PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI KAPAL PURSE SEINE YANG BEROPERASI DI PERAIRAN SELAT BALI
DIAN SELIA RANI
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penanganan Hasil Tangkapan di Kapal Purse Seine yang Beroperasi di Perairan Selat Bali adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2013 Dian Selia Rani NIM C44090039
ABSTRAK DIAN SELIA RANI. Penanganan Hasil Tangkapan di Kapal Purse Seine yang Beroperasi di Perairan Selat Bali. Dibimbing oleh VITA RUMANTI KURNIAWATI dan YOPI NOVITA. Penanganan hasil tangkapan di kapal merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hasil tangkapan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji metode penanganan hasil tangkapan di kapal purse seine. Objek penelitian ini adalah KM SINAR BARU yang merupakan armada kapal purse seine tipe dua kapal (two boats) yang berbasis di UPPPP Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Metode penyimpanan yang diterapkan adalah metode penyimpanan curah (bulking). Metode penyimpanan curah (bulking) dilakukan dengan dua cara. Pertama (SP1), hasil tangkapan disimpan dalam palka dengan cara dicampur dengan es dan air laut, dan kedua (SP2) hasil tangkapan hanya dicampur dengan es saja. Nilai stowage factor ikan pada SP1 sebesar 232,56 kg/m³, sedangkan nilai stowage factor ikan pada SP2 sebesar 395,78 kg/m³. Kondisi hasil tangkapan pada SP1 dominan buruk. Hal ini ditunjukkan dengan 55,6% dari sampel ikan yang diambil nilai organoleptiknya adalah 0, sedangkan kondisi ikan pada SP2 lebih baik daripada SP1, hal ini ditunjukkan dengan 55,6% dari sampel ikan yang diambil nilai organoleptiknya adalah 3. Kata kunci: Penanganan di atas kapal, penyimpanan dalam palka, stowage factor, kapal purse seine
ABSTRACT DIAN SELIA RANI. Catch Handling on a Purse Seiner Operating at Bali Strait. Supervised by VITA RUMANTI KURNIAWATI and YOPI NOVITA. On board handling metode is one of the factors affecting the catch quality. The purpose of this study was to examine metode of catch handling on a purse seiner. The object of this study was KM SINAR BARU which was a two boat type purse seiner based on UPPPP Muncar, Banyuwangi, East Java. This boat applied bulk storage metode which was carried in two ways. Firstly (SP1), the catch were stored in the fish hold mixed with ice and sea water, and secondly (SP2) the catch were only mixed with ice. Stowage factor of fish in SP1 was 232,56 kg/m³, while the stowage factor of fish in SP2 was 395,78 kg/m³. Mostly, catch condition in SP1 was poor, where 55,6% of organoleptic test result on fish samples was 0. On the other hand, catch condition in SP2 was better where 55,6% of test result was 3. Keywords: On board handling system, catch storage in fish hold, stowage factor, purse seiner
PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI KAPAL PURSE SEINE YANG BEROPERASI DI PERAIRAN SELAT BALI
DIAN SELIA RANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Penanganan Hasil Tangkapan di Kapal Purse Seine yang Beroperasi di Perairan Selat Bali Nama : Dian Selia Rani NIM : C44090039 Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui oleh
Vita Rumanti Kurniawati, S.Pi, MT Pembimbing I
Dr. Yopi Novita, S.Pi, M.Si Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah penanganan hasil tangkapan, dengan judul Penanganan Hasil Tangkapan di Kapal Purse Seine yang Beroperasi di Perairan Selat Bali Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak yang telah banyak membantu dan memberikan masukan terutama kepada : 1) Vita Rumanti Kurniawati, S.Pi, MT dan Dr. Yopi Novita, S.Pi, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran; 2) Dr. Ir. Budhi H. Iskandar, M.Si dan Prof. Dr. Mulyono S. Baskoro, M.Sc selaku dosen penguji tamu dan komisi pendidikan yang telah banyak memberikan masukan dan saran; 3) Ayah, ibu, adik dan kakak saya Arief Wujdi, mbak Wastuwidyarini serta Rinata Yudhatama atas segala doa, kasih sayang, dan perhatiannya; 4) Kepala UPPPP Muncar dan Staf yang telah banyak membantu kegiatan penelitian; 5) Kakak Dwi Putra Yuwandana, keluarga besar Mus Mulyadi, Mas Yusnanta, Ibu Atmani, Bapak Rusman, Bapak Slamet, dan Bapak Salamin serta ABK KM. SINAR BARU dan KM. KUMALA SARI yang telah banyak membantu kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi; 6) Seluruh keluarga PSP 46, terutama mumun-mumun tersayang (Surini, Eka, Tyas, Isel, Idem dan Upeh), teteh Arbi, Yanti, mbak Bella (Ine), Dita, Unyul (Nurul), Faizah, Guntur, Qori, Paman Tibet (Zuhdi), Bagus, Gun, Jayanto, Cacat (Cahra), Dedi, Nenek Cio (Fajar), Arale (Adi), Bang Maul, Bang Satria, Ade Imam, Ardian, Iin, Umay Kevin, Samsudin, Fais, Agus, Apoy, Bayu Cuti, Dimas, Karta, Agung, dan Gilang yang telah banyak memberikan masukan, dukungan dan perhatiannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2013 Dian Selia Rani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
v
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan
1 1 2
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Objek dan Peralatan Penelitian Jenis dan Metode Pengumpulan Data Pengolahan Data Analisis Data
2 2 2 3 3 4
HASIL DAN PEMBAHASAN Kapal Purse Seine di UPPPP Muncar Pengoperasian Kapal Purse Seine General Arrangement Kapal Purse Seine Bentuk dan Konstruksi Palka Kapal Purse Seine Penanganan Hasil Tangkapan di Atas Kapal Purse Seine Jenis dan Ukuran Hasil Tangkapan Pemindahan Hasil Tangkapan di Atas Kapal Metode Penyimpanan Ikan di Dalam Palka Stowage Factor Hasil Tangkapan Purse Seine Kualitas Hasil Tangkapan
5 5 5 6 7 10 10 10 12 14 15
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
16 16 16
DAFTAR PUSTAKA
17
RIWAYAT HIDUP PENULIS
18
DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5
Jenis data dan metode pengumpulan data 3 Lembar penilaian ikan segar 4 Spesifikasi kapal purse seine 6 Jenis dan ukuran ikan yang dominan tertangkap 10 Lama waktu penyimpanan, perbandingan es dan ikan serta suhu tubuh ikan 13 Tabel 6 Nilai stowage factor hasil tangkapan 14
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4
Peta lokasi penelitian 2 Pengambilan sampel ikan 3 Kapal purse seine two boats (a) Kapal induk (b) Kapal pemburu 5 Posisi kapal (a) Posisi kapal saat penurunan jaring (b) Posisi kapal saat pemindahan ikan dari jaring ke palka 6 Gambar 5 Tempat penyimpanan ikan yang dibawa nelayan 6 Gambar 6 Bentuk dan konstruksi palka kapal purse seine 7 Gambar 7 General arrangement kapal purse seine 8 Gambar 8 Bentuk sambungan plain scraf pada gading-gading 9 Gambar 9 Pola sambungan plain scarf pada dinding palka 9 Gambar 10 Presentase ikan yang dominan didaratkan di UPPPP Muncar tahun 2002-2011 10 Gambar 11 (a) serok dan (b) Ikan dipindahkan ke dalam palka dengan menggunakan serok 11 Gambar 12 (a) ABK sedang memindahkan ikan dari palka ke dek dan (b) ABK sedang melakukan sortasi ikan 11 Gambar 13 Teknik penyimpanan ikan 12 Gambar 14 Sebaran suhu tubuh ikan di dalam palka 13 Gambar 15 Kondisi hasil tangkapan 15
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Selat Bali merupakan daerah perairan yang lebarnya 2,5 km di bagian utara dan merupakan perairan dangkal, sedangkan bagian selatan sekitar 55 km merupakan perairan dalam. Perbedaan lebar dan kedalaman di bagian utara dan selatan menyebabkan arus di perairan ini cukup kuat dan kaya akan plankton yang mengindikasikan kesuburan serta kelimpahan sumberdaya ikan (Wijaya dan Koeshendrajana, 2009). Sumberdaya perikanan di perairan Selat Bali bersifat multispesies dengan potensi sumberdaya perikanan pelagisnya yang sangat besar, seperti ikan lemuru, kembung, tongkol, dan layang. Keragaman spesies di perairan ini dimanfaatkan oleh nelayan setempat; salah satunya adalah nelayan Muncar yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan armada kapal purse seine tipe dua kapal (two boats) yang berlangsung selama satu hari (one day trip). Berdasarkan hasil survey, 54% kapal purse seine di Muncar merupakan kapal purse seine tipe dua kapal (two boats) yang berukuran panjang rata-rata 18,5 m dan mempunyai desain yang relatif sama. Palka merupakan sarana utama untuk menjaga hasil tangkapan selama kegiatan penangkapan ikan berlangsung (Ilyas, 1983). Tipe palka pada kapal purse seine yang dimiliki oleh nelayan Muncar termasuk tipe palka yang tidak berinsulasi. Alasan nelayan tidak menggunakan insulasi pada palka ikan diantaranya adalah biaya pembuatan dan perawatan kapal lebih hemat, kapasitas palkanya lebih besar serta waktu penyimpanan ikan di dalam palka relatif singkat (kurang dari 15 jam). Proses penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan di kapal merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hasil tangkapan. Namun, umumnya nelayan kapal purse seine di Muncar kurang peduli terhadap kualitas hasil tangkapan. Contohnya, mereka seringkali menyimpan hasil tangkapan yang diperoleh dengan cara ditumpuk hingga melebihi kapasitas palka. Selain itu, proses pembongkaran ikan di pelabuhan juga lambat; bahkan proses tersebut seringkali dilakukan pada saat siang hari. Dampaknya, kondisi hasil tangkapan yang didaratkan buruk, misalnya banyak bagian tubuh ikan yang sudah tidak utuh. Akibatnya, harga ikan menurun dan para pedagang atau pengusaha pengalengan ikan memilih membeli ikan di wilayah lain yang kualitasnya lebih baik. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian tentang penanganan hasil tangkapan di atas kapal purse seine ini sangat penting dilakukan untuk mengkaji metode penanganan hasil tangkapan dan kapasitas optimal palka. Metode penanganan hasil tangkapan yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi pemindahan ikan dari jaring ke dalam palka, penyimpanan ikan di dalam palka, dan kualitas hasil tangkapan saat didaratkan. Harapannya, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai metode penanganan hasil tangkapan yang ideal kepada nelayan agar kualitas hasil tangkapan yang diperoleh nelayan kapal purse seine tetap baik hingga didaratkan.
2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mendeskripsikan bentuk dan konstruksi palka kapal purse seine; 2) Mengidentifikasi metode penanganan hasil tangkapan di kapal purse seine; dan 3) Menghitung nilai stowage factor ikan di dalam palka kapal purse seine.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai (UPPPP) Muncar Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur yang merupakan tempat tambat labuh kapal purse seine tipe satu kapal (one boat) dan dua kapal (two boats) yang beroperasi di Selat Bali dan sekitarnya (Gambar 1). Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 01 Maret sampai 21 Maret 2013.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian Objek dan Peralatan Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah KM SINAR BARU yang merupakan armada kapal purse seine tipe dua kapal (two boats) yang berbasis di UPPPP Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Aspek yang diteliti dari objek tersebut meliputi dimensi palka, jumlah hasil tangkapan, metode penanganan hasil tangkapan di atas kapal, dan kualitas hasil tangkapan yang didaratkan. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain mistar, meteran gulung, thermometer, dan Global Positioning System (GPS).
3 Jenis dan Metode Pengumpulan Data Penelitian ini bersifat deskriptif dan metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus. Kasus di lapangan menunjukkan bahwa nelayan kapal purse seine di Muncar kurang peduli terhadap kualitas hasil tangkapan. Nelayan sering menangkap ikan dalam jumlah yang besar, tanpa memperhitungkan kapasitas palka. Akibatnya, beberapa kondisi hasil tangkapan yang diperoleh memburuk saat didaratkan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer. Data primer terdiri atas data ukuran kapal dan palka yang diperoleh dengan cara pengukuran. Data metode penanganan hasil tangkapan di atas kapal diperoleh dengan cara observasi dan wawancara. Data kondisi hasil tangkapan yang didaratkan diperoleh dengan cara uji organoleptik. Observasi pada kegiatan penanganan dan penyimpanan di atas kapal dilakukan selama dua hari. Sampel ikan yang dominan tertangkap diambil sebanyak sembilan ekor. Posisi pengambilan sampel ikan di dalam palka dijelaskan pada Gambar 2. Jenis data primer lainnya berikut metode pengumpulannya tercantum pada Tabel 1.
Gambar 2 Pengambilan sampel ikan Tabel 1 Jenis data dan metode pengumpulan data Jenis Data Primer 1) Ukuran kapal purse seine a. General Arrangement kapal purse seine b. Bentuk dan konstruksi palka kapal purse seine 2) Penanganan hasil tangkapan di atas kapal purse seine a. Perlakuan hasil tangkapan di atas kapal b. Penerapan sortasi hasil tangkapan c. Metode penyimpanan hasil tangkapan di palka d. Lama waktu penyimpanan hasil tangkapan e. Suhu hasil tangkapan f. Ukuran ikan g. Berat total hasil tangkapan h. Berat es 3) Kualitas hasil tangkapan a. Kondisi hasil tangkapan sebelum dimasukkan ke dalam palka b. Kondisi hasil tangkapan sesudah dimasukkan ke dalam palka
Metode Pengumpulan Data Pengukuran Pengukuran Observasi Observasi Observasi Observasi Observasi Pengukuran Wawancara dan Observasi Wawancara dan Observasi Uji organoleptik Uji organoleptik
Pengolahan Data Data ukuran palka yang diperoleh diolah untuk menghitung volume palka. Sementara itu, data berat es, berat ikan, dan volume palka diolah untuk menghitung nilai stowage factor ikan dan kapasitas muat palka. Nilai volume
4 palka dapat diperoleh dari metode simpson (Lafi dan Novita, 2005). Sementara itu, nilai stowage factor ikan dan kapasitas muat palka diperoleh dengan rumus sebagai berikut (Fyson, 1985): √ ⁄ (
)
(
⁄
)
Analisis Data 1) Deskriptif Analisis ini digunakan untuk menganalisa general arrangement dengan konstruksi palka, serta metode penyimpanan di dalamnya. General arrangement berpengaruh pada penentuan dan pengaturan tata ruang palka pada saat pembuatan kapal. Sementara itu, metode penyimpanan hasil tangkapan di dalam palka dipengaruhi oleh jenis dan ukuran ikan, metode penanganan, lama penyimpanan, dan jumlah hasil tangkapan yang disimpan (Fyson, 1985). 2) Kualitatif Analisis ini digunakan untuk menganalisa konstruksi palka dan metode penyimpanan terhadap kualitas hasil tangkapan. Menurut Ilyas (1983), metode penyimpanan di dalam palka berpengaruh pada kualitas hasil tangkapan. 3) Uji organoleptik Uji organoleptik digunakan untuk menentukan kualitas hasil tangkapan dari kondisi ikan setelah dilakukan pembongkaran dari palka. Pengujian organoleptik lebih banyak ke arah pengamatan visual, dengan parameter pengujiannya berupa penampakan kondisi mata, warna insang, dan daging. Lembar penilaian ikan segar tercantum pada Tabel 2. Tabel 2 Lembar penilaian ikan segar Sasaran pengamatan
Keadaan Sangat segar, bola mata cembung hitam, kornea jernih Agak tenggelam, bola mata kelabu, warna kornea agak keruh Mata Tenggelam, bola mata putih susu, kornea keruh Bola mata tenggelam total Warna merah cerah, tidak berlendir akibat bakteri Warna sedikit memucat, sedikit berlendir Insang Warna banyak berubah, lendir banyak Warna sangat pucat, lendir sangat banyak Kenyal, elastis terhadap tekanan jari Sedikit lunak Daging Lunak, sisik mudah lepas Sangat lembek, jika ditekan dengan jari bekasnya tidak hilang Sumber: Adawyah, 2008
nilai 5 3 2 0 5 3 2 0 5 3 2 0
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Kapal Purse Seine di UPPPP Muncar Pengoperasian Kapal Purse Seine Kapal purse seine tipe dua kapal (two boats) yang terdapat di UPPPP Muncar ini melakukan operasi penangkapan ikan selama satu hari (one day trip). Kapal ini merupakan kapal tradisional dari Madura dengan nama lokal perahu “ ”y terdiri atas kapal induk (Gambar 3a) dan kapal pemburu (Gambar 3b) d “ ”d h dan dilengkapi dengan sekoci untuk menggiring ikan agar tetap berada di dalam jaring. Nelayan yang bekerja di kapal ini sebanyak 15 orang. Sementara itu, kapal “ d ” y y h dari kapal induk digunakan untuk membawa alat tangkap purse seine. Nelayan yang berkerja di y 7 “ ” h d Kedua y d h h “ ” y digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan dari fishing ground ke fishing base.
a) Kapal induk
b) Kapal pemburu
Gambar 3 Kapal purse seine two boats (a) Kapal induk (b) Kapal pemburu Kapal induk dan kapal pemburu biasanya berangkat dari fishing base pada pukul 15.00 dan tiba di fishing ground pukul 18.30. Penurunan jaring dilakukan sesaat setelah kedua kapal tiba di fishing ground, kemudian sekoci yang berada di kapal induk diturunkan. Proses ini berlangsung selama 28 menit, kemudian dilanjutkan dengan proses penarikan jaring selama 35 menit dan 10 menit berikutnya merupakan proses pemindahan hasil tangkapan dari jaring ke palka. P “tawur” setting-hauling) dilakukan sebanyak dua kali. Saat proses d “tawur” , h “ ” d fishing ground pertama untuk mengangkut ikan yang siap dijual di pelabuhan, namun perahu ini tidak kembali lagi ke fishing ground kedua. Posisi kapal ini dijelaskan pada Gambar 4 a dan b.
6 Haluan
Haluan 3
3
Start dan finish 1
1 4
Haluan
Haluan
2
(a)
Keterangan: 5 1 Alat tangkap purse seine 2 Kapal induk 3 Kapal pemburu 4 Sekoci (b) 5 P h “ ”
2
4
Gambar 4 Posisi kapal (a) Posisi kapal saat penurunan jaring dan (b) posisi kapal saat pemindahan ikan dari jaring ke palka Nelayan biasanya menerima upah bulanan dan harian dari pemilik kapal. Upah bulanan yang diterima berupa uang dengan jumlah yang telah disepakati bersama antara nelayan dengan pemilik kapal. Sementara itu, upah harian yang diterima berupa ikan, kemudian nelayan akan menjualnya saat tiba di pelabuhan. Ikan tersebut disimpan di dalam ember atau kantong kresek yang sudah disiapkan oleh nelayan (Gambar 5). Hasil tangkapan terbagi di tiga kapal, yaitu di kapal d , d h “ ” H y d d palka kapal induk dialokasikan untuk upah nelayan dan sisanya dijual. Jumlah ikan dialokasikan untuk upah nelayan disesuaikan dengan jumlah total hasil tangkapan yang diperoleh. Hasil tangkapan yang disimpan di kapal pemburu dialokasikan untuk upah nelayan yang bekerja di kapal pemburu tersebut. , h y d d “ ” dibawa ke pelabuhan untuk dijual.
Gambar 5 Tempat penyimpanan ikan yang dibawa nelayan General Arrangement Kapal Purse Seine Kapal yang menjadi objek penelitian ini adalah kapal induk KM SINAR BARU dengan spesifikasi kapal tercantum pada Tabel 3. Berdasarkan bentuk tampak atasnya, kapal ini berbentuk double pointed dan memiliki lambung kapal yang berbentuk round flat bottom. Umumnya, kapal purse seine tipe ini tidak memiliki ruang di atas dek. Sementara itu, pembagian ruang di bawah deknya terdiri atas palka ikan, palka es, palka tempat bahan bakar, dan tempat untuk
7 menyimpan alat bantu pengumpulan ikan, seperti serok dan keranjang. General arrangement kapal tercantum pada Gambar 7. Tabel 3 Spesifikasi kapal purse seine Uraian Nama kapal GT LOA L dek B maks B moulded D (dalam) Jumlah ABK
Keterangan SINAR BARU 29 21,14 m 17,06 m 5,88 m 5,67 m 1,85 m 15 orang
Bentuk dan Konstruksi Palka Kapal Purse Seine Bentuk palka KM SINAR BARU mengikuti bentuk kelengkungan badan kapal, yaitu berbentuk round flat bottom. Palka kapal ini tidak berinsulasi dan jumlah palka yang dimiliki sebanyak 4 lubang. Ukuran palka dari haluan sampai buritan adalah , , , sampai , 7 ,7 , . Bagian konstruksi kapal yang menopang keberadaan palka adalah lunas, gadinggading, galar, dan dinding palka. Bentuk dan konstruksi palka tercantum pada Gambar 6.
e
Gambar 6 Bentuk dan konstruksi palka kapal purse seine KM SINAR BARU memiliki dua lunas, yaitu lunas dalam dan luar. Lunas luar terbuat dari satu balok kayu yang ukuran adalah . Lunas dalam terbuat dari sambungan 6 buah balok kayu, ukuran lebar dan tingginya sama seperti lunas luar. Adapun ukuran panjang balok dari haluan ke buritan masing-masing yaitu 6 m; 1,62m; 2,34 m; 2,18 m; 2,17 m dan 6 m. Jenis sambungan yang dipakai pada pada bagian ini adalah plain scarf (Soekarsono, 1995) (Gambar 9). Jenis kayu yang digunakan pada kedua lunas ini adalah ulin (Eusidiroxy lonzwageri). Kayu ulin memiliki berat jenis 1,04 gr/cm³ dan kelas kuat I (KK I), sedangkan kelas awetnya adalah KA I (Martawijaya et al. 2005 dan Muslich, Sumarni 2008). Menurut Biro Klasifikasi Indonesia (1989), kayu ulin cocok digunakan untuk lunas karena memiliki kelas kuat I (KK I), kelas awet 1 (KA I), tidak mudah pecah, dan tahan terhadap serangan binatang laut.
8
Gambar 7 General arrangement kapal purse seine
9 Gading-gading yang dimiliki oleh kapal ini terdiri atas gading dasar, gading siku, dan gading atas. Ukuran gading dasar adalah , ukuran gading siku , , sedangkan ukuran gading atas . Jenis sambungan yang dipakai adalah plain scarf (Soekarsono, 1995) (Gambar 8). Jenis kayu yang digunakan pada bagian ini adalah nyamplung (Calophylum inophyllum), kayu ini memiliki berat jenis ratarata 0,78 gr/cm³, kelas kuat III (KK III), dan kelas awet II-III (KA II-III) (Oey Djoeng Seng, 1964 dalam Muslich dan Sumarni, 2008). Menurut Biro Klasifikasi Indonesia (1989), persyaratan kayu untuk gading-gading adalah yang memiliki berat jenis minimum 0,7 gr/cm³, kelas kuat minimum III, kelas awet minimum III, dan mudah dalam pengerjaannya. Jadi, kayu nyamplung (Calophylum inophyllum) sudah cocok digunakan untuk gading-gading.
Gambar 8 Bentuk sambungan plain scarf pada gading-gading Galar yang terdapat pada setiap lubang palka berjumlah 8 buah, empat buah di sisi kiri dan empat buah di sisi kanan. Panjang galar menyesuaikan dengan ukuran panjang palkanya. Jenis kayu yang digunakan adalah kayu nyamplung (Calophylum inophyllum) dalam bentuk utuh. Diameter kayu yang digunakan berbeda-beda, semakin mendekati lantai palka diameternya semakin besar yaitu 16 cm, 20 cm 25 cm dan 30 cm. Kayu nyamplung (Calophylum inophyllum) cocok digunakan untuk konstruksi kapal bagian dalam salah satunya adalah galar, karena kayu ini memiliki berat jenis sebesar 0,78 gr/cm³, KK III, dan KA II-III (BKI, 1989). Keseluruhan dinding palka pada kapal ini terbuat dari kayu jati (Tectona grandis) yang tebalnya yaitu sekitar 5 cm. Tipe sambungan pada dinding palka yaitu plain scarf (Gambar 9). Kayu jati cocok digunakan pada seluruh bagian kapal termasuk dinding palka karena tahan terhadap serangan binatang laut dan tidak terlalu keras. Sementara itu, kelas awet kayu ini termasuk dalam KA I, kelas kuatnya termasuk dalam KK II, dan berat jenisnya sebesar 0,70 gr/cm³ (BKI, 1989). Secara keseluruhan, desain palka dan material kayu yang digunakan pada palka KM SINAR BARU sudah sesuai dengan bagian-bagiannya.
Gambar 9 Pola sambungan plain scarf pada dinding palka
10 Penanganan Hasil Tangkapan di Atas Kapal Purse Seine Jenis dan Ukuran Hasil Tangkapan Jenis ikan yang dominan didaratkan di UPPPP Muncar sesuai data produksi tahun 2002-2011 adalah ikan lemuru, layang, dan tongkol (Gambar 10). Umumnya ketiga jenis ikan tersebut ditangkap dengan alat tangkap purse seine. 8% 5%
layang tongkol lemuru
87%
Gambar 8 Presentase ikan yang dominan didaratkan di UPPPP Muncar tahun 2002-2011 Hasil tangkapan yang dominan tertangkap pada KM SINAR BARU saat operasi penangkapan ikan berlangsung yaitu, ikan lemuru, dan layang. Jenis dan ukuran ikan yang dominan tertangkap tercantum pada Tabel 4. Tabel 4 Jenis dan ukuran ikan yang dominan tertangkap Jenis ikan Panjang Panjang Lebar Tebal (cm) total (cm) baku (cm) (cm) Lemuru 18,2 15,1 3,8 2,2 Layang 20 17,1 3,6 2 Menurut Merta (1992), ikan lemuru di Selat Bali mengalami matang gonad yang pertama pada panjang 18,0 cm (umur kira-kira 17,5 bulan). Sementara itu, ikan layang mengalami matang gonad yang pertama pada panjang 15,20 cm (Prihatini, 2006). Berdasarkan Tabel 4, ikan yang dominan tertangkap saat operasi penangkapan ikan berlangsung sudah matang gonad. Pemindahan Hasil Tangkapan di Atas Kapal Pemindahan hasil tangkapan di atas KM SINAR BARU dilakukan selama ±10 menit. Hal ini dikarenakan, ikan yang dominan tertangkap adalah ikan pelagis kecil, memiliki tubuh yang lunak, mudah rusak dan membusuk, sehingga harus segera didinginkan. Cara ini sangat tepat dilakukan karena penurunan suhu ikan menjadi lebih cepat. Pemindahan hasil tangkapan juga dilakukan dengan cara yang sangat sederhana. Hal ini dikarenakan, kapal tipe ini masih tergolong kapal tradisional, yang masih menggunakan tenaga manusia saat proses penarikan jaring. Peralatan yang digunakan untuk memindahkan dan membongkar ikan berupa serok dan
11 keranjang plastik. Ikan yang tertangkap pada jaring segera dimasukkan ke dalam palka dengan menggunakan serok yang berdiameter 59 cm dan panjang jaring 3 m (Gambar 11 a dan b).
59 cm
(a)
(b)
Gambar 9 (a) Serok dan (b) Ikan dipindahkan ke dalam palka dengan menggunakan serok Nelayan biasanya menggunakan es balok yang sebelumnya telah dihancurkan untuk mendinginkan ikan di dalam palka. Jika perbekalan es yang dibawa tidak mencukupi, sebagai penggantinya nelayan mencampur es dengan air laut. Kelebihan dari teknik ikan yang didinginkan dengan campuran es dan air laut yaitu, laju pendinginan ikan berlangsung lebih cepat, tekanan pada tubuh ikan berkurang serta proses pembongkarannya lebih cepat (Ilyas, 1983). Namun, pada saat operasi penangkapan ikan berlangsung, suhu ikan yang disimpan dengan campuran air laut sama dengan ikan yang disimpan hanya dengan es saja, yaitu 11°C-15°C. Hal ini dikarenakan, perbandingan antara es dan air laut hanya berdasarkan perkiraan nelayan dan tidak terukur. Menurut Moeljanto (1992) teknik pendinginan ikan dengan campuran es dan air laut juga memiliki beberapa kekurangan, seperti suhu di dalam palka tidak merata apabila sirkulasi kurang baik, sehingga suhu ikan tidak seragam dan terjadinya proses penetrasi garam ke tubuh ikan. Pembongkaran palka ikan dilakukan dalam dua tahap. Pertama, pembongkaran dilakukan saat kapal induk dalam perjalanan menuju fishing base (Gambar 12 a). Kedua, dilakukan saat kapal induk tiba di pelabuhan. Setelah ikan dibongkar dalam palka, kemudian dilakukan proses sortasi.
(a)
(b)
Gambar 10 (a) ABK sedang memindah ikan dari palka ke dek dan (b) ABK sedang melakukan sortasi ikan
12 Pada tahap sortasi, ikan dikelompokkan berdasarkan jenisnya (Gambar 12 b). Menurut teori Ilyas (1983) ikan-ikan pelagis yang tertangkap oleh purse seine umumnya berlemak tinggi dan mudah membusuk, sehingga harus segera didinginkan setelah ditangkap. Jika proses sortasi dilakukan sebelum ikan masuk palka, maka akan memakan waktu yang lebih lama. Jadi, cara yang dilakukan oleh nelayan muncar sudah cukup efisien. Metode Penyimpanan Ikan di Dalam Palka Fyson (1985) menyatakan bahwa metode penyimpanan di dalam palka dipengaruhi oleh jenis dan ukuran ikan, lama waktu penyimpanan dan jumlah ikan yang disimpan. Metode penyimpanan hasil tangkapan yang diterapkan di KM SINAR BARU adalah metode curah atau bulk.
Gambar 11 Teknik menyimpan ikan (Ilyas,1983). Menurut Adawyah (2008), metode penyimpanan secara curah dilakukan dengan cara menumpuk ikan secara berlapis dan bergantian dengan lapisan es di dalam palka yang dasarnya dilapisi es setebal ±15 cm (Gambar 13 D atau E). Pada saat operasi penangkapan ikan berlangsung, nelayan hanya memindahkan hasil tangkapan dari jaring ke dalam palka, kemudian mencampurkan es dengan ikan secara curah. Selain itu, lapisan es yang dicampurkan pada ikan seringkali tidak beraturan. Menurut mereka, kelebihan menerapkan metode penyimpanan secara curah adalah hasil tangkapan yang disimpan lebih banyak. Sementara itu, kekurangannya adalah kondisi ikan kurang baik karena terlalu banyak tekanan dialaminya, proses pembongkaran dan sortasi ikan lebih lama. Pada saat penelitian berlangsung, KM SINAR BARU menerapkan dua metode penyimpanan ikan yang berbeda. Demikian pula halnya dengan lama waktu penyimpanan dan suhu tubuh ikan yang terukur selama dua hari tersebut juga berbeda. Pertama (SP1), metode penyimpanan yang digunakan adalah ikan dalam palka dicampur dengan es dan air laut. Kedua (SP2), ikan dalam palka hanya dicampur dengan es saja. Suhu merupakan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan penurunan mutu ikan. Umumnya nelayan muncar menggunakan es balok untuk menurunkan suhu ikan dan menghancurkannya menjadi es curah agar suhu ikan yang disimpan merata. Lama waktu penyimpanan, perbandingan es dan ikan serta suhu tubuh ikan tercantum pada Tabel 5. Sementara itu, sebaran suhu ikan di dalam palka tercantum pada Gambar 14.
13 Tabel 5 Lama waktu penyimpanan, perbandingan es dan ikan serta suhu tubuh ikan Metode Penyimpanan
Jumlah es (balok)
Berat es (kg)
Berat ikan (ton)
Lama waktu penyimpanan
Suhu awal
Suhu akhir
SP1
15
375
2
2 jam 43 menit
25°C
15°C
SP2
25
625
1,5
10 jam 24 menit
25°C
11°C
Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa jumlah es, ikan, dan lama penyimpanan di kedua kondisi penanganan tersebut berbeda. Pada SP1, perbandingan antara es dan ikan lebih besar daripada SP2, sehingga meskipun lama waktu penyimpanannya lebih singkat, suhu akhir ikan yang dihasilkan lebih tinggi. Saat SP1 diterapkan, nelayan membawa 15 balok es. Namun, di luar dugaan, hasil tangkapan yang diperoleh saat setting pertama sangat banyak, sehingga jumlah es yang dibawa tidak mencukupi. Akibatnya, nelayan menambahkan air laut, dan terpaksa menghentikan kegiatan penangkapannya untuk segera kembali ke fishing base agar kondisi ikan tidak memburuk saat didaratkan. 16 15
Suhu ºC
14 13 12
SP1 SP2
11
lapisan atas
lapisan tengah Posisi ikan
kanan
tengah
kiri
kanan
tengah
kiri
kanan
tengah
kiri
10
lapisan bawah
Gambar 12 Sebaran suhu tubuh ikan di dalam palka Berdasarkan Gambar 14, dapat dilihat bahwa pada SP1 suhu ikan di lapisan atas merata yaitu 13°C. Pada lapisan tengah suhu ikan antara 13°C sampai 14°C, sedangkan pada lapisan bawah suhu ikan merata yaitu 15°C. Pada SP2, suhu ikan pada lapisan bawah lebih rendah dibandingkan suhu pada lapisan tengah dan atas. Namun, secara keseluruhan suhu tersebut merata di setiap lapisan dengan kisaran antara 11°C sampai 12°C. Perbedaan suhu tubuh ikan pada SP1 dan SP2 dikarenakan jumlah es yang digunakan untuk mendinginkan ikan pada SP1 lebih sedikit daripada SP2. Selain itu, pada SP1, ikan dalam palka dicampur dengan es dan air laut, namun jumlah air laut yang dicampur dengan es lebih banyak, sehingga es lebih mudah mencair.
14 Menurut Moeljanto (1992), ikan sebaiknya disimpan dan dipertahankan suhunya hingga atau mendekati 0°C sampai 2,5°C selama penanganan dari atas kapal hingga di tangan konsumen. Ilyas (1983) juga menyatakan bahwa perbandingan antara es dan ikan di perairan tropis dan disimpan dalam palka tanpa refrigerasi atau insulasi sebesar 1:1. Namun, data suhu akhir serta perbandingan antara es dan ikan yang diperoleh saat operasi penangkapan ikan berlangsung sebenarnya masih kurang ideal jika dibandingkan dengan teori tersebut. Meskipun terjadi kondisi yang demikian, nelayan tidak terlalu resah karena pedagang tetap bersedia membeli hasil tangkapan yang mereka peroleh. Stowage Factor Hasil Tangkapan Purse Seine Palka yang digunakan untuk menyimpan hasil tangkapan selama operasi penangkapan ikan berlangsung hanya palka nomor 4 (empat) saja. Volume keseluruhan palka ini sebesar 16,51 m³. Data nilai stowage factor tercantum pada Tabel 6.
SP1 SP2
Tabel 6 Nilai stowage factor hasil tangkapan Volume palka Berat Berat Es Volume Stowage Factor yang terisi (m³) Ikan (kg) (kg) air (m³) (kg/m³) 5,77 8,6 2000 375 232,56 3,79 1500 625 395,78
Pada SP1 volume palka yang terisi ikan sebesar 8,6 m³ dari volume keseluruhan palka. Ikan tersebut disimpan secara curah atau bulking dengan rasio antara es, air, dan ikan sebesar 1:15,7:5. Volume air yang dicampur dengan es dan ikan lebih besar yaitu 5,77 m³ (5770 liter atau 5914 kg), sehingga nilai stowage factor ikan yang diperoleh hanya 232,56 kg/m³. Oleh karena itu, dengan metode penyimpanan SP1, palka nomor 4 dapat menampung ikan sebanyak 3839,56 kg. Pada SP2 ikan memenuhi palka sekitar 25,48% dari volume keseluruhan palka. Dengan demikian, volume palka yang terisi ikan sebesar 3,79 m³. Ikan tersebut juga disimpan secara curah atau bulking dengan rasio antara es dan ikan sebesar 1:2,4. Nilai stowage factor ikan yang diperoleh sebesar 395,78 kg/m³. Berdasarkan nilai stowage factor tersebut, maka kapasitas palka nomor 4 adalah 6534,33 kg. Menurut Fyson (1985), nilai stowage factor ikan yang disimpan secara curah atau bulking sebesar 561 kg/m³. Pada SP1 dan SP2, nilai stowage factor yang terhitung lebih kecil jika dibandingkan dengan teori tersebut. Hal ini mungkin dikarenakan, jenis dan ukuran ikan yang disimpan dalam palka KM SINAR BARU berbeda dengan jenis dan ukuran ikan yang disebutkan dalam teori tersebut. Selain itu, metode penyimpanan curah yang diterapkan pada KM SINAR BARU kemungkinan juga berbeda dengan metode penyimpanan curah yang diterapkan pada teori tersebut. Metode penyimpanan yang diterapkan pada SP1 dan SP2 menghasilkan kapasitas muat yang berbeda. Pada SP1, terlihat bahwa pencampuran air laut mengurangi jumlah ikan yang dapat di tampung. Jumlah ikan yang dapat ditampung dengan SP2 78,35% lebih besar daripada SP1.
15 Kualitas Hasil Tangkapan Kondisi hasil tangkapan diperoleh dari uji organoleptik. Nilai organoleptik ini adalah 0 sampai 5. Nilai 5 merupakan nilai ikan yang masih segar. Penilaian kondisi hasil tangkapan dilakukan dalam dua tahap. Pertama, dilakukan sebelum ikan dimasukkan ke dalam palka dan yang kedua dilakukan saat pembongkaran ikan dalam palka. Gambar 15 menunjukkan kondisi ikan setelah pembongkaran dalam palka. 5
Nilai Organoleptik
4 3 2
Nilai orlap tertinggi SP1
1
SP2
lapisan atas
lapisan tengah Posisi Ikan
kanan
tengah
kiri
kanan
tengah
kiri
kanan
tengah
kiri
0
lapisan bawah
Gambar 13 Kondisi hasil tangkapan Berdasarkan gambar di atas, nilai organoleptik pada lapisan atas SP1 berkisar antara 2 sampai 3, pada lapisan tengah berkisar antara 0 sampai 2, dan pada lapisan bawah seragam yaitu 0. Sementara itu, pada SP2, nilai organoleptik ikan pada lapisan atas seragam yaitu bernilai 3, pada lapisan tengah 2 sampai 3, dan pada lapisan bawah berkisar antara 0 sampai 2. Kondisi hasil tangkapan pada SP1 dominan buruk, hal ini ditunjukkan dengan 55,6% dari sampel ikan yang diambil nilai organoleptiknya adalah 0, sedangkan kondisi ikan pada SP2 lebih baik, hal ini ditunjukkan dengan 55,6% dari sampel ikan yang diambil nilai organoleptiknya adalah 3. Uraian di atas menunjukkan bahwa baik SP1 maupun SP2 hanya mampu mempertahankan kualitas ikan pada kisaran 0 sampai 3. Hal ini disebabkan karena suhu akhir yang mampu dipertahankan pada kedua kondisi tersebut adalah 11oC sampai 15oC. Menurut Ilyas (1983), perkembangan bakteri akan berlangsung cepat pada suhu 10°C sampai 25°C, sehingga daya awet ikan sangat pendek yaitu antara 3 hingga 10 jam. Lama waktu penyimpanan ikan pada SP1 lebih singkat daripada SP2. Namun, pada SP1 jumlah ikan yang kondisinya buruk lebih banyak jika dibandingkan dengan SP2. Artinya, tindakan nelayan mencampur ikan dengan es dan air laut serta waktu penyimpanan yang lebih singkat tidak menghasilkan
16 kondisi hasil tangkapan yang lebih baik, apabila tidak didukung dengan metode penyimpanan yang tepat. Menurut Ilyas (1983), untuk mendinginkan ikan hingga suhu 0°C yang disimpan di tangki berinsulasi di perairan yang beriklim tropis, perbandingan antara es, air, dan ikan yang ideal adalah 6:2:1. Kondisi berbeda terjadi pada SP1, perbandingan antara es, air laut, dan ikan adalah 1:15,7:5. Jumlah es yang digunakan untuk menyimpan ikan di dalam palka seharusnya lebih besar daripada jumlah air laut yang dicampurkan. Selain itu, kondisi palka yang tidak berinsulasi menyebabkan panas dari luar palka lebih cepat masuk ke dalam. Harga jual ikan dipengaruhi oleh kualitas hasil tangkapan saat didaratkan. Harga jual ikan layang dan lemuru dalam keadaan utuh dan segar (nilai oraganoleptik antara 2 sampai 3) adalah Rp. 7000/kg dan Rp. 8000/kg, sedangkan harga jual ikan layang dan lemuru dalam kondisi utuh namun tidak segar (nilai organoleptik 0) adalah Rp. 500-1000/kg. Artinya, dapat dikatakan bahwa nelayan bisa meningkatkan pendapatan setidaknya hingga 6000/kg, apabila mereka mampu mempertahankan ikan yang didaratkan pada nilai organoleptik 2 sampai 3.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. 2.
3.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: Bentuk palka KM SINAR BARU mengikuti kelengkungan badan kapal dan palka tidak dilapisi dengan lapisan insulasi; Metode penyimpanan hasil tangkapan yang diterapkan di KM SINAR BARU adalah metode curah atau bulk dengan dua cara penyimpanan ikan yang berbeda. Pertama, ikan dalam palka dicampur dengan es dan air laut. Kedua, ikan dalam palka hanya dicampur dengan es saja; dan Nilai stowage factor ikan pada metode penyimpanan bulk antara ikan, es dan air laut sebesar 232,56 kg/m³, sedangkan nilai stowage factor ikan pada metode penyimpanan bulk antara ikan dan es saja sebesar 395,78 kg/m³. Saran
1.
2.
3.
Saran yang diusulkan dari hasil penelitian ini adalah: Metode penyimpanan ikan dengan cara mencampur es dengan air laut lebih tepat diterapkan. Namun, perbandingan antara es, air laut, dan ikan sebaiknya lebih terukur agar kondisi ikan yang disimpan semakin baik; Perlu dilakukan kajian mengenai perbandingan antara es, air laut dan ikan yang sesuai digunakan di daerah-daerah yang beriklim tropis, salah satunya yaitu Indonesia; dan Perlu dilakukan kajian untuk mengetahui perbedaan kualitas hasil tangkapan yang disimpan di dalam palka berinsulasi dan tidak berinsulasi.
17
DAFTAR PUSTAKA Adawyah R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta (ID): Bumi Aksara: hlm 36. [BKI] Biro Klasifikasi Indonesia. 1989. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu. Jakarta (ID): Biro Klasifikasi Indonesia: hlm 100-112. Fyson J. 1985. Design of Small Fishing Vessels. England (UK). Fishing News Book Ltd: P 78. Ilyas S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan. Jakarta (ID). CV Paripurna: hlm 96-97 dan 162-168 Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 2005. Atlas Kayu Indonesia. Jilid 2. Bogor (ID). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan: hlm 79-85. Merta IGS, 1992. Beberapa Parameter Biologi Ikan Lemuru Sardinella lemuru Bleeker 1853 dari Perairan Selat Bali. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. [internet]; [diunduh 2013 Sepetember 13]; (67): 1-10: http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/bptpi/lengkap/IPTANA/fullteks/Pu slitbangkan/no.67/9267_1.pdf Merta IGS, 1992. Dinamika Populasi Ikan Lemuru, Sardinella lemuru Bleker 1853 (Pisces: Clupeidae) di Perairan Selat Bali dan Alternatif Pengelolaannya [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta (ID). Penebar Swadaya: hlm 43. Muslich M, Sumarni G. 2008. Standarisasi Mutu Kayu Berdasarkan Ketahanannya Terhadap Penggerek di Laut. [nama editor tidak diketahui]. Prosiding PPI Standarisasi 2008 [internet]. 2008 November 25 [tempat pertemuan tidak diketahui]. Jakarta (ID): Puslitbang BSN. hlm 1-13; [diunduh 2013 September 18]. Tersedia pada: http://hmtsfst.ukm.unsoed.ac.id/files/2012/05/2-standardisasi-mutu-kayuberdasarkan-ketahanannya1.pdf Pasaribu BP. 1987. Material Kayu Utuh dan Sambungan untuk Konstruksi Kapal Penangkap Ikan. Buletin PSP. 1(2): 31-46. Prihatini A. 2006. Analisi Biologis Ikan Layang (Decapterus spp) Hasil Tangkapan Purse Seine yang didaratkan di PPN Pekalongan [Tesis]. Semarang (ID). Universitas Diponegoro Semarang. Soekarsono NA. 1995. Pengantar Bangunan Kapal dan Ilmu Kemaritiman. Jakarta (ID): PT Parmator Pressindo: hlm 98-99. Wijaya RA, Koeshendrajana S. 2009. Kajian Excess Capacity Pengelolaan Perikanan Lemuru di Selat Bali. Di dalam: Sonny K, Yesi DS, editor. Dinamika Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Bunga Rampai Hasil-hasil Riset Ke-2; 2009 November; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID). Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. hlm 61-76.
18
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Januari tahun 1991 di Banyuwangi dari pasangan Bapak Harianto dan Ibu Suwarni. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2003 di SD Negeri 2 Rogojampi, tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertamanya di SMP Negeri 1 Banyuwangi dan tahun 2009 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengahnya di SMA Negeri 1 Genteng yang masih berada di kab. Banyuwangi. Selanjutnya di tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur USMI di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Selama masa perkuliahan penulis aktif berorganisasi di Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Selama masa perkuliahan penulis juga pernah menjadi asisten di mata kuliah Navigasi Kapal Perikanan pada tahun 2013.