1 I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Itik termasuk kedalam golongan unggas air yang berperan sebagai penghasil
telur dan daging. Itik Cihateup yang merupakan salah satu itik lokal Indonesia yang berasal dari Kabupaten Tasikmalaya yang dikenal sebagai itik petelur maupun itik pedaging. Potensi yang dimiliki Itik Cihateup adalah kapasitas produksi telur yang cukup banyak dan produksi karkas yang cukup besar pada umur potong delapan minggu. Kemampuan produksi Itik Cihateup masih dapat meningkat dengan pengelolaan budidaya yang baik. Itik
sebagai unggas air
yang
secara fisiologis
merupakan
hewan
homoioterm yang tidak memiliki kelenjar keringat, sehingga itik memerlukan air untuk dapat mengeluarkan panas dalam tubuhnya.
Sistem pemeliharaan itik di
Indonesia adalah semi intensif dimana pada pagi hari ternak akan dikeluarkan dari kandang. Itik akan dilepaskan ke sawah agar dapat membasahi tubuhnya dengan berenang. Pada sore hari ternak akan dimasukan kembali ke kandang. Selain itu terdapat sistem pemeliharaan intensif, dimana itik akan dikandangkan sepanjang waktu dan di dalam kandang tersebut terdapat kubangan atau tempat khusus untuk itik berenang. Tingkah laku berenang pada itik ini berkaitan dengan sistem termoregulasi pada tubuh itik. Dimana itik harus mengeluarkan panas dalam tubuh sehingga metabolisme tubuh akan tetap seimbang dan produktivitas itik tetap baik. Dewasa ini terdapat sistem pemeliharaan itik minim air (itik hanya diberi air minum tanpa diberi kubangan untuk berenang). Tentu saja hal ini dapat menyebabkan itik mengalami cekaman panas pada saat suhu lingkungan tinggi, dan
2 menyebabkan pH menurun sehingga suhu tubuh itik akan mengalami peningkatan. Cekaman panas pada itik akan menurunkan konsumsi pakan dan mengganggu metabolisme tubuh ternak terutama dalam proses termoregulasi pada tubuh. Sehingga dalam hal ini kecukupan energi dalam ransum sangat penting untuk diperhatikan karena aktivitas termoregulasi itik dipengaruhi oleh jumlah energi yang diperoleh dari ransum. Itik yang mengalami cekaman panas akan mengalami penurunan aktivitas kelenjar tiroid dan konsentrasi hormon penting pertumbuhan serta meningkatkan kadar glukokortikoid.
Tingginya kadar glukokortikoid mempengaruhi peningkatan
pembentukan glukosa di dalam tubuh dengan meningkatkan katabolisme protein, glikogen dan lipid. Peningkatan katabolisme protein yang terdapat di dalam tubuh diubah menjadi urea ke dalam siklus asam sitrat. Profil asam urat dan urea darah sangat berkaitan erat dengan proses ini. Tingginya profil urea darah akan mengakibatkan terganggunya metabolisme terutama pada hati dan ginjal bahkan bisa menyebabkan kematian. penggunaan asam amino
Konsentrasi asam urat
juga terkait
dalam lintasan glukoneogenesis untuk
dengan
membentuk
glukosa sebagai akibat pemenuhan energi. Metabolisme dalam tubuh
ternak
ini dapat
diseimbangkan
dengan
pemberian feed additive yang mengandung karbohidrat sederhana sehingga mudah dicerna dan diubah menjadi energi.
Dalam penelitian ini feed additive yang
digunakan adalah kitosan iradiasi. Kitosan iradiasi mengandung polimer rantai panjang glukosamin dapat meningkatkan sekresi enzim dan hormon. Sehingga dapat membuat ternak mengeluarkan panas dan menurunkan akibat fisiologis dari adanya proses glukoneogenesis dan menurunkan kadar asam urat dan urea darah.
3 1.2 (1)
Identifikasi Masalah Apakah terjadi penurunan kadar asam urat darah pada itik yang diberikan kitosan iradiasi dibandingkan dengan itik yang tidak diberi kitosan iradiasi dalam kondisi pemeliharaan minim air.
(2)
Apakah terjadi penurunan kadar urea darah pada itik yang diberikan kitosan iradiasi dibandingkan dengan itik yang tidak diberi kitosan iradiasi dalam kondisi pemeliharaan minim air.
1.3 (1)
Maksud dan Tujuan Mengetahui apakah terjadi penurunan kadar asam urat darah pada itik yang diberikan kitosan iradiasi dibandingkan dengan itik yang tidak diberi kitosan iradiasi dalam kondisi pemeliharaan minim air.
(2)
Mengetahui apakah terjadi penurunan kadar urea darah pada itik yang diberikan kitosan iradiasi dibandingkan dengan itik yang tidak diberi kitosan iradiasi dalam kondisi pemeliharaan minim air.
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian kadar asam urat dan urea darah Itik Cihateup yang diberi
dan tanpa diberi kitosan iradiasi dalam pemeliharaan minim air ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi ilmiah tentang pemberian kitosan iradiasi sebagai feed additive pada pakan ternak itik, menjadi khasanah ilmu pengetahuan mengenai kadar asam urat dan urea darah itik Cihateup yang diberi kitosan iradiasi dalam kondisi minim air dan memberikan manfaat penggunaan feed additive baik untuk peneliti, akademisi, praktisi dan stakeholder peternak itik Cihateup.
4 1.5
Kerangka Pemikiran Itik Cihateup merupakan salah satu sumber daya genetik lokal asal Jawa
Barat.
Itik ini banyak dikembangkan di daerah Tasikmalaya, sekarang ini sudah
menyebar di daerah sekitarnya seperti Ciamis, Garut dan Cirebon. Itik Cihateup memiliki potensi menjadi penghasil telur dan daging, dimana potensi yang dimiliki itik Cihateup adalah kapasitas produksi telur mencapai 200 butir/ekor/tahun dan produksi karkas pada umur potong delapan minggu sekitar 970 – 1.324 gram/ekor (Matittaputty dan Suryana, 2014). Itik Cihateup tergolong hewan homeothermic (berdarah panas) dengan ciri spesifik tidak memiliki kelenjar keringat serta hampir semua bagian tubuhnya tertutup bulu.
Kondisi biologis seperti ini menyebabkan ternak unggas dalam
kondisi panas mengalami kesulitan membuang panas tubuhnya ke lingkungan. Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan naiknya suhu tubuh itik. Akibatnya, ternak unggas yang dipelihara di daerah tropis rentan terhadap bahaya stres panas dan mengalami peningkatan metabolisme basal. Peningkatan fungsi organ tubuh dan alat pernapasan merupakan gambaran dari aktivitas metabolisme basal pada suhu lingkungan tinggi menjadi naik. Apabila terjadi stres, maka zona homeostasis ini akan terganggu dan tubuh akan berusaha mengembalikan ke kondisi sebelum terjadi stres (Sulistyoningsih, 2004; Tamzil, 2014). Secara umum usaha ternak itik petelur dapat dilakukan dengan tiga sistem pemeliharaan, yaitu sistem tradisional (gembala) pemeliharaan itik petelur dengan sistem tradisional adalah pemeliharaan itik dengan cara mengembalakan itik ke sumber-sumber pakan seperti sawah- sawah. Pemeliharaan semi intensif dimana itik akan digembalakan pada siang hari dan dikandangkan kembali pada sore hari. Serta sistem intensif tanpa kubangan (kandang baterai) pemeliharaan itik dengan
5 sistem kandang merupakan pemeliharaan itik secara intensif atau pemeliharaan tanpa kolam air dalam kandang. Itik dipelihara di dalam kandang seperti layaknya ayam ras yang dipelihara di kandang baterai atau kandang tidak memiliki kolam untuk berenang (Sarworini, 2002). Tingkah laku berenang pada itik ini berkaitan dengan sistem termoregulasi pada tubuh itik. Pada dasarnya itik adalah unggas air dimana dia memerlukan air untuk menyeimbangkan suhu tubuhnya. Sehingga pemeliharaan itik secara intensif atau pemeliharaan tanpa air pada itik dapat mengakibatkan itik rentan terhadap cekaman panas. Cekaman panas merupakan suatu keadaan dimana ternak terganggu atau tidak nyaman disebabkan oleh peningkatan suhu lingkungan yang terjadi secara terus menerus.
Kondisi ini pada ternak dapat menurunkan konsumsi pakan dan
meningkatkan suhu tubuh ternak sehingga mengganggu proses homeostasis (keseimbangan internal yang ideal), dimana semua sistem tubuh bekerja dan berinteraksi dalam cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan dari tubuh (Lesson dan Summers, 2011).
Pada kondisi suhu lingkungan yang tinggi ini dapat
mempengaruhi tingkah laku ternak serta fungsi beberapa organ tubuh, seperti jantung dan
alat
pernapasan,
serta secara
tidak
langsung
mempengaruhi
peningkatan hormon kortikosteron dan kortisol, menurunnya hormon adrenalin dan tiroksin dalam darah. Peningkatan kadar hormon stres seperti hormon glukortikoid pada unggas berpengaruh buruk pada kesehatan dan pertumbuhan ternak, karena hormon ini menginduksi glukoneogenesis serta mengganggu fungsi kekebalan tubuh dan jaringan limfoid (Tamzil, 2014). Suhu lingkungan yang tinggi dapat menginduksi suatu seri reaksi kaskade pada sistem saraf dan endokrin sehingga terjadi peningkatan aktivitas jalur hipotalamus-hipofisa-kelenjar adrenal, yang dikenal sebagai jalur hipotalamus,
6 hipofisa,
adrenal.
Pada
kondisi
ini
hypothalamus
akan
mensekresikan
Corticotropin Realising Faktor (CRF) ke hipofise anterior. Selanjutnya hipofise anterior mensintesa hormon adrenocorticotropin disekseresikan ke seluruh pembuluh darah.
(ACTH) dan
selanjutnya
Jaringan kortiko adrenal bertanggung
jawab terhadap sintesa ACTH dengan peningkatan dan pelepasan hormon steroid. Hasil dari aktivasi ini adalah penigkatan hormon kortikosteron dan kortisol dalam darah.
Hormon kortikosteron dan kortisol diklasifikasikan sebagai glukokortikoid
(Hillman dkk, 2000; Guyton, 1983). Glukokortikoid berfungsi sebagai metabolisme perantara glukoneogenesis karena menambah produksi glukosa hati dengan cara meningkatkan kecepatan glukoneogenesis, melepas asam amino dan menyebabkan hormon lain untuk merangsang proses metabolik kunci, termasuk glukoneogenesis dengan efisiensi maksimal (Lukman, 2008).
Glukoneogenesis merupakan lintasan pembentukan
glukosa dari prekursor non karbohidrat yang akan berdampak terhadap terpakainya sebagian kolesterol.
Peningkatan glukoneogenesis terjadi untuk
kebutuhan energi bagi ternak dalam kondisi stres oksidatif.
memenuhi
Kondisi ini dapat
menyebabkan kerugian pada produksi telur, karena prekursor utama dalam vitellogenesis guna membentuk yolk adalah kolesterol (Mushawwir dan Latipudin, 2013). Urea merupakan produk akhir dari metabolisme zat bernitrogen termasuk protein yang berperan penting dalam metabolisme senyawa yang mengandung nitrogen. Pada unggas, biosintersis urea berlangsung dalam 4 tahap, yaitu Transaminase, deaminasi oksidatif glutamat, transport ammonia dan reaksi siklus urea (Muray dkk, 2009). Urea dibentuk di dalam hati dari metabolisme protein (asam amino). Senyawa tersebut berasal dari penguraian protein yang berasal dari
7 pakan.
Profil urea dalam tubuh berkaitan dengan protein (katabolisme protein).
Setelah protein diubah menjadi asam-asam amino, asam amino tersebut masuk ke dalam pembuluh darah melalui proses absorpsi melalui dinding usus (Poedjiadi, 1994). Profil urea dalam darah mampu menunjukkan keterkaitan yang erat untuk menerangkan
pemanfaatan
protein
(asam-asam
amino),
antara
lain
untuk
asam
amino
pembentukan glukosa (Guzik dkk., 2005; Dean dkk., 2006). Substrat
utama
pada
proses
glukoneogenesis
glukogenik, laktat, gliserol dan propionat.
adalah
Glukoneogenesis merupakan proses
yang dapat mensintesis glukosa salah satunya dengan menggunakan senyawa asam amino. Asam amino merupakan senyawa pembentuk protein dalam sel-sel tubuh baik itu dibentuk dari asam amino esensial maupun non esensial, selain itu dapat pula dibentuk melalui transaminasi dengan menggunakan nitrogen amino dari asam amino lain, setelah dideaminasi nitrogen amino selanjutnya disekresikan menjadi urea sedangkan kerangka karbon yang tersisa setelah transaminasi dapat dioksidasi menjadi CO 2 , glukoneogenesis dan untuk membentuk badan keton (Murray dkk., 2009).
Kelebihan asam amino untuk biosintesis protein akan diubah menjadi urea
atau masuk ke dalam siklus asam sitrat. Jika ada kelebihan asam amino untuk biosintesis protein, kelebihan tersebut akan diubah menjadi urea atau masuk ke dalam siklus asam sitrat (Poedjiadi, 1994). Peningkatan sekresi glukokortikoid menyebabkan glukoneogenesis dan naiknya metabolisme protein. Dalam tubuh, basa purin dan pirimidin, yang merupakan bagian dari prekursor beberapa senyawa, diubah menjadi asam urat. Asam urat adalah produk akhir atau produk buangan yang dihasilkan dari metablolisme purin.
Asam urat mempunyai peran sebagai antioksidan bila
8 kadarnya tidak berlebih dalam darah, namun bila kadarnya berlebih akan berperan sebagai prooksidan (McCruden, 2000). Peristiwa peningkatan kadar asam urat tidak terlepas dari peran serta enzim xantin oxidase yang mampu mengubah asam urat melalui reaksi oksidasi. Xantin oksidase memiliki peranan penting dalam proses pembentukan asam urat dengan mengkatalisis berturut-turut hipoxantin menjadi xantin kemudian asam urat. Reaksi tersebut juga menghasilkan radikal superoksida yang bereaksi dengan air membentuk asam peroksida (Millar dkk, 2002; Hile, 2006). Medulla adrenal mensekresikan ephinefrin yang berfungsi sebagai second messenger bagi adenilat cyclase.
Adenilat cyclase mengkatalisis terbentuknya cAMP, selanjutnya cAMP
akan mengaktivasi protein kinase A.
Protein kinase A berperan dalam regulasi
enzim metabolisme dan transkripsi gen, salah satunya yaitu memicu glikogenolisis. Peningkatan cAMP yang dapat meningkatkan asam urat yang terbentuk, hal ini disebabkan karena peningkatan cAMP dapat meningkatkan sintesis AMP, AMP merupakan salah satu nukleotida purin, AMP selanjutnya dideaminasi menjadi inosin yang kemudian
dihidrolisis menghasilkan
hipoxantin
dan
D-ribosa,
hipoxantin menjadi xantin lalu asam urat oleh xantin oksidase. Stres yang pendek maupun berkepanjangan memicu laju sekresi epinefrin sehingga meningkatkan pengaktifan beberapa lintasan protein seperti cAMP dan cGMP. Lintasan ini akan meningkatan residu basa purin.
Dalam kondisi yang bersamaan diketahui bahwa
cekaman panas menurunkan aktivitas enzim XOR, sehingga kondisi ini dapat dipastikan akan menghasilkan dampak terhadap peningkatan kadar asam urat dalam darah (Settle dkk, 2012; Jayani dkk, 2012). Meningkatnya
konsentrasi
asam
urat
terkait
dengan
meningkatnya
pemakaian asam-asam amino dalam lintasan glukoneogenesis untuk membentuk
9 glukosa dalam rangka memenuhi ketercukupan energi dalam cekaman panas. Diketahui bahwa beberapa asam amino glukogenik (dapat dirombak menjadi glukosa) (von Borell, 2001).
Asam amino glisin, serin, methionine dan glutamat,
valin, histidin dan aspartat merupakan kelompok asam amino glukogenik.
Selain
itu, kelompok asam amino ini merupakan kelompok asam amino yang mengandung inti purin yaitu adenin dan guanin. Kitosan (poli-β-(1,4)-D-glukosamin) yang merupakan polimer karbohidrat yang diturunkan dari deastilasi kiton yang merupakan biopolimer alami yang berlimpah.
Kitosan tersusun oleh monomer 2-amino-2-deoksi-D-glukosa dengan
ikatan glikosida pada posisi β(1,4) sehingga kitosan merupakan polimer rantai panjang glukosamin dengan rumus molekul (C 6 H11 NO4 )n . Sifat alami kitosan dapat dibagi menjadi dua sifat besar yaitu, sifat kimia dan biologi. Sifat kimia kitosan antara lain merupakan polimer poliamin berbentuk linear, mempunyai gugus amino aktif, dan mempunyai kemampuan mengikat beberapa logam.
Bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya
tidak mempunyai akibat samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah diuraikan oleh mikroba
(biodegradable).
Bersifat hemostatik,
fungistatik,
spermisidal, antitumor, antikolesterol. Serta bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat. Berdasarkan kedua sifat tersebut maka kitosan mempunyai sifat fisik khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, pasta, membran, dan serat. yang sangat bermanfaat (Rismana, 2006). Berat molekul dan derajat deasetilasi sangat berpengaruh terhadap kemampuan kitosan dalam aplikasinya. Salah satu metode untuk mengurangi berat molekul kitosan dapat dilakukan dengan cara iradiasi gamma pada kitosan yang dapat menyebabkan terjadinya pemutusan
rantai molekul kitosan
sehingga
10 menghasilkan kitosan dengan rantai molekul yang lebih pendek dan iradiasi juga dapat berguna sebagai proses sterilisasi kitosan tersebut (Pusat Diseminasi Iptek Nuklir).
Iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian radiassi
secara sengaja dan terarah atau proses yang kejadiannya berlangsung karena adanya perlakuan khusus terhadap suatu obyek yang dilakukan secara sengaja dengan sinar gamma dapat menjadi awet dan tidak cepat membusuk ataupun rusak (Leswara, 2005). Proses iradiasi terhadap kitosan menggunakan sumber iradiasi gamma Cobalt-60. Kitosan iradiasi meningkatkan daya hambat pertumbuhan bakteri lebih baik dibandingkan dengan kitosan tanpa iradiasi. Meningkatnya daya hambat kitosan yang diiradiasi, karena iradiasi menyebabkan degradasi rantai panjang kitosan, sehingga dengan berat molekul yang lebih rendah mampu menembus porin channel pada bakteri gram negatif dan mampu berikatan dengan penicillin binding protein yang spesifik dimiliki bakteri gram negatif (Gatot dan Adjat, 2016). Kitosan
iradiasi
mengandung
polimer
rantai
panjang
glukosamin
dapat
meningkatkan sekresi enzim dan hormon. Sehingga dapat membuat ternak mengeluarkan panas dan menurunkan akibat fisiologis dari adanya proses glukoneogenesis dan menurunkan kadar asam urat dan urea darah. Pemberian kitosan sebanyak 150 ppm pada ayam ras petelur fase layer dapat memperbaiki profil asam urat dan urea darah yang ditunjukan dengan adanya penurunan profil asam urat dan urea darah.
Hasil penelitian lain menunjukkan
peningkatan kecernaan zat makanan dan performan ayam yang diberi kitosan hingga 150 ppm Huang dkk (2005).
Peningkatan pertumbuhaan villi-villi pada
ileum dan peningkatan pertumbuhan dilaporkan oleh Xu dkk (2013) dengan pemberian 100
hingga 500
ppm kitosan.
Hasil-hasil penelitian tersebut
mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan anabolisme dengan pemberian kitosan,
11 yang berarti menekan katabolisme seperti glukoneogenesis dan glikolisis sehingga menekan kadar urea dan asam urat. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dalam uraian kerangka berpikir ini, dapat ditetapkan hipotesis bahwa pemberian 150 ppm kitosan dapat menurunkan kadar asam urat dan urea dalam plasma darah, dibandingkan kadar urea dan asam urat plasma darah pada kelompok itik tanpa pemberian kitosan.
1.6
Waktu dan Tempat Penelitian Percobaan dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017 di kandang
percobaan Laboratorium Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Kegiatan analisis kadar asam urat dan urea darah dilakukan di
Laboratorium Fisiologi Ternak dan Biokimia, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.