Jurnal Ternak, Vol. 04, No. 02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
ISSN 2086 - 5201
JURNAL TERNAK JURNAL ILMIAH FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN
Edy Susanto Peningkatan Spektrum Antibakteri Lisozim Putih Telur dengan Modifikasi Thermal Mufid Dahlan, Wardoyo dan Handoko Prasetyo Suplay Produksi Bahan Kering Jerami Kangkung Sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia Di Kabupaten Lamongan ( Studi Musim Tanam MK II Tahun 2012 ) Nuril Badriyah dan M. Ubaidillah Pengaruh Frekuensi Penyemprotan Desinfektan Pada Kandang Terhadap Jumlah Kematian Ayam Broiler Edy Susanto dan Suliswanto Pengaruh Berat Telur terhadap Daya Tetas Telur Ayam Kampung
Desember 2013 Volume : 04, Nomor : 02
A L A M A T R E D A K S I : K A M P U S P U S A T U N I S L A ,i J L . V E T E R A N N O . 5 3 A L A M O N G A N TELP / FAX (0322) 324706, WEBSITE : HTTP://WWW.JURNALTERNAK.WORDPRESS.COM
Jurnal Ternak, Vol. 04, No. 02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
JURNAL TERNAK JURNAL ILMIAH FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN Jurnal Ilmiah Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan diterbitkan sebagai media penyampaian ilmu, teknologi dan informasi ilmiah di bidang peternakan. Jurnal ini memuat tulisan berupa hasil penelitian, hasil pengabdian masyarakat, kajian pustaka dan atau review jurnal yang diterbitkan secara berkala 2 kali dalam setahun (juni – desember)
Editor Pengelolah Ir. Wardoyo, M.MA Edy Susanto, S.Pt, M.P. Ir. Mufid Dahlan, M.MA Dewan Editor Ilmiah Prof. Dr. Ir. Ifar Subagiyo, M.Agr.St, F.Peternakan UB Firman Jaya, S.Pt, M.P., F. Peternakan UB
Alamat Redaksi Kampus Pusat UNISLA, Jl. Veteran 53A Lamongan, Telp/Fax (0322) 324706, Website : http:/www.jurnalternak.wordpress.com
i
Jurnal Ternak, Vol. 04, No. 02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
DAFTAR ISI
1. Peningkatan Spektrum Antibakteri Lisozim Putih Telur dengan Modifikasi Thermal Edy Susanto ............................................................................................................1 2. Suplay Produksi Bahan Kering Jerami Kangkung Sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia Di Kabupaten Lamongan ( Studi Musim Tanam MK II Tahun 2012 ) Mufid Dahlan, Wardoyo dan Handoko Prasetyo ..................................................11 3. Pengaruh Frekuensi Penyemprotan Desinfektan Pada Kandang Terhadap Jumlah Kematian Ayam Broiler Nuril Badriyah dan M Ubaidillah ............................................................................22 4. Pengaruh Berat Telur terhadap Daya Tetas Telur Ayam Kampung Edy Susanto dan Suliswanto ..................................................................................27
ii
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
3
Peningkatan Spektrum Antibakteri Lisozim Putih Telur dengan Modifikasi Thermal Edy Susanto *
*
Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan, Jl.Veteran 53 A, Lamongan, Indonesia Abstrak
Tujuan penelitian untuk mengetahui Pengaruh modifikasi thermal terhadap peningkatan spektrum antibakteri lisozim putih telur khususnya pada bakteri gram negatif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap o o o (RAL) yaitu perlakuan suhu 40 C, 45 C, dan 50 C selama 20 menit dan kontrol yang masing-masing diulang 3 kali. Variabel yang diamati meliputi aktivitas lisozim, recovery lisozim dan aktivitas spesifik lisozim pada M.lysodeikticus dan E.coli, MIC dan berat molekul fraksi protein. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modifikasi thermal dengan perlakuan suhu yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap peningkatan o spektrum antibakteri lisozim putih telur. Perlakuan suhu 50 C selama 20 menit pada ekstrak lisozim putih telur memberikan hasil penghambatan tertinggi yaitu 12,92% terhadap bakteri gram negatif E.coli dengan Konsentrasi 1,18 mg/ml. Kata Kunci : Lisozim Putih telur, Modifikasi Thermal PENDAHULUAN Lisozim merupakan salah satu ingredient pengawet makanan yang aman (Lesnierowski dan Kijowski, 2007). Kajian Susanto (2012) menyebutkan bahwa lisozim digunakan untuk pengawetan makanan karena kemampuannya sebagai antibakteri (Vachier et al., 1995 ; Saravanan, Shanmugam, Preethi, Sathish, Anand, Amitesh, dan Devadoss, 2009). Lisozim utamanya banyak ditemukan di putih telur ayam dan bisa dibuat dalam skala komersial sebagai preparat yang mengandung aktivitas biologi (Lesnierowski dan Kijowski, 2007). Produksi telur di dunia sangat besar yaitu mencapai 61.111.000 ton (Belitz, Grosch, dan Schieberle, 2009). Sehingga produksi lisozim putih telur sangat potensial dikembangkan dalam skala industri. Lisozim mempunyai aktivitas antibakteri yaitu menghidrolisis ikatan β-1,4 dari homopolimer N-asetilglukosamin (Glc Nac) dan heteropolimer asam muramik Glc Nac-N-Asetil, yang melisis sel bakteri gram positif (Araki et al., 2003 ; Saravanan et al., 2009). Aktivitas antimikroba lisozim terbatas terhadap strain gram positif, padahal selama ini mikroorganisme yang banyak mengkontaminasi pangan asal ternak disebabkan oleh bakteri gram negatif. Perlakuan pemanasan (thermal) bisa mengakibatkan perubahan konformasi molekul lisozim, yaitu memunculkan gugus hidrofobik ke permukaan lisozim. Perubahan ini dapat meningkatkan kemampuan lisozim untuk menempel ke lipopolisakarida bakteri gram negatif (Radziejewskar dan Kijowski, 2003). Modifikasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan spektrum antibakteri lisozim terhadap bakteri gram negatif. MATERI DAN METODE Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Putih telur ayam Ras berumur 1 tahun, asam asetat 1 N (Merck), NaCl (Merck), KCL (Merck) , NH4Cl (Merck), Buffer Phosphat (Na2HPO4 0,1 N) (Merck), Silica (SiO2) (PT.Panadia Corporation Indonesia), Aquadest, 30% bis-akrilamid (Merck), 1M HCL pH 6,8 (Merck), 1M tris HCL pH 8,8 (Merck), Aquabidest, 10% APS (Merck), 10% SDS (Merck), TEMED (Merck), Coomasie blue R-250 (Merck), Methanol (Merck), aquadest, asam asetat glasial (Merck), Gliserol 50% (Merck), Bromophenol blue 1% (Merck), Kultur bakteri : Micrococcus lysodeikticus (Sigma), E-coli (Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya) dan buffer fosfat (pH 6,24) dari NaH2PO4 (Merck) dan Na2HPO4 (Merck), Pepton (Oxoid), NB (Oxoid), NA (Oxoid), Vegetable Pepton Broth (Oxoid) dan Vegetable Pepton Agar (Oxoid). Lysozyme 0.1 mg/mL (Sigma Chemical), NaCl (Merck), Coomassie Blue G-250 (Merck), ethanol 95% (Merck) dan asam fosfat (H3PO4) 85% (Merck). Alat
3
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
4
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Erlenmeyer (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), beaker glass (Pyrex), pengaduk (Pyrex), pipet (Pyrex), petridish (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), aluminium foil, kertas whatman no.1, analitical balance (Mettler PM 200 Switzerland), Vortex (Janke 43480), refrigerated (Panasonic), magnetic stirrer 3,5 cm (Labinco), centrifuge Refrigerated Mikro 22 R (Hettich) , dan pH meter CG.818T (Schoot Gerate), Water bath digital tipe J.26, Seperangkat alat SDS-PAGE (Bio-Rad Mini Protean 3), eppendorf, micropippet 10µl - 1000 µl (Hamilton syringe), beaker glass, blue tip, yellow tip, micropippet 10µl - 1000 µl (Hamilton syringe), kuvet, spektrofotometer UV-2100 (Unico), spektrofotometer nano drop (ND-1000). Metode Ekstraksi lisozim dari putih telur Ektraksi lisozim dilakukan dengan cara menyiapkan 20 ml putih telur lalu ditambahkan asam asetat 1 N untuk mengatur tingkat pH sesuai perlakuan. Kemudian ditambahkan beberapa jenis dan konsentrasi garam sesuai perlakuan sebanyak 3 kali volume putih telur dan distirer selama 15 menit. Silica (SiO2) ditambahkan sebanyak 0,851 gr dan distirer selama 10 menit lalu di tambahkan 20 ml Buffer phosfat (NaH2PO4) dan distirer selama 5 menit. Kemudian dibiarkan semalam pada o suhu 4 C, setelah itu distirer selama 5 menit. Dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm o pada suhu 4 C selama 20 menit, kemudian diambil supernatannya untuk dianalisis (Susanto, et al., 2013). Metode Modifikasi Lisozim Modifikasi thermal dilakukan dengan cara menyiapkan aquadest ke dalam water bath 0 0 0 kemudian mengatur suhu pada display secara digital dengan perlakuan suhu 40 C, 45 C dan 50 C yang masing-masing diulang 3 kali. Sampel diambil sebanyak 5 ml lalu dimasukkan ke dalam waterbath selama 20 menit. sampel di dinginkan sesuai suhu ruang kemudian dianalisis (Susanto, et al., 2013). Metode Penentuan Aktivitas Lisozim Membuat suspensi M.lysodeikticus dan E.coli dengan cara mencampur suspensi bakteri ke dalam 0,067 M Buffer Phosfat (pH 6,24). Kemudian diambil sebanyak 2,98 ml dan dimasukkan kedalam kuvet, lalu di spektrofotometer dengan absorbansi panjang gelombang 450 nm (A 450) hingga terbaca angka 0,6 – 0,7 di display alat. Suspensi yang telah terukur tersebut diambil sebanyak 2,98 ml dan dimasukkan kedalam kuvet, kemudian ditambahkan 20µl sampel ekstrak lisozim dan di campur hingga merata, kemudian dispektrofotometer dengan absorbansi panjang gelombang 450 nm (A 450). Angka yang muncul di display alat dicatat pada 0 detik, 30 detik, 60 detik, 90 detik dan 120 detik. Penurunan absorbansi pada Panjang gelombang 450 nm (DA 450) dari 0,001/min dicatat sebagai 1 unit aktivitas enzim dengan satuan units/ml, dihitung dengan rumus : Aktivitas Lisozim (U/ml) = (Slope A.450/min) / 0,001/min x 0,02 ml) (Jiang, Wang dan Chang, 2001). Metode Penentuan Aktivitas Spesifik Lisozim Aktivitas spesifik lisozim dihitung dengan membagi aktifitas lisozim dengan kadar protein sampel, dengan rumus : Aktivitas Spesifik Lisozim (U/mg) = (U/ml) / (protein mg/ml) (Jiang et al., 2001). Metode Penentuan Recovery Lisozim Recovery lisozim didefinisikan sebagai banyaknya enzim yang didapat setelah proses ekstraksi (Chou dan Chiang, 1998) dengan rumus : Recovery Lisozim (%) = aktivitas lisozim setelah Ekstraksi x 100 aktivitas lisozim sebelum ekstraksi Metode Penentuan MIC MIC terhadap Micrococcus lysodeicticus dan E-coli ditentukan dangan metode kontak (Radiati, 2002 dan Sulandari, 2010). Metode Penentuan Berat Molekul Fraksi Protein Berat molekul fraksi protein ekstrak lisozim ditentukan dengan SDS-PAGE (Lesnierowski, Kijowski, dan Stangierski, 2003).
Analisis Data
4
ISSN 2086 - 5201
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013 5
Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan analisis ragam (ANOVA), apabila terdapat perbedaan antara perlakuan maka dilakukan dua uji lanjutan. yaitu Uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) (Yitnosumarto, 1993). Perhitungan data dilakukan dengan program Microssoft Excel 2007, dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS Versi 16.0. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Modifikasi Thermal pada Ekstrak lisozim terhadap M.lysodeikticus Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa ekstrak lisozim putih telur hasil modifikasi o o o thermal dengan perlakuan suhu 40 C, 45 C dan 50 C selama 20 menit dan kontrol tidak berpengaruh secara nyata (P>0,05) terhadap aktivitas lisozim, recovery lisozim dan aktivitas spesifik lisozim yang diujikan pada bakteri grampositif M.lysodeikticus. Rerata hasil tersebut bisa dilihat pada tabel 1 dan perbedaan reratanya disajikan dalam gambar 1. Tabel 1.
Rerata Pengaruh Modifikasi Thermal terhadap Aktivitas Lisozim, Recovery Lisozim, Aktivitas Spesifik Lisozim yang diujikan pada M.lysodeikticus. Rerata Aktivitas Spesifik Lisozim (U/mg)
Perlakuan
Aktifitas lisozim (U/menit)
Kontrol
45504688,16a
85,02r
4084801,45n
11,14v
0
a
r
n
Recovery Lisozim (%)
Kadar protein (mg/ml)
Suhu 40 C
52680475,76
83,47
4728947,55
11,14v
Suhu 450 C
41737646,92a
66,13r
3746646,94n
11,14v
Suhu 500 C
28723013,02a
45,51r
2578367,42n
11,14v
Keterangan :
Superskript yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05)
aktivitas lisozim (x100.000 U/mnt) recovery lisozim (%)
600 500 400 300 200
aktivitas spesifik lisozim (x10.000 U/mg) kadar protein(%)
100 0 kontrol
40 C
45 C
50 C
Gambar 1. Perbandingan Rerata Pengaruh Modifikasi Thermal terhadap Aktivitas Lisozim, Recovery Lisozim, Aktivitas Spesifik Lisozim yang diujikan pada M.lysodeikticus
5
ISSN 2086 - 5201
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013 6
. Tabel 1 dan gambar 1 menunjukkan bahwa rerata aktivitas lisozim, recovery lisozim dan aktivitas spesifik lisozim yang diujikan pada M.lysodeikticus akan semakin menurun dengan naiknya perlakuan suhu meskipun penurunan tersebut tidak berbeda secara nyata (P>0,05). o Rerata tertinggi aktivitas lisozim diperoleh dari perlakuan suhu 40 C yaitu sebesar 52680475,76 0 0 U/menit. Terjadi penurunan recovery lisozim sebesar 19% pada kenaikan suhu 45 C menuju 50 C. o Rerata tertinggi aktivitas spesifik lisozim juga diperoleh dari perlakuan suhu 40 C yaitu sebesar 4728947,55 U/mg dan semakin menurun dengan meningkatnya perlakuan suhu. Modifikasi thermal pada lisozim menyebabkan terjadinya 50-70 % oligomer dan lebih dari 40 % dimer pada molekul enzim. Denaturasi panas lisozim dapat menyebabkan penurunan aktivitas lisozim terhadap bakteri gram positif tetapi memperbaiki aktivitas nya terhadap bakteri gram negatif (Ibrahim et al. 1994 ; Ibrahim, 1998 ; Lesnierowski et al. 2013). MIC Ekstrak Lisozim Hasil Modifikasi Thermal terhadap M.lysodeikticus Uji penghambatan terhadap M.lysodeikticus menunjukkan bahwa penghambatan terbesar o diperoleh dari perlakuan suhu 40 C. Hal ini sesuai dengan variabel sebelumnya yaitu aktivitas lisozim, recovery lisozim dan aktivitas spesifik lisozim yang menunjukkan hasil serupa. Hasil penentuan konsentrasi penghambatan minimum (MIC) ekstrak lisozim tersebut disajikan pada tabel 2. Tabel 2. MIC Ekstrak Lisozim Hasil Modifikasi Thermal terhadap M.lysodeikcticus
Perlakuan
40oC
Jumlah koloni (Cfu/ml)
Penghambatan ( %)
Volume ekstrak (ml)
Kultur Bakteri (ml)
Vagetable pepton (ml)
Volume akhir (ml)
Konsentrasi Ekstrak (mg/ml)
awal
Kontak 24 jam
0,2
1
3,8
5
0,12
4,8 x 10⁴
1,6 x 10⁴
66,56
0,5
1
3,5
5
0,29
2,1 x 10⁵
TBUD
TBUD
1
1
3
5
0,59
3,9 x 10⁴
6,9 x 10³
82,08
1,5
1
2,5
5
0,88
3,3 x 10⁴
4,8 x 10³
85,38
2
1
2
5
1,18
2,7 x 10⁴
2,0 x 10³
92,64*
Keterangan. * : MIC, TBUD : tidak dapat untuk dihitung Tabel 2 menunjukkan bahwa penghambatan ektrak lisozim hasil modifikasi thermal akan semakin meningkat dengan penambahan konsentrasinya. Konsentrasi penghambatan minimum 0 (MIC) ekstrak lisozim perlakuan suhu 40 C terhadap M.lysodeikticus adalah 1,18 mg/ml dengan menghasilkan persentase penghambatan sebesar 92,64 %. Penelitian Lesnierowski, Radziejewska dan Kijowski (2001) menunjukkan bahwa 0,5 mg/ml konsentrasi ekstrak lisozim hasil modifikasi thermal mampu menghambat 32% bakteri gram positif M.lysodeicticus. Peningkatan sifat hidrofobisitas permukaan lisozim berkaitan dengan perubahan konformasi yang berperan dalam peningkatan aktifitas antimikroba pada lisozim yang telah dimodifikasi (Ibrahim et al, 1996). Jika residu lisis dari lisozim bereaksi dengan aldehid fenolik, fenilaldehid, maka molekul lisozim mengalami perubahan konformasi dan aktivitas antimikrobanya meningkat baik terhadap bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif (Ibrahim et al, 1994). Pengaruh Modifikasi Thermal pada Ekstrak Lisozim terhadap E.coli Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa ekstrak lisozim putih telur hasil modifikasi o o o thermal dengan perlakuan suhu 40 C, 45 C dan 50 C selama 20 menit dan kontrol memberikan pengaruh perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap aktivitas lisozim, recovery lisozim dan aktivitas spesifik lisozim yang diujikan pada bakteri gram negatif E.coli. Rerata hasil tersebut bisa dilihat pada tabel 3 dan perbandingan reratanya disajikan dalam gambar 2.
6
ISSN 2086 - 5201
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013 7
Tabel 3. Rerata Pengaruh Modifikasi Thermal terhadap Aktivitas Lisozim, Recovery Lisozim, Aktivitas Spesifik Lisozim yang diujikan pada E.coli Rerata Aktifitas lisozim (U/menit)
Recovery Lisozim (%)
Aktivitas Spesifik Lisozim (U/mg)
Kadar protein (mg/mL)
Kontrol
107182907,27a
100,00r
9621445,89n
11,14v
Suhu 400 C
389827113,63a
363,70r
34993457,24n
11,14v
Suhu 450 C
326171705,94a
304,31r
29279327,28n
11,14v
Suhu 500 C
502927624,92b
469,22s
45146106,37m
11,14v
Perlakuan
Keterangan :
Superskript huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0.01)
aktivitas lisozim (x100.000 U/mnt)
6000 5000
recovery lisozim (%)
4000 3000
aktivitas spesifik lisozim (x10.000 U/mg)
2000 1000 0 kontrol
40 C
45 C
50 C
kadar protein (mg/ml)
Gambar 2. Perbandingan Rerata Pengaruh Modifikasi Thermal terhadap Aktivitas Lisozim, Recovery Lisozim, Aktivitas Spesifik Lisozim yang diujikan pada E.coli Berdasarkan Tabel 3 dan gambar 2 diketahui bahwa rerata aktivitas lisozim, recovery lisozim dan aktivitas spesifik lisozim yang diujikan pada E.coli akan semakin meningkat dengan naiknya perlakuan suhu. Rerata tertinggi aktivitas lisozim recovery lisozim dan aktivitas spesifik lisozim o diperoleh dari perlakuan suhu 50 C yaitu masing-masing sebesar 502927624,92 U/menit, 469,22 % dan 45146106,37 U/mg. Terjadi interaksi oligomer lisozim dengan membran sel bakteri gram negatif sehingga terjadi peningkatan permukaan hidrofobisitas lisozim (Lesnierowski et al. 2013). o Peningkatan permukaan hidrofobisitas larutan protein putih telur terjadi diatas temperatur 50 C (Plancken et al. 2006 ; Thammarat et al. 2011). Peningkatan aktivitas lisozim pada bakteri gram negatif juga diduga disebabkan adanya polimerasi lisozim akibat peningkatan suhu (Lesnierowski, Radziejewska dan Kijowski, 2001). Penelitian lainnya menyebutkan bahwa modifikasi thermal terhadap lisozim dapat membentuk total polimer 27,2 %, monomer 72,2 % dimer 27,2 % dan trimer 0 % yang bersifat irreversible. MIC Ekstrak Lisozim Hasil Modifikasi Thermal terhadap E.coli 0 Berdasarkan Uji penghambatan terhadap E.coli diketahui bahwa perlakuan suhu 50 C menghasilkan persentase penghambatan yang paling besar. Rerata tertinggi variabel sebelumnya yaitu aktivitas lisozim, recovery lisozim dan aktivitas spesifik lisozim juga diperoleh dari perlakuan 0 suhu 50 C. Hasil penentuan konsentrasi penghambatan minimum (MIC) ekstrak lisozim tersebut disajikan pada tabel 4.
7
ISSN 2086 - 5201
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013 8
Tabel 4. MIC Ekstrak Lisozim hasil modifikasi thermal terhadap E.coli
Perlakuan
o
50 C
Volume ekstrak (ml)
Kultur Bakteri (ml)
Vagetable pepton (ml)
Volume akhir (ml)
Konsentrasi Ekstrak (mg/ml)
0,2 0,5 1 1,5 2
1 1 1 1 1
3,8 3,5 3 2,5 2
5 5 5 5 5
0,12 0,29 0,59 0,88 1,18
Jumlah koloni (Cfu/ml) awal 2,8 x 10⁵ 3,0 x 10⁵ 3,0 x 10⁵ 3,1 x 10⁵ 3,1 x 10⁵
Kontak 24 jam 2,7 x 10⁵ 2,8 x 10⁵ 2,9 x 10⁵ 2,8 x 10⁵ 2,7 x 10⁵
Penghambatan ( %) 5,11 7,14 7,76 9,72 12,92
Keterangan : tidak ada yang mencapai penghambatan ≥ 90% Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa secara umum hasil uji penghambatan ekstrak lisozim hasil modifikasi thermal terhadap E.coli belum mencapai MIC (≤ 90%). Persentase penghambatan terhadap E.coli akan semakin tinggi dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak lisozim. Hasil o penghambatan tertinggi diperoleh dari ekstrak lisozim perlakuan suhu 50 C dengan konsentrasi 1,18 mg/ml yaitu sebesar 12,92 %. Aktifitas antimikroba dari lisozim dapat dirubah menjadi aktif terhadap bakteri gram negatif melalui genetik peptide hidrofobik ke terminal C lisozim (Ibrahim et al, 1994). Aktivitas bakteriolitik lisozim terhadap bakteri gram negatif melalui perusakan fungsi antara gugus fosfat dari fosfolipid dengan lipopolisakarida di membran luar bakteri gram negatif (Ibrahim et al., 1994). Hasil Penelitian ini membuktikan bahwa modifikasi thermal lisozim putih telur dapat meningkatkan spektrum antibakteri utamanya pada bakteri gram negatif E.coli. Profil Fraksi Protein Ekstrak Lisozim Hasil Modifikasi Thermal Berdasarkan hasil perhitungan berat molekul diketahui bahwa perlakuan suhu yang berbeda tidak menyebabkan perbedaan pita protein yang diperoleh. Hal ini sama dengan pita protein yang muncul pada proses sebelumnya yaitu perlakuan jenis dan konsentrasi garam.Profil fraksi protein hasil modifikasi thermal dapat dilihat pada gambar 3. 1
2
3
4
M 260 kDa
70 kDa 50 kDa 40 kDa 35 kDa
15 kDa 14,6 kDa
10 kDa
o
o
Keterangan: M = Marker, 1 = Perlakuan suhu 0 C, 2 = Perlakuan suhu 40 C, 3 = Perlakuan suhu o o 45 C, 4 = Perlakuan suhu 50 C Gambar 6. Profil Fraksi Protein Ekstrak Lisozim Hasil Modifikasi Thermal Gambar 6 menunjukkan bahwa terdapat 3 fraksi protein yang mempunyai berat molekul 78,5 kDa, 54,8 kDa dan protein target dengan berat molekul 14,6 kDa. Munculnya protein non lisozim akibat adanya bentuk polimer lisozim (Lesnierowski, Kijowski dan Stangierski, 2003). Teknik ektraksi dengan silica (SiO2) yang dimodifikasi secara thermal tidak menyebabkan hilangnya protein lisozim. Molekul lisozim terdiri dari empat ikatan disulfida (S – S), hal ini yang
8
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
9
menyebabkan lisozim stabil pada suhu tinggi, bersama dengan enam bagian helix (Lesnierowski, Radziejewska dan Kijowski, 2001). KESIMPULAN Modifikasi thermal dengan perlakuan suhu yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata o (P<0,05) terhadap peningkatan spektrum antibakteri lisozim putih telur. Perlakuan suhu 50 C selama 20 menit pada ekstrak lisozim putih telur memberikan hasil penghambatan tertinggi yaitu 12,92% terhadap bakteri gram negatif E.coli dengan Konsentrasi 1,18 mg/ml. REFERENSI Belitz, H. D., W. Grosch, and P. Schieberle, 2009. Eggs. Food Chemistry © Springer. Chou, S. T., and B. H. Chiang, 1998. Reversed Micellar Extraction of Hen Egg Lysozyme. J. Food Sci. 63 (3) : 399-402. Ibrahim, H.R., H. Hatta, M. Fujiki, M. Kim and T. Yamamoto, 1994. Enhanced Antimicrobial Action of Lysozyme Against Gram-Negative Bacteria Due to Modification Penilaldehid. J.Agric Food Chem. 42 : 1813-1817 .
, H.R., S.Highasiguchi, M.Koketsu, L.R.Juneja, M.Kim., T.Yamamoto, Y.Sugimoto, and T.Aoki, 1996. Partially Unfolded Lysozyme at Neutral pH Aglutinates and Kills GramNegative and Gram-Positive Bacteria Through Membrane Damage Mechanism. J.Agric Food Chem. 44 : 3799-3806
Jiang, C. M., M. C. Wang, W. H. Chang, and H. M. Chang, 2001. Isolation of Lysozyme from Hen Egg Albumen by Alchohol-Insoluble Cross-Linked Pea Pod Solid Ion-Exchange Chromatography. J. Food Sci. 66 (8) : 1089-1092. Lesnierowski, G., and J. Kijowski, 2007. Lysozyme. Bioactive Egg Compounds. © Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Lesnierowski, G., J. Kijowski, and J. Stangierski, 2003. DCS, SDS-PAGE and Spectrophotometry for Charactization of Modified Lysozyme. Electronic Journal of Polish Agric.Universities. J. Food Sci. and Tech. 6.(1) Lesnierowski, G., C. Radziejewska, and J. Kijowski, 2001. Antibacterial Activity of Thermally modified Lysozime. Electronic Journal of Polish Agric.Universities. J. Food Sci. and Tech. 4 (2). Lesnierowski G., Borowiak R., C. Radziejewska and J. Stangierski, 2013. Resorcinol as Protective Agent in Thermo-Chemical Modification of Lysozyme Department of Food Quality Management, Faculty of Food Science and Nutrition. Poznan University of Life Sciences. Wojska Polskiego. Poland Radiati, L.E. 2002. Penghambatan Bakteri Enteropatogen oleh Ekstrak Dikloro-Metan Jahe. Jurnal Habitat. Vol. 13 (2): 81-91. Radziejewska, C., G. Lesnirowski, and J. Kijokowski, 2003. Antibacterial Activity of Lysozyme Modified by The Membrane Technique. Electronic Journal of Polish agricultural Universities. J. Food sci. and Tech. 6 (2). Saravanan, R., A. Shanmugam, A. Preethi, K. D. Sathish, K. Anand, S. Amitesh, and F. R. Devadoss, 2009. Studies on isolation and partial purification of lysozyme from egg white of the lovebird (Agapornis species). African J. Biotech. 8 (1) : 107-109. Sulandari, Lilis, 2010. Pengujian Aktivitas Antimikroba dengan Metode Kontak Ekstrak Biji Keluwak (Pangium Edule) Terhadap Bakteri Eschericia coli dan Staphylococcus aureus. Jurnal Boga dan Gizi Universitas Negeri Surabaya. Vol. 6 (1). Susanto E., 2012. Kajian Ektraksi Lisozim Putih Telur dengan menggunakan Mika. J. Ternak Fakultas Peternakan UNISLA Vol.3 No.2 : 19-23 Thammarat K., Soottawat B., and Wonnop V., 2011. Effect of NaCl on thermal aggregation of egg white proteins from duck egg. J. Food Chem. 125: 706–712.
9
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
10
Yitnosumarto, S., 1993. Percobaan Rancangan Analisis dan Interpretasinya. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
10
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
11
SUPLAY PRODUKSI BAHAN KERING JERAMI KANGKUNG SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK RUMINANSIA DI KABUPATEN LAMONGAN ( STUDI MUSIM TANAM MK II TAHUN 2012 ) Mufid Dahlan*, Wardoyo* dan Handoko Prasetyo* a*
Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan, Jl.Veteran 53 A, Lamongan, Indonesia Abstrak
Kabupaten lamongan merupakan salah satu penghasil bahan kering jerami kangkung darat yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai sentra penghasil jerami kangkung terbasar di tingkat regional, dan memiliki peranan sebagai salah satu penopang kebutuhan pakan ternak ruminansia ditingkat regional maupun luar daerah pada musim kemarau. Metode yang digunakan adalah survey, teknik pengambilan sampel dengan stratified random sampling. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah total jumlah suplay produksi bahan kering jerami kangkung sebesar 12.697,61 ton ( BK udara ) atau 10.665,99 ton ( BK oven ) dengan rata – rata produktifitas 2,05 ton/ha dari luas lahan 3.947 ha. Skema ( rantai ) suplay bahan kering jerami kangkung adalah 41,25 % untuk pakan ternak ruminansia milik pribadi, dan 58,75 % dijual ke tengkulak dengan selanjutnya dijual ke peternak diluar wilayah Kabupaten Lamongan. Kata Kunci : Suplay Bahan Kering, Jerami Kangkung, Pakan Ruminansia
PENDAHULUAN Jerami kangkung berfungsi sebagai sumber bahan pakan yang dapat di manfaatkan oleh peternak untuk ruminansia besar maupun ruminansia kecil selain rumput lapangan, jerami padi, dan jerami polowijo yang tersedia di kabupaten lamongan. Berdasarkan informasi dari beberapa peternak, dapat diketahui bahwa jerami kangkung diperoleh dari hasil panen bisa di simpan sebagai cadangan bahan pakan, dan di salurkan sebagai ransum dengan cara di campur dengan jenis bahan lainnya. Beberapa peternak wilayah penghasil kangkung darat menyatakan bahwa jerami kangkung darat merupakan jenis yang disukai ternak ruminansia, sehingga diminati para petani peternak baik untuk konsumsi lokal maupun daerah lain, sehingga komoditi ini bisa di perdagangkan baik untuk konsumsi secara regional maupun luar daerah kabupaten, bahkan luar provinsi.Namun demikian, karena banyak diminati sebagai bahan pakan ternak, belum diketahui seberapa jauh rekomendasi penggunaanya sebagai campuran pakan ternak maupun seberapa besar jerami kangkung darat dapat diketahui produktivitas maupun produksinya setiap periode panen di kabupaten lamongan. Jerami kangkung darat masih diminati peternak sebagai ransum ruminansia, maka diharapkan produksi kangkung darat perlu terus dikembangkan setinggi mungkin untuk dimanfaatkan jeraminya sebagai pakan kata lain bahwa jerami kangkung darat yang mempunyai kualitas lebih baik justru merupakan subtitusi jenis pakan lainnya, mengingat seperti rumput alam yang semakin menyempit arealnya karena adanya penekanan oleh petani dianggap sebagai gulma yang mengganggu usaha pertanian sehingga dikuatirkan terjadi kelangkaan pakan rumput secara alami dan berakibat melemahnya usaha peternakan di tingkat petani. Jenis pakan yang diberikan pada ternak beragam, khususnya kangkung darat yang dipengaruhi oleh komposisi botani sehingga kontribusi persatuan luas terjadi suatu perbedaan, maka pengukuran produksi dengan menentukan berat kering yang ada merupakan cara yang paling obyektif untuk mengevaluasi produksi bahan kering ( BK ) jenis tanaman kangkung darat pada lahan pertanian di kabupaten lamongan. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai dasar kebijaksanaan pengelolaan pakan dalam rangka meningkatkan ketersediaan jerami kangkung darat di kabupaten lamongan. Kabupaten lamongan merupakan salah satu penghasil bahan kering jerami kangkung darat yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai sentra penghasil jerami kangkung terbasar di tingkat regional, dan memiliki peranan sebagai salah satu penopang kebutuhan pakan ternak ruminansia ditingkat regional maupun luar daerah pada musim kemarau. Kangkung biasa ditanam di musim kemarau kedua (MK II) pada setiap tahunnya, namun hingga saat ini belum diketahui secara pasti berapa jumlah dan skema (rantai) suplay produksinya sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jumlah dan skema (rantai) suplay produksi bahan kering jerami kangkung yang ada di kabupaten lamongan, khususnya pada MK II tahun 2012.
11
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
12
MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lamongan pada 5 Kecamatan yang merupakan sentra produksi kangkung yaitu Kecamatan Kembangbahu, Tikung, Sarirejo, Mantup dan Sambeng, Kabupaten Lamongan. Adapun waktu dan pelaksanaan yakni dimulai tanggal 5 Mei 2013 sampai dengan 26 Juli 2013. Materi Penelitian Materi penelitian ini adalah tanaman kangkung darat pada areal pertanian lahan kering atau tadah hujan pada masa tanam (MK II) tribulan III-IV berupa jerami kangkung darat kering udara dengan jumlah sampel 2 dari 5 kecamatan, dan 40 orang responden petani peternak yang menanam kangkung darat. Selanjutnya dilakukan uji laboratorium untuk mengetahui hasil analisis proksimat bahan kering (BK). Metode Penelitian Penelitian merupakan proses penemuan kebenaran yang dijabarkan dalam bentuk kegiatan yang sistematis dan berencana dengan dilandasi metode ilmiah (Sugiyono, 2006) dalam (Novi, 2010). Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif karena memberikan uraian mengenai hasil penelitian yang di muat dalam suatu analisis yang terkait dengan hasil penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei , dimana metode survei adalah pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui obyek yang akan di teliti (Arikunto, 2006) dalam (Wahyuni, 2010). Dengan deskriptif variabel yang dipelajari adalah suplay produksi bahan kering yang meliputi kualitas dan kuantitas bahan kering. Pada penelitian deskriptif, taraf analisisnya hanya sampai pada penggunaan statistik-statistik deskriptif misalnya parameter rata-rata, modus, total dan persentase (Fanani, 2000) dalam (Novi 2011). Statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah distribusi frekuensi yang terdiri dari parameter rata-rata, total dan persentase. Metode sampling ( Teknik Pengambilan Sampel ) Observasi pra penelitian Mula-mula dilakukan observasi pra penelitian berupa wawancara antara tanggal 15 april sampai 30 april, dengan dinas pertanian, perkebunan dan kehutanan kabupaten lamongan. Dilanjutkan dengan observasi lapangan dengan melihat adanya tanaman kangkung dan hewan ternak untuk mengetahui apakah mereka memanfaatkan jerami kangkung, maka diketahui ada lima kecamatan yang menanam tanaman kangkung yaitu kecamatan kembangbahu, tikung, sarirejo, mantup dan sambeng. Teknik Pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik proporsional stratified random sampling teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/ unsur yang tidak homogen dan tidak berstrata secara proporsional ( Sugiono, 2007 ). Penentuan desa lokasi Berdasarkan hasil tersebut maka dari lima kecamatan dipilih secara acak 4 desa dari kecamatan kembangbahu, 3 desa dari kecamatan tikung, 1 desa dari kecamatan sarirejo, 1 desa dari kecamatan mantup dan 1 desa dari kecamatan sambeng. Masing-masing kecamatan dipilih 8 orang petani peternak sebagai sumber untuk mengetahui luas lahan dan produksi jerami kangkung kering udara. Adapun desa-desa yang terpilih seperti tertera pada tabel 2. : Tabel 2. Desa lokasi penelitian di lima kecamatan. No. Kecamatan 1. Kembangbahu
2.
Tikung
3. 4.
Sarirejo Mantup
Desa Kembangbahu Randu bener Maor Lopang Balong wangi Boto putih Dukuh agung Dermo lemahbang Tugu Sumbergondang Dringu
5. Sambeng Sumber : Data primer yang diolah, ( 2013 ).
12
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
13
Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah obyek penelitian atau segala sesuatu yang menjadi tolak ukur dalam penelitian. Dalam penelitian ini, variabel penelitian terdiri atas suplay bahan kering yang meliputi kualitas, kuantitas dan karakteristik petani kangkung darat. Indikator penelitian merupakan suatu atribut dari sekelompok obyek yang diteliti, mempunyai variasi antara satu dan lainnya dalam kelompok tersebut. Variabel penelitian ini adalah : 1. Karakteristik petani (X1). Karakteristik petani adalah tingkah laku petani kangkung darat di kabupaten lamongan. Indikator-indikator karakteristik antara lain: a. Pertimbangan dalam menanam kangkung darat b. Pola tanam yang digunakan c. Metode pengeringan d. Manfaat lain tujuan menanam kangkung darat e. Cara budidaya tanaman kangkung darat f. Pengetahuan manfaat jerami kangkung untuk pakan ternak. 2. Kualitas Bahan kering Jerami Kangkung Darat (X2). Kualitas produk adalah hasil uji analisis proksimat sampel bahan kering jerami kangkung. Indikator-indikator kualitas antara lain : a. Bahan kering b. Protein kasar c. Lemak kasar 3. Produksi Bahan kering Jerami Kangkung darat (X3). Produksi bahan kering jerami kangkung adalah jumlah produksi bahan kering jerami kangkung yang dihasilkan. Indikator kuantitas adalah Produksi dan produktivitas bahan kering jerami kangkung darat. 4. Kalender Produksi Bahan Kering Jerami kangkung (X3). a. Waktu interval produksi. b. Kalender panen kangkung darat. Analisis Data Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis dengan statistik distribusi frekuensi sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Untuk menganalisis permasalahan ini digunakan metode deskriptif kualitatif yaitu menelaah hasil penelitian yang diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara dan kuisioner serta data sekunder sebagai pendukung data kuantitatif. Data yang telah dikumpulkan beserta analisisnya diuraikan dalam suatu tulisan ilmiah yang berbentuk narasi kemudian dari analisis yang telah dilakukan diambil suatu kesimpulan. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif yaitu analisis untuk membahas dan menerangkan hasil penelitian tentang berbagai gejala atas kasus yang dapat diuraikan dengan kalimat (Sugiono, 2006) dalam (Wahyuni, 2011). Bagian analisis ini akan membahas mengenai bentuk sebaran jawaban responden terhadap seluruh konsep yang diukur. Dari sebaran jawaban informan selanjutnya akan diperoleh satu kecenderungan jawaban informan terhadap jawaban masing-masing indikator yang akan didasarkan pada hasil rata-rata jawaban yang selanjutnya akan dihitung berdasarkan persentase setiap jawaban. HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah Tanaman Kangkung Darat di Kabupaten Lamongan. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, bahwa kangkung darat pertama kali dibawa ke lamongan antara tahun 1986 -1987, dibawa oleh orang Sulawesi yang bertemu dengan seorang warga asal dusun sumber gondang, desa sumber kerep kecamatan mantup bernama H.Sukadi. Mereka tertarik untuk mengembangkan benih kangkung darat untuk dijual kembali di Sulawesi. Tahun 1988-1989 biji kangkung darat dari lamongan dibawa kembali ke Sulawesi untuk ditanam kembali sebagai sayuran, tahun 1990 karena disukai tanaman sayuran kangkung tersebut kembali dikembangkan benihnya, Baru pada tahun 1992 petugas perusahaan PT. BISI mendatangi bapak H.Sukadi karena bisa mengembangkan tanaman kangkung darat di lamongan. Pada tahun tersebut perusahaan holtikultura tersebut meminta sampel pada beliau dan barulah
13
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
14
pada tahun 1994-1995 dilakukan kerja sama dengan PT.BISI dengan kontrak produksi 2000 ton, hal tersebut diperpanjang kontraknya pada tahun 1997-1998 dengan permintaan produksi sebesar 2000 ton lagi. Dengan perkembangan tersebut benih kangkung darat yang dikembangkan di kecamatan mantup akhirnya didaftarkan dan dipatenkan produknya bernama NIKOS JAYA dengan nama kk nanda 88 dan koko 88 sebagai satu-satunya produk benih kangkung darat asal kabupaten lamongan. Berikutnya warga desa mantup dikumpulkan dan disuruh menanam kangkung darat dan dibeli seharga 300 rupiah per kilogram, sekitar tahun 1986 sampai 1990 hasil panen dari kangkung tersebut pada waktu itu masih ditumbuk dengan lumpang/lesung untuk diambil bijinya, barulah pada tahun 1991-1992 dibuatlah mesin perontok bersama relasinya asal Kediri bernama pak hartono. Baru sekitar tahun 1998-2000 tanaman kangkung mulai berkembang dan diadopsi oleh petani sekitar kecamatan mantup dibantu penyuluhan dari bapak H.Sukadi. Sejak awal tahun 1986 sampai 1998 jerami kangkung hanya dibakar karena masyarakat beranggapan hewan ternak jika diberikan pakan jerami kangkung tersebut diduga menimbulkan kemajeran atau tidak bisa bunting, namun pada tahun 1998 bapak H.Sukadi mulai mencobakan jerami kangkung tersebut kepada hewan ternak dengan awal pemikiran yang positif dan ternyata hewan ternak tersebut cepat gemuk dan tetap produktif. Dari hasil tersebut akhirnya jerami kangkung mulai dijual ke luar daerah yaitu bojonegoro, jombang, dan Kediri, sedangkan petani peternak kabupaten lamongan baru menggunakannya sebagai pakan ternak setelah jerami kangkung darat sudah banyak digunakan di luar daerah kabupaten lamongan. Gambaran Umum Responden Responden Menurut Umur Perbedaan kondisi individu seperti umur seringkali berhubungan dan dapat memberikan perbedaan perilaku pengetahuan seseorang. Ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kematangan atau pengalaman dalam menjalankan usaha budidaya tanaman kangkung. Data tentang jumlah responden berdasarkan usia dapat dilihat dalam tabel 4 berikut : Tabel 4. Jumlah Responden Berdasarkan Umur No. Umur ( Tahun ) 1. 30-40 2. 41-50 3. > 50 Jumlah Sumber : Data primer yang diolah,( 2013 ).
Jumlah 5 17 18 40
Persentase 12,5 % 42,5 % 45 % 100%
Berdasarkan Tabel 4. dapat dijelaskan bahwa untuk umur responden yang terbanyak adalah berumur diatas 50 tahun sebanyak 18 orang atau 45%, diikuti dengan responden yang berumur antara 41 sampai 50 tahun sebanyak 17 orang atau 42,5%, dan yang paling sedikit berada pada umur antara 30 sampai 50 tahun sebanyak 5 orang atau 12,5%. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok umur 41 sampai 50 tahun keatas merupakan pelaku usaha tani yang lebih dominan mengelola lahan pertanian dibandingkan dengan ketertarikan minat untuk mengelola lahan pertanian pada kelompok umur 30 sampai 40 tahun, namun usia tersebut masih dalam usia produktif. Umur petani juga terkait dengan proses transfer dan adopsi inovasi teknologi, dimana petani-petani muda cenderung bersifat lebih progresif dalam proses transfer inovasi-inovai baru, sehingga mampu mempercepat proses alih teknologi. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekartawi (1993), bahwa petani-petani yang lebih muda lebih miskin pengalaman dan keterampilan dari petani-petani tua, tetapi memiliki sikap yang lebih progresif terhadap inovasi baru. Sikap progresif terhadap inovasi baru akan cenderung membentuk perilaku petani usia muda untuk lebih berani mengambil keputusan dalam berusaha tani. Deskripsi Variabel Penelitian Deskripsi Variabel Karakteristik Budidaya Data yang diperoleh dari hasil jawaban responden yang berjumlah 40 orang terhadap variabel karakteristik petani dapat dilihat pada tabel 7 berikut:
14
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
15
Tabel 7. Distribusi jawaban responden terhadap karakeristik petani No.
( ∑ ) Responden Jumlah orang Persentasi (%)
Pertanyaan dan jawaban
1.
Apa pertimbangan anda dalam menanam kangkung darat ? a. Lahan yang sesuai b. Faktor Musim c. Perawatan yang mudah d. Memberikan keuntungan financial 2. Pola tanam apa yang anda gunakan dalam menanam kangkung darat ? a. Pola tanam tunggal b. Pola tanam tumpang sari 3. Metode pengeringan apa yang anda gunakan dalam mengeringkan hasil panen kangkung darat ? a. Metode kering matahari. b. Metode kering oven 4. Selain dipanen bijinya apa manfaat lain dari menanam kangkung ? a. Diambil bahan kering kangkung sebagai pakan ternak. b. Bahan kering laku dijual pada tengkulak c. Sebagian bahan kering kangkung dijual dan sebagian lagi disimpan sebagai suplay pakan ternak pribadi. 5. Bagaimana cara membudidayakan kangkung darat ? a.Pembuatan bedengan kemudian disebar. b. Ditanam biji dalam setiap lubang yang di buat. 6. Apakah anda mengetahui bahwa bahan kering kangkung darat dapat di gunakan sebagai bahan pakan ternak ? a. Ya b. Tidak 7. Apakah ada perlakuan bahan kering kangkung sebelum diberikan pada ternak ? a. Ya b. Tidak 8. Berapa lama perkiraan pengeringan yang anda butuhkan dalam memanen bijinya ? a. 13-17 hari b. 18-20 hari c. 21-25 hari Sumber : Data primer yang diolah, ( 2013 ).
8 16 5 11
20 % 40 % 12,5 % 27,5 %
38 2
95 % 5%
40 0
100 % 0
6
15 %
9
22,5 %
25
62,5 %
39
97,5 %
1
2,5 %
40 0
100 % 0
2 38
5% 95 %
19 21 0
47,5 % 52,5 % 0
Tanggapan informan dari hasil angket sebagaimana pada tabel 7. menunjukan bahwa sebagian besar informan memberikan tanggapan sebagai berikut : 1. Pertimbangan petani dalam menanam kangkung darat terbanyak adalah faktor musim yang sesuai dengan karakteristik tanaman kangkung darat yaitu dengan jumlah 16 orang responden, diikuti oleh petani dengan pertimbangan menanam kangkung darat untuk memperoleh keuntungan finansial dengan jumlah 11 orang responden, kemudian lahan yang sesuai dengan jumlah 8 orang responden. Dari data tersebut dapat dijelaskan bahwa faktor musim menjadi penentu waktu menanam kangkung darat dan dengan keinginan memperoleh keuntungan yang maksimal. Menurut (Tseng et al. 1992) dalam (Anisatul, 2012), di Indonesia
15
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
16
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
terdapat dua tipe kangkung, yaitu kangkung darat dan kangkung air, Kangkung darat tumbuh di lahan tegalan dan lahan sawah, sedangkan kangkung air tumbuh di air, baik air balong maupun air sungai. Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa kangkung darat sangat cocok ditanam pada musim kemarau karena tidak memerlukan banyak air sebagai syarat tumbuh. Hal ini diperkuat dengan pernyataan maria (2009), yang menyatakan bahwa dalam pemilihan bibit harus disesuaikan dengan lahan (air atau darat), karena kalau kangkung darat ditanam di lahan untuk kangkung air produksinya kurang baik, warna daun menguning, bentuk kecil dan cepat membusuk. Pola tanam terbanyak yang digunakan petani dalam menanam kangkung darat adalah pola tanam tunggal/monokultur sebanyak 38 orang responden, dan pola tanam tumpangsari hanya 2 orang responden. Hal ini memungkinkan jumlah produksi dari tanaman kangkung darat yang menggunakan pola tanam tunggal/monokultur dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal. Yuniarba (2012), menyatakan bahwa Pola tanam monokultur memiliki pertumbuhan dan hasil yang lebih besar dari pada pola tanam lainnya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya persaingan antar tanaman dalam memperebutkan unsur hara maupun sinar matahari dan teknis budidayanya relatif mudah karena hanya satu jenis tanaman saja. Metode pengeringan yang digunakan petani dalam mengeringkan hasil panen dari kangkung darat yaitu, menggunakan metode kering matahari sebanyak 40 orang responden atau dengan persentase 100 % responden. Berdasarkan tanggapan informan tersebut menunjukkan bahwa untuk mengeringkan hasil panennya sangat bergantung pada iklim panas matahari.Pengeringan matahari (sun drying) merupakan salah satu metode pengeringan yang paling murah dan mudah karena menggunakan panas langsung dari matahari, namun laju pengeringannya lambat dan bergantung pada iklim yang panas dan udara atmosfer yang a kering (Anonim , 2012). Tanggapan responden tentang manfaat lain dari menanam kangkung darat menunjukkan bahwa petani memanfaatkan bahan kering jerami kangkung darat untuk dijual dan sebagian lagi untuk disimpan sebagai suplay pakan ternak pribadi sebesar 25 orang atau dengan persentase 62,5 % responden, diikuti dengan menjual bahan kering kepada tengkulak sebesar 9 orang responden atau 22,5 % responden. Berdasarkan tanggapan tersebut dapat dijelaskan bahwa tanaman kangkung darat mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi baik bagi kebutuhan ternak maupun keuntungan finansial untuk petani. Hal ini sesuai dengan pendapat (Endang, 2013 ) yaitu tujuan dari budidaya tanaman adalah mempunyai hasil maksimum dan berkelanjutan dari tanaman yang dipelihara. Cara budidaya tanaman kangkung darat yang dilakukan petani dominan menggunakan pembuatan bedengan kemudian dipindah dan disebar ke lahan yang lebih luas dengan responden sebanyak 39 orang dan yang ditanam biji hanya 1 orang responden atau dengan persentase sebesar 2,5 %. Menurut tanggapan responden bahwa budidaya menggunakan sistem bedengan lebih menguntungkan karena ketika tanaman disebar akan mendapatkan pertumbuhan dan hasil yang maksimal daripada menggunakan sistem tanam biji dalam setiap lubang yang dibuat. Tanggapan responden menunjukkan bahwa bahan kering jerami kangkung dapat sebagai bahan pakan ternak sebanyak 40 orang responden atau dengan persentase 100 % responden. Dari tanggapan tersebut dapat dijelaskan bahwa pengetahuan petani mengenai kegunaan bahan kering jerami kangkung sebagai pakan ternak sudah baik sehingga hasil ikutan tersebut tidak terbuang secara percuma dan dapat menjadikan nilai ekonomis dari ikutan tersebut. Tanggapan responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak ada perlakuan bahan kering jerami kangkung darat sebelum diberikan pada hewan ternak sebanyak 38 orang responden dan hanya 2 orang responden yang memberikan perlakuan sebelum diberikan pada hewan ternak. Dari tanggapan tersebut dapat dijelaskan bahwa pengetahuan petani sangat sedikit dalam mengolah bahan kering jerami kangkung untuk pakan ternak dan hal tersebut sangat memungkinkan berhubugan erat dengan tingkat pendidikan dari petani yang masih rendah. MenurutNur asih (2009), tingkat pendidikan sangat terkait dengan tingkat kemampuan mengadopsi inovasi teknologi. Diharapkan semakin tinggi tingkat pendidikan maka proses alih teknologi akan berjalan lebih cepat dan lebih baik. Perkiraan pengeringan yang dibutuhkan dalam memanen bijinya terbanyak dengan waktu 18 sampai 20 hari dengan 21 orang responden dan diikuti dengan 13 sampai 17 hari dengan 19 orang responden. Berdasarkan tanggapan responden mengenai pengeringan yang dibutuhkan
16
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
17
menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk bisa memanen biji kangkung darat a memerlukan waktu tang relatif lama. Hal ini sesuai dengan pendapat anonim (2012), bahwa Pengeringan matahari mempunyai laju pengeringan yang lambat, memerlukan perhatian lebih dan sangat rentan terhadap resiko terhadap kontaminasi lingkungan. Pengeringan matahari sangat tergantung pada iklim yang panas dan udara atmosfer yang kering. Deskripsi Variabel Kualitas Bahan Kering Jerami Kangkung Darat Kualitas bahan kering adalah nilai yang terkandung dalam bahan kering jerami kangkung darat tersebut.Dari hasil analisis proksimat yang telah dilakukan di laboratorium pakan maka dapat diuraikan nilai yang terkandung berdasarkan pada tabel 8.berikut ini : Tabel 8.Hasil uji analisis proksimat bahan kering jerami kangkung darat. HASIL ANALISIS (%) Nama Bahan Bahan Protein Lemak Serat Kering (BK) Kasar (PK) Kasar (LK) Kasar (SK) Jerami Kangkung Darat I 84.9165 6.3962 2.8987 20.6897 Jerami Kangkung Darat II 84.6522 5.8781 3.5394 26.3063 Rata-rata 84.78435 6.13715 3.21905 23.498 Sumber: Hasil Analisis Laboratorium
Abu 11.4971 15.1596 13.32835
Berdasarkan hasil uji analisis proksimat bahan kering jerami kangkung darat, menunjukkan bahwa jerami kangkung darat memiliki nilai kandungan bahan kering sebesar 84,7 %, protein kasar 6,13 %, dan lemak kasar 3,2 % yang cukup untuk membantu memenuhi kebutuhan nutrisi d pakan ternak ruminansia sebagai pakan tambahan. Menurut Yudith (2010) dalam Anonimus (2012), Zat nutrisi terdapat dalam setiap bahan pakan ternak dengan konsentrasi sangat variasi, tergantung pada jenis, macam dan keadaan bahan pakan, yang termasuk nutrisi antara lain karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin.Diduga bahan kering jerami kangkung yang berbentuk serbuk dapat membantu meningkatkan produksi sapi karena memudahkan proses pencernaan pada saluran pencernaan ruminansia dan tidak memerlukan energi yang berlebih untuk proses regulgitas sehingga zat nutrisi dalam bahan pakan dapat terserap lebih baik oleh tubuh ruminansia. Menurut Sunarso dan Christiyanto (2006), penggilingan (Grinding) akan memperkecil ukuran partikel pakan, meningkatkan kecernaan khususnya bagi butiran yang bijinya keras. Partikel yang lebih kecil akan memperluas permukaan sehingga kecernaannya akan meningkat, mengakibatkan laju aliran pakan dalam saluran pencernaan meningkat, saluran pencernaan cepat kosong, dan pada gilirannya akan meningkatkan konsumsi pakan. Deskripsi variabel Suplay Produksi Bahan Kering Jerami Kangkung Darat. Luas lahan area tanam kangkung darat yang tersebar di kabupaten lamongan memiliki jumlah produksi yang berbeda-beda.Tabel 9, menunjukkan jumlah produksi area tanam di 5 kecamatan yang membudidayakan kangkung darat sebagai asumsi jumlah total produksi jerami kangkung darat di kabupaten lamongan. Tabel 9.Suplay produksi dan produktivitas bahan kering kangkung darat di Kabupaten Lamongan. No
Kecamatan
Luas Lahan Tanam ( ha )
Produksi per Hektar (Ton/ha)
Jumlah ( Ton )
1. 2. 3. 4. 5.
Kembangbahu Tikung Mantup Sambeng Sarirejo
1.987 2.281 400 156 600
1,71 2,96 1,68 0,68 2,95
3.397,77 6.751,76 672 106,08 1.770
Jumlah Total
3.947
10,29
12.697,61
Sumber : Data primer yang diolah,(2013). Dari hasil tabel diatas maka dapat dijelaskan bahwa jumlah suplay bahan kering udara jerami kangkung darat di kabupaten lamongan yang diproduksi selama satu musim yaitu berjumlah 12,697,61 Ton, produksi tertinggi di kecamatan Tikung dengan luas area tanam 2.281
17
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
18
ha dan jumlah produksi 6.751,76 ton. Apabila produksi bahan kering udara selama satu musim dikonversikan menjadi bahan kering oven (BK O) maka didapatkan hasil yaitu sebesar 10.665,99 ton. Adapun luas lahan dari 11 desa di 5 kecamatan dengan masing-masing kecamatan 8 responden sesuai kepemilikan lahan tanam pada tabel 10.sebagai berikut : Tabel 10.Rata-rata produksi berdasarkan luas lahan. No. Luas lahan tanam ( Ha ) 1. 0 – 0,25 2. 0,26 – 0,51 3. 0,52 – 0,81 4. 0,82 – ≥ Sumber : Data primer yang diolah (2013)
Jumlah (orang) 8 15 8 9
Rata-rata produksi ( ton ) 0,32 0,62 1,42 2,53
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa rata-rata produksi berdasarkan range antara 0 sampai 0,25 ha memiliki rata-rata produksi sebesar 0,32 ton, luasan lahan 0,26 ha sampai 0,51 ha dengan rata-rata produksi 0,62 ton, luasan lahan 0,52 hasampai 0,81 ha dengan rata-rata produksi 1,42 ton, dan luasan lahan 0,82 ha ke atas dengan rata-rata produksi 2,53 ton. Secara ekonomi harga jual bahan kering jerami kangkung dari petani ketika musim panen raya dijual dengan harga Rp. 500 sampai Rp. 600 / Kg atau jika di konversikan dengan rata-rata produksi per hektar yaitu Rp. 1.025.000 sampai Rp. 1.230.000, namun harga bahan kering jerami kangkung darat tersebut potensi ekonominya menjadi lebih tinggi jika tidak musim panen kangkung darat, yaitu dijual dengan harga Rp. 1.200 sampai Rp. 1.500 / Kg atau jika di konversikan dengan rata-rata produksi per hektar yaitu Rp. 2.460.000 sampai Rp. 3.075.000 (lihat lampiran.8) Berdasarkan hasil survei di lapangan, skema suplay produksi jerami kangkung darat yang terjadi di masyarakat dapat diketahui bahwa hasil bahan kering jerami kangkung darat memiliki nilai ekonomis lebih dari satu yaitu sebagai suplay bahan makanan ternak ruminansia pribadi, dapat juga dijual kepada tengkulak, kemudian tengkulak menjual kembali kepada peternak besar di dalam daerah maupun di tingkat regional sebagai suplay bahan makanan ternak ruminansia saat musim kemarau. Skema tersebut merupakan aliran dan proses distribusi dari petani hingga ke pelanggan akhir sebagai rantai pasok. Hal ini sependapat dengan (Ivanov dan Sokolov, 2010)dalam (Ditdit dkk, 2011) yang menyatakan rantai Pasok dapatdidefinisikan sebagai jaringan organisasi, aliran, danproses, dimana di dalamnya terlibat sejumlah perusahaan, seperti suplier, pabrik, distributor danretailer, yang bekerja sama sepanjang rantai nilaiuntuk mendapatkan bahan baku, mengkonversibahan baku menjadi barang jadi, serta mengirim barang jadi ke pelanggan akhir. Kalender Produksi Bahan Kering Jerami Kangkung Darat. 1. Waktu Interfal Produksi. Waktu interfal musim produksi adalah jarak antara bulan dan jumlah produksi yang dihasilkan saat musim panen di setiap daerah penghasil bahan kering jerami kangkung darat di kabupaten lamongan. Gambar 3. menunjukkan bulan dan jumlah produksi pada setiap kecamatan.
Gambar 4. Waktu interfal produksi bahan kering jerami kangkung darat.
18
ISSN 2086 - 5201
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013 19
Dari kurva diatas dapat dijelaskan bahwa jarak produksi bahan kering jerami kangkung darat yang ada di kabupaten lamongan disediakan padakisaran bulan September sampai dengan oktober, yang dimana pada bulan tersebut adalah musim tanam terakhir pada lahan kering. 2.
Kalender panen Kangkung Darat Di Kabupaten Lamongan. Kalender panen kangkung darat di kabupaten lamongan hanya satu kali dalam satu tahun yaitu pada bulan menjelang musim kemarau. Tabel 11.menunjukkan kalender panen produksi kangkung darat yang ada di kabupaten Lamongan. Tabel 11. Kalender panen Kangkung darat di Kabupaten Lamongan No. Kecamatan Minggu ke Bulan Tanam Bulan Panen 1 Kembangbahu Mei ke 4 September ke 1 2 Tikung Mei ke 2 Agustus ke 3 3 Mantup Juni ke 2 September ke 3 4 Sambeng Juni ke 3 September ke 4 5 sarirejo Mei ke 1 Agustus ke 2
Pengeringan Pasca Panen ± 20 hari ± 20 hari ± 20 hari ± 20 hari ± 20 hari
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pemanenan kangkung darat dimulai pada akhir bulan agustus, dan september dengan estimasi pengeringan ± 20 hari, yang berarti produksi bahan kering kangkung darat tersedia pada pertengahan bulan September sampai dengan akhir bulan oktober. Berdasarkan perkiraan tersebut maka dapat dijadikan sebagai acuan dasar ketika ingin menyuplay hasil produksi bahan kering yang ada di kabupaten lamongan, sehingga kebutuhan ketersediaan ternak ruminansia dapat diperkirakan untuk tujuan terpenuhinya bahan pakan secara kontinyu KESIMPULAN Kesimpulan hasil penelitian ini adalah total jumlah suplay produksi bahan kering jerami kangkung sebesar 12.697,61 ton ( BK udara ) atau 10.665,99 ton ( BK oven ) dengan rata – rata produktifitas 2,05 ton/ha dari luas lahan 3.947 ha. Skema ( rantai ) suplay bahan kering jerami kangkung adalah 41,25 % untuk pakan ternak ruminansia milik pribadi, dan 58,75 % dijual ke tengkulak dengan selanjutnya dijual ke peternak diluar wilayah Kabupaten Lamongan. REFERENSI Anisatul Azizah S. 2012.Produksi Kangkung. http://Anisatulazizah.blogspot.com. Diakses tanggal 27 april 2013. Anonim. 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Lamongan. http://lamongankab.go.id/instansi/bappeda/wpcontent/uploads/sites/31/2013/03/Bab-IIRPJMD.pdf. Diakses tanggal 27 april 2013. a
Anonim . 2012. Tinjauan Pustaka Metode pengeringan. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55932/BAB%20II%20Tinjauan%20P ustaka.pdf?sequence=3.Diakses tanggal 27 april 2013. b
Anonim . 2012. BABII Tinjauan Pustaka. http://repository.ipb.ac.id/ bitstream/handle/123456789/59957/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=5.D iakses tanggal 28 april 2013. c
Anonim . 2012. Skripsi (doc) Universitas Hasanudin. Adinda Saputra dan Dewi Kusuma Ningrum.S. 2010. Pengeringan Kunyit Menggunakan Mikrovafe dan Oven.http://eprints.undip.ac.id.pdf.Diakses tanggal 28 april 2013. Azmi, C. 2007. Menanam Bayam & Kangkung. Dinamika Pratama. Jakarta.
19
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
20
Badan Penelitian dan Pengembangan. 2012. Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian.http://www.litbang.deptan.go.id/download/one/132/.Diakses tanggal 28 april 2013. Ditdit N. Utama, Taufik Djatna, Erliza Hambali, Marimin, Dadan Kusdiana. 2011. Sistem Penunjang Keputusan Cerdas Untuk Pencarian Jalur Optimum Rantai Pasok Bioenergi Berbasis Kelapa Sawit Dengan Menggunakan Metode Optimasi Koloni Semut. Jurusan Sistem Informasi Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Jakarta. Didy S dan Is hidayat Utomo. 2010. Pengelolaan Lahan dan Teknik Konservasi di Lahan Kering.IPB. Bogor. Endang Dwi Purbajanti. 2013. Rumput Dan Legum Sebagai Hijauan Makanan Ternak. Graha Ilmu. Jogjakarta. Karama, A.S. dan A. Abdurachman. 1993. Optimas Pemanfaatan Sumberdaya Lahan Berwawasan Lingkungan, Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Puslitbangtan Tanaman Pangan Dan Badan Litbang Deptan. Jakarta. Maria, G.M. 2009. Respon Produksi Tanaman Kangkung Darat (Ipomea reptans Poir) Terhadap Variasi Waktu Pemberian Pupuk Kotoran Ayam. Jurnal Ilmu Tanah 7(1) : 18-22. Mangoting, W., Subandriyo., L.H. Emmawati., dan R.N. Rachman . 1999. Respon pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kangkung. Novi Antika M.S. 2011. Studi Minat Konsumen Terhadap Kualitas Produk, Harga Dan Pelayanan Usaha lukisan Dari Cangkang Telur Di Showroom Produk Unggulan Kabupaten Lamongan. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan. Nur AsihDewi, 2009. Analisis karakteristik dan tingkat pendapatan usaha tani bawang merah di sulawesi tengah. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian,Universitas Tadulako. jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/AGROLAND/article/download/.../185.Diakses tanggal 26 agustus 2013.Primantoro. 1996. Memupuk Tanaman Buah. Penebar Swadaya. Jakarta. Roni Kastaman, Dwi Rusman Kendarto, Awan Mustafa Aji. 2007. Model Optimasi Pola Tanam Pada Lahan Kering di Desa Sarimukti Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut. No.13 jurnal-FTIP-Roni Vol.1 No.1-2007. pdf.http://resources.unpad.ac.id.Diakses tanggal 26 juli 2013. Rahmat Rukmana. 1994. Bertanam Kangkung. Kanisus.Yogyakarta. Sanchez, P. A. 1993. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika Jilid 2.IPB. Bogor. Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sosroamidjojo, M. Samad. 1981. Ternak Potong dan Kerja. C.V. Yasaguna Jakarta. Soetanto, H. 2000. Masalah Gizi dan ProduktivitasTernak Ruminansia di Indonensia. Universitas Brawijaya. Malang. Soetanto, h. 2011. Kebutuhan Gizi Ruminansia Menurut Fisiologisnya.http://blog.ub.ac.id/dithanovi/files/2013/01/Kebutuhan-gizi-ternakruminansia.pdf.Diakses tanggal 28 april 2013.
Stadia
Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sunarso dan M. Christiyanto. 2006. Manajemen Pakan. nutrisi.awardspace.com/download/ MANAJEMEN%20PAKAN.pdf. Diakses tanggal 23 april 2013. Kasryno, F. 1998. Strategi dan kebijaksanaan penelitian dalam menunjang pengembangan peternakan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner.Bogor 18-19 Nopember 1997. Tri Nurhajati. 2011. Pengmas Internasional 2011 Situbondo. Diktat Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. Tugono. 2010. Pakan Ternak Fermentasi. http://pakan-ternak-fermentasi.blogspot.com.Diakses tanggal 6 mei 2013.
20
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
21
Wahyuni. 2011. Analisis Usaha Peternakan Itik Petelur Di Desa Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan. Yuniarba, A.firnan. 2012. Pola Tanam.http://blog.ub.ac.id/firmansyufi/2012/05/03/pola-tanam-2. Diakses tanggal 6 mei 2013.
21
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
22
PENGARUH FREKUENSI PENYEMPROTAN DESINFEKTAN PADA KANDANG TERHADAP JUMLAH KEMATIAN AYAM BROILER Nuril Badriyah* dan M. Ubaidillah* a*
Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan, Jl.Veteran 53 A, Lamongan, Indonesia Abstrak
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh frekuensi penyemprotan desinfektan pada kandang terhadap jumlah kematian ayam broiler yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan (experiment), dengan rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan tiga kali ulangan. Frekuensi penyemprotan desinfektan pada kandang tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap mortalitas ayam broiler terlihat pada pengamatan masing – masing pada perlakuan pertama, kedua dan ketiga. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengujian mikroba dari lingkungan kandang untuk memastikan ada tidaknya bibit penyakit sebelum dan sesudah dilakukan penyemprotan desinfektan. Kata Kunci : Ayam Broiler, Desinfektan
PENDAHULUAN Ayam broiler adalah jenis ayam jantan maupun betina muda berumur sekitar 6-8 minggu yang dipelihara secara intensif, guna memperoleh daging yang optimal untuk memenuhi gizi. Ditinjau dari segi mutu daging ayam memiliki nilai gizi yang cukup tinggi dibandingkan ternak lainnya dan jika ditinjau segi ekonomisnya khususnya ayam ras potong atau ayam negeri yang bisa diusahakan secara efisien dan cepat dalam masa pemeliharaannya hingga panen. Sampai saat ini usaha peternakan ayam broiler merupakan salah satu kegiatan yang paling cepat dan efesien untuk menghasilkan bahan pangan hewani yang bermutu dan bernilai gizi tinggi, beberapa hal yang menjadi penyebabnya antara lain laju pertum\buhan ayam broiler lebih cepat dibanding dengan komoditas ternak lain, permodalan yang relatif lebih kecil, penggunaan lahan yang terlalu luas serta adanya kebutuhan dan kesadaran masyarakat yang meningkat akan pentingnya gizi sehingga kondisi ini menuntut adanya penyediaan daging ayam yang cukup, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Usaha peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan karena tingginya permintaan daging dan merupakan usaha yang sangat menguntungkan. Tetapi banyak peternak masih mengabaikan masalah lingkungan, sehingga masyarakat banyak yang mengeluhkan keberadaan usaha peternakan tersebut. Selain menimbulkan dampak pencemaran lingkungan seperti polusi udara (bau), banyaknya lalat yang berkeliaran di kandang dan lingkungan sekitarnya, dan ketakutan masyarakat akan virus Avian Influenza atau flu burung (H5N1). Untuk mengatasi dampak usaha peternakan tersebut dapat dilakukan dengan cara penyemprotan desinfektan pada kandang ayam broiler Desinfektan adalah preparat kimia yang digunakan untuk desinfeksi kandang dan peralatan, guna membasmi mikroorganisme, khususnya mikroorganisme yang membahayakan. Preparat ini tersedia secara komersial yang masing-masing memiliki karakteristik kimiawi, toksisitas, biaya dan penggunaan tertentu. Desinfektan merupakan bahan kimia yang dapat mematikan mikroorganisme yang sedang dalam keadaan tidak aktif, sehingga hanya mematikan bentuk vegetatif dari mikroorganisme, tetapi tidak efektif terhadap spora. Desinfektan dapat mencegah infeksi dengan jalan penghancuran atau pelarutan jasad renik yang patogen. Penyebab kerugian dalam ternak ayam broiler bermacam-macam antara lain tingkat kematian yang tinggi, waktu panen yang lama, bobot ayam tidak memenuhi standard dan lain-lain. Karena itu peternak ayam broiler harus mengetahui secara detail setiap langkah dan komponen penentu keberhasilan ternak ayam broiler.dan untuk mencegah terjadinya virus atau bakteri untuk mengurangi angka kematian bisa di lakukan penyemprotan desinfektan pada ayam atau lingkungan tersebut (Laili, 2007). Perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan desinfektan pada ayam broiler dengan optimal khusus dari segi frekuensi penyemprotan. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh frekuensi penyemprotan desinfektan pada kandang terhadap jumlah kematian ayam broiler .
22
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
23
MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 Mei sampai dengan tanggal 25 Juli 2012. Di kandang milik Bapak Kholis Dusun Menongo Desa Menongo Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan. Materi Penelitian Materi penelitian ini adalah kandang dengan ukuran 6 x 50 meter, ayam Broiler jenis Ross diperoleh dari PT. Malindo dan desinfektan dengan merk Glutanol dengan jenis bahan aktif Glutaraldehyde, Benzalkonium Chloride, Isopropanol yang diproduksi PT. Sanbe Farma Bandung Indonesia. Adapun alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain : Skat dari bambu ukuran 4,5 meter x 4 meter, spet tank kapasitas 14 liter, sarung tangan, masker, timbangan. Metode Penelitian Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan (experiment), dengan rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan tiga kali ulangan. Adapun perlakuan yang diberikan adalah : P0 : Tidak dilakukan penyemprotan P1 : Satu minggu dilakukan penyemprotan sebanyak 2 kali P2 : Satu minggu dilakukan penyemprotan sebanyak 3 kali Gambaran terkait perlakuan yang diberikan pada penelitian ini, selanjutnya dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1. Perlakuan dalam penelitian. Perlakuan P0 P1 P2 Jumlah
Ulangan Dua 15 ekor 15 ekor 15 ekor 45 ekor
Satu 15 ekor 15 ekor 15 ekor 45 ekor
Tiga 15 ekor 15 ekor 15 ekor 45 ekor
Variabel Pengamatan Variabel pengamatan dalam penelitian ini adalah: a. Variabel Bebas (Independent Variable) Menurut Sugiyono (2010), menyatakan bahwa variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent (terikat). Dalam SEM (Structural Equation Modeling/ Pemodelan Persamaan Struktural), variabel independent disebut juga sebagai variabel eksogen. Sehingga, variabel bebas dalam penelitian ini adalah frekuensi penyemprotan desinfektan. b. Variabel Tidak Bebas (dependent Variable) Variabel tidak bebas sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuan. Dalam bahasa indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam SEM (Structural Equation Modeling/ Pemodelan Persamaan Struktural), variabel dependent disebut sebagai variabel indogen (Sugiyono, 2010). Adapun variabel tidak bebas dalam penelitian ini adalah % mortalitas yang dihitung dengan rumus :
Keterangan : ayam yang mati dicatat setiap hari di masing masing skat kandang.
Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 (tiga) perlakuan dan 3 (tiga) kali ulangan, masing masing ulangan terdiri dari 15 ekor ayam Broiler. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) (Steel dan Torrie, 1995; Setiyawan Gunadi, 2006).
23
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
24
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kecamatan Sukodadi tepatnya di lokasi kandang milik Bapak Kholis Dusun Menongo Desa Menongo Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan. Kecamatan Sukodadi terletak pada jalur Jalan Arteri DPU. Bina Marga dan Jalan Kereta Api antara JakartaSurabaya, tepatnya pada sebelah barat Kota Kabupaten Lamongan dengan jarak radius kurang lebih 18 Km dengan batas wilayah administrasi sebagai berikut : Sebelah Utara : Kecamatan Karanggeneng Sebelah Timur : Kecamatan Turi dan Kecamatan Lamongan Sebelah Selatan : Kecamatan Sugio dan Kecamatan Kembangbahu Sebelah Barat : Kecamatan Pucuk Kecamatan Sukodadi dengan laus wilayah : 4. 588, 13 Ha yang memiliki ketinggian lokasi antara 150 - 200 meter di atas permukaan air laut, jarak lokasi kandang dalam penelitian ini dari jalan raya Menongo – Sukodadi kurang lebih 400 meter. Kecamatan Sukodadi memiliki potensi yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat sekaligus menunjang perkembangan Kabupaten Lamongan. Dengan adanya berbagai potensi diwilayah Kecamatan Sukodadi dan dukungan Sumber Daya manusia yang memadai serta pantang menyerah dalam mengikuti bidang usaha sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, disamping mengerjakan lahan pertanian dan tambak yang sedang mulai berkembang, juga mengembangkan usaha yang lain yang cukup menonjol potensinya salah satu diantaranya adalah usaha peternakan berupa ayam broiler. Hasil Percobaan Perlakuan penyemprotan desinfektan pada kandang merupakan salah satu alternatif untuk mencegah penyakit pada ayam broiler. Hal itu juga bertujuan untuk membasmi bibit penyakit yang masih tersisa di dalam kandang dan lingkungan sekitar kandang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan frekwensi penyemprotan desinfektan pada kandang,tidak berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap mortalitas ayam broiler, Seperti yang tertera pada tabel 3 berikut ini : Tabel 2. Tentang pengaruh perlakuan terhadap mortalitas ayam broiler SK Db JK KT F hitung Perlakuan 2 498,834014 249,417007 2,1675532 Galat 8 920,547675 115,068459 Total 10 1419,38169
F tabel 5% 3,70826482
Dari tabel 3 tersebut terdapat tiga perlakuan yang berbeda dengan tiga kali ulangan yang dilaksanakan. Pada tabel 3 terlihat bahwa pada perlakuan pertama, yaitu dengan tanpa dilakukan penyemprotan tingkat kehidupan (Survive) dari ayam broiler dapat mencapai 100 %. Hal itu juga terjadi pada perlakuan ke dua, yaitu dengan dilakukannya penyemprotan sebanyak dua kali dalam seminggu. Sedangkan pada perlakuan ke tiga, yaitu dengan dilakukannya penyemprotan sebanyak tiga kali dalam seminggu terjadi kematian ayam broiler sebanyak 5 ekor ayam dari 15 ekor ayam broiler pada ulangan pertama, dengan prosentase mortalitas sebesar 33,33 % dan pada ulangan ke 2 tingkat mortalitas nya mencapai 0% serta pada ulangan ke 3 dengan tingkat mortalitas sebesar 26,6 %. Pengaruh Frekuensi Penyemprotan terhadap Mortalitas Pada perlakuan ketiga ulangan pertama dan ketiga menunjukkan adanya mortalitas sebesar 33,33% dan 26,6%. Hal ini diduga terjadi karena adanya stress ayam akibat seringnya frekwensi penyemprotan yaitu tiga kali dalam seminggu. Selain itu amonia yang terlalu tinggi juga mengakibatkan banyaknya ayam yang mati. Menurut Suyoto (1983) menjelaskan bahwa adanya aktifitas yang banyak pada ayam broiler bisa mengakibatkan stress atau tekanan pada ayam yang menimbulkan nafsu makan turun dan akhirnya terjadi kematian. Secara umum perbedaan perlakuan frekwensi penyemprotan desinfektan tidak berpengaruh nyata terhadap mortalitas ayam broiler. Artinya dari penelitian ini menunjukkan bahwa disemprot maupun tidak untuk ayam tidak berpengaruh nyata (P < 0,05). Hal ini diduga karena kondisi sebelum disemprot dengan setelah disemprot, kondisi tersebut sudah terbebas dari bibit bibit penyakit.
24
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
25
Tingkat mortalitas dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya bobot badan, bangsa, tipe ayam, iklim, kebersihan lingkungan, sanitasi peralatan dan kandang penyakit serta suhu lingkungan (Nuroso, 2010). Kenyamanan lingkungan, suhu, brooding yang sesuai akan sangat membantu dalam memacu imunitas ayam, sedangkan lingkungan yang kurang nyaman lebih sering menyebabkan stres dan dehidrasi yang menyebabkan penekanan terhadap terbentuknya imunitas atau biasa disebut sebagai faktor imuno supresan. Faktor - faktor penyebab imuno supresan akan menyebabkan kegagalan vaksin yang telah dimasukkan ke dalam tubuh ayam sehingga daya tahan terhadap serangan virus maupun bakteri yang ada di lapangan akan lebih mudah, hal ini akan menyebabkan kenaikan angka kesakitan dan angka mortalitas ayam di kandang. Tingkat stres dan dehidrasi yang rendah juga akan tetap stabilnya kondisi litter atau sekam dalam kondisi kering. Kondisi liter yang kering dapat menekan jumlah bakteri yang dapat berkembang dan jumlah produksi amoniak (NH3) yang muncul dari dalam sekam. Hal ini akan dapat menekan penyakit cocsidiosis dan cronic respiration deases (CRD) atau penyakit pernafasan kronis. Berat Badan ayam yang diberi desinfectan Dari pencatatan data harian ( lampiran 4) menunjukkan bahwa bobot badan ayam broiler pada saat panen, perlakuan ke satu menunjukkan berat badan yang paling tinggi yaitu sebesar 2,5 Kg / ekor, sedangkan perlakuan kedua dan ketiga adalah 2,23 Kg / ekor dan 2,0 Kg / ekor. Hal ini diduga karena adanya penyemprotan mengakibatkan terjadinya stress dan akhirnya menimbulkan penurunan nafsu makan, sehingga berat badan dari ayam broiler tidak bisa maksimal. Adanya aktifitas yang banyak pada ayam broiler bisa mengakibatkan stress atau tekanan pada ayam yang menimbulkan nafsu makan turun sehingga mempengaruhi pertumbuhan berat badan ayam broiler dan juga bisa meyembabkan kematian (Suyoto, 1983). KESIMPULAN Frekuensi penyemprotan desinfektan pada kandang tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap mortalitas ayam broiler terlihat pada pengamatan masing – masing pada perlakuan pertama, kedua dan ketiga. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengujian mikroba dari lingkungan kandang untuk memastikan ada tidaknya bibit penyakit sebelum dan sesudah dilakukan penyemprotan desinfektan. REFERENSI Adiguna, Akbar. 2009. “Evaluasi Nutrisi Ransum Ayam Broiler Di Cv Pandu Putra Mandiri Desa Cibolang Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Sukabumi” S-1. Skripsi FAPET. Universitas Diponegoro Semarang Adiwinarto, Gatot. 2005.“Penampilan dan laju pertumbuhan relatif karkas dan komponen karkas 2 setrain ayam broiler Fase finisher (41-21 Hari) dalam berbagai suhu pemeliharaan” S-2 Thesis. Fakultas peternakan. UNDIP. Semarang Haerun Nisa, Anggi Sufi.2008 “ Performa Ayam Broiler Yang Mendapat Ransum Bersuplemen Cr Organik Dan Dipelihara Pada Kepadatan Kandang Yang Berbeda” S-1 Skripsi. FAPET. Universitas Pertanian Bogor Kuswanto, edo. 2012. “Pengaruh penggunaan antiseptic dan desinfektan terhadap hasil panen ayam broiler” http://www.scribd.com/doc/28307507/Makalah-Antiseptic-Dan-Desinfektan Di akses Tanggal 3 Juni 2012. Khumaidullah, 2009. “Taksonomi ayam petelur” DSN. 1995 Laili, ayu. 2007. “penggunaan obat-obatan dan faksin terhadap kekebalan penyakit ternak” http://tmtnews.wordpress.com/pkl-broiler/ Di Akses Tanggal 23 Mei 2012. Masfufah, Zuli. 2011 “Penggunaan desinfektan glutaraldehyde dan benzyl methyl ammonium chloride untuk menurunkan jumlah bakteri pada kandang ayam” Unpublished S-1.Skripsi FKH.UNAIR. Surabaya Nuroso 2010. Pembesaran ayam kampung hari per hari. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta Rasyaf, 1999. “Ternak Ayam broiler dan proses perlakuannya” http://www.scribd.com/doc/12862568/Ayam-Broiler Di akses Tanggal 13 April 2012.
25
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
26 Setyawan, Gunadi.”Pengaruh obat obatan herbal terhadap kesehatan ayam potong” http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46131 /D06gse.pdf?sequence=1 Di Akses Tanggal 3 Juni 2012. Sugiyono. 2010. Statistika untuk penelitian. Bandung. Alfabeta. Tarmudji, 2004. “Ternak ayam broiler ” http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789 /53743/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=3 Di akses Tanggal 3 juni 2012. Suriyadi, 2003. “Performa Ayam Broiler Yang Mendapat Ransum Bersuplemen Cr Organik Dan Dipelihara Pada Kepadatan Kandang Yang Berbeda ” S-1 Skripsi. Fakultas Pertanian. Univ. Sumatra Utara. Medan Suyoto. 1983. “Manajemen panen ayam broiler” http://www.scribd.com/doc/73445998/ManajemenAyam-Broiler Di akses Tanggal 3 juni 2012. Wiradi, Gunawan. 2009. Metodologi studi agraria. Bogor. Sajogyo Institute.
26
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
27
PENGARUH BERAT TELUR TERHADAP DAYA TETAS TELUR AYAM KAMPUNG *
Edy Susanto dan Suliswanto* *
Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan, Jl.Veteran 53 A, Lamongan, Indonesia Abstrak Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 31 Juli sampai 27 Agustus 2013 di rumah Bapak Andi Dwajayanto yang beralamat Desa Gajah Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh berat telur terhadap daya tetas dan berat tetas pada ayam kampung. Penelitian ini menggunakan metode Eksperimental (Percobaan). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan Kelompok Berat telur (I, II dan III) sebagai perlakuan, dan masingmasing 3 kali. data dianalisis dengan analisi varian (anova) dengan bantuan program SPSS versi 16.0. Materi yang digunakan adalah 45 butir telur ayam kampung yang dibagi menjadi tiga kelompok berat, masing-masing adalah kelompok I (berat kecil = 37.38-39,49 gram), Kelompok II (Berat sedang = 40,20-45,92 gram) dan Kelompok III (berat besar = 46,41-49,46 gram). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan (P>0,05) berat telur terhadap daya tetas telur ayam kampung. Namun nilai ratarata tertinggi diperoleh dari kelompok II (berat sedang : 40,20 – 45,92 gram) yaitu sebesar 66,67%. Kata Kunci : Berat Telur, Daya Tetas, Ayam Kampung
PENDAHULUAN Ayam kampung merupakan ayam asli Indonesia yang telah dipelihara dan dikembangkan oleh masyarakat, terutama yang tinggal dipelosok-pelosok pedesaan. Ayam-ayam tersebut telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan pemeliharaan yang sederhana. Ternak unggas seperti ayam dipelihara untuk diambil daging dan telurnya. Bila daging unggas tersebut dikonsumsi dalam jumlah banyak dan ada unggas yang mati maka perlu ada populasi pengganti. Agar populasi yang hilang akibat dikonsumsi maupun mati dapat tergantikan, penetasan telur merupakan tahapan penting dalam peternakan unggas. Agar dapat mempertahankan populasi ayam, baik petelur maupun pedaging, ditempuh dengan cara penetasan telur. Bibit mempunyai kontribusi sebesar 30% dalam keberhasilan suatu usaha peternakan. Bibit ayam kampung (DOC) dapat diperoleh dengan cara membeli DOC ayam kampung langsung dari pembibit, membeli telur tetas dan menetaskannya sendiri, atau membeli indukan untuk menghasilkan telur tetas kemudian ditetaskan sendiri baik secara alami atau dengan bantuan mesin tetas. Telur yang dihasilkan induk ayam tidak semuanya berkualitas baik untuk ditetaskan. Oleh karenanya, memilih telur yang akan ditetaskan merupakan hal yang sangat penting, karena berpengaruh pada daya tetas dan anak ayam yang dihasilkan. Telur yang dhasilkan induk ayam dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu telur infertil dan fertil. Telur infertil disebut juga telur konsumsi yang merupakan telur yang dihasilkan tanpa perkawinan. Telur ini tidak dapat menetas dan hanya dipakai sebagai konsumsi rumah tangga. Sedangkan telur fertil yang disebut juga dengan telur tetas yang dihasilkan oleh induk ayam yang telah dikawini oleh pejantannya. Jenis ini memiliki daya tetas yang cukup tinggi. Ayam kampung yang dipelihara secara ekstensif sangat rendah produksi telurnya (40-50 butir per tahun), telurnya kecil-kecil, ayam betina mempunyai sifat mengeram yang agak lama/tinggi. Selama satu masa bertelur bisa menghasilkan telur antara 12-18 butir, berat per butir telur sekitar 45-50 gram. Pertama kali bertelur ketika berumur sekitar 250 hari. Induk betina yang kecil mampu mengerami 8-10 butir telur sedangkan induk betina besar dapat mengerami telur sebanyak 15 butir (Sarwono, 1994). Untuk menunjang perkembangan peternakan ayam kampung, selain pakan dan tata laksana (manajemen), penyediaan bibit yang baik merupakan hal penting untuk mendapatkan produksi yang maksimal dan kelangsungan usaha peternakan ayam kampung. Salah satu faktor penting dalam keberhasilan penetasan adalah berat telur yang akan ditetaskan, oleh sebab itu perlu diketahui lebih lanjut faktor berat telur tersebut dalam menunjang penetasan telur ayam kampung (Rasyaf, 1995). Berdasarkan latar belakang di atas perlu dilakukan penelitian tentang Pengaruh Berat Telur terhadap Daya Tetas dan Bobot Tetas pada Ayam Kampung.
27
ISSN 2086 - 5201
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013 28
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 31 Juni sampai 27 Agustus 2013 di rumah Bapak Andi Dwajayanto yang beralamat Desa Gajah Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan. Materi Penelitian Materi yang digunakan adalah 45 butir telur ayam kampung yang dibagi menjadi tiga kelompok berat, masing-masing adalah kelompok I (berat kecil = 37.38-39,49 gram), Kelompok II (Berat sedang = 40,20-45,92 gram) dan Kelompok III (berat besar = 46,41-49,46 gram), Mesin tetas kapasitas 100 butir, timbangan analitik O-Hous kapasitas 300 gram, air hangat, kapas dan alkohol 70%. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Eksperimental (Percobaan). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan Kelompok Berat telur (I, II dan III) sebagai perlakuan, dan masing-masing 3 kali. Desain dan jumlah sampel penelitian ini disajikan pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Desain dan jumlah sampel penelitian Ulangan Perlakuan 1 2 3 Kel. I (37,38 – 39,49 gr) 5 butir 5 butir 5 butir Kel. II (40,20 – 45,92 gr) 5 butir 5 butir 5 butir Kel. III (46,41 – 49,46 gr) 5 butir 5 butir 5 butir Variabel Penelitian 1. Daya Tetas / Hatchtability adalah persentase DOC yang menetas dari sekelompok telur fertil yang ditetaskan, dengan rumus daya tetas yaitu : Daya tetas = Jumlah telur yang menetas x 100% Jumlah telur yang fertil Analisis Data Data yang dihasilkan selanjutnya dianalisis menggunakan Anilisis Varians (ANOVA), apabila terdapat perbedaan akan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) (Yitnosumarto, 1991). Penghitungan dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 16.0 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Berat Telur terhadap Daya Tetas Hasil analisis varians (Lampiran 3) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pengaruh yang siginifikan (P>0.05) berat telur terhadap daya tetas ayam kampung. Rata-rata daya tetas tersebut ditampilkan pada tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Rata-rata pengaruh berat telur terhadap daya tetas telur ayam kampung Ulangan Perlakuan 1 2 3
rata-rata (%)
Kel. I (37,38 – 39,49 gr)
40
60
60
53,33
a
Kel. II (40,20 – 45,92 gr)
60
80
60
66,67
a
Kel. III (46,41 – 49,46 gr)
60
80
20
53,33
a
Keterangan. Subskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan (P>0.05)
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa secara statistik kelompok berat telur yang berbeda tidak menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap daya tetas ayam kampung. Secara statistik dibutuhkan sampel yang representatif untuk menghasilkan validitas dan presisi yang lebih besar (Yitnosumarto, 1991). Pada penelitian ini sampel yang digunakan hanya 45 butir dimana masing-masing kelompok berat – ulangan adalah hanya sebanyak 5 butir. Hal ini diduga mempengaruhi hasil signifikansi data statistik yang diperoleh sehingga hasilnya tidak terdapat perbedaan. Namun demikian nilai rata-rata daya tetas terbesar diperoleh dari kelompok II (berat
28
ISSN 2086 - 5201
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013 29
telur 40,20 – 45,92 gram). Perbandingan rata-rata masing-masing kelompok berat tersebut disajikan pada gambar 1 berikut ini.
70 60 50 40
Kel. I (37,38-39,49 gr)
30
Kel. II (40,20-45,92 gr)
20
Kel. III (46,61-49,46)
10 0 daya tetas Gambar 1. Grafik rata-rata daya tetas telur ayam kampung berdasarkan kelompok berat telur yang berbeda Berdasarkan gambar 1 diketahui bahwa peningkatan daya tetas terjadi pada kelompok sedang (40,20 – 45,92 gr), sedangkan pada kelompok ringan (37,38 – 39,49 gram) dan besar (46,41 – 49,46 gram) rata-rata daya tetas telur yang diperoleh relatif sama dan lebih rendah dari kelompok sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunawan (2001) yang menyatakan bahwa berat telur sangat mempengaruhi presentase daya tetas, dimana telur yang sangat ringan dan sangat berat sulit untuk menetas, sebab telur yang terlalu ringan memiliki komposisi yang kurang, sehingga emrio akan kekurangan nutrisi, sehingga embrio tidak dapat berkembang. Sebaliknya telur yang terlalu berat memiliki pori-pori yang besar, sehingga penguapan akan lebih cepat terjadi yang menyebabkan embrio akan mati sebelum menetas. Untuk meningkatkan presentase daya tetas dan mengurangi variasi presentase daya tetas, perlu dilakukan seleksi berat telur dimana berat telur yang baik untuk ditetaskan berkisar antara 40-45 g. Fertilitas dan Daya Tetas Selama Proses Penetasan Hasil pengamatan fertilitas telur ayam kampung selama proses penetasan disajikan pada tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Hasil Candling selama proses penetasan Candling keKelompok Berat I (hari ke-7)
II (hari ke-18)
Kondisi
Kecil
Mati
Jumlah 5 butir
Kosong
10 butir
Fertil / hidup
8 butir
Sedang
9 butir
Besar
10 butir
Kecil
Infertil / Mati
0 butir
Sedang
2 butir
Besar
1 butir
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa kematian tertinggi embrio ayam kampung terjadi pada 7 hari masa penetasan (candling I) hal ini terjadi karena pada masa tersebut merupakan fase kritis pertama embrio (Amrin, 2008)
29
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
30
Hasil tabulasi perhitungan juga menunjukkan bahwa total daya tetas telur ayam kampung pada penelitian ini hanya sebesar 57,78 %. Nilai tersebut merupakan daya tetas yang dibawah standar. Menurut Rahayu (2005) bahwa daya tetas ayam kampung minimal mencapai 60%. Hal ini diduga karena kondisi telur yang digunakan dalam penelitian ini bukan dari satu kelompok budidaya yang di ambil dalam waktu yang sama sehingga daya tetasnya belum bisa maksimal. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan (P>0,05) berat telur terhadap daya tetas telur ayam kampung. Namun nilai rata-rata tertinggi diperoleh dari kelompok II (berat sedang : 40,20 – 45,92 gram) yaitu sebesar 66,67%. REFERENSI Amrin, A. 2008. Faktor yang mempengaruhi daya tetas. http://Abduhamrin.blogspot.com /2008/05/faktor-yang-mempengaruhi-daya-tetas. html. Diakses tanggal 13 Februari 2013. Gunawan, H. 2001. Pengaruh bobot telur terhadap daya tetas serta hubungan antara bobot telur dan bobot tetas. [skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Rahayu, H.S. 2005. Kualitas telur tetas ayam kampung dengan waktu pengulangan inseminasi buatan yang berbeda. [skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Rasyaf, M. 1995. Penggelolaan Produksi Telur. Cetakan ke IV. Kanisius. Yogyakarta. Sarwono, B. 1994. Ragam Ayam Piaraan. Penebar Swadaya. Jakarta. Yitnosumarto, S., 1991. Percobaan rancangan Analisis dan Interpretasinya. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
30
Jurnal Ternak, Vol. 04, No. 02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
PANDUAN PENULIS Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Naskah disusun dengan urutan: JUDUL (bahasa Indonesia), NAMA PENULIS (yang disertai dengan alamat Lembaga/ Instansi), ABSTRAK (bahasa Indonesia atau Inggris, maksimal 250 kata), KATA KUNCI (maksimal 6 kata), PENDAHULUAN, METODOLOGI (jika hasil penelitian), HASIL DAN PEMBAHASAN, PENUTUP (KESIMPULAN & SARAN), UCAPAN TERIMA KASIH (jika diperlukan) dan DAFTAR PUSTAKA. Naskah diketik dengan spasi tunggal pada kertas HVS A4 maksimum 15 halaman termasuk gambar, foto, dan tabel disertai CD. Batas dari tepi kiri 3 cm, kanan, atas, dan bawah masingmasing 2,5 cm dengan program pengolah kata Microsoft Word dan tipe huruf Arial berukuran 10 point. Setiap halaman diberi nomor halaman secara berurutan. Gambar dalam bentuk grafik/diagram harus asli. Penulisan simbol α, β, χ, dan lain-lain dimasukkan melalui fasilitas insert, tanpa mengubah jenis huruf. Kata dalam bahasa asing dicetak miring. Naskah dikirimkan ke alamat Redaksi sebanyak 3 eksemplar. Penggunaan nama suatu tumbuhan atau hewan dalam bahasa Indonesia/Daerah harus diikuti nama ilmiahnya (cetak miring) beserta. Daftar pustaka ditulis secara abjad menggunakan sistem nama-tahun.
31