I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Peternakan puyuh di Indonesia saat ini cukup berkembang, hal ini karena
semakin banyaknya usaha peternakan puyuh baik sebagai usaha sampingan maupun usaha utama untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Populasi puyuh di Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.
Berdasarkan jumlah
tersebut komoditas puyuh mampu memberikan kontribusi terhadap produksi daging nasional sebanyak 968 ton dan telur sebanyak 20,709 ton (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2015). Pemeliharaan puyuh biasa dilakukan secara intensif karena memelihara puyuh tidak membutuhkan lahan yang luas.
Sistem pemeliharaan ini sudah
memperhatikan sistem perkandangan, pemberian pakan yang sesuai kebutuhan, sistem reproduksi dan penanganan penyakit sehingga produksinya semakin lama semakin meningkat. Rendahnya sistem recording untuk program pemuliaan yang baik, akan berdampak negatif dalam meningkatkan kualitas puyuh itu sendiri dan terjadinya perkawinan sekerabat. Dengan demikian dilakukan cara lain dalam meningkatkan mutu genetik puyuh yaitu dengan cara perkawinan silang. Perkawinan silang, selain mencegah turunnya sifat-sifat negatif dari induk karena banyaknya perkawinan sekerabat, persilangan juga merupakan salah satu cara untuk menurunkan sifat-sifat yang baik dari tetuanya untuk keturunannya, sehingga tujuan produksi yang akan dicapai dapat optimal. Di Indonesia puyuh yang banyak dipelihara peternak adalah puyuh Coturnix-coturnix japonica. Puyuh ini terdapat berbagai jenis galur diantaranya
2 puyuh galur warna hitam dengan galur puyuh warna coklat. Sebenarnya puyuhpuyuh tersebut tidak berbeda jauh dalam besar badan dan produksinya, tetapi perbedaan warna bulu sangat ketara karena mudah dibedakan, sehingga perkawinan silang bisa dilakukan. Persilangan puyuh warna coklat dan hitam ini bertujuan selain untuk menghindari inbreeding agar performanya terjaga, juga untuk mempermudah melakukan sexing sedini mungkin, karena dengan persilangan ini akan memberikan efek adanya perubahan warna bulu jantan menjadi hitamdan betina menjadi berwarna coklat sehingga sexing dapat dilakukan pada hari pertama telur menetas. Pada umumnya sexing pada puyuh ini dilakukan pada saat puyuh berumur 3 minggu.Hal lainnya keuntungan dari persilangan ini adalah harapan terbentuknya individu baru atau menghasilkan individu dengan potensi kualitasyang lebih baik dari rata-rata tetuanya. Kualitas telur dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu kualitas telur eksterior dan interior. Pengukuran kualitas telur secara eksterior merupakan salah satu parameter yang dapat dilakukan untuk mengetahui karakteristik telur hasil persilangan. Karakteristik eksterior telur ini meliputi berat telur, shape index, dan specific grafity. Pengukuran kualitas telur eksterior ini penting dilakukan untuk mengetahui kualitas telur yang baik untuk ditetaskan maupun untuk dikonsumsi. Kualitas eksterior telur dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti genetik, pakan dan manajemen pemeliharaan. Faktor genetik ini dapat mempengaruhi produktifitas telur oleh sebab itu dilakukan persilangan untuk memperbaiki mutu genetik dan harus didukung oleh nutrisi yang diberikan melalui pakan dan air minum.
Setelah faktor genetik dan pakan terpenuhi selanjutnya yang perlu
diperhatikan adalah manajemen pemeliharaan, yang harus diperhatikan dari mulai
3 seleksi telur tetas, penetasan, fase pertumbuhan, fase bertelur sampai puyuh diafkir. Berdasarkan latar belakangtersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kualitas eksterior telur puyuh turunan hasil persilangan (Coturnix-coturnix japonica) warna bulu coklat dan hitamyang dimulai sejak pertama kali puyuh bertelur yaitu usia 42 hari atau 6 minggu. 1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka masalah yang dapat diidentifikasi
adalah seperti apa kualitas eksterior telur yang dihasilkan puyuh turunan hasil persilangan antara puyuh galur bulu coklat dan hitam. 1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kualitas eksterior
telur yang dihasilkan puyuh turunan hasil persilangan antara puyuh galur bulu coklat dan hitam. 1.4
Kegunaan Penelitian Kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah
ilmu pengetahuan mengenai perunggasan, khususnya mengetahui kualitas eksterior telur yang dihasilkan puyuh turunan hasil persilangan antara puyuh galur warna bulu coklat dan hitam.Selain itu diharapkan menjadi bahan informasi bagi peternak puyuh tentang kualitas eksterior telur pada puyuh turunan hasil persilangan.
4 1.5
Kerangka Pemikiran Puyuh merupakan salah satu ternak yang cukup dikenal oleh masyarakat,
terutama produksi telurnya.Selain produksi telur, dagingnya juga mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau menurut ukuran pendapatan masyarakat pedesaan. Ternak puyuh sangat potensial untuk memproduksi telur sehingga populasinya tersebar hampir merata di seluruh wilayah tanah air. Puyuh warna bulu coklat dan hitam merupakan dua diantara beberapa jenis puyuh coturnix-coturnix japonica yang dikembangkan di Indonesia dan sangat potensial untuk dibudidayakan (Hartono, 2004). Puyuh jepang (Coturnix-coturnix japonica)merupakan unggas penghasil telur terbesar kedua setelah ayam ras petelur, yang mampu memproduksi telur sebanyak 250-300 butir per tahun dengan bobot telur rata-rata 10 gram per butir. Puyuh sudah mulai bertelur pada usia 42 hari dan akan terus bertelur dan mencapai puncak produksi terjadi pada umur 5-6 bulan tergantung kualitas bibit dan pakan yang diberikan, dan produksi
mulai menurun seiring dengan
bertambahnya usia yaitu pada umur 14 bulan sampai usia 18 bulan kemudian berhenti bertelur pada usia 30 bulan(Wuryadi, 2013). Penurunan produksi diduga karena menurunnya produksi luteinizing hormone (LH) yang berfungsi untuk merangsang terjadinya ovulasi (Anggorodi, 1995). Puyuh jantan berwarna coklat memiliki bobot badan 117 gram, sedangkan puyuh betina berwarna hitam lebih besar dari puyuh jantan yaitu 143 gram (Wuryadi, 2013). Persilangan antara puyuh jantan warna bulu coklat dengan puyuh betina warna hitam diharapkan dapat menghasilkan bobot badan puyuh yang performanya tidak jauh berbeda atau bahkan jauh lebih baik dari rata-rata tetuanya.
5 Persilangan pada unggas diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, apakah untuk peningkatan produksi daging atau produksi telur (Purwanti dkk, 2009).
Persilangan dapat meningkatkan proporsi gen-gen heterozigot,
akibatnya penampilan keturunannya menjadi lebih baik daripada rataan penampilan tetuanya untuk sifat-sifat tertentu. hubungan
keluarga
apabila
disilangkan,
Ternak yang tidak memiliki
maka
keturunannya
cenderung
menampilkan performa yang lebih baik dari rata-rata performa tetuanya, fenomena ini disebut hybrid vigour atau heterosis efek (Noor, 2004). Peternak di Indonesia lebih banyak memfokuskan puyuh sebagai penghasil telur, baik sebagai penghasil telur konsumsi ataupun telur tetas. Oleh sebab itu peternak akan lebih banyak memelihara puyuh betina dibanding puyuh jantan. Puyuh jantan akan diperlukan pada saat pembibitan dan dapat dijadikan sebagai puyuh pedaging, tetapi konsumsi ransum puyuh jantan relatif lebih banyak sehingga kurang efektif apabila dipelihara terlalu lama, karena akan membutuhkan biaya yang tinggi. Selain itu puyuh betina pada umumnya akan memproduksi telur walaupun tanpa adanya pejantan. Salah satu keuntungan dari persilangan puyuh dengan warna bulu yang berbeda ini adalah untuk mempercepat proses sexing.
Sexing pada puyuh
biasanya dilakukan pada umur 3 minggu dengan cara melihat perbedaan berdasarkan morfologi diantaranya dari warna bulu, paruh, kaki (shank), sayap, dan dapat dibedakan dari ukuran tubuh, dimana puyuh betina ukurannya relatif lebih besar dibanding puyuh jantan (Vali dan Doosti, 2011 dalam Winda, dkk 2014). Telur merupakan salah satu produk unggas yang mempunyai nilai gizi tinggi dan lengkap seperti protein, karbohidrat, lemak, air, dan vitamin (Yuwanta,
6 2010).Beberapa pengukuran yang penting untuk mengetahui kualitas eksterior telur puyuh dapat diteliti dengan mengukur bobot telur, Shape index (bentuk telur), dan specific gravity .Bobot telur diperoleh dari penimbangan telur (gram). Bobot telur akan meningkat sesuai dengan umur unggas dan jenis unggas serta konsumsi pakan (Yuwanta, 2010). Berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa bobot telur puyuh warna bulu hitam memiliki rataan bobot telur 10,738 ±1,06 gram, sedangkan puyuh warna bulu coklat memiliki rataan bobot 10,884 ±1,21 gram (Sujana, 2014). Shape index diperoleh dari pembagian antara lebar dengan panjang telur dan dikalikan dengan 100. Bentuk telur dipengaruhi oleh saat unggas itu bertelur, telur yang dihasilkan pertama kali dari suatu siklus bertelur mempunyai bentuk lebih panjang atau sempit daripada telur berikutnya pada siklus yang sama.Selain itu, bentuk telur dipengaruhi oleh jumlah albumen (putih telur) yang disekresikan dalam oviduct, ukuran lumen dari isthmus, aktivitas serta kekuatan dari dinding isthmus dan bagian-bagian lain yang dilaluinya, dan kemungkinan terjadinya beberapa perubahan dalam uterus (Listiyowati dan Roospitasari, 2001). Hasil penelitian sebelumnya telur puyuh warna bulu hitam memiliki rataan Shape index sebesar 82,378 ±3,14, sedangkan telur puyuh warna bulu coklat memiliki rataan Shape index sebesar 81,933 ±3,16 (Sujana, 2014). Specific gravity adalah pengukuran massa dari kerabang telur untuk menentukan kualitas kerabang, Specific gravity bervariasi antara 1,040 – 1,090. Ada hubungan yang erat antara nilai Specific gravity dengan daya tetas dari telur (Yuwanta, 2010).Specific gravity dan ketebalan kerabang sangat berkorelasi positif, jika angka specifc gravity menurun, maka jumlah retak pada kerabang umumnya meningkat.Specific gravity juga memberikan gambaran tentang
7 kemungkinan telur yang retak selama penanganan (Butcher dan Miles, 2004). Hasil penelitian sebelumnya telur puyuh warna bulu coklat memiliki nilai specific gravity sebesar 1,0586, sedangkan puyuh warna hitam adalah 1,0567 (Sujana, 2014) Karakteristik kualitas eksterior telur puyuh (coturnix-coturnix japonica) warna bulu hitam dan coklat memiliki kualitas yang baik. Diharapkan telur puyuh (coturnix-coturnix japonica) turunan hasil persilangan warna bulu coklat dan hitam dapat menghasilkan bobot telur, shape index, dan specific gravity yang lebih baik dari tetuanya dan dapat meningkatkan kualias eksterior telur. 1.6
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2016.
Tempat penelitian
pemeliharaan dan pengambilan telur dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.Pengambilan data mengenai bobot telur, shape index, dan specific grafity dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.