1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil sensus ternak 1 Mei tahun 2013 menunjukkan bahwa populasi ternak kerbau di Provinsi Banten mencapai 14,2 juta ekor, sementara populasi ternak pada tahun 2011 kurang lebih 16,7 juta ekor. Hasil tersebut menandakan bahwa populasi ternak kerbau mengalami penurunan yang cukup tajam.
Diketahui
penurunan populasi mencapai 2,5 juta ekor atau sekitar 15 persen bila dibandingkan dengan kondisi pada sensus tahun 2011. Salah satu penyumbang terbesar dari populasi ternak kerbau nasional yaitu Provinsi Banten. Data menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Banten menunjukkan bahwa populasi kerbau terbanyak di Provinsi Banten yaitu Kabupaten Lebak mencapai 32.148 ekor. Populasi ternak kerbau di Kabupaten Lebak Provinsi Banten mengalami peningkatan antara 800 – 1000 ekor per tahunnya, hal tersebut bertolak belakang dengan populasi nasional. Ternak kerbau memiliki potensi yang beragam seperti penghasil daging, susu, dan sebagai ternak kerja, namun hingga saat ini mayoritas peternak Indonesia memanfaatkan kerbau sebagai ternak kerja.
Beberapa daerah di
Indonesia memanfaatkan kerbau sebagai penghasil susu, sedangkan di Kabupaten Lebak sekitar 67 persen untuk sumber pendapatan, 30 persen sebagai tenaga kerja, 20 persen sebagai tabungan keluarga, 10 persen sebagai sumber pupuk, 8 persen sebagai status sosial, dan 5 persen sebagai kesenangan (Kusnadi dkk., 2005). Mata pencaharian utama masyarakat Kabupaten Lebak yaitu beternak dan bertani, hal ini didukung oleh lahan yang cukup luas yaitu rata-rata pemilikan
2
tanah 0,2 ha per petani (Kusnadi dkk., 2005). Pada saat berkunjung ke Kabupaten Lebak, tidak sulit untuk menemukan peternak kerbau yang sedang ngangon, karena mayoritas kerbau di Kabupaten Lebak di gembalakan. Pola pemeliharaan yang digunakan oleh peternak kerbau di Kabupaten Lebak menggunakan pola ekstensif. Tidak ada kandang, yang ada hanya lahan pinggir pantai atau lahan kosong milik warga yang peternak gunakan untuk beternak. Pola ekstensif tersebut memiliki kelebihan karena dapat mengurangi pengeluaran biaya pembuatan kandang serta biaya pembelian pakan (Arman, 2003). Sementara kerugian ternak kerbau yang digembalakan akan sulit dikontrol aspek manajemen reproduksinya, sehingga peternak tidak dapat mengetahui waktu-waktu penting dalam manajemen reproduksi, seperti masa pubertas, saat deteksi berahi dan saat kerbau tersebut harus dikawinkan. Pola pemeliharaan secara ekstensif merupakan pola pemeliharaan yang dilakukan tanpa menggunakan kandang, hal tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu pertumbuhan bagi ternak kerbau. Pertumbuhan ternak kerbau penghasil daging dapat diartikan sebagai pertambahan total ukuran tubuh. Secara umum kerbau bertambah beratnya sejak lahir sampai dengan umur 2,5 tahun (Murti dan Ciptadi, 1988). Peningkatan populasi ternak dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu : a) perbaikan
sistem
pemeliharaan,
b)
mengembangkan
teknologi
untuk
memaksimumkan potensi performa reproduksi ternak jantan dan betina, c) mengurangi wastage produksi hasil ternak, d) perbaikan mutu genetik (Betteridge dalam Sutama dkk., 1991). Hal lain yang diduga dapat meningkatkan populasi secara langsung adalah pengelolaan manajemen reproduksi dalam kelompok.
3
Manajemen reproduksi merupakan hal penting unuk dilakukan karena manajemen reproduksi adalah cara-cara atau pola pelaksanaan pengelolaan reproduksi dalam suatu proses produksi (Rasad, 2014).
Pelaksanaan tersebut
dilakukan oleh petugas peternakan atau peternak untuk meningkatkan efisiensi produksi pada suatu peternakan. Peternakan kerbau di Kabupaten Lebak dikelola oleh kelompok peternak yang menjalankan segala sesuatu meliputi proses pemeliharaan, pelaksanaan, dan pengelolaan reproduksi.
Sejauh ini, keberhasilan sebuah peternakan rakyat
termasuk kelompok peternak dapat dilihat dari dinamika kelompok karena sangat mempengaruhi manajemen reproduksi pada ternak kerbau. Kedinamisan anggota kelompok dapat mendorong peternak dalam menjalankan manajemen reproduksi yang baik, selanjutnya ketika dinamika kelompok dirasa dinamis maka diharapkan potensi peternak akan berkembang serta usaha dari kelompok tersebut lebih berhasil, terlebih manajemen reproduksi yang baik akan meningkatkan reproduksi sehingga populasi ternak kerbau akan kembali meningkat. 1.2 Identifikasi Masalah 1. Bagaimana perbandingan manajemen reproduksi ternak kerbau pada ketiga kelompok peternak kerbau di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. 2. Bagaimana perbandingan dinamika kelompok pada ketiga kelompok peternak kerbau di Kabupaten Lebak 1.3 Maksud dan Tujuan 1. Membandingkan manajemen reproduksi ternak kerbau pada tiga kelompok peternak di Kabupaten Lebak Provinsi Banten.
4
2. Membandingkan dinamika kelompok pada tiga kelompok peternak di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian diharapkan memberi kegunaan baik secara teori maupun secara praktis. Secara teori diharapkan dapat menambah pustaka ilmu pengetahuan terutama dalam bidang manajemen reproduksi ternak kerbau sehingga memacu peneliti lain untuk melakukan penelitian, dan secara praktis dapat bermanfaat bagi peternak kerbau dan instansi peternakan yang ada di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. 1.5 Kerangka Pemikiran Menurut Murtidjo (1992), kerbau berpotensi ekonomi tinggi karena kerbau mudah beradaptasi dengan lingkungan geografis yang keras, sanggup mencerna makanan sederhana.
Bahkan di beberapa daerah potensi kerbau sudah
ditingkatkan sebagai ternak perah untuk diambil susunya. Kemampuan kerbau sebagai ternak kerja masih dimanfaatkan oleh sebagian peternak di Indonesia. Selain sebagai ternak kerja, kerbau dimanfaatkan sebagai penghasil susu seperti yang telah di manfaatkan oleh peternak kerbau di Sumatera. Potensi kerbau sebagai ternak potong ternyata cukup tinggi, meskipun kerbau sebagai ternak potong tidak sepopular sapi karena dagingnya yang berwarna lebih tua dan keras dibanding daging sapi, seratnya lebih kasar dan lemaknya berwarna kuning. Beberapa daerah di Indonesia memiliki usaha ternak kerbau cukup maju, termasuk di Kabupaten Lebak Provinsi Banten.
5
Ternak kerbau yang ada di Indonesia didominasi oleh ternak kerbau lumpur. Umur beranak pertama berkisar pada umur 3,5-4 tahun dengan lama kebuntingan 11-12 bulan. Ternak kerbau memiliki jarak beranak antara 20-24 bulan, jarak tersebut termasuk rendah karena konsumsi pakan yang sangat rendah kualitasnya sehingga menghambat rangsangan untuk membangkitkan aktifitas reproduksi yang membutuhkan waktu cukup panjang. Hal ini juga didukung oleh mothering ability kerbau kuat yang ikut menekan re-estrus postpartum karena penyusuan yang cukup intensif (Gunawan dkk., 2010). Pertumbuhan kerbau bisa berlangsung secara terus menerus sampai dengan umur 10 tahun meskipun kecepatan pertumbuhan umur 5 tahun relatif sangat lambat. Pada umumnya kerbau lumpur bisa mencapai umur 15-20 tahun dan mampu menghasilkan keturunan sebanyak 7-8 gudel (anak kerbau) selama masa kehidupannya (Murti dan Ciptadi, 1988). Pemeliharaan ternak kerbau yang ada di Kabupaten Lebak Provinsi Banten masih banyak menggunakan pola ekstensif.
Pola tersebut merupakan pola
pemeliharaan yang menekankan bahwa kerbau lebih banyak digembalakan. Sementara menurut Santosa (2006), model penggembalaan yang dapat digunakan dalam pemeliharaan yaitu penggembalaan kontinu (continuous grazing), penggembalaan bergilir (rotation grazing), penggembalaan rotasi tertunda, penggembalaan rotasi istirahat, penggembalaan berjalur, dan penggembalaan intensitas tinggi. Model penggembalaan tersebut disesuaikan dengan lamanya penggunaan padang penggembalaan.
6
Menurut Santosa (2006), manajemen reproduksi ternak dapat dilihat dari penentuan berahi, perkawinan, kebuntingan, dan kelahiran. Hal tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan untuk menghasilkan ternak kerbau yang lebih baik. Kelompok peternak yang ada di Kabupaten Lebak tidak melaporkan kegiatan reproduksi kepada dinas peternakan Kabupaten Lebak, sehingga tidak dapat dilihat manajemen reproduksi yang ada di kelompok.
Manajemen
reproduksi yang dimaksudkan diantaranya tata kelola reproduksi, sanitasi dan pencegahan penyakit.
Padahal dalam peningkatan populasi ternak kerbau di
Kabupaten Lebak perlu adanya informasi mengenai tata kelola reproduksi dan sanitasi serta pencegahan penyakit. Dinamika kelompok mempengaruhi manajemen reproduksi pada ternak. Kedinamisan kelompok adalah faktor penting agar fungsi dari kelompok itu menjadi kekuatan mencapai tujuan kelompok dan anggotanya. Oleh karena itu kedinamisan dalam kelompok selalu ditandai dengan adanya kegiatan dan interaksi dengan intensitas yang sering dengan upaya bahwa cara tersebut dapat mencapai tujuan yang efektif dan efisien. Unsur-unsur yang diperlukan dalam suatu kelompok yang dinamis yaitu mencakup tujuan kelompok, struktur kelompok, fungsi dan tugas kelompok, pembinaan dan pemeliharaan kelompok, kekompakan kelompok, suasana kelompok, tekanan kelompok, dan efektivitas kelompok (Yunasaf, 2008). Manajemen reproduksi ditingkat peternak dilakukan bersama dengan peternak lain yang tergabung dalam kelompok.
Dalam kelompok tersebut
meliputi pembagian tugas berdasarkan unit-unit yang telah ditentukan.
Hal
tersebut merupakan salah satu komponen dalam dinamika yang ada di kelompok.
7
Manajemen reproduksi yang baik pada kategori tinggi akan ditunjang pula dengan dinamika kelompok yang dinamis pada kategori tinggi. Suatu manajemen dijalankan oleh kelompok peternak sehingga secara teoretis kelompok yang dinamis menjadi pendukung dalam pengelolaan manajemen reproduksi ternak.
Potensi Ternak Kerbau : 1. Tenaga Kerja 2. Pedaging 3. Susu
Kelompok Peternak
Pola Pemeliharaan Kerbau
Manajemen Reproduksi Ternak : 1. Pola Kelola Reproduksi 2. Sanitasi dan Pencegahan Penyakit 3. Pengetahuan Peternak
Pengelolaan Manajemen Reproduksi Ternak yang Baik
Ilustrasi 1. Alur Kerangka Pemikiran
Dinamika Kelompok : 1. Kepemimpinan Ketua 2. Tujuan Kelompok 3. Struktur Kelompok 4. Fungsi dan Tugas 5. Kekompakan Kelompok 6. Pembinaan dan Pemeliharaan Kelompok 7. Suasana Kelompok
8
1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Panggarangan, Kecamatan Cileles, dan Kecamatan Cikulur Kabupaten Lebak Provinsi Banten.