Antologi PGSD Bumi Siliwangi, Vol. I, Nomor 1, Desember 2013
PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA MATERI BILANGAN PECAHAN Evi Nurul Khuswatun Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Jurusan Pedagogik, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia
Yahya Sudarya dan Sufyani Prabawanto1 Abstrak: Pendekatan Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa pada Materi Bilangan Pecahan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perencanaan, pelaksanaan dan peningkatan pemahaman konsep siswa pada materi bilangan pecahan dengan pendekatan Problem Based Learning. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas selama tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari dua tindakan. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan aktivitas pembelajaran guru dan siswa. Tanggapan dan kesan siswa terhadap pembelajaran positif. Skor tes dan siswa yang mencapai KKM meningkat setiap siklusnya. Pada siklus pertama skor rata-rata siswa 66.72. Siklus kedua 71.13 dan siklus ketiga mencapai 77.66. Ketuntasan belajar siklus pertama 40.63%, siklus kedua 50% dan siklus ketiga mencapai 65.63%. Kata kunci : Pendekatan Problem Based Learning, Pemahaman Konsep, Bilangan Pecahan Abstract: Problem Based Learning Approach to Enhance Student's Conceptual Understanding In The Subject of Number Fractions This research aims to obtain the planning, implementation and increased of students' comprehension of concepts in material fractions with Problem Based Learning approach. The method is classroom action research for three cycles. Each cycle consists of two actions. The results showed an increase in learning activities teachers and students. Response and impression of students was positive. Test scores and students who achieve KKM has increased each cycle. In the first cycle, students average score of 66.72, 71.13 second cycle and third cycle reaches 77.66. Mastery learning students 40.63% at first cycle, 50% second cycle and 65.63% in third cycle. Key words : Problem Based Learning Approach, Comprehension Of Concepts, Fractions
1
Penulis Penanggung Jawab
1
Evi Nurul Khuswatun. Pendekatan Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Pemahaman… Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) PENDAHULUAN Salah satu tujuan dari mata dengan rata-rata skor 58.28. Hal ini pelajaran matematika di Sekolah Dasar menyiratkan pemahaman konsep siswa (SD) ialah agar siswa memiliki yang rendah. Menurut Walle (2008: 35), kemampuan memahami konsep “Tanpa pemahaman konseptual yang kuat matematika, menjelaskan keterkaitan antar tentang pecahan, perhitungan dengan konsep dan mengaplikasikan konsep atau pecahan menjadi aturan tanpa logika”. algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan Guru sebagai tenaga pendidik perlu tepat, dalam pemecahan masalah merancang pembelajaran dengan sebagaimana tercantum dalam pendekatan yang dapat meningkatkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang pemahaman konsep siswa, salah satunya Standar Isi. Tujuan ini harus tercapai sesuai ialah pendekatan Problem Based Learning Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (PBL). Menurut Arends (2008: 41), yang mengandung substansi materi “Esensi PBL berupa menyuguhkan mengenai pemecahan masalah, termasuk berbagai situasi bermasalah yang autentik materi bilangan pecahan. Pada dan bermakna kepada siswa, yang dapat kenyataannya, tujuan tersebut belum berfungsi sebagai batu loncatan untuk tercapai secara optimal. investigasi dan penyelidikan”. Lebih dalam Masalah yang muncul dalam lagi Arends (2008: 43) mengemukakan, pembelajaran bilangan pecahan di sekolah “PBL dapat membantu siswa untuk dasar terutama di kelas IV-B SDN Inpres mengembangkan keterampilan berpikir, Cikahuripan Kecamatan Lembang keterampilan menyelesaikan masalah dan Kabupaten Bandung Barat ialah keterampilan intelektualnya”. Berdasarkan kecenderungan siswa yang berasumsi pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa bahwa materi bilangan pecahan itu sulit. PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran Selain itu, materi bilangan pecahan yang memberi kebebasan kepada siswa dibelajarkan sebagai substansi materi final, untuk menyelidiki suatu masalah autentik akibatnya siswa hanya terpaku pada dan bermakna secara individu maupun hafalan rumus-rumus. Hal ini menandakan kelompok dengan cara berdiskusi dan pembelajaran masih bersifat konvensional. berinkuiri sehingga dapat menyelesaikan Masalah lain ialah siswa tidak mampu masalah tersebut dengan berbagai cara, mengerjakan soal terutama operasi hitung memperoleh pemahaman terhadap materi pecahan yang berbeda penyebut, baik yang dipelajari dan mengembangkan penjumlahan ataupun pengurangan. Hal ini keterampilan berpikirnya. Langkahmenyebabkan skor siswa rendah pada langkah PBL menurut Arends (2008: 57), materi bilangan pecahan dan kurang dari ialah: Fase Kegiatan Perilaku Guru Orientasi siswa pada Menjelaskan tujuan pembelajaran, 1. situasi masalah logistik yang dibutuhkan untuk menyelesaiakan tugas, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Mengorganisasi siswa Membantu siswa mendefinisikan dan 2. untuk belajar mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Membimbing Mendorong siswa untuk mengumpulkan 3. penyelidikan individual informasi yang sesuai, melaksanakan maupun kelompok eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. 2
Antologi PGSD Bumi Siliwangi, Vol. I, Nomor 1, Desember 2013
4.
5.
Mengembangkan dan Membantu siswa dalam merencanakan menyajikan hasil karya dan menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pelaksanaan tugas, misalnya berupa laporan, video dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Menganalisis dan Membantu siswa untuk melakukan mengevaluasi proses refleksi atau evaluasi terhadap pemecahan masalah penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka tempuh atau gunakan.
Langkah-langkah tersebut dapat diterapkan dalam pembelajaran. Dengan menerapkan langkah-langkah tersebut dengan benar, diharapkan siswa memperoleh pemahaman terhadap konsep yang sedang dipelajarinya. Pemahaman merupakan bagian dari ranah kognitif setelah pengetahuan dan berada pada posisi C2. Karena itu pemahaman merupakan salah satu hasil dari belajar secara kognitif. Menurut Bloom (Suyono dan Hariyanto, 2011: 168), ada tiga deskripsi mengenai pemahaman konsep yaitu menerjemahkan makna pengetahuan (translation), menafsirkan (interpretation) dan ekstrapolasi (extrapolation). Dengan demikian, pemahaman konsep adalah suatu hasil belajar dimana siswa memiliki kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, mengekstrapolasi, menggambarkan, menyimpulkan terhadap konsep materi yang dipelajarinya. Zulaiha (2006) mengemukakan indikator pemahaman konsep dalam pembelajaran matematika, diantaranya adalah: 1. Menyatakan ulang suatu konsep. 2. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. 3. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep. 4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika. 5. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep. 6. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu. 3
7. Mengaplikasikan konsep. Indikator tersebut dapat digunakan untuk mengukur pemahaman konsep siswa pada materi tertentu, dalam penelitian ini yaitu bilangan pecahan. Bilangan pecahan. Negoro dan Harahap (2005: 248) yang mengatakan, “Pecahan adalah bilangan yang menggambarkan bagian dari suatu keseluruhan, bagian dari suatu daerah, bagian dari suatu benda atau bagian dari suatu himpunan.” Apabila suatu daerah, misalnya segi empat dibagi dalam empat bagian, maka setiap bagian adalah seperempat dari seluruh daerah. Seperti gambar berikut:
Secara lebih rinci, bilangan pecahan adalah bilangan yang dapat dinyatakan dalam bentuk , dimana a dan b adalah bilangan bulat, b ≠ 0, a ˂ b dan FPB (a,b) = 1. Istilah untuk a dan b adalah a sebagai pembilang sedangkan b sebagai penyebut. Operasi hitung pecahan di Sekolah Dasar (SD) kelas IV adalah penjumlahan dan pengurangan. Penjumlahan dan pengurangan pecahan sama penyebut dilakukan dengan cara menjumlahkan pembilang-pembilangnya sedangkan penyebut tetap. Keadaan ini sama dengan menjumlahkan dan mengurangkan bilangan asli, karena penyebutnya tidak berubah. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Walle (2008: 62) yang mengemukakan, “Ide bahwa bilangan atas menghitung dan
Evi Nurul Khuswatun. Pendekatan Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Pemahaman… bilangan bawah menyatakan apa yang dihitung membuat penjumlahan dan pengurangan dari pecahan mirip sama dengan menjumlahkan dan mengurangkan bilangan asli”. Pecahan mirip adalah istilah lain untuk pecahan sama penyebut, bilangan atas adalah pembilang dan bilangan bawah adalah penyebut. Penjumlahan dan pengurangan pecahan beda penyebut memiliki aturan yang berbeda dengan pecahan yang sama penyebut. Negoro dan Harahap (2005: 229) mengatakan, “Untuk menjumlahkan pecahan yang berlainan penyebutnya, harus mengganti nama pecahan itu sehingga penyebutnya yang baru merupakan kelipatan persekutuan terkecil dari penyebut-penyebut semula”. Jika penjumlahan tersebut digambarkan, maka seperti berikut ini (Walle, 2008: 62):
+
+
. Selain penjumlahan, gambaran yang sama terjadi pada pengurangan pecahan beda penyebut. Contoh pengurangan pecahan beda penyebut adalah
. Gambaran pengurangan tersebut adalah (Walle, 2008: 62): Gunakan batang paling bawah sebagai keseluruhan. Ini sama dengan 6 kali panjang batang putih.
Keseluruhan
Dalam satuan batang putih, dengan
sama
yang hasilnya adalah .
METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah suatu kegiatan untuk menerapkan tindakan yang sengaja dilakukan pada suatu subyek penelitian yaitu sekelompok siswa dalam sebuah kelas untuk memperoleh data dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik dan= penting bagi peneliti (Arikunto, 2009: 2-3). PTK yang dirancang dalam penelitian ini berlangsung selama tiga siklus, setiap siklusnya terdiri dari dua tindakan. Subyek penelitian adalah siswa kelas IV-B SDN Inpres Cikahuripan Kec. Lembang Kab. Bandung Barat yang berjumlah 32 orang. Sumber data diperoleh dari instrument pembelajaran dan pengumpul data. Instrumen pembelajaran yang digunakan adalah RPP dan lembar permasalahan. Instrument pengumpul data yang digunakan adalah lembar observasi, penilaian unjuk kerja, tes pemahaman konsep, angket dan jurnal. RPP disusun berdasarkan langkah-langkah PBL, lembar permasalahan dengan menggunakan kriteria autentik dan bermakna bagi siswa. Lembar observasi merupakan instrument pengamatan guru sesuai RPP yang telah 4
Antologi PGSD Bumi Siliwangi, Vol. I, Nomor 1, Desember 2013 disusun. Penilaian unjuk kerja merupakan pengamatan kepada siswa ketika mereka kerja kelompok. Tes pemahaman konsep disusun berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Angket dan jurnal disusun untuk mengetahui tanggapan dan kesan siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Instrument pembelajaran digunakan setiap tindakan. Tes pemahaman konsep dilakukan setiap akhir siklus. Angket dan jurnal diberikan setelah seluruh siklus selesai dilaksanakan. Berdasarkan instrument tersebut, pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara kualitatif dilakukan terhadap data yang diperoleh dari lembar observasi setiap pertemuan dan jurnal siswa pada akhir siklus. Lembar observasi dijadikan rujukan untuk melaksanakan refleksi setiap siklus agar kekurangan yang terjadi dapat diperbaiki sehingga kinerja guru pada siklus berikutnya dapat meningkat. Gambaran sikap siswa diperoleh dari jurnal siswa. Dalam jurnal, siswa mengungkapkan kesan terhadap tahap pembelajaran ketika ia semangat, bosan, paham dan tahap kesulitan yang ia hadapi. Jurnal siswa disimpulkan satu persatu, kemudian ditafsirkan secara keseluruhan oleh peneliti dengan dua kemungkinan jawaban, yaitu pembelajaran berkesan atau tidak bagi siswa. Analisis data secara kuantitatif dilakukan terhadap unjuk kerja siswa, angket dan hasil tes pemahaman konsep siswa pada materi bilangan pecahan. Penilaian unjuk kerja siswa digunakan untuk melihat aktivitas siswa pada saat diskusi kelompok. Analisis penilaian unjuk kerja siswa dihitung dengan menjumlahkan seluruh skor yang diperoleh oleh setiap kelompok. Angket digunakan untuk mendapatkan gambaran sikap siswa terhadap masalah, kegiatan pembelajaran dan instrumen tes yang diberikan selama pelaksanaan tindakan. Analisis angket dilakukan dengan cara menjumlahkan 5
setiap jawaban dari pernyataan dan menghitung persentase untuk setiap pernyataan. Hasil tes pemahaman konsep siswa dianalisis dengan langkah sebagai berikut: 1. Penyekoran Hasil Tes Penyekoran yang dipakai peneliti menggunakan skala 0-2 untuk setiap butir soal. Penyekoran ini diadaptasi dari Charles (1987: 37) dengan indikator skala sebagai berikut: 0 = jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan soal 1 = jawaban sesuai dengan pertanyaan soal, mengerjakan tanpa cara dengan jawaban benar atau mengerjakan dengan cara benar tapi jawaban salah 2 = jawaban sesuai dengan pertanyaan soal, mengerjakan dengan cara dan jawaban benar 2. Menghitung skor rata-rata kelas Setelah selesai penyekoran, kemudian dihitung nilai rata-rata kelas dengan rumus Keterangan: = skor rata-rata kelas = jumlah skor total n = banyaknya siswa 3. Mengitung ketuntasan belajar KKM yang ditentukan oleh SDN Inpres Cikahuripan adalah 70. KKM ini ditentukan berdasarkan kriteria penentuan KKM dan hasil KKM menurut aspek-aspek tertentu. Karena itu, jika siswa mendapat skor ≥ 70. maka ia telah mencapai KKM. 4. Menghitung peningkatan kemampuan siswa Kemampuan siswa dari siklus pertama ke siklus berikutnya perlu dihitung untuk memperoleh gambaran peningkatan yang terjadi. Perhitungan ini dilakukan dengan cara mencari selisih skor dari setiap siklus dengan rumus gain dan indeks gain.
Evi Nurul Khuswatun. Pendekatan Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Pemahaman…
Rumus Gain: Rumus Indeks Gain:
Tabel 3.14 Interpretasi Indeks Gain
Interpretasi 0.00 – 0.30 Rendah 0.31 – 0.70 Sedang 0.71 – 1.00 Tinggi (Prabawanto: 2013) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru ataupun siswa. Pada siklus I, guru dan siswa belum bisa melaksanakan pembelajaran PBL sesuai rencana, karena guru tidak memberi arahan jelas kepada siswa untuk proses penyelidikan masalah sehingga siswa kebingungan. Hal ini membuat siswa tidak mandiri, terus bertanya pada guru. Pada siklus II, kejadian ini tidak terulang lagi karena peneliti sebelumnya telah mempersiapkan pembelajaran sesuai tahaptahap PBL secara menyeluruh. Hanya motivasi yang kurang diberikan ketika awal pembelajaran. kejadian tersebut pun tidak terulang di siklus III dan guru sudah mampu menjadi tutor dan fasilitator dalam pembelajaran. Unjuk kerja siswa setiap siklus meningkat, mereka mulai terbiasa kerja kelompok di siklus I pada tindakan kedua. Kemandirian mereka dalam menyelesaikan masalah juga muncul pada siklus II ketika guru menentukan kelompok siswa secara heterogen. Pada siklus II siswa sudah mampu menyelidiki masalah dengan kelompoknya secara diskusi. pada siklus III, unjuk kerja siswa mulai dari persiapan, pelaksanaan, pelaporan sudah baik dan jawaban untuk penyelesaian masalah pun seluruhnya benar.
Tanggapan dan kesan siswa terhadap pembelajaran pun positif. Hal ini ditunjukkan dengan hasil angket dan jurnal siswa yang cenderung memberikan tanggapan dan kesan yang positif terhadap masalah yang diajukan, kegiatan pembelajaran dan tes yang diberikan. Selain itu, pemahaman konsep siswa yang ditunjukkan oleh skor tesnya setiap siklus meningkat. Pada siklus pertama skor ratarata siswa mencapai 66.72 dan ketuntasan belajarnya 40.63%. Angka ini tergolong rendah karena masih kurang dari 70 atau KKM yang ditentukan sekolah. Ketika dianalisis, penyebabnya adalah penguasaan materi prasyarat yang belum menyeluruh. Pada siklus kedua mengalami peningkatan dengan skor rata-rata mencapai 71.13 dan ketuntasan belajarnya 50%. Peningkatan ini memang sudah mencapai KKM, walaupun tidak jauh dari angka 70. Peningkatan ini terjadi karena pembelajaran pecahan senilai melalui plastik mika dan kertas. Berdasarkan perhitungan gain siklus I ke siklus II, dari tiga puluh satu siswa, ada 17 orang yang skornya meningkat, tujuh orang yang skor nya menurun dan sisanya mendapatkan skor tetap. Rata-rata indeks gain siklus I ke siklus II adalah 0.04 yang berarti peningkatan kemampuan siswa dari siklus I ke siklus II tergolong rendah. Setelah dianalisis melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan siswa, tujuh orang siswa ini memiliki sebab-sebab penurunan skor tersebut. Empat orang dari siswa yang mengalami penurunan skor tes adalah siswa yang mengikuti tes susulan, karena pada pertemuan kedua mereka tidak hadir disebabkan sakit. Pada saat mengerjakan tes susulan pun, kondisi kesehatan mereka belum terlalu optimal. Hal ini yang menyebabkan mereka kurang konsentrasi dalam mengerjakan tes. Tiga orang lainnya keliru dalam mengerjakan soal no.6. Mereka mengaku kesulitan karena dua pilihan jawaban yang diberikan memiliki hasil yang sama. Selain itu, satu dari tiga orang tersebut mengaku mengerjakan 6
Antologi PGSD Bumi Siliwangi, Vol. I, Nomor 1, Desember 2013 dengan tergesa-gesa karena melihat teman lain sudah selesai mengerjakan. Pada siklus ketiga skor rata-rata mencapai 77.66 dan ketuntasan belajar mencapai 65.63%. Gain siklus II ke siklus III 0.32 dengan interpretasi sedang. Siswa yang mengalami peningkatan skor ada 17 orang, yang skor nya menurun ada tiga orang dan sisanya mendapatkan skor tetap. Dari 17 siswa yang skornya meningkat, beberapa diantaranya meningkat pesat. Ternyata siswa-siswa tersebut satu kelompok dengan siswa yang memiliki peringkat lima besar di kelas. Hal ini menunjukkan interaksi kelompok mempengaruhi pemahaman mereka. Skor siswa yang menurun adalah siswa yang juga skornya belum mencapai KKM. Siswa yang skornya belum mencapai KKM atau belum mencapai ketuntasan belajar berjumlah 11 orang, tiga diantaranya adalah siswa yang skornya menurun. Setelah dilakukan pengamatan, ternyata tiga orang siswa tersebut keliru pada soal no.3 dan no.6, dimana soal tersebut termasuk operasi hitung campuran pecahan yang berbeda penyebut. Hal ini menandakan penguasaan materi prasyarat mereka tentang pecahan senilai dan KPK belum dimiliki. Selain pengamatan terhadap tiga orang tersebut, peneliti
7
mengadakan pengamatan kepada delapan orang lainnya. Ternyata, sebelas orang siswa tersebut belum menguasai konsep perkalian dan pembagian yang merupakan dasar penguasaan materi prasyarat. Kenyataan ini menyiratkan siswa tersebut harus mendapat remedial secara kuratif. Tindakan kuratif didasarkan atas kenyataan empirik bahwa ada seseorang atau sejumlah orang atau bahkan mungkin sebagian besar atau seluruh anggota kelas/kelompok belajar dapat dipandang tidak mampu menyelesaikan program pembelajaran secara sempurna, sesuai dengan kriteria keberhasilan yang ditetapkan (Makmun, 2007: 236). Tindakan ini tentu dilaksanakan diluar penelitian karena diluar rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini. Walaupun ketuntasan belajar siswa tidak mencapai 100%, tetapi siklus dihentikan karena secara keseluruhan terjadi peningkatan pemahaman konsep siswa yang ditunjukkan dengan skor rata-rata dan persentase ketuntasan belajarnya. Rekapitulasi skor rata-rata siswa dan ketuntasan belajar siswa selama tiga siklus yang menggambarkan pemahaman konsep siswa, ditampilkan dengan grafik sebagai berikut.
Evi Nurul Khuswatun. Pendekatan Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Pemahaman…
Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dikemukakan, muncullah pembahasan yang menjadi jawaban atas rumusan masalah berkaitan dengan kajian teori yang telah diungkapkan. 1. Perencanaan Perencanaan yang dilakukan dalam penelitian ini mencakup penyusunan RPP, lembar permasalahan, lembar observasi, penilaian unjuk kerja siswa dan media pembelajaran yang merupakan instrumen pembelajaran serta penyusunan instrumen tes, angket dan jurnal siswa yang merupakan instrumen pengumpul data. RPP disusun berdasarkan langkah-langkah pendekatan PBL dari Arends (2008: 57) yang terdiri dari: a. Orientasi siswa pada situasi masalah b. Mengorganisasi siswa untuk belajar c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Penyusunan lembar permasalahan pun dilakukan dengan memperhatikan aspek autentik dan bermakna sebagai kriteria masalah
dalam PBL sebagaimana Arends (2008: 41) mengungkapkan, “Esensi PBL berupa menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan”. Lembar permasalahan yang digunakan oleh peneliti adalah mengenai telur dadar, pizza, martabak keju, kue brownies, kebun jeruk, kegiatan chef, perbaikan jalan dan kegiatan mengecat rumah. Masalah tersebut autentik dan bermakna bagi siswa karena ada dalam keseharian mereka. Masalah ini menjadi suatu tantangan dan motivasi bagi mereka untuk menyelesaikannya. Lembar observasi yang digunakan merujuk pada kegiatan RPP, karena itu aktivitas yang diamati pun sesuai dengan tahapan PBL. Penilaian unjuk kerja siswa didasarkan pada pemikiran bahwa dalam pembelajaran PBL siswa tidak hanya sekedar mengetahui dan mengingat suatu materi pembelajaran, melainkan lebih dari itu siswa mulai mengembangkan pemahamannya melalui proses investigasi masalah bersama kelompoknya. Karena itu selain 8
Antologi PGSD Bumi Siliwangi, Vol. I, Nomor 1, Desember 2013 instrumen tes, peneliti juga menggunakan penilaian unjuk kerja karena proses siswa berdiskusi patut untuk dinilai. Penilaian unjuk kerja ini sesuai dengan pendapat Supinah dan dan Sutanti (2010: 31), “…siswa diminta untuk unjuk kerja atau mendemonstrasikan kemampuan melakukan tugas-tugas tertentu, seperti: menulis karangan, melakukan suatu eksperimen, menginterpretasikan jawaban pada suatu masalah…”. Karena itu aspek yang dinilai pun adalah perencanaan pelaksanaan, pelaporan dan jawaban yang siswa selesaikan. Media pembelajaran adalah media yang digunakan untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalah. Media tersebut bersifat semi konkret karena berupa gambar yang merepresentasikan benda-benda yang ada dalam lembar permasalahan dan semakin lama media tersebut tidak dipakai lagi terbukti pada siklus terakhir siswa sudah tidak menggunakan media. Kriteria media seperti ini merupakan suatu tanda pembelajaran yang mengarah pada pemahaman konsep. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Kementrian Pendidikan Nasional (2011: 1) yang mengungkapkan, “Pada tahap ini penggunaan alat peraga mulai dikurangi dan bentuknya semi konkret sampai pada akhirnya tidak diperlukan lagi.” Tahap ini maksudnya adalah tahap pemahaman konsep. Angket dan jurnal siswa yang merupakan instumen pengumpul data adalah data pelengkap untuk mengetahui tanggapan dan kesan siswa terhadap pembelajaran. Instrumen tes yang digunakan adalah tes tertulis untuk melihat sejauh mana peningkatan pemahaman konsep siswa. Instrumen ini memiliki indikator yang terdiri dari kata kerja operasional menyatakan, menghitung, mengubah dan menyelesaikan. Indikator tersebut disesuaikan dengan indikator 9
pemahaman konsep yang dikemukakan oleh Zulaiha (2006), yaitu: a. Menyatakan ulang suatu konsep. b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. c. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep. d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika. e. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep. f. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu. g. Mengaplikasikan konsep. Kata operasional menyatakan merupakan bagian dari indikator huruf a, menghitung bagian dari indikator huruf f, mengubah bagian dari indikator huruf d dan menyelesaikan merupakan bagian dari indikator huruf g. Setelah disusun berdasarkan indikator pemahaman konsep, instrumen tes diuji validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukaran untuk mendapatkan kualitas instrumen yang baik. 2. Pelaksanaan Pelaksanaan tindakan yang dilakukan peneliti berlangsung selama enam pertemuan dengan masing-masing dua pertemuan untuk setiap siklus. Pelaksanaan yang dilakukan adalah aplikasi dari RPP yang telah dibuat dengan tahap-tahap pendekatan PBL. Pada kenyataan yang terjadi, pelaksanaan tindakan memiliki kelebihan sekaligus kekurangan yang menjadi refleksi untuk siklus selanjutnya. Ketika tahap orientasi masalah, ada pertemuan dimana guru tidak memberi arahan kepada siswa. Hal ini membuat siswa kebingungan sehingga pada tahap diskusi untuk penyelidikan masalah tidak berjalan lancar. Hal ini sesuai dengan pendapat Delisle (1997: 102-104) tentang clarity atau kejelasan sebagai kriteria atau elemen penting dalam menerapkan PBL. Menurut
Evi Nurul Khuswatun. Pendekatan Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Pemahaman… Delisle, PBL tidak akan berhasil apabila siswa tidak memahami apa yang sedang mereka lakukan. Oleh karena itu, guru perlu mempunyai tujuan jelas mengenai apa yang akan dicapai. Berikan arahan kepada siswa untuk memudahkan mereka menuju keberhasilan pembelajaran. Karena keberhasilan ini akan menjadi pertimbangan dalam mengevaluasi siswa. Hal ini terbukti ketika evaluasi siswa dilaksanakan, ketuntasan belajar siswa masih kurang dari setengahnya dan rata-rata skor di bawah KKM. Namun, ketika kriteria ini diterapkan pada pelaksanaan tindakan selanjutnya, ternyata tahap pembelajaran berjalan dengan lancar dan hasil evaluasi meningkat. Mengorganisasi siswa untuk belajar merupakan tahap kedua dalam pelaksanaan pembelajaran PBL. Dalam mengorganisasi siswa, awalnya guru mengalami kesulitan ketika mengkondisikan siswa untuk bekerja kelompok dan mengorganisasi tugas belajar yang harus ditempuh siswa, namun seiring berjalannya waktu dan refleksi yang dilakukan, tahap ini cukup bisa dilaksanakan dengan baik, terutama ketika siswa sendiri yang meminta untuk kelompok diacak dengan cara menghitung. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2010) yang mengungkapkan bahwa belum terbiasanya siswa dengan kegiatan diskusi dan belajar kelompok menyebabkan kegiatan diskusi kurang berjalan efektif, pada penelitian ini justru siswa mulai terbiasa dengan kerja kelompok karena terlihat setiap kelompok berinteraksi untuk menyelidiki masalah. Hal ini membuktikan kemandirian siswa mulai tumbuh. Pada tahap membimbing penyelidikan individual dan kelompok, awalnya siswa sangat tergantung kepada guru, namun seiring perbaikan yang dilakukan dengan cara pembiasaan
siswa berada pada kelompok baru, proses penyelidikan atau investigasi masalah autentik mulai terjadi. Siswa mulai bekerja sama dengan temannya, saling berbagi tugas dan berdiskusi untuk menyelesaikan masalah. Posisi guru disini merupakan tutor bagi mereka. Kegiatan ini menumbuhkan kebersamaan diantara siswa. Keadaan ini sesuai dengan kajian dari Warsono dan Hariyanto (2012: 152) mengenai salah satu keunggulan pendekatan PBL, yakni memupuk solidaritas sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-teman sekelasnya. Tahap selanjutnya adalah mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Siswa melakukan pelaporan hasil diskusi disertai dengan penampilan yelyel dan kata-kata bijak. Tugas guru pada tahap ini adalah memandu mereka dalam menyiapkan laporannya. Tugas yang guru lakukan ini sesuai dengan pendapat Arends (2008: 57) bahwa perilaku guru pada tahap ini adalah membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pelaksanaan tugas, misalnya berupa laporan, video dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Tahap terakhir adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Tahap ini dilakukan pada kegiatan konfirmasi, dimana siswa bersama guru meninjau ulang kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dan membahas jawaban siswa sebagai pemecahan masalah. Pada saat menganalisis siswa memiliki kesempatan untuk mengungkapkan pemahaman mereka dengan berpendapat ataupun bertanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Delisle (1997: 5) yang memandang bahwa kedudukan siswa dalam PBL bukan sebagai pengungkap kembali informasi melainkan untuk 10
Antologi PGSD Bumi Siliwangi, Vol. I, Nomor 1, Desember 2013 mendemonstrasikan pemahaman mereka. Ada satu siswa yang bertanya dengan rasa ingin tahu yang tinggi mengenai pembelajaran selanjutnya. Rasa ingin tahu ini merupakan suatu tanda siswa sudah menghayati pembelajaran dan termotivasi untuk terus belajar. Kejadian ini sesuai dengan pendapat Piaget yang mengatakan “Rasa ingin tahu itu memotivasi anak untuk secara aktif membangun tampilan dalam otak mereka tentang lingkungan yang mereka hayati” (Wardhani, 2006: 10). 3. Peningkatan Pemahaman Konsep Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa pada materi bilangan pecahan meningkat setiap siklusnya mulai dari siklus pertama sampai ketiga. Peningkatan tersebut terlihat dalam skor rata-rata siswa dan persentase ketuntasan belajarnya setelah tes. Ketika tes berlangsung, guru menciptakan situasi tenang agar siswa konsentrasi dan tidak tergesa-gesa. Hal ini memang harus dilakukan oleh guru sebagaimana pendapat Rusmono (2012: 82) yang mengemukakan salah satu karakteristik guru dalam pembelajaran PBL adalah kemampuan membangkitkan lingkungan yang santai dan tidak mengancam sambil terus bertindak mengembangkan diskusi dan berpikir kritis. Pada siklus pertama skor ratarata siswa berada di bawah KKM dan persentase ketuntasan belajar siswa belum mencapai setengahnya untuk materi penjumlahan pecahan. Kenyataan ini tentu dipengaruhi oleh proses pembelajaran yang dilaksanakan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada siklus pertama guru tidak memberi arahan kepada siswa sehingga tidak ada kejelasan bagi mereka dalam proses penyelidikan masalah. Dari sisi siswa, diantara mereka ada yang belum menguasai materi prasyarat. Materi prasyarat ini 11
terdiri dari pecahan senilai dan KPK. Penguasaan materi prasyarat ini penting pada penjumlahan pecahan terutama yang berbeda penyebut. Pendapat ini sesuai dengan pendapat dari Negoro dan Harahap (2005: 229) yang mengatakan, “Untuk menjumlahkan pecahan yang berlainan penyebutnya, harus mengganti nama pecahan itu sehingga penyebutnya yang baru merupakan kelipatan persekutuan terkecil dari penyebutpenyebut semula”. Pada siklus kedua terjadi peningkatan pemahaman konsep siswa, yang ditunjukkan dari skor rata-rata siswa telah mencapai KKM walaupun tidak terlalu jauh. Persentase ketuntasan belajar siswa pun mencapai setengahnya untuk materi pengurangan pecahan. Ditinjau dari skor siswa pada siklus sebelumnya, ada beberapa siswa yang skornya menurun karena mengikuti tes susulan akibat sakit. Ketidakhadiran siswa ternyata mempengaruhi skornya. Pada pembelajaran PBL sebaiknya siswa selalu hadir. Hal ini sejalan dengan pendapat Rusmono (2012: 82) yang mengungkapkan salah satu karakteristik siswa dalam pembelajaran PBL adalah hadir dan aktif dalam semua pertemuan. Sama seperti siklus sebelumnya, pada siklus terakhir pun terjadi peningkatan pemahaman konsep siswa. Skor rata-rata melampaui KKM cukup tinggi dan persentase ketuntasan belajar siswa melebihi setengahnya. Siklus ini dilaksanakan dengan materi operasi hitung campuran pecahan. Tidak seperti penelitian yang dilakukan oleh Mutaqin (2010) dimana persentase ketuntasan belajar siswa mencapai keseluruhan, penelitian ini dihentikan walaupun persentase ketuntasan belajarnya hanya lebih dari setengah. Keputusan ini diambil karena konsep perkalian dan pembagian yang menjadi dasar materi prasyarat bilangan pecahan belum dikuasai siswa. Dari hasil penelitian dan
Evi Nurul Khuswatun. Pendekatan Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Pemahaman… pembasahan dapat dikatakan bahwa penerapan pendekatan PBL pada materi bilangan pecahan dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. KESIMPULAN Perencanaan pembelajaran dengan pendekatan PBL pada materi bilangan pecahan untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa dilakukan dengan menyusun instrumen pembelajaran yang terdiri RPP dan lembar permasalahan. Selain itu, dilakukan penyusunan instumen pengumpul data yang terdiri dari tes, lembar observasi, penilaian unjuk kerja, angket dan jurnal siswa. RPP disusun dengan menerapkan langkah-langkah PBL, lembar permasalahan disusun dengan masalah yang autentik dan bermakna. Instrumen tes disusun berdasarkan indikator pemahaman konsep, lembar observasi disusun berdasarkan RPP, penilaian unjuk kerja berdasarkan proses kerja kelompok, sedangkan angket dan jurnal siswa disusun untuk mengetahui tanggapan dan kesan siswa selam pembelajaran. Pelaksanaan pendekatan PBL pada materi bilangan pecahan di kelas IV SD, dapat dilakukan dengan langkah-langkah, guru mengajukan permasalahan nyata dan autentik yang berkaitan dengan bilangan pecahan. Kemudian, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok untuk menyelesaikan lembar permasalahan yang diajukan. Siswa pun melakukan diskusi dan interaksi dengan kelompok untuk menyelesaikan lembar permasalahan melalui proses penyelidikan dengan menggunakan media semi konkrit hingga abstrak. Guru membimbing dan memfasilitasi siswa dalam proses penyelidikan masalah. Setelah selesai, siswa melaporkan hasil diskusinya di depan kelas disertai penampilan yel-yel dan kata-kata bijak. Kemudian, siswa dengan dibimbing guru membahas permasalahan melalui tanya jawab, berpendapat, dan lain-lain. Kemudian, siswa bersama guru
menyimpulkan pembelajaran yang telah dilakukan. Pendekatan PBL terbukti dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa kelas IV-B SDN Inpres Cikahuripan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat pada materi bilangan pecahan yang terdiri dari penjumlahan, pengurangan dan operasi hitung campuran. Selain itu, aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran pun menunjukkan peningkatan. Hasil angket menunjukkan siswa memiliki tanggapan yang baik terhadap pembelajaran dan menurut jurnal siswa, mereka mengungkapkan pembelajaran dengan pendekatan PBL cukup berkesan. DAFTAR PUSTAKA Arends, R.I. (2008). Learning to Teach Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Arikunto, S. Suhardjono dan Supardi. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Charles, R. et.al (1987). How to Evaluate Progress in Problem Solving. Virginia: National Council of Teacher of Mathematic (NCTM). Delisle, R. (1997). How to Use ProblemBased Learning in the Classroom. Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development. Departemen Pendidikan Nasional. (2009). Permendiknas No.22/2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas. Kementrian Pendidikan Nasional. (2011). Pedoman Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Kemendiknas.
12
Antologi PGSD Bumi Siliwangi, Vol. I, Nomor 1, Desember 2013 Makmun, A.S. (2007). Psikologi Pendidikan (Perangkat Sistem Pengajaran Modul). Bandung: Remaja Rosda Karya. Mutaqin, E.J. (2010). Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas III SDN Karangmulya 02 Kecamatan Malangbong Kabupaten Garut dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Pokok Bahasan Pecahan melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). Skripsi Sarjana pada PGSD UPI Bandung: tidak diterbitkan. Negoro, S.T dan Harahap, B. (2005). Ensiklopedia Matematika. Bogor: Ghalia Indonesia. Prabawanto, S. (2013). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah, Kreatifitas Matematis dan Self Efficacy Mahasiswa Menggunakan Metode Metacognitive Scaffolding. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan. Rusmono. (2012). Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning Itu Perlu untuk Meningkatkan Profesionalitas Guru. Bogor: Ghalia Indonesia. Setiawan, R. (2010). Penerapan Pendekatan Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas V SDN Kasihan III Pacitan Pada Pokok Bahasan Pecahan. Tesis Magister pada Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang: tidak diterbitkan. Supinah dan Sutanti, T. (2010). Pembelajaran Berbasis Masalah Matematika di SD. Yogyakarta: PPPPTK Matematika. 13
Suyono dan Hariyanto. (2011). Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar. Surabaya: Remaja Rosda Karya. Walle,
J.A.V.D. (2006). Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Pengembangan Pengajaran. Jakarta: Erlangga.
Wardhani, S. (2006). Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Berbasis Masalah (Problem Based Instruction). Yogyakarta: PPPPTK Matematika. Warsono dan Hariyanto. (2012). Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen. Bandung: Remaja Rosda Karya. Zulaiha. (2006). Pemahaman Konsep. [online]. Tersedia: http://ahlidefinisi.blogspot.com/2011/03/defin isi-pemahaman-konsep.html. [21 Februari 2013].