PENATAAN KELEMBAGAAN PERTANIAN DALAM PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT (Studi di Kampung Ciburuy, Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor)
MA’RIFATU RODIAH I34070089
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT MA’RIFATU RODIAH The Agriculture Institutional Arrangements in the Implementation of Healthy Rice-Plant Farming System (Case Ciburuy Village, Cigombong, Bogor). Supervised by FREDIAN TONNY NASDIAN Implementation of healthy rice-plant farming systems caused changes in some aspect of agricultural institution. The main objectives of this research was to analyzed the agriculture institutional arrangements in the implementation of healthy rice-plant farming system. The specific objectives were: 1) Examined the implementation of healthy rice-plant farming systems; 2) Analyzed the relationship between implementation healthy rice-plant farming system and the labor absorption; 3) Analyzed the relationship between implementation of healthy rice-plant farming systems and changes in organizational form; 4) Analyzed the relationship between implementation of healthy rice-plant farming systems and the agricultural networks. Generally, the implementation of healthy rice-plant farming systems caused changes in several aspects including the increased agricultural activities, the changing forms of organization and the formation of agriculture networks. On the implementations of healthy rice-plant farming systems was not needed a new institutional system to regulated agricultural activities, but rather required a arrangement or addition of new instruments in the organization according to the new perceived needs. Keywords : healthy rice-plant, agricultural institution, organizational form, agricultural networks.
RINGKASAN MA’RIFATU RODIAH. Penataan Kelembagaan Pertanian dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat (Studi di Kampung Ciburuy, Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor). Di bawah bimbingan FREDIAN TONNY NASDIAN.
Penelitian ini bertujuan menganalisis penataan kelembagaan pertanian dalam penerapan sistem pertanian padi sehat, secara khusus menelaah dan menganalisis: (1) Penerapan sistem pertanian padi sehat; (2) Hubungan penerapan sistem pertanian padi sehat terhadap penyerapan tenaga kerja; (3) Hubungan penerapan sistem pertanian padi sehat terhadap perubahan bentuk organisasi; (4) Hubungan penerapan sistem pertanian padi sehat terhadap pembentukan kemitraan pertanian. Penelitian ini mengkombinasikan dua pendekatan yakni pendekatan kualitatif diikuti pendekatan kuantitatif. Jenis data yang dikumpulkan mencakup data primer dan sekunder. Penelitian ini didahului dengan pengambilan data sekunder yang diperoleh dari dokumen-dokumen kependudukan maupun profil desa dan data primer kualitatif berupa wawancara dengan tokoh (informan). Data primer kuantitatif berupa pengisian kuesioner dilakukan berikutnya. Unit analisis dari penelitian ini adalah rumah tangga petani dengan unit pengamatan adalah kepala keluarga atau anggota keluarga yang menerapkan sistem pertanian padi sehat dan tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Pemilihan responden menggunakan teknik stratified random sampling dengan dasar pelapisan yang digunakan berdasarkan penguasaan lahan (pribadi maupun garapan) yang dibedakan ke dalam tiga kelas atau lapisan (atas, menengah dan bawah). Dari total populasi sebanyak 83 orang kepala keluarga yang menerapkan sistem pertanian padi sehat diambil sampel secara acak proporsional dengan jumlah responden sebanyak 30 orang yang terdiri atas 5 orang berasal dari lapisan atas, 15 orang berasal dari lapisan menengah dan 10 orang dari lapisan bawah. Hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan sistem pertanian padi sehat perlu ditunjang dengan penataan kelembagaan pertanian guna mewujudkan pertanian yang berkelanjutan. Pada penerapan sistem pertanian padi sehat, terdapat kegiatan-kegiatan baru terutama pada pengolahan dan pemasaran hasil sehingga terjadi penyerapan tenaga kerja pertanian. Penerapan sistem pertanian padi sehat juga menyebabkan perubahan pada bentuk organisasi. Perubahan bentuk organisasi yang dimaksud adalah dengan terbentuknya instrumen atau unit kerja baru dengan spesifikasi kerja masing-masing agar lebih efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan dan menunjang kegiatan pertanian. Kemitraan pertanian juga merupakan salah satu aspek yang dikembangkan dalam penerapan sistem pertanian padi sehat karena membawa manfaat tersendiri bagi petani antara lain menambah informasi, pengetahuan dan wawasan mengenai sistem pertanian itu sendiri. Selain itu dirasakan manfaat lain adalah bertambah luas jaringan pemasaran dan turunnya bantuan-bantuan dari para pihak-pihak yang bermitra. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pada penerapan sistem pertanian padi sehat belum dibutuhkan suatu sistem atau tatanan
kelembagaan baru untuk mengatur kegiatan pertanian, tetapi lebih diperlukan suatu penataan kelembagaan dengan penambahan instrumen-instrumen baru dalam organisasi sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan guna menunjang kontinuitas kegiatan pertanian.
PENATAAN KELEMBAGAAN PERTANIAN DALAM PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT (Studi di Kampung Ciburuy, Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor)
MA’RIFATU RODIAH I34070089
SKRIPSI Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
LEMBAR PENGESAHAN DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh: Nama Mahasiswa
: Ma‟rifatu Rodiah
NRP
: I34070089
Program Studi
: Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Judul
: Penataan Kelembagaan Pertanian dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat (Studi di Kampung Ciburuy, Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor).
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan KPM 499 pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS NIP. 19580214 198503 1 004
Mengetahui, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal Lulus Ujian: _________________
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PENATAAN KELEMBAGAAN PERTANIAN DALAM PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT (STUDI DI KAMPUNG CIBURUY, DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG, KABUPATEN BOGOR)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.
Bogor, Agustus 2011 MA’RIFATU RODIAH I34070089
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Ma‟rifatu Rodiah. Lahir di Bogor pada 15 Maret 1989. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Atmaja dan Mukarromah. Pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis berturut-turut dari jenjang sekolah dasar hingga menengah atas yaitu SDN Katulampa 3 (19952001), SMP Negeri 2 Bogor (2001-2004) dan SMA Negeri 4 Bogor (2004-2007). Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) Tahun 2007 pada program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis juga aktif mengikuti sejumlah kegiatan organisasi maupun kepanitiaan diantaranya, sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) periode 2009/2010 pada divisi Pengembangan Masyarakat. Pada Tahun 2009 penulis mengikuti kegiatan IPB Go Field di desa binaan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk dan sekaligus menjadi angkatan pertama. Pada Tahun 2011 penulis menjadi fasilitator dalam acara Pesta Petani Muda Indonesia (Pestani) se-Jawa Barat yang dilaksanakan atas kerjasama KODAM III Siliwangi, Pemerintah Propinsi Jawa Barat dan Banten serta IPB. Terakhir, penulis juga tercatat sebagai asisten praktikum Mata Kuliah Sosiologi Umum selama dua semester. Adapun sejumlah kepanitiaan yang pernah diikuti antara lain Mimitran Gentra Kaheman 2007, Indonesian Ecology Expo (Index) 2008, Conference of Human Ecology Student of Indonesia (Cohesi) 2010.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, karena berkat nikmat, rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat
menyelesaikan
laporan
skripsi
yang berjudul
“Penataan
Kelembagaan Pertanian dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat (Studi di Kampung Ciburuy, Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor)”. Penelitian ini bertujuan menganalisis penataan kelembagaan pertanian dalam penerapan sistem pertanian padi sehat. Diharapkan melalui penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak atau unsur yang terkait dengan pembangunan pertanian berkelanjutan dan pihak-pihak yang menaruh minat pada kajian penataan kelembagaan dimana teknologi menjadi sumber perubahan. Tidak sedikit hambatan dan masalah yang penulis rasakan dalam menyelesaikan laporan penelitian (skripsi) ini, namun Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan dalam setiap langkah penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis dedikasikan skripsi ini untuk kedua orangtua yang merupakan bagian dari hidup penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah bersedia membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011 Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam atas nikmat, rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga tidak lupa menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada beberapa pihak yang telah bersedia membantu dalam penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS selaku dosen pembimbing yang disela-sela kesibukannya telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberi semangat dan masukan-masukan yang begitu berarti kepada penulis selama masa penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi dan Iman K. Nawireja, SP, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi. 3. Ibu Hana Indriyana, SP, MSi yang telah memberikan rekomendasi dan informasi awal mengenai lokasi penelitian. 4. Ketua Gapoktan, H. A. Dzakaria sekeluarga, petani sejati yang cerdas dan berdedikasi yang telah menjadi teman berdiskusi sekaligus guru di lapangan. 5. Bapak Guru Suherman dan Ibu Yuyun yang telah menjadi orangtua penulis selama berada di lokasi penelitian. 6. Seluruh ketua dan anggota kelompok-kelompok tani yang telah bersedia menerima penulis dalam rangka melakukan penelitian. 7. Keluarga tercinta (Kedua orangtua dan saudara-saudara kandung), bagian hidup penulis. Terlebih Bapak dan Ibu yang merupakan energi dan sumber motivasi bagi penulis dalam menjalani masa-masa studi. Terimakasih yang tak terhingga atas kasih sayang, curahan perhatian dan juga senantiasa “menyertakan” penulis dalam setiap doa-doanya. 8. Dewi Vivi Vanadiani, sahabat sekaligus teman satu pembimbing, yang samasama merasakan pahit manis masa-masa studi. 9. Sahabat-sahabat tercinta (Wina, Vitadesy, Ira, Anggi, Mabu, Didi, Pia, Dinda, Karin, Yoshinta, dkk.) atas kebersamaan dan keceriaan yang tiada pernah ada habisnya.
10. Citra Anggun, Wina dan Pia atas komitmen dan kerjasamanya membangun sebuah usaha di tengah kesibukan sebagai mahasiswa tingkat akhir. Semoga usaha kita berkah. Amin. 11. Praktikan Sosiologi Umum, B19 family (angkatan 47) atas kebersamaan, keceriaan, dan kerjasama yang telah dibangun. 12. Kawan-kawan seperjuangan, KPM angkatan 44 yang begitu penulis sayangi dan tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas kerjasama dan kebersamaannya selama ini. Terimakasih pula telah mewarnai hidup penulis selama menimba ilmu di KPM. 13. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasamanya selama ini. Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca terutama dalam hal memahami lebih jauh tentang penataan kelembagaan pertanian.
Bogor, Agustus 2011 Penulis
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI............................................................................................... DAFTAR TABEL....................................................................................... DAFTAR GAMBAR.................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1. 1. Latar Belakang............................................................................. 1. 2. Masalah Penelitian....................................................................... 1. 3. Tujuan Penelitian......................................................................... 1. 4. Kegunaan Penelitian.................................................................... BAB II PENDEKATAN TEORITIS....................................................... 2.1. Tinjauan Pustaka.......................................................................... 2.1.1. Definisi dan Konsep Perubahan Sosial.................................. 2.1.2. Teori-teori Modern mengenai Perubahan Sosial.................. 2.1.3. Perspektif Perubahan Sosial.................................................. 2.1.4. Proses Perubahan Sosial........................................................ 2.1.5. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan................................. 2.1.6. Sistem Pertanian Organik...................................................... 2.1.7. Kelembagaan Pertanian........................................................ 2.1.8. Perubahan Bentuk Organisasi................................................ 2.1.9. Kemitraan Usaha.................................................................... 2.2. Kerangka Pemikiran..................................................................... 2.3. Hipotesis....................................................................................... 2.4. Definisi Operasional.................................................................... BAB III PENDEKATAN LAPANG....................................................... 3.1. Metode Penelitian........................................................................ 3.2. Jenis dan Sumber Data................................................................. 3.3. Teknik Penentuan Responden...................................................... 3.4. Pengolahan dan Analisis Data...................................................... 3.5. Waktu dan Tempat Penelitian...................................................... BAB IV PROFIL DESA CIBURUY....................................................... 4.1. Kondisi Geografis........................................................................ 4.2. Kondisi Fisik, Sarana dan Prasarana............................................ 4.3. Kondisi Demografis..................................................................... 4.4. Profil Kampung Ciburuy (Struktural dan Kultural) .................... 4.5. Pola Adaptasi Ekologi.................................................................. 4.6. Ikhtisar......................................................................................... BAB V PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT............ 5.1. Sejarah Masuknya Sistem Pertanian Padi Sehat di Kampung Ciburuy.........................................................................................
i iii iv v 1 1 3 4 5 6 6 6 7 8 10 11 12 16 18 19 22 23 23 26 26 26 26 27 28 29 29 29 30 32 35 36 38 38
ii
5.2. Deskripsi Sistem Pertanian Padi Sehat di Kampung Ciburuy..... 5.3. Sistem Pertanian Padi Sehat dan Penerapannya.......................... BAB VI PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA PERTANIAN................. 6.1. Kegiatan-kegiatan Baru dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat..................................................................................... 6.2. Penyerapan Tenaga Kerja Pertanian............................................ BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI...................... 7.1. Kebutuhan yang Dirasakan dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat..................................................................................... 7.2. Perubahan Bentuk Organisasi...................................................... BAB VIII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PEMBENTUKAN KEMITRAAN.................................. Jaringan Kemitraan dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat......................................................................................... 8.2. Manfaat Kemitraan...................................................................... BAB IX PENUTUP.................................................................................. 9.1. Kesimpulan.................................................................................. 9.2. Saran............................................................................................. DAFTAR PUSTAKA............................................................................... LAMPIRAN..............................................................................................
40 41 46 46 47 49 49 52 58
8.1.
58 61 65 65 66 68 70
iii
DAFTAR TABEL Nomor Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3
Halaman Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Ciburuy menurut Tingkat Pendidikan............................................................
31
Jumlah dan Presentase Petani menurut Luas Lahan Garapan (hektar) di Desa Ciburuy, 2011............................
33
Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja menurut Kegiatan Pertanian Di Desa Ciburuy, 2011 (pada Satuan Luas Lahan 0,50 hektar)..............................................................
48
iv
DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar 1
Halaman Kerangka Pemikiran Penataan Kelembagaan Pertanian dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat.................
23
Gambar 2
Piramida Penduduk Desa Ciburuy....................................
31
Gambar 3
Persentase Jenis Pekerjaan Penduduk Desa Ciburuy........
32
Gambar 4
Matriks Pendekatan-pendekatan yang Diterapkan dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat di Kampung Ciburuy, 2011...................................................................
40
Persentase Perubahan Taraf Hidup Petani Padi Sehat Kampung Ciburuy.............................................................
44
Persentase Kebutuhan yang Dirasakan Petani Lapisan Atas, Menengah dan Bawah dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat.........................................................
49
Bagan Alir Terbentuknya Kerjasama dan Munculnya Instrumen (Unit Kerja) Baru dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat.........................................................
53
Rantai Pasar pada Pertanian Konvensional dan Sistem Pertanian Padi Sehat.........................................................
56
Matriks Pihak-pihak yang Bermitra dengan Gapoktan “Silih Asih” menurut Kalangan Pemerintahan, Akademisi, Perusahaan dan Lembaga Penelitian.............
59
Persentase Manfaat Kemitraan yang Dirasakan Petani Lapisan Atas, Menengah dan Bawah dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat.............................................
62
Gambar 5 Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8 Gambar 9
Gambar 10
v
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
Lampiran 1 Prosedur Operasional Standar (SOP) Budidaya Padi Sehat Bebas Pestisida dan Pemupukan..............................
70
Lampiran 2 Daftar Nama Petani Padi Sehat Kampung Ciburuy (Kerangka Sampling).........................................................
75
Lampiran 3 Denah Lokasi Penelitian....................................................
77
Lampiran 4 Jumlah dan Presentase Penduduk Desa Ciburuy menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin..................................
78
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu upaya pemerintah dalam memacu proses industrialisasi pertanian adalah dengan introduksi sistem pertanian yang mampu mendorong produksi dan produktivitas sektoral. Upaya ini merupakan salah satu strategi pembangunan karena teknologi umumnya diciptakan untuk tujuan efisiensi dan efektivitas. Penerapan sistem tepat-guna dalam skala tertentu juga mampu menunjukkan efisiensi ekonomi tinggi (Sudaryanto et al, 1997). Salah satu teknologi alternatif yang akhir-akhir ini sedang memperoleh perhatian dan dukungan adalah pertanian organik. Dukungan tersebut berasal dari para petani sebagai produsen, masyarakat sebagai konsumen, industri sebagai pelaku bisnis, dan pemerintah sebagai fasilitator dan regulator.1 Pembangunan pertanian yang didasarkan pada kebijakan Revolusi Hijau cenderung tidak menunjukkan adanya suatu keberlanjutan baik secara sosial, ekonomi maupun ekologi. Sehubungan dengan itu, Salikin (2003) menyatakan bahwa konsep keberlanjutan telah mendapat perhatian yang besar sebagai kritik atas pendekatan industrial pada proses pembangunan pertanian. Sebagaimana dikutip dari Reijntjes et al. (1999) dengan munculnya konsep Pembangunan Pertanian Berkelanjutan yang diperkenalkan pada Tahun 1987 dalam sidang WCED (World Commission on Environment and Development), pertanian organik merupakan salah satu bagian dari pendekatan pertanian berkelanjutan. Semakin tumbuhnya kesadaran maupun pemahaman masyarakat akan bahaya bahan kimia sintesis dalam jangka waktu yang lama, maka mulai diliriklah cara pertanian alamiah dalam hal ini pertanian organik. Hingga kini perkembangan penerapan pertanian organik semakin pesat dan menjadi alternatif jalan penghidupan yang berkelanjutan. Introduksi dan diseminasi sistem pertanian modern ke pedesaan tidak diikuti dengan penataan kelembagaan pertanian. Sebagaimana yang dikutip dari Suradisastra (1997) bahwa dalam sejarah perkembangan pertanian dan 1
Disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Kasumbogo Untung, MSc. Guru Besar Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta, 20 Mei 2008 (pada kata pengantar buku Pertanian Organik Solusi Hidup Harmoni dan Berkelanjutan).
2
industrialisasi pertanian pedesaan sangat jarang dijumpai pendekatan yang menekankan pentingnya peran kelembagaan dan organisasi lokal. Alternatif utama yang mampu mendorong dan mengembangkan pertumbuhan kelembagaan dan organisasi lokal yang bersifat partisipatif adalah dengan memfasilitasi petani untuk menyelenggarakan proses pengembangan maupun penataan kelembagaan dan organisasi yang selaras dengan tujuan yang ingin dicapai. Selain kelembagaan pertanian yang sifatnya tradisional juga muncul kelembagaan pertanian yang dikelola dengan cara lebih modern yaitu kelompok tani, kelompok pemakai air, kelompok kredit usaha, koperasi desa dan lain sebagainya. Kemitraan juga dapat menjadi salah satu aspek yang dapat dikembangkan sejalan dengan penataan kelembagaan karena mengutip Hafsah (2000) kemitraan dapat menjadi salah satu solusi menghilangkan ketimpangan dan menjadi alternatif dalam upaya memberdayakan petani. Di Kampung Ciburuy, Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, terdapat komunitas petani padi sawah yang sejak Tahun 2001 telah menerapakan sistem pertanian padi sehat2 yang merupakan transisi dari pertanian modern dengan input luar berbahan kimia menuju pertanian organik. Sehubungan dengan penerapan sistem pertanian padi sehat muncul kebutuhan-kebutuhan dan mekanisme pengaturan baru yang dibutuhkan agar dapat menunjang kegiatan pertanian sehingga dilakukan penataan kelembagaan guna memenuhi kebutuhan petani. Penataan kelembagaan yang dilakukan oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) ini juga membawa perubahan pada bentuk organisasi dan pembentukan kemitraan pertanian. Seiring pergeseran paradigma pembangunan dari Revolusi Hijau ke Pembangunan Pertanian Berkelanjutan, penting untuk melihat bagaimana perubahan yang terjadi pada kelembagaan pertanian. Oleh sebab itu, kajian ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana penataan kelembagaan dan pembentukan kemitraan pertanian dalam penerapan sistem pertanian padi sehat?
2
bebas residu pestisida
3
1.2. Masalah Penelitian Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) baik di tingkat pusat maupun daerah berisi arah dan kebijakan dasar pembangunan untuk jangka waktu dua puluh tahun yang berkedudukan sebagai pedoman bagi semua pihak dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan jangka menengah. Dalam setiap rencana pembangunan, sektor pertanian masih menjadi perhatian utama. Pendekatan pembangunan ini dilakukan dengan berpedoman pada etika modernisasi yang berlandaskan pada kemajuan sistem sebagai sumber utama perubahan sosial. Lebih jauh lagi sejak munculnya konsep pembangunan pertanian berkelanjutan yang salah satunya dilakukan melalui pengembangan sistem pertanian organik maka semakin mewarnai dinamika perubahan dan perkembangan sektor pertanian di Indonesia. Sebagaimana
dikutip
dari
Lauer
(2006),
Perspektif
Materialistis
menyatakan bahwa tatanan masyarakat sangat ditentukan oleh sistem. Veblen terutama memusatkan perhatian pada pengaruh sistem terhadap pikiran dan perilaku manusia. Perspektif Materialistis ini mengakui juga adanya interaksi antara sistem dan ide tetapi memberikan tekanan pada salah satu faktor yaitu faktor sistem. Dalam hal ini, ide pemikiran atau gagasan mengenai konsep Pembangunan Pertanian Berkelanjutan mengawali munculnya sistem pertanian organik. Namun dikembangkan
gagasan ini juga diikuti dengan
untuk
pembuatan
pupuk
organik
sistem-sistem dengan
yang
melibatkan
mikroorganisme yang juga sebagai sebuah sistem. Berdasarkan pandangan tersebut perlu dilihat bagaimana penerapan sistem pertanian padi sehat dapat menyebabkan perubahan sosial? Modernisasi menimbulkan perubahan di berbagai bidang kehidupan. Berbagai pakar meletakkan tekanan pada jenis perubahan yang berbeda. Namun sebagian besar memandang penting perubahan struktural dalam hubungan, organisasi dan ikatan antara unsur-unsur masyarakat. Sebagaimana dikutip dari Lauer (2006), alasan dibalik lebih seringnya penekanan ditujukan pada perubahan struktural dibanding tipe lain adalah karena perubahan struktural itu lebih mengarah kepada perubahan sistem sebagai keseluruhan dibandingkan perubahan di dalam sistem sosial saja. Struktur sosial merupakan sejenis kerangka
4
pembentukan masyarakat dan operasinya. Jika strukturnya berubah, maka semua unsur lain cenderung berubah pula. Berdasarkan konsep yang dikemukakan di atas, penelitian ini diarahkan pada pertanyaan yaitu bagaimana perubahan sosial sebagai akibat dari penerapan sistem pertanian padi sehat berpengaruh terhadap penataan kelembagaan pertanian? Sektor pertanian dirasakan masih memberikan peluang bagi terjadinya penyerapan tenaga kerja. Bertambahnya kegiatan-kegiatan baru dalam penerapan sistem pertanian padi sehat, maka dalam kajian ini juga akan dilihat sejauhmana penerapan sistem pertanian padi sehat dapat memberikan peluang pada penyerapan tenaga kerja pertanian. Sebagaimana dikutip dari Reijntjes et al. (1999) bahwa perubahan dari sistem pertanian konvensional ke sistem pertanian yang seimbang secara ekonomis, ekologis, dan sosial memerlukan suatu proses transisi, yaitu penyesuaian terhadap perubahan yang dilakukan secara sadar untuk membuat sistem usahatani lebih seimbang dan berkelanjutan. Transisi berhubungan dengan tenaga kerja, lahan atau uang dan pengambilan resiko, sehingga dibutuhkan strategi yang sesuai dengan kondisi lahan pertaniannya. Dukungan, kepercayaan diri dan imaginasi, serta perbaikan pemasaran dan kebijakan harga yang cocok sangat diperlukan petani dalam proses transisi tersebut. Merujuk pada pandangan Reijntjes, sebagai upaya mengakomodir segala kubutuhan dalam proses transisi tersebut diperlukan penataan kelembagaan modern yang dapat menunjang kegiatan pertanian lebih berkelanjutan. Pembentukan jejaring kerja atau kemitraan dapat menjadi solusi bagi petani dalam proses transisi tersebut karena melalui kemitraan antar petani maupun antar petani dengan pihak luar baik lembaga atau instansi diharapkan dapat meningkatkan kapasitas petani. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana perubahan bentuk organisasi dan pembentukan kemitraan pertanian yang telah dibangun dalam penerapan sistem pertanian padi sehat? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah menganalisis penataan kelembagaan pertanian dalam penerapan sistem pertanian padi sehat. Adapun tujuan utama tersebut dapat dijawab melalui tujuan-tujuan khusus penelitian, yakni:
5
1. Menelaah penerapan sistem pertanian padi sehat. 2. Menganalisis hubungan penerapan sistem pertanian padi sehat terhadap penyerapan tenaga kerja pertanian. 3. Menganalisis hubungan penerapan sistem pertanian padi sehat terhadap perubahan bentuk organisasi. 4. Menganalisis hubungan penerapan sistem pertanian organik terhadap pembentukan kemitraan pertanian. 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak yang menaruh perhatian pada studi perubahan sosial khususnya pada aspek penataan kelembagaan dan pihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung terhadap pembangunan pertanian, khususnya kepada: 1. Peneliti yang ingin mengkaji atau melakukan penelitian lebih lanjut mengenai perubahan sosial dalam kaitannya dengan konsep pembangunan sebagai perubahan berencana melalui teknologi sebagai sumber perubahan. 2. Kalangan akademisi, dapat menambah khasanah literatur khususnya mengenai penataan kelembagaan pertanian. 3. Masyarakat umum, dapat mengetahui sejauhmana pertanian organik mempengaruhi sistem sosial masyarakat khususnya petani. 4. Para pengambil kebijakan, praktisi dan berbagai unsur lainnya yang terkait dengan pembangunan pertanian, dapat memberikan tambahan informasi, masukan atau bahan pertimbangan dalam kaitannya dengan penerapan sistem pertanian padi sehat (menuju) organik dan perubahan sosial yang menyertainya.
6
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1.
Definisi dan Konsep Perubahan Sosial Soemardjan dan Soemardi (1964) menyatakan bahwa setiap masyarakat
semasa hidupnya pasti mengalami perubahan-perubahan. Ada perubahan yang tidak menarik perhatian orang, ada yang pengaruhnya luas, ada yang terjadi lambat dan ada pula yang berjalan dengan sangat cepatnya. Lebih jauh Soemardjan dan Soemardi menyatakan bahwa perubahan-perubahan di dalam masyarakat dapat mengenai pergeseran norma, nilai, pola-pola perilaku orang, susunan organisasi dan stratifikasi kemasyarakatan. Kingsley Davis dikutip Basrowi (2005) mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Sementara itu Samuel Koenig dikutip Basrowi (2005) mengatakan bahwa perubahan sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola kehidupan manusia. Definisi lain mengenai perubahan sosial dikemukakan Bruce J. Cohen dikutip Syarbaini et al. (2002) bahwa perubahan sosial adalah suatu perubahan struktur dan perubahan organisasi sosial. Misalnya, perubahan dalam satu segi dari kehidupan sosial oleh karena menunjukkan terjadi perubahan dalam struktur, dalam perubahan itu adalah sistem dalam pergaulan sosial yang menyangkut nilainilai sosial dan budaya masyarakat. Namun, secara umum Pudjiwati Sajogyo dikutip Salim (2002) membatasi pengertian perubahan sosial dalam hubungan interaksi antar orang, organisasi atau komunitas. Perubahan sosial dapat menyangkut „struktur sosial‟ atau „pola nilai‟ dan „norma‟ serta „peranan‟. Dengan demikian istilah yang lebih lengkap adalah perubahan sosial dan kebudayaan. Perubahan sosial merupakan proses wajar dan akan berlangsung terus menerus. Namun menurut Basrowi (2005) tidak semua perubahan sosial menuju ke perubahan yang positif sehingga perubahan ini penting dibicarakan. Perubahan sosial dapat terjadi pada level individu, kelompok, organisasi, institusi dan masyarakat. Sebagai contoh, perubahan dalam level individu akan meliputi perubahan dalam sikap, kepercayaan, aspirasi dan motivasi. Pada level
7
kelompok, akan mungkin terjadi perubahan dalam pola interaksi, komunikasi, metode penyelesaian konflik, kohesi atau keterikatan, kesatuan, kompetisi, serta pola-pola penerimaan atau penolakan. Sementara pada level organisasi ruang lingkup perubahan meliputi perubahan dalam struktur dan fungsi dari organisasi, perubahan dalam hirarki, komunikasi, hubungan peranan, produktivitas, rekrutmen, pengakhiran atau terminasi dan pola-pola sosialisasi. Pada level institusi, perubahan dapat terjadi pada perubahan pola perkawinan dan keluarga, pendidikan dan praktek-praktek keagamaan. Pada level masyarakat, perubahan dipandang sebagai modifikasi dari sistem stratifikasi, sistem ekonomi dan sistem politik (Vago dikutip Yulianto 2010). Mempelajari perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat penting untuk mengetahui sebab-sebab yang mengakibatkan terjadinya perubahan. Salah satu faktor penyebab perubahan sosial dan pola kebudayaan adalah technological determinism (perkembangan sistem). Perubahan sistem dapat menyebabkan timbulnya peranan-peranan baru yang menuntut cara dan pandangan hidup baru, bila diikuti oleh makin banyak anggota masyarakatnya akan melembaga sebagai orientasi nilai budaya baru masyarakat tersebut (Pudjiwati Sajogyo dikutip Tahir 1996). 2.1.2. Teori-teori Modern mengenai Perubahan Sosial Sebagaimana dikutip dari Sunarto (1993) bahwa teori-teori modern yang terkenal antara lain, Teori Modernisasi para penganut pendekatan fungsionalisme seperti Neil J. Smelser dan Alex Inkeles, Teori Ketergantungan Andre Gunder Frank yang merupakan pendekatan konflik dan Teori Sistem Dunia dari Wallerstein. Pertama, Teori Modernisasi menganggap bahwa negara-negara terbelakang akan menempuh jalan yang sama dengan negara industri maju di Barat sehingga kemudian akan menjadi negara berkembang pula melalui proses modernisasi. Teori ini berpandangan bahwa masyarakat-masyarakat yang belum berkembang perlu mengatasi berbagai kekurangan dan masalahnya sehingga dapat mencapai tahap “tinggal landas” ke arah perkembangan ekonomi. Schrool (1980) menguraikan proses modernisasi secara lebih rinci sebagai berikut: 1) Perubahan yang ada sebagai proses transformasi dari masyarakat tradisional ke modern; 2)
8
Sebagai tumbuhnya industrialisasi seperti yang terjadi di Barat; 3) Sebagai tumbuhnya ilmu pengetahuan; 4) Sebagai usaha mengejar ketertinggalan dari negara maju; 5) Secara politis merupakan proses bertambahnya pengaruh dan tugas birokrasi negara; 6) Secara sosiologis dan antropologis sebagai proses diferensiasi sosial dan pembesaran skala. Kedua, Teori Ketergantungan. Teori ini berdasarkan pengalaman negaranegara Amerika Latin yang mengatakan bahwa perkembangan negara-negara industri dan keterbelakangan negara-negara dunia ketiga berjalan bersamaan dikala negara industri mengalami perkembangan, maka negara maju mengalami kolonialisme dan neokolonialisme, khususnya di Amerika Latin. Menurut pandangan ini hubungan antara negara industri maju (pusat, center) dengan negara sedang berkembang (pinggiran, periphery) adalah suatu hubungan eksploitatif, dimana keuntungan mengalir dari pinggiran ke pusat melalui penguasaan ekonomi di dunia. Negara sedang berkembang tergantung pada negara industri maju dalam hal modal dan sistem. Ketiga, Teori Sistem Dunia yang mengatakan bahwa perekonomian kapitalis dunia kini tersusun atas tiga jenjang: negara inti, semiperiferi dan negara periferi. Negara inti mendominasi sistem dunia sehingga mampu memanfaatkan sumberdaya negara lain untuk kepentingan mereka sendiri sedangkan kesenjangan antara negara inti dengan negara lain sedemikian lebarnya sehingga tidak mungkin tersusul lagi. 2.1.3. Perspektif Perubahan Sosial Sebagaimana dikutip dari Lauer (2006), terdapat empat perspektif perubahan sosial yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut; pertama, Perspektif Materialistis yang dikemukakan Thorstein Veblen (1857-1929). Ia melihat tatanan masyarakat sangat ditentukan oleh sistem. Veblen terutama memusatkan perhatian pada pengaruh sistem terhadap pikiran dan perilaku manusia. Pemikiran Veblen ini dikembangkan oleh Ogburn (1886-1959) yang masih memusatkan perhatian pada perkembangan sistem dan mengembangkan konsep “ketinggalan kebudayaan”. Menurut pandangan ini ada beberapa cara sistem menyebabkan perubahan yaitu; 1) Sistem meningkatkan alternatif kita.
9
Sistem baru membawa cita-cita yang sebelumnya tak dapat dicapai ke dalam alam kemungkinan dan dapat mengubah kesukaran relatif atau memudahkan menyadari nilai-nilai yang berbeda. Jadi, dengan inovasi sistem berarti masyarakat berhadapan dengan sejumlah besar alternatif dan jika ia memilih alternatif baru, maka ia memulai perubahan besar di berbagai bidang, 2) Sistem mengubah polapola interaksi. Segera setelah inovasi sistem diterima, mungkin akan terjadi pergeseran penting tertentu dalam pola interaksi, pergeseran yang dituntut oleh sistem itu sendiri; 3) Kecenderungan perkembangan sistem menimbulkan masalah sosial baru. Adanya masalah ini menimbulkan semacam tanggapan yang dapat mengakibatkan berbagai perubahan untuk menyelesaikannya. Kedua, Perspektif Idealistis, berpandangan bahwa ide yang menyebabkan perubahan. Pendekatan filsafat modern oleh Whitehead yang mencoba menunjukkan cara ide mendorong manusia mengubah tatanan sosial mereka. Pendirian teoritisi idealis memberikan ide satu tempat dominan dalam perubahan sosial. Secara garis besar, ide menyebabkan perubahan dengan cara mencegah, merintangi, membantu atau mengarahkan perubahan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut; 1) Ideologi sebagai perintah perubahan. Karl Mannheim mendefinisikan ideologi sebagai sistem ide yang menghasilkan perilaku yang mempertahankan
tatanan
yang
ada;
2)
Ideologi
sebagai
faktor
yang
mempermudah perubahan; 3) Ideologi sebagai mekanisme pengarah perubahan. Cara lain ideologi mempengaruhi perubahan adalah dengan mengarahkannya, memaksa perubahan menuruti arah tertentu menurut logika ideologi itu. Ketiga, Perspektif Interaksionis yang berpandangan bahwa ada hubungan antara faktor materiil dan ide. Pandangan ini menyatakan terdapat interaksi antara faktor materiil dan ide dan bobot keduanya kurang lebih seimbang. Aspek keseimbangan pengaruh kedua faktor inilah yang membedakan pandangan interaksionis dengan pendirian Marxis dan Idealis yang mengakui juga interaksi keduanya, tetapi memberikan tekanan pada salah satu faktor, materiil atau ide. Keempat, Perspektif yang merupakan variasi dari ketiga pendirian di atas (Marxis, Idealis dan Interaksionis). Menurut pandangan ini, faktor ide dan materiil berubah bersama-sama meskipun tidak harus serentak dan tidak mungkin mengetahui hubungan kausalnya.
10
2.1.4. Proses Perubahan Sosial Sebagaimana yang dikutip dari Syarbaini et al. (2002) bahwa proses perubahan sosial meliputi; 1) Penyesuaian terhadap perubahan. Masyarakat selalu menghendaki keseimbangan sosial, dimana berbagai lembaga sosial yang inti atau pokok diharapkan tetap berfungsi secara baik. Setiap kali terdapat gangguan terhadap keseimbangan (dinamika sosial) selalu distabilkan melalui perubahan lembaga sosial atau orang perorangan yang menyesuaikan diri pada perubahan (conformity); 2) Saluran perubahan sosial. Pada umumnya saluran proses perubahan masyarakat adalah bidang pemerintahan, perekonomian, keagamaan, pendidikan, rekreasi atau wisata, dan sebagainya. Saluran mana yang efektif pada perubahan sosial sangat tergantung pada lembaga kemasyarakatan apa yang dominan dan dijunjung tinggi masyarakatnya; 3) Disorganisasi. Apabila ada perubahan, maka norma dan nilai-nilai kemasyarakatan mengalami proses pudar, sehingga timbul problema sosial berupa penyimpangan (deviation). Proses demikian disebut disorganisasi (disintegrasi). Sebaliknya reorganisasi merupakan proses pembentukan norma dan nilai-nilai baru dalam bentuk penyesuaian diri dalam lembaga kemasyarakatan yang mengalami perubahan. Proses perubahan sosial meliputi : proses reproduction dan transformation. Proses reproduction adalah proses mengulang-ulang, menghasilkan kembali segala hal yang diterima sebagai warisan budaya dari nenek moyang kita sebelumnya. Dalam hal ini meliputi bentuk warisan budaya yang kita miliki. Warisan budaya dalam kehidupan keseharian meliputi material (kebendaan, sistem) dan immaterial (non-benda, adat, norma dan nilai-nilai). Reproduction berkaitan dengan masa lampau perilaku masyarakat, yang berhubungan dengan masa sekarang dan masa yang akan datang (Roy Bhaskar dikutip Salim 2002). Proses transformasi adalah suatu proses penciptaan hal yang baru (something new) yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan sistem (tools and technologies), yang berubah adalah aspek budaya yang sifatnya material, sedangkan yang sifatnya norma dan nilai sulit sekali diadakan perubahan (bahkan ada kecenderungan dipertahankan). Proses transformasi terjadi di desa-desa yang dikenai program pembangunan pertanian sebagai hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan sistem. Dalam kaitannya dengan perubahan yang bersifat
11
struktural, peranan negara sangat kuat. Sedangkan dalam perubahan yang sifatnya kultural peran masyarakat lebih dominan. Perubahan-perubahan yang terjadi di negara berkembang, seperti Indonesia, perubahan struktural juah lebih kuat dan cepat dibandingkan perubahan kultural. 2.1.5. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Sebagaimana dikutip dari Reijntjes et al. (1999) dalam konteks pertanian, keberlanjutan pada dasarnya berarti kemampuan untuk tetap produktif sekaligus tetap mempertahankan basis sumberdaya. Technical Advisory Committe of the CGIAR (TAC/CGIAR 1988) menyatakan bahwa pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya. Suatu sistem pertanian itu bisa disebut berkelanjutan jika mencakup hal-hal berikut: 1. Mantap secara ekologis, yang berarti bahwa kualitas sumberdaya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan ditingkatkan. Tekanannya adalah pada penggunaan sumberdaya yang bisa diperbaharui; 2. Bisa berlanjut secara ekonomis, yang berarti bahwa petani bisa cukup menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan atau pendapatan sendiri serta mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang dikeluarkan. Keberlanjutan ekonomis ini bisa diukur bukan hanya dalam produk usahatani yang langsung namun juga dalam
hal
fungsi
seperti
melestarikan
sumberdaya
alam
dan
meminimalkan resiko; 3. Adil, maksudnya sumberdaya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat terpenuhi dan hak-hak mereka dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta peluang pemasaran terjamin. Semua orang memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan, baik di lapangan maupun dalam masyarakat. Kerusuhan sosial bisa mengancam sistem sosial secara keseluruhan, termasuk sistem pertaniannya;
12
4. Manusiawi, dalam hal ini semua bentuk kehidupan dihargai. Martabat dasar semua makhluk hidup dihormati dan hubungan serta institusi menggabungkan nilai kemanusiaan yang mendasar, seperti kepercayaan, kejujuran, harga diri, kerjasama dan rasa sayang. Integritas budaya dan spiritualitas masyarakat dijaga dan dipelihara; 5. Luwes, berarti bahwa masyarakat pedesaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usahatani yang berlangsung terus, misalnya pertambahan jumlah penduduk, kebijakan, permintaan pasar dan lainnya. Hal ini meliputi bukan hanya pengembangan sistem yang baru dan sesuai, namun juga inovasi dalam arti sosial budaya. 2.1.6. Sistem Pertanian Organik Sistem pertanian organik merupakan salah satu model dari beberapa pendekatan yang ditawarkan dari sistem pertanian berkelanjutan. Sebagaimana dikutip dari Sutanto (2002) pakar pertanian Barat menyebutkan bahwa sistem pertanian organik merupakan “hukum pengembalian (low of return)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman. Masih merujuk pada Sutanto (2002) bahwa filosofi yang melandasi sistem pertanian organik adalah mengembangkan prinsip-prinsip memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman. Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Mengutip Salikin (2003) menyatakan bahwa sistem pertanian organik pada awalnya diragukan kemampuannya untuk memacu produksi sebesar sistem pertanian industrial. Namun demikian, dalam jangka panjang sistem pertanian organik justru dapat mempertahankan produktivitas lahan dan hasil panen secara berkesinambungan. Sebaliknya, sistem pertanian industrial lebih berorientasi jangka pendek atau sesaat dengan cara-cara eksploitasi sumberdaya alam, rekayasa biologi ataupun rekayasa sosial untuk mengejar produktivitas hasil
13
panen yang harus berpacu dengan laju pertumbuhan penduduk dan kebutuhan bahan pangan. Adapun prinsip-prinsip pertanian organik menurut International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) adalah sebagai berikut: 1. Prinsip kesehatan. Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan. Prinsip ini menunjukkan bahwa kesehatan tiap individu dan komunitas tak dapat dipisahkan dari kesehatan ekosistem; tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman sehat yang dapat mendukung kesehatan hewan dan manusia; 2. Prinsip ekologi. Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Bekerja, meniru dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan. Prinsip ekologi meletakkan pertanian organik dalam sistem ekologi kehidupan. Prinsip ini menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan daur ulang ekologis. Makanan dan kesejahteraan diperoleh melalui ekologi suatu lingkungan produksi yang khusus; sebagai contoh, tanaman membutuhkan tanah yang subur, hewan membutuhkan
ekosistem
peternakan,
ikan
dan
organisme
laut
membutuhkan lingkungan perairan; 3. Prinsip keadilan. Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Prinsip ini menekankan bahwa mereka yang terlibat dalam pertanian organik harus membangun hubungan yang manusiawi untuk memastikan adanya keadilan bagi semua pihak di segala tingkatan; seperti petani, pekerja, pemroses, penyalur, pedagang dan konsumen; 4. Prinsip perlindungan. Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup. Kebijakan pemerintah ditujukan untuk menumbuhkan, memfasilitasi, mengarahkan dan mengatur perkembangan pertanian organik. Departemen Pertanian telah mencanangkan pertanian organik dengan slogan „Go Organic
14
2010‟. Pertanian organik dirancang pengembangannya dalam enam tahapan mulai dari Tahun 2001 hingga Tahun 2010. Tahapan tersebut adalah: 1.
Tahun 2001 difokuskan pada kegiatan sosialisasi;
2.
Tahun 2002 difokuskan pada kegiatan sosialisasi dan pembentukan regulasi;
3.
Tahun 2003 difokuskan pada pembentukan regulasi dan bantuan teknis;
4.
Tahun 2004 difokuskan pada kegiatan bantuan teknis dan sertifikasi;
5.
Tahun 2005 difokuskan pada sertifikasi dan promosi pasar;
6.
Tahun 2006 – 2010 terbentuk kondisi industrialisasi dan perdagangan.
Merujuk pada Sutanto (2002), beberapa prinsip dalam budidaya pertanian organik dengan pola SRI (System Rice Intensification) adalah sebagai berikut; 1.
Penyiapan lahan, merupakan kegiatan yang dilakukan dua minggu sebelum masa tanam dan dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pembajakan, penggaruan dan perataan tanah. Setelah pembajakan selesai, pupuk organik ditaburkan secara merata dengan dosis rata-rata 7.000 kg/ha atau sesuai dengan kebutuhan. Pupuk organik yang dibutuhkan adalah pupuk bokashi (hasil fermentasi bahan organik). Keadaan air macak-macak harus dipertahankan dengan cara menutup pintu masuk dan keluarnya air agar tanah dan unsur hara tidak terbawa hanyut. Setelah perataan tanah selesai, dibuat saluran air tengah dan saluran air di pinggir di sekeliling pematang;
2.
Persiapan benih atau persemaian, merupakan kegiatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan pola tanam yang akan digunakan seperti: a. persemaian dilakukan pada baki/pipiti/bak kecil yang terbuat dari kayu; b. benih yang digunakan adalah 10-15 kg/ha, benih bukan berasal dari hasil rekayasa genetika dan tidak diperlakukan dengan bahan kimia sintetik ataupun zat pengatur tumbuh dan bahan lain yang mengandung additive; c. media yang digunakan adalah campuran tanah dengan pupuk organik dengan perbandingan 1:1; d. umur persemaian adalah 8-10 HSS;
15
3.
Penanaman, merupakan kegiatan dimana benih padi ditanam di lokasi dengan rincian sebagai berikut: a.
umur benih adalah 8-10 HSS;
b.
jumlah tanam/lubang adalah 1 batang/tunas;
c.
jarak tanam yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat;
d.
dianjurkan menggunakan sistem tanam legowo 2:1, 3:1, atau 4:1;
4. Pengendalian hama dan penyakit tanaman, merupakan kegiatan untuk menekan kerusakan dan kehilangan hasil, dengan rincian sebagai berikut: a.
program rotasi tanaman yang sesuai;
b.
perlindungan musuh alami hama melalui penyediaan habitat yang cocok (yang bertujuan agar hama tersebut tidak memakan tanaman padi petani, namun akan menanam tanaman lainnya), seperti pembuatan pagar hidup dan tempat sarang, zona penyangga ekologi yang menjaga vegetasi asli dari hama predator setempat;
c.
pemberian musuh alami, termasuk pelepasan predator dan parasit;
d.
penggunaan pestisida nabati dan bahan alami lainnya;
e.
pengendalian
mekanis,
seperti
pengggunaan
perangkap,
penghalang cahaya dan suara; 5.
Pemeliharaan
tanaman,
merupakan
kegiatan
mempertahankan
kelembapan tanah, yaitu dengan mengatur pemberian air dengan menggunakan saluran pengairan pematang dan saluran bedengan, sehingga keadaan tanah tidak tergenang serta pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang tidak menggunakan bahan kimia sintetik, tetapi berupa pengaturan sistem budidaya, pestisida nabati dan bahan alami lainnya; 6.
Panen, merupakan kegiatan dimana pengelolaan produk harus dipisah dari produk non organik (jika di sekitar produk organik terdapat produk non organik) dan tidak menggunakan bahan yang mengandung zat aditif.
Adapun penanganan pasca panen yang biasanya dilakukan meliputi: pemanenan, perontokan, pembersihan, pengeringan, pengemasan, pengangkutan, penyimpanan dan penggilingan. Sementara itu sebagaimana dikutip dari Reijntjes
16
et al. (1999) metode LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) mengacu pada bentuk-bentuk pertanian sebagai berikut: 1.
Optimalisasi
pemanfaatan
sumberdaya
lokal
yang
ada
dengan
mengombinasikan berbagai macam komponen sistem usahatani yaitu tanaman, ternak, ikan, tanah, air, iklim dan manusia sehingga saling melengkapi dan memberikan efek sinergi yang paling besar. 2.
Pemanfaatan input luar dilakukan hanya bila diperlukan untuk melengkapi unsur-unsur yang kurang dalam agroekosistem dan meningkatkan
sumberdaya
biologi,
fisik
dan
manusia.
Dalam
pemanfaatan input luar, perhatian utama diberikan pada mekanisme daur ulang dan minimalisasi kerusakan lingkungan. Metode LEISA tidak bertujuan memaksimalkan produksi dalam jangka pendek, namun untuk mencapai tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam jangka panjang. LEISA berupaya mempertahankan dan sedapat mungkin meningkatkan potensi sumberdaya alam serta memanfaatkannya secara optimal. Pada prinsipnya, hasil produksi yang keluar dari sistem atau dipasarkan harus diimbangi dengan tambahan unsur hara yang dimasukkan ke dalam sistem tersebut. 2.1.7. Kelembagaan Pertanian Rahardjo (1999) menyebutkan bahwa secara umum lembaga sering diartikan sebagai wahana untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam suatu masyarakat. Kelembagan dalam kaitan ini adalah tindakan bersama (collective action) yang memiliki pola atau tertib yang jelas dalam upaya mencapai tujuan atau kebutuhan tertentu. Ini berarti bahwa kelembagaan yang ada dalam suatu masyarakat eksistensinya ditentukan oleh sifat dan ragam kebutuhan yang ada dalam suatu masyarakat. Dengan demikian apabila dalam masyarakat muncul kebutuhan-kebutuhan baru yang semakin meluas dan beragam, maka lembagalembaga lama menjadi kurang berfungsi. Sebagai konsekuensinya, lembagalembaga baru yang instrumental bagi pemenuhan kebutuhan baru itu semakin dituntut keberadaannya. Lebih lanjut Rahardjo menyebutkan bahwa perubahan kelembagaan tidak hanya berkaitan dengan kuantitas, melainkan juga menyangkut berbagai aspek
17
kualitatifnya. Diantaranya adalah yang berkaitan dengan pengaruh modernisasi. Sejalan dengan proses modernisasi yang terjadi, terjadi pula perubahan atau pergantian lembaga-lembaga lama yang bersifat tradisional menjadi atau digantikan oleh lembaga-lembaga baru yang modern. Perubahan semacam ini bukan hanya menyangkut jenis atau ragamnya, melainkan juga karakteristik yang terletak padanya. Lembaga atau kelembagaan lama umumnya dilandasi oleh komunalisme masyarakat desa dan fungsi-fungsi yang membaur (diffused), sedangkan lembaga atau kelembagaan baru lebih bertumpu pada individualitas dan diferensiasi fungsi (fungsi-fungsi yang terspesialisasikan). Sehubungan dengan pemahaman di atas, maka dapat disimpulkan bahwa diferensiasi kelembagaan pada masyarakat desa sesuai dengan tuntutan masyarakat yang sedang berkembang. Perubahan dan perkembangan kelembagaan pada desa-desa di Indonesia ditentukan oleh kondisi internal maupun oleh pengaruh eksternal desa. Pengaruh eksternal terutama datang dari programprogram pembangunan. Sebagaimana
yang
dikutip
dari
Radandima
(2003),
berdasarkan
tingkatannya, kelembagaan dapat dikategorikan dalam empat kategori, yaitu: 1. Pranata sosial, yaitu aturan-aturan tertentu yang dianut dalam masyarakat secara umum dan agak meluas, misalnya sistem sewa, bagi hasil, ijon, pinjam-meminjam antar petani dan sebagainya; 2. Kelompok tani, yaitu kelompok petani-petani yang bersifat informal. Ikatan dalam kelompok berpangkal pada keserasian dalam arti mempunyai pandangan-pandangan,
kepentingan-kepentingan
dan
kesenangan-
kesenangan yang sama, misalnya kelompok pendengar siaran pedesaan, perkumpulan arisan dan sebagainya; 3. Organisasi atau perhimpunan petani, yaitu organisasi orang petani yang bersifat formil, dimana pengurus dan anggota-anggotanya jelas terdaftar. Organisasi atau perhimpunan petani ini mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang tertulis dimana tercantum tujuan-tujuannya dan ketentuan-ketentuan lainnya. Ada rapat anggota, dan petani dapat menjadi anggota apabila telah memenuhi syarat;
18
4. Lembaga instansional (badan instansional), yaitu lembaga pelayanan yang ada di pedesaaan seperti BRI Unit Desa, lembaga penyuluhan, lembaga penyuluhan sarana produksi dan sebagainya. 2.1.8. Perubahan Bentuk Organisasi Sebagimana yang dikutip dari Cahayani (2003), pengertian organisasi sekarang ini telah bergeser dari pengertian organisasi yang sesunggunya. Pada masa sekarang organisasi lebih dikenal sebagai suatu wadah atau tempat untuk melakukan kegiatan bersama agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Lebih jauh Cahayani menyatakan bahwa tidak ada organisasi yang tidak mengadakan perubahan, perbaikan atau pembaharuan. Perubahan organisasi bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan organisasi, meningkatkan kepuasan kerja dan penyesuaian dengan keadaan lingkungan. Intinya, perubahan organisasi membuat kinerja organisasi menjadi lebih baik. Ada tiga bidang utama dalam organisasi yang dapat mengalami perubahan, diantaranya perubahan sistem, perubahan struktural dan perubahan manusia. Adapun sumber-sumber penyebab perubahan, yaitu: 1.
Lingkungan. Suatu organisasi dikatakan berhasil bila dapat memuaskan anggotanya dan dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Lingkungan merupakan faktor yang teramat penting bagi organisasi karena lingkungan menyediakan input yang diperlukan oleh organisasi dan juga merupakan tempat menampung output dari organisasi tersebut. Selain kedua manfaat tersebut, lingkungan juga merupakan salah satu penyebab perubahan di dalam organisasi, karena jika organisasi tersebut tidak mengadakan perubahan maka tidak dapat bertahan (survive) atau mati, karena berarti tidak dapat beradaptasi dengan lingkungannya.
2.
Sasaran dan nilai. Tidak jarang organisasi berubah bentuk karena adanya perubahan sasaran dan nilai yang mereka anut.
3.
Sistem. Semakin canggih sistem, maka perubahan atau penyempurnaan organisasi juga dilakukan. Misalnya semakin canggih sistem perbankan yang
ada,
maka
semakin
menyempurnakan fungsi ATM.
banyak
perusahaan
perbankan
yang
19
4.
Struktur.
Penambahan atau pengurangan struktur jelas membuat
organisasi berubah. 5.
Faktor perilaku seseorang. Tidak jarang dengan bergantinya pimpinan, akan berganti pula kebijaksanaannya yang dapat menyebabkan timbulnya perubahan di dalam organisasi.
6.
Konsultan. Sebagian besar organisasi pada masa sekarang menggunakan jasa konsultan untuk memberi masukan dalam rangka perbaikan dan perkembangan
organisasi.
Para
konsultan
tersebut
menyarankan
perubahan-perubahan yang harus dilakukan oleh organisasi sehingga organisasi tersebut dapat tetap survive dan memenangkan persaingan. Pengembangan organisasi (Organization Development atau OD) merupakan strategi melakukan perubahan organisasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Pengembangan organisasi merupakan kegiatan terencana dan meliputi semua bagian organisasi, dikelola oleh top management untuk meningkatkan efektivitas dan kesehatan organisasi melalui intervensi terencana dalam proses organisasi dan menggunakan pendekatan perilaku. 2.1.9. Kemitraan Usaha Sebagaimana yang dikutip dari Hafsah (2000) kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan membesarkan. Pada dasarnya maksud dan tujuan dari kemitraan adalah “Winwin Solution Partnership”. Kesadaran dan saling menguntungkan disini tidak berarti para partisipan dalam kemitraan tersebut harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang lebih penting adalah adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing. Ciri dari kemitraan usaha adalah terdapat hubungan timbal balik, bukan sebagai buruh-majikan atau atasanbawahan, sebagai adanya pembagian risiko dan keuntungan yang proporsional, disinilah kekuatan dan karakter kemitraan usaha. Masih
menurut
Hafsah
(2000)
bahwa
melalui
kemitraan
dapat
meningkatkan produktivitas, pangsa pasar, keuntungan, sama-sama menanggung resiko, menjamin pasokan bahan baku dan distribusi pemasaran. Beberapa manfaat kemitraan antara lain:
20
1.
Produktivitas. Secara umum produktivitas didefinisikan dalam model ekonomi sebagai output dibagi input. Dengan kata lain produktivitas akan meningkat apabila dengan input yang sama dapat diperoleh hasil yang lebih tinggi atau sebaliknya dengan tingkat hasil yang sama hanya membutuhkan input yang lebih rendah. Berpijak dari teori di atas dikaitkan dengan pendekatan kemitraan, maka peningkatan produktivitas diharapkan dapat dirasakan oleh pihak-pihak yang bermitra;
2.
Efisiensi. Efisiensi didefinisikan sebagai doing things right atau terjadi bila output tertentu dapat dicapai dengan input yang minimum. Penerapannya dalam kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan kecil yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan sistem dan sarana produksi, dengan bermitra akan dapat menghemat waktu produksi melalui sistem dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar. Mekanisasi pertanian dalam penyiapan lahan yang dimiliki oleh petani plasma dimana perusahaan inti menyediakan alat dan mesin pertanian sehingga petani dapat mempercepat dan memperluas areal tanam dengan tenaga yang tersedia. Pada gilirannya hasil produksi dari para petani plasma dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan kapasitas produksi yang ditargetkan oleh perusahaan;
3.
Jaminan kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Produk akhir dari suatu kemitraan ditentukan oleh dapat tidaknya diterima pasar. Indikator diterimanya suatu produk oleh pasar adalah kesesuaian mutu yang diinginkan oleh konsumen (market driven quality atau consumer driven quality). Loyalitas konsumen hanya dapat dicapai apabila ada jaminan mutu dari suatu produk;
4.
Risiko dapat ditanggung bersama. Dengan kemitraan diharapkan risiko yang besar dapat ditanggung bersama (risk sharing). Tentunya pihakpihak yang bermitra akan menanggung risiko secara proporsional sesuai dengan besarnya modal dan keuntungan yang akan diperoleh;
21
5.
Sosial. Dengan kemitraan usaha bukan hanya memberikan dampak positif dengan saling menguntungkan melainkan dapat memberikan dampak sosial (social benefit) yang cukup tinggi. Hal ini berarti negara terhindar dari kecemburuan sosial yang bisa berkembang menjadi gejolak sosial akibat ketimpangan;
6.
Ketahanan ekonomi nasional. Pokok permasalahan dalam pelaksanaan kemitraan adalah upaya pemberdayaan partisipan kemitraan yang lemah, yaitu pengusaha kecil, atau dengan kata lain terciptanya kesetaraan dalam posisi tawar antar pelaku maka perlu adanya usaha konkret yang mendorong terlaksananya kemitraan usaha sekaligus sebagai model terciptanya kemitraan usaha. Dalam mendorong terciptanya kemitraan usaha yang sering dilakukan adalah dengan menciptakan iklim kondusif berupa peraturan, mewujudkan model atau pola kemitraan yang sesuai, yaitu dengan menyediakan prasarana penunjang. Dengan adanya upaya dan fasilitas fisik diharapkan akan terwujud kemitraan. Produktivitas, efektivitas dan efisiensi akan meningkat yang akhirnya akan bermuara pada meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan para pelaku kemitraan. Dengan adanya peningkatan pendapatan yang diikuti tingkat kesejahteraan dan sekaligus terciptanya pemerataan yang lebih baik otomatis akan mengurangi timbulnya kesenjangan ekonomi antar pelaku yang terlibat dalam kemitraan usaha yang pada gilirannya mampu meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional. Menurut Pranadji (1995) terdapat tiga pola kemitraan yang berkembang
pada kegiatan agribisnis, yaitu: pola kemitraan tradisional, kemitraan “pemerintah” dan kemitraan pasar. Kemitraan agribisnis tradisional mengikuti pola hubungan patron-client. Pelaku ekonomi yang berperan sebagai patron adalah pemilik modal atau peralatan strategis (seperti lahan pada agribisnis tanaman semusim dan tahunan, atau pemilik peralatan tangkap pada agribisnis perikanan tangkap); dan yang berperan sebagai client adalah petani penggarap, peternak atau nelayan pekerja. Pada pola patron-client seperti ini kemitraan agribisnis yang berkembang lebih bersifat horisontal, yaitu agribisnis yang bergerak di bidang produksi atau usaha tani. Kemitraan yang bersifat vertikal umumnya diwarnai oleh hubungan
22
hutang (panjar atau ijon) antara pedagang (pemberi hutang) dan petani produsen (penerima hutang). Pola kemitraan program pemerintah condong pada pengembangan kemitraan secara vertikal: dimana model umum yang dianut adalah hubungan “bapak-anak angkat”, yang pada agribisnis perkembangan dikenal sebagai pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Pola kemitraan ini dapat dinilai sedikit lebih maju dibanding pola patron-client. Pola kemitraan pasar berkembang sebagai akibat dari masuknya peradaban ekonomi pasar dalam usaha pertanian rakyat di pedesaan. Jenis usaha pertanian yang dibidik oleh pola ini adalah usaha yang menghasilkan komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi dan mempunyai permintaan kuat di pasar dunia. Pola ini berkembang dengan melibatkan petani sebagai pemilik aset tenaga kerja dan peralatan produksi, dan pemilik modal besar yang bergerak di bidang industri pengolah dan pemasaran hasil. Dua pelaku ekonomi, petani dan pemilik modal, menggalang kerja sama (kemitraan) karena danya kepentingan (mutually beneficial) untuk berbagai manfaat ekonomi. Dari segi pengadopsian atas hasil inovasi di bidang iptek (revolusi) permodalan dan kelembagaan modern, pola ini mempunyai keandalan yang relatif lebih tinggi dibanding dengan dua pola terdahulu. 2.2.
Kerangka Pemikiran Penerapan sistem pertanian padi sehat baik yang meliputi kegiatan budidaya
pertanian
(on-farm)
maupun
pengolahan
hasil
(off-farm)
menyebabkan
bertambahnya kegiatan-kegiatan pertanian baru sehingga memberikan peluang pada penyerapan tenaga kerja. Sementara itu penataan kelembagaan dalam penerapan sistem pertanian padi sehat mengakibatkan muculnya perubahan pada bentuk organisasi dan kemitraan pertanian. Perubahan tersebut terletak pada terbentuknya unit kerja baru yang dibentuk berdasarkan kebutuhan yang dirasakan petani. Penataan kelembagaan diperlukan guna menjamin keberlanjutan produksi. Adanya kebutuhan yang dirasakan dalam penerapan sistem pertanian padi sehat menyebabkan terjadinya perubahan bentuk organisasi. Perubahan bentuk organisasi yang dimaksud adalah pembentukan instrumen atau unit kerja baru
23
dengan pembagian kerja yang lebih spesifik sesuai dengan perkembangan kebutuhan.
PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT
KELEMBAGAAN PERTANIAN
Budidaya pertanian (on-farm) Pengolahan hasil (offfarm) Penataan kelembagaan
Penyerapan tenaga kerja Bentuk Organisasi Jejaring Kerja/ Kemitraan
Keterangan Gambar: : menyebabkan perubahan Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penataan Kelembagaan Pertanian dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat Dalam perkembangannya, kelembagaan pertanian yang ada juga diarahkan pada pembentukan dan perluasan kemitraan sebagai upaya pembentukan karakter dan peningkatan kapasitas petani serta perluasan pemasaran hasil. 2.3. Hipotesis Semakin tinggi penerapan sistem pertanian padi sehat maka semakin terjadi perubahan pada kelembagaan pertanian. 2.4. Definisi Operasional 1. Sistem pertanian padi sehat meliputi: a. Budidaya pertanian (on-farm), meliputi recovery lahan (pembuatan pupuk kompos dan organik, pestisida nabati, penambahan agensi hayati), pengadaan benih, perlakuan benih, pembuatan media semai, pengolahan lahan, penanaman, pengaturan air, pemeliharaan tanaman dan pemanenan. b. Pengolahan hasil hingga pemasaran (off-farm), meliputi: penjemuran, penggilingan, pengayakan dan pengemasan. Dalam melakukan kegiatan
24
pertanian padi sehat khususnya pada kegiatan off-farm banyak kegiatan baru sehingga memungkinkan adanya penyerapan tenaga kerja. c. Penataan kelembagaan adalah suatu usaha pembenahan atau perubahan pada kelembagaan maupun organisasi pertanian modern. Penataan kelembagaan ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan yang muncul dan berkembang di tingkat petani dan dimaksudkan untuk membangun hubungan kerjasama dengan pihak lain melalui kemitraan. Penerapan sistem pertanian padi sehat dikategorikan sebagai berikut: i. Tinggi: apabila sistem pertanian padi sehat telah diterapkan pada semua kegiatan (on-farm dan off-farm), menggunakan pendekatan atau metode yang baik dan kegiatan budidaya dilakukan sesuai SOP yang berlaku (Lampiran 1). ii. Rendah: apabila tidak memenuhi sedikitnya salah satu dari kriteria penerapan sistem pertanian padi sehat yang termasuk kategori tinggi. 2. Kelembagaan pertanian dalam hal ini akan dilihat pada perubahan pada beberapa hal yaitu: aspek peningkatan penyerapan tenaga kerja, perubahan bentuk organisasi dan pembentukan kemitraan. a.
Penyerapan tenaga kerja dikatakan berubah ketika banyaknya kegiatan-kegiatan baru setelah sistem pertanian padi sehat diterapkan, sehingga memungkinkan terjadinya penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja dikategorikan sebagai berikut: i. Tinggi: terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja. ii. Rendah: tidak terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja.
b.
Bentuk organisasi dikatakan berubah ketika terbentuknya instrumen (divisi atau unit kerja) baru setelah penerapan sistem pertanian padi sehat. Perubahan bentuk organisasi dikategorikan sebagai berikut: i. Tinggi: terbentuk sedikitnya satu divisi (unit kerja) baru. ii. Rendah: tidak terbentuk divisi (unit kerja) baru.
c. Kemitraan pertanian dikatakan berubah ketika terbentuk hubungan atau relasi dengan berbagai pihak setelah penerapan sistem pertanian padi sehat. Kemitraan atau jejaring kerja pertanian dikategorikan sebagai berikut:
25
i. Sempit: jangkauan kemitraan terbatas pada kawasan lokal (pemerintah desa, PPL setempat, Gapoktan desa sekitar). ii. Luas: jangkauan kemitraan selain mencakup kawasan lokal juga mencakup pihak-pihak di luar desa dari berbagai kalangan (interlokal).
26
BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini mengombinasikan dua pendekatan yaitu pendekatan kualitatif diikuti pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif terutama digunakan untuk mengungkapkan hubungan antara satu struktur dengan struktur lainnya. Pendekatan kualitatif terutama digunakan untuk memperoleh pemahaman yang menyeluruh mengenai struktur-struktur yang ada. Sitorus (1998) menyebutkan bahwa tujuan utama dari sebuah pendekatan kualitatif adalah mendeskripsikan kenyataan yang sebenarnya dan sebagaimana adanya, sehingga subyek penelitiannya dapat berupa segala hal peristiwa, manusia dan situasi yang menjadi obyek pengamatan. 3.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan diskusi atau wawancara mendalam baik secara individu maupun kelompok dengan menggunakan instrumen kuesioner dan daftar panduan pertanyaan. Sementara dengan pengamatan memungkinkan peneliti untuk mencatat hal-hal, perilaku dan sebagainya pada saat kejadian berlangsung. Data sekunder diperoleh dari studi literatur berupa bahan pustaka hasil penelitian terdahulu yang relevan maupun hasil dokumen-dokumen kependudukan (Kabupaten dalam Angka, Kecamatan dalam Angka dan profil desa). Penelitian ini didahului dengan melakukan pendekatan kualitatif melalui pengumpulan data primer kualitatif (wawancara informan) dan data sekunder berupa monografi desa serta data-data penunjang lainnya. Pengambilan data primer kuantitatif dilakukan berikutnya dengan melakukan pengisian kuesioner. 3.3. Teknik Penentuan Responden Penelitian ini berusaha memperoleh kejelasan mengenai perubahan sosial masyarakat desa. Perhatian penelitian ini khususnya ditujukan pada komunitas petani padi sehat dengan unit analisis rumah tangga petani dan unit pengamatan adalah kepala keluarga atau anggota keluarga yang menerapkan sistem pertanian
27
padi sehat serta tergabung ke dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Pemilihan informan dilakukan berdasarkan teknik snowball sampling. Sementara batasan banyaknya informan yang dipilih adalah ketika data yang didapatkan bersifat jenuh atau dengan kata lain jawaban yang diberikan oleh setiap informan sama. Sementara itu, pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan teknik stratified random sampling berdasarkan kerangka sampling yang ada (Lampiran 2). Penggunaan teknik stratified random sampling ini dilakukan untuk melihat kemungkinan perbedaan yang terjadi pada setiap lapisan petani dalam kaitannya dengan penerapan sistem pertanian padi sehat. Perbedan yang dimaksud dapat berupa perbedaan pada akses informasi, sarana-prasarana penunjang kegiatan pertanian maupun pada hasil atau dampak yang dirasakan oleh masing-masing petani setelah menerapkan sistem pertanian padi sehat tersebut. Adapun dasar pelapisan yang digunakan dalam memilih responden adalah berdasarkan penguasaan lahan garapan yang dibedakan ke dalam tiga lapisan: lapisan atas dengan pengusaan lahan lebih dari 0,50 hektar; lapisan menengah dengan penguasaan lahan antara 0,25-0,50 hektar; dan lapisan bawah dengan penguasaan lahan kurang dari 0,25 hektar. Dari tiga lapisan responden tersebut, diambil sampel secara proporsional dan diperoleh sampel penelitian sebanyak tiga puluh rumah tangga petani dengan perincian: petani lapisan atas sebanyak 5 orang, petani lapisan menengah 15 orang dan 10 orang petani berasal dari lapisan bawah. 3.4. Pengolahan dan Analisis Data Data primer kualitatif dikumpulkan terlebih dahulu dengan teknik observasi dan wawancara mendalam dengan para informan terpilih mengenai gambaran umum desa penelitian seperti profil desa termasuk keadaan geografi dan demografi, struktur pemilikan tanah (sawah), struktur pemerintahan, hubungan kerja pertanian, kelembagaan-kelembagaan pertanian yang ada dan berkembang seiring dengan penerapan sistem pertanian padi sehat. Sesuai dengan teknik yang dipakai dan sifat data yang diperoleh, data ini dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Selanjutnya hasil pengumpulan data primer yang dilakukan dengan teknik pengisian kuesioner dianalisis dengan pendekatan kuantitatif. Dalam melakukan analisis data kuantitatif digunakan tabel frekuensi.
28
Adapun data yang ditampilkan berupa diagram, matriks atau bagan. Kemudian data tersebut dikombinasikan dengan hasil wawancara mendalam, kutipan langsung informan maupun hasil pengamatan untuk kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. 3.5. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Ciburuy, Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor (Lampiran 3) pada bulan Maret hingga Mei 2011. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di lokasi tersebut terdapat komunitas petani padi sawah yang sejak tahun 2002 telah menerapkan sistem pertanian padi sehat dengan hasil baik dan masih berkembang hingga saat ini. Sehubungan dengan penerapan sistem pertanian padi sehat tersebut, dilakukan penataan kelembagaan dan perubahan bentuk organisasi sesuai dengan muncul dan berkembangnya kebutuhankebutuhan yang dirasakan oleh para petani untuk menjamin kontinuitas kegiatan pertanian. Selain itu, dalam perkembangan penerapan pertanian padi sehat diarahkan pula pada pembentukan kemitraan dengan pihak luar (instansi/lembaga) yang ikut serta dalam pembinaan teknis dan sebagainya sehingga seringkali menjadi rujukan bagi tempat penelitian, pelatihan dan penyuluhan serta pembinaan mengenai praktek-praktek pertanian. Oleh karena itu, komunitas petani padi sehat Kampung Ciburuy memenuhi karakteristik yang sesuai dengan tujuan penelitian untuk melihat sejauhmana penerapan sistem pertanian padi sehat menyebabkan perubahan pada kelembagaan pertanian yang diarahkan pada penataan kelembagaan pertanian padi sehat.
29
BAB IV PROFIL DESA CIBURUY 4.1. Kondisi Geografis Desa Ciburuy merupakan salah satu desa di Kecamatan Cigombong. Desa Ciburuy memiliki luas wilayah 160 hektar dimana 80 hektar diantaranya dipergunakan untuk tanah sawah. Adapun batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Desa Ciadeg, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cigombong, sebelah barat berbatasan dengan Desa Cisalada dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Srogol. Desa Ciburuy berada pada ketinggian 1300 meter dari permukaan laut. Curah hujan mencapai 23,60 mm/t dan kelembaban dengan suhu rata-rata mencapai 32-34 derajat Celcius. Keadaan tersebut menjadi faktor pendukung terutama untuk areal penanaman padi sawah. Desa Ciburuy terbagi menjadi sepuluh wilayah Rukun Warga (RW) yang tersebar di lima kampung. RW 01 dan RW 02 berada di Kampung Ciburuy, RW 03 dan RW 04 di Kampung Muara, RW 05 berpusat di komplek perumahan Lido Permai, RW 06 hingga RW 09 berada di Kampung Kibaru, dan RW 10 di Kampung Bohlam dan Kampung Muara. Adapun jarak Desa Ciburuy dari Ibukota Pemerintah Kabupaten Bogor sejauh 60 km, dari Ibukota Propinsi Jawa Barat sejauh 120 km dan dari Ibukota Negara Republik Indonesia sejauh 80 km. 4.2. Kondisi Fisik, Sarana dan Prasarana Ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai mampu menunjang aktivitas masyarakat. Sarana jalan di Desa Ciburuy cukup memadai, sehingga memungkinkan berbagai kendaraan transportasi dapat melintasi desa ini. Penduduk dapat dengan mudah melakukan mobilitas baik dengan jarak dekat atau jauh sekalipun karena ditunjang oleh sarana angkutan umum yang terbilang cukup. Adapun sarana angkutan umum yang dapat dipergunakan oleh warga adalah bus, angkutan kota (angkot), ojek dan kereta api. Kereta api jurusan Bogor-Sukabumi yang mulai beroperasi sejak bulan Desember 2008 ini melintasi Stasiun Cigombong sehingga menambah alternatif alat transportasi yang dapat dipergunakan oleh penduduk. Adapun jenis jalan di Desa Ciburuy terdiri atas jalan provinsi sepanjang 1,5 km, jalan kabupaten sepanjang 4,0 km dan jalan kelurahan sepanjang 1,5 km.
30
Sarana pendidikan yang tersedia di Desa Ciburuy diantaranya terdapat Taman Kanak-kanak (TK) hingga SMU/SMK sederajat yang terdiri atas: 2 buah gedung TK, 5 buah Sekolah Dasar (SD) Negeri, 3 buah SD Swasta Islam, 1 buah SLTP Negeri, 3 buah Madrasah Tsanawiyah, SLTP Swasta Umum dan Islam serta SMU Swasta Umum dan Islam masing-masing 1 gedung sekolah. Sarana pendidikan dilengkapi pula dengan 7 buah pondok pesantren yang tersebar di sekitar Desa Ciburuy. Sementara itu sarana kesehatan ditunjang dengan tersedianya rumah bersalin, posyandu, pos/klinik KB dengan bantuan tenaga medis diantaranya: dokter umum, dokter gigi, bidan desa dan praktek serta dukun beranak. Untuk sarana peribadatan, di desa ini terdapat 12 buah mesjid jami, 35 buah mesjid dan 35 mushola. Adapun kelembagaan desa yang terdapat di Desa Ciburuy antara lain, Lembaga Permusyawaratan Masyarakat (LPM), Program Kesejahteraan Keluarga (PKK), Karang Taruna, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Koperasi Simpan Pinjam Raksa Desa dan Koperasi Sekolah. 4.3. Kondisi Demografis Jumlah penduduk Desa Ciburuy adalah sebanyak 11.989 orang, dengan jumlah penduduk laki-laki 6.158 orang dan penduduk perempuan berjumlah 5.831 orang. Jumlah kepala keluarga sebanyak 2.482 KK. Jumlah penduduk produktif sebanyak 5.140 orang dan yang tidak produktif sebanyak 1.420 orang. Sementara rata-rata kepadatan penduduk adalah 61 jiwa/km2. Berdasarkan data jumlah dan presentase penduduk Desa Ciburuy menurut kelompok umur dan jenis kelamin (Lampiran 4) yang bersumber dari data monografi desa, maka penduduk Desa Ciburuy dapat digambarkan dalam piramida penduduk seperti pada Gambar 2. Dari gambar piramida tersebut, dapat disimpulkan bahwa piramida penduduk Desa Ciburuy menggambarkan bentuk piramida dengan ciri reit kelahiran dan kematian yang rendah. Umur median sedang, angka rasio beban tanggungan total rendah sementara angka beban tanggungan umur tua tertinggi. Dengan kata lain, penduduk Desa Ciburuy tergolong struktur umur sedang karena umur median berada pada kelompok umur 29 tahun.
31
70 ke atas 65-69 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4 800
600
400
200
Laki-laki Perempuan
0
200
400
600
800
Gambar 2 Piramida Penduduk Desa Ciburuy Adapun rata-rata tingkat pendidikan penduduk Desa Ciburuy adalah sudah tamat SMP dengan persentase sebanyak 43,3 persen sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Ciburuy menurut Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%) 1. Tidak sekolah/tidak tamat SD 20 0,3 2. Tamat SD/sederajat 2976 33,0 3. Tamat SMP/sederajat 3900 43,3 4. Tamat SMA/sederajat 1900 21,0 5. Tamat Akademi/sederajat 192 2,1 6. Tamat Perguruan Tinggi 28 0,3 Total 9016 100,0 Sumber: Data Monografi Desa Ciburuy, 2011 Rata-rata mata pencaharian utama penduduk Desa Ciburuy adalah pada sektor pertanian dengan jenis pekerjaan sebagai petani pemilik tanah dengan persentase sebesar 3,0 persen. Petani penggarap sebesar 13,0 persen dan buruh tani sebanyak 33,0 persen. Sisanya terserap dalam mata pencaharian di luar sektor pertanian seperti pengusaha sebanyak 1,0 persen, pengrajin sebanyak 0,3 persen, buruh industri dengan persentase sebesar 9,0 persen, industri kecil sebanyak 16,0 persen, buruh industri sebesar 9,0 persen, di bidang pertukangan sebesar 3,0 persen, buruh perkebunan dengan persentase sebesar 3,0 persen, pedagang sebesar
32
13,0 persen, pengemudi/jasa sebesar 2,0 persen, PNS sebanyak 3,0 persen, TNI/POLRI sebesar 1,0 persen dan lainnya sebanyak 2,0 persen (Gambar 3). Banyaknya penduduk yang bermata pencaharian pada sektor pertanian ini menandakan bahwa sektor pertanian masih merupakan sektor andalan sebagai mata pencaharian bagi penduduk Desa Ciburuy. Hal ini karena kondisi alam yang masih kondusif dan potensial untuk melakukan kegiatan pertanian.
Jenis Pekerjaan Petani pemilik tanah
Petani penggarap
Buruh tani
Pengusaha
Pengrajin
Industri kecil
Buruh industri
Pertukangan
Buruh perkebunan
Pedagang
Pengemudi/jasa
PNS
TNI/POLRI
Lain-lain 3% 1% 2% 2% 2% 13%
13% 3% 2% 9%
33% 16%
0% 1%
Gambar 3 Persentase Jenis Pekerjaan Penduduk Desa Ciburuy 4.4. Profil Kampung Ciburuy (Struktural dan Kultural) Kampung Ciburuy merupakan salah satu kampung yang berada di Desa Ciburuy dengan areal penanaman padi sawah terbesar. Sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja karena sebagian besar masyarakat di Kampung Ciburuy bekerja pada sektor pertanian. Masyarakat Kampung Ciburuy yang sebagian besar bertani, dapat digambarkan dalam struktur sosial yang terbagi menjadi pemilik lahan, pemilik sekaligus penggarap lahan, penggarap lahan, buruh harian tetap dan buruh harian lepas. Pemilik lahan sebagian besar adalah orang-orang di luar Kampung bahkan di luar Desa Ciburuy. Sebagian besar berasal dari Jakarta atau pemilik perusahaan-perusahaan besar
33
yang berada di sekitar Jakarta dan Bogor. Umumnya para pemilik lahan mempercayakan pengelolaan lahan kepada masyarakat atau petani Ciburuy untuk diusahakan. Hasil produksi lahan yang dipakai untuk usahatani dibagi dua dengan pemilik lahan dengan sistem maro atau mrapat (perbandingan 4:6), dimana enam bagian untuk penggarap dan empat bagian diserahkan kepada pemilik. Pemilik lahan yang kebanyakan berasal dari Jakarta dan kota-kota sekitar Desa Ciburuy ini biasanya datang pada saat hari-hari libur tertentu. Jumlah petani khususnya komunitas petani padi sehat yang tergabung dalam Gapoktan “Silih Asih” tersebar di beberapa RW di Desa Ciburuy. Secara perlahan namun pasti banyak petani yang mengikuti dan beralih menerapkan sistem pertanian padi sehat karena melihat kiprah petani-petani yang sudah lebih dahulu menerapkan sistem pertanian padi sehat berhasil dengan baik. Hingga kini jumlah petani padi sehat yang tergabung dalam Gapoktan “Silih Asih” semakin bertambah dengan total luas lahan garapan mencapai 170 hektar (Tabel 2). Tabel 2 Jumlah dan Presentase Petani menurut Luas Lahan Garapan (hektar) di Kampung Ciburuy, 2011 No Luas Lahan Garapan (hektar) Jumlah Petani Presentase (orang) (%) 1. <0,25 27 32,5 2. 0,25-0,50 42 50,6 3. >0,50 14 16,9 Total 83 100,0 Meski sebagian besar masyarakat Kampung Ciburuy masih memiliki ikatan keluarga satu sama lain, namun dalam kegiatan pertanian tidak ditemukan adanya tenaga kerja keluarga. Hubungan kerja pertanian didasarkan atas ekonomi uang dan berlaku sistem upah. Tidak ditemukan lagi sistem pembayaran dengan derep atau pocongan. Hubungan kerja yang berdasarkan ikatan–ikatan sosial hampir tidak ditemukan. Keberadaan elit desa di Kampung Ciburuy sangat berperan dan berpengaruh. Dalam sektor pertanian misalnya, figur Ketua Gapoktan yang sangat disegani akan kecerdasan analisa dan kemampuan manajerial yang baik ini menjadi sosok pemimpin yang berhasil membawa nama Gapoktan “Silih Asih” khususnya, dan umumnya pertanian di Desa Ciburuy menjadi harum di mata publik. Demokrasi
34
terpimpin yang diterapkan dalam menjalankan kegiatan pertanian termasuk manajemen koperasi sangat mengesankan bagi petani anggota Gapoktan “Silih Asih”, sehingga menimbulkan kepercayaan publik. Tidak jarang petani selalu mengikuti keputusan apapun yang diambil Ketua Gapoktan dalam hal adopsi inovasi maupun sistem baru. Status dan peranan dari Ketua Gapoktan ini cukup penting sehingga berpengaruh pula terhadap perkembangan pertanian padi sehat yang diterapkan pada komunitas petani padi sawah Kampung Ciburuy. Kemampuan yang dimilikinya ini juga mampu menjaring atau membentuk kemitraan dengan pelaku-pelaku bisnis lainnya. Mobilitas penduduk yang tidak terlalu tinggi di satu sisi juga menyebabkan masyarakat kurang berkembang secara signifikan. Kultur masyarakat yang tidak pernah jauh meninggalkan kampung masih bertahan hingga sekarang. Penduduk yang telah menikah membangun rumah kembali tak jauh dari rumah orangtuanya. Hubungan interpersonal masyarakat Kampung Ciburuy tampak pada kegiatan sehari-hari. Pada kegiatan keagamaan misalnya, masyarakat berinteraksi melalui pengajian-pengajian baik pengajian yang diperuntukkan bagi kaum perempuan maupun laki-laki yang rutin diadakan tiap hari. Pengajian dipimpin oleh Ajengan atau Kiyai. Di Kampung Ciburuy terdapat masyarakat yang menganut paham Anti Speaker (ASPEK). Menurut informan penganut ASPEK ini memilih untuk tidak mengakses barang-barang yang mengandung unsur pengeras suara seperti speaker, TV, radio dan sebagainya karena akan dipenuhi oleh kehidupan duniawi dan jauh dari mengingat Allah SWT. Kelembagaan arisan juga menjadi salah satu sarana interaksi masyarakat. Dalam hal dinamika perubahan kultural masyarakat petani, kegiatan pertanian yang dijalankan oleh petani juga tidak terlepas dari perubahan. Kampung Ciburuy dapat dikatakan telah mengalami modernisasi pertanian. Dinamika perubahan kultur petani salah satunya dipengaruhi oleh keadaan alam. Dahulu, ketika keadaan alam khususnya tanah masih mendukung maka petani cenderung tidak membutuhkan teknologi untuk menunjang kegiatan pertanian mereka. Kini, sebagai dampak penggunaan pupuk kimia maupun benih pabrikan yang dilakukan pada masa Revolusi Hijau keadaan tanah menjadi tidak subur dan
35
cenderung tidak dapat mendukung kegiatan pertanian dengan baik sehingga dalam bertani masa kini dibutuhkan sentuhan teknologi. Lingkungan telah terdegradasi, termasuk kualitas tanah tidak lagi subur. Sehingga kini dalam bertani hal pertama yang hendaknya dilakukan adalah terlebih dahulu mengembalikan keragaman biota tanah dan ekosistemnya atau dikenal dengan recovery lahan dalam sistem pertanian organik. Dahulu dalam bertani masih dapat mengandalkan sistem pranata mangsa (penanggalan atau perhitungan bulan) untuk mengatur kegiatan pertanian. Akan tetapi kini hal tersebut tidak lagi dapat diandalkan. Perubahan iklim juga mempengaruhi produktivitas padi. Hujan dan panas yang tidak dapat diprediksi periodenya diakui petani menjadi salah satu hambatan dalam bertani masa kini. Komunitas petani padi sawah yang menerapkan sistem pertanian padi sehat ini cenderung tanggap terhadap perubahan ekologi sawah. Meski pengambilan keputusan dalam hal adopsi sistem pertanian padi sehat ini diawali oleh Ketua Gapoktan, tetapi lambat laun dalam perkembangannya semakin banyak petani yang pada akhirnya beralih dari pertanian konvensional ke pertanian padi sehat dan tergabung dalam kelompok tani. Gapoktan dalam hal ini berupaya untuk menyatukan petani-petani kecil menjadi lebih akses terhadap informasi maupun pasar. 4.5. Pola Adaptasi Ekologi Masyrakat Kampung Ciburuy Selama Revolusi Hijau, penggunaan bahan-bahan kimia serta keseragaman komoditi pertanian menyebabkan kondisi lingkungan terutama tanah pertanian tidak lagi subur. Keragaman biota tanah berkurang sehingga diperlukan upaya mengembalikan keberadaan unsur biota dalam tanah atau bahan-bahan organik yang ada dalam tanah. Seiring berkembangnya isu perubahan paradigma dari Revolusi Hijau ke Pembangunan Pertanian Berkelanjutan baik pada tataran global maupun nasional, maka mulai dikembangakan metode-metode pertanian yang ramah lingkungan. Salah satunya adalah pertanian organik dengan filosofi feeding the soil that feeds the plants, mengembangkan prinsip-prinsip memberi makanan pada tanah, selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman.
36
Keadaan tanah yang tidak subur lagi membuat kegiatan pertanian sudah tidak dapat lagi mengandalkan kebaikan alam, sehingga dibutuhkan sentuhan sistem. Komunitas petani Kampung Ciburuy termasuk desa yang mengalami perubahan sistem dari pertanian konvensional ke pertanian organik, dimana saat ini masih berada pada proses transisi untuk menjadi pertanian organik seutuhnya. Sebagai respon atas program pemerintah serta mulai berubahnya paradigma maka sistem pertanian padi sehat yang merujuk pada prinsip dan standar organik ini mulai diterapkan oleh para petani khususnya komunitas petani padi sehat Kampung Ciburuy sejak Tahun 2002. Metode dan pendekatan yang digunakan oleh komunitas petani padi sehat Kampung Ciburuy ini merujuk pada prinsip pertanian organik, tetapi komunitas petani padi sehat ini tidak lantas mengklaim bahwa beras yang mereka hasilkan adalah beras organik karena pada prakteknya masih mengabaikan kesterilan air dan digunakan pula pupuk kimia dalam jumlah yang rendah. Namun, meski demikian produk atau beras yang dihasilkan oleh komunitas petani ini adalah beras yang bebas residu pestisida sehingga dikategorikan sebagai beras sehat dan diistilahkan dengan sistem pertanian padi sehat (bebas pestisida). Perubahan sistem pertanian yang dialami oleh komunitas petani padi sehat Kampung Ciburuy ini merupakan bentuk pola adaptasi selaras dengan alam sesuai dengan filosofi pertanian organik. Sistem pertanian padi sehat ini menggunakan sistem ramah lingkungan sehingga dapat mengembalikan bahanbahan organik dalam tanah. 4.6. Ikhtisar Komunitas petani padi sehat Kampung Ciburuy merupakan petani yang terbuka terhadap inovasi dan mau berkembang. Diterapkannya sistem pertanian padi sehat ini merupakan respon atas program pemerintah dengan slogannya “Go Organic 2010”. Sejak diterapkannya sistem pertanian padi sehat hingga sekarang, terjadi berbagai perubahan dan perkembangan. Dibawah pimpinan Ketua Gapoktan, komunitas petani padi sehat Kampung Ciburuy mampu memproduksi beras sehat yang dinamakan beras “SAE: Sehat, Aman dan Enak”. Dalam penerapan sistem pertanian padi sehat terdapat banyak perubahan yang menyertai. Transisi dari pertanian konvensional ke sistem pertanian padi sehat cenderung membawa perubahan pada organisasi yang ada. Sejumlah
37
perubahan dan penataan dilakukan guna membentuk organisasi menjadi lebih efektif, efisien dan dapat memenuhi kebutuhan petani. Konsumen beras “SAE” adalah konsumen kalangan menengah ke atas dengan permintaan yang semakin banyak, sehingga dalam menjaga keberlanjutan atau permintaan pasar maka komunitas petani padi sehat Kampung Ciburuy harus mampu memproduksi sesuai permintaan. Untuk itu dibentuk pula koperasi yang melakukan proses pengolahan hingga pemasaran sehingga petani fokus pada produksi saja. Penerapan sistem pertanian padi sehat di Kampung Ciburuy mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan baik pemerintah setempat, perusahaan, lembaga penelitian, akademisi maupun perusahaan karena dinilai cukup baik dalam mengembangkan praktek pertanian padi sehat ini. Perhatian dari berbagai pihak ini juga dimanfaatkan oleh Gapoktan sebagai sarana membentuk dan menjalin kemitraan.
38
BAB V PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT 5.1. Sejarah Masuknya Sistem Pertanian Padi Sehat di Kampung Ciburuy Kampung Ciburuy merupakan areal penanaman padi sawah yang cukup potensial. Oleh karena itu, sebagian besar penduduk bekerja pada sektor pertanian. Sebagai wilayah yang dominan bergerak di sektor pertanian, Kampung Ciburuy cukup ditunjang oleh fasilitas jalan sebagai sarana pendistribusian hasil pertanian. Dalam hal adopsi inovasi, petani-petani di Kampung Ciburuy cenderung terbuka terhadap inovasi atau teknologi baru di bidang pertanian termasuk sistem pertanian organik. Walaupun sampai saat ini ada pula sebagian petani yang masih bergantung dengan sistem pertanian yang mengandalkan benih dan pupuk pabrikan atau kimia. Di Indonesia, pertanian organik mulai berkembang pada Tahun 2000. Sementara penerapan pertanian padi sehat di Kampung Ciburuy sendiri dimulai pada Tahun 2002 sebagai respon petani terhadap isu pertanian organik nasional yang diperkenalkan melalui slogan “Go Organic 2010”. Ketua Gapoktan mulai mempelajari dan mencoba sistem pertanian organik dalam lahan percobaan atau demonstrasi
plot
(demplot)
untuk
kemudian
hasil
percobaan
tersebut
dikomunikasikan kepada anggota kelompok tani lainnya. Sejalan dengan itu, dalam suatu kegiatan “Temu Usaha”, Ketua Gapoktan “Silih Asih” Desa Ciburuy bertemu dengan Lembaga Pertanian Sehat (LPS) Dompet Dhuafa. Saat itu, LPS Dompet Dhuafa bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Kehutanan serta BP4K tengah membentuk sebuah program Pemberdayaan Petani Dhuafa. Dalam program tersebut Gapoktan “Silih Asih” bekerjasama dengan LPS Dompet Dhuafa dan menjadi peserta dalam program tersebut. Petani-petani peserta program mendapatkan pembinaan teknis, bantuan biaya produksi dan jaminan pasar atas pembelian gabah. Sasaran dalam program LPS Dompet Dhuafa ini adalah petani-petani yang memenuhi kriteria yaitu mustahik (berhak menerima zakat), produktif dan bersedia mengikuti aturan. Program ini berjalan selama dua tahun. Seluruh biaya produksi padi sehat dibiayai oleh LPS dari budidaya hingga pengolahan. Begitupun masalah pemasaran juga menjadi tanggungjawab LPS. Petani dapat
39
fokus menanam padi sehat tanpa takut hasil panennya tidak ada yang membeli. Hal ini tentunya sangat memudahkan petani. Perlahan namun pasti mulai banyak petani di Ciburuy bergabung menjadi anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sekaligus peserta program pemberdayaan petani LPS Dompet Dhuafa. Pada tahun pertama pelaksanaan program, sistem pertanian padi sehat diterapkan pada lahan seluas dua hektar dan berkembang menjadi lima hektar. Pada Tahun 2005 bertambah menjadi empat puluh hektar. Lahan pertanian padi sehat kembali diperluas dengan penambahan seratus empat puluh hektar seiring dengan bertambah pula jumlah petani yang mengikuti program. Program pemberdayaan ini berakhir pada Tahun 2007. Dengan berakhirnya program, maka didelegasikanlah sebuah koperasi yang bernama Koperasi Kelompok Tani “Lisung Kiwari” untuk mengatur dan mengelola permintaan pasar. Selanjutnya, sistem penerapan pertanian padi sehat dikembangakan secara swadaya oleh para petani yang tergabung dalam Gapoktan “Silih Asih”. Hingga kini lahan pertanian padi sehat di Kampung Ciburuy telah mencapai seratus tujuh puluh hektar dengan semakin bertambahnya jumlah petani yang telah menerapkan sistem pertanian padi sehat. Meski demikian, lahan pertanian padi sehat ini masih menyebar dan menyatu dengan lahan pertanian non organik. Hal ini yang menjadi kendala bagi komunitas petani padi sawah Kampung Ciburuy karena akan mempengaruhi kualitas beras sehat itu sendiri. Namun, sejauh ini beras sehat yang dihasilkan oleh petani Kampung Ciburuy telah melalui uji laboratorium secara berkala yang dilakukan oleh Balai Penelitian Lingkungan Pertanian. Meski demikian, komunitas petani padi sehat Kampung Ciburuy memilih menggunakan istilah “sehat” dibandingkan dengan “organik” karena khawatir akan kontaminasi dari areal sawah yang masih menggunakan pupuk, benih maupun pestisida kimia terhadap lahan pertanian mereka. Selain itu, sistem pertanian yang diterapkan belum sepenuhnya dapat dikatakan organik, tetapi transisi menuju pada sistem pertanian organik seutuhnya. Perkembangan penerapan sistem pertanian padi sehat di Kampung Ciburuy terutama pada komunitas petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) “Silih Asih” tidak terlepas dari figur seorang pemimpin atau ketua yang tanggap terhadap sistem, memiliki kemampuan analisa yang tajam dan
40
manajerial yang baik serta berjiwa kepemimpinan, sehingga memunculkan kepercayaan yang tinggi baik dari petani maupun pihak-pihak lain yang menjadi mitra. Secara perlahan namum pasti sistem pertanian padi sehat ini mulai diikuti oleh petani lainnya dan berkembang dengan baik hingga sekarang. 5.2. Deskripsi Sistem Pertanian Padi Sehat di Kampung Ciburuy Sistem pertanian padi sehat yang diterapkan oleh komunitas petani padi sehat Kampung Ciburuy merupakan pertanian transisi dari pertanin modern (benih, pupuk dan pestisida kimia) menuju ke pertanian organik. Dikatakan transisi karena dalam prakteknya masih mengabaikan kesterilan air. Idealnya air yang digunakan dalam pertanian organik adalah air steril, tetapi karena letak sawah yang menyebar dan beberapa hektar menyatu dengan areal sawah petani lain yang belum menerapkan pertanian organik, sehingga ada kekhawatiran akan terkontaminasi oleh pestisida atau unsur lain dari sawah yang belum organik. No. Teknis 1. Mengolah tanah 2. 3.
Penggunaan pupuk kompos Pengaturan air
4.
Sanitasi
5.
Sistem tanam (Legowo 1, Legowo 2, dsb) Keterangan:
Biologis Benih tahan tungro
Kimia Pestisida nabati
Fisik1 Ditangkap
Benih tahan wereng
Digropyok
Benih tahan kurang air (kemarau) Melestarikan predator Recovery lahan (penambahan agensi hayati)
Diumpan
1. Pendekatan fisik yaitu berupa perlakuan terhadap hama. Gambar 4 Matriks Pendekatan-pendekatan yang Diterapkan dalam Sistem Pertanian Padi Sehat di Kampung Ciburuy, 2011 Selain itu, ketika dijumpai bagan warna daun (BWD) yang kurang hijau dan ketebalan daun yang kurang, maka dalam prakteknya masih dilakukan penambahan pupuk urea dengan takaran yang rendah. Oleh karena itu, komunitas petani Kampung Ciburuy lebih memilih menggunakan istilah sistem pertanian padi sehat dengan produk berupa beras sehat meskipun paket metode yang
41
diterapkan sudah sesuai dengan prinsip atau standar pertanian organik pada umumnya. Paket metode sistem pertanian padi sehat yang diterapkan oleh Gapoktan “Silih Asih” adalah Integrated Crop Management (ICM) atau Pengelolaan Tanaman Terpadu dan metode atau pola System Rice Intensification (SRI) yang terdiri atas: benih muda, tanam dangkal, tanam tunggal, pupuk organik dan pengandalian hama terpadu. Selain itu diterapkan pula sistem Low-External-Input and Sustainable Agriculture (LEISA) atau Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah, dimana dalam hal ini penggunaan urea dalam jumlah rendah digunakan apabila diperlukan yaitu ketika menunjukkan indikator pada bagan warna daun. Dalam pertanian organik diterapkan juga beberapa pendekatan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Pendekatan ini sifatnya saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya agar hasil yang dicapai maksimal. 5.3. Sistem Pertanian Padi Sehat dan Penerapannya Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan prinsipprinsip memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman. Sesuai dengan filosofi tersebut, dalam sistem pertanian padi sehat yang diterapkan oleh komunitas petani padi sehat Kampung Ciburuy terdapat sejumlah teknologi, diantaranya: 1.
Pada kegiatan budidaya (on-farm), terutama pada kegiatan penyiapan lahan terlebih dahulu dilakukan recovery lahan. Dalam recovery lahan dilakukan pemberian pupuk kompos, organic fertilizer, pestisida nabati ataupun penambahan agensi hayati (mikroba dan biota tanah). Teknologi ini bertujuan mengembalikan keragaman biota atau bahan organik dalam tanah dan ekosistemnya. Selain itu juga perlu diperhatikan keadaan air yang macak-macak;
2.
Pada kegiatan pengolahan hasil (off-farm), dilakukan kegiatan menjemur, menggiling, mengayak atau menapis dan mengemas. Setelah panen, petani menjual gabah kepada koperasi untuk selanjutnya koperasi yang akan melakukan pengolahan hasil tersebut. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan menambah nilai mutu produk;
42
3.
Penataan
kelembagaan, dimaksudkan agar kegiatan pertanian dapat
berjalan secara efektif dan efisien. Dalam penataan kelembagaan ini, ditunjukkan dengan salah satunya peran koperasi yang melakukan perubahan bentuk organisasi berupa pembentukan unit-unit kerja baru yang sesuai dengan kebutuhan petani. Koperasi juga diarahkan untuk menjaring mitra kerja demi perkembangan penerapan pertanian padi sehat yang lebih baik dan menghasilkan produk sesuai dengan keinginan pasar. Dalam hal tingkat penerapan sistem pertanian organik, seluruh petani pada komunitas petani padi sehat telah melakukan praktek penerapan sistem pertanian padi sehat dengan baik sesuai SOP yang berlaku. Sebanyak 30 orang responden penelitian yang terdiri atas 5 orang berasal dari lapisan atas, 15 orang dari lapisan menengah dan 10 orang dari lapisan bawah menunjukkan tingkat penerapan sistem pertanian padi sehat yang tinggi dengan persentase 100 persen. Dengan kata lain seluruh petani dari tiap-tiap lapisan telah menerapkan praktek sistem pertanian padi sehat dengan baik sesuai dengan SOP yang berlaku dan metode serta pendekatan yang baik. Hal ini juga diakui oleh Bapak My sebagai petani lapisan atas dan ketua Kelompok Tani sebagai berikut: “Menurut pengamatan saya selama ini kalo ditanya bagaimana praktek penerapan pertanian organik khususnya disini sudah cukup baik, petani mampu melakukan budidaya dengan baik, tinggi tingkat pemahamannya. Kan ada SOP yang sudah dibuat. Jadi bisa merujuk kesana. Walaupun terkadang dilakukan perubahan sesuai kondisi di areal pesawahan masing-masing tanpa keluar dari SOP tadi. Itu dipersilahkan. Petani tau lah apa yang harus dilakukan. Tapi intinya mah sudah baik dan sesuai SOP.” (Bapak My, 44 tahun).
Praktek penerapan pertanian padi sehat yang telah diterapkan tidak jauh berbeda seperti pada pertanian sebelumnya (mengandalkan benih dan pupuk kimia) sehingga petani cenderung dapat melakukan budidaya pertanian padi sehat secara tepat. Selain itu petani sering mendapat arahan dari Ketua Gapoktan dan terlibat dalam diskusi-diskusi bersama di saung Gapoktan “Silih Asih”, sehingga tingkat pemahaman akan teori maupun praktek budidaya padi sehat tergolong
43
tinggi. Perbedaan sistem padi sehat ini adalah terletak pada penyiapan lahan, kegiatan pemupukan termasuk perawatan. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pada penyiapan lahan dikenal istilah recovery lahan sebagai upaya memperbaiki kondisi tanah yang tidak subur dengan cara nengembalikan bahan organik dalam tanah. Kondisi tanah juga harus dijaga dengan mempertahankan kondisi tanah yang macak-macak. Sementara itu pupuk yang digunakan tentu saja adalah pupuk organik dengan prosedur pemupukan dilakukan sesuai SOP. Dalam hal ini juga terlihat bahwa komunitas petani padi sehat Kampung Ciburuy tanggap terhadap perubahan sehingga perlahan namun pasti mereka dapat menyesuaikan dengan segala perubahan teknologi dan dapat berkembang hingga saat ini. Keberadan koperasi memberikan arti bagi petani. Selain koperasi menjamin mengenai urusan pembelian gabah dari petani, koperasi juga memberikan keringanan kepada petani yang kesulitan modal dengan memberikan pinjaman saat akan mulai menanam padi dengan sistem yarnen (bayar panen). Petani dapat mengembalikan pinjaman tersebut setelah panen atau saat pembelian gabah oleh koperasi akan dikurangi dengan jumlah pinjaman yang telah diberikan kepada petani. Selain itu kebutuhan-kebutuhan petani dapat terpenuhi dengan tersedianya pelayanan pada setiap unit kerja baru yang telah dibentuk diantaranya pelayanan jasa alat dan mesin pertanian (alsintan), sarana irigasi dan sebagainya. Seiring perkembangannya, penerapan sistem pertanian padi sehat di Kampung Ciburuy perlahan namum pasti mulai memperlihatkan hasil yang baik. Kondisi tanah mulai subur kembali dan dapat mendukung kegiatan pertanian. Meski demikian, dalam kurun waktu sembilan tahun (2002-2011) sejak pertama kalinya diterapkan sistem pertanian padi sehat hingga sekarang, rata-rata petani menyatakan tidak terjadi perubahan taraf hidup yang dirasakan (Gambar 6). Sebanyak lima orang atau 100 persen petani lapisan atas menyatakan tidak merasakan adanya perubahan taraf hidup sehubungan dengan penerapan sistem pertanian padi sehat. Sementara itu, 73 persen petani lapisan menengah dan 80 persen petani lapisan bawah juga menyatakan tidak mengalami perubahan taraf hidup sejak diterapkannya sistem pertanian padi sehat. Artinya kondisi kehidupan petani tidak mengalami peningkatan setelah diterapkannya sistem pertanian padi
44
sehat. Dengan kata lain secara keseluruhan dari semua petani pada semua lapisan, hanya enam orang atau sekitar 20 persen yang merasakan adanya perubahan taraf hidup. Kondisi ini dijelaskan oleh Bapak En sebagai berikut: “Bapak mah merasa tidak ada perubahan. Dari tahun ke tahun hidup Bapak begini-begini aja kayaknya. Tidak ada peningkatan ekonomi. Hasil panen ya segitu-gitu aja semusimnya juga walaupun sekarang Bapak rasa tanah udah mulai subur lagi ni. Tapi belum ada peningkatan hasil. Tapi ya bersyukur aja. Kan tanah juga makhluk. Sama kaya kita yang bisa sakit. Tanah juga bisa sakit. Cuaca juga mempengaruhi. Jadi ya wajar aja ya naik turun hasil mah.” (Bapak En, 59 tahun).
120% 100% 80%
Tidak Ada Perubahan 73%
60%
80%
100%
Ada Perubahan
40% 20% 27% 0%
20%
0%
Atas
Menengah
Bawah
Gambar 5 Persentase Perubahan Taraf Hidup Petani Padi Sehat Kampung Ciburuy Tidak dirasakannya peningkatan taraf hidup oleh para petani padi sehat Kampung Ciburuy karena pada dasarnya sistem pertanian ini memang tidak bertujuan meningkatkan hasil produksi, tetapi lebih kepada mengembalikan kesuburan tanah dan meningkatkan kualitas padi itu sendiri. Produktivitas padi cenderung tidak mengalami peningkatan. Selama satu tahun pada setiap masa tanamnya (semusim) produktivitas padi cenderung fluktuatif, bergantian mengalami peningkatan dan penurunan hasil panen. Sehingga dapat disimpulkan hingga saat ini belum dirasakan adanya peningkatan produktivitas padi sehubungan dengan penerapan sistem pertanian organik ini. diungkapkan Bapak Sk berikut ini:
Seperti yang
45
“Pertanian organik (padi sehat) mah pada dasarnya bukan untuk meningkatkan hasil produksi. Tujuannya buat menyuburkan tanah, meningkatkan kualitas padi bebas dari pestisida.” (Bapak Sk, 58 tahun). Dengan demikian, selama kurun waktu sembilan tahun sejak penerapan sistem pertanian padi sehat Kampung Ciburuy ternyata belum membawa dampak terhadap peningkatan taraf hidup petani. Meskipun harga jual beras organik tinggi, tetapi tidak dapat menutupi biaya produksi yang juga cukup tinggi pada masa awal budidaya. Selain itu tingkat pemilikan lahan yang relatif rendah, dengan kata lain hampir sebagian besar tanah milik pihak luar menyebabkan petani tidak memiliki akses terhadap tanah atau lahan sawah. Pembagian hasil dengan sistem maro maupun mrapat bisa jadi tidak mencukupi kebutuhan petani dan keluarganya. “Ya, memang pertanian organik ini susah-susah gampang. Pada awal tanam itu banyak keluhan. Tanah itu kaget mungkin ya, apa istilahnya ya? Butuh adaptasi lagi lah mungkin. Pembenahan tanahnya itu belum stabil. Produksi di awal masa tanam itu menurun lho. Penghasilan juga menurun. Walaupun harga gabahnya naik, beras sehat juga dijual dengan harga tinggi tapi tetap saja biaya produksi ga ke tutup. Tapi ke depan, jangka waktu yang panjang mah mudah-mudahan bisa lebih baik kalau tanah udah stabil mah ya. ” (Bapak My, 44 tahun).
Hal ini relavan dengan pandangan Salikin (2003) yang menyatakan bahwa sistem pertanian organik pada awalnya diragukan kemampuannya untuk memacu produksi sebesar sistem pertanian industrial. Namun demikian, dalam jangka panjang pertanian organik justru dapat mempertahankan produktivitas lahan dan hasil panen secara berkesinambungan. Sebaliknya, sistem pertanian industrial lebih berorientasi jangka pendek atau sesaat.
46
BAB VI PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA PERTANIAN 6.1. Kegiatan-kegiatan Baru dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat Pada dasarnya kegiatan pertanian pada sistem pertanian padi sehat tidak jauh berbeda dengan kegiatan pertanian pada pertanian sebelumnya yang mengandalkan pupuk kimia. Perbedaan yang paling terlihat terletak pada kegiatan budidaya (on-farm), dimana terdapat kegiatan-kegiatan baru diantaranya kegiatan pemupukan. Pemupukan pada pertanian konvensional mengandalkan pupuk kimia. Sementara
pemupukan
pada
sistem
pertanian
sehat
dilakukan
dengan
menggunakan pupuk organik (kompos). Pemupukan dilakukan dengan mengikuti prosedur seperti tercantum dalam SOP yaitu: pupuk dasar yang ditabur pada waktu membajak, pupuk susulan satu yang ditabur pada saat 21-25 HST (hari setelah tanam) dan pupuk susulan dua yang ditabur pada masa primordia atau 4550 HST. Banyaknya kegiatan dalam pertanian padi sehat ini diakui oleh Bapak Mj sebagai berikut: “Pertanian sekarang mah banyak kegiatannya terutama pemupukan. Ada pupuk dasar, susulan 1 dan 2. Jadi kita harus tahu betul kapan harus ngasi pupuk. Kebetulan saya bikin sendiri pupuk organiknya kalau memang sempat. Pertama, saya harus sediain dulu pupuk kandangnya. Nah, ngeruk pupuk kandangnya aja saya ga bisa sendiri karena banyak. Jadi dibantu kuli juga. Keluar biaya untuk kuli. Setelah itu mah saya buat sendiri” (Bapak Mj, 50 tahun). Pengolahan hasil merupakan komponen kedua dalam kegiatan agribisnis setelah komponen produksi pertanian. Sejalan dengan pandangan Soekartawi (1991) bahwa kegiatan pengolahan ini dianggap penting karena pertimbangan diantaranya;
meningkatkan
nilai
tambah,
meningkatkan
kualitas
hasil,
meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan keterampilan produsen dan meningkatkan pendapatan produsen. Bila petani langsung menjual hasil pertaniannya dengan tanpa diolah terlebih dahulu, maka tindakan ini akan menghilangkan kesempatan orang lain yang ingin bekerja pada kegiatan
47
pengolahan yang semestinya dilakukan. Sebaliknya, bila pengolahan hasil pertanian dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang dapat terserap. Pada komunitas petani padi sehat Kampung Ciburuy, terutama setelah penerapan sistem pertanian padi sehat ini tampak adanya kegiatan pengolahan hasil. Jika pada sistem pertanian sebelumnya, setelah panen gabah dari petani langsung dijual ke tengkulak atau pengepul, maka pada sistem pertanian padi sehat gabah dari petani dibeli oleh koperasi untuk selanjutnya dilakukan pengolahan hasil. Koperasi yang bertanggungjawab untuk melakukan kegiatan pengolahan hasil. Adapun kegiatan pengolahan hasil diantaranya: penjemuran gabah,
penggilingan,
pengayakan
atau
penapisan,
pengemasan
hingga
pendistribusian beras sehat sampai ke tangan konsumen. 6.2. Penyerapan Tenaga Kerja Dengan dilakukannya pengolahan hasil tersebut, maka Koperasi Kelompok Tani membutuhkan tenaga kerja tambahan yang direkrut dari warga sekitar yang membutuhkan pekerjaan atau dapat pula petani organik itu sendiri. “Lapangan kerja itu lebih banyak pada kegiatan off-farm. Petani kan sekarang jual gabah ke koperasi. Tidak lagi ke tengkulak. Setelah dijual ke koperasi baru diolah. Disitulah banyak tenaga kerja baru khusus untuk pengolahan hasil seperti jemur gabah, giling, ngayak, napi, sama packing. Packing juga salah satu aspek yang penting. Beras SAE kita harus benar-benar sae. Kemasan yang baik dapat memberikan nilai tambah. Selain itu dbutuhkan juga tenaga kerja yang juga menjadi agen-agen distributor beras organik di luar wilayah Ciburuy. Mereka bertugas memberikan service kepada para konsumen. Sehingga petani mah tinggal fokus ke produksi aja. ” (Bapak Az, 79 tahun).
Setelah penerapan sistem pertanian padi sehat, bertambah kegiatan baru terutama pada pengolahan hasil, sehingga pada kegiatan ini terserap tenaga kerja baru (Tabel 3). Tabel 3 adalah tabel yang menunjukkan penyerapan tenaga kerja setelah penerapan sistem pertanian padi sehat. Pada sistem pertanian konvensional, penggunaan tenaga kerja dilakukan pada kegiatan persiapan tanam hingga panen. Sementara pada sistem pertanian padi sehat, selain penggunaan tenaga kerja
48
dilakukan pada saat persiapan tanam hingga panen seperti pada pertanian konvensional, perubahan terjadi terutama pada kegiatan pengolahan hasil. Tabel 3 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja menurut Kegiatan Pertanian Di Desa Ciburuy, 2011 (pada Satuan Luas Lahan 0,50 hektar) No Kegiatan Pertanian Jumlah Tenaga Kerja Persentase (%) (Orang) 1 Pra Panen/ budidaya 11 26,8 a. Persiapan 3 b. Tanam 6 c. Perawatan 2 2 Panen 10 24,4 3 Pengolahan Hasil 20 48,8 Total 41 100,0 Dari Tabel 3 di atas, terlihat bahwa penyerapan tenaga kerja pada pengolahan hasil mencapai persentase terbesar yaitu sebesar 48,8 persen dari yang sebelumnya tidak terjadi penyerapan tenaga kerja karena tidak terdapat kegiatan pengolahan hasil. Adanya kegiatan pengolahan hasil pada sistem pertanian padi sehat ini selain memberikan nilai tambah pada produk beras sehat tetapi juga dapat menyerap tenaga kerja.
49
BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI 7.1. Kebutuhan yang Dirasakan dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat Beralihnya komunitas petani padi sehat Desa Ciburuy dari pertanian yang mengandalkan benih pabrikan dan pupuk kimia ke sistem pertanian padi sehat memunculkan sejumlah kebutuhan baru yang dirasakan oleh para petani. Dari data primer yang diperoleh di lapang, kebutuhan baru yang dirasakan oleh komunitas petani padi sehat yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) “Silih Asih” adalah sarana pemasaran, peningkatan sumberdaya petani dalam hal peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan budidaya padi sehat, pelayanan atau ketersediaan jasa alat dan mesin pertanian (alsintan) serta sarana irigasi. Rata-rata responden penelitian baik petani lapisan atas, menengah maupun bawah menyatakan kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi guna menunjang terjaminnya kontinuitas dalam produksi pertanian.
120% 100% 100%
100% 80%
80%
100%
70% 60%
Atas
60%
60% 40%
Menengah 40%
33%
20%
10%
Bawah 30% 27%
0%
Pemasaran
SDM Petani
Alsintan
Irigasi
Gambar 6 Persentase Kebutuhan yang Dirasakan Petani Lapisan Atas, Menengah dan Bawah dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat Dari Gambar 6 di atas, diketahui sebanyak 100 persen petani lapisan atas membutuhkan sarana pemasaran dalam penerapan sistem pertanian padi sehat.
50
Artinya, petani lapisan atas membutuhkan kejelasan dan jaminan pasar. Dengan kata lain perlu mengetahui dengan jelas siapa dan lapisan masyarakat mana yang akan menjadi target pasarnya (konsumen) serta pihak yang akan menampung atau membeli hasil panen. Pada sistem pertanian sebelumnya yang masih menggunakan benih pabrikan maupuk pupuk kimia, pihak yang menampung hasil panen adalah tengkulak. Namun, sejauh ini keberadaan tengkulak cukup meresahkan petani. Permintaan akan beras organik ini datang dari kalangan konsumen menengah ke atas yang menginginkan mengonsumsi beras yang bebas dari residu pestisida. Oleh karena itu dibutuhkan sistem pemasaran yang baik agar dapat diterima oleh konsumen dan sesuai dengan permintaan pasar. Selain itu, yang menjadi kebutuhan petani lapisan atas dalam hal penerapan sistem pertanian padi sehat adalah peningkatan sumberdaya petani (pengetahuan, sikap dan keterampilan) dengan persentase sebesar 80 persen. Dalam penerapan sistem
pertanian
padi
sehat
ini,
petani
harus
mampu
meningkatkan
keterampilannya baik dalam hal budidaya maupun pengolahan hasil agar produknya dapat diterima dan sesuai dengan permintaan pasar. Sementara itu, penyediaan jasa alsintan dan irigasi dirasakan sebagai kebutuhan oleh petani lapisan atas dengan presentase sebanyak 60 persen. Penyediaan jasa alsintan dan sarana irigasi ini dibutuhkan petani untuk menjaga kontinuitas usahatani mereka. Meski demikian, sebanyak 60 persen petani lapisan atas memilih keempat macam kebutuhan ini (sarana pemasaran, peningkatan sumberdaya petani, penyediaan jasa alsintan dan sarana irigasi) sebagai kebutuhan yang dirasakan dalam penerapan sistem pertanian padi sehat. Artinya 60 persen petani memilih keempat kebutuhan ini sebagai kebutuhan yang dirasakan dan ingin dipenuhi guna menunjang kegiatan pertanian. Sebagaimana yang dijelaskan berikut ini: “Kalau Bapak itu butuh kejelasan pasarnya. Itu kudu jelas, siapa yang akan nampung gabah kami nanti. Ada sih pasti tapi ari ngajual ka tangkulak teh gimana gitu. Dan harus jelas siapa juga yang akan beli beras organik. Itu juga harus dipikirkan. Jangan sampai kita udah capek-capek nanem teh beras organik kita ga laku.” (Bapak Iy, 45 tahun). Selain itu, ditambahkan pula dengan penjelasan dari Bapak Az sebagai berikut:
51
“Setelah menerapkan pertanian sehat ini, diakui memang kami melakukan pembenahan. Itu harus dilakukan dalam upaya memenuhi kebutuhan petani. Dan kebutuhan petani itu tidak jauh dari kebutuhan yang tujuan sebenarnya untuk menjaga agar pertanian organik ini berkelanjutan. Selama pertanian konvensional dulu tengkulak kan yang suka membeli. Tapi banyak mudhorotnya menjual ke tengkulak itu. Jadi petani ingin jangan sampai jatuh ke tangan tengkulak. Sarana irigasi, penyediaan alat juga masih dibutuhkan petani, termasuk petani masih butuh belajar juga.” (Bapak Az, 79 tahun). Pada petani lapisan menengah, sebesar 100 persen petani membutuhkan sarana peningkatan sumberdaya petani. Penerapan pertanian padi sehat ini memang perlu ditunjang oleh sikap positif terhadap pertanian organik itu sendiri serta tingkat pengetahuan dan keterampilan yang cukup tinggi karena untuk menghasilkan produk beras sehat yang baik dan sesuai keinginan pasar maka diperlukan metode dan pendekatan yang tepat. Hal ini tentunya membutuhkan keterampilan petani. Tanpa ditunjang oleh peningkatan sumberdaya petani maka dapat dipastikan sistem pertanian padi sehat di Kampung Ciburuy akan lamban berkembang. Selain peningkatan sumberdaya petani, yang juga menjadi kebutuhan bagi petani lapisan menengah dalam penerapan sistem pertanian padi sehat adalah sarana pemasaran dengan persentase sebesar 40 persen, kebutuhan akan penyediaan alsintan sebesar 33 persen dan kebutuhan akan sarana irigasi sebesar 27 persen. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan sumberdaya petani menjadi kebutuhan yang paling dirasakan. Sama halnya seperti pada petani lapisan menengah, petani lapisan bawah dengan persentase sebesar 100 persen membutuhkan peningkatan sarana atau wadah dalam meningkatkan sumberdaya petani termasuk dalam hal sikap, pengetahuan dan keterampilan budidaya padi. Selain itu, sebesar 70 persen petani lapisan bawah juga membutuhkan sarana pemasaran yang baik, diikuti kemudian dengan kebutuhan akan sarana irigasi yang mencapai persentase sebesar 30 persen dan kebutuhan akan jasa alsintan sebanyak 10 persen. Kebutuhan ini pada dasarnya merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi secara bersama karena satu sama lainnya dapat menunjang kegiatan pertanian.
52
Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kebutuhan antara petani lapisan atas dengan lapisan menengah dan bawah. Pada petani lapisan atas, kebutuhan akan sarana pemasaran mencapai persentase tertinggi dibandingkan dengan kebutuhan lain seperti peningkatan sumberdaya petani, kebutuhan akan sarana irigasi maupun penyediaan jasa alsintan. Dalam hal ini petani lapisan atas lebih berorientasi pasar, dimana pertimbangan pemasaran menjadi penting bagi mereka karena akan menentukan penjualan hasil produksi. Petani lapisan atas khawatir jika tidak ada pasar yang dapat menampung hasil panen mereka. Sementara itu, pada petani lapisan menengah dan bawah kebutuhan akan peningkatan sumberdaya petani mencapai persentase tertinggi dibandingkan dengan kebutuhan lainnya. Berbeda dengan petani lapisan atas yang cenderung telah akses terhadap informasi mengenai praktek budidaya sistem pertanian padi sehat, petani lapisan menengah dan bawah masih membutuhkan informasi mengenai pertanian padi sehat itu sendiri yang diikuti oleh peningkatan keterampilan dalam kegiatan budidaya sesuai dengan metode dan pendekatan yang tepat. 7.2. Perubahan Bentuk Organisasi Tingginya penerapan sistem pertanian padi sehat berhubungan dengan banyaknya kegiatan dan kebutuhan baru yang dirasakan. Sehubungan dengan kebutuhan yang dirasakan oleh para petani dalam aktivitas penerapan sistem pertanian padi sehat, maka dalam hal ini sejumlah perubahan-perubahan telah dilakukan oleh pengurus Gapoktan dan Koperasi Kelompok Tani guna memenuhi kebutuhan para petani. Sejak lepas dari program LPS Dompet Dhuafa yang sebelumnya telah memberikan bantuan dalam hal jaminan pemasaran, kini Gapoktan “Silih Asih” mulai bekerja sendiri dalam mengatur rumah tangganya. Terdapat beberapa perubahan bentuk organisasi yaitu munculnya instrumeninstrumen (divisi atau unit kerja) baru yang terbentuk sesuai dengan kebutuhan petani. Sedikitnya ada empat instrumen baru yang terbentuk dengan spesialisasi kerja masing-masing guna menindaklanjuti dan memenuhi kebutuhan petani (Gambar 7). Pertama, Koperasi Kelompok Tani (KKT) yang mengatur hubungan
53
pemasaran. Dalam KKT inilah bargaining position petani mulai ditingkatkan melalui sikap petani terhadap harga beras organik di pasaran. Yayasan Dompet
Dinas Pertanian
Dhuafa
dan Kehutanan
Lembaga
UPT
BP4K
BP3K
Pertanian Sehat
Manajer Lumbung
Petugas Pertanian
Penyuluh
Tani Sehat
Kecamatan
Pertanian Lapang
Petani (Gapoktan)
Koperasi
Pusat Pelatihan
Unit
Perkumpulan
Kelompok
Pertanian
Pelayanan
Petani-
Jasa
Pemakai Air
Alsintan
(P3A) Mitra
(UPJA)
Cai
Tani (KKT) “Lisung Kiwari”
Pedesaan Swakarsa (P4S)
Gambar 7 Bagan Alir Terbentuknya Kerjasama dan Munculnya Instrumen (Unit Kerja) Baru dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat Guna menjawab kebutuhan petani akan jaminan pasar yang mampu menampung gabah dari petani, maka dibentuklah koperasi. Dalam hal ini koperasi menjamin pembelian gabah langsung dari petani. Keberadaan koperasi ini sekaligus menghilangkan peran tengkulak yang selama ini cukup meresahkan petani. Koperasi menjamin pembelian gabah dengan harga yang cukup tinggi dari
54
yang ditawarkan tengkulak. Jaminan kesediaan koperasi untuk membeli gabah ini dirasakan telah memenuhi kebutuhan petani akan sarana pemasaran. Sehingga petani cukup fokus dalam melakukan produksi tanpa takut hasil panennya tidak ada yang membeli. Dibentuknya koperasi ini cukup memenuhi kebutuhan petani seperti penjelasan Bapak Mj berikut ini: “Adanya koperasi sangat membantu sekali. Koperasi membeli gabah dari petani. Jadi kita bisa fokus, tenang dan mau nanem padi sehat tanpa takut ga ada yang mau beli gabah. Harganya lumayan lebih tinggi sedikit dibanding tengkulak. Selain itu kita bisa pinjam modal dulu. Sistemnya yarnen, dibayar panen.” (Bapak Mj, 50 tahun). Kedua, Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swakarsa (P4S), lebih menitikberatkan pada peningkatan sumberdaya petani dan introduksi sistemsistem baru dalam pertanian padi sehat mulai dari on-farm hingga off-farm. P4S juga berperan dalam upaya merubah dan mengarahkan paradigma petani untuk tidak sekedar cangkul-tanam-panen, tetapi lebih dari itu menanam padi sehat dengan memperhatikan atau menyesuaikan keinginan pasar agar hasil panen tetap diminati dan tidak kehilangan pembeli. Upaya peningkatan sumberdaya petani melalui P4S ini dilakukan dengan berbagai kegiatan. Gapoktan “Silih Asih” seringkali menjadi rujukan lokasi bagi dinas pertanian setempat dalam mengadakan pelatihan-pelatihan maupun pembinaan mengenai pertanian sehat bagi petani maupun Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) sehingga dengan banyaknya kegiatan tersebut sekaligus dimanfaatkan sebagai wadah pertukaran informasi dan pengetahuan antar para petani, petugas dari dinas pertanian setempat maupun PPL yang bertugas. Dibentuknya P4S ini nampaknya cukup memenuhi kebutuhan petani khususnya dalam upaya peningkatan sumberdaya petani, seperti yang dijelaskan Bapak Sp berikut ini: “Alhamdulillah, banyak acara riungan gitu. Sering banget kedatangan tamu. Asal kita nya mau datang aja. Bapak lumayan Sering ikut riungan kalau ada di rumah. Lumayan neng kerasa jadi nambah-nambah pengetahuan, informasi, yang tadinya ga tau jadi tau. Nanti dipraktekkin kalo udah tau mah. Oh misalnya mupuk tu yang baik gini, oh pertumbuhan
55
padi tuh seperti ini, jadi banyak tau lah alhamdulillah.” (Bapak Sp, 50 tahun). Ketiga, Unit Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) adalah unit atau bagian yang mengurus
kegiatan
budidaya
tanaman
padi
hingga
processing.
UPJA
menyediakan alat dan mesin pertanian yang dapat digunakan petani dengan cara menyewa. Keempat, Perkumpulan Petani-Pemakai Air (P3A) yang khusus menyediakan sarana irigasi. Sarana irigasi dapat dimanfaatkan petani dengan ketentuan membayar biaya perawatan kepada orang (petani) yang diberi tugas dan tanggungjawab mengurus irigasi. Keempat unit atau bagian ini dibentuk agar dapat menjaga kontinuitas dan ketersediaan produk beras sehat sehingga dapat terus memenuhi permintaan konsumen. Dengan berjalannya kelembagaan yang ada dimaksudkan untuk merubah brand image petani konvensional menjadi petani berwawasan agribisnis agar dapat berdiri sejajar dengan pelaku bisnis lainnya. Penataan kelembagaan dengan pembenahan pada bentuk organisasi ini diarahkan untuk dapat memenuhi kebutuhan para petani sehubungan dengan penerapan sistem pertanian padi sehat. Selain keempat instrumen (unit kerja) yang dibentuk terdapat pula instrumen lainnya yaitu Manajer Pengendali Mutu (MPM) yang berperan dalam quality control agar dapat menumbuhkan kepercayaan publik melalui pengaturan atau penerapan standarisasi mutu produk. Selain itu dilengkapi pula dengan adanya Standart Operating Procedure (SOP) yang dapat digunakan petani sebagai standar baku pelaksanaan pertanian padi sehat. SOP sendiri disusun berdasarkan hasil pengalaman budidaya padi yang dialami sendiri oleh masing-masing petani, kemudian dalam riungan atau diskusi pengalaman ini dikemukakan, didiskusikan dan diolah bersama dengan petani lainnya yang bertujuan agar mendapatkan tanggapan dari para petani lainnya. Hasil akhir berupa kesimpulan dari hasil diskusi pengalaman terbaik petani dalam praktek budidaya padi sehat dikomunikasikan dan disusun secara tertulis untuk selanjutnya diterapkan pada masing-masing lahan petani. Namun SOP ini pada akhirnya dapat diimprovisasi sesuai kebutuhan petani pada lahannya masing-masing. Disamping itu terdapat pula kartu kendali petani yang melengkapi data kelembagaan pertanian. Beberapa perubahan ini muncul sebagai hasil penyesuaian petani terhadap kebutuhannya. Aspek lain yang ikut
56
berubah seiring dengan diterapkannya pertanian padi sehat ini adalah perubahan pada rantai pasar. Peran koperasi dalam hal ini menghapus peran tengkulak dengan memutus aliran rantai pasar sampainya beras sehat ke tangan konsumen, seperti yang ditampilkan pada Gambar 8. Pertanian Konvensional
Sistem Pertanian Padi Sehat petani
biaya+profit
pengepul desa
koperasi
pengepul kecamatan
pedagang besar
pedagang kecil
konsumen Gambar 8 Rantai Pasar pada Pertanian Konvensional dan Padi Sehat Pada pertanian konvensional aliran pasar yang terjadi adalah sebagai berikut: gabah dari petani akan diteruskan ke tengkulak atau pengepul desa, selanjutnya ke tengkulak atau pengepul di tingkat kecamatan. Setelah itu akan melewati pedagang besar, pedagang eceran hingga akhirnya sampai ke konsumen. Aliran pasar seperti itu, dengan banyak tahapan baik dari petani ke tengkulak atau
57
pengepul maupun ke pedagang memerlukan biaya dan tiap-tiap pihak juga mengambil keuntungan. Sementara itu pada sistem pertanian padi sehat, keberadaan koperasi berperan dalam memutus rantai pasar dengan menghilangkan peran tengkulak. Gabah dari petani langsung dijual ke koperasi untuk selanjutnya dilakukan pengolahan hasil dan dipasarkan langsung di koperasi maupun di agen-agen kecil yang disalurkan oleh distributor. Produk beras sehat dari petani dapat langsung sampai ke tangan konsumen tanpa melalui pengepul sehingga menghilangkan biaya-biaya, pembagian keuntungan dapat lebih proporsional dan dapat kembali ke petani. Dapat disimpulkan bahwa tingginya penerapan sistem pertanian padi sehat di Kampung Ciburuy ini telah membawa perubahan pada bentuk organisasi dengan bertambahnya instrumen atau unit kerja baru yang dibentuk sesuai dengan perkembangan kebutuhan petani. Dilengkapi pula dengan dibentuknya MPM dan data kelengkapan lainnya seperti kartu kendali petani sebagai upaya meningkatkan kualitas penerapan budidaya pertanian padi sehat. Hal ini sejalan dengan pandangan Rahardjo (1999) yang menyatakan bahwa apabila dalam masyarakat muncul kebutuhan-kebutuhan baru yang semakin meluas dan beragam, maka lembaga-lembaga lama menjadi kurang berfungsi. Sebagai konsekuensinya, lembaga-lembaga baru yang instrumental bagi pemenuhan kebutuhan baru itu semakin dituntut keberadaannya. The Righ Man on The Right Place menjadi konsep yang dipegang oleh Ketua Gapoktan dalam melakukan pembenahan atau perubahan organisasi. Ketua Gapoktan menjelaskan bahwa masing-masing aktor dioptimalkan untuk bertanggungjawab pada unit kerjanya dan haruslah orang yang tepat atau memiliki kemampuan di bidangnya. Hal ini sejalan dengan pandangan Cahayani (2003) yang menyatakan bahwa perubahan organisasi bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan organisasi, meningkatkan kepuasan kerja dan penyesuaian dengan keadaan lingkungan. Dalam hal ini perubahan organisasi yang dilakukan dengan pembentukan unit kerja baru oleh Gapoktan “Silih Asih” adalah sebagai upaya memenuhi kebutuhan petani, meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja Gapoktan.
58
BAB VIII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PEMBENTUKAN KEMITRAAN 8.1. Kemitraan yang Dibentuk dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat Penerapan sistem pertanian padi sehat di Kampung Ciburuy ditunjang dengan keberadaan Koperasi Kelompok Tani (KKT) yang berperan dalam hal pemasaran beras sehat dan sekaligus mengembangkan jejaring kemitraan dengan berbagai pihak. Kemitraan yang dibangun oleh Gapoktan “Silih Asih” ini bertujuan membentuk karakter petani terutama dalam mengubah paradigma petani untuk tidak sekedar cangkul-tanam-panen, tetapi lebih dari itu belajar menganalisa situasi dan perencanaan produksi dengan baik agar hasilnya sesuai dengan permintaan pasar. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Az dan Bapak Spm berikut ini: “Pembentukan karakter itu salah satunya didapat dari lingkungan pergaulan. Nah, dengan bermitra dan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak mulai dari kalangan pemerintah, akademisi maupun perusahaan, maka petanipetani anggota Gapoktan disini juga jadi ikut gaul dan dapat lebih bertambah informasi atau wawasannya karena sering ada forum buat riungan bersama. Dari situ ada pertukaran informasi, interaksi, komunikasi dan akhirnya transaksi.” (Bapak Az, 69 tahun). “Alhamdulillah sekarang mah, udah luas dan banyak kerjasamanya. Anggota Gapoktan sering ngumpul bersama dengan tamu-tamu yang datang. Jadi tambah informasi, pengetahuan. Yang tadinya ga tahu jadi tahu.” (Bapak Spm, 59 tahun). Dalam perkembangannya, Gapoktan “Silih Asih” dengan figur Ketua Gapoktannya mampu membangun jejaring atau kemitraan dengan berbagai pihak. Pihak-pihak yang telah menjalin kemitraan berasal dari berbagai kalangan mulai dari pemerintahan pusat dan daerah, perusahaan, akademisi maupun lembaga penelitian dan LSM (Gambar 9). Kemitraan yang telah terjalin ini dirasakan
59
manfaatnya oleh para petani. Tak jarang petani mendapatkan bantuan langsung dari pemerintah berupa pupuk organik maupun pelatihan-pelatihan yang bertujuan meningkatkan kapasitas petani. No 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8.
Pemerintahan (Pusat dan Daerah) Departemen Pertanian Dinas Pertanian dan Kehutanan Dinas Perkoperasian
Akademisi
Petugas Penyuluh Kecamatan (PPK) Petugas penyuluh Lapangan (PPL) Pemerintah Desa Ciburuy
UIKA
IPB ITB UT
UNPAK
Perusahaan
Lembaga Penelitian PT. Coat Rejo LIPI PT. Indokonsul LPSDM IPB PT. Bogor Nirwana Regency (BNR) PT. Bakrie Brothers Dompet Dhuafa
PPMSDMP/P2 MKP
BBDPKH BIOTEKBUN
UIN UNPAD STPP
Gambar 9 Matriks Pihak-pihak yang Bermitra dengan Gapoktan “Silih Asih” menurut Kalangan Pemerintahan, Akademisi, Perusahaan dan Lembaga Penelitian Gapoktan “Silih Asih” sering menjadi tempat rujukan bagi kalangan akademisi untuk melakukan penelitian atau dinas pertanian setempat dalam melakukan pelatihan-pelatihan atau study banding mengenai praktek penerapan sistem pertanian padi sehat. Komunitas petani padi sehat Kampung Ciburuy menyatakan bahwa kemitraan yang berhasil dibangun oleh Gapoktan sudah luas karena jaringan kerjasama ini bukan hanya mencakup wilayah sekitar Desa Ciburuy (lokal) saja melainkan pihak, dinas, instansi, lembaga bahkan perusahaan-perusahaan yang berada jauh di luar Desa Ciburuy (interlokal). Dari Gambar 9 di atas, dapat dilihat bahwa jejaring kerja atau kemitraan pertanian yang dibangun oleh Gapoktan “Silih Asih” sangat luas. Mitra kerja berasal dari kawasan lokal (pihak-pihak yang berada di kawasan sekitar desa) dan interlokal (mencakup kawasan lokal dan pihak-pihak di luar kawasan lokal) yang mencakup berbagai kalangan seperti pemerintahan, perusahaan, instansi, peneliti maupun akademisi. Hal ini menunjukkan bahwa eksistensi Gapoktan “Silih Asih”
60
diakui oleh berbagai pihak. Ketua Gapoktan berhasil mewakili komunitas petani padi sehat Kampung Ciburuy untuk tampil di masyarakat dan membina petanipetani anggota Gapoktan menuju petani yang memiliki posisi tawar dan sejajar dengan pelaku bisnis lainnya. Merujuk Pranadji (1995), kemitraan yang berkembang dalam penerapan sistem pertanian padi sehat di Kampung Ciburuy khususnya di tingkat petani adalah pola kemitraan tradisional mengikuti hubungan patron-client. Pelaku yang berperan sebagai patron adalah pemilik modal atau peralatan produksi strategis, dalam hal ini adalah pemilik lahan sawah. Sementara itu yang berperan sebagai client adalah petani penggarap. Pada pola kemitraan tradisional ini, ada ketergantungan petani penggarap terhadap pemilik atau pengusaha lahan yaitu ketergantungan dalam hal mendapatkan pekerjaan. Hal ini dapat terlihat pada bentuk hubungan kerja yang berlaku. Pada pola ini, kemitraan yang berkembang lebih bersifat horisontal, yaitu kegiatan yang bergerak di bidang produksi atau usaha tani. Kemitraan antar petani ini hampir tidak dijumpai adanya kompetisi ekonomi yang bersifat terbuka, sehingga pola kemitraan ini sangat nyaman bagi pelaku ekonomi yang mementingkan rasa aman. Selain terdapat pola kemitraan tradisional, pada komunitas petani padi sehat Kampung Ciburuy juga berkembang pola kemitraan program pemerintah dan kemitraan pasar. Melihat dari aspek sejarah bahwa masuknya dan diterimanya inovasi teknologi berupa sistem pertanian padi sehat adalah hasil intervensi pemerintah melalui isu pertanian organik nasional “Go Organic 2010”. Melalui berbagai forum pertemuan, pemerintah memperkenalkan pertanian organik melalui berbagai tahapan mulai dari tahap sosialisasi, pembentukan regulasi, bantuan teknis, sertifikasi, promosi pasar, hingga akhirnya sampai pada kondisi industrialisasi dan perdagangan. Pola kemitraan ini cenderung berkembang kemitraan
secara
vertikal.
Pemerintah
sebagai
regulator
mendukung
perkembangan pertanian organik di Indonesia yang kemudian direspon oleh para petani termasuk oleh komunitas petani padi sehat Kampung Ciburuy. Lebih lanjut Pranadji menjelaskan pola kemitraan pasar
berkembang
sebagai akibat masuknya peradaban ekonomi pasar dalam usaha pertanian rakyat. Jenis usaha pertanian yang dibidik oleh pola ini adalah usaha yang menghasilkan
61
komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi dan mempunyai permintaan kuat di pasar dunia. Produk-produk pertanian organik menjadi komoditi pertanian yang saat ini menjadi pilihan bagi konsumen dan mempunyai permintaan yang cukup tinggi di pasar dunia. Pola ini berkembang dengan melibatkan petani sebagai pemilik aset tenaga kerja dan peralatan produksi, serta pemilik modal besar yang bergerak di bidang industri pengolah dan pemasaran hasil. Pada pola kemitraan pasar ini, jika diberi kesempatan untuk mendukung perkembangan agribisnis, secara teoritis masih terdapat satu kelemahan pokok yang mungkin akan tetap sukar untuk diatasi, yaitu ketergantungan petani terhadap pengusaha besar tetap tinggi. Oleh karena itu, pada komunitas petani padi sehat Kampung Ciburuy ini, sebagai upaya menghilangkan ketergantungan tersebut, Gapoktan membentuk Koperasi Kelompok Tani yang berperan dalam pengolahan dan pemasaran hasil, sehingga pada penerapan sistem pertanian organik ini petani diarahkan dan diupayakan terlibat dalam seluruh kegiatan pertanian mulai dari produksi, pengolahan hingga pemasaran hasil, dengan kata lain pengorganisasian petani tidak dibatasi hanya pada kegiatan produksi, namun pada keseluruhan kegitan agribisnis. 8.2. Manfaat Kemitraan Seluruh petani baik lapisan atas, menengah maupun bawah menyatakan bahwa terdapat manfaat yang mereka rasakan dengan terbentuknya kemitraan dalam penerapan sistem pertanian padi sehat seperti yang ditampilkan pada Gambar 10 berikut ini. Sebanyak 100 persen petani lapisan atas merasakan manfaat berupa tambahan informasi, pengetahuan dan wawasan dengan terjalinnya kemitraan dalam penerapan sistem pertanian padi sehat. Manfaat lain dari terjalinnya kemitraan yang juga dirasakan oleh petani lapisan atas dengan persentase mencapai 20 persen adalah perluasan jaringan kemitraan. Melalui berbagai forum baik pelatihan maupun penyuluhan memungkinkan petani berinteraksi dan berkomunikasi dengan para pihak dari berbagai kalangan. Sementara itu, pada petani lapisan menengah juga dirasakan manfaat tambahan informasi, pengetahuan dan wawasan mengenai sistem pertanian padi sehat dengan persentase mencapai 93 persen.
62
120% 100% 93%
100%
90% 80% 60%
Atas Menengah
40%
Bawah
27% 30%
20%
13%
20% 0% 0% 0%
0%
10%
0%
Tidak ada manfaat apapun
Menambah informasi
Memperluas jaringan pemasaran
Mendapat bantuan
Gambar 10 Persentase Manfaat Kemitraan yang Dirasakan Petani Lapisan Atas, Menengah dan Bawah dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat Manfaat lain yang dirasakan antara lain perluasan jaringan pemasaran dengan persentase mencapai 27 persen. Pada lapisan menengah ini, dirasakan pula adanya manfaat berupa turunnya bantuan dengan persentase sebesar 13 persen. Pada petani lapisan bawah, kemitraan dirasakan manfaatnya berupa tambahan informasi, pengetahuan dan wawasan dengan persentase mencapai 90 persen, perluasan jaringan pemasaran sebesar 30 persen dan juga adanya bantuan dari pihak-pihak yang bermitra dengan persentase sebesar 10 persen. Manfaat kemitraan berupa tambahan informasi, pengetahuan dan wawasan merupakan manfaat yang paling banyak dirasakan oleh petani dari semua lapisan. Hal ini karena intensitas kunjungan mitra kerja terutama dari kalangan instansi, lembaga maupun dinas cukup tinggi, sehingga memungkinkan para petani sering berinteraksi dengan orang-orang luar. Melalui forum diskusi bersama banyak kesempatan bagi petani untuk bertanya seputar pertanian organik, bertukar pikiran, mengeluarkan pendapat dan sebagainya sehingga terjadi pertukaran informasi dari satu pihak ke pihak lainnya. “Upami dongkap nu ti dinas, nyandak tamu nu ti manamana. PPL nu pelatihan sareng pembinaan ka dieu, mahasiswa penelitian dongkap oge kadieu, kerjasama na luas lah di dieu mah. Alhamdulillah janten anggota
63
(Gapoktan) mah urang teh janten mitra kerja kitu tah nya. Tambah-tambah pengalaman ku seueurna ngariung, tambah informasi, wawasan oge.” (Bapak Sk, 58 tahun). Sementara itu, Ketua Gapoktan yang seringkali diundang untuk menjadi pembicara atau pemandu pada acara-acara seputar pertanian baik di dalam maupun luar kota bahkan luar negeri membawa keuntungan bagi perkembangan penerapan pertanian padi sehat di Kampung Ciburuy. Pengalaman dan kesempatan yang didapatnya ketika mengisi acara-acara dimanfaatkan untuk memperkenalkan produk beras sehat “SAE” dan menambah sekaligus memperluas jaringan kerjasama. Diakui oleh Ketua Gapoktan bahwa setelah banyak mengisi acara-acara pada berbagai forum, banyak pihak yang mencari produk beras sehat “SAE” nya langsung ke koperasi sekaligus melakukan diskusi seputar pertanian organik. “Setelah aktif mengisi undangan sebagai pembicara atau pemandu, Alhamdulillah semakin banyak yang nyari beras SAE langsung ke sini. Biasanya koperasi sedia 1-2 ton. Sekarang mah nambah jadi hampir 2-3 ton. Ada yang beli ga cuma beras tapi juga benih-benih ikan setelah mereka lihat langsung mah, ada juga yang memang datang kesini untuk tanya-tanya diskusi gitu.” (Bapak Az, 79 tahun). Manfaat berupa turunnya bantuan dirasakan hanya oleh petani lapisan menengah dan bawah. Bantuan tersebut biasanya berupa bantuan langsung sarana produksi pertanian (input) seperti pupuk organik dan benih. Seperti yang dijelaskan oleh Bapak Sk berikut ini: “Kalo ada kunjungan gitu, biasanya suka ada bantuan juga. Dan itu sangat membantu. Pupuk organik, benih juga biasanya dikasi. Yang dapet bantuan yang aktif di gapoktan, yang pantas dikasi, dan yang memang memerlukan aja.” (Bapak Sk, 58 tahun). Selain yang telah disebutkan di atas, Gapoktan “Silih Asih” juga menjalin kemitraan dengan berbagai Gapoktan yang berada di sekitar Kecamatan Cijeruk, Cigombong dan Caringin. Kini, komunitas petani padi sehat di Kampung Ciburuy dapat merasakan harga beras sehat yang cukup stabil dibandingkan dengan harga semula sebelum menerapkan sistem pertanian padi sehat dimana harga beras
64
sangat fluktuatif. Adapun dampak yang juga menjadi tujuan besar yang ingin dicapai dalam penerapan pertanian padi sehat ini adalah membangkitkan kembali kedaulatan petani terutama dalam hal menetapkan harga, ketersediaan pupuk dan sebagainya.
65
BAB IX PENUTUP 9.1. Kesimpulan Sistem pertanian padi sawah yang diterapkan oleh komunitas petani padi sehat Kampung Ciburuy merupakan pertanian semi organik, transisi dari pertanian konvensional menuju ke pertanian organik. Oleh karena itu digunakan istilah sistem pertanian padi sehat karena dalam prakteknya masih mengabaikan kesterilan air dan masih digunakan pupuk kimia dalam dosis rendah, meskipun metode dan pendekatan yang digunakan dalam penerapan sistem pertanian padi sehat ini sesuai dengan prinsip dan standar pertanian organik. Dalam sistem pertanian padi sehat dikenal istilah recovery lahan. Dalam recovery lahan dilakukan pemberian pupuk organik, pestisida nabati ataupun penambahan agensi hayati (mikroba dan biota tanah). Pada kegiatan pengolahan hasil (off-farm) dilakukan kegiatan menjemur, menggiling, mengayak atau menapis dan mengemas. Pengolahan hasil dilakukan agar memberi nilai tambah produk beras organik. Tingkat penerapan sistem pertanian padi sehat di Kampung Ciburuy tinggi karena dilakukan sesuai dengan SOP yang berlaku serta metode dan pendekatan yang baik dan hasil yang diperoleh sesuai dengan permintaan pasar. Penataan kelembagaan dalam penerapan sistem pertanian padi sehat dilakukan melalui perubahan atau pembenahan pada kelembagaan atau organisasi pertanian modern. Penataan ini dilakukan berdasarkan perkembangan kebutuhan yang dirasakan petani. Penerapan sistem pertanian padi sehat di Kampung Ciburuy menyebabkan perubahan pada aspek penyerapan tenaga kerja. Penerapan sistem pertanian padi sehat menyebabkan bertambahnya kegiatan-kegiatan pertanian terutama pada pemupukan dan pengolahan hasil panen. Bertambahnya kegiatan pertanian tersebut menyebabkan peningkatan penyerapan tenaga kerja terutama pada pengolahan hasil hingga distribusi dan pemasaran. Aspek lain yang mengalami perubahan cukup signifikan adalah terjadinya perubahan pada bentuk organisasi. Penerapan sistem pertanian padi sehat menyebabkan terbentuknya instrumen baru berupa divisi atau unit kerja baru dengan spesifikasi kerja masing-masing yang berupaya memenuhi kebutuhan para
66
petani. Perubahan bentuk organisasi ini dilakukan agar kegiatan pertanian berjalan secara efektif dan efisien. Penerapan sistem pertanian padi sehat di Kampung Ciburuy ditunjang dengan terbentuknya kemitraan yang membawa manfaat bagi petani. Luasnya jejaring kerja yang terbentuk memberikan banyak kesempatan kepada petani untuk dapat berinteraksi dengan pihak luar, mendapatkan tambahan informasi dan pengetahuan. Adapun pihak-pihak yang telah bermitra terdiri atas kalangan pemerintahan, lembaga penelitian, perusahaan swasta dan akademisi dengan jangkauan luas lokal maupun interlokal. Penerapan sistem pertanian padi sehat secara umum telah menyebabkan perubahan pada beberapa aspek diantaranya pada bentuk organisasi dan kemitraan. Bertambahnya
kegiatan
pertanian
dalam
sistem
pertanian
padi
sehat
menyebabkan terjadinya peningkatan pada penyerapan tenaga kerja. Pada penerapan sistem pertanian padi sehat belum dibutuhkan suatu sistem atau tatanan kelembagaan baru untuk mengatur kegiatan pertanian, tetapi lebih diperlukan suatu perubahan atau penataan kelembagaan dengan penambahan instrumeninstrumen baru dalam organisasi sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan guna menunjang kontinuitas kegiatan pertanian. 9.2. Saran Pengembangan produk pertanian organik merupakan solusi dan alternatif dari produk-produk pertanian berbahan kimia. Oleh karena itu, terdapat beberapa saran terkait dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, diantaranya: 1.
Penerapan sistem pertanian organik perlu ditunjang dengan peningkatan kapasitas petani dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan karena pengembangan pertanian organik tidak hanya menjadi peluang besar bagi sektor pertanian Indonesia, tetapi juga mampu mengembangkan dan meningkatkan minat petani pada kegiatan budidaya organik baik sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan. Dalam hal ini perlu kiranya pemerintah memfasilitasi para petani sehingga potensi yang besar tersebut dapat diwujudkan.
2.
Sehubungan dengan belum dirasakannya peningkatan taraf hidup oleh komunitas petani padi sehat Kampung Ciburuy sejak penerapan sistem
67
pertanian padi sehat, maka kemitraan bisa menjadi salah satu solusi mengurangi ketimpangan. Oleh karena itu kemitraan ini khususnya pada sistem pertanian padi sehat perlu ditingkatkan dengan konsep dan mekanisme kemitraan yang jelas dan tepat agar tercipta upaya memberdayakan petani lapisan bawah. 3.
Petani (produsen) haruslah yang menjadi pemilik atau penguasa modal pada seluruh kegiatan agribisnis mulai dari produksi, pengolahan hasil hingga pemasaran, sehingga petani secara kolektif adalah pengusaha pada keseluruhan kegiatan pertanian.
4.
Keorganisasian petani hendaknya tidak dibatasi hanya pada kegiatan produksi, namun juga pada keseluruhan kegiatan pertanian berbasis agribisnis. Selain itu mengarahkan kelembagaan ekonomi koperasi menjadi bagian dari keseluruhan jaringan atau kegiatan pertanian.
68
DAFTAR PUSTAKA Basrowi. 2005. Pengantar Sosiologi. Bogor [ID]: Ghalia Indonesia. 148 hal. Cahayani A. 2003. Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen, Jakarta [ID]: PT Grasindo. 88 hal. Hafsah, MJ. 2000. Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi. Jakarta [ID]: Pustaka Sinar Harapan. 240 hal. Lauer R. 2006. Perspektif tentang Perubahan Sosial. Jakarta [ID]: Rineka Cipta. 495 hal. Pranadji T. 1995. Wirausaha, Kemitraan dan Pengembangan Agribisnis secara Berkelanjutan. Analisis CSIS Th.XXIV No.5. Jakarta [ID]: CSIS. 12 hal. Radandima N. 2003. Perubahan Kelembagaan Pertanian di Kawasan Irigasi Kambaniru: Studi Kasus di Desa Mauliru, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. [Thesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 116 hal. Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta [ID]: Gadjah Mada University Press. 235 hal. Reijntjes C, Haverkort B, Bayer W. 1999. Pertanian Masa Depan Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Yogyakarta [ID]: Kanisius. 266 hal. Salikin KA. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Yogyakarta [ID]: Kanisius. 126 hal. Salim A. 2002. Perubahan Sosial Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia. Yogyakarta [ID]: PT Tiara Wacana Yogya. 328 hal. Schoorl JW. 1980. Modernisasi Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara Sedang Berkembang. Jakarta [ID]: Gramedia. 317 hal. Sitorus MTF. 1998. Penelitian Kualitatif Suatu Perkenalan. Bogor [ID]: KDIS. 69 hal. Soekartawi. 1991. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta [ID]: PT Raja Grafindo Persada. 206 hal. Soemardjan S, Soemardi S. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta [ID]: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 610 hal. Sunarto K. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta [ID]: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 271 hal.
69
Sudaryanto, et al. 1997. Peran Pemerintah dalam Pemacuan Industrialisasi Pertanian. Prosiding: Industrialisasi, Rekayasa, dan Peranan Pemerintah dalam Pembangunan Pertanian. Bogor [ID]: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. 6 hal. Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pengembangannya. Yogyakarta [ID]: Kanisius. 219 hal.
Pemasyarakatan
dan
Syarbaini S, Rachman A, Djihado M. 2002. Sosiologi dan Politik. Bogor [ID]: Ghalia Indonesia. 111 hal. Tahir R. 1996. Pengaruh Penggunaan Sistem Panen Padi terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Para Buruh Panen (Kasus di Kelurahan Duampana, Kecamatan Baranti, Kabupaten Sidrap, Propinsi Sulawesi Selatan). [Thesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 77 hal. Yulianto EH. 2010. Perubahan Sosial Masyarakat Akibat Masuknya Perkebunan Kelapa Sawit Di Desa Samuntai Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser. [Thesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 120 hal.
70 Lampiran 1 Prosedur Operasional Standar (SOP) Budidaya Padi Sehat Bebas Pestisida dan Pemupukan PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR (SOP) BUDIDAYA PADI SEHAT BEBAS PESTISIDA No Uraian Kerja 1. Pengadaan benih
Prosedur Pengadaan benih
Faktor Kunci Memperoleh varietas unggul tahan wereng (tungro) Memperoleh benih bermutu
2.
Perlakuan benih
Perendaman benih menggunakan garam atau air abu
3.
Pembuatan media semai
penyiapan media semai penyiapan tempat
Mendapatkan benih yang bernas Menekan/meng hilangkan penyakit yang ada pada benih Merangsang meratanya pengecambahan benih Benih berkecambah serempak Memperoleh bibit yang siap tanam pada umur 12-20 hari
4.
Pengolahan lahan
pengolahan/pers Tanah gembur iapan lahan dan subur, pembajakan aerasi dalam tanah baik, perkembangan biota tanah yang baik menjamin
Keterangan Benih berlabel biru (ES) bercap BPSB dan tidak kadaluwarsa Daya tumbuh minimum 90% Kebutuhan benih 8-15 kg/Ha Gunakan 1 sdm garam atau 3 sendok abu setiap 1 liter air Gunakan air bersih secukupnya Perendaman dilakukan selama 1x24 jam
Menggunakan media kompos dengan campuran tanah dan kompos 1:1 Menggunakan besek ukuran 20x20 cm sebagai tempat persemaian sebanyak 500-600 besek/ha Persemaian bisa dilakukan di lahan darat (persemaian kering) seluas 200 m² untuk luas 1 hektar. Bajak 1 kali dan garu 1 kali
71
pembuatan kakalen/ kamalir
5.
Penanaman
cara tanam
jarak tanam larikan
6.
Pengaturan air
Waktu dan cara pengaturan air
sistem perakaran tanaman yang sempurna Memudahkan pengaturan air pengairan pada tingkat lahan usaha tani Memperoleh tanaman yang tetap terjamin kesegarannya, sehat dan menjamin anakan yang produktif lebih banyak Memudahkan pemeliharaan dan penghematan penggunaan pupuk serta cakupan unsur hara menjadi luas Memperoleh aerasi dan pertumbuhan biota tanah yang sempurna Memperoleh anakan yang produktif Usaha tani hemat air Kualitas tani hemat air Kualitas hasil panen lebih baik/ kematangan gabah merata
Kamalir sedalam mata cangkul dengan lebar 30 cm Jarak antar kamalir 1,52 m atau sesuai kebutuhan Menggunakan bibit umur 12-20 hari dengan ketinggian antara 10-15 cm dan jumlah daun 4 Penanaman 1-2 bibit/lubang
Jarak tanam dalam barisan 12.5 cm antar barisan 25 cm Jarak kelompok barisan tanaman 50 cm (sistem legowo)
Saat tanam Pada saat tanam keadaan air macakmacak/ air hanya ada di parit Penyiangan Dua hari menjelang penyiangan petakan digenangi air setinggi 2 cm sampai dengan selesai penyiangan Pemupukan Saat pemupukan susulan usahakan air macak-macak Saat panen Dua minggi sebelum panen lahan dikeringkan total
72 7.
Pemeliharaan tanaman
Penyiangan
Penggemburan tanah Menekan persaingan pemakaian hara Tanaman tumbuh sehat dan anakan produktif lebih banyak
Pemupukan
PHT
Menambah hara tanah Meningkatkan kemampuan tanah mengikat air Menambah mikroorganisme tanah Menambah hara untuk membantu pertumbuhan generatif Meningkatkan peran klorofil daun dalam proses fotosintesis Menambah hara melalui stomata daun Memutuskan siklus hama penyakit tanaman Keadaan hama ada dalam batas tidak
Penyiangan pertama Dilakukan pada umur 20-22 HST sambil melakukan penyulaman, penyiangan dilakukan dengan cara mengacak lahan secara sempurna sampai dengan akar rumput putus. Rumput tersebut lalu dibenamkan Penyiangan kedua Dilaksanakan pada 15 hari setelah penyiangan pertama, penyiangan bersifat menghilangkan rumput pengganggu dengan dara dibenamkan Pupuk dasar Menggunakan pupuk kompos sebagai pupuk dasar dengan dosis 2-5 ton/ha atau 0.2-0.5 kg/m² yang disebarkan secara merata sebelum tanam Pupuk susulan 1 Pupuk susulan 2 Pemupukan daun LOF Pergiliran varietas Penggunaan pupuk kompos Sistem tanam legowo 2 Penggunaan pupuk suplemen organik Gropyokan dan pengumapanan Sanitasi lingkungan Penggunaan varietas yang tahan hama penyakit tertentu Penggunaan agensi hayati, nematoda patogen serangga dan jamur beauveria Pelestarian musuh alami
73
8.
Pemanenan
Dilakukan setelah padi menguning di atas 90% atau cukup umur Menggunakan sabit bergerigi Menggunakan alas yang lebar Pakai alat perontok atau banting bertirai Menggunakan karung yang baik atau tidak bocor
membahayakan Meningkatkan daya tahan fisik tanaman Produksi secara ekonomis menguntungkan dan lingkungan tetap lestari Menekan hama utama padi (penggerek batang) Menekan populais hama secara umum Umur panen tergantung varietas dan ketinggian tempat
(predator) hama Penyediaan pestisida nabati dari jenis tanaman yang mengandung racun dan bahan-bahan yang bersifat repelent dan antraktan
Agar kualitas beras bagus Butir gabah tidak banyak rontok Mengurangi goyangan sehingga gabah tidak banyak yang rontok Mengurangi kehilangan hasil
74 SOP PEMUPUKAN No Uraian Kerja 1. Pupuk dasar Kompos
2.
3.
Prosedur Ditabur pada waktu membajak
Faktor Kunci Menggemburkan tanah Menambah bahan organik Menambah hara tanah Menambah makanan Menambah hara via daun
Keterangan 5 ton pupuk kompos jerami 750 kg pupuk organik granul
a. 100 kg urea b. 50 kg KCl a+b ditabur sampai homogen dan ditabur merata dalam petakan sesudah daun padi tidak ada embun 2 lt satu tangki total 100 lt larutan/ha a. 50 kg urea b. 50 kg KCl a+b ditabur sampai homogen dan ditabur merata dalam petakan sesudah daun padi tidak ada embun 2 lt satu tangki total 300 lt larutan/ha 2 lt satu tangki total 300 lt larutan/ha
Ponshka/NPK elang biru LOF (Liquid Organic Fertilizer) 14 HST 2 lt satu tangki, sebelum jam 10 pagi Pupuk susulan 1 (21-25 HST) Rekomendasi BWD LOF (HST 28-30)
ditabur di atas tanaman 25 cm
2 lt LOF dicampur dengan air jernih sebanyak 15 lt
Menambah hara sesuai yang dibutuhkan tanaman untuk mengoptimalkan hasil
2 lt LOF dicampur dengan air jernih sebanyak 15 lt
Menambah hara sesuai yang dibutuhkan tanaman untuk mengoptimalkan hasil
Pupuk susulan 2 (45-50 HST) atau masa primordia Rekomendasi BWD LOF (HST 45-50)
LOF (70 HST)
2 lt satu tangki penyemprotan sebelum jam 10 pagi
75
Lampiran 2 Daftar Nama Petani Padi Sehat Kampung Ciburuy (Kerangka Sampling) Lapisan Atas No Nama 1. Hari 2. H. A. Dzakaria 3. H. Ibrohim 4. Adang 5. H. Warta 6. Jamsari 7. Atang 8. Dadan 9. Iyan 10. H. Royani 11. H. Tatang 12. Mulyadi 13. Buang 14. Engkus 15. Andri Lapisan Menengah No Nama 1. Upay 2. Sail 3. H. Wawan 4. Sopandi 5. Majat 6. Jajang 7. Sukri 8. H. Tanan 9. Tinar 10. Zunaedi 11. Atun 12. Ihat 13. Barna 14. Soleh 15. Maman 16. Ismat 17. Apeng 18. Tarji 19. Agus 20. Pakih 21. Parma 22. Engkos 23. Yono 24. Sarip 25. Kosih
Luas Lahan (ha) 3,0 1,0 1,0 1,0 2,0 1,0 1,0 1,0 1,0 2,0 1,0 1,2 1,0 1,0 1,0 Luas Lahan (ha) 0,50 0,30 0,30 0,50 0,50 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,25 0,30 0,40 0,35 0,50 0,50 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30
Alamat Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 03/02 Desa Ciburuy RT 04/02 Desa Ciburuy RT 05/02 Desa Ciburuy RT 03/02 Desa Ciburuy RT 01/02 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 02/01 Desa Ciburuy RT 04/02 Desa Ciburuy RT 03/01 Desa Ciburuy RT 01/01 Desa Ciburuy RT 03/01 Desa Ciburuy RT 03/01 Desa Ciburuy RT 04/01 Alamat Desa Ciburuy RT 01/01 Desa Ciburuy RT 04/02 Desa Ciburuy RT 03/02 Desa Ciburuy RT 03/02 Desa Ciburuy RT 04/02 Desa Ciburuy RT 04/02 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 02/01 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 03/01 Desa Ciburuy RT 02/10 Desa Ciburuy RT 01/10 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 03/01 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 02/10 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 01/10 Desa Ciburuy RT 02/10 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 04/02 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 01/10 Desa Ciburuy RT 01/10 Desa Ciburuy RT 01/02
76
26. Abik 27. Karyo 28. Jumena 29. Suhanda 30. Ganda 31. Entur 32. Uen 33. Jaya 34. Adung 35. Ancang 36. Saroji 37. Baung 38. Ayub 39. Hamid 40. Pei 41. Kodang 42. Ocih Lapisan Bawah No Nama 1. Basri 2. Jumadi 3. Gajih 4. Rachmat S 5. Ajun 6. Suparman 7. Ibu Titi 8. Rosadi 9. Erik 10. Matgari 11. Ugan 12. Uci 13. Aripin 14. Pardi 15. Diyat 16. Atin 17. Wardi 18. Okah 19. Marjuk 20. Apih 21. H. Idris 22. Adi 23. Mas 24. Marup 25. Daman 26. Zunaedi 27. Emang
0,30 0,40 0,30 0,30 0,30 0,30 0,50 0,50 0,30 0,30 0,30 0,35 0,30 0,30 0,50 0,50 0,25
Desa Ciburuy RT 01/10 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 03/02 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 04/01 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 01/02 Desa Ciburuy RT 03/02 Desa Ciburuy RT 02/04 Desa Ciburuy RT 01/10 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 02/10 Desa Ciburuy RT 03/02 Desa Ciburuy RT 02/10 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 03/02
Luas Lahan (ha) 0,20 0,10 0,15 0,20 0,20 0,20 0,10 0,20 0,20 0,10 0,10 0,20 0,20 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,10 0,06 0,10
Alamat Desa Ciburuy RT 03/02 Desa Ciburuy RT 02/10 Desa Ciburuy RT 01/10 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 03/02 Desa Ciburuy RT 03/02 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 04/02 Desa Ciburuy RT 02/10 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 02/10 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 03/02 Desa Ciburuy RT 02/01 Desa Ciburuy RT 02/10 Desa Ciburuy RT 02/10 Desa Ciburuy RT 01/02 Desa Ciburuy RT 02/10 Desa Ciburuy RT 01/02 Desa Ciburuy RT 03/02 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 02/03 Desa Ciburuy RT 03/02 Desa Ciburuy RT 02/10 Desa Ciburuy RT 02/02 Desa Ciburuy RT 02/01 Desa Ciburuy RT 02/02
77
Lampiran 3 Denah Lokasi Penelitian
78
Lampiran 4 Jumlah dan Presentase Penduduk Desa Ciburuy menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kelompok Umur
Jumlah Jiwa Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Presentase Laki-laki (%)
Presentase Perempuan (%)
0-4
361
433
794
3,01
3,61
5-9
618
589
1207
5,15
4,91
10-14
613
508
1121
5,11
4,24
15-19
521
479
1000
4,34
3,99
20-24
548
440
988
4,57
3,67
25-29
533
482
1015
4,44
4,02
30-34
524
480
1004
4,37
4,00
35-39
581
527
1108
4,85
4,39
40-44
481
355
836
4,01
2,96
45-49
324
329
653
2,70
2,74
50-54
290
253
543
2,42
2,11
55-59
258
487
745
2,15
4,06
60-64
184
164
348
1,53
1,37
65-69
140
139
279
1,17
1,16
70 ke atas
182
166
348
1,52
1,38
Jumlah
6158
5831
11989
79