PENDEKATAN PANCASILA SEBAGAI DASAR MENJALIN HUBUNGAN MANUSIA DI MASYARAKAT
DISUSUN OLEH : HARIO PERSADA PUTRA NIM : 09.11.3238 KELOMPOK C S1 TEKNIK INFORMATIKA (S1TI) DOSEN : TAHAJUDIN SUDIBYO, Drs
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011
ABSTRAK
Pancasila merupakan sebuah pedoman dalam kehidupan untuk warga Indonesia. Sebagai warga Negara Indonesia, setiap penduduknya memiliki kewajiban mematuhi segala yang tertera didalam pancasila. Dalam hakikat untuk persatuan dan kemjuan masyarakat Indonesia, Pancasila memiliki lima pokok utama yang dibagi berdasarkan syarat sebagai warga Negara Indonesia itu sendiri. Hal-hal pokok tersebut, berupa Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan
yang
Dipimpin
oleh
Hikmah
Kebijaksanaan
dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kali ini terdapat hubungan yang erat antara Pancasila dan perilaku kehidupan masyarakat, sehingga diperlukan Pancasila sebagai sarana pendekatan hubungan manusia didalam masyarakat. Hal ini ditujukan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan beradab. Pada kehidupan sehari-hari, dapat anda rasakan bahwa semakin kuatnya kesenjangan social diantara masyarakat Indonesia khususnya kawasan Yogyakarta. Yogyakarta terkenal dengan istilah kota pendidikan, sehingga banyak pemuda/I yang merantau jauh ke Yogyakarta untuk mendapatkan pendidikan. Berdasarkan survey yang terpercaya hamper 60% warga Yogyakarta adalah pendatang dan 40% dari itu ialah pelajar. Pelajar yang dating ke Yogyakarta membawa kultur dan kebudayaan berbeda dari daerah asalnya. Sehingga pada tahun ajaran baru sekitar lebih dari 20.000 pelajar datang ke Yogyakarta dan berbaur dengan masyarakat asli. Pada kenyataannya, hal ini belum efektif jika dilihat dari sisi hubungan masyarakat pendatang dan penduduk asli. Beberapa fakta menyatakan, anak kos yang berada di Yogyakarta sangat sulit menjalin hubungan dengan penduduk asli. Dapat dilihat dari pasifnya anak kos dalam kegiatan social masyarakat dan kurangnya komuniksasi antar sesama warga. Nah, bagaimanakah Pancasila dapat memanajemen
1
semua itu dalam teorinya. Nah, untuk lebih detailnya akan disajika dalam beberapa batasan, yaitu dasar-dasar Pancasila, Menyikapi hubungan sosial masyarakat terhadap Pancasila, dan Memberikan solusi dalam hubungan bermasyarakat.
2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sebelum Indonesia merdeka, Indonesia ialah negeri yang makmur dan memiliki beragam kultur budaya dari Sabang hingga Marauke. Lebih dari 27 Propinsi di Indonesia yang tersebar diseluruh nusantara dan memiliki bahasa daerah masingmasing. Hingga kini, Indonesia telah merdeka persatuan tersebut mulai memudar. Dapat kita saksikan perang antar warga Indonesia untuk menjadikan wilayahnya sebagai Negara merdeka yaitu lepas dari pemimpinan Indonesia. Namun, terselip dari semua itu, sejenak berpaling ke suatu daerah strategis di pulau jawa yaitu Yogyakarta. Jika dibandingkan dengan daerah lain diseluruh Indonesia, Yogyakarta memiliki kultur budaya yang kuat dengan Kraton sebagai wadahnya. Namun, bagaimana kebudayaan Yogyakarta masih bisa berdiri kokoh diantara jutaan pendatang yang mendiami Yogyakarta. Nah, itu hanya sebagian dari keunggulan Yogyakarta. Jika sedikit palingkan pembicaraan, marilah melihat sudut lebih kecil dari Yogyakarta, ayitu para pelajar yang identik dengan sebuatn anak kos. Yogyakarta yang terkenal dengan budayanya hingga ke luar negeri pun masih belum bisa sepenuhnya menjadikan pendatang sebagai wahana pemersatu dengan menerapkan Pancasila sebagai dasar pokok hokum di Indonesia. Dari kehidupan sehari-hari, dapat disaksikan bahwa hanya sedikit sekali anak kos yang bisa membaur dimasyarakat asli Yogya dan mengikuti kegiatan masyarakatnya, bahkan antara sesama tetangga yang berkediaman di sekitar kosnya tidak saling kenal. Hal ini sangat berbeda dari daerah asal ia datang. Bahkan dalam kegiatan besar agama dan hari kemerdekaan Indonesia, para pendatang(pelajar/anak kos) tidak terdaftar untuk berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat tersebut. Jika dilihar dari segi sosial, hal ini sangat bertentangan dengan norma hukum Indonesia karena tidak
3
memberika keadilan yang sama anatara warga asli dan pendatang. Namun, apakah ada solusi yang tepat dalam penanganan masalah tersebut. Jika ditinjau dari segi solusi, Marilah kembali mengacu pada Pancasila sebagai dasar hokum di Indonesia demi mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat ditarik beberapa rumusan masalah yang akan menjadi topik kali ini, ialah sebagai berikut : 1. Pemahaman kembali dasar-dasar Pancasila 2. Menyikapi hubungan sosial masyarakat terhadapt Pancasila 3. Sikap terbaik yang sesuai dengan Pancasila agar terciptanya keharmonisan
C. Pendekatan Yuridis Indonesia ialah sebuah negerai yang makmur dan kaya akan potensi alam dan sumber dayanya, sehingga diperlukan kepemimpinan yang adil dan dapat mengayong seluruh masyarakat Indonesia. Bukan hanya pemimpin yang adil dalam mengolah alam Indonesia, namun keadilan juga adalah hak yang harus diperoleh oleh setiap warga Negara Indonesia. Keadilan tersebut tertera dalam Pancasila sila ke-2 yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Berdasarkan sila tersebut, Indonesia memiliki hokum untuk mengatur segala keadilan, sehingga terjalinlah makamah dalam menangangi setiap kasus Negara bagaimana bisa memberikan keadilan yang menyeluruh kepada masyarakat Indonesia. Keadilan tersebut yang akan disajikan dalam paradigm untuk menaciptakan kesatuan masyarakat dari berbagai suku, budaya, daerah dan bahasa sehingga manusia yang beradab terpuji dapat menjunjung tinggi nilai Pancasila sebagai penompang Negara Indonesia tercinta. Keadilan tersebut ialah miliki semua warga Indonesia termasuk penadatang/pelajar termasuk anak kos yang berada di Yogyakarta. Dari segi yuridis, memang tidak dapat diadili secara perdata dan
4
perdanan mengenai prilaku adil ini. Keadilan hanya sebuah sesuatu yang abstrak dan tidak bisa dituntut karena prilaku tidak adil, namun keadilan tetap menjadi norma utama untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera. Dari hokum di Indonesia, semuanya bertujuan menciptakan keadilan yang sebaik-baiknya agar aspek kehidupan masyarakat. Namun, keadilan hanya akan menjadi sebuah kata apabila tiada dasar untuk berlaku adil. Keadilan memang sudah tertera besar di Pancasila, namun kembali pada manusia itu sendiri, bagaimana ia bisa berlaku adil di amsyarakat. Nah, hal tersebut akan di bahas dalam bab berikutnya.
5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pemahaman Kembali Dasar-Dasar Pancasila Bila anda adalah warga Negara Indonesia, anda pastinya tahu dengan Pancasila yang memiliki 5 aspek rasional. Namun, kali ini kita akan membahas mengenai sila ke-2 yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sebelumnya telah kita harus mengetahui dasar dari sila ke-1, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, karena dari sila ke-1 tersebut kita baru bisa melanjutkan pembahasan mengenai sila ke-2. Berdasarkan urutan logis, sila ke-1 ialah sila yang mendasari adanya sila ke-2. Kerena pada sila ke-1, warga Negara Indonesia diwajibkan memiliki agama dan percaya akan adanya Tuhan. Nah, dari aspek tersebut dapat pula kita jabarkan bahwa hakikat pemelukan agama ialah demi kelangsungan kehidupan manusia itu sendiri sehingga terciptanya hubungan antar manusia yang harmonis. Hal tersebutlah yang dapat dijadikan landasan profokatif dari sila ke-2. Jika ditinjau dari pemahaman Pancasila, mungkin hanya orang yang bekerja dibidang hokum saja yang mengenal dasar dari Pancasila. Bahkan beberapa masyarakat Indonesia lupa akan isi dari Pancasila itu sendiri. Nah, untuk mengulas kembali dasar serta isi dari Pancasila berikut tabir-tabir Pancasila yang menjadi landasan utama Negara Indonesia. a. Ketuhanan Yang Maha Esa 1) Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2) Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. 3) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
6
4) Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 5) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. 6) Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. 7) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain. b. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab 1) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. 2) Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya. 3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia. 4) Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira. 5) Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. 6) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. 7) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. 8) Berani membela kebenaran dan keadilan. 9) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia. 10) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
7
c. Persatuan Indonesia a) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. b) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan. c) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa. d) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia. e) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. f) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. g) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
d. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan a) Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. b) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. c) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. d) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. e) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah. f) Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. g) Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
8
h) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. i) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama. j) Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan. e. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia a) Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. b) Mengembangkan sikap adil terhadap sesama. c) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. d) Menghormati hak orang lain. e) Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri. f) Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain. g) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah. h) Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum. i) Suka bekerja keras. j) Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan k) Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
9
Berdasarkan butir-butir Pancasila tersebut dapat kita ambil dari Pancasila sila ke-2 yang sangat berhubungan dengan permasalahan kali ini. Dari pendalaman sila kemanusiaan yang adil dan beradab kita sangat dituntut untuk berlaku adil kepada siapapun, meskipun itu lebih muda, miskin, tak perpendidikan, pengemis, pemulung dan sebagainya karena semua masyarakat Indonesia memiliki keadilan yang sama tanpa memandang derajat orang tersebut. Namun,
mengapa pada sila ke-2 berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab? Bila ditelusiri dari fungsi, sila ke-2 ini sangat menjunjung tinggi harkat dan martbat manusia sebagai individu dan social. Mengapa demikian? Hal tersebut tertera dengan jelas dari peraturan agama yang sangat menjunjung tinggi persaudaraan dan keharmonisan, sehingga sila ke-2 ini bisa anda sebut juga sebagai sila dasar untuk mencapai manusia yang memiliki rasa nasionalisme dalam Negara atau kelompok masyarakat. Terdapat beberapa pokok utama yang dikandung dalam sila ke-2 ini yang dapat dipersingkat, diantaranya ialah : •
Kewajiban setiap individu untuk menjaga peadilan dirinya sendiri atau social
•
Individu berhak memiliki keadilan yang sama antara satu dan yang lainnya
•
Warga Negara Indonesia harus menjunjung tinggi rasa budi luhur kepada orang lain
•
Warga Negara Indonesia dapat mewujudkan masyarakat yang damai
10
2.2 Menyikapi Hubungan Sosial Masyarakat Terhadap Pancasila Manusia merupakan makhluk individu dan makhluk social. Dapat dikatakan makhluk individu apabila manusia tersebut berurusan dengan dirinya sendiri maupun dengan Tuhan. Dan dapat dikatakan sebagai makhluk social apabila seorang individu mengalami interaksi dan menjalin komunikasi kepada orang lain atau masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang atau individu senantiasa melakukan interaksi dengan individu atau kelompok lainnya. Jadi setiap manusia, baik sebagai individu atau anggota masyarakat selalu membutuhkan bantuan orang lain. Dalam interaksi sosial tersebut, setiap individu bertindak sesuai dengan kedudukan, status sosial, dan peran yang mereka masing-masing. Tindakan manusia dalam interaksi sosial itu senantiasa didasari oleh nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Dalam hidup berkelompok itu terjadilah interaksi antar manusia. Kalian juga senantiasa mengadakan interaksi dengan teman-teman kalian, bukan? Interaksi yang lakukan memiliki
kepentingannya sendiri, sehingga bertemulah dua atau lebih
kepentingan. Pertemuan kepentingan tersebut disebut “kontak“. Menurut Surojo Wignjodipuro (Sugeng priyanto : 2), ada dua macam kontak, yaitu : 1.
Kontak yang menyenangkan, yaitu jika kepentingankepentingan yang bertemu saling memenuhi. Misalnya, penjual bertemu dengan pembeli.
2.
Kontak yang tidak menyenangkan, yaitu jika kepentingan- kepentingan yang bertemu bersaingan atau berlawanan. Misalnya, pelamar yang bertemu dengan pelamar yang lain, pemilik barang bertemu dengan pencuri.
Dari penjelasan tersebut dapat ditarik sebuah pernyataan, yaitu setiap manusia akan melakukan interaksi antar individu baik dalam hal positif dan hal negative. Begitu pula hubungan masyarakat dan pendatang. Bagaimana bisa menjalin kontak yang baik antar pendatang dan masyarakat Yogyakarta? Ya, hal tersebut dapat direalisasikan.
11
Terdapat dua factor yang menghambat proses komunikasi antara pendatang dan masyarakat asli Faktor tersebut antara lain ialah : 1. Faktor Internal Faktor internal yaitu factor yang menghambat interaksi dari diri individu itu sendiri. Disini dapat dijelaskan bahwa tingkat kepekaan masyarakat terhadap pendatang masih kecil. Masyarakat asli lebih memilih menjalani kegiatan social di lingkungannya dengan sesama warga asli. Dan pendatang(anak kos) juga sulit membaur dalam masyarakat, sehingga apabila terdapat kegiatan dikawasan tempat ia tinggal, mereka cendrung tidak mengikut sertakan dirinya. Misalnya dalam kegiatan kerja bakti atau kegiatan lainnya. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal dapat berasal dari luang lingkup yang berbeda. Para pendatang biasanya lebih nyaman dengan suasana daerah asalnya dibanding masyarakat disekitarnya, karena disetiap daerah memiliki kultur yang berbeda-beda. Hal, tersebut mengakibatkan sulitnya sosialisasi antar pendatang dan masyarakat asli. Faktor tersebut dapat menghambat perkembangan dan pembangunan, selain populasi warga asli yang lebih sedikit dibanding pendatang, hal ini dapat pula berefek pada kesenjangan social dan keterlambatan perkembangan daerah tersebut. Namun, apabila masyarakat asli dapat memperdayakan para pendatang sebagai media pembantu pembangunan maka akan sangat cepat berkembang daerah Yogyakarta karena memiliki para sumber daya manusia yang banyak dan memiliki inspiratif berbeda dari lokasi daerah ia berasal. Apabila dapat diperdayakan semaksimal mungkin, Kota Yogyakarta dapat menginduksi perdamaian yang kuat antar beragam suku, daerah dan kebudayaan di Indonesia, sehingga Yogyakarta juga bisa menjadi icon persatuan yang mencerminkan Pancasila.
12
Namun, bagaimana merealisasika itu semua? Nah, untuk meralisasika itu semua diperlukan tekat dan semangat Pancasila disetiap individunya baik dari golongan masyarakat asli Yogyakarta maupun individu itu sendiri. Diantara beberapa kejadian buruk dari pendatang ialah, kerap kali masyarakat terganggu akan datangnya pendatang (pelajar) yang berprilaku tidak sesuai dengan tempat yang ia tinggali. Sehingga masyarakat sekitar merasa terusik. Untuk menghindari kejadian tersebut diperlukanlah kesadaran akan diri sendiri, dan rasa toleransi yang kuat agara antara pendatang dan masyarakat asli tidak saling menyalahkan.
2.3 Sikap
Terbaik
Yang
Sesuai
Dengan
Pancasila
Agar
Terciptanya
Keharmonisan Bagi Pendatang dan Masyarakat Sila kedua dalam Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila ini juga merupakan peraturan untuk menjaga kelangsungan hidup tiap manusia khusus nya warga Negara Indonesia, agar bisa menjalin keadilan dan menciptakan manusia berbudi luhur. Disamping itu, sila ke-2 merupakan sila yang mendasari sila berikutnya, yaitu sila ke-3,4, dan 5. Karena, apabila keadilan dan budi luhur setiap warga Negara Indonesia telah terpenuhi makan persatuan Indonesia dapat diciptakan, serta akan menghasilkan kepemimpinan yang baik pula. Nah, penjabaran mengenai sila ke-2 ini cukup sampai disini. Memang masih banyak yang bisa dijelaskan dalam sila ke-2, namun akan sangat memakan waktu lama. Jika ditinjau dari aspek sikap yang terbaik untuk menjalani sila dalam Pancasila memang sulit, karena berbagai individu memiliki sifat yang cendrung berbeda. Namun, pada dasarnya sifat dapat dikendalikan. Sifat yang dapat dikendalikan tersebut dapat membentuk dinamika dalam perubahan. Namun sifat yang baik bisa didatangkan dari prilaku yang baik pula sehingga dapat menimbulkan suatu perubahan. Menurut Alfred North Whitehead pada tahun 1864 – 1947 (Mulyono : 2), tokoh utama filsafat proses, berpandangan bahwa semua realitas dalam alam mengalami
13
proses atau perubahan, yaitu kemajuan, kreatif dan baru. Realitas itu dinamik dan suatu proses yang terus menerus “menjadi”, walaupun unsure permanensi realitas dan identitas diri dalam perubahan tidak boleh diabaikan. Sifat alamiah itu dapat pula dikenakan pada ideologi Pancasila sebagai suatu realitas (pengada). Dari penjelasan tersebut dapat dinyatakan bahwa perubahan demi mendapatkan sikap yang baik dan sesuai pencasila dalam menuju masyarakat yang bersatu dapat melalui beberapa tahapan dan proses. Menurut Moerdiono (1995/1996) menunjukkan adanya 3 tataran nilai dalam ideologi Pancasila yang pautut menjadi pedoman dalam menciptakan masyarakat yang stabil dan dapat saling berkomunikasi sehingga dapat membaur antara satu dengan yang lainnya. Nilai ideology tersebut yaitu terbagi menjadi tiga tataran nilai sebagai berikut: •
Pertama, nilai dasar, yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak dan tetap, yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu. Nilai dasar merupakan prinsip, yang bersifat amat abstrak, bersifat amat umum, tidak terikat oleh waktu dan
tempat,
dengan kandungan kebenaran
yang bagaikan
aksioma.Dari segi kandungan nilainya, maka nilai dasar berkenaan dengan eksistensi sesuatu, yang mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri khasnya. Nilai dasar Pancasila ditetapkan oleh para pendiri negara.Nilai dasar Pancasila tumbuh baik dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan yang telah menyengsarakan rakyat, maupun dari citacita yang ditanamkan dalam agama dan tradisi tentang suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan kebersamaan, persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat. •
Kedua, nilai instrumental, yaitu suatu nilai yang bersifat kontekstual. Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai dasar tersebut, yang merupakan arahan kinerjanya untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu. Nilai instrumental ini dapat dan bahkan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Namun nilai instrumental haruslah mengacu pada nilai dasar yang dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan
14
dinamik dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama, dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu.Dari kandungan nilainya, maka nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana, program, bahkan juga proyek-proyek yang menindaklanjuti nilai dasar tersebut. Lembaga negara yang berwenang menyusun nilai instrumental ini adalah MPR, Presiden, dan DPR. •
Ketiga, nilai praksis, yaitu nilai yang terkandung dalam kenyataan seharihari, berupa cara bagaimana rakyat melaksanakan (mengaktualisasikan) nilai Pancasila. Nilai praksis terdapat pada demikian banyak wujud penerapan nilai-nilai Pancasila, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik oleh cabang eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, oleh organisasi kekuatan social politik, oleh organisasi kemasyarakatan, oleh badan-badan ekonomi, oleh pimpinan kemasyarakatan, bahkan oleh warganegara secara perseorangan. Dari segi kandungan nilainya, nilai praksis merupakan gelanggang pertarungan antara idealisme dan realitas.
Nah, apabila tataran tersebut dapat diamalkan dan diterapkan kepada kehidupan sehari-hari bagi warga Yogyakarta dan pendatang, maka Pancasila dapat diterapkan sebagai dorongan utama Negara Indonesia dalam mengatur dan menjadikan masyarakat Indonesia sebagai wadah dalam meuju Indonesia bersatu. Semoga penjelasan singkat ini bermanfaat dan merupakan dasar pemikiran baru. Terima kasih.
15
BAB III PENUTUTP
3.1 Kesimpulan Dari beberapa pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan, yaitu : a) Pancasila yang memiliki 5 aspek rasional. Namun, kali ini kita akan membahas mengenai sila ke-2 yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sebelumnya telah kita harus mengetahui dasar dari sila ke-1, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, karena dari sila ke-1 tersebut kita baru bisa melanjutkan pembahasan mengenai sila ke-2. Berdasarkan urutan logis, sila ke-1 ialah sila yang mendasari adanya sila ke-2. Kerena pada sila ke-1, warga Negara Indonesia diwajibkan memiliki agama dan percaya akan adanya Tuhan. b) Terdapat dua factor yang dapat menghambat perkembangan dan pembangunan, selain populasi warga asli yang lebih sedikit dibanding pendatang, hal ini dapat pula berefek pada kesenjangan social dan keterlambatan perkembangan daerah tersebut yaitu factor internal dan eksternal. c) Menurut Moerdiono (1995/1996) menunjukkan adanya 3 tataran nilai dalam ideologi Pancasila yang pautut menjadi pedoman dalam menciptakan masyarakat yang stabil dan dapat saling berkomunikasi sehingga dapat membaur antara satu dengan yang lainnya. Nilai ideology tersebut yaitu terbagi menjadi tiga tataran nilai yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis.
16
3.2 Saran Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat ditarik beberapa saran dari tujuan tulisan ini, yaitu sebagai berikut : 1. Masyarakat dan individu seharusnya menjadikan Pancasila sebagai dasar peraturan dan norma yang harus dipatuhi demi menjaga kestabilitasan kehidupan masyarakat dan Indonesia. 2. Para pendatang harus lebih interaktif dalam emnjalin kontak kepada masyarakat asli yang telah lama mendiami Yogyakarta dan menjaga peraturan yang telah dibuat warga Yogyakarta sehingga tidak terjadi kesalah pahaman atau permusuhan. 3. Masyarakat asli di Yogyakarta semestinya tidak mengasingkan pendatang dan dapat memngayong mereka dan melibatkan para pendatang dalam kegiatan social.
17
DAFTAR PUSTAKA
Tirtaraharja, Umar dan La Sula. S.L. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Penerbit PT. Rineka Cipta
Rukiyati, dkk. 2008. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Penerbit UNY Press
Priyanto, Sugeng. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Penerbit Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
18