n
1
~
....,.
•
~
95
atas mengajarkan Rasulullah bahwa ada indikator-indikator yang terlihat baik dan tepat, seperti indikator kekayaan, atau kekiuasaan. Nam1111 pada hakikatnya tidaklah demikian. Kekayaan atau kekuasaan seseorang tidak menjadikannya lebih baik dari orang lain. 29 Merujuk pada sebuah riwayat yang disampaikan oleh Ibn Jarir Athabari, Han1lm menafsirkan ayat-ayat tersebut sebagai teguran langsung melalui malaikat Jibril. Teguran tersebut te1jadi ketika Rasullah saw. menelantarkan panggilan Ibn Ummi Maktum yang seorang tunanetra, pada saat beliau kedatangan pemuka dari Quraish. Melalui ayat-ayat di atas Allah juga memberi peringatan bahwa ketunanetraan tidak menghambat kemajuan iman seseorang. 30 Pendidikan maup1111 pengajaran, sangat berpenm penting terhadap kesejahteraan setiap manusia. Karena itu, pendidikan menjadi hak mendasar setiap orang - termasuk tunanetra. Pendidikan membantu seseorang memperoleh ilmu pengetahuan yang bennanfaat, baik di dl111ia maup1111 di akhirat. Allah SWT bahkan memberikan derajat yang lebili tinggi kepada orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan. Allah SWT melalui Surat Al-Mujadilal1 ayat 11 menyatakan:
" ...Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.S. AlMujadilah: 11/1 29
M. Quraish Shihab, Tafeir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an Juz 'Amma, (Jakarta: Lentera Hali, 2002), h. 64-65. 30n __ .£'
T""'I.-
TT
.&t_..] __ 1
•ir-1!L
AL..l __ l
ry ___ . ___
~
.. _. r...
1
"'
,....,
,• • • •
,
•
96
Aa Gym dalam buku Manajeman Qalbu juga menyatakan pentingnya ilmu pengetahuan. Ilmu merupakan jalan meraih kebahagiaan. Tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Beliau menegaskan, barang siapa yang menginginkan dunia dan akhirat, maka wajib bagi orang tersebut mencari ilmu. Kunci utama meraih kebahagiaan adalah dengan ihnu pengetahuan, sedangkan kunci utama memperoleh ilmu pengetahuan adalah dengan belajar tiada henti. 32 Firman Allah SWT melalui ayat-ayat-Nya di atas, telah menandakan betapa ajaran Islam menolak diskriminasi kepada siapa pun, dalam bentuk apapun. Ajaran Islam sangat menghargai hak seseorang, dan menjunjung tinggi prinsip kesetaraan. Nilai dan prinsip tersebut, juga terdapat dalam konsep kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial. Menerima individu sebagaimana adanya, se1ia mengakni hak dan kesempatan yang sama bagi setiap individu, merupakan nilai dan prinsip dalam konsep kesejahteraan sosial. Nilai dan prinsip sangat penting bagi pekerja sosial, ketika menjalin relasi dengan klien. Sehingga, diskriminasi dari masyarakat merupakan nilai yang sangat tidak sesuai dengan ajaran Islam, maupun konsep kesejahteraan dan peke1jaan sosial. Setiap
individu
termasnk
Rafik,
Vina,
dan
Ragil
berhak
mengembangkan potensi diri di pelbagai bidang seperti ekonomi, sosial, politik, budaya, dan huknm. Pendidikan menjadi saluran utama untnk dapat mengembangkan potensi, partisipasi maupun prestasi yang mereka
97
miliki. Dalam konteks tersebut, proses intervensi mikro dalam pelaksanaan rehabilitasi menjadi kunci yang dapat membuka k'esempatan tunanetra menempuh
pendidikan
guna
memperoleh
ilmu
pengetahuan,
kesejahteraan, bahkan meraih derajat yang lebih tinggi dari Allah SWT.
BabV
Penntup
A. Kesimpulan I. Pendekatan intervensi mikro terlihat implementasinya dalam proses pelaksanaan program rehabilitasi di Y ayasan Mitra Netra. Program rehabilitasi tersebut mengimplementasikan intervensi mikro individu dengan sangat khas, yaitu melalui konseling ketunanetraan oleh konselor tunanetra. Konseling ketunanetraan, pelatihan baca. tulis Braille, serta pelatihan orientasi dan mobilitas, mengimplementasikan prinsip-prinsip intervensi mikro individu dengan baik. Intervensi mikro keluarga terlihat implementasinya melalui konseling keluarga, kunjungan rumah (home
visit), dan parent support group. Sedangkan, intervensi mikro kelompok terlihat implementasinya melalui kelompok natural komunitas tunanetra, dan melalui formed group yaitu, Kartika Mitra Netra. Sebual1 organisasi intra
lembaga,
yang
menjadi
wadah
untuk
mempertemukan
sosioemosional dan aspirasi klien. 2. Pendekatan intervensi mikro dalam pelalcsanaan program rehabilitasi, mendapat respon positif dari klien. Dalam ha! ini, keHga responden, yaitu Rafik, Vina, dan Ragil merasa sangat terbaniu dalam memulilikan kembali mental mereka. Responden mengakui tak ada lagi rasa stress, malu, kecewa, serta rasa percaya diri yang rendah, membayangi hari-hari mereka. Responden kini menjadi individu dengan motivasi, semangat, serta rasa percaya diri yang tinggi. Emosi positif yang sangat mendukung
99
mayarakat. Responden juga mengakui betapa individu, keluarga, dan kelompok merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisabkan. Melalui intervensi mikro keluarga, keluarga memberikan dukumgan terbesar dalam setiap aktivitas responden. Melalui intervensi mikro kelompok, Responden dapat mengambil banyak pelajaran dari kelompok atau komunitas sesama tunanetra. Pelajaran bagaimana tidak terpnruk karena menjadi tunanetra, serta bagaimana untuk bisa sukses meski menjadi tunanetra.
B. Saran
1. Yayasan Mitra Netra hendaknya dapat lebih mengcmbangkan program rehabilitasi kepada klien, kcluarga dan kelompoknya. Kegiatan parent
support group yang bersifat insidental akan lebih baik jika dapat terselenggara lebih rutin. Penyelenggaraan yang lebih terjadwal akan membantu orang tua yang memiliki anak tunanetra dalam memahami bagaimana cara menangani anak mereka. 2. Program rehabilitasi hendaknya dapat melaksanakan proses tenninasi terhadap !
dana
tersebut,
program
rehabilitasi
tentunya
dapat
meningkatkan sarana, prasarana rehabilitasi, serta kualitas pelayanannya.
100
4. Program rehabilitasi tenumya dapat lebih berrnakna bagi klien, dengan meningkatkan kerja sama dengan pelbagai lembaga pendidikan dan perusabaan. Sehingga kesempatan klien yang telab menjalani program rehabilitasi untuk menempuh pendidikan dan memperoleh pekerjaan, menjadi lebih terbuka. 5. Sebagai
penanggung
pemerintab
jawab
kesejabteraan
warganya,
hendaknya
memberikan dukungan nyata terhadap pelbagai upaya
peningkatan kesejabteraan tunanetra. Dukungan tersebut bisa dalam bentuk pendanaan (funding), peningkatan saran dan prasarana rehabilitasi, serta pemerataan kesempatan yang san1a bagi tunanetra. 6. Para akademisi dan praktisi yang menaruh perhatian (concern) pada bidang ketunanetraan, hendaknya dapat lebih mensosialisasik:an kepada masyarakat umum mengenai timanetra. Sosialisasi tersebut antara lain mengenai bagaimana seharusnya masyarakat memandang timanetra dan memperlakukan mereka. Salab satunya dengan 1tidalc lagi bersikap diskriminatif terhadap tunanetra. Masyarakat hendaknya juga dapat mendukung upaya mewujudkan masyarakat yang inklusif. Masyarakat yang tidak membedakan sababat-sababat penyandang cacat (disable). 7. Sebagai Pekerja Sosial, penulis mengharapkan adanya kerjasama antara pihak civitas akademika UIN Syarif Hidayatullab Jakarta (baik dengan Fakultas Dakwab dan Komunikasi maupun Jurusan Kesejabteraan Sosial) dan Yayasan Mitra Netra. Kerjasama tersebut dapat dimulai dengan mulai mengadakan sarana prasarana yang aksesibel bagi timanetra pada
DAFTAR PUST AKA
Adi, Rukmintu Isbandi. Psikologi, Pekerjaan Sosid, dan llmu Kesejahteraan Sosial. Jakarta: PT Raja Gratindo Persada, 1994.
Jlmu Kesejahteraar.· Sosial Dan Pekerjaan Sosial. Jakarta: Fisip UI Press, 2004. Al-Qa;dhawy, Yusuf. Pengantar Kajian Islam Studi Analistik Komprehensif tentang
Pilar-pilurSubstansi, Karakteristik, Tiifuan dar: Sumber Acuan Islam. Penerjemah Setiawan Budi Utomo LC. Jala.rta: Pustaka Al-Kautsar, 1997 Amrullah, Abdul Malik Abdul Karim (Hamka). Te;fsir Al-Azhar Juz 30. Jakarta: PT. Pustaka Panji Mas, 2000. Ardani, Tristiadi A., !in Rahayu T., dan Yulia Sholichatuo, Psilwlogi Klinis, Y ogyakarta: Graha Jlmu, 2007. A. Sadiman. "Pengaml1 Ti:/C'visi terhudap Pembaha11 Perilaku." dalam Dr. Mohammad Effendi, M.Pd, M.Kes, Pengantar PJikopedagogi l: Anak Berkelainan, Jakarta: Bumi Aksara. Balitbang Departemen So.;ial RI. Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jakarta: 2003. Bar!'.er, Robert L. The Social Work Dictionary Washh1gton DC: NASW Press, 1995. Basuki, Bambang. "Karakteristik Ca.::al Neira." makalah disampaikaa dalam Kegiaum Pemantapan Petugas Asesmen Vokasional Balai/Panti Sosial Penyandang Cacat Departemen Sosial, Cisarua: 16 Nopember 2005. Departemen Agama Rep·1blik Indonllsia. Al-Qur'an dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen Agama RI, 200 I . Efendi, M. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara, 2006. Gymnastiar, Abdulli:h. "Aku Bisa!" Manajemen Qalbu Untuk Melejitkan Prestasi. Bandung: MQS P·1blishing, 2004. Kuper, Adam and Jessica Kuper. Ensiklopodia llmu-Ilm11 Sosial Ed.I CP-t.J. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000. Moleong, Lexy J. M.A. Aletode Penelitian Kualitatif. Br.ndung: PT. Remaja Rosdakar:;a, 2004.
Nitimihardjo, Carolina. "Rehabililasi Sosial" dalarn Jsu-iiu Tematik Pen1bangunan Sosial
Konsepsi dan Strategi. Badan Pe!atihan dan Pengembangan Depsos RI. Jakarta: 2004. Pusat '3ahasa. Kamus Besar Bahasa lndonesirJ Edisi Ke-3. Jakarta: Balai
Pustaka
Depdiknas, 2002. Richmond, Mary. "What Is Social Ca:;ewor/c?" dalan1 :'lkidmore Rex A., Thackeray, 0 William and Parley. Jntroducth>n to Social Work. New Jersey: Prentice Hall Inc.,
1~'94. Skidmore Rex A., Thackeray, 0 William and Farley. Introduction to Social Work. New Jersey: Prentice Hall foe., 1994. Soehartono, lrawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004. Somantri 1. Sutjihati. Psikologi Anak Luar Btasa. Bandung: PT. Refika Aditama, 2006 Suhartn, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayabn Rakyat. Bandung: PT. Re!ika Aditama, 2005. Toseland, Ronald W. and l'{obert F. Rivas. An Introduction to Group Work Practice. Utah: Allyn and Bacon, 200 I.
Sumber dari Internet:
Pe.·1yedia Content Perlu Bantu 'funanetra, diaksts tanggal 2 Desember 2006 d'lfi http://baliti1ang.depkominfo.go.id/9 mod·=CLDEPTKMF BRTO l & view=1&id=154 &mn=BRTOl 100%7CCLDEPTKMF BRTOI www.mitranetra.or.id l!ndang-Undang RI No. 4 Tahun 1997,
diakses tanggal 27 Desember 2007 ctari
http ://www.unmiset.org/legal/Induu(;' ianLaw/uu/U u 199704.htn1
Sumber dari Media Cetak: Siswono. "Kebutaan di Indonesia Te."tinp,gi di Dunia". Republika. 15 September 2005. Direktorat Pembinaan S0kolah Luar Biasa, Jnformasi Pendidikan dan Pelayanan Bagi Anak Tunanetra, Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa De.oartemcn Pendidikan Nasional RI, 2005. Utami Ayu, "Buta." Sindo. 27 Januari, 2008. h.15
"Fasilitas Untuk Orang Cac2t Masih Kurang." Koran Tempo. 3 Desember 2006. h. 8-9
Sumber dari Data, Profil, dan F'arnflct Lembaga: Profil Yayasan Mitra Nctra Tabel Kegiatan Bidann Rehabilitasi Yayasan Mitra Netra Tahun 2006 Tabel Kegiatan Bidang Rehabilitasi Yayasan Mitra Neira Tahun <:005
Sumber dari Wawaneara Pribadi: Wawancara prilJadi dengan T..ilhas DaJranik. Jakarta, 7 Maret 2008. Wawancara pribadi dengan Ora. Rianti Ekowati. Jakarta, 13 Maret 2008. Wa\
pribadi dengan Trian 'Ragil' Airi:lngga. hkarta. 17 Maret 2008.
Wawancara pribadi dergan Riyanti Ekowati. Jakarta, IS Juni 2007
PEMBINA Prof.
l'ENGURUS H.Suh11rn111t Sekretaris
Lul~n1'1n N~lzir,Te:r.Ing
Kctua
Idris Sul:1im:1n.Ph.D _
H.J\1E. Kurnadi BendalL.lf
h.etua
Drs. \Visnu S.in1! A.ngg.ot:
l'!MPINAN E!:SEKUTIF Drs. E::n1b:1ncr Basuki I)irektur Ek.~1.1.1tif llrs.Invan Dni Kusr:into Wakil f)irektur Ek.«blfif
-·-·-·-·-·-·-·---·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·J
SEI-:.SI Dil1Sl1S ~Na<..iL:hi•t..S ...;.a
L·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·
B ..\GL.\N PENELilHN -r>r.,.,..,.\ rr. ,,,,..• ' ' • -· ........... ,~.U-<J.''-'-"">.·'
B.-\GIAN PRf>Dl TKSI D.~"\J r.tkPl};) _J__--\h. ...\ AN
.Nur Id::;;Ul hep:lla Bagi:ln
Fir
SEI-:SI J'ENELffi...i..N. •\I)}.!:H-ITSTf',_.1,,Sl D..!.N f'ENDIDIK...UJ S•:OSL.\l..
I
I
-
SEKSI PRODlih.&1BFhl' BIC.\RA Dirnngbp Mhag
!.~
l I
~
-lGL..\..hJ REH...\BILTIA..SI D}2'J PE:ND!DIL.\.:"\J
j
!!.!!ililli nuuJ,·:l_lli!.
I
11 l
l
SEt:..<;I I'R.. >IH.JJ..:SI BlJJ..:tT BR.-ill..LE Intl:1h Lutfi,,h h.cp:il:i. Sd.:si
Tolh:l'> I}.iruanik Ki:-pab Sek...;-i
SEKSI PENDfllf!;_.>,_N Y~ni
11
SEL)l PEUTI!i.c,_,
Y.~-eti:I~!!.
L..{
~fuizzu
Sek~i
l ...,
r·I I II 1
SEh.5i ITSEKRET..\Rl ..\T..\N Tii \Yina1:,ih
SE KS I PERSON ..\LI..\ HRI>
J.:d.:ipa S
SEKSI I'Et'...r'T.'ST•.:.J:..~.A.N
Kep.:ib
!
SFT..::SI KEH.-l.B.lLIT. 1.81
Kep:i.la Sek.l:i
SELll.-W\E' TE!:N(•L''-" !'IL AhY;tr K.:p:ila Seksi
I
Rh·:utti Ekow;1ti Kep:tf.J &gian
BAGI..\N ...\D!\IINISTR.-\SI Ii ..-:.iu e-;;i h:u.:-t;Ulf(I f.::cpab B;ig1:i11
SEKSI lll'lfT ~I MRT_TJi!ART..\.i'1(fG-A...\N Abdul \Yahi
Kary:nY;in Pc:h1I,:s:1na = 26 or.ing
'
h
L ,__
b ..\(1J_..\N Hf.T}.L..\.) i IA...:....· PEN(KiAL ...\NG.-\N D.-\.:\l"•.; ln
'
~
}._1ia
SEKSI f:EHf.'1!..\S ..\N Dir.u1cl.::nr K.Jb:ig
SEK.SI PENG-Ci..\L..\.N(i_-\.:~ D ...I,}..--\ Dir3ngbp K.Jl1ag. SEh.Sl PENG(i..\L ..\NG..\N D ..\N..\ Di.rangf.::lp J.:ahag.
1 '
Rckupitulusi I.cmo<.gu Pcndidikun Rint1s:1n InklusVJ'cq);1rh1 Tingkat Scko!ah Da;;ur (SD)T<.ihun J.jarun 2006-2007
Di Jnbotnbek Wilayah
Jakarta Sela tan
I 2
-
k1ubaga Pendidikan
No.
SDN t:{ Hinttun JI. Kesc::hatan Bin taro Jak -Sci SDN' 08 Pr
Jumlah Sis\va
-
I
'i"362'/71 I
JI. AnggurS Komp. BR! Cipete
3
2
SDN 02 Pg )'J. Pertani:.in H~Leh:1k Rulus Jak-Sel
4
I
SDN 10 Pg Cip1~te
5
MI Umwanul Huda JI. K:ilib~1ra f1.lk,irt\1.Sel;ir:1n
I
6
:::DN 09 Pg
I
7
Pd. Pinanl! f;.1k-Sel SflN 1-1 Pg JL. Bangau Ra) a Cilaodak Jak-Sel
8
l\J[
9
SON 1\.r:11n•H Pda 015 Jak-Se! (I)
-
Dand ll!un, Kemang Timer Jak-~:eJ f\h1nn1~11ni:
Jakarta T:mur
I
I '!
I
Jnka:1:1 Sdnt:in
SDN 06 Pt
I
11. f)e1·:i S:1rtik:. C:n,·nng 2
SDN OB Pg •
3
1
ek:1von
SDN02 Pt (~;.1ndtlria
4
'
foknrr i Tiinu r l
lTt:1n1
SDN 06 Pt
I
JI. Dew! Sartika 200 Cawang Jak-Tim
s
S!lN 09
6
JI, 6-l Cipa\·11ng SDN 08 l'g
l'r
Lu bang Buaya Jakarta Timur Jakartil Utara
•
SDNOB Tannh l'\lerdeka
2
SDN 02 Pg
I I
-
I I
Ron:irnn Jak::irta llt•1rn 3
SDNOS Tnnnh f\It.>1d.:>ka SI>N 03 Pt Penjaringan Jak-Ut
l
1
SDI\ 12 Pg l\!eruva trwr;1
I
2
SON !3 Pg. l'\feruv:1 ltwr.1
4 Jakarta BJrat
,
1.,!f\l\T
s~ITl-
l
l I
·-
Rekapitulasi Lem\>aga Pendidikan llintisrn Inklusi!fe·.rpadu Tingkat Sekc !ah Menengab Pe• t2rna (SMP) Tahun Ajaran 2006 - 2007 di Jabotabel:
WUavah Jckarta Selat3n
SMP Negeri 85 1
1 ]1. Margasatwa No. 8 ?d. I.abu Cilnndak 12450
2 1
Jakarta Timur
\
2 3 4
-Jakarta Utnra
1
-
2 3 4
Ja,va Barat
Jumlah Siswa
Lembaga Peudidikan
No.
I 1
2 3
-
SMPNn6 ]1. Kayu kapur No. 2 Pd. J.abu Cilundak Jakarta SelatBn SMP Negeri 256 ]1. Bnlai Rakyat Cakung Timur Kee. Cnkung 13910 SMPN 193 Jakar1 a Jl. Ujung Menteng L:ec. Cakunglak-Tim tJE· 461277_5 SMPN243 Cininan~ Jakarta Thnur SMPN223 Jl~ Smi!ang Ps. R1 !10. fak-Tirn SMPN 114 Ser<:'.per Jakarta U(ara SMPN 170 Semper Jakarta U:ara SMP Fikri ]1. Masjid Al-Anfal No. 51 Tugu Sebtan fakarta 14260 SMPl\ 42 Pademangan Jakarta Utara SMPN 4 Be~casi ]1. Tenggiri Raya Perurar.as IBekasi 17144 tlp 8844'.>4 SMP Taruna Bhakti Jl. I'eka;Juran Curug Kee. Cimanegis Kota Dennk SMP2 Depok ]1. Depok Raya
9
I I I
3
1 I 1 I
I
23
Rekapitulasi Le mbaga Pendidikan ilintisan Inklusi/..'.orpadu Tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) 1 ahun Ajaran 2006 - 2007 di Jabotabek Wilaph Jakarta Sela tan
Lembaga Pendidikan
No.
Jumlah Siswa
SW. Negeri 6( 5
1
JI. Bangau III P :I. Labu Cilandak Jakarta Selatan 12450 2 ·3
4
5 6
7 8 9 lkarta Pusat
I
1karta Timur
1
karta Urara
l
karra B,trat
I
Lngerang
1
SMA Negeri 46 JI. Masjid Dam salam Blok A J"k-Sel SMA Negeri 10 l JI. Peninggaran Barat I Keh. Lama Utara Jak-Sel tip. 7239257 SMA Negeri 55 JI. Minyak Ray;; Duren Tiga tip. 79?.90371 SMA Dami Ma< rif Jl. RS. Fatmawa i No. 45 Cilandak Cipete Selatan SMJ;: MH Tham:in Jl. H.S. N;n.vi Ciputar Raya Situ Gintung Ciputar SMAPGR!3 TI. Pondok Labu IB No. 29 Pondok Labu Cilandak SMEA Darussalam TI. H. J;:ahfi II N''· 28 Srengseng Sr.wah Jagakarsa SMJ;: Makarya 1:ebayoran lama Jak-Sel SMA St. Paulus ;I. Setia J;:awan )\'o. 8 Jakarta Pusat SMA St. Yoseph Perm. Menteng Metropolitan Uju::ig Menteng Cakung SMA 114 Rorotan Jakarta Utara SMA Pelita 1:udus Jl, Indraloka Raya No. 33A JakB:u: SMAMarkus Jl. MH. Thamrin J;:m 4,5 1:ebor. Nanas Tangerang
-
I l
I
1 l
I
I I
1 1 l
1
I 18
Rekapitulasi Lembaga P~ndidikan Rintisan Iilllusi/ferpadu Tingkat l'erguruan Tinggi (PT) Tahun Ajaran 2006 - 2007 di Jabotabelt
f
W"•~
Jakarta Pttsat
Jakarta Selatan
Lemba~a
No.
1 l
PendidikaL
l!nh" .Ar111ajayn J!. Sudirman Kav, 51 Jakart1 Pusat
· - __lto_llliah s~ 3
.
Univ. I
l
JI. Nangka No. 58 Tanjung B1rat Jakarta 3elatan 2
l. 1 IN .Synrif Hidny.nulhih
JI. Jr. H. juanda No. 92 ::\
--~
:~
lak-Sel
llniY. l\Iuha1nn1adiyah
JI.
-
KH. Ahmad Dahlan c:rc.ndeu Ciputat
5 -
2
Univ. Hamka ·-i. Li1n::n1 II Rink B-5 Keh. Rani hk:1rr:1 Selawn
5
l
Univ. Prof. Moestopo (Ocragam 1)
JI. Hang Lekir I No. 8 Keb, _Baru Jakarta Timur
J
(rniY.
Ne·~eri
/akllf['l
JI. Ra\va1nangun Jak.arta Barat
--·
Botabek
l
6
Muka Jak-Tm
lTniY. Tar_llil1llllngara
l
JL S. Parman l
l.'niY. Indont.>:>in
I
Dcpok -
2
Uni\. Pa;nuhiJlg
JI. R:iva Pa1nulan1• Cinurnr Tangt
1 -
Univ. Terbuka
JI. Pondok c~1he R:iva
1 ---
25
l
(i!J.J!_,
No
: Istimewa
Lamp : Satu Bunde! Hal
: Penzajnan Jndnl Skrips:i
Kepad'I Yth, Ketua Konsentrasi Ke,ejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Komrmikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Di Temp at Assalamu 'alaikum Wr. Wb Salam sejahtera kami sampaikan semoga Bap2k sdalu da1an1 lindungan Allah SWT dan sukses dalam segala ak•:ifita>. Amin Sehubungan dengan penyusunan shipsi s.;bagai persyaratan kelulusan, mc.ka saya yang be'iandatangan di bawah ini : Nama
NlM Prodi Semester
: Ameria Firuauzy : 103054128820 : Konsentrasi Keoejahteraan SosiaJ . : VIII (delapan)
Bennaksud untuk mengajukan skripsi dengan judul : "Pcndelrntan In ten ensi Mil'.fo Dalam Pelaksanaan Pogram Rehabilitasi Pcnyandang Tunanctra." Demikian surat ini saya sampaikan, atas persetujuan · dan perhatiannya s~a ·ucapkan terima kasih. Billahi Taujiq Walhidayah Wassalamu 'alaikum W.-. Wb Jakarta, 16 April 2007
Drs. Yusra (illun M.Pd NIP. 150246 92
Amcria Firdauzy :NIM. 1030541288~.o
UNIVERSITAS ISLAM NEGERl SY ARIF HIDAY ATULLA H .JAKARTA FAKULTAS DAKWAH DAN KOJVIUNIKASI Jin. Ir. H..Juandn No. 95 Ciputat 15412
Telepon: 743:>728
Nomor: Un.01/F5/KrJ1.01.3/ 0i7q /2007 1 ( satu) bundel J Lamp Hal Bimbingan Skripsi
Jakarta, 12- Desember 2007
Kepada Yth. Nafsiah, M.SW Oosen Fakultas Dakwah dan Komunikc1si UIN Syarif Hidayatul:ah Jakarta
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Bersama ini kami sampaikan kepada lbu sebuah judul berikut out line sk;ipsi yang diajukan oieh mahasiswa Fakultm; Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai berikut, Nam a Nomor Pokok Jurusan /Semester Program Judul Skripsi
Arneria "'irdauzy 103054128820 l
Penuh harapan knmi kiranya !bu bersedia msmbimbing mahasiswa tersebut dalam penyusunan dan penyelesaian skripsinya clalam waktu yang ticlak terlalu lama. Ata:.i perhatian dan kesediaan lbu i
an. Dekan, Pemba1tu Dekan Bidang Akademik
,,..,
:~
A_ NIP. 150262442!\
ferr:busan : 1. Dekan 2. Ketua Konsentrasi Kesejahteraan Sosial 0 akultas Dakwah dan Komunikasi
OEPARTEMCN AGAMA UN IVER SITAS ISLAM NEGEIU SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKUL TAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI Jin. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412 Nomor : Un.01/F5/KM.01.3/ l.C\J3 /2007 Lamp 1 (Satu) bundel Hal : Penelitian/Wawancara
Telepon : 7432728 Jakarta, l1 Desember 2007
Kepada Yth. Ketua Yayasan Mitra Netra Jakarta Selatan
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Dekan Fakultas Dakwah ce,n Komunikasi Ull~ ~3yarif Hidayatullah Jakarta rnenerangkan bahwa mcihasiswa di bawah ini, Nam a Nomor Pokok Jurusan /Semester Program
Ameria Firdauzy 103054128820 Konsentrasi Kesej2hteraan So>ial (Kessos) /IX S1
bermaksud melaksanak01n penelitian/wawancara untuk bahan penulisan skripsi yang berjudul Pendekatan lntervensi Mikro dalam Pelaksunaan Program Rehabilitasi F enyandang Tunan9tra di Yayasan Mitra Netra. Sehubung'm denGan itu, k::irrii memoho11 l<.epAda Bapak/lbu kir8nyil dapat menerima maha:>iswa karrii tersehut dalam oelaksanaan penelitian/ wawancc:ra dim1ksud. Alas perhatian dan kesediaar, Bapak/lbu l
Wassa/amu'alaiku'TI Wr. Wb. Dekan,
(Di'. Murodi, M.A Nii". 150254102.!' embusan · . Pembantu Dekan I . Ketua Konsentrasi Kessos akult3S Dakwah dan Komunikasi
1
YAYASAN MI'fRA NETllA Pendidikan & Pengembangan 'funanetra ~"1.
Tn,..i1r111
-ll I \\I \7 (JO.
JJL1rt;i, I c11,1k l-0002107(;.12
llu:u~
JI.Gunung Ralong II No.58 Lebuk Bulus III Jnkarta Sclatan 12440 Telp : 021-7651386 Fax: 021-7655264 Email: [email protected] Website : http://www.mitrenetra.or.id
J'1,,f ,!i ll '-,i,L1i1a lh.:,_ '"l' ·' ''. l ! S11L,i11:;1n :..! :-.>r!'lll i\ 1,, I',,-,
!!2'-'l.t~l::.:__:i
DVi H,1nfr·1:1g B:1
SURAT KETE:'RANGAN PE"ll:l.ITIAN No. 094/YMN/VI/2008
Yang bertanda tangan di bawah ini Wakil Netra, menerangkan bahwa: Nam a NIM Fak/Jurusan
Direk~ur
Eksekutif
Yuyasan Mitra
Amerio Firdauzy 103054128820 Dakwah & Komunikas' UIN Syarit HidayatulJ.1h Jakarta
telah melakukan penelitian di Yayasan Mitra Ne.tra dari bulan Maret-April 2008 (1 bulan) untuk tujuan pcnelitian penulisan S!
Intervensi Mikro Dalam Pelaksanaan Pl'ogram Reh.:!bi/itasi Tunanetra di Yayasan Mitra Netra. Demikian sur.:it keterangan ini kami b·Jat agar dapat dipergunakan sebagaimana mes'!"inya.
LAMPIFAN HA SIL WA WANCAR.A SUBJEK PENELITIAN
NaaSumber
: Dra Ri:ir,ti Ekowati
Hari!fanggal/Waktu : Kamis, 13 Maret 200811 ~.CO WIB Hasi! Wawancara.
1. Bagaimanakah latar blakang!Jandasan lahirnya Program Rehabilitasi: Seperti kita ketahui bahwa, seluruh kegiata.i yang ada di MN, dalam bentuk layanan dan pen
Jadi kita selai u melihat bahwa hal apa yang bisa di berikan kepada
tunanetra, tetapi itu sangat dibutuhkan, dan tidak bisa lepr.s dari perkembangan dari si tunan~tra itu sendiri. Jadi contohnya, misah1ya. Tunanetra yang mengalami l etunanetrarumya itu pada usia dewasa. Nah ini lean mell1butuhkan rehabilitasi, karena biasanya orang yang barn tunanetra itu g1 mr:anga jiwanya hebat ya. Dan dia tidak akan bisa rnelakukan apapun kalau memang belum direhabilitasi. Karena .•
mental kan dasar ya. Jadi, disini kita melihat ada beberapa kebutuhan. Pertarna, dalam konseling. Dari konseling ini, kita bisa mengl':t8hui bahwa masalah yang dihadapi itu apa. Dari m1salah ini, tunanetra ters•!but punya potensi apa yang bisa dikembangkan. Lalu untuk mencapai suatu keahlian apa yang harus dirniliki teritunya, t>1na.1etra ini musti C::i
rchabilita~i
r.1emberikan pelatihan-pdatihan, mcngetik I 0 j~ri. lalu komputer bicara. Mcngapa harus mengetik 10 jari? Karena mungkin orang berpen
k•~
layanan berikumya, tar1pa hams konseling terlebih dahulu.
Sehingga urgensi rehabilitasi paca sctiap klien akan sesnai dengan kondisi
peng1~amm1-penga'.aman
yang
dialami
sendiri.
Karena
pengalaman yang dial
tunanetra. Karena yang pertfilna, pasti akan lebi h empati, dan pengalaman kita di MN, biasanya tunanetra baru itu akm1 lebih mendengarkan koselor yang sesama tunanetra. Karena dia percaya bahwa, konselor itujuga pemah mengalami se?ert,. dirinya. Contoh, seperti. orang berpenglihatan bilang: " Ya, udah sabar aja mas, mbak, ini suatu cobaan." Pasti dia akan bilang: "Pantes aj kamu ngomong gitu, karena kanrn tidak menjadi tunanelra. Coba bayi:ngkan yang menjadi tunanetra itu adalah kamu, pasti kamu juga akan seperti saya." Pasti kekecewaannya akan seperti itu. Tapi kalau yang bicara itu adalah tunanetra, pasti dia juga akm1 man mendengar, karena dia paham orang itn juga mern:;akan seperti apa yang dia rasakan. 4. Jejaring atau networking dalam pelaksanaan program rehabilitasi? Kareua kita bcranggapan bahwa ilmn yang ada sekarang itu, pasti akan bei·kembang juga dM mungkin aja
barn, terhadap lingkungan-lingkungannya. Begitujuga dengan konseling. Jadi kita selalu mengikuti kemaj uan dari pr ogram-prograrn ini. 5. Proses dalam pelaksanaan program reabilitasi ini? Biasanya pintunya itu aaalah
kon~eling.
Karena kita melihat hat.wa, setiap
orang yang harus direhabilitasi itu, lebih seilat dulu mentalnya. Nanti dari konseling itu barn, si konselor menunjukkan scbenamya apa sih yang dibutuhkan oleh si tunanctra ini. A pa dia bisa langsung dida ftarkan ke sekolah, atau dia harus mengikuti rehabilitasi dulu, misalnya OM r.ya, apa dia harus berlatih Braille. Apakah dia harus ffi
7. Bagaimana proses rehabilitasi ini dapat membantu !
konseling. Jadi kita haius bisa melihat juga ketika orang itu datang ke kita, kita terima d:a dan kayaknya dia udah enjoy dengan keadaannya. Ya kita bisa lanjut melakukan proses yang lain. Jadi seperti yang saya katakan di awal, tidE'c harus mutlak ya. Semuanya bisa fleksfoel dijalankan. 9. Bagaimana efektivitas proses rehabilitasi? Sementara ini dari awal sampai saat ini, sangat efektif. Karena kalau kita tidak adakan rehabilitasi, langsung saja kita j·~jali dengan hal-hal ketunanetraan yang harus dia kenal, tentu tidak akan efektif. Karena kaJau dia be!Ull1 siap mentalnya menjadi tunanetra, yang !cita ajarin akan jadi tidak berguna. Tapi kalau dia sudali menyadari, "Oh, saya sekarang tunanetra, nali saya harus mt::ncari langkali baru supaya bisa sukses." Selama ini program rehabilitasi ini sangat berpengaruh dalam suksesnya tunanetra dalam lingkungan soda!, lingkungari keluarga, dalam menempuh prestasi. Makanya sampai sekarang hams diselenggarakrn1 terun. Pasti kalau orang baru menerirna ketunanetraannya itu ma;;ih banyak kerikil·-kerikil. Ya pa~ti bukan orang itu aja, tetapi kdtwganya.
Nara sumber
: Tolha.s Damanik, S. 'Pd
Hari/Tanggal/Waktu : Jur.1'at, 7 Maret 2008 I 08.00 WIB Hasil Wawancara
I. Bagaimana latar belakang atau landasan filosofis prognim rehabilitasi? jurli landJSan filosofisny adalaJ> melakukan khususnya di Mitra Netra, karena rehabilitasi scndiri sebcnarnya boleh dikatakan sebagai upaya mcmulihkan. Ml!mulihkan dalam konteks tunanetra. Kita bicara tentang adanya tunanet::a yang barn, yang kita pi:Cirkan adalah adalah bagaimana memulihkan kondisi mental dan juga fungsi mereka. Artinya sebenarnya ketika met·eka menjadi tunanetra, itu kan mereka berhadapan pada suatu kondisi yang mt ngkin akan herbeda
a~a
m
sudut mental. Kemudian apa yang dimaksud pemulihan fungsi? Karena, menjadi t·manetra, seolah-seolali dia menjadi kehilangan fungsi. Dia tidak bisa berbuat apa-apa, dia tidak bisa melakukan sesuatu, beke1ja misalnya, mencari nafkah bagi orang yang sudah orang tua mirnlnyn, menjadi " tidak berguna". Tetapi sebenarnya kita melihat baliwa sehenarnya kita melihat baliwa sebenarnya ketika mereka diberikan rehabilitasi, mereka akan kembali bisa berfungsi
2. Urgensi dari program rehabilitasi ini'? Karena bayangkan blau seorang tunanetra tidak mendapatkan rehnbilitasi kita bicara dari satu sisi, tidak mendapatkan rehabilitr,si karena se!Jenarnya ada rehal:>ilitasi bcntuk lain. Kalau dia tidak mendapatkan rehabiHtasi otomatis dia tidak akan bisa apaapa. B11yangkan seorang yang tadinya bisu melihat bisa membaca, terus g bisa membaca. Ka!Pu dia tidak diberikan alternatif lail1 untuk dia bisa kembali membaca, dia tentunya akan merasa dunianya sudah tidak bisa bersahabat lagi dengan dia. Untuk itu dalam rehabilitasi kita berikan Braille. Kalan seorang tunanetra dia tidak bisa memiliki keterampilan untuk bisa berjalan, untuk bir.a melakukan "activity daily living' di kehidupan sehari-hari, mau gimana gitu. Apalagi kalau kita berbicara sebenamya dalam tatanan yang paling dar.ar, tentang bagdmana dia bisa menerima diri. Kalau seorang tunanetra baru, bayangkan dia akan cenderung apatis, C":n
bahwa memang mercka butvh satu pegangan itu harus diberikan pada orang ) ang tepat. !tu urgensinya, kalau tirJak ditolong, efeknya ya, me:eka akan ;:ampai pada satu titik mungkin gangguan psikologis, hambatan psikologis, dan yang jelas mer"ka tidak bisa hidup secara berkualitas, yang jelas begitu. ltu disatu sisi. Nah itu aku bicara rehabilitasi dan tidak direhabilitasi. Nah ada lagi rehabilitasi bentuk lain yang selama ini dikembangkan khususnya uutuk tunanetra. Banyak •)rang berpikir bahwa lam jenis
rehabilitasi ada beberapa ya, rchabilitasi medis, rehab; Iitasi sosial, pendidikan, ekonomi, seperti itu ya. Nah orang banyak berpikir bahwa pc la rehabilitasi sosial itu han;alah cukup dengan mengirimkan si tunanetra ke panti-panti rchabilitasi, memasukkan saja mereka tanpa pemah memikirkan harapan nantinya ara. hdi ketika mereka dimasl'kkan ke panti rehabilitasi, mereka hanya dipekenalkan begini, 'Begiui /oh kehidupan tunanetra', mungkin tan pa konseling, iya tanpa macam.maca111. Jadi hanya dismuh ngikut
aja. Nah ini bisajadi neraka tersendiri, bagi seorang yang oaru menjadi tunanetra. Karena bayangkan dia disuruh ikut kegiatan yang dia sendiri gak t'lhu pentingnya apa. urgensi apa mufti ikut. Jadi yang mau aku katakan adalah terbdang l:ita tidak pernali mcndengar suara hatinya mereka. Mereka- harusnya yang terjadi adalah mere:ka memilih. 'Aku mau Braille', 'Aku mau belajar OM', 'Aku mau ini '. Jadi, sehingga yang kita lalc1kan pada rnereka bukanlah lagi-lagi menyudutkan mereka. Nah, rehabilitasi, yang kedua mereka butuh rehabilitasi yang teµat. Jadi rehabilitasi yang tepat ini adalah kata kunci di Mitra Netra.
3. Jenis pelayanan dan fasilitas rehabilitasi yang diberikan? Jadi memang jenis dan layanan yang diberikan, kita lebih spesifik pad!I layanan konseling untuk tunanetra olch lconsclor tunanetra. Dbitulah leta'c uniknya. Jadi kalau tujuannya sudah jelas /ah ya. Mernang kita ingin, mernang tujuan yang dicapai adalah optim ·,1, kemungkinan berempati secara optinnl. Kemudian si konselor memang talm betul apa yang menjadi problem umum, problem khusu;;, si konJelor bisa menjadi model pengembangan diri kliennya. Jadi, kcmudian dalam kontcks pelayanan rehabilitasi dan konsding, kita juga memberikan ketcrampilan-keterampilan dasar yang tentunya akan juga menunjang proses. Jadi hasic skill yang Jiarus dimiliki adalah misalnya baca tulis Braille. Karena memang b:i•oa tulis baca Braille mznjadi kebutuhan. Orang butuh informasi, orang butuh
membaca. Kemudian kita aj:wkan juga yang namanya
Orientation and Mobility (CM) training. Bagaimana dia bisa bergerak, berpindah, mengetahui apa yang ada di sekitamya. Karena memang hambatan penglihatan 5ebenamya akan membuat orang berada dalam satu kesulitan. Tadinya orang berpikir 1?0% cara dia hidup ditopang oleh mata, tapi ketika dia tidak punya mata - berarti sangat sangat fatal. Tetapi dengan OM training itu bisa lebih baik. Nah, kemudia.i kenapa juga
orier.tation and mobility training? Kru-ena sebenarnya gi11i, setiap orang yang baru menji.di tunanetra dia akan tanya bagaimanu caranya rnpaya '.'.'.rn tidak bergantung pada orang lain'. Tetapi kita tidak hanya bisa tihng, 'Pokonya kamu ha.rus gini'. Tetapi ketika dia punya Braille, ketika dia punya OM tadi, dia akan merasa begitu mandiri, 'Oh temyata bisa ya'. Jadi gitu, menunjan.s -· konseling ddak bisa berjalan sendiri. Nah, kemudian dalam rangka membantu mert'ka juga kita biasanya pun:1a yang namanya home
visit. Jadi kita mengunjungi klien denpn bebarapa tujuan. Pertmna, untuk mendalami dan menggali informasi yang tentunya aka'1 bermanfaat dan menunjang proses konseling itu
s~ndiri.
Kedua, dari pror,es home vi iit itu bisa juga kfra memberikan st'macam
penyuluhan/informasi kepr:da lingkungan terdekat, seperti keluarga. Supaya rnereka jug> turut dalam proses ini. Karena si klicn gak bisa ngeljain sendiri - mcnyelesaikan masalahnya mereka hr.c:us ikur. Kemudian juga, untuk tunanetra us;a dini. lni juga masih dalam pcmikiran kita karena kita masih selalu :11encob.1 untuk memiliki satu ke depan. Memang kita menginginkan punya satu, semacam interVf:nsi dini, early int';n•ention. Tapi mungkir: belum bisa kita wujudkan sekarang. Maka hal-hal lain yang bisa kita lakukan memang adaluh secara rutin berkomunikasi dehga11 para orang tua. Dan beberapa tahun yang sebelumnya. Sebelum tahun 2008, kita pun ya parent sug>ort group. lni kita hkukan juga karena banyak orang tua bertr.nya apa yang musti mereka lakukan untuk anaknya. Tetapi karena memang di negara kita belum ada satu,.. di luar negeri kan ketika ar.ak labir dan ketuhuan di rumah sakit dia ·nemiliki satu humbatan, maka pemcrintah setempat harur mcngirimkan social worker untuk mendampingi orang tuallya scjak dari situ. Tapi di kita kan belum ada. Akhimya orang tua menjadi satu-srn unya orang yang berjuang untuk
bagaimana mendidik anaknya. !tu sebabnya 'dtu selalu menge1:1bangkan sharing di antara orang tua. Selain mereka bi!:a berkomunil:asi dan rr emikirkan apa yang paling tepat untuk anak. Jadi itu, kita jt.ga dalam beberapa hal coba mengembangkan asesmena.scsmcn yang tujuannya adalah menget2hui problem-problem umum tunanetra. Mungkin dengan alat-alat yang sederhana. Karena memang Mitra Netra foirus pada pendidiknn, maka kitajuga
m~ndampingi
para siswa dalmn bentuk mernberikan konsding pendidikan. Kemudian juga, kita akan
mcngarah pada program kctcnagakcrjaan. Kita jugG mcngadakan program konseling karir. Karena pckcrjaan tmt:ik tunanetra menjadi sangat penting. Tctapi ini menjadi !ahan yang masih seperti hutan belantara, belwn tergarap dan kita masih coba mendevelop. Jadi masih dalam tahap ini. Tetnpi yang kita pikirkan bahw1 adalah Sf:jak SMP, SMA, mereka sudah m:Jai memkirkan mereka mau j.'ldi apa. Karena memang hidup dalam kondisi terdiskriminasi kadang membuat si tunvnetra tidak hanya tidak mampu berb·1at apa-apa, tetapi secara mental juga mereka mercka lcmah. Mere.l;a tidak mampu memutw.:kan nanti besar 'Aku mau jadi ini'. Kzrena mercka seperti melihat masa depannya gelap. Stigma masyarakat terlrlu kuat untuk mereka. Jadi hanya tunnetra yang kuatlah yang secarn mental kuat, yang sejak mis:ilnya SMP, SMA dia sudah memikirkan, 'Oh, aku mau jaC:i guru'. Makanya sejak SMA dia muL1i fokus dan kuliah, dia. masuK ke institus1 keguruan misalnya. Jadi memang be::ul-bctul sebuah step, yang memang layaknya orang mau berkarir. Jadi itu heberapa layanan yang kita berikan. Komudian untuk fasilitas, di sini
m~mang
kita masih punya kendala. Kendala
kerena rehabilitasi bclum punya rur.ngan scndiri - masih nomaden. Kemudian kalau untuk yang lain-lain, alat bmitu kita sudah punya ya . .ladi memang yang paling penting sekarang yang harus kita pikirkan ruangan - agar !ebih optimal. 4. SDM pelaksana? Selama ini memang kita hanya punya satu "onsclor. Tctapi memang di Mitra ada bebempa teman yang menjalani training baik o!el: Univcrsitas Atmajaya maupun Universitas Negeri Jakarta ur.tuk juga bisa melakukan lwnscling. Jadi wala1pun mercka tidak berada di area rehabilitasi, t.:tapi dalam casc:-case tertc:nt, mcrcka juga bisa dilibatkan. Mbak Arya, Mas lrwan, Mbak Rini, Mas Moji, itu sudah dapat pclatihan. Jadi kalau misalnya in case aku ,5ak ada, itu kadang-kada;ig Mbal; Arya handle gilu. Jadi kalau memang kita tetap concern pada konse!ing untul. tunanetra oleh sesama tunanetra itu tadi. - Untuk instrukruktur OM? Ya, untuk instruktur 0111 juga kita belum punyu sendiri. Nah, beberapa tahun yang lulu kita bekerja sama dengar SLB PTN un:uk melibatkan juga instruktur OM yang ada di sana. Tetapi karena di sana juga banyak dibutuhkan, akhimya pada tahun 2006, kita
mcmutuskan untuk mdatih st.aff kita scndiri untuk rndnkukan training. Ada 6 staff yang disiapkan untuk menjadi trainer, seandainya ada klicu yang mcmbutuhkan. Karena kan Mitra Netra bukan organisasi yang besar. Terus yang kcdua pennasalahannya rehabilitasi adalah satu program yang mcmang agak sulit untuk mcncari donatur. Karena biasanya kctika orang akan mcndonasi suatu program, akan tanya goalnya berapa. Tctapi kan dalam rchabilit.asi kita tidak bisa bilang goal11ya sckian. Karena yang pcrtama, mernang kita harus menemukan , mau goal kayak apa. Apa yang mm;t: dinilai. Apa kualitas orang hasil direhabilitasi kah, atau kuantita:mya Kita :idak mau terjebak hanya pada kuanti1as - mcnyebutkan sekian. Tetapi kita tidak melihat kualitas. Jadi memang banyak;imding yang ingin kelihatan, rnisalnya kalau kita bilang, 'Mungkin satu bulan aku bisa 200 klien', wh i1u mungkin mereka mau. Tapi ya, temyata memang t'1dak sampai segitu, masa kita berharap scseorang menjadi tunanetra setiap bulan.
5. Jejaringlnetworking dalam pelaksanaaa p.-ogram rehabilitasi? Ok, jejaring atau networking. ini lm..1 kerja LSM, memang sih idee.lnya kita bisa melakukan segala sesuatunya sendiri. Tap} itu gak mungkin, oleh sebabnya... oh iya, •.adi juga musti a'rn tarnbahkan tahun kcmarin kita sudah starting untuk pcmagangan dua orang konselor, dengan harapan mereka akan siap ketika ada dana. Tahun ini harusnya mcrcka sudah siap dihire, tapi mcmang sampai saat ini f,clum ada litik tcrang. Ok, tadi pertanyaannya berjejaring ya,. yang jelas kita berjejaring dengan rlokte1 mata RS Cipto, Aini, Jakarta Eye Centre;. Untuk rchabilitasi medis? !ya, rehabilitasi medis, sekaligus juga bagaimana mcreka bisa merujuk langsung. Jadi kalau ada pasien-pasien yang m<::nang kemungkinan kesembuhannya kecil, sememara dokter jugu mungkin tidak punya informasi apa yang rnusti mereka ldkukan, apa yang musti mereka sarankan. Biasanya merujuk ke kita. Kemudian juga kita bcrjejaring dengan unit low rision Pertuni (Persatuan Tunanetra Indonesia -pen.) untuk melakukan asesmen fungsi mata. Karem ketika men et apkan :raining yang harus diikuti adalah A, B, C, D. Tentunya kitajuga ingin, katakan l2h tunanetrajuga kan tidak melJlu
totally blind ya. Kita masih ccrharap ada fungsi atau pcnglihatan y;ing bisa dioptimalkan, kita bckcrja sama c!cngan mcrcka. Kcmudian kita bckcrja ~-ama juga dcngan lcmbai;a-lcmbaga pcrguruan tinggi sc9crti Univcrsitas Atmajaya dan Univcrsitas Ncgcri Jakarta (UNJ) d1lam rangk" pcngcmbangan SDM. Kcmudian juga dalan1 rangka mc:mbcrikan lay.unan, kita juga bckcrja sama dc:ngan organisasi scjcnis, scpcrti Rr.winala, karcna di sana juga k1ta suka bikin parent support group hareng-bareng. Kcm11dian juga misalnya kc rnarin kita dcngan Hr.lien Keller International, mcngcmba.•gkm - dalam rangka mensuppo
6. Proses pclaksanaan? P:oscs, hiasanya akan k ita mt:.lai dari bagaimana mcrcka bisa sampai kG sini. Ada bcbcrapa model. Yang pcrtmm, mcmang scpcrti saya katakan, doktcr yang mcrujuk dari rumah sakit atau klinik mata yang mcrujuk kcmudiaa. Klien yang datang atas informasi yang rncrcka dapatkan, baik dari media massa atau brosur yang mcrcka dapat di ru;nah sakit, karcna kita mcnycbarkan brosur juga di rumah sakit. Jadi mcrcka datang,
m1~rcka
biasanya akan tclcpor. dulu kc Mitra, janjian untuk
kctcmu. Kcmudian bila, dari yang datang atas
kcinl~inan
scndiri, datang dari rujukan
doktcr, atau kantor yang k::tryawannya mcnjadi tuamctra, ada juga kita mcndapat informasi dari masyarakat. Nah, ini yang unik. Kita mc:idapat informasi dari masyarakat, dan kita musti kc sana - jcmput bola. Kadang-kadang juga ada case tunanctra malah discnb~myikan
d:ilam rumah, ada lmsusnya, rli dacruh pondok kopi ada. Pcrtanla kali
didckati gak mau. Kalau bisa datang kc Mitra kita buatkan jalan, kita bcrtcmu, kita mulai dcngan proses konscling awal. Mc:nggali
inform~.si
dari mcrcka, kdnginan mcrcka, kondisinya
scpcrti apa, kita juga mcnycpakati dulu kita mau ngapcrin. Apa sih tujuan dari konscling
sccara khusus maupun rch
mcn~ 1 cbutkar
dia mau ngapain. Padahal,
dia sangat cerdas. Kalau itu bisa dilakukan, kcmudian kit'l lihat. Kita !akukan satu proses yan-s ak"U bilang tadi bagaimana din bisa scjak awal mubi berpikir tcntang kchidupannya pascn menjadi tunanctra. Ya, salah satunya tujuann:ia, kita coba mcngajak dia untuk mulai menerima kondisinya. Proses ini bukan satu prose; yang mudah. Karena biasan)a mereka akar1 pasang surut, naik turun. Nah, oleh
kar~nanya
kita musti lihat apakah kita
masih butuh home visit. Apz.kah kita juga masih butuh :r.emanggil keluarganya yang lain. Semoga proses itu ada titik terang, 'Mu::1gkin saya akan starting dengan belajrr', kita akan eoba. Itu sebabnya, rremang Mitra Netra, kalau yang basic program itu gak ada jadwalnya, yang mai1 selesai satu bulan, mau selesai dua bulan, karena memang itu bagian dari proses rehabilitasi itu sendiri. Kita mulni dengan mcngajak dia, 'Ayo bagaimana kalau misalnya kamu Lehjar Bmille dulu, bagaimana kalau kamu bclajar
orientation and
.~10bility
dulu'. Dari pengalaman, bias:•nya kctika mcrckl: sudah
mengenal yang nammya baca tulis, terns mrngcnal juga orientation and m'.Jbi!ity s.Cill, dia akan
m~rasa
comfort, kcpereayaan dirinya batik, 'Oh, tcmyata bisa ya', dia tadinya
merasa gak bisa baea, 'Oh hisa ya al:u jalan sendiri'. Ada juga yang kondisin:va masih loiv vision, tapi dia mcrasa sudah totally blind. Jadi ketika datang itu, aim gak jarang m~nemui klien yang model kayak gini. Dia datang dengan bilang, 'Aku dah gak bisa apa-apa, aku gak bisa lihat, aku gak bisa apa-apa'. Tetapi setelah 2-3 kali pertemuan, dia bilang, 'Aku temyata masih bisa lihat huruf besarbesar yJ, aku temyata masih bisa jalan sendiri ya'. Ada yang tad in ya ketika keluar pun sudah merasa harus pakai kaeamata hitam, karena selalu mcrasa silau. Tapi ini kan sebepamya euma psikosomatis yang harus diselcsaiknn dulu gitu. Temyata dia bisajalim ta.1pa kaeamata, gak silau tuh, malah !Jisa jalan scndiri. ;adi scringkali case-case kayak
gini ketemu. Memang awalnya ini mepjadi pencntu banget. Kita mcngenal betul-betul, siapa sih yang datang kc kita, siapa sih klicn kita ini - jadi proses itu.
Kemudian kita aj::irkan juga si klie;i itu masuk ke komunitas tunanctra itu s~ndiri. )ia dB.tang kc sini, dia berbicara dengan ternan-teman yang ada di sekitarnya, tunanetra uga, ':>erbagi pengalaman, dan dia melihat r.pa yang dilakukan oleh tunanetra lain, 'Oh ernyata rnereka bisa kornputer', 'Oh temyata rnereka bisa sekol.ah, kuliah, ternyata bisa nacam·-macarn. Nah, itu bist, menjadi motivnsi yang luar biasa. Jadi kita tidak perlu nendirect dia individually, 'Karnu harus gini', t~tap) enggak dia bclajar melalui proses n•!nemukan. !tu yang coba kit a lakukan di sini. Sehin:;ga dari proses menemukan ini, dan Jia mulai rnencoba dari diriny1 sendiri, dari hasic ski!' itt1, lz.mbat laun dia bisa mengikuti :emua proses, akhimya dia memutuskan, 'Ok, aku s~kolah', 'Ok, aku ingin kerja lagi', Ok, aku ingin kita bisa mern buat sebuah kc:-n1itmen·. Jadi itulah langkah-langkah yang :e>ba kita am bi I.
7.
Bagaimana indivi::lu, keluarga, kelompok/komunitas berperan dallm preses
rehabili'.asi tersebut? Yang pertama mcmang kita selalu berharap !:ecara individu si klien untuk bisa bctul-b-:tul komit mengiktJti proses itu, dan raembuat tujuannya scndiri, it'l yar.g kita harapkan dari individu. Sehingga ketika kita berkomitmen untuk bertemu, kita komitmen untuk rnelakukan sesuatu itu berarti, dia harus bisa la 1.rnkan secara mandiri. Tapi mcmang individu, keluarga, dan kclompok mccnang tidak bba dipbahkan. Karena adi:. tcndcnsi, indiviclunya sudah ok, sudah sadar, sudah mau mandiri, tapi bapak ibunya gak re!a. Jadi ada
cas~
kayak gitu, 'Sudahlah papa, rna·,na, aku gak usah dianter-anter lag1, ::iku sudah
bisa kok jalan sendiri'. Tapi ortunya tctap gak man rnelcp:1s, ini yang rei:ot. lni juga sebagai konselor, kita musti jeli. Ini siapa yang mernanfontkan siapa, siapa yang membutuhkan siapa, atau mutualisme - anak mau, onmg tua mau, ini hams diurai. \1eskipun kadang gini. kita juga dihadapi µada konctid, misal orang tua sudalI pensiun, ;adi gak ada lagi yang dilakukan di rumah, akhimya niJanMr-nganter aja kerjaannya, jadi ;enang kan. Kecuali kalau orang tuanya sihuk, biasan:1a senang !ho, akhirnya bisa scndiri. rapi ada satu kondisi dimana orang tuanya rnemang sudah gak ada kcrjaan, itu juga ·umiL Yang kcdua keluarga. Kcluarga juga hams kon;.t. Kalau misalnya kita bilang kita 1ka11 mclatih anak ini uricntasi dan mobilitas, jalan p·Jang drri Mitra kc rumah nya, ya
orang tua jangan ngikutin. Bisa jadr merc:ka gak mau, ada rasa takut, 'Entar anak gua celaka'. !tu 3ebabnya, intervention ke kelaarganya kit.l juga lakukan mclalui konseling. Kita akan rnemanggil, misalnya stiami istcri, kit!l ~.bn mcmanggil salah satunya atau dua-duanya, atau home visi,'. Nah, dalam hor.1e visit, kita tidak banya sckcdar bcrt icara, tapi kitajuga melakukan satu proses pc:mberian infonnasi sccara konkrit. Kadang-kadang kita juga musti, mengadvicc dalam bcntuk penataa~1 rumah. Bagaimana rumah ditata supaya eksesibel. Bagaimana mercka membantu, baik itu misalnya menggandcng, mer:yajikan makan, dan ya11g terpenting 'Jagaimana mercka memiliki sikaµ yang l.Jctul, pemal-.aman yang betul dan juga tahu apa yang musti mereka rnpport, bantuan apa yang musti rnereka berikan. Karena kalau enggak kan bian. 'Dia bilang anak ku mandiri !ho, dia hisa minum sendiri', tapi air minurnnya diarnbilin. Nah, itu juga kan satu ha! yang musti kita cermati betul, jika berhubu:'lgan dengan keluarga. K.elompok adalah bagian yang luar tapi penting. !ya betul, individu, keluarga, dan kelompok adalnh bagian yang tidak dapat dipisahkan. - Bagai;nana dengan peer support group di Mitra? ldealnya memang bisa kita lakukan, tapi memang untuk Mitra Netra ada keterbatasan ruang. Jadi support dilakukm individual saja. Biasanya si tunanetra akan dikcnalkan pada peer nya, dan peer ny:i, mungkin tidak Jalam kclompok bcsar tapi dua orang. Nah, ketika dia sudah bertemu dengan peer nya, biasanya peer nya akan menggandeng, akan berbicara. Mungkiil aku katakan itu kita lakukan secara informal. Ketika mereka masuk ke Mitra Netra sebenarnya mereka sudah masuk ke komunitas im.
-
Aku (pem liti) pcrnah lihat d! mushala ?nak-anak kumpul, itu adalah? Ya, untuk beberapa bagian memang kita lakukan juga. Jadi memang kita tidak
lakukan secara terjadwal. Keccali memang ada case khusus. Jadi scperti case anak-anak lagi bermasalah dengan satu problem, misalnya ada satu orang yang mereka pandang tidak berperilaku sebagaimana mcstinya. ltu kan mesh kita bahas sama,sa":\a apa yang musti kita lakukan. '(emud\an ketika ad:i case misalnya,. mereka ingin memiliki satu proses belajar yang benar, rnereka gak tuhu. Nah, itu biasanya kita kumpul, tapi untuk
tcrjadwal r.aat ini bclum. Ya, itu tadi, otomatis sudah masuk sini, ya sudah intcraksinya alamiah. 8. kendala-kendala yang terjadi dalam implemcntasi program ini terkait intcrvensi individu, keluarga, dan kelompok. Kendala yang terjadi saat ini memang kita sudah mulai merasa staff nya kur-ang, sudah mulai keteteran. Misalnya, kayak kcm<>rin, aku musti handle tiga (klicn) dalam satu hari, bahkan empat, tapi yang satu nya di cancel. Kcmudian ruangan ya, kita masih butuh ruangan. Ketiga kita masih butuh jug~. pengcmbmgzn program. Karena bclum ada, ooleh dicari apakah ada te.npat yang membcrikan layanan konseling early intervention. Krndala sebenamya itu !ebih kepada kor:iitmeri tadi, keluarga drn kelompok. Kalau individu bisa kita pt;gang. Kalau k-:mitmen keluar;;a ini menjadi tantangan tersendiri. Karena mungkin si individu akan ada di Jingkungan kita 1-2 jam, selebihnya dia akan ada rumah. Nah, sebenamya daiam rangk.! r-r(;ses ini kila perlu konsistensi. Misalnya ualam hal mcmbcrikan kcmandirian, ka[au di sil1i kclihatan. tapi di rumah enggak. Nah, itu juga scbuah masalah. Karena kita sclalu
mcn1~ajarkan
pedlaku mancliri. Tapi ketika di rumah
itu dihilangkan gitu. Itu juga jadi kendala tersendiri. !ya, saya kira kendala tidak terlalu menonjol. Dalam pe!aksanaan semua bcrjalan denga baik. Pertama, karena secia-a khusus rchabilitasi tidak berg<:rak sendiri. Kedua, kalau orang tua sudah mulai melihat hasil biasanya cendcrung bcrb
mcm~antu
klicn dalam m0ngatasi
pelbagai problemnya? Masalah yang dihadapi itu memang beragam
~·a
dan itu memang mengikuti tahap
perkembangan scseorang secara individ;rnl. Artinya problem anak-anak tcntunya akan berbeda dengan remaja, akan berbeda dengar1 oranf: tua yang sudah mapan dan sudah menikah. Berbeda drngan or!111g tua yang sudah !anjut. Karena memang target P;raup kita dari segala kalangan usia. Nah, itu rebabnya memang diperlukan staff rehab i'.itasi yang bisa sangat fleksibel memahnmi semu1 masalah dari bayi sampai nenek-nenek. Nah, ini menjadi pemikiran kita sckmang. Karena tiuak
hany~.
mampu melakukan konseling, tapi
bayangkan kalau yang kita kcuseling itu scorang dok'.or, yang merasa dirinya sudah tahu scmuanya.
Jadi kcmbali bagaimana itt• bisa rr.cnyclcsaikan masalah, saya ki-a mclalui icndckatan yangjuga bcra;;;am. Karena
pcnd~katan
di scsuaikan dcngan kcb'.ltuhan. Saya
:ira selama ini hasilnya cukup baik. Bukan hanya si!lwdar kita bisa mcmbantu mcrcka ncngatasi masalah tetapi mcngajarkan bagaimana mc:cka bcrhadapan dcngan masalah tu. Karena terns tcrang masalah bi:.at scscorang yang mcnjadi tunanctra, tidak hanya nasalah mental, tidak b'.lllya masalah psikis. Ketika dia jadi tunanetn. saat itu juga dia icrhadapan dcngan masyarakat yang juga tidak b<.:rsahabat. - diskriminasi, baik karcna ~etidnktahuan
masyarnkat itu sendiri manpun pandangan yang memang sudah negatif.
'andangan negatifitu bisajadi karena merckagak tahu, bisajadi karcna mcrcka inginnya iegatif saja. Jadi yang perlu dikembangkan a•Jalah bagai.ntana mcrcka bclajar, mengatasi nasalahnya, untuk itu selalu mcmbuat pmblema umem. Kita ajarkan pada klicn, 'Kamu ihat di sini ada prol:'lcm-probli!m yang dihadJpi par2 tunanetra, kanm akan lidiskriminasi, kamu akan bermasalah ketika rnelakukan orientasi dan mobilitas karena alan yang tidak akscsibcl kamu scbagai ref'.1aja akan dianggap rcndah oleh teman mu .ckclas brcna kamu buta'. Mungkin pada rcmnjn yang suc'.ah mcngcnal lawan jcnis dia icrpikir, 'Mungkin gak ya pak'I', mungkin ditanyakan. Kita hanya memberikan istilahnya itu pcgangan buat mercka untuk mcnyclcsaikan · nasalahnya. Jadi yang sel.lma ini kita lihac memang jcstrn itu lebih cfcktif, daripada kita 1ang menyelcsaikannya. Mi:;alnya ada sua!T'i istcri, salah satu misalnya su::..minya nenjadi tunaatra. Sangat bmrn kcmungkinan sang istcri mcninggalkannya. Tctapi. kita ijarkan kcpada suami, 'Kamu harus n1andiri, k:unu harus 111cmbukl'ka11 kalau k; mu bi~n·, \khirnya tidakjadi berpisah. Jadi p~nd~katannya mcmang bcrdasarkan kcbutuhan. Y:111g ccdua kita mcmang mcrnbclajarkan cara mcnyclcsaikan masalah. !tu yang mcmbuat 1khimya mercka bisa me:iyelcsaikan masalahnya. · Proses terminasi? Ketika bicara terminasi, tentunya kita bicara standar ya, apa sih standar yang kita iakai untuk bisa menyatakan itu. Jadi sampai sekarang kita masih memikirkan. Karf!na nisalnya orang tua terhada~ anak, dia pu11ya anak yang tunanetra. Sccara tcori dikatakan iahwa memang proses pcn.:rlmaan tidak bi5a bcrlaku
J 00%.
Karena pada tahap-tahap
tcrtentu, scscorang mcnjadi tidak akan mcnerima. Karena misalnya dia anaknya baik, anak tunanetra dalam kondisi bisa men1enuhi harapan orang tua - orang tua akan mcncrima. Tapi da'arn kondisi bahwa anal: ini scdang drop · bisa jadi orang tua tidak tcrima, 'Aku kesal, aku keccwa punya an'!!< kuyak gini'. Judi, kami biasanya akan lihat capaiannya itu ketika dia sudah ma.11pu rnandiri dalam aktifitasnya scha:i-hari, kedua mampu mcmutuskan apa pilihan yll1lg tcpat bagi dia. Karena saat itulah kita katakan bahwa dia bisa dilcpas. Jadi mandiri secara pribadi, juga marnpu mcmutuskan - ini .nenjadi indikator yang paling mudah untuk dilihat, mcskipun itu itu pun tidak mu.:fah. !tu scbabnya saya sccara pribacE membu<>.t 24 jam untuk siapa pun bcrkomunikasi. Karena diskriminasi itu sangat kuat kcmbali mcrnbuat mcrcka kcmbali kc masalahnya. Karena kctika
m~reka
bcrscmangat misalnya, 'Ok, aku ingin sckolah', 'Lanjutin sckolah lagi
pak'. Dia ke sckola':i tcrus ditolak. Hmm akan balik lagi down maksudnya. Jlu kejadian, atau 'Saya ingin kembali bckcrja', tapi tcmyata di
t~ngah
jalan tcmyata tidak bisa.
Karena berat - karcna tunanetra hidup dengan masyan:kat yang bcra:. Disamping karena fungsi inderanya, dan juga b.rcna diskriminasi. Jadi it:J yang kita harapkan, jadi mereka mandiri dulu, kcmudian mc,·cka mampu mcmutuskan. Ada tahapan dimana kita '.Jisa bcrdiskusi pada mcrcka.
M'~rcka
datang dcngan masalah dnn kita akan tanya '·Apa yang
kamu lakukan'. I 0. Efcktifitas dan dampak program itu scndiri pada individu, kcluarga, dan Layanan rchabilitasi yang
dilaku~an
kclo~npok?
olch scorang tunan•!tra itu pasti cfcktif. Karena
si klien tidak akan bisa mCl1gatakan, 'Kamu gak ngcrasain apa yang saya rasain', 'Aku gak bisa bcrbuat ini-itu'. Ka:·cra dia bisa lihut tcrnyau. orang lain juga bisa. Itu discbut cfcktifitas. Artinya, akan bcrbcda kctika :lia datang paJa konsclor/poikolog atau apa ;:iun F-ng 'mclihat', itu akan bcda. Mclalui
l~yanan
scmacam
ini,
mcndckarkan
mcrcka pada
komunitasnya,
mengenalKan mcrcka pada problcma>ya, itu biasanya akan cfoktif. Proses recovery nya ikan ccpat. Pada kclua:ga, nnh kcluarga .Wn nya biasanya lihat hasil dari yaag tidak bisa ini itu, terns bisa. Biasanya kcluarga akan mc_nanggapinya sccara positif. Jadi kcluarga :ebih mclihat hasil. Tcntunya hasil bagi !cduarganya, cia akan rncrasakan bahwa dia iunya anggota kcluarga yang 'oisa berfungsi kembali
~ctaf;ai
anggota kcluarga.
Tapi dalam pandangan masyarakAt tcntunya kctika dia mcmandang tmianetra itu .Jcrhasil tcntunya, pcrtama, masyarakat '1kan mcnghargai individu tcrscbut, dan menerima Jia dalam kmr.unitasnya. !Ccdua, secara global, mcreka akan mengatakan bDhwa 'Oh memruig menjadi tunanetra t'.!myaw bubn hambatan. Pandangan mcrcka tcrhadap para tunanctra sccara umum '.lkan berubah, itujuga yang m<:njadi dampak. Satu wadah bemama Kartika Milra Netra punya pcrtemuan rutin yang dapat juga dikatakru1 scbagai konseling kelompok. Karena dalam Kartika Mitra Nctra, ytlllg pcrtama itu mcnjadi wadah mcrcka mcngcnal y.rng narnanya hcrorganis11Si. Kartika l\1itra Nctra ada sejak Mitra Nctra bcn:iri. Dalam Kartika Mi·.m Nctra itu, mcrcka mcmbahas masalah-masalah yang mcnr;cmuka. Y:rng ·kcdua, ini mcnjadi wadah sosialisasi juga kerena biasa pertemuan Karti'.
gak pemah lihat tunanetra j
mer~ka
mengungkapkan aspirasi. Karena mcrc 1
ada 1de-ide yang mereka akan kembangkan. Akan m·1ncul karya-karya krcatif, sepcrti teatcr, kartunet, idc untnk pclatihan jumalh:.
:cebutuhan klien. Kita melil·.at kcbutuhan t•1nane·cra, mcngajak meteka bicara, baru membuat proposal pre gram. Para donatur juga melih1t pr<:stasi Yayasan Mitra Nctra ya. Lentbaga donor yang pemah kerja sama dengan Mitra Netra antara lain Dark & Light Belanda, Hellen Keller Indonesia, Citibank.
5. Evaluasi program? Evaluasi program kita ada ya, pe: 6 bulan ada laporan perkembangan program. Juga ada monitoring dan evaluasi untuJ; staff. Mor.ev juga untuk rrengetahui sejauh mana oroyek dapat mencapai target yang tel ah dibuat.
l~afik
Nara Sumber
: M.
Akt,ar
Hari/Tanggal/Waktu Wawar.cara
: Rabu, 12 Maret 2003 I !.7.00 W!B
Hasil Wawancara
I. Biodata? Nama Raftk Akbar, Jakarta I 6 Juli I 989. Ala mat, Jal an Hidup Barn No. 2 RT 05 RW 07 Kebayoran Barn Jakarta Selatan. Stutus, rnahasiswa. 2. Riwayat kesehatan? Saya tuuanetra sejak umur 12 tahun, dalam kondisi total. Scbelumnya, sejak umur 4 tahm. sudah menggunakan kacan.ata dengan minus yang cukup tinggi sampai umur I 0 tahun. Umur I I tahun itu sud ah menjelang low vision. Umur 12 tahun total. Kctcrangan dokter mengenai penyeaab ketunanetraan? Kalau masih kecil itu - karena faktor keturunan yang sangat besar. Karena hanpir semua keluarga itu pakai kacamata. Dan memang menurut cerita ibu, saya kan lahir itu di vakum. Jadi dengan a;at, dan ditariknya itu lewat keoala. Jacli pasti kalau di vakum itu ada pe.1garuhnya, bisa pengaruhnya ke mata, orak bahkan. Pasti ada efek sampingnya. Ketika umur I 0 tahun saya ada penurunan pengliha:nr. Ketika dibawa ke dokter, dokter bilang saya terkena Ablacio Retina. Jad: retinanya -- syaraf netinanya lepas. Kemudian saya harus di0perasi. Saya dioperasi di Cipto. Setdah opernsi minus saya turun jadi nfrms saya tunm Jimi. tingkat. Tapi seta!rnn setelah itu, saya merasa lebih nyaman tanpa kacamata. Tapi saya haru menyadari kahu itu low
~ision
namanya. Karena pada kondisi
seperti itu saya masih berani main bola, masih bisa lihat, masih bisa baca. Tapi kalau pal:ai kacamata udah puyeng bawaannya. Jadi ket:ka sa:'a :ow vision hanya bercahan sel&hun. Nah, satu hari ketika saya membaca buku matematilca, hurufnya sama sekali gale
nampak. !tu barn pertama kali saya merasakan ha! itu. Kaget juga. Akhirnyi. ngomong lagi sama orang tua, dibawa lagi ke Cipm ke dokter yang beda -- dan harus dioperasi lagi. Katanya ada katarak. Ketika sudah siap dioperasi, tiba-tiba dokternya diopname. Akhimya, ibu juga kan capek mengurns ;egala macarn, tahu-tahunya gak jadi. Akhimya kita putuskan, 'ya sudahlah tidak usalt operasi lagi". Pada saat itu, sdang masa semesteran saya belum mengenal lembaga manupun. 8aya inisiatif meminta adik kelas
untuk membacakan soal. Alhamduli!lahnya semua guru f:ana sangat mendukung. SD saya di SDN 03 Cipete Utara. Akhirnya iancar ujian segala macam lulus.
3. Bagaimrna perasaan kamu saat mengetalmi kamu menjadi tunanetra? Fasti merasa down. Apalagi pas saya trum saya tidak bisa baca buku itu. Ya, sempat stres juga.
4. Bagaimana dengan perasaan orang tua? Orang tua khususnya ibu paling shock. Sejak saya sebelum dioperasi ibu sudah
shock banget. Apalagi bapal: tahu say.:i tidak bisa baca Al-Qur'an. Bapak paling rnenyesalkan saya tidak bisa baca Al-Qur'an lagi. Kalau ibu mikirnya sckolahnya
gimana, masa depannya gimar:a.
5. Bagaimana kondisi kamu setelah menjadi tunan-;tra? Yang teru'ama pergaulaa. Saya takut apa bisa mendapat teman banyak. Saya takut tidak bisa bergaul dengan siapa r,un. Takut tidak bisa berternu dengan temanteman yang
6. Bagaimana kamu mengenal Mitra Netra dan lay:man apa saja yang karnu dapatkan? Setelah lulus itu bingung mau lari kc:mana. Kebetulan ketika saya usia 12 tahun itu saya sudah mengenal Yayasan IB. Yay&san yang menangani tunanetra yang masih low vision. Saya ke sana untuk mengadu!.::m keluhan saya. Saya akhirnya bertemu karyawan dia total, namanya mas Suratim, menyarar.kan saya untuk datang ke Yayasan Mitra Netra. Dan hari itu juga saya datang
k~
sini (Yayasan Mitra Netra)
untuk bertemu dengan mbak Rini, berte'llu mbak Santi. Setelah itu jadi secara rutin kursus Braille di Mitra. Setclal1 itu belajar mengetik 10 jari, belajar komputer. Dan untuk sekolah. tadinva inrrin sekolah di SLB. karena sava mernsa srnbh ti
Karena tid1k pcmah ada bayangan kalau mnanctra itu bisa sckolah di sckolah umum. Saya sudah benar-bcnar p.1srah gitu. 'Ya udahlah sckolah :li SLB, yang pcnting 1erusi11 sekolah'. - Pcndapat orang tua bagaimana? Dari orang tua sih terserah. K::rer:a orang tua scndiri awam. A warn, karcna gak tahu dunia tunanetra itu seperti apa. Ketika didiskusikan ke IB Foundation dan Mitra Netra, semua menyarankan s<1ya untuk. seko!ah umum. Dcngan banyaknya dukungan dengan banyaknya masukkan - sebenaf'lya tahun pertama saya sekolah di sekolah umum saya terpaksa. Karena saya belum yakin bisa mengikuti pelajaran di SMP umu.n, SMP 240 Jakaru, terus saya coha. Saya melakukan apa yang bisa saya 1.ik.ukar.. Setelah satu semester berlalu ya merasa enjoy merasa enak. A.khimya motivasi itu tumbuh sendiri. Temyata bisa, dan saya harus berus
Jadi dari usia an,1k-anak sampai usia remaja.
Sebetulnya itu ad'11ah masa-masa dimana r.aya b<>bas kemana aja. Saya seperti burung dalam sangkar. Jadi tcnar-benar gak bisa apaa-apa. Scbenarnya juga saya sudah belajar OM (Orientasi dan Mobil:tas) suclat pakai tongkat. Tupi rasa malu, rasa kurang percaya dirinya masih ada, masih melekat. Jadi belum bisa benar-benar menerima apa adanya kondis; waktu itu. - Kamu mendapatkan layanan OM? Dapat, waktu itu sama lbu Cuen, guru dari SLB. OM itu sebenamya matcri awal kita mengguuakan tongkat.. Setelah kita tahu pag:;;man:.1 metode menggunakan tongkat
y.mg baik. Ya dilepaJ. \1au di mana pua, y<. tinggal .11enggunakan tongkat itu 1.1ja. - Orang tua ada keengganan mengizinklln kamu per[). ? Ya, terutama ibu. Rumah saya kan dipinggir jalur alternat1f. Tapi di luar itu jalan Fatmawati. Jalannya seialu rarnai. Tapi akhimya ibn memahami juga. Tidak mungkin saya selalu di rumah.
Pcr~1ma
kali m.,ncoba itu, pulang sendiri dari Mitra kc rumah.
Sudah bisa, setelah itu dari rurnBh ke Mitra. S-;telah itn ya kemana-mann. 7. Berapa lama kamu men_ialani proses rehabilitasi?
Cukup lumayan lama, 13 tahun rndah
mula~
belajar OM. Saya umur 16 atau 17
Lhun barn bisajalan scndiri. Jadi kira-kira cida sckit.1f 3 tahun 4 tahun. Sampai kelas :iga SMP. Seringnya janjian dcnga Kak Tolhas, 'Kak, mau ketemu, :::da yang mau diomongin, ada masalah'. Tapi ada beberapa kali Kak Tolhas coba mengajak ngobrol du!uan. Tapi selam >ama Kak Tolhas juga, karena saya lumayan dekat dengan tern an-tern an waktu itu. Jadi s•aka juga sharing sama tern an yang leb ih bcrpcngalaman. 8. Bagaimana dcngar. pcran kclompok clalvm proses rchabilitasi? Waktu saya bergabung di Mitra t:etra, Kartika Mitra Nc.:tra (KMN) masih berkibar. Masih sangat bagus gerakannya. Dan waktu saya gabung, s•edang ada pemilihan ketua KMN barn. Di rumah Mbak Iir. waktu itn. Mulai dari situlah saya bergaul dengan temantcman tunanetra. Bisa curhat juga,
ad~:
beberapa teman yang saya anggap kakak. Bisa
curhat masalah saya. 9. Menurut kamu efektiftidak, konselor tunanetra? Itu lebih efektif. Karena dia merasakan juga apa yang saya rasakan. Dia tunanetra saya juga tunanetra. Jadi, sama sating rr.erasakan. Dia
san~:at
mengerti kondisi saya pada
waktu itu. Mungkin kalau saya dapat konscling orang awas, bclum tcntu betul-bctul mengena. Karena dia. belum tentu merasakan apa yang saya rasakan. I 0. Bagaimana peran kelu'lrt,a dan kelompok dalam proses rchabilitasi? Pertumbuhr.n kita tergantung lir.gkung1n sekitar. Misalkan, saya yang tadinya betulbetul tidak berani untuk mrnggunakan tongkat. Karena saya mclihat sudah banyak di lingkungan saya yang mcnr,gunakan tongkat. !tu mcnjadi mc.frvaasi sendiri. !tu pengaruh kelompok sangal penting. Kelua;ga apalagi. Satu lingkungan yang kecil tapi pe'.lting. Dar, keluarga itulal! kita da9at support yang hcsar. - Apa orang tua melakukan konseling? Ya, terutama ibu. Pe1tama kali orang tua Jertemu dengan konseling, dikasih pem&haman tentang kondisi saya sepcrti apa. Apa yr.ng harus dibantu dalan1 kondisi saya yaug seperti ini. Tidak selalu bertemu dengan konsel ing.
JI.
Menurut kamu sudah sesuai bh program rehabilitasi di Mitra Netra dengan kebutuhan klien? Secara motivasi sudah lumayon bagus. Untt1k memhangkitkan
program rehabiliti. >i mereka sudah
meny~diakan,
motivasi. 0ala'11
dan menawarkan. Masnlah kita mau
atau tudak, itu urusan kita sendiri. Tidak semua ::>rang menerima kondisinya. 5etiap orang bt'rbeda poikisnya. Ada yang cepat bisa menerima realha, ad
12. Bagaimana proses rehabilitasi dal:un menyelesaikan masalah kamu? Cukup sudah memba11tu, dan sudah cukup cfektif, karen:i banyak layanan penunjang jui;a. - Dampak Program rehabifa1si? Yang paling pertama itu, turrbuhnya mo'.ivasi ynng tadinya tidak ad~, menjadi motivasi tersendiri. Akhirn:1a betul-betul memaharni, kondisi kita ya seperti ini. Bisa men ~rima apa adanya sebagai indi 1idJ, te•·us dari pihak keluarga. Kd"Jarga jadi bertambah yakin kalau sebetulnya dengan kondisi yang seperti ini tidak ada kendala apa pun dalam hal pendidikan. Kemajuan yang kamu rasakan? Anggapan-anggapan
sa~·a
tadinya tidak ada s0lusinyajadi ada solusinya. Saya takut
bcrgaul dengan siapa pun. Tapi ternyata teman-temall saya bnnyak. Kondisi saya yang seperti ini menunjang dalam belajar. Saya juga birn lebih percaya diri ketika bergaul entah dengan sesama tune! atau dengan orang yang lehih norm:il.
Nara Sumber
: Vina Ncvina Puspitassri Ridwan
1-!ari/Tanggal/ Waktu Wawancara
: Senin, 17 Mar•et 2'.l008 / 11.00 WIB
1-!asil Wawancara
I. Biodata kamu? Nama saya Vina Puspita Ridwan, iahir di Bog.1r tanggnl 12 November 1979. Saya sedang kuliah di un:.versitas Vluhammadiya Jakartajurusan komunikasi, konsentrasi saya
public relation. Alill'lat sckarang di JI. Pcrtanian Ill No. 67 A. Im rumah kos. 2. Riwayat kesehatan? Saya tunanf!tra :1kil:at kecelakaan lalu lintas. Sedang menyebrang jalan ditabarak kendarann umum. !tu kejadiaanya tah:m 1992. T3pi sesujah itu, tidak langsung tunanctra yr, waktu itu. Saya memakai kacarnata minus satu. Tapi mulai tcrasa tunanetranya. Mulai merasa menurun penglihatannya itu menjdang kelas 2 ke kc la:; 3 SMA. Jadi tahun l 997. Jac1i dari kacamatan minus 2. 3 bulan kcmudian minlls 5, tiga bulan kemudian minus 8. Jadi
~udah
menunmnya cepat sekali. Lama-lama saya tidak bisa membaca tulisan yang
ada cti papan tulis. Terus di bukujuga. Kesulitan mobilitas. Kemudian saya mulai total itu tahun 200 I.
3. Bagaimana perasaan karnu pada saat kamu mengetahui kamu mcnjadi tunanetra? Drop pasti ya, kec()wa, merasa Tui1an mengkhiauati, saya merasa kayaknyu hidup saya bakal berhenti di sini. Rasanya l:ayak jasad yang berjalan qja. Hanya makan, minum, tidur. Saya tidak bakal punya aktivitas. Baka! pw1ya ke.giatan lain di luar itu. !tu Jerl111gsung lama ya on-off. :Saya berusaha bao11nce back, karena jenuh juga di rumah. (etika ayah saya tugas kelu11r, saya rempat keluar 4 tllhun, ikut ayah saya. Ceritanya
melarikan diri. Tapi tetap tidak bisa menentrnmkan hat i juga gitu. Sekolah saya dropaout Akhimya pengen se;<0Ja!1 t<tpi gak ngerti tunanetra i1u <::ara gimana. Saya bilang sama orang tua, tapi kata orang tua sernbul, dulu, p1sti karnu bisa sekolah lagi. Sebetulnya orang tua itujuga tidak punya banyac< infonnasi.
4. Bagaimana perasaa!l orang tua? Orang tua p1da saat itu, Curna mem-push sJya supaya bisa sembuh aja. Kar0na rnerekajuga belurn menerima saya rnenjadi tunanetra. Dan seperti kita tahulah, tunanetra itu
~eperti
apa tanggapan ornng-orang. Kalau tunanctra itu oerart: lurnpuh, dalarn ?rti kata
gak bisa ngapa-ngapain sama sekali, tidak bisa herpmtisipasi, tidak bisa berkr.rya di masyarakat. Yang jclas mcr·:ka pasti sedih. Mereka juga bingung musti gimana. Tcrus, seuetulnya adik ku itu yang paling support, adik ku yang nomor 2. namanya Ulfi. Ketika aku mulai tunanetra, dia nulljukkin aku di majalah Bobo wak'tU ada co.1toh rulisan Braille dari A-Z. Terns dia ngerahain ke aku. Waktu itu ka1:• aku bclum bisa terirna ya, 'Gini teh (teteh), ini tuh tuliran
Braill~'.
Aku pikir, huruf A ten·snya timbul gitu. 'Snggak, ini
kayaknya simbol-simbol git11'. 'Oh, ya'. Aku Curna mengharga: dia aja. Aku ticlak interP-si sama s0kali. Dan dht melihat aku tidak interest itu sebetulnya dia kecewa, dia bilang dulu begitu. Kemuc'.ian setelah saya menemukrn1 Mitra Nietra, yang mcngantmr juga Jia.
5. Bagaimana kondisi kamu sctelah menjadi tunanetra? Hmm, aku kesulitan di
mobilita~
ya. Aku lume.yan aktif, jadi agak ini juga ketika
iarus mengandalkan orang ke sana ke sini.
6. Bagaimana kumu ml':ngenal Mitra Netra dJ n laymian apa saja yang kamu dapatkan? Aku denger di radio. Waktu itu ada wlk show interaktif aku sam& Pak Bambang: 'Oh, datang aja ke Mitra'. TPrus aku ke Mitra. '.<emudian diperkenalkan. 'Kami ada kursus Braille, mengetik, dnn lain-lain'. Terus ak11 mulai semangat lagi. Banyak temanteman juga di sini, ya mereka bisa kok kuliah,
sekolal~.
dan tidakmerasa menderita - Gua,
jadi malu sendiri.
7. Rerapa lama kamu menja!ani proses rehnbil'tasi? Sebetulnya aku sudah mulai menc!rima, tanpa perlu konseling banyak. Aku sudah bisa menerima kalau aku tunanetra. Jadi, tidnk terlalu banyak konseling. Aku juga tidak m~'ngerti
bagaimana bisa terima. Mungkin
kar~na
termotivasi sama teman-tema;1.
Kc,ya!01ya udah capek juga jenuh di rumah sudah 6 tahun misalnya menangis gilu kan. Orang ada titik jenu11"1ya mdah bisa 180 dernjat gitu ya . .ladi malas lagi sedih-sedih. Jadi mulai kursus Braille, kursus OM, mengcctik, komputer. - Jadi seiring berjalan saja? Ya, seiring berjalannytc waktu.
Pros~s
rehabilitasi, aku banyak ngobrol satr.a teman-
teman, sama kayak aku tu ~anetranya scjak dewasa. I .ku mulai belajar dari mereka. Bagaimana mereka bounce hack lagi.
K~mudian
aku ambit banyak pelajaran banyak dari
mereka. Ismail, Fitrah, cerita-ceritanya. Yah, ternyata 'I'm not alone'. Ya, suci.1hlah '1;me le> move 011', ku pikir. Tapi memang ya. aku akui ada up and down nya. Tidak selalu up
terns gitu. Apalagi kalau ada kendala.
8. Bagaimana dengan peran kelompok d.1lam proses rehabi1itasi? Sebetulnya menurui aku proses rehabilitasi yang paling tepat acalah berada di komunitas yang
m~mang
mendukung. Tahu what is youre really prol:lem. Aku curhat ke
teman awas, aku sudah m~rnpunyai pe;~epsi awal. Aku ::udah menjudge dia aja, 'Ali tahu apa foe' 'Ya, loe harus sabar (temannya)". 'Ya, foe g tahu, you are not in my position'. Tet:1pi ketika aku curhat s:1ma teman yang tunanetra, walaupun dia sama ngomongnya seperti teman ku yaag a was, 'Sabar', tapi aku jaul bisa lebih nerima. 'Oh iya, dia juga sama di posisi ku'.
9. Ilagaimana menurut kamu efektifitas konselor tuna11etra? Ya, I think its effective enaughfor someone who had labi/ situatio.~. Karena kit<1 di rumah - tunanet·a, pastinya kita merasa sendin. Karena aku tidak pemah benemu tunanetra se:belumnya. Aku merasa men
sharing, ketika kita bis, hmm ... mencuri ihnu mereka gitu loh. How they deal with it.
IO. Peran kelt:arga dan kelompok dalam proses rehabilitasi? Peran keluarga, Papa l"Upport cuma kadang c'ia sibuk JUga mengatasi kekalutan di dirinya. As a father maybe he think that he can'/ do anything to help me. Ileliau orangnya agak sensitif juga, jadi susall juga bounce back nya. Ketika aku sedih, bukan sedih karena aku, tapi aku sedih melihat mereka sedih karena aku. Tapi adik ke Ulfi, c'ia memang orangnya pu.1ya karakter. Dia punya mott, 'K<.lo lu juga harus berhasil teh'. 'Memang gua agak keras'. 'lni Braille'. Dia mungkin waktu itu mau menunjukkan. 'Lu sekarang
blind udah deh terima kenyataan '. Secara pi>ndekatan memang dia tidak bisa ngomongnya sama aku. Dia agak keras gitu. Jadi y:i, aku gak bisa terima yang waktu itu d ia tunjukkin. Peran kelompok, ya berperan sekali. Kalau
[;1
merasa senasib dengan mereka. Lu
rnerasa datang ke tempat yang tepat. 1 empat yang niemang mentolcransi kekurangan lu.
Dan tempat yang mampu beradaptasi di 'itu, tempat ya,1g mengadaptasikannya kc elu, gitu !oh. Gua sedang beradaptasi jug3 dengan kebw Jan, dan mercka membancu itu dalam
proses penerimaan diri gue. 11.
Menurut kamu sudah sesua1 kah orogram
reh~bilitasi
di Mitra Netra dcngan
kebutuhan klien9 Sesuai silt, untuk yang memang ingin menerusKan sekolah. Karena merek:i banyak pelayanan ur.tuk ke situ. Kc•nseling mungkin agak kekurangan orang, jadi ada beberapa teman-teman ;·ang tidak difollow up gitu. Aku berh0rap ada S•':macam tcrapi untuk build up our con.fidence. Terutama untuk tunanetra yang se1ak !ahir kepcrcayaan dirinya rrndah
sckali. Kamu tahu kultur kita, stigmany;.i di masyar<.kat sepcrr.i apa tentang penyandang ca.;at, entah itu kutukan atau itu kebanya,'can dosa orang tuanya. Sejak mercka pandai mengingat. Mereka mencrima
12. Bagaimana proses rehabilitasi dalam 1rmyelesaikan masablt kamu?
rfeel better than ever. !feel stro1ega, I feel proud of myself. Sometimes when I want to sleep, lay down at night. Oh God, I oble to do this. I ahfo to walk by my own feel. I able to go anywhere wherever I want. I got to school again.. ! That's the mos/ incredihle .me. Get my life back, my dream.
- Waktu kelas 3 kamu c:rop out, kerr.bali ke sekolah tahun? Tahun 2004, sete!ah ketemu Mitra. ikut ujian persamaan. - Sekarang tinggal di? I'm at my dorm now.
- Tanggr.pan orang tua waktu kamu m<mutuskan kos? Aku tahu mereka 111elarang, but J'm a rebellion. I have to fight for my own right. J fight for my righ;, .wd I say that I wanted to go. Pada waktu itu aku be:. um bisa OM
sendiri. Aku gak ugerti bagaimana jalannya, tapi gua bisa - bisa deh. Pokoknys gua sampai dLlu di Jakarta. Terus akhirnya hari pertama kuli 1h, aku pahain puiang ;endiri bisa.
Nara Sumber
: Trian Airlangga
Hari/Tanggal/Waktu Wi'Wancara
: Senin, 17 Maret '.!008 I 15.00 WIB
Hasil Wawmcara
: Ha8il
wawancara
berikut
ini
merupakan
jawaban yang ditulis sendiri olch klien. klien memutusknn . scndiri
U'1tuk
clengan
mengetik j..iwabannya laptop,
berdasarkan
penanyaan-µertanyaan berikut.
!. Biodata? 2. Riwayat kesehutan? 3. Bagaimana pernsaan kamu saat mengeta:iui kamu mcnjadi tunanetra? 4. Bagaimana pcrasaan orang tua? 5. Bagaimana kondisi kamu setelah mcnjacii tunanetra? - Baguimuna dengan
orienta~i
dan mobilif.:JS kamu?
6. Bagaimana kamu mengenal Mita Netri da11 layanan api! saja yang kamu dapatkan? 7. Berapa lama ki:,mu menjalani proses rehal: ilitasi?
8. Bagaimana dcr.gan peran kelompok dalam proses rehabilitasi? 9. Bagaimana menurut kamu efoktifitas
k,)n~elor
tunanetra?
I 0. Bagaimana ptran keluarga dan kelompok dalam pro:;es rehabilitasi? 11. Menurut karnu sudah sesuai kah program rehabilitasi di Mitra Netra dengan
k~butuhan
klir:n?
12. Bagaimana proses rehabilitasi dalam menyelesaikan masalah kamu?
l. Trian Airlang'.;a,
:~50187
rli Jak:i.ta, Islam SMAN 66 Jakarta (sekarang lagi S 1
PLS di UNJ), JI. A.buserin I no. 22 Cipete, Gandariu Selatan RT/RW 004/006 Jaksel 12420, 2. MenyanJan[.: Tunet sejak
Ma~et
2004 dengan status Low Visi0n Jauh.
Gloukoma adalah penyakit yarg saya dcrita. Gloukorna adalaJ1 penyakit "nala
yan gtekanan tola mat<mya terus meningkat sehingga kelopak mata terlihat membcsar. Penyakit ini belum
m~nurun
sampai sekarang. He ... 3x!?!
3. lvfungkin karena Bonyokku sudah Bering bicara tentang kondisi mataku sama aku scdari SD,
j~di
aku (,\ak tcrhlu rnerasa shock atau gimana gitu .. !?! Yang
penting, walau pun aku jadi Tunet, tidak menghalangi aku untuk pergi jalan2 ke tempat2 yan gbaru, sern dan penuh tantangan!?! Jadi, Alhamdulillah aku bisa nerima keadean ini dengan santai. ALLAH mengizinkan aku untuk tetap sabar, ber;juang dan gila dcngan kondisi byak gini. 4. Pertama, memang yang namanya ortu kan, mungkin mereka agak sedih, tetapi mereka !llCHcoba untuk terlihat tegar di depanku. Pertama kali Gokap ngcliat aku belajar make tongkat ma Pak Tolhas, l'apa langsung nangis sambil stijud di tanah di sebelah mobil Kijang Hijauku di parkiran Yayasan Mitranetra. Dan ketika pertama Bokap ngeliat aku pulang kn rnmah, Papa langsung nangis dan meluk aku. Yaa .. rnyak anak yang hilang g:tk tau kemana berapa tahun gi,u!?l Tapi, aku benerr2 bersyukur, aku punya lvlama yang selalu mencoba belajar tegar untuk mengliadapi semuanya. Dengan begitu, Mama bisa nenangin Papa dan bikin Papajadi tegar juga kayak Mama deh .. !?! 5.
Yang pertama, lku mau jawab yan gsm1angnya dulu. Waktu aku naik angkutan umum pake tongkat, aku sering gak bolen bayar, terns banyak di sekolah yang bantuin aku. Mereka perhatian banget ma aku. Mereka gak mau kalo aku kenapa2. Bahkan ad:i pula yang saking takut aku kenapa2,
~emenku
yang ngajak aku ke sebuah M:al di Cilandak, dimarahin sama teman2nya yang lain. Lucu yaa ... !?! Nah, sekarang yang scdihnya. K:1rena terlalu kasian ma aku, aku sering ditidak bolehkan untk mencoba sesuatu yang sedikit
berbahaya. Misalnya, waktu nyalain api pake spiritus, padahal kan al:u pengen ban get nyalain api pake spiritus tapi gak b Ji eh m.1 guru dan temcn2ku. Aku juga ngerasa kesulitan waktu aku mau naik angkutan umum, nomo< angkutann:1a gak l:dihatan. Terus, barena jalan di trotoar jalanPya gak rat<., jadi aku takut jalan d; situ kalau lagi hujau. Soalnya., urlah gak rata, banyak lobang dan bisa la'lgsung nebur got kalau jalannya melenceng dikit. Ja,ii aku lebih milih untuk jalan di sebdahnya trotoar. Tapi resikonya harus sering diserempet motor, kecipntau air kubanga'.1 waktu kendaraan pada lewat dan nerjang itu air. Bahkan saking kencangnya tu kendar.ian, mukaku pernah kecipratan juga lho ... !?! Yang aku agak kurang scnang, kalau aku lagi nyari alamat, terus acla orang yan gnanya, "Mas, Mau mijit dimana?" Dan aku juga benci banget sama orang y<.ng diam2 ngeliat apa yang aku tulis atau apa yang aku kerjain. Kalau mau naik angkutan, ym1g aku ng:ira:;n warna kendaraannya, tapi kalau banyak yag yang sama warnanya, aku nanya sama orang Jain atau kalau kendaraannya berhenti di depanku, aku nanya aja sama supir atau kcncknya. Gampang kan? Silahkan mencoba .. !?' Aku harus mencoba mengcrti dengan situasi ter.;ebut, knrena mereka yang awas lidak tega •kalau temrnnya yqng tunet ini terluka. Jadi, aku belajarnya kalau lagi berciua aja. Beres kan? Gak Cuma itu yang akau lakuin, sedikit2 secara ri:rlahan2 alrn mcnjelaskan apa itu tunet, bagaimana cara memperlakukan trn,et dan rnacam2 tunet sccarn personalnya. Soalnya, tunet kr. nada yang sensitive, ada yang gila kayak gue, ada yang tertutup dan adajuga yang aktifterrnasuk ambisius tinggi. 6. Aku tau Mitra Jari !BF waktu awal tahun 2004 bulan januari. ;:,ayanan yan saya dan aku dapatkan disini adzlah layaHan yang berhubungan dengan pendidikan. Misalnya, waktu atrn lagi nyari S:VIA swasta bur.t cadangan kalau aku gak masuk ncgeri. Aku bisa
~nengop<:rasil:an
computer walau keadarnku
seperti ini. Aku belajar Abakus, belajar pake tongbt itu yang aku senang ban get soalnya mengajarka11 aku ;intuk bisa jalan sendiri. Aku bisa konseling ma konsclor. Bahkan aku ju1_;a bisa bclajar tentang keorganisasi1m sccara
umum. Aku jgua bisa mengemb
bagaimana caranya mempunyai
harga diri
dan
mempertahankannya sebagai Tunet. 7. Gak lama2. Pertam« kali aku dan ayahku oitanya2 ma Pak lrwan tetang apa yang mau aku lakuin sekarang untuk masa depan. Dan aku juga banyak mendeugar nasihat clari beliau saat itu. Setelah itu, kedatanganku yang kedua, aku kembali cert.emu dengan Pak lrwan, kemudian aku diinterview sam Pak TJlhas dan 2 lrn dbjnk untu kmengetahui lebih dalam bagaimana cara mereka melakukan aktivita1; sehari2 ternasuk berhadapan dengan teknologi. DMi kedua orang itu, aku banyak mendapat masukan dan semangat unutk terus maju dan terns berjuang. Aku juga banayk belq;ar Orientasi Mobilitas (OM). Mulai dari be Iajar mengenal tongkat dan cara menggunakannya. Dan aku juga pemah konsultasi tentang jururnn yang aku mau pilih waktu di SMA, mau kuliah dan tentang karir yang mau aku capai di d11nia rndio. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk kuliah di UNJ dari Senin sumpai Jum'at dan Sabtunya aku kursus Broadcasting di Universitas Budi Luhur dalam program Jakarta Broadcasting
School.
Denga11
beberapa
masukan
dari
Pak
Tolhas,
kepercayaan diriku tumbuh ketika aku mendapat izir. magang di lvlustang FM. 8. Jujur, waktu aku pengen banget belajar jalan di malam hari, aku harus berbohong dulu ma Bonyokku. Sebao aku tau mereka akan sangat cemas dan bahkan
tid~c
mengizinkan alcu. Aku belajar jalan malam sama teman2ku yang
tunet total. Tidak lianya itu, aku juga belajar girnana caranya tunet jalan2 ke mal, ke tempat hiburan lainnya kayak Rag,man. Dari situlah aku banyak belajar dari mereb secara langsung maupun ::idak langsung. Bagaima.1a cara mereka menge1jakw1 tugas se'colah, ulangan, mengurns dirinya sendiri di rumah ntau di asrama da nbagaimana earn mereka berorganisasi. Orangtuaku sempat sangat khawantir ketika aku sangat aktif di organisasi sekolah. Yang
aku bisa lauin waktu itu adalah memberi kepercayaan kepada mereka blau aku pasti naik kel:lS dan tidak mengecewakan mereka, walau akhirnya w.Jktu kelas I SMA Smrnter I aim peringkat terbawah dari siswa terakhir dan naik satu peringkat yaitu tetap di posisi 38 dari :l9 siswa. Dan siswa tersebut baru masuk di semestef 2, gimana? Peringkatku naik kan'? Kalau dari Pak Irwan dan Pak Tolhas sih terus mendukung apa yang aku kerjakan,
d,~ngan
tltap
mengmgatkan kalau belajar memperdalam akadrmikjuga penting. 9. Aku bersyukur kepada ALLAH kareru alrn punya konselor2 yang hebat, berpengalamar dan berwawao;an terouka dan luas, walau pun keduanya tunet. Hcbat yaa ... !?! Pak Toi has dan Kak Ismail adalah konsclorku. Kr:duanya memiliki kehebatan, bedanya Pak Tolhas le Jih luas pe:ngalaman MC-nya dan kak Ismail be»basic Agama Islam namun tetl1p bisa dan mau
~wmgikuti
perkembangan zaman anak :nuda. Buat aku; konselor tune! sangnt efisien, karena apa yang akan kita
c~ritakan
pasti akan berhubungan jgua dengan
ketunanetraan. Dn'l merei<:a sudah punya pcngahman terlebih dahulu. Jadi, solusi yang akan diberikan nanti lebih bisa
di:.~rapk-111
dalam kchid.i;:ian dan
aktivitas klit:n. Karena kan sama2 tunet!?!
10. Kerjasama dengan keluarga 1m.ngkin hanya secara tidak langsun5, kecuali waktu aku lagi bingung milih !campus dan irnlcah yang mau aku ambil. Aku dan Ibuku konsultas·: secarn langsung dengan Pak Tolhas. Kalau secara kelompok, aku diperbolehkan da ndiizinbm ·Jntuk mengikuti organisasi tunanetra. Yarg ada di Mitra. Dan
d;~itulah
alu aku terpacu untu kmaju juga.
11. Sesuai!?!
12. Manfaat banget kok!'?! Manfaatnya, aku jadi cepet gede. Aku tau bagaimana cara meraih prestasi walau kita tune!, berkarya, bertindak, dan mnsih banyak lagi yang belum bisa aku certain. Intinya, ini sangat bermanfaat, karena orientasinya adulah
bagaimana caranya temen2 tune! bisa maju
da
nberkembang dalam kehidupan bermasyarakat, mengoperasikan alat2 yang berteknologi tine:5i dan m•!mbuka cakrawala serta wawasan
manusia
Indonesia bahwa tune! juga dapat berke:nbang di dunia pendidikan & non-
akademik. Serta mengingatkan juga bahwa TUNF.T JUGA MANUSIA. Artinya, tune! juga butuh berbmbang dan Ciihargai, bukan hanya dikasihani. Tu net juga butuh kesempatan .1amun tetap for sama
p•~saing
yang awas. 'lilai
itulah yang tertanam secar<; tersirat Jari parn tunet yang sukses.
,