PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST RELEASE DEQUERVAIN TENOSINOVITIS SYNDROME DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Naskah Publikasi Diajukan Guna Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi
Oleh: Dewi Larasati Tristiana J100141012
PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015
PENGESAHAN NASKAH PUBLIKASI Naskah Publikasi Ilmiah dengan judul Penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus Post Release Dequervain Tenosinovitis Syndrome di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Naskah Publikasi Ilmiah ini Telah Disetujui oleh Pembimbing KTI untuk di Publikasikan di Universitas Muhammadiyah Surakarta Diajukan Oleh: Dewi Larasati Tristiana J100141012
Pembimbing
(Arif Pristianto, SSt.FT, M. Fis) Mengetahui, Ka. Progdi Fisioterapi FIK UMS
(Isnaini Herawati, S. Fis, S. Pd, M. Sc)
“PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST RELEASE DEQUERVAIN TENOSINOVITIS SYNDROME DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA” Dewi Larasati Tristiana Program Study Diploma III Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Abstrak (Dibimbing oleh : Arif Pristianto, SSt.FT, M. Fis)Latar Belakang: Dequervain Tenosinovitis Syndrome (DTS) adalah peradangan pada tendon APL dan EPB daerah ibu jari, yang ditandai rasa nyeri, bengkak, dan krepitasi. Modalitas fisioterapi yang digunakan adalah IR dan TENS untuk mengurangi nyeri, US mengurangi spasme otot TL dengan active exercise meningkatkan kekuatan otot, dan stretching exercise meningkatkan LGS pada ibu jari. Tujuan: Untuk mengetahui pelaksanaan fisioterapi dalam mengurangi nyeri, mengurangi spasme otot, meningkatkan kekuatan otot, dan menambah LGS kasus post release DTS dengan menggunakan modalitas IR, TENS, US, dan TL. Hasil: setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali didapatkan hasil, nyeri diam T0: 20 mm menjadi T6: 3,5 mm, nyeri tekan T0: 40 mm menjadi T6: 19 mm, nyeri gerak ekstensi T0: 50 mm menjadi 28 mm, nyeri gerak abduksi T0: 48 mm menjadi T6: 30 mm, dan pada nyeri gerak adduksi T0: 32 mm menjadi T6: 4,5 mm. Pengurangan spasme otot T0: nilai 1 menjadi T6: nilai 0. Peningkatan kekuatan otot fleksor ibu jari T0: 4+ menjadi T6: 5, ekstensor ibu jari T0: 2 menjadi T6: 3+, abduktor ibu jari T0: 2 menjadi 3+, dan adduktor ibu jari T0: 3+ menjadi T6: 4+. Peningkatan LGS aktif Ibu jari F: T0: 100-00-50, menjadi T6: 330-00-150, S: T0: 100-00-00, menjadi T6: 350-00-00, LGS pasif ibu jari F: T0: 120-00-80, menjadi T6: 400-00-150, S: T0: 150-00-00, menjadi T6: 380-00-00. Kesimpulan: IR, TENS pada kasus post release DTS dapat mengurangi nyeri, US mengurangi spasme, active exercise meningkatkan kekuatan otot, dan stretching exercise meningkatkan LGS. Kata kunci: DTS, IR, US, TL.
A. PENDAHULUAN
Dequervein
Tenosinovitis
Syndrome
(DTS)
adalah
stenosing
tenosinovitis yang melibatkan ekstensor sendi carpometacarpal dan metacarpal ibu jari (Andreu, 2011). Kondisi ini melibatkan dua tendon yang berfungsi menggerakkan ibu jari yaitu Abductor Pollicis Longus (APL) dan Ekstensor Pollicis Brevis yang melekat pada otot-otot bagian belakang lengan bawah (Steinberg, 2013). Penyebab dari Dequervain Tenosinovitis menurut Shiel (2014) adalah idiopatik atau tidak diketahui secara pasti. Namun, penyebab lain yang sering muncul antara lain gerakan pergelangan tangan yang dilakukan secara berulang, berlebihan atau overuse (terutama ibu jari) pada wanita berkisar usia 30 dan 50 tahun. Data dari Mayo Clinic (2012) menyebutkan tanda dan gejala dari DTS antara lain nyeri, pembengkakan pada ibu jari, terdapat benjolan yang berisi cairan pada bagian pembengkakan, sulit untuk menggerakkan ibu jari dan pergelangan tangan saat menggenggam tangan, dan sensasi rasa lengket serta suara seperti gesekan saat tendon ibu jari
digerakkan ke depan dan ke
belakang. Namun, beberapa gejala lain yang dapat terjadi akibat penyakit Dequervain Tenosinovitis Syndrome menurut (Mujianto, 2013) adalah nyeri yang hebat pada ibu jari terutama saat melakukan gerakan aktif, terjadi pembengkakan pada daerah yang nyeri, adanya nyeri tekan pada proccesus styloideus radii, dan terdengar bunyi ‘klik’ saat menggerakan ibu jari. Modalitas yang dapat diberikan oleh fisioterapi berupa Infra Red (IR), Transcutaneus Electricl Nerve Stimulation (TENS), Ultrasound (US), dan terapi latihan yaitu Stretching, Active Exercise, serta pemberian edukasi. Menurut Cameron dkk. (2014) pemberian IR dan TENS bertujuan untuk mengurangi nyeri, US menurunkan spasme otot. Sedangkan terapi latihan bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot dan menambah LGS.
Tujuan Penulisan Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini terdiri atas dua hal yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. 1. Tujuan umum Untuk mengetahui modalitas fisioterapi pada problem kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pada kondisi Post ReleaseDequervain Tenosynovitis Syndrome 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui pengaruh modalitas fisioterapi dalam mengurangi nyeri pada kasus Post Release Dequervain Tenosinovitis Syndrome b. Untuk mengetahui pengaruh modalitas fisioterapi dalam meningkatkan kekuatan otot disekitar daerah ibu jari pada kasus Post Release Dequervain Tenosinovitis Syndrome c. Untuk mengetahui pengaruh modalitas fisioterapi dalam mengurangi spasme otot disekitar daerah ibu jari pada kasus
Post Release
Dequervain Tenosinovitis Syndrome d. Untuk mengetahui modalitas fisioterapi dalam meningkatkan Lingkup Gerak Sendi (LGS) pada kasus Post Release Dequervain Tenosinovitis Syndrome.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Fungsional Tulang – tulang pada tangan terdiri dari tulang-tulang pergelangan tangan (ossa carpalia), tulang-tulang telapak tangan (ossa metacarpalia), dan ruas-ruas jari tangan (ossa digitorum/phalanges) (Hadiwidjaja, 2000).Pada tulang pembentuk pergelangan tangan (Ossa carpalia) terletak dalam 2 deretan: deretan proksimal tulangnya tersusun berturutturut dari radial ke ulna yaitu tulang scapoideum. Deretan distal tulangnya tersusun berturut-turut dari radial ke ulna yaitu tulang
trapezium, tulang trapezoideum, tulang capitatum.Sedangkan pada tulang pembentuk telapak tangan (Ossa Metacarpalia) terdiri atas 5 ossa metacarpalia tangan masing-masing mempunyai capitulum,corpus, dan basis.Dan tulang pembentuk jari tangan (Ossa digitorum/phalanges) terdiri dari tiga tulang, yaitu phalang proksimal, medial, dan distal.Kecuali ibu jari yang hanya memiliki 2 ruas jari (phalanges) atau tidak memiliki tulang phalang menengah. Otot-otot penggerak ibu jari sesuai dengan kasus DTSadalah otot thenar dan otot hypothenar.Otot thenar meliputim. Abduktor policis brevis, m. Feksor policis brevis, m.Opponens policis, m.Adduktor pollicis.Sedangkan otot hypothenarmeliputi m. Abduktor digitiminimi, m.Opponens digitiminimi dan m.Flekor digitiminimi brevis.Persendian yang terdapat pada bagian ibu jari adalah sendi carpometacarpal, untuk syaraf yang menginervasi daerah ibu jari adalah nervus radialis yang berasal dari fasiculus posterior plexus brachialis dan tendon utama penggerak ibu jari dari kompartemen ekstensor pertama yaitu tendon ekstensor pollicis brevis (EPB) dan abduktor pollicis longus (APL) keduanya bersama-sama melewati terowongan (atau serangkaian katrol) yang terletak di ibu jari sisi pergelangan tangan. 2. Dequervain Tenosinovitis Syndrome
a. Definisi Dequervain Tenosinovitis Syndrome adalah peradangan pada tendon abduktor pollicis longus (APL) dan ekstensor pollicis brevis (EPB) sepanjang pergelangan tangan daerah ibu jari, yang ditandai rasa nyeri, bengkak, dan krepitasi yang berlebihan pada kompartemen dorsal pertama.Kedua tendon tersebut membentuk segitiga sama sisi dimetacarpal I kemudian dalam perjalanannya ke ibu jari, tendon APL dan EPB saling beriringan dan berdampingan ke sisi tepi pergelangan tangan melalui suatu terowongan (tunnel) dekat ujung tulang radius
lengan bawah. Terowongan ini merupakan saluran berselubung licin yg dinamakan tenosyinovium, atau dengan kata lain dinamakan Tenosinovitis (Adachi dkk., 2011). Operasi Release adalah operasi yang bertujuan untuk membuka (membelah) selubung tendon yang menebal dan “menjepit” tendon pada jari yang terserang, sehingga tendon dapat bergerak bebas kembali tanpa menimbulkan rasa sakit. Ini merupakan operasi kecil (luka irisan sekitar 1 cm).
b.
Prosedur Operasi Release Operasi ini dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal dan
turniket. Setelah kulit disterilkan, gunakan turniket dan infiltrasi kulit pada daerah kompartemen dorsal pertama dengan menggunakan anestesi lokal secukupnya. Lalu dibuat incisi pada kulit yang mulai dari dorsal ke volar dalam arah transversal-oblik, sejajar dengan lipatan-lipatan kulit melewati daerah yang lunak dari kompartemen dorsal pertama dan incisi longitudinal dianjurkan untuk membuat area yang lebih panjang. Tindakan diseksi tajam hanya sampai pada lapisan dermis dan tidak sampai ke lapisan lemak subkutaneus, menjauhi cabang-cabang nervus radialis superfisialis. Setelah menarik tepi kulit, gunakan diseksi tumpul pada lemak subkutaneus. Kemudian cari dan lindungi cabang-cabang sensoris dari nervus radialis superfisialis, biasanya terletak dibagian dalam dari vena-vena superfisialis. Kenali tendon proksimal sampai penyempitan ligamen dorsal dan tendon sheath, kemudian buka kompartemen dorsal pertama pada sisi dorsoulnar. Dengan ibu jari yang abduksi dan pergelangan tangan yang fleksi, angkat tendon abduktor polisis longus dan ekstensor polisis brevis dari tempatnya. Apabila tendon otot-otot tersebut sulit untuk dibebaskan, lakukan
additional “aberrant” tendons dan
kompartemen-kompartemen yang terpisah. Kemudian tutup incisi kulit dengan perban (Wright, 2004).
c. Etiologi Penyebab dari Dequervain Tenosinovitis Syndrome belum diketahui secara pasti. Tetapi ada beberapa faktor yang dianggap menjadi penyebab dari sindrom ini yaitu : a. Overuse Gerakan yang berlebihan dan terlalu dibebani pada sendi carpometacarpal 1 dapat menyebabkan ruptur dan peradangan pada daerah tersebut sebagai akibat dari pergesekan, tekanan dan iscemia daerah persendian (Appley dan Solomon, 1995). b. Trauma langsung Trauma langsung yang menyerang pada tendon m. abductor pollicis longus dan m. abductor pollicis brevis dapat menyebabkan kerusakan jaringan serta peradangan yang bisa menimbulkan reaksi nyeri. c. Peradangan sendi Kerusakan
persendian
akibat
radang
mengakibatkan
terjadinya erosi tulang yang terjadi pada bagian tepi sendi akibat invasi jaringan granulasi dan akibat resorbsi osteoclast. Dan pada tendon terjadi Tenosinovitis yang disertai invasi kolagen yang dapat menyebabkan rupture tendon baik total maupun parsial.
C. PROSES FISIOTERAPI
Pasien bernama Ny. Sri Winanti, umur 51 tahun, agama nasrani, pekerjaan penjual sembako, jenis kelamin perempuan, beralamatkan di RT 07/Rw 19 Ngringo, Jaten Karanganyar. Dari pemeriksaan tersebut terdapat nyeri tekan bekas luka jahitan, adanya nyeri gerak ibu jari kiri, adanya spasme otot ibu jari, potensial penurunan kekuatan otot, dan keterbatasan lingkup gerak sendi ibu jari.
Parameter yang digunakan untuk evaluasi hasil terapi antara lain evaluasi nyeri dengan VAS, evaluasi spasme otot dengan palpasi, evaluasi kekuatan otot dengan MMT, dan evaluasi lingkup gerak sendi dengan goneometer. Pasien masih merasa kesulitan saat melakukan aktivitas sehari-hari, dan mengangkat benda-benda yang berat. Adanya nyeri tekan bekas luka jahitan
pada ibu jari kiri setelah dilakukan tindakan operasi release
Dequervain Tenosinovitis Syndrome, adanya nyeri gerak ekstensi, abduksi, dan adduksi ibu jari kiri, adanya spasme otot abductor pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, adanya penurunan kekuatan otot abductor pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, dan terjadi keterbatasan LGS gerakan ekstensi, abduksi, dan adduksi ibu jari. Dalam kasus ini penatalaksanaan
yang
diberikan
yaitu
berupa
Infra
Red
(IR),
Transcutaneus Electricl Nerve Stimulation (TENS), Ultrasound (US), danterapi latihan yaitu Stretching, Active Exercise, serta pemberian edukasi.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengurangan Nyeri
60
Nyeri Diam
40
Nyeri Tekan
20
Nyeri Gerak Ekstensi Nyeri Gerak Abduksi
0 T0
T1
T2
T3
T4
T5
T6
Nyeri Gerak Adduksi
Nyeri timbul pada umumnya akibat adanya kerusakan jaringan atau jaringan yang terjadi tidak normal yang akan menyebabkan sel jaringan akan hancur dan melepaskan beragam produk sampingan jaringan dan mediator inflamasi seperti prostatglandin, subtan P, bradikinin, histamine, serotonin, dan sitokinin. Beberapa dari zat ini akan menstimulasi nosiseptor
sementara yang lain mensensitisasi nosiseptor. Aktivasi nosiseptor secara konstan dapat menyebabkan nyeri nosiseptif (Kuntono, 2011). Pemberian IR disini yaitu dengan menggunakan efek panas yang ditimbulkan dari sinar IR diharapkan panas yang akan diberikan akan memberikan efek sedatif pada saraf sensoris sehingga dapat menurunkan nilai ambang rangsang. Efek panas akan memperlancar suplai oksigen, nutrisi, leukosit, dan antibody, serta mempercepat proses peradangan dan pembuangan sisa metabolisme dalam jaringan sehingga membuat otot menjadi lebih rileks dan nyeri mulai berkurang (Prentice, 2002). Pada pemberian modalitas terapi TENS yang bertujuan mengurangi nyeri melalui mekanisme segmental, akan menghasilkan efek analgesia dengan jalan mengaktifasi serabut A beta yang akan menghibisi neuron nosiseptor di kornu dorsalis medula spinalis, yang mengacu pada teori gerbang control bahwa gerbang terdiri dari sel internunsia yang bersifat inhibisi yang dikenal sebagai substansia gelatinosa dan yang terletak di kornu posterior dan sel T yang merelai informasi dari pusat yang lebih tinggi. Tingkat aktivitas sel T ditentukan oleh keseimbangan asupan dari serabut berdiameter besar A beta dan A alfa serta serabut berdiameter kecil A delta dan serabut C. Asupan dari saraf berdiameter kecil akan mengaktifasi sel T yang kemudian dirasakan sebagai keluhan nyeri. Namun pada saat yang bersamaan impuls juga dapat memicu sel substansia gelatinosa yang berdampak pada penurunan asupan terhadap sel T baik yang berasal dari serabut berdiameter besar maupun kecil dengan kata lain asupan impuls dari serabut aferen berdiameter besar akan menutup gerbang dan membloking transmisi impuls dari serabut aferen nosiseptor sehingga nyeri berkurang (Parjoto, 2006).
2. Pengurangan spasme otot
2 m. Abduktor Polisis Longus dan Ekstensor Polisis Brevis (S)
1 0 T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
Hal ini disebabkan pengaruh pemberian modalitas US karena adanya gelombang suara yang masuk kedalam tubuh mulai dari jaringan, pembuluh darah hingga menembus ke otot dimana gelombang suara tersebut akan menimbulkan efek micromassage yang bertujuan untuk menghancurkan jaringan fibrous dan membantu mengulur tendon (Nurhayati dan Lesmana, 2007). Akibat adanya pergeseran dari micromassage, menimbulkan panas yang dapat membantu mengurangi zat iritan. Dan panas ringan yang dihasilkan akan menimbulkan efek sedaktif, sehingga otot menjadi lebih rileks, membantu meningkatkan kolagen dari tendon dan mengurangi spasme otot. Selain itu, efek thermal yang dirasakan juga berpengaruh pada pelebaran pembuluh darah dan meningkatkan sirkulasi darah sehingga mempercepat proses regenerasi jaringan dan proses penyembuhan (Arovah, 2010).
3. Peningkatan kekuatan otot 9 8
5
7
4+
6
4
5
3+
Fleksi Ekstensi
4
3
Abduksi
3+
2
Adduksi
2
2
11 0
0
T0
T1
T2
T3
T4
T5
T6
Dalam hal ini penulis menggunakan modalitas terapi latihan menggunakan metode Free AktiveExercise .Menurut Suratun dkk.(2008) dengan melakukan latihan gerakan aktif membantu dalam melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi.Gerakan ini terjadi akibat adanya kontraksi otot melawan pengaruh gravitasi tanpa adanya bantuan dari luar atau pasien sendiri yang menggerakkan otot-ototnya secara aktif tanpa bantuan terapis.Efek dari gerakan tersebut untuk koordinasi gerakan dan meningkatkan kekuatan otot (kisner dan Colby, 2007). Peningkatan kekuatan otot yang cukup besar ini disebabkan perubahan anatomis, yaitu peningkatan jumlah myofibril, peningkatan ukuran myofibril, peningkatan jumlah total protein kontraktil khususnya kontraktil myosin, dan peningkatan kualitas jaringan penghubung tendon dan ligamen (Stanley dan Beare, 2006).
4. Peningkatan Lingkup Gerak Sendi (LGS)
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Fleksi Thumb Gerak Aktif Ekstensi Thumb Gerak Aktif Abduksi Thumb Gerak Aktif Adduksi Thumb Gerak Aktif Fleksi Thumb Gerak Pasif T0
T1
T2
T3
T4
T5
T6
Dalam hal ini, penulis memilih menggunakan modalitas terapi latihan yang dilakukan secara bertahap menggunakan metode passive stretching untuk membantu meningkatan LGS yang lebih besar dengan menyebabkan penguluran dan peregangan struktur jaringan lunak seperti otot dan tendon yang nantinya akan memelihara fleksibilitas dari jaringan tersebut sehingga mempengaruhi
peningkatan
lingkup
gerak
sendi
dan
peningkatan
kemampuan fungsional. Selain itu dengan pemberian modalitas terapi latihan berupa stretching dapat memperoleh pelemasan jaringan dan peregangan jaringan otot, melalui kontraksi maksimal kemudian disusul rileksasi dan diikuti peregangan otot agonis yang berperan menggerakkan ibu jari, Ketika otot diberikan stretching, stretch reflek bekerja secara otomatis mengkontraksikan otot yang terulur untuk melindunginya dari stretching yang berlebihan. Ketika terjadi ketegangan pada otot yang diulur, golgi tendon organ akan teraktivasi dan segera menginhibisi ketegangan dengan relaksasi melalui pemanjangan otot sehingga dapat meningkatkan lingkup gerak sendi (Pusdiknakes, 2010). Adapun kelebihan lain dari stretching secara umum menurut Walker (2007) yaitu dapat meningkatkan panjang otot dan jaringan lunak dalam menempatkan bagian tubuh pada posisi tertentu, dengan cara meningkatkan kemampuan gerakan ektremitas secara maksimal sebelum terjadi kerusakan
pada otot, maupun jaringan lunak sehingga tidak rentan untuk mengalami cedera baik strain otot, tendon maupun sprain ligamen karena otot-otot yang bergerak lebih lentur dan fleksibel menyebabkan ketegangan otot secara general mengalami penurunan dan terjadi peningkatan lingkup gerak sendi.
E. SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan Pasien Ny. Sri Winanti usia 61 tahun dengan diagnosis Post Release Dequervain Tenosinovitis Syndrome setelah mendapatkan penanganan fisioterapi sebanyak 6 kali terapimulai tanggal 4 agustus 2014 - 25 agustus 2014 didapatkan hasil berupa penurunan nyeri, penurunan spasme otot, peningkatan kekuatan otot, dan peningkatan LGS dengan menggunakan modalitas fisioterapi yaitu IR, TENS, US, dan Terapi Latihan. Maka didapatkan hasil: 1. Infra Red (IR) dan Transcutanius Electrical Nerve Stimulation (TENS) dapat menurunkan nyeri 2. Dengan diberikan Ultrasound(US) dapat menurunkan spasme otot. 3. Pemberian Terapi Latihan berupa Free Aktive Exercise dapat meningkatkan kekuatan otot. 4. Pemberian Terapi Latihan berupa Passive Stretching Exercise dapat meningkatkan LGS.
2. Saran 1. Bagi Penderita Bagi penderita disarankan untuk melakukan terapi secara rutin serta melakukan edukasi yang diberikan terapis seperti : (1) melakukan latihan yang telah diberikan terapis secara aktif di rumah untuk membantu meningkatkan lingkup gerak sendi pada ibu jari, (2) jangan
melakukan aktivitas yang berulang dan berlebihan menggunakan tangan khususnya bagian ibu jari, (3) menggunakan thumb spica splint saat melakukan aktivitas sehari-hari untuk mengistirahatkan ibu jari. 2. Bagi fisioterapi Bagi fisioterapis hendaknya benar-benar melakukan tugasnya secara professional, yaitu melakukan pemeriksaan dengan teliti sehingga dapat menegakkan diagnosa, menentukan problematik, menentukan tujuan terapi yang tepat, untuk menentukan jenis modalitas fisioterapi yang tepat dan efektif buat penderita.selain itu fisioterapis hendaknya meningkatkan ilmu pengetahuan serta pemahaman terhadap hal-hal yang berhubungan dengan studi kasus karena tidak menutup kemungkinan adanya terobosan baru dalam suatu pengobatan yang membutuhkan pemahaman lebih lanjut. 3. Bagi Dokter / Tim Medis Bagi dokter atau tim medis disarankan, jika ada pasien dengan kondisi DequervainTenosinovitis Syndrome hendaknya segera dirujuk ke fisioterapi untuk sesegera mungkin mendapatkan penanganan lebih lanjut dan saling bekerja sama demi kesembuhan pasien. 4. Bagi Masyarakat Bagi masyarakat disarankan bila tiba-tiba merasakan nyeri pada ibu jari sampai sulit untuk digerakan segera memeriksakan diri ke dokter karena ditakutkan timbulnya masalah baru dan dapat memperlama proses penyembuhan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Adachi, S, Yamamoto, A, Kobayashi, T, Tajika, T, Kaneko, T, Shibusawa, K, dan Takagishi, K. 2011. Prevalance od de Quervain’s Disease in the General Population and Risk Factors. Kitakanto Medical Journal. Vol 61: 479-482. Andreu, J.L. 2011. Hand pain other than carpal tunnel syndrome (CTS):The role of occupational factors. Journal best Practice and Research Clinical Rhematology. Vol 25, hal 31-42. Elsevier Health Sciences. Appley, A.G dan Solomon, L. 1995.Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley. Jakarta: Widya Medika. Arovah, N, I. 2010. Dasar-dasar fisioterapi pada Cedera Olahraga. Diakses: 9 November 2014. https://www.yumpu.com/buku-ajar-kuliah-fisioterapipdfstaff-uny Cameron, M. H dan Monroe, L. 2014. Physical Rehabilitation for the Physical Therapist Assistant. Ch.7, hal 86-87. Elsevier Health Sciences. Hadiwidjaja, S. 2002. Anatomi I AMT Extremitas Superior. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Kisner, C and Colby, L. A. 2007. Therapeutic exercise foundation and Tachnique. 5th ed. Philadelphia: F. A. Davis Company. Kuntono, H. P. 2011. Nyeri Secara Umum dan Osteo Arthritis Lutut dari Aspek Fisioterapi. Surakarta : Muhammadiyah University Press. Mayo Clinic. 2012. DeQuervain Tenosyinovitis. Diakses : 27 September 2014. http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/de-quervainstenosynovitis/basics/symptoms/con-20027238 Mujianto. 2013. Cara Cepat mengatasi 10 Besar Kasus Muskuloskeletal Dalam Praktik Klinik Fisioterapi. Jakarta: Trans Info Media. Nurhayati, dan Lesmana, I. 2007. Manfaat Back School Aktif terhadap Pengurangan Nyeri Pinggang Mekanis (Studi Komparatif Antara Pemberian Back School Aktif, SWD, dan US dengan Pemberian Back School Pasif, SWD, dan US. Vol 7(1): hal. 74-76. Parjoto S. 2006. Terapi listrik untuk modulasi nyeri. Semarang: ikatan fisioterapi Indonesia cabang semarang.
Prentice, W. 2002. Therapeutic Modalities for Physical Therapists. 2nd ed. USA : McGraw Hill Companies Inc. Pusdiknakes Depkes R.I 2010. Sumber Fisis Teori tentang Ultrasound. Jakarta: Program Studi D III Universitas Kristen Indonesia hal 140-150. Shiel, W. C. 2014. De Quervain’s Tenosyinovitis. Diakses: 26 September 2014. http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=19655&pf=2 Steinber, D. R. 2013. De Quervain Syndrome. Diakses: 27 September 2014. http://www.merckmanuals.com/professional/musculoskeletal_and_connect ive_tissue_disorders/hand_disorders/de_quervain_syndrome.html Stanley dan Mickey, B. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Suratun, H. Santa, M dan Een, R. 2008. Klien gangguan system musculoskeletal. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Walker, B. 2007. The Stretching Handbook. 3rd ed. Walkerbout Health Pty Ltd and The Stretching Institute TM, hal 15-20. Wright, P. E. 2004. Carpal Tunnel, Ulnar Tunnel, and Stenosing Tenosynovitis. In Campbell-Operative Orthopaedics. 10th ed. Ch. 73.