KEBIASAAN MAKAN IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN SELAT SUNDA
HILDA SAFITRI
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 1
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Kebiasaan Makan Ikan Kuniran Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) Hasil Tangkapan di Perairan Selat Sunda adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2012
Hilda Safitri C24080003
2
RINGKASAN
Hilda Safitri. C24080003. Kebiasaan Makan Ikan Kuniran Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) Hasil Tangkapan di Perairan Selat Sunda. Dibawah bimbingan Yonvitner dan Ali Mashar. Ikan kuniran (Upeneus moluccensis) adalah salah satu ikan demersal yang cukup dominan tertangkap di perairan Selat Sunda dan didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Banten. Tingginya permintaan pasar terhadap ikan kuniran menyebabkan aktifitas penangkapan terus meningkat. Hal ini dapat berpengaruh terhadap jumlah stok dan kelestarian sumberdaya ikan kuniran di daerah perairan Selat Sunda, Banten. Upaya untuk mencegah agar ikan kuniran tidak punah dan tetap lestari memerlukan langkah kebijakan yang tepat, untuk itu diperlukan informasi lengkap tentang aspek biologi dan ekologi ikan kuniran. Salah satu aspek biologi yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan kuniran ialah makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan pola makan ikan kuniran. Penelitian ini dilakukan di PPP Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPP Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan di sekitar perairan Selat Sunda, Banten. Data yg diambil berupa data primer. Pengambilan data primer dilakukan setiap satu kali dalam sebulan mulai bulan Maret 2011 hingga September 2011. Data yang diambil berupa panjang total ikan dan bobot basah ikan, panjang usus serta berat isi lambung. Analisis data yang dilakukan adalah ISC (Index of Stomach Content), faktor kondisi, IP (Index of Preponderance) dan analisa statistik kelompok. Ikan kuniran yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies Upeneus moluccensis. Nilai indeks isi lambung pada ikan kuniran jantan mulai bulan Maret hingga September adalah 0,6832 (21%); 0,4757 (15%); 0,3674 (11%); 0,6029 (19%); 0,3744 (12%); 0,3822 (12%); 0,3038 (10%) sedangkan nilai indeks isi lambung pada ikan kuniran betina dari bulan Maret hingga September adalah 0,6363 (19%); 0,6527 (20%); 0,2951 (9%); 0,4558 (14%); 0,5355 (16%); 0,4276 (13%) dan 0,2809 (9%). Ikan kuniran jantan memiliki nilai ISC tertinggi pada bulan Maret sedangkan ikan kuniran betina pada bulan April . Jenis makanan ikan kuniran adalah oleh udang dan ikan. Kata Kunci : Upeneus moluccensis, Indeks of Preponderance, Indeks isi lambung, faktor kondisi.
3
KEBIASAAN MAKAN IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN SELAT SUNDA
HILDA SAFITRI C24080003
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 4
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul Penelitian
: Kebiasaan Makan Ikan Kuniran Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) Hasil Tangkapan di Perairan Selat Sunda
Nama Mahasiswa
: Hilda Safitri
Nomor Pokok
: C24080003
Program Studi
: Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui, Pembimbing II
Pembimbing I
Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si NIP. 19750825 200501 1 003
Ali Mashar S. Pi, M. Si. NIP. 19750118 200701 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP. 19660728 199103 1 002
Tanggal Lulus: 7 Juni 2012
i
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultan Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Skripsi yang berjudul Kebiasaan Makan Ikan Kuniran Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) Hasil Tangkapan di Perairan Selat Sunda dibuat untuk mengetahui kebiasaan makanan ikan kuniran yang tertangkap di Selat Sunda dan didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan, dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan ikan kuniran demi pemanfaatan yang berkelanjutan. Demikianlah skripsi ini disusun, semoga bermanfaat dan dapat memenuhi syarat dalam mendapatkan gelar Sarjana Perikanan. Saran dan Kritik atas skripsi ini sangat diharapkan demi kebaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, Juni 2012 Penulis
Hilda Safitri C24080003
i
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan Terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Bapak Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si selaku pembimbing skripsi pertama serta Bapak Ali Mashar S.Pi, M.Si selaku pembimbing skripsi kedua atas bimbingan dan dukungannya kepada penulis. 2. Bapak Ir. Agustinus M. Samosir M.Phill sebagai penguji tamu dan Ibu Dr. Yunizar Ernawati sebagai komisi pendidikan. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Djamar Tumpal F. Lumban Batu M.Sc selaku pembimbing akademik penulis atas segala dukungan dan bimbingannya dalam menjalankan kegiatan akademik selama di Institut Pertanian Bogor. 4. Laboratorium Model dan Simulasi Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor yang telah membantu pembiayaan penelitian ini. 5. Kedua orangtua saya Bapak Drs. Husein Hasibuan dan Ibu Syafrida atas kasih sayang serta segala dukungan moril dan materil selama kegiatan perkuliahan hingga penulisan skripsi, kemudian kepada abang Azhar Winardi dan adik saya Tri Wulandari. 6. Teman-teman di Omda Imatapsel Bogor Hariman Hidayat Siregar, Guslina Isriany Hrp, Rezha Ahmadi Yahya, Tagor Syahputra atas segala doa dan dukungan selama kita di Bogor. 7. Teman-teman terdekat saya selama perkuliahan di MSP, Fauzia Rahmi, Yona Maifitri, Nugraha Bagoes, Pionius Dipta, Pardi, dan Anggi Putra atas segala dukungan serta kebersamaan menghadapi suka dan duka selama di MSP. 8.
Teman – teman penelitian MSPi, Fadilatul, Apriyanti S, Rikza F, Surya Gentha, Rani Y, Elfrida M, Rina S, Nissa I, serta teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan bantuannya selama kegiatan penelitian.
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan tanggal 7 Mei 1990 dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan suami istri Drs Husein Hsb dan Syafrida. Pendidikan yang telah ditempuh penulis yaitu SDN 15 Padangsidimpuan (1996-2002). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan formal di SMPN 1 Padangsidimpuan
(2002-2005)
dan
SMAN
2
Padangsidimpuan (2005-2008). Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikannya di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (Himasper) (2009-2012), anggota divisi PSDM Imatapsel Bogor (2010-2011), dan mengikuti acara nasional Youth for Climate Camp (Y4CC) pada tahun 2011. Penulis juga merupakan partisipan di mahasiswa pecinta alam IPB (Lawalata), serta anggota di Indonesian Maritime Institute. Selain itu, penulis berkesempatan menjadi asisten mata kuliah Iktiologi (2010), Planktonologi (2011), Sumberdaya Perikanan (2011) serta Biologi Perikanan (2012). Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Kebiasaan Makan Ikan Kuniran Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) Hasil Tangkapan di Perairan Selat Sunda”.
iii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ........................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... . viii 1. PENDAHULUAN ................................................................ 1.1 Latar Belakang .................................................................. 1.2 Rumusan Masalah ............................................................ 1.3 Tujuan ............................................................................... 1.4 Manfaat .............................................................................
1 1 2 3 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 2.1 Ikan Kuniran Upeneus moluccensis (Bleeker 1855) ......... 2.2 Karakteristik Biologi dan Distribusi ................................. 2.3 Alat Tangkap Ikan Kuniran .............................................. 2.4 Kebiasaan Makan Ikan Kuniran ....................................... 2.5 Faktor Kondisi ..................................................................
4 4 4 5 7 8
3. METODOLOGI .................................................................. .. 3.1 Lokasi dan Waktu ............................................................. 3.2 Alat dan Bahan .................................................................. 3.3 Pengumpulan Data ............................................................ 3.4 Analisis Data ..................................................................... 3.4.1 Indeks isi lambung ................................................ 3.4.2 Indeks bagian terbesar (Index of Preponderance) 3.4.3 Faktor kondisi ....................................................... 3.4.4 Analisa statistik ....................................................
10 10 11 11 12 12 12 13 13
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................ 4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran ...................................... 4.2 Jenis dan Komposisi Makanan ......................................... 4.3 Makanan Utama ............................................................... 4.4 Aktivitas Makan ............................................................... 4.5 Hubungan Panjang Ikan, Berat Lambung dan Jenis Makanan ........................................................................... 4.6 Hubungan Panjang Ikan, Berat Lambung dan Waktu Penangkapan ..................................................................... 4.7 Hubungan Faktor Kondisi dan Indeks Isi Lambung ......... 4.8 Pembahasan umum ........................................................... 4.9 Aspek Pengelolaan ............................................................
15 15 16 18 19
iv
24 25 25 27 28
5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 5.1 Kesimpulan ......................................................................... 5.2 Saran ...................................................................................
30 30 30
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... LAMPIRAN ........................................................................................
31 33
v
DAFTAR TABEL Halaman 1. Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (unit) ikan kuniran tahun 2000 hingga 2009 .............................................
1
2. Alat yang digunakan dalam penelitian……….………............
11
3. Ikan kuniran dan jenis makanannya………….………............
18
4. Nilai indeks of preponderance dari ikan kuniran bulan Maret hingga Juli ……………………………………….........
18
5.
Faktor kondisi dan indek isi lambung ikan kuniran berdasarkan selang panjang ....................................................
26
6. Faktor kondisi ikan kuniran jantan dan betina berdasarkan TKG..........................................................................................
27
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Skema perumusan masalah penelitian ..................................... 2 2. Ikan Kuniran (Upeneus moluccensis) ......................................
4
3. Alat Tangkap Cantrang.............................................................
6
4. Jaring Cantrang ........................................................................
6
5. Peta Lokasi Penelitian ..............................................................
10
6. Posisi mulut ikan kuniran ........................................................
15
7. Lambung Ikan Kuniran ............................................................
15
8. Perbandingan panjang usus dan panjang tubuh ikan kuniran .....................................................................................
16
9. Insang ikan kuniran ............................................................... ..
16
10. Diagram IP ikan Kuniran Bulan Maret hingga September 2011
17
11. Diagram batang Ikan kuniran dari bulan Maret-Juli 2011..... ...
19
12. Indek isi lambung ikan kuniran jantan ……..…........................
20
13. Indek isi lambung ikan kuniran betina …………..........…........
21
14. Indek isi lambung total ikan kuniran .........................................
21
15. Grafik hubungan antara panjang, jenis makanan dan berat lambung ………..………………………………..….................
24
16. Grafik hubungan panjang, waktu penangkapan dan berat lambung ikan Kuniran……….…………………………...........
25
17. Nilai faktor kondisi ikan kuniran berdasarkan waktu penangkapan …………………………………………..…........
26
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Indek Isi Lambung ..................................................................
34
2. Indek Bagian Terbesar (IP) .....................................................
35
3. Analisa Statistika......................................................................
36
4. Jenis Makanan Ikan Kuniran....................................................
37
viii
1
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki luas lautan yang lebih besar daripada luas daratan. Perairan laut Indonesia kaya akan sumberdaya ikan, salah satunya adalah ikan kuniran Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855).
Ikan
merupakan sumber makanan yang termasuk dalam sumber protein utama dan memiliki nilai ekonomis tinggi apabila pengelolaannya dilakukan dengan baik. Salah satu wilayah perairan laut Indonesia yang letaknya sangat strategis ialah Selat Sunda di Provinsi Banten. Ikan kuniran merupakan salah satu ikan demersal yang cukup banyak tertangkap di perairan Selat Sunda dan dominan didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Hal ini dibuktikan dengan data perikanan tangkap ikan kuniran yang selalu meningkat setiap tahunnya dibandingkan dengan ikan demersal lainnya. Menurut Saadah (1998) in Sjafei dan Susilawati (2001), ikan kuniran tertangkap di perairan Selat Sunda tiap mencapai 22% dari produksi perikanan Provinsi Banten atau sebesar 1.791.660 kg. Produksi tangkapan ikan kuniran dari tahun 2000 hingga tahun 2009 menurut data statistik perikanan tangkap di Kab. Pandeglang, Banten disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Produksi (ton) dan alat tangkap (unit) tangkap di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan Tahun Produksi (ton) Alat Tangkap (unit) 2000 1 972.80 193 2001 2 110.20 193 2002 2 088.50 262 2003 1 661.80 52 2004 1 871.00 52 2005 1 274.70 61 2006 1 311.50 85 2007 1 332.00 84 2008 1 487.00 84 2009 1 389.00 95 Sumber: DKP Kabupaten Pandeglang-Banten 2011
2
Ikan kuniran juga merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis karena selain dikonsumsi segar dan olahan, ikan kuniran juga banyak digunakan sebagai umpan pancing untuk pemancingan ikan tuna. Selain itu ikan kuniran juga dapat dijadikan sebagai campuran pakan alami untuk ikan-ikan predator yang dibudidaya (Ruth 2011). Ikan kuniran, sebagaimana ikan demersal pada umumnya memiliki sifat hidup yang bergerombol, aktifitas relatif rendah, dan gerak ruaya relatif tidak jauh sehingga daya tahannya relatif rendah terhadap tekanan penangkapan. Hal ini dapat berpengaruh terhadap jumlah stok dan kelestarian sumberdaya ikan kuniran. Upaya untuk mencegah agar ikan kuniran tidak punah dan tetap lestari memerlukan suatu kebijakan yang tepat. Untuk mendukung upaya tersebut diperlukan informasi lengkap tentang aspek ekologi dan biologi ikan kuniran. Salah satu faktor ekobiologi yang sangat berpengaruh untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan kuniran ialah makanan. Makanan yang dimakan oleh ikan dimanfaatkan langsung dalam siklus metabolisme hidupnya yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, reproduksi, dan tingkat keberhasilan hidup ikan di perairan sehingga ketersediaan makanan di suatu perairan merupakan faktor yang mempengaruhi besar kecilnya populasi ikan di perairan tersebut (Effendie 2002). Hidup secara demersal di laut lepas menyebabkan ikan kuniran bisa memakan apa saja yang ia temukan. Makanan tersebut dapat berupa zooplankton, zoobentos, ataupun ikan kecil lainnya (Boreay 1987). Untuk mengetahui secara spesifik mengenai makanan ikan kuniran, maka perlu diadakan kajian mengenai kebiasaan makan ikan kuniran. 1.2 Rumusan Masalah Ikan kuniran merupakan salah satu ikan ekonomis penting yang tertangkap di perairan Selat Sunda. Ikan ini dipasarkan dalam keadaan segar maupun dalam bentuk olahan berupa ikan asin. Hal ini menyebabkan ikan kuniran rentan dieksploitasi secara berlebihan. Penangkapan ikan secara terus menerus dapat
3
mengakibatkan pemanfaatan yang melebihi batas MSY (Maximum Sustainable Yield) atau dapat mengakibatkan overfishing (Saputra et al. 2009). Apabila terjadi keadaan overfishing, maka stok ikan kuniran akan menurun. Oleh karena itu perlu diadakan upaya pelestarian. Salah satu bentuk pelestarian itu ialah melalui budidaya ikan. Jenis makanan sangat menentukan keberhasilan nsuatu budidaya. Oleh kerena itu perlu diadakan penelitian untuk mengetahui jenis makanan ikan kuniran. Secara skematis, perumusan masalah penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
Perbaikan Kondisi Biologi Ikan
Perbaikan Lingkungan Potensi Tinggi
Eksploitasi Tidak Terkendali
Reproduksi
Sumberdaya Krisis
tidak
Makanan
Pertumbuhan
Potensi Ikan Berkurang
Sumberdaya Ikan Kuniran Lestari
ya Permintaan Pasar Tinggi
Pengendalian Upaya Penangkapan
Gambar 1. Skema perumusan masalah penelitian 1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengkaji jenis makanan dan aktivitas makan ikan kuniran yang diperlukan bagi pengelolaan di masa mendatang. 1.4 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi tambahan di bidang perikanan ikan kuniran agar pengelolaan ikan kuniran agar tetap lestari.
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Kuniran Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) Ikan kuniran (Upeneus moluccensis) merupakan jenis ikan yang memiliki bentuk badan memanjang, pipih dengan penampang melintang bagian depan punggung, serta panjang tubuhnya dapat mencapai 20 cm (Gambar 2). Klasifikasi ikan kuniran menurut buku Fishbase (2011) adalah sebagai berikut: Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Famili
: Mullidae
Genus
: Upeneus
Spesies
: Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855)
Nama FAO
: Goldband goatfish
Nama Lokal
: Biji Nangka (Labuan), Kuniran (Demak)
Gambar 2. Ikan Kuniran (Upeneus moluccensis) 2.2 Karakteristik Biologi dan Distribusi Ikan Kuniran merupakan ikan perairan laut tropis yang berasal dari famili Mullidae. Terkadang ikan ini juga ditemukan di air payau. Ikan Kuniran merupakan ikan demersal dan ikan ini umumnya berasosiasi dengan karang di daerah Atlantik, Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Deskripsi morfologi ikan kuniran antara lain badannya memanjang, tinggi badan hampir sama dengan panjang kepala, dan lengkung kepala bagian atas agak
5
cembung. Sungut dengan ujung tidak melewati atau mencapai bagian belakang keping tulang penutup insang bagian depan. Maxilla (rahang atas) mencapai atau hampir mencapai garis tegak bagian depan mata. Panjang sirip perut (ventral) adalah 2/3 dari panjang sirip dada (pectoral). Kepala dan badan bagian atas berwarna merah terang sampai keunguan, bagian bawah putih keperakan dengan strip memanjang mulai dari belakang mata sampai dasar ekor bagian atas. Sungut berwarna putih keunguan. Ujung bagian atas sirip ekor mempunyai 6-7 garis melintang. Ujung tepi sirip ekor (caudal) bagian bawah berwarna keputihan. Ikan kuniran hidup di perairan dengan dasar berlumpur, panjang ikan dapat mencapai ukuran 20 cm, serta tersebar luas di Indo-Pasifik Barat (Peristiwady 2006). Umumnya ikan-ikan demersal jarang sekali mengadakan migrasi ke daerah yang jauh. Hal ini terjadi karena ikan demersal mencari makan di dasar perairan sehingga kebanyakan dari mereka hidup pada perairan yang dangkal. Ikan Kuniran jarang sekali mengadakan ruaya melewati laut dalam dan cenderung untuk menyusuri tepi pantai (Widodo 1980 in Siregar SH 1990). Kedalaman optimum ikan famili Mullidae ialah antara 40 – 60 m (Widodo 1990 in Sjafei dan Susilawati 2001). Tipe substrat juga mempengaruhi kondisi kehidupan ikan famili Mullidae untuk dapat berkembang dengan baik. Ikan kuniran hidup di perairan dengan substrat berlumpur atau lumpur bercampur dengan pasir, namun ada juga ikan kuniran yang mencari makanan hingga ke daerah karang (Burhanuddin et al 1984 in Sjafei dan Susilawati 2001).
2.3 Alat Tangkap Ikan Kuniran Ikan Kuniran termasuk salah satu sumberdaya perikanan yang menjadi spesies target pada kegiatan perikanan demersal dengan alat tangkap cantrang. Sifat alat tangkap ini menyapu dasar perairan sehingga dapat menyebabkan ikan yang tertangkap terdiri dari berbagai ukuran sehingga dapat mempengaruhi kelestarian stok yang terdapat di alam. Apabila hasil tangkapan didominasi ikan yang berukuran terlalu kecil maka akan mengakibatkan growth overfishing, sedangkan apabila ikan yang tertangkap sebagian besar merupakan ikan yang matang gonad maka akan terjadi recruitment overfishing (Saputra et al. 2009)
6
Cantrang merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan kuniran. Pada umumnya nelayan lebih sering menggunakan alat tangkap ini dibandingkan dengan menggunakan alat tangkap dogol untuk menangkap ikan kuniran. Alat ini terdiri dari sayap kanan dan sayap kiri, tali selambar, tali ris atas, tali ris bawah, badan, pelampung, pemberat, kantong, dan dilengkapi dengan alat bantu yaitu roller (Sudirman 2008). Berikut merupakan gambar ilustrasi alat tangkap cantrang dan jaring yang digunakan.
Gambar 3. Alat tangkap Cantrang. Sumber: www.perpustakaandinaskelautandanperikanan.blogspot.com
Gambar 4. Jaring cantrang
7
2.4 Kebiasaan Makan Ikan Kuniran Makanan adalah organisme, bahan, maupun zat yang dimanfaatkan ikan untuk menunjang kehidupan organ tubuhnya. Kebiasaan makan (feeding habit) adalah tingkah laku ikan saat mengambil dan mencari makanan. Tipe-tipe makanan ikan yang umum ditemukan adalah plankton, nekton, bentos dan detritus. Berdasarkan jenis kelompok makanannya ikan dibagi dalam tiga kelompok besar, yaitu herbivora, karnivora, dan omnivora. Ikan kuniran merupakan ikan karnivora yang memiliki panjang usus lebih pendek daripada ukuran tubuhnya. Ikan kuniran memiliki sungut di rahang bagian bawah (Prabha dan Manjulatha 2008). Ikan karnivora umumnya mempunyai gigi untuk menyergap, menahan, dan merobek mangsa dan jari–jari tapis insangnya menyesuaikan untuk penahan, memegang, memarut dan menggilas mangsa. Selain itu ikan karnivora juga mempunyai lambung, dan usus pendek, tebal dan elastis (Effendie 2002). Kebiasaan makanan ikan secara alami bergantung pada lingkungan tempat ikan hidup. Besarnya populasi ikan di dalam suatu perairan salah satunya ditentukan oleh makanan yang tersedia. Piscivora ialah ikan yang memakan ikan lain. Menurut Gerking 1994 in Kamal et al. 2009 menyatakan bahwa ciri-ciri piscivora adalah memakan ikan secara utuh. Kemudian dikatakan bahwa strategi memakan piscivora terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah yang aktif memburu mangsanya seperti yang ditemukan pada Xyphia sp. dan Thunnus spp. Kelompok kedua, yaitu dengan cara menunggu dan menyerang mangsanya secara tiba-tiba (sitandwait piscivore) atau dikenal dengan istilah ambush. Dari makanan ada faktor yang berhubungan dengan populasi, yaitu kuantitas dan kualitas makanan yang tersedia, dan lamanya waktu yang digunakan oleh ikan dalam memanfaatkan makanan. Makanan yang dimanfaatkan tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan, kematangan gonad, serta keberhasilan hidup (survival). Populasi, pertumbuhan, reproduksi, dan dinamika populasi ikan juga ditentukan oleh ketersediaan makanan ikan di suatu perairan (Effendie 2002). Informasi mengenai kebiasaan makanan ikan juga dapat digunakan untuk mengetahui hubungan rantai makanan dalam ekosistem laut (Bachok et al. 2004).
8
Ikan-ikan cenderung mencari makanan pada daerah yang kaya akan sumberdaya makanan yang disukainya. Bila ikan-ikan pendatang ini lebih dominan dibandingkan ikan-ikan yang telah lama hidup pada daerah itu maka akan mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup popuasi ikan asli tersebut. Persaingan antara ikan-ikan pendatang dan ikan asli tersebut akan mempengaruhi besarnya jumlah dan jenis persediaan makanan yang ada (Nikolsky 1963 in Robiyani 2000). Makanan merupakan faktor yang penting bagi kelangsungan hidup ikan. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal diperlukan jumlah dan mutu makanan dalam keadaan yang cukup serta seimbang sesuai dengan kondisi perairan. Makanan yang dimanfaatkan oleh ikan pertama–tama digunakan untuk memelihara tubuh dan menggantikan organ–organ tubuh yang rusak, sedangkan kelebihannya digunakan untuk pertumbuhan (Effendie 2002). Ikan kuniran adalah ikan pemakan bentos (benthic feeders). Dari kelompok makanan, ikan kuniran termasuk dalam ikan karnivora. Ikan ini memakan hampir 98% zoobenthos (14,3% krustasea, 3,53% moluska, 80,08% polychaeta) dan 2,09% zooplankton (Boraey 1987). Menurut Sjafei dan Susilawati (2001) jenis organisme yang terdapat pada lambung ikan kuniran ialah udang-udangan, ikan kecil, detritus, polychaeta, moluska, Nitschia sp, Ceratium sp dan copepoda.
2.5 Faktor Kondisi Faktor kondisi didefinisikan sebagai keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka–angka berdasarkan pada data panjang dan berat. Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan, baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk hidup maupun untuk reproduksi (Effendie 2002). Penentuan faktor kondisi memiliki berbagai tujuan, misalnya faktor kondisi atau yang dilambangkan dengan K(t), apabila dalam suatu perairan terjadi perubahan yang mendadak dari kondisi ikan itu, situasi demikian memungkinkan untuk cepat diselidiki. Apabila kondisinya kurang baik dapat diindikasikan bahwa populasi terlalu padat, atau sebaliknya jika kondisi baik hal tersebut memungkinkan
9
terjadi pengurangan populasi atau tersedia makanan yang mendadak. Nilai faktor kondisi sangat dipengaruhi oleh makanan, umur, jenis kelamin dan kematangan gonad. Faktor kondisi berfluktuasi berdasarkan ukuran ikan. Ikan kecil mempunyai kondisi yang relatif tinggi, kemudian menurun ketika ikan bertambah besar. Hal ini berhubungan dengan perubahan makanan ikan dari ikan pemakan plankton ke ikan pemakan ikan atau sebagai karnivora (Effendie 2002). Perubahan makanan ikan ini menyesuaikan dengan ketersediaan makanan di alam, maka faktor kondisi juga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kecocokan suatu spesies terhadap lingkungan. Peningkatan faktor kondisi dapat berhubungan dengan perubahan makanan ikan tersebut yang berasal dari ikan pemakan plankton berubah menjadi ikan karnivor. Selain itu nilai faktor kondisi yang tinggi juga dapat disebabkan oleh kondisi ikan itu sendiri, misalnya faktor kondisi tinggi dapat dicapai waktu ikan mengisi gonadnya dengan cell sex dan mencapai puncak sebelum pemijahan (Effendie 2002).
10
3. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian adalah di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Ikan yang didaratkan di PPP Labuan ini umumnya berasal dari hasil tangkapan di perairan Selat Sunda, yaitu di sekitar Pulau Rakata (Rakata Kecil dan Anak Rakata), Pulau Sebesi, Pulau Sortung, Pulau Panaitan dan Pulau Sebuku. Pengambilan ikan contoh data primer dilakukan secara berkala setiap bulan mulai dari bulan Maret 2011 sampai bulan September 2011. Analisis kebiasaan makanan ikan dilakukan di Laboratoriun Biologi Perikanan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4.
Gambar 5. Peta lokasi penelitian Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Pandeglang tahun 2004
11
3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian kebiasaan makanan ikan kuniran ini adalah sebagai berikut. Tabel 2. Alat yang digunakan dalam penelitian No
Alat
Kegunaan
1
Penggaris dengan ketelitian 1 mm
Mengukur panjang dan bukaan mulut ikan
2
Meteran dengan ketelitian 1 mm
Mengukur lingkar badan ikan
3
Timbangan dengan ketelitian 0,000 1 gram
Mengukur berat ikan
4
Alat bedah
Membedah ikan
5
Alat tulis
Mencatat semua data tentang ikan
6
Alat dokumentasi
Mendokumentasikan kegiatan
Sedangkan bahan yang digunakan untuk mengawetkan ikan kuniran contoh ialah formalin dengan konsentrasi 4%. 3.3 Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pengambilan ikan contoh secara acak menggunakan metode Penarikan Contoh Acak Sederhana dari kapal yang menggunakan alat tangkap cantrang dalam satu hari. Dari seluruh hasil tangkapan dipilih dan diambil secara acak ikan kuniran yang akan diamati sebanyak 50 sampai 85 ekor. Data yang diambil dari ikan contoh adalah data ukuran panjang ikan, bobot basah ikan, panjang usus, jenis kelamin, ikan serta berat isi lambung. Data panjang ikan diperoleh dari pengukuran panjang total tubuh ikan yang dimulai dari mulut terdepan ikan hingga ujung ekor terakhir dengan menggunakan penggaris yang memiliki tingkat ketelitian sebesar 1 mm. Bobot ikan diperoleh dari penimbangan bobot basah total tubuh ikan yang meliputi bobot tubuh ikan serta air yang terkandung didalamnya dengan menggunakan timbangan dengan tingkat ketelitian sebesar 0,0001 gr. Sedangkan untuk mengetahui jenis kelamin ikan kuniran contoh dapat diketahui dengan cara membedah ikan kuniran untuk melihat gonad, kemudian gonad tersebut diidentifikasi agar dapat digolongkan jenis kelaminnya. Setelah dibedah dan dilihat jenis kelaminnya, lambung ikan kuniran dikeluarkan, kemudian diawetkan dalam larutan formalin dengan konsentrasi 4%. Data berat lambung ikan didapatkan dengan membedah lambung ikan, kemudian isi
12
lambung dikeluarkan dan ditimbang. Setelah isi lambung ditimbang, jenis makanan ikan dianalisis dan dipisahkan berdasarkan jenisnya. Makanan ikan kemudian ditimbang kembali berdasarkan jenisnya. 3.4 Analisis data 3.4.1 Indek isi lambung Indeks isi lambung bertujuan untuk mengetahui persentase konsumsi pakan ikan contoh yang dievaluasi menggunakan rumus perhitungan menurut Smily (1952) in Hyslop (1980).
ISC =
x 100
Keterangan: ISC = Index Stomach Content, Indeks Isi Lambung SCW = Stomach Content Weight, Berat Isi Lambung (gr) BW = Body Weight, Berat Total Ikan (gr) 3.4.2 Indek bagian terbesar (Index of Preponderance) Indeks bagian terbesar makanan dihitung untuk mengetahui presentasi suatu jenis makanan tertentu terhadap semua organisme makanan yang dimanfaatkan oleh ikan kuniran. Analisis indeks bagian terbesar dapat dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan (Natarajan et al. 1961 in Effendie 1979)
IP = IP Vi Oi
⅀
: Index bagian terbesar : presentase volume makanan ke-i : frekuensi kejadian makanan ke-i
3.4.3. Faktor kondisi Faktor kondisi (K) juga digunakan dalam mempelajari perkembangan gonad ikan jantan maupun betina yang belum dan sudah matang gonad yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 1997)
13
Keterangan: K = faktor kondisi W = bobot tubuh ikan contoh (gram) L = panjang total ikan contoh (mm) a = konstanta b = intercept. Menurut Effendie (1972), nilai K yang berkisar antara 2-4 menunjukkan bahwa badan ikan tersebut berbentuk agak pipih. Sedangkan nilai K yang berkisar antara 1-3 menunjukkan bahwa badan ikan tersebut berbentuk kurang pipih. 3.4.4 Analisa statistik Dalam mengevaluasi data panjang ikan, waktu pengamatan, berat lambung dan jenis makanan, maka diperlukan pengujian statistika. Pengujian ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK).
Tujuan dari pengujian
menggunakan rancangan acak kelompok ini adalah untuk mengetahui hubungan antara panjang ikan, waktu pengamatan, berat lambung dan jenis makanan ikan kuniran. Model percobaan yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti Walpole (1995) yaitu :
Yij = μ + σi + ßj + εij Keterangan : Yij = data hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j μ = rataan umum σi = pengaruh dari perlakuan ke-i ßj = pengaruh kelompok ke -j εij = galat hasil percobaan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j Setelah dilakukan analisis menggunakan ANOVA : two factor without replication, maka ditemukan F (Fhitung) dan Fcrit (Ftabel) pada tiap perlakuan dan kelompok. Jika nilai Fhitung < Ftabel, maka gagal tolak Ho. Sedangkan jika nilai Fhitung > Ftabel maka tolak Ho. Nilai Fhitung > Ftabel, memerlukan uji lanjut untuk
14
memperkuat hipotesis. Uji lanjut yang digunakan ialah uji BNT (Beda Nyata Terkecil). Syarat untuk melakukan uji BNT ialah Fhitung > Ftabel. Uji BNT dilakukan dengan rumus:
BNT = t (dBS) x √ Keterangan : BNT = Beda Nyata Terkecil = 0,05 dBS = Derajat Bebas Galat KTG = Kuadrat Terkecil Galat n = Jumlah Data
15
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan demersal. Ikan kuniran juga merupakan ikan karnivora. Ikan kuniran memiliki sungut pada bagian mulutnya. Posisi mulut ikan kuniran ialah mulut subterminal yaitu terletak dekat ujung hidung. Ikan kuniran juga memiliki gigi yang digunakan untuk menyergap dan merobek mangsanya. Gambar posisi mulut ikan kuniran dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 6. Posisi mulut ikan kuniran Ikan kuniran yang merupakan ikan karnivora memiliki usus yang pendek dan tebal. Panjang usus ikan kuniran lebih pendek daripada panjang tubuhnya. Selain itu ikan kuniran memiliki lambung benar. Lambung ikan kuniran serta perbandingan panjang usus dan panjang tubuh ikan kuniran serta dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 7. Lambung Ikan Kuniran
16
Gambar 8. Perbandingan panjang usus dan panjang tubuh ikan kuniran Berdasarkan rasio perbandingan antara panjang usus dan panjang tubuh ikan kuniran, didapatkan bahwa rasio panjang usus dan panjang tubuh ikan kuniran mulai bulan Maret hingga September 2011 antara lain 0,5883; 0,5720; 0,5870; 0,6903; 0,6273; 0,5750; 0,6574. Rasio yang didapatkan pada tiap bulannya kurang dari satu (<1), hal ini menunjukkan bahwa panjang usus ikan kuniran lebih pendek daripada panjang tubuhnya, maka terbukti bahwa ikan kuniran termasuk dalam kategori ikan karnivora. Tapis insang ikan kuniran pendek dan tidak rapat. Hal ini sesuai dengan Affandi et al. (1992) yang menyetakan bahwa insang ikan karnivora pendek (tumpul) dan tidak rapat. Insang ikan kuniran disajikan pada gambar dibawah ini.
Gambar 9. Insang ikan kuniran
4.2 Jenis dan Komposisi Makanan Makanan ikan kuniran yang ditemukan dalam penelitian kali ini ialah ikan dan udang. Berikut merupakan gambar diagram pie jenis dan komposisi makanan ikan kuniran pada bulan Maret hingga September.
17
Maret 2011
April 2011
2,50%
20,25% Udang
Udang
Ikan
Ikan
79,75%
97,50%
0,66%
Mei 2011
19,53%
Juni 2011
Udang
Udang
Ikan
99,34%
Ikan
80,47%
0,76%
Juli 2011
Udang
99,24%
Ikan
Gambar 10. Diagram IP Ikan kuniran bulan Maret hingga Juli 2011 Diagram di atas memperlihatkan nilai IP (Index of Propenderance) dari ikan kuniran bulan Maret hingga Juli. Dari diagram dapat dilihat bahwa organisme yang ditemukan pada bulan Maret hingga Juli umumnya ialah udang dan ikan. Pada bulan Maret jumlah ikan lebih banyak ditemukan daripada udang. Tapi pada bulan berikutnya yaitu April hingga Juli, udang lebih banyak ditemukan daripada ikan.
18
Tabel 3. Ikan kuniran dan jenis makanannya Ikan Kuniran Upeneus vittatus dan Upeneus tragula Upeneus sulphureus Upeneus moluccensis Upeneus moluccensis *penelitian 2012
Peneliti
Tahun
Manal dan Azza
2009
Boreay
1987
Sjafei dan Susilawati
2001
Safitri
2012*
Tempat
Teluk Suez Teluk Safaga, Laut Merah Teluk Labuan Teluk Labuan
Makanan
Krustasea (udang dan kepiting), ikan, molluska (bivalva) dan polychaeta Zoobenthos 98% (14,3% crustacean, 3,53% mollusca, 80,08% polychaetes) dan 2,09% zooplankton Udang-udangan, ikan kecil, detritus, polychaeta, moluska, Nitschia sp, Ceratium sp dan copepoda. Udang dan Ikan
Dari nilai IP ikan kuniran jantan maupun betina pada tiap bulannya dapat disimpulkan bahwa makanan ikan kuniran yang dominan ialah udang kemudian diikuti oleh ikan, walaupun untuk penelitian kali ini ikan dan udang tersebut ditemukan dalam bentuk potongan hingga tidak bisa diidentifikasi. Hal ini sesuai dengan Sjafei dan Susilawati (2001) yang menyatakan bahwa nilai IP jenis organisme yang terdapat pada lambung ikan kuniran ialah udang-udangan, ikan kecil, detritus, polychaeta, moluska, nitschia sp, ceratium sp dan copepoda. 4.3 Makanan Utama Makanan utama ikan kuniran ditentukan dengan menggunakan Indeks bagian terbesar (Index of Preponderance, IP). Index of preponderance (IP) digunakan untuk melihat dominasi jenis makanan yang dinyatakan dalam persen, IP dapat terpenuhi bila macam makanan ikan kejadiannya konstan dengan volume yang hampir konstan pula. Faktor-faktor yang menentukan suatu ikan akan memakan suatu organisme adalah ukuran makanan, ketersediaan makanan, warna, rasa, tekstur makanan, dan selera ikan terhadap makanan (Effendi 2002). Tabel 4. Nilai indeks of preponderance dari ikan kuniran bulan Maret hingga Juli Jenis Makanan Udang Ikan
Maret 0,0250 0,9750
April 0,7975 0,2025
Mei 0,8047 0,1953
Juni 0,9934 0,0066
Juli 0,9924 0,0076
19
1,2000 1,0000
97,50%
20,25%
0,66%
19,53%
0,76%
0,8000
I P 0,6000
Ikan
0,4000
Udang
0,2000 2,50%
79,75%
80,47%
99,34%
99,24%
0,0000
Maret
April Mei Juni Waktu Pengamatan
Juli
Gambar 11. Diagram batang ikan kuniran dari bulan Maret-Juli 2011 Berdasarkan diagram indeks preponderance ikan kuniran dapat dilihat proporsi makanan ikan kuniran dari bulan Maret sampai Juli. Proporsi makanan terbesar dengan nilai IP terbesar hampir di tiap bulannya yaitu udang, diikuti oleh ikan. Persentase makanan ikan kuniran yang ditemukan dalam lambung ikan kuniran yaitu udang-udangan 61,43%, ikan kecil 34,15%, detritus 4,04% dan lainnya 0,2% (Sjafei dan Susilawati 2001). Hasil tersebut menunjukkan bahwa ikan kuniran dominana memakan udang-udangan dan ikan. Hasil ini sesuai dengan hasil yang didapatkan pada penelitian ini dimana persentase udang dan ikan mendominasi makan ikan setiap bulannya. 4.4 Aktifitas Makan Indeks isi lambung merupakan indikasi untuk menentukan aktifitas makanan ikan per waktu penangkapan. Nilai indeks isi lambung ikan kuniran dibedakan berdasarkan jenis kelamin yaitu ikan jantan dan ikan betina. Berikut merupakan grafik nilai ISC pada ikan kuniran jantan.
20
Gambar 12. Indek isi lambung ikan kuniran jantan Nilai indeks isi lambung pada ikan kuniran jantan mengalami fluktuasi tiap bulannya. Nilai indeks isi lambung pada ikan kuniran jantan mulai dari bulan Maret hingga September berturut-turut adalah 0,6832 (21%); 0,4757 (15%); 0,3674 (11%); 0,6029 (19%); 0,3744 (12%); 0,3822 (12%); 0,3038 (10%) (Gambar 5). Nilai Indeks isi lambung tertinggi terjadi pada bulan Maret. Nilai tersebut kemudian turun pada bulan April dan Mei. Nilai ISC mengalami kenaikan kembali pada bulan Juni dan mengalami penurunan kembali pada bulan Juli hingga September. Berdasarkan analisis, diduga pada bulan Maret makanan ikan kuniran di alam tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga ikan kuniran lebih aktif mencari makanan dan akibatnya isi lambung ikan kuniran jantan lebih penuh daripada bulan lainnya. Nilai standar deviasi yang berbeda pada tiap bulannya menunjukkan kisaran berat lambung yang berisi, semakin besar standar deviasinya makan semakin beragam berat lambung ikan kuniran. Pada bulan Maret, April dan Juli rentang standar deviasi indek isi lambung ikan kunniran sangat besar, hal ini terjadi karena pada bulan tersebut banyak ikan kuniran yang ditemukan dalam kondisi lambung penuh tetapi banyak juga yang ditemukan dalam kondisi lambung kosong.
21
Berikut merupakan grafik indek isi lambung ikan kuniran betina.
Gambar 13. Indek isi lambung ikan kuniran betina Nilai indeks isi lambung ikan kuniran betina juga mengalami fluktuasi setiap bulannya. Adapun nilai indeks isi lambung ikan kuniran betina mulai dari bulan Maret hingga September berturut-turut adalah 0,6363 (19%); 0,6527 (20%); 0,2951 (9%); 0,4558 (14%); 0,5355 (16%); 0,4276 (13%) dan 0,2809 (9%) (Gambar 5). Nilai indeks isi lambung betina tertinggi terdapat pada bulan Maret dan April, kemudian mengalami penurunan yang tinggi pada bulan Mei. Nilai indeks isi lambung itu kemudian meningkat lagi pada bulan Juni dan Juli dan kembali mengalami sedikit penurunan pada bulan Agustus hingga September. Nilai standar deviasi yang berbeda pada tiap bulannya menunjukkan kisaran berat lambung yang berisi, semakin besar standar deviasinya maka semakin beragam berat lambung ikan kuniran. Sama seperti ikan kuniran jantan, ikan kuniran betina pada bulan Maret, April dan Juli memiliki rentang standar deviasi indek isi lambung yang sangat besar, hal ini terjadi karena pada bulan tersebut banyak ikan kuniran yang ditemukan dalam kondisi lambung penuh tetapi banyak juga yang ditemukan dalam kondisi lambung kosong.
22
Grafik ISC total ikan kuniran disajikan dalam gambar dibawah ini.
Gambar 14. Indek isi lambung total ikan kuniran Nilai indeks isi lambung total ikan Kuniran berturut-turut dari bulan Maret hingga September antara lain 0,6185 (18,8%); 0,6219 (19,7%); 0,3078 (9,8%); 0,4247 (13,5%); 0,4736 (15,1%); 0,3989 (12,7%); 0,2915 (9,3%). Nilai ISC tertinggi terjadi pada bulan April. Nilai ISC total pada bulan Maret dan April hampir sama. Tetapi pada bulan berikutnya terjadi penurunan nilai ISC. Hal ini diperkirakan terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain habitat, kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, musim, ukuran, umur ikan, periode harian mencari makan, dan spesies kompetitor. Kebiasaan makanan juga bisa berubah sejalan dengan perubahan musim, perubahan stadia hidup, dan ketersediaan jenis makanan (Febyanty dan Syahailatua 2008). Nilai standar deviasi yang berbeda pada tiap bulannya menunjukkan berat lambung yang beragam. Nilai ISC total ikan kuniran jantan dan ikan kuniran betina pada bulan Maret dan April yang relatif tinggi diduga karena pada bulan Maret dan April ikan kuniran jantan ataupun betina banyak ditemukan pada selang panjang 111-118 mm dan 128-136 mm. Pada ukuran tersebut ikan kuniran diduga masih dalam masa pertumbuhan. Pada masa pertumbuhan ikan umumnya lebih banyak makan karena tubuh ikan masih memerlukan makanan untuk tumbuh. Hal ini juga terjadi diduga karena pada bulan Maret selat Sunda masih berada pada musim angin barat (Silalahi 2000). Jadi perairan masih relatif tenang. Perairan yang relatif
23
tenang mempengaruhi ketersediaan biota makanan ikan kuniran. Udang merupakan krustasea yang hidup di perairan tenang. Diduga pada bulan Maret dan April makanan ikan kuniran tersedia dengan cukup melimpah di daerah Selat Sunda. Nilai ISC ikan kuniran jantan dan ikan kuniran betina pada bulan Mei menurun drastis. Hal ini diduga karena pada bulan Mei ikan kuniran sudah mencapai umur yang tinggi karena ikan yang tertangkap pada bulan Mei dominan berada pada selang panjang 144-150 mm. Pada panjang tersebut ikan kuniran sudah dewasa. Ikan yang telah dewasa umumnya tidak terlalu banyak makan, tetapi menggunakan cadangan lemak untuk bereproduksi. Nilai ISC meningkat lagi pada bulan Juni. Hal ini diduga karena ikan pada bulan Juni banyak ikan yang ditemukan pada selang ukuran 93-99 mm. Diduga ikan kuniran telah memijah pada bulan Mei, oleh karena itu bulan Juni ikan yang banyak tertangkap adalah ikan yang relatif kecil dan membutuhkan banyak makanan untuk pertumbuhan. Pada bulan Juli nilai ISC agak menurun. Hal ini diduga karena telah masuk musim timur. Kecepatan dan arah angin sering berubah, sedangkan udang sebagai makana ikan kuniran hidup di perairan yang tenang. Pada bulan Agustus nilai ISC ikan menurun terus menurun hingga bulan September. Hal ini diduga karena pada bulan Agustus sedang berada pada puncak musim timur (JuniSeptember) dan ikan yang tertangkap juga berada pada selang kelas yang tinggi serta ikan dengan TKG 3 dan 4 banyak ditemukan. Jadi ikan lebih banyak menggunakan cadangan lemak untuk reproduksi dan dikarenakan perubahan musim perairan. Jadi dapat disimpulkan bahwa ikan kuniran aktif makan pada bulan Maret dan April karena pada bulan itu ikan masih berada pada masa pertumbuhan. Pada bulan Mei aktifitas makan ikan menurun diduga karena pada saat itu ikan sudah dewasa dan bereproduksi, sehingga ikan menggunakan cadangan lemak pada tubuhnya. Aktifitas makan ikan kemudian menaik pada bulan Juli dan menurun lagi sampai bulan september.
24
4.5 Hubungan Panjang Ikan, Berat Lambung dan Jenis Makanan Ikan kuniran yang dijadikan contoh selama penelitian berjumlah 453 ekor. Ikan itu terdiri dari 263 ekor ikan kuniran betina dan 190 ekor ikan kuniran jantan. Panjang ikan kuniran contoh berada pada selang 86-180 mm. Ikan dengan panjang 126-135 mm paling banyak ditemukan dalam pengambilan contoh ikan secara acak. Hal ini sesuai dengan penelitian Sjafei dan Susilawati (2001) yang menyatakan bahwa ikan kuniran yang paling banyak tertangkap di Labuan berada pada kisaran panjang 99-170 mm. Analisis mengenai panjang ikan, berat lambung dan jenis makanan ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK). Berikut merupakan
Berat Isi Lambung (gr)
grafik antara panjang ikan, jenis makanan dan berat lambung ikan kuniran. 14 12 10 8 6
udang
4
ikan
2
tidak teridentifikasi
0
Selang Panjang Ikan (mm)
Gambar 15.Grafik hubungan antara panjang ikan, berat lambung dan jenis makanan Dari hasil analisis perlakuan dan uji beda nyata (BNT), disimpulkan bahwa jenis makanan yang tidak teridentifikasi merupakan makanan yang memiliki pengaruh paling besar dalam lambung ikan. Hal ini terjadi karena pada hampir setiap ikan contoh ikan yang ditemukan, proporsi isi lambung terbesar adalah makanan yang telah tercerna, sehingga makanan tersebut sudah tidak teridentifikasi. Hasil analisis dan uji beda nyata (BNT) pada kelompok, maka disimpulkan ukuran ikan pada panjang 126-135mm paling mempengaruhi berat lambung ikan. Hal ini diduga karena pada selang panjang 126-135 mm ikan kuniran berada pada masa pertumbuhan dan memerlukan banyak makanan.
25
4.6 Hubungan Panjang Ikan, Berat Lambung dan Waktu Penangkapan Untuk mengetahui hubungan antara panjang ikan, berat lambung dan waktu penangkapan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Kelompok yang digunakan ialah selang panjang ikan, perlakuannya berupa waktu penangkapan dengan menggunakan data berat lambung. Berikut merupakan grafik
Berat Isi Lambung (gr)
antara panjang, waktu penangkapan dan berat lambung ikan kuniran 12 10
Maret
8
April
6
Mei
4
Juni
2
Juli
0
Agustus September Selang Panjang Ikan (mm)
Gambar 16 . Grafik hubungan panjang, berat lambung dan waktu penangkapan ikan kuniran Dari hasil analisis kelompok, didapatkan bahwa ukuran tubuh ikan kuniran pada tiap bulannya mempengaruhi berat lambung. Setelah dilakukan uji beda nyata terkecil (BNT) dapat disimpulkan bahwa ukuran ikan pada panjang 136-145 mm mempengaruhi berat lambung ikan kuniran pada tiap bulannya. Dari hasil analisis perlakuan disimpulkan bahwa waktu penangkapan tidak mempengaruhi berat lambung ikan kuniran. Hal ini bisa terjadi karena panjang ikan yang tertangkap pada tiap bulannya berada pada selang yang tidak terlalu besar, sehingga berat lambung tiap bulannya tidak berbeda jauh. 4.7 Hubungan Faktor Kondisi dengan Indeks Isi Lambung Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan secara fisik untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Menurut Effendie (2002), faktor kondisi merupakan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi.
26
Tabel 5. Faktor kondisi dan indek isi lambung ikan kuniran berdasarkan selang panjang No
Selang Panjang (mm)
Faktor Kondisi Rata-rata Betina (284 ekor)
ISC Rata-rata
Jantan (169 ekor)
Betina
Jantan
1
86-95
0,9945
1,0627
0,7479
0,2432
2
96-105
1,0239
0,9893
0,3572
0,4268
3
106-115
0,9757
0,9467
0,4951
0,5922
4
116-125
1,0077
0,9502
0,6022
1,1546
5
126-135
0,9985
0,9433
0,4375
0,3658
6
136-145
0,9401
0,6624
0,4684
0,6407
7
146-155
0,8792
0,6812
0,3989
0,2807
8
156-165
0,6169
1,0884
0,3428
0,2161
9
166-175
0,8857
0,0000
0,4743
0,0000
10
176-185
0,8774
0,0000
0,5562
0,0000
Dari tabel dapat dilihat bahwa nilai faktor kondisi dan ISC ikan kuniran betina tertinggi pada selang kelas 86-95 mm. Nilai faktor kondisi ikan kuniran betina tertinggi pada selang kelas 96-105 mm. Hal ini diduga terjadi karena pada selang kelas tersebut ikan kuniran berada pada masa pertumbuhan dan memerlukan banyak makanan. Sedangkan pada ikan kuniran jantan nilai faktor kondisi tertinggi terdapat pada selang 156-165 mm. Hal ini diduga terjadi karena pada selang tersebut ikan kuniran jantan sudah mulai memijah sehingga faktor kondisi nya tinggi. Sedangkan nilai ISC ikan kuniran jantan tertinggi pada selang kelas 116-125mm, hal ini terjadi diduga karena pada panjan tersebut ikan kuniran jantan sedang berada pada masa pertumbuhan yang memerlukan banyak makanan. 1,2
Faktor Kondisi
1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
Waktu Pengamatan
Gambar 17. Nilai faktor kondisi ikan kuniran berdasarkan waktu penangkapan
27
Nilai faktor kondisi rata-rata ikan kuniran mengalami peningkatan setiap bulannya dan turun pada bulan Agustus. Nilai faktor kondisi rata-rata ikan kuniran jantan dan betina relatif normal dan memiliki pola yang sama. Hal ini diduga karena adanya kecocokan habitat antara ikan kuniran dengan perairan tersebut. Tabel 6. Faktor kondisi ikan kuniran jantan dan betina berdasarkan TKG Faktor Kondisi rata-rata TKG
Betina
Jantan
I
0,9922
0,9128
II
0,9685
0,8393
III
0,9300
0,8496
IV
0,9039
0,0000
Berdasarkan tabel diatas, ikan kuniran jantan dan ikan kuniran betina memiliki nilai faktor kondisi tertinggi pada saat ikan berada pada Tingkat Kematangan Gonad (TKG) I. Hal ini terjadi karena pada saat berada pada TKG I, ikan kuniran masih membutuhkan makanan yang banyak untuk tumbuh dan berkembang sehingga tubuhnya mengalami kegemukan atau kemontokan 4.8 Pembahasan Umum Ikan kuniran merupakan ikan karnivora. Makanan utama ikan kuniran yg ditemukan pada penelitian kali ini ialah udang dan ikan. Ikan kuniran jantan dan betina memiliki aktivitas makan yang tinggi pada bulan Maret dan April. Hal ini terjadi diduga karena pada bulan tersebut ikan kuniran berada dalam
masa
pertumbuhan. Ikan yang terdapat pada bulan Maret dan April berada pada selang 111-118 mm dan 128-136 mm untuk ikan kuniran betina, sedangkan pada bulan Mei ikan kuniran yang dominan tertangkap berada pada selang 144-150mm. Pada ukuran tersebut ikan diduga sudah mengalami pemijahan sehingga tubuh ikan tidak lagi memerlukan banyak makanan karena rongga tubuh ikan digunakan untuk perkembangan gonad dan ikan kuniran menggunakan cadangan lemaknya untuk bertahan hidup. Pada bulan juni ikan kembali memiliki aktifitas makan yang tinggi. Bulan Juli, Agustus dan September aktifitas menurun kembali. Hal ini diduga karena ikan yang tertangkap dominan TKG 3 dan 4.
28
Berdasakan analisis hubungan panjang ikan, berat lambung dan jenis makanan, ikan yang memiliki berat lambung tertinggi ialah pada selang 126-128 mm. Hal ini terjadi diduga karena ikan masih berada pada masa pertumbuhan dan mamerlukan banyak makanan. Jenis makanan yg banyak ditemukan ialah makanan yang tidak teridentifikasi. Hal ini terjadi karena ikan contoh yg dipakai ialah ikan yang di ambil di PPP, jadi setelah ikan di tangkap sampai lambung dianalisis memliliki rentang watku yang panjang sehingga makanan yg ada dilambungikan tercerna dan tidak bisa di identifikasi. Berdasarkan waktu penangkapan, ditemukan bahwa waktu penagkapan ikan kuniran tidak mempengaruhi berat lambung ikan. Hal ini diduga bahwa ikan kuniran yang tertangkap pada tiap bulannya berada pada selang kelas yang tidak terlalu besar. Berdasarkan waktu pengamatan, faktor kondisi ikan kunniran tertinggi didapatkan pada bulan April dan Maret. Pada bulan tersebut ikan yang tertangkap umumnya berada pada selangkelas 128-136 mm dan 111-118 mm. Pada selang 128-136 mm dan 111-118 mm ikan kuniran betina dan jantan juga memiliki nilai faktor kondisi dan indek isi lambung yang tinggi. Oleh karena itu pada bukan Maret dan April sebaiknya ikan kuniran tidak ditangkap karena pada bulan-bulan tersebut ikan kuniran berada pada masa pertumbuhan yang membutuhkan banyak makanan dan ikan tersebut belum memijah. 4.9 Aspek Pengelolaan Sumberdaya perikanan ikan di perairan Selat Sunda sangat melimpah, sehingga penangkapan bisa dilakukan sepanjang tahun. Salah satu hasil tangkapan itu ialah ikan kuniran. Untuk itu perlu suatu strategi pengelolaan sumberdaya perikanan ikan kuniran agar keberadaan ikan kuniran tetap lestari di alam. Beberapa usaha pengelolan terhadap ikan kuniran di perairan Selat Sunda antara lain: 1. Pengaturan upaya penangkapan ikan kuniran, yaitu tidak menangkap ikan kuniran pada bulan Maret dan April karena pada bulan tersebut aktifitas makan ikan kuniran dalam kondisi tinggi.
29
2. Pengaturan jumlah penangkapan terhadap udang dan ikan yang merupakan makanan utama ikan kuniran, karena populasi suatu jenis ikan di alam tergantung pada ketersediaan makanannya.
30
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis lambung ikan kuniran yang berasal dari Selat Sunda, pada bulan Mei hingga September 2011 makanan ikan kuniran ialah Udang dan Ikan 2. Ikan kuniran aktif makan pada bulan Maret dan April karena pada bulan itu ikan masih berada pada masa pertumbuhan. Pada bulan Mei aktifitas makan ikan menurun diduga karena pada saat itu ikan sudah dewasa dan bereproduksi, sehingga ikan menggunakan cadangan lemak pada tubuhnya. Aktifitas makan ikan kemudian menaik pada bulan Juli dan menurun lagi sampai bulan september. 3. Dari segi pengelolaan, beberapa hal yang perlu dilakukan agar kelestarian ikan kuniran di alam tetap terjaga antara lain pengaturan upaya penangkapan ikan kuniran, yaitu tidak menangkap ikan kuniran pada bulan Maret dan April karena pada bulan tersebut aktifitas makan ikan kuniran dalam kondisi tinggi dan pengaturan jumlah penangkapan terhadap udang dan ikan yang merupakan makanan utama ikan kuniran, karena populasi suatu jenis ikan di alam tergantung pada ketersediaan makanannya. 5.2 Saran 1. Perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai kebiasaan makanan ikan kuniran berdasarkan musim. 2. Sampel ikan sebaiknya diambil langsung dari laut agar makanan yang ditemukan belum tercerna dan masih bisa diidentifikasi. 3. Selang waktu pengambilan sampel ikan lebih sering yaitu setiap 2 minggu sekali atau bahkan tiap minggu agar data mengenai kebiasaan makan ikan kuniran ini lebih mewakili.
31
DAFTAR PUSTAKA Affandi R, Sjafei DS, Rahardjo MF, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 344 hal. Bachok Z, Mansor MI, dan Noordin RM. 2004. Diet composition and food habits of demersal and pelagic marine fishes from Trengganu waters, east coast of Peninsular Malaysia. Naga World Fish Center Quarterly. 27(3) : 41-48 Boreay F.A and F.M Soliman. 1987. Food and Feeding Habits Summary Upeneus sulphureus [terhubung berkala]. http://fishbase.org\DietCompoSummary.php.htm [5 April 2011]. Effendie MI. 1979. Metoda biologi perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hal Effendie MI. 2002. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163 hal. Febyanty F dan Syahailatua A. 2008. Kabiasaan makan ikan terbang Hirndicthys oxycephalus dan Cheilopogon cyanopterus di perairan Selat Makassar. J.Lit. Perikanan Indonesia 14(1): 115-122. Hyslop E.J. 1980. Stomach contents analysis-a review of methods and their application. J. Fish Biol. 17 : 1-429 Kamal MM, Ernawati Y, Rahmah Y. 2009. Varisi struktur morfoanatomi organ pencernaan dan kaitannya dengan strategi makan serta kaitannya dengan strategi makan serta kebiasaan makanan ikan kekakapan laut dalam (famili lutjanidae). Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 16 (1). 3338 Manal SH dan El-Ganainy AA. 2009. Observation on Biological Traits of Striped Goatfish (Upeneus vittatus ) and Freckled Goatfish (Upeneus tragula) from the Gulf of Suez, Egypt. World Journal of Fish and Marine Science 1(2): 121-128 Ruth AEW. 2011. Kajian stok dan analisis ketidakpastian ikan kuniran (Upeneus sulphureus Cuvier 1829) dengan menggunakan sidik frekuensi panjang yang didaratkan di TPI Cilincing Jakarta [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 81 hal. Peristiwady T. 2006. Ikan-ikan laut ekonomis penting di Indonesia. Jakarta: LIPI Press.
32
Prabha YS dan Manjulatha. 2008. Food and feeding habits of Upeneus vittatus (Forsskal, 1775) from visakhapatnam coast (Andhra Pradesh) of India. Int. J. Zool. Res., 4: 59-63. Robiyani. 2000. Kebiasaan makanan, pertumbuhan, dan faktor kondisi ikan kurisi (Nemipterus tambuloides Blkr.) di perairan Teluk Labuan [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 52 hal. Saputra SW, Soedarsono P, dan Sulistyawati GA. Beberapa Aspek Biologi Ikan Kuniran (Upeneus spp) di Perairan Demak. Jurnal Saintek Perikanan. 5(1):1-61 Silalahi Jefri. 2000. Analisa Distribusi Jenis Ikan Pelagis Kecil di Perairan Selat Sunda Dikaitkan dengan Citra Suhu Permukaan Laut dari Satelit NOAA/AVHRR [skripsi]. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Siregar AH. 1990. Fluktuasi Stok Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus) di Perairan Utara Semarang- Kendal Jawa Tengah [skripsi]. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sjafei DS & Susilawati R. 2001. Beberapa aspek biologi ikan biji nangka (Upeneus moluccensis Blkr.) di perairan Teluk Labuan, Banten. Jurnal Iktiologi Indonesia I (1) : 35-39 Sudirman. 2008. Deskripsi alat tangkap cantrang, analisis bycatch, discard, dan komposisi ukuran ikan yang tertangkap di perairan Takalar. Jurnal perikanan Indonesia Vol 18 (2) : 160-170. Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika (diterjemahkan oleh Bambang Sumantri). Edisi Ketiga. PT Gramedia. Jakarta. 515 halaman. www.fishbase.org. Upeneus moluccensis. [terhubung berkala]. http://fishbase.org/Nomenclature/ScientificNameSearchList.php?crit1_fiel dname=SYNONYMS.SynGenus&crit1_fieldtype=CHAR&crit1_operator =EQUAL&crit1_value=upeneus&crit2_fieldname=SYNONYMS.SynSpe cies&crit2_fieldtype=CHAR&crit2_operator=contains&crit2_value=&gro up=summary&backstep=-2. [5 November 2011]. www.perpustakaandinaskelautandanperikanan.blogspot.com. Jaring cantrang. [terhubung berkala]. http://www.google.co.id/. [14 Maret 2012].
33
LAMPIRAN
34
Lampiran 1 . Indek Isi Lambung (ISC) BW (gr)
BLT (gr)
ISC
17,5
0,2411
1,3777
22,3
0,0782
0,3507
23,1
0,3402
1,4727
35,8
0,243
0,6788
37,7
0,1611
0,4273
29,4
0,1613
0,5486
26,2
0,8061
3,0767
33,5
0,4515
1,3478
29,9
0,0965
0,3227
29
0,0435
0,1500
32,8
0,5611
1,7107
32,1
0,1129
0,3517
15,9
0,1342
0,8440
18,5
0,4322
2,3362
32,8
0,0987
0,3009
16,4
0,1237
0,7543
27,5
0,3218
1,1702
32
0,0895
0,2797
25,3
0,3325
1,3142
39,5
0,012
0,0304
20,6
7,3
35,4369
24,1
0,1708
0,7087
26,1
0,2974
1,1395
27,6
0,2301
0,8337
18,8
0
0,0000
24,8
0
0,0000
22,6
0
0,0000
22
0,0896
0,4073
27,4
0
0,0000
25,8
0,1223
0,4740
18,3
0
0,0000
20,7
0
0,0000
30,8
0,0583
0,1893
18,5
0,0872
0,4714
21,05
0,1353
0,6428
18,3
0,0938
0,5126
23,7
0
0,0000
17,6
0,2035
1,1563
22,7
0
0,0000
12,3
0
0,0000
35
Nilai Indeks isi lambung diperoleh dari rumus: ISC = SCW/BW x 100
Keterangan: ISC = Indeks Isi Lambung SWC = Berat Isi Lambung BW = Berat Total Ikan Dimana pada tabel SWC ialah BLT Tabel diatas merupakan contoh nilai ISC ikan kuniran jantan pada bulan Maret 2011. Dengan menggunakan rumus ISC= 0,2411/17,5 x 100 = 1,3777 Nilai ISC merupakan nilai rata-rata ISC dari masing-masing ikan. Lampiran 2. Indeks Bagian Terbesar (IP) Indeks bagian terbesar (IP) ikan kuniran berdasarkan waktu penangkapan Bulan Maret
Organisme Makanan Udang Ikan
IP
IP (%) 0,0250 2,50 0,9750 97,49
Bulan April
Organisme Makanan Udang Ikan
IP
IP (%) 0,7975 79,75 0,2025 20,25
IP
IP (%) 0,8047 80,47 0,1953 19,53
IP
IP (%) 0,9934 99,34 0,0066 0,66
IP
IP (%) 0,9924 99,24 0,0076 0,76
Bulan Mei
Organisme Makanan Udang Ikan Bulan Juni
Organisme Makanan Udang Ikan Bulan Juli
Organisme Makanan Udang Ikan
36
Lampiran 3. Analisa Statistika Rancangan acak kelompok digunakan dalam menduga hubungan antara panjang, berat lambung dan jenis makanan serta menduga hubungan antara panjang, berat lambung dan waktu penangkapan. Pada rancangan acak kelompok pertama kelompok yang digunakan ialah selang panjang ikan, dan perlakuannya jenis makanan dengan menggunakan data berat lambung. Adapun hipotesis pada pengujian ini ialah: Hipotesis
Perlakuan
Ho
Jenis
Kelompok makanan
tidak Ukuran tubuh tidak mempengaruhi
mempengaruhi berat lambung Hi
berat lambung
Jenis makanan mempengaruhi Ukuran tubuh mempengaruhi berat berat lambung
lambung
Berikut merupakan tabel anova hubungan antara panjang, berat lambung dan jenis makanan. Source of Variation
SS
kelompok
159,6768
perlakuan
89,0618
galat
Df
MS
F
P-value
F crit
9
17,74187
2,676601
0,036037
2,456281
2
44,5309
6,718088
0,006616
3,554557
119,3132 18 6,628508 Tabel. anova hubungan antara panjang, jenis makanan dan berat lambung
Analisis 2
Pada rancangan acak kelompok kedua kelompok yang digunakan ialah selang panjang ikan, dan perlakuannya waktu penangkapan dengan menggunakan data berat lambung. Adapun hipotesis pada pengujian ini ialah: Hipotesis
Perlakuan
Ho
Waktu
Kelompok penangkapan
tidak Ukuran tubuh tidak mempengaruhi
mempengaruhi berat lambung Hi
Waktu
berat lambung
penangkapan Ukuran tubuh mempengaruhi berat
mempengaruhi berat lambung
lambung
37
Berikut merupakan tabel anova hubungan antara panjang, waktu penangkapan dan berat lambung. Source of Variation
SS
df
MS
F
P-value
F crit
9
9,150545
3,600366
0,001433
2,05852
1,234647
0,303348
2,271989
Kelompok
82,3549
Perlakuan
18,82757
6
3,137928
Galat
137,2442
54
2,54156
Total 238,4267 69 Tabel . anova hubungan antara panjang, waktu penangkapan dan berat lambung
Lampiran 4. Gambar jenis makanan ikan kuniran
Makanan Tercerna
Udang
Ikan