PENDAPAT ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA A. PENDAHULUAN Lembaga sejenis LPEI telah banyak dimiliki berbagai negara asing. Lembaga ini lazimnya disebut Export Credit Agency (ECA). Suatu negara mendirikan ECA untuk meningkatkan kinerja ekspor karena para eksportir membutuhkan perlindungan terhadap risiko gagal bayar (nonpayment) dari pembeli-pembelinya di luar negeri. ECA kemudian berkembang menjadi lembaga yang menyediakan pula pembiayaan bagi eksportir maupun pembeli di luar negeri dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor nasional. Terbentuknya LPEI di Indonesia, akan
mendukung peningkatan ekspor melalui
pembiayaan pre/post shipment financing, dan penjaminan dan atau asuransi termasuk pemberdayaan UKM yang berorientasi ekspor. Letter of intent (LOI) pemerintah dan International Monetery Fund (IMF butir 98). Untuk mengatasi kekurangan modal kerja dalam pengadaan barang dan jasa termasuk pembelian bahan baku dan proteksi Terms of payment (L/C dan Non L/C) yang diminta oleh buyer khususnya kenegara-negara country risk tinggi. LPEI dirancang akan menjadi lembaga yang otonom dalam rangka meningkatkan ekspor barang dan jasa nasional untuk menambah pendapatan devisa negara. LPEI mempunyai wewenang berupa: a. Menetapkan skema pembiayaan ekspor nasional. b. Melakukan restrukturisasi pembiayaan ekspor nasional. c. Dengan persetujuan Menteri Keuangan dapat melakukan penyertaan modal. d. Mendukung ASEI dalam satu payung LPEI namun fungsi dan perannya berbeda. Aktivitas pembiayaan bisnis, penjaminan dan asuransi telah dilaksanakan secara sendirisendiri oleh bank dan lembaga keuangan non bank. Pembiayaan ekspor saat ini dilakukan oleh bank-bank devisa, penjaminan dan asuransi oleh PT ASEI (BUMN) walaupun belum terpadu sebagaimana yang diinginkan pada konsep LPEI.
1
B. PANDANGAN UMUM Kadin Indonesia telah menerima RUU LPEI namun tidak menerima dan mengetahui adanya naskah akademik RUU tersebut. Untuk itu sangat diperlukan adanya Naskah Akademik sebagai pedoman dan arahan dalam rangka perumusan dan penyusunannya sesuai ketentuan UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembuatan Peraturan Perundang-undangan. LPEI menurut RUU LPEI adalah lembaga keuangan memiliki keunikan yaitu tidak tunduk pada peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, usaha perasuransian, lembaga pembiayaan atau perusahaan pembiayaan, BUMN dan kepailitan. RUU ini dirancang menjadi UU lex specialis terhadap peraturan perundang-undangan tentang BUMN, Lembaga Pembiayaan atau Perusahaan Pembiayaan, Usaha Perasuransian dan Perbankan. Namun sesungguhnya dalam menjalankan
kegiatan
usahanya
ketentuan-ketentuan
materiil
tentang
pembiayaan,
penjaminan dan asuransi sebagaimana diatur dalam KUH Perdata tentang pinjam meminjam dan penanggungan utang, serta ketentuan, KUH Dagang mengenai asuransi atau pertanggungan umum, akan tetap berlaku pula bagi LPEI. Dengan demikian perlu ada pengkajian lebih dalam dan lebih teliti yang menyatakan pemberian hak ini kepada LPEI. Kedudukan LPEI sebagai Sui Generic (tunduk kepada undang-undangnya sendiri), akan menjadi lembaga pembiayaan yang mempunyai kewenangan sangat luas dan tidak bisa dipailitkan dengan cara biasa kecuali dibubarkan dengan undang-undang, yang nantinya akan menimbulkan berbagai permasalahan hukum yang berlarut-larut. Apabila LPEI mengalami kekurangan modal maka pemerintah memberi tambahan dana atau penyertaan modal. Untuk itu
harus ada jaminan dari pemerintah untuk menanggung
kerugian LPEI karena dana tersebut akan dipenuhi dari APBN. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana mengalokasikan dan kerugian itu dalam APBN setiap tahun anggaran? Berdasarkan pengalaman dari ECA-ECA di luar negeri yang dituangkan pada hasil pertemuan Berne Union diperoleh kesimpulan bahwa ECA-ECA yang mengalami pembayaran klaim besar umumnya adalah mereka yang membiayai, menjamin proyek/ investasi skala besar dengan jangka waktu menengah dan/atau panjang. Proyek atau investasi tersebut biasanya rentan terhadap krisis regional dan/atau krisis lokal pada negara tuan rumah sehingga membuat ECA harus membayar ganti rugi kepada investor negara asal ECA. Penurunan modal akan menimbulkan kewajiban pemerintah untuk menutupnya melalui penganggaran dalam APBN. Untuk itu UU LPEI sebaiknya memfokuskan LPEI untuk melakukan kegiatan pembiayaan ekspor dan membuat aturan yang tegas mengenai kegiatan bisnis yang dapat dilakukan LPEI agar beban negara di kemudian hari dapat dihindari. RUU LPEI merupakan suatu usaha Pemerintah/Departemen Keuangan R.I. untuk menggantikan Bank Ekspor Indonesia (BEI) yang tidak berhasil melaksanakan tugasnya membiayai peningkatan ekspor Indonesia secara optimal. Hal ini karena:
2
a. Pelaksana BEI kurang dikenal dalam tugas-tugasnya dan tidak banyak diketahui para eksportir terutama para eksportir yang tergolong Usaha Ekonomi Menengah (UKM). b. BEI tidak berada di pusat-pusat/di sumber-sumber ekspor dan hanya berada di Jakarta, Medan dan Makasar. c. Kurang ada usaha BEI itu sendiri untuk mendekati para eksportir, seperti Bank-bank lain yaitu BNI-46, Bank Mandiri dan Bank-bank Asing lainnya yang gencar mencari pelanggan/para eksportir. d. BEI hanya menerbitkan penerbitan berkala yang merupakan berita dari media cetak yang semuanya sudah diketahui para eksportir dan tidak melaksanakan tugas-tugas yang lebih bermanfaat seperti pencarian pasar ekspor. Dalam konsep Pasal 22 RUU LPEI tersebut, bahwa organ LPEI menggunakan one board system dimana Dewan Direktur adalah organ satu-satunya dari LPEI dan jumlah anggota Dewan Direktur adalah 7 orang yang terdiri 3 anggota ex-officio berasal dari pejabat Eselon 1 Departemen Keuangan, Departemen Perdagangan dan Bank Indonesia, dan 3 anggota lainnya dari dalam dan/atau luar LPEI. Perlu dirinci kriteria yang lebih transparan dan jelas cara seleksi orang-orang yang tepat untuk duduk sebagai Dewan Direktur. Disamping itu layak diterima bahwa 3 orang Dewan Direktur dari luar LPEI adalah berasal dari kalangan profesional dan mengetahui seluk-beluk tentang ekspor dan dilakukan dengan cara fit and proper test bagi semua anggota Dewan Direktur oleh DPR. Dewan Direktur bertugas merumuskan dan menetapkan kebijakan serta melakukan pengawasan terhadap LPEI. Satu orang anggota dewan direktur non ex officio ditetapkan menteri keuangan sebagai ketua dewan direktur merangkap direktur eksekutif. Dengan demikian terjadi rangkap fungsi oleh satu orang yaitu fungsi pembuat kebijakan dan pengawasan. Dengan demikian prinsip check and balance tidak dapat berlangsung dalam rangka menjalankan prinsip corporate governance. LPEI wajib menerapkan prinsip kehati-hatian yang meliputi prinsip tata kelola perusahaan yang baik (corporate governance), penerapan manajemen risiko (risk management) dan prinsip mengenal nasabah (know your customer principles). Setelah mempelajari materi muatan RUU LPEI ada bagian-bagian tertentu akan dapat terbuka peluang tumpang tindih kewenangan LPEI dengan Lembaga Pembiayaan yang sudah ada dan telah berjalan dengan baik khususnya pada kegiatan ekspor mineral dan batu bara. Disamping dapat menimbulkan beban birokrasi yang bersifat disinsentif (karena kedudukan dan kewenangan LPEI yang sangat istimewa) dan jangan sampai bertentangan dengan semangat reformasi hukum serta asas kepemerintahan yang baik. Untuk itu demi kepastian hukum (menghindarkan tumpang tindih kewenangan masing-masing sektor) dan kepastian berusaha (guna menarik investor) yang dilakukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
3
Terkait dengan Pasal 3 ayat (1), 13 dan 17 ayat (1) perlu dipertimbangkan mengenai keberadaan, peran dan tugas PT. Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) sebagai Persero BUMN dalam bidang asuransi dan penjaminan ekspor karena sejak tahun 1991 ASEI telah menjadi anggota tetap dari International Union of Credit and Investment Insurers (Berne Union) yang beranggotakan 52 lembaga ECA dari 43 negara. Untuk itu perlu diperhatikan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor dan Lalu Lintas Devisa serta Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 32/KMK.011/1982 tentang Jaminan Kredit Ekspor dan Asuransi Ekspor untuk Barang-barang bukan Minyak dan Gas Bumi tertanggal 18 Januari 1982. Terkait dengan konsep yang termuat dalam Pasal 26 dan 32 maka perlu ditambahkan ketentuan tentang larangan benturan kepentingan (conflict of interest) antara Dewan Direktur, Direktur Eksekutif dan Direktur Pelaksana.
B. MASUKAN PASAL PER PASAL No. 1.
2.
3.
Naskah Draft RUU
Komentar
Pasal 1 ayat (1) “Pembiayaan Ekspor Nasional adalah fasilitas yang diberikan kepada badan usaha dalam rangka mendorong peningkatan ekspor nasional”
Ketentuan Pasal ini tidak konsisten dengan Pasal 3 ayat 3 dimana Pembiayaan Ekspor Nasional juga dapat diberikan kepada perorangan. Perlu ditegaskan apakah pembiayaan hanya untuk Badan Usaha atau juga dapat diberikan kepada individual.
Pasal 1 ayat (8) “Pembiayaan adalah Kredit dan/atau Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang disediakan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia” Pasal 1 ayat (9) “Kredit adalah penyediaan fasilitas pinjaman berbentuk tunai yang mewajibkan pihak peminjam melunasi seluruh kewajibannya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”
Penambahan kalimat menjadi: “Pembiayaan adalah Kredit umum dan/atau ... “
Definisi kredit sebaiknya diperjelas menjadi sebagai berikut: “Kredit adalah penyediaan fasilitas pinjaman berbentuk tunai atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjampeminjam antara pemberi pinjaman dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melunasi seluruh kewajibannya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”
4
4.
5.
Pasal 1 ayat (13) “Asuransi adalah pemberian fasilitas berupa ganti rugi atas kerugian yang timbul sebagai akibat dari suatu peristiwa yang tidak pasti” Pasal 3 ayat 1 (a): “...dalam bentuk: a. Pembiayaan;”
Definisi ini sebaiknya diubah sesuai yang terdapat dalam UU RI No.2 Tahun 1992 dan Peraturan Pelaksanaannya tentang Usaha Perasuransian.
Pada bagian penjelasan hanya termuat kalimat Cukup jelas. Pada bagian ini perlu diperjelaskan bahwa pembiayaan dapat dilakukan secara langsung kepada eksportir (pelaku usaha) atau bekerja sama dengan bank devisa/lembaga pembiayaan lainnya. Pada bagian penjelasan hanya termuat kalimat Cukup jelas. Pada bagian ini perlu diperjelaskan bentuk penjaminan yang akan dilakukan oleh LPEI.
6.
Pasal 3 ayat 1 (b): “...dalam bentuk: b. Penjaminan;”
7.
Pasal 4: “Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a diberikan dalam bentuk modal kerja dan/atau investasi”
Menjadi: “Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a diberikan dalam bentuk pembiayaan modal kerja dan/atau investasi”
Penjelasan Pasal 4: “Pembiayaan dalam bentuk investasi............. kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi ......”.
Ketentuan ini, dapat membuka peluang terjadinya tumpang tindih kewenangan dengan lembaga pembiayaan kegiatan pertambangan yang berjalan sesuai dengan ketentuan dalam kontrak kerjasamanya masing-masing (KK dan PKP2B), yang kontraknya bersifat lex specialis juga, karena dilakukan dengan Pemerintah RI dan mendapat persetujuan DPR sesuai Pasal 10 ayat (3) UU No.11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.
8.
9.
10.
Pasal 5 huruf C: Menjadi: “Penjaminan kepada Bank yang Pasal 5 huruf C: “Penjaminan kepada bank yang menjadi mitra penyediaan berasal dari dalam negeri maupun bank dari pembiayaan transaksi Ekspor luar negeri yang menjadi mitra penyediaan yang telah diberikan kepada pembiayaan transaksi Ekspor yang telah diberikan Eksportir Indonesia” kepada Eksportir Indonesia” Pasal 6: Asuransi sebagaimana dimaksud Tidak semua risiko dapat dijamin/diproteksi oleh dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, asuransi. Maka: dapat diberikan dalam bentuk: a. Perlu diperjelas apakah termasuk di dalamnya a. Asuransi atas resiko kegagalan sebagai contoh risiko diakibatkan perang, ekspor; perang saudara dan permusuhan b. Asuransi atas resiko kegagalan b. Perlu diperjelas apakah termasuk di dalamnya bayar; sebagai contoh risiko diakibat bangkrut, c. Asuransi atas investasi yang penipuan dan kecurangan dilakukan suatu perusahaan c. Perlu didefinisikan secara lengkap dan jelas Indonesia di luar negeri tentang investasi dimaksud dan/atau; d. Asuransi atas resiko politik disuatu negara Pasal 8 ayat (2)
5
“LPEI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah badan hukum menurut Undang-undang ini.” Penjelasan Pasal 8 ayat (2) “Yang dimaksud dengan badan hukum adalah badan atau organisasi yang oleh hukum diperlakukan sebagai subjek hukum, yaitu hak dan kewajiban yang memiliki status sama dengan orang perorangan sebagai subjek hukum” Penjelasan Pasal 8 ayat (3) menegaskan: “Independen mengandung arti pihak lain termasuk Pemerintah tidak dapat campur tangan terhadap LPEI dalam menjalankan tugas dan wewenangnya kecuali atas halhal yang dinyatakan secara jelas dalam UU ini”.
11.
Pasal 11 ayat (1) huruf b “… menyediakan pembiayaan bagi transaksi-transaksi atau proyek-proyek yang secara komersial sulit dilaksanakan namun dianggap perlu oleh Pemerintah untuk menunjang kebijakan atau program peningkatan Ekspor nasional…”
Status LPEI sebagai badan hukum perlu dirumuskan bentuk badan hukum apa yang tepat untuk LPEI. Jika LPEI berbentuk badan hukum milik negara (BHMN), maka perlu dipertegas apakah LPEI menjalankan usaha mencari keuntungan atau tidak. Sebagai Badan Hukum Milik Negara, LPEI tidak konsisten dengan ketentuan Pasal 18 ayat (2) dimana jika ada kelebihan cadangan akan diberikan untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak walaupun bukan merupakan kewajiban. Sebagai alternatif lain adalah berbentuk Perseroan Terbatas.
Ketentuan Pasal 8 ayat (3) dan Penjelasannya ini, jelas bertentangan dengan ketentuan Pasal 8 ayat (4) UU LPEI sendiri yang menetapkan bahwa LPEI bertanggung jawab kepada Menteri. Sesuai dengan Sistem Ketatatnegaraan yang dianut oleh UUD 1945 bahwa kedudukan Menteri sebagai Pembantu Presiden adalah sebagai aparat Pemerintah. Disamping itu LPEI bukan sebagai “super body” (berada diluar Pemerintah/Eksekutif) sebagaimana kedudukan MA, MK (Yudikatif) dan DPR (Legislatif) yang kedudukannya setingkat dan berada diluar Pemerintah. Sifat independennya melekat karena tugas dan fungsinya mengawasi Eksekutif (Pemerintah). Jadi harus independen terhadap Pemerintah yang diawasi. Pasal ini tidak jelas menentukan parameter indikator bagi transaksi atau proyek yang secara komersial dianggap sulit untuk dilaksanakan. Sebaiknya diperjelas lagi mengenai apa yang menjadi parameter indikator bagi transaksi atau proyek yang secara komersial dianggap sulit sehingga terdapat standar yang baku mengenai hal tersebut. Hal ini penting karena tiap-tiap eksportir memiliki perbedaan kemampuan dalam menyanggupi besarnya biaya yang diperlukan untuk melakukan kegiatan ekspor. Dengan adanya parameter indikator yang jelas, maka terdapat pula kejelasan mengenai eksportir yang seperti apa yang diberikan pembiayaan oleh LPEI. Perlu pula dipertegas tentang dukungan bagi UMKM. Pada bagian penjelasan hanya termuat kalimat Cukup jelas. Pada bagian ini perlu diperjelaskan bahwa pembiayaan dapat dilakukan secara langsung kepada eksportir (pelaku usaha) atau bekerja sama dengan bank devisa/lembaga
6
pembiayaan lainnya.
12.
Pasal 11 ayat (2) “Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI dapat melakukan: …”
Kami mengusulkan agar LPEI juga selain memberikan bimbingan dan jasa konsultasi juga membantu pihak eksportir untuk memberikan informasi mengenai konsumen potensial di luar negeri. Sebagai perbandingan, Export Development Canada (EDC) telah melakukan hal ini dimana informasi tersebut dapat dengan mudah dan cepat diperoleh melalui database EDC yang meng-cover jutaan perusahaan di dunia. Biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan informasi ini adalah 30$. Informasi ini penting bagi eksportir sebelum mereka mengadakan dengan konsumen mereka. Informasi lebih lanjut dapat dilihat pada www.canadaexporters.com. Selain itu, LPEI juga dapat membantu para eksportir untuk menyelesaikan masalah sehubungan dengan piutang yang telah jatuh tempo dan menyederhanakan tuntutan serta proses pembayaran utang eksportir tersebut.
13.
Pasal 11 ayat (2) huruf b menyatakan: “Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),LPEI dapat melakukan: b.kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor ....................., sepanjang tidak bertentangan dengan UU ini”. Pasal 17 ayat (1) “Modal awal LPEI ditetapkan paling sedikit Rp 4.000.000.000.000,(empat triliun rupiah)”
Pertanyaannya bagaimana dengan Lembaga Pembiayaan kegiatan pertambangan yang telah berjalan sesuai ketentuan dalam Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang diatur oleh UU No.11 Tahun 1967 dan berarti dapat bertentangan dengan UU LPEI.
Pasal 17 ayat (4) “Untuk menutup kekurangan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah menganggarkan dalam APBN”
Hal ini jelas bahwa pemerintah atas beban APBN memiliki kewajiban kontingensi terhadap penurunan modal yang disebabkan oleh kerugian besar yang dapat dialami LPEI. Pasal ini dapat membebani APBN.
Usulan lain: Penetapan batas minimum pemberian jaminan, pembiayaan dan asuransi
Merupakan jumlah yang tidak sedikit yang menjadi tanggungan keuangan negara. Pembiayaan hendaknya diarahkan pula memperkuat Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) di pusat-pusat perdagangan dunia dan penguatan Atase-atase Perdagangan pada KBRI-KBRI di luar negeri melalui sistem ICT.
Sebagai state agency, sesuai dengan ketentuan Pasal 17, modal LPEI seluruhnya berasal dari kekayaan negara yang terpisah, namun dalam hal terjadi kekurangan modal maka negara akan menutupi kekurangan tersebut yang diambil dari
7
APBN. Untuk itu, sebagai bentuk risk management sebaiknya ditetapkan batasan minimum pemberian jaminan, pembiayaan dan asuransi oleh LPEI walaupun LPEI ingin lebih fleksibel dari perbankan yang dibatasi BMPK namun untuk melindungi kecukupan modal LPEI serta penyebaran modal yang tepat sasaran, batasan tersebut perlu kiranya ditetapkan
14.
a. Pasal 22 ayat (1) “Dewan Direktur merupakan organ tunggal LPEI”
Perlu dijelaskan apa latar belakang diperkenalkannya konsep organ tunggal. Perlu adanya Dewan Komisaris agar sistem check and balance dapat berfungsi.
b. Pasal 23 ayat (1)
Berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 26 ayat (1), peranan Dewan Direktur ada 2: (a) bersifat administratif, yaitu melakukan perumusan dan penetapan kebijakan serta melakukan pengawasan terhadap kegiatan operasional LPEI, dan (b) melakukan kegiatan operasional dilakukan oleh Direktur Eksekutif yang merangkap menjadi Ketua Dewan Direktur. Dengan demikian, fungsi komisaris dan direktur yang biasanya terpisah dalam perusahaan terbatas, ada dalam satu badan yaitu Dewan Direktur dalam konsep LPEI ini. Perlu dipertanyakan apakah hal ini akan dapat berlangsung dengan baik karena tidak ada check and balance terhadap tindakan yang dilakukan LPEI.
”Dewan Direktur bertugas merumuskan dan menetapkan kebijakan serta melakukan pengawasan terhadap kegiatan operasional LPEI” c. Pasal 26 ayat (1) ”Kegiatan dilakukan Eksekutif”
operasional LPEI oleh Direktur
d. Pasal 26 ayat (3) ”Dalam melaksanakan tugasnya, Direktur Eksekutif dibantu oleh paling banyak 5 (lima) orang Direktur Pelaksana”
Selain itu, terdapat Direktur Pelaksana yang membantu Direktur Eksekutif dalam menjalankan kegiatan operasional LPEI sehari-hari. Perlu diperjelas apakah fungsi dan peranan Direktur Pelaksana serta statusnya apakah termasuk dalam organ LPEI atau termasuk kategori pegawai LPEI. Peran dan tugas PT. Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) yang bergerak dalam bidang asuransi dan penjaminan ekspor dapat dilebur dalam LPEI.
15.
Pasal 22 ayat (2) “Anggota Dewan Direktur berjumlah 7 orang Direktur, terdiri atau: a. 3 orang pejabat yang berasal dari instansi atau lembaga yang membidangi fiskal dan 1 orang pejabat yang berasal dari instansi atau lembaga yang membidangi perdagangan” b. 3 orang yang berasal dari dalam dan/atau dari luar LPEI”
Perlu diterangkan mengapa perbandingan antara pejabat yang berasal dari fiskal lebih banyak dari bidang perdagangan. Selain itu, perlu ditambahkan untuk point b agar supaya orang tersebut berasal dari pihak independen, dan bukan termasuk dalam kelompok pejabat tersebut pada butir a). Bunyi klausula yang disarankan: c. 3 orang independen yang berasal dari dari luar LPEI” Pihak independen tersebut berasal dari kalangan
8
profesional.
16.
Pasal 24 “Untuk dapat diangkat menjadi Dewan Direktur, paling sedikit harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut…”
17.
Pasal 25 ayat (6) “Dalam hal anggota Dewan Direktur diberhentikan, anggota Dewan Direktur penggantinya harus ditetapkan dalam waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal pemberhentian.”
Disarankan menambah persyaratannya seperti kewajiban memiliki sertifikasi manajemen resiko atau sertifikasi yang serupa. Hal tersebut penting karena LPEI menjalankan fungsi serupa dengan bank meskipun statusnya bukanlah bank sehingga diperlukan Direktur yang berkualifikasi baik dalam hal manajemen risiko. Pasal 25 ini mengatur mengenai pemberhentian anggota Dewan Direktur, namun tidak diatur mengenai pengisian kekosongan jabatan jika selama jangka waktu maksimal 3 bulan belum ditetapkan, siapa yang akan memegang jabatan sementara. Sebaiknya ditambahkan pengaturan mengenai pengisian kekosongan jabatan sehingga ketika nantinya hal ini terjadi, maka terdapat penugasan yang jelas.
18.
Pasal 27 ayat (1): “... hapus buku maupun hapus tagih...”
19.
Pasal 38: “LPEI sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini diberi nama Indonesia Eximbank”
Kewenangan melakukan hapus buku atau hapus tagih oleh Dewan Direktur perlu dikaji ulang karena berpotensi mengurangi prinsip akuntabilitas dan kehati-hatian. Untuk dapat melakukan tindakan seperti itu dalam batas tertentu harus mendapat ijin dari Dewan Pengawas, Dewan Komisaris atau Menteri Keuangan. Nama “Indonesia Eximbank” tidak mencerminkan status sebenarnya dari LPEI yang merupakan Lembaga Keuangan dan bukan sebuah bank. Meskipun disebutkan dalam penjelasan untuk mensejajarkan diri dengan lembaga sejenis yang ada di luar negeri, nama “Indonesia Eximbank” yang menggunakan kata “bank” tetap tidak sesuai. Perlu diperhatikan, nama lembaga sejenis diluar negeri, di Australia digunakan kata ”Export Finance and Insurance Corporation” / EFIC; di Kanada digunakan kata “Export Development Canada” / EDC; dan di Inggris digunakan kata “Export Credits Guarantee Department” /ECGD.
Miftahul Hakim SH (Director For Legal Affairs)
9