Jurnal Ternak, Vol.05, No.02, Des. 2014
ISSN 2086 - 5201
13
ANALISIS INSIDENSI PENYAKIT FLU BURUNG PADA ITIK (Anas Domesticus) DI PETERNAKAN RAKYAT KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2007 – 2012 Edy Susanto* dan Ana Sutomo* * Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan Jl.Veteran No.53.A Lamongan Abstrak Pengumpulan data penelitian dilaksanakan mulai tanggal tanggal 01 Mei sampai dengan 20 Juni 2013 di lingkup pemerintahan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi insidensi penyakit Flu Burung pada itik di Kabupaten Lamongan pada tahun 2007 – 2012. Penelitian ini sesuai dengan tujuan serta manfaat yang dihasilkan, adalah merupakan tipe penelitian penjelasan (eksplanatif research) dengan melakukan pengamatan (non eksperimen). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian survey, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan quisioner sebagai alat pengumpul data yang utama.Variabel yang diamati adalah lokasi, musim, jenis itik dan teknis budidaya itik yang terjadi flu burung tahun 2007 sampai tahun 2012. Analisis data menggunakan statistik regresi berganda empat prediktor dan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan dari tahun 2007 sampai tahun 2012 terjadi kasus flu burung pada itik sebanyak 3 kasus pada tahun 2012. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh antar faktor yang meliputi lokasi, musim, jenis itik dan teknis budidaya terhadap insidensi flu burung di peternakan rakyat Kabupaten Lamongan tahun 2007 – 2012 dengan ditunjukkan nilai koefisien regresi = - 7,714. Namun mempengaruhi pola sporadik insidensi flu burung pada itik tahun 2012 akibat curah hujan yang sangat tinggi di tahun tersebut. Kata Kunci : Insidensi, Flu Burung, Itik (Anas Domesticus)
PENDAHULUAN Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian influenza ) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus Influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas (Departemen Kesehatan RI, 2005). Unggas penular tersebut adalah burung, bebek, ayam, selain itu dapat ditularkan oleh beberapa hewan yang lain seperti babi, kuda, anjing laut, ikan paus, dan musang. Data lain menunjukkan penyakit ini bisa terdapat pada burung puyuh dan burung onta. Penyakit ini ditularkan dari burung ke burung tetapi dapat menular ke manusia (Mulyadi dan Prihatini, 2005). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa infeksi virus-virus H5N1 clade 2.1 pada golongan ayam (gallinaceous) seperti ayam layer, ayam broiler, ayam kampung bersifat sangat pathogen, menyebabkan sakit perakut dan kematian dalam jumlah tinggi, sedangkan itik dan unggas air lainnya relatif lebih tahan terhadap infeksi virus-virus ini (Wibawa et al., 2012) Hasil investigasi Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates dari berbagai laporan masyarakat tentang kematian itik pada bulan September – November 2012, di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan berbagai tingkat mortalitas antara 8.3% - 100% menunjukkan hasil berdasarkan analisis filogenetik, isolat-isolat H5N1 virus yang diisolasi dari itik ini termasuk dalam clade 2.3.2. Kabupaten Lamongan merupakan salah satu kabupaten yang berada di belahan pantai utara Propinsi Jawa Timur dengan karateristik daratan dibelah oleh Sungai Bengawan Solo. Kabupaten Lamongan berbatasan langsung dengan Kabupaten Tuban, Bojonegoro, Jombang, Mojokerto dan Gresik. Dilihat dari letak geografisnya Kabupaten Lamongan memegang peranan yang sangat penting dalam jalur lalu lintas perdagangan unggas serta sebagai tempat budidaya usaha perungasan yang mensuplay sebagian besar kebutuhan daging unggas di pasar-pasar Kota Surabaya. Letak yang strategis sebagai penghubung jalur lalu lintas perdagangan unggas antar Kabupaten, maka sangat dimungkinkan Kabupaten Lamongan juga mengalami wabah penyakit hewan menular yaitu Avian influenza atau Flu burung . Wilayah Kabupaten Lamongan merupakan daerah endemis penyakit Flu Burung. Pola beternak umbaran tanpa kandang yang jelas sangat rentan untuk dapat terjangkit penyakit Flu
JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni 2013
13
Jurnal Ternak, Vol.05, No.02, Des. 2014
ISSN 2086 - 5201
14
Burung lagi, masih ditambah kebiasaan hidup serumah dengan ternak seperti di dapur atau jadi satu dengan ternak lainnya. Satu kandang dapat terdiri atas ayam kampung, mentog, itik, angsa bahkan kalkun atau unggas liar lainnya. Selain jalur transportasi kendaraan darat, jalur irigasi Bengawan Solo merupakan sumber penularan yang bisa membawa virus Avian influenza ini masuk ke wilayah Kabupaten Lamongan. Kesadaran masyarakat disekitar tanggul Bengawan Solo untuk membakar dan mengubur ayam yang mati mendadak masih kurang dan mereka memilih untuk membuang bangkai ayam yang mati ke aliran sungai akan mempercepat penyebaran virus ini. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis insidensi penyakit Flu Burung pada itik di Kabupaten Lamongan pada beberapa tahun terakhir. MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di lingkup pemerintahan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan, selama 2 bulan mulai tanggal 01 Mei s/d 20 Juni 2013. Materi Penelitian Materi Penelitian adalah data kasus flu burung pada itik yang terjadi di Kabupaten Lamongan tahun 2007 - 2012, data diambil dengan kuisioner kepada responden di lingkup Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan. Metode Penelitian Penelitian ini sesuai dengan tujuan serta manfaat yang dihasilkan, adalah merupakan tipe penelitian penjelasan (eksplanatif research) dengan melakukan pengamatan (non eksperimen), karena menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis tanpa memberikan perlakuan (Singarimbun,1989). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian survey, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan quisioner sebagai alat pengumpul data yang utama. Variabel Penelitian Identifikasi variabel merupakan langkah penetapan variabel–variabel utama dalam sebuah penelitian dan penentuan fungsinya masing– masing (Azwar, 2010). Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah : Lokasi, Musim , Jenis Itik, Teknis Budidaya Itik. Analisis Data Setelah dilakukan pengumpulan data kemudian data dianalisa menggunakan analisa regresi berganda dan distribusi frekuensi. Analisis regresi merupakan salah satu analisis yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain. Dalam analisis regresi, variabel yang mempengaruhi disebut Independent Variable (variabel bebas) dan variabel yang dipengaruhi disebut Dependent Variable (variabel terikat). Jika dalam persamaan regresi hanya terdapat satu variabel bebas dan satu variabel terikat, maka disebut sebagai persamaan regresi sederhana, sedangkan jika variabel bebasnya lebih dari satu, maka disebut sebagai persamaan regresi berganda (Kurnia, 2009). HASIL DAN PEMBAHASAN Tinjauan Umum Lokasi Penelitian Luas wilayah Kabupaten Lamongan sebesar 181.280 hektar yang terbagi menjadi 27 kecamatan dan dibelah oleh Sungai Bengawan Solo, dan secara garis besar daratannya dibedakan menjadi 3 karakteristik yaitu: Bagian Tengah - Selatan merupakan dataran rendah yang relatif agak subur yang membentang dari Kecamatan Kedungpring, Babat, Sukodadi, Pucuk, Lamongan, Deket, Tikung dan Kembangbahu.
JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni 2013
14
Jurnal Ternak, Vol.05, No.02, Des. 2014
ISSN 2086 - 5201
15
Bagian Selatan – Utara merupakan pegunungan kapur berbatu batu dengan kesuburan sedang. Terdiri dari Kecamatan Mantup, Sambeng, Ngimbang, Bluluk, Sukorame, Modo, Brondong, Paciran, dan Solokoro. Bagian Tengah – Utara merupakan daerah Bonorowo. Kawasan ini meliputi Kecamatan Sekaran,Maduran, Laren, Karanggeneng, Kalitengah, Turi, Karangbinangun dan Glagah. Daerah Babat adalah daerah strategis sebagai penghubung jalur lalu lintas perdagangan unggas antar Kabupaten, maka sangat dimungkinkan Kabupaten Lamongan juga mengalami wabah penyakit hewan menular yaitu Avian influenza atau Flu burung . Wabah Avian Influenza atau flu burung ini masuk kedaerah Kabupaten Lamongan melalui alat transportasi, pakan unggas, rak/tempat telur, telur konsumsi, daging konsumsi, bahkan ayam layer afkiran yang masih hidup dan diduga sudah terinfeksi dijual murah di pasar tradisional atau diedarkan dari desa kedesa yang berasal dari daerah yang teridentifikasi kasus Avian infuenza. Selain jalur transportasi kendaraan darat, jalur irigasi Bengawan Solo merupakan sumber penularan yang bisa membawa virus Avian Influenza ini masuk kewilayah Kabupaten Lamongan. Kesadaran masyarakat disekitar tanggul Bengawan Solo untuk membakar dan mengubur ayam yang mati mendadak sangat kurang dan mereka memilih untuk membuang bangkai ayam yang mati ke aliran sungai akan mempercepat penyebaran virus ini . Anggapan masyarakat dengan adanya kematian itik merupakan hal yang biasa terjadi, dan tidak akan menyebabkan penyakit pada manusia, haruslah dirubah. Dengan tidak membakar dan mengubur bangkai itik yang mati mendadak ini maka virus akan tetap ada dalam lingkungan yang tercemar. Dalam bangkai itik virus ini akan bertahan lebih kurang 32 hari. Sehingga dalam kurun waktu itu virus akan terus menginfeksi unggas peliharaan yang ada didaerah yang tercemar. Kasus aktif akan terus terjadi dalam jangka waktu yang lama. Kebanyakan masyarakat setelah mengetahui kalau itik peliharaannya ada yang mati mendadak segera menjual itik yang masih hidup juga merupakan sumber penularan. Unggas yang terinfeksi dan dijual di pasar tradisional, atau pedagang ayam keliling akan mempunyai dampak yang sangat besar dalam hal penularan penyakit Avian influenza ini. Perjalanan unggas yang telah dijual dalam jangka waktu satu hari bisa berpindah Desa, Kecamatan, bahkan Kabupaten. Daerah yang menjadi lalulintas perjalanan unggas ini juga akan tercemar penyakit ini. Selain itu itik yang teriinfeksi akan kontak dengan itik - itik lain yang ada dalam pasar tersebut atau tempat penampungan itik, sehingga akan membantu proses penularan wabah HPAI ini. Pengaruh Faktor – Faktor Penyebab Insidensi Flu Burung pada Itik peternakan rakyat Kabupaten Lamongan tahun 2007 – 2012. Berdasarkan perhitungan analisa regresi berganda diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh faktor lokasi, musim, jenis itik dan teknis budidaya terhadap insidensi flu burung pada itik di Kabupaten Lamongan tahun 2007 – 2012, hal ini ditunjukkan koefisien a (-7,714). Hal ini disebabkan flu burung hanya terjadi pada tahun 2012 karena curah hujan tertinggi adalah pada tahun 2012. Pola penyebaran penyakit flu burung pada itik di Kabupaten Lamongan tahun 2012 adalah sporadik. Pola sporadik adalah pola penyebaran penyakit yang mewabah dalam waktu yang sangat cepat (Akoso, 1993). Penyakit-yang-umum yang terjadi pada laju yang konstan namun cukup tinggi pada suatu populasi disebut sebagai endemik. Suatu wabah dapat terbatas pada lingkup kecil tertentu (disebut outbreak, yaitu serangan penyakit), lingkup yang lebih luas ("epidemi") atau bahkan lingkup global (pandemi). Menurut WHO, suatu pandemi dikatakan terjadi bila ketiga syarat berikut telah terpenuhi: timbulnya penyakit bersangkutan merupakan suatu hal baru pada populasi bersangkutan, agen penyebab penyakit menginfeksi manusia dan menyebabkan sakit serius, agen penyebab penyakit menyebar dengan mudah dan berkelanjutan pada manusia.
JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni 2013
15
Jurnal Ternak, Vol.05, No.02, Des. 2014
ISSN 2086 - 5201
16
Analisis Distribusi Frekuensi Faktor – Faktor yang mempengaruhi Insidensi Flu Burung pada Itik Tahun 2007 – 2012. Tabel 1. Distribusi frekuensi kasus aktif flu burung pada itik berdasarkan Lokasi Frekuensi per tahun Presentase (%) Kondisi Wilayah 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2007 2008 2009 2010 2011 Rawa – 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 rawa Jalur Perdagan 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 gan Unggas Dataran 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 Daerah aliran 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 bengawa n Solo Total 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0
2012 0
66,6 33,4 0 100
2
Kasus aktif 1
0 rawa-rawa lalu lintas unggas
dataran
aliran B.Solo
Grafik 1. Analisis Faktor Lokasi terhadap insidensi flu burung pada Itik Berdasarkan tabel 1 dan grafik 1 dari 3 kasus aktif AI pada itik di Kabupaten Lamongan tahun 2012 menunjukkan yang paling banyak adalah pada daerah jalur lalu lintas perdagangan unggas jumlah 2 kasus (66,6%), sedangkan di daerah dataran terjadi 1 kasus aktif AI (33,4 %). Jadi terlihat persentase tertinggi adalah daerah jalur lalu lintas perdagangan unggas. Dengan letak yang strategis sebagai penghubung jalur lalu lintas perdagangan unggas antar Kabupaten, maka sangat dimungkinkan Kabupaten Lamongan juga mengalami wabah penyakit hewan menular yaitu Avian Influenza atau Flu burung . Wabah Avian Influenza atau flu burung ini masuk ke daerah Kabupaten Lamongan melalui alat transportasi, pakan unggas, rak/tempat telur, telur konsumsi, daging konsumsi, bahkan ayam layer afkiran yang masih hidup dan diduga sudah terinfeksi dijual murah di pasar tradisional atau diedarkan dari desa kedesa yang berasal dari daerah yang teridentifikasi kasus Avian infuenza (Prasetya, 2007).
JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni 2013
16
Jurnal Ternak, Vol.05, No.02, Des. 2014
ISSN 2086 - 5201
17
Tabel 2. Distribusi frekuensi kasus aktif flu burung pada itik berdasarkan musim Kondisi Wilayah Hujan Kemarau Total
Frekuensi per tahun Presentase (%) 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2007 2008 2009 2010 2011 2012 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 100
3
Kasus Aktif 2
1
0 Hujan
Kemarau
Grafik 2. Analisis Faktor Musim terhadap insidensi flu burung pada Itik Berdasarkan tabel 2 dan grafik 2 dari 3 kasus aktif AI pada itik di Kabupaten Lamongan tahun 2012 menunjukkan musim hujan ada 3 kasus 100%, musim kemarau 0 kasus atau 0%. Jadi terlihat persentase tertinggi adalah pada musim hujan dan terendah pada musim kemarau. Berdasarkan data pengamatan curah hujan, rata – rata curah hujan tertinggi adalah di Brondong tahun 2012 terendah di Kayen dan Gandang tahun 2007, 2008 dan 2009. Pergantian Musim dari musim Kemarau ke Musim Penghujan menyebabkan turunnya kekebalan/imunitas pada itik sehingga serangan penyakit akan lebih mudah masuk tubuh. Kurangnya sinar matahari dan kondisi lingkungan yang basah akan menyebabkan virus Avian influenza ini akan semakin lama berada pada suatu lingkungan (Prasetya, 2007). Tabel 3. Distribusi frekuensi kasus aktif flu burung pada itik berdasarkan jenis itik Frekuensi per tahun Presentase (%) Kondisi Wilayah 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Mojosari 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 100 Hibrid 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 Peking 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Lokal 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 100
3
Kasus Aktif 2
1
0 Mojosari
Peking
Grafik 3. Analisis Faktor Jenis Itik terhadap insidensi flu burung pada Itik
JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni 2013
17
Jurnal Ternak, Vol.05, No.02, Des. 2014
ISSN 2086 - 5201
18
Tabel 4. Distribusi frekuensi kasus aktif flu burung pada itik berdasarkan teknis budidaya Frekuensi per tahun Presentase (%) Kondisi Wilayah 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2007 2008 2009 2010 2011 Tradisional 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 Semi Intensif 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 Intensif 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0
2012 33,4 66,6 0 100
2
Kasus Aktif 1
0 Tradisional
Intensif
Grafik 4. Analisis Faktor Teknis Budidaya terhadap insidensi flu burung pada Itik Berdasarkan tabel 3 dan grafik 3 dari 3 kasus aktif AI pada itik di Kabupaten Lamongan tahun 2007 sampai tahun 2012 menunjukkan pada jenis itik Hibrid sebanyak 3 kasus atau 100%, pada itik Mojosari, Peking dan itik Lokal tidak terjadi kasus atau 0,0%. Jadi terlihat persentase tertinggi adalah pada jenis itik Hibrid. Berdasarkan tabel 4 dan grafik 4 diatas dari 3 kasus aktif AI pada itik di Kabupaten Lamongan tahun 2007 sampai tahun 2012 menunjukkan pada teknis budidaya semi intensif sebanyak 2 kasus atau 66,6%, pada teknis budidaya tradisional terjadi 1 kasus atau 33,4%. Jadi terlihat persentase tertinggi adalah pada teknis budidaya secara semi intensif. Peternak di beberapa daerah yang menerapkan sistem semi intensif kadang – kadang masih melepaskan itiknya untuk mencari pakan di persawahan sekitar kandang. Apabila makanan bagi itik yang tersedia di sawah yang sebelumnya habis maka gerombolan itik tersebut akan berpindah ke sawah lain yang masih menyediakan makanan bagi itik tersebut. Perpindahan itik ini bisa berlangsung dalam beberapa hari dan dalam jarak yang cukup jauh. Kondisi ini sangat mendukung terjadinya penyebaran virus oleh itik yang terserang penyakit flu burung dari satu tempat ke tempat lainnya melalui pengeluaran (shedding) virus dari tubuh itik (Hewajuli,2012). KESIMPULAN Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh antar faktor yang meliputi lokasi, musim, jenis itik dan teknis budidaya terhadap insidensi flu burung di Kabupaten Lamongan tahun 2007 – 2012 dengan ditunjukkan nilai koefisien regresi = - 7,714. Namun mempengaruhi pola sporadic insidensi flu burung pada itik tahun 2012 akibat curah hujan yang sangat tinggi di tahun tersebut. REFERENSI
Akoso, B.T. 1993. Manual Kesehatan Unggas Panduan bagi Petugas Teknis, Penyuluhdan Peternakan. Kanisius.Yogyakarta. Azwar. 2010. Metode Penelitian. Pustaka Belajar. Yogyakarta. JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni 2013
18
Jurnal Ternak, Vol.05, No.02, Des. 2014
ISSN 2086 - 5201
19
Departemen Kesehatan RI. 2005. Laporan kasus flu burung. http://www.depkes.go.id, di akses tanggal 12/2/2012. Hewajuli, D. A. ,2012. Sinar Tani. BalitVet. Bogor Kurnia, A. 2009. Analisis Regresi. http://www.analisis regresi.09., diakses tanggal 20/7/2013. Mulyadi dan Prihatini, 2005. Diagnosis Laboratorik Flu Burung (H5N1). Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. Prasetya, R. 2007. Penanggulangan Avian Influenza Berbasis Peran Serta Masyarakat di Kabupaten Lamongan Tahun 2007. Laporan Tim PDSR Kabupaten Lamongan. WHO (2004). Avian Influenza (Flu Burung) dan bahaya penularannya ke manusia. http://www.indonesia.sanofipasteur.com/sanofi-pasteur2/spmedia/SP_ID/ID/157/929/Avian. Tanggal akses 21/5/2013 Wibawa,H. Walujo B.P , Putu .N , Handayani .S , Miswati. Y , Rohmah. A, Andesyha, E, Romlah , Sari. R, Safitria. K,2012. Buletin Laboratorium Veteriner. Vol:12,No:4. Jogjakarta.
JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni 2013
19